Anda di halaman 1dari 302

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 i

SUSUNAN DEWAN REDAKSI


PROSIDING SEMINAR and WORKSHOP PUBLIC HEALTH ACTION (SWOPHA)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO
Peran Tenaga Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat

Ketua Redaksi :
Dr. MGC. Yuantari, SKM, M.Kes

Dewan Redaksi :
Prof. Drs. Achmad Binadja, Apt, MS, Ph.D
Dr. dr. Sri Andarini, M.Kes
Supriyono Asfawi, SE, M.Kes
Eti Rimawati, SKM, M.Kes
Nurjanah, SKM, M.Kes
Yusthin Meriantti Manglapy, SKM, M.Kes (epid)
Vilda Ana Veria Setyawati, S.Gz, M.Gizi
Ratih Pramitasari, SKM, MPH

Sekretariat :
Sri Handayani, SKM, M.Kes
Lice Sabata, SKM
Agus Perry Kusuma, SKG, M.Kes

Desain dan Layout :


Kismi Mubarokah, SKM, M.Kes
Ririn Nurmandhani, S.K.M, M.Kes.

Sekertariat :
Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Gedung D lantai 1
Universitas Dian Nuswantoro, Semarang
Jalan Nakula I No. 5 – 11
Email: swopha@dinus.ad Telp./fax.: (024) 3549948

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 ii
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Warohmatullahi. Wabarokatuh.

Alhamdulillahi rabbil‟alamin.
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga prosiding ini dapat terselesaikan dengan baik. Prosiding ini
berisi kumpulan artikel ilmiah dari perguruan tinggi di berbagai daerah di Indonesia yang
telah dipresentasikan dan didiskusikan dalam Seminar and Workshop on Public Health
Action 2018 yang diadakan oleh Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro, Semarang
pada Hari Selasa, 16 Oktober 2018. Seminar ini mengangkat tema “Peran Tenaga Kesehatan
dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat”.
Prosiding ini disusun untuk mendokumentasikan gagasan dan hasil penelitian terkait
inovasi dalam bidang kesehatan. Selain itu, diharapkan prosiding ini dapat memberikan
wawasan tentang perkembangan dalam kesehatan dan upaya-upaya yang terus dilakukan
demi terwujudnya masyarakat yang sehat. Dengan demikian, seluruh pihak yang terlibat
dalam dunia kesehatan dapat terus termotivasi dan bersinergi untuk berperan aktif
membangun masyarakat Indonesia yang berkualitas melalui penemuan hal-hal baru dalam
bidang kesehatan.
Dalam penyelesaian prosiding ini, kami menyadari bahwa dalam proses
penyelesaiaannya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
panitia menyampaikan ucapan terima kasih dan memberikan penghargaan setinggi-tingginya,
kepada:
1. Rektor Universitas Dian Nuswantoro, Prof. Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom. yang telah
memberikan dukungan dan memfasilitasi dalam kegiatan ini.
2. Dekan Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro, Dr. Guruh Fajar Shidik,
S.Kom, M.Cs atas segala dukungan dan motivasi dalam kegiatan ini.
3. Keynote Speaker yaitu Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dr Yulianto
Prabrowo, M.Kes.
4. Seluruh pembicara tamu, Prof. Dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D, Prof Dr. Ir. Edi
Noersasongko, M.Kom, Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes, M.Sc.PH
5. Bapak/Ibu/Mahasiswa seluruh panitia yang telah meluangkan waktu, tenaga, serta
pemikiran demi kesuksesan acara ini.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 iii
6. Bapak/Ibu seluruh dosen dan pejabat instansi penyumbang artikel hasil penelitian dan
pemikiran ilmiahnya dalam kegiatan seminar nasional ini.

Kami menyadari bahwa prosiding ini tentu saja tidak luput dari kekurangan, untuk itu
segala saran dan kritik kami harapkan demi perbaikan prosiding pada terbitan tahun yang
akan datang. Akhirnya kami berharap prosiding ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak
terkait.

Wassalamualaikum Warohmatullahi. Wabarokatuh

Semarang, 16 Oktober 2018


Ketua Panitia

Vilda Ana Veria Setyawati, S.Gz, M.Gizi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 iv
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO SEMARANG

Selamat datang di SEMINAR and WORKSHOP PUBLIC HEALTH ACTION


(SWOPHA) yang diselenggarakan oleh Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultass
Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. Selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro dan atas nama Kepanitian SWOPHA 2018, saya merasa terhormat menyambut
anda semua dalam acara yang luar biasa ini.
Dalam kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semuanya dan
menyambut orang-orang terhormat:
1. dr. Yulianto Prabowo, M.Kes, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, selaku
Keynote Speaker.
2. Prof Dr. Ir. Edi Noersasongko, M.Kom, nara sumber dan sekaligus Rektor Universitas
Dian Nuswantoro.
3. Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes, M.Sc.PH, nara sumber dari Universitas
Hasanuddin dan sekaligus Ketua Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia
(PERSAKMI), Makassar.
4. Prof, Dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D, yang diwakili oleh Pak Fauzi dari Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.

Dan saya ingin mengucapkan selamat datang kepada semua peserta seminar,
pemakalah, dan musyawarah daerah (MUSDA) pada Seminar ini. Dengan topik “Peran
Tenaga Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat”, saya ingin
mendorong Anda semua sebagai akademisi, peneliti, dan masyarakat industri untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Semoga Anda semua akan merasa bahagia diperkaya dengan pengetahuan setelah
menghadiri kegiatan ini. Sekali lagi, saya menyambut Anda semua untuk menikmati seluruh
rangkaian acara ini dan berharap Anda semua akan memiliki moment yang menyenangkan.

Salam hangat,
Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro

Dr. Guruh Fajar Shidik, S.Kom, M.Cs.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 v
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................ i


Susunan Dewan Redaksi ............................................................................ ii
Kta Pengantar ............................................................................ iii
Sambutan Dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Dian Nuswantoro ............................................................................ v
Daftar Isi ............................................................................ vi

Penulis Judul Artikel


Tiara Fani Kualitas Hidup Pasien Lansia di RSUD
Tugurejo Semarang ........................................... 1
Achmad Binadja Pengembangan Model Bahan Ajar Biomedik 3
Bervisi SETS (Science, Environtment,
Technology, and Society) ................................. 10
Joko Kurnianto Korelasi Status Anemia (Kadar Hb), Kadar
Seng, Koinfeksi, Stress Fisik/Mental dan
Asupan Makanan dengan Kejadian Reaksi
Kusta, Serta Perbedaan Kadar Seng Setelah
Suplementasi Seng Sulfat 40mg/hr Selama 12
Minggu pada Penderita Kusta Multi Basiler ..... 20
Fitria Wulandari Efektifitas Promosi Kesehatan Menggunakan
Whatsapp untuk Peningkatan Pengetahuan dan
Sikap Ibu Melakukan Perawatan Kehamilan di
Kota Semarang .................................................. 29
Susi Nurhayati Pengembangan Informasi Expanding Maternal
Survival Berbasis Whatsapp di Semarang ........ 38
Savitri Citra Budi Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Studi
Literatur Riview ................................................ 48
Suriah Edukasi Personal Hygiene pada Keluarga
Anak Jalanan di Kota Makassar ........................ 56
Indri Astuti Purwanti Praktik Asuhan Kebidanan dalam Pelayanan
Kesehatan Ibu Nifas di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang ................................... 67
Dwi Kustriyanti Ginger and Lemon Essensial Oil
Aromatherapy to Relieve Nausea and Vomiting
in Pregnancy ..................................... 73
Fania Nurul Khirunnisa Efektifitas Circular Hip Massage sebagai
Metode Non Farmakologi dalam Meredakan
Nyeri Persalinan ................................................ 81
Khumaidah Pengetahuan Berkorelasi Positif dengan
Praktik Seksualitas Pendidik Sebaya ................ 87
Lilik Lestari Keefektifan Balance Scorecard sebagai
Pengukuran Kinerja Pendidikan di Rumah
Sakit .................................................................. 98
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 vi
Eka Hesti Nugraheni Hubungan Kualitas Pelayanan Hemodialisa
dengan Kepuasan Pasien JKN di Klinik Ginjal
Hipertensi Lestari .............................................. 109
Faik Agiwahyuanto Analisis Posisi Kelayakan Pembangungan
Rumah Sakit di Kota Semarang ........................ 115
Sukesih Komunikasi SBAR terhadap Sikap dan
Perilaku Perawat dalam Meningkatkan
Keselamatan Pasien .......................................... 128
Noveri Aisyaroh Problem Analysis of Exclusive Breast Milk on
The Working Mothers at Textile Manufacturers 136
Analisis Tarif INA CBG‟s Pasien Sectio
Mentari Putri Aryanti Caesarean Tahun 2017 di RSUD Bendan
Pekalongan ........................................................ 141
Survei Perokok Aktif di Desa Cndirejo
Sri Wahyuni Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
Semarang ........................................................... 152
Peran Sosial Ekonomi Rumah Tangga dan
Vilda Ana Veria Setyawati Paritas dalam Suplementasi Tablet Besi pada
Ibu Hamil .......................................................... 160
Analisis Kualitas Air Sumur Gali di Sekitar
Eko Hartini Pegunungan Kapur Kecamatan Karangayung
Kabupaten Grobogan Jawa Tengah .................. 166
The Correlation of Perception, Motivation,
Achmad Rozal Wicaksono and Supervision to Behavior of Using Personal
Protective Equipment (APD) at Specimen
Handling Officer at Private Clinical
Laboratory X Semarang City ............................ 172
Maryani Setyowati Rancangan Sistem Informasi Statistik Rawat
Inap untuk Mendukung Pelaporan Rumah
Sakit .................................................................. 179
Nur Dhiyanma Sari Daya Bunuh Kasa Berinsektisida Residu
Nikotin dari Batang Tembakau terhadap
Nyamuk Aedes aegypti .................................... 188
Maylani Hastuti Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Kematian Ibu di Kabupaten
Brebes Tahun 2018 ........................................... 196
Rizkya Alifa Rifani Faktor-Faktor yang Berperan terhadap Stigma
Orang dengan Epilepsi (ODE) pada Petugas
Puskesmas di Kota Semarang Tahun 2018 ....... 213
Supriyono Asfawi Budidaya Pertanian Organik, untuk Menjaga
Keberlanjutan Lingkungan dan Peningkatan
Pendapatan Petani Hortikultura di Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang ......................... 231
MG Catur Yuantari Pemetaan Sebaran Penyakit Leptospirosis dan
Kondisi Lingkungan di Wilayah Kerja
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 vii
Puskesmas Kedungmundu serta Bandarharjo
Berbasis Sistem Informasi Geografis ................ 248
Priska Erlik Budiharja Desain Formulir Rawat Inap untuk
Kelengkapan Rekam Medis Puskesmas
Karangdoro Semarang Tahun 2018 .................. 259
Neneng Aprilia Hidayatullaili Perilaku Olah Raga dan Diet dan Literasi
Kesehatan Remaja ............................................. 274
Rano Indradi Sudra Evaluasi Proses Input Data dalm Rekam Medis
Elektronik (Studi Kasus di Rumah Sakit Islam
Klaten) 2018 ...................................................... 288

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 viii
KUALITAS HIDUP PASIEN LANSIA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Tiara Fani1), Dyah Ernawati1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
email : tiara.fani845@gmail.com; dyahernawatikhanza@yahoo.co.id

Abstract
An increase in the number of elderly people accompanied by an increase in health problems, so that a
better efforts were needed to community maintain health status. Quality of life is an indicator of
community health status. According to WHO, QoL includes physical health, mental health, emotional
well-being, and social functioning.The purpose of this analysis was to find out the quality of life on
elderly people who undergo outpatient care. This was a cross-sectional study. The number of
participants were 99 elderly patients who undergo outpatient treatment in Tugurejo Regional Public
Hospital Semarang. QoL was assessed using WHOQoL-BREF questionnaire. unpaired T-test and
ANOVA Test were used to analyze the relationship between QoL domains and social factors (age,
gender, occupational status, and education). Older patients who undergo outpatient care in Regional
Public Hospital Tugurejo Semarang experienced a good Quality of Life. Quality of life was
significantly associated with age (P=0,047), occupational status (P= 0,006), and education level
(P=0,048). There was a significant difference in quality of life between the elderly who have jobs and
elderly who did not have job (retired) (P = 0.006). There was a significant difference in quality of life
between the elderly who took 9 years of education with > 9 years of education (P = 0.048).
According to WHOQOL-BREF, Elderly people who undergo outpatient care at Regional Public
Hospital Tugurejo Semarang experienced a good quality of life. Elderly people who have jobs and
have > 9 years education tend to have a better quality of life.

Keywords: Quality of Life, Elderly People, Outpatient

1. PENDAHULUAN dan sosial, dan bukan hanya kondisi yang


Harapan hidup dan penyebab bebas dari penyakit. Beberapa definisi
kematian digunakan sebagai salah satu tentang sehat dan kualitas hidup telah
indikator kunci kesehatan masyarakat. dibuat, definisi tersebut terkadang salaing
Indikator tersebut dapat memberikan mengambarkan hubungan antara sehat
informasi penting tentang status dan kualitas hidup. Kualitas hidup
kesehatan populasi, namun indikator (WHO) adalah persepsi individu tentang
tersebut tidak menyajikan informasi apa posisi mereka dalam kehidupan dalam
pun tentang kualitas hidup pada domain konteks budaya dan sistem nilai di mana
fisik, mental, dan sosial. Upaya mereka hidup dan dalam kaitannya
peningkatan harapan hidup mulai dengan tujuan, harapan, standar, dan
menyoroti kebutuhan akan ukuran-ukuran kekhawatiran mereka. Selain itu, kualitas
kesehatan lainnya, terutama yang hidup digambarkan sebagai kondisi
berkaitan dengan kualitas hidup. Pada kesehatan berdasarkan kombinasi faktor
tahun 1995, WHO mengakui pentingnya fisik, fungsional, emosional dan sosial. 2
melakukan evaluasi dan peningkatan Menurut laporan WHO, ada lebih
1
kualitas hidup manusia. WHO (1948) dari 600 juta lansia di seluruh dunia,
menyatakan bahwa kesehatan merupakan diperkirakan jumlah tersebut akan
kondisi yang sempurna baik fisik, mental meningkat berlipat ganda pada tahun
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 1
2025 dan 2 miliar pada tahun 2050. 2 Saat lansia telah dilakukan di beberapa negara.
ini Indonesia masuk dalam kategori Beberapa hasil survei menunjukkan
negara dengan struktur penduduk tua bahwa kualitas hidup pada lansia yang
(ageing population). Berdasarkan data rutin menjalani perawatan medis
statistik lanjut usia 2015, 37,47 persen cenderung baik. Hasil studi yang
penduduk pra lansia yang mengalami dilakukan oleh Bowling A dkk pada 999
keluhan kesehatan dalam 1 bulan terakhir, lansia di Inggris menunjukkan bahwa
jumlah tersebut meningkat menjadi 48,30 82% lansia memiliki kualitas hidup yang
persen pada lansia muda, meningkat lagi baik.3 Hal serupa juga ditunjukkan
menjadi 55,11 persen pada lansia madya, melalui hasil penelitian Solomon dkk
dan 57,96 persen pada lansia tua. Pada yang menyatakan bawha 65% dari 185
tahun 2015 angka kesakitan lansia sebesar lansia dengan penyakit kronis di Amerika
28,62 persen, artinya 28 dari 100 orang memiliki kualitas hidup yang baik.4
lansia mengalami sakit.3 Lansia memiliki Selain itu, hasil penelitian Bornet MA
risiko yang lebih tinggi untuk menderita dkk juga menunjukkan bahwa sebagian
beberapa gangguan kesehatan karena besar pasien lansia yang menjalani
lansia mengalami penurunan fungsi fisik rehabilitasi medis di University Hospital
dan mental. Selain itu kondisi ekonomi, Swiss memiliki kualitas hidup yang baik.5
budaya, pendidikan dan pelayanan Di Indonesia sebagian besar penelitian
kesehatan yang buruk dan juga interaksi kualitas hidup lansia dilakukan pada
sosial yang tidak memadai dapat lansia yang tinggal di Panti Werdha.
mengakibatkan penurunan kualitas hidup Beberapa penelitian kualitas hidup pada
lansia. Penyakit kronis seperti diabetes lansia yang tinggal di Panti Werdha juga
mellitus, penyakit jantung koroner, menunjukkan bahwa kualitas hidup lansia
osteoporosis dan serebrovaskular adalah tergolong baik.6- 7
penyakit yang paling umum terjadi pada Pengukuran kualitas hidup pada
kelompok lansia. Gangguan ini populasi lansia pada komunitas dan lansia
menyebabkan masalah medis, sosial, dan yang rutin menjalani perawatan atau
psikologis yang berpengaruh dalam pemeriksaan kesehatan yang jarang
penurunan kualitas fungsi fisik lansia di dilakukan di Indonesia, khususnya
2
masyarakat. wilayah Kota Semarang. Sehingga dapat
Penelitian tentang kualitas hidup diperoleh gambaran yang lebih luas
pada lansia dapat memberikan masukan mengenai tingkat kualitas hidup lansia
yang bermanfaat dalam merancang atau pada berbagai populasi. Berdasarkan hal
menerapkan kebijakan maupun program tersebut penelitian ini bertujuan untuk
yang tepat dalam peningkatan kualitas menilai kualitas hidup fisik, mental, sosial
hidup lansia. Survei kualitas hidup pada dan kesehatan lingkungan pada lansia

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 2
yang menjalani pengobatan rawat jalan di medis, fitalitas, mobilitas, kualitas tidur,
RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2018. aktivitas kehidupan sehari-hari, dan
kapasitas kerja. Domain Kesehatan
2. METODE PENELITIAN psikologis dinilai dengan enam item
Penelitian cross-sectional ini termasuk perasaan positif, kepercayaan
dilakukan pada 99 lansia yang berusia 50 pribadi, konsentrasi, citra tubuh, harga
tahun ke atas pada bulan maret-april 2018 diri, dan perasaan negatif. Domain
di RSUD Tugurejo Kota Semarang. hubungan sosial, terdiri dari tiga item
Komite Etik RSUD Tugurejo Kota pertanyaan yang berfokus pada hubungan
Semarang telah memberi persetujuan/ijin pribadi, dukungan sosial termasuk
penelitian ini. Subjek penelitian adalah dukungan keluarga. Domain Kesehatan
pasien lansia yang datang ke RSUD lingkungan terdiri dari delapan item
Tugurejo Semarang dan secara sukarela pertanyaan yang berkaitan dengan
ikut serta dalam penelitian melalui bukti keamanan, lingkungan fisik dan
persetujuan informed consent. Subjek dukungan keuangan, aksesibilitas
penelitian dipilih secara insidentil informasi, aktivitas rekreasi, lingkungan
sampling. rumah, kesehatan, dan transportasi. Skor
Karakteristik demografis lansia (usia, yang lebih tinggi menunjukkan kualitas
jenis kelamin, riwayat penyakit) hidup yang lebih tinggi. Total skor
dikumpulkan melalui wawancara tatap masing-masing domain dikonversi
muka dengan kuesioner. Subyek menjadi 0-100 sesuai skor pada tabel
penelitian mampu berkomunikasi secara konversi skor QoL pada masing-maisng
lisan (kriteria inklusi). Kriteria eksklusi domain. Kualitas hidup disebut baik
adalah lansia dengan gangguan kognitif. apabila skor kualitas hidup secara umum
Pengukuran kualitas hidup menggunakan (pada seluruh domain) lebih dari 75%
kuesioner kualitas hidup WHOQOL- total skor atau skor lebih dari 75.
BREF versi Indonesia. WHOQOL-BREF Berdasarkan hasil penelitian Oktavianus
merupakan kuesioner versi singkat yang Ch. Salim dkk, secara keseluruhan
digunakan untuk mengukur kualitas hidup WHOQOL-BREF terbukti sebagai
dari WHOQOL-100. WHOQOL-BREF instrumen yang valid dan reliable untuk
terdiri dari 26 pertanyaan yang mencakup mengukur kualitas hidup pada lansia di
4 domain dan terbukti dapat digunakan Indonesia dimana hasil uji komponen
untuk mengukur kualitas hidup seseorang. pertanyaan pada masing-masing domain
Domain kualitas hidup yang diiukur menunjukkan distribusi skor hampir
adalah domain kesehatan fisik dievaluasi simetris dan tidak didapatkan efek floor
melalui tujuh indikator termasuk rasa atau ceiling. 8
sakit, ketergantungan pada bantuan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 3
Data dianalisis menggunakan SPSS pengobatan di RSUD Tugurejo
for window versi 15, uji independent Semarang. Dari 99 orang responden, 61
sample t-test dan one-way ANOVA (61,6 %) responden merupakan lansia
digunakan untuk membandingkan perempuan, dan 38 (38,4%) responden
perbedaan antara rata-rata skor kualitas merupakan lansia laki-laki. Sebagian
hidup lansia dengan jenis kelamin, status besar responden adalah kelompok lansia
pekerjaan, kategori usia, dan tingkat akhir (56-65 tahun) sejumlah 45 (45,9%)
pendidikan. lansia. Sebagian besar responden sudah
tidak bekerja. Sebagian besar tingkat
3. HASIL DAN PEMBAHASAN pendidikan responden adalah SMA yaitu
Hasil 42,4 %.
Populasi studi dalam penelitian ini
adalah pasien lansia yang melakukan
Tabel 1. Karakteristik responden
Variabel Kategori Frekuensi % P
Jenis kelamin Laki-laki 38 38,4 0,265
Perempuan 61 61,6
Umur Pra lansia 31 31,6 0,047
Lansia akhir 45 45,9
Manula 22 22,4
Status pekerjaan Kerja 34 34,3 0,006
Tidak bekerja 65 65,7
Tingkat pendidikan ≤ 9 tahun (s/d SMP) 28 28,3 0,048
> 9 tahun (SMA – 71 71,7
Perguruan Tinggi)
Sumber : Data Primer, 2018

Hasil wawancara Skor kualitas hidup (Physiological QoL), Domain 3 (Social


berdasarkan 4 domain kualitas hidup yaitu Relationship QoL), dan Domain 4
Domain 1 (Physical QoL), Domain 2 (Enviroment QoL) menunjukkan :
Tabel 2 Gambaran Skor Kualitas Hidup Lansia
Sikap Laki-Laki Perempuan Rata-rata

Kesehatan Fisik (7-35) 26,16 25,08 25,49


Sakit Fisik 3,13 2,98 3,04
Ketergantungan pada obat 4,32 3,89 4,05
Vitalitas 3,84 3,95 3,91
Mobilitas (pergaulan) 4,05 3,90 3,96
Tidur dan Istirahat 3,76 3,25 3,61
Aktivitas Harian 3,58 3,62 3,48
Kapasitas Kerja 3,47 3,49 3,44

Kesehatan Mental (6-30) 25,08 24,69 24,84


Perasaan positif 4,34 4,42 4,39
Keyakinan diri 4,53 4,58 4,56
Konsentrasi 4,08 3,98 4,03
Citra tubuh 4,03 4,03 4,04
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 4
Sikap Laki-Laki Perempuan Rata-rata
Self-esteem 3,76 3,60 3,67
Perasaan negatif 4,34 4,10 4,19

Hubungan Sosial (3-15) 11,74 11,41 11,54


Hubungan personal 3,74 3,67 3,70
Dukungan sosial keluarga 4,32 3,98 4,11
Dukungan sosial rekan 3,68 3,75 3,73

Kesehatan Lingkungan (8-40) 30,37 29,92 30,09


Keamanan 4,26 3,82 3,99
Lingkungan Fisik 3,97 4,18 4,10
Keuangan 3,79 3,59 3,67
Akses informasi 3,58 3,70 3,66
Waktu rekreasi 3,42 3,36 3,38
Lingkungan Rumah 4,03 3,92 3,96
Akses Yankes 3,66 3,72 3,70
Transportasi 3,66 3,62 3,64

Sumber : data primer, 2018

Rata-rata nilai kualitas hidup lansia laki-laki hidup yang diukur yaitu kesehatan fisik,
sedikit lebih baik dari kualitas hidup lansia kesehatan mental, kesehatan sosial dan
perempuan pada seluruh domain kualitas kesehatan lingkungan.
Tabel 3. Tabulasi silang Total Kualitas Hidup dan Faktor Sosial-demografi
Kualitas Hidup
Variabel Kategori Total
< Rata-Rata ≥ Rata-Rata
Jenis kelamin Laki-laki 16 (42,1%) 22 (57,9%) 38
Perempuan 30 (49,2%) 31 (50,8%) 61

Umur Pra lansia 9 (29,0%) 22 (71,0%) 31


Lansia akhir 24 (53,3%) 21 (46,7%) 45
Manula 13 (59,1%) 9 (40,9%) 22

Status pekerjaan Kerja 10 (29,4%) 24 (70,6%) 34


Tidak bekerja 36 (55,4%) 29 (44,6%) 65

Tingkat ≤ 9 tahun (s/d SMP) 16 (57,1%) 12 (42,9%) 28


pendidikan > 9 tahun (SMA – 40 (42,3%) 41(57,7%) 71
Perguruan Tinggi)
Sumber : Data Primer, 2018

Pembahasan Semarang merasakan tingkat kualitas hidup


Lansia memerlukan pelayanan / yang relatif tinggi/baik. Hal tersebut tampak
perawatan kesehatan yang memadai agar dari nilai rata-rata kualitas hidup yang
dapat menunjang tingkat kualitas hidup dan cukup tinggi pada seluruh domain yang
status kesehatan. Berdasarkan hasil diukur berdasarkan kuesioner WHOQOL-
penelitian Pasien lansia yang menjalani BREF. Hasil tersebut sesuai dengan
pengobatan rutin di RSUD Tugurejo penelitian yang dilakukan oleh Borneo

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 5
tahun 2017 yang menyatakan bahwa pasien lansia perempuan. Meskipun demikian,
lansia yang rutin melakukan rehabilitasi beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
medis khusus lansia cenderung memiliki berbeda. Hasil penelitian Ahangharan dkk.,
kualitas hidup yang baik.9 Hasil penelitian yang dilakukan pada 300 lansia di kota
Livia C dkk juga menunjukkan bahwa Teheran menunjukkan bahwa ada perbedaan
mayoritas (63,4%) lansia di pusat referensi tingkat kualitas hidup yang signifikan antara
Kota Belo Horizonte Brazil merasa jenis kelamin, laki-laki memiliki tingkat
memiliki kualitas hidup yang baik dan kualitas yang lebih baik daripada
mereka puas dengan kondisi kesehatan perempuan. Begitu pula dengan hasil
10
mereka. penelitian Farzianpour dkk yang dilakukan
Secara signifikan, tidak ada perbedaan pada 400 lansia di kota Marivan
rata-rata tingkat kualitas hidup antara lansia menunjukkan bahwa laki-laki memiliki skor
laki-laki dengan lansia perempuan, namun tinggi daripada perempuan.2
dari semua skor penilaian kualitas hidup Pertambahan usia dikaitkan dengan
pada masing-masing domain yang diukur peningkatan atau penurunan kualitas hidup,
lansia laki-laki cenderung memiliki skor pernyataan tersebut sesuai dengan hasil
yang lebih tinggi daripada lansia perempuan penelitian ini yang menunjukkan bahwa
perempuan. Pada domain kesehatan fisik terdapat perbedaan tingkat kualitas hidup
secara umum lansia laki-laki memiliki rata- antara pra lansia (46-55 tahun), lansia akhir
rata nilai yang lebih tinggi yaitu 26,16 (56-65 tahun) dan manula (>65 tahun). Hasil
sementara lansia perempuan 25,08. Pada tersebut sesuai dengan hasil penelitian
domain kesehatan mental lansia laki-laki Heydari et al yang menunjukkan bahwa ada
memiliki rata-rata nilai yang sedikit lebih hubungan yang signifikan antara kualitas
tinggi yaitu 25,08 sementara lansia hidup yang diperoleh SF-36 dengan usia (P
perempuan 24,69. Pada domain kesehatan = 0,01).11 Sementara itu hasil studi Khaje-
sosial lansia laki-laki memiliki rata-rata nilai Bishak, Y. Et al menunjukkan tidak ada
yang sedikit lebih tinggi yaitu 11,74 pengaruh antara kualitas hidup yang diukur
sementara lansia perempuan 11,41. Dan dengan WHOQOL-BREF dengan usia
pada domain kesehatan lingkungan lansia (P=0,612).2 Menurut tabulasi silang,
laki-laki juga memiliki rata-rata nilai yang proporsi lansia yang memiliki tingkat
sedikit lebih tinggi yaitu 30,37 sementara kualitas hidup lebih dari rata-rata lebih
lansia perempuan 29,92. Hasil tersebut banyak terdapat pada kelompok pra lansia
sesuai dengan hasil penelitian yang (71,0% dari 31 pra lansia), sementara
dilakukan oleh Khaje-Bishak dkk di Tabriz proporsi lansia yang memiliki tingkat
Iran pada 184 lansia yang menunjukkan kualitas hidup dibawah rata-rata lebih
bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan banyak terdapat pada kelompok lansia akhir
kualitas hidup antara lansia laki-laki dengan (53,3% dari 45 lansia akhir) dan manula

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 6
(59,1% dari 22 manula). Hasil tersebut dengan kualitas hidup pada lansia di
sesuai dengan hasil penelitian yang wilayah Puducherr.13 Berdasarkan tabulasi
dilakukan oleh wikananda pada 90 lansia di silang, proporsi tingkat kualitas hidup di
desam tampaksiring kualitas hidup yang atas rata-rata lebih banyak terdapat pada
kuran dan buruk umumnya terjadi pada lansia yang menjalani pendidikan > 9 tahun
lansia yang berusia >70 tahun (manula). 12
daripada lansia yang menjalani pendidikan ≤
Status pekerjaan berhubungan dengan 9 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kualitas hidup pada lansia. Umumnya lansia lansia yang menjalani pendidikan > 9 tahun
yang tidak bekerja cenderung memiliki memiliki tingkat kualitas hidup yang lebih
tingkat kualitas hidup yang lebih rendah baik.
dibandingkan dengan lansia yang bekerja. Keterbatasan utama dari penelitian ini
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat adalah ukuran sampel kecil peserta, tidak
perbedaan kualitas hidup yang signifikan dilakukan pemeriksaan kesehatan mental
antara lansia yang bekerja dengan lansia sebelum dilakukan pengukuran kualitas
yang tidak bekerja. Menurut tabulasi silang, hidup dan faktor-faktor yang berpengaruh
proporsi lansia dengan tingkat kualitas pada kualitas hidup yang diukur hanya pada
hidup di atas rata-rata lebih banyak terdapat faktor-faktor sosio-demografi. Meskipun
pada lansia yang bekerja (70,6% dari 34 demikian berdasarkan hasil penelitian ini,
lansia) dibanding pada lansia yang tidak dapat diperoleh gambaran bahwa lansia
bekerja (44,6% dari 65 lansia). Hasil yang rutin melakukan pengobatan ke Rumah
tersebut sesuai dengan hasil studi yang sakit cenderung memiliki kualitas hidup
dilakukan oleh Wikananda yang yang lebih baik.
menunjukkan bahwa sebagian besar lansia
yang memiliki kualitas hidup buruk dan 4. KESIMPULAN
kurang sudah tidak bekerja.12 Penelitian ini menunjukkan bahwa
Semakin tinggi tingkat pendidikan sebagian besar tingkat kualitas hidup pasien
maka kualitas hidup cenderung akan lansia di RSUD Tugurejo Semarang sudah
semakin baik.12 Hasil penelitian ini baik (rata-rata skor > 75% (75/100) nilai
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor kualitas hidup WHOQOL-BREF versi
kualitas hidup yang cukup signifikan antara Indonesia) di semua domain kualitas hidup
lansia yang menjalani pendidikan ≤9 tahun yang diukur. Meskipun demikian perlu
dengan lansia yang menjalani pendidikan > dilakukan studi lebih lanjut yang mengukur
9 tahun. Hasil tersebut sesuai dengan studi kualitas hidup tidak hanya pada lansia yang
yang dilakukan oleh Ganesh kumar S dkk rutin melakukan pengobatan di Rumah Sakit
pada lansia di Puducherry, India yang namun perlu diukur kualitas hidup pada
menunjukkan bahwa terdapat hubungan lansia di populasi dan kelompok yang lebih
yang signifikan antara tingkat pendidikan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 7
luas. Sehingga dapat ditemukan hasil yang (e-KP) Volume 5 Nomor 1, Februari
lebih bervariasi. 2017
8. Oktavianus Ch. Salim et al. Validitas
5. REFERENSI dan reliabilitas World Health
1. World Health Organization. The World Organization Quality of Life-BREF
Health Organization Quality of Life untuk mengukur kualitas hidup lanjut
assessment (WHOQOL): position paper usia. Universa Medicina 2007; 26: 27-
from the World Health Organization. 38
Soc Sci Med 2005; 41(10):1403–1409) 9. Setiawan, A. et al. Statistik Penduduk
2. Khaje-Bishak, Y. Et al. Assessing the Lanjut Usia Indonesia 2015. Badan
Quality of Life in Elderly People and Pusat Statistik 2015. Available
Related Factors in Tabriz, Iran. J Caring at:https://www.bps.go.id/publikasi/view
Sci. Dec; 3(4): 257–263. Published /4317
online 2014 Dec 1. doi: 10.5681/jcs. 10. Truchard E, Rochat E, et al.Factors
2014.028 associated with quality of life in elderly
3. Bowling A, et al. Quality of life among hospitalised patients undergoing
older people with poor functioning. The postacute rehabilitation: a crosssectional
influence of perceived control over life. analytical study in Switzerland. BMJ
Age Ageing. 2007 May;36(3):310-5.. Open 2017;7:e018600. doi:10.1136
4. Solomon R, Kirwin P, Van Ness PH, et /bmjopen-2017-018600
al. Trajectories of quality of life in older 11. Lívia C V M,Sônia M S, Patrícia A
persons with advanced illness. J Am B S.(2016). Quality of life and
Geriatr Soc 2010;58:837–43 associated factors in elderly people at a
5. Bornet M-A, et al. Factors associated Reference Center. Ciênc. saúde
with quality of life in elderly coletiva vol.21 no.11 Rio de Janeiro.
hospitalised patients undergoing Available at: http://dx.doi.org/10.1590/
postacute rehabilitation: a crosssectional 1413-812320152111.21352015.
analytical study in Switzerland. BMJ 12. Heydari J, Rouhani S, Mohammadpour
Open 2017;7:e018600. doi:10.1136/ RA. Aging populations‟ quality of life:
bmjopen-2017-018600 an emerging priority for public health
6. Anis Ika Nur Rohmah, et al. Kualitas system in Iran. Life Science Journal
Hidup Lanjut Usia. Jurnal Keperawatan 2012; 9 (4): 1304-09.
2012, Juli:120-132. 13. Wikananda G, Hubungan kualitas hidup
7. Trisnawati P. Samper, et al. Hubungan dan faktor resiko pada usia lanjutdi
Interaksi Sosial Dengan Kualitas Hidup wilayah kerja puskesmas tampaksiring I
Lansia Di Bplu Senja Cerah Provinsi Kabupaten Gianyar Bali 2015. Intisari
Sulawesi Utara . Journal Keperawatan Sains Medis 2017, Volume 8, Number

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 8
1: 41-49 P-ISSN: 2503-3638, E-ISSN: WHOQOL-BREF Among Elderly in
2089-9084 Urban Puducherry, India. Journal of
14. Ganesh Kumar S, et al. Quality of Life Clinical and Diagnostic Research. 2014
(QOL) and Its Associated Factors Using Jan, Vol-8(1): 54-5

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 9
PENGEMBANGAN MODEL BAHAN AJAR BIOMEDIK 3
BERVISI SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY)

Prof. Achmad Binadja Ph.D1), Yustien M. Manglapy S.K.M, M.Kes1) , Jaka Prasetyo M.Kes1)
1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang
email: achmad.binadja@dsn.dinus.ac.id; yusthin.manglapy@dsn.dinus.ac.id; jaka.prasetya@dsn.dinus.ac.id

Abstract
So far, the current instructional material for Biomedic 3 course was prepared following the existing
Competency Based Curriculum (CBC, for School of Health in Indonesia. In the existing CBC, the
students are expected to have the standard competency on enableing them to explain the concept and
principle of patophisiology and pharmacology, particulalry those related to human beings and their
lives. There is no requirements for the students to have the competency on relating the science
knowledge of health, learnt in the Biomedic 3 subject, with the environmental, Technological, as well
as the societal aspects as a unity or in an integrated process , As such the students tend to learn the
Biomedic 3 subject as the basic knowledge only. At the same time, the students will only acquire the
partial knowledge instead of the wholistic knowledge that combine some if not all possible
interrelationship of the science knowledge with its environmental, technological, as well as the
societal aspects that reflect the comprehensive competency. Without the comprehensive competency
we cannot expect the graduates to have the complete skills in implementing the knowledge in the real
life. SETS (Science, Environment, Technology, and Society) vision can provide students with the
expected competency when it is integrated accordingly in the learning process. Initiating a model of
Biomedic 3 instructional material that feature SETS vision and approach, proposed as a Modelling
process in this paper, is expected to achieve the higher order competency. As the consequence, it will
enable students, not only to understand but also to apply their knowledge in solving problems
relevant to the learnt knowledge, in a more comprehensive way.

Keywords: SETS vision, SETS approach, Instructional Model, Health Education, Health Literacy

1. PENDAHULUAN pembelajaran (instructional material) yang


Mata kuliah Biomedik 3 memberi dianggap sesuai. Melalui instrumen
kesempatan kepada peserta didik untuk evaluasi, mengacu pada RPKPS yang
mempelajari tentang prinsip-prinsip sama, selanjutnya hasil pembelajaran
patofisiologi serta farmakologi terkait diukur. Untuk mengetahui ketercapaian
dengan manusia serta kehidupan mereka. kompetensi oleh para peserta didik pada
Informasi ini dapat ditemukan dalam kompetensi tertentu, peserta didik atau
RPKPS (Rencana Program Kegiatan mahasiswa diberi alat evaluasi tertulis atau
Perkuliahan Semester) mata kuliah ini menggunakan sistem elektronik, dikenal
yang diterapkan sampai tahun ajaran 2017- dengan akronim CBT (Computer Based
1)
2018 . Kompetensi yang perlu dimiliki Test). Dalam praktek, CBT ini lebih
oleh peserta didik yang mengambil mata banyak mengandung soalan dalam bentuk
kuliah ini termuat di dalam Kompetensi pilihan berganda dibanding dengan soalan
Standard serta Kompetensi Dasar mata bentuk essay, menyesuaikan dengan
kuliah. Berdasarkan informasi yang kapasitas CBTnya. Hasil belajar peserta
diperoleh dari RPKPS tersebut, pengampu didik pada semester genap tahun ajaran
mata kuliah mengembangkan bahan 2017-2018 yang ditampilkan dalam

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 10
pengumuman UAS (Ujian Akhir pengembangan model bahan ajar bervisi
Semester) menunjukkan bahwa secara SETS untuk mata kuliah bidang kesehatan
rerata para peserta didik mencapai diawali pada bahan ajar Biomedik 3,
kompetensi minimal yang diharapkan sebagai tujuan dari studi awal.
dengan rerata skor 69,9; 71.6 dan 70,0
untuk tiga kelas (A; B; dan C) yang 2. METODE PENELITIAN
2,
diambil sebagai contoh di dalam studi ini Studi ini merupakan bentuk inisiasi
3. 4).
Rentang skor berkisar antara 61,2- pengembangan model bahan ajar bervisi
85,2;.61,8-85,8 dan 63,0-85,8.. untuk SETS. Dari sini diharapkan diperoleh
jumlah 37; 37, dan 33 peserta didik yang model bahan ajar yang dapat menuntun
mengikuti UAS dari tiga rombel peserta didik untuk memiliki kompetensi
(rombongan belajar). Rerata skor tersebut atau kemampuan menghubung kaitkan
terkategori baik dengan nilai angka B, antara sains, kesehatan, yang dipelajari
mengikut kompetensi yang ditetapkan. dengan aspek lingkungan, teknologi, serta
Akan tetapi bila ditinjau keberadaan masyarakat secara timbal balik (Binadja
kompetensi yang mengajak peserta didik 2008). Kompetensi ini diperlukan guna
untuk lebih berpikir komprehensif, membiasakan peserta didik untuk selalu
5)
inovatif, kritis dan kreatif bervisi SETS berpikir dan bertindak secara
hal ini belum tergambarkan. Visi SETS komprehensif. Dari sini peserta didik
bila diterapkan dalam pembelajaran diajak memikirkan tentang keterhubungan
memberi peluang kepada peserta didik sains yang dipelajari dengan unsur
untuk memiliki kompetensi menghubung lingkungan, teknologi, serta masyarakat,
kaitkan sains yang dipelajari dengan khususnya peluang pengembang-an
teknologi terkait sains tersebut serta teknologi berbasis sains yang dipelajari.
implikasinya pada lingkungan serta Hal ini merupakan upaya kreatif dan
masyarakat, sebagai bentuk kesatuan inovatif yang perlu selalu dihidupkan di
6)
secara timbal balik (Binadja 2016 ). dalam pemikiran peserta didik.
Penelitian yang telah dilaksanakan oleh Kawasan kinerja yang difokusi
Sarwi dkk7), Rusilowati dkk8), Rusilowati dalam studi ini adalah perolehan model
9) 10)
dkk , Mulyani, SES dkk , Surpiyadi produk bahan ajar, relevan dengan upaya
11)
dkk , mendukung hal tersebut serta pembangunan kompetensi bervisi SETS,
meningkatkan pemahaman konsep yang yang perlu dilaksanakan secara terus
dipelajari. Karena itu, dapat diharapkan menerus dan berkelanjutan.
kompetensi menghubung kaitkan unsur Untuk keperluan tersebut digunakan
SETS itu juga dapat diperoleh di bidang pedoman pengembangan bahan ajar yang
kesehatan. Atas dasar itu, srudi ini dapat mengarahkan pengembangan bahan
menawarkan bentuk inisiasi ajar bervisi SETS. Di samping itu

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 11
digunakan rujukan materi sains kesehatan, mengembangkan kompetensi bervisi
sumber informasi lingkungan terkait sains SETS. Elemen yang diharapkan ada dalam
yang dibahas, . info teknologi berbasis bahan ajar bervisi SETS ditampilkan pada
sainsnya, serta implikasi sains serta Tabel 1.
teknologi tersebut pada masyarakat Variabel Kecukupan (data continum, skala
(Binadja 2008). Kegiatan inisiasi ini ratio) ditandai dengan seberapa lengkap
dilakukan di Fakultas Kesehatan informasi terkait dengan keberadaan
Universitas Dian Nuswantoro, di elemen/unsur bahan ajar bervisi SETS, dalam
Semarang. Data yang dikumpulkan bentuk porsi (jumlah terukur dari total bagian
mengenai Kualitas Penerapan Visi SETS yang diukur).
dalam pembelajaran. Tabel 2. Instrumen Penilaian Kecukupan
Elemen SETS Dalam Bahan Ajar
Tabel 1. Instrumen Tinjauan Keberadaan
Serta Cara Penilaiannya.
Elemen SETS Dalam Bahan Ajar
No Elemen Bahan Ajar SETS Bobot*)
Serta Bobot Penilaiannya. 1 Sains 0-51)
*)
No Elemen Bahan Ajar SETS Bobot 2 Lingkungan terkait sainsnya 0-51)
1 Sains 0/1 3 Teknologi terkait sainsnya 0-51)
2 Lingkungan terkait sainsnya 0/1 4 Manfaat sains bagi masya-rakat 0-51)
3 Teknologi terkait sainsnya 0/1 5 Hubungan timbal balik anta ra 0-102)
4 Manfaat sains bagi masyarakat 0/1 sains dan lingkungan terkait
5 Hubungan timbal balik antara 0/1 6 Hubungan timbal balik antara 0-102)
sains dan lingkungan terkait sains dan teknologi terkait
6 Hubungan timbal balik antara 0/1 7 Hubungan timbal balik antara 0-102)
sains dan teknologi terkait sains dan masyaakat terkait
7 Hubungan timbal balik antara 0/1 8 Hubungan timbal balik antara 0-102)
sains dan masyaakat terkait lingkungan dan teknologi terkait
8 Hubungan timbal balik antara 0/1 9 Hubungan timbal balik antara 0-102)
lingkungan dan teknologi terkait lingkungan dan masyarakat terkait
9 Hubungan timbal balik antara 0/1 10 Hubungan timbal balik antara 0-102)
lingkungan dan masyarakat teknologi dan masyarakat terkait
terkait
Catatan:
10 Hubungan timbal balik antara 0/1
teknologi dan masyarakat terkait 1) Skor 0 bila tidak ada dan 5 bila sangat
Catatan: mencukupi,
Skor 0 (nol) bila elemen tidak ada dan 2) Skor 0 bila tidak ada dan 10 bila sangat
1(satu) bila ditemukan dalam bahan ajar mencukupi.
yang direview. *) Total skor terendah = 0 dan maksimal
80.

Kualitas Penerapan Visi SETS


Semakin tinggi jenjang pendidikan
tersebut ditandai dengan kesesuaian dan
saat dilakukan pengukuran variabel
kecukupan antara Model bahan ajar yang
kecukupan, semakin tinggi persyaratan
dikembangkan di kompetensi bervisi
kompetensi ditetapkan. Di dalam bahan
SETS subjek Biomedik 3 untuk
ajar, hal ini dinyatakan sebagai kedalaman
pembelajaran. Variabel kesesuaian (data
bahasan yang dilakukan pada unsur bahan
diskrit, skala nominal) ditandai dengan
ajar tersebut. Kecukupan bahan ajar diukur
keberadaan elemen bahan ajar yang
seharusnya ada dalam konteks SETS, guna

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 12
dengan mengikuti pola seperti dalam penyakit ginjal. Berdasarkan RPKPS yang
Tabel 2. sama indikator pencapaian kompetensi
Kualitas Penerapan Visi SETS menghendaki mahasiswa mampu
(skala ordinal/interval) dalam bahan ajar memahami patologi, mekanisme kerja
yang diteliti merupakan kombinasi skor ginjal dan penanganan penyakit ginjal.
yang diperoleh dari variabel Kesesuaian Atas dasar kompetensi serta indikator
dan Kecukupan. Secara berurutan dari pencapaian kompetensi tersebut, pokok
kualitas penerapan Visi SETS terendah bahasan yang dikembangkan untuk
hingga tertinggi dapat diukur pembelajaran meliputi:
menggunakan instrumen seperti yang a. Patologi Ginjal
diungkap serta dirujuk ke Tabel 3. b. Terapi Gagal Ginjal Kronis
Tabel 3 Skala Penilaian Kesesuaian dan c. Terapi Gagal Ginjal Akut
Kecukupan Penerapan Visi SETS
Tinjauan Keberadaan Elemen SETS
Di Bahan Ajar
Kualitas Penerapan Dengan menggunakan instrumen
KSS*) KCK*)
Visi SETS
Sangat Kurang 0-2 0-16 pada Tabel 1 diperoleh data keberadaan
Kurang Sesuai | Cukup 3-4 17-32 elemen SETS dalam bahan ajar
Agak Sesuai | Mencukupi 5-6 33-48
Sesuai | Cukup 7-8 49-64 sebagaimana termuat di dalam Tabel 4
Sangat Sesuai | Cukup 9-10 65-80 a. Sains. Secara umum, ketiga butir
KSS*) : Rentang skor Kesesuaian
KCK*) : Rentang skor Kecukupan pokok bahasan di atas merupakan
sains dari patofisiologi dan terapi
Data kesesuaian dan kecukupan yang penyakit ginjal, dalam konteks SETS.
diperoleh dipakai untuk menentukan Tabel 4. Hasil Tinjauan Keberadaan Elemen
kualitas penerapan visi SETS di dalam SETS Dalam Bahan Ajar Serta Penilaiannya
No Elemen Bahan Ajar SETS Bobot *)
pembelajaran atau buku ajar dengan 1 Sains 1
memplotkan pada Tabel 3. Mengingat 2 Lingkungan terkait sainsnya 1
3 Teknologi terkait sainsnya 1
keterbatasan waktu penyiapan artikel ini 4 Manfaat sains bagi masyarakat 1
5 Hubungan timbal balik antara 0/1
analisis tidak dilakukan untuk menetapkan
sains dan lingkungan terkait
kualitas bahan ajar dari sisi keterbacaan, 6 Hubungan timbal balik antara 1
sains dan teknologi terkait
typografi, indentasi, dan sejenisya terkait 7 Hubungan timbal balik antara 1
dengan produk cetak. sains dan masyarakat terkait
8 Hubungan timbal balik antara 1
lingkungan dan teknologi terkait
9 Hubungan timbal balik antara 1
3. HASIL DAN PEMBAHASAN lingkungan dan masyarakat
Model bahan ajar yang terkait
10 Hubungan timbal balik antara 1
dikembangkan berupa modul Biomedik 3. teknologi dan masyarakat terkait
Berdasarkan RPKPS tersedia, pada waktu
itu12), Kompetensi dasar yang dipilih Di dalam Patologi Ginjal

menyangkut Patofisiologi dan terapi termuat informasi tentang anatomi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 13
ginjal serta mekanisme kerja ginjal pengobatan kimia maupun non kimia.
secara normal. Guna memperutuh Pengobatan menggunakan antibiotika
informasi sainsnya, di dalam bahan atau herbal merupakan contoh terapi
ajar ini disertakan juga informasi kimia untuk kelainan ginjal karena
serta ilustrasi yang mencerminkan infeksi atau sebab lain yang
sistem perkemihan sampai uretra diperkenalkan di dalam bahan ajar,
(kandung kemih). yang dikembangkan sebagai model
b. Lingkungan terkait sainsnya dapat ini. Di samping itu digunakan juga
diidentifikasi dari pembahasan cara pengobatan untuk
menyangkut kelainan serta kondisi memperbanyak urinasi menggunakan
yang disebut dengan kondisi bahan kimia yang disebut sebagai
patologis ginjal. Pada pembahasan diuretika seperti furosemida maupun
berbagai penyebab penyakit ginjal bahan kimia lain seperti alopurinol,
hingga kondisi yang disebut gagal untuk meluruhkan endapan asam urat
ginjal, bersifat kronis maupun akut. dalam ginjal. Penggunaan bahan
Di situ penyajian sains disampaikan kimia di atas dengan besaran dosis
secara ringkas namun relatif dibahas sesuai dengan kebutuhan
mencakupi bahan ajar yang pengobatan serta kombinasi
memungkinkan peserta didik komplikasi yang terjadi terkait
memperoleh informasi tentang dengan penyakit gagal ginjal yang
lingkungan (segala sesuatu di luar dialami oleh pasien atau penderita
sistem urinasi normal) seperti gangguan ginjal. Di antaranya
(miro)organisme atau substansi lain, gangguan ginjal yang terkomplikasi
sebagai penyebab kondisi patologis dengan penyakit jantung, liver,
yang menyebabkan seseorang hipertensi, diabetes, atau karena
mengalami gangguan ginjal hingga odema. Di dalam konteks SETS,
kondisi yang disebut gagal ginjal. pengobatan dengan menggunakan
Sebaliknya, perolehan obat, bahan bahan kimia sebenarnya juga
obat alami termasuk herbal menandai merupakan bagian dari bentuk
keberadaan elemen lingkungan yang teknologi (pengobatan). Di sini,
memberi pengaruh pada terapi gagal teknologi yang terlibat adalah
ginjal (sains). produksi bahan obat aktif serta
c. Teknologi terkait sainsnya, dapat preparat (sediaan) obat, seperti dalam
dilihat pada terapi gagal ginjal kronis bentuk tablet, kapsul, obat untuk
maupun akut. Di situ dibahas tentang diminum, obat injeksi, dan
cara-cara yang telah dikenal dalam seterusnya. Penggunaan obat herbal
pengobatan gangguan ginjal melalui yang diseduh secara terukur, walau

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 14
kandungan aktif herbal tersebut teknologi fisika sederhana untuk
merupakan kombinasi bahan kimia mengeluarkan air seni ketika di dalam
juga merupakan bentuk teknologi ginjal maupun saluran kencing terjadi
pengobatan. Di situ, perolehan bahan penyumbatan benda padat seperti
obat aktifnya menggunakan teknologi batu ginjal atau pembengkakan,
sederhana, menggunakan cara seperti karena infeksi, yang
maserasi (penyeduhan serta menyumbat atau menghambat
pengekstraksian) kandungan bahan kelancaran sistem perkemihan.
obat aktif menggunakan pelarut air. Teknologi fisika yang juga
Selanjutnya, sediaan obat yang dimanfaatkan untuk memperlancara
dipakai adalah bentuk seduhan untuk sistem perkemihan adalah teknologi
diminum. Dalam hal ekstraksi obat penghancuran batu ginjal atau di
dalam bentuk cair diolah lebih lanjut kandung kemih (uretra). Di sini
menjadi bentuk kering, diperlukan proses yang berlangsung adalah
teknologi pengeringan, yang sesuai penembakan batu ginjal
dengan kondisi bahan obatnya. Dari menggunakan tenaga getar yang
tahap ini selanjutnya diterapkan diperkuat frekuensi getarnya hingga
teknologi penyediaan obat dalam mampu memecah serta memperkecil
bentuk kapsul, tablet atau yang lain ukuran batu sehingga memungkinkan
hingga diperoleh bentuk sediaan lain pecahan atau remukan batu melewati
yang dikehendaki, termasuk packing saluran dalam sistem urinasinya.
akhir yang tampak oleh.pengguna d. Manfaat sains bagi masyarakat.
akhir, dalam kemasan blister, atau Kemanfaatan sains bagi masyarakat
dalam botol yang dimasukkan kotak dapat diidentifikasi pada penjelasan
kartun. Jelaslah bahwa teknologi tetap tentang pengetahuan patologi serta
diperlukan dan ikut terlibat untuk terapi ginjal serta sistem urinaria
menghasilkan produk yang secara keseluruhan
dibutuhkan / digunakan oleh Informasi tentang pengetahuan
masyarakat. tersebut dapat membuka wawasan
Tak hanya teknologi produk orang awam maupun ilmuwan
bahan kimia serta sediaannya, di termasuk penderita gangguan ginjal
dalam pengobatan gangguan ginjal tentang cara mengatasi permasalahan
serta sistem urinasi secara terkait gangguan ginjal yang bersifat
keseluruhan, teknologi fisika juga spesifik maupun umum.
ditemukan pada pengatasan masalah e. Hubungan timbal balik antara sains
gangguan sistem urinasi. Kateterisai dan lingkungan terkait. Keberadaan
merupakan salah satu bentuk hubungan timbal balik antara sains

