Disusun Oleh :
Dokter Muda Stase Ilmu Bedah
Periode 19 Juni – 13 Agustus 2023
Pembimbing :
dr. Ramadhan Ananditia Putra, Sp.OT., M.Ked.Klin
i
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh :
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera
Selatan Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Periode 19 Juni – 13 Agustus
2023.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT .............................................................................................................v
1.6 Penatalaksanaan..............................................................................9
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas dua,
yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu bila kulit
yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound) yaitu bila kulit yang
melapisinya tidak intak dimana sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan
terhadap kontaminasi dan infeksi.
Fraktur collum atau neck (leher) femur adalah tempat yang paling sering
terkena fraktur pada usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden terhadap ras. Fraktur
collum femur lebih banyak pada populasi kulit putih di Eropa dan Amerika Utara.
Insiden meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sebagian besar pasien
adalah wanita berusia tujuh puluh dan delapan puluhan. 1,2 Namun fraktur collum
femur bukan semata-mata akibat penuaan.
Fraktur collum femur cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas
rata-rata, banyak diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan kehilangan
jaringan tulang dan kelemahan tulang, misalnya pada penderita osteomalasia,
diabetes, stroke, dan alkoholisme. Beberapa keadaan tadi juga menyebabkan
meningkatnya kecenderungan terjatuh. Selain itu, orang lanjut usia juga memiliki
otot yang lemah serta keseimbangan yang buruk sehingga meningkatkan resiko
jatuh.
Selain fraktur collum femur, fraktur intertrochanter femur merupakan salah
satu dari 3 tipe fraktur panggul. Fraktur intertrochanter terjadi diantara 2
trochanter dimana trochanter mayor terdapat musculus gluteus medius dan
minimus (ekstensi dan abduksi panggul) dan trochanter minor dimana terdapat
musculus iliopsoas (fleksi panggul).
1
BAB II
STATUS PASIEN
Airway : Clear
Breathing : RR 20x/m, SpO2 96% on room air
Circulation : TD 126/77 mmHg, N 87x/m, Akral Hangat
Disability : GCS 15, Pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+
Exposure : T 36,5°C
2
Keluhan Utama :
Nyeri pada pinggul dan paha kanan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 1 bulan yang lalu, pasien tergelincir dihalaman belakang
rumah, mekanisme trauma tidak diketahui jelas. Pasien ditemukan oleh
cucunya dengan posisi terbaring di semen ke sisi kanan dengan paha kanan
sebagai tumpuan. Penurunan kesadaran tidak ada, muntah menyemprot tidak
ada, nyeri kepala tidak ada. Pasien sehari-hari tidak menggunakan alat bantu
untuk berjalan. Pasien memiliki riwayat terjatuh dilantai sebanyak 6x,
namun pasien tidak berobat ke dokter dan hanya di urut saja.
Sejak ± 6 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri pada pinggul dan paha
semakin hebat. Pasien berobat ke IGD RS Belitang lalu dirujuk ke RSUD
Siti Fatimah untuk tatalaksana lebih lanjut.
Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat hipertensi tidak ada
2. Riwayat diabetes mellitus tidak ada
3. Riwayat alergi obat tidak ada
Riwayat Pengobatan :
1. Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan apapun
2. Riwayat kaki di urut ada
3
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
TD : 126/77 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
NRS :5
Suhu : 36,5°C
SpO2 : 100% on room air
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 50 kg
IMT : 19,53 kg/m2 (normoweight)
Keadaan Spesifik
4
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Atas Kanan
Look : Deformitas (-), jejas(-), eritema (-), edema (-),
CRT < 2 detik
Feel : Akral hangat, nyeri tekan (-)
Move : ROM aktif dan pasif baik
Atas Kiri
Look : Deformitas (-), jejas(-), eritema (-), edema (-),
CRT < 2 detik
Feel : Akral hangat, nyeri tekan (-)
Move : ROM aktif dan pasif baik
Bawah Kanan
Regio Femur Dextra:
Look : Deformitas (-), swelling (-), laserasi (-) perdarahan
aktif (-)
Feel : Krepitasi (-), Nyeri tekan (+) di 1/3 proximal
Femur
Move : ROM aktif dan pasif terbatas
Bawah Kiri
Regio Femur Sinistra:
Look : Deformitas (-), swelling (-), laserasi (-) perdarahan
aktif (-)
Feel : Krepitasi (-), Nyeri tekan (-)
Move : ROM aktif dan pasif baik
Status Lokalis
Regio Femur Dextra:
Look : Deformitas (-), swelling (-), laserasi (-) perdarahan
aktif (-)
5
Feel : Krepitasi (-), Nyeri tekan (+) di 1/3 proximal
femur
Move : ROM aktif dan pasif terbatas
Kesan :
- Fraktur oblique intertrochanter femur dextra
- Fraktur linier collum femur dextra
6
2. Pemeriksaan Laboratorium (12/07/2023)
Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 9,4 g/dL 13-18
Eritrosit 3,0 106 / µl 4,5-6,5
Leukosit 9,1 103 µl 5-10
Trombosit 251 103 µl 150-450
Hematokrit 29,3 % 40-52
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 92 mg/dL 80-120
Ureum darah 33,7 mg/dL 15-39
Kreatinin 0,77 mg/dL <1,1
Imuno-Serologi
HBsAg (Rapid) Non Reaktif Non Reaktif
7
LLD : AL Dextra : 83 cm
TL Dextra : 79 cm
: AL Sinistra : 83 cm
TL Sinisitra : 79 cm
8
1.5 Diagnosis
Fraktur tertutup oblique intertrochanter os femur dextra displaced + Fraktur
tertutup linier collum femur dextra undisplaced
1.6 Penatalaksanaan
1. Non Operatif
- Imobilisasi
- IVFD NaCl 0,9% xx gtt/menit
- Inj. Ketorolac 2x10 mg
2. Operatif
- Pro Bipolar Hemiarthroplasty
1.7 Follow Up
Tanggal
Senin, S: Nyeri di panggul (+) berkurang P:
17/07/2023 O: Non Operatif
Sens: CM, GCS: E4M6V5, TD: IVFD NaCl 0,9% xx gtt/menit
127/70 mmHG, RR: 20x/m, T: 36,5 C, Inj. Ketorolac 3x10 mg
HR: 78x/menit, SpO2: 99%, NRS: 5
Kepala: konjungtiva anemis (-/-), Operatif
sclera ikterik (-/-) Pro Bipolar Hemiarthroplasty
Thorax: simetris, retraksi (-/-)
Cor: BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, rhonki (-
/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+), hepar
dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas inferior dextra:
Regio femur dextra: Deformitas (-),
swelling (-), laserasi (-) perdarahan
9
aktif (-), Krepitasi (-), Nyeri tekan (+)
di 1/3 proximal femur, ROM aktif dan
pasif terbatas
10
displaced + Fraktur tertutup linier
collum femur dextra undisplaced
Rabu S: Nyeri di panggul (+) berkurang P:
19/07/2023 O: Dilakukan tindakan Bipolar
Sens: CM, GCS: E4M6V5, TD: Hemiarthroplasty
127/70 mmHG, RR: 20x/m, T: 36,5 C,
HR: 78x/menit, SpO2: 99%, NRS: 3
Kepala: konjungtiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-)
Thorax: simetris, retraksi (-/-)
Cor: BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, rhonki (-
/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+), hepar
dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas inferior dextra:
Regio femur dextra: Deformitas (-),
swelling (-), laserasi (-) perdarahan
aktif (-), Krepitasi (-), Nyeri tekan (+)
di 1/3 proximal femur, ROM aktif dan
pasif terbatas
11
127/70 mmHG, RR: 20x/m, T: 36,5 C, Hemiarthroplasty
HR: 78x/menit, SpO2: 99%, NRS: 3
Kepala: konjungtiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-)
Thorax: simetris, retraksi (-/-)
Cor: BJ I-II normal, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo: Vesikuler (+) normal, rhonki (-
/-), wheezing (-/-)
Abdomen: datar, lemas, BU (+), hepar
dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas inferior dextra:
Regio femur dextra: Luka post op di
sepanjang pelvis lateral dan 1/3
proximal regio femur dextra (+),
Deformitas (-), swelling (-), laserasi (-)
perdarahan aktif (-), Krepitasi (-),
Nyeri tekan (+) di 1/3 proximal femur,
ROM aktif dan pasif terbatas
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Fraktur Femur
3.2.1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas
dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple) yaitu
bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur terbuka (compound)
yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana sebagian besar fraktur
jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan infeksi.
