Oleh:
LAELATUL AZIZAH
J 100 050 034
Hari :
Tanggal :
Disahkan oleh,
ii
LEMBAR
Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Program Studi Fisioterapi Program Diploma III
Pembimbing
iii
MOTTO
“Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang
diantara para penyayang”
(HR. Muslim)
“Tidak ada seorangpun dapat kembali ke masa lalu untuk membuat suatu awal
yang baru. Namun, setiap orang dapat memulai saat ini untuk
“Jarak paling dekat antara problem dan solusi adalah sejauh jarak antara lutut
dengan lantai untuk bersujud”
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
3. Keluarga besarku
6. Alamamaterku
v
KATA PENGANTAR
Wave Diathermy dan Terapi Latihan pada Kondisi Osteoarthritis Genu Bilateral
Muhammadiyah Surakarta.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, tidak lepas dari bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
Muhammadiyah Surakarta.
2. Bapak Arif Widodo, A.Kep., M.Kes., selaku ketua Studi Fakultas Ilmu
3. Ibu Umi Budi Rahayu, S.ST., FT, S.Pd., selaku Ketua Program Studi Fakultas
4. Bapak Ichwan Murtopo, SKM., M.Kes., selaku pembimbing terima kasih atas
6. Bapak Guntur Suwarno dan Ibu Sidrotul Muntaha terimakasih atas dorongan
dan kasih sayang yang telah engkau berikan, serta buat kakaku Aziz Kholidin,
vi
7. Buat nenekku dan keluarga besarku yang ada di Pati yang selalu memberikan
9. Buat teman-teman yang ada di kost Bp. Susilo M. Neini, Idha Idoet, M. Erna,
10. Teman teman seperjuangan akfis Fisioterapi D3 UMS semoga kita semua
11. Buat kelompok VI (Koh Cipit (Ari), Nero (Nurma), Ika W, Indriyana, Yulia
(Ipeh), Tri R (Tesi), Vasco (Handayani)) terima kasih atas semangat dan
12. Buat pembaca yang budiman semoga KTI ini bisa menambah ilmunya...
ini jauh dari sempurna yang tak lain disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala saran dan
kritik dari semua pihak yang bersifat membangun demi perbaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.
Penulis berharap Karya Tulis ini berguna bagi penulis sendiri dan rekan-
Surakarta, 2008
Penulis
vii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI
OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DENGAN MODALITAS
MICROWAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN
DI RSUD SRAGEN
RINGKASAN
Osteoarthtritis adalah merupakan penyakit sendi degeneratif dimana
terjadi suatu gangguan yang seakan-akan merupakan proses penuaan dan ditandai
dengan adanya degeneratif pada tulang rawan sendi disertai pertumbuhan tulang
baru pada bagian tepi sendi (bony spur). Osteoarthtritis genu bilateral sering
menyerang pada mereka yang sudah lanjut usia terutama di atas 40 tahun.
Adapun permasalahan yang akan timbul baik kapasitas fisik berupa:
adanya nyeri pada kedua lutut, penurunan lingkup gerak sendi, penurunan
kekuatan otot fleksor dan ekstensor kedua lutut, serta masalah kemampuan
fungsional berupa gangguan aktifitas jongkok, dan berjalan. Untuk mengetahui
seberapa besar permasalahan yang timbul perlu dilakukan pemeriksaan, misalnya
untuk nyeri dengan VDS, krepitasi dengan gerak pasif, penurunan lingkup gerak
sendi dengan LGS, penurunan kekuatan otot dengan MMT, dan pemeriksaan
kemampuan fungsional dengan Skala jette. Dalam mengatasi permasalahan
tersebut modalitas MWD dan terapi latihan dapat diperoleh adanya pengurangan
nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi dan peningkatan kekuatan otot serta
berkurangnya gangguan untuk aktivitas fungsional.
Penelitian karya tulis ini menggunakan metode studi kasus dengan
pelaksanaan terapi sebanyak enam kali. Adapun hasil setelah dilaksanakan
terapi selama enam kali adalah sebagai berikut : nyeri dengan VDS : nyeri gerak
lutut kanan T1=5 menjadi T6 = 2, kiri T1 = 6 menjadi T6 = 2, nyeri tekan lutut
kanan T1 = 5 menjadi T6 = 2, kiri T1=6 menjadi T6 = 2; lingkup gerak sendi
dengan goniometer aktif lutut kanan T1 S=0o-0o-90o menjadi T6 S= 0o-0o-110o,
aktif lutut kiri T1 S=0o-0o-90° menjadi T6 S= 0o-0o-110o, pasif lutut kanan T1
S=0o-0o-100o menjadi T6 S= 0o-0o-120o, pasif lutut kiri T1 S=0o-0o-100o menjadi
T6 S= 0o-0o- 120o, kekuatan otot dengan MMT flexor lutut kanan T1=4
menjadi T6 = 4+,
viii
extensor lutut kanan T1=4 menjadi T6=4+, flexor lutut kiri T1=4 menjadi T6=4+,
extensor lutut kanan T1=4 menjadi T6=4+, dan adanya peningkatan aktifitas
fungsional.
Kesimpulan manfaat yang didapat dari pemberian MWD dan terapi latihan
pada kondisi Osteoarthtritis genu bilateral yaitu bahwa gangguan aktivitas
fungsional dapat diatasi.
Saran pada kasus ini sebaiknya pengobatan untuk memperoleh hasil yang
sempurna, fisioterapi hendaknya dapat membina kerjasama yang baik dengan
pasien dan pihak medic serta perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui
modalitas apa yang paling berpengaruh diantara modalitas yang telah diterapkan
tersebut di atas pada kondisi Osteoarthtritis genu bilateral.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................iii
HALAMAN MOTTO...............................................................................................iv
KATA PENGANTAR..............................................................................................vi
RINGKASAN.........................................................................................................viii
ABSTRAK ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI............................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xiii
DAFTAR TABEL...................................................................................................xiv
DAFTAR GRAFIK..................................................................................................xv
C. Tujuan ........................................................................................ 3
D. Manfaat ...................................................................................... 4
B. Patologi...............................................................................................25
xi
D. Modalitas Fisioterapi ................................................................. 38
C. Tujuan ........................................................................................ 58
A. Kesimpulan ................................................................................ 92
B. Saran .......................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR
Gambar 2.6. Otot sendi lutut dilihat dari (a) depan (b) belakang..........................21
xiii
DAFTAR
Tabel 4.2. Evaluasi kekuatan otot flexor dan extensor sendi lutut.........................79
Tabel 4.7. Evaluasi kekuatan otot flexor dan extensor sendi lutut.........................86
xiv
DAFTAR
Grafik 4.5. Peningkatan kekuatan otot ekstensor pada lutut kanan dan kiri..........81
Grafik 4.6. Hasil evaluasi LGS dengan parameter skala ROM gerak aktif
Grafik 4.7. Hasil evaluasi LGS dengan parameter skala ROM gerak pasif
Grafik 4.8. Penilaian status fungsional skala jette berdiri dari posisi duduk 83
Grafik 4.10. Penilaian status fungsional skala jette naik turun tangga....................84
xv
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA
OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DENGAN MODALITAS
MICROWAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN
DI RSUD SRAGEN
ABSTRAK
Kata Kunci : Osteoarthritis Bilateral, VDS, LGS, MMT, Skala Jette, Micro Wave
Diathermy dan Terapi Latihan.
x
BAB
PENDAHULUAN
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
masyarakat yang optimal adalah tingkat kondisi kesehatan yang tinggi dan
mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta
kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat dan harus selalu
Fisioterapi merupakan salah satu bagian dari tim medis yang bertanggung
mekanis.
