LAPORAN PENDAHULUAN
OLEH:
Nilam Ganung Permata Mahardita, S. Kep
NIM 182311101025
Mahasiswa
BERITA ACARA
Pada hari ini, Jum’at tanggal 19 Oktober 2018 jam 09.00 s/d 09.30 WIB
bertempat di Ruang 12 HCU RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Propinsi Jawa
Timur telah dilaksanakan Kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang Manajemen
Nyeri oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Ners Universitas
Jember. Kegiatan ini diikuti oleh 3 orang (daftar hadir terlampir).
Mahasiswa
Penyuluh
Nilam Ganung Permata Mahardita, S.Kep.
NIM 182311101025
Pembimbing Klinik Ruang 12 HCU
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Gambar 1. Anatomi vertebrae dilihat dari anterior, left lateral, dan posterior (Pearce, 2009)
2. Definisi
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis luasnya (Brunner &
Suddart, 2008). Sehingga dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang, yang dapat disertai dengan luka sekitar jaringan
lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka
organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Menentukan stabil atau tidaknya fraktur membutuhkan pemeriksaan
radiograf. Pemeriksaan radiografi minimal ada 4 posisi yaitu anteroposterior,
lateral, oblik kanan dan kiri. Dalam menilai stabilitas vertebra, ada tiga unsur
yamg harus dipertimbangkan yaitu kompleks posterior (kolumna posterior),
kompleks media dan kompleks anterior (kolumna anterior). Pembagian bagian
kolumna vertebralis adalah sebagai berikut :
1. kolumna anterior yang terbentuk dari ligament longitudinal dan duapertiga
bagian anterior dari corpus vertebra, diskus dan annulus vertebralis
2. kolumna media yang terbentuk dari satupertiga bagian posterior dari
corpus vertebralis, diskus dan annulus vertebralis
3. kolumna posterior yang terbentuk dari pedikulus, sendi-sendi permukaan,
arkus tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa
3. Epidemiologi
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis yang diakibatkan oleh trauma, jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu
lintas, atau kecelakakan olahraga yang dapat menyebabkan fraktur atau
pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit
neurologi (Sjamsuhidayat, 1997). Semua trauma tulang belakang harus
dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan
transpotasi ke rumah sakit harus diperlakukan dengan hati-hati. Trauma tulang
dapt mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset, tulang
belakang dan medulla spinalis. Penyebab trauma tulang belakang adalah
kecelakaan lalu lintas (44%), kecelakaan olah raga (22%), terjatuh dari
ketinggian (24%), kecelakaan kerja.
4. Etiologi
a. Trauma langsung yang menyebabkan terjadinya fraktur pada titik terjadinya
trauma tersebut. Misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang
akan patah tepat di tempat benturan.
b. Trauma tidak langsung yang meyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari
tempat terjadinya trauma.
c. Trauma akibat tarikan otot.
d. Trauma akibat faktor patologis, misalnya adanya metastase kanker tulang
yang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur, ataupun
adanya penyakit osteoporosis.
5. Klasifikasi
Fraktur atau cidera vertebrae menurut kestabilannya terbagi menjadi
cedera stabil dan cedera tidak stabil. Cedera dianggap stabil jika bagian yang
terkena tekanan hanya bagian medulla spinalis anterior, komponen vertebral
tidak bergeser dengan pergerakan normal, ligamen posterior tidak rusak
sehingga medulla spinalis tidak terganggu, fraktur kompresi dan burst fraktur
adalah contoh cedera stabil. Cedera tidak stabil artinya cedera yang dapat
bergeser dengan gerakan normal karena ligamen posteriornya rusak atau robek,
Fraktur medulla spinalis disebut tidak stabil jika kehilangan integritas dari
ligamen posterior.
1. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
2. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
3. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
6. Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil,
jatuh dari ketinggian, cedera olahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis,
Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan
pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu
terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung
bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut
“whiplash”/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak.
Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah
maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang
berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari
jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak
langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami
medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap
tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara
(komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari.
Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan
infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang
menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat
mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi
transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen
transversa, hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah
perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat
disubstansia grisea.trauma ini bersifat “whiplash “ yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur
dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis
dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra
meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah
yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat
sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses
didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan
whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada
trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala
yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran
tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang
reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala
defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit
sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan
sindroma sistem anastomosis anterial anterior spinal.
7. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang
terjadi. kerusakan meningitis, lintang memberikan gambaran berupa hilangnya
fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock
spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang
karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya
berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah
kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi
rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah shock
spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda
gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan
hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi.