3.2.2. Anatomi Femur
Regio femoralis merupakan daerah ekstremitas inferior yang kira-kira
berada di antara pelvis dan sendi genu. Di anterior, regio femoralis dipisahkan
dari dinding abdomen adalah ligamentum inguinale, sedangkan di posterior,
regio femoralis dipisahkan dari regio glutealis oleh lipatan bokong di
superfisial, dan oleh tepi-tepi inferior gluteus maximus dan quadratus femoris
pada bagian yang lebih dalam.12
Dari proksimal, os femur terdiri dari daerah metafisis yang terdiri dari
kepala, leher, trochanter mayor dan trochanter minor. Dari paling distal,
femur juga memiliki metaphyseal flare, yang berlanjut ke condylus femoralis
medial dan lateral yang dipisahkan oleh intercondylar notch. Diafisis dari
femur, merupakan segmen yang berada diantara kedua metafisis. Diafisis
merupakan silinder halus dengan perbedaan ketebalan kortikal sepanjangnya,
yang dapat membantu menilai rotasi femur intraoperatif. 13 Diafisis femur
dimulai dari batas inferior trochanter minor, dan berakhir di proksimal dari
condylus dengan jarak setara dengan lebar dari condylus femoralis.13
13
Gambar 3. 1. Os femur proyeksi lateral, anterior, dan posterior.12
14
m. Vastus lateralis, m. Vastus medialis, dan m. Vastus intermedius). Seluruh
musculus pada kompartemen ini dipersarafi oleh n. Femoralis. Selain otot-
otot tersebut, ujung-ujung terminal m. Psoas mayor dan m. Iliacus menyusuri
bagian atas kompartemen anterior dari tempat origonya pada dinding
posterior abdomen. Otot-otot pada kompartemen anterior ini bekerja pada
sendi coxae dan genu. M. Psoas mayor dan m. Iliacus bekerja pada sendi
coxae. M. Sartorius dan m. Rectus femoris bekerja pada sendi coxae dan
genu. Sedangkan m. Vastus bekerja pada sendi genu.12 Origo, insertio,
persarafan dan fungsi dari masing-masing otot pada kompartemen anterior
disajikan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Origo, insertio, persarafan dan fungsi dari otot kompartemen anterior regio
femoralis.12
15
Gambar 3. 3. Otot-otot kompartemen anterior regio femoralis.12
16
Tabel 3.2. Origo, insertio, persarafan dan fungsi dari otot kompartemen medial regio femoralis.12
17
Terdapat tiga otot yang panjang pada kompartemen posterior regio
femoralis, yaitu m. Biceps femoris, m. Semitendinosus, dan m.
Semimembranosus, dimana ketiganya secara bersamaan diketahui sebagai
kelompok hamstring. Sebagai suatu kelompok, hamstring memfleksikan cruris
pada sendi genu dan mengekstensikan femur pada sendi coxae. Hamstring juga
merupakan rotator kedua sendi tersebut. Seluruh otot pada kompartemen posterior
dipersarafi oleh n. Ischiadica.12 Origo, insertio, persarafan dan fungsi dari masing-
masing otot pada kompartemen posterior disajikan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3.Origo, insertio, persarafan dan fungsi dari otot kompartemen posterior regio
femoralis.12
18
Suplai darah utama pada os femur berasal dari a. Femoralis, yang
berasal dari a. Iliaca externa. Arteri femoralis melewati bawah bagian tengah
dari ligament inguimalis dan terbagi menjadi a. Femoralis superfisial dan a.
