Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS

FRAKTUR TERBUKA
OS. HUMERUS SINISTRA DAN OS. TIBIA-FIBULA DEXTRA

Oleh :
Nadia Khairunnisa
11141030000059

Pembimbing :
dr. Muhammad Wahyudi, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK RSUP FATMAWATI


STASE BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nadia Khairunnisa


NIM : 11141030000048
Judul Referat : Fraktur Terbuka Os. Humerus Sinistra dan Os. Tibia-Fibula
Dextra

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik


departemen bedah Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Neger Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2018

Pembimbing

dr. Muhammad Wahyudi, Sp.OT

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb.
Bismillahirahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus
berjudul “Fraktur Terbuka Os. Humerus Sinistra dan Os. Tibia-Fibula Sinistra”
dalam Kepaniteraan Klinik Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati. Shalawat serta salam tak lupa penulis
haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluarganya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pasien, konsulen pengajar di SMF Bedah RSUP Fatmawati dan
pembimbing presentasi kasus penulis dr. Muhammad Wahyudi, Sp.OT serta
seluruh pihak terkait yang telah membimbing penulis dalam penyusunsan
presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak untuk membantu menyempurnakan makalah
presentasi kasus ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah presentasi kasus
ini dapat memberi ilmu dan manfaat bagi semua pembacanya.
Wassalamualaikum Wr Wb.

Jakarta, Juli 2018

Nadia Khairunnisa

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………………....... i


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………….. 1
BAB II ILUSTRASI PASIEN ………………………………………………………….. 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………... 15
BAB IV ANALISIS KASUS …………………………………………………………... 33
BAB V PENUTUP …………………………………………………………………...… 35
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 36

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Permasalahan dalam bidang muskuloskeletal semakin sering dijumpai di


pusat pelayanan kesehatan saat ini, terutama trauma fraktur muskuloskeletal. Sejak
tahun 2004, fraktur muskuloskeletal akibat kecealakaan lalu lintas dinilai oleh
WHO sebagai penyebab kematian tersering ke-9 di dunia. Menurut hasil pencatatan
WHO pada tahun 2011-2012, terdapat 5.6 juta korban meninggal dunia dan 1.3 juta
orang mengalami fraktur musculoskeletal akibat kecelakaan lalu lintas. Karena
tingginya kasus permasalahan kematian dan trauma akibat kecelakaan lalu lintas,
maka tahun 2011-2020 ditetapkan menjadi Decade of Action for Road Safety2.
Fraktur adalah diskontinuitas struktur tulang. Fraktur dapat berupa hanya
retakan, hancur, terpuntir sampai patah, dan yang paling seirng adalah patahan yang
komplit sampai fragmen tulang terpisah. Jika pada lokasi tulang yang fraktur
jaringan kulit masih baik, tidak ada luka robekan, maka fraktur tersebt jenisnya
adalah fraktur tertutup. Namun apabila pada bagian tulang yang fraktur terdapat
luka terbuka besar apapun, maka jenisnya adalah fraktur terbuka2.
Fraktur tulang humerus merupakan kejadian yang tidak terlalu sering
terjadi. Angka kejadian fraktur pada tulang humerus sekitar 3% dari seluruh kasus
trauma mskuloskeletal3. Penatalaksaan fraktur tulang humerus pada umumnya
adalah terapi non-operatif dan lebih dari 90% pasien dengan fraktur humerus yang
ditatalaksana secara non-operatif sembuh. Penatalaksaan bedah dilaksanakan pada
fraktur tulang humerus apabila dalam kondisi tertentu seperti luka terbuka dan lain
sebagainya4. Sedangkan fraktur tulang tibia dan fibula merupakan fraktur tersering
pada fraktur tulang Panjang. Angka kejadiannya sekitar 40%. Fraktur kedua tulang
ini saling berasosiasi satu sama lain karena kedua tulang tersebut saling
mentransmisikan gaya yang mereka dapatkan melalui membran intraoseus.
Penyebab tersering dari fraktur tulang tibia dan fibula adalah kecelakaan sepeda
motor, kecelakaan indirek atau gaya rotasional5. Dalam makalah presentasi kasus
ini akan lebih dibahas mengenai fraktur tulang humerus, tibia dan fibula.

1
BAB II
ILUSTRASI PASIEN

2.1. Identitas pasien


a) No. RM : 00471153
b) Nama : Indra Jaya
c) Tempat/Tgl lahir : Jakarta, 29/01/1986
d) Umur : 32 tahun
e) Jenis Kelamin : Laki-laki
f) Agama : Islam
g) Alamat : Jl. Taman Wijaya Kusuma III Cilandak, Jaksel
h) Pendidikan : Tamat SLTP
i) Pekerjaan : Tidak bekerja
j) Status : Belum menikah
k) Masuk RS : 02/06/2018

2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien dan
alloanamnesis dengan kakak pasien pada tanggal 6 Juni 2018 di ruang rawat
inap Gedung Prof. Soelarto lt.1.

2.2.1. Keluhan utama


Nyeri pada tangan kiri dan kaki kanan setelah kecelakaan lalu lintas
pada tanggal 2 Juni 2018 pukul 05.30 WIB.

2.2.2. Keluhan Tambahan


Tangan kiri dan kaki kanan sulit digerakan, memar dan bengkak.

2.2.3. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri pada
tangan kiri dan kaki kanan setelah mengalami kecelakaan lalulintas pada
tanggal 2 Juni 2016, 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat
2
terjadinya kecelakaan, pasien sedang mengendarai sepeda motor saat
pulang sahur bersama. Pasien mengendarai sepeda motor dengan
kecepatan tinggi kemudian hilang kendali dan menabrak pembatas jalan
lalu pasien terlempar dari sepeda motornya. Sesaat setelah kecelakaan
pasien tidak sadarkan diri, sehingga pasien tidak tahu bagaimana posisi
pasien terjatuh dari sepeda motor. Pasien mengenakan helm full face.
Pasien langsung dibawa ke RS JMC, tangan dan kaki pasien di bidai, lalu
pasien dirujuk ke RSUP Fatmawati.
Pasien baru sadar saat sudah di IGD RSUP Fatmawati. Pasien
merasakan nyeri pada jari kaki kanan dan tangan kirinya terus menerus.
Keluhan nyeri disertai memar dan bengkak pada tangan kiri dan kaki
kanannya. Selain itu tangan kiri dan kaki kanan sulit digerakan. Pada
tangan kiri, gelang bahu tidak bisa digerakan, sendi siku dapat digerakan
namun sulit dan terasa sakit, pergelangan tangan dan jari-jari tangan kiri
dapat digerakan dengan mudah. Pada kaki kanan, tungkai atas dan bawah
sulit dan nyeri saat digerakan, namun jari-jari kaki kanan dapat
digerakan. Pasien juga merasakan sedikit pusing. Terdapat luka terbuka
pada tangan kiri dan kaki kanan. Mual dan muntah disangkal. Sesak dan
nyeri pada bagian dada dan perut juga disangkal.
Saat ini pasien sudah diruang rawat inap Gedung Prof. Soelarto
lantai 1. Pada tangan kiri pasien terpasang elastic verband dan U Slab.
Pada kaki kanan pasien terpasang back slab dan elastic verband dari
paha sampai ujung kaki.