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 15
dan lingkungan ini tergambar dari lebih baik oleh para ilmuwan
penjelasan tentang makna patologi menggunakan bahasa yang lebih
ginjal, peran faktor penyebab patologi dapat dipahami oleh masyarakat di
ginjal, baik itu karena organisme jenjang berbeda.
maupun non organisme serta cara- h. Hubungan timbal balik antara
cara mengatasinya. Di situ dapat lingkungan dan teknologi terkait.
diperoleh informasi tentang Hal ini dapat diketahui dari gambaran
pengontrolan penyebab gagal ginjal. tentang peran pasokan bahan baku
Pada saat yang sama info tentang obat alami maupun sintetis untuk
kegunaan dari berbagai obat, alami penyembuhan atau setidaknya
maupun sintetik memacu produsen perbaikan kondisi penderita gagal
bahan baku pengobatan alami ginjal. Jangan lupa bahwa bahan
maupun sintetis untuk pengatasan produk teknologi fisika juga berasala
agal ginjal untuk selalu menyediakan dari lingkungan. Baik buruknya
secara mencukupi ketersediaan obat produk teknologi yang dihasilkan
maupun alat bantu sangat ditentukan oleh kualitas
f. Hubungan timbal balik antara sains sumber bahan pendukung dari
dan teknologi terkait. Penjelas lingkungan.
tentang ini dapat dilihat pada i. Hubungan timbal balik antara
pembahasan teknologi yang lingkungan dan masyarakat terkait.
penerapannya ditentukan oleh kondisi Masyarakat merupakan penilai serta
patologi ginjalnya secara spesifik. penentu atas akibat yang ditentukan
Jadi sains patologi ginjal menuntun oleh keberadaan lingkungan yang
ke arah digunakannya teknologi mengakibatkan kondisi patologi
kimia atau fisika untuk ginjal. Masyarakat ilmiah berusaha
mengembalikan ginjal ke keadaan merekam hal terkait hubungan sebab
yang lebih baik, maksimum normal. akibat antara lingkungan dan kondisi
g. Hubungan timbal balik antara sains patologi penderita gagal ginjal.
dan masyaakat terkait. Penjelas Penderita gagal ginjal menyampaikan
tentang hal ini dapat diinfer dari penderitaan yang dialami kepada
pernyataan kemanfaatan maupun pihak lain atau diri sendiri untuk
kerugian yang diterima atau dialami dipakai sebagai dasar perbaikan
masyarakat sebagai akibat dari lingkungan agar sumber infeksi
pengetahuan yang diperoleh tentang penyakit ginjal termusnahkan atau
patologi ginjal. Selanjutnya berkurang. Di samping itu sumber
pengelaman tersebut dipakai sebagai bahan untuk keperluan pengobatan
dasar untuk menyampaikan literasi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 16
gangguan ginjal dapat diperoleh SETS tersebut menggunakan Tabel 3, kita
secara lebih mudah. dapat melihat Kualitas Penerapan Visi
j. Hubungan timbal balik antara SETS dalam muatan Bahan Ajar. Dengan
teknologi dan masyarakat terkait. mengikuti kategori hasil penilaian pada
Informasi tentang kepuasan atau Tabel 3 diperoleh hasil bahwa untuk
ketidak puasan masyarakat pada Kesesuaian penerapan visi SETS termasuk
penggunaan teknologi yang ditujukan kategori sangat sesuai, sementara untuk
untuk mengatasi masalah patologi kecukupan penerapan visi SETS di dalam
ginjal merupakan penjelas tentang bahan ajar termasuk dalam kategori sangat
keberadaan hubungan timbal balik mencukupi, walaupun belum sempurna. Di
yang dimaksud di dalam butir ini. dalam proses penilaian kualitas telah
Dari sana upaya peningkatan dimasukkan unsur tinjauan pada
teknologi serta produknya akan proporsionalitas dari informasi yang
dilakukan untuk memperbaiki kondisi diperlukan untuk memperjelas sajian
masyarakat yang memperoleh informasi terkait topik untuk mencapai
perlakuan menggunakan teknologi kompetensi yang diharapkan, dengan
yang digunakan. melibatkan visi SETS di dalamnya. Di
Kecukupan Elemen SETS dalam analisis isi dilibatkan juga tinjauan
Data terkait dengan kecukupan pada keberadaan ilustrasi, sebagai bahan
elemen SETS, ditinjau dari jenjang pendukung sajian agar peserta didik
pendidikan yang diikuti oleh para peserta memperoleh pemahaman lebih baik terkait
didik pengambil mata kuliah Biomedik 3 pesan atau isi di dalam sajian bahan
dapat dilihat pada Tabel 5. Skor masing- ajarnya.
masing elemen dalam tabel 5 menunjukan Tabel 5. Tinjauan Kecukupan Elemen SETS
Dalam Bahan Ajar Serta Hasil Penilaiannya
bahwa informasi di dalam bahan ajar
No Elemen Bahan Ajar SETS Bobot*)
tersedia telah sampai pada tataran 1 Sains 5
2 Lingkungan terkait sainsnya 5
mencukupi, bahkan skor kecukupan itu 3 Teknologi terkait sainsnya 5
telah melebihi sekedar cukup. 4 Manfaat sains bagi masya-rakat 5
5 Hubungan timbal balik anta ra
Dari Tabel 4 dan 5 dapat kita ketahui 8
sains dan lingkungan terkait
6 Hubungan timbal balik antara
total skor yang diperoleh untuk masing- 8
sains dan teknologi terkait
masing variabel kesesuaian serta 7 Hubungan timbal balik antara
8
sains dan masyaakat terkait
kecukupan. Untuk kesesuaian penerapan 8 Hubungan timbal balik antara
8
visi SETS (KSS) diperoleh skor 10 lingkungan dan teknologi terkait
9 Hubungan timbal balik antara
sementara untuk kecukupan (KCK) lingkungan dan masyarakat 8
terkait
diperoleh total skor 68. Dengan crossing 10 Hubungan timbal balik antara
8
data skor total yang diperoleh untuk teknologi dan masyarakat terkait
Total skor 68
tinjauan kesesuaian dan kecukupan visi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 17
Untuk contoh ilustrasi yang nyata Berdasarkan simpulan serta proses
diguanakan dalam merepresentasikan penelaahan serta penilaian Model bahan
pelibatan visi SETS di dalam ajar yang dikembangkan, peneliti
pembelajaran dimaksudkan untuk menyarankan sejumalah hal berikut: 1.
membantu memberi pelengkap informasi Megembangkan serta menggunakan bahan
atas penjelasana secara tekstual. Gambar- ajar dengan model bervisi SETS untuk
gambar yang disertakan di dalam bahan memberi peluang pembelajaran Patologi
ajar tersebut merujuk ke sumber-sumebr dan Pengatasan Penyakit Ginjal agar
relevan yang juga dianjurkan untuk peserta didik memperoleh kompetesi
diakses secara langsung oleh peserta didik berpikir kritis, kreatif, dan inovatif dengan
dalam upaya lebih mendalami kandungan visi SETS; 2. Membandingkan Model
informasi maupun untuk memperoleh Bahan ajar yang dikembangkan (dapat
wawasan lebih luas. Dengan demikian diperoleh dengan menghubungi tim
peserta didik akan lebih terbantu dalam peneliti) dengan bahan ajar sejenis. Hal ini
mencapai kompetensi yang diharapakan diperlukan guna memperoleh masukan
untuk mereka miliki. Gambar-gambar tentang kelebihan maupun kekurangannya,
tersebut memberi peluang kepada peserta oleh pihak lain, sehingga dapat
didik untuk belajar lebih baik dengan dikembangkan bahan ajar relevan bervisi
menggunakan bahan ajar yang tersedia. SETS yang lebih baik; 3. Bagi mereka
yang berminat mengembangkan bahan ajar
4. KESIMPULAN bervisi SETS, dapat menggunakan
Dari hasil penelitian serta Instrumen Tinjauan maupun penilaian
pembahasan yang telah diungkap di atas Bahan ajar dalam Tabel 1-3 sebagai titik
dapat ditarik sejumlah kesimpulan berikut: tolak keberangkatan pemikiran agar dapat
1. Telah diperoleh Model bahan ajar direncanakan keberadaan butir-butir yang
bervisi SETS untuk Patofisiologi dan diharapkan untuk diidentifikasi; 4.
Pengobatan Penyakit Ginjal; 2. Bahan ajar Kesesuaian dan kecukupan produk
yang ditelaah, memenuhi syarat pengembangannya hendaknya tetap
kesesuaian serta kecukupan penerapan visi mengacu pada sumber saintifik yang dapat
SETS di dalam kegiatan belajar yang dipertanggungjawabkan.
dituangkan dalam bahan ajarnya; 3.
Kesesuaian serta kecukupan penerapan 5. REFERENSI
dalam bahan ajar yang ditelaah termasuk 1. Prasetya, Jaka (2015). Rencana
dalam kriteria Sangat Sesuai dan Sangat Program Kegiatan Perkuliahan
mencukupi. Namun demikian perlu diingat Semester. Mata Kuliah Biomedik 3.
bahwa Bahan ajar ini perlu diuji cobakan Revisi 1. FKES, UDINUS.
untuk keperluan proses pembelajaran

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 18
2. Universitas Dian Nuswantoro. Nilai dengan Model Bertukar Pasangan
Ujian Akhir Semester Genap Tahun Bervisi SETS untuk Menumbuhkan
Akademik 2017-2018, Mata Kuliah Kemampuan Berpikir Kritis Siswa..
Biomedik 3, FKES, Program Studi Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia Vol.
Kesehatan Masysrakat, Kelompok 7, Hal 115-120.
D11.Kelas A. 8. Rusilowati A, A Binadja, SES Mulyani
3. Universitas Dian Nuswantoro. Nilai (2012). Mitigasi Bencana Alam
Ujian Akhir Semester Genap Tahun Berbasis Pembelajaran Bervisi Science
Akademik 2017-2018, Mata Kuliah Environment Technology and Society.
Biomedik 3, FKES, Program Studi Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol
Kesehatan Masysrakat, Kelompok D11. 8 No. 1
Kelas B 9. Rusilowati, S Supriyadi, A
4. Universitas Dian Nuswantoro. Nilai Widiyatmoko (2015). Pembelajaran
Ujian Akhir Semester Genap Tahun Kebencanaan Alam Bervisi SETS
Akademik 2017-2018, Mata Kuliah Terintegrasi dalam Mata Pelajaran
Biomedik 3, FKES, Program Studi Fisika Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal
Kesehatan Masysrakat, Kelompok D11. Pendidikan Fisika Indonesia 11 (1), 42-
Kelas C. 48.
5. Binadja, A. Dan S. Petersen (2017). 10. Mulyani, SES. A. Rusilowati, B
Front-Wheel-Driven Bike, Improving Supriyadi (2012). Mitigasi Bencana
Endurance, Strength, And Motivation Alam Berbasis Pembelajaran Bervisi
For Bicycling. Paper accepted and Science Environment Technology And

presented in the 4th International Society, JPFI 8 (1), 51-60.

Conference on Physical Education, 11. Supriyadi, S Amaliya, A Rusilowati.

Sport, and Health (ISMINA). April 12, 2011. Penerapan Physics

2017. Laboratory of “Prof. Soegijono”, Communication Games Dengan

Faculty of Sports Science, UNNES, Pendekatan SETS Untuk Mening katkan

Semarang, Indonesia Pemahaman Kebencanaan dan Minat

6. Binadja, Achmad (2008). Pedoman Belajar Sains Fisika Siswa SMP, Jurnal

Pengembangan Bahan Ajar Bervisi Pendidikan Fisika Indonesia 11 (7)

SETS (Science, Environment, 12. Binadja, A, Yustin M., Jaka P (2018).

Technology, and Society). Laboratorium Modul Bahan Ajar Biomedik 3,

SETS UNNES. 2008. Program Studi Kesehatan Masyarakat,

7. Sarwi, S Masfuah, A Rusilowati.(2011). Fakultas Kesehatan, UDINUS.

Pembelajaran Kebencanaan Alam

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 19
KORELASI STATUS ANEMIA (KADAR HB), KADAR SENG, KOINFEKSI,
STRESS FISIK/MENTAL DAN ASUPAN MAKANAN DENGAN KEJADIAN
REAKSI KUSTA, SERTA PERBEDAAN KADAR SENG SETELAH
SUPLEMENTASI SENG SULFAT 40 MG/HR SELAMA 12 MINGGU
PADA PENDERITA KUSTA MULTI BASILER

Joko Kurnianto1), Hertanto WS, Prasetyowati2), Suharyo HS2)


1
Post Graduate Diponegoro University
2
Departemen of Medicine Diponegoro University

Abstract
Latarbelakang : Terdapat faktor risiko yang mendukung terjadinya reaksi kusta seperti : penyakit
penyerta/koinfeksi, kehamilan, nifas, pasca imunisasi, pembedahan, stress, Anemia, termasuk
hipozincemia. Tujuan : Mendeskripsikan faktor risiko kejadian reaksi Kusta serta pengaruh
suplementasi Seng sulfat dosis 40 mg/hr selama 12 minggu terhadap kadar Seng serum pada
penderita Kusta tipe MB. Metode : Merupakan penelitian analitik dengan pendekatan randomized
control group pre and post test design, populasi adalah penderita tipe MB sejumlah 214 pasien,
sampel diambil secara random sebanyak 73 penderita dari 121 penderita Kusta tipe MB yang tidak
mengalami reaksi. Dilakukan pengukuran IMT, Asupan makanan dengan metode re-call, Kadar Hb
menggunakan Sysmex KX-2 (Hematology Analizer), Kadar Seng serum menggunakan metode Atomic
Absorbtion spectrofotometry (AAS). Analisa data menggunakan uji korelasi chi-square dan uji t. Hasil
: Suplementasi Seng sulfat dosis 40 mg/hr selama 12 minggu pada penderita Kusta tipe MB secara
signifikan mempertahankan kadar seng pada kelompok perlakuan dibanding pada kelompok kontrol,
(p:0,003), secara klinis tidak terdapat pengaruh pemberian suplementasi Seng dengan kejadian reaksi
kusta akan tetapi terdapat perbedaan derajat reaksi kusta, dan faktor risiko Anemia, Stress fisik/mental
dan Asupan makanan berhubungan dengan kejadian reaksi kusta (p:<0,05 ). Keterbatasan :
Pemeriksaan kadar seng menggunakan serum darah penderita, faktor risiko kejadian reaksi lain tidak
diteliti. Simpulan : Suplementasi Seng sulfat dosis 40 mg/hr selama 12 minggu pada penderita Kusta
tipe MB mampu mempertahankan kadar Seng, dan faktor risiko Anemia, Stress fisik/mental dan
Asupan makanan berhubungan dengan kejadian reaksi kusta.

Keywords: Status Anemia, Suplemantasi Seng, Kusta tipe MB

1. LATAR BELAKANG tipe 2 di dunia cukup tinggi, berdasarkan


Kusta merupakan penyakit kronis kajian di beberapa negara antara lain :
yang disebabkan oleh infeksi bakteri Indonesia, Brazil, Nepal, Banglades dan
Mycobacterium leprae.1 Penyakit ini India jumlah kasus kusta berkisar antara
menjadi penyebab utama deformitas dan 16-56%, untuk reaksi kusta tipe 1 pada
disabilitas diantara penyakit menular kisaran 20-60%, sedangkan reaksi kusta
lainnya yang menimbulkan stigma, tipe 2 (ENL) sekitar 19-37%.(5–9) Angka
gangguan psikosial dan ekonomi.2,3 kecacatan akibat kusta berkisar antara 20-
World Health Organization (WHO) 30% dari kasus baru, dan sebagian
pada tahun 2010 melaporkan bahwa Asia diantaranya memerlukan penanganan
Tenggara merupakan daerah dengan rehabilitasi. Angka kecacatan tingkat 2
tingkat prevalensi tertinggi yaitu 120,456 penderita kusta di Indonesia pada tahun
4
kasus tiap 10.000 populasi. Angka 2015 sebesar 10,07%, di Jawa Tengah
kejadian reaksi kusta baik tipe 1 maupun untuk tahun yang sama proporsi cacat

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 20
tingkat 2 sebesar 8,1%. Angka kecacatan untuk pertumbuhan organ timus dan
penderita kusta di Kabupaten Tegal jaringan limfoid, yang berperan sebagai
selama lima tahun terakhir cenderung organ tempat diferensiasi dan maturasi
meningkat, berturut-turut dari tahun tahun sel-sel yang terlibat dalam imunitas
2011 sebesar 8,12%, tahun 2012 sebesar seluler(16). Oleh karena itu menilai status
7,3%, tahun 2013 sebesar 10,7% dan seng dengan memberikan suplementasi
tahun 2014 sebesar 10,2%, dan tahun dapat meningkatkan status gizi dan
2015 sebanyak 12%.(10–12) memperbaiki stres oksidatif yang dapat
Kusta merupakan masalah kesehatan menjadi strategi efektif untuk pengobatan
masyarakat pada negara berkembang dan dan pengendalian kusta.(17)
sering dihubungkan dengan kemiskinan Penurunan sistem kebal tubuh serta
serta sering dikaitkan dengan kekurangan meningkatnya kejadian infeksi kusta
gizi.(13,14) Status gizi kurang dapat dapat diakibatkan oleh rendahnya kadar
disebabkan oleh asupan makanan yang zinc dalam tubuh. Zinc mampu berperan
tidak memadai baik dalam kuantitas didalam meningkatkan respon tanggap
maupun kualitas pangan. Individu dengan kebal secara nonspesifik maupun spesifik.
kusta lebih sering mengonsumsi sayur Sel makrofag yang berperan di dalam
dan jarang mengkonsumsi protein sistem tanggap kebal akan mengalami
hewani. Sebagian besar sayur bukan kendala dalam membunuh agen infeksi
merupakan sumber zinc yang baik karena intraseluler, menurunnya produksi sitokin
adanya phytate. Zat ini akan mengikat dan kendala dalam proses fagositosis.
zinc sehingga zinc tidak bisa diabsorpsi Respon imun yang terganggu
oleh saluran cerna. Diet rendah protein menyebabkan terjadinya perubahan
dan kaya phytate berperan pada tingginya resistensi terhadap infeksi. Oleh karena
prevalensi defisiensi zinc di negara itu, kecukupan mineral zinc perlu
berkembang.(15) Defisiensi zinc mendapat perhatian mengingat perannya
menyebabkan menurunnya imunitas didalam meningkatkan sistem kebal tubuh
berupa kegagalan sel makrofag dalam dan pengaruhnya terhadap kejadian
proses fagositosis dan menurunnya infeksi.
kemampuan sel-T untuk diferensiasi dan Saat ini belum banyak literatur
proliferasi. tentang faktor risiko Reaksi Kusta
Beberapa studi pada percobaan seperti: Status Gizi (Indeks Massa Tubuh
binatang dan pengamatan klinis pada (IMT), Status anemia/Kadar Hb, Kadar
manusia, keadaan nutrisi berperan pada Zinc), Koinfeksi, Stress Fisik/mental dan
perjalanan dan perkembangan penyakit Asupan makanan pada penderita Kusta
kusta dan diantara elemen nutrisi tersebut, MB. Penelitian ini bertujuan
zinc merupakan trace elemen terpenting mendeskripsikan beberapa faktor risiko

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 21
reaksi kusta seperti Indeks Massa Tubuh released from treatment (RFT). Penelitian
(IMT), Kadar Haemoglobin, Kadar Zinc, mendapat ijin dari Komite Etik Penelitian
Riyawat Koinfeksi, Stress fisik/mental Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran
dan Riwayat Asupan makanan, serta Universitas Diponegoro.
menganalisis perbedaan kadar zinc serum Subjek penelitian dipilih secara
setelah suplementasi Seng pada pasien random dengan kelompok kasus adalah
kusta tipe MB. Penelitian ini diharapkan penderita kusta tipe MB dengan tanda
dapat berguna untuk program perbaikan klinis reaksi dan kelompok kontrol adalah
status gizi khususnya kadar Seng pasien penderita kusta MB tanpa reaksi.
kusta serta sebagai bahan evaluasi Pengumpulan data menggunakan
program pencegahan dan penatalaksanaan kuesioner melalui Anamnesa, wawancara,
reaksi kusta. pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
darah dan serum pada subjek kasus dan
2. METODE kontrol. Jumlah sampel 73 orang yang
Merupakan penelitian analitik, terdiri dari kelompok kasus 36 orang
menggunakan randomized control group (49,3%), dan kelompok kontrol 37 orang
pre and post test design. Penelitian (50,7%). Selanjutnya pada kelompok
dimulai dari pemisahan pasien setelah kasus diberikan suplementasi Seng sulfat
didiagnosis, diagnosis kusta dengan dosis 40 mg/hari selama 12 minggu
rekasi dan kusta tanpa reaksi sebagai sedangkan pada kelompok kontrol hanya
subyek penelitian. Penelitian ini diberikan MDT saja. Analisa data
dilakukan di Kabupaten Tegal pada menggunakan program SPSS for windows
Januari-Mei 2018. Kriteria penerimaan dengan uji Korelasi Chi-Square dan Uji t.
sampel pada penelitian ini adalah pasien
Laki-laki dan Perempuan, usia 15-60 3. HASIL PENELITIAN
tahun, kusta tipe MB dalam pengobatan Penelitian dilakukan pada kelompok
MDT, tanpa reaksi, dan bersedia untuk kasus dan kelompok kontrol sebanyak 73
ikut dalam penelitian. Kriteria penolakan responden yang tersebar di 11 wilayah
sampel meliputi pasien wanita hamil dan Puskesmas Kabupaten Tegal. Sampai
menyusui, sedang reaksi kusta, dengan akhir suplementasi Seng sulfat
konsumsi alkohol, gagal ginjal, jumlah sampel yang memenuhi kriteria
pembedahan, luka bakar, multitrauma, untuk dianalisa dari kelompok perlakuan
fraktur, diabetes melitus, penyakit sebanyak 31 pasien dan kelompok kontrol
autoimun, kondisi inflamasi selain reaksi sebanyak 34 pasien. Hasil penelitian
kusta, sedang terapi imunosupresan selain sebagaimana tabel di bawah ini.
kortikosteroid, serta pasien sudah

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 22
Tabel 1.1 Perbandingan Karakteristik subyek antara kelompok Perlakuan dan kelompok Kontrol
Perlakuan Kontrol
Variabel P
n (36) n (37)
Kategori Usia
Rerata 36,81 ± 13,9 42,56 ± 13,9 0,101b
Dewasa muda (16-30 thn) 13 (35,1 %) 6 (18,9 %) 0,151a
Produktif (31-45 thn) 13 (35,1 %) 15 (21,6 %)
Tua (46-60 thn) 10 (27,0 %) 15 (59,5 %)
Jenis Kelamin
Laki-laki 23 (63,9 %) 24 (64,9 %) 0,091a
Perempuan 13 (36,1 %) 13 (35,1 %)
Indeks Masa Tubuh (IMT)
Rerata IMT 21,09 ± 2,49 21,47 ± 2,61 0,545b
Kurus (< 18) 2 ( 5,6 %) 4 (10,8 %) 0,910a
Normal 25 (69,4 %) 21 (56,8 %)
Gemuk 9 (25 %) 12 (32,4 %)
Kondisi rumah
Permanen 29 (80,6 %) 31 (83,7 %) 0,391 a
Semi permanen 7 (19,4 %) 6 (16,3 %)
Pekerjaan
Buruh/buruh tani/tkg becak 25 (69,4 %) 28 (75,7 %) 0,272 a
Petani/pedagang 6 (16,7 %) 4 (10,8 %)
Pelajar/PNS/Karyawan 5 (13,9 %) 5 (13,5 %)
Lain-lain
a) Uji korelasi Chi-square, b) Uji t independent

Hasil penelitian sebagaimana dapat pada kelompok perlakuan maupun


dilihat pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa kelompok kontrol tidak menunjukkan
karakteristik subyek penelitian dilihat dari adanya perbedaan, dan secara statistik
rerata Usia, Jenis kelamin, rerata Indeks tidak ada perbedaan yang bermakna
Masa Tubuh (IMT), Kondisi rumah (p<0.05).
tinggal dan Pekerjaan responden, baik
Tabel 1.2 Perbandingan Frekuensi dan Rerata Faktor risiko Reaksi Kusta pada kelompok Perlakuan
dan kelompok Kontrol
Perlakuan Kontrol
Variabel p
n (36) n (37)
Koinfeksi
Ada 5 (13,8%) 8 (21,6%) 0,880a
Tidak ada 31 (86,2%) 29 (78,4%)
Asupan makanan
Angka Kecukupan Energi 1380 ± 156,80 1406 ±165,47 0,527b
Angka Kecukupan Protein 40,35 ± 5,32 40,83 ± 4,63 0,703b
TKE (%) 59,23 ± 6,97 60,49± 7,54 0,489 b
TKP (%) 76,29 ± 9,69 77,53±10,01 0,613 b
Kadar Hb (status anemia)
Rerata 11,5 (± 1,44) 12,1 (± 1,83) 0,101b
Anemia (<12 g/dL) 19 (52,8 %) 18 (48,6 %) 0,730a
Normal (>12 g/dL) 17 (47,2 %) 19 (51,4 %)
Stress fisik/mental
Ada 8 (22,2%) 10 (27,0%) 0,110a
Tidak Ada 28 (77,8%) 27 (73,0%)
Kadar Zink
Rerata sebelum (μg/dL) 95,54 (± 7,41) 95,02 (± 3,91) 0,721b
Rerata sesudah (μg/dL) 93,67 (± 4,82) 92,00 (± 4,08) 0,135b
Rerata perubahan 1,87 3,02
Status Reaksi Kusta
Reaksi 8 (22,2%) 15 (40,5%) 0,100a

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 23
Perlakuan Kontrol
Variabel p
n (36) n (37)
Tidak Reaksi 23 (77,8%) (59,5%)
Jenis Reaksi
Tipe 1 6 (75,0%) (26,7%) 0,780a
Tipe 2 2 (25,0%) 4 (73,3%)
Derajat Reaksi Kusta
Ringan/sedang 7 (12,5%) 12 (80,0%) 0,100a
Berat 1 (87,5%) 3 (20,0%)
a b
Uji korelasi Chi-square, Uji t independent,

1. Hasil penelitian sebagaimana tabel 1.2 kelompok kontrol, secara statistik


bila dilihat dari ada tidaknya faktor mendapatkan hasil tidak ada perbedaan
risiko pada subyek peneltian yaitu yang bermakna (P> 0,05), Demikian
Koinfeksi, Asupan makanan, Status halnya dengan variabel penelitian ini
anemia (kadar Hb), Stress fisik/mental yaitu Kadar Seng, Status Reaksi Kusta,
dan Asupan makanan sehari-hari, baik Jenis reaksi serta Derajat reaksi Kusta.
pada kelompok perlakuan maupun
Tabel 1.3 Hubungan Faktor risiko Koinfeksi, Asupan makanan, Kadar Hb, Kadar Seng serta stress
fisik/mental dengan Kejadian Reaksi Kusta.
Ada Tidak ada
Variabel OR P
Reaksi Kusta Reaksi Kusta
Koinfeksi
Ada 6 (26,1 %) 7 (16,7 %) 1,8 0,361a
Tidak ada 17 (73,9 %) 35 (83,3 %)
Asupan makanan
Angka Kecukupan energi
TKE Cukup 21 (91,3 %) 22 (52,4 %) 9,5 0,002a
TKE Kurang 2 ( 8,7 %) 20 (47,6 %)
Angka Kecukupan Protein
TKP Cukup 13 (56,5%) 11 (26,2%) 3,6 0,015a
TKP Kurang 10 (43,5%) 31 (73,8%)
Status anemia (Hb)
Anemia (<12 g/dL) 14 (60,8%) 17 (40,5%) 2,2 0,115a
Normal (>12 g/dL) 9 (39,1%) 25 (59,5%)
Kadar Seng
Kurang (< 95 µg/dL) 18 (78,3%) 26 (61,9%) 2,07 0,219 a
Diatas (> 95 µg/dL) 5 (21,7%) 16 (38,1%)
Stress fisik/mental
Ada 12 (52,2%) 5 (11,9%) 8,1 0,001a
Tidak Ada 11 (47,8%) 37 (88,1%)
a
Uji Korelasi Chi-square,

Tabel 1.4 Perbedaan Rerata Kadar Seng Serum Sebelum dan Sesudah Suplementasi
Kelompok Kelompok
Variabel P
Perlakuan Kontrol
Kadar Seng Serum
Sebelum 95,54 (± 7,41) 95,02 (± 3,91) 0,003a
Sesudah 93,67 (± 4,82) 92,00 (± 4,08)
Perubahan 1,87 3,02
a
Uji Korelasi t paired,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 24
Hasil uji korelasi dengan statistik tahun.(18). Penyakit kusta memliki masa
Chi-square sebagaimana dapat dilihat inkubasi yang lama, sehingga pasien kusta
pada tabel 1.3 mendapatkan hasil : ada sering ditemukan pada umur remaja
hubungan yang signifikan antara faktor hingga dewasa muda.(20)
risiko Asupan makanan dan Stress Berkaitan dengan status gizi, Singh
fisik/mental dengan kejadian Reaksi Kusta melaporkan bahwa 40,5% pasien yang
(p:< 0,05). Untuk faktor risiko Status mengalami penurunan kadar hemoglobin
Anemia (kadar Hb) dan Kadar Seng memiliki body mass index (BMI)>18,5
meskipun hasil penelitian mendapatkan dan 59,5% kurang dari tersebut. BMI >
hasil yang tidak bermakna secara statistik 18,5 menunjukkan status gizi normal,
(p>0.05), namun demikian faktor risiko sedangkan BMI < 18,5 menunjukkan gizi
Status Anemia (kadar Hb) dan Kadar Seng kurang.(21). Beberapa penelitian sebe-
memiliki peran penting dalam mendukung lumnya mendapatkan, bahwa asupan
terjadianya reaksi Kusta (OR ≥ 2). Hasil mikronutrien mempengaruhi respon
uji statistik t paired mendapatkan terdapat imunologi pada penderita kusta. Dalam
perbedaan yang bermakna antara kadar penelitian ini BMI sebagian besar subjek
Seng serum sebelum dan sesudah antara kelompok kusta dengan kelompok
suplementasi (p < 0,05). sehat (non kusta) memiliki BMI normal.
Pembahasan Hal ini bertentangan dengan penelitian
Distribusi karakteristik subjek Fatimah, 2017 terdapat perbedaan yang
penelitian menunjukkan jumlah subjek signifikan BMI dan status seng pada
laki-laki lebih banyak daripada penderita kusta dengan kelompok kontrol
perempuan. Hasil ini sesuai dengan (bukan kusta).(22) Sebagian besar subjek
penelitian sebelumnya oleh Mastrangelo, penelitian kelompok kusta bekerja sebagai
2009 di Brazil menunjukkan jumlah pasien buruh/buruh tani yang pada saat bekerja
kusta laki-laki lebih banyak daripada mendapat asupan makan untuk mencukupi
perempuan.(18) Penyakit kusta terjadi energi saat beraktivitas. Namun jika
lebih sering terjadi pada laki-laki dengan diamati dari recall 1x24 jam asupan
rasio 2:1, sedangkan menurut usia makanan sebagian besar kelompok kusta
kejadiannya meningkat pada usia 10-14 lebih sering mengonsumsi sayur dan
tahun, selanjutnya menurun diikuti jarang mengonsumsi asupan bersumber
peningkatan lagi pada usia 30-50 dari protein hewani. Rerata BMI pada
tahun.(19). Rerata umur kelompok kelompok kasus 21,09; pada kelompok
penderita kusta adalah 45 tahun. Hal kontrol 21,47. Hal ini hampir sesuai
tersebut sesuai dengan penelitian dengan penelitian Rao, 2009 di India,
Mastrangelo yang menyebutkan bahwa menyebutkan bahwa rerata BMI pasien
rerata umur pasien kusta adalah 48,06 kusta adalah 20,4.(23) Studi Montenegro,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 25
2009 di Brasil menunjukkan tidak ada Kebutuhan intake Seng laki-laki
hubungan signifikan antara status nutrisi dewasa dalam sehari adalah 11 mg dan
dan terjadinya reaksi kusta, bahwa reaksi perempuan dewasa adalah 8 mg, dan rerata
ini lebih banyak tidak ditemukan pada kadar Seng penderita kusta yang pernah
kelompok BMI kurang. Pasien dengan reaksi sebelumnya, lebih rendah dibanding
berat badan kurang tidak memiliki respons penderita yang tidak pernah reaksi pada
imunologis yang cukup.(20) kelompok kontrol, namun tidak berbeda
Rerata kadar Hb pada kelompok bermakna. Berdasarkan hasil penelitian ini
kasus 11.5 kelompok kontrol 12.1 bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
keduanya berada dibawah kadar Hb antara kadar Seng yang mendapat
Normal, menurut WHO kadar Hb normal intervensi suplemen Seng 40 mg/hr
laki-laki dewasa 13 g/dl dan perempuan dengan kelompok kontrol, hal ini sesuai
dewasa 12 g/dl, dinyatakan anemia bila hasil penelitian sebelumnya As‟ad, 2003
kadar Hb lebih rendah dari batas bahwa setelah 8 minggu suplementasi
normal.(24) Anemia pada penyakit kusta kelompok intervensi secara signifikan
disebabkan karena penyakit kronik, memiliki konsentrasi seng lebih tinggi
biasanya merupakan anemia defisiensi daripada kelompok kontrol.(26)
besi karena terjadi penghancuran zat besi
dan iron binding protein oleh makrofag, 4. KESIMPULAN
gangguan metabolisme zat besi serta Kesimpulan penelitian ini adalah
pelepasan sitokin yang menekan produksi faktor risiko Asupan makanan sehari-hari
eritroprotein.(25) (TKE, TKP) dan Stress fisik/mental
Pada penelitian ini mendapatkan berkorelasi dengan Kejadian Reaksi Kusta
hasil bahwa rerata kadar seng serum (p < 0,05). Faktor risiko kadar Hb, kadar
subyek penelitian (± 95 µg/dL) dibawah Seng dan Koinfeksi meskipun tidak
rerata kadar seng manusia sehat (± 104 bermakna secara statistik (p < 0,05), akan
µg/dL), bila dilihat rerata kadar seng pada tetapi memiliki peran cukup penting dalam
kelompok perlakuan setelah mendapat mendukung terjadinya Reaksi Kusta (OR
suplementasi Seng sulfat 40 mg/hari ≥ 2 ), Suplemetasi Seng sulfat dosis 40 mg
selama 12 minggu terdapat penurunan hari selama 12 minggu mampu
kadar seng sebesar 1,8 µg/dL, sedangkan mempertahankan Kadar seng serum pada
pada kelompok kontrol penurunannya penderita Kusta MB (p : 0,003). Saran :
sebesar 3,02 µg/dL, dan hasil uji statistik Penderita harus memperhatikan asupan
membuktikan terdapat perbedaan yang makanan sehari-hari dengan memenuhi
bermakna antara kadar Seng serum kebutuhan energi dan protein yang cukup
sebelum dan sesudah suplementasi (p: serta menghindari Stress fisik/mental, serta
0,003). perlu mengkonsumsi tablet Seng sulfat

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 26
selama pengobatan Kusta. Keluarga Penyakit Kusta. 17th ed. Jakarta:
terdekat (Suami/Istri, Saudara, orang tua) Direktorat Jenderal Pemberantasan
harus memfasilitasi, memotivasi, agar Penyakit Menular dan Penyehatan
pasien memiliki semangat untuk sembuh, Lingkungan; 2007. 71-82 p.
memperhatikan intake makanan yang 9. Kawahita IP, Lockwood DN. Towards
cukup, serta mengawasi selama pasien Understanding the Pathology of
menjalani pengobatan dan setelah Erithema Nodosum Leprosum. An Bras
dinyatakan Release From Treatment Dermatol. 2008;83:75–82.
(RFT). 10. Amirudin MD D. Diagnosis Penyakit
Kusta, dalam : Adhi Juanda, dkk, Kusta
5. REFERENSI Diagnosis dan Penatalaksanaan. Balai
1. WHO. Guide to Eliminate Leprosy as a penerbit FKUI; 1997. 1-16 p.
Public Health Problem. 1st ed. 11. Kementian Kesehatan RI. Laporan
Switzerland; 2000. Program P2 Kusta. Jakarta: Subdit P2
2. WHO. Epidemiological Review of Kusta, Ditjen PPM & PLP; 2014.
Leprosy in the Western Pacific Region 12. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah.
2008-2010. Switzerland; 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
3. Khandapani T, Mishra B. Health 2015. Semarang; 2015.
Problems and Nutrirional Status of 13. Oh SY PH and JD. Dietary Habits,
Selected le Burla Town, Orissa, India. Food Intake and Functional Outcomes
Curr Res J Soc Sci. 2010;2(6):350–7. in Those with a History of Hansen‟s
4. Handog E, Gabriel T, Co C. Leprosy in Disease in Korea. Int J Lepr Other
the Philippines: a Review. Int J Mycobact Dis. 1998;66:34–42.
Dermatol. 2011;57:573–81. 14. Diffey B, Vaz M SM et al. The Effect
5. Saunderson P, Grebe S BP. Reversal of Leprosy-Induced Deformity on the
Reactions in the Skin Lesions of Nutritional Status of index Cases and
AMFES Patient. Incidence and Risk Their Household Members in Rural
Factor. Lepr review 71; 309-317 p. South India: a Socio-Economic
6. Britton, WJ LD. Leprosy. Lancet 363; Perspective. Eur J Clin Nutr.
2004. 1209-1219 p. 2000;54:643–649.
7. Kumar B, Dogra S KI. Epidemiological 15. Cuevas L, Koyanagi A. Zinc and
Characteristic of Leprosy Reactions : 15 Infection: a Review. Ann Trop Paediatr.
Years Experience from North India. Int 2005;25:149–60.
J Leprs Other Mycobact Dis. 16. Prasad A. Impact of The Discovery of
2004;72:125–33. Human Zinc Deficiency on Health. J
8. Departemen Kesehatan RI. Buku Am Coll Nutr. 2009;3(28):257–65.
Pedoman Nasional Pemberantasan 17. Pradhan T, Kumari S. Evaluation Of

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 27
Oxidative Status And Zinc Level In and Non Leprosy (A Study in District
Leprosy Patients After Zinc Brondong, Lamongan 2013). Adv Sci
Supplementation. Int J Biol Med Res. Lett. 2017;23(4):3421–3423(3).
2015;2(6):4984–7. 23. Rao P, John A. Nutritional Status of
18. Mastrangelo G, da Silva Neto J, da Leprosy Patients in India. Indian J Lepr.
Silva G, Scoizzato L, Fadda E, 2012;1(84):17–22.
Dallapicola M, et al. Leprosy Reactions: 24. Cooper B. Hematologic Diseases Red
the effect of Gender and Household Cells Approach to Diagnosis and
contacts. Mem Inst Oswaldo Cruz. Management of Anemia. In: Brain M,
2011;1(106):92–6. Carbone P, editors. Current Therapy in
19. Yawalkar S. Leprosy for Medical Hematology Oncology. 5th ed. Mosby:
Practitioner and Paramedical Workers. St Louis Missour; 1995. p. 53–104.
8th ed. Basle Switszerland: Novartis 25. Erslev A. Anemia of Chronic Disease.
Foundation for Sustainable In: William J, Beutler E, Erslev A,
Development; 2009. 21-3 p. Lichtman M, editors. Hematology. 4th
20. Montenegro R, Zandonade E, Molina ed. New York: McGraw Hill; 1991. p.
Mdel C, Diniz L. Reactional State and 518–22.
Nutritional Profile among Leprosy 26. As‟ad S, Yusuf I. Profile and Diarrhea
Patients in the Primary Health care in The Effects of Zinc Supplementation
System, Greater Vitória, Espírito Santo on the TNF- Severely Malnourished
State, Brazil. Cad Saude Publica. Children of Low Income Family. Vol
2012;1(28):31–8. 12, No 4, October – December 2003).
21. Singh H, Nel B, Dey V, Tiwari P, 2003;12(4).
Dulhani N. Adverse Effects of Multi- 27. Yusuf S. Pengaruh pemberian zinc
Drug Therapy in Leprosy, a Two Years‟ terhadap diare pada tikus yang diinduksi
Experience (2006-2008) in Tertiary lipopolisakarida (LPS) dari eschericia
Health Care Centre in the Tribal Region coli: kajian terhadap sitokin
of Chhattisgarh State (Bastar, proinflamasi (TNF-α, IL-6, IL-1), zinc,
Jagdalpur). Lepr Rev. 2011;82:17–24. sod, hb dan jumlah sel goblet mukosa
22. Fatimah S, Rahfiludin MZ. The usus. Yogyakarta: Universitas Gajah
Difference of BMI and Micronutrient Mada; 2015.
Intake Between Multibacillary Leprosy

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 28
EFEKTIFITAS PROMOSI KESEHATAN MENGGUNAKAN WHATSAPP
UNTUK PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU
MELAKUKAN PERAWATAN KEHAMILAN DI KOTA SEMARANG

Fitria Wulandari1),Lenci Aryani1), Respati Wulandari1)


1
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
email: Fitria.wulandari@dsn.dinus.ac.id; lenci.aryani@dsn.dinus.ac.id; restiw@ymail.com

Abstract
Background: Maternal deaths mostly occur in developing countries, including Indonesia, where
appropriate, innovative solutions are needed. The gap in knowledge of pregnancy care has an impact
on maternal mortality. The use of M-health on health promotion because it is cheap, wide range,
customized content. Objective: to analyze the feasibility of using whatsapp as a promotional media to
improve maternal knowledge and attitudes towards pregnancy care. Method: Quasi experimental
design, design of one group pretest-posttest. A purposive sampling technique, a sample of 112 people.
Interventions in the form of text messages, images, videos (9; 45) are sent alternately through
WhatsApp (3-5 days). The study was conducted in March-September 2018 in the city of Semarang.
Data analysis used SPSS version 23: univariate analysis, paired t test and Wilcoxon test to determine
differences in maternal knowledge and attitudes before and after the intervention. Results:
Respondents with knowledge increased after intervention 54.9%, still 23.53%, down 21.57%.
Clinically there is no difference in knowledge before and after the intervention. The findings on the
mother's field were busy / cellphones were not online 24 hours, cellphone use was shared, the
intervention was too short. In general there are significant differences in gestational care attitudes (p
<0.05). Interest in content 51% (interested), 47% (very interested). The effectiveness of intervention
media is 50% (effective), 47% (very effective). Conclusion: While the intervention did not improve
maternal knowledge, it improved the attitude in pregnancy care. Proof of Whatsapp being accepted as
a promotional media is reported separately. There is potential to change attitudes and behaviors by
intervening using whatsap.

Keywords: M-health, health promotion, knowledge, attitude.

1. PENDAHULUAN kedudukan peranan wanita, sosial budaya


Capaian MDGs secara global angka dan transportasi) yang berdampak pada
kematian ibu hanya mengalami 3T (terlambat mengambil keputusan,
penurunan sebesar 45% dari target 75% terlambat merujuk dan terlambat
(United Nations, 2015). Data SUPAS mendapat pertolongan) serta 4 terlalu(
2015 menunjukkan angka kematian ibu di terlalu muda/ tua mempunyai anak, <20
Indonesia 305/100.000 KH. Hal tersebut th dan >35 th, terlalu dekat, terlalu
masih diperlukan upaya keras untuk banyak anak) (Dinas Kesehatan Provinsi
mewujudkan target SDGs yaitu Jawa Tengah 2016)(Kemenkes RI 2014).
70/100.000 KH tahun 2030 (Ermalena, Penurunan angka kematian ibu oleh
2017). pemerintah sudah dilakukan dengan
Perdarahan merupakan penyebab berbagai upaya seperti program jaminan
tertinggi (30%) dari kematian ibu, persalinan, program Expanding Maternal
disamping tidak langsung sosial and Neonatal Survival, pembentukan
ekonomi/kemiskinan, pendidikan, puskesmas PONED (Pelayanan Obstetri

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 29
dan Neonatal Esensial Dasar) dan RS dan manfaat pelayanan kehamilan oleh
PONEK (Pelayanan Obstetri dan bidan dibanding ibu bukan
Neonatal Esensial Komprehensif), pengguna(Jennings et al. 2015).
pembentukan kelompok kerja KIA, Penggunaan SMS di daerah terpencil di
perekrutan tenaga survei kesehatan Indonesia terbukti meningkatkan
(gasurkes) yang bertugas melakukan pengetahuan mengenai komplikasi
pemantauan serta melaporkan hal yang kehamilan dan asupan gizi pada ibu
berhubungan dengan ibu dan anak. hamil(Herlina et al. 2013) di kota Malang
Kota Semarang (32 kasus) sebagai SMS signifikan meningkatkan
kota dengan kasus kematian ibu tertinggi pengetahuan kehamilan(Pemerintah kota
no 3 setelah Pemalang (45 kasus) dan Malang 2015). Hal tersebut membuktikan
Brebes (54 kasus) (Dinas Kesehatan bahwa promosi kesehatan berbasis M-
Provinsi Jawa Tengah 2016). Promosi health efektif di terapkan di daerah
kesehatan merupakan upaya menjaga dan terpencil maupun perkotaan.
peningkatan kesehatan pada ibu hamil Kelebihan media sosial sebagai
yang mempunyai wawasan kesehatan media dalam promosi kesehatan jika
mampu menghadapi permasaahan dibanding media konvensional adalah
kehamilan dengan cara pencegahan secara pengguna dapat saling berbagi konten,
efektif dan efisien (Ewles, L Simnett I. memungkinkan adanya umpan balik,
Promosi kesehatan. 1994). Promosi jangkauan akses yang luas, konten dapat
kesehatan bagi ibu hamil memungkinkan disesuaikan dengan kebutuhan serta dapat
ibu untuk mengetahui pola makan bergizi menghemat waktu dan biaya(Schein et al.
ibu hamil, penanganan komplikasi 2010)(Liu et al. 2015)(S Anne Moorhead,
kehamilan, mengakses pelayanan Diane E Hazlett, Laura Harrison, Jennifer
kesehatan selama hamil dan pengetahuan K Carroll, Anthea Irwin 2013).
mengenai ASI ekslusif (Marchie 2012). Berdasarkan data dari APJII
Promosi kesehatan menggunakan (Asosiasi Pengguna Jaringan Internet
media SMS di India berhasil Indonesia) lebih dari separuh (51,8%)
meningkatkan pengetahuan mengenai penduduk Indonesia tahun 2016 sebagai
imunisasi TT selama kehamilan, jumlah pengguna internet dan 47,6% pengguna
konsumsi minimal tablet asam folat yang diantaranya menggunakan perangkat
harus dikonsumsi, berat badan bayi lahir mobile. Hampir seluruh pengguna (
rendah (BBLR) dan perawatan kesehatan 97,4%) mengakses media sosial(APJII
ibu dan anak (Datta et al, 2014). ibu 2016). Hal itu menunjukkan peluang yang
pengguna telepon seluler mempunyai cukup besar untuk penggunaan media
pengetahuan yang lebih tinggi mengenai sosial sebagai media dalam promosi
bahaya kehamilan, pengetahuan antenatal kesehatan khususnya untuk ibu hamil

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 30
dalam upaya untuk menurunkan angka waktu 3-5 hari. Intervensi dikirimkan
kematian ibu. Tujuan penelitian ini untuk melalui grup ibu hamil berjumlah 5-15
menganalisis tingkat pengetahuan serta orang. Penelitian dilakukan pada bulan
sikap ibu sebelum dan sesudah intervensi April-Juli 2018. Lokasi pengambilan
berupa pemberian promosi kesehatan sampel di 3 wilayah puskesmas di kota
tentang perawatan selama kehamilan Semarang (Bululor, Bandarharjo,
menggunakan whatsapp. Mengetahuai Gayamsari) dengan kriteria mempunyai
secara deskriptif media pencarian jumlah kasus kehamilan resiko tinggi
informasi kehamilan, ketertarikan konten >100 kasus/bulan. Data dianalisis
promosi, keefektifan media whatsapp menggunakan SPSS versi 23, meliputi
sebagai media promosi kesehatan. analisis univariate, uji t berpasangan dan
uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan
2. METODE PENELITIAN pengetahuan dan sikap ibu sebelum dan
Desain penelitian quasi sesudah intervensi.
eksperimental, dengan rancangan
penelitian one group pretest-posttest. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik pengambilan sampel secara 1. Sosiodemografi
purposive, dengan jumlah sampel sampel Dari 112 orang ibu hamil
102 orang. Kriteria inklusi ibu hamil usia diperoleh 102 ibu yang mempunyai
kandungan 4-32 minggu mempunyai ponsel dengan aplikasi whatsapp dan
ponsel dengan aplikasi whatsapp. sisanya ibu yang mempunyai
Intervensi yang diberikan berupa pesan handphone/tidak dan tidak memiliki
teks, gambar, video (9;45) dikirim secara aplikasi whatsapp.
bergantian menggunakan whatsapp dalam
Tabel 1 Sosiodemografi
Variabel Jumlah %
Jml reponden
DenganWA 102 0,810
Tanpa WA 24 0,190
Usia
<20th 4 0,039
20-35th 84 0,824
>35th 15 0,147
Pendidikan
SD 5 0,049
SMP 15 0,147
SMA 68 0,667
PT 14 0,137
Pekerjaan
Formal 14 0,137
Non Formal 25 0,245
Ibu Rumah Tangga 63 0,618

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 31
Variabel Jumlah %
Kehamilan anak ke
Satu 36 0,353
Dua 44 0,431
>Dua 22 0,216
Sumber Informasi Kehamilan
Koran/majalah 16 0,101
Booklet/Leaflet 8 0,050
Radio/televisi 32 0,201
Spanduk/baliho 9 0,057
FB/WA/Twitter 94 0,591

Usia responden terbanyak pada kehamilan terbesar diperoleh dari


wanita usia subur / WUS 20-35 th media online seperti facebook, twitter
sebesar 82,4% meskipun masih dan whatsap yaitu 59,15%.
ditemui ibu hamil berisiko tinggi 2. Ketertarikan Terhadap Konten
yaitu kemilan kurang dari 20th dan Informasi dan Keefektifan Media
lebih dari 35th masing-masing 0,39% Promosi
dan 14,7%. Pendidikan responden Jumlah responden yang sangat
terbanyak adalah lulusan SLTA tertarik ( dan tertarik masing masing
66,7%, pekerjaan terbanyak sebagai 47% dan 51% pada konten informasi.
ibu rumah tangga 61,18%. Responden Jumlah responden yang menilai
kebanyakan mengadung anak ke dua pengiriman informasi menggunakan
yaitu sebesar 43,1% dan dari hasil wahatsapp sangat efektif dan efektif
wawancara menunjukkan bahwa masing-masing 47% dan 50%.
sumber pencarian informasi mengenai

Gambar 1 Gambar 2
Ketertarikan terhadap Konten Informasi Keefektifan Media Informasi

3. Pengetahuan, Sikap intervensi berupa promosi kesehatan ibu


Rata-rata perbedaan nilai hamil sangat kecil berkisar 1 bahkan pada
pengetahuan ibu mengenai perawatan nilai median tidak ada peningkatan
kehamilan sebelum dan setelah dilakukan sebelum(15) dan sesudah intervensi(15).

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 32
Nilai median 15 menunjukkan bahwa dengan anggota keluarga, jangka waktu
responden dapat menjawab pertanyaan intervensi yang terlalu singkat (3-5 hari)
dengan benar sebesar 75%. Jadi sebelum memungkinkan responden tidak cukup
intervensi responden sebenarnya sudah waktu untuk membaca informasi yang
mempunyai pengetahuan yang cukup dan terkirim.
hal tersebut tidak bertambah sesudah Perlunya pendidikan dan informasi
dilakukan intervensi. kesehatan dalam bentuk konseling kepada
Terdapat 54% responden yang ibu hamil tentang bahaya kehamilan
mengalami peningkatan pengetahuan, 24% mengarahkan pada peningkatan
responden yang mempunyai pengetahuan pengetahuan (Anya et al, 2018). Pada
tetap, 22% menurun. Hasil uji statistik penelitian ini hanya dilakukan pengiriman
menunjukkan terdapat perbedaan informasi kesehatan melalui whatsapp
pengetahuan sebelum dan sesudah dan tidak dilakukan konseling.
intervensi (p<0,05) (tabel 3). Meskipun Tabel 2
Statistik Deskriptif Pengetahuan dan Sikap
demikian karena selisih nilai median
PENGETAHUAN
sebelum dan sesudah penelitian tidak lebih Sebelum Sesudah
Intervensi Intervensi
dari 10 dapat diartikan dikatakan secara N 102 102
klinis tidak ada perbedaan pengetahuan Median 15 15
Minimum 9 11
sebelum dan sesudah intervensi Maksimum 18 18
SIKAP
pengiriman promosi kesehatan lewat N 102 102
whatsapp (Dahlan, 2014). Median 4 4
Minimum 2 3
Penelitian serupa dilakukan oleh Maksimum 4 4
Lau, (2014) mengenai menyebaran pesan
kesehatan tentang kunjungan antenatal dan Tabel 3
Perbedaan Prosentase Pengetahuan dan Sikap
menjaga kesehatan selama hamil di Afrika Sebelum dan Sesudah Intervensi
Mening Menu
Selatan yang menunjukkan tidak terjadi Variabel Tetap P
kat run
peningkatan pengetahuan setelah pesan Pengetahuan 54.9 23,53 21.57 0.000
Sikap
tersebut dilakukan. Hal tersebut menjadi Pemeriksaan 14,70 74,51 18,62 0,144
dasar bagi Lau untuk melakukan forum kehamilan
(1 butir)
diskusi dengan peserta untuk mengetahui Imunisasi 12,75 64,71 22,55 0,054
(1 butir)
lebih dalam mengapa informasi lewat sms Perawatan 50 13,73 36,28 0,048
yang dikirimkan pada ibu hamil tidak kehamilan

meningkatkan pengetahuan peserta.