Femoralis profunda. A. Femoralis superfisial mensuplai jaringan dibawah
lutut, dan a. Femoralis profunda memasok diafisis femur dan jaringan lunak
disekitarnya. Terdapat beberapa percabangan dari a. Femoralis profunda,
terutama arteri yang mengelilingi os Femur. Satu atau beberapa arteri yang
bercabang dari a. Femoralis profunda memasok 2/3 bagian dalam korteks dan
sumsum tulang. Arteri-arteri ini beranastomosis dengan sistem metafisis-
epifisis. Pasokan darah periosteal memasok 1/3 bagian luar korteks. 12 Selain
arteri femoralis, juga terdapat arteri obturatorius dan arteri glutea inferior,
dimana arteri-arteri ini beranastomosis dengan a. Femoralis pada anastomosis
pembuluh-pembuluh darah di sekitar sendi coxae. Arteri obturatorius berasal
sebagai cabang a. Iliaca interna di dalam cavum pelvis dan memasukki
kompartemen medial regio femoralis melalui canalis obturatorius.12
19
Gambar 3. 7. A. Obturatorius.12
Vena pada regio femoralis terdiri dari venae superficiales dan venae
profundae. Umumnya venae profundae mengikuti arterianya dan memiliki
nama yang serupa, sedangkan venae superficiales terletak pada fascia
superficialis, saling berhubungan dengan venae profundae dan umumnya
tidak menyertai arteriae. Vena superficial terbesar pada regio femoralis
adalah vena saphena magna, yang berasal dari arcus venosus pada aspectus
dorsalis pedis dan berjalan naik di sepanjang sisi medial ekstremitas inferior
menuju regio femoralis bagian proksimal. Vena saphena magna berjalan
melalui hiatus saphenous pada fascia profunda, yang membungkus regio
femoralis anterior, untuk berhubungan dengan vena femoralis di dalam
trigonum femorale.12
Persarafan utama pada regio femoralis diatur oleh tiga nervus, yang
masing-masingnya berkaitan dengan salah satu dari ketiga kompartemen
pada regio femoralis. Nervus Femoralis berkaitan dengan kompartemen
anterior, nervus Obturatorius berkaitan dengan kompartemen medial, dan n.
Ischiadicus berkaitan dengan kompartemen posterior regio femoralis.12
20
Gambar 3. 8. Persarafan pada regio femoralis.12
21
3.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatomi; Subcapital (paling sering), Transcervical dan
Basicervical.
22
Gambar 3. 10. Klasifikasi Garden
Klasifikasi Pauwel berdasarkan sudut fraktur dari garis horizontal
1. Tipe I : >30 derajat
2. Tipe II: 50 derajat
3. Tipe III: > 70 derajat
Besarnya kekuatan dengan sudut yang besar akan mengarah kepada fraktur
yang tidak stabil.
23
3.2.3 Gambaran Klinis
Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Pada fraktur
dengan pergeseran, tungkai pasien terletak pada rotasi eksternal dan terlihat
pemendekan bila dibandingkan dengan tungkai yang lain. Namun tidak semua
fraktur nampak demikian jelas. Pada fraktur yang terimpaksi pasien mungkin
masih dapat berjalan dan pasien yang sangat lemah atau cacat mental mungkin
tidak mengeluh, sekalipun mengalami fraktur bilateral. Untuk high-energy trauma
harus diperiksa sesuai standar ATLS. Fraktur collum femur pada dewasa muda
biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian serta
sering dikaitkan dengan cedera multipel. Mendapatkan keterangan yang akurat
mengenai ada atau tidaknya sinkop, riwayat penyakit, mekanisme trauma dan
aktivitas keseharian sangat penting untuk menentukan pilihan terapi.