2.2.4. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma, alergi makanan maupun
obat-obatan, penyakit jantung, penyakit tiroid-paratiroid dan penyakit
ginjal disangkal. Riwayat patah tulang sebelumnya disangkal. Riwayat
operasi sebelumnya tidak ada, namun pada tangal 2 Juni 2018 pasien
didlakukan operasi debridement + pemasangan back slab.

3
2.2.5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma, alergi makanan maupun
obat-obatan, penyakit jantung, penyakit tiroid-paratiroid dan penyakit
ginjal pada keluarga disangkal. Riwayat patah tulang pada keluarga
disangkal.

2.2.6. Riwayat sosial


Pasien merokok sejak 4 tahun yang lalu, 2-4 batang perhari. Riwayat
konsumsi alkohol disangkal. Pasien tidak rutin berolahraga, hanya
sesekali.

2.3. Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 6 Juni 2018.

2.3.1. Status Generalis


a) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Compos mentis, GCS 15 (E4 V5 M6)
c) Status gizi : BB 68 kg; TB 180 cm; BMI 20,98 (Normoweight)
d) Tanda vital
- Tekanan darah : 120/75 mmHg
- Pernapasan : 18 kali/ menit, reguler, kedalaman normal
- Frekuensi nadi : 80 kali/ menit, reguler, isi cukup
- Suhu : 36.4 °C

4
e) Kepala : Normosefali, deformitas (-), luka terbuka (+) pada
regio frontal sinistra dan superior dari labium oris
yang tertutup verban, rembesan perdarahan (-)
f) Mata : Luka terbuka (-), perdarahan (-), edema kornea (-),
konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor bentuk bulat diameter 3 mm, RCL +/+,
RCTL +/+, edema dan hematom (+) di palpebra
superior dan inferior sinistra
g) Hidung : Deformitas (-), luka terbuka (-), rhinorea (-/-)
h) Telinga : Deformitas (-), luka terbuka (-), otorrhea (-)
i) Gigi dan Mulut : Gigi patah (+) incisive 1-2 kiri atas, sianosis (-)
j) Leher : Luka terbuka (-), trakea ditengah, hematom (-)
k) Paru
Inspeksi : Jejas (-), simetris saat statis dan dinamis,
pernafasan thoracoabdominal, retraksi otot bantu
pernapasan (-)
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama kanan dan kiri,
ekspansi dada maksimal simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler diseluruh lapang paru, rhonki -/-,
wheezing -/-
l) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V midclavicular
sinistra
Perkusi : Batas atas ICS III parasternal sinistra, batas kanan
ICS V parasternal dextra, batas kiri ICS V
midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

5
m) Abdomen
Inspeksi : Datar, jejas (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
n) Ekstremitas
(lihat status lokalis)

2.3.2. Status Lokalis


a) Regio Brachii Sinistra
Look : Terpasang fiksasi os. Humerus sinistra dengan U Slab, luka
terbuka +, perdarahan aktif -
Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi tidak diperiksa, pulsasi a. Radialis
teraba kuat dan isi cukup, CRT < 2 detik, sensorik baik
Move : ROM shoulder dan elbow terbatas karena terfiksasi dan
nyeri saat digerakan. Gerakan wrist joint, dan phalanges
sinistra baik
b) Regio Cruris Dextra
Look : Terpasang fiksasi back slab yang dibalut dengan elasctic
verband meliputi regio femur sampai pedis dextra, luka
terbuka +, perdarahaan aktif -
Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi tidak diperiksa, pulsasi a. Tibialis
posterior dan a. Dorsalis pedis teraba baik isi cukup, CRT <
2 detik, sensorik baik
Move : ROM ankle, genu dan hip joint terbatas karena terfiksasi
c) Regio Facial
Look : Deformitas (-), maloklusi (-), luka terbuka (+) pada regio
frontalis kanan dan superior dari labium oris, hematom (+)
pada palpebra sinistra superior dan inferior
Feel : Nyeri tekan pada maksila (+), krepitasi (-), sensorik baik
Move : ROM rahang bawah terbatas karena nyeri

6
2.4. Pemeriksaan penunjang
2.4.1. Radiologi
1). Rontgen thoraks PA:

Interpretasi :
- Posisi tidak simetris
- Trakea ditengah
- Cor : tidak ada pembesaran cor, aorta baik, mediastinum
superior tidak melebar
- Pulmo : corakan bronkovaskular di kedua lapang paru baik,
tidak tampak infiltrate di kedua lapang paru, diagfrahma
baik, sudut kostofrenikus dextra dan sinistra lancip normal,
tidak ada penebalan pleura
- Costae : terdapat diskontinuitas pada costae 3 posterior
- Os. Clavicula : terdapat diskontinuitas pada Os. Clavicula
dextra bagian distal

7
2). Rontgen Humerus AP/Lateral Sinistra :

Interpretasi :
- Terdapat fraktur komplit pada bagian medial Os. Humerus
sinistra, displaced dengan pergeseran fragmen fraktur ke
posterolateral
- Sendi baik, tidak ada penyempitan celah sendi dan tidak ada
dislokasi
- Jaringan lunak tampak menebal pada regio humerus sinistra

8
3). Rontgen Sendi bahu AP/Aksial Dextra :

Interpretasi :
- Tampak fraktur komplit pada 1/3 distal Os. Clavicula
dextra, non displaced, ekstra atrikular
- Tidak tampak dislokasi dan penyempitan celah sendi
- Tampak penebalan jaringan lunak regio bahu kanan

4). Rontgen Cruris AP/Lateral Dextra


02/06/2018:

9
Interpretasi :
- Tampak fraktur komplit, oblik pada bagian medial Os.
Tibia dextra, displace dengan rotasi fragmen distal ke
lateral
- Tampak fraktur komplit, oblik pada bagian medial Os.
Fibula dextra, displace dengan rotasi fragmen distal ke
lateral
- Tampak penebalan jaringan lunak pada regio cruris kanan
bagian medial

5). CT Scan Kepala Axial & Coronal :

Kesan :
- Hematosinus maksila dan etmoid bilateral
- Edema cerebri
- Fraktur pada Os. Ethmoid, Os. Zygoma sinistra, Os. Frontal
sinistra, dinding anterior Os. Maksila sinistra dan sphenoid
wing bilateral
- Edema palpebra superior inferior dan subgaleal hematom
pada regio frontal sinistra
- Tidak tampak perdarahan intraparenkim cerebri maupun
cerebelli