Pertanyaan mengenai perawatan
Pada penelitian ini tidak dilakukan
kehamilan (18 butir pertanyaan)
forum diskusi dengan responden. Temuan
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
di lapangan banyak ibu sibuk/ponsel tidak
sikap ibu sebelum dan sesudah diberikan
online 24 jam, penggunaan ponsel

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 33
intervensi (p=0,048 atau p<0,05) (tabel 3), 98% dan ibu yang menyatakan bahwa
hal ini sekaligus membuktikan teori pengiriman promosi kesehatan
Perilaku Kesehatan/ Model menggunakan whatsapp dirasakan
Transtheoretical dimana pemberian efektif sebesar 97%.
promosi kesehatan dapat memberikan Secara umum terdapat perbedaan
modal awal sebagai persiapan ke tahapan sikap ibu hamil sebelum dan sesudah
aksi berikutnya (Glandz, et all, 2008). dilakukan intervensi berupa promosi
Pengetahuan yang cukup bagi ibu hamil kesehatan menggunakan whatsapp.
memungkinkan untuk menjaga, 2. Saran
mencegah, mengatasi risiko dan Penelitian yang akan datang
komplikasi kehamilan, perdarahan, disarankan untuk menambah waktu
menjaga pola makan yang bergizi, kapan intervensi, variasi konten promosi,
saatnya mengakses pelayanan kesehatan disamping tatap muka secara
dan memberikan ASI ekslusif (Juariah, langsung/konseling dan perlu
2001 dan Marchie, 2012). dilakukan forum grup diskusi untuk
Prosentase ibu yang tertarik dengan lebih meningkatkan kualitas efektifitas
konten promosi sebesar 98% dan promosi promosi terhadap peningkatan
kesehatan menggunakan media whatsapp pengetahuan dan sikap ibu hamil
dirasa efektif oleh 97% ibu merupakan dalam melakukan perawatan
awal yang baik penggunaan promosi kehamilan.
kesehatan menggunakan media selain
media konvensional. Whatsapp membuka 5. REFERENSI

peluang sebagai media promosi yang 1. Anya, S.E., Hydara, A. &Jaiteh, L. E.

menarik dan efektif. Pengalaman selama (2008) Antenatal Care in The Gambia:

penelitian dalam grup Whatsapp ibu hamil Missed opportunity for Information,

terjalin keakraban satu sama lain dengan Education dan Communication. BMC

adanya sharing pengalaman dan forum Pregnancy Childbirth, 8(9): 1-9.

tanya jawab(Fisher J 2012). 2. Aissa, S.H.G.P., 2000. Consequences


of Iron Deficiency in Pregnant
4. KESIMPULAN DAN SARAN Women. , Volume 19, p.pp 1–7.
1. Kesimpulan 3. APJII, 2016. Penetrasi dan Perilaku
Tidak terdapat perbedaan Pengguna Internet di Indonesia 2016,
pengetahuan ibu sebelum dan sesudah 4. BBC Indonesia, 2016. Pengguna
dilakukan intervensi berupa promosi WhatsApp Mencapai 1 Miliar Tiap
kesehatan menggunakan whatsapp. Bulan. Available at:
Meskipun demikian prosentase ibu http://www.bbc.com/indonesia/majala
yang tertarik dengan konten promosi h/2016/02/160202_majalah_bisnis_wh

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 34
atsapp. Semarang 2015,
5. Centers for Disease Control and 12. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Prevention, 2012. CDC ‟ S Guide to tengah, 2016. Buku Saku Kesehatan
Writing for Social Media. , pp.1–58. Tahun 2016. Available at:
Available at: http://www.dinkesjatengprov.go.id/v2
http://www.cdc.gov/socialmedia/Tools 015/dokumen/bukusaku_th_2016/mob
/guidelines/pdf/GuidetoWritingforSoci ile/index.html#p=1.
alMedia.pdf%5Cnhttp://www.cdc.gov/ 13. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
socialmedia/tools/guidelines/pdf/guide Tengah, 2016. Jateng Gayeng
towritingforsocialmedia.pdf. Nginceng Wong Meteng Selamatkan
6. Chikmah, A.M., Laksono, B. & Ibu dan Anak, Semarang.
Yuniastuti, A., 2016. EFEKTIVITAS 14. Ermalena, MHS, 2017. Indikator
SMS BUNDA DIBANDING KELAS Kesehatan SDGs di Indonesia. ppt
IBU BALITA TERHADAP Abstrak. , dalam diskusi panel pengendalian
1(1), pp.21–28. tembakau dan tujuan pembangunan
7. Datta, S.S., Ranganathan, P. & Indonesia.
Sivakumar, K.S., 2014. A study to 15. Fisher J, C.M., 2012. Who gives a
assess the feasibility of text messaging tweet: assessing patients‟ interest in
service in delivering maternal and the use of social media for health care.
child healthcare messages in a rural PMID: 22432730 DOI:
area of Tamil nadu, India. 10.1111/j.1741-6787.2012.00243.x.
Australasian Medical Journal, 7(4), 16. Ganasegeran, K. et al., 2017. The m-
pp.175–180. Health revolution: Exploring
8. Davies, J. et al., 2013. Literature perceived benefits of WhatsApp use in
review: analyzing the effectiveness of clinical practice. International Journal
social media planning, implementation of Medical Informatics, 97, pp.145–
and evaluation at health units in 151. Available at:
Ontario. Wellington-Dufferin-Guelph http://dx.doi.org/10.1016/j.ijmedinf.20
Public Health, (October). 16.10.013.
9. Departemen Kesehatan, R., 2007. 17. Glanz, K. & Rimer, B.K., 2005.
pedoman pelayanan antenatal.pdf, Theory at a Glance: A Guide for
Jakarta. Health Promotion Practice. Health
10. Dinas Kesehatan Kota Semarang, (San Francisco), p.52.
2015a. Laporan Tahunan Bidang 18. Herlina, S. et al., 2013. Pemanfatan
Kesehatan Keluarga Tahun 2015, Fasilitas SMS Telepon seluler sebagai
11. Dinas Kesehatan Kota Semarang, Media Promosi Kesehatan Ibu Hamil
2015b. Profil Kesehatan Kota di daerah terpencil. Sesindo, pp.2–4.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 35
19. IAO, U. et al., 2005. Factors Environmental Research and Public
Contributing to Maternal Mortality in Health, 12(12), pp.15993–16004.
North-Central Nigeria: A Seventeen- 28. Maibach, E.W., Van Duyn, M.A. &
year Review. Afr J Reprod Health, Bloodgood, B., 2006. A marketing
9(3), pp.27–40. perspective on disseminating
20. Jennings, L. et al., 2015. Disparities in evidence-based approaches to disease
mobile phone access and maternal prevention and health promotion. Prev
health service utilization in Nigeria: A Chronic Dis, 3(3), p.A97. Available
population-based survey. International at:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
Journal of Medical Informatics, 84(5), articles/PMC1637805/pdf/PCD33A97.
pp.341–348. Available at: pdf.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijmedinf.20 29. Marchie, C.L., 2012. Socio-cultural
15.01.016. factors as correlates of maternal
21. Juariah. Pengetahuan Ibu Hamil mortality in Edo South Senatorial
tentang Resiko Tinggi Kehamilan di District, Nigeria. Asian Pacific
Wilayah Puskesmas Pataruman Journal of Reproduction, 1(4),
Kecamatan Cililin Bandung. 2001; pp.315–317. Available at:
22. Kemenkes RI, 2014. Pusat Data dan http://dx.doi.org/10.1016/S2305-0500
Informasi. (13)60100-1.
23. Kementerian Kesehatan Republik 30. Maulana, H.D.., 2009. Promosi
Indonesia, 2016a. Buku Kesehatan Ibu Kesehatan I., Jakarta: Penerbit Buku
dan Anak, Jakarta. Kedokteran EGC.
24. Kementerian Kesehatan Republik 31. Pemerintah kota Malang, B.I.P., 2015.
Indonesia, 2013. Buku Saku Save Mom, Menekan AKI Dengan
Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Aplikasi (Aplikasi Save Mom Untuk
Kesehatan Dasar dan Rujukan, Menekan AKI, Available at:
Jakarta. http://malangkota.go.id/2015/09/02/sa
25. Lameshow, S., 2000. Adequacy of ve-mom-menekan-kematian-ibu-
Sample Size in health Studies, dengan-aplikasi/.
Massachusetts. 32. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
26. Litbangkes Kemenkes RI, 2013. Riset Tengah, 2015. Profil Kesehatan
Kesehatan Dasar. , pp.1–306. Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. ,
27. Liu, Z. et al., 2015. Mobile phone- pp.1–262.
based lifestyle intervention for 33. Prochaska JO, Redding CA, Evers
reducing overall cardiovascular KE: The Transtheoretical Model and
disease risk in guangzhou, China: A Stages of Change. In Health Behavior
pilot study. International Journal of and Health Education: Theory,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 36
Research and Practice. 4th edition. rces/pdf/socialmedia.pdf.
Edited by Glanz K, Rimer BK, 36. Sumarno, 2005. ABSTRACT RISK
Viswanath K. San Francisco: Jossey- FACTORS OF CHRONIC ENERGY
Bass; 2008:97–121. DEFICIENCY AMONG PREGNANT
34. S Anne Moorhead, Diane E Hazlett, WOMAN IN WEST JAVA ( An
Laura Harrison, Jennifer K Carroll, Advance Analysis ). Penelitian Gizi
Anthea Irwin, and C.H., 2013. A New dan Makanan, 28(2), pp.66–73.
Dimension of Health Care: Systematic 37. United Nations, 2015. The Millennium
Review of the Uses, Benefits, and Development Goals Report 2015, New
Limitations of Social Media for Health york.
Communication. J Med Internet Res. 38. World Health Organisation, 1986. The
2013 Apr; 15(4): e85, v.15(4); 2. Ottawa Charter for Health Promotion.
35. Schein, R., Wilson, K. & Keelan, J., Available at: http://www.who.int/
2010. Literature review on effectivess healthpromotion/conferences/previous
of the use of social media: A report for /ottawa/en/.
Peel Public Health. Challenges,
129(1), p.63. Available at:
http://www.peelregion.ca/health/resou

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 37
PENGEMBANGAN INFORMASI EXPANDING MATERNAL SURVIVAL
BERBASIS WHATSAPP DI SEMARANG

Susi Nurhayati1), Tut Wuri Prihatin2)


1
S1 Keperawatan, STIKes Karya Husada Semarang
email:susinurhayati74@yahoo.com
2
D3 Keperawatan, STIKes Karya Husada Semarang
email: toetwoeri@gmail.com

Abstract
Indicator of health status is the maternal mortality rate (MMR) which describes the number of women
dying during pregnancy, childbirth and during post partum. The data of the City Health Office in
Semarang in 2015 showed an increase in the number of maternal deaths was 35 more cases than the
previous year. There are 3 cases of maternal death in Bandarharjo that underlie this study. The
purpose of this study was to increase the understanding of pregnant women about health during
pregnancy, childbirth, post partum in the Bandarharjo area before and after being given intervention
through the development of information on expanding maternal survival based on whatsapp. The form
of providing information is the presentation of material and videos on the health of pregnant women,
childbirth and the post partum through WhatsApp-based media. The design of this study was to
determine the characteristics of pregnant women, maternal understanding of health during
pregnancy, childbirth and postpartum period. The design of this study was a quasy experimental
quantitative study with a pre-post test without control group design. Understanding of pregnant
women about health before being given an intervention is a minimum value of 13 and a maximum
value of 93 with a standard deviation of 19.35, mean value of 55.95 and after being given intervention
is a minimum value of 60 and a maximum value of 100 with a standard deviation of 9.05, mean value
88 , 16. The results of the t-dependent test analysis stated that there were significant differences
before and after being given an intervention with a p-value of 0,000, the difference is 13 obtained
from 95% confidence interval of difference. , other related parties as well as the activation of
pregnant, childbirth and postpartum women to be more concerned about their health.

Keywords: EMAS, WhatsApp, Maternal Mortality Rate

1. PENDAHULUAN Indikator dalam menilai derajat kesehatan,


Pembangunan kesehatan merupakan salah satunya adalah angka kematian ibu
salah satu sasaran dalam pembangunan (AKI) yang menggambarkan jumlah
secara keseluruhan di negara Indonesia. wanita meninggal selama kehamilan,
Pelayanan kesehatan diberikan salah melahirkan dan dalam masa nifas ( 42 hari
satunya adalah kesehatan ibu selama masa setelah melahirkan).
kehamilan dan masa nifas. Menurut data Data Dinkes Kota Semarang tahun
Risekesdas, 2013 disebutkan bahwa angka 2015 menunjukkan peningkatan jumlah
kehamilan perempuan usia 10 sampai kematian ibu maternal tahun 2015
dengan 54 tahun sejumlah 2,68 %. sebanyak 35 kasus dari tahun
Kehamilan perempuan usia kurang 15 sebelumnya.Penyebab kematian ibu
tahun adalah 0,02 %, usia 15 sampai tertinggi adalah karena eklamsia ( 34 % ),
dengan 19 tahun sejumlah 1, 97 %. perdarahan 28 %, penyakit 26 %, lain-lain

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 38
12 %. Sedangkan kondisi meninggal dilakukan dalam Expanding Maternal
paling banyak pada ibu dengan masa nifas Survival adalah :
sebesar 74, 29%, wanita dengan kehamilan a. Meningkatkan kualitas pelayanan
17, 14%. Di dasarkan atas penyebab dan emergensi obstertri dengan
waktu kejadian kematian ibu maternal memprioritaskan intervensi medis
2016 adalah pada saat hamil 28,12% dan dengan harapan berdampak pada
Saat Nifas 71,87 %. penurunan kematian ibu serta
Data Dinas Kesehatan Kota melakukan tata kelola (clinical
Semarang tahun 2015, distribusi sebaran gavernance).
daerah dengan angka kematian ibu (AKI ) b. Memperkuat sistem rujukan yang
antara lain : Daerah Bandarjo sebanyak 3 efisien dan efektif antar puskesmas
kasus, Bangetayu 3 kasus, Tlogosari dan rumah sakit.
Kulon 3 kasus, Kedungmundu 3 kasus, c. Melaksanakan kegiatan tersebut
Ngesrep 3 kasus dari total 35 kasus. dengan sistem “Vanguard” yaitu
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menetapkan 30 rumah sakit dan 60
mengetahui peningkatan pemahaman Ibu puskesmas agar dapat melakukan
Hamil tentang kesehatan pada masa jejaring serta memperkuat jejaring
kehamilan, melahirkan, masa nifas di dengan sistem rujukan.
wilayah Bandarharjo sebelum dan setelah Program EMAS berfokus pada salah
diberikan intervensi melalui satu kegiatan yaitu menggunakan
pengembangan informasi expanding teknologi berbasis Web dan ponsel
maternal survival berbasis whatsapp. sederhana untuk meningkatkan
Program Expanding Maternal komunikasi, memperpendek waktu
Survival merupakan bagian program rujukan dan memastikan pasien
Expanding Maternal and Neonatal terstabilkan kondisinya.
Survival (EMAS) yang dijalankan dalam Program WhatsApp adalah salah satu
rangka menurunkan angka kematian cara komunikasi yang diambil dalam
ibu.Program ini dilaksanakan di enam mewujudkan pencapaian outcome untuk
provinsi yang memiliki jumlah kematian menurunkan AKI. Bekerja sama dengan
ibu yang dinilai cukup besar. Pemberian layanan akun WhatsApp dengan sistem
intervensi pada Kota Semarang bertujuan broadcast dengan layanan telkom
untuk menurunkan angka kematian ibu sehingga bisa mencakup semua jejaring
adalah Bandarharjo, Banget Ayu, yang ada di masyarakat. Sistem informasi
Tlogosari Kulon, Ngesrep, Kedungmundu, kesehatan ini akan dikembangkan dengan
Mangkang, Karang Anyar, Ngaliyan, bekerjasama dengan salah satu provider
Tlogosari Wetan. Pendekatan yang jaringan ponsel.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 39
2. METODE PENELITIAN perawatan ibu nifas, keluarga berencana,
Design penelitian ini berupa demonstrasi perawatan payudara dan
penelitian kuantitatif merupakan praktik cara menyusui yang benar. (4) sesi
rancangan dengan manipulasi atau ke empat adalah diskusi tentang pelayanan
perlakuan peneliti terhadap subyek kesehatan pada ibu hamil dan melahirkan
penelitian, kemudian efek manipulasi dengan mendatangkan narasumber dari
diobservasi (Saryono. 2011). Rancangan BPJS tentang sistem pelayanan kesehatan
pada penelitian ini adalah untuk pemeriksaan ibu hamil, proses melahirkan,
mengetahui karakteristik ibu hamil, kesehatan bayi baru lahir serta sistem
pemahaman pada ibu maternal tentang rujukan yang bersifat emergensi. Media
kesehatan selama kehamilan, melahirkan yang digunakan pada sesi diskusi antara
dan masa nifas sebelum dan sesudah lain menggunakan media WhatsApp
diberikan intervensi informasi melalui melalui sarana android, media video,
WhatsApp. Media informasi tentang media powerpoint serta media demonstrasi
kesehatan maternal yang disusun menggunakan manikin serta alat
dimasukkan dalam aplikasi berbasis penunjang lainnya.
WhatsApp dan diujicobakan kepada ibu Pendekatan pretest-posttest without
hamil dengan resiko tinggi dalam control group design digunakan peneliti
kehamilannya dan diberikan perlakuan guna melihat perbedaan pemahaman ibu
tertentu (Sugiyono, 2007). hamil tentang kesehatan pada masa
Jenis penelitian eksperimen semu kehamilan, melahirkan, masa nifas di
(quasy experiment) dengan rancangan pre- wilayah Bandarharjo sebelum dan setelah
post test without control group dengan diberikan intervensi melalui
perlakuan berupa pemberian informasi pengembangan informasi expanding
kesehatan ibu hamil, persalinan dan nifas maternal survival berbasis whatsapp.
melalui WhatsApp serta diberikan Tahapan yang dilakukan dalam
informasi melalui forum diskusi kelas ibu penelitian ini meliputi : 1). Tahapan
hamil. Diskusi yang dilakukan meliputi 4 persiapan antara lain : a) Adanya surat
sesi yaitu (1) sesi satu : diskusi perijinan penelitian di Bandarharjo
pemeriksaan kehamilan, perawatan sehari Semarang, b) Survey pendahuluan untuk
hari selama masa kehamilan, pengenalan mengidentifikasi ibu hamil khususnya
tanda bahaya kehamilan. (2) sesi ke dua yang memenuhi kriteria inklusi yaitu ibu
yaitu demonstrasi senam hamil yang hamil dengan riwayat kehamilan resiko
dipraktikkan oleh setiap ibu hamil serta tinggi yang tinggal di Bandarharjo dan
diskusi persiapan ibu melahirkan dan memiliki android dengan aplikasi
diskusi tentang tanda-tanda persalinan. (3) whatsapp sejumlah 37 responden dari RW
sesi ke tiga yaitu diskusi tentang I sampai dengan RW XII. 2). Tahapan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 40
pelaksanaan yaitu a) Memberikan melalui media WhatsApp dan diskusi serta
penjelaskan pada ibu hamil yang dijadikan praktik/ demonstrasi.
sebagai responden penelitian dan mengisi
lembar persetujuan, b) Mengukur 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
pemahaman ibu hamil tentang kesehatan Analisis karakteristik responden
pada masa kehamilan, melahirkan, masa Dilakukan berdasarkan data yang
nifas sebelum diberikan intervensi tentang diperoleh meliputi umur, pendidikan dan
pengembangan informasi expanding status pekerjaan. Selain itu juga data
maternal survival berbasis whatsapp, c) kehamilan yaitu riwayat kehamilan, usia
Pemberian informasi tentang kesehatan kehamilan.
ibu hamil, melahirkan dan masa nifas a. Berdasarkan umur, pendidikan dan
melalui video dengan durasi waktu kurang status pekerjaan pada ibu hamil di
lebih 6 menit melalui whatsapp, d) Bandarharjo (n= 37). Pengambilan
melakukan forum diskusi tentang sampel awal menggunakan Cluster
kesehatan ibu hamil, melahirkan dan masa random sampling. Sebagian besar
nifas, e) demonstrasi tentang senam hamil, umur responden antara 21 - 25 tahun
perawatan payudara, cara menyusui yang (37,8%), Tingkat pendidikan
benar, f) pemberian informasi tentang mayoritas SLTA (62,2%), pekerjaan
layanan kesehatan ibu hamil, melahirkan mayoritas tidak bekerja (54.9%).
dan masa nifas melalui narasumber BPJS, Karakteristik ibu hamil di wilayah
g) Pengukuran pemahaman ibu hamil Bandarharjo secara lengkap seperti
setelah diberikan intervensi tentang yang terlihat pada table berikut ini:
pemahaman masa kehamilan, melahirkan Tabel 3.a. Distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan
dan masa nifas. 3). Tahapan ke tiga adalah
usia, pendidikan dan status pekerjaan
tahapan evaluasi yaitu menganalisa pada ibu hamil di Bandarharjo (n= 37)
Percent
pemahaman ibu hamil tentang kesehatan Variabel Frekuensi Total
(%)
dan perawatan ibu hamil, melahirkan dan Umur
≥20 tahun 6 16,2
masa nifas. 21-25 tahun 14 37,8
26-30 tahun 8 21,6
Instrumen penelitian yang di susun
31-35 tahun 6 16,2
pada metode ini merupakan kuesioner dan > 35 tahun 3 8,2 37

media informasi berbasis WhatsApp Pendidikan


SD 2 5,4
dengan video. Data dianalisa dengan uji t-
SMP 12 32,4
dependent untuk mengetahui perbedaan SLTA 23 62,2 37

pemahaman ibu hamil tentang kesehatan Status


dan perawatan selama masa kehamilan, pekerjaan
Tidak 27 54,1
melahirkan dan masa nifas sebelum dan bekerja
Swasta 10 45,9 37
setelah diberikan pemaparan materi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 41
b. Riwayat kehamilan pada Ibu Hamil Di dan masa nifas. Pemberian informasi
Wilayah Bandarharjo (n=37) melalui aplikasi WhatsApp yang bisa
Mayoritas ibu mengalami dilihat dan dipahami oleh ibu hamil
kehamilan yang kedua (40,5%). Usia tanpa batasan waktu karena
kehamilan ibu hamil mayoritas menggunakan android yang dimiliki
padausia kehamilan trimester ketiga ibu hamil, kegunaan media WhatsApp
yaitu 27 minggu sampai dengan akhir yang lain antara lain sebagai media
kehamilan sebesar 18 ibu hamil diskusi dalam kelompok ibu hamil
(48.6%). Gambaran riwayat tentang permasalahan kesehatan yang
kehamilan ibu hamil di wilayah dialami ibu selama masalah kesehatan.
Bandarharjo secara lengkap seperti Kegiatan intervensi lain yang
yang terlihat pada table berikut ini: dilakukan adalah demonstrasi. Hasil
Tabel 3.b. Distribusi riwayat yang didapat antara lain pemahaman
kehamilan pada Ibu Hamil Di Wilayah
ibu hamil tentang kesehatan sebelum
Bandarharjo (n=37)
Percent diberikan intervensi adalah nilai
frekuensi Total
(%)
minimal 13 dan nilai maksimal 93
Kehamilan
yang Ke dengan standar deviasi 19,35, nilai
Pertama 11 29,7 mean 55,95. Pemahaman ibu hamil
Kedua 15 40,5
Ketiga 9 24,3 setelah diberikan intervensi adalah
Keempat 2 5,5 37 nilai minimal 60 dan nilai maksimal
Usia
Kehamilan 100 dengan standar deviasi 9,05, nilai
Trimester 1 2 5,5 mean 88,16. Hasil analisa uji t-
(1-13
minggu) dependent disebutkan adanya
Trimester 2 17 45,9 perbedaan yang signifikan sebelum
(14-26
minggu) dan setelah diberikan intervensi
Trimester 3 18 48,6 37 dengan nilai p-value 0,000 (p value <
(27- akhir
kehamilan) 0,05), besar perbedaannya adalah 13
yang diperoleh dari 95% confidence
c. Pemahaman Ibu Hamil tentang intervalof difference. Upaya
Kesehatan pada masa kehamilan, peningkatan pemahaman ibu hamil
melahirkan, masa nifas di wilayah secara lengkap seperti yang terlihat
Bandarharjo sebelum dan setelah pada tabel berikut ini:
diberikan intervensi (n=37) Tabel 3.c. Distribusi pemahaman Ibu
Upaya peningkatan pemahaman Hamil tentang Kesehatan pada masa
kehamilan, melahirkan, masa nifas di
ibu melalui intervensi yang dilakukan wilayah Bandarharjo sebelum dan
melalui pemaparan informasi tentang setelah diberikan intervensi (n=37)
N Mean SD Min Maks p-value
kesehatan pada ibu hamil, melahirkan Pemahaman 37 55,95 19,35 13 93 0,000

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 42
N Mean SD Min Maks p-value menyebutkan keaktifan dan kemanfaatan
sebelum
diberikan dari group WhatsApp di mempunyai
intervensi
Pemahamanse 37 88,16 9,05 60 100 ekspektasi yang berbeda tergantung dari
telah
diberikan
aktivitas administrator grup dari lima
intervensi group yang di pakai. Penelitian ini
(p value < 0,05)

Pembahasan menggunakan satu group WhatsApp dan di


Berdasarkan hasil penelitian dengan fokuskan pada efektifitas informasi
analisa uji t-dependent disebutkan adanya melalui media video.
perbedaan yang signifikan sebelum dan Kondisi kurangnya pemahaman ibu
setelah diberikan intervensi dengan nilai p- hamil tentang kesehatannya menyebabkan
value 0,000, besar perbedaannya adalah terjadinya angka kematian ibu selama
13.Hal ini dikarenakan tindakan intervensi masa kehamilan, melahirkan dan masa
yang diberikan kepada ibu hamil terutama nifas. Angka kematian ibu di Indonesia
pada ibu hamil dengan resiko tinggi. Data masih cukup memprihatinkan
yang diperoleh dari Puskesmas dibandingkan dengan negara di
Bandarharjo, responden dalam penelitian Asia.Angka kematian ibu pada posisi
sebagian besar merupakan ibu hamil 359/100.000 kelahiran hidup (Survei
dengan resiko tinggi antara lain kehamilan Demografi Kesehatan Indonesia, 2012).
dengan usia tua, riwayat abortus, jarak Kurangnya pemahaman ibu hamil di
lama, riwayat operasi sectio saecar, ibu karenakan informasi belum tersampaikan
hamil dengan kekurangan energi kronis secara komprehensif di tatanan masyarakat
selama massa kehamilan, jarak dekat terutama masyarakat bawah dipengaruhi
dengan kehamilan sebelumnya. oleh rendahnya pendidikan, ketidak tahuan
Pelaksanaan interaksi anggota group cara mengakses informasi dan rendahnya
WhatsApp bervariasi tingkat keaktifan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan
anggota yang merupakan individu, keluarga dan kelompok khusus.
responden.Sebanyak 23 orang (60%) Kemajuan tehnologi ditandai dengan
anggota WhatsApp aktif berpendapat dan penggunaan handphone android di
mengikuti informasi yang di sampaikan. masyarakat merupakan kesempatan baik
Komunikasi aktif di lakukan pada group untuk memanfaatkan smartphone dalam
WhatsApp oleh peneliti sebagai media menyebarkan informasi.Cergio Catmonal
informasi menggunakan video pendek at all, menyampaikan hasil penelitian
berdurasi kurang lebih 4 sampai dengan 6 bahwa pesan instan dalam group
menit pada tiap tahap/ sesi. Respon positip WhatsAppefektif untuk berkolaborasi
di berikan oleh responden sebagai klinis real-time dan dapat berfungsi
penghantar media informasi karena mudah sebagai platform penting untuk
di pahami. Hasil penelitian Juha J, Patel meningkatkan manajemen dan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 43
melanjutkan pendidikan kesehatan padaibu pusat informasi layanan ibu hamil,
hamil.Data hasil wawancara kepada ibu melahirkan dan masa nifas serta harapan
hamil rata-rata mengatakan bahwa untuk menurunnya angka kematian ibu
ketidaktahuan ibu hamil tentang kesehatan (AKI) akan tercapai dengan transfer
kehamilan, masa melahirkan dan masa edukasi tentang ibu hamil, melahirkan dan
nifas. Kurangnya kepedulian ibu hamil masa nifas pada smartphone dengan
tentang kondisi kesehatan yang aplikasi WhatsApp, pendampingan dalam
dirasakannya, hal ini beranggapan bahwa bentuk konsultasi dan kelas ibu hamil. Di
segala sarana kesehatan dalam proses dukung dengan hasil penelitian Harvinder
kehamilan dan melahirkan telah Kaur Dharam Singhat all, WhatsApp
disediakan oleh Puskesmas Bandarharjo Messenger sebagai alat untuk mendukung
serta adanya Tenaga Survey Kesehatan pembelajaran dengan mengimplementasi-
dari Dinas Kesehatan Kota Semarang. kan pada grup dimana pesan pembelajaran
Data awal pada kegiatan sebelum dalam bentuk gambar, audio dan video,
intervensi diperoleh data dari 37 selain format teks. Dalam menerapkan
responden, 54,1 % ibu hamil tidak WhatsApp sebagai alat untuk dukungan
mengetahui bahaya kehamilan bila tinggi pembelajaran seluler dan pelajar jarak
badan kurang dari 145 cm. 56,8 % ibu jauh, pengalaman dan pola penggunaan
hamil tidak mengetahui minimal lingkar untuk pesan pembelajaran seluler.
lengan selama masa kehamilan. 56,8 % Pengguna ponsel menggunakan
responden tidak mengetahui kebutuhan air WhatsApp, platform pesan instan adalah
minum selama kehamilan. Hal ini sejalan cara yang terjangkau untuk mengirim dan
dengan hasil penelitian Agustini ada menerima pesan teks, foto, dan media
hubungan antara tingkat pengetahuan ibu lainnya di satu-ke-satu, satu-ke-banyak,
dan dukungan keluarga terhadap cakupan many-to-one, atau many-to-many levels.
pelayanan ante natal. Hasil penelitian yang Intervensi melalui mobile yang bertujuan
lain oleh Adidja Amani at all, komunikasi untuk memperkuat dukungan pengawasan
aktif dengan diskusi di media untuk tenaga kesehatan di masyarakat
networkmembantu mengurangi kematian lebih efektif dengan membuat grup
neonatal. Implementasinya komunikasikan WhatsApp untuk mendukung pengawasan,
di media network berfungsi untuk pengembangan profesional, dan
mereplikasi tindakan kesehatan inovatif. pembangunan tim. Setidaknya 1 dari 3
Peningkatan kognitif pada ibu hamil, tujuan pengawasan yang ditentukan: (1)
melahirkan dan masa nifas, peningkatan jaminan kualitas, (2) komunikasi dan
caring dalam berperilaku sehat dan informasi, atau (3) mendukung
mengenali kegawatan masa hamil, lingkungan. Pengawasan ini berlangsung
melahirkan dan masa nifas, ketersediaan dalam konteks posting tentang peluncuran

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 44
dari intervensi pembelajaran mobile yang diperoleh dari 95% confidence intervalof
baru dan pengiriman layanan perawatan difference.
kesehatan rutin, serta upaya SARAN
pengembangan tim dan pengembangan Masih diperlukan penelitian lebih
masyarakat. Investigasi awal menunjukkan lanjut dengan mengeksplore fenomena
bahwa dengan fitur komunikasi dari angka kejadian kesehatan ibu hamil,
teknologi pesan instan mobile ini untuk melahirkan, dan masa nifas yang belum
memberlakukan virtual one-to-one, grup, optimal secara kualitatif sehingga
dan peer-to-peer bentuk pengawasan dan diperoleh akar permasalahan rendahnya
dukungan informasi. angka kesehatan ibu hamil di wilayah
Semarang. Adanya pendampingan secara
4. KESIMPULAN berkesinambungan pada ibu hamil,
Karakteristik ibu hamil di wilayah melahirkan dan masa nifas oleh semua
Bandarharjo sebagai berikut: umur pihak meliputi dinas dan petugas
responden sebagian besar antara 21 - 25 kesehatan, kader pendamping serta
tahun (37,8%), Tingkat pendidikan motivasi yang tinggi dari ibu hamil,
mayoritas SLTA (62,2%), pekerjaan melahirkan dan masa nifas tentang
mayoritas tidak bekerja (54.9%). kesehatan dirinya sendiri.
Mayoritas ibu mengalami kehamilan
yang kedua (40,5%). Usia kehamilan ibu 5. REFERENSI
hamil mayoritas padausia kehamilan 1. Profil Kesehatan Indonesia, (2013)
trimester ketiga yaitu 27 minggu sampai 2. Profil Kesehatan Kota Semarang,
dengan akhir kehamilan sebesar 18 ibu (2016)
hamil (48.6%). pemahaman ibu hamil 3. Riset Kesehatan Dasar
tentang kesehatan sebelum diberikan (RISKESDAS). (2013). Jakarta :
intervensi adalah nilai minimal 13 dan Badan Penelitian dan Pengembangan
nilai maksimal 93 dengan standar deviasi Kesehatan, Departemen Kesehatan,
19,35, nilai mean 55,95. Pemahaman ibu Republik Indonesia
hamil setelah diberikan intervensi adalah 4. Sugiyono. (2011). Statistika untuk
nilai minimal 60 dan nilai maksimal 100 Penelitian. Bandung Alfabeta
dengan standar deviasi 9,05, nilai mean 5. Potter & Perry. (2006). Buku Ajar
88,16. Hasil analisa uji t-dependent Fundamental Keperawatan; Konsep,
disebutkan adanya perbedaan yang Proses dan Praktis. Ed 4 Vol 2,
signifikan sebelum dan setelah diberikan Jakarta. EGC
intervensi dengan nilai p-value 0,000, 6. Providing support to pregnant
besar perbedaannya adalah 13 yang women and new mothers through
moderated WhatsApp groups: a

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 45
feasibility study, Suha J., Patel, 7TapL25O5ezfXSazga?dl=0&previe
ShaliniSubbiah, at all , w=10.1007%40978-981-10-7995-
https://www.dropbox.com/sh/rlyka1s 5_10.pdf
5sjmkwhk/AADcfHl7TapL25O5ezf 11. WhatsApp with Learning
XSazga?dl=0&preview=%23%2319 Preferences? Imelda Smit,
554-PB6-1715-R2.pdfeceived: 13 Information Technology
April 2018; Accepted: 23 April Department North-West University
2018; Published: 21 May 2018. (Vaal Triangle Campus)
7. TulaSalud : an m-health system for Vanderbijlpark, SOUTHAFRICA
maternal and infant mortality imelda.smit@nwu.ac.zahttps://www.
reduction in Guatemala, Andres dropbox.com/sh/rlyka1s5sjmkwhk/A
Martinez-Fernandez at all, J ADcfHl7TapL25O5ezfXSazga?dl=0
TelemedTelecareOnlineForst, &preview=10.1109%40FIE.2015.73
published on March 12,2015 as doi: 44366.pdf
10.117/1357633X15575830.https://w 12. Undergraduate nurses reflections
ww.dropbox.com/sh/rlyka1s5sjmkw on Whatsapp use in improving
hk/AADcfHl7TapL25O5ezfXSazga? primary health care education
dl=0&preview=%2310.1177%40135 Author: Juliana J. Willemse
7633X15575830.pdf Affiliation: School of Nursing,
8. Realizing the potential of real- University of the Western Cape,
timeclinical collaboration South Africa Correspondence to:
inmaternal–fetal and obstetric Juliana Willemse Email:
medicine through WhatsApp, Sergio jjwillemse@uwc.ac.za Postal
Carmona, Nada Alayed address: Private Bag X17, Bellville
9. https://www.dropbox.com/sh/rlyka1s 7535, South Africa Dates:
5sjmkwhk/AADcfHl7TapL25O5ezf Received: 27 Mar. 2015Accepted:
XSazga?dl=0&preview=%2310.117 02 June 2015 Published: 13 Aug.
7%401753495X18754457.pdfObstet 2015
ric Medicine0(0) 1–7, The 13. Undergraduate nurses reflections
Author(s) 2018 on Whatsapp use in improving
10. Mobile Learning Support to primary health care education‟,
Distance Learners: Using Curationis38(2), Art. #1512, 7
WhatsApp Messenger Harvinder pages. http://dx.doi.org/10.4102/
Kaur Dharam Singh, Tick Meng urationis.v38i2.1512Copyright:©
Lim, Tai Kwan Woo,and 2015. The Authors. Licensee:
MansorFadzil https://www.dropbox AOSIS OpenJournals.This work is
.com/sh/rlyka1s5sjmkwhk/AADcfHl licensed under the Creative

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 46
Commons Attribution License. box.com/sh/rlyka1s5sjmkwhk/AADc
https://www.dropbox.com/sh/rlyka1s fHl7TapL25O5ezfXSazga?dl=0&pre
5sjmkwhk/AADcfHl7TapL25O5ezf view=10.9745%40ghsp-d-15-
XSazga?dl=0&preview=10.4102%4 00386.pdf
0curationis.v38i2.1512.pdf 15. Agustini dkk, 2013. Hubungan
14. Enhancing the Supervision of Antara Tingkat Pengetahuan Ibu dan
Community Health WorkersWith Dukungan Keluarga Dengan
WhatsApp Mobile Messaging: Cakupan Pelayanan Antenatal di
Qualitative Findings From 2 Low- Wilayah Kerja Puskesmas Buleleng
Resource Settings in Kenya, Jade I, Jurnal Magister Kedokteran
Vu Henry, Niall Winters, Alice Keluarga Vol 1, No 1, 2013 (hal 67-
Lakati, atall https://www.drop 79). http://jurnal.pasca.uns.ac.id

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 47
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
STUDI LITERATUR RIVIEW

Savitri Citra Budi1), Fatmah1)


1
Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada
email: savitri@ugm.ac.id; fatmah@mail.ugm.ac.id

Abstract
Background: Patient safety is carried out as a hospital effort to provide safer services. However, the
occurrence of intentional or not causing injury that can be detected in a patient or called an injury
must report a maximum of 2 x 24 hours. Reporting is an effective way to correct incidents. This
literature review was made to multiply references on the reporting of patient safety incidents.
Method: Literature Review by collecting relevant articles in Pubmed database with certain keywords.
Results: There were 93 articles obtained, after only 3 relevant articles were reviewed. The results of
the existing review literature will be elaborated based on the patient safety incident reporting system,
patient safety incident reporting forms, and patient safety incident flow. Conclusion: Indonesia
develops a culture of incident reporting by referring to the regulations of the Indonesian Ministry of
Health. Internal reports that are still in the form of manuals, while for external reports in the form of
electronics. In addition, the role of all parties is also needed in building this system. Hospitals in
Indonesia have implemented an incident reporting format according to the regulations of the Ministry
of Health of the Republic of Indonesia, where the content is sufficient for patient safety incident
reporting which can describe the incident. The patient safety incident reporting flow is specifically
regulated, whereby reporting must be reported to a maximum of 2 x 24 hours, and reported to the
KKPRS. Fast and effective feedback can encourage good reporting in the future.

Keywords: patient safety, incident, reporting.

1. PENDAHULUAN di rumah sakit (2). Keselamatan pasien


Keselamatan pasien adalah suatu dilakukan sebagai upaya rumah sakit
sistem yang membuat asuhan pasien lebih untuk menyediakan layanan yang lebih
aman, meliputi asesmen risiko, aman.
identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, Insiden keselamatan pasien adalah
pelaporan dan analisis insiden, setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kemampuan belajar dari insiden dan kondisi yang mengakibatkan atau
tindak lanjutnya, serta implementasi berpotensi mengakibatkan cedera yang
solusi untuk meminimalkan timbulnya dapat dicegah pada pasien (1). Setiap
risiko dan mencegah terjadinya cedera insiden harus dilaporkan secara internal
yang disebabkan oleh kesalahan akibat kepada tim keselamatan pasien dalam
melaksanakan suatu tindakan atau tidak waktu paling lambat 2x24 jam dengan
mengambil tindakan yang seharusnya menggunakan format laporan yang sudah
diambil (1). Keselamatan pasien mengacu ditentukan (1).
pada pencegahan kerusakan akibat Pelaporan insiden keselamatan
menerima layanan kesehatan, termasuk pasien tentu mempunyai sistem, formulir
kejadian seperti kesalahan prosedur dan dan alur pelaporan di setiap negara.
kecelakaan yang terjadi selama pelayanan Sistem pelaporan insiden secara universal

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 48
diakui sebagai alat penting untuk literatur review dengan mengumpulkan
peningkatan kualitas di semua sistem artikel yang relevan dari database
adaptif yang kompleks (3). Proses PubMed.
pengembangan sistem keselamatan pasien Teknik pengumpulan data dengan
disajikan dan karakteristik sistem memasukkan kata kunci dalam database
menyediakan kerangka kerja yang digunakan yaitu: (patient safety
komprehensif yang dapat digunakan incident reporting systems AND patient
untuk penyebaran masa depan sistem safety incident reporting process AND
keselamatan pasien yang serupa (4). patient safety incident reporting form).
Pelaporan keselamatan pasien merupak Artikel yang sudah dikumpulkan hanya
salah satu alat yang paling efektif untuk artikel berbahasa inggris yang diambil.
melakukan perbaikan dalam insiden Langkah-langkahnya adalah pada awal
keselamatan pasien, sehingga petugas pencarian ditinjau berdasarkan judul
dapat belajar dari insiden yang telah penelitian yang relevan, lalu ditinjau
terjadi dan insiden tersebut tidak akan berdasarkan abstrak dan kemudian ditinjau
terulang kembali. Beberapa rumah sakit berdasarkan isi artikel. Diagram alur
di wilayah Yogyakarta sudah melakukan tersebut dapat
sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien, baik secara manual maupun
elektronik sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 11 tahun 2017
dimana dijelaskan tentang sistem,
formulir dan alur pelaporan insiden
keselamatan pasien. Pada penelitian ini
peneliti melakukan literatur review artikel
yang terdapat di database Pubmed dan
dilakukan komparasi mengenai sistem,
formulir, dan alur pelaporan keselamatan
pasien yang ada di Indonesia yang
diharapkan dapat menambah referensi
pelaporan insiden keselamatan pasien.
Gambar 1. Diagram Alur Prosedur
Dengan adanya literature review dapat Penelitian
memberikan kontribusi yang siginifikan
Literatur review yang sudah ada
untuk kemajuan keselamatan pasien (2).
dibandingkan dengan peraturan
pemerintah yang ada di Indonesia dan
2. METODE PENELITIAN
keadaaan yang ada dibeberapa rumah
Penelitian ini merupakan sebuah

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 49
sakit di Yogyakarta yang sudah dilihat review dapat dilihat di Tabel 1. Hasil
oleh peneliti. tersbut dijabarkan berdasarkan sistem
pelaporan insiden keselamatan pasien,
3. HASIL DAN PEMBAHASAN formulir pelaporan insiden keselamatan
Hasil identifikasi artikel yang pasien, dan alur insiden keselamatan
diperoleh oleh peneliti adalah 93 artikel. pasien dan dibandingkan dengan kondisi
Artikel yang masuk kedalam literatur yang ada di Indonesia.
review adalah 3 artikel. Hasil literatur
Tabel 1. Hasil Literatur Review
Penulis Negara Metode Hasil
Ferroli P (3) Italy Ekperimental Menerapkan sistem pelaporan insiden
merupakan hal yang cukup berat dilakukan,
prosesnya harus melibatkan semua orang
yang bekerja dalam lingkungan yang diteliti.
Ketekunan dan komitmen yang kuat
diperlukan untuk merubah budaya yang ada
dan merubah paradigma pelaporan. Agar
perubahan paradigma ini sukses, maka
diperlukan kontribusi dari para ahli dan
faktor SDM sangat penting.

Benn J (5) Inggris (UK) Mixed Method Pada alur sistem pelaporan dimasukkan
pemberian umpan balik pada pelaporan
insiden keselamatan pasien itu sangat
diperlukan. Adanya umpan balik yang baik
maka secara efektif akan meningkatkan
keselamatan pasien.

Vallejo-Gutiérrez Spanyol Literatur Review Sistem pelaporan yang online yang


P (4) diterapkan di Spanyol yang disesuaikan
dengan kondisi yang ada. Prosesnya terus
dikembangkan untuk sistem keselamatan
pasien yang lebih baik.

a. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Yogyakarta pengembangannya


Pasien bertahap dengan dilakukan analisis
Sistem pelaporan insiden dan pengembangan.
keselamatan pasien di beberapa rumah Sementara bagi rumah sakit di
sakit di Yogyakarta ada yang Yogakarta yang masih menggunakan
menggunakan elektronik, akan tetapi sistem manual mempunyai rencana
mereka membangun sistem elektronik pengembangan ke sistem elektronik.
sendiri. Selain itu beberapa juga Sistem pelaporan insiden keselamatan
menggunakan sistem manual yang pasien di Indonesia menggunakan
disediakan oleh Kementerian metode manual dan elektronik.
Kesehatan. Sistem elektronik yang Pelaporan insiden eksternal rumah
diterapkan di rumah sakit swasta di sakit dapat dilakukan melalui

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 50
pengisian formulir secara elektronik grading dengan indikator proses untuk
(e-reporting). E- reporting insiden memantau sistem. Pengembangan
ekternal diharapkan dapat sistem seperti ini diharapkan untuk
meningkatkan budaya pelaporan menyediakan kerangka kerja
insiden untuk dapat dianalisis dan komprehensif yang dapat digunakan
ditindaklanjuti. Sistem pelaporan ini untuk mengembangkan sistem
diharapkan mampu menurunkan keselamatan pasien yang ada dimasa
insiden keselamatan pasien dan depan (4). Sistem pelaporan insiden
meningkatkan mutu pelayanan dan secara siginifikan berkontribusi
keselamatan pasien. terhadap keselamatan perawatan yang
Sistem pelaporan insiden mempengaruhi morbiditas dan
keselamatan pasien yang baik dapat mortalitas (3). Dalam penerapannya
digunakan untuk mengetahui juga harus melibatkan seluruh
penyebab insiden sampai akar lembaga, dari manajemen puncak
masalahanya, mencegah kejadian yang sampai semua karyawan agar sistem
sama terulang kembali, diperoleh data yang dibangun menjadi bagus (3).
/ peta nasional angka insiden b. Formulir Pelaporan Insiden
keselamatan pasien. Diperolehnya Keselamatan Pasien
pembelajaran untuk meningkatkan Di Yogyakarta beberapa rumah
mutu pelayanan dan keselamatan sakit swasta yang sudah menerapkan
pasien bagi rumah sakit lain, dan sistem pelaporan insiden keselamatan
ditetapkannya langkah-langkah praktis pasien secara elektronik,mereka
keselamatan pasien rumah sakit di memiliki interface sistem dengan
Indonesia (6). beberapa item yang perlu diisi. Item-
Spanyol mengembangkan sistem item yang perlu diisi antara lain item
pelaporan dan pembelajaran pelapor yang di dalamnya berisi
keselamatan pasien (Sistema de tanggal dan waktu terjadi insiden,
Notificacion y Aprendizajepara Ia sasaran keselamatan pasien, tempat
Seguridad del Paciente / SiNAPS) kejadian dan kejadian; item kedua
yang merupakan sistem pelaporan yaitu tim Peningkatan Mutu dan
generik untuk semua jenis insiden Keselamatan Pasien (PMKP) yang
yang berkaitan dengan keselamatan berisi tabel insiden, grading risiko,
pasien. Sistem ini memiliki program outcome pasien, untervensi, follow up
elektronik berupa formulir on-line (analisis akar masalah / 5W),
untuk pelaporan, perangkat lunak intervensi, rekomendasi,
untuk mengelola insiden dan rencana implementasi, faktor kontribusi, tabel
perbaikan, dan papan skor atau insiden perruang, perjenis kejadian,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 51
trend kejadian. Di rumah sakit swasta
lainnya ada beberapa item utama yaitu
identitas pasien, investigasi sederhana,
tim PMKP, masing-masing user
disertai dokumen regulasi.
Formulir pelaporan insiden
keselamatan pasien di Indonesia
terdapat 3 formulir. Formulir 1 yang
dapat dilihat pada Gambar. 2
digunakan untuk melaporkan setiap
insiden secara internal kepada tim
Keselamatan Pasien dalam waktu
paling lambat 2x24 jam. Formulir 1 ini
terdiri dari data pasien dan rincian
kejadian yang didalamnya memuat
waktu kejadian, insiden, kronologi,
jenis kejadian, orang pertama yang
melaporkan kejadian, insiden terjadi
pada siapa, tempat kejadian, unit kerja
terkait yang menyebabkan insiden,
akibat insiden kepada pasien, tindakan
yang dilakukan segera setelah kejadian
Di Italy diciptakan sebuah start
dan hasilnya, dan autentikasi pembuat
up berupa formulir untuk pelaporan
laporan dan penerima laporan.
insiden keselamatan pasien dimana
Formulir 2 dan 3 digunakan untuk
terdapat dua lembar formulir yang
pelaporan insiden secara online atau
sederhana. Formulir tersebut berisikan
tertulis kepada Komite Nasional
pertanyaan-pertanyaan yang beberapa
Keselamatan Pasien. Formulir 2
dalam bentuk pilihan. Pertanyaan-
dengan isian sama seperti formulir 1
pertanyaan tersebut diantaranya adalah
ditambah dengan tipe insiden dan
kapan dan dimana (lokasi dan fase
analisis penyebab insiden. Sedangkan
insiden), apa (deskripsi konteks dan
formulir 3 adalah formulir elektronik
urutan faktor), bagaimana (bagaimana
dimana fasilitas pelayanan kesehatan
insiden itu dideteksi), dampak, potensi
diberikan kode akses untuk mengisi
untuk kekambuhan dan saran untuk
formulir laporan insiden keselamatan
meningkatkan tindakan keamanan dan
pasien (1).
mencegah insiden serupa terjadi lagi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 52
(3). Formulir tersebut dapat dilihat Alur pelaporan keselamatan
pada Gambar 3. pasien yang diterapkan di beberapa
rumah sakit di Yogyakarta dimana
semua tenaga kesehatan melaporkan
ke tim PMKP lalu dilanjutkan ke unit
terkait dan dilaporkan kepada
direktur, sesuai dengan Permenkes
Nomor 11 Tahun 2017 telah
mengatur mengenai alur pelaporan
insiden keselamatan pasien di rumah

Adanya formulir dapat membantu sakit, alurnya sebagai berikut : [1]

petugas dan penilai untuk Insiden terjadi, [2] Segera ditangani,

mengidentifikasi dengan lebih baik [3] Lapor kejadian kepada atasan

setiap kelemahan sistem. Misalnya, langsung (2x24 jam), [4] dilakukan

untuk setiap peristiwa yang dilaporkan grading risiko, [5] Investigasi, [6]

dapat diselidiki apakah insiden Laporan kejadian hasil investigasi

tersebut berkaitan dengan manusia, kepada TIM KP RS, [7] Analisis

organisasi atau perilaku (misalnya regrading, [8] RCA, [9] Pembelajaran

kurangnya komunikasi, kerja tim, / Rekomendasi, [10] Feed back ke

pengambilan keputusan, atau unit, [11] Laporan kepada Direksi,

kepemimpinan, atau pengaruh tekanan [12] Laporan kepada KKP PERSI

waktu, beban kerja, salah tafsir, melalui entry data (e-reporting)

aktivitas multitasking, dan sebagainya) melalui website resmi KKPRS. Alur

dan prosedur (misalnya efektivitas dijabarkan pada Gambar 4. Proses

daftar periksa, dosisi obat, alokasi pelaporan SiNAPS yaitu melalui

tugas, dan sebagainya). Kesalahan dan deteksi, Pelaporan, Klasifikasi,

peristiwa pemicu dinilai dan Pengelolaan dan analisis, Pelaksanaan

dikelompokkan, mulai dari kesalahan perbaikan, dan Umpan balik. Apabila

yang paling sering atau yang parah terjadi insiden maka akan dideteksi

hingga paling parah. Penanggulangan oleh petugas, petugas tersebut akan

yang diadopsi adalah yang disarankan melakukan pelaporan ke sistem, dan

pada formulir pelaporan, solusi yang disana akan muncul kode kenilaian

ditemukan atau strategi konsesus yang keparahan yang akan digunakan

berasal dari umpan balik (3). untuk memilihi metode analisis.

c. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Insiden dengan risiko rendah dan

Pasien menengah biasanya dianalisis dengan


memantau data insiden gabungan dan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 53
digabung, sedangkan untuk insiden dengan baik dan efektif akan
dengan risiko tinggi dan ekstrim, mendorong pengembangan budaya
analisis mendalam disarankan untuk keselamatan pasien yang positif
melakukan analisis akar masalah. disuatu organisasi (5).
Setelah itu dilakukan rencana
pengurangan risiko, menetapkan
tindakan yang harus dilakukan.
Umpan balik diberikan bisa melalui
email, telepon, laporan berkala, atau
pertemuan untuk membahas tentang
insiden keselamatan (4).

Gambar 5. Alur di Inggris

Masalah keselamatan pasien


saat ini dapat dideteksi segera dengan
menggunakan pelaporan dan
penyelidikan atau analisis sehingga
dapat menghasilkan solusi yang dapat
langsung ditindaklanjuti untuk
mencegah kesalahan atau insiden
berulang. Pengembangan pada masa
yang akan datang dalam sistem
Gambar. 4 Alur di Indonesia pelaporan harus melengkapi
pendeteksian, analisis, dan
Alur pelaporan keselamatan penyelidikan efek samping dengan
pasien di Inggris yang terdapat pada pertimbangan terhadap masalah
gambar 5. hampir sama seperti di seputar cara menggunakan informasi
Indonesia, dimana mereka yang diperoleh dari kegiatan tersebut
menerapkan umpan balik untuk untuk meningkatkan keselamatan
pelaporan insiden. Umpan balik yang pasien. Tantangannya tetap untuk
memadai tentang isu-isu keselamatan mengembangkan sistem umpan balik
pasien dan memastikan solusi efektif yang lebih efektif yang menyajikan
kepada petugas maka akan pembelajaran dari insiden
mendorong pelaporan di masa keselamatan pasien yang sidah terjadi
mendatang. Selain itu umpan balik dan perbaikan berkelanjutan dalam
yang tepat waktu, disampaikan sistem. (5).

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 54
4. KESIMPULAN 2. D‟Lima D, Archer S, Thibaut BI,
a. Indonesia mengembangkan budaya Ramtale SC, Dewa LH, Darzi A. A
pelaporan insiden dengan mengacu systematic review of patient safety in
pada regulasi dari Kementerian mental health: A protocol based on the
Kesehatan RI. Laporan bersifat inpatient setting. Syst Rev [Internet].
internal yang masih berupa manual, 2016;5(1). Available from:
sedangkan untuk laporan ekstenal http://dx.doi.org/10.1186/s13643-016-
berupa elektronik. Selain itu peran 0365-7
semua pihak juga diperlukan dalam 3. Ferroli P, Caldiroli D, Acerbi F,
membangun sistem ini. Scholtze M, Piro A, Schiariti M, et al.
b. Rumah sakit di Indonesia sudah Application of an aviation model of
menerapkan format pelaporan insiden incident reporting and investigation to
sesuai regulasi dari Kementerian the neurosurgical scenario: method
Kesehatan RI, dimana kontennya and preliminary data. Neurosurg
sudah mencukupi untuk pelaporan Focus [Internet]. 2012;33(5):E7.
insiden keselamatan pasien dimana Available from: http://thejns.org/doi/
dapat mendeskripsikan insiden yang 10.3171/2012.9.FOCUS12252
terjadi. 4. Vallejo-Gutiérrez P, Bañeres-Amella
c. Alur pelaporan insiden keselamatan J, Sierra E, Casal J, Agra Y. Lessons
pasien sudah spesifik diatur, dimana learnt from the development of the
pelaporan harus dilaporkan maksimal Patient Safety Incidents Reporting an
2 x24 jam, dan dilaporkan kepada Learning System for the Spanish
KKPRS. Umpan balik yang cepat dan National Health System: SiNASP. Rev
efektif dapat mendorong pelaporan Calid Asist. 2014;29(2):69–77.
yang baik dimasa yang akan datang. 5. Benn J, Koutantji M, Wallace L,
Spurgeon P, Rejman M, Healey A, et
5. REFERENSI al. Feedback from incident reporting:
1. Permenkes RI No.11 2017. Peraturan Information and action to improve
menteri kesehatan RI Nomor 11 patient safety. Qual Saf Heal Care.
Tahun 2017 tentang keselamatan 2009;18(1):11–21.
pasien. Peratur Menteri Kesehat 6. Komite Keselamatan Pasien R sakit.
Republik Indones Nomor 11 Tahun Pedoman pelaporan insiden
2017 Tentang Keselam Pasien keselamatan pasien (ikp). 2015;
Dengan. 2017;5–6.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 55
EDUKASI PERSONAL HYGIENE PADA KELUARGA ANAK JALANAN
DI KOTA MAKASSAR

Suriah1), Muhammad Rachmat1), Healthy Hidayanty1) dan Apik Indarty Moedjiono1)


1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin
email : suriah_74@yahoo.com, rachmat.muh@gmail.com, hhidayanty@yahoo.com dan indarty.95@gmail.com

Abstract
The problem of street children is inseparable from the lack of the role of families in making efforts to
develop street children and treat children according to their rights. Not infrequently children
wandering the streets with unhealthy behavior, especially with regard to personal hygiene. The family
of street children need to be guided and educated so that they due to become the main protectors in
preventing their children from living unhealthily on the streets. Due to the important reason, this
study aims to provide personal hygiene education to families of street children, provide health
educator training on personal hygiene to the Community Caring for Children Street (KPAJ) cadre
and initiate the formation of commitments and role models of family of street children who has
independent of personal hygiene aspects. This research performed qualitative method through
participatory action research design. Data collection conducted with participatory observation and
documentation techniques. The research location was in the Tamalanrea sub-district of Makassar
City, with the number of informants involved namely; 20 families of street children and 10 KPAJ
cadres. This study resulted in twenty families of street children having received education about
personal hygiene, ten KPAJ cadres have been trained as local educators about personal hygiene and
the formation of commitment from 3 street children families who will be a role model of personal
hygiene for other street children families in their environment. Furthermore, it is expected that the
results of this study can be replicated by KPAJ, social services and local health offices in order to
reduce the number of street children who roam unhealthily on the road.