1
2
2007).
Sendi lutut merupakan sendi yang paling penting dalam menumpu berat
badan, dengan demikian sendi lutut sangat mudah mengalami osteoarthritis yang
akan menimbulkan kekakuan sendi, perubahan bentuk dan nyeri untuk berjalan,
naik tangga dan berdiri dari duduk. Osteoarthritis banyak menyerang pada usia
lanjut. Pada umumnya pria dan wanita sama-sama dapat terkena penyakit ini
meskipun pada usia sebelum usia 45 tahun. Osteoarthritis banyak menyerang atau
terjadi pada pria dan wanita setelah usia 45 tahun, akan tetapi ostearthritis banyak
terjadinya osteoarthritis sendi lutut yaitu umur, jenis kelamin, obesitas, faktor
mencegah atau menahan kerusakan yang lebih lanjut pada sendi lutut, untuk
mengatasi nyeri dan kaku sendi guna mempertahankan mobilitas (Carter, 1995).
Modalitas yang digunakan penulis pada kasus ini adalah Micro Vave
Diathermy (MWD) dan terapi latihan. MWD adalah salah satu modalitas
fisioterapi yang dapat bermanfaat dalam mengurangi nyeri. MWD adalah salah
satu modalitas fisioterapi yang dapat bermanfaat dalam mengurangi nyeri. MWD
cocok untuk jaringan superficial dan struktur artikuler yang dekat dengan
permukaan kulit, misalnya pada permukaan anterior pergelangan tangan dan lutut.
Salah satu tujuan utama dari terapi MWD adalah untuk memanaskan jaringan otot
3
sehingga akan memberi efek relaksasi pada otot dan meningkatkan aliran darah
intra muskuler, hal ini terjadi karena adanya peningkatan temperatur yang
osteoarthritis sendi lutut yaitu terapi latihan. Manfaat dari terapi latihan pada
pasien osteoarthritis sendi lutut adalah peningkatan lingkup gerak sendi (LGS),
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah karya tulis
1. Apakah pemakaian modalitas MWD dan terapi latihan dapat mengurangi nyeri
dan oedem
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan karya tulis ilmiah pada kasus osteoarthritis genu
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat
1. Bagi penulis
Dapat lebih dalam mengenal osteoarthritis lutut sehingga dapat menjadi bekal
2. Bagi masyarakat
3. Bagi pendidikan
5. Bagi fisioterapi
TINJAUAN PUSTAKA
beberapa hal yang merupakan landasan teori yang mendasari proses pemecahan
masalah pada OA knee bilateral. Dalam hal ini antara lain: (A) Anatomi,
Fisiologi, dan Biomekanik (B) Patologi (C) Obyek yang dibahas dan (D)
Modalitas fisioterapi.
Tulang yang membentuk sendi lutut antara lain: Tulang femur distal, tibia
pelvis dan ke bawah dengan tulang tibia. Tulang femur terdri dari epiphysis
proximal diaphysis dan epiphysis distalis. Pada tulang femur ini yang berfungsi
bagian proximal tonjolan tersebut terdapat sebuah bulatan kecil yang disebut
dataran sendi yang melebar ke lateral yang disebut fades patellaris yang nantinya
bersendi dengan tulang patella. Dan pandangan dari belakang, diantara condylus
6
7
permukaan dalam atau dorsal memiliki permukaan sendi yaitu fades articularis
lateralis yang lebar dan fades articulararis medialis yang sempit (Platser W,
1993).
proximalis pada tulang tibia terdiri dari dua bulatan yang disebut condylus
lateralis dan condylus medialis yang atasnya terdapat dataran sendi yang disebut
kesesuaian bentuk, kedua condylus dari femur secara bersama sama membentuk
sejenis katrol (troclea), sebaiknya dataran tibia tidak rata permukaanya, ketidak
antara tulang femur dan patella disebut articulatio patella femorale, hubungan
antara tibia dan femur disebut articulatio tibio femorale. Yang secara keseluruhan
dapat dikatakan sebagai sendi lutut atau knee joint (Evelyn, 2002).
8
4) Tulang Fibula
Tulang fibula ini berbentuk kecil panjang terletak disebelah lateral dan
tibia juga terdiri dari tiga bagian yaitu: epiphysis proximalis, diaphysis dan
epiphysis distalis.
proximalis meruncing menjadi apex capitulis fibula. Pada capitulum terdapat dua
dataran yang disebut fades articularis capiluli fibula untuk bersendi dengan tibia.
lateralis dan fades posterior. Epiphysis distalis ke arah lateral membulat disebut
13
12
1
2 11
3
10
7
4 6
Gambar 2.1
Tulang pembentuk sendi lutut (Putz adn Pabtz, 2000)
1
1) Ligamentum
(tensile strength) yang berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilisator sendi.
Ada beberapa ligamen sendi lutut yaitu: (1) Ligamentum cruciatum anterior yang
lateral yang berjalan dan epicondylus lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi
menahan gerakkan varus atau samping luar, (4) Ligamentum collateral mediale
medialis tibia) berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam eksorotasi.
tibia ke depan pada posisi lutut 90°, (5) ligament popliteum obliqum berasal dari
pada fascia musculus popliteum, (6) ligament ransversum genu membentang pada
2) Kapsul sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dan dua lapisan yaitu (1) stratum fibroswn
merupakan lapisan luar yang berfungsi sebagai penutup atau selubung (2) stratum
melicinkan permukaan sendi lutut. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan
fibrosus yang avasculer sehingga jika cedera sulit untuk proses penyembuhan
(Evelyn, 2002).
3) Jaringan lunak
a) Meniscus
(2) peredam kejut (shock absorber) (3) mempermudah gerakan rotasi (4)
mengurangi gerakan dan stabilisator setiap penekanan akan diserap oleh meniscus
b) Bursa
gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran synovial. Ada
beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain: (1) bursa popliteus, (2)
bursa supra pateliaris (3) bursa infra paterallis (4) bursa sulcutan prapateliaris
Disini penulis ingin membahas tentang otot-otot yang bekerja pada sendi
lutut termasuk didalamnya perlekatan dan persyarafan serta fungsi dari otot
tersebut.
semimembranosis, m. gastrocnemius.
Bagian
Medial
9 m. sartorius SIAS Tubersitas n. femoralis Flexi
tibia L2-3 Internal
rotalor
sendi lutut
10 m. gracilis Ramus inferior Tuberositas n. femoralis Flexi
osis pubis dan tibia L2-4 external
osis ischii dibelakang rotatoir
tendo m. sendi lutu
sartorius
Bagian
Lateral
1
9
9
2 9
3 10
12
4
13
5
14
6
16
17
7 18
Gambar 2.2.