10
2.4.2. Laboratorium
02/06/2018
PEMERIKSAAN HASIL NILAI
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Golongan darah O Rh +
Hemoglobin 13.7 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit 39 % 33 – 35
Leukosit 13.1 ribu/ul 5.0 – 10.0
Trombosit 176 ribu/ul 150 – 440
Eritrosit 4.59 juta/uL 3.80 – 5.20
VER/HER/KHER/RDW
VER 85.3 fl 80.0 – 10.0
HER 29.9 pg 26.0 – 34.0
KHER 35.1 g/dl 32.0 – 36.0
RDW 13.3 % 11.5 – 14.5
HEMOSTASIS
APTT 31.1 detik 26.3 – 40.3
Kontrol APTT 30.7 detik
PT 14.7 detik 11.5 – 14.5
Kontrol PT 13.6 detik
INR 1.10
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 31U/l 0 – 34
SGPT 28 U/l 0 – 40
FUNGSI GINJAL
Ureum Darah 34 mg/dl 20 – 40
Kreatinin Darah 0.7 mg/dl 0.6 – 1.5

DIABETES
Glukosa darah sewaktu 183 mg/dl 70 – 140
ELEKTROLIT DARAH
Natrium (Darah) 139 mmol/l 135 – 147
Kalium (Darah) 3.19 mmol/l 3.10 – 5.10
Klorida (Darah) 102 mmol/l 95 – 108

11
2.5. Resume
Pasien laki-laki 32 tahun datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan
nyeri pada tangan kiri dan kaki kanan setelah kecelakaan lalu lintas saat
mengendarai motor pada tanggal 2 Juni 2018 pukul 05.30 WIB. Pasien terlempar
dari sepeda motornya setelah menabrak pembatas jalan karena mengebut. Tangan
kiri dan kaki kanan pasien memar, bengkak serta nyeri bila digerakan. Terdapat
pula luka terbuka pada tangan, kaki dan kepala pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien compos mentis (GCS 15), tampak
sakit sedang. Tanda vital dalam batas normal. Pada status generalis, pada kepala
terdapat luka terbuka di regio frontal sinistra dan superior dari labium oris, luka
tertutup verban. Pada mata, terdapat hematom dan edema pada palpebra superior
dan inferior sinistra. Pada hidung, telinga dan tenggorokan/leher tidak terdapat
kelainan. Pada dinding thorax, paru, jantung dan abdomen juga tidak ditemukan
kelainan. Status lokalis terdapat fiksasi pada regio humerus sinistra dan cruris
dextra. Regio humerus sinistra terpasang U Slab, terdapat nyeri tekan, pulsasi a.
Radialis baik isi cukup, CRT <2 detik dan sensorik baik. Pergerakan sendi gelang
bahu terbatas, namun pergerakan sendi siku dan jari-jari tangan baik. Regio cruris
dextra terpasang back slab, terdapat nyeri tekan, pulsasi a. Dorsalis pedis dan a.
Tibialis posterior teraba baik isi cukup, pergerakan sendi genu dan sendi panggul
terbatas. Regio facial, terdapat luka terbuka, tidak ada maloklusi dan deformitas
lainnya, terdapat nyeri tekan pada maksila, pergerakan rahang bawah terbatas
karena nyeri.
Pada pemeriksaan penunjang rontgen humerus AP/Lateral sinistra
didapatkan fraktur komplit pada bagian medial Os. Humerus sinistra, displaced
dengan pergeseran fragmen fraktur ke posterolateral. Pada rontgen sendi bahu
AP/Aksial dekstra didapatkan fraktur komplit pada 1/3 distal Os. Clavicula dextra,
non displaced, ekstra atrikular. Pada rontgen cruris AP/Lateral dextra terdapat
fraktur komplit, oblik pada bagian medial Os. Tibia dan Os. Fibula dextra, displace
dengan rotasi fragmen distal ke lateral.

12
2.6. Diagnosis
1. Open fracture, complete, transverse, displaced medial Os. Humerus
sinistra
2. Open fracture, complete, oblique, displaced medial Os. Tibia dan Os.
Fibula dextra
3. Closed fracture, complete, non-displaced, ekstraatrikular 1/3 distal Os.
Clavicula dextra
4. Multiple fracture maxillofacial

2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Medikamentosa
§ Ceftriaxone 2 x 1g iv
§ Gentamicyn 2 x 80mg iv
§ Ketorolac 3 x 30mg iv
§ Ranitidin 2 x 50mg iv

2.7.2. Non Medikamentosa


§ IVFD RL 500 cc/8 jam
§ Observasi umum dan tanda vital

2.7.3. Operatif
§ Debridement
§ ORIF Humerus
§ ORIF Tibia

Laporan Operasi Debridement dan Back Slab 02/06/2018


- Pasien supine dalam GA
- Antisepsis a sepsis lapangan operasi dan sekitarnya
- Ekstensi luka pada humerus, dilakukan eksplorasi, ditemukan pin point
antara bisceps dengan luka terbuka
- Debridement dan refreshing pinggir luka
- Luka ditutup dan di jahit, pasang U Slab

13
- Dilakukan ekstensi luka pada tibia kanan, didapati hematom masif pada
sekitar fraktur
- Debridement, refreshing pinggir luka dan dilakukan reduksi
- Luka ditutup dengan prolene no 1 dan 2.0 dengan meninggalkan 1 buah
drain
- Dilakukan pemasangan back slab
- Operasi selesai

Laporan Operasi ORIF Humerus dan Tibia 07/06/2018


- Pasien supine dalam GA
- Antisepsis dan asepsis lapangan operasi dan sekitarnya
- Insisi anterolateral humerus, biceps di split interseptum, didapati fragmen
butterfly pada fraktur
- Cuci luka, reduksi dan fiksasi dengan narrow plate 4, 5 8 hole
- Luka dicuci dan ditutup
- Operasi dilanjutkan tibia
- Insisi anterior bekas luka lama hingga fraktur expose
- Reduksi dan fiksasi dengan narrow plate 4, 5 10 hole
- Luka dicuci dan di tutup
- Operasi selesai

2.8. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Bonam

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Os. Humerus


Humerus merupakan tulang terpanjang pada ekstremitas atas. Bagian
proksimal dari humerus membentuk glenohumeral joint. Bagian tuberculum
mayor berada disebelah lateral dan merupakan bony landmark saat palpasi
pada regio bahu. Sedangkan tuberculum minor terproyeksi ke anterior. Pada
bagian distal dari tuberculum terdapat ara dimana sering terjadi fraktur pada
humerus yang dinamakan surgical neck.
Bagian diafisis/shaft humerus berbentuk silindris pada bagian proksimal,
namun seiring ke distal bentuknya semakin triangular. Pada bagian lateralnya
terdapat area berbentuk V yang disebut tuberositas deltoid dimana tempat
melekatnya musculus deltoid. Vaskularisasi utamanya berasal dari arteri
brachialis. Terdapat nervus yang melewati humerus, yaitu nervus radialis.