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot
lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada
kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera sumsum
belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat
cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga
sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang
terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat
diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak
sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper
ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas
atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak
terganggu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan
anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya
refleks anal dan refleks bulbokafernosa.
8. Komplikasi
1. Dini
a. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedi infeksi di mulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi juga bisa karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plate.
b. Syok
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok, yang bisa berakibat
fatal dalam beberapa jam setelah cidera. Syok terjadi karena
kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi, biasanya terjadi
pada fraktur (Padila, 2012).
c. Tromboemboli (emboli paru), yang dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cedera, emboli lemak yang dapat terjadi
dalam 48 jam atau lebih, dan koagulopati intravaskuler diseminata
(KID).
2. Lanjut
a. Malunion
Biasanya terjadi pada saat tulang sembuh, namun terjadi kelainan
pada bentuk tulang. Umumnya terjadi jika penatalaksanaan dibawa
pada sangkal putung.
b. Delayed union
Suatu keadaan dimana patah tulang tidak sembuh setelah selang
waktu 3-5 bulan. Penyebabnya adalah tidak segera mendapat
pengobatan, begitu terkena patah tulang.
c. Non union
Non union adalah suatu keadaan dimana patah tulang tidak sembuh
setelah 6-8 bulan dan tidak didapatkan kosolidasi, sehingga terjadi
pseudoarthrosis atau sendi palsu. Pseudoarthrosis bisa terjadi tanpa
atau dengan infeksi. Pasien mungkin tidak merasakan nyeri, namun
terjadi gerakan abnormal dari patah tulang yang membentuk sendi
palsu. Biasanya dokter akan melakukan tindakan koservatif atau
operatif yang resikonya lebih besar daripada merawat patah tulang
sejak awal.
b. Pemerikasaan Penunjang
1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b. Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan
sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik
2. Artelogram bila ada kerusakan vaskuler
3. Hitung darah lengkap HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah
fraktur.
4. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau trauma hati.
5. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
6. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
7. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
8. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
9. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
10. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama dan penanganan darurat trauma spinal terdiri atas:
penilaian kesadaran, jalan nafas, sirkulasi, pernafasan, kemungkinan adanya
perdarahan dan segera mengirim penderita ke unit trauma spinal ( jika ada).
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinik secara teliti meliputi pemeriksaan
neurology fungsi motorik, sensorik dan reflek untuk mengetahui kemungkinan
adanya fraktur pada vertebra.
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi
untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi. semuanya tergantung dengan
tipe fraktur :
1. Braces & Orthotics ada tiga hal yang dilakukan yakni:
a. mempertahankan kesegarisan vertebra (aligment)
b. imobilisasi vertebra dalam masa penyembuhan
c. mengatsi rasa nyeri yang dirasakan dengan membatasi pergerakan.
Fraktur yang sifatnya stabil membutuhkan stabilisasi, sebagai contoh;
brace rigid collar (Miami J) untuk fraktur cervical, cervical-thoracic
brace (Minerva) untuk fraktur pada punggung bagian atas,
thoracolumbar-sacral orthosis (TLSO) untuk fraktur punggung bagian
bawah, dalam waktu 8 sampai 12 minggu brace akan terputus, umumnya
fraktur pada leher yang sifatnya tidak stabil ataupun mengalami dislokas
memerlukan traksi, halo ring dan vest brace untuk mengembalikan
kesegarisan
2. Pemasanagan alat dan prosoes penyatuan (fusion). Teknik ini adalah teknik
pembedahan yang dipakai untuk fraktur tidak stabil. Fusion adalah proses
penggabungan dua vertebra dengan adanya bone graft dibantu dengan alat-
alat seperti plat, rods, hooks dan pedicle screws. Hasil dari bone graft adalah
penyatuan vertebra dibagian atas dan bawah dari bagian yang disambung.
Penyatuan ini memerlukan waktu beberapa bulan atau lebih lama lagi untuk
menghasilkan penyatuan yang solid.
3. Vertebroplasty & Kyphoplasty, tindakan ini adalah prosedur invasi yang
minimal. Pada prinsipnya teknik ini digunakan pada fraktur kompresi yag
disebabkan osteoporosis dan tumor vertebra. Pada vertebroplasti bone
cement diinjeksikan melalui lubang jarung menuju corpus vertebra
sedangkan pada kypoplasti, sebuah balon dimasukkanan dikembungkan
untuk melebarkan vertebra yang terkompresi sebelum celah tersebut diisi
dengan bone cement .