24
antara trochanter minor dan trochanter mayor. Tidak seperti fraktur
intracapsular, salah satu tipe fraktur extracapsular ini dapat menyatu dengan
lebih baik. Resiko untuk terjadinya komplikasi non-union dan nekrosis
avaskular sangat kecil jika dibandingkan dengan resiko pada fraktur
intracapsular.
Fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter mayor atau
akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan twisting pada daerah
tersebut. Berdasarkan klasifikasi Handerson (2007), fraktur intertrohanter
dapat dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen tulangnya.
Fraktur dikatakan tidak stabil jika:
a. Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.
b. Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang menyebabkan
displaced tulang menjadi semakin parah.
c. Fraktur disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.
25
Gambar 3. 12. Klasifikasi Fraktur Intertrochanter OTA
3.4 Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip umum: Optimasi pra operasi medis yang cepat : Mortalitas
dikurangkan dengan operasi dalam waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan
mobilisasi dini.7 Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa:9
a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas
Non-operatif:
Indikasi: Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan
weight bearing.5
b. Terapi operatif:
Indikasi: displaced fraktur dan nondisplaced.
Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada
pasien muda,patah tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien
muda.
Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh
lokasi fraktur (femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan
26
tingkat aktivitas pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada
pasien dengan stress fracture dengan kompresi pada leher femur dan fraktur
leher femur pada pasien yang tidak bisa berjalan atau komplikasi yang
tinggi. Terapi operatif hampir sering dilakukan pada orang tua karena: 6
− Perlu reduksi yang akurat dan stabil
− Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi
Jenis-jenis operasi:
a. Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena
pemasangan pin yang tidak akurat ( percobaan pemasangan pin
secara multiple atau di bawah trokanter) telah diasosiasi dengan
fraktur femoral sukbtrokanter.
b. Pemasangan plate dan screw
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal
screw atau apex proximal screw. Pemasangan screw secara distal
sering gagal berbanding dengan distal.fiksasi dengan cannulated
screw hanya bisa dilakukan jika reduksi yang baik telah dilakukan.
Setelah fraktur direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan
screw atau sliding screw dan side plate yang menempel pada shaft
femoralis. Sliding hip screw (fixed-angle device) ditambah derotation
screw diindikasikan untuk fraktur cervical basal dan patah tulang
berorientasi vertikal.
c. Artroplasti; dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:
- Eksisi artroplasti
- Hemiartroplasti
Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur displaced
risiko yang lebih rendah untuk dislokasi berbanding artroplasti
pinggul total, terutama pada pasien tidak dapat memenuhi
tindakan pencegahan dislokasi (demensia, penyakit Parkinson).
Prostesis disemen memiliki mobilitas yang lebih baik dan
27
kurang nyeri paha; prostesis tidak disemen harus disediakan
untuk pasien yang sangat lemah di mana status pra cedera
menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin dicapai setelah
operasi.
- Artroplasti total, dengan indikasi:
• Untuk pasien usia lanjut yang aktif dengan fraktur
displaced.
• Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthropathy (OA dan
RA).
• Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan
curiga kerusakan acetabulum.
• Pasien dengan metastatic bone disease seperti Paget’s
Disease
• Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthroplasty
• Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthroplasty
28
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien Ny. IBA, 89 tahun datang Pasien datang ke IGD RSUD Siti
Fatimah Palembang karena terjatuh sejak ± 1 bulan yang lalu yang ditemukan
dengan posisi terbaring ke sisi kanan dengan paha sebagai tumpuan. Pasien
merasa nyeri di paha dan pinggul kanan. Pada pemeriksaan survey primer
didapatkan hasil :
Airway : Clear
Breathing : RR 20x/m, SpO2 96% on room air
Circulation : TD 126/77 mmHg, N 87x/m, Akral Hangat
Disability : GCS 15, Pupil isokor 3mm/3mm, RC +/+
Exposure : T 36,5°C, nyeri pada regio femur dan hip joint dextra.