Keywords: Education, personal hygiene, and family of street children

1. PENDAHULUAN amanat dalam Undang-undang Republik


Anak jalanan atau street children Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
berdasarkan definisi Kementerian Sosial perlindungan anak, yang dimaksud dengan
Republik Indonesia adalah anak yang anak adalah seseorang yang belum berusia
menggunakan sebagian waktunya di 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
jalanan baik untuk bekerja maupun tidak, yang masih dalam kandungan, yang
yang terdiri dari anak-anak yang masih memiliki hak untuk dapat hidup, tumbuh,
mempunyai hubungan dengan keluarga berkembang, dan berpartisipasi secara
atau putus hubungan dengan keluarga dan wajar sesuai dengan harkat dan martabat
anak-anak yang hidup mandiri sejak masa kemanusiaan, serta mendapat
kecil karena kehilangan keluarga atau perlindungan dari kekerasan dan
orang tua. Anak merupakan modal suatu diskriminasi. Untuk memperkuat
bangsa, oleh karena itu negara dan perlindungan anak Menteri Sosial
keluarga memiliki kaitan erat dalam menyerukan Gerakan Sosial Menuju
memelihara anak. Apabila seorang anak Indonesia Bebas Anak Jalanan (MIBAJ),
diketahui tidak memiliki orang tua, maka yang diluncurkan bertepatan dengan
negara wajib melindungi, sebagaimana perayaan hari anak universal yang jatuh

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 56
pada tanggal 20 Novemver 2017. Hal ini diposisikan sebagai kelompok yang tidak
juga menjadi salah satu upaya implikasi terpenuhi hak-haknya termasuk
PP Nomor 44/2017 tentang pelaksanaan pemenuhan hak dalam layanan kesehatan.
pengasuhan anak untuk memperkuat Masalah kesehatan yang seringkali
kesejahteraan dan perlindungan anak1. menimpa anak jalanan seperti; keadaan
Data jumlah anak jalanan di Indonesia kurang gizi karena pola makan yang tidak
mengalami penurunan selama satu dekade. teratur, kurang gizi merupakan salah satu
Pada tahun 2006 jumlah anak jalanan faktor penyebab mudahnya seseorang
sebanyak 232.894 orang, jumlah ini terkena penyakit infeksi. Hal ini karena
berkurang menjadi 16.290 pada tahun sistim kekebalan tubuh yang dimiliki
20171. Data Dinas Sosial kota Makassar mereka melemah. Anak jalanan sering
tahun 2011 menyebutkan angka 918 untuk diidentikkan sebagai komunitas yang
jumlah anak jalanan yang terdaftar di Kota kurang memperhatikan perilaku hidup
Makassar. Pada tahun 2012 jumlah anak sehat sebagai temuan hasil penelitian
jalanan meningkat hingga 990 orang. Simanjuntak (2012) mengenai gambaran
Sedangkan jumlah anak jalanan pada pemenuhan dasar personal hygiene anak
tahun 2013 sebanyak 1.043 orang, namun jalanan di Medan. Penelitian ini
pada tahun 2014 jumlah anak jalanan menyebutkan bahwa kebersihan kulit anak
mengalami penurunan menjadi 687 orang, jalanan sangat buruk, mandi di sungai
dan pada tahun 2015 sebanyak 520 anak sebanyak 30 orang (57%), alat untuk
jalanan di Kota Makassar2. mandi hanya mengunakan air saja
Undang-undang RI No. 23 tahun sebanyak 35 orang (87%), memotong
2002 juga menyebutkan tentang 12 hak kuku dilakukan 1 kali dalam seminggu
anak, dua diantaranya yakni; hak untuk sebanyak 20 orang (50%), alat yang
mendapatkan mengetahui orangtuanya, digunakan untuk memotong kuku lebih
dibesarkan, dan diasuh orangtuanya banyak menggunakan gigi sebanyak 31
sendiri, bila karena suatu sebab orang tua orang (77%), frekuensi kebersihan gigi
tidak dapat menjamin tumbuh kembang dilakukan 1 kali dalam seminggu sebanyak
anak, atau anak dalam keadaan terlantar 29 orang (72,5%), alat yang digunakan
maka anak tersebut berhak diasuh atau lebih banyak menggunakan air saja tanpa
diangkat sebagai anak asuh atau anak pasta gigi sebanyak 34 orang (85%),
angkat oleh orang lain sesuai dengan keadaan mulut lebih banyak kering dan
ketentuan perundang-undangan yang bau sebanyak 20 orang (50%), keluhan
berlaku dan hak untuk memperoleh yang dialami lebih banyak sariawan yakni
pelayanan kesehatan dan jaminan sosial 27 orang (67%)3. Masalah personal
sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual hygiene pada anak jalanan ini ditandai
dan sosial. Anak jalanan seringkali dengan ditemukannya banyak kasus

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 57
scabies, diare, panu, kulit kusam dan teridentifikasi positif kecacingan.
kering, rambut merah dan lengket karena Kemudian terdapat 52.6% anak jalanan
kurang perawatan rambut disertai akibat yang tidak memakai alas kaki tercatat
tingginya paparan sinar matahari. Selain positif kecacingan dan 42.1% anak jalanan
itu kuku mereka tampak panjang, dipenuhi yang kukunya kotor mengalami
4
kotoran sehingga terlihat hitam dan kotor kecacingan . Penelitian lainnya dari
karena banyak memungut sampah, jarang Jusfaega, Nurdiyanah dan Syarfaini
memotong kuku dan jarang mencuci (2016), terkait dengan kebersihan kuku
tangan, apalagi menggunakan sabun. Gigi anak jalanan di Kota Makassar
mereka juga tampak kuning dan rusak memperoleh informasi dari hasil observasi
karena jarang menggosok gigi dengan baik bahwa kuku anak jalanan terlihat panjang,
dan benar. Pada saat mereka beraktifitas di kotor dan tidak terawat. Ketika ingin
luar rumah, sangat jarang memakai alas makan mereka tidak mencuci tangan
kaki padahal kondisi lingkungan dan jalan terlebih dahulu. Alasannya karena
sangat berlumpur. Misalnya di wilayah kehidupan sehari-hari di jalanan sehingga
kecamatan Tamalarea kota Makassar, tidak sempat cuci tangan dan langsung
dapat ditemui kondisi lingkungan yang makan saja tanpa memperhatikan
sangat jauh dari standar kesehatan yang kebersihan tangan mereka. Beberapa anak
baik bagi aktifitas luar rumah anak jalanan memotong kuku ketika sudah
jalanan. Perumahan yang kumuh serta panjang, namun ada juga anak jalanan
rumah dihuni oleh beberapa orang yang sengaja hanya menggigit kuku mereka,
melebihi batas, karena ukuran rumah yang alasannya tidak mempunyai alat pemotong
sangat sempit. Masalah lainnya adalah, kuku dan menggigit kuku sudah menjadi
makanan yang tidak sehat dan bersih, kebiasaan ketika mereka duduk bersantai5.
penyediaan air bersih yang kurang. Menurut Masruroh (2014), bahwa
Masalah kesehatan yang paling banyak dibutuhkan pembinaan program
ditemukan di wilayah ini adalah scabies perlindungan kesehatan bagi anak jalanan
dan diare (Observasi awal peneliti, Juni dari berbagai pihak untuk mengurangi dan
2018). mencegah dampak kesehatan dan
Berdasarkan hasil penelitian Azriful psikososial yang dapat berakibat pada
dan Rahmawan (2015) diperoleh informasi kondisi yang lebih parah dan
bahwa ada hubungan antara personal menimbulkan beban bagi keluarga,
hygiene dengan kejadian kecacingan pada masyarakat dan negara6. Pusat layanan
anak jalanan di Kecamatan Mariso Kota kesehatan primer dalam hal ini puskesmas
Makassar. Penelitian ini menyimpulkan sebagai pemberi layanan terdepan
bahwa terdapat 60.5% anak jalanan yang diharapkan dapat melakukan pembinaan
mencuci tangan tidak memenuhi syarat melalui pelayanan kesehatan secara

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 58
komprehensif, berkesinambungan dan Berdasarkan uraian yang telah
berkualitas. Untuk mencapai keberhasilan dikemukakan, terungkap beberapa
pelaksanaan pembinaan program permasalahan yang berkenaan dengan
pelayanan kesehatan anak jalanan, kesehatan yang dialami anak jalanan
dibutuhkan model pelayanan yang berserta keluarganya yakni; 1). Anak
disesuaikan dengan sasaran program jalanan dan keluarga tidak memiliki
khusus untuk anak jalanan yaitu pengetahuan yang memadai terkait
puskesmas yang mampu membina kesehatan perorangan (personal hygiene),
kesehatan anak jalanan secara yang bermuara pada timbulnya berbagai
komprehensif dan optimal. Sejalan dengan masalah kesehatan seperti scabies, diare,
hal tersebut, menurut Agustin dan kecacingan, masalah gigi dan mulut, 2).
Nugroho (2017) dibutuhkan bimbingan Belum adanya upaya dan pihak yang
pada anak jalanan dengan sasaran keluarga secara berkesinambungan memberikan
agar terkontrol dari aspek sosial dan edukasi kesehatan perorangan bagi anak
7
kesehatan diri . Salah satu komunitas yang jalanan dan keluarga, sehingga mereka
fokus terhadap permasalahan anak jalanan berkeliaran di jalan tidak sehat dan 3).
di Kota Makassar adalah Komunitas Keluarga anak jalanan membiarkan dan
Peduli Anak Jalanan (KPAJ). Komunitas menuntut anak-anak mereka berkeliaran di
ini terdiri dari kelompok anak muda yang jalan mencari nafkah, padahal seharusnya
peduli pada kehidupan sosial sekitarnya. mereka berperan sebagai protektif utama.
Kerja tanpa pamrih dan tangan di atas Berdasarkan kondisi tersebut, sehingga
lebih baik dari pada tangan di bawah penelitian ini bertujuan mengimplemetasi-
merupakan prinsip yang selalu dipegang kan edukasi personal hygiene pada
teguh. Komunitas ini diikat oleh satu rasa keluarga anak jalanan, melaksanakan
yang tak terputuskan, yakni kepedulian pelatihan edukator kesehatan tentang
kepada anak-anak jalanan. Mottonya personal hygiene kepada kader Komunitas
adalah “Kami peduli karena itu Kami Peduli Anak Jalanan serta menginisiasi
berbagi”. KPAJ berdiri pada Tanggal 1 pembentukan komitmen dan role model
Maret 2012. Sekretariat berlokasi di keluarga anak jalanan yang mandiri dari
Perumahan Tamalanrea Mas Blok M1 No. aspek personal hygiene.
18 BTP Makassar. Saat ini KPAJ
membina 206 anak jalanan, yang terdiri 2. METODE PENELITIAN
dari 6 area binaan, Fly Over 30 anak, jl. Penelitian ini menggunakan metode
Adyaksa 30 anak, Jl. Politeknik 16 anak, kualitatif dengan pendekatan participatory
Kampung Savana 40 anak, dan Telkomas action research. Pendekatan ini adalah
30 anak, dan di wilayah Manggala yakni sejenis desain dalam metode kualitatif
60 anak. yang dilaksanakan secara partisipatif yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 59
bersumber dari komunitas arus bawah Kegiatan penelitian ini diawali
untuk menstimulasi munculnya perubahan dengan melakukan edukasi personal
dalam bentuk aksi transformatif yang hygiene pada keluarga anak jalanan,
mengarah kepada kondisi hidup yang lebih selanjutnya dilakukan pelatihan edukator
baik. Ada dua ranah utama dari kesehatan pada komunitas peduli anak
pendekatan ini yakni ranah aksi dan ranah jalanan. Kemudian untuk kesinambungan
partisipasi. Ranah aksi yang dilakukan program dibentuklah role model keluarga
dalam penelitian ini adalah; edukasi anak jalanan yang akan menjadi contoh
personal hygiene, pelatihan edukator lokal, keluarga yang sehat dan mandiri dari
pembentukan komitmen dan role model. aspek personal hygiene. Berikut
Sedangkan ranah partisipatif berupa digambarkan rancangan alur kegiatan yang
pelibatan: keluarga anak jalanan dan telah dilakukan:
komunitas peduli anak jalanan (KPAJ).
Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik observasi partisipasi dan
dokumentasi. Lokasi penelitian ini
difokuskan di wilayah kecamatan
Tamalanrea Kota Makassar, sebagai salah
satu area binaan KPAJ. Uraian mengenai
metode pelaksanaan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada matriks 1.
Matriks 1. Metode pelaksanaan kegiatan
Bentuk Sasaran 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode Media
kegiatan kegiatan
Edukasi Dua puluh Ceramah, Buklet Hasil
personal (20) orang presentasi, personal
hygiene keluarga komunikasi hygiene, 1. Edukasi personal hygiene pada
anak kelompok bahan keluarga anak jalanan
jalanan (diskusi, tanya presentasi
jawab, dan role- dan slide Kegiatan ini berlangsung pada
play) dan proyektor
pemutaran video tanggal 11 Agustus 2018, diikuti oleh
Pelatihan Sepuluh Ceramah, Buklet 20 orang keluarga anak jalanan.
edukator (10) orang presentasi, personal
kesehatan Kader komunikasi hygiene, Sasaran adalah kelompok ibu-ibu (ibu
KPAJ kelompok materi
(diskusi, tanya pelatihan
dan keluarga dari anak jalanan)
jawab, role-play dan slide dengan usia 21-43 tahun. Adapun
dan simulasi) proyektor
dan pemutaran materi edukasi yang diberikan antara
video
lain; perawatan diri pada kulit, kaki,
Pembentu 3 orang Komunikasi Buklet
kan keluarga kelompok dan personal tangan dan kuku, kulit kepala dan
komitmen anak komunikasi hygiene
dan role jalanan interpersonal dan draft rambut, kebersihan gigi dan mulut,
model komitmen
telinga, mata, hidung dan perawatan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 60
kebersihan organ genetalia. Berikut mulut). Pelatihan edukator personal
dokumentasi hasil kegiatan: hygiene.
2. Pelatihan dilaksanakan pada tanggal
14-15 Agustus 2018 diikuti oleh 10
kader KPAJ (8 perempuan dan 2 laki-
laki), yang berusia sekitar 20-27
tahun. Adapun materi yang
disampaikan dalam pelatihan ini
antara lain; delapan aspek perawatan
diri, pembahasan instrumen observasi
dan penilaian personal hygiene, studi
kasus skenario pembentukan keluarga
role model personal hygiene serta
motivasi dan inisiasi komitmen kader
KPAJ. Berikut dokumentasi hasil
kegiatan:

Berdasarkan hasil pengamatan


pada saat proses edukasi berlangsung,
Nampak bahwa 13 orang dari 20
peserta mampu memperagakan dan
atau menjelaskan dengan tepat 8 aspek
personal hygiene, 3 dari 20 yang
mampu memperagakan 6 aspek Hasil pengamatan pada saat
(perawatan diri pada kulit, kaki, proses pelatihan berlangsung,
tangan dan kuku, kulit kepala dan menunjukkan bahwa 8 orang dari 10
rambut, kebersihan gigi dan mulut, peserta mampu memperagakan dan
serta telinga) dan 4 dari 20 yang bisa atau menjelaskan dengan tepat 8 aspek
memperagakan 5 aspek personal personal hygiene dan 2 dari 10 yang
hygiene (perawatan diri pada kulit, mampu memperagakan 6 aspek
kaki, tangan dan kuku, kulit kepala (perawatan diri pada kulit, kaki,
dan rambut, kebersihan gigi dan tangan dan kuku, kulit kepala dan
rambut, kebersihan gigi dan mulut,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 61
serta mata). Selain itu, kader KPAJ Pekerjaan suami ibu SR adalah
yang menjadi peserta pelatihan juga buruh kasar, sedangkan ibu SR
dapat mengidentifikasi keluarga anak sebagai pemulung bersama anak
jalanan yang dianggap tepat untuk pertamanya. Anak kedua dan
menjadi role model personal hygiene ketiganya seringkali hidup di
yang diformulasikan dari hasil analisis jalanan mengemis.
studi kasus. Pada bagian akhir c. Ibu RM
kegiatan, peserta pelatihan seluruhnya Ibu RM, usia 39 tahun, tamat
berkomitmen untuk menjadi edukator SMA, mempunyai 5 orang anak
personal hygiene bagi komunitas anak usia 15, 13, 10, 4 dan 2 tahun.
jalanan dan keluarganya, dalam Pekerjaan suami ibu RM buruh
bentuk pernyataan sikap. kasar, ia sendiri tidak bekerja,
Pembentukan komitmen dan role anak-anaknya ada yang menjadi
model. Kegiatan ini diselenggarakan pemulung adapula yang
pada tanggal 6 September 2018. berkeliaran di jalan, mengemis.
Keluarga anak jalanan yang terpilih Anak keempat ibu RM adalah
dan bersedia berkomitmen dalam penyandang down syndrome.
penelitian ini sebanyak 3 orang. Ketiga ibu tersebut bersedia dan
Mereka adalah 3 orang keluarga anak berkomitmen untuk menjadi role
jalanan yang telah mendapatkan model personal hygiene bagi keluarga
edukasi tentang personal hygiene. anak jalanan di sekitar mereka. Oleh
Berikut profil informan peserta karena mereka telah mendapatkan
pembentukan komitmen dan role edukasi sebelumnya dan dibekali
model: dengan media edukasi berupa buklet
a. Ibu TW personal hygiene. Demikian pula
Ibu TW usia 40 tahun, dengan kader KPAJ sebagai
lulusan SMK, belum menikah, pendamping keluarga anak jalanan
pekerjaan jualan dan kelola telah dilatih tentang personal hygiene
warung sederhana. Ia merupakan dan dibekali pula dengan media
keluarga dari anak jalanan tinggal edukasi.
bersama beberapa adiknya yang Pembahasan
bekerja sebagai pemulung dan Fenomena kemiskinan di daerah
ngamen di lampu merah. perkotaan adalah dampak dari
b. Ibu SR urbanisasi dan kekeliruan dalam
Ibu SR, usia 34 tahun, tidak menangani ledakan jumlah penduduk.
tamat SD, mempunyai 4 orang Ketersediaan lapangan kerja yang
anak usia 19, 10, 9 dan 2 tahun. terbatas tidak mampu menyerap

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 62
besarnya jumlah angkatan kerja yang kurangnya peran keluarga dalam
ada. Kensekuensi logis dari hal melakukan upaya pembinaan anak
tersebut adalah meningkatnya jumlah jalanan dan memperlakukan anak
pengangguran dan banyaknya pencari sesuai haknya. Tidak jarang kita
kerja memilih bekerja disektor-sektor melihat anak turun ke jalan
marginal yang kurang memberikan menjual dagangan untuk bekerja
penghasilan yang cukup. padahal usia mereka seharusnya
Permasalahan kemiskinan di digunakan untuk bersekolah.
perkotaan berdampak pada munculnya Untuk itu, para keluarga atau para
permasalahan sosial yang lain. Salah orang tua perlu diberi pemahaman
satu contoh masalah sosial yang tidak dan edukasi yang terarah untuk
kunjung terselesaikan adalah anak peningkatan kesejahteraan sosial
jalanan. Anak jalanan atau street tanpa melakukan eksploitasi
children dibagi kedalam 3 kategori, kepada anak, sebagaimana yang
8
yakni : telah dilakukan dalam penelitian
1. Children of the street yaitu ini. Perkembangan permasalahan
kelompok anak yang hidup 24 jam kesejahteraan sosial di Kota
di jalanan, tidak ada kontak Makassar cenderung meningkat
dengan keluarga, tidak lagi pulang ditandai dengan munculnya
ke rumah (meskipun ada) dan berbagai fenomena sosial yang
tidak bersekolah. spesifik baik bersumber dari
2. Children on the street yaitu dalam masyarakat maupun akibat
kelompok anak yang masih pengaruh globalisasi,
memiliki keluarga dan pulang ke industrialisasi dan derasnya arus
rumah, sebagian ada yang informasi dan urbanisasi.
bersekolah. Sementara masalah sosial menjadi
3. Children of vulnerable to be on konvensional masih berlanjut
the Street yaitu kelompok anak termasuk keberadaan anak
yang berteman dengan kategori jalanan, dan adanya pelaku
satu dan dua dan terkadang ikut- eksploitasi, merupakan beban bagi
ikutan turun ke jalan Keluarga Pemerintah Kota Makassar.
anak jalanan yang terlibat dalam Permasalahan tersebut merupakan
penelitian ini memiliki keluarga kenyataan sosial kemasyarakatan
atau anak-anak yang tergolong yang disebabkan oleh berbagai
dalam kategori 2, yakni Children faktor seperti kemiskinan,
on the street. Permasalahan anak kebodohan, urbanisasi, ketiadaan
jalanan tidak terlepas dari lapangan pekerjaan, sulitnya

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 63
mendapatkan pelayanan Pada dasarnya permasalahan
pendidikan, kesehatan dan besar yang ditemukan terkait
9
sebagainya . kesehatan pada anak jalanan yaitu
Berdasarkan hasil penelitian yang pada masalah kebersihan perorangan
dilakukan oleh Sakman tahun 2016 (personal hygiene). Mereka masih
menemukan bahwa hampir semua kurang mempedulikan kebersihan diri.
permasalahan sosial di Kota Makassar Hal ini dapat dilihat pada berbagai
disebabkan faktor kemiskinan. Hal ini hasil penelitian antara lain yang
juga diperparah dengan adanya krisis dilakukan oleh Simanjuntak, 20123;
multidimensional akibat pengaruh Azriful dan Rahmawan, 20154;
globalisasi. Disisi lain tingkat populasi Jusfaega, Nurdiyanah dan Syarfaini,
penduduk semakin meningkat hal ini 20165; Vikasari, Suwandono dan
juga turut memberikan kontribusi Susanto, 201610; dan Nusantara,
11
terhadap meningkatnya peramasalahan 2017 yang menguraikan
sosial dalam masyarakat. Salah satu permasalahan kesehatan perorangan
dampak sosial yang muncul adalah pada anak jalanan, antara lain:
anak-anak yang seharusnya kebersihan tangan, kaki dan kuku,
dilindungi, dipenuhi kebutuhannya, kebersihan gigi dan mulut, kebersihan
serta diberikan pendidikan yang layak seluruh badan yang berdampak pada
oleh orang tua atau orang dewasa timbulnya penyakit seperti scabies,

lain, namun dalam kenyataannya diare dan kecacingan.


Masruroh (2014) menyebutkan
anak justru kemudian disuruh bekerja
bahwa untuk mengatasi berbagai
untuk membantu perekonomian
kondisi kesehatan yang dialami anak
keluarga. Anak yang mengalami
jalanan dan keluarganya, dibutuhkan
kondisi seperti ini kemudian lari dari
pembinaan program perlindungan
keluarganya dan mungkin saja mereka
kesehatan bagi mereka dari berbagai
mencari uang di jalanan dengan
pihak guna mengurangi dan mencegah
melakukan aktivitas tertentu seperti
dampak kesehatan dan
mengamen, berjualan minuman atau
6
psikososialnya . Untuk itulah dalam
koran, dan meminta-minta9.
penelitian ini dilakukan kemitraan
Sebagaimana profil anak-anak yang
dengan komunitas peduli anak jalanan
keluarganya terlibat dalam penelitian
dengan melatih kader mereka sebagai
ini, dapat kita lihat pada profilnya
edukator kesehatan tentang personal
bahwa sebagian anak mereka ada yang
hygiene. Oleh karena mereka adalah
menjadi pemulung, pengamen dan
pembina dan yang akan melakukan
mengemis di jalanan.
upaya edukasi personal hygiene secara

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 64
berkesinambungan sehingga personal hygiene bagi komunitas anak
kedepannya tidak ditemukan lagi jalanan dan keluarganya.
anak-anak yang berkeliaran tidak sehat Selanjutnya diharapkan hasil
di jalanan terutama di wilayah penelitian ini direplikasi oleh KPAJ, dinas
penelitian ini. sosial dan dinas kesehatan setempat agar
dapat mereduksi jumlah anak jalanan yang
4. KESIMPULAN berkeliaran tidak sehat di jalan.
Penelitian ini menghasilkan:
a. Dua puluh orang keluarga anak 5. REFERENSI
jalanan telah mendapatkan edukasi 1. Mensos. Jumlah anak jalanan mulai
tentang personal hygiene. 13 orang menurun [Online Artikel] 2017; [diakses
dari 20 peserta mampu memperagakan 25 Maret 2018] Available at:
dan atau menjelaskan dengan tepat 8 m.republika.co.id, tanggal akses.
aspek personal hygiene, 3 dari 20 2. Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan.
yang mampu memperagakan 6 aspek Jumlah anak jalanan di Kota Makassar
dan 4 dari 20 yang bisa tahun 2015. Makassar: Dinsos Sul-sel;
memperagakan 5 aspek personal 2015.
hygiene. 3. Simanjuntak, L.N. Gambaran persepsi
b. Sepuluh orang kader KPAJ telah pemenuhan dasar personal hygiene pada
terlatih sebagai edukator lokal tentang anak-anak jalanan usia 6-12 tahun di
personal hygiene. 8 orang dari 10 Kecamatan Medan Helvetia Daerah
peserta mampu memperagakan dan Kampung Lalang Medan. Skripsi
atau menjelaskan dengan tepat 8 aspek Fakultas Keperawatan Universitas
personal hygiene dan 2 dari 10 yang Sumatera Utara 2012; [diakses 25 Maret
mampu memperagakan 6 aspek. Kader 2018]. Available at: https://text-
KPAJ juga mampu mengidentifikasi id.123dok.com.
keluarga anak jalanan yang dianggap 4. Azriful, & Rahmawan, T.H. Gambaran
tepat untuk menjadi role model kejadian kecacingan dan higiene
personal hygiene melalui formulasi perorangan pada anak jalanan di
hasil analisis studi kasus. Kecamatan Mariso Tahun 2014. Health
c. Terbentuknya komitmen dari 3 orang Science Journal. 2015;7(1), journal.uin-
keluarga anak jalanan yang akan alauddin.ac.id.
menjadi role model personal hygiene 5. Jusfaega, Nurdiyanah & Syarfaini.
bagi keluarga anak jalanan lainnya di Perilaku Personal Hygiene terhadap
lingkungan mereka, serta komitmen anak jalanan di Kota Makassar tahun
dari seluruh kader KPAJ dalam 2016. Higiene jurnal kesehatan
penelitian ini untuk menjadi edukator

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 65
lingkungan. 2016;2(3), journal.uin- 9. Sakman. Studi tentang anak jalanan
alauddin.ac.id. (Tinjauan implementasi Perda Kota
6. Masruroh, N.L. Model dan pendekatan Makassar Nomor 2 Tahun 2008 tentang
pelayanan perawatan kesehatan primer Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,
bagi komunitas anak jalanan: Pengemis, dan Pengamen di Kota
Understanding the evidence-based for Makassar). Jurnal Supremasi.
practice 2014; [diakses 25 Maret 2018]. 2016;11(2), ojs.unm.ac.id.
Available at: research-report.umm.ac.id. 10. Vikasari, A., Suwandono, A., dan
7. Agustin, M. & Nugroho, R. Kemampuan Susanto, H.S. Gambaran faktor risiko
keaksaraan anak jalanan melalui penyakit periodontal pada anak jalanan
bimbingan sosial di unit pelaksana dengan eks anak jalanan di Kota
teknis dinas (Uptd) kampung anak Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
negeri Surabaya. Jurnal Mahasiswa (e-Journal) 2016;4(4) Oktober 2016
Unesa.2017;6(3),Jurnalmahasiswa.unesa (ISSN: 2356-3346), http://ejournal-
.ac.id. s1.undip.ac.id.
8. Data Science. Pembinaan anak jalanan 11. Nusantara, G. Gambaran pemenuhan
& keberadaan rumah singgah: Adakah kebutuhan dasar personal hygiene pada
upaya untuk pembinaan yang anak jalanan di Kabupaten Banyumas
menyeluruh? 2016; [diakses 25 Maret 2017. Repository Universitas
2018] Available at: Muhammadiyah Purwokerto.
www.datascience.or.id, akses. Repository.ump.ac.id.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 66
PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN IBU
NIFAS DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

Indri Astuti Purwanti1), Lia Mulyanti2), Novita Nining Anggraini2)


1
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Semarang
2
Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang
email: ia_purwanti@unimus.ac.id

Abstract
The maternal mortality rate in Central Java province is high. Cases of maternal mortality show that
maternal mortality is most common happened during postpartum and located in hospitals. Semarang
City has the lowest coverage of postpartum visits among districts / cities in Central Java Province.
On the other hand, Semarang City has the most number of hospitals in the province. The purpose of
this study was to describe the behavior of health workers in the postpartum visit service. This
research method is descriptive. Respondents of this study were postpartum women in the postpartum
room obtained by accidental sampling technique as many as 30 people. Data collection is done by
survey. The results of this study indicate that most of the behavior of health workers in the service of
postnatal visit is relatively good (53%). The behavior of health workers who still need to be improved
and improved is to teach how to stimulate uterine contractions (3.3%), teach examination of uterine
contractions (10%), educate about holding BAK (33.3%), educate about retaining defecation (26.7
%) and educates about the correct method of vulva hygiene(10%).

Keywords: behavior of health worker, postpartumcare

1. PENDAHULUAN tahun 2014.3 Permenkes ini menyebutkan


Tingginya Angka Kematian Ibu bahwa pelayanan kesehatan kepada ibu
(AKI) masih menjadi prioritas masalah nifas meliputi beberapa hal berikut ini:
kesehatan di Indonesia. Salah satu dari a. pemeriksaan tekanan darah, nadi,
enam provinsi di Indonesia yang respirasi (frekuensi pernafasan) dan
menyumbang lebih dari separo AKI adalah suhu
1
Jawa Tengah. Data profil kesehatan Jawa b. pemeriksaan tinggi fundus uteri
Tengah tahun 2015 menunjukkan bahwa (kontraksi)
sebagian besar kasus kematian ibu terjadi c. pemeriksaan lochia dan perdarahan
2
di rumah sakit pada masa nifas. Padahal d. pemeriksaan payudara dan anjuran
rata-rata cakupan kunjungan nifas di pemberian ASI Eksklusif
provinsi ini (92,47%) lebih tinggi daripada e. Konseling / pendidikan kesehatan
rata-rata cakupan kunjungan nifas (penkes)
Indonesia (87,06%). Hal ini menunjukkan Cakupan kunjungan nifas terendah
bahwa kuantitas kunjungan nifas di Jawa se-Jawa Tengah justru berada di Kota
Tengah sudah baik tetapi kualitas Semarang (86,9%). Padahal, Kota
kunjungan nifas masih harus dikaji. Semarang memiliki jumlah rumah sakit
Kualitas kunjungan nifas dinilai terbanyak dan terlengkap diantara
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan kabupaten/kota se-Jawa Tengah. Salah
Republik Indonesia (Permenkes RI) no.97 satu dugaan faktor determinan kematian

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 67
ibu di rumah sakit adalah rendahnya Indikator Pertanyaan
4 memberitahukan tekanan darah Ibu? (Ya
kualitas pelayanan rumah sakit. Penelitian / Tidak)
tentang pelayanan kunjungan nifas di Jika ya, berapa tekanan darah Ibu
terakhir kali?
rumah sakit di Kota Semarang belum ada. Kapan saja suster memeriksa tekanan
darah Ibu?
Oleh karena itu, tujuan penelitian ini Pemeriksaan 4. Apakah suster memeriksa suhu Ibu
adalah mengetahui praktik pelayanan suhu di ruang nifas? (Ya / Tidak)
Jika ya, apakah tenaga kesehatan
kesehatan ibu nifas oleh bidan/perawat di memberitahukan suhu Ibu? (Ya / Tidak)
Jika ya, berapa suhu Ibu terakhir kali?
rumah sakit.
Kapan saja suster memeriksa suhu Ibu?
Pemeriksaan 5. Apakah suster memeriksa frekuensi
frekuensi pernafasan Ibu di ruang nifas? (Ya
2. METODE PENELITIAN pernafasan / Tidak)
Desain penelitian ini adalah Jika ya, apakah tenaga kesehatan
memberitahukan frekuensi pernafasan
observasional study dengan pendekatan Ibu? (Ya / Tidak)
Jika ya, berapa frekuensi pernafasan Ibu
cross-sectional. Responden penelitian ini terakhir kali?
adalah ibu nifas di ruang rawat inap masa Kapan saja suster memeriksa frekuensi
pernafasan Ibu?
nifas yang diperoleh dengan teknik Pemeriksaan 6. Apakah suster memeriksa rahim
kontraksi Ibu di perut bagian bawah? (Ya /
accidental sampling sebanyak 30 orang. Tidak)
Pengumpulan data dilakukan dengan cara Jika ya, apakah suster memberitahukan
hasil pemeriksaan Rahim Ibu? (Ya /
wawancara. Lokasi penelitian ini di ruang Tidak)
Jika ya, bagaimana hasil pemeriksaan
Baitunnisa (rawat inap kebidanan dan rahim Ibu tadi?
kandungan) Rumah Sakit Islam Sultan Kapan suster memeriksa rahim Ibu?
Mengajarkan 7. Apakah suster mengajari Ibu atau
Agung Semarang. Instrumen penelitian ini cara keluarga cara memeriksa rahim?
adalah kuesioner. Uji validitas kuesioner memeriksa (Ya / Tidak)
TFU Jika ya, maukah Ibu menunjukkan
ini dilakukan dengan judgement expert (kontraksi caranya pada saya? (Ya / Tidak)
rahim) Jika ya, silakan tunjukkan caranya!
pada tiga orang ahli kebidanan. (ambil foto)
Tabel 1. Kuesioner Perilaku Tenaga Kesehatan Mengajarkan 8. Apakah suster mengajari Ibu atau
dalam Pelayanan Kunjungan Nifas cara keluarga cara merangsang
merangsang kontraksi rahim? (Ya / Tidak)
Indikator Pertanyaan
kontraksi Jika ya, maukah Ibu menunjukkan
Kecepatan 1. Apakah suster segera memeriksa
rahim caranya pada saya? (Ya / Tidak)
pelayanan Ibu ketika pindah di ruang nifas?
Jika ya, silakan tunjukkan caranya!
(Ya / Tidak)
(ambil foto)
Pemeriksaan 2. Apakah suster memeriksa denyut
Mengecek 9. Apakah suster memeriksa pembalut
nadi nadi Ibu di ruang nifas? (Ya /
lochia dan Ibu? (Ya / Tidak)
Tidak)
perdarahan Jika ya, apakah suster memberitahukan
Jika ya, apakah tenaga kesehatan
perkiraan jumlah pendarahan Ibu? (Ya /
memberitahukan denyut nadi Ibu? (Ya /
Tidak)
Tidak)
Jika ya, berapa kira-kira jumlah
Jika ya, berapa denyut nadi Ibu terakhir
pendarahan Ibu terakhir kali?
kali?
Kapan suster memeriksa pembalut Ibu?
Kapan saja suster memeriksa denyut
Penkes 10. Apakah suster pernah menjelaskan
nadi Ibu?
tentang boleh/tidaknya pantangan makanan
Pemeriksaan 3. Apakah suster memeriksa tekanan
pantangan untuk ibu nifas?
tekanan darah Ibu di ruang nifas? (Ya /
makan
darah Tidak)
Penkes 11. Apakah suster pernah menjelaskan
Jika ya, apakah tenaga kesehatan
tentang boleh/tidaknya menahan kencing

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 68
Indikator Pertanyaan
personal selama nifas?
hygiene 12. Apakah suster pernah menjelaskan
boleh/tidaknya menahan berak
selama nifas? 47% Baik
13. Apakah suster pernah menjelaskan 53% Kurang
cara cebok yang benar?
Penkes 14. Apakah suster pernah menjelaskan
tentang boleh/tidaknya langsung jalan-jalan
mobilisasi setelah melahirkan?
Penkes 15. Apakah suster pernah menjelaskan
tentang jamu tentang jamu/obat herbal untuk ibu Bagan 1. Distribusi Frekuensi
nifas?
Laktasi 16. Apakah suster pernah bertanya Praktik Asuhan Kebidanan dalam
“sudah menyusui atau belum”? (Ya
/ Tidak) Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas di RSIA
17. Apakah suster pernah menjelaskan Sultan Agung Semarang Tabel 1 dan
bahwa menyusui dapat mencegah
perdarahan? (Ya / Tidak) bagan 1 menunjukkan bahwa sebagian
18. Apakah suster mengajari Ibu cara
menyusui yang benar? (Ya / Tidak)
besar praktik asuhan kebidanan dalam
Jika ya, maukah Ibu menunjukkan pelayanan kesehatan ibu nifas di RSIA
caranya pada saya? (Ya / Tidak)
Jika ya, silakan tunjukkan caranya! Sultan Agung Semarang tergolong baik
(ambil video)
(53%). Namun demikian, selisihnya hanya
sedikit dengan yang tergolong kurang baik
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
(47%). Praktik asuhan kebidanan yang
Hasil penelitian ini menunjukkan
cenderung baik akan memicu peningkatan
bahwa skor perilaku tenaga kesehatan
kunjungan nifas. Hal ini dibuktikan oleh
dalam pelayanan kunjungan nifas yang
penelitian di Jember5 bahwa ada hubungan
terendah adalah 6, yang tertinggi adalah
antara peran bidan (tenaga kesehatan)
14, dan rata-rata adalah 9,47. Oleh karena
dengan kunjungan ibu nifas. Penelitian di
itu, perilaku tenaga kesehatan dalam
daerah rural di Indonesia6 pun
pelayanan kunjungan nifas tersebut
membuktikan bahwa tempat persalinan
dikategorikan baik apabila skor 10 atau
dan penolong persalinan (tenaga
lebih dan dikategorikan kurang apabila
kesehatan) berhubungan dengan
skor di bawah 10.
pemanfaatan pelayanan nifas.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Kategori Praktik Asuhan Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perilaku Tenaga
Kebidanan dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Kesehatan dalam Pelayanan Kunjungan Nifas
Nifas di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Berdasarkan Perincian Jawaban Responden
Semarang Jawaban Ya Jawaban Tidak
Pertanyaan
Kategori Praktik Asuhan F Persentase F % F %
Kebidanan dalam Pelayanan (%) Kecepatan 29 96,7 1 3,3
Kesehatan Ibu Nifas pelayanan
1. Baik (skor > 10) 16 53 masa nifas
2. Kurang (skor < 10) 14 47 Pemeriksaan 27 90 3 10
Total 30 100 Nadi
Pemeriksaan 30 100 0 0
tekanan darah
Pemeriksaan 10 33,3 20 66,7
suhu

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 69
Pertanyaan
Jawaban Ya Jawaban Tidak dikerjakan. Padahal, ibu nifas yang
F % F %
Pemeriksaan 10 33,3 20 66,7 menahan BAK dan BAB juga dapat
frekuensi mengurangi kemampuan uterus
pernafasan
Pemeriksaan 19 63,3 11 36,7 berkontraksi. Rahim yang tidak
kontraksi
Mengajarkan 3 10 27 90
berkontraksi (atonia uteri) akan
pemeriksaan menimbulkan perdarahan postpartum yang
kontraksi
Rahim dapat mengancam keselamatan ibu7 Oleh
Mengajarkan 1 3,3 29 96,7
karena itu, tenaga kesehatan seharusnya
cara
merangsang mengajarkan ibu nifas beserta keluarganya
kontraksi
Rahim tentang cara pemeriksaan kontraksi rahim
Mengecek 19 63,3 11 36,7
supaya mereka dapat mendeteksi dini
perdarahan
Penkes tentang 24 80 6 20 tanda atonia uteri. Selain itu, tenaga
pantang makan
Penkes tentang 10 33,3 20 66,7 kesehatan juga sebaiknya mengajarkan ibu
menahan BAK nifas beserta keluarganya tentang cara
Penkes tentang 8 26,7 22 77,3
pantang merangsang kontraksi rahim supaya
menahan BAB
Penkes tentang 20 66,7 10 33,3 mereka dapat melakukan langkah awal
mobilisasi pencegahan terjadinya atonia uteri dan
Penkes tentang 3 10 27 90
cara cebok yg mengurangi terjadinya perdarahan.
benar
Penkes tentang 4 13,3 26 86,7 Perilaku tenaga kesehatan dalam
jamu pada pelayanan kunjungan nifas yang masih
masa nifas
Memastikan 29 96,7 1 3,33 jarang dikerjakan adalah penkes tentang
ibu nifas sudah
menyusui cara cebok yang benar (10%), penkes
bayinya tentang menahan BAK (33,3%) dan
Penkes tentang 16 53,3 14 46,7
cara mencegah menahan BAB (26,7%). Penkes ini dapat
perdarahan
dengan
meningkatkan pengetahuan ibu nifas
menyusui tentang personal hygiene yang baik. Hal
Penkes tentang 22 73,3 8 26,7
cara menyusui ini akan mengurangi risiko terjadinya
yang benar
morbiditas puerpuralis akibat infeksi pada
masa nifas. Penelitian di Kebumen8 Jawa
Table 3 menunjukkan bahwa
Tengah, menunjukkan bahwa masyarakat
indicator praktik yang paling jarang
masih melakukan cebok dengan air
dikerjakan adalah mengajarkan cara
rebusan sirih sehingga pendidikan
merangsang kontraksi rahim (3,3%) dan
kesehatan dari tenaga kesehatan sangat
mengajarkan pemeriksaan kontraksi rahim
penting supaya penggunaan air rebusan
(10%). Penkes tentang menahan BAK
sirih tersebut efektif.
(33,3%) dan penkes tentang menahan
Penggunaan air rebusan sirih tersebut
BAB (26,7%) juga masih jarang
merupakan salah satu contoh ramuan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 70
tradisional yang mengakar dalam budaya menahan BAB (26,7%) dan penkes
masyarakat. Selain digunakan sebagai obat tentang cara cebok yang benar (10%).
luar, beberapa ramuan tradisional juga
diminum sebagai jamu. Oleh karena itu, 5. REFERENSI
seharusnya tenaga kesehatan memberikan 1. Kementrian Kesehatan Republik
pendidikan kesehatan tentang jamu. Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Sayangnya, penkes tentang jamu pada 2015. Jakarta. 2016.
masa nifas masih jarang dikerjakan tenaga 2. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
kesehatan (13,3%). Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Perilaku tenaga kesehatan juga masih Jawa Tengah 2015. http://dinkes
kurang dalam pemeriksaan suhu (33,3%) jatengprov.go.id/v2015/dokumen/p
dan pemeriksaan frekuensi pernafasan
rofil2015/Profil_2015_fix.pdf.
(33,3%). Suhu merupakan tanda vital
Diakses 25 April 2017.
tubuh yang digunakan untuk deteksi dini
3. Kementrian Kesehatan Republik
adanya infeksi sedangkan frekuensi
Indonesia. Peraturan Menteri
pernafasan adalah tanda vital tubuh untuk
Kesehatan Republik Indonesia No.97
mendeteksi dini sesak nafas dan gangguan
Tahun 2014 tentang Pelayanan
paru lainnya. Pemeriksaan tanda-tanda
Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
vital merupakan pemeriksaan dasar masa
Masa Hamil, Persalinan, dan Masa
nifas yang seharusnya dilaksanakan secara
Sesudah Melahirkan,Penyelenggaraan
rutin oleh tenaga kesehatan tetapi justru
Pelayanan Kontrasepsi, serta
dilalaikan. Hal ini juga dibuktikan oleh
Pelayanan Kesehatan Seksual.
penelitian di Sragen9 bahwa tenaga
https://www.medbox.org/peraturan-
kesehatan lalai dalam pemeriksaan fisik
tentang-pelayanan-kesehatan-masa-
ketika kunjungan nifas.
sebelum-hamil-masa-hamil-persalinan
-dan-masa-sesudah-melahirkan-
4. KESIMPULAN
penyelenggaraan-pelayanan-
Sebagian besar perilaku tenaga
kontrasepsi-serta-pelayanan-
kesehatan dalam pelayanan kunjungan
kesehatan-seksual/download.pdf+&cd
nifas tergolong baik (53%). Perilaku
=19&hl=en&ct=clnk&gl=id
tenaga kesehatan yang masih harus
4. Dini. Gawat, Baru Lima Bulan Sudah
ditingkatkan dan diperbaiki adalah
251 Ibu di Jateng Meninggal karena
mengajarkan cara merangsang kontraksi
Kehamilan dan Persalinan.
rahim (3,3%), mengajarkan pemeriksaan
http://jateng.tribunnews.com/2016/05/
kontraksi rahim (10%), penkes tentang
27/gawat-baru-lima-bulan-sudah-251-
menahan BAK (33,3%), penkes tentang
ibu-di-jateng-meninggal-karena-

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 71
kehamilan-dan-persalinan. Diakses 2 8. Cahya, N.P; Dewi, A.P.S. Efektivitas
Mei 2017. Vulva Hygiene dengan Air Rebusan
5. Rahmawati, L; Khoiri, A; Herawati, Daun Sirih untuk Mempercepat
Y.T. Faktor yang berhubungan Penyembuhan Luka Perineum pada
dengan Kunjungan Ibu Nifas di Ibu Nifas di BPM Heni Winarti, Desa
Wilayah Kerja Puskesmas Jelbuk Jatijajar, Kebumen. Karya Tulis
Kabupaten Jember . Artikel Imiah Ilmiah D-III Kebidanan STIKES
Hasil Penelitian Mahasiswa. 2015. Muhammadiyah Gombong. 2017.
http://repository.unej.ac.id/bitstream/h http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/41
andle/123456789/74635/Lailatul%20R 6/1/NANDIKA%20PRAVITA%20CA
ahmawati.pdf?sequence=1 HYA%20NIM.%20B1401188.pdf
6. Lutfiyah, N. Determinan Pemanfaatan 9. Nugraheni, A; Hapsari, A. Gambaran
Pelayanan Nifas di Daerah Rural Perilaku Bidan dalam Kunjungan
Indonesia Tahun 2011-2012. Skripsi Nifas di Puskesmas Jenar Kabupaten
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Sragen Tahun 2012.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu http://jurnal.stikesmus.ac.id/index.php/
Kesehatan, Universitas Islam Negeri JKebIn/article/view/76/74.
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bit
stream/123456789/25619/1/NUR%20
LUTHFIYAH%20-%20SKRIPSI%20-
%20fkik.pdf
7. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta. 2010.s

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 72
GINGER AND LEMON ESSENSIAL OIL AROMATHERAPY
TO RELIEVE NAUSEA AND VOMITING IN PREGNANCY

Dwi Kustriyanti1), Arista Adityasari Putri2)


1
S1 Keperawatan, STIKes Karya Husada Semarang
email: dwikus3yanti@gmail.com
2
DIII Keperawatan, STIKes Karya Husada Semarang
email: aristaputri@gmail.com

Abstract
Nausea and vomiting of pregnancy (NVP) are amongst the most common complaints of women during
pregnancy that up to 80% of women have experienced various degrees of it. NVP impact on the
quality of life,social and her general well-being. Due to the increasing tendency of women to use
herbal medications during pregnancy, the effect of ginger and lemon essensial oil aromatherapy was
investigated in this study.The aim of this study was to determine the effect of ginger and lemon
essensial oil aromatherapy on nausea and vomiting of pregnancy (NVP). This was randomized
control trial in which 90 pregnant women with mild to moderate nausea and vomiting before 16 age
gestation who had eligibility criteria. They were randomly divided into ginger, lemon and placebo
groups by randomization. Women were asked to record their nausea and vomiting for 24 hour by
form of PUQE-24, in first three days they were advised to adjust their diet and then received essensial
oil aromatherapy for four days.Data were analyzed by ANOVA, Kruskal Wallis, Chi Square and
Wilcoxon test. PUQE total scores before and after intervention in the ginger, lemon and placebo
groups were 7.67 ± 2.304 vs. 6.85 ± 1.575, P = 0.000; 7.16 ± 1.598 vs. 5.50 ± 1.448, P = 0.000 and
6.70 ± 1.787 vs 5.50 ± 1.803, Pvalue 0.00. Ginger and lemon essensial oil aromatherapy were equally
effective in reducing pregnancy nausea and vomiting compared to placebo.

Keywords: nausea, vomiting, ginger, lemon, aromatherapy


2.
1. PENDAHULUAN mual muntah hingga usia 20 minggu
Proses kehamilan melibatkan kehamilan. Dampak dari mual muntah
perubahan baik fisik, fisiologis maupun kehamilan dapat menyebabkan ibu hamil
psikologis wanita. Perubahan fisiologis meninggalkan pekerjaannya sebanyak
pada awal trimester adalah perubahan hampir 25%, menurunkan kualitas hidup.
hormonal, dimana hormon estrogen dan Sebanyak 35% wanita pekerja kehilangan
progesterone akan meningkat setelah waktu kerjanya dan 26% kehilangan
konsepsi sehingga menimbulkan mual dan waktu untuk mengurus kegiatan rumah
muntah (1,2). tangga (3).
Mual dan muntah dialami oleh 50- Mual muntah juga mempengaruhi
80% ibu hamil atau disebut “morning kondisi psikososial ibu hamil seperti
sickness”. Mual muntah sebanyak 2% kekurangan energi, keletihan, mudah
muncul di pagi hari dan 80% melaporkan tersinggung, kurang menikmati hidup, dan
mual di sepanjang hari dengan kriteria kurang persiapan untuk persalinan karena
ringan sampai sedang di usia kehamilan 9 ibu hamil mengalami stress (4,5,6).
minggu dan berkurang sebelum minggu ke Patofisiologi terjadinya mual muntah
14. Sebanyak 13% ibu hamil mengalami selama kehamilan yang belum diketahui

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 73
dengan jelas, beberapa pengobatan dalam jumlah sebesar 4,5 mg/100 gr pada
diberikan untuk mengatasi gejala. rimpang segar. Penggunaan jahe selama
Pengobatan diberikan tergantung tingkat kehamilan tidak menyebabkan resiko
keparahan dan variasi perubahan dalam abnormalitas kongenital, kematian
pola makan dan gaya hidup (6). Sebanyak neonatal, bayi lahir berat badan rendah
34% wanita tidak menggunakan obat (BBLR) dan nilai APGAR rendah (10).
(vitamin B6) dan 26% mengurangi resep Jahe dapat digunakan dalam bentuk
penggunaan dosis karena kurang percaya serbuk, minyak maupun minuman dan
terhadap keamanan obat selama kehamilan bentuk ekstrak lainnya.
dan lebih memilih menggunakan Sediaan dalam bentuk minyak
pengobatan non farmakologis. Beberapa essensial lebih praktis digunakan dan
penelitian menunjukkan bahwa dapat mengatasi gejala selama kehamilan
pengobatan non farmakologis yang efektif (11). Terbatasnya penelitian randomized
untuk mengatasi mual muntah kehamilan control trial tentang minyak essensial jahe
diantaranya adalah akupuntur, ekstrak saat ini, maka peneliti akan mengevaluasi
jahe, mint dan lemon (7,8,9,10,17). keefektifan minyak essensial jahe dalam
Jahe (Ginger) merupakan tanaman mengurangi gejala mual muntah
herbal termasuk dalam keluarga Cardamon kehamilan pada trimester I tingkat ringan
dan Turmeric yang memiliki aroma kuat sampai dengan sedang. Minyak essensial
dan banyak tumbuh di Asia. Jahe banyak lemon digunakan sebagai pembanding
diteliti untuk pengobatan dalam berbagai dalam penelitian ini. Lemon (citrus lemon)
kondisi seperti mual muntah kehamilan merupakan salah satu minyak yang sering
dan arthritis (12,13). Secara farmakologis digunakan oleh ibu hamil dan aman untuk
kandungan jahe memiliki banyak senyawa kehamilan. Satu sampai dua tetes minyak
kimia yang berfungsi sebagai anti essensial lemon kapas atau dekat tempat
inflamasi, analgesik, anti oksidan, tidur dapat mengurangi mual muntah (15).
meningkatkan sistem imunitas, dan lain Sebanyak 40% wanita menggunakan
sebagainya. Komponen pada ginger dapat aroma lemon untuk mengatasi mual dan
digunakan untuk mengatasi 26,5% diantaranya melaporkan efektif
ketidaknyamanan. Jahe yang mengandung untuk mengontrol gejala (14). Jahe juga
anti emetic belum diketahui, sepertinya efektif untuk mengatasi nyeri
jahe mengatur tingkat reseptor serotonin dysmenorrhea dalam bentuk oles di area
pada saluran pencernaan (8). Beberapa nyeri pada abdomen (19). Penelitian ini
kandungan senyawa jahe antara lain juga diharapkan mampu menambahkan
adalah atsiri, gingeroles, beta-karoten, literature dan buku ajar berdasarkan bukti
capsaicin, asam caffeic, dan kurkumin. untuk memberikan pelayanan yang
Selain itu, salisilat telah ditemukan di jahe maksimal kepada ibu hamil sehingga

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 74
dapat meningkatkan kualitas hidup selama dilakukan pada bulan Mei – September
kehamilan. Terapi yang efektif, efisien, 2018 di area Puskesmas kota Semarang
praktis namun dengan biaya yang Jawa Tengah. Penelitian ini telah lolos uji
terjangkau dapat menjadi solusi masalah etik STIKes Karya Husada Semarang.
dalam kehamilan awal. Sampel penelitian ini adalah 30 ibu hamil
Proses kehamilan yang sehat dan pada tiap kelompok yaitu minyak essensial
bayi sehat dapat menurunkan angka jahe, lemon dan placebo yang diberikan
kematian ibu dan janin. Mual muntah minyak almond. Kriteria sampel adalah
tingkat berat lebih dikenal dengan ibu hamil dengan usia kehamilan
Hiperemesis gravidarum. Kondisi seperti maksimal 16 minggu, mengalami mual
ini akan membutuhkan pengobatan yang muntah skala ringan hingga sedang,
lebih lanjut karena dapat menggangu kehamilan tunggal, tidak mengalami
kesehatan janin dan ibunya. Mual muntah penyakit pencrnaan, tidak memiliki
yang berlebihan mempengaruhi intake riwayat pengobatan anti emetic dalm tiga
nutrisi yang tidak adekuat dapat minggu terakhir. Ibu hamil yang
menurunkan cairan dan elektrolit. mengalami efek samping terhadap minyak
Sebelum kondisi yang berat terjadi, maka essensial dan membutuhkan pengobatan
dari awal kehamilan seorang petugas lebih lanjut karena terapi tidak efektif serta
kesehatan harus mampu mendeteksi mengalami mual muntah lebih dari 5 kali
derajat keparahan mual muntah dan sehari akan keluar dari penelitian.
memberikan pengobatan yang sederhana Tahap awal, setelah mendapatkan
namun efektif dan dengan biaya ijin dari komite etik STIKes Karya Husada
terjangkau. Semarang dan memilih ibu hamil sesuai
Pengobatan tradisional yang berbasis kriteria maka memberikan informed
bukti dapat membantu masyarakat untuk consent tentang penelitian. Screening mual
lebih yakin terhadap terapi. Masyarakat di muntah kehamilan awal dilakukan
semua kalangan dapat menggunakan hasil menggunakan PUQE-24. Kuesionere
produk dengan harga terjangkau. terdiri dari 3 pertanyaan untuk mengukur
Memanfaatkan tanaman tradisional yang lama mual dan frekuensi muntah dalam 24
banyak di sekitar masyarakat akan lebih jam menggunakan poin 1-5 skala Likert.
mempercepat penanganan masalah Mual muntah kehamilan ringan jika skor ≤
dimulai dari tingkat keluarga sebelum ke 6, sedang jika skor 7-12 dan berat jika
pelayanan kesehatan. skor ≥ 13. Kuesioner digunakan setelah
dilakukan uji validitas konten dengan
2. METODE PENELITIAN mentranslate kuesioner kemudian dibagi
Penelitian ini adalah true experiment kepada 10 mahasiswa, kemudian
dengan randomized control trial yang mengumpulkan masukan serta

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 75
memperbaikinya. Reliabilitas kuesioner mendiskripsikan karakteristik ibu hamil
dengan melihat nilai Alpha Cronbach‟s. meliputi umur, umur kehamilan
Intervensi dilakukan selama 7 hari menggunakan tendency cental (mean dan
dan setiap hari mengisi kuesioner PUQE- standart deviasi), sedangkan pendidikan,
24, pada tiga hari pertama ibu hamil tidak pekerjaan menggunakan prosentase.
diberikan intervensi apapun. Ibu hamil Analisis bivariat, untuk melihat
diajarkan pola makan seperti dianjurkan perbeadaan mual muntah dari hari 1-7 dari
meningkatkan asupan makanan dalam ketiga kelompok menggunakan Uji
bentuk sedikit tapi sering, mengurangi Kruskal Wallis. Mengukur rata-rata
makanan tinggi karbohidrat dan lemak, penurunan gejala mual muntah sebelum
menghindari makanan yang merangsang dan sesudah diberikan aroma terapi tiap
mual muntah, menghindari makanan yang kelompok menggunakan Uji Wilcoxon
digoreng dan pedas, menghindari test, sedangkan untuk menilai uji beda
minuman yang mengandung gas, memulai skor sebelum dan sesudah dari ketiga
makan sebelum merasa lapar. Ibu hamil kelompok menggunakan Kruskal Wallis
juga diminta menghindari merokok, test. Uji One Way ANOVA digunakan
makan biscuit ketika bangun tidur. Minyak untuk melihat perbedaan karakteristik
essensial dikemas dalam bungkus yang umur dan umur kehamilan dari ketiga
sama dan diberi nomor sebanyak 10 cc kelompok dan Uji Chi Square untuk
tiap botol. Intervensi dilakukan pada hari melihat perbedaan pekerjaan dan
ke 4-7. Ibu hamil yang mengalami mual pendidikan dari ketiga kelompok. Peta
muntah diminta mengambil 2 tetes minyak jalan penelitian dapat dilihat pada Gambar
essensial untuk ditaruh diatas cotton 2.2.
bud/kapas kemudian dihirup selama
maksimal 3-5 menit dilakukan berulang
hingga dirasa gejala berkurang.
Kunjungan dilakukan sebanyak 3 kali
selama intervensi yaitu pada hari 1 saat
memberikan penjelasan dan informed
consent, kunjungan ke 2 pada hari ke 4
dan kunjungan ke 3 pada hari ke 8 untuk
mengumpulkan kuesioner dan melakukan
evaluasi ke ibu hamil. Alur pelaksanaan
penelitian dapt dilihat pada gambar 2.1.
Hasil penelitian dianalisis dengan
komputer menggunakan SPSS 16.0.
Gambar 2.1 Flow chart penelitian
Analisis univariat digunakan untuk