Sendi lutut kanan dilihat dari belakang (Putz and Pabstz, 2000)
1
c. Sistem persyarafan
yang berasal dari serabut lumbal ke-4 sampai dengan sacrum ke-3. Ini merupakan
serabut yang terbesar di dalam tubuh yang keluar dan foramen ischiadicus mayor,
berjalan terus disepanjang permukaan posterior paha ke ruang poplitea, lalu syaraf
ini membagi dua bagian yang nervus peroneus communis dan nervus tibialis.
Nervus peroneus communis pada dataran lateral capitulum fibula akan pecah
Peredaran darah yang akan dibahas kali ini adalah sistem peredaran darah
yang menuju ke tungkai dan vena yang juga memelihara darah sekitar sendi lutut,
Arteri yang memelihara darah sekitar sendi lutut, arteri yang memelihara sendi
lutut.
a) Arteri fermoralis
Merupakan lanjutan dari arteri iliaca external yang keluar dan cavum
sehingga arteri poplitea masuk ke fossa poplitea disisi medial femur, lalu arteri
b) Arteripoplitea
menjadi (1) a. genus superior later alls, (2) a. genus superior medialis (3) a. genus
darah arteri. Pembuluh darah vena pada tungkai sebagian besar bermuara ke
dalam vena femoralis. Vena-vena itu adalah: (1) Vena shapena parva, berjalan di
belakang maleolus lateralis berlanjut ke (2) Vena poplitea dan mengalirkan terus
2
3
6
4
7
5
Gambar 2.3.
Ligamen pada sendi lutut dilihat dari depan (Putz and Pabtz, 2000)
1
1
7
2
8
3 9
10
4
11
5 12
13
Gambar 2.4.
Ligamen pada sendi lutut dilihat dari belakang (Putz and Pabtz, 2000)
2
1
2
Gambar 2.5.
Bursa di sekitar lutut (Putz and Pabts, 2000)
2
1
23
1
22
21 2
2 20
19
15 3
3 14
4
4 18
5
13
5 6
12
6
7 17
8
16 7
9
15
10
8
11
12 9
13
10
14 11
a b
Gambar 2.6.
Otot sendi lutut dilihat dari (a) depan, (b) belakang (Putz and Pabts, 2000)
2
1
2
3
16
7
9
15
14
10
11
13 12
Gambar 2.7
Pembuluh darah arteri pada sendi lutut (Putz and Pabts, 2000)
2
1
2
3
6
7
15 8
9
10
14
13 11
2 12
Gambar 2.8.
Pembuluh darah vena pada sendi lutut (Putz and Pabts, 2000)
2
3. Biomekanik lutut
bahasan Karya Tulis Ilmiah ini penulis hanya membahas komponen kinematis.
ditinjau dan gerak secara osteokinematika dan secara artrokinematika yang terjadi
a. Osteokinematika
gerak yang cukup luas seperti sendi siku, luas gerak flexinya cukup besar.
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerak flexi dan extensi pada
bidang segitiga dengan lingkup gerak sendi untuk gerak flexi sebesar 130° hingga
135° dengan posisi extensi 0° atau 5°, dan gerak putaran ke dalam 30° hingga 35°
sedangkan putaran keluar 40° hingga 45° dari awal mid posisi.
membawa jari-jari ke arah sisi dalam tungkai (medial). Putaran keluar adalah
gerakan membawa jari-jari ke arah luar (lateral) tungkai. Untuk putaran (rotasi)
b. Artrokinematika
Pada kedua permukaan sendi lutut pergerakan yang terjadi meliputi gerak
slidding dan rolling, maka disinilah berlaku hukum konkaf-konvek. Hukum ini
berlawanan. Dan ”jika permukaan sendi cekung bergerak pada permukaan sendi
slidding dan rolling berlawanan arah. Saat gerak flexi femur rolling kearah
belakang dan sliddingnya ke depan untuk gerak extensi rollingnya keventral dan
B. Patologi
1. Etiologi
Sarnpai saat ini etiologi yang pasti dari osteoartritis ini belum diketahui
dengan jelas, ternyata tidak ada satu faktor pun yang jelas sebagai proses destruksi
menjadi dua golongan yaitu, (1) faktor predoposisi umum, antara lain umur, jenis
hormoral, dan penyakit rematik lainnya, (2) faktor mekanik, antara lain trauma,
bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan oleh karena pekerjaan atau
berikut:
2
a. Umur
b. Gangguan mekanik
persendian, karena berat badan hanya ditumpu oleh sebagian dan persendian.
d. Infeksi
Infeksi disebabkan oleh virus, virus yang masuk ke dalam tubuh kedalam
pembuluh darah kemudian dilalirkan oleh darah. Virus tersebut akan berhenti ke
e. Metabolic Syndrome
menghasilkan energi yang akan digunakan oleh inti sel. Usia yang sudah tua akan
membuat metokondri tidak mampu menghasilkan energi sehingga DNA tidak bisa
badan, dan pada orang gemuk akan timbul genu varus. Hal ini merupakan salah
g. Penyakit Endokrin
yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong, sehingga akan merusak si fat
fisik rawan sendi, ligamen, tendon, synovial dan kulit pada diabetes mellitus,
menyebahkan Osteoartritis.
seperti arthritis, arthritis karena infeksi akut, atau karena infeksi, kronis seperti
enzim permukaan matrik rawan sendi oleh membran synovial dan sel-sel radang.
a) Osteoarthritis primer
tidak diketahui. Saiter menyebutkan sebagai ”Aging Process” dan sendi normal.
b) Osteoarthritis sekunder
2. Perubahan patologi
proteoglikan dan bercerai berai yang mengakibatkan struktur dan tulang rawan
pembentukan janngan kolagen baru dan proteoglikan namun reaksi ini kadang
tidak menolong. Pada jaringan juga mengadakan selerotis hilang dan akhimya
terjadi disorganisasi sendi dan diikuti dengan absorb si kapsula yang berlanjut di
1996).
terjadi dalam jaringan ikat. lapisan rawan, sinovium dan tulang subchondral.
lapisan rawan sendi. Proses ini dapat berlangsung cepat dan lambat. Untuk
proses cepat dalam waktu 10-15 tahun sedang yang lambat 20-30 tahun.
Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi (Parjoto,
2000).
2
d. Sinovitis adalah inflamasi dan sinovium yang terjadi akibat proses sekunder
tulang rawan sendi akan berubah, sehingga akan menyebabkan tulang rawan sendi
3. Gambaran klinis
a. Subklinis, pada tingkatan ini belum ada keluhan atau tanda kilnis lainnya.
Kelainan baru terbatas pada tingkat sekunder dan biokimiawi rawan sendi.
Tanda dan gejala yang muncul adalah nyeri setelah bergerak beberapa saat,
c. Osteoartritis decompensasi, pada tingkatan ini rawan sendi setelah rusak sama
sekali biasanya diperlukan tindakan bedah. Tanda dan gejala yang muncul
adalah saat istirahat terasa nyeri, kontraktur serta deformitas sendi (Hudaya,
1996).