Gambar 3.1 Os. Humerus


Sumber : Netter

15
3.2 Anatomi Os. Tibia dan Os. Fibula
Tibia merupakan tulang pada tungkai bawah yang lebih besar dan posisinya
lebih ke medial. Pada bagian proximal, tibia membentuk sendi dengan femur
dan dibula. Pada bagian distalnya, tibia membentuk sendi dengan fibula dan
talus. Diantara tulang tibia dan fibula terdapat membrane yang
menghubungkan kedua tulang tersebut. Membrane tersebut dinamakan
membrane intraoseus.
Fibula merupakan tulang pada tungkai bawah yang ukurannya lebih kecil
dan berada pada posisi lateral. Tidak seperti tibia, fibula tidak membentuk
sendi dengan femur, namun fibula membantu untuk stabilisasi pada ankle joint.
Bagian proximal fibula membentuk sendi proximal tibiofibular joint dengan
permukaan inferior dari kondilus lateral tibia. Bagian distal dibula berbentuk
seperti ujung anak panah dan membentuk suatu proyeksi ke lateral menjadi
maleollus lateral.

Gambar 3.2 Os. Tibia-Os. Fibula


Sumber : Netter

16
3.3 Fraktur
3.3.1 Definisi
Fraktur adalah diskontinuitas tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau gaya/tenaga fisik yang melebihi batas toleransi jaringan
tulang. Fraktur kebanyakan terjadi akibat trauma. Selain itu, fraktur juga
dapat terjadi akibat kerusakan struktur tulang yang disebut fraktur
patologis. Penyebab dari fraktur patologis salah satunya adalah
osteoporosis8.
Fraktur dapat berupa retakan, fraktur lengkap, fraktur menjadi
beberapa fragmen. Fragmen tulang yang patah dapat menetap atau
bergeser. Apabila terdapat luka diatas fragmen tulang yang patah maka
disebut sebagai fraktur terbuka. Sedangkan apabila tidak ada luka diatas
fragmen tulang yang patah disebut fraktur tertutup2.

3.3.2 Etiologi
Tulang memiliki kekuatan dan ketahanan terhadap suatu tekanan
dalam ambang tertentu. Hal tersebut memungkinkan tulang dapat
menopang tubuh dan mentoleransi tekanan/gaya tertentu yang
diterimanya tanpa menimbulkan fraktur. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan fraktur sebagai berikut.

a. Trauma
Pada umumnya, fraktur disebabkan oleh gaya/kekuatan yang
tiba-tiba dan kekuatannya besar. Apabila gaya yang diterima
melampaui daya toleransi tulang untuk menjaga intergritas dan
kontinuitasnya, maka tulang akan fraktur. Gaya tersebut dapat berupa
benturan, puntiran, pukulan, penekukan atau akibat terjatuh. Gaya
yang diterima dapat secara langsung mengenai tulang (direct force)
ataupun tidak langsung (indirect force)2.
Apabila gaya yang diterima langsung menenai tulang (direct
force), maka tulang akan fraktur pada lokasi yang menerima gaya
tersebut. Selain tulang fraktur, jaringan lunak di lokasi hantaman akan

17
rusak. Akibat dari direct force umumnya adalah fraktur transversal
atau membentuk butterfly fragment. Namun apabila yang terjadi
adalah proses penghancuran maka fraktur yang terjadi adalah fraktur
kominutif yang terdiri dari beberapa segmen tulang2.
Sedangkan apabila yang diterima adalah gaya tidak langsung,
dapat terjadi fraktur pada tulang dengan lokasi yang tidak persis pada
lokasi hantaman. Lokasi fraktur dapat jauh dari lokasi hantaman.
Selain itu kerusakan pada jaringan lunak disekitar fraktur mungkin
dapat tidak ada2.
Pada umumnya fraktur terjadi akibat kombinasi dari berbagai
gaya yang diterima. Gaya tersebut seperti puntiran, penekukan,
kompresi/tahanan. Meskipun demikian, gambaran radiologis dari
fraktur mencerminkan mekanisme utama yang diterima tulang
sehingga menyebabkan tulang fraktur. Mekanisme tersebut adalah2 :
1) Puntiran (rotasi) akan menyebabkan fraktur spiral
2) Kompresi akan menyebabkan short oblique fracture
3) Penekukan akan menyebabkan fraktur dengan fragmen segitiga
atau butterfly fragment
4) Tension atau tahanan akan menyebabkan fraktur transversal; pada
beberapa kejadian mungkin dapat menyebabkan fraktur avulsi
Namun, deskripsi diatas kebanyakan hanya berlaku pada fraktur
yang terjadi pada tulang panjang2.

Gambar 3.3 Mekanisme Trauma dan Gambaran Fraktur


Sumber : Apley2

18
b. Fatigue or Stress Fracture
Fraktur ini terjadi pada tulang normal dengan kondisi yang sehat
namun terpapar beban berat yang terus menerus atau repetitive.
Kondisi ini kebanyakan terjadi pada atlet, militer atau penari yang
selalu latihan fisik rutin dan terus menerus. Beban berat tersebut
menimbulkan deformasi yang terjadi sedikit demi sedikit dan akan
menginisiasi proses remodeling, yaitu proses resorpsi dan formasi
tulang. Apabia paparan beban atau latihan fisik yang berat dan
deformasi terus menerus berulang maka proses resorpsi tulang akan
berlangsung lebih cepat daripada proses formasi tulang. Hal tersebut
menyebabkan area tulang yang terpapar dengean beban berat secara
terus menerus akan rentan terjadi fraktur. Pada kebanyakan kasus
stress fracture tidak ditemukan riwayat traumatik akut sebelum tanda
dan gejala dialami. Terdapat tiga faktor predisposisi terjadinya stress
fracture8 :
1) Peningkatan beban
2) Peningkatan jumlah tekanan
3) Penurunan luas area yang terpapar beban/tekanan
Selain atlet atau militer, fatigue or stress fracture juga terjadi
pada orang yang dalam pengobatan yang menganggu proses resorpsi
dan formasi tulang normal. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang
menderita penyakit inflamasi kronik yang rutin mengkonsumsi obat-
obatan steroid atau metotrexat2.
Fraktur akibat stress ini umumnya terjadi pada ekstremitas
bawah, namun tidak menutup kemungkinan dapat juga ditemukan
pada ekstremitas atas maupun tulang costae. Lokasi tersering yang
mengalami stress fracture adalah tibia, metatarsal, fibula dan os.
Navikulare. Lokasi yang paling jarang adalah femur, pelvis dan
sacrum8.