Dari hasil anamnesis dan survey primer pada pasien ini dapat disingkirkan
bahwa tidak terdapat kelainan pada airway, breathing, circulation, serta disability
pada pasien. Pada exposure ditemukan adanya nyeri pada regio femur dan hip
joint dextra berkaitan dengan anamnesis menghasilkan data bahwa pasien pernah
terjatuh dengan posisi terbaring ke sisi kanan sejak ± 1 bulan dapat dipikirkan
adanya fraktur pada bagian ekstremitas bawah dari pasien.
Dilakukan survey sekunder pada pasien dengan hasil anamnesis berupa
sejak ± 1 bulan yang lalu, pasien tergelincir dihalaman belakang rumah,
mekanisme trauma tidak diketahui jelas. Pasien ditemukan oleh cucunya dengan
posisi terbaring di semen ke sisi kanan dengan paha kanan sebagai tumpuan.
Penurunan kesadaran tidak ada, muntah menyemprot tidak ada, nyeri kepala tidak
ada. Pasien sehari-hari tidak menggunakan alat bantu untuk berjalan. Pasien
memiliki riwayat terjatuh dilantai sebanyak 6x, namun pasien tidak berobat ke
dokter dan hanya di urut saja. Sejak ± 6 hari yang lalu, pasien mengeluh nyeri
pada pinggul dan paha semakin hebat. Pasien berobat ke IGD RS Belitang lalu
dirujuk ke RSUD Siti Fatimah untuk tatalaksana lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik status generalis pasien dalam batas normal, pada
keadaan fisik regio femur dextra pada look didapatkan deformitas (-), swelling (-),
29
laserasi (-) perdarahan aktif (-), pada feel ditemukan Krepitasi (-), Nyeri tekan (+)
di 1/3 proximal femur dan pada move ROM aktif dan pasif terbatas.
Dari hasil anamnesis lebih lanjut dan pemeriksaan survey sekunder
mekanisme trauma pada pasien adalah hanya sebatas tergelincir di halaman
belakang rumah dan ditemukan sudah terbaring pada posisi kanan, pasien sudah
mempunyai riwayat jatuh berulang sebanyak 6 kali, pasien tidak berobat hanya di
urut. Ditemukan nyeri tekan pada 1/3 proksimal regio femur dextra. Hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik merujuk pada dugaan fraktur pada ekstremitas
bawah menjadi dugaan fraktur tertutup femur dextra pada pasien. Hal ini
didukung dengan adanya gejala klasik fraktur pada pasien. Gejala klasik fraktur
meliputi adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang
patah, deformitas (angulasi, rotasi dan diskrepansi), nyeri tekan, krepitasi
gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas atau keutuhan
tulang dan gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara
klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan. Berdasarkan klasifikasi secara klinisi
fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan tertutup dilihat dari ada-tidaknya
hubungan patahan tulang dengan dunia luar. Pada pasien ini tidak terdapat
hubungan tersebut sehingga dapat diklasifikasikan secara klinis mengalami fraktur
tertutup.
30
Hasil pemeriksaan penunjang radiologi menunjukkan adanya fraktur oblique
intertochanter femur dextra dan fraktur linier collum femur dextra. Fraktur pada
intertrochanter sering terjadi pada orang lanjut usia, penderita biasanya datang
dengan keluhan tidak dapat berjalan setelah jatuh, disertai nyeri hebat. Penderita
telentang di tempat tidur dengan tungkai bawah eksorotasi dan terdapat
pemendekan sampai tiga setimeter. Pada foto Rontgen, terlihat patah daerah
trokanter dengan leher femur dalam posisi varus yang bisa mencapai 90°. Fraktur
intertrokanter pada pasien mempunyai garis fraktur oblique disertai dengan
adanya pergeseran fragmen-fragmen fraktur (displaced). Pasien juga mengalami
fraktur collum femur yang mempunyai garis fraktur linier yang tidak disertai
dengan adanya pergeseran fragmen-fragmen fraktur (undisplaced). Fraktur
collum femur sering terjaddi pada usia di atas 60 tahun sesuai dengan keadaan
pasien. Fraktur ini juga sering terjadi pada wanita yang disebabkan oleh
kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca
menopause. Sering terlihat pemendekan tungkai yang cedera.