Pengelolaan penderita dengan paralisis meliputi
1. Pengelolaan kandung kemih dengan pemberian cairan yang cukup,
kateterisasi dan evakuasi kandung kemih dalam 2 minggu
2. Pengelolaan saluran pencernaan dengan pemberian laksansia setiap dua hari
3. Cegah dekubitus
Risiko Dekubitus
Laserasi kulit
Resiko infeksi
Putusnya
vena/arteri Kerusakan integritas kulit
Perdarahan
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut (00132)
Definisi: Pengalaman, sensori dan emosional tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation for the
Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atatau lambat dengan intensitas
ringan hingga berat, dengan berakhirnya dengan dapat diantisipasi
atau diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan .
Batasan karakteristik:
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan pada parameter fisiologis
3) Diaforesis
4) Perilaku distraksi
5) Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
6) Perilaku ekspresif
7) Ekspresi wajah nyeri
8) Sikap tubuh melindungi
9) Putus asa
10) Fokus menyempit
11) Sikap melindungi area nyeri
12) Perilaku proktektif
13) Laporan tentang perilaku nyeri atau perubahan aktivitas
14) Dilatasi pupil
15) Fokus pada diri sendiri
16) Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
17) Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
Faktor yang berhubungan:
1) Agens cedera biologis
2) Agens cedera kimiawi
3) Agens cedera fisik
Kondisi terkait:
1) Gangguan muskuluskeletal
2) Gangguan neuromuscular
3) Agens farmaseutika
c. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme
patogenik yang dapat menggangu kesehatan
Faktor risiko:
1) Gangguan peristalis
2) gangguan integritas kulit
3) vaksinasi tidak adekuat
4) kurang pengetahuan untuk menghindari pemajan patogen
5) mal nutrisi
6) obesitas
7) merokok
8) stasis cairan tubuh
Populasi berisiko:
terpajan pada wabah
Kondisi terkait:
1) Perubahan pH sekresi
2) penyakit kronis
3) Penurunan kerja siliaris
4) penurunan hemoglobin
5) -imunosepresi
6) prosedur invasive
7) leukopenia
8) pecah ketuban dini
9) pecah ketuban lambat
10) supresi respons inflamasi
e. Konstipasi
Definisi:
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau
pengeluaran feses tidak tuntas dan/ feses yang keras, kering dan
banyak
Batasan karakteristik:
1) Nyeri abdomen
2) Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot
3) Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot
4) Anoreksia
5) Penampilan tidak khas pada lansia
6) Borborigmi
7) Darah merah pada feses
8) Perubahan pada pola defekasi
9) Penurunan frekuensi defekasi
10) Penurunan volume feses
11) Distensi abdomen
12) Keletihan
13) Feses keras dan berbentuk
14) Sakit kepala
15) Bising usus hiperaktif
16) Bising usus hipoaktif
17) Tidak dapat defekasi
18) Peningkatan tekanan intraabdomen
19) Tidak dapat makan
20) Feses cair
21) Nyeri pada saat defekasi
22) Massa abdomen yang dapat diraba
23) Massa rektal yang dapat diraba
24) Perkusi abdomen pekak
25) Rasa penuh dan/atau tekanan rektal
26) Sering flatus
27) Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum
28) Mengejan pada saat defekasi
29) Muntah
Faktor yang berhubungan:
1) Kelemahan otot abdomen
2) Rata-rata aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
menurut gender dan usia
3) Konfusi
4) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
5) Dehidrasi
6) Depresi
7) Perubahan kebiasaan makan
8) Kebiasaan menekan dorongan defekasi
9) Kebiasaan makan buruk
10) Hygiene oral tidak adekuat
11) Asupan serat kurang dan/atau cairan kurang
12) Kebiasaan defekasi tidak teratur
13) Penyalahgunaan laksatif
14) Obesitas
15) Perubahan lingkungan baru
Kondisi terkait:
1) Ketidakseimbangan elektrolit
2) Hemoroid
3) Penyakit Hirschprung
4) Ketidakadekuatan gigi geligi
5) Garam besi
6) Gangguan neurologis
7) Obstruksi usus pasca bedah
8) Kehamilan
9) Pembesaran prostat
10) Abses rektal
11) Fisura anal rektal
12) Striktur anal rektal
13) Prolaps rektal
14) Ulkus rektal
15) Tumor
5. Rencana Tindakan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil NIC
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 Manajemen Nyeri (1400)
dengan agen cidera fisik jam pasien menunjukkan hasil: 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
akibat pergeseran Kepuasan Klien: Menejemen Nyeri (3016) kualitas, intensitas beratnya nyeri dan faktor pencetus;
fragmen tulang No. Indikator Awal
Tujuan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbalmengalami
1 2 3 4 5 ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
1. Nyeri terkontrol 3 √
dapat berkomunikasi secara edektif
2. Tingkat nyeri 3 √
Mengambil tindakkan untuk
3. Gunakan strategi komunikasi terapuetik untuk
3. 3 √ mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
: mengurangi nyeri
Mengambil tindakkan untuk penerimaan pasien terhadap nyeri
4. 1 √
: memberi kenyamanan 4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai
. nyeri
Pendekatan preventif 3 √
5. Ajarkan prinsip-prinsip menejemen nyeri
menejemen nyeri
Manejemen nyeri sesuai 6. Kolaborasi pemberian analgesik guna pengurangi nyeri
6. 2 √
budaya budaya
Keterangan: Terapi relaksasi (6040)
1. Keluhan ekstrime a. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta
2. Keluhan berat jenis relaksasi yang tersedia
3. Keluhan sedang b. Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi,
4. Keluhan ringan kemampuan berpartisipasi, pilihan, pengalaman masa
5. Tidak ada keluhan lalu dan kontraindikasi sebelum memilih strategi
tertentu
- Nyeri terkontrol (301601) c. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman
- Tingkat nyeri berkurang (301602) dengan pakaian longgar dan mata tertutup
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengurangi d. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang
nyeri menggunakan terapi farmakologis dan non terjadi
farmakologis (301604) e. Dorong klien untuk mengulangi [praktik teknis
- Mengambil tindakkan untuk : dapat mengatur posisi relaksasi, jikamemungkinkan
yang nyaman (301605) f. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi
- Pendekatan preventif menejemen nyeri : dapat relaksasi
mengetahui tentang nyeri dan cara mengatasinya
menggunakan terapi farmakologis maupun non
farmakologis (301610)
- Menejemen nyeri sesuai budaya budaya : dapat
melakukan terapi relaksasi untuk mengurangi nyeri
(301609)
2. Hambatan mobilitas NOC: Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
fisik berhubungan Koordinasi Pergerakan (0212) 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi mobilisasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 sesuai indikasi
dengan gangguan fungsi jam pasien menunjukkan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab
ekstremitas nyeri otot atau sendi
No Indikator
Awal Tujuan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan
1 2 3 4 5 peningkatan mekanika tubuh sesuai indiksi
Kontraksi kekuatan otot
1. √
(021201)
2. Bentuk otot (021202) √ Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
3. Kecepatan gerakan (021203) √ 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
4. Kehalusan gerakan (021204) √ fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya
5. Kontrol gerakan (021205) √ 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
Kemantapan gerakan terlibat dalam latihan otot progresif
6. √
(021206) 3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan,
Keseimbangan gerakan
7.
(021207)
√ jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel
8. Tegangan otot (021208) √ kebugaran 28actor28 atau tidaknya faktor resiko
9. Gerakan ke arah yang √ 4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai
diinginkan (021209) satu set jika dipelukan
5. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan
Gerakan dengan waktu yang pola gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih
10. √
diinginkan (021210)
dahulu sampai gerakan yang benar sudah di pelajari
Gerakan dengan kecepatan
11. √
yang diinginkan (021211)
Gerakan dengan ketepatan Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
12. √
yang diinginkan (021212) 1. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap
Keterangan: fungsi sendi
1. Sangat terganggu 2. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
2. Banyak terganggu mengembangkan dan menerapan sebuah program
3. Cukup terganggu latihan
4. Sedikit terganggu 3. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur
5. Tidak terganggu dan terencana
4. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, dan aktif
5. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
6. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
3 Kerusakan integritas NOC: Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
jaringan berhubungan Koordinasi Pergerakan (0212) 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 mobilisasi sesuai indikasi
dengan fraktur terbuka, jam pasien menunjukkan kriteria hasil: 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi
pembedahan penyebab nyeri otot atau sendi
No Indikator
Awal Tujuan 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan
1 2 3 4 5 peningkatan mekanika tubuh sesuai indiksi
Kontraksi kekuatan otot
1. √
(021201)
2. Bentuk otot (021202) √ Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201)
3. Kecepatan gerakan (021203) √ 1. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan
4. ehal √ fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya
san 2. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
gerak terlibat dalam latihan otot progresif
an 3. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan,
(021
204)
jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel
kebugaran 30actor30 atau tidaknya faktor resiko
5. Kontrol gerakan (021205) √ 4. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai
6.