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 76
B. Pembahasan
Hasil menunjukkan bahwa ada
kesamaan karakteristik ibu hamil
seperti umur, usia kehamilan,
pekerjaan dan pendidikan pada
kelompok jahe, lemon maupun
placebo. Rata-rata usia ibu hamil
adalah 25,5 tahun, dimana masih
Gambar 2.2. Peta jalan penelitian
dalam usia subur reproduksi. Rata-rata
usia kehamilannya adalah 9,5 minggu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
atau masih dalam trimester I. Mual
A. Hasil
muntah atau emesis merupakan salah
Tahap I penelitian ini dengan
satu keluhan yang mayoritas ibu hamil
melakukan skrining mual muntah
rasakan atau sekitar 50-80% (4).
bersamaan dengan pemilihan sampel yang
Penyebab mual muntah masih belum
memnuhi kriteria. Sampel yang memenuhi
diketahui, beberapa terjadi karena ada
kriteria akan diberikan inform consent dan
perubahan secara hormonal, dimana
booklet untuk pengisian data mual muntah
kadar estrogen yang meningkat (1).
selama 7 hari dengan form PUQE.
Kondisi ini dapat berlangsung lama
Tabel 3.1 Karakteristik Ibu hamil
Lemon Plasebo P dan mempengaruhi kondisi fisik,
Karakteristik Jahe (n=30)
(n=30) (n=30) value
Umur, mean±SD 26,50±4,257 25,50±3,767 24,90±4,172 0,311* psikologis dan sosial ibu hamil (4,5).
Umur kehamilan,
mean±SD
10,00±3,648 8,87±3,589 9,70±3,612 0,457* Dampak negatife lainnya adalah ibu
Pekerjaan, f (%)
1. Ibu rumah 0,469* hamil dapat kekurangan energi,
16(53,3) 20(66,7) 20(66,7)
tangga *
2. Swasta 14(46,6) 10(33,3) 10(33,3) kelelahan, mudah tersinggung dan
Pendidikan, f(%)
0,474*
bahkan dapat mengalami dehidrasi (6).
1. SD 2(6,7) 3(10) 3(10)
*
2. SMP 7(23,3) 2(6,7) 6(20)
Penelitian ini menunjukkan
3. SMS keatas 21(70) 25(83,3) 21(70)
aromaterapi jahe dapat menurunkan
*One way Anova
**Chi Square lama mual muntah, frekuensi mual
muntah dan muntah kering dimulai
Tabel 3.2 Rata-rata Penurunan Skor Mual
Muntah Sebelum dan Sesudah diberikan sjak hari ke 4 hingga ke 7
Minyak Essensial dibandingkan dengan placebo.
Variabel &
Jahe Lemon Plasebo P value
Grup Aromaterapi yang dihirup oleh ibu
Sebelum 7,67±2,304 7,16±1,598 6,70±1,787 0,001*
Sesudah 6,85±1,575 5,50±1,448 5,50±1,803 0,012* hamil dapat menstimulasi respon
0,000** 0,000** 0,002**
Selisih skor
1,67±1,083 1,33±1,447 0,81±1,502 0,028
fisiologis dan psikologis tubuh.
PUQE
*Kruskal Wallis Ketika menghirup aromaterapi, maka
**Wilcoxon
substansi mengeluarkan molekul-
molekul, dan sel reseptor dalam

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 77
hidung mengirim impuls langsung ke mungkin karena jumlah sampel yang
bagian syaraf olfaktori dalam otak. sedikit (17). Kelompok placebo tidak
Impuls ini bereaksi dan melepaskan efektif dalam menurunkan mual
hormon yang dapat menstimulasi, muntah, yang berisi minyak almond.
menenangkan dan mengubah mood Perubahan gejala mual pada kelompok
seseorang yang menuntun placebo bersifat subjektif dan
menciptakan perubahan fisik dan berdasarkan sugesti ibu hamil sendiri.
psikologis (1,16). Aromaterpi jahe Penurunan mual muntah terlihat
mampu menurunkan mual muntah efektif sejak hari ke 4 sampai ke 7. Hal
sekitar 43,6%. Aroma terapi jahe ini dikarenakan pada hari ke 1-3 ibu
mampu menurunkan mual dan muntah hamil diajarkan pola makan seperti
sekitar 52% dan 48%, prosentase ini dianjurkan meningkatkan asupan
lebih rendah dibandingkan hasil makanan dalam bentuk sedikit tapi
penelitian sebelumnya, yang mampu sering, mengurangi makanan tinggi
mengatasi mual muntah sebesar 82,8% karbohidrat dan lemak, menghindari
(7). Komponen penyusun jahe seperti makanan yang merangsang mual
gingerol, shogaol dan zingerone muntah, menghindari makanan yang
memberi efek farmakologi dan digoreng dan pedas, menghindari
fisiologi seperti antioksidan, minuman yang mengandung gas,
antiinflammasi, analgesik, memulai makan sebelum merasa lapar.
antikarsinogenik, nontoksik dan Ibu hamil juga diminta menghindari
nonmutagenik. Oleoresin jahe merokok, makan biscuit ketika bangun
mengandung lemak, lilin, karbohidrat, tidur. Sedangkan ibu hamil baru
vitamin dan mineral. Oleoresin diberikan aroma terapi sejak hari ke 4-
memberikan aroma pedas yang 7. Respon ibu hamil terhadap aroma
berkisar antara 4%-7% dan merupakan terapi bervariasi, beberapa tidak
sumber antioksidan (18). menyukai bau aroma terapi sehingga
Aroma terapi lemon juga efektif membuat mual, sedang ada ibu hamil
mampu menurunkan gejala mual yang menyatakan jika bau aroma
muntah sekitar 39,6%. Minyak terapi masih kurang kuat tapi mampu
essensial lemon menjadi alternatif mengurangi rasa mual. Pada aroma
pengobatan nonfarmakologis yang terapi, ibu hamil perlu mencium aroma
efektif menurunkan mual muntah pada tertentu berdasarkan kondisi
50 ibu hamil dengan pvalue 0,001 psikologisnya, sehingga ibu hamil
(14). Aroma terapi lain seperti memberikan respon yang berbeda-
peppermint menjelaskan tidak efektif beda.
untuk mengatasi mual muntah, hal ini

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 78
4. KESIMPULAN 5. Davis M. Nausea and vomiting of
Minyak essensial aromaterapi jahe pregnancy: an evidence based review.
dan lemon sama efektif untuk mengatasi J Perinat Neonatal Nurs. 2004; 18(4):
mual muntah pada ibu hamil dengan nilai 312–28
p value < 0,05. Keterbatasan penelitian ini 6. Farzaneh S, Zohreh S, masoumeh AK,
adalah peneliti tidak mempertimbangkan Mahboobeh T. Acupressure and
kondisi psikologis ibu hamil saat ginger to relieve nausea and vomiting
menghirup aroma terapi, namun kekuatan in pregnancy: A Randomized Study.
penelitian ini adalah peneliti menggunakan Iran Red Crescent Med J.2013; 16(9):
instrument PUQE yang khusus untuk 854-61.
mengidentifikasi mual muntah ibu hamil. 7. Fazel N. The effect of mint essence on
Kesimpulan dari penelitian ini adalah gastrointestinal disorder after cesarean
bahwa aromaterapi jahe dan lemon lebih section in Persian. Iran J Nurs. 2004;
efektif dibandingkan placebo untuk 17(38):8-15.
menurunkan mual muntah ibu hamil. 8. Ozgoli G, Goli M, Simbar, M. Effect
of ginger capsules on pregnancy,
5. REFERENSI nausea and vomiting. J Alten
1. Pilliteri. A. (2010). Maternal and Complement Med.2009;15(3):243-6.
th
Child Health Nursing. 6 edition. 9. Heitmann K, Nordeng H, Holst L.
Wolter Kluwer. New York. safety of ginger use in pregnancy:
2. Lowdermilk Dl, Perry s, Cashion K, result from a large population-based
th
Alden K.. 10 ed. USA: Elsevier cohort study. Eur J Clin Pharmacol.
Science Health Scie Maternity & 2013;69(2):269-77.
women’s health care nce 10. Mahmoud AGR, Ahmed Ibrahim AT.
Division;2012. The effect of aromatherapy inhalation
3. Lacasse A, Rey E,Ferreira E, Murin C, on nausea and vomiting in early
Berard A. Nausea and vomiting of pregnancy: a pilot randomized control
pregnancy: what about quality of life? trial. J Nat Sci Res. 2013;3(5):192–
BJOG. 2008;115(12):148 4-93. 205.
4. Munch S, Korst LM, Hernandez GD, 11. Willetts KE, Ekangaki A, Eden JA.
Tomero R, Goodqin TM. Health- Effect of a ginger extract on
Related quality of life in women with pregnancy-induced nausea: a
mausea and vomiting of pregnancy: randomized control trial. Aust N Z J
the importance of psycho social Obstet Gynaeco.2003;43(2):139-44.
context. J Perinatol. 2011:31 (1):10- 12. Raphael, A. (2002). Aromatherapy.
20. Handbook of Complementary and
Alternative Therapies in Mental

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 79
Health. International Journal of Study of the effect of mint oil on
Aromatherapy. nausea and vomiting during
13. Parisa YK, Farzaneh S, Mahnaz S, pregnancy. Iran Red Crescent Med
Hossein N. The effect of lemon J.2012;14(11):727-30.
inhalation aromatherapy on nausea 17. Kim, Y.J., Lee, S.M.,Yang, Y.S., Hur,
and vomitting of pregnancy: A M.H. (2011). Self-aromatherapy
double–blinded, Randomized, Control massage of the abdomen for the
Clinical Trial. Iran Red Crescent Med reduction of menstrual pain and
J.2014;16(3):e14360. anxiety during menstruation in nurses:
14. Price and Shirley. (2007). A placebo-controlled clinical trial.
Aromatherapy for Health European Journal of Integrative
Proffesionals. Philadelphia: Elsevier Medicine.
Science. 18. Pujiyati W. 2015. Efek Minyak
15. Dvivedi, J., Dvivedi, S., Mahajan, Esensial Lavender Dibandingkan
K.K., Mittal, S., Singhal, A. (2008). dengan Minyak Esensial Jahe
Effect of 61-points relaxation
Terhadap Intensitas Nyeri
technique on stress parameters in
Menstruasi Pada Remaja. Thesis.
premenstrual syndrome. Indian J
Fakultas Kedokteran UGM.
Physiol Pharmacol 2008: 52(1).
16. Pasha H, Behmanesh F, Mohsenzadeh
F, Hajahmadi M., Moghadamnia AA.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 80
EFEKTIFITAS CIRCULAR HIP MASSAGE
SEBAGAI METODE NONFARMAKOLOGI
DALAM MEREDAKAN NYERI PERSALINAN

Fania Nurul Khoirunnisa1), Irawati Indrianingrum1), Ika Tristanti1)


1
STIKES Muhammadiyah Kudus
email : fanianurul@stikesmuhkudus.ac.id; irawati@stikesmuhkudus.ac.id; ikatristanti@stikesmuhkudus.ac.id

Abstract
Interventions to reduce pain, anxiety and discomfort during labor are a major part of contemporary
efforts in promoting maternal and child health. Severe labor pain will cause various problems in the
fetus and dysfunctional labor. Massage has potential benefits such as reducing pain intensity,
relieving muscle spasms, increasing physical activity and promoting relaxation. Circular Hip
Massage is a downward and upward circular motion technique that is given on both sides of the spine
in the sacral area with controlled breathing which helps to relieve labor pain. The study aimed to
determine the effectiveness of Hip Circular on the intensity of labor pain with an experimental Quasi
design. The research subjects were 26 mothers. Based on the Wilcoxon test, the Hip Circular method
is effective for treating labor pain (p <0.05). The average intensity of labor pain before Circular Hip
Massage (CHM) was 7.85 with a median 8 (SD 1.255), the lowest pain was 6 and the highest was 10.
While, the average intensity of labor pain after Circular Hip Massage was 6 , 88 with a median of 7
(SD 1.306), the lowest pain was 5 and the highest was 10. The Circular Hip Massage method is able
to be recommended as a non-pharmacological method in dealing with labor pain at phase 1.

Keywords : Circular Hip Massage, Labor Pain

1. PENDAHULUAN jalur saraf, dan diterjemahkan di otak.


Persalinan merupakan suatu Selama fase dilatasi persalinan, nyeri
pengalaman berharga bagi seorang viseral mendominasi dengan rangsangan
perempuan. Sehingga, penolong rasa sakit (nociceptive) yang timbul dari
persalinan harus berupaya untuk distensi mekanis segmen bawah uterus dan
menciptakan suatu inovasi yang tepat agar pembukaan serviks. Pada akhir kala 1 dan
ibu bersalin dapat menganggap kala 2, nyeri somatik mendominasi akibat
pengalamannya saat melahirkan sebagai dari distensi, traksi pada struktur panggul
suatu pengalaman yang indah. Intervensi yang mengelilingi dinding vagina serta
untuk mengurangi nyeri, cemas dan distensi dasar panggul, perineum.3-6
ketidaknyamanan selama persalinan Nyeri persalinan adalah nyeri akut
merupakan bagian utama dari upaya yang menghasilkan perubahan tekanan
kontemporer dalam promosi kesehatan ibu darah, denyut nadi, respirasi, warna kulit,
dan anak yang dapat berdampak pada pucat dan diaphoresi.. Nyeri persalinan
proses persalinan.1,2 yang parah juga dapat menyebabkan
Nyeri didefinisikan sebagai pesan beberapa masalah pada janin seperti pola
sensorik dari trauma jaringan perifer yang denyut jantung yang tidak normal,
"khusus dan akurat” dikodekan dalam kekurangan oksigen, asidemia metabolik,
saraf perifer, ditransmisikan dalam pusat

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 81
janin asidosis, dan persalinan yang hasil penelitian tersebut didapatkan hasil
5,7,8
disfungsional. bahwa pijatan manual pada daerah
Cambell dan Kurtz (2000) lumbosacral secara signifikan mengurangi
melakukan penelitian deskriptif untuk intensitas dan durasi nyeri persalinan pada
mengevaluasi intensitas nyeri persalinan kala I tahap fase aktif (1.963 vs 2.718, p =
pada tahap dilatasi serviks 2-5 cm dan 6- 0,0001- 2.311 vs 3.720, p = 0,0001).10
10 cm. Studi ini mengidentifikasi bahwa Circular Hip Massage adalah salah
ketika dilatasi serviks meningkat, ada satu tehnik pijatan untuk persalinan yang
peningkatan signifikan pada nyeri yang dapat digunakan selama kala I persalinan.
dilaporkan (t = 15,72, p = 0,01). Pijatan ini mampu mengurangi keluhan
Tzeng Y. L. dan Su T.J. (2008) sakit punggung yang sering dialami saat
mempelajari tentang keluhan nyeri persalinan. Circular Hip Massage adalah
punggung bawah yang sering dialami teknik gerakan melingkar ke bawah dan ke
wanita saat persalinan. Sebanyak 75,3% atas yang diberikan di kedua sisi tulang
dari total 93 responden mengalami nyeri belakang di daerah sakral dengan
pinggang selama persalinan, rasa sakit pernapasan terkontrol yang membantu
serta lokasi nyeri semakin meningkat saat meringankan nyeri persalinan.
9
persalinan berlangsung.
Saat ini terdapat beberapa terapi non- 2. METODE PENELITIAN
farmakologis (pengobatan komplementer Sampel dalam penelitian ini adalah
dan alternatif) antara lain pijat, ibu bersalin di lokasi penelitian yang
hidroterapi, musik, kompres hangat dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
kompres dingin. Terapi non-farmakologis Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
mendapatkan popularitas dan ibu bersalin aterm dan memenuhi
mendapatkan “tempat” yang lebih persyaratan persalinan pervaginam, tidak
substansial dalam perawatan kesehatan. menderita infeksi jalan lahir dan bersedia
Pijat memiliki manfaat potensial menjadi partisipan. Kriteria eksklusi
seperti menurunkan intensitas nyeri, dalam penelitian ini adalah ibu mengalami
meredakan kejang otot, meningkatkan penyulit pada saat persalinan sehingga
aktivitas fisik, mempromosikan relaksasi. membutuhkan tindakan atau rujukan.
Terapi pijat secara teoritis menghambat Tehnik pengambilan sampel
transmisi rasa sakit ke otak. Penelitian dilakukan secara consecutive sampling.
terdahulu dilakukan oleh Sadat dkk (2016) Rancangan penelitian ini adalah
dengan metode uji coba terkontrol secara Eksperimen dengan desain Quasi
acak tentang efek pijat manual pada eksperimental designs.
intensitas dan durasi nyeri pada fase Penelitian dilakukan di RB Fatimah
pertama persalinan ibu primigravida. Dari Kudus dan BPM Leny Mulyani. Data yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 82
dikumpulkan berasal dari data primer dan - Primi 7 27
- Multi 19 73
data sekunder. Instrumen pengumpulan Sumber : Data Primer
data menggunakan checklist dan lembar Tabel menyajikan data karakteristik
NRS. Sedangkan data sekunder diperoleh dari responden. Sebagian besar responden
dari rekam medik responden. Checklist pada kelompok umur 20-35 tahun yakni
digunakan untuk menilai pelaksanaan pijat sebanyak 23 orang (88,5%). Total
dan berisi identitas ibu (umur, umur responden berada pada umur kehamilan
kehamilan dan HPL), pengukuran nyeri atterm (37-41 minggu) . Sebanyak 19
menggunakan Lembar Numerical Rating orang (73%) adalah multipara.
Scales/NRS. Berdasarkan umur responden, hal ini
Sebelum dilakukan pengumpulan memperlihatkan manifestasi piramida
data, peneliti melakukan pemilihan sampel penduduk Indonesia dengan mayoritas
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, penduduk usia muda dengan angka
selanjutnya dilakukan intervensi dan kelahiran yang tinggi. Umur juga
mengajarkan keluarga tentang intervensi merupakan indikator kematangan pribadi,
yang dilakukan. Dilakukan pendampingan organik, psikis dan fungsi intelektual yang
dan evaluasi. Pengukuran tingkat nyeri bervariasi pada periode siklus hidup
dilakukan sebelum dan sesudah intervensi perkembangan manusia. Dalam konteks
pada fase aktif awal yakni pembukaan 5-7 perilaku kesehatan, usia kronologis
cm menggunakan lembar NRS. Data yang dengan kemampuan seseorang dalam
didapatkan dianalisis menggunakan uji mengelola diri di suatu lingkungan, yang
Wilcoxon melibatkan berbagai pemahaman,
peneladanan dan penilaian.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Terkait umur kehamilan, dalam umur
Karakteristik subjek penelitian yang kehamilan mendekati waktu persalinan,
dinilai dalam penelitian ini adalah umur perlunakan serviks normal terjadi.
dan umur kehamilan. Karakteristik dalam Perlunakan dan peregangan serviks terkait
penelitian ini tergambar pada tabel sebagai dengan persepsi nyeri. Rasa nyeri pada
berikut : persalinan disebabkan oleh beberapa
Tabel 3.1 Karakteristik Responden faktor antara lain anoxia pada otot rahim,
No Karakteristik Circular Hip Massage
n=26 % kontraksi otot rahim dan terjadinya
1. Umur (tahun) peregangan serviks. 5,11
- <20 2 7,7
- 20-35 23 88,5 Sedangkan kaitan paritas dengan
- >35 1 3,8
2. Umur Kehamilan nyeri, Wijma, dkk (2001) melakukan studi
- <37 0 0 perbandingan nyeri persalinan di antara 35
- 37-41 26 100
- ≥42 0 0 wanita primipara dan 39 multipara selama
3. Paritas

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 83
tahap pertama persalinan dan ditemukan terendah statistik, untuk nyeri persalinan
bahwa ibu primigravida mengalami nyeri sebelum dan sesudah intervensi CHM
persalinan lebih tinggi dibandingkan menunjukkan terdapat perbedaan yang
dengan ibu multigravida (t = 0,735, p = bermakna (p<0,05).
0,01). Pada metode Circular Hip Massage
Sebelum data dianalisis, terlebih dilakukan pemijatan pada area sakral
dahulu dilakukan uji normalitas data untuk dimana pada area ini sebagai pusat nyeri
mengetahui data berdistribusi normal atau viseral akibat rangsangan rasa sakit
tidak, sehingga dapat ditentukan uji (nociceptive) yang timbul dari distensi
12
statistik yang sesuai. Uji normalitas data mekanis segmen bawah uterus dan
dengan menggunakan Saphiro- Wilk pembukaan serviks, pengulangan gerakan
karena jumlah data < 50. Data dikatakan ini di area ketidaknyamanan disertai
berdistribusi normal jika nilai p > 0,05. dengan tehnik pernafasan terkontrol yang
Dari hasil uji normalitas data didapatkan bertujuan untuk membantu meringankan
hasil nilai p= 0,039 untuk nyeri sebelum rasa sakit. 3,13
intervensi dan p=0,018 untuk nyeri Penelitian serupa dilakukan oleh
sesudah intervensi. Dengan demikian data Jeyalakshmi.S (2008) yang menyatakan
dinyatakan tidak berdistribusi normal. bahwa terapi pijat minyak zaitun
Pengaruh Circular Hip Massage membantu mengurangi nyeri persalinan.
pada nyeri persalinan dapat dilihat pada Prinsip yang mendasari penurunan nyeri
tabel sebagai berikut : oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi
Tabel 3.2 Perbandingan Intensitas Nyeri system syaraf otonom yang merupakan
Persalinan Sebelum dan Sesudah Dilakukan
bagian dari system syaraf perifer yang
Circular Hip Massage
Varia Mean Median SD Min- 95% P mempertahankan homeostatis lingkungan
bel Max CI Value
Pre 7,85 8 1,255 6-10 7.34- 0,000* internal individu. 14-16
Test 8,35
Post 6,88 7 1,306 5-10 6,36- Mekanisme circular hip massage
test 7,41
dapat dijelaskan berdasarkan pendekatan
Keterangan : *)Uji Wilcoxon
Hasil analisis didapatkan rata-rata teori “Gate Control” atau teori gerbang,

intensitas nyeri persalinan sebelum dimana stimulus nyeri diterima lebih

dilakukan Circular Hip Massage (CHM) lambat daripada stimulasi reseptor tekanan

adalah 7,85 dengan median 8 (SD 1,255), dari tehnik pijat. Penjelasan biologis teori

nyeri terendah adalah 6 dan tertinggi gerbang adalah bahwa sel-sel di tanduk

adalah 10. Sedangkan, rata-rata intensitas dorsal dari sumsum tulang belakang

nyeri persalinan sesudah dilakukan bertindak seperti saklar antara impuls dari

Circular Hip Massage adalah 6,88 serat saraf yang berbeda. Nyeri ditangkap

dengan median 7 (SD 1,306), nyeri lebih lambat oleh neuron C (tak
bermyelin), sedangkan sinyal dari hasil

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 84
stimulasi pijat dibawa lebih banyak direkomendasikan sebagai metode non
dengan cepat oleh neuron A (myelinated) farmakologi dalam mengatasi nyeri
yang menutup gerbang ke impuls C dan persalinan pada kala I.
memungkinkan melalui sinyal A. Dengan
cara ini, stimulasi pijatan menutup 5. REFERENSI
17
gerbang stimulus rasa sakit (serabut C). 1. Susilowati E. Upaya Menciptakan
Pijat dengan tekanan sedanng juga Kenyamanan pada Ibu Bersalinan
terbukti meningkatkan aktifitas vagal. Ini melalui Setting tempat persalinan.
kemungkinan terjadi oleh stimulasi Proceeding Book Workshop Nasional
reseptor tekanan yang dipersarafi oleh Magister Kebidanan Fakultas
serabut aferen vagal, yang akhirnya Kedokteran Universitas Padjajaran
bekerja ke sistem limbik, termasuk Bandung. 2014;1(1).
struktur hipotalamus yang terlibat dalam 2. Pirdel M, Pirdel L. Perceived
pengaturan sistem saraf otonom dan Environmental Stressor and Pain
sekresi kortisol. Rangsangan vagal Perception During Labor Among
tersebut kemudian menyebabkan Primiparous and Multiparous Women.
berkurangnya respons kortisol. Dari hasil J Reprod Infertil. 2009;10(3).
gambaran MRI (Magnetic Resonance 3. Lowe NK. The Nature of labor pain.
Imaging) fungsional mengungkapkan Am J Obstet Gynecol. 2002;186(5):16-
bahwa terapi pijat meningkatkan aliran 24.
darah serebral di beberapa daerah otak 4. Fraser DM CM. Myles Buku Ajar
17
yang terlibat dalam regulasi stress. Bidan. 14, editor Jakarta: EGC;2011.
5. Hodnett E, Downe S, Edwards N,
4. KESIMPULAN Walsh D. Home-like versus
Berdasarkan uji statistik, metode conventional institutional settings for
Circular Hip Massage efektif untuk birth (Review). The Cochrane
mengatasi nyeri persalinan (p<0,05). Rata- Collaboration. 2009.
rata intensitas nyeri persalinan sebelum 6. Hodnett ED, Stremler R, Halpern SH,
dilakukan Circular Hip Massage (CHM) Weston J, Windrim R. Repeated hands-
adalah 7,85 dengan median 8 (SD 1,255), and-knees positioning during labour: a
nyeri terendah adalah 6 dan tertinggi randomized pilot study. PeerJ. 2013.
adalah 10. Sedangkan, rata-rata intensitas 7. Khoirunnisa FN, Nasriyah N,
nyeri persalinan sesudah dilakukan Kusumastuti DA. KARAKTERISTIK
Circular Hip Massage adalah 6,88 dengan MATERNAL DAN RESPON
median 7 (SD 1,306), nyeri terendah TERHADAP NYERI PERSALINAN.
adalah 5 dan tertinggi adalah 10. Metode Indonesia Jurnal Kebidanan.
Circular Hip Massage dapat 2017;1(2):93-9.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 85
8. Adams S, Gran ME, Eskildc A. Fear of Chrompet Government General
childbirth and duration of labour: a Hospital. International Journal of
study of 2206 women with intended Pharmacy and Biological Sciences.
vaginal delivery. BJOG An 2016;6(2):17-22.
International Journal of Obstetrics and 15. Rampengan SFY, Rondonuwu R,
Gynaecology. 2012. Onibala F. PENGARUH TEKNIK
9. Tzeng Y.L ea. Low back pain during RELAKSASI DAN TEKNIK
labour and related factors. . Journal of DISTRAKSI TERHADAP
Nursing Research, 16 (3): 231-41. PERUBAHAN INTENSITAS NYERI
2008;16(3):231-41. PADA PASIEN POST OPERASI DI
10. Sadat HZ, Forugh F, Maryam H, RUANG IRINA A ATAS RSUP
Nosratollah MN, Hosein S. The impact PROF. DR. R. D. KANDOU
of manual massage on intensity and MANADO. ejournalunsrat. 2014.
duration of pain at first phase of labor 16. Vindora M, Ayu SA, Pribadi T.
in primigravid women. International PERBANDINGAN EFEKTIVITAS
Journal of Medicine Research. TEHNIK DISTRAKSI DAN
2016;1(4):16-8. RELAKSASI TERHADAP
11. Moghadam D.A, Delpisheh A, PERUBAHAN INTENSITAS NYERI
Rezaeian M, A K. Factors Affecting PASIEN POST OPERASI HERNIA
the Labor : A Review Article. . DI RSUD MENGGALA TAHUN
Biomedical & Pharmacology Journal. 2013. Jurnal Kesehatan Holistik.
2013;6(2):161-7. 2014;8(3):153-8.
12. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. 17. Jeyalakshmi S. effectiveness of olive
Bandung: CV Alfabeta;2012. oil massage therapy on low back pain
13. Dahlan S. Statistik untuk Kedokteran the journal of pain volume.
dan Kesehatan. Jakarta: Salemba 2008;20(3):268-73.
Medika;2011. 18. Field T. Pregnancy and labor massage.
14. Jagdish G.S, Abirama P. A Study To Expert Rev Obstet Gynecol.
Assess The Effectiveness Of Circular 2010;5(2):171-81.
Hip Massage On First Stage Labour
Pain Among Primi Gravida Mothers At

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 86
PENGETAHUAN BERKORELASI POSITIF
DENGAN PRAKTIK SEKSUALITAS PENDIDIK SEBAYA

Khumaidah1), Kismi Mubarokah1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
email: khumaytama@gmail.com; kismi.mubarokah@dsn.dinus.ac.id

Abstract
Adolescence is tending to have premarital sexual intercourse which caused unwanted pregnancy,
abortion, sexually transmitted diseases and HIV & AIDS. Peer educators have higher level education
than ordinary adolescence, especially on sexual and reproductive matter. The purpose of this study
was to analyze the correlation between cognitive and affective factors with sexual behavior of peer
educators in Semarang. This explanatory study was used cross sectional design. The data were
collected by an online survey questionnaire validated. Subjects are 127 peer educators from 8
universities were sellected by stratified random sampling method. The data analyzed by use chi
square with CI 95%. The results showed that 70.1% subjects have good cognitive, 63,8% good
affective, and only 9,4% experienced in premarital sex. Some subjects still have low understanding
about the unwanted pregnancy (45,9%), STI’s prevention (42,5%), and transmission (81,9%). They
belief that STI’s can be prevented by antiseptic use for their genitalia and antibiotics consumption
after having sex. Statistically affective variable correlated with sexual behavior (0,001), but not with
cognitive variable (0,270). Peer-educators have to improve their attitudes trough discussion about
adolescent problems including effects of premarital sex so that sexual practices can be controlled.

Keywords: Peer educator, cognitive, affective, premarital sex

1. PENDAHULUAN seksual terkait kesehatan reproduksi lebih


Perilaku seksual merupakan segala berbahaya. (3)
tingkah laku yang didorong oleh hasrat Kesehatan reproduksi sangat penting
seksual, baik dengan lawan jenis maupun untuk diketahui oleh remaja, karena
sesama jenis.(1) Menurut survei yang remaja sangat rentan memiliki perilaku-
dilakukan oleh KPAI (Komite perilkau berisiko seperti perilaku seks
Perlindungan Anak Indonesia) dan pranikah dan perilaku penyalahgunaan
Kementerian Kesehatan pada oktober obat-obatan terlarang akibat pergaulan
2013 terdapat 62,7% remaja Indonesia yang terlalu bebas. Berdasarkan studi
pernah melakukan seks pra-nikah. sebelumnya diketahui 37% responden
Sebanyak 20% dari 94.270 remaja wanita tidak mengetahui fungsi organ
perempuan mengalami KTD (Kehamilan reproduksi pria, 36% responden pria tidak
Tidak Diinginkan) dan 21% diantaranya mengetahui fungsi organ reproduksi
(2)
melakukan aborsi. wanita, dan 34% tidak mengetahui apa itu
Hal yang ditakutkan oleh remaja jika IMS (Infeksi Menulas Seksual). Sumber
melakukan perilaku seksual adalah risiko informasi kesehatan reproduksi remaja
sosial yaitu takut kehilangan keperawanan sebanyak 39% dari televisi dan majalah,
atau takut terjadinya KTD. Padahal risiko informasi yang diinginkan remaja adalah
mengenai PMS (Penyakit menular seks),

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 87
termasuk HIV & AIDS kemudian baru mempengaruhi perilaku seseorang.(6)
mengenai struktur biologis organ Pengetahuan yang baik akan menghasilkan
(4)
reproduksi. Banyaknya masalah remaja sikap dan praktik yang baik pula. Pada
dan risiko reproduksi tersebut remaja perlu penelitian ini akan dianalisis apakah
ruang untuk berdiskusi tentang hal ini pengetahuan berkorelasi dengan praktik
dengan remaja sebayanya. seksual PE.
Pendidik sebaya merupakan
mahasiswa yang telah dipilih, dilatih, dan 2. METODE PENELITIAN
ditunjuk oleh otoritas universitas untuk Jenis penelitian yang digunakan
menawarkan layanan pendidikan kepada dalam penelitian ini adalah eksplanatori,
(5)
teman sejawatnya. Berawal dari minat yaitu penelitian yang menganalisis data
yang sama dalam membahas kesehatan dengan menentukan hubungan variabel
reproduksi, IMS, dan HIV&AIDS, remaja dengan variabel lainya. Desain yang
berkumpul untuk bersama-sama berjuang digunakan cross sectional dengan teknik
meningkatkan pemahaman remaja untuk pendekatan kuantitatif.
mencegah terjadinya risiko-risiko Anggota komunitas Peer Educator/
reproduksi di usianya. pendidik sebaya yang aktif dari 8
Kota Semarang mempunyai Perguruan Tinggi di Kota Semarang
Perguruan Tinggi baik negeri maupun dipilih secara stratified random sampling
swasta yang memiliki pendidik sebaya sehingga didapatkan 127 orang PE.
yang bergerak di isu kesehatan reproduksi Kedelapan PE Perguruan Tinggi tersebut
dan HIV&AIDS tergabung dalam jejaring diantaranya Rumah Sahabat di Universitas
PE Kota Semarang. Semua pendidik Dian Nuswantoro, STOPHIVA di
sebaya aktif dalam mengikuti kegiatan Universitas Diponegoro, USSEC
dalam mengatasi permasalahan terkait Universitas Negeri Semarang, ANNISWA
kesehatan reproduksi remaja. di Universitas Islam Walisongo, CIMSA
Tingkat pengetahuan dan sikap di Universitas Sultan Agung, KOMPAS
pendidik sebaya lebih bagus dibandingkan di STIE Totalwin, PILUS di Universitas
remaja bukan pendidik sebaya. Hal ini Semarang, dan SPENA di Universitas
dikarenakan pendidik sebaya sering PGRI Semarang.
mengikuti pelatihan dan pendidikan Pengambilan data menggunakan
sehingga pendidik sebaya lebih kuesioner survei online tervalidasi,
mengetahui semua informasi tentang didahului dengan pengisian form
perilaku seksual dan kesehatan reproduksi. kesediaan PE sebagai responden
Menurut teori Lawrence Green bahwa penelitian. Pengisian form dilakukan
pengetahuan dan sikap termasuk ke dalam secara serentak setiap PT di bawah
faktor predisposisi yang dapat pengawasan peneliti langsung. Data yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 88
terkumpul kemudian dianalisis dengan uji sampai dengan S1. Kategori seluruh usia
chi-square, dengan tingkat kepercayaan responden berada pada tahap remaja akhir
95%. (18-21 tahun). Sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang baik (70,1%)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN dan sikap yang baik (63,8%). Meskipun
Seluruh responden penelitian praktik sebagian besar responden baik
berstatus mahasiswa aktif yang sedang tetapi masih terdapat 9,4% responden yang
menjalani perkuliahan di tingkat D3 pernah melakukan perilaku seks pranikah.
Tabel 1. Distribusi Perilaku Seksual Responden
Variabel f %
Pengetahuan tentang seksualitas
a) Baik 89 70,1
b) Kurang 38 29,9
Sikap
a) Baik 81 63,8
b) Kurang 46 36,2
Praktik
a) Tidak seks pranikah 115 90,6
b) Pernah seks pranikah 12 9,4

Tabel 2. Distribusi frekuensi item pengetahuan


Benar Salah
No Pernyataan
n % N %
1 Berpelukan dengan teman didasari adanya 103 81,1 24 18,9
dorongan seksual merupakan bentuk dari
perilaku seksual.
2 Berfantasi tentang seks tidak termasuk kedalam 97 76,4 30 23,6
kategori perilaku seksual.
3 KTD (Kehamilan yang tidak diinginkan) hanya 70 55,1 57 45,9
terjadi pada remaja yang melakukan hubungan
seksual diluar nikah.
4 Aborsi merupakan dampak dari KTD 113 89,0 14 11
(Kehamilan yang tidak diinginkan).
5 Penyakit HIV & AIDS pertama kali ditemukan 89 70,1 38 29,9
pada kaum homoseksual.
6 HIV & AIDS sudah ditemukan obat untuk 120 94,5 7 5,5
menyembuhkannya.
7 HIV & AIDS tidak dapat menular saat berenang 111 87,4 16 12,6
bersama ODHA (Orang Dengan HIV & AIDS).
8 Infeksi menular seksual hanya bisa tertular jika 23 18,1 104 81,9
melakukan hubungan seksual dengan penderita.

9 Infeksi menular seksual kebanyakan tidak 93 73,2 34 26,8


menimbulkan gejala yang menyolok, untuk
mengetahuinya harus dengan tes laboratorium.

Beberapa studi sebelumnya penelitian Tetty Rina Aritonang, sebanyak


menemukan bahwa remaja memiliki 51,5% remaja umur 15-17 tahun
(18)
tingkat pengetahuan tentang kesehatan berpengetahuan kurang, dan penelitian
reproduksi yang rendah. Seperti pada Nydia Rena Benita yang menunjukkan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 89
bahwa remaja berumur 13-17 tahun hanya terdekat pacar (32,3%), orang tua (35,5%),
(19)
21,2% yang memiliki pengetahuan baik. dan melalui diskusi (64,2%).(21)
Perbedaan dengan penelitian ini adalah Walaupun sebagian besar memiliki
lebih karena pendidik sebaya yang pengetahuan yang baik namun sepertiga
dijadikan responden berumur 18-24 tahun dari seluruh responden masih memiliki
dan masuk dalam kategori remaja akhir. pengetahuan yang kurang. Beberapa
Selain itu, seluruh responden ini adalah responden (45,9%) belum memahami
mahasiswa yang secara pengalaman lebih tentang terjadinya KTD. Sebagian
banyak dan memiliki wawasan yang luas responden (42,5%) juga belum paham
karena aktif berorganisasi bahkan lintas tentang pencegahan IMS. Menurutnya
perguruan tinggi. Hal ini yang mungkin IMS dapat dicegah dengan mencuci alat
menjadikan pengetahuan remaja di kelamin dengan antiseptik yang dijual
penelitian ini lebih banyak yang masuk bebas di pasaran dan meminum obat
kategori baik. Sejalan dengan penelitian antibiotik setelah berhubungan seksual.
Mariayul Nur Hayati dan Shirmati Bahkan hampir seluruh responden (81,9%)
Rukmini Devy yang menyatakan bahwa masih memiliki pemahaman yang kurang
tingkat pengetahuan pendidik sebaya tentang penularan IMS. Banyak responden
mayoritas tinggi karena diberikan yang menganggap IMS hanya bisa
pendidikan dan pengalaman yang menular jika melakukan hubungan seksual
terbentuk dalam pelatihan peer education dengan penderita. Hasil penelitian ini
setiap minggu.(20) Tidak hanya dilatih sejalan dengan hasil Survei Demografi dan
secara terus menerus, peer educator juga Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
sering menyampaikan materi dan menjadi yang menunjukan bahwa pengetahuan
fasilitator untuk siswa-siswa SMA atau kesehatan reproduksi sangat rendah
remaja-remaja sebayanya, sehingga terutama tentang HIV & AIDS dan
pengetahuannya semakin terasah dengan penyakit menular seksual.(22) Namun
bertambahnya pengalaman mengedukasi menurut penelitian Yanik Purwati
remaja sebayanya. menjelaskan bahwa pendidik sebaya
Tidak hanya melalui kegiatan mempunyai pengaruh terhadap
pelatihan dan edukasi, Peer Educator juga peningkatan pengetahuan HIV/AIDS.(23)
mendapatkan tambahan pengetahuan dari Pendidik sebaya perlu memiliki
hasil belajar dari sumber-sumber lain. pengetahuan komprehensif yang baik.
Menurut Nasria Putriani sumber-sumber Pendidik sebaya yang kurang memahami
informasi tersebut diantaranya internet materi secara sepotong-potong, akan
(31,51%), majalah (21,92%), teman berakibat pada kurangnya pemahaman
(30,14%), pacar (16,44%), pengaruh orang remaja sebaya yang menjadi sasaran
edukasinya. Diberikannya informasi yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 90
tidak komprehensif berakibat pada besar responden juga tidak setuju jika
penyalahgunaan pengetahuan yang harus menjauhi seseorang yang terinfeksi
bermanifestasi pada terjadinya perilaku HIV&AIDS dan mendukung bahwa
seksual yang dipahaminya sebagai hak ODHA juga tetap harus memiliki
reproduksi individu. Kesalahan penafsiran kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.
inilah yang dapat berakibat buruk pada Hanya pada beberapa item jawaban saja
peningkatan risiko-risiko reproduksi yang bermakna sikap negatif yaitu
khususnya pada usia remaja. sebagian besar responden setuju untuk
Sama halnya dengan pengetahuan, menjauhi teman yang mengalami KTD
pada variabel sikap sebagian besar (Kehamilan Tidak Diinginkan). Distribusi
responden juga memiliki sikap yang frekuensi item sikap disajikan pada tabel 3
positif atau tidak mendukung perilaku seks berikut ini.
pranikah dengan alasan apapun. Sebagian
Tabel 3. Distribusi frekuensi item pengetahuan
S TS
No Pernyataan
N % N %
1 Berhubungan seksual merupakan bagian dari cinta 12 9,5 115 90,5
yang tidak perlu dibatasi oleh ikatan pernikahan.
(-)
2 Teman boleh melakukan hubungan seksual 4 3,1 123 96,9
asalkan tidak menyebabkan kehamilan. (-)
3 Berganti-ganti pasangan dalam melakukan 2 1,6 125 98,4
hubungan seksual boleh dilakukan asalkan tidak
diketahui siapapun.(-)
4 Tidak perlu menghalangi teman yang seksual 28 22 99 78
aktif dengan pasanganya, karena itu adalah hak
manusia. (-)
5 Teman yang mengalami KTD (Kehamilan yang 1 0,8 126 99,2
tidak diinginkan) lebih baik disarankan untuk
aborsi. (-)
6 Teman yang sengaja melakukan aborsi harus 124 97,6 3 2,5
dijauhi. (-)
7 Pendidik sebaya tidak boleh menjauhi orang yang 124 97,6 3 2,4
terinfeksi HIV & AIDS. (+)
8 Teman yang terinfeksi HIV & AIDS layak untuk 126 98,4 2 1,6
mendapatkan pekerjaan. (+)
9 Teman yang terinfeksi penyakit menular seksual 18 14,2 109 85,8
merupakan teman yang nakal. (-)
10 Pendidik sebaya tidak menghindari teman yang 17 13,4 110 86,6
terinfeksi penyakit menular seksual karena takut
tertular. (+)

Peningkatan skor sikap responden Aritonang yang mendapatkan hasil bahwa


sebesar 54% dengan rentang skor terendah sikap kesehatan reproduksi remaja umur
26 dan skor tertinggi 40 dengan nilai 15-17 tahun sangat tidak baik (40,8%).(18)
Median 34. Hasil penelitian ini tidak Perbedaan hasil penelitian dikarenakan
sesuai dengan penelitian oleh Tatty Rina oleh karakteristik responden yang berbeda,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 91
pada penelitian ini responden merupakan sikap kurang baik pada item pertanyaan
pendidik sebaya yang berumur 18-24 tentang teman yang sengaja aborsi harus
tahun sehingga sikap dan pola pikir dijauhi 97,5%. Berdasarkan hasil ini dapat
terhadap seksualitas berbeda pula sikapnya kita ketahui bahwa stigma terhadap orang
dominan adalah baik. Dalam studi yang melakukan aborsi dianggap negatif
sebelumnya, Mariayul Nur Hayati dan oleh masyarakat bahkan pendidik sebaya,
Shirmati Rukmini Devy menyatakan stigma negatif ini sesuai dengan penelitian
bahwa sikap pendidik sebaya masuk sodik yang menyatakan bahwa masyarakat
kedalam kategori tinggi karena sifat memandang yang melakukan aborsi
umumnya terbentuk melalui proses adalah anak yang berasal dari broken
pembelajaran, yaitu suatu proses saat home dan di cap nakal sehingga
pengalaman dan praktik menghasilkan melakukan seks bebas.(26) Tak seharusnya
perilaku yang relatif sama atau tetap. (20) seorang pendidik sebaya berstigma seperti
Sikap responden terhadap seksualitas masyarakat awam, seharusnya seorang
baik terutama pada item pertanyaan yang pendidik sebaya tidak mendiskriminasi
tidak setuju terhadap berhubungan seksual tetapi harus memberikan arahan yang
sebelum menikah sebanyak 96,7% sesuai melalui konseling untuk
responden. Hasil ini sejalan dengan mengurangi dampak buruk dari perilaku
penelitian yang dilakukan oleh Kismi aborsi yang telah dilakukannya.
Mubarokah yang mendapatkan hasil Hasil uji chi square (CI 95%)
bahwa sebagian besar subyek penelitian menunjukkan bahwa sikap berkorelasi
tidak setuju terhadap perilaku seks positif dengan praktik (p.0,001), tetapi
pranikah. Beberapa alasan yang subyek tidak dengan pengetahuan (p.0,292). Hasil
penelitian sampaikan adalah karena belum cross tabulasi menunjukkan bahwa
tentu pasangan seksual adalah suaminya persentase responden yang pernah
kelak, dan alasan bahwa seks pranikah berperilaku seks pra nikah lebih banyak
(24)
dapat berakibat terkena IMS. Selain itu pada mereka yang sikapnya negatif
dalam penelitian Ticeulu Sinaga (7,9%).
menyatakan bahwa sikap responden yang Pengetahuan yang baik tidak
setuju bahwa aborsi berbahaya bagi berkorelasi dengan terjadinya praktik
(25)
kesehatan sebesar 91,14%. Sikap ini seksual responden. Pada penelitian ini
berhubungan dengan tingkat pengetahuan sikap yang negatif lebih mendorong
responden mengenai risiko perilaku terjadinya praktik seksual. Pengetahuan
seksual menjadikan suatu ketakutan dalam yang baik yang dimiliki responden
diri responden. disalahgunakan untuk mendukung
Meskipun kebanyakan responden sikapnya dan praktik seksualnya yang
memiliki sikap yang baik namun terdapat justru menempatkan risiko penularan IMS,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 92
HIV dan AIDS serta KTD. Menurut tidak sesuai dengan penelitian yang
penelitian Mubarokah penafsiran tentang dilakukan oleh Muhammad Ali Sodik
melakukan hubungan seksual merupakan yang menyatakan bahwa pengetahuan
pemenuhan hak reproduksi setiap individu remaja tentang aborsi akan menjadi
menjadi kurang tepat karena hak benteng bagi remaja tentang kerugian
reproduksi yang sebenarnya lebih kepada melakukan aborsi.(26) Dalam kasus ini
menjaga organ reproduksi dan berhak pendidik sebaya yang memilih untuk
menggunakanya secara aman sesuai melakukan aborsi kemungkinan terdesak
fungsinya untuk bereproduksi. Perilaku akan situasi dan diam-diam
seksual pranikah sebagai pemenuhan hak merahasiakannya kepada teman karena
seksual tidak diimbangi dengan kepatuhan lingkungan pertemanan yang masih
untuk mengikuti aturan yang berlaku mempunyai stigma buruk di masyarakat
dimasyarakat Indonesia.(27) Masih terdapat seperti yang dijelaskan pada hasil jawaban
kesalahan persepsi tentang praktik seksual sikap terhadap aborsi ke responden
pranikah pada pendidik sebaya yang sebanyak 97,5% memilih untuk menjauhi
bertentangan dengan norma yang berlaku teman yang pernah melakukan aborsi.
di masyarakat. Perilaku seks pranikah berisiko
Risiko praktik seksualitas remaja terkena IMS, HIV dan AIDS memerlukan
yang sering dijumpai adalah kehamilan kesadaran diri untuk deteksi dini. Pada
yang tidak diinginkan, sesuai dengan penelitian ini sebanyak 26,8% pernah
penelitian Muhammad Azinar yang melakukan test VCT dan hanya 1,6%
mendapatkan hasil sebanyak 12,1% responden yang pernah melakukan
mahasiswa memiliki perilaku seksual skrining IMS. Menurut Niniek L Pratiwi
pranikah berisiko terhadap kehamilan dan Hari Baukuki di dalam penelitianya
yang tidak diinginkam (KTD).(28) Salah menyatakan bahwa IMS memerlukan
satu solusi KTD yang dianggap paling pengamatan/ deteksi dini yang terus-
tepat adalah aborsi, karena status menerus karena IMS adalah salah satu
responden yang masih pelajar dan pintu untuk penularan HIV.(29) Persentase
kekhawatiran akan memperburuk nama responden yang test HIV lebih banyak
baik keluarganya. daripada yang melakukan screening IMS.
Pada responden penelitian ini juga Menurut Sudikno,dkk remaja perkotaan
ditemukan 2 responden pernah melakukan (58,6%) dan pedesaan (46,6%) sudah
aborsi dan 1 responden yang pernah memiliki pengetahuan tentang HIV dan
menyuruh pasangannya untuk aborsi. AIDS yang baik.(30) Pengetahuan yang
Pendidik sebaya sudah pasti mengetahui baik sebaiknya dimanfaatkan untuk
dampak-dampak aborsi, akan tetapi berperilaku yang baik juga, tidak hanya
mereka tetap melakukannya. Hasil ini dimanfaatkan untuk menghindari risiko-

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 93
risiko dari perilaku yang melanggar penguat. Pengetahuan termasuk kedalam
normal masyarakat. faktor predisposisi namun dalam
Berbeda dengan Antono Suryoputro penelitian ini tidak menunjukkan adanya
menyatakan bahwa rendahnya hubungan dengan praktik seksualitas.(6)
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Sedangkan hasil uji korelasi sikap dengan
merupakan faktor terjadinya hubungan praktik, selaras dengan Nur Gilang
seks pranikah mahasiswa namun Fitriana bahwa ada hubungan yang
pengetahuan bukan faktor pengaruh bermakna antara sikap tentang seks pra-
langsung terhadap perilaku remaja, nikah dengan perilaku seksual yang
kemungkinan ada beberapa faktor lain dikontrol oleh lingkungan pada siswa di
sebagai perantara yang menghubungkan SMK XX Semarang.(33) Penelitian ini juga
pengetahuan dengan perilaku seksual dilakukan oleh Tetty Rina Aritonang
remaja.(31) Penelitian lain juga menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap sikap
bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan perilaku
tentang kesehatan reproduksi terhadap seks pra-nikah pada remaja usia 15-17
perilaku seksual remaja.(32) Sesuai yang tahun di SMK Yadika Tambun.(18)
dikatakan oleh Bandura didalam penelitian Perlu adanya dukungan teman di
Anton Suryoputro menyatakan bahwa komunitas pendidik sebaya dan jejaring
perilaku seksual tidak merupakan hasil pendidik sebaya untuk meningkatkan
langsung dari pengetahuan atau sikap yang baik. Selama ini jejaring
keterampilan, melainkan suatu proses pendidik sebaya lebih banyak berkegiatan
penilaian yang dilakukan seseorang aktif di bidang edukasi ke lingkungan
dengan menyatukan ilmu pengetahuan, eksternal PE, dan masih minim
harapan, status emosi, pengaruh sosial dan mengadakan penguatan untuk internal PE.
pengalaman yang didapatkan sebelumnya Sikap pendidik sebaya harus tetap
untuk menghasilkan suatu penilaian atas ditingkatkan agar semakin banyak
kemampuan mereka dalam mengetahui responden yang memiliki praktik yang
masa sulit.(31) Sehingga dalam penelitian baik. Dengan dimilikinya sikap dan
ini menunjukan bahwa pengetahuan yang praktik yang baik oleh pendidik sebaya,
baik belum cukup untuk menentukan maka edukasi kepada remaja sebayanya
bagaimana perilaku seksual pendidik yang lain akan juga berdampak baik
sebaya. mengikuti perilaku yang dicontohkan oleh
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai pendidik sebayanya.
dengan teori Lawrence Green, yang
menyatakan bahwa perilaku seseorang 4. KESIMPULAN
ditentukan oleh 3 faktor, yaitu faktor Sebanyak 70,1% dari 127 responden
predisposisi, factor pendorong, dan faktor responden memiliki pengetahuan yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 94
baik, sebanyak 63,8% reponden memiliki 2. 63% Remaja di Indonesia Lakukan
sikap yang baik/ positif, dan sebanyak Seks Pranikah. Kompasiana. 2015
9,4% responden pernah melakukan [diakses tanggal 28 Oktober 2017].
hubungan seksual pranikah. Hasil uji chi diakses dari:
square menunjukkan adanya korelasi https://www.kompasiana.com/rumahb
positif antara sikap dengan praktik elajar_persada/63-persen-remaja-di-
seksualitas (p.0,001). Hanya Pengetahuan indonesia-melakukan-seks-pra-
yang tidak berkorelasi dengan praktik. nikah_54f91d77a33311fc078b45f4
Terdapat faktor risiko lain selain sikap 3. Problem Kesehatan Reproduksi
untuk terjadinya perilaku seks pranikah, Remaja. Toolkits. [diakses tanggal 30
diantaranya harapan, status emosi, Oktober 2017]. diakses dari :
pengaruh sosial, penilaian, aturan dan https://www.k4health.org/toolkits/indo
pengalaman. Terdapat kecenderungan nesia/problem-kesehatan-reproduksi-
responden untuk menyalahgunakan remaja
pengetahuan yang baik yang telah 4. Effendi F, Makhfudli. Keperawatan
dimilikinya bukan untuk mentaati norma Kesehatan komunitas : Teori dan
dengan tidak melakukan seks pranikah, Praktek dalam Keperawatan. Jakarta:
tetapi memanfaatkan pengetahuan untuk Salemba Medika; 2009.
menghindari risiko-resiko seksual dan 5. Newton F, Ender S. Student helping
reproduksi berkenaan dengan perilaku student. 2nd ed. United States: Joddey-
seks pranikahnya. Bass; 2010.
Komunitas pendidik sebaya dan 6. Maulana H. Promosi Kesehatan.
jejaring PE sebaiknya menguatkan internal Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
komunitasnya agar memiliki pengetahuan EGC; 2009.
yang komprehensif dan sikap yang positif 7. Yandi. PIKRemaja. 2016. diakses dari:
agar praktek seluruh PE baik, artinya http://formalin.pikremaja.or.id/apa-itu-
terhindar dari perilaku seks pranikah. Peer pendidik-sebaya/
Educator juga sebaiknya tidak melakukan 8. The 5 Roles of a Peer Educator. 2017
diskriminasi terhadap remaja sebayanya [diakses tanggal 30 Oktober 2017].
yang pernah melakukan aborsi, tetapi Adiakses dari : http://webcache.
memberikan konseling dan pelajaran bagi googleusercontent.com/search?q=cach
remaja yang lainnya agar tidak melakukan e:5JWUGDpLcJEJ:www.oit.edu/docs/
perilaku yang sama. default-source/integrated-student-
health-center-documents/phe/the-5-
5. REFERENSI roles-of-a-peer-educator.pdf%3Fsfv
1. Sarwono S. Psikologi Remaja. Jakarta: rsn%3D0+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl
Rajawali Pers; 2010. =id&client=firefox-b-ab

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 95
9. Sunaryo. Psikologi Untuk Dian Nuswantoro; 2016.
Keperawatan. Jakarta: Buku 18. Rina Aritonang T. Hubungan
Kedokteran EGC; 2004. Pengetahuan dan Sikap tentang
10. Macam-Macam Perilaku Seks. Kesehatan Reproduksi dengan
[diakses pada tanggal 3 juni 2017]. Perilaku Seks Pranikah pada Remaja
diakses dari: http://pkbi- Usia (15-17 tahun) di SMK Yadika 1
diy.info/?page_id=3483 Tambun,Bekasi. 2015;3.
11. Hanafiah J, Amir A. Etika Kedokteran 19. Benita NR. Program pendidikan
dan Hukum Kesehatan. Jakarta: sarjana kedokteran fakultas kedokteran
Penerbit Buku Kedokteran EGC; universitas diponegoro 2012. 2012.
2009. 20. Hayati MN, Devy SR. Evaluasi
12. Maternity D, Putri RD, Aulia DL. Kegiatan Pendidikan Kesehatan Hiv
Asuhan Kebidanan Asuhan. Dan Aids Oleh Peer Educator „ Da
Yogyakarta: Penerbit ANDI; 2017. Bajay Pada Remaja Di Lokalisasi
13. Suzana Murni, Chris W Green SD. Dolly Surabaya. :66–76.
Hidup dengan HIV/AIDS. Jakarta: 21. Putriani N. Faktor - Faktor yang
Yayasan Spiritia; 2009. Mempengaruhi Pengetahuan Remaja
14. Hawari D. Global Effect HIV/AIDS tentang Kesehatan Reprosukdi di
Dimensi Psikoreligi. Jakarta: Fakultas SMA Negri 1 Mojogedang. 2010;
Kedokteran Universitas Indonesia; 22. Kependudukan B, Nasional B. Survei
2006. Demografi dan Kesehatan Indonesia.
15. Wahyuningsih M. Mudah diingat, 2013;
Jauhi HIV dan AIDS dengan Cara 23. Purwati Y. Pengaruh Peer education
ABCD. detik health. 2013 [diakses terhadap Peningkatan Pengetahuan
pada tanggal 13 Januari 2018]. diakses dan Sikap tentang HIV/AIDS. 52.
dari: 24. Mubarokah K, Studi P, Masyarakat K,
https://health.detik.com/read/2013/11/ Kesehatan F, Nuswantoro UD. Proses
14/161038/2413225/763/mudah- Inisiasi Perilaku Seks Pranikah.
diingat-jauhi-hiv-dan-aids-dengan- 2007;(4):37–43.
cara-abcd 25. Sinaga T. Pengetahuan dan Sikap
16. Tri Wiji Lestari, Elisa Ulfiana S. Buku Remaja Putri terhadap Aborsi dari
Ajar Kesehatan Reproduksi Berbasis Kehamilan Tidak Dikehendaki dI
Kompetensi. Jakarta: Penerbit Buku Sekolah Menengah Umum Negri 1
Kedokteran EGC; 2014. Pematang Siantar Kecamatan Siantar
17. Yuantari C, Handayani S. Buku Ajar Kabupaten Simalungun tahun 2007.
Biostatistik Deskriptif dan Inferensial. 2009;
Semarang: Badan Penerbit Universitas 26. Sodik MA. Sikap Pencegahan Aborsi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 96
ditinjau dari Pengetahuan tentang Teenagers â€TM Knowledge on HIV
Bahaya dan Risisko Kesehatan. and AIDS in Indonesia ( Basic Health
2012;1–7. Research Analyses 2010 ). 2010;145–
27. Mubarokah K, Shaluhiyah Z, 54.
Widjanarko B. Seks Pranikah Sebagai 31. Suryoputro A, Ford NJ, Shaluhiyah Z.
Pemenuhan Hak Reproduksi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Mahasiswa di Kota Semarang. Perilaku Seksual Dan Layanan
1999;(5):155–65. Kesehatan Seksual Dan ReproduksI.
28. Azinar M. Prilaku Sksual Pranikah 2006;10(1):29–40.
Berisiko terhadap Kehamilan Tidak 32. Endarto Y, Sigit Purnomo P.
Diinginkan. 2013; Hubungan Tingkat Pengetahuan
29. Pratiwi NL, Bauki H. Analisis Tentang Kesehatan Reproduksi
hubungan perilaku seks pertamakali dengan Prilaku Seksual Berisiko pada
tidak aman pada remaja usia 15–24 Remaja di SMK Negri 4 Yogyakarta.
tahun dan kesehatan reproduksi. 33. Gilang Fitriana N. Hubungan
2010;(September):309–20. Pengetahuan dan Sikap tentang Seks
30. Simanungkalit B. Pengetahuan Hiv Pranikah dengan Prilaku Seksual pada
Dan Aids Pada Remaja Di Indonesia ( Siswa SMK XX Semarang. 2009;
Analisis Data Riskesdas 2010 )

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 97
KEEFEKTIFAN BALANCED SCORECARD
SEBAGAI PENGUKURAN KINERJA PENDIDIKAN DI RUMAH SAKIT

Lilik Lestari1)
1
Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga
email: pusponjolol@yahoo.com

Abstract
The high unemployment rate educated one of them caused by the gap of learning process with the
world of work. To reduce the gap, health universities work closely with hospitals to provide
education in hospitals. This study aims to analyze the effectiveness of measurement of educational
performance in hospitals based on Balanced Scorecard. The research method used is quantitative
descriptive. The data used to measure performance consists of primary data and secondary data,
sourced from apprentices, mentors, heads of installations, employees, events, and documents of the
Lung Hospital Dr. Ario Wirawan Salatiga. The method of analysis of this study used mean
descriptive statistics with IBM SPSS Version 22. The results of the fourth indicator perspective of
the Balanced Scorecard perspective were in the high and very high category, except for the quality
assurance indicators in the medium category, and the quality of infrastructure facilities were in the
low category. The results of this study are expected to be useful as an evaluation material for
management for strategic planning education in hospitals.