19
c. Pathological Fracture
Fraktur patologis adalah frakur yang terjadi pada kondisi tulang
abnormal dimana integritas struktur tulang berubah. Hal tersebut
menyebabkan tulang menjadi lemah sehingga jika ada tekanan/gaya
minimal yang pada tulang normal tidak menimbulkan fraktur, pada
tulang abnormal dapat terjadi fraktur.
Kondisi patologis yang dapat menyebabkan fraktur patologis
diantaranya adalah osteoporosis, osteogenesis imperfecta (OI), Paget
disease. Selain itu terdapat kondisi yang menyebabkan lesi litik pada
tulang seperti kista tulang dan tumor primer maupun metastasis pada
tulang2.

3.3.3 Klasifikasi
Fraktur diklasifikasikan berdasarkan bermacam-macam golongan.
Berdasarkan terbaginya fragmen fraktur dapat dibagi menjadi 2 yaitu
fraktur komplit dan inkomplit2.
§ Fraktur komplit apabila garis fraktur membagi tulang tepat
menjadi dua atau lebih fragmen, atau dalam kata lain tulang
putus sempurna. Fraktur komplit terbagi lagi menjadi (1)
transverse fracture yaitu fragmen fraktur terbagi secara
horizontal, (2) oblique fracture yaitu fraktur yang terjadi
biasanya akibat torsi dan patahannya membentuk garis obliq
dan (3) comminutive/segmental fracture yaitu fraktur yang
patakannya membentuk lebih dari 2 segmen.
§ Fraktur inkomplit atau parsial adalah fraktur yang tidak
membuat tulang terbagi menjadi fragmen lain. Fraktur
inkomplit terbagi lagi menjadi (1) hairline fracture yang
biasanya terjadi pada tulang pipih, (2) greenstick fracture
yang biasanya terjadi pada anak-anak dengan kondisi tulang
sedikit menekuk dan (3) buckle/torus fracture yang
merupakan fraktur dengan korteks tulang melipat kedalam.

20
Gambar 3.4 Tipe Fraktur
Sumber : Apley2

Berdasarkan klasifikas Muller, membagi lokasi fraktur pada tulang


panjang. Pembagiannya terdiri dari bagian proximal, diafisis dan distal.
Bagian distal tulang panjang terbagi menjadi simple, wedge dan
kompleks. Bagian proximal dan distal terbagi lagi menjadi intra-atrikuler
dan ekstra-atrikuler. Intra-atrikuler terbagi menjadi komplit dan parsial2.

Gambar 3.5 Klasifikasi Muller


Sumber : Apley2

21
Berdasarkan hubungan antar fragmen fraktur terbagi menjadi
undisplaced dan displaced2.
§ Undisplaced berarti fragmen tulang yang fraktur tidak
bergeser atau letaknya masih sesuai pada lokasi
anatomisnya.
§ Displaced berarti fragmen tulang yang fraktur sudah tidak
pada lokasi anatomisnya. Hal ini dapat disebabkan oleh
pergeseran (shifted sideways), angulasi atau membentuk
sudut, rotasi atau berputar, overriding atau segmen fraktur
saling tumpeng tindih dan impaksi atau segmen tulang
masuk ke segmen tulang lainnya dan shortening apabila
tulang jadi lebih pendek seteleah fraktur terjadi.

Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar, fraktur terbagi menjadi


2 yaitu fraktur terbuka apabila terdapat luka terbuka pada jaringan unak atau
kulit diatas fraktur. Fraktur tertutup bila tidak ada luka terbuka atau lapisan
kulit diatas segmen fraktur yang masih intact. Fraktur terbuka
memungkinkan bakteri dan pathogen dari luar tubuh masuk ke dalam,
sehingga berisiko menimbulkan infeksi sampai ke tulang. Pada kondisi
inilah operasi debridemen dan pemberian antibiotic dibutuhkan8.
Menurut Gustillo dan Anderson, fraktur terbuka terbagi menjadi 3
derajat.
1) Derajat I : Ukuran luka <1 cm, bersih dan luka terjadi akibat luka
tusuk dari fragmen fraktur dengan sedikit kerusakan jaringan
lunak.
2) Derajat II : Ukuran luka >1 cm dengan kerusakan jaringan lunak
sedang.
3) Derajat III a : Ukuran luka > 10cm, kerusakan jaringan lunak
luas dan mengenai periosteum.
4) Derajat III b : Ukuran luka >10 cm dan terdapat skin flap, tulang
terexpose dan periosteumnya terangkat.
5) Derajat III c : Fraktur terbuka dengan gangguan kerusakan arteri.

22
3.3.4 Proses Penyembuhan
Agar segmen tulang yang fraktur dapat menyambung kembali,
prinsip utamanya adalah dengan imobilisasi. Maka dalam penyembuhan
fraktur hasilnya bergantung pada jenistulang yang mengalami fraktur,
banyaknya pergerakan pada lokasi yang fraktur dan usia.
Proses penyembuhan fraktur bergantung pada kerusakan jaringan
lunak sekitar yang dapat mencerminkan trauma tenaga kuat atau lemah
dan kondisi vaskularisasi ke daerah fraktur. Penyembuhan fraktur dapat
terjadi secara alami yaitu dengan proses kalus. Proses ini terjadi biasanya
pada tulang panjang. Tahapannya sebagai berikut :
1) Tissue Destruction and Haematoma Formation
Saat fraktur terjadi, kerusakan jaringan dan vaskular akan
terjadi juga. Akibatnya hematom akan terbentuk disekitar
lokasi fraktur.
2) Inflammation and Cellular Proliferation
Kurang lebih 8 jam setelah fraktur, terjadilah proses
inflamasi akut dengan migrasi sel-sel radang ke sekitar
lokasi fraktur. Sitokin-sitokin prolinflamasi juga menuju
lokasi fraktur, sehingga di sekitar lokasi fraktur akan timbul
tanda-tanda peradangan seperti bengkak, hangat, kemerahan,
nyeri dan keterbatasn fungsi. Selain itu mediator inflamasi
yang merupakan faktor pertumbuhan akan merangsang
pertumbuhan kapiler baru pada lokasi sekitar fraktur yang
pembuluh darahnya pecah saat terjadi fraktur.
3) Callus Formation
Mulai terjadi proses kondrogenesis dan osteogenesis akibat
sel stem. Proses bone forming mulai terjadi dan akhirnya
akan membentuk woven bone atau tulang imatur yang masih
sedikit mineralisasinya. Proses ini terjadi sekitar minggu ke-
4 setelah terjadi fraktur.
4) Consolidation

23
Aktivitas osteoklas dan osteoblast terus berjalan, sehingga
woven bone berubah menjadi lamellar bone. Tulang menjadi
semakin padat dan keras.
5) Remodelling
Fraktur sudah dijembatani oleh materi tulang yang padat.
Proses formasi dan resorpsi tulang terus terjadi sehingga
dalam beberapa bulan atau tahun, tulang yang fraktur dapat
kembali normal.