Kemantapan gerakan
√
satu set jika dipelukan
(021206) 5. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan
Keseimbangan gerakan pola gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih
7. √
(021207)
8. Tegangan otot (021208) √
dahulu sampai gerakan yang benar sudah di pelajari
Gerakan ke arah yang
9. diinginkan (021209) √ Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224)
1. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap
wak fungsi sendi
u 2. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam
yang
diing mengembangkan dan menerapan sebuah program
10. Gerakan denga √ latihan
inkan
(021 3. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur
210) dan terencana
4. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan
Gerakan dengan kecepatan
11.
yang diinginkan (021211)
√ latihan ROM pasif, dan aktif
Gerakan dengan ketepatan 5. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM
12. √ 6. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan
yang diinginkan (021212)
Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
4 Konstipasi berhubungan NOC: Manajemen Konstipasi/lmpaksi (0450)
dengan kerusakan neuro Eliminasi Usus (0501) 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 2. Monitor hasil produksi pergerakan usus (feses),
bowel jam pasien menunjukkan hasil : meliputi: frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan
warna, dengan cara yang tepat
Tujuan 3. Monitor bising usus
No. Indikator Awal
1 2 3 4 4. Timbang berat badan pasien secara teratur
1. Pola eliminasi 2 5. Evaluasi jenis pengobatan yang memiliki efek
2. Kontrol gerakan usus 2 samping pada gastrointestinal lnstruksikan
3. Warna feses 2 pasien/keluarga untuk mencatat warna, volume,
4. Jumlah feses untuk diet 1 frekuensi, dan konsistensi dari feses
Feses lembut dan 6. Sarankan penggunaan laksatif, dengan cara yang tepat
5. 2
berbentuk Informasikan pada pasien mengenai prosedur untuk
6. Kemudahan BAB 1
mengeluarkan feses secara manual, jika diperlukan
7. Tekanan sfingter 2
7. Lakukan enema atau irigasi, dengan tepat
Otot untuk
8. 2 8. Jelaskan penyebab dari masalah dan rasionalisasi
mengeluarkan feses
Pengeluaran feses tindakan pada pasien Identifikasi faktor-faktor
9. 2 (misalnya, pengobatan, tirah baring, dan diet) yang
tanpa bantuan
10. Suara bising usus 2 menyebabkan atau berkontribusi pada terjadinya
11. Pola eliminasi 1 konstipasi
Keterangan : 9. Ajarkan pasien atau keluarga mengenai proses
1. Sangat terganggu pencernaan normal
2. Banyak terganggu 10. Berikan petunjuk pada pasien untuk dapat
3. Cukup terganggu berkonsultasi dengan dokter jika konstipasi masih
4. Sedikit terganggu tetap terjadi
5. Tidak terganggu 11. Konsultasikan dengan dokter mengenai
penurunan/peningkatan frekuensi bising usus
- Pola eliminasi normal, 2-3 kali/hari (050101)
- Kontrol gerakan usus (050102) Manajemen Saluran Cerna (0430)
- Warna feses: feses berwarna coklat/ tidak berwarna 1. Monitor buang air besar termasuk frekuensi,
hitam atau merah (050103) konsistensi, bentuk, volume, dan warna, dengan cara
- Jumlah feses untuk diet, 0,25-1 pound per hari yang tepat
(050104) 2. Monitor bising usus
- Feses lembut dan berbentuk (050105) 3. Monitor adanya tanda dan gejala diare, konstipasi, dan
- Kemudahan BAB: tidak mengejan, tidak impaksi
menggunakan stimulus jari (050112) 4. Catat tanggal buang air besar terakhir
- Tekanan sfingter normal (050118) 5. Catat masalah BAB yang sudah ada sebelumnya, BAB
- Tidak menggunakan otot tambahan untuk rutin, dan penggunaan laksatif
mengeluarkan feses (mengejan) (050119) 6. Masukkan supositoria rektal, sesuai dengan kebutuhan
- Pengeluaran feses tanpa bantuan (050121) 7. Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi serat,
- Suara bising usus normal, 5-30 kali/menit dengan cara yang tepat
(050129) 8. Berikan cairan hangat setelah makan, dengan cara
yang tepat
9. Ajarkan pasien mengenai makanan-makanan tertentu
yang membantu mendukung keteraturan aktivitas usus
10. Anjurkan anggota pasien/keluarga untuk mencatat
warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
Brunner & Suddarth. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Vol 3.
Jakarta; EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistic. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare, 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta:
EGC.