Secara umum gejala dan tanda osteoartritis adalah sebagai berikut: (1)
nyeri merupakan gejala khnik yang paling menonjol, nyeri pada sendi lutut, nyeri
diperberat oleh pemakaian sendi dan menghilang dengan istirahat. Ada 3 tempat
yang membedakan nyeri yaitu: (a) sinovuum terjadi akibat reaksi radang yang
timbul akibat adanya kristal dalam cairan sendi, (b) kerusakan pada jaringan lunak
dapat berupa robekan ligamen, kapsul sendi dan kerusakan meniscus, (c) nyeri
juga berasal dari tulang biasanya akibat rangsangan pada periosteum karena
osteofit kaya tersebut penerima nyeri (nociceptor): (2) kaku sendi juga gejala yang
juga sering ditemukan biasanya pada waktu pagi hari atau lama pada keadaan ini
aktifitas, kaku pada pagi hari, nyeri atau kaku sendi timbul setelah immobilitas
dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur. (3) keterbatasan
lingkup gerak sendi oleh karena secara fungsional fungsi sendi terganggu oleh
berbagai macam masalah seperti nyeri, spasme otot dan pemendekan otot,
Keterbatasan LGS, gangguan ini semakin bertambah berat dengan sejalan dengan
bertambahnya rasa nyeri. (4) kelainan bentuk struktur sendi, ini dapat di temukan
pada keadaan penyusun yang lanjut dapat berupa genu valgum maupun genu
progresif dan prognosis yang jelek, (5) gangguan aktifitas fungsional yang
3
disebabkan oleh akumulasi keluhan yang juga ditambah oleh karena menurunnya
5. Diagnosis Medis
Actman merupakan salah satu pedoman diagnosis osteoarthritis sendi lutut. Bila
tiga dan lima kriteria, yaitu umur diatas 50 tahun, kaku sendi di pagi hari kurang
dan 30 menit. nyeri tekan pada tulang pembesaran tulang, perabaan sendi tidak
panas.
dan tiga kriteria, yaitu umum diatas 50 tahun, kaku sendi kurang dan 30 menit dan
(Parjoto dalam, TITAFI 2000). Bila seseorang ditemukan hanya nyeri lutut,
d. Pembesaran tulang.
c. Dan kreditasi.
6. Diagnosa Banding
sendi lutut sehingga akan mengacaukan kita dalam menentukan diagnosa pada
kondisi osteoartritis sendi lutut yang mempunyai rematoid arthritis sendi lutut.
Namun pada rematoid arthritis sendi lutut selalu disertai gejala dan
osteoarthritis sendi lutut tidak dijumpai gejala dan keluhan tersebut. Pada kasus
rematoid arthritis sendi lutut didapat keluhan seperti nodul rematoid di jaringan
sendi lutut menyerang umur lebih muda, selalu bilateral, nyeri sangat tajam (sharp
pain) morning stiffness. Rematoid arthritis lebih berat selama 1 jam, sendi lebih
menonjol disertai demam, kelemahan otot dan penurunan berat badan (Hudaya,
19%).
a. Rheumatoid Arthritis
inflamasi setempat jelas, prediksi sendi yang terkena adalah sendi-sendi kecil,
b. Gout Arthritis
dan pada sendi lutut. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat
yang tinggi dalam darah serta diketahui adanya jumlah leukosit dan laju endap
7. Komplikasi
Penyakit ini apabila tidak mendapat penanganan yang baik dan tepat, maka
memerlukan berbagai masalah baru yang teriadi akibat proses penyakit itu sendiri.
Seperti adanya spur (osteofit) sehingga teriadi proses penghancuran tulang rawan
sendi. Tulang subkondral lama kelamaan dapat menusuk pada metafisis dari
tulang tibia dan tulang femur sebagai akibatnya terjadi komplikasi seperti nyeri,
kaki terbentuk varus dan valgus, atrofi kelemahan otot meniscus quadriceps
8. Prognosis
dimengerti bahwa penyakit ini progresif sesuai dengan usia, namun apabila
diketahui secara dini dan belum menimbulkan deformitas (valgus atau varus)
3
maka penjalanan penyakit dapat dihambat dengan cara membuat atau berusaha
Kita ketahui bahwa stabilitas sendi tergantung dan bentuk sendi, ligamen
dan kapsul serta pegang peranan penting adalah otot. Bentuk sendi, ligament dan
kapsul tidak dapat dipengaruhi kecuali menjaga agar jangan terlalu mendapat
beban dan stress sedangkan otot dapat diperkuat dengan cara latihan, sehingga
kunci dan stabilitas yang masih bisa dikendalikan adalah mengurangi rasa sakit
genu bilateral.
1. Nyeri
a. Definisi
menyenagkan berkaitan dengan jaringan yang rusak atau jaringan yang cenderung
b. Macam-macam nyeri
yang timbul akibat proses patologik jaringan yang dilengkapi serabut nyeri. 2).
terhadap sensoris perifer dengan ciri khas nyeri menjalar sepanjang kawasan distal
saraf yang bersangkutan dan penjalaran nyeri tersebut berpangkal pada bagian
saraf yang mengalami iritasi. 3) nyeri ridiculer yaitu nyeri yang timbul akibat
adanya iritasi pada serabut sensorik dibagian radiks posterior maupun saraf spinal
(Sidarta, 1999)
c. Mekanisme nyeri
diterima bayak ahli. Menurut teori afferent terdiri dari 2 kelompok serabut yaitu
serabur yang berukuran besar (A-Beta) dan serabut kecil (A-delta dan C).
Mekanisme nyeri mealui terapi latihan yaitu: terpi latihan merupakan salah satu
tubuh baik secara aktif maupun pasif sehingga dapat mempercepat penyembuhan
cidera atau penyakit lainnya yang telah merubah pola hidup yang normal.
kecil (Adeta) dan akan menghinbisi serabut saraf beta berarti rasa nyeri tidak
dicetuskan.
3
descriptive scare (VDS) yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala
penilaian yaitu : 1) tidak nyeri, 2) nyeri sangat ringan, 3) nyeri ringan , 4) nyeri
tidak begitu berat, 5) nyeri begitu berat, 6) nyeri berat, 7) nyeri tidak tertahankan
untuk memberi tanda bahwa telah terjadi kerusakan jaringan. Nyeri dapat diukur
dengan bebagai skala VDS dan skala 5 tingkat (Wall dan Melzack, 1999).