Keywords : Balanced Scorecard, Educated Unemployment, Hospital Education, Performance


Measurement.

1. PENDAHULUAN bulan Agustus 2017 sebanyak 50,98 juta


Pengangguran terbuka masih orang (42,13 persen), diikuti lulusan SMP
merupakan masalah pelik yang dihadapi sebanyak 21,72 orang (17,95 persen),
bangsa Indonesia. Berdasarkan hasil SMA sebanyak 21,13 juta orang (17,46
survei Badan Pusat Statistik, pada tahun persen) dan terakhir lulusan SMK
2017 terjadi peningkatan dari 5,33 persen sebanyak 12,59 orang (10,40 persen).
pada bulan Februari menjadi 5,50 persen Menurut laporan United Nationals
pada bulan Agustus. Secara lebih rinci, Development Program (UNDP) pola
pengangguran dari kalangan terdidik pengangguran di negara-negara
masih menyumbang prosentase yang berkembang seperti Indonesia, tingkat
cukup besar. Pada jenjang sarjana pengangguran lebih banyak dijumpai
mengalami peningkatan dari 11,59 juta pada kalangan mereka yang mengeyam
orang (2,91 persen) menjadi 11,32 juta pendidikan tinggi. Penyebabnya antara
orang (9,35 persen), sedangkan untuk lain disebabkan kurikulum pengajaran di
lulusan akademi atau diploma terjadi lembaga pendidikan tinggi masih belum
penurunan dari 3,68 juta orang (2,95 mampu menciptakan dan
persen) menjadi 3,28 juta orang 2,71 mengembangkan sumber daya manusia
persen. Penggangguran terbuka lulusan sesuai kebutuhan dunia kerja. Hal ini
SD ke bawah masih mendominasi pada menjadi sebuah hambatan, dikarenakan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 98
rendahnya kualitas sumber daya manusia menunjukkan bahwa pembelajaran
[1]
untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja . berbasis lapangan merupakan pengalaman
Daya serap dunia kerja terhadap lulusan belajar yang paling penting, sebagai
perguruan tinggi sangat kecil dikarenakan periode transisi memasuki dunia kerja.
kriteria dan kualifikasi kompetensi yang Rumah sakit di samping fokus pada
[2]
dibutuhkan tidak terpenuhi . pelayanan kesehatan, juga
Seiring diberlakukannya menyelenggarakan pendidikan calon
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tenaga kesehatan. Pendidikan ini
sejak tanggal 31 Desember 2015, arus memiliki peran penting dalam
bebas tenaga kerja akan terjadi di menjembatani kesenjangan antara dunia
Indonesia dan sembilan negara anggota pendidikan dengan dunia kerja, sehingga
lainnya. Kondisi ini menjadi sebuah menjadi tenaga kerja yang professional
tantangan tersendiri yang berpotensi dan handal. Menurut Trisnantoro[5] mutu
meningkatkan jumlah pengangguran rumah sakit pendidikan dinilai lebih
terdidik, apabila tidak diantisipasi dengan tinggi dibandingkan non pendidikan.
baik. Sampai awal tahun 2016, melalui Salah satunya adalah rumah sakit
Mutual Recognition Agreement (MRA) pendidikan memiliki keuntungan dalam
ada delapan profesi yang dapat bergerak hal kesempatan untuk mempelajari dan
bebas di negara ASEAN, yaitu jasa mengembangkan teknologi, sehingga
teknik/insinyur, dokter gigi, perawat, memperkuat posisi dalam persaingan.
arsitek, tenaga survei, akuntan, praktisi Namun pada kenyataannya peran
kesehatan, dan tenaga profesional di pendidikan di rumah sakit belum diukur
[3]
bidang pariwisata . Tiga dari delapan keberhasilan atau kegagalannya. Padahal
profesi bekerja di bidang pelayanan pengukuran kinerja memiliki peran yang
kesehatan, yaitu dokter gigi, perawat, dan sangat penting bagi kemajuan sebuah
praktisi kesehatan. Hal ini menjadikan organisasi, di antaranya dihasilkan
ketatnya persaingan kerja tenaga bidang informasi mengenai hasil kerja yang telah
kesehatan. dicapai sekaligus bahan evaluasi bagi
[6]
Agar tenaga kerja Indonesia dapat manajemen . Pengukuran kinerja ini
bersaing di era MEA, maka kompetensi penting, dikarenakan peningkatan
lulusan perguruan tinggi bidang penyelenggaraan pendidikan yang lebih
kesehatan menjadi sebuah kewajiban. bermutu diharapkan mampu menjawab
Langkah yang dapat ditempuh adalah kebutuhan masyarakat serta mampu
dengan menyelenggarakan magang atau berkompetisi menghadapi era
pendidikan di rumah sakit. Hasil globalisasi[7].
[4]
penelitian Safiq dan Fikawati

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 99
Balanced Scorecard dapat 2. METODE
digunakan untuk menciptakan suatu Penelitian merupakan penelitian
gabungan pengukuran kinerja dan deskriptif kuantitatif dengan desain cross
manajemen strategis. Pengukuran sectional, dilakukan pada tahun 2017.
finansial dan nonfinansial serta Jenis data yang digunakan adalah data
pengukuran ekstern dan intern primer dan data sekunder. Lokasi
pengukuran perusahaan dipandang penelitian di Rumah Sakit Paru dr. Ario
menjadi empat katagori perspektif, yaitu: Wirawan (RSPAW) Salatiga. Data primer
perspektif finansial, perspektif langganan, diambil menggunakan kuesioner dengan
perspektif internal bisnis, serta perspektif teknik purposive sampling. Pada
pembelajaran dan pertumbuhan. Ke- perspektif learn and growth dan internal
empat perspektif ini saling berhubungan process sampel yang digunakan adalah
dalam sebab akibat, sebagai cara untuk pegawai tetap sedangkan untuk perspektif
menerjemahkan strategi ke dalam financial dan customer sampel yang
tindakan[8]. digunakan adalah pelanggan, dalam
Sejak diperkenalkan, Balanced penelitian ini adalah mahasiswa peserta
Scorecard telah menjadi perhatian banyak magang. Hal ini membawa kelebihan
peneliti. Balanced Scorecard terbukti pada pengujian model estimasinya
positif untuk diterapkan mengevaluasi mampu melihat pengaruh tidak langsung
kinerja pada organisasi publik termasuk perspektif learning and growth terhadap
[9]
rumah sakit pemerintah . Demikian perspektif customer. Data sekunder
halnya Balanced Scorecard juga diteliti bersumber dari Laporan Akuntabilitas
efektifitas penerapannya untuk Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
pengukuran kinerja di lembaga RSPAW Salatiga.
[10]
pendidikan . Analisis data primer yang terkumpul
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan dengan uji validitas dan
tujuan penelitian ini adalah menganalisis reliabilitas. Uji validitas instrumen
secara deskriptif efektivitas empat penelitian digunakan korelasi product
perspektif Balanced Scorecard untuk moment (Person Correlation) dengan
pengukuran kinerja pendidikan di rumah taraf signifikansi 5%. Semakin tinggi
sakit. Hasil studi ini diharapkan secara koefisien korelasi positif antara item
teoritis bermanfaat bagi pengembangan dengan skala secara keseluruhan yang
model pengukuran kinerja pendidikan, berarti semakin tinggi daya bedanya.
dan secara praktis menjadi bahan evaluasi Validitas berhubungan dengan ketepatan
bagi penyelenggara pendidikan dalam apa yang mesti diukur oleh instrumen dan
menyusun rencana strategis. seberapa cermat tes melakukan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 100
pengukurannya, atau dengan kata lain Rumus standar deviasi σ=1/6(X_max-
validitas tes berhubungan dengan X_min)
ketepatan tes terhadap konsep yang akan Deskripsi data hipotetik di atas
diukur sehingga betul-betul bisa digunakan untuk membuat kategorisasi
mengukur apa yang diukur. Kriteria yang pada data empiris. Kategori dibuat
digunakan adalah dengan berdasarkan lima kategori yaitu: kategori
membandingkan harga rhitung dengan sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan
harga tabel kritis r product moment, sangat tinggi, dengan kriteria seperti
dengan ketentuan instrumen dinyatakan berikut:
valid apabila rhitung > rtabel pada taraf Kategori Norma
Sangat Rendah X≤-1,5
signifikansi α=0,05[11]. Rendah -1,5<X≤-0,5
Reliabilitas merujuk pada Sedang -0,5<X≤+0,5
Tinggi +0,5<X≤+1,5
kekonsistenan/keajekan instrumen pengu- Sangat Tinggi X > +1,5
kuran dalam menilai apa yang diinginkan.
Artinya kapanpun instrumen tersebut Perhitungan uji statistik deskriptif
digunakan akan memberikan hasil yang dalam penelitian ini digunakan program
relatif sama. Reliabilitas instrumen bantu komputer IBM SPSS versi 22.
penelitian dihitung dengan menggunakan
koefisien Cronbach Alpha. Instrumen 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian dinyatakan reliabel jika Berdasarkan hasil pengujian
[11]
koefisien Cronbach Alpha > 0,6 . validitas dan reliabilitas maka dapat
Deskripsi data model hipotetik dijelaskan bahwa pernyataan-pernyataan
pengukuran kinerja pendidikan di rumah kuesioner yang dipergunakan tidak perlu
sakit bagi calon tenaga kesehatan direvisi karena sudah memenuhi uji
berbasis Balanced Scorecard dalam reliabilitas. Meskipun terdapat beberapa
bentuk skoring dan kategorisasi. item pernyataan yang tidak valid, namun
Perspektif pelanggan berdasarkan data berdasarkan feedback dari expert
penelitian yang dikumpulkan dari hasil judgment, pernyataan-pernyataan tersebut
kuesioner, dapat ditentukan deskriptif dapat dipertahankan (tidak perlu dibuang)
statistik dengan menghitung nilai rata-rata karena sangat berkaitan dengan teori
dan standar deviasi hipotetik sebagai Balanced Scorecard.
berikut: Hasil penyebaran kuesioner kepada
µ = rata-rata (mean) peserta magang di RSP dr Ario Wirawan
Rumus mean hipotetik diketahui nilai rata-rata empiris Kepuasan
µ=1/2(i_max+i_min) Pelanggan sebesar 51,48 berada pada
 = deviasi standar (standard deviation) interval 50-60 masuk dalam kategori

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 101
tinggi. Dengan demikian dapat menggunakan data sekunder dari rumah
disimpulkan peserta magang telah puas sakit yaitu keberhasilan mengakuisisi
dengan kinerja kualitas pelayanan yang pasien (customer acquisition) dijelaskan
diberikan oleh rumah sakit. pada Tabel 1.
Berdasarkan hasil perhitungan Tabel 1. Customers Acquisition RSPAW
Salatiga tahun 2009 sampai 2013
jawaban responden pada KPI Loyalitas
Pasien Rawat Persentase
Pelanggan diketahui nilai rata-rata Jalan Keberhasilan
Tahun
Mengakuisisi
empiris adalah sebesar 23,46 berada Baru Total
Pasien
dalam interval 23,34-28,01 dengan 2009 6.640 33.628 20%
2010 6.291 33.281 19%
kategori tinggi. Hal ini menunjukkan 2011 7.546 34.481 22%
2012 7.842 38.685 20%
peserta magang memiliki loyalitas yang 2013 8.641 39.579 22%
tinggi kepada RSP dr Ario Wirawan Rata-rata 21%
Sumber: LAKIP RSPAW
Salatiga.
Kepercayaan Pelanggan
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui
berdasarkan hasil perhitungan
bahwa dari tahun ke tahun berfluktuatif.
mendapatkan nilai rata-rata empiris
Pada tahun 2009 persentase akuisisi
sebesar 14,35 berada dalam rentang
pasien adalah sebesar 20% sedangkan di
13,34-16,01 dengan kategori tinggi.
tahun 2010 mengalami penurunan
Temuan penelitian ini menunjukkan
menjadi 19%, tahun 2011 naik menjadi
bahwa peserta magang memiliki
22%, tetapi tahun 2012 turun kembali
kepercayaan yang tinggi terhadap proses
menjadi 20%, dan terakhir tahun 2013
pendidikan yang diselenggarakan oleh
naik menjadi 22%. Secara umum dari
RSP dr Ario Wirawan Salatiga.
data tersebut menunjukkan rata-rata
Perspektif pelanggan pada KPI
persentase keberhasilan rumah sakit
kualitas hubungan memiliki nilai rata-rata
dalam mengakuisisi pasien rawat jalan
empiris sebesar 19,09 berada dalam
baru adalah sebesar 21%.
rentang lebih besar dari 16,01 dengan
Hasil penyebaran kuesioner kepada
kategori sangat tinggi. Hal ini
peserta magang di RSP dr Ario Wirawan
mengindikasikan bahwa kualitas
diketahui nilai rata-rata empiris
hubungan yang terjalin antara peserta
Akuntabilitas Biaya Pendidikan sebesar
magang dengan rumah sakit sebagai
21,09 berada pada interval > 20 masuk
lembaga pendidikan calon tenaga
dalam kategori sangat tinggi. Dengan
kesehatan sudah sangat baik.
demikian dapat disimpulkan institusi asal
Selain menggunakan data primer,
peserta magang menilai kinerja rumah
untuk mengukur kinerja perspektif
sakit dalam mengelola biaya pendidikan
pelanggan dalam penelitian ini
sudah baik dalam hal kesesuaian kualitas

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 102
dengan biaya, biaya yang ditetapkan belanja yang telah ditetapkan secara
kompetitif dengan rumah sakit lain maksimal.
sehingga tidak merasa keberatan, efisiensi Kinerja perspektif keuangan ditinjau
biaya serta penggunaan dana dapat dari rasio efisiensi adalah seperti pada
dipertanggungjawabkan. Tabel 3.
Kinerja perspektif keuangan ditinjau Tabel 3. Rasio Efisiensi RSPAW Salatiga
tahun 2008 sampai 2012
dari rasio ekonomi adalah seperti pada Pengeluaran
Untuk Realisasi Rasio
Tabel 2. Tahun
Memperoleh Pendapatan Efisiensi
Pendapatan
Tabel 2. Rasio Ekonomis RSPAW Salatiga 2008 6.627.721.748 15.794.985.601 42%
tahun 2008 sampai 2012 2009 8.001.430.056 16.526.651.609 48%
Pengeluaran Anggaran Yang Rasio 2010 15.872.639.736 20.727.625.858 77%
Tahun 2011 35.170.037.483 23.590.672.037 149%
Institusi Ditetapkan Ekonomi
2008 29.997.087.346 28.959.373.000 104% 2012 30.465.411.619 25.451.896.944 120%
2009 24.716.888.424 25.613.858.000 96% Rata-rata 87%
2010 34.674.449.257 47.033.600.000 74% Sumber: LAKIP RSPAW
2011 61.970.589.496 69.758.202.000 89%
2012 65.340.685.388 70.021.515.000 93%
Rata-rata 91%
Sumber: LAKIP RSPAW Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui
dari tahun 2008, 2009 dan 2010 rasio
Berdasarkan Tabel 2 dapat efisiensi RSPAW Salatiga telah efisien,
dijelaskan secara umum kinerja perspektif karena nilai rasio efisiensi kurang dari
keuangan RSPAW Salatiga untuk 100%. Namun pada tahun 2011 dan 2012
indikator rasio ekonomi telah dikatakan rasio efisiensi RSPAW menjadi tidak
ekonomi. Kinerja keuangan institusi efisien karena data menunjukkan nilai
dinyatakan ekonomis apabila nilai yang rasio efisiensi lebih dari 100%. Pada
diperoleh lebih kecil daripada 100%. tahun 2011 rasio efisiensi mencapai 149%
Hanya di tahun 2008 saja pengeluaran dan tahun 2012 menurun menjadi 120%.
RSPAW Salatiga yang melampaui Secara umum dalam kurun waktu lima
anggaran yang ditetapkan sebesar 104%. tahun 2008 sampai 20112 diketahui rasio
Sedangkan pada tahun 2009 sampai 2012 efisiensi menunjukkan nilai 87% yang
rasio ekonomi di bawah 100% yang menunjukkan nilai yang mendekati tidak
mengindikasikan bahwa realisasi efisien. Oleh karenanya perlu dicari solusi
pengeluaran rumah sakit tidak pernah agar peningkatan pengeluaran untuk
melampaui anggaran yang telah memperoleh pendapat berbanding lurus
ditetapkan. Secara keseluruhan rasio dengan pendapatan yang diperoleh rumah
ekonomis dari tahun 2008 sampai dengan sakit.
tahun 2012 sebesar 91%, yang Kinerja perspektif keuangan ditinjau
menunjukkan manajemen rumah sakit dari rasio efektifitas adalah seperti terlihat
belum mampu merealisasikan anggaran pada Tabel 4

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 103
Tabel 4. Rasio Efektifitas RSPAW Salatiga tenaga kesehatan di rumah sakit masih
tahun 2008 sampai 2012
Realisasi Target Rasio
jauh dari ideal.
Tahun
Pendapatan Pendapatan Efektifitas
2008 15.794.985.601 13.364.293.000 118%
Kinerja perspektif proses internal
2009 16.526.651.609 15.639.600.000 106%
2010 20.727.625.858 20.000.000.000 104% bisnis ditinjau dari tahap operasi adalah
2011 23.590.672.037 22.028.364.000 107%
2012 25.451.896.944 25.000.000.000 102% seperti pada Tabel 5.
Rata-rata 107.4%
Sumber: LAKIP RSPAW Tabel 5. Rata-rata Kunjungan Rawat
Jalan per hari RSPAW Salatiga
tahun 2009 sampai 2012
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui Tahun Rata-rata Kunjungan
2009 92
rasio efektifitas RSPAW Salatiga bersifat 2010 91
relatif stabil dengan kenaikan dan 2011 95
2012 106
penurunan yang tidak jauh berfluktuatif. Rata-rata 96
Manajemen RSPAW Salatiga sakit Sumber: LAKIP RSPAW

mampu memenuhi target pendapatan


yang telah ditetapkan dalam rencana Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui
strategis. dari tahun ke tahun rata-rata kunjungan
Hasil penyebaran kuesioner kepada pasien rawat jalan mengalami
pimpinan dan staf fungsional medis peningkatan, dengan rata-rata selama lima
instalasi RSP dr Ario Wirawan diketahui tahun adalah 96 orang per hari. Kenaikan
nilai rata-rata empiris Jaminan Mutu rata-rata kunjungan tersebut
sebesar 22,19 berada pada interval 18,67- mengindikasikan adanya peningkatan
23,34 masuk dalam kategori sedang. kepercayaan masyarakat terhadap
Dengan demikian dapat disimpulkan RSPAW.
kemampuan rumah sakit dalam Tabel 6. Nilai Average Length Of Stay
(ALOS) RSPAW Salatiga
mengelola dan mengembangkannya tahun 2008 sampai 2012
berdasarkan prinsip-prinsip manajemen Tahun Average Length Of Stay
2008 6 Hari
yang berorientasi pada mutu untuk 2009 6 Hari
memperbaiki dan menyempurnakan 2010 6 Hari
2011 6 Hari
kegiatan pendidikan belum baik sehingga 2012 5 Hari
perlu ditingkatkan. Sumber: LAKIP RSPAW

Kualitas sarana dan prasana hasil


perhitungan memiliki rata-rata empiris Berdasarkan Tabel 6dapat diketahui
sebesar 13,33 berada dalam interval 10,01 bahwa Average Length of Stay (ALOS)
sampai 13,34 dengan kategori rendah. Hal berkisar 5 sampai 6 hari. Nilai ALOS
ini menunjukkan bahwa kualitas sarana tersebut menunjukkan rata-rata lama
dan prasarana yang digunakan untuk rawat seorang pasien di RSPAW Salatiga
menyelenggarakan pendidikan calon

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 104
masih dalam nilai standar yang ditetapkan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
yaitu dalam rentang 3 sampai 12 hari. RI 1-3 hari.

Tabel 7. Nilai Bed Occupancy Ratio Tabel 9. Nilai Bed Turn Over Rate (BTO)
(BOR) RSPAW Salatiga RSPAW Salatiga
tahun 2008 sampai 2012 tahun 2008 sampai 2012
Tahun Bed Occupancy Ratio Tahun Bed Turn Over Rate
2008 61% 2008 35 Kali
2009 65% 2009 41 Kali
2010 64% 2010 40 Kali
2011 70% 2011 45 Kali
2012 76% 2012 50 Kali
Rata-rata 67.2% Rata-rata 42,2 Kali
Sumber: LAKIP RSPAW Sumber: LAKIP RSPAW

Berdasarkan tabel di atas dapat Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui


diketahui Bed Occupancy Ratio (BOR) nilai Bed Turn Over Rate (BTO) RSPAW
RSPAW Salatiga menunjukkan kenaikan, Salatiga dari tahun 2008 sampai dengan
dimana pada tahun 2008 sebesar 61% dan tahun 2012 menunjukkan kenaikan dari
di tahun 2012 sebesar 76%. Hasil 35 kali menjadi 50 kali. Nilai tersebut
perhitungan menunjukkan nilai rata-rata telah memenuhi nilai standar yang telah
BOR RSPAW Salatiga selama 5 tahun ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan
adalah 67,2%, telah memenuhi nilai RI untuk BTO yaitu antara 40 sampai 50
standar yang telah ditetapkan oleh kali.
Kementerian Kesehatan RI yakni antara Tabel 10. Nilai Gross Death Rate (GDR)
RSPAW Salatiga
75% sampai dengan 85%.
tahun 2008 sampai 2012
Tabel 8. Nilai Turn Over Internal (TOI) Tahun Gross Death Rate
RSPAW Salatiga 2008 70
tahun 2008 sampai 2012 2009 69
Tahun Turn Over Internal 2010 75
2008 4 Hari 2011 82
2009 3 Hari 2012 69
2010 3 Hari Rata-rata 73
2011 2 Hari Sumber: LAKIP RSPAW
2012 2 Hari
Sumber: LAKIP RSPAW
Berdasarkan Tabel 10 dapat
diketahui nilai Gross Death Rate (GDR)
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui
RSPAW Salatiga tahun 2008 – 2012
nilai Turn Over Internal (TOI) RSPAW
antara 69 sampai dengan 82 dengan rata-
Salatiga selama tahun 2008 sampai 2012
rata sebesar 73. Hal ini menunjukkan
berkisar antara 2 hari sampai dengan 4
GDR RSPAW Salatiga belum berada
hari, telah sesuai nilai standar yang telah
pada nilai standar yang telah ditetapkan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 105
oleh Kementerian Kesehatan RI untuk pengetahuan, keterampilan dan sikap
GDR yaitu tidak lebih 45 per 1000 pasien kerja yang baik.
keluar. Hasil perhitungan jawaban
Tabel 11. Nilai Net Death Rate (NDR) responden pada KPI Kepuasan Kerja
RSPAW Salatiga tahun 2008- 2012
diketahui nilai rata-rata empiris adalah
Tahun Net Death Rate
2008 44,41 sebesar 27,21 berada dalam interval
2009 44,18 26,67-38 dengan kategori tinggi. Hal ini
2010 44,18
2011 48,31 menunjukkan peserta magang telah
2012 44,18 memperoleh kepuasan kerja selama
Rata-rata 45,02
Sumber: LAKIP RSPAW bekerja di RSP dr Ario Wirawan Salatiga.
KPI Komitmen Organisasi memiliki
Berdasarkan Tabel 11 dapat nilai rata-rata empiris sebesar 23,77
diketahui Net Death Rate (NDR) RSPAW berada dalam rentang 23,34 sampai
Salatiga selama tahun 2008 sampai 2012 dengan 28,01 dengan kategori tinggi.
memiliki nilai rata-rata 45,02, masih Kondisi ini menunjukkan para pegawai
belum memenuhi nilai standar yang telah rumah sakit telah memiliki komitmen
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan yang tinggi pada organisasi.
RI yaitu tidak lebih 25 per 1000 pasien Berdasarkan hasil perhitungan
keluar. Motivasi Kerja 4.42 memiliki nilai rata-
Hasil perhitungan menunjukkan rata empiris sebesar 42,09 berada dalam
nilai rata-rata empiris Kompetensi Kerja rentang lebih besar dari 40,01 dengan
adalah sebesar 58,12 berada pada interval kategori sangat tinggi. Temuan ini
50-60 masuk dalam kategori sangat mengindikasikan bahwa para pegawai di
tinggi. Dengan demikian dapat RSP dr Ario Wirawan menilai telah
disimpulkan para instruktur pendidikan di bekerja dengan motivasi kerja yang
Rumah Sakit Paru dr Ario Wirawan tinggi.
Salatiga merasa telah memiliki

Tabel 12. Produktivitas Karyawan RSPAW Salatiga tahun 2008 sampai 2012
Jumlah Total
Tahun Realisasi Pendapatan Produktivitas Karyawan
Karyawan
2008 Rp 15.794.985.601 356 Rp44.367.937
2009 Rp 16.526.651.609 371 Rp44.546.231
2010 Rp 20.727.625.858 393 Rp52.742.051
2011 Rp 23.590.672.037 429 Rp54.862.028
2012 Rp 25.451.896.944 446 Rp57.067.034
Rata-rata Rp50.717.056
Sumber: LAKIP RSP

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 106
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilema. Lentera Pendidikan: Jurnal
diketahui produktivitas karyawan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
RSPAW Salatiga dari tahun 2008 sampai 2010;13(2):147-59.
2012 menunjukkan peningkatan. Rata- 2. Muslih M. Analisis Efektifitas
rata produktivitas dalam lima tahun Program Magang Untuk Sinkronisasi
tersebut adalah sebesar Rp50.717.056,- Link And Match Perguruan Tinggi
artinya rata-rata satu orang karyawan Dengan Dunia Industri: Studi
RSPAW Salatiga dapat menghasilkan Terhadap Program Magang Pada
pendapatan sebesar Rp50.717.056. Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen
Kondisi tersebut mengindikasikan dari Universitas Muhammadiyah
tahun ke tahun kinerja karyawan RSPAW Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah
Salatiga semakin baik. Manajemen dan Bisnis.
2014;14(01):64-76.
4. KESIMPULAN 3. Apresian SR. Arus Bebas Tenaga
Penelitian ini mengungkapkan Kerja dalam Era Masyarakat
bahwa Balanced Scorecard mampu Ekonomi ASEAN: Ancaman bagi
diaplikasikan untuk mengukur kinerja Indonesia? Indonesian Perspective.
pendidikan kesehatan di rumah sakit. 2016;1(2):107-21.
Berdasarkan hasil studi, dapat 4. Syafiq A, Fikawati S. Tracer Study:
disimpulkan bahwa indikator keempat Melacak Jejak Lulusan FKM UI
perspektif Balanced Scorecard berada (Hasil Study Kualitatif Tracer Sarjana
pada kategori tinggi dan sangat tinggi, Kesehatan Masyarakat FKM UI
kecuali pada indikator jaminan mutu yang 2006). Kesmas: National Public
berada pada kategori sedang, dan kualitas Health Journal. 2007;1(6):252-8.
sarana prasana berada dalam kategori 5. Trisnantoro L. Aliansi Strategis
rendah. Oleh karenanya dalam upaya sebagai Konsep Kerjasama antara
meraih hubungan jangka panjang dengan untuk Meningkatkan Mutu Rumah
perguruan tinggi mitra kerjasama Sakit Pendidikan. Jurnal Manajemen
pendidikan tenaga kesehatan, manajemen Pelayanan Kesehatan.
rumah sakit perlu meningkatkan 1998;1(04):175-9.
kompetensi karyawannya secara terus- 6. Rai IGA. Audit Kinerja pada Sektor
menerus. Publik: konsep, praktik, studi kasus:
Penerbit Salemba; 2008.
5. REFERENSI 7. Lukito K, Supardi S, Werdati S.
1. Sanisah S. Pendidikan tinggi dan Penyempurnaan Instrumen Input
pengangguran terbuka: Sebuah Untuk Akreditasi Institusi Pendidikan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 107
Tenaga Kesehatan Di Propinsi Jawa
Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan. 2000;3(22):91-9.
8. Kaplan RS, Norton DP. The balanced
scorecard: measures that drive
performance. Harvard business
review. 2005;83(7):172.
9. Ciptani MK. Balanced Scorecard
Sebagai Pengukuran Kinerja Masa
Depan: Suatu Pengantar. Jurnal
akuntansi dan Keuangan.
2004;2(1):pp. 21-35.
10. Karathanos D, Karathanos P.
Applying the balanced scorecard to
education. Journal of Education for
Business. 2005;80(4):222-30.
11. Ghozali I. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program IBM
SPSS 19. Edisi 5 ed. Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2011.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 108
HUBUNGAN KUALITAS PELAYANAN HEMODIALISA DENGAN KEPUASAN
PASIEN JKN DI KLINIK GINJAL HIPERTENSI LESTARI

Eka Hesti Nugraheni1), Sri Handayani1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang
email: ekahestinugraheni01170@gmail.com; yanih61@gmail.com

Abstract
Quality of health services is a measure of the perfection of health services in fulfilling the needs of
society as a consumer to health services. Based on a preliminary survey in January 2018,
hemodialysis patients from renal clinics and sustained hypertension were National Health Insurance
participants with a percentage of 98%. This study aimed to analyze the relationship of hemodialysis
service quality to the patient satisfaction of JKN user in Klinik Ginjal Hipertensi Lestari. This study
was a quantitative analytical method with a cross-sectional approach. The population in this study
amounted to 150 people and the sample used 60 people determined by slovin technique. The result of
the research showed that there was a correlation on the dimension of reliability to patient satisfaction
(ρ value = 0.000), dimension of responsiveness to patient satisfaction (ρ value = 0.000), assurance
dimension to patient satisfaction (ρ value = 0.000), on the empathy dimension to patient satisfaction
(ρ value = 0.000) and there was a correlation between tangible dimension and patient satisfaction (ρ
value = 0.000). Suggested to clinic need to apply awareness officers in providing reliable service
(zero defect) to support the program free error by the agency.

Keywords: quality, satisfaction, hemodialysis

1. PENDAHULUAN pembiayaan dialokasikan pada unit


Berdasarkan resolusi oleh World hemodialisa. Dari hasil penelitian dari
Health Assembly (WHA) pada tahun 2005 Perhimpunan Nefrologi Indonesia
di Jenewa yang berbunyi setiap Negara (PERNEFRI) terdapat 12,5% dari
perlu mengembangkan Universal Health populasi penduduk Indonesia pada tahun
Coverage (UHC) melalui mekanisme 2015 mengalami gagal ginjal 3. Prevalensi
asuransi kesehatan sosial untuk penyakit berdasar pada diagnosa gagal
penjaminan biaya kesehatan yang ginjal di Provinsi Jawa Tengah berada
1
berkelanjutan . Asuransi kesehatan sosial pada kisaran 0,3% 4. Berdasarkan survey
yang selanjutnya disebut Jaminan awal pada bulan Januari 2018 pasien
kesehatan nasional (JKN) merupakan hemodialisa dari klinik ginjal dan
program yang bertujuan memberikan hipertensi lestari mayoritas adalah peserta
kepastian perlindungan dan kesejahteraan JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
sosial bagi seluruh rakyatnya. Untuk dengan persentase mencapai 98% 5. Rata-
menyelenggarakan program JKN dibentuk rata kunjungan pasien yang melakukan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial hemodialisis berada pada kisaran angka 42
(BPJS) yang berkoordinasi langsung kunjungan pasien setiap harinya. Dari
dibawah naungan Presiden dalam laporan bulanan tahun 2018 didapatkan
2
penjaminan kesehatan . Berdasarkan data data kunjungan pelayanan hemodialisis
penjaminan kesehatan tahun 2015, 86% pada bulan Januari terdapat 1140 tindakan,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 109
pada bulan Februari mengalami penurunan diambil dalam melakukan penelitian dan
yaitu menjadi 1018 tindakan dikarenakan pengambilan data yaitu Klinik Ginjal dan
jumlah hari pelayanan pada tiap bulannya Hipertensi Lestari Jl. Sompok Baru No 76-
berbeda, serta pada bulan Maret 78 Semarang pada bulan Juni 2018.
mengalami peningkatan menjadi 1147 Teknik analisa pada penelitian ini yaitu
tindakan hemodialisis. Pada tahun 2018 analisa univariat dan analisa bivariat
jumlah pasien yang memesan tempat dengan uji korelasi Pearson Product
untuk pelayanan hemodialisa pada Moment.
trimester awal diperoleh data 13 pasien
pada bulan Januari, 16 pasien pada bulan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Februari dan 15 pasien pada bulan Maret Tabel 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
. Di klinik ini juga menjadi tempat rujukan
Karakteristik Mean Max Min SD
bagi Rumah sakit lain baik di wilayah
53 77 24 12,73
semarang maupun luar semarang (bahkan
rujukan dari luar pulau Jawa). Mesin Tabel 2
untuk hemodialisa pada awalnya hanya Responden Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
ada 5 unit mesin pada tahun 2015 dan No Pendidikan F Prosentase (%)
meningkat menjadi 18 unit mesin pada 1 SD 2 3.3
2 SMP 5 8.3
tahun 2017.5 3 SMA 19 31.7
4 S1 28 46.7
5 S2 6 10
2. METODE PENELITIAN Total 60 100
Jenis penelitian ini menggunakan
penelitian eksplanatori dengan metode Hasil penelitian menunjukan rata-
kuantitatif dan pendekatan cross sectional. rata usia responden berada pada usia 53
Populasi dari penelitian adalah pasien tahun, dengan usia termuda adalah 24
yang menjalani terapi hemodialisis di tahun dan usia tertua adalah responden
Klinik Ginjal Hipertensi Lestari dengan dengan usia 77 tahun. Sebagian besar
total populasi 150 pasien. Sampel dalam responden memilliki latar belakang
penelitian ini berjumlah 60 pasien pendidikan S1 dengan prosentase 46,7%
hemodialisis yang diambil melalui teknik dan latar belakang SMA sebesar 31,7%
random sampling menggunakan rumus sedangkan latar belakang pendidikan
slovin. Penelitian menggunakan teknik paling rendah yaitu SD dengan prosentase
wawancara dengan menanyakan secara sebesar 3,3%.
langsung melalui kuesioner. Tempat yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 110
Tabel 3
Frekuensi Kepuasan Pasien
STP TP KP P SP
No Pernyatan
F % F % F % f % f %
1. Petugas Klinik Ginjal 0 0 0 0 0 0 41 68.3 19 31.7
Hipertensi Lestari
memberikan pelayanan
dengan baik sesuai dengan
harapan
2. Petugas selalu menghubungi 0 0 0 0 0 24 40 36 60
ketika pasien tidak datang
untuk pelayanan
3. Dokter memberikan resep 0 0 0 0 1 1.7 28 46.7 31 51.7
sesuai dengan diagnosa

4. Klinik Ginjal Hipertensi 0 0 0 0 2 3.3 33 55 25 41.7


Lestari menyediakan obat
sesuai dengan resep
5. Akses pelayanan mudah 0 0 0 0 1 1.7 37 61.7 22 36.7
ditemukan oleh pasien

6. Antrian pemesanan tempat 0 0 0 0 1 1.7 31 51.7 28 46.7


cuci darah di Klinik Ginjal
Hipertensi Lestari relative
cepat
7. Dokter melakukan visitasi 0 0 0 0 0 0 31 51.7 29 48.3
terhadap pasien

8. Petugas KGL sudah memiliki 0 0 0 0 0 0 26 43.3 34 56.7


pengalaman dalam melayani
pasien
9. Pelayanan penanganan 0 0 0 0 0 0 39 65 21 35
keluhan dilakukan dengan
baik
10. Petugas Klinik Ginjal 0 0 0 0 0 0 38 63.3 22 36.7
Hipertensi Lestari adil dalam
melayani pasien
11. Petugas menggunakan bahasa 0 0 0 0 0 0 38 63.3 22 36.7
komunikasi yang mudah
dipahami
Sumber : Data primer terolah (2018)

Berdasarkan hasil analisa pada kepuasan pasien pada pertanyaan petugas


pertanyaan terkait penyediaan obat sesuai Klinik Ginjal dan Hipertensi Lestari
dengan resep masih terdapat 2 responden memberikan pelayanan dengan baik sesuai
dengan persentase 3.3% yang menjawab harapan yaitu sebanyak 41 responden
kurang puas hal ini dikarenakan dengan persentase 68.3% dan responden
pergantian obat yang sebelumnya masuk yang menjawab sangat puas pada
dalam daftar formularium nasional pertanyaan petugas selalu menghubungi
menjadi tidak masuk dalam daftar pasien apabila pasien tidak datang untuk
formularium nasional. Responden paling pelayanan terapi hemodialisa yaitu
banyak menjawab puas terhadap variabel

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 111
sebanyak 36 responden dengan persentase pelayanan baik yang akan menjadi dasar
60%. kepuasan pasien pengguna asuransi sosial
Tabel 4 BPJS 2.
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
Tabel 5
Std.
Variabel Mean Sig r Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment pada
Deviation
Kualitas 1.519 8.632 0.000 0.81 Dimensi variabel
pelayanan Dimensi
dengan Variabel Std.
Mean Sig. r
kepuasan Kualitas Deviation
pasien Pelayanan
Reliability 30.116 2.091 0.000 0.486
Responsive 21.483 1.702 0.000 0.472
Berdasarkan hasil analisa bivariat ness
Assurance 25.916 2.085 0.000 0.485
penelitian dengan uji pearson didapatkan Empathy 12.950 0.975 0.002 0.400
hasil ρ value 0.000 pada variabel kualitas Tangible 12.783 3.349 0.000 0.438

pelayanan. Hal ini mengandung arti bahwa


Berdasarkan hasil uji korelasi
terdapat hubungan yang signifikansi antara
pearson product moment diperoleh
kualitas pelayanan dengan kepuasan
signifikansi pada dimensi Reliabilitas,
pasien. Hal ini sejalan dengan penelitian
Responsiveness, Assurance dan Tangible
mohammad Irham Rifai dan Susanto yang
0.000<0.05 dan signifikansi pada dimensi
berjudul Pengaruh Kualitas Pelayanan dan
Empathy 0.002<0.05, artinya ada
Bauran Pemasaran terhadap Kepuasan
hubungan yang siginifikan antara kualitas
Pasien Rumah Sakit tahun 2016 dengan
pelayanan dengan kepuasan pasien.
dengan hasil menunjukan nilai ρ value
Kualitas pelayanan jasa dan
0.000 yang artinya terdapat pengaruh
pemenuhan keinginan pasien adalah kunci
antara kualitas pelayanan terhadap
utama yang mempengaruhi kepuasan.
kepuasan pasien.7
Harapan pasien terbentuk melalui
Berdasarkan hasil yang didapatkan
pengalaman mereka, informasi dari mulut
pada variabel kualitas pelayanan dengan
ke mulut atas komplain langsung oleh
nilai r 0.810 yang berarti tingkat kekuatan
pasien kepada pemberi layanan jasa.8
korelasinya berada pada tingkatan yang
Kualitas pelayanan berkaitan dengan
kuat, hal ini sejalan dengan penelitian
kepuasan terhadap pelayanan yang
Andry Fahrozy dengan judul Hubungan
diberikan. Pelangganlah yang
Kualitas Pelayanan Rumah Sakit dengan
mengkonsumsi dan menikmati pelayanan
Kepuasan Pasien Pengguna BPJS
yang diberikan sehingga mereka berhak
Kesehatan di Rumah Sakit Abdul Wahab
untuk menentukan kualitasnya.9
Sjahrani Samarinda dimana hasil korelasi
Hasil penelitian ini relevan dengan
yang didapatkan yaitu nilai r 0.624 yang
teori yang menyatakan bahwa kualitas
berarti memiliki tingkatan korelasi yang
pelayanan memiliki hubungan yang sangat
kuat, hal ini menunjukan bahwa kualitas

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 112
erat dengan kepuasan. Menurut Psikoborneo. 2017;5(1):118–24.
KEPMENPAN Nomor 63 tahun 2003 Diakses tanggal 21 September 2017.
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan 3. Indonesian Renal Registry. 8th Report
Pelayanan Publik menyebutkan bahwa Of Indonesian Renal Registry.
ukuran keberhasilan penyelenggaraan Program Indonesia Renal Register.
pelayanan ditentukan oleh tingkat 2015;1–45. Diakses tanggal 19 Maret
kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan 2018.
pelayanan dicapai apabila penerima 4. Badan Penelitian dan Pengembangan
pelayanan memperoleh pelayanan sesuai Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar
10
dengan yang dibutuhkan dan diharapkan . (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013.
2013;1–384. Diakses tanggal 12 April
4. KESIMPULAN 2018.
Kualitas pelayanan yang didapatkan 5. Semarang Klinik Ginjal dan
oleh pasien akan memberikan efek Hipertensi Lestari. Laporan Bulanan
terhadap kepuasan pasien ( ρ value 0.000). tahun 2017 Klinik Ginjal dan
Perlu adanya peningkatan pelayanan Hipertensi Lestari. Semarang: Klinik
kesehatan untuk mendukung peningkatan Ginjal dan Hipertensi Lestari
kepuasan pasien. Semarang; 2017.
6. Semarang Klinik Ginjal dan
5. REFERENSI Hipertensi Lestari. Laporan Bulanan
1. Kesehatan K. Jaminan Kesehatan tahun 2018 Klinik Ginjal dan
Nasional dalam Sistem jaminan Sosial Hipertensi Lestari. Semarang: Klinik
Nasional. 2012;61. Available from: Ginjal dan Hipertensi Lestari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ Semarang; 2018.
15003161%5Cnhttp://cid.oxfordjourna 7. Rifai MI. Pengaruh Kualitas
ls.org/lookup/doi/10.1093/cid/cir991% Pelayanan dan Bauran Pemasaran
5Cnhttp://www.scielo.cl/pdf/udecada/ terhadap Kepuasan Pasien Rumah
v15n26/art06.pdf%5Cnhttp://www.sco Sakit. 2016;10(1):33–8.
pus.com/inward/record.url?eid=2-s2.0- 8. Herman I, Yonata A, Tjiptaningrum
84861150233&partnerID=tZOtx3y1. A, Berawi KN, Kedokteran F,
Diakses tanggal 27 April 2018 Lampung U, et al. Hubungan Lama
2. Fahrozy A. Hubungan Kualitas Hemodialisis dengan Fungsi Kognitif
Pelayanan Rumah Sakit dengan Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang
Kepuasan Pasien Pengguna BPJS Menjalani Hemodialisis di RSUD
Kesehatan di Rumah Sakit Abdul Abdul Moeloek Bandar Lampung The
Wahab Sjahranie Samarinda. J Relationship between Duration of
Hemodialysis and Cognitive Function

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 113
Chronic Kidney Disease Patient in 10. Agustiono Budi, Sumarno. Analisis
Hem. 2015;7:47–53. Pengaruh Kualitas Pelayanan Jasa
9. Setyaningsih W, Benya Andriani R, Terhadap Kepuasan Dan Loyalitas
Prihatini E. Mutu Pelayanan dan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit St.
Tingkat Kepuasan Pasien di Klinik Elisabeth Semarang Oleh. 2001;1–18.
Terpadu Politeknik Kesehatan
Surakarta. J Ilmu Kesehat. 2012;1(1).

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 114
ANALISIS POSISI KELAYAKAN PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT
DI KOTA SEMARANG

Faik Agiwahyuanto1), Yauminnisa Hapsari2), Baju Widjasena3)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
email: faik.agiwahyuanto@dsn.dinus.ac.id
2
Fakultas Kedokteran, Universitas Wahid Hasyim
email: yauminnisa@gmail.com
3
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
email: bwidjasena@gmail.com

Abstract
The health provision care facilities including hospitals in order to improve health, health care,
disease treatment, and health recovery, in addition to being government responsibility is also right
for the community/private sector to participate. To answer the hospitals needs in Semarang City in
line with JKN program implementation from the government, the D and C hospitals ratio as FKRTL's
first referral and the number D and C of TT types with population is still less than ideal. The ratio of
type D and type C hospitals per unit of population is 1: 136,203, meaning that 1 hospital serves
136,203 residents, which ideally should serve 100,000 residents. Whereas ratio of TT hospitals with
type D and C with population is 1: 1,262 which ideally are 1: 1000. Estimated needs of RS TT type D
and C 1,634,428 / 1,000 = 1,635 TT. The research objective is to describe the feasibility of
establishing type General Hospital in Semarang City. This research is descriptive study that explains
the feasibility of establishing hospital in Semarang city. The analysis using demographic and
univariate with percentages. The results showed that North Semarang Subdistrict and Gunungpati
Subdistrict area. Type D/C hospital as first referral from FKTP is approximately 5 km coverage area
so ideally distance between type D/C hospitals is around 5-10 km. Distance needed by community to
go to hospital from their residence place in accordance with marketing research results is 1-5 km
from residence place can be taken <15 minutes with speed about <20km/hour.

Keywords: Hospital, feasibility study, marketing mix

1. PENDAHULUAN pelayanan kesehatan yang dimaksud


Pemeliharaan dan peningkatan adalah rumah sakit, dimana pada saat ini
kesehatan individu dan masyarakat agar diharapkan peran swasta untuk membantu
bisa optimal, pasti perlu suatu dukungan terlaksananya program pemerataan
untuk menyediakan institusi pemberian pelayanan kesehatan pada
penyelenggara pelayanan kesehatan yang masyarakat.(3,4)
optimal, dimana didukung dengan dengan Pertumbuhan rumah sakit di
(1,2)
sistem dan teknologi yang berkembang. Indonesia cukup berkembang pesat, hal ini
Tugas dari pemberian pelayanan kesehatan dibuktikan dengan cukup besarnya angka
yang terdiri dari usaha preventif, promotif, atau jumlah rumah sakit yang menurut
kuratif, dan rehabilitatif merupakan suatu data dari Kemenkes RI pada Desember
komitmen bersama bagi semua aspek 2013 sebanyak 2228 buah, sedangkan
untuk memberikan pelayanan yang pada Desember 2015 sebanyak 2461 buah
optimal bagi seluruh rakyat Indonesia di rumah sakit. Berdasarkan data tersebut,
bidang kesehatan. Institusi pemberi rumah sakit di Indonesia mengalami

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 115
peningkatan dalam 2 tahun sebanyak 233 RS minimal untuk melayani 100.000
RS atau 10,5%. Pertumbuhan jumlah RS penduduk) dan 1:1.000 (1 TT berbanding
ternyata juga diimbangi dengan 1.000 penduduk) (3,9). Selain
pertumbuhan jumlah tempat tidur. Adapun permasalahan rasio jumlah rumah sakit,
jumlah tempat tidur di Indonesia mencapai tempat tidur terhadap jumlah penduduk,
312.425 tempat tidur yang tersebar di bahwa pendirian rumah sakit juga harus
kelas VVIP, VIP, I, II, III, Intensive Care, berdasarkan ketetapan pemerintah tentang
IGD, ruang isolasi, Bedah Sentral, dan standar rujukan pelayanan kesehatan, yaitu
ruang bersalin. Peningkatan jumlah tempat dari FKTP (Klinik dan Puskesmas) kepada
tidur, secara otomatis juga pihak FKTL (RS tipe D, C, B, dan A).(10,11)
manajerial rumah sakit meningkatkan Pemerintah Kota Semarang dalam
mutu pelayanannya. Rumah sakit menjawab kebutuhan RS di Kota
bertambah tidak selalu dengan Semarang yang sejalan dengan
menurunnya jumlah pasien, tetapi pelaksanaan program JKN dari
berbanding lurus dengan peningkatan pemerintah, maka dari rasio jumlah RS
jumlah penduduk.(3–7) tipe D dan C sebagai rujukan pertama
Pertumbuhan rumah sakit di FKRTL dan jumlah TT RS tipe D dan C
Indonesia tidak hanya terjadi di daerah dengan jumlah penduduk masih kurang
tertentu, tetapi tersebar merata di seluruh dari ideal. Rasio rumah sakit tipe D dan
Indonesia, terlebih Kota Semarang. Kota tipe C per satuan penduduk adalah 1 :
Semarang pada tahun 2016 memiliki total 136.203 artinya 1 RS melayani 136.203
26 rumah sakit yang terbagi dari 19 rumah penduduk yang idealnya 1 RS melayani
sakit umum dan 7 rumah sakit khusus, 100.000 penduduk. Sedangkan rasio
dengan jumlah penduduk Kota Semarang jumlah TT RS tipe D dan C dengan jumlah
secara de facto sebanyak 1.634.428 jiwa. penduduk adalah 1 :1.262 yang idealnya 1
Jumlah penduduk tersebut belum dihitung : 1000. Perkiraan kebutuhan TT RS tipe D
dengan pendatang menetap di Kota dan C 1.634.428/1.000 = 1.635 TT.(3,8,12)
Semarang, maupun penduduk yang hanya Upaya pemerintah Kota Semarang
menumpang sementara di Kota Semarang dalam meningkatkan derajat kesehatan
dimana mencapai setengah dari populasi masyarakat tercermin dalam visi Dinas
(3,6–8)
penduduk Kota Semarang. Kesehatan Kota Semarang, yaitu
Data pertumbuhan jumlah rumah “Terwujudnya Pelayanan Kesehatan
sakit (RS) harus selaras dengan Masyarakat Kota Semarang Yang Terbaik
pertumbuhan jumlah tempat tidur (TT), Se-Jawa Tengah Tahun 2021”.(3,7,10,11)
yang dimana dasarnya berdasarkan jumlah Berdasarkan permasalahan yang
penduduk suatu wilayah. Idealnya suatu terjadi di Kota Semarang mengenai
wilayah menerapkan rasio 1:100.000 (1 kurangnya jumlah tempat tidur dan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 116
berdampak pada kurangnya jumlah rumah perwakilan warga Kota Semarang dari 16
sakit yang bisa memberikan pelayanan Kecamatan di Kota Semarang dan
pada warga Kota Semarang dan Strruktural Dinas Kesehatan Kota
sekitarnya, maka diambil sebuah Semarang.
permasalahan yaitu apakah di Kota Kriteria inklusi dari responden yang
Semarang masih diperlukan Rumah Sakit diambil adalah merupakan pengunjung
Umum lagi ? Hal ini dimaksudkan untuk atau pasien di puskesmas Kota Semarang,
menjelaskan gambaran kelayakan merupakan penduduk atau warga Kota
pendirian rumah sakit umum tipe D atau C Semarang baik itu yang memiliki KTP
di Kota Semarang, dari segi gambaran Kota Semarang maupun pendatang yang
lokasi pendirian, klasifikasi rumah sakit, memang berdomisili di Kota Semarang,
dan gambaran keterjangkauan fasilitas dan dari segi usia merupakan usia lebih
rumah sakit.(3,7,13,14) dari 17 tahun. Sedangkan untuk kriteria
Maka dari itu perlunya suatu kajian eksklusi adalah pasien atau pengunjung
lebih lanjut tentang perlu tidaknya puskesmas yang berusia kurang dari 17
pendirian RSU yang baru lagi di area Kota tahun.
Semarang yang masih minim sekali rumah Untuk sampling metode yang
sakitnya, selain itu penulis juga meminta digunakan adalah stratified random
pendapat dari penduduk Kota Semarang sampling, dimana penulis tidak
tentang keinginannya pada rumah sakit mengkhususkan untuk pemilihan
yang baru tersebut baik dari segi lokasi responden yang akan diambil datanya, dan
penempatan, aksesibilitas dan jarak dipilih secara acak di tempat penelitian.
tempuh, serta ketersediaan dokter di Adapun cara mendapatkan data dan
layanan tersebut. menganalisisnya adalah dengan
melakukan observasi di lapangan guna
2. METODE PENELITIAN mengetahui jarak antara rumah sakit
Penelitian yang dilakukan mengenai dengan pusat keramaian warga dan jarak
analisa Kota Semarang apakah masih rumah sakit dengan rumah sakit lainnya;
kekurangan Rumah Sakit atau tidak melakukan FGD (Focus Group
termasuk penelitian deskriptif yang Discussion) dengan struktural dari Dinas
dimana outputnya adalah menjelaskan Kesehatan Kota Semarang; melakukan
layak atau tidak layak Kota Semarang pengkajian literature dari Profil Kinerja
untuk didirikan rumah sakit tipe public. dan Profil Dinas Kesehatan Kota
Ruang lingkup penelitian yaitu Semarang; dan mini survei pada
mengenai program perencanaan pendirian masyarakat Kota Semarang.
rumah sakit di Kota Semarang. Berdasar Tempat penelitian berada di wilayah
hal tersebut, objek penelitian adalah kerja Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 117
Sedangkan, apabila sudah mendapatkan banyak, mulai dari aspek hukum,
data dari responden melalui FGD dan aspek pasar dan pemasaran, aspek
pengkajian melalui mini survei pada keuangan, aspek teknis/operasional,
masyarakat, maka dilakukan analisa data aspek sumber daya manusia, aspek
demografi dan analisa univariat dengan ekonomi dan sosial, serta aspek
presentase untuk mengetahui kebutuhan dampak lingkungan.(14) Suatu
masyarakat pada bidang kesehatan perusahaan khususnya RS memang
khususnya rumah sakit di Kota Semarang sangat diperlukan sekali dilakukan
studi kelayakan, karena untuk
3. HASIL DAN PEMBAHASAN menghindari resiko kerugian,
A. Lokasi Pendirian Rumah Sakit memudahkan perencanaan,
Rumah sakit merupakan suatu memudahkan pelaksanaan pekerjaan,
jenis usaha yang bergerak di bidang memudahkan pengawasan, dan
(15)
jasa pelayanan kesehatan. Karena memudahkan pengendalian.
belum jelasnya regulasi tentang rumah Suatu perusahaan seperti rumah
sakit, maka seyogyanya rumah sakit sakit ketika mau didirikan dan
perlu dikelola secara professional. Di dioperasionalkan diperlukan suatu
samping melaksanakan fungsi penelitian bauran pemasaran yang
pelayanan kesehatan masyarakat, dimana outputnya adalah mengetahui
rumah sakit juga memiliki fungsi keinginan pelanggan yang akan
pelatihan, pendidikan dan memanfaatkan suatu produk dan atau
(8,9,13,14)
penelitian. jasa yang akan kita lakukan. Bauran
Suatu kota atau kabupaten pemasaran sendiri terdiri atas produk,
sebelum memutuskan untuk harga, lokasi, dan promosi. Tetapi
mendirikan rumah sakit, maka bauran pemasaran sendiri masih bisa
diperlukan suatu studi kelayakan yang ditambah dengan orang (people) dan
dilakukan oleh tim ahli dari proses.(13,15)
akademisi, guna memperoleh hasil Berdasarkan pengambilan data
yang sesuai dengan kondisi lapangan, dan hasil FGD serta studi literatur
dan studi kelayakan itu sendiri bahwa RS di Kota Semarang masih
merupakan suatu penelitian yang kurang, selain itu rasio jumlah RS tipe
dilakukan oleh tim dari akademisi D dan C, maupun B dan A. Hal ini
untuk melakukan kajian dan kegiatan berbanding lurus dengan peningkatan
meneliti dari semua segi agar sewaktu jumlah tempat tidur yang tidak sesuai
dibangun bisa mendapatkan hasil guna dengan rasio.
secara kontinu dari segi bisnis. Rasio rumah sakit tipe D dan
Adapun aspek yang dinilai sangat tipe C di kota Semarang yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 118
berjumlah 12 per satuan penduduk Berikut adalah data jumlah rumah
adalah 1 : 136.203 artinya 1 RS sakit berdasarkan kepadatan penduduk
melayani 136.203 penduduk yang per kecamatan di wilayah kota
idealnya 1 RS melayani 100.000 semarang dan analisis kebutuhan
penduduk. sesuai angka idealnya :