Gambar 3.6 Proses Penyembuhan Fraktur


Sumber : Apley2

Apabila lokasi fraktur adalah lokasi yang immobile, proses


penyembuhan luka tidak melalui kalus. Proses penyembuhannya
langsung dengan formasi dari sel osteoblast. Osteoblast menyambungkan
fragmen-fragmen tulang yang terpisah hingga akhirnya menyatu.

3.3.5 Diagnosis
Diagnosis diadapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan riwayat
cedera/trauma. Riwayat tersebut harus digali sampai jelas mekanisme
trauma yang terjadi sehingga dapat dianalisa gangguan apa saja yang
trejadi pada tubuh. Setelah mengetahui riwayat trauma, biasanya diikuti
oleh keluhan pasien berupa rasa nyeri dan lokasi tubuh yang terkena
trauma tidak dapat digerakan. Namun perlu diwaspadai, lokasi fraktur
bisa saja bukan pada lokasi yang mengalami trauma. Perlu ditanyakan

24
juga mengenai darah pada urin, nyeri perut, sesak napas atau penurunan
kesadaran pada pasien dengan riwayat trauma.
Dari pemeriksaan fisik yang pertama dilakukan adalah menilai tanda
kegawatannya. Penilaian ini dimulai dari mengecek airway, apakah clear
atau tidak. Kemudian breathing, apakah terdapat permasalahan pada
pernapasan pasien. Setelah itu menilai circulation, yaitu menilai apakah
vaskularisasi sistemik pasien baik, adakah perdarahan aktif, apakah
pasien dalam kondisi syok dan lain sebagaiinya. Kemudian menilai status
generalis pasien. Penilaian status generalis dimulai dari kepala hingga
kaki, adakah abnormalitas pada bagian tersebut.
Pada status lokalis, penilaiannya meliputi look, feel and move2 :
§ Look
Pemeriksaan dengan visual atau inspeksi. Melihat tanda-
tanda fraktur seperti edema/bengkak, memar, deformitas,
luka terbuka, perdarahan aktif, warna kulit pada sekitar
lokasi fraktur dan posturnya.
§ Feel
Pemeriksaan dengan perabaan atau palpasi. Bagian dengan
riwayat trauma dipalpasi dengan gentle untuk mencari local
tenderness, krepitas dan menilai nadi utnuk mengetahui
adanya cedera vaskular.
§ Move
Keterbatasan pergerakan merupakan hal umum yang
dijumpai pada kasus fraktur. Pada pemeriksaan ini pasien
diminta untuk menggerakan persendian terutama bagian
distal dari lokasi trauma.

Pemeriksaan penunjang sangat penting untuk mendiagnosis fraktur.


Pemeriksaan penunjang yang paling sering dan umum digunakan adalah
x-ray. Terdapat peraturan “the rule of two”2 :

25
§ Two views
Dalam pengambilan foto rontgen fraktur harus diambil
melalui 2 sudut pandang, seperti contohnya anteroposteriod
dan lateral.
§ Two joints
Pada kasus fraktur di ekstremitas atas atau bawah, dalalm
satu foto rontgen harus memperlihatkan 2 sendi.
Kepentingannya adalah untuk melihat apakah terdapat
displace pada fraktur yang terjadi.
§ Two limbs
Pada anak-anak, gambaan dari epifisis yang imatur dapat
menmbuat rancu apakah itu merupakan epifisis yang belum
menutup rapat atau fraktur. Maka dibutuhkan foro rontgen
dari ekstremitas sisi berlawanannya sebagai pembanding.
§ Two injuries
Trauma dengan kekuatan tinggi dapat menyebabkan lebih
dari satu jenis fraktur. Contohnya adalah pada fraktur
kalkaneus atau femur, maka sebaiknya di cek juga gambaran
radiologi dari pelvis dan vertebrae.
§ Two occasions
Terkadang ada beberapa kasus fraktur yang baru terlihat
gambaran frakturnya saat lebih dari seminggu setelah trauma.
Maka bila ada riwayat trauma namun gambaran rontgen
normal, sebaiknya di cek ulang satu sampai dua minggu
kemudian.

3.3.6 Tatalaksana
Umumnya, fraktur disebabkan akibat trauma. Maka, tatalaksana
utama apabila terjadi kasus trauma adalah primary survey yang bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa pasien. Primary survey terdiri dari airway,
breathing dan circulation. Airway atau jalan napas harus clear. Dilihat
apakah pada jalan napas terdapat sumbatan, dapat berupa benda asing,

26
cairan atau lidah. Penanganan masalah aiway berupa ekstraksi benda
asing, pemasangan gudel dan suction. Breathing atau pernapasan menilai
ada tidaknya napas, frekuensi napas, tanda sesak seperti retraksi otot
bantu napas dan pola pernapasan. Penanganan breathing meliputti terapi
oksigen dan bagging. Circulation atau sirkulasi antaralain menilai
sumber perdarahan, denyut nadi, tekanan darah untuk menilai tanda-
tanda syok dan capillary refil time. Penanganan masalah circulation
meliputi resusitasi cairan, mengatasi sumber perdarahan dengan bebat
tekan dan lain sebagainya.
Untuk penanganan fraktur, prinsipnya adalah 4R9 : (1) Recognition,
(2) Reduction, (3) Retention/Imobilisasi dan (4) Rehabilitasi.
§ Rekognisi
Mendiagnosis dan menilai fraktur.
§ Reduksi
Tujuan dari reduksi adalah posisi yang anatomis dan
alignment yang normal. Terdapat dua metode reduksi :
1) Closed Reduction
Reduksi secara tertutup atau traksi dilakukan dengan
anestesi dan muscle relaxant bila diperlukan.
Tujuannya untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya agar ujung-ujungnya saling beruhunungan.
2) Open Reduction
Reduksi terbuka dilakukan dengan operasi. Reduksi
terbuka dilakukan bila reduksi tertutup gagal, saat
fraktur pada sendi dan fraktur avulsi.

Selain itu metode reduksi juga dapat dilakukan dengan


traksi. Traksi dilakukan dengan menarik distal tungkai yang
fraktur segaris dengan sumbu aksis tulang dengan penarikan
di arah yang berlawanan pada tubuh pasien supaya tubuh
pasien tidak ikut tertarik.