VDS (Verbal Descriptive Scale) adalah dengan cara menanyakan nyeri kepada
pasien, pasien disuruh menyebutkan rasa nyerinya sesuai dengan skala penilaian
derajat nyeri. Ada tujuh skala penilaian, yaitu: 1) Tidak nyeri, 2) Nyeri sangat
ringan, 3) Nyeri ringan, 4) Nyeri tak begitu berat, 5) Nyeri cukup berat, 6) Nyeri
LGS adalah lingkup gerak sendi yang bisa dilakukan oleh suatu sendi. Alat
yang digu nakan adalah goniometer. Posisi awal biasanya posisi anatomi dan
disebut Neutral Zero Starting Position (NZSP). Ada tiga bidang gerak dasar yaitu
seseorang dalam mengontraksikan otot atau group otot secara voluntary. Untuk
3
pemeriksaan MMT ini dengan sistem manual yaitu dengan cara terapis
memberikan tahanan kepada pasien dan pasien disuruh melawan tahanan dan
terapis dan saat itu terapis menilai sesuai dengan kriteria nilai kekuatan otot
4. Kemampuan Fungsional
Indeks ini pertama kali digunakan dalam The Pilot Geriatric Arthritis
Program, Wilconsm USA tahun 1977 berdasarkan indeks ini, status fungsional
mempunyai 3 dimensi yang saling berkaitan yaitu: a) nyeri, derajat nyeri saat
melakukan aktivitas terdiri dari tidak nyeri, 2 = nyeri, 3 = nyeri sedang, 4 = sangat
sangat mudah, 2 = agak mudah, 3 = tidak mudah tetapi juga tidak sulit, 4 = agak
melakukan aktivitas terdiri dari 1 tanpa bantuan, 2 = butuh bantuan alat, 3 = butuh
bantuan orang, 4 = butuh bantuan alat dan orang, 5 = tidak dapat melakukan
D. Modalitas Fisioterapi
oleh arus listrik bolak-balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang
1. Efek fisiologis
lokal. Consersual efek, timbulnya respon panas pada sisi kontra lateral
b. Jaringan ikat
c. Jaringan otot
d. Jaringan saraf
2. Efek terapeutik
fisiologis.
fisiologik.
4. Indikasi. '
5. Kontra indikasi
dipakai.
mata atau luka basah, eksim basah yang dapat menimbulkan kebakaran
di jaringan.
f. Gangguan sensabilitas
aliran darah.
Terapi Latihan
Tujuan dari terapi latihan adalah: (1) untuk mengurangi nyeri, (2)
mengurangi spasme, (3) mobilitas spasme, (4) meningkatkan kekuatan dan daya
Untuk mencapai tujuah tersebut maka latihan yang efektif adalah latihan:
Adalah gerakan yang terjadi karena kontraksi otot pasien dibantu oleh
kekuatan dari luar (Kisner, 1996) Bantuan berupa alat atau dari terapis. Latihan ini
dapat dilakukan dengan posisi tengkurap untuk fleksi knee, tangan terapis
Adalah gerakan yang berasal dan otot itu sendiri (Kisner, 1996) Latihan
pada sendi lutut ini dikerjakan dengan posisi tidur tengkurap atau duduk di tepi
bed dengan pasien disuruh menggerakkan fleksi ekstensi. Yang penting tidak
dikerjakan dengan posisi menumpu berat badan penuh karena dapat memperberat
diberikan tahanan dan terapis (Kisner, 1996) Latihan ini dilakukan dengan posisi
4
tidur tengkurap, posisi terapis disamping pasien memfiksasi. Tangan kiri berada
pada lutut atas dan tangan satu pada pergelangan kaki. Terapis memberikan
tahanan minimal dan pasien disuruh menggerakkan atau melawan gerakan tadi ke
arah fleksi. Dilakukan secara bergantian kanan dan kiri 8x2 hitungan.
d. Hold relax
optimal dan kelompok otot antagonis yang memendek, kemudian otot tersebut
rikeks, cara pelaksanaannya teknik hold relax, (1) gerakan atau dimana nyeri
terasa timbul, (2) terapis memberi tahanan pada kelompok antagonus yang
harus melawan tahanan tersebut, (3) instruksi yang diberikan tahan disini, (4)
rileksasi pada kelompok otot antagonis, tunggu beberapa saat sampai ototnya
Kerangka Berfikir
Kapsik: Kemampuan
- Nyeri fungsional:
- Keterbatasan - Kemampuan
LGS jongkok berdiri
- Kelemahan otot - Naik turun
- Spasme tangga
- Berjalan jauh
sakit
Fisioterapi:
MWD
Terapi latihan
Edukasi
Evaluasi:
Nyeri dengan VDS
LGS dengan goneometer
Kekuatan otot dengan MMT
Kemampuan fungsional dnegan skala jette
Hasil terapi:
Nyeri berkurang
Peningkatan LGS
Peningkatan kekuatan otot
Peningkatan aktivitas fungsional
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
B. Kasus Terpilih
genu bilateral.
C. Instrumen Penelitian
karena aktivitas yang berlebihan yang ditandai dengan adanya nyeri saat
dilaksanakan adalah MWD dan terapi latihan. Dalam instrumen penelian ini
1 = Tidak Nyeri
3 = Nyeri Ringan
6 = Nyeri Berat
44
4
3. Goniometer
4. Skala Jette
melakukan aktifltas.
Kasus penelitian karya tulis ilmiah ini diambil dari poli fisiotepi di RS
a. Pemeriksaan fisik
b. Interview
autoanamnesis.
4
c. Observasi
dilakukan terapi.
a. Studi dokumentasi
b. Studi pustaka
osteoarthritis.
induktif. Data-data yang diperoleh dari hasil tanya jawab dan pemeriksaan
diagnosa tersebut dapat menjadi acuan untuk menentukan tindak lanjut dari
a. Pengkajian Data
Pengkajian data pada umumnya meliputi teknik dan obyek yang akan
diukur atau dikumpulkan data, obyek data yang berhubungan dengan kondisi
osteoarthritis bilateral.
a) Anamnesis
Anamnesis adalah cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab antara
terapis dengan sumber data, hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
dianggap mengerti tentang keadaan pasien, dan untuk kasus ini anamnesis
47
4
a) Anamnesis umum
Dari anamnesis ini didapatkan data nama pasien, umur, alamat, agama,
b) Anamnesis khusus
Dari anamnesis khusus ini kita dapat memperoleh keterangan tentang hal-
sekarang.
keluarga.
b. Pemeriksaan
tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, temperatur, tinggi badan, dan hasil
pelaksanaan terapi.
dilakukan didapatkan hasil seperti: (1) keadaan umum baik, (2) Inspeksi
statis didapatkan, ekspresi wajah saat diam biasa, tidak ada bengkak pada
kedua lutut, tidak ada atropi dan warna kemerahan tidak ada, (3) Inspeksi
menahan nyeri saat pasien duduk, saat jalan pasien tidak menggunakan
ini, palpasi yang dilakukan didapatkan: (1) Suhu pada daerah kedua lutut
normal, (2) Tidak ada nyeri tekan, pada kedua lutut, (3) Tidak ada bengkak
pada kedua lutut, (4) Tidak ada spasme pada otot quadriceps, (5) Tidak
c. Perkusi
adanya cairan.
d. Auskultasi
Pemeriksaan dilakukan pada anggota gerak atas dan bawah bawah baik
tentang gerak knee dextra dan sinistra tetapi pasien dibantu terapis.
tentang gerak knee dextra dan sinistra tetapi pasien melakukan sendiri.
Tahanan untuk terapis, arah gerak berlawanan flexi dan extensi. Dilakukan
bilateral gerak
1) Fungsional dasar
Pasien mampu baring dari tidur, pasien mampu mring kekanan dan miring
kekiri, duduk, berdiri dan sampai bejalan secara mandiri disertai nyeri.