Tabel 3.1. Angka Ideal Persebaran RS di Kota Semarang


Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) Rumah Sakit KEBUTUHAN
Luas Kepadatan
Kecamatan Penduduk Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D RS TIPE C/D
Wilayah Penduduk
2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 1 : 100000
 RSIA Ananda
Mijen 57.55 63348 1101 1
Pasar Ace
Gunungpati 54.11 79984 1478 1
 RS Hermina  RS
Banyumanik 25.69 133489 5196 Banyumanik Banyuma 2
Semarang nik
 RSU William  RS
Booth Akpol
Gajahmungkur 9.07 63766 7030 Semaran 1
 RSIA Gunung
Sawo g

 ROEMANI
 RS Bhakti Wira
Smg Selatan 5.93 79162 13354  KARIADI 1
Tamtama Semarang
 RSB Anugerah
Candisari 6.54 78863 12059  ELISABETH 1
 RSUD Kota  RS Nasional
Tembalang 44.2 159066 3599 Diponegoro 2
Semarang
 RSJD Dr.
 RSIA Plamonga
Pedurungan 20.72 181629 8766 Amino 2
Indah
Gondohutomo
 SULTAN
Genuk 27.39 99508 3633 1
AGUNG
 RS
Gayamsari 6.18 74122 12000 BHAYANGKARA 1
SEMARANG
 PANTI WILASA
CITARUM
 PANTI WILASA
Smg Timur 7.7 76608 9949 DR CIPTO 1
 RSIA Bunda
Semarang
 RSIA Kusumapraja
Smg Utara 10.97 127132 11589 2
 TELOGOREJ  RS HERMINA
Smg Tengah 6.14 69711 11353 PANDANARAN 1
O
 RS Columbia
Smg Barat 21.74 157554 7247 2
Asia Semarang
Tugu 31.78 32041 1008 1
 RSUD
Ngaliyan 37.99 126734 3336 Tugurejo  RS Permata Medika 2
Semarang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 119
Gambar 3.1. Peta Sebaran RS di Kota Semarang

Dari data yang ada dilihat dari tapi tidak melayani BPJS dan
jumlah penduduk dan ketersediaan merupakan RS tipe B)
rumah sakit tpe C/D sebagai rujukan e. Daerah kecamatan Candisari
pertama FKRTL sesuai dengan dengan kepadatan penduduk
idealnya 1 RS melayani 100.000 sedang masih memerlukan
penduduk dan dari peta sebaran rumah kesediaan 1 RS tipe C/D
sakit di Semarang maka didapatkan (walaupun ada RS Elisabeth tapi
hasil : merupakan RS tipe B saat ini
a. Daerah kecamatan Gunungpati masih bisa menerima rujukan
dengan kepadatan penduduk langsung dari FKTP)
sedang memerlukan kesediaan 1 f. Daerah kecamatan Genuk dengan
RS tipe C/D. kepadatan penduduk sedang masih
b. Daerah kecamatan Semarang memerlukan kesediaan 1 RS tipe
Utara dengan kepadatan penduduk C/D (walaupun ada RS Sultan
padat memerlukan kesediaan 2 RS Agung tapi merupakan RS tipe B
tipe C/D. saat ini masih bisa menerima
c. Daerah kecamatan Tugu dengan rujukan langsung dari FKTP)
kepadatan penduduk jarang g. Daerah kecamatan Pedurungan
memerlukan kesediaan 1 RS tipe dengan kepadatan penduduk padat
C/D. masih memerlukan tambahan
d. Daerah kecamatan Semarang kesediaan 1 RS tipe C/D
Barat dengan kepadatan penduduk (walaupun ada RS RSJD Amino
padat masih memerlukan Gondohutomo tapi merupakan RS
kesediaan 2 RS tipe C/D tipe B saat ini masih bisa
(walaupun ada RS Columbia Asia

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 120
menerima rujukan langsung dari analisis perhitungan kebutuhan
FKTP) rumah sakit tipe C/D masih
Dari data peta sebaran rumah dibutuhkan pembangunan 2 rumah
sakit di Semarang terlihat kepadatan sakit tipe C/D untuk memenuhi
rumah sakit terutama rumah sakit tipe idealnya rasio jumlah rumah sakit
C/D sebagai rujukan pertama FKRTL dan jumlah penduduk.
berada di tengah kota sekitar b. Kecamatan Gunungpati meskipun
kecamatan Gajahmungkur, Candisari, tidak sepadat kecamatan
Semarang Selatan, Semarang Tengah, Semarang Tengah namun
Semarang Timur dan Gayamsari yang mengingat wilayahnya yang cukup
rata-rata kepadatan penduduknya luas 54,11 dengan jumlah
sedang dan jarang. penduduk 79.984 serta sama sekali
Lokasi yang disarankan untuk tidak memiliki rumah sakit
pembangunan rumah sakit tipe C/D sebagai rujukan pelayanan
adalah di wilayah kecamatan kesehatan lanjut terutama rumah
Semarang Utara dan Gunungpati sakit tipe C/D sebagai rujukan
dengan alasan : sehingga dari analisis perhitungan
a. Kecamatan Semarang Utara kebutuhan rumah sakit tipe C/D
merupakan wilayah yang masih dibutuhkan pembangunan 1
kepadatan penduduknya cukup rumah sakit tipe C/D untuk
padat dengan luas wilayah 10,97 memenuhi idealnya rasio jumlah
dan jumlah penduduknya 127.132 rumah sakit dan jumlah penduduk.
serta sama sekali tidak memiliki Sedangkan dari mini survey yang
rumah sakit sebagai rujukan ditanyakan pada 50 responden untuk
pelayanan kesehatan lanjut lokasi yang diinginkan responden
terutama rumah sakit tipe C/D untuk didirikan rumah sakit di wilayah
sebagai rujukan sehingga dari mereka adalah:

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 121
Gambar 3.2. Grafik Analisa Letak atau Posisi yang tepat Pendirian RS

Khusus wilayah kecamatan ke rumah sakit di wilayah kecamatan


Semarang Utara yang disarankan Ngaliyan.
untuk didirikan rumah sakit tipe D/C B. Klasifikasi Kelas Rumah Sakit
para responden mengharapkan rumah Sejak ditetapkan Peraturan
sakit yang akan didirikan dekat Menteri Kesehatan (Permenkes) No.
dengan perumahan sedangkan untuk 28 tahun 2014 yang berisi tentang
kecamatan Gunungpati diharapkan Pedoman Pelaksanaan Program
pendirian rumah sakitnya dekat Jaminan Kesehatan Nasional.(7)
dengan kampus Unnes atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
perumahan sekitar Unnes dan dekat diberlakukan mulai 1 Januari 2014
pasar Gunungpati. dengan penyelenggara Badan
Kecamatan lain yang juga sama Penyelenggara Jaminan Sosial
sekali tidak memiliki rumah sakit Kesehatan (BPJS) yang merupakan
adalah kecamatan Tugu. Meski amanat dari UU No. 40 tahun 2004
demikian karena wilayahnya tidak tentang Sistem Jaminan Sosial
padat penduduk dan berdekatan Nasional.(8) Maka Rumah Sakit
dengan kecamatan Ngaliyan yang sebagai Faskes tingkat lanjutan, turut
telah memiliki 2 rumah sakit maka merasakan dampak dari pelaksanaan
pelayanan rujukan masih dapat dikirim SJSN tersebut di daerah di seluruh
Indonesia, dampaknya antara lain

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 122
terjadi peningkatan pengunjung baik B dan A di kota Semarang sebagai
fasilitas rawat jalan maupun rawat berikut:
inap di berbagai rumah sakit di a. Jumlah penduduk kota Semarang
Indonesia, namun tidak diikuti dengan tahun 2016 sebanyak 1.634.428.
peningkatan jumlah rumah sakit yang Seperti asumsinya bahwa hanya
memadai sehingga terjadi 30% yang akan dirujuk ke RS tipe
penumpukan pasien yang B jadi sebanyak 490.328
mengakibatkan pelayanan sedikit penduduk dan yang akan dirujuk
terkendala. Terlebih dengan sistem ke RS tipe A sebanyak 147.099
rujukan berjenjang yang berlaku. penduduk.
Menurut Sistem Rujukan b. Idealnya 1 RS melayani 100.000
Berjenjang diisi oleh tingkat 2 dengan penduduk.
3 tipe RS yaitu tipe D, C dan B c. Total RS tipe B yang ada di
sedangkan tipe A mewakili tingkat 3. Semarang adalah 6 rumah sakit.
Di lapangan BPJSK mengarahkan Rasio jumlah RS tipe B sebanyak
bahwa dari FKTP dirujuk ke FKRTL 6 per penduduk adalah 1:81.722
secara berjenjang ke tipe D atau C artinya 1 RS melayani 81.722
lebih dulu baru ke tipe B,bila penduduk. Sehingga dapat
diperlukan baru ke tipe A. Oleh karena dikatakan bahwa jumlah RS tipe
itu dari hasil analisis kebutuhan B di Semarang masih cukup ideal
disarankan pembangunan rumah sakit untuk melayani kebutuhan
tipe C/D sebagai rujukan pertama dari rujukan pasien dari RS tipe C/D
FKTP. dengan syarat sistem rujukan
Dengan asumsi bahwa dari benar-benar dilaksanakan.
keseluruhan jumlah penduduk yang d. Total RS tipe A yang ada di
akan memanfaatkan pelayanan Semarang adalah 2 rumah sakit.
rujukan pertama dari FKTP yaitu Rasio jumlah RS tipe A sebanyak
rumah sakit tipe C/D adalah 30% 2 per penduduk adalah 1:73.550
maka diasumsikan pula dari seluruh artinya 1 RS melayani 73.550
pasien yang dirawat di rumah sakit qpenduduk. Sehingga dapat
tipe C/D ada 30% yang keadaannya dikatakan bahwa jumlah RS tipe
tidak dapat ditangani di rumah sakit A di Semarang sudah cukup ideal
tipe C/D dan harus dirujuk ke rumah untuk melayani kebutuhan
sakit tipe B dan begitu juga yang rujukan pasien dari RS tipe B
dirujuk ke rumah sakit tipe A. dengan syarat sistem rujukan
Dari asumsi tersebut dapat benar-benar dilaksanakan.
dianalisis kebutuhan Rumah Sakit tipe a. Jarak Ideal Rumah Sakit

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 123
Sebagai bangunan yang dibangun cakupan area sekitar 5 km jadi
untuk melayani masyarakat, maka idealnya jarak antar rumah sakit tipe
rumah sakit tipe D/C sebagai rujukan D/C adalah sekitar 5-10 km seperti
pertama dari FKTP mempunyai daerah tampak pada gambar berikut :

Gambar 3.3. Peta Jangkauan Fasilitas Kesehatan Kota Semarang (RS Tipe C)

Bila jarak antar rumah sakit tipe Sedangkan untuk rumah sakit tipe
D/C sekitar 5-10 km maka dapat B di kota Semarang jumlahnya sudah
dilihat bahwa setiap kecamatan akan cukup hanya saja areanya tidak merata
memiliki 1 rumah sakit tipe D/C sebagai rujukan lanjutan dari rumah
sesuai kebutuhannya sebagai rujukan sakit tipe D/C seperti tampak pada
pertama dari FTKP terutama gambar berikut :
Puskesmas.

Gambar 3.4. Peta Jangkauan Fasilitas Kesehatan Kota Semarang (RS Tipe B)

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 124
Gambar 3.5. Peta Jangkauan Fasilitas Kesehatan Kota Semarang (RS Tipe A)

Untuk rumah sakit tipe A di kota Hal itu sesuai dengan harapan
Semarang jumlahya sudah cukup dan masyarakat kota Semarang yang
letaknya sudah cukup center. Jarak didapatkan dari mini survey 50
yang dibutuhkan oleh masyarakat responden bahwa 23 responden
untuk menuju rumah sakit dari tempat mengharapkan jarak rumah sakit dari
tinggalnya sesuai dengan hasil riset tempat tinggalnya adalah <5km dan
pemasaran adalah 1-5 km dari tempat sebanyak 27 responden mengharapkan
tinggalnya dapat ditempuh waktu <15 5-10 km dimana sebagian besar dari
menit dengan kecepatam sekitar responden mengendarai transportasi
<20km/jam. Begitu pula jarak dari kendaraan pribadi dan sebagian
FTKP ke rumah sakit tipe D/C sebagai mengendarai kendaraan umum dan
rujukan pertama FTKP. berjalan kaki.

Tabel 3.2. Survei Ukuran Jarak RS dari tempat tinggal


Berapa jarak RS yang anda inginkan dari rumah Anda ?
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid <5 KM 23 40.4 46.0 46.0
5-10 KM 27 47.4 54.0 100.0
Total 50 87.7 100.0
Missing System 7 12.3
Total 57 100.0

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 125
Gambar 3.6. Grafik Survei Transportasi yang dipakai Mencapai RS

C. KESIMPULAN pemasaran adalah 1-5 km dari


a. Wilayah Kecamatan Semarang tempat tinggalnya dapat ditempuh
Utara yang disarankan untuk waktu <15 menit dengan
didirikan rumah sakit tipe D/C, kecepatan sekitar <20km/jam.
para responden mengharapkan Begitu pula jarak dari FTKP ke
rumah sakit yang akan didirikan rumah sakit tipe D/C sebagai
dekat dengan perumahan rujukan pertama FTKP.
sedangkan untuk Kecamatan
Gunungpati diharapkan pendirian D. REFERENSI
rumah sakitnya dekat dengan 1. DPR-RI. Undang-Undang
Kampus Universitas Negeri Republik Indonesia Nomor 23
Semarang (Unnes) atau Tahun 1992. Jakarta:
perumahan sekitar Unnes dan Kementerian Sekretariat Negara;
dekat pasar Gunungpati. 1992. p. 1–31.
b. Rumah sakit tipe D/C sebagai 2. Dinas Kesehatan Kota Jayapura.
rujukan pertama dari FKTP Rumah Sakit Dian Harapan Tipe
mempunyai daerah cakupan area C di Jayapura. Jayapura: Dinas
sekitar 5 km jadi idealnya jarak Kesehatan Kota Jayapura; 2004.
antar rumah sakit tipe D/C adalah 3. Agiwahyuanto F, Hapsari Y, Baju
sekitar 5-10 km. Widjasena. Studi Kajian
c. Jarak yang dibutuhkan oleh Kelayakan Pendirian Rumah
masyarakat untuk menuju rumah Sakit Umum di Area Kota
sakit dari tempat tinggalnya Semarang. Semarang; 2017.
sesuai dengan hasil riset 4. DPR-RI. Undang-Undang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 126
Republik Indonesia Nomor 44 Studi Di Rsud Kota Semarang
tahun 2009. Jakarta: Kementerian Efforts to Prevent Differences
Sekretariat Negara; 2009. p. 1– between Clinical and Insurance
40. Diag. J Manaj Kesehat Indones
5. Direktorat Jenderal Bina Upaya [Internet]. 2016;4(02):84–90.
Kesehatan. Laporan Akuntabilitas Available from:
Kinerja Instansi Pemerintah https://ejournal.undip.
Tahun 2015. Jakarta; 2016. ac.id/index.php/jmki/article/view/
6. Dinas Kesehatan Kota Semarang. 13594/10252
Profil Kesehatan Kota Semarang 11. BPJS Kesehatan. Panduan
2016. Semarang; 2016. Praktis: Sistem Rujukan
7. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Berjenjang. Jakarta; 2014.
Profil Kesehatan Kota Semarang 12. Krishna WP. STUDI
2017. Semarang; 2017. KELAYAKAN
8. Direktorat Bina Pelayanan PEMBANGUNAN RUMAH
Penunjang Medik dan Sarana SAKIT INDONESIA PERMAI
Kesehatan. Pedoman Penyusunan DI DAERAH BOJONGSOANG
Studi Kelayakan ( Feasibility KABUPATEN BANDUNG.
Study ) Rumah Sakit. Jakarta: Bandung: Universitas Pasundan;
Kementerian Kesehatan Republik 2016.
Indonesia; 2012. p. 1–17. 13. Johan S. Studi Kelayakan
9. Ikhsan. Akuntansi dan Pengembangan Bisnis. Graha
Manajemen Keuangan Rumah Ilmu. Jakarta; 2011.
Sakit Yogyakarta. Yogyakarta: 14. Hadi Umar. Teknik Menganalisis
Graha Ilmu; 2010. Kelayakan Rencana Bisnis secara
10. Agiwahyuanto F, Hartini I, Komprehensip. In: Studi
Sudiro. Upaya Pencegahan Kelayakan Bisnis. Gramedia P.
Perbedaan Diagnosis Klinis Dan Jakarta; 2005.
Diagnosis Asuransi Dengan 15. Jakfar, Asmir. Studi Kelayakan
Diberlakukan Program Jaminan Bisnis. Jakarta: Kencana Prenada
Kesehatan Nasional ( JKN ) Media; 2010.
Dalam Pelayanan Bpjs Kesehatan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 127
KOMUNIKASI SBAR TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU PERAWAT
DALAM MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN

Sukesih1, Umi faridah1


1
Profesi Ners, STIKES Muhammadiyah Kudus, Indonesia

Abstrak
Sikap dan perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus menerapkan
keselamatan pasien, perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan tindakan yang mengutamakan keselamatan
pasien. Komunikasi SBAR (Situation, Backgroud, Assesment, Recomendation) merupakan alat informasiyang
menyediakan metode terstruktur dan formal dari komunikasi antara staf, SBAR memiliki potensi untuk
meningkatkan kemampuan staf untuk menyusun dan menyampaikan informasi penting, meningkatkan
keselamatan pasien dengan mengurangi kesalahan yang terjadi selama tindakan. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui pengaruh komunikasi SBAR terhadap sikap dan perilaku perawat dalam meningkatkan keselamatan
pasien. Jenis penelitian yang digunakan quasi experiment dengan desain yang digunakan pre-posttest with
control group design, hasil penelitian diolah dengan uji paired sample t test untuk sampel yang berhubungan
dan independent samples t test untuk sample yang tidak berhubungan, instrument komunikasi SBAR
menggunakan observasi, instrument sikap dan perilaku perawat menggunakan kuesioner. Populasi pada
penelitian seluruh perawat yang bertugas di ruang rawat inap kelas 3 yaitu ruang gading 1, gading 2, flamboyan,
dahlia RSUD RAA Soewondo Pati sebanyak 48 perawat, tehnik sampling dalam penelitian adalah total
sampling jumlah sampel 48 perawat terbagi menjadi kelompok intervensi diruang gading 1, gading 2 sebanyak
24 perawat, kelompok kontrol diruang flamboyan, ruang dahlia sebanyak 24 perawat. Terdapat perbedaan yang
bermakna sikap perawat sesudah diberikan pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok intervensi dengan nilai
p value 0,000 dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,103 (uji paired sample t test). Terdapat
perbedaan yang bermakna perilaku perawat sesudah diberikan pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok
intervensi dengan nilai p value 0,000 dibandingkan kelompok kontrol dengan nilai p value 0,198 (uji paired
sample t test). Penelitian ini menemukan bahwa komunikasi SBAR dapat meningkatkan sikap dan perilaku
perawat dalam meningkatkan keselamatan pasien.

Kata Kunci : Komunikasi SBAR; Sikap dan Perilaku Perawat; Keselamatan pasien

1. PENDAHULUAN berbagai masalah keselamatan pasien.


Patient safety atau keselamatan Dengan diterbitkannya Nine Life Saving
pasien menjadi semangat dalam pelayanan Patient Safety oleh WHO, maka Komite
rumah sakit di seluruh dunia, tidak hanya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-
rumah sakit di negara maju yang RS) mendorong rumah sakit di Indonesia
menerapkan keselamatan pasien untuk untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-
menjamin mutu pelayanan yang baik, Saving” keselamatan pasien rumah sakit,
tetapi juga rumah sakit di negara langsung atau bertahap sesuai dengan
berkembang seperti Indonesia. (Permenkes kemampuan dan kondisi rumah sakit
RI no 1691, 2010) masing-masing, salah satu dari sembilan
WHO Collaborating Center for solusi tersebut adalah menerapkan
Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 komunikasi secara efektif saat serah
resmi menerbitkan “Nine Life Saving terima pasien.
Patient Safety Solution”. Panduan ini Komunikasi serah terima pasien
mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar antar perawat dan diantara petugas
keselamatan pasien dan lebih 100 negara pelayanan kesehatan kadang tidak
dengan mengidentifikasi dan mempelajari menyertakan informasi yang penting atau

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 128
informasi yang diberikan kurang tepat dan program keselamatan pasienyaitu
sulit dipahami sehingga terjadi peningkatan komunikasi yang efektif saat
kesenjangan dalam komunikasi yang dapat serah terima, salah satu metode
menyebabkan kesalahan penafsiran atau komunikasi yang efektif saat serah terima
kesalahpahaman selain itu bisa adalah komunikasi SBAR. Komunikasi
mengakibatkan terputusnya SBAR (Situation, Backgroud, Assesment,
kesinambungan pelayanan, pengobatan Recomendation) adalah alat informasi
yang tidak tepat dan potensial dapat yang menyediakan metode terstruktur dan
mengakibatkan cedera pada pasien, formal dari komunikasi antar astaf, metode
sehingga perlu pendekatan untuk komunikasi yang berasal dar iindustri
memudahkan sistematika serah terima penerbangan dan militer dan telah
pasien. Hal ini ditujukan untuk diadaptasi untuk digunakan dalam health
memperbaiki sikap dan perilaku perawat care, dalam pengaturan klinis SBAR
pada saat serah terima pasien termasuk memiliki potensi untuk meningkatkan
penggunaan prosedur dalam kemampuan staf untuk menyusun dan
mengkomunikasikan informasi yang menyampaikan informasi penting,
bersifat kritis, memberikan kesempatan meningkatkan kemampuanstaf untuk
bagi perawat untuk bertanya dan menerima dan menginter pretasikan
menyampaikan pertanyaan-pertanyaan informasi penting dan meningkatkan
pada saat serah terima dan melibatkan keselamatan pasien dengan mengurangi
pasien serta keluarga dalam proses serah kesalahan yang terjadi selama tindakan.
terima. (Effendi, 2008). (Renz, 2013).
Sikap dan perilaku perawat dalam Penelitian yang dilakukan oleh
memberikan asuhan keperawatan kepada Wahyuni (2014) menunjukkan Pelatihan
pasien harus menerapkan keselamatan komunikasi S-BAR efektif dalam
pasien, perawat harus melibatkan kognitif, meningkatkan mutu operan jaga di bangsal
afektif, dan tindakan yang mengutamakan Wardah RS PKU Muhammadiyah
keselamatan pasien. Sikap dan perilaku Yogyakarta Unit II, hal ini menunjukkan
perawat yang tidak menjaga keselamatan bahwa komunikasi SBAR efekif
pasien berkontribusi terhadap insiden melibatkan tenaga kesehatan, pasien dan
keselamatan pasien, salah satu solusi keluarga disesuaikan kondisinya dapat
untuk meningkatkan keselamatan pasien membantu dalam komunikasi, baik
yaitu dengan komunikasi efektif terhadap individu dengan tim yang akhirnya dapat
sikap dan perilaku perawat. (Devito, mempengaruhi perubahan dalam
2009). meningkatkan mutu operan jaga dan
Komunikasi yang tepat dengan read meningkatkan keselamatan pasien,
back telah menjadi salah satu sasaran dari sehingga ada dampak positif dan terlihat

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 129
ada perbaikan pada pelaporan insiden yang tidak berhubungan untuk
keselamatan pasien. menganalisissikap dan perilaku perawat
Penelitian lain tentang komunikasi dalam meningkatkan keselamatan pasien
SBAR adalah penelitian yang dilakukan setelah diberikan intervensi komunikasi
oleh Fitria (2013) tentang pelatihan SBAR waktu operan jaga shif pagi, shif
komunikasi SBAR dalam meningkatkan siang, shif malam.
motivasidan psikomotor perawat tujuan Populasi pada penelitian ini adalah
penelitian menganalisis efektifitas seluruh perawat yang bertugas di ruang
pelatihan komunikasi SBAR dalam rawat inap kelas 3 yaitu ruang gading 1,
meningkatkan motivasi dan psikomotor ruang gading 2, ruang flamboyan, ruang
perawat di ruang perawatan medikal dahlia RSUD RAA Soewondo Pati
bedah. Pada penelitian ini dilaporkan sebanyak 48perawat, tehnik sampling
adanya temuan baru bahwa komunikasi dalam penelitian ini adalah total sampling
SBAR dapat meningkatkan motivasi dan jumlah sampel 48 perawat terbagi menjadi
psikomotor perawat hal ini dapat kelompok intervensi diruang gading 1 dan
mempengaruhi kinerja perawat dan dapat ruang gading 2 sebanyak 24 perawat,
meningkatkan budaya kerja perawat dalam kelompok kontrol diruang flamboyan dan
melakukan asuhan keperawatan sehingga ruang dahlia sebanyak 24 perawatdengan
dapat meningkatkan keselamatan pasien. kriteria inklusi: pendidikan D3, perawat
Menurut Cunningham, (2012) pelaksana, perawat tidak dalam masa cuti,
menunjukan bahwa komunikasi SBAR bersedia menjadi responden, kriteria
dapat meningkatkan komunikasi lewat eksklusi: pendidikan S1, kepala
telepon antara perawat dan dokter dengan ruang/koordinator perawat, perawat
menggunakan tool SBAR yang sudah magang, mahasiswa perawat, penelitian
terstruktur dan akurat sehingga masalah dilakukan pada bulan April - Mei 2018.
dapat dievaluasi dan dikomunikasikan Pengumpulan data penelitian ini
dengan jelas dan baik dan dapat menggunakan checklist lembar observasi
meningkatkan keselamatan pasien. untuk menilai kemampuan perawat dalam
berkomunikasi SBAR, sikap dan perilaku
2. METODE perawat menggunakan kuesioner.
Penelitian ini merupakan quasi Checklist untuk kemampuan
experimental dengan rancangan yang komunikasi SBAR menggunakan lembar
digunakan adalah pretest-posttest with observasi tentang kemampuan perawat
control group design, hasil penelitian pada saat pelaksanaan komunikasi SBAR.
diolah dengan uji paired sample t test Lembar observasi berupa checklist yang
untuk sampel yang berhubungan dan berisi daftar pernyataan tentang sikap dan
independent samples t test untuk sample perilaku perawat pada saat pelaksanaan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 130
komunikasi SBAR yang disusun perilaku dengan nilai (0,583-0,673) nilai
berdasarkan tool komunikasi SBAR cronbach‟s alpha 0,512 yang artinya
dengan pilihan jawaban dilakukan dan semua item pernyataan perilaku
tidak dilakukan dengan butir pernyataan dinyatakan reliable.
15 pernyataan yang terdiri dari situation,
background, assessment, dan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
recommendation. Pernyataan memiliki 2 Hasil penelitian didapatkan data
jawaban yaitu dilakukan nilai 1 dan Tidak karakteristik peserta penelitian yaitu usia,
dilakukan nilai 0. Skor Terendah adalah 0 jenis kelamin, dan masa kerja. Jumlah
dan skor tertinggi adalah 15. sampel dalam penelitian sebanyak 48
Skor sikap dan perilaku perawat perawat yang terdiri dari 24 perawat
diukur dari respon terhadap 10 item sebagai kelompok intervensi dan 24
dengan menggunakan 5 point likert perawat sebagai kelompok kontrol.
scaleyaitu skor 1 (sangat tidak setuju), 1. Karakteristik responden penelitian
skor 2 (tidak setuju), skor 3 (netral), skor 4 Tabel. 1 Perbandingan karakteristik
peserta penelitian antara kelompok
(setuju), skor 5 (sangat setuju).
intervensi dan kelompok kontrol
Instrument komunikasi SBAR Rerata ± SD Total P
No Variabel Intervensi Kontrol (n = 48) value
1 Usia
menggunakan uji validitas content dengan Mean 29,58±5,85 28,08±5,37 - 0,446
Min – Max 24-42 23-41 -
meminta pendapat ahli dan reabilitas 2 Masa kerja
Mean 3,54±2.91 3,38±2,81 - 0,218
dengan mengunakan uji Koefisien cohen’s Min – Max 1-11 1- 11 -
3 Jenis
kappa untuk menilai konsistensi lembar Kelamin
Laki-laki 8 9 17 0,201
observasi dalam penelitian ini. Hasil uji Perempuan 16 15 31

kappaterdapat kesepakatan antara observer


Pada tabel 1, menunjukkan bahwa
1 dan observer 2 yang ditunjukan dengan
karakteristik usia, jenis kelamin dan
nilai p value sebesar 0,0025 < 0,05 dengan
masa kerja pada kelompok intervensi
nilai kappa sebesar 1,0 artinya istimewah
dan kelompok kontrol tidak terdapat
(kesepakatan bulat).
perbedaan yang bermakna. Hal ini
Instrument sikap dan perilaku
ditunjukkan dengan hasil uji statistik
perawat menggunakan uji validitas dengan
dengan nilai p value > 0,05.
nilai r hitung sikap(0,812-0,960), r hitung
2. Distribusi frekuensi sikap perawat
perilaku (0,809-0,980) sedangkan r tabel
dalam meningkatkan keselamatan
(0,631) yang artinya kuesioner sikap dan
pasien pada kelompok intervensi
perilaku dinyatakan valid karena r hitung
> r tabel. Sedangkan uji reliabilitas sikap
(0,560-0,645) nilai cronbach‟s alpha 0,555
yang artinya semua item pernyataan sikap
dinyatakan reliabel sedangkan kuesioner

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 131
Tabel.2 Distribusi frekuensi sikap Tabel 3 menunjukan frekuensi
perawat sebelum dan sesudah diberikan
sikap perawat dalam meningkatkan
pelatihan komunikasi SBAR pada
kelompok intervensi keselamatan pasien pada kelompok
Sikap Kelompok kontrol (n =24)
perawat Sebelum Sesudah
kontrol mayoritas responden sebelum
dalam dan sesudah diberikan pelatihan
meningkatkan
f % f % komunikasi SBAR pada kelompok
keselamatan
pasien
kontrol tidak menunjukan berubahan
Sangat setuju 2 8,3 12 50,0
Setuju 2 8,3 8 33,4 mayoritas responden memiliki sikap
Ragu-ragu 3 12,5 0 0,0
Tidak setuju 7 29,2 2 8,3 tidak setuju 10 orang (41,7).
Sangat tidak 10 41,7 2 8,3 4. Distribusi frekuensi perilaku perawat
setuju
sebelum dan sesudah diberikan

Tabel 2 menunjukan frekuensi perlatihan komunikasi SBAR pada

sikap perawat dalam meningkatkan kelompok intervensi

keselamatan pasien pada kelompok Tabel.4 Distribusi frekuensi perilaku


perawat sebelum dan sesudah diberikan
intervensimayoritas responden sebelum pelatihan komunikasi SBAR
diberikan pelatihan komunikasi SBAR pada kelompok kontrol
Sikap Kelompok kontrol (n =24)
memiliki sikap sangat tidak setuju yaitu perawat Sebelum Sesudah
dalam
10 responden (41,7%), sesudah meningkatkan
f % f %
diberikan pelatihan komunikasi SBAR keselamatan
pasien
mayoritas responden memiliki sikap Sangat setuju 2 8,3 8 33,4
Setuju 2 8,3 12 50
sangat setuju 12 orang (50,0%).
Ragu-ragu 3 12,5 0 0,0
3. Distribusi frekuensi sikap perawat Tidak setuju 7 29,2 2 8,3
Sangat tidak 10 41,7 2 8,3
sebelum dan sesudah diberikan setuju
perlatihan komunikasi SBAR pada
kelompok kontrol Tabel 4 menunjukan frekuensi
Tabel.3 Distribusi frekuensi sikap perawat perilaku perawat dalam meningkatkan
sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
keselamatan pasien pada kelompok
komunikasi SBAR pada kelompok kontrol
Sikap Kelompok kontrol (n =24) intervensi mayoritas responden
perawat Sebelum Sesudah
dalam sebelum diberikan pelatihan
meningkatkan komunikasi SBAR memiliki sikap
f % f %
keselamatan
pasien sangat tidak setuju yaitu 10 responden
Sangat setuju 2 8,3 2 8,3
Setuju 2 8,3 4 16,6
(41,7%), sesudah diberikan pelatihan
Ragu-ragu 2 8,3 0 0,0 komunikasi SBAR mayoritas
Tidak setuju 10 41,7 10 41,7
Sangat tidak 8 33,4 8 33,4 responden memiliki sikap sangat
setuju setuju 12 orang (50,0%).

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 132
5. Distribusi frekuensi perilaku perawat 7. Perbandingan perilaku perawat
sebelum dan sesudah diberikan sebelum dan sesudah diberikan
perlatihan komunikasi SBAR pada pelatihan SBAR pada kelompok
kelompok control
intervensi dan kelompok kontrol
Tabel.5 Distribusi frekuensi perilaku
Tabel.7Perbandingan perilaku perawat
perawat sebelum dan sesudah diberikan
sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan komunikasi SBAR
pelatihan SBAR pada kelompok
pada kelompok kontrol
intervensi dan kelompok kontrol
Sikap Kelompok kontrol (n =24) Rerata ± SD
perawat Perilaku Pvalue
Sebelum Sesudah Intervensi Kontrol
dalam perawat (*)
(n=24) (n=24)
meningkatkan Sebelum 18,41 ± 5,23 18,12±5,51 0,979
f % f %
keselamatan pelatihan
pasien Sesudah 27,91 ± 6,31 20,08 ±5,66 0,000*
Sangat setuju 2 8,3 2 8,3 pelatihan
Setuju 2 8,3 4 16,6 P value (**) 0,000** 0,103
Ragu-ragu 2 8,3 0 0,0 *independent t-test, **paired t-test
Tidak setuju 10 41,7 10 41,7
Sangat tidak 8 33,4 8 33,4
setuju Pembahasan

Tabel 5 menunjukan frekuensi Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perilaku perawat dalam meningkatkan sebelum diberikan pelatihan komunikasi

keselamatan pasien pada kelompok SBAR pada kelompok intervensi dan

kontrol mayoritas responden sebelum kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan

dan sesudah diberikan pelatihan yang signifikan rerata sikap perawat

komunikasi SBAR pada kelompok 18,16±5,52 terdapat perbedaan yang

kontrol tidak menunjukan berubahan bermakna sikap perawat sesudah diberikan

mayoritas responden memiliki sikap pelatihan komunikasi SBAR pada

tidak setuju 10 orang (41,7). kelompok intervensi dibandingkan dengan

6. Perbandingan sikap perawat sebelum kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan

dan sesudah diberikan pelatihan SBAR oleh hasil uji statistik dengan nilai p value

pada kelompok intervensi dan 0,000. Tidak terdapat perbedaan yang

kelompok kontrol signifikan pada pengukuran awal dan

Tabel.6 Perbandingan sikap perawat akhir sikap perawat pada kelompok


sebelum dan sesudah diberikan kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p
pelatihan SBAR pada kelompok value> 0,05.
intervensi dan kelompok kontrol
Rerata ± SD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sikap perawat Intervensi Kontrol Pvalue (*) terdapat perbedaan yang bermakna sikap
(n=24) (n=24)
Sebelum 18,16 ± 5,52 18,12±5,51 0,979 perawat pada kelompok intervensi
pelatihan
Sesudah 29,12 ± 6,73 20,08±5,66 0,000* sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
pelatihan
P value (**) 0,000** 0,103 komunikasi SBAR yang ditunjukkan
*independent t-test, **paired t-test dengan p value< 0,05. Hasil pengukuran

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 133
nilai rerata kelompok intervensi komunikasi SBAR apabila tidak tercapai
mengalami peningkatan dari 18,16 dengan baik.
menjadi 30,12 setelah diberikan intervensi Sejalan dengan penelitian yang
pelatihan SBAR. dilakukan oleh Diniyah (2017)
Sikap (attitude) merupakan reaksi menyatakan bahwa SBAR adalah model
atau respon yang masih tertutup dari yang lebih baik karena dapat diterapkan
seseorang terhadap suatu stimulus atau untuk setiap situasi, serta pada saat
objek. Manifestasi sikap tidak dapat handover. SBAR memfasilitasi
langsung dilihat, tetapi hanya dapat terbangunnya pola komunikasi dalam
langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari sistem, dan melalui rekomendasi atau
perilaku yang tertutup. Perilaku melalui tindakan akhir akan membangun
merupakan respon atau reaksi seseorang terbentuknya kerjasama dalam kelompok.2
terhadap stimulus (rangsangan dari luar), Kasten juga menyebutkan bahwa pelatihan
dengan demikian perilaku manusia terjadi SBAR dengan metode role play pada
melalui proses stimulus-organisme-respon. mahasiswa keperawatan mempunyai
Perilaku kesehatan merupakan suatu manfaat dan mengubah pengetahuan dan
respon seseorang (organisme) terhadap kemampuan skill berkomunikasi menjadi
stimulus atau objek yang berkaitan dengan lebih baik.
sakit atau penyakit, sistim pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman, serta 4. REFERENSI
lingkungan. (Notoatmodjo, 2010). 1. Cunningham, N. Weiland, T. (2012).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang Telephone referrals by junior doctors:
dilakukan Supringanto (2015) yang a randomised controlled trial assessing
menyatakan bahwa komunikasi SBAR the impact of SBAR in a simulated
merupakan salah satu contoh komunikasi setting. Postgrad J; 7 (1) 619-626
kolaborasi perawat dan dokter dimana 2. Devito, J. (2009). Human
perawat dan dokter mempunyai peranan communication: The Basic Course 11
yang sama, penggunaan kerangka th Edition . New York: Pearson
komunikasi SBAR yang baku dalam Education Inc.
komunikasi serah terima pasien dapat 3. Diniyah K. Pengaruh Pelatihan SBAR
meningkatkan kemampuan perawat dalam Role-Play terhadap Skill Komunikasi
berkomunikasi. Sementara penelitian Handover Mahasiswa Kebidanan.
Nazri menyebutkan bahwa peranan dokter 2017;6(1):35–44.
dalam menerima informasi dan kesediaan 4. Effendi, O. (2008). Dinamika
dalam menanggapi komunikasi perawat komunikasi. Jakarta; Remaja
merupakan faktor yang penting dan dapat Rosdakarya.
menjadi hambatan dari aplikasi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 134
5. Fitria, C. N. Efektifitas Pelatihan protocol in longterm care: A
Komunikasi SBAR dalam Randomized Trial. Journal of
Meningkatkan Motivasi dan Interprofessional care, 5 (1): 111-
Psikomotor Perawat di Ruang Medikal 114.
Bedah RS PKU Muhammadiyah 8. Supinganto, Agus, Misroh M,
Surakarta. Proceeding Semin dan Suharmanto. (2015) Identifikasi
Present Poster Ilm Keperawatan Komunikasi Efektif SBAR (Situation,
“Adult Nurs Pract Using Evid Care” Background, Assesment,
PSIK Fak Kedokt Univ Diponegoro. Recommendation). Stikes Yars
2013;135. mataram.
6. Permenkes RI No 1691 (2010). 9. Wahyuni, I. (2014). Efektifitas
Keselamatan pasien rumah sakit. pelatihan komunikasi SBAR dalam
Jakarta : Menteri Kesehatan RI. meningkatkan mutu operan jaga di
7. Renz, S. Boltz, M. Wagner, L. bangasal wardah RS PKU
Capezuti. (2013).Examining the Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
feasibility and utility of an SBAR

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 135
PROBLEM ANALYSIS OF EXCLUSIVE BREAST MILK
ON THE WORKING MOTHERS AT TEXTILE MANUFACTURERS

Noveri Aisyaroh1), Emi Sutrisminah2), Widayati3)


1
D3 Midwifery Program, Faculty of Medicine, Sultan Agung Islamic University
email: noveri@unissula.ac.id
2
Bachelor Midwifery Program, Faculty of Medicine, Sultan Agung Islamic University
email: emi@unissula.ac.id
3
Law Faculty, Sultan Agung Islamic University
email: widayati@unissula.ac.id

Abstract
Breast milk is the best and perfect food for babies which can reduce the morbidity and mortality of
infants and toddlers because of diarrhea and pneumonia. In Indonesia, 0 - 5 month babies who still
get breast milk are 54%, while the coverage of the exclusive breast milk is only 29.5%. The low
coverage of the exclusive coverage is due to the increasing number of female workers in Indonesia
and they are at a productive age. The causes of breastfeeding failure in working mothers are internal
and eksternal factors. The purpose of this study is to analyze the problem of the giving of the exclusive
breast milk for working mothers in textile manufacturers in Semarang regency. Descriptive research
method with purposive non probability sampling technique was used. 26 respondents who were
pregnant for the second time or later working in textile manufacturers in Semarang regency became
the sample of this study. Analyzing data can be done through 3 steps, namely editing, coding and
tabulating. The data can be analyzed with SPSS. The results showed that most respondents aged from
20 to 35 years(76.9%), junior high school education (50%), having 2 children (61.5%), and 88.5%
did not provide the exclusive breast milk. The problems of not giving the exclusive breast milk were
mostly because they did not know how to manage the exclusive breast milk when working (36.36%)
and felt that their breast milk amount was little (31.82%).

Keywords: Exclusive breast milk, working mothers who breastfeed, problems of not providing
exclusive breast milk, textile manufacturer

1. PENDAHULUAN Susu Ibu (ASI) eksklusif adalah ASI yang


Dunia saat ini fokus pada 1.000 hari diberikan kepada bayi sejak dilahirkan
pertama kehidupan (scaling up nutrition), selama 6 bulan, tanpa menambahkan
yaitu memastikan bahwa anak sejak dan/atau mengganti dengan makanan atau
diawal kehamilan sudah mendapatkan minuman lain kecuali obat, vitamin, dan
pelayanan sesuai standard dan mineral (PP No. 33 Tahun 2012).
mendapatkan gizi seimbang sampai anak Di Indonesia, bayi 0 – 5 bulan yang
berusia 2 tahun. Hal tersebut sangat masih mendapatkan ASI sebesar 54%,
penting diperhatikan karena pertumbuhan sedangkan cakupan ASI eksklusif hanya
dan perkembangan anak sangat pesat dan 29,5%. ASI eksklusif bermanfaat untuk
80% pertumbuhan otak terjadi pada masa mengurangi morbiditas dan mortalitas bayi
itu (Muchtar, Asmujeni. Dkk. 2015). dan balita karena diare dan pneumonia.
Menurut World Health Organitation Penyebab utama kematian neonatal adalah
(WHO), ada 4 standar emas makanan bayi, asfiksia, BBLR dan infeksi. Penyebab
salah satunya yaitu ASI eksklusif. Air kematian tersebut dapat dicegah dengan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 136
pemberian ASI karena di dalam ASI dilakukan tindakan nyata yang akan tepat
terdapat kolostrum yang kaya akan sasaran dan bentuk intervensi yang
antibody mengandung protein untuk daya diberikan, baik kepada pekerja maupun
tahan tubuh dan membunuh kuman dalam perusahaan.
jumlah tinggi. Disamping itu juga, ASI
adalah makanan terbaik dan sempurna 2. METODE PENELITIAN
bagi bayi karena mengandung semua zat Dalam penelitian ini
gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan menggambarkan secara sistematis dan
dan perkembangan bayi (Roesli, Utami. akurat suatu populasi tertentu yang
2008). bersifat faktual yaitu penelitian deskriptif.
Rendahnya cakupan ASI eksklusif di Menggunakan metode kuantitatif dengan
Indonesia disebabkan oleh banyak faktor, teknik non probabilitas sampling secara
yaitu karakteristik ibu, lingkungan, purposive, yaitu tenaga kerja perusahaan
dukungan keluarga, pendidikan kesehatan, tekstil yang hamil kedua atau seterusnya
sosial ekonomi dan budaya, pendidikan sejumlah 26 responden. Lokasi penelitian
dan pengetahuan ibu yang rendah, ibu di perusahaan tekstil Kabupaten Semarang
bekerja dan gencarnya susu formula. Jawa Tengah.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Pengumpulan data dengan
jumlah tenaga kerja wanita di Indonesia menyebarkan kuesioner yang diisi
sudah mencapai 50% lebih dibandingkan langsung oleh responden kemudian data
jumlah pekerja laki-laki dan merupakan diolah melalui editing, koding, dan
usia produktif. tabulating. Variabel yang diteliti ; usia,
Menyusui merupakan hak setiap ibu, pendidikan, jumlah anak, menyusui ASI
termasuk ibu bekerja. Data keberhasilan eksklusif dan masalah tidak menyusui ASI
menyusui pada ibu bekerja di Indonesia eksklusif. Data dianalisis menggunakan
belum ada, terdapat beberapa faktor analisis univariat untuk menggambarkan
penting gagalnya menyusui karena masalah ibu bekerja tidak memberikan
singkatnya masa cuti, kurangnya ASI eksklusif pada anak sebelumnya.
pengetahuan pengelolaan ASI pada saat 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
bekerja, kurangnya dukungan perusahaan Hasil pengumpulan data diperoleh
dalam penyediaan ruang laktasi serta tidak dari jawaban responden yang dilakukan di
adanya kesempatan memerah saat bekerja. perusahaan tekstil tergambar sebagai
Tujuan dari penelitian ini berikut :
menganalisis masalah pemberian ASI a. Usia
eksklusif pada ibu bekerja di perusahaan Frequency Percent
Valid 20 - 35 tahun 20 76.9
tekstil. Dengan mengetahui permasalahan > 35 tahun 6 23.1
yang dialami secara langsung dapat Total 26 100.0

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 137
Sebagian besar responden berusia proses, cara, perbuatan mendidik
20 – 35 tahun 20 responden (76,9%) (Kamus besar bahasa Indonesia).
dan 6 responden (23,1%) berusia > 35 Seorang ibu bekerja yang
tahun. menyusui dengan pendidikan formal
Masa reproduksi wanita terbagi yang lebih tinggi cenderung
menjadi 3 tahap, pada usia 20 – 35 mempunyai pengetahuan yang lebih
tahun merupakan usia reproduksi baik dibandingkan seseorang dengan
sehat, dimana pada usia tersebut pendidikan formal yang lebih rendah.
merupakan waktu yang sangat ideal Hal tersebut akan mempengaruhi
seorang wanita untuk hamil, perilaku untuk tetap memberikan ASI
melahirkan dan menyusui. Sehingga eksklusif ketika bekerja karena lebih
sebagian besar ibu bekerja di mampu dan mudah memahami
perusahaan tekstil tersebut masih pentingnya ASI eksklusif baik bagi
mempunyai peluang untuk bayi, dirinya maupun perusahaan.
mempunyai anak kembali. Hal c. Jumlah anak
tersebut perlu diperhatikan karena Frequency Percent
Valid 1 anak 10 38.5
untuk bisa memberikan ASI eksklusif 2 anak 16 61.5
perlu dipersiapkan sejak sebelum Total 26 100.0

perencanaan kehamilan yang


Sebagian besar responden
diteruskan sampai masa menyusui dan
mempunyai anak 2, yaitu 16 orang
kembali bekerja.
(61,5%) dan 10 responden (38,5%)
b. Pendidikan
mempunyai 1 anak.
Frequency Percent
Valid SMP 13 50.0 d. Menyusui ASI eksklusif
SMA 11 42.3
Frequency Percent
PT 2 7.7
Valid Ya 3 11.5
Total 26 100.0
Tidak 23 88.5
Total 26 100.0
Sebagian besar responden dengan
tingkat pendidikan SMP 13 orang Sebagian besar responden tidak
(50%), 11 responden (42,3%) menyusui secara eksklusif pada anak
pendidikan SMU dan 2 responden sebelumnya 23 orang (88,5%) dan
(7,7%) dengan tingkat pendidikan PT. hanya 3 responden (11,5%) yang
Pendidikan adalah proses menyusui secara eksklusif.
pengubahan sikap dan tata laku e. Masalah tidak menyusui ASI secara
seseorang atau kelompok orang dalam eksklusif
usaha mendewasakan manusia melalui Frequency Percent
Valid Tidak tahu
upaya pengajaran dan pelatihan; pengelolaan 8 36.36
ASI

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 138
Frequency Percent 4. KESIMPULAN
Bayi tidak mau 1 4.55
ASI sedikit 7 31.82 Ibu bekerja yang menyusui bukanlah
ASI tidak suatu hambatan untuk dapat memberikan
3 13.64
keluar
Tidak sempat 2 9.09 ASI eksklusif pada bayinya, bahkan bisa
Kecelakaan 1 4.55 dilanjutkan sampai 2 tahun atau lebih. Ibu
Total 26 100.0
bekerja yang berada pada usia reproduksi
Berbagai permasalahan responden sehat (20 – 35 tahun) dapat
yang tidak memberikan ASI eksklusif mempersiapkan semenjak kehamilan
pada anak sebelumnya ketika bekerja bagaimana pengelolaan ASI ketika sudah
yaitu, sebagian besar responden 8 bekerja. Tingkat pendidikan yang sebagian
orang (36,36%) tidak mengetahui besar SMP bisa meningkatkan
bagaimana pengelolaan ASI ketika pengetahuan tentang laktasi dengan
bekerja dan 7 responden (31,82%) berkonsultasi ke klinik perusahaan dan
mengatakan ASI sedikit. juga saling tukar pengalaman dengan ibu
Berdasarkan pengkajian masalah menyusui yang lain. Dengan
yang ditemukan, sebagian besar meningkatnya pengetahuan dapat
masalah responden berasal dari menumbuhkan kesadaran dan motivasi
kurangnya pengetahuan tentang untuk memberikan ASI eksklusif,
laktasi. Sehingga 25 ibu bekerja sudah sehingga ketika bekerja ibu akan memerah
memberikan susu formula ketika ASI atau mengelola ASI dengan baik.
mulai bekerja setelah masa cuti habis. Disamping itu juga, dukungan yang baik
Permasalahan ASI sedikit, dari perusahaan berupa aturan yang jelas
berkaitan dengan seberapa sering ibu serta adanya ruang laktasi yang terstandar
menyusui yang bekerja mengosongkan dapat mengurangi masalah-masalah yang
payudaranya, karena produksi ASI dihadapi ibu bekerja yang menyusui.
pada saat payudara kosong dan akan
menurun saat payudara sudah penuh. 5. REFERENSI
Jika selama bekerja ibu tidak memerah 1. Danim, Sudarwan dan Darwis. 2003.
ASI secara rutin atau tiap minimal 3 Metode Penelitian Kebidanan
jam sekali, maka akan menurunkan Prosedur, Kebijakan dan Etik. Jakarta:
jumlah produksi ASI. Sebaliknya, jika EGC.
bayi disusui sesering mungkin atau 2. Imron, Moch dan Munif, Amrul. 2010.
memerah tiap minimal 3 jam, Metodologi Penelitian Bidang
payudara yang kosong akan segera Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.
memproduksi ASI kembali (Roesli, 3. Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan
Utami. 2005). Indonesia Tahun 2016. Jakarta :
Kemenkes RI.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 139
4. Muchtar, Asmujeni dkk. 2015. Buku Bekerja di Wilayah Kendal Jawa
Ajar Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Tengah. Jurnal Media Ners Vol 2 No.
Kemenkes RI dan Gavi. 1 hal 1 – 44.
5. Peraturan Pemerintah RI No. 33 7. Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI
Tahun 2012 tentang Pemberian Air Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidya
Susu Ibu Eksklusif. 8. Suradi, Rulina dkk. 2010. Indonesia
6. Rejeki, Sri. 2008. Studi Fenomenologi Menyusui. Jakarta : IDAI.
: Pengalaman Menyusui Eksklusif Ibu

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 140
ANALISA TARIF INACBG’S PASIEN SECTIO CAESAREAN TAHUN 2017
DI RSUD BENDAN PEKALONGAN

Mentari Putri Aryanti1), Kriswiharsi Kun Saptorini1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
email : mentariputri.a@gmail.com; Kriswiharsi@gmail.com

Abstract
WHO (World Health Organization) sets a caesarean indicator is 15% of all countries. Based on the
first survey of sector caesarean cases in 2017 in Bendan Hospital, Pekalongan, in still reaches 40.5%.
The sample of the study was 78 out of 351 medical record documents of incoming and outgoing sheet
(RM1) and the result of claim INA CBG's. The type of research is descriptive research. The results
showed that most patients are 34 years old, the median age of the patient was 38 weeks, 16.7% of the
major diagnoses of the section, cesarean cases due to the previous cesarean, 77.78% of cases without
secondary diagnosis, the average length of admission was 4 days, INA-CBG tariffs of class III
between 4,481,500 -5,247,800, INA-CBG's, class II tariffs between 5,809,800 -6,475,500, INA-CBG's
class I tariffs between 6,778,000 - 7,346,000, the highest severity is I 64.25%, 100% of cases with
severity II are cases of patients who have a secondary diagnosis. It has been suggested that Bendan
hospital in Pekalongan expected that the hospital, especially the medical record officer has been able
to do INA-CBG grouping simulation and then recorded on the tariff monitoring sheet for BPJS
patients to check the service costs incurred by the hospital and the INA-CBG's claim fee.