31
Tatalaksana pada fraktur dapat dilakukan secara non-operatif dan operatif
pada tatalaksana non operatif dapat dilakukan dengan prinsip penanganan fraktur
yang mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi).
Reposisi tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang
mempunyai kemampuan remodeling (proses swapugar). Pada pasien ini dapat
dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, imobilisasi diperlukan agar tidak terjadi
diskolasi fragmen. Selain itu dapat diberikan obat anti nyeri berupa ketorolac
3x10 mg yang merupakan obat anti inflamasi non-steroid untuk derajat nyeri
sedang seperti yang dialami oleh pasien yang punya tingkat VAS pada skor 5.
Pasien juga direncakan untuk melakukan tindakan operatif. Hal ini berkaitan
dengana usia pasien yang telah lanjut usia. Terapi operatif dianjurkan pada orang
lanjut usia berupa penggantian kaput femur dengan prostesis atau eksisi kaput
32
femur diikuti dengan mobilisasi dini pascabedah. Tindakan yang direncakan
berupa Hemiarthoplasty Bipolar.
Salah satu teknik operasi yang digunakan untuk tatalaksana patah tulang
pangkal paha (intertrochanter femur fracture) adalah penggantian sendi panggul
atau hemiarthroplasty bipolar (HA Bipolar). Pada teknik tersebut, bagian leher
(neck) dari tulang paha (femur) akan dipotong dan bagian kepala (head) dari
tulang paha akan dilepas dan dibersihkan serta diganti dengan implant yang secara
fungsi sama dengan tulang aslinya. Walapupun teknik ini dilakukan secara invasif
sehingga bekas luka operasi akan tampak, di sisi lain, banyak peneliti yang
mengatakan bahwa teknik ini bagus dan cepat dalam penyembuhan serta
mobilisasinya.
Operasi hemiarthroplasty bipolar juga menggunakan alat
dan implant khusus yang menyerupai anatomi neck femur, sehingga targetnya
menyerupai tulang paha asli sehingga diharapkan dapat mengembalikan fungsi
agar kembali normal. Pasien akan diposisikan miring (lateral decubitus) dan
dalam pengaruh obat bius. Operator akan melakukan sayatan pada area paha dan
dilakukan pemotongan neck femur dari greater trochanter dan lesser trochanter.
Lalu dilakukan pemasangan implant dan dipasangkan ke acetabulum dan evaluasi
kembali pasca pemasangan implant.
Durasi pengerjaan operasi HA Bipolar adalah sekitar 2-3 jam. Pasien akan
dipasangkan drain pada area operasi selama 3-5 hari pasca operasi. Pada hari ke-3
diharapkan drain sudah dapat dilepas dan pada pasien dapat dilakukan rawat
jalan. Meski proses penyembuhan memerlukan waktu lama, setelah operasi HA
Bipolar pasien disarankan untuk menghindari aktivitas berat dan beristirahat serta
menjaga higienitas khususnya area luka operasi.
Prognosis pasien ini untuk quo ad vitam adalah bonam karena berdasarkan
pemeriksaan fisik generalis tidak didapatkan adanya abnormalitas pada tanda-
tanda vital. Prognosis quo ad functionam adalah dubia ad bonam, dapat dilihat
dari usia pasien yang sudah tua, sehingga sangat memerlukan penanganan yang
baik untuk mencapai potensi bone remodelling yang baik. Prognosis quo ad
sanationam berkaitan dengan penyembuhan adalah dubia ad bonam. Proses bone
33
healing ekstremitas bawah memakan waktu sekitar 3-4 bulan yang disertai adanya
kemungkinan resiko fraktur yang berulang akibat usia yang sudah tua sehingga dapat
memakan waktu yang lebih lama dari biasanya
34
DAFTAR PUSTAKA
35