5
2) Fungsional aktivitas
aktivitas sholat tidak mampu untuk membungkuk, aktivitas untuk berjalan jauh
3) Lingkungan aktivitas
tidak ada tangga trap atau tangga rumah.dirumah pasien apakah tempat memasak
ada tidaknya gangguan dan struktur atau jaringan tertentu. Pada kasus
Yaitu cara pengukuran derajat nyeri dengan tujuh skala penilaian yaitu :
(1) tidak nyeri, (2) nyeri sangat ringan, (3) nyeri ringan, (4) nyeri tidak begitu
berat, (5) nyeri cukup berat, (6) nyeri berat, (7) nyeri tak tertahankan. Pasien
fisioterapi, jenis terapi atau jenis alat bantu yang akan diberikan dan menentukan
osteoarthritis ini hasil yang diperoleh kurang akurat karena adanya rasa nyeri
Gradasi nilai otot menurut dr. Robert W lovelt atau metode lovelt adalah:
1) Normal (N) atau 5, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh, mampu
melawan gravitasi, tahanan sebagian, 2) Normal (N) atau 3, yaitu otot dapat
poor (P) atau 2, yaitu otot dapat berkontraksi dengan LGS penuh tanpa melawan
gravitasi dan tahanan, 4) Trace (T) atau 1, yaitu otot dapat sedikit kontraksi tanpa
menggunakan goniometer dan dapat diukur pada gerak aktif maupun pasif, dan
mengacu pada kriteria ISOM normal dimana LGS sendi dextra (aktif) S = 0°-0°-
120°.
Pada pengukuran LGS sendi knee dextra dan knee sinistra ini dilakukan
secara aktif dan pasif. Gerakan pasif dilakukan setelah gerakan aktif.
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan
lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk dipinggir bed,sambil menekan
kaki pasien, dimana yang lututnya tadi ditekuk, kedua lengan pemeriksa
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu lutut pasien ditekuk dan
lutut yang lain tetap lurus. Posisi pemeriksa duduk di tepi bed sambil menekan
bawah bed, posisi tangan terapis di samping pasien yang terjuntai, tangan yang
lain berada di atas kaki pasien, gerakannya ke arah varus. Pemeriksaan ini untuk
Posisi pasien berbaring terlentang di atas bed, satu tungkai bawah pasien
terjuntai di bawah bed, posisi terapis di samping penderita dengan satu tangan
berada di bawah lutut pasien yang terjuntai, tangan yang lain berada di atas kaki
5) Tes Hiperekstensi
Pasien berbaring di atas bed dengan kaki dalam posisi lurus, lutut di
ganjal, sedangkan kaki di angkat. Dengan membandingkan jarak antara tumit kaki
kakinya diangkat sehingga lutut dan pangkal pahanya membuat sudut 90 derajat,
tibia dan menilai apakah tuberositas tibia yang satu letaknya mungkin lebih
rendah dari pada yang lainnya. Perbedaan akan tampak lebih jelas bila pasien
knee bilateral ini adalah dengan skala VDS (Verbal Descriptive Scale). Skala ini
terdiri dari garis 7 cm yang diberi tanda dari titik awal sampai titik akhir. Salah
satu ujung menunjukkan titik nyeri dan ujung yang lain menunjukkan nyeri tak
5
nyeri, dimana pasien di minta untuk menandai pada salah satu titik pada skala dan
titik awal sampai akhir yang ditandai pasien adalah nilai intensitas nyeri yang
dirasakan pasien.
ini dilakukan dengan goniometer dan diukur pada gerak aktif maupun pasif, pada
kedua tungkai.
menggunakan Manual Muscle Testing (MMT). Otot yang diperiksa yaitu otot
berupa kemampuan bangkit dari posisi duduk, beijalan 15 meter dan naik tangga 3
step dapat digunakan indeks status fungsional skala "jette" berdasarkan indeks ini
1: sangat mudah, 2: agak mudah, 3: tidak mudah tetapi juga tidak sulit, 4: agak
terdiri dari:
bantuan alat dan orang, 5: tidak dapat melakukan aktivitas. (Platzer W, Kankle
W, Leonhardt H, 1983).
B. Diagnosa Fisioterapi
gerak dan fungsi berdasarkan pernyataan yang logis dan dapat dilayani fisioterapi.
fisioterapi yang tepat. Hasil pemeriksaan fisioterapi yang telah dilaksanakan pada
sebagai berikut:
b. Adanya rasa nyeri pada kedua lututnya pada saat duduk diantara dua sujud
C. Tujuan
Tujuan fisioterapi akan dibedakan antara tujuan jangka pendek dan jangka
panjang.
D. Pelaksanaan Fisioterapi
a. Persiapan alat
pada posisi on atau off, kabel-kabel tidak boleh kontak dengan lantai,
pasien atau bersilangan satu sama lain. Hubungkan alat ke sumber arus
apakah arus sudah masuk atau belum dengan melihat lampu hidup berarti
b. Persiapan pasien
terapi, apa yang dirasakan pasien selama terapi. Pasien juga diberitahu
untuk segera memberi tahu kepada terapis jika terjadi keadaan sebagai
mual.
berlebihan, pakaian yang tidak menyerap keringat serta benda atau barang
penderita dapat rileks. Pada kondisi ini posisi pasien saat tidur diberikan
c. Pelaksanaan terapi
kondisi osteoarthritis kedua lutut ini posisi pasien adalah tidur tengkurap,
pertama kita sinari dulu yang sebelah kanan dengan waktu terapi ±10
waktu habis kop kita alihkan ke poplitea yang sebelah kiri. Disini para
2) Gelombang: continous
3) Waktu: 20 menit
5) Frekuensi terapi: 6 kali terapi dalam satu minggu selama terapi ini,
bersifat subyektif. Jika selama terapi rasa nyeri dan ketegangan otot
a. Persiapan pasien
b. Pelaksanaan Latihan
1) Prosedur latihan
Gerakan lutut (flexi) hingga 110° atau pada batas nyeri pada
kedua lutumya pada posisi tersebut (lutut flexi 110°) beri tahanan pada
daerah pergelangan kaki bagian belakang dan fiksasi pada daerah atas
fleksi lutut.
2) Waktu latihan
3) Frekuensi latihan
a. Persiapan pasien
ongkang
b. Pelaksanaan latihan
dan ekstensi lutut), terapi memberikan fiksasi pada bagian atas lutut
c. Waktu latihan
d. Frekuensi latihan
a. Tindak lanjut
b. Evaluasi
5. Dokumentasi
Umur : 79 tahun
osteoarthritis knee bilateral, maka setelah dilakukan terapi dengan MWD dan
Kondisi/Kasus : FTB
Umur : 79 tahun
Jenis Kelamin :
A. DIAGNOSIS MEDIS:
Osteoarthritis
B. CATATAN KLINIS:
Nampak terdapat osteofit (muncul taji) pada bagian medial dan adanya
Medica mentosa
- Glukosamine 500 mg 3 x 1
- Mexophram 15 mg 2 x ½
- Osteocal 300 mg 1 x 1
Mohon tindakan fisioterapi pada pasien Ny. Siti Romdiyah (79 tahun)
A. ANAMNESIS (AUTO)
1. Keluhan utama:
Nyeri pada kedua lutut pada saat melakukan aktivitas sholat terutama
pada gerakan duduk diantara dua sujud ke berdiri, pada saat berjalan
berdiri nyeri.