Keywords : Descriptive Analysis, Sectio Caesarean, INA CBG’s Tarif

1. PENDAHULUAN dari lama rawat dan juga biaya memiliki


Beberapa tahun terakhir di berbagai perbedaan yang signifikan. Mayoritas
negara pilihan cara melahirkan dengan pasien rawat inap yang menjalani
operasi caesarean cenderung meningkat. persalinan pervagina hanya dirawat 4-8
Diperkirakan 15% dari kelahiran di hari. Namun, 13,20% wanita yang
seluruh dunia terjadi dengan operasi menjalani sectio caesarean harus dirawat
caesarean pada Tahun 2007. Di negara selama 9-12 hari(4).
berkembang, proporsi kelahiran dengan Lengt of Stay (LOS) atay lama
cara caesar berkisar 21,1% dari total dirawat seorang pasien dengan kasus
kelahiran yang ada, sedangkan di negara sectio caesarean di suatu rumah sakit
maju hanya 2%.(1) memang tidak mempengaruhi jumlah
WHO (World Health Organization) biaya secara langsung. Menurut Depkes
menetapkan indikator sectio caesarean normalnya seorang pasien memiliki LOS
15% untuk setiap negara, baik untuk 6-9 hari. Berdasarkan sistem paket yang
negara maju atau berkembang, atau negara diterapkan oleh BPJS, apabila seorang
dengan angka kematian ibu/bayi rendah pasien dirawat dengan kelas perawatan
atau tinggi. Bukan hanya jumlah kasus yang sesuai dengan hak yang dimiliki
yang menunjukkan perbedaan yang pasien tersebut, maka pasien tidak akan
signifikan antara persalinan sectio dipungut biaya tambahan meskipun sudah
caesarean dengan pervaginaan, dilihat dirawat lebih dari 9 hari. Namun jika

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 141
dilihat dari sisi rumah sakit, hal tersebut lahir, stenosis serviks, plasenta previa,
menjadikan pelayanan rumah sakit kurang disproporsi chepalope, dan ruptur uteri.
efektif dan efisien karena dapat Indikasi yang kedua adalah indikasi janin,
meningkatkan biaya pelayanan rumah antara lain: kelaianan otak, gawat janin,
sakit. Dengan begitu mutu pelayanan prolapsus plasenta, perkembangan bayi
rumah sakit akan menjadi kurang baik yang terhambat, dan mencegah hipoksia
karena harus menanggung selisih biaya janin karena pre eklamasi. (b) Indikasi
rumah sakit dengan biaya yang dibayarkan Relatif.
oleh BPJS apabila pasien yang ditangani Yang termasuk faktor dilakukan
tersebut sudah overcost akibat pelayanan persalinan sectio caesarean secara
yang diberikan kurang efisien, dan hal relatif,antara lain : riwayat sectio
tersebutdapat mempengaruhi jumlah caesarean sebelumnya, presentasi bokong,
pendapatan rumah sakit. distosia fetal distress, pree klamsi berat,
Jumlah pasien sectio caesarean pada ibu dengan HIV positif sebelum inpartu
3 tahun terakhir di RSUD Bendan Kota atau gemeli. (c) Indikasi Sosial.
Pekalongan yaitu sebanyak 413 kasus Permintaaan ibu untuk melakukan sectio
pada tahun 2015, 416 kasus pada tahun caesarean sebenarnya bukanlah suatu
2016, dan 351 kasus pada tahun 2017. indikasi untuk dilakukan sectio caesarean.
Pada tahun 2017 jumlah kasus sectio Alasan yang spesifik dan rasional harus
caesarea cenderung menurun. Meskipun dieksplorasi dan didiskusikan. Salah satu
demikian, persentase pada tahun 2017 fasilitas kesehatan yang bisa didapatkan
masih mencapai 40,5 % jika oleh peserta BPJS kesehatan, khususnya
diakumulasikan dari seluruh persalinan bagi wanita (Ibu hamil) yaitu bisa
pada tahun 2017 yang mencapai 1.011 menggunakan kartu BPJS Kesehatan
kasus persalinan baik secara normal untuk periksa kehamilandan melahirkan.
maupun sectio caesarean. Persentase Jadi peserta yang ingin melahirkan bisa
tersebut masih belum memenuhi standar menggunakan kartu anggotanya untuk bisa
WHO yaitu sebesar 5-15%yang ditetapkan mendapatkan cover dari BPJS terhadap
sebagai indikator persalinan sectio biaya melahirkan.
caesarean. Beberapa faktor atau indikasi Dalam hal ini terdapat beberapa poin
persalinan sectio caesarean yaitu : (a) yang harus dimengerti oleh peserta yang
Indikasi Mutlak. Faktor mutlak atau syarat hendak melahirkan menggunakan fasilitas
caesarean dibagi menjadi dua indikasi, kesehatan dari BPJS. BPJS akan
yang pertama adalah indikasi ibu,antara menanggung biaya persalinan tanpa ada
lain: panggul sempit absolut, kegagalan batas jumlah kehamilan, maksudnya
melahirkan secara normal karena kurang adalah anda hamil/melahirkan
kuatnya stimulasi, adanya tumor jalan keberapapun bisa menggunakan BPJS

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 142
Kesehatan, dan tidak dibatasi olehstatus b. Dalam hal pemeriksaan ANC tidak
kepesertaan. Pengaturan biaya tersebut dilakukan di satu tempat maka
diatur dengan mengelompokkan melalui 2 dibayarkan per kunjungan, sebesar Rp
tarif pelayanan kesehatan pada FKTP yang 50.000,00
diantaranya tarif kapitasi dan tarif non c. Persalinan pervaginam normal yang
kapitasi. Yang dimaksud dengan tarif non dilakukan oleh bidan, sebesar Rp
kapitasi adalah besaran pembayaran klaim 700.000,00 dan yang dilakukan oleh
oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas dokter, sebesar Rp 800.000,00
Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan d. Persalinan pervaginam dengan
jenis dan jumlah pelayanan kesehatan emergensi dasar di Puskesmas
yang diberikan. Sesuai dengan permenkes PONED, sebesar, RP 950.000,00
No 52 tahun 2016 maka tarif non kapitasi e. Pemeriksaan Post Natal Care
diberlakukan pada FKTP yang melakukan (PNC)/neonatus sesuai standar
pelayanan kesehatan di luar lingkup dilaksanakan dengan 2 (dua) kali
pembayaran kapitasi, yang diantaranya: kunjungan ibu nifas dan neonatus
a. Pelayanan ambulans; pertama dan kedua (KF1-KN1 dan
b. Pelayanan obat program rujuk balik; KF2-KN2), 1 (satu) kali kunjungan
c. Pemeriksaan penunjang pelayanan neonatus ketiga (KN3), serta 1 (satu)
rujuk balik; kali kunjungan ibu nifas ketigas
d. Pelayanan penapisan (sectio caesarean (KF3), sebesar Rp 25.000,00 untuk
screening) kesehatan tertentu termasuk tiap kunjungan dan diberikan kepada
pelayanan terapi krio untuk kanker pemberi pelayanan yang pertama
leher rahim; dalam kurun waktu kunjungan
e. Rawat inap tingkat pertama sesuai f. Pelayanan tindakan pasien sectio
indikasi medis; caesarean persalinan di Puskesmas
f. Jasa pelayanan kebidanan dan PONED, sebesar Rp 175.000,00
neonatal yang dilakukan oleh bidn g. Pelayanan pra rujukan pada kompilasi
atau dokter, sesuai kompetensi dan kebidanan dan/atau neonatal Rp
kewenangannya. 125.000,00
Jasa pelayanan kebidanan, neonatal, Tujuan penelitian ini untuk
dan Keluarga Berencana yang dilakukan mendeskripsikan Tarif INA CBG‟s kasus
oleh bidan atau dokter ditetapkan sebagai section caesarean tahun 2017 di RSUD
berikut: Bendan Kota Pelakongan
a. Pemeriksaan ANC sesuai standar
diberikan dalam bentuk paket paling 2. METODE PENELITIAN
sedikit 4 (empat) kali pemeriksaaan, Jenis penelitian ini termasuk dalam
sebesar Rp 200.000,00 jenis penelitian deskriptif yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 143
mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan alat untuk menegakkan diagnosa
dan menjelaskan suatu peristiwa dengan pasien.
cara memanfaatkan sumber data dan fakta 3. Lembar laporan operasi untuk
dari hasil pelayanan pasien terhadap mengetahui tindakan sectio caesarean
dokumen rekam medis pasien untuk yang telah dilakukan.
diobservasi untuk mendapatkan gambaran 4. Lembar hasil grouping untuk
yang jelas. mengetahui tarif INA CBG‟s kasus
Populasi penelitian ini adalah pasien section caesareran.
rawat inap BPJS kasus sectio caesarean Data pada penelitian ini dianalisis
pada tahun 2017 di RSUD Bendan Kota secara deskriptif, jumlah tariff dalam
Pekalingan dengan jumlah 351 kasusu. setiap kasus section kemudian hasil
Sampel yang diamati sebanyak 78 pengamatan yang didapatkan akan
dokumen rekam medis pasien rawat inap digunakan untuk menarik kesimpulan.
dengan kasus sectio caesarean.
Pencuplikan sampel tersebut akan diambil 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan teknik tabel random A. HASIL
sampling. a) Umur Pasien Sectio Caesarean
Instrumen penelitian yang digunakan Data umur pasien dengan
adalah dengan pedoman wawancara dan kasus Sectio Caesarea dalam
tabel observasi berisi hal-hal apa saja yang penelitian ini menunjukan umur
akan diamati guna mendapatkan termuda 17 tahun dan umur tertua
informasi. Lembar observasi berisi tentang 44 tahun, dengan rata-rata umur
umur ibu, pendidikan, pekerjaan, usia adalah 34 tahun. Dengan jumlah
kehamilan, diagnosa sekunder, diagnosa usia produktif >20=35 tahun
komplikasi, tarif INA CBG, dan LOS. sebanyak 43,6%. dan usia resiko
Pengumpulan data yang digunakan tinggi <20>35 tahun sebanyak
dalam penelitian ini adalah menggunakan 56,4 %.
data yang diperoleh secara tidak langsung b) Usia Kehamilan Ibu
dari sumbernya yang dikumpulkan oleh Data usia kehamilan ibu saat
pihak lain pada lokasi penelitian, yaitu: dilakukan tindakan Sectio
1. Lembar RM 1, mengetahui identitas Caesarea adalah rata-rata usia
pasien, diagnosa utama dan diagnosa kehamilan 38 minggu. Usia
sekunder pasien. kehamilan termuda adalah 34
2. Lembar pemeriksaan penunjang, minggu dan usia kehamilan tertua
mengetahui jenis pemeriksaan yang adalah 41 minggu.
dilakukan terhadap pasien dan sebagai c) Diagnosa Penyakit
1. Diagnosa Primer

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 144
Berdasarkan 78 sampel Tabel 2 Distribusi Tarif
INA CBG‟s
data, diagnosa primer adanya
Tarif INA Severity Level
Riwayat Sectio Caesarean Kelas
CBG‟s I II
merupakan diagnosa utama III 4.481.500 – 47,4% 52,6%
terbanyak, yaitu sebesar 5.247.800
16,7%. Diagnosa terbanyak II 6.475.500 – 75% 25%
kedua Ketuban Pecah Dini 6.778.000

dengan persentase 14,1 %. I 7.346.000 – 65,4% 34,6%

Sedangkan diagnosa terbanyak 6.778.000


VIP 7.346.001 69,2% 30,8%
ketiga adalah Pre Eklamsi
Berat sebesar 12,8%.
Berdasarkan Tabel distribusi
2. Diagnosa Sekunder
tarif INA CBG‟s dapat diketahui
Berdasarkan 78 sampel data kasus
bahwa jumlah Tarif INA CBG‟s
sectio caesarean terdapat 27 kasus
pada kelas III berkisar antara
yang memiliki diagnosa sekunder.
4.481.500 - 5.247.800. Kasus
Diagnosa sekunder terbanyak
dengan severity level I “Ringan”
adalah Hipertensi dengan
dengan tingkat keparahan 1 (tanpa
persentase 22,2%
komplikasi dan komorbid)
d) Lenght Of Stay (LOS)
sejumlah 47,4%. Jumlah kasus
Tabel 1 Distribusi Frekuensi
Lama Dirawat dengan severity level “II” yang
Lama
Jumlah % berarti kasus rawat inap tersebut
dirawat
3 hari 18 23,1 “Sedang” dengan tingkat
4 hari 30 38,5
5 hari 19 24,4 keparahan 2 (dengan mild
6 hari 8 10,3
7 hari 3 3,8
komplikasi dan komorbid) 52,6%.
TOTAL 78 100,0 Tarif INA CBG‟s pada kelas
Sumber : RM1
II berkisar 5.809.800 -
6.475.500.Jumlah kasus dengan
Berdasarkan tabel 4.7,
severity level I “Ringan” dengan
lama dirawat untuk pasien kasus
tingkat keparahan 1 (tanpa
sectio caesarea paling banyak
komplikasi dan komorbid)
memiliki lama dirawat 4 hari
sejumlah 75%. Jumlah kasus
dengan persentase sebesar 38,5 %.
dengan severity level “II” yang
e) Tarif INA CBG’s Pasien Kasus
berarti kasus rawat inap tersebut
Sectio Caesarean
“Sedang” dengan tingkat
keparahan 2 (dengan mild
komplikasi dan komorbid) 25%.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 145
Tarif INA CBG‟s pada kelas atau =35 tahun sebanyak
I berkisar antara 6.778.000 - 43,6%dan usia resiko tinggi <20
7.346.000. Jumlah kasus dengan tahun atau >35 tahun sebanyak
severity level I “Ringan” dengan 56,4%. Pada usia >35 tahun
tingkat keparahan 1 (tanpa organ-organ kandungan sudah
komplikasi dan komorbid) menuju menopause, sehingga
sejumlah 65,4%. Jumlah kasus dalam pertimbangan medis akan
dengan severity level “II” yang berbahaya jika dilakukan
berarti kasus rawat inap tersebut persalinan spontan. Bila usia Ibu
“Sedang” dengan tingkat saat melahirkan <20 tahun, maka
keparahan 2 (dengan mild kecenderungan dilakukan
komplikasi dan komorbid) 34,6%. persalinan secara SC dapat
Tarif INA CBG‟s pada kelas VIP dipertimbangkan karena organ-
berkisar antara 6.778.000- organ kandungan saat usia <20
7.346.000. tahun belum matang(18)
Tarif INA CBG pada kelas Berdasarkan penelitian data
VIP sama dengan tarif INA CBG usia kehamilan ibu saat dilakukan
kelas I dikarenakan pasien yang tindakan sectio caesarea adalah
naik kelas berasal dari kelas I. rata-rata usia kehamilan 38
Jumlah kasus dengan severity minggu. Usia kehamilan termuda
level I “Ringan” dengan tingkat adalah 34 minggu dan usia
keparahan 1 (tanpa komplikasi kehamilan tertua adalah 41
dan komorbid) sejumlah 69,2%. minggu. Tindakan sectio
Jumlah kasus Jumlah kasus caesarean yang dilakukan
severity level II “Sedang” dengan sebelum usia kehamilan 37
tingkat keparahan 2 (dengan mild minggu dapat dikatakan prematur
komplikasi dan komorbid) 30,8%. dan dikhawatirkan akan memiliki
B. PEMBAHASAN masalah kesehatan dan
a) Karakteristik Ibu dengan Kasus perkembangan akibat belum
SC matangnya beberapa organ tubuh
Karakteristik usia responden bayi. Taksiran persalinan atau
sectio caesarea berdasarkan hasil yang banyak dikenal sebagai
penelitian yang telah dilakukan Estimated Due Date (EDD)
dapat dilihat bahwa responden dihitung sebagai 40 minggu atau
yang menjalani SC di RSUD 280 hari dari hari pertama haid
Bendan Kota Pekalongan dengan terakhir (HPHT). Diperkirakan
jumlah usia produktif >20 tahun hanya 4% wanita hamil yang akan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 146
melahirkan pada tanggal taksiran adalah penyakit yang
persalinan mereka. Normalnya menyertai diagnosa utama atau
durasi kehamilan adalah 37-42 kondisi pasien saat
minggu, yang disebut sebagai membutuhkan pelayanan/
kehamilan cukup waktu (a asuhan khusus setelah masuk
(23)
term) dan selama dirawat(15).
b) Diagnosa Penyakit Tabel 3 Distribusi Frekuensi
Tabulasi Silang Keberadan
1. Diagnosa Primer
Diagnosa Sekunder dengan
Di RSUD Bendan Kota Severity Level
Tanpa Diagnosa Ada Dignosa
Pekalongan Riwayat Sectio Jumlah % Jumlah %
Caesarea sebelumnya menjadi Severity I 51 100 0 0
Level II 0 0 27 100
diagnosa utama yang Total 51 100 27 100
terbanyak sebesar Adanya
riwayat persalinan dengan SC Berdasarkan table diatas,

membuka peluang lebih besar 100% pasien yang memiliki

terjadinya risiko ruptur uteri kasus dengan severity level II

dibandingkan dengan merupakan pasien yang

persalinan normal. Hal ini memiliki diagnosa sekunder.

terjadi karena luka torehan Menurut Studi Eksplorasi di

(insisi) rahim saat SC akan Kota Chongqing, Cina

meninggalkan jaringan parut. mengenai Penentuan Biaya

Bila jaringan parut tersebut dan Seksi Cesarea, adanya

teregang dan robek, ini sama proses penyembuhan luka SC

saja dengan robeknya rahim yang lama dan diagnosa

(rupture uteri). Komplikasi sekunder pasien akan

inilah menjadi salah satu mempengaruhi lama dirawat

faktor yang amat penting dan juga biaya perawatan


(4)
dipertimbangkan sebelum pasien tersebut .

memutuskan untuk persalinan c) Lenght Of Stay (LOS)


secara pervaginaan(22) Lama rawat pasien kasus

2. Diagnosa Sekunder sectio caesarea paling banyak

Diagnosa yang muncul memiliki lama dirawat sebesar 4

atau sudah ada sebelum atau hari (38,5%).Pada kasus sectio

selama dirawat. Diagnosa caesarea pasien BPJS Kesehatan

sekunder dapat merupakan di RSUD Bendan Kota

komorbiditas, ataupun Pekalongan lama dirawat tidak

komplikasi. Komorbiditas mempengaruhi besaran biaya yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 147
akan dikeluarkan oleh pasien. dengan severity level II “Sedang”
Meskipun demikian, apabila (dengan mild komplikasi dan
terdapat pasien yang memiliki komorbid) 34,6%.
lama dirawat melebihi standar Tarif INA CBG‟s pada kelas
Depkes 6-9 hari rumah sakit wajib VIP berkisar antara 6.778.000-
melakukan evaluasi apakah terjadi 7.346.000. Tarif INA CBG pada
overcost atau tidak. kelas VIP sama dengan tarif INA
d) Tarif INA CBG’s Kasus SC CBG kelas I dikarenakan pasien
Berdasarkan penelitian di yang naik kelas berasal dari kelas
RSUD Bendan Kota Pekalongan I. Jumlah kasus dengan severity
tarif INA CBG‟s untuk kasus level I “Ringan” (tanpa
sectio caesarea bervariasi. Tarif komplikasi dan komorbid)
INA CBG‟s pada kelas III berkisar sejumlah 69,2%. Jumlah kasus
antara 4.481.500 sampai dengan severity level II “Sedang (dengan
5.247.800. Jumlah kasus dengan mild komplikasi dan komorbid)
severity level I “Ringan” (tanpa 30,8%.
komplikasi dan komorbid) Pada Penelitian ini dapat
sejumlah 47,4%. Jumlah kasus diketahui bahwa 100% pasien
severity level II “Sedang” (dengan yang memiliki kasus dengan
mild komplikasi dan komorbid) severity level II merupakan pasien
52,6%. yang memiliki diagnosa sekunder.
Tarif INA CBG‟s pada kelas Sehingga pasien tersebut memiliki
II berkisar antara 5.809.800- nilai klaim INA CBG‟s > lebih
6.4755.00. Jumlah kasus dengan tinggi daripada kasus dengan
severity level I “Ringan” dengan severity level I yang dalam kasus
tingkat keparahan 1 (tanpa ini semuanya tidak memiliki
komplikasi dan komorbid) diagnosa sekunder.
sejumlah 75%. Jumlah kasus Berdasarkan peraturan BPJS
severity level II “Sedang” (dengan yang berlaku, perbedaan yang
mild komplikasi dan komorbid) terjadi pada hasil klaim INA-
25%. CBG‟s dipengaruhi oleh usia
Tarif INA CBG‟s pada kelas pasien, kelas perawatan pasien,
I berkisar antara 6.778.000- diagnosa primer, diagnosa
7.346.000. Jumlah kasus dengan sekunder, jenis tindakan, serta
severity level I “Ringan” (tanpa tingkat keparahan (severity level)
komplikasi dan komorbid) yang kemudian tarif INA-CBG‟s
sejumlah 65,4%. Jumlah kasus tersebut akan dihitung berdasarkan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 148
akumulasi atau penggabungan f. Tarif INA CBG‟s pada kelas III pasien
kode diagnosis dan kode kasus sectio caesarea di RSUD
prosedur/tindakan ke dalam Bendan Kota Pekalongan tahun 2017
sebuah kode CBG yang standar berkisar antara 4.481.500 sampai
tarifnya sudah ditetapkan oleh dengan 5.247.800. Jumlah kasus
(24)
Pemerintah Pusat . terbanyak adalah dengan severity level
I “Ringan” dengan tingkat keparahan
4. KESIMPULAN 1 (tanpa komplikasi dan komorbid)
a. Pasien kasus sectio caesarean di sejumlah 47,4%.
RSUD Bendan Kota Pekalongan tahun g. Tarif INA CBG‟s pada kelas II pasien
2017 berdasarkan karakteristik umur kasus sectio caesarea di RSUD
ibu dengan rata-rata umur adalah 34 Bendan Kota Pekalongan tahun 2017
tahun. Dengan jumlah usia produktif berkisar antara 5.809.800 sampai
>20=35 tahun sebanyak 43,58 %. dan dengan 6.475.500. Jumlah kasus
usia resiko tinggi <20>35 tahun terbanyak adalah dengan severity level
sebanyak 56,42 %. I “Ringan” dengan tingkat keparahan
b. Usia kehamilan ibu saat dilakukan 1 (tanpa komplikasi dan komorbid)
tindakan sectio caesarea RSUD sejumlah 75%.
Bendan Kota Pekalongan tahun 2017 h. Tarif INA CBG‟s pada kelas I pasien
adalah rata-rata usia kehamilan 38 kasus sectio caesarea di RSUD
minggu. Bendan Kota Pekalongan tahun 2017
c. Diagnosa Primer pasien kasus sectio berkisar antara 6.778.000 sampai
caesarean di RSUD Bendan Kota dengan 7.346.000. Jumlah kasus
Pekalongan tahun 2017 paling banyak terbanyak adalah dengan severity level
adalah diagnosa riwayat Sectio I “Ringan” dengan tingkat keparahan
Caesarea sebelumnya sebanyak 1 (tanpa komplikasi dan komorbid)
16,7%. sejumlah 65,4%.
d. Diagnosa sekunder hanya terdapat i. Tarif INA CBG‟s pada kelas VIP
pada 27 kasus Sectio Caesarean di pasien kasus sectio caesarea di RSUD
RSUD Bendan Kota Pekalongan tahun Bendan Kota Pekalongan tahun 2017
2017. Diagnosa sekunder terbanyak berkisar antara 6.778.000 sampai
adalah Hipertensi dengan persentase dengan 7.346.000. Tarif INA CBG
22,22 %. pada kelas VIP sama dengan tarif INA
e. Rata-rata lama rawat pasien kasus CBG kelas I dikarenakan pasien yang
sectio caesareadi RSUD Bendan Kota naik kelas berasal dari kelas I. Jumlah
Pekalongan tahun 2017 adalah 4 hari kasus terbanyak adalah dengan
(38,5%). severity level I “Ringan” dengan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 149
tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi Biodegradable Scaffolds for Bone
dan komorbid) sejumlah 69,2%. Tissue Engineering. 2015.
j. Pada Penelitian ini dapat diketahui 5. Fallis A. Angka Kejadian, Indikasi
bahwa 100% pasien yang memiliki Serta Komplikasi Tindakan Sectio
kasus dengan severity level II Caesarea Di Rumah Sakit Immanuel
merupakan pasien yang memiliki Bandung Periode Januari 2011–
diagnosa sekunder. Sehingga pasien Desember 2011. J Chem Inf Model.
tersebut memiliki nilai klaim INA 2013
CBG‟s > lebih tinggi daripada kasus 6. Siti Maisyaroh Fitri Siregar R, Jemadi.
dengan severity level I yang dalam Karakteristik ibu bersalin dengan
kasus ini semuanya tidak memiliki sectio caesarea di Rumah Sakit Umum
diagnosa sekunder. Daerah dr. Pirngadi Medan Tahun
2011-2012. J Gizi, Kesehatan
5. REFERENSI Reproduksi dan Epidemiol. 2013
1. Programme WHO and SM, UNICEF. 7. Yaeni M. Analisa Indikasi Dilakukan
Indicators to monitor maternal health Persalinan Sectio Caesarea Di
goals : report of a technical working RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro
group, Geneva, 8-12 November 1993 Klaten. skripsi Univ Muhammadiyah
2. Orsi ED, Chor D, Chongsuvivatwong Surakarta. 2013
V, Bachtiar H, Chowdhury ME, 8. Menteri Kesehatan . Peraturan Menteri
Fernando S, et al. Factors associated Kesehatan RI Nomor
with cesarean sections in a public 269/MENKES/PER/III/2008/ 2008
hospital in Rio de Janeiro, Brazil. Vol. 9. Fanyeka. Pengertian Statistik
36, Journal of Obstetrics and Rumah Sakit [visited 10 Januari
Gynaecology Research. Brazil; 2010. 2018].wordpress.com. 2012. Available
3. Suryati T. Persentase Operasi from: https://fanyeka.wordpress.com/
Caesaria Di Indonesia Melebihi 2012/05/12/pengertian-statistik-rumah
Standard Maksimal, Apakah Sesuai -sakit
Indikasi Medis? ( Percentage of Sectio 10. Adrian Achyar. Analisis Deskriptif
Caesaria in Indonesia is Passad the Dengan SPSS [10 Januari 2018].
Maximum Standard , is it in Teknikanalisa.com. 2014 [cited 2018
accordance to Medical Indication ). Feb 21]. Available from:
Bul Penelit Sist Kesehatan. 2014 http://teknikanalisisdata.com/anali sis-
4. Velasco M, Narvaez C, deskriptif-dengan-spss/
Garzon D. BioMed Research 11. Kemdikbud. Kamus Besar Bahasa
International. 2015, Design, Indonesia [12 Januari 2018]. Available
Materials, and Mechanobiology of from: https://www.kbbi.web.id

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 150
12. Klinikbayi.com. Komplikasi dan 16. Dr. Ivan Sini. Kehamilan Lewat
dampak sectio cesaria [14 Januari Waktu, Sampai Kapan Persalinan
2018]. Available from: Harus Ditunggu? [Internet]. [cited
https://klinikbayi.com/2016/03/13/ko 2018 May 27]. Available from:
mplikasi-dan-dampak-operasi-sectio- https://ivansini.com/kehamilan-lewat-
caesaria/ waktu-sampai-kapan-persalinan-harus-
13. Dr Olivia Martin. Metode Penelitian ditunggu-tips-dokter-ivan-sini/
dalam Ilmu Sosial (Indonesian inacbg.blogspot.
Edition). Jakarta: CreateSpace 17. Prosedur Klaim BPJS Persalinan dan
Independent Publishing Platform; Neonatal cited 10 Maret 2018]. 2018.
2017. 234 p. Available from: https://inacbg.
14. Abdul Bari Saiffudin. Buku Pedoman blogspot.co.id/2014/04/prosedur-
Praktis Pelayanan Kesehatan klaim-bpjs-persalinan-dan.html
Maternal Neonatal. Jakarta: PT. Bina 18. BPJS KESEHATAN. Kepesertaan
Pustaka SarwonoPrawirihardjo; 2011. BPJS Kesehatan [cited 11 Maret
15. Alodokter. kemungkinan lahir normal 2018]. 2014. Available from:
setelah sesar [cited 10 Maret 2018]. https://bpjs-
Available from: kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/
https://www.alodokter.com/komunitas detail/2014/11
/topic/riwayat-sc

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 151
SURVEI PEROKOK AKTIF DI DESA CANDIREJO
KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG

Sri Wahyuni1), Ita Puji Lestari1)


1
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ngudi Waluyo
email: yuni.w2w@gmail.com; tha.yuslita88@gmail.com

Abstract
Cigarettes is one cause of death from respiratory diseases, where substances contained in cigarettes
can disturb the function of normal lung. Prevalence of smoking among adults in 2010 amounted to
34.7%, increased in the age group 15-24 from 17.3% in 2007 to 18.6% in 2010. It’s undeniable that
smokers start from a young age in the present. This research aims to determine the description of
active smokers in adolescents. The research was quantitative descriptive using cross sectional
approach. The respondent was all adolescents as 100 people. Data analysis was done by using
univariate. The reseaech results using statistical descriptive showed that there was adolescents with
smoking status were 23.0% and 15.0% had smoked, respondents who had smoked and still smoked
mostly started smoking at school age, the cause of respondents smoking largely due to friend factor. It
should be given understanding and awareness of the danger and impact of smoking with the efforts of
health education and community empowerment, and adolescents who do not smoke should choose a
friend who does not smoke.

Keywords: Adolescent, Smoker, Cigareete, Survey

1. PENDAHULUAN atas)tahun 2010 sebesar 34,7% (Riskesdas,


Rokok adalah benda beracun yang 2010). Peningkatan jumlah perokok pada
memberi efek santai dan sugesti merasa kelompok umur 15-24 tahun (pelajar dan
lebih jantan. Di balik kegunaan atau mahasiswa) dari 17,3% di tahun 2007
manfaat rokok yang kecil itu terkandung menjadi 18,6% pada tahun 2010. Jumlah
bahaya yang sangat besar bagi orang yang perokok usia 15-19 tahun mencapai
merokok maupun orang di sekitar perokok 18,8%. Perokok dari mahasiswa sebesar
yang bukan perokok. Asap rokok 60,7% dan mahasiswi sebesar 3,8%
mengandung kurang lebih 4000 bahan (Soerojo,2007).
kimia yang 200 diantaranya beracun dan Kondisi demikian perlu mendapat
salah satunya mengandung arsenic yang perhatian semua pihak, dan sejauh ini
memiliki sifat mematikan, selain 43 jenis telah banyak cara dilakukan untuk
lainnya dapat menyebabkan kanker bagi mengendalikan pertambahan perokok
tubuh. Beberapa zat yang sangat aktif. Upaya pengendalian pertambahan
berbahaya yaitu : tar, nikotin, karbon perokok aktif diantaranya mengurangi
monoksida, dan sebagainya. jumlah perokok pemula melalui edukasi,
Indonesia menempati urutan ke-3 pembatasan iklan rokok, kawasan tanpa
jumlah perokok terbesar di dunia setelah asap rokok ditempat umum melalui perda
Cina dan India. Prevalensi merokok di maupun UU. Perokok pemula menjadi dan
kalangan orang dewasa (10 tahun ke

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 152
sasaran para produsen baik di kota Data yang didapatkan diolah untuk
maupun desa. mengetahui gambaran perilaku perokok
Prevalensi perokok 34,7 dan 2 dari 5 aktif pada remaja yang dilihat dari awal
perokok menghisap 11-20 batang rokok mulai merokok, pemicu merokok dan
setiap hari. Prevalensi merokok setiap hari lingkungan remaja yang merokok.
pada kelompok umur 15-24 tahun sebesar Gambaran perilaku dibuat dalam bentuk
18,6%, kelompok umur 25-34 tahun distribusi frekuensi, grafik dan diagram.
sebesar 31,1% dan kelompok umur 35-64
tahun mencapai 31,4%. Umur pertama kali 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
merokok 43,3%menyatakan pada usia 15- Responden yang didapatkan
19 tahun dan anak berumur 5-9 tahun sebanyak 100 remaja dari usia 12 -21
mulai merokok mencapai 1,7 % tahun dengan usia terbanyak yaitu 16
(Kemenkes, 2012). Tidak bisa dipungkiri tahun sebesar 21,0 %. Usia
bahwa perokok saat ini dimulai dari usia dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
muda. Oleh karena itu peneliti ingin usia kurang dari 17 tahun sebanyak 61,0%
mengetahui perokok aktif remaja di Desa dan usia lebih dari 17 tahun sebanyak
Candirejo Kecamatan Ungaran Barat 39%.
Kabupaten Semarang. Desa Candirejo
merupakan wilayah yang berada di sekitar Tabel 1. Distribusi Responden
Berdasarkan Umur Pada Remaja
Universitas Ngudi Waluyo dengan
di Desa Candirejo Ungaran Barat
program pendidikan kesehatan. Umur (thn) Frekuensi Prosentase
< 17 61 61,0
Penelitian ini bertujuan untuk >=17 39 39,0
mengetahui gambaran perokok aktif pada total 100 100,0

remaja di Desa Candirejo Kecamatan


Ungaran Barat Kabupaten Semarang .
Tabel 2. Distribusi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Remaja
2. METODE PENELITIAN di Desa Candirejo Ungaran Barat
Jenis
Desain penelitian yang digunakan Frekuensi Prosentase
Kelamin
adalah deskriptif kuantitatif. Populasi pada Laki-laki 58 58,0
Perempuan 42 42,0
penelitian ini adalah remaja di Desa Total 100 100,0
Candirejo Kecamatan Ungaran Barat
Jumlah responden laki-laki dan
Kabupaten Semarang sebanyak 752
perempuan hampir seimbang walaupun
orang.Teknik sampling yang digunakan
jumlah laki-laki lebih dari separuh yaitu
adalah random sampling. Besar sampel
58,0%.
dihitung menggunakan rumus Slovin
didaptkan hasil 88,27 dan dibulatkan
menjadi 100 responden.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 153
Tabel 3. Distribusi Responden Dari responden yang pernah
Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada
merokok dan masih merokok (38 remaja)
Remaja di Desa Candirejo Ungaran Barat
Tingkat
Frekuensi Prosentase
sebagian besar mulai merokok pada saat
Pendidikan
Tidak Sekolah 4 4,0 SD dan SMP yaitu 33 remaja (86,8%).
Tamat SD 28 28,0
Tamat SMP 53 53,0 Tabel 7. Distribusi Responden
Tamat SMA 15 15,0
Berdasarkan Anggota Keluarga yang
Total 100 100,0
merokok di Desa Candirejo
Ungaran Barat
Separuh lebih responden mempunyai Anggota Keluarga
Frekuensi Prosentase
yang merokok
tingkat pendidikan tamat SMP yaitu 53,0 ayah 49 49,0
%. Kemudian disusul tamat SD (28,0%) ayah, kakak 17 17,0
kakak, adik 9 9,0
dan tamat SMA (15,0%). tdk ada yg merokok 25 25,0
total 100 100,0
Tabel 4. Distribusi Responden
Berdasarkan Pekerjaan pada Remaja di
Desa Candirejo Ungaran Barat Sebagian besar keluarga responden
Pekerjaan Frekuensi Prosentase
Tidak Bekerja 17 17,0
terdapat anggota keluarga yang merokok
Pelajar 77 77,0 yaitu 75,0% sedangkan 25,0% responden
Bekerja 6 6,0
Total 100 100,0 tidak ada anggota keluarga yang merokok.
Anggota keluarga responden yang
Sebagian besar responden berstatus merokok didominasi oleh ayah responden
pelajar (masih sekolah) yaitu 77,0%. (66,0%) yang terdiri dari 49,0 % hanya
Tabel 5. Distribusi Responden ayah saja dan 17,0% ayah dan kakak.
Berdasarkan Status Merokok pada Remaja
di Desa Candirejo Ungaran Barat
Status Merokok Frekuensi Prosentase Tabel 8. Distribusi Responden
Masih merokok 23 23,0
Berdasarkan Tempat Anggota Keluarga
Pernah merokok merokok di Desa Candirejo
dan sekarang Ungaran Barat
berhenti 15 15,0 Tempat Anggota
Frekuensi Prosentase
Tidak pernah Keluarga merokok
merokok 62 62,0 luar rumah 20 26,7
Total 100 100,0 dalam rumah 25 33,3
dalam dan luar rmh 30 40,0
total 75 100,0
Responden remaja yang berstatus
masih merokok sebanyak 23,0% dan Tempat anggota keluarga responden
15,0% pernah merokok. merokok yaitu 40,0 % merokok di dalam
Tabel 6. Distribusi Responden dan di luar rumah. Jika dilihat dari tabel 8
Berdasarkan Waktu mulai merokok pada
Remaja di Desa Candirejo Ungaran Barat nampak 73,3% keluarga responden
Waktu mulai merokok di dalam rumah.
Frekuensi Prosentase
merokok
SD 11 28,9
SMP 22 57,9
SMA 5 13,2
total 38 100,0

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 154
Tabel 9. Distribusi Responden nongkrong, warung dan lain lain) kecuali
Berdasarkan Jumlah Batang Rokok dalam
di sekolah yaitu 69,6 %.
Sehari pada Remaja di Desa Candirejo
Ungaran Barat Tabel 12. Distribusi Responden
Jumlah Batang Berdasarkan Orang Tua Mengetahui
Rokok dalam Frekuensi Prosentase Merokok pada Remaja di Desa Candirejo
Sehari Ungaran Barat
1-4 18 78,3 Orang Tua
5-14 5 21,7 Mengetahui Frekuensi Prosentase
Total 23 100,0 Merokok
Ya 20 87,0
Tidak 3 13,0
Dari 23 responden yang masih Total 23 100,0

merokok sebagian besar dalam sehari


Sebagian besar responden yang
merokok sebanyak 1-4 batang rokok yaitu
merokok diketahui orang tua mereka yaitu
78,3%. Seluruh responden yang masih
87,0% dari 23 remaja yang masih
merokok menghisap jenis rokok filter.
merokok saat dilakukan penelitian.
Tabel 10. Distribusi Responden
Berdasarkan Faktor Penyebab Merokok Tabel 13. Distribusi Responden
pada Remaja di Desa Candirejo Berdasarkan Tindakan Orang Tua jika
Ungaran Barat Mengetahui Merokok pada Remaja
Faktor Penyebab di Desa Candirejo Ungaran Barat
Frekuensi Prosentase
Merokok Tindakan orang
Ikut teman/ diajak tua jika
Frekuensi Prosentase
teman 16 69,6 mengetahui
Penasaran 7 30,4 merokok
Total 23 100,0 Hanya menegur 16 69,6
Melarang keras 6 26,1
Membiarkan saja 1 4,3
Faktor penyebab merokok responden Total 23 100,0
sebagian besar karena faktor ikut teman
atau diajak teman yaitu 69,6%. Sebagian besar responden yang
Responden yang merokok karena rasa merokok yang diketahui orang tua mereka
penasaran sebanyak 7 orang (30,4%). akan ditegur sebesar 69,6% dan sebagian
Tabel 11. Distribusi Responden kecil yang akan dilarang keras oleh orang
Berdasarkan Tempat Merokok pada tua sebesar 26,1%. Terdapat 1 responden
Remaja di Desa Candirejo Ungaran Barat
Tempat yang merokok dan diketahui orang tuanya
Frekuensi Prosentase
merokok namun dibiarkan saja.
Di rumah 2 8,7
Tabel 14. Distribusi Responden
Di tempat
Berdasarkan Keinginan Berhenti
nongkrong 5 21,7
Merokok pada Remaja di Desa Candirejo
Di Sekolah 0 0,0 Ungaran Barat
Dimana Keinginan
saja 16 69,6 Frekuensi Prosentase
Berhenti Merokok
Total 23 100,0 Ya 14 60,9
Tidak 9 39,1
Total 23 100,0
Sebagian besar responden merokok
di tempat mana saja (di rumah, tempat

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 155
Dari 23 responden remaja yang remaja sangat membutuhkkan teman-
masih merokok 60,9% mempunyai teman dan ada kecenderungan narsistik
keinginan untuk berhenti merokok. yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan
Adapun sepertiganya (39,1%) belum cara lebih menyukai teman-teman yang
mempunyai keinginan berhenti merokok. mempunyai sifat yang sama dengan
PEMBAHASAN dirinya misalnya merokok. Adapun pada
Remaja yang mulai merokok remaja akhir (18-21 tahun) sudah
merupakan perilaku coba-coba awalnya mendekati masa kedewasaan, sifat
dan beberapa tahun kemudian akan egosentrisme sudah mulai berganti adanya
menjadi perilaku merokok yang permanen. keseimbangan antara kepentingan diri
Masa remaja merupakan masa transisi dari sendiri dengan orang lain.
masa anak-anak menuju masa dewasa dan Hal ini serupa yang disampaikan
dalam prosesnya terjadi perkembangan Satiti (2009) bahwa remaja usia 12-20
fisik, psikis, dan sosial serta bertambahnya tahun mulai bangkitnya nalar, akal dan
tuntutan masyarakat. Di samping itu, masa kesadaran diri sampai dengan puncak
remaja adalah masa rawan oleh pengaruh- perkembangan emosi. Tahap ini terjadi
pengaruh negatif, seperti merokok.Hal ini perubahan dari kecenderungan
sesuai tahapan perkembangan di masa mementingkan diri sendiri daripada
remaja terjadi proses perubahan biologis, kepentingan orang lain dan harga dirinya.
kognitif, dan sosioemosional (Sarwono Usia mulai merokok dapat
SW, 2005). disimpulkan masih dini yaitu dari usia SD
Sebagian besar responden pada dan SMP dan masih berstatus pelajar
penelitian ini berusia kurang dari 17 tahun (masih sekolah). Hal ini dimungkinkan
yaitu 61%. Dapat disimpulkan bahwa karena remaja belum matang secara
sebagian responden termasuk dalam psikologis sehingga mudah terpengaruh
klasifikasi remaja awal dan madya yang oleh pengaruh negatif dan adanya anggota
belum dapat menyeimbangkan antara keluarga yang merokok sebesar 75%
kepentingan sendiri dengan kepentingan seperti ayah, kakak, saudara dan dianggap
orang lain dan masih lebih bersifat merupakan hal yang biasa. Sementara
egosentrisme. Hal ini sesuai dengan teori hanya 25,0% responden tidak ada anggota
batasan usia dan tahapan perkembangan keluarga yang merokok. Anggota keluarga
remaja (Monks, 2001) yaitu pada remaja responden yang merokok didominasi oleh
awal (12-15 tahun) terjadi kepekaan yang ayah responden (66,0%) yang terdiri dari
berlebihan dan kurangnya pengendalian 49,0 % hanya ayah saja dan 17,0% ayah
ego sehingga sulit mengerti dan dan kakak. Padahal ayah atau kakak
dimengerti orang dewasa. Sementara pada menjadi contoh dalam keluarga sehingga
tahapan remaja madya (15-18 tahun) apabila orang tua atau kakaknya merokok

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 156
kecenderungan akan ditiru oleh anggota dan nikotin lebih rendah dibanding dengan
keluarga yang lain termasuk responden. rokok kretek dan rokok pada umumnya.
Secara teori dikemukakan bahwa orang Penelitian ini juga serupa dengan
tua yang merokok, teman sebaya yang penelitian Alamsyah (2009) bahwa
merokok dan iklan rokok akan sebagian besar remaja menghisap rokok
mempengaruhi seseorang untuk merokok putih (70,73%).
(Mu‟tadin,2002). Responden menyatakan mengetahui
Hal tersebut juga didukung pula bahaya merokok menyebabkan sesak
adanya budaya di masyarakat Desa napas, penyakit jantung, kanker,
Candirejo bahwa merokok merupakan hal kemandulan dan lain-lain namun masih
yang wajar di setiap kegiatan ditemukan remaja merokok
kemasyarakatan seperti “sinoman” atau aktif.Responden juga menyatakan bahwa
perkumpulan karang taruna. Kesadaran tidak ada manfaat merokok.Namun remaja
masyarakat Desa Candirejo terhadap tetap merokok dikarenakan sebagian besar
perilaku merokok masih rendah terlihat karena ikut-ikutan atau diajak teman
dari data tempat anggota keluarga mereka merokok dan di lingkungan
responden merokok sebagian besar keluarga yang merokok. Rasa penasaran
mereka (73,3%) merokok di dalam rumah. akan rasa dan kenikmatan merokok
Merokok di dalam rumah membahayakan mendorong remaja ikut-ikutan merokok
bagi anggota keluarga lain yang tidak saat diajak merokok temannya sebagai
merokok tetapi menjadi perokok pasif. bentuk kebersamaan. Remaja yang
Dari 23 responden yang masih merokok di Desa Candirejo seluruhnya
merokok sebagian besar dalam sehari laki-laki.
merokok sebanyak 1-4 batang rokok yaitu Sebagian besar responden merokok
78,3%. Jumlah batang rokok yang dihisap di tempat mana saja (di rumah, tempat
masih dalam kategori perokok ringan nongkrong, warung dan lain lain) kecuali
namun demikian nikotin dalam rokok di sekolah yaitu 69,6 %. Merokok di
dapat menyebabkan efek kecanduan rumah 8,7 % dan di tempat nongkrong
sehingga semakin lama merokok maka bersama teman-temannya sebanyak
akan meningkat jumlah batang rokok yang 21,7%. Tidak ditemukan responden yang
dihisap. merokok di sekolah mungkin karena
Seluruh responden yang masih terdapat adanya larangan merokok di
merokok menghisap jenis rokok filter. Hal lingkungan sekolah bagi siswa.
ini dikarenakan rokok filter memiliki nilai Sebagian besar responden yang
prestise yang tinggi di kalangan remaja merokok diketahui orang tua mereka yaitu
dan memiliki rasa yang bervariasi serta 87,0% dari 23 remaja yang masih
enak. Rokok filter memiliki kandungan tar merokok saat dilakukan penelitian.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 157
Sebagian besar responden yang merokok merokok responden karena faktor ikut
yang diketahui orang tua mereka akan teman atau diajak teman sebanyak 16
ditegur sebesar 69,6% dan sebagian kecil orang yaitu 69,6% dan karena rasa
yang akan dilarang keras oleh orang tua penasaran sebanyak 7 orang (30,4%).
sebesar 26,1%. Terdapat 1 responden yang Sebagian besar responden merokok di
merokok dan diketahui orang tuanya tempat mana saja (di rumah, tempat
namun dibiarkan saja. Hal ini yang akan nongkrong, warung dan lain lain) kecuali
memicu remaja selalu merokok karena di sekolah yaitu 69,6 %, merokok di
dari lingkungan keluarga hanya rumah sebesar 8,7 % dan merokok di
mendapatkan teguran saja dari orang tempat nongkrong bersama teman-
tuanya. Orang tua tidak bisa berbuat temannya sebanyak 21,7%.Sebagian besar
banyak karena juga mempunyai perilaku responden yang merokok diketahui orang
merokok. Namun demikian sebenarnya tua mereka yaitu 87,0% dari 23 remaja
para remaja mempunyai keinginan untuk yang masih merokok.Sebagian besar
berhenti merokok (60,9%). Hal ini yang responden yang merokok yang diketahui
perlu didukung oleh semua pihak supaya orang tua mereka dan ditegur sebesar
terjadi perubahan perilaku tidak merokok. 69,6% dan sebagian kecil yang akan
dilarang keras oleh orang tua sebesar
4. KESIMPULAN 26,1%. Terdapat 1 responden yang
Responden termasuk remaja awal merokok dan diketahui orang tuanya
dan madya yaitu berusia kurang dari 17 namun dibiarkan saja. Responden
tahun sebesar 61%. Responden yang mempunyai keinginan untuk berhenti
berstatus pelajar (masih sekolah) sebanyak merokok sebesar 60,9% dan 39,1%
77 orang (77%).Responden remaja yang responden belum berkeinginan berhenti
berstatus masih merokok sebanyak 23 merokok.
orang (23,0%) dan 15 orang (15,0%)
pernah merokok. Responden memulai 5. REFERENSI
merokok pada saat SD dan SMP yaitu 33 1. Alamsyah, RM. 2009. Faktor-
remaja (86,8%).Responden memiliki FaktorYang MempengaruhiKebiasaan
anggota keluarga yang merokok sebesar Merokok danHubungannya dengan
75%. Anggota keluarga responden yang StatusKesehatan PeriodontalRemaja
merokok didominasi oleh ayah responden Di Kota Medan.Tesis.Universitas
(66,0%). Sebagian besar anggota keluarga Sumatra utara.
responden merokok di dalam rumah yaitu 2. Barus, Henni. 2012. Hubungan
73,3%.Responden termasuk perokok Pengetahuan Perokok Aktif tentang
ringan (menghisap rokok 1-4 batang per Rokok dengan Motivasi Berhenti
hari) yaitu 78,3%. Faktor penyebab Merokok pada Mahasiswa FKM dan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 158
FISIP Universitas Indonesia . Skripsi. Perilaku Merokok Pada Remaja.
Fakultas Ilmu Keperawatan. UI. Jurnal Psikologi, No. 1: 37-
3. Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi 47.https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/
Penyakit Tidak Menular. Jakarta.: view/7008/5460
Rineka Cipta. 9. Monks, F.J. dkk. 2001. Psikologi
4. Depkes RI. 2007. Laporan Nasional Perkembangan: Pengantar dalam
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Berbagai Bagiannya. Yogyakarta:
2007. Badan Penelitian dan UGM Press.
Pengembangan Kesehatan.Jakarta : 10. Mu‟tadin, Z. 2002. Remaja dan
Depkes RI. Rokok.
5. Depkes RI. 2013. Laporan Nasional http://herbalstoprokok.wordpress.com/
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2009/02/04/remaja-dan-rokok
2013. Badan Penelitian dan 11. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Pengembangan Kesehatan.Jakarta : Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka
Depkes RI. Cipta
6. Juliansyah, Fajar. 2010. Perilaku 12. Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku
Merokok pada Remaja. Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta
http://fajarjuliansyah.wordpress.com/p 13. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi
erilaku-merokok-pada-remaja Kesehatan dan Ilmu Perilaku,
7. Kemenkes RI. 2012. Buletin Jendela Jakarta: Rineka Cipta
Data dan Informasi Kesehatan 14. Satiti, 2009. Strategi Rahasia Berhenti
Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Merokok. Yogyakarta.Data Media.
Bakti Husada.
8. Komasari, D & Helmi, A.F
(2000).Faktor-faktor Penyebab

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 159
PERAN SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA DAN PARITAS
DALAM SUPLEMENTASI TABLET BESI PADA IBU HAMIL

Vilda Ana Veria Setyawati1), Cholif Rosyana Devi1), Eti Rimawati1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
email : vilda.setyawati@dsn.dinus.ac.id; cholifrdevi@gmail.com; erijavas@gmail.com

Abstrak
Maternal Mortality Rate (MMR) problems are contained in the MDGs and continued to SDGs. Based
on data from the Indonesia Health Profile in 2016, there was an increase and a decrease of MMR.
Compliance with consumption of tablets added to blood causes anemia, where one of the causes of
AKI is anemia. This study aims to analyze the role of socio-economic and parity in the compliance of
pregnant women in consuming iron tablets. Research conducted using a crossectional approach. The
independent variables studied are age, education level, occupation, and parity. While the dependent
variable is the compliance with iron tablet consumption. The population that was also the sample in
this study was all pregnant women in the third trimester of pregnancy as many as 40 pregnant women
in the work area of the Ngemplak Simongan Health Center. The research instrument used is a
questionnaire compiled by researchers based on references from literature and research journals
from previous researchers. This analysis is used to find Chi Square test with the results of cross
tabulation.

Keywords: pregnant, Fe supplementation, socioeconomic status, paritas

1. PENDAHULUAN kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.


Angka Kematian Ibu (AKI) Setelah itu AKI terjadi penurunan jumlah
merupakan salah satu target dalam kasus kembali menjadi 305 kasus
pembangunan Millenium Development kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
Goals (MDGs) yang belum tercapai. [2].
Sehingga World Health Organization Penyebab AKI digolongkan menjadi
(WHO) menetapkan rencana baru yang 3, yaitu kematian obsetri langsung,
bertujuan untuk melanjutkan program kematian obsetri tidak langsung serta
tersebut dengan menetapkan Sustainable kematian yang terjadi secara bersamaan
Development Goals (SDGs). Penetapan tetapi tidak ada hubungan dengan
tersebut memiliki target yaitu mengurangi kehamilan dan persalinan. Pada penyebab
Angka Kematian Ibu sampai dengan 2030 yang kedua yaitu kematian obsetri tidak
[1]. langsung, merupakan kematian yang
Berdasarkan data Profil Kesehatan disebabkan oleh suatu penyakit maupun
Indonesia tahun 2016, penurunan AKI di komplikasi lain yang sudah ada salah
Indonesia terjadi sejak tahun 1991 yaitu satunya yaitu anemia [3].
sejumlah 390 kasus sampai dengan tahun Penelitian yang dilakukan pada ibu
2007 sejumlah 228. Namun, tahun 2012 hamil pada umur kehamilan trimester III
kasus AKI mengalami peningkatan yaitu yaitu 7-9 bulan supaya bisa dilakukan
dari 228 kasus menjadi 359 kasus recall atau memantau terhadap kepatuhan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 160
konsumsi tablet Besi selama awal Ngemplak Simongan. Instrumen penelitian
kehamilan sampai trimester II. Terjadinya yang digunakan yaitu kuesioner yang
anemia pada ibu hamil tersebut tak lepas disusun oleh peneliti berdasarkan acuan
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. dari literatur serta jurnal penelitian dari
Salah satu penyebab yang mempengaruhi peneliti sebelumnya. Analisis ini
terjadinya anemia pada ibu hamil yaitu menggunakan perangkat lunak SPSS
defisiensi zat besi. Pada ibu hamil terjadi dengan uji Chi Square dengan disertai
peningkatan kebutuhan zat besi yaitu 20% hasil tabulasi silang.
pada trimester I, 70 % pada trimester II
serta 70% pada trimester III. terjadinya 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
anemia tersebut juga dipengaruhi oleh Zat Besi merupakan mineral mikro
faktor perilaku. Menurut Notoamodjo, paling banyak yang terdapat di dalam
perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 tubuh manusia dan hewan. Besi
faktor, yaitu presdiposing factor mempunyai beberapa fungsi esensial di
(presdiposisi), enabling factor dalam tubuh : sebagai alat angkut oksigen
(pemungkin), serta reinforcing factor dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai
(penguat) [4]. alat ukur electron didalam sel dan sebagai
Penelitian ini bertujuan untuk bagian terpadu berbagai reaksi enzim
menganalisis peranan sosial ekonomi dan didalam jaringan tubuh. Defisiensi zat besi
paritas pada kepatuhan ibu hamil dalam sejak tiga puluh tahun terakhir diakui
mengkonsumsi tablet besi. berpengaruh terhadap produktifitas kerja,
penampilan kognitif dan sistem kekebalan
2. METODE tubuh manusia [5].
Jenis penelitian yang digunakan Pemerintah RI menghimbau semua
yaitu penelitian Explanatory Research ibu hamil untuk meminum minimal 90
dengan menggunakan pendekatan tablet tambah darah secara teratur selama
Crossectional. Metode yang digunakan kehamilan dan 42 tablet tambah darah
dalam penelitian ini adalah metode survey setelah melahirkan. Meminum tablet
kuantitatif. Variabel bebas yang diteliti tambah darah setiap hari meningkatkan
adalah umur, tingkat pendidikan, kemampuan tubuh untuk menyerap zat
pekerjaan, dan paritas. Sedangkan variabel besi, sehingga akan memberi manfaat
terikatnya yaitu kepatuhan konsumsi tablet positif untuk kehamilan [6].
tambah besi. Populasi yang sekaligus Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat
menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu besi di ukur dari ketepatan jumlah tablet
semua ibu hamil pada usia kehamilan yang dikonsumsi, ketepatan cara
trimester III yaitu sebanyak 40 ibu hamil mengkonsumsi tablet zat besi, frekuensi
yang berada di wilayah kerja Puskesmas konsumsi perhari. Suplementasi besi

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 161
merupakan salah satu upaya penting dalam
DEFIENSI
mencegah dan menanggulangi anemia, ZAT BESI Rendahnya asupan besi,
kehamilan, menstruasi,
khususnya anemia kekurangan besi. inBesiksi parasit,
AGB
Suplementasi besi merupakan cara efektif
karena kandungan besinya yang Anemia kurang zat besi
dilengkapi asam folat yang dapat ANEMIA
Anemia krn sebab lain
mencegah anemia karena kekurangan
asam folat [7]. Keteraturan merupakan Gambar 1. Etiologi Anemia [8]
kunci utama dalam menunjang
keberhasilan program, untuk mencegah Hasil penelitian menunjukkan status
anemia pada masa kehamilan. Kekurangan sosial ekonomi dilihat dari pendidikan dan
zat besi sejak sebelum kehamilan bila pekerjaan. Distribusi pendidikan, hanya
tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu sebagian kecil ibu hamil saja yang
hamil menderita anemia. Sehingga kondisi mengenyam bangku kuliah (gambar 1).
ini dapat meningkatkan risiko kematian Sedangkan dari status pekerjaan, proporsi
pada saat melahirkan, melahirkan bayi ibu rumah tangga dan karyawan hampir
dengan berat badan lahir rendah, janin dan sama yaitu 55 % dan 45 % (gambar 2).
ibu mudah terkena infeksi, keguguran, dan
meningkatkan risiko bayi lahir prematur.
Etiologi terjadinya anemia diawali
dari tahap pertama defisiensi zat besi, yang
dikenal sebagai penipisan zat besi, terjadi
ketika persediaan besi rendah dan serum
PENDIDIKAN STATUS PEKERJAAN
konsentrasi Feritin menurun. Tahap kedua,
eritropoiesis yang kekurangan zat besi, Gambar 2.
terjadi ketika cadangan besi habis dan Distribusi Frekuensi Sosial Ekonomi

tubuh tidak menyerap zat besi secara Analisis deskriptif menunjukkan ada

efisien. Erythropoiesis ditandai oleh ibu hamil yang usianya berisiko. Usia

anemia. Penurunan saturasi transferin dan kehamilan, ibu hamil yang dipilih adalah

peningkatan ekspresi reseptor transferitin yang sudah memasuki tri mester 3

dan eritrosit bebas konsentrasi dikarenakan untuk evaluasi kepatuhan

protoporphyrin (BESIP). Anemia konsumsi tablet besi dari trimester 2. Data

defisiensi besi (IDA) adalah tahap ketiga yang ditunjukkan cukup beragam untuk

dan paling berat dari defiensi besi [8]. status kehamilan yang sedang dijalani.

Untuk lebih jelasnya, digambarkan Mulai dari kehamilan ke 1, ke 2 bahkan

pada gambar 1 berikut ini. ada yang kehamilan ke 5. Sehingga


beberapa keluarga dikatakan bahwa tidak

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 162
menjalanai keluarga berencana. Hasil besi dianalisis menggunakan analisis
tabulasi silang ditunjukkan pada tabel 3. hubungan yang ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 1. Analisis