27
Gambar 3.7 Traksi
Sumber : Apley2

§ Retention / Immobilisation
Imobilisasi adalah pembatasan gerak pada tungkai yang
sudah direduksi. Tujuannya supaya setelah direposisi, tulang
yang fraktur tidak berubah posisinya sampai proses
penyembuhan fraktur. Cara untuk melakukan imobilisasi
dapat dengan alat-alat fiksasi eksternal dan internal.
§ Rehabilitation
Tujuannya untuk meningkatkan atau mengembalikan fungsi
bagian tubuh yang sakit agar meningkatkan kualitas hidup.
Dilakukan secara bertahap.

Pada retention/immobilization dapat digunakan dua jenis fixasi,


yaitu fixasi internal dan eksternal. Indikasi fiksasi internal yaitu fraktur
tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil
dan berisiko untuk berubah posisi setelah reduksi dan fraktur yang rentan
rapuh bila kontraksi otot, fraktur yang lama sembuh, fraktur patologis,

28
fraktur multiple, fraktur pada pasien berkebutuhan khusus. Jenis dari
fiksasi interna antara lain :
§ Inferfragmentary screws adalah sekrup yang hanya
ditanamkan secara sebagian untuk menyambungkan suatu
fragmen ke bagian shaft tulang
§ Wires (transfixing, cerciage dan tension band) biasanya
dipasang secara perkutan dan dapat menyatukan fragmen
yang patah menjadi satu. Digunakan pada fraktur yang
diprediksi waktu penyembuhannya cepat. Biasanya
ditambah penyokong eksternal seperti cast.
§ Plates and screws berguna untuk fraktur pada metafisis
tulang Panjang dan diafisis os radius dan ulna. Fungsi dari
plates untuk netralisasi, kompresi, penopang, meningkatkan
tegangan permukaan tulang yang fraktur, dan pencegahan
pergeseran posisi fragmen tulang.

Gambar 3.8 Fiksasi Internal


Sumber : Apley2

29
Sedangkan fiksasi eksternal adalah fixasi yang menembus tulang
diatas dan dibabwah lokasi fraktur dan tersambung ke frame eksternal.
Biasanya digunakan pada fraktur os tibia dan pelvis, namun dapat pula
digunakan untuk fraktur lainnya. Indikasinya adalah fraktur yang
diasosiasikan dengan kerusakan jaringan lunak hebat, fraktur disekitar
persendian, pasien dengan trauma multiple yang parah dan infeksi pada
lokasi fraktur.

Gambar 3.9 Fiksasi Eksternal


Sumber : Apley2

Khusus untuk fraktur terbuka, perlu dilakukan pemberian antibiotic


yang tepat dna pembersihan luka dengan debridemen yang dilakukan di
kamar operasi. Hal ini dilakukan sesuai dengan derajat fraktur terbuka.

Gambar 3.10 Antibiotk Pilihan Sesuai Grade Fraktur Terbuka


Sumber : Apley2

30
3.3.7 Komplikasi
Secara umum, komplikasi fraktur terbagi menjadi early
complictions dan late complications. Early complications atau
komplikasi awal adalah komplikasi yang muncul pada minggu-minggu
awal terjadinya fraktur. Komplikasi yang terjadi adalah komplikasi lokal.

Gambar 3.11 Komplikasi Fraktur


Sumber : Apley2

§ Visceral Injury
Fraktur pada batang tubuh biasanya memiliki komplikasi ke
viscera dibawahnya. Contohnya pada fraktur costae, komplikasi
terbesarnya ada luka penetrasi pada paru yang menyebabkan
pneumothoraks yang mengancam jiwa. Atau pada fraktur pelvis
yang menyebabkan rupture buli atau uretra.
§ Vascular Injury
Setiap fraktur selalu diasosiasikan dengan kerusakan arteri yang
berada pada sekitar tulang yang patah. Arteri tersebut dapat
terpotong, rupture atau terkompresi sehingga menyebabkan
perdarahan dan kerusakan intergritas vaskular. Efek dari rusaknya
vaskularisasi disekitar fraktur dapat berupa gangguan supply
darah ke lokasi fraktur sampai kematian jaringan.
Keluhan dari gangguan vaskular antaralain keluhan parastesia atau
terasa baal pada jari-jari atau ekstremitas. Kulit lokasi fraktur
teraba dingin, terlihat pucat, tidak teraba atau teraba lemah pada
arteri distalnya.

31
§ Nerve Injury
Biasanya terjadi pada fraktur humerus atau injury di sekitar siku
atau lutut. Terbagi menjadi closed nerve injuries , open nerve
injuries dan acute nerve compression. Indikasi
§ Sindrom Kompartemen
Fraktur dapat menyebabkan perdarahan, edema dan inflamasi
yang akan meningkatkan tekanan dari osseofascial compartement.
Efeknya adalah penurunak aliran darah atau iskemia yang
berlangsung lanjut. Bila kondisi tersebut berlangsung sampak >12
jam maka akan terjadi nekrosis. Terdapat tanda klasik sindrom
kompartemen (5P’s) pain, paresthesia, pallor, paralysis dan
pulselessness.

Komplikasi lanjut atau late complications adalah komplikasi fraktur yang


terjadi lama setelah fraktur terjadi. Komplikasi dapat berupa2 :
§ Delayed Union
Prosesn penyembuhan fraktur yang durasinya lebih lama
dibandingkan batas waktu pada umumnya (3-5 bulan).
§ Non-Union
Kondisi tulang yang tidak terjadi tanpa koreksi pembedahan.
§ Mal Union
Merupakan kondisi dimana tulang menyambung namun posisinya
tidak anatomis, dapat berupa pemendekan, angulasi atau rotasi.