Pasien mengeluh nyeri pada kedua lututnya sejak bulan Agustus 2007
- Trauma (-)
- Kolestrol (-)
- Hipertensi (+)
- Jantung (+)
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dengan hobi membaca Al-
Qur’an.
6. Riwayat keluarga
7. Anamnesis sistem
- pusing (-)
b) Kardiovaskuler:
- berdebar-debar (-)
c) Respirasi:
- batuk (-)
- asma (-)
d) Gastrointestinalis:
- BAB terkontrol
e) Urogenitas:
- BAK terkontrol
f) Muskuloskeletal:
g) Nervorum:
B. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
c) Pernapasan : 22/menit
d) Temperatur : 36,6OC
f) Berat badan : 49 hg
6
1.2. Inspeksi:
lututnya.
1.3. Palpasi:
medial
1.4. Perkusi:
Tidak dilakukan.
1.5. Auskultasi:
a) Gerak aktif:
b) Gerak pasif:
AGB dextrea-sinistra
nyeri
terasa krepitasinya.
disertai nyeri
disertai nyeri
6
untuk sembuh
mandiri
nyeri
b) Aktivitas fungsional:
c) Lingkungan aktivitas:
Lingkungan rumah
7
WC duduk
Dextra Sinistra
Pasif S = 0-0-100o Pasif S = 0-0-100o
Aktif S = 0-0-90o Aktif S = 0-0-90o
1.9.5. Tes
2. Diagnosa Fisioterapi
A. Impairment
B. Functional limitation
C. Disability
D. Program/Rencana Fisioterapi
1. Tujuan
a. Khusus
hamstring
b. Umum
2. Tindakan Fisioterapi
a. Teknologi Fisioterapi
1) Teknologi alternatif
a. IR e. Massage
b. TENS f. US
c. SWD g. TL
d. MWD
2) Teknologi terpilih
a. MWD
b. TL
a. MWD
b. TL
b. Edukasi
berlebihan
3. Rencana evaluasi
E. Prognosis
F. Pelaksanaan Fisioterapi
19 Februari 2008
Persiapan alat:
semua tombol dalam posisi off atau on, kabel-kabel tidak boleh
Persiapan pasien:
dicapai.
Pelaksanaan terapi:
elektrode.
21 Februari 2008
- MWD
- Terapi latihan
23 Februari 2008
- MWD
- Terapi latihan
25 Februari 2008
- MWD
- Terapi latihan
27 Februari 2008
- MWD
- Terapi latihan
29 Februari 2008
- MWD
- Terapi latihan
7
2) Hold relax
relax, (1) gerakan atau dimana nyeri terasa timbul, (2) terapis
H. Prognosis
Tabel 4.1.
Nyeri dengan VDS
VDS T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri gerak kanan 5 5 4 4 3 2
Nyeri tekan kanan 5 5 4 3 2 2
Nyeri gerak kiri 6 6 5 3 3 2
Nyeri tekan kiri 6 6 5 3 3 2
Nyeri diam kanan 1 1 1 1 1 1
Nyeri diam kiri 1 1 1 1 1 1
7
6
5
Nyeri gerak kanan
4
Nyeri tekan kanan
3
Nyeri diam kanan
2
Kualitas
1
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Waktu terapi
Grafik 4.1.
Penurunan Rasa Nyeri pada Lutut Kanan
7
6
Nyeri gerak kiri
5
Nyeri tekan kiri
4
Nyeri diam kiri
3
Kualitas
2
1
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Waktu terapi
Grafik 4.2.
Penurunan Rasa Nyeri pada Lutut Kiri
Dari grafik di atas didapatkan hasil:
Tabel 4.2.
Evaluasi Kekuatan Otot Flexor dan Extensor Sendi Lutut
Sendi Terapi Flexor Extensor
Knee T1 4 4
T2 4 4
T3 4 4
T4 4+ 4+
T5 4+ 4+
T6 4+ 4+
8
Flexor kanan
3
Nilai
2
0
T1T2T3T4T5T6
Waktu terapi
5 Grafik 4.3.
Peningkatan kekuatan otot flexor pada lutut kanan
4
1
T1 T2 T3 T4 T5 T6
0 Waktu terapi
Flexor kiri
Nilai
Grafik 4.4.
Peningkatan kekuatan otot flexor pada lutut kiri
8
4
Extensor kanan dan kiri
3
Nilai
2
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Waktu terapi
Grafik 4.5.
Peningkatan kekuatan otot extensor pada lutut kanan dan kiri
Tabel 4.3.
Evaluasi LGS sendi lutut
130
125
120
115
110 Lutut kanan
Ni
105 Lutut kiri
100
95
90
85
80
T1 T2 T3 T4 T5 T6
Waktu terapi
Grafik 4.6.
Hasil evaluasi LGS dengan parameter skala ROM gerak aktif knee
kanan dan kiri dalam bidang sagital
130
125
120
115
110 Lutut kanan
Ni
Grafik 4.7.
Hasil evaluasi LGS dengan parameter skala ROM gerak pasif knee
kanan dan kiri dalam bidang sagital
T6 110o
T6 120o
T6 120o
Grafik 4.4.
Evaluasi Skala Fungsional
6
5
4 Nyeri
3
2 Kesulitan
Nil
1
0 Ketergantunga n
T1T2T3T4T5T6
Waktu terapi
Grafik 4.8.
Penilaian status fungsional skala jette berdiri dari posisi duduk
8
6
5
4 Nyeri
3
2 Kesulitan
Nil
1
0 Ketergantunga n
T1T2T3T4T5T6
Waktu terapi
Grafik 4.9.
Penilaian status fungsional skala jette berjalan 15 meter
6
5
Nyeri Kesulitan
4
Ketergantunga n
3
2
Nil
1
0
T1T2T3T4T5T6
Waktu terapi
Grafik 4.10.
Penilaian status fungsional skala jette naik turun tangga
2. Berjalan 15 meter
Tabel 4.5.
Hasil Penelitian Nyeri dengan VDS
VDS T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nyeri gerak kanan 5 5 4 4 3 2
Nyeri tekan kanan 5 5 4 3 2 2
Nyeri gerak kiri 6 6 5 3 3 2
Nyeri tekan kiri 6 6 5 3 3 2
Nyeri diam kanan 1 1 1 1 1 1
Nyeri diam kiri 1 1 1 1 1 1
berikut:
8
Tabel 4.6.
Hasil Penelitian LGS dengan goneometer
T6 110o
T6 120o
T6 120o
Tabel 4.7.
Evaluasi Kekuatan Otot Flexor dan Extensor Sendi Lutut
F. Pembahasan Kasus
Microwave diathermi (SWD) dan terapi latihan dengan frekuensi 6 kali terapi
lutut, penambahan kekuatan otot flexor dan extensor pada kedua sendi lutut dan
Adapun hasil terapi dari pertama sampai akhir (sebanyak enam kali) adalah
sebagai berikut:
8
1. Nyeri
Perubahan nyeri dari evaluasi awal (T1) sampai evaluasi akhir (T6) dapat dilihat
sensorik oleh terbentuknya osteofit yang baru di permukaan tulang femur, tulang
Penurunan nyeri pada OA lutut ini dipengaruhi ole efek dari diarthemi dan
terapi latihan antara lain: sedatif pada ujung-ujung saraf, terjadinya relaksasi otot,
menurunkan atau mengurangi nyeri pada OA otot. Hal ini dapat terjadi karena
menstabilkan sendi lutut sehingga jaringan lunak sekitar lutut dapat rileks.
patiential afferen dan menutup gate. Peningkatan temperatur pada area yang
diterapi akan mengakibatkan rasodi latasi yang diikuti peningkatan aliran darah
yaitu prostaglandin (zat ”p”) yang menumpuk. Dengan lancarnya sirkulasi darah
maka zat ”p” juga ikut terbuang. Sehingga terjadi rileksasi pada otot, nyeri akan
peredaran darah yang lancar akan dapat meningkatkan suplay nutrient karena
8
untuk perbaikan dan mengangkat siswa produksi dari jaringan yang cidera
(Miclovitz, 1990)
2. LGS
pemeriksaan awal sampai akhir diperoleh data tentang LGS sebagai berikut:
diberikan yaitu latihan resisted active movement. Selain itu peningkatan LGS
dipengaruhi juga oleh penurunan nyeri dan relaksasi dari otot-otot di sekitar kedua
sendi lutut.
LGS akan dapat bertambah dengan gerakan aktif maupun pasif dan akan
dapat merangsang propioseptif dengan perubahan panjang otot pada saat terjadi
kontraksi otot darah akan mengalur keseluruhan jaringan tubuh. Sehingga pada
sendi terjadi penambahan nutrisi dan enzim yang dapat mencegah perlengketan
3. Kekuatan Otot
Penyebab dari turunnya kekuatan otot adalah karena adanya nyeri pada
Testing (MMT). Dari pemeriksaan awal sampai evaluasi akhir diperoleh data
Setelah dilihat dari hasil evaluasi kekuatan otot kedua lutut, maka didapat
adanya peningkatan kekuatan otot flexor dan extensor dengan nilai 4. Setelah 6
kali terapi dinyatakan terjadi peningkatan kekuatan otot dikarenakan oleh rasa
fisioterapi setiap hari di rumah yang dibantu oleh keluarga ataupun sendiri.
Apabila tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi, maka otot akan
beradaptasi dan menjadi lebih kuat. Penyesuaian yang terjadi di dalam otot dapat
progresif terpelihara. Otot merupakan jaringan kontraktil, akan menjadi lebih kuat
akibat hasil dari hipertropi dari serabut otot dari suatu penambahan pengangkutan
4. Kemampuan Fungsional
membedakan jenis impairment yang hilang apalah dari LGS, kekuatan otot,
komponen impairment harus dikaji melalui latihan yang lengkap pada tingkat
Program, Wilconsm USA tahun 1977 berdasarkan indeks ini, status fungsional
mempunyai 3 dimensi yang saling berkaitan yaitu: 1) nyeri, derajat nyeri saat
dari 1 = sanagt mudah, 2 = agak mudah, 3 = tidak mudah tetapi juga tidak sulit, 4
untuk melakukan aktivitas terdiri dari 1 = tanpa bantuan, 2 = butuh bantuan alat, 3
= butuh bantuan orang, 4 = butuh bantuan alat dan orang, 5 = tidak dapat
A. Kesimpulan
(tulang rawan sendi) di mana hal ini mengganggu aktivitas sehari-hari terutama
sendi lutut dan penerapannya dengan Micro Wave Diathermy dan terapi latihan
yang perlu perhatian khusus dan tidak bisa dianggap ringan, karena bila penyakit
ini tidak didapatkan terapi secara intensif maka akan memperberat keadaan sendi
Dari Micro Wave Diathermy dan terapi latihan dengan pemberian kedua
(1) mengurangi nyeri pada kedua lututnya, (2) meningkatkan lingkup gerak sendi,
sebanyak 6 kali berupa kombinasi terapi panas (MWD) dengan metode coplanar,
posisi tidur tengkurap dengan kedua tungkai yang akan diterapi dipasang cop
elektrode bagian medial politea lutut. Waktu 10 menit untuk lutut kanan dan 10
92
9
menit untuk lutut kiri. Intensitas = 50 mA frekuensi terapi sebanyak 6 kali dalam
satu minggu. Dan terapi latihan berupa assisted active movement, free active
movement, resisted active movement dan hold relax diperoleh hasil melalui
1. Penurunan rasa nyeri gerak lutut kanan dari 5 turun menjadi 2, kiri dari 6
menjadi 2, nyeri tekan kanan dari 5 turun menjadi 2, kiri dari 5 menjadi 2.
2. Bertambahnya lingkup gerak sendi lutut berupa derajat untuk gerak aktif lutut
kanan dari 90o menjadi 110o, kiri dari 90o menjadi 110o untuk gerak pasif lutut
kanan dari 100o menjadi 120o, kiri dari 100o menjadi 120o.
Pada akhirnya, suatu proses fisioterapi tidak hanya dapat dilihat dari hasil
akhir evaluasi itu dicapai. Yang menjadi tidak kalah pentingnya juga bagaimana
konsekuensinya yang akan hadir adalah hasil yang tidak optimal. Tapi jika proses
namun hasil akhir terevaluasi dalam suatu hasil yang menunjukkan masih atau
belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan mungkin kondisi dan situasi.
B. Saran
1. Saran bagi pasien, agar biasa lebih hati-hati dalam beraktivitas khususnya
terutama pada saat beraktivitas bila terasa nyeri sebaiknya di kompres dengan
air hangat selain menjalani terapi yang teratur, latihan di rumah juga lebih baik
berkelanjutan pada sendi dengan disertai atau tanpa adanya rasa kaku,
memadai.
usia dan tidak dapat dihambat, namun demikian upaya tim media dalam hal ini
dengan tetap melakukan aktivitas sehari-hari tanpa ketergantungan dari orang lain.
9
DAFTAR PUSTAKA
IG. Sujatno, et., al (1993). Buku Pegangan Kuliah Program DIII Fisioterapi
Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta. Dep.Kes. RI. Surakarta. Hal
174-179.
Platzer W, Kahle W, Leonhardt H, (1993). Atlat dan Buku Teks Anatomi Lutut.
TITAFI XV, Semarang.
3. Caput fibula
4. Malleolus lateral
6. Talus
7. Malleolus medial
8. Fibula
9. Tibia
13. Femur
Keterangan Gambar
1. Ligamentum cruciatum posterior
2. Epicondylus medialis
3. Condylus medialis
4. Meniscus medialis
7. Corpus tibiae
8. Corpus femoris
3. Meniscus medialis
4. Meniscus lateralis
2. Intercondylar notch
3. Medial meniscus
7. Laterale epicondyle
9. Card of femur
2. Bursa praepatellaris
17. Gastrocnemius
19. Sartorius
20. Gracialis
22. Pectienus
23. Illopsoas
Keterangan Gambar
1. Common iliac artery
4. Femoral artery
6. Popliteal artery
8. Proneal artery
4. Femoral vein
6. Popliteal vein
9. Poroneal vein