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan ilustrasi kasus pada bab sebelumnya, analisis kasus dibuat dari
anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang yang didapatkan serta dikaitkan
dengan teori yang sudah ada. Maka dirumuskanlah suatu diagnosis yaitu fraktur
terbuka medial Os Humerus, complete, transverse, displaced dan fraktur terbuka
medial Os Tibia-Fibula, complete, oblique, displaced.
Berdasarkan anamnesis, pasien laki-laki berusia 32 tahun didapatkan
keluhan nyeri pada tangan kiri dan kaki kanan yang sulit digerakan serta memar dan
bengkak setelah kecelakaan lalu lintas di hari yang sama pasien masuk rumah sakit. Adanya
riwayat trauma yang diikuti oleh keterbatasan gerak ekstremitas dengan riwayat terkena
trauma mengarah kepada fraktur. Fraktur adalah diskontinuitas tulang, terdapat kerusakan
integritas tulang. Penyebab tersering fraktur pada usia muda adalah trauma, dalam kasus
ini trauma yang terjadi berupa kecelakaan lalu lintas. Manifestasi klinis fraktur yang sesuai
teori dan yang terdapat pada pasien natara lain tanda-tanda inflamasi akut (tumor, kalor,
dolor, rubor dan fungsiolaesa). Pasien mengeluhkan nyeri pada tangan kiri dan kaki
kanannya. Selain itu pasien juga mengeluhkan tangan kiri dan kaki kanannya tidak dapat
digerakan, bengkak dan memar kemerahan.
Pada pemeriksaan fisik di regio brachii sinistra didapatkan : (1) Look : terpasang
U Slab sebagai fiksasi, terdapat luka terbuka dan perdarahaan aktif tidak ada; (2) Feel :
nyeri tekan ada, pulsasi a. Radialis teraba kuat, isi cukup. CRT <2 detik dan sensorik baik;
(3) Move : ROM shoulder dan elbow terbatas namun gerakan wrist joint dan phalanges
baik. Pada regio cruris detxra didapatkan : (1) Look : terpasang fiksasi back slab meliputi
regio remur sampai pedis dextra, terdapat luka terbuka dan perdarahan aktif tidak ada; (2)
Feel : nyeri tekan ada, pulsasi a. Tibialis posterior dan a. Dorsalis pedis teraba baik, isi
cukup. CRT <2 detik dan sensorik baik; (3) Move : ROM ankle, gendi dan hip joint
terbatas. Dari pemeriksaan fisik yang didapatkan cocok dengan manifestasi klinis fraktur.
Selain itu, karena pada lokasi fraktur terdapat luka terbuka, maka jenis fraktur pada kasus
ini adalah fraktur terbuka.

33
Untuk menegakan diagnosis fraktur, dilakukanlah pemeriksaan penunjang berupa
rontgen humerus sinistra AP/Lateral dan rontgen cruris dextra AP/Lateral. Pada foto
rontgen humerus sinistra AP/Lateral didapatkakn gambaran fraktur komplit pada bagian
medial os. Humerus sinistra, jenis fraktur transversal dengan displace ke posterolateral.
Pada foto rontgen cruris dextra AP/Lateral didapatkan fraktur komplit pada os. Tibia-Fibula
dextra, jenis fraktur oblique, dengan displace rotasi fragmen ke distal lateral. Selain itu
dilakukan juga foto rontgen shoulder AP/Aksial dextra yang didapatkan fraktur komplit
pada 1/3 distal os. Klavikula dextra, non displace, ekstra atrikular dan CT-Scan kepala
dengan gambaran edema cerebri serta fraktur os. Ethmoid, os. Zygoma, Os. Forntal dan
Os. Maksila sinistra.
Pada kasus fraktur karena trauma, peneatalaksanaan utama yang dilakukan pada
pasien ini adalah tatalaksana primer meliputi airway, breathing dan circulation. Jallan
napas pasien aman, tidak terdapat sumbatan jalan napas. Perapasan spontan dan frekuensi
normal, tidak terdapat tanda-tanda distress pernapasan. Sirkulasi terdapat luka terbuka
dengan perdarahan aktif -, palpasi arteri di distsal lokasi trauma baik, maka sirkulasi aman.
Karena pada kasus ini yang terjadi adalah fraktur terbuka, maka penatalaksanaan utamanya
adalah dengan pemberian antibiotik dan debridemen. Antibiotik yang diberikan pada
pasien adalah ceftriaxone 2 x 1 g iv dan gentamicyn 2 x 80 mg iv. Selain itu debridement
dilakukan pada pasien ini di kamar operasi. Debridemen disini memiliki tujuan untuk
membersihkan luka terbuka diatas fraktur agar kontaminasi bakteri penyebab infeksi
diminimalisir. Untuk anti nyeri diberikan ketorolac 3 x 30 mg iv.
Penatalaksaan operatif juga dilakukan berupa pemasangan ORIF pada humerus
dan tibia. Pemasangan ORIF merupakan singkatan dari Open Reduction Interna Fixation
yang merupakan metore reduksi secara terbuka dengan memasangkan fiksasi interna pada
fraktur. Tujuannya adalah untuk mempertahankan posisi fragmen fraktur agar tetap
menyatu sampai proses penyembuhan. Hal ini dapat mencegah komplikasi lanjut dari
fraktur berupa malunion dan non-union.

34
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
§ Fraktur adalah diskontinuitas tulang dan penyebabnya yang paling sering
adalah trauma, lalu fraktur patologis kemudia fraktur karena tekanan
berulang (stress fracture).
§ Penegakan diagnosis fraktur diperoleh berdasarkan anamnesis khususnya
riwayat trauma; pemeriksaan fisik berupa look, feel dan move; dan
pemeriksaan penunjang berupa rontgen pada lokasi dengan riwayat trauma.
§ Prinsip penanganan fraktur adalah 5R : recognition untuk mengenali fraktur,
reduction untuk mereduksi ke posisi anatomis, retention untuk mencegah
deformitas dan rehabilitation untuk mengembalikan fungsi ke fungsi
semula.
§ Terdapat sedikit perbedaan dalam penanganan fraktur terbuka dan tertutup.
Pada fraktur terbuka dibutuhkan pemberian antibiotik dan tindakan
debridemen untuk mencegah infeksi pada fraktur.
§ Penilaian risiko komplikasi pada fraktur meliputi early complications
berupa cedera vaskular, cedera saraf, sindrom kompartemen dan
sebagainya; sedangkan late complications adalah komplikasi pada
penyembuhan fraktur berupa delayed-union, malunion, non-union.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Strengthening road safety legislation: a practice and resource manual for


countries. World Health Organization. Available
at http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/85396/1/9789241505109_eng.pdf.
2013; Accessed: July 1, 2018.
2. Solomon, Louis.,et al. Appley’s System Of OrthopaedicsAnd Fracture 9th
Edition. Butterworths Medical Publications. Great Britain: 2010.p.687-732
3. Tsai CH, Fong YC, Chen YH, Hsu CJ, Chang CH, Hsu HC. The epidemiology
of traumatic humeral shaft fractures in Taiwan. Int Orthop 2009;33:463-7.
doi:10.1007/s00264-008-0537-8
4. Sarmiento A, Waddell JP, Latta LL. Diaphyseal humeral fractures: treatment
options. Instr Course Lect 2002;51:257-69
5. Louie KW. Management of open fractures of the lower limb. BMJ. 2009 Dec 17.
339:b5092.
6. Tortora, Gerard J dan Bryan Derrickson. Principle of Anatomy and Physiology.
Mc-Graw Hill. USA: 2012.p.236-263
7. Price, Sylvia Anderson., Wilson, Lorraine. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. EGC. Jakarta: 2012.
8. Hod N, Ashkenazi I, Levi Y, Fire G, Drori M, Cohen I. Characteristics of skeletal
stress fractures in female military recruits of the Israel defense forces on bone
scintigraphy. Clin Nucl Med. 2006 Dec. 31(12):742-9
9. Rasjad, C. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Yarsif Watampone.
Makassar: 2007. p 352-489

36

Anda mungkin juga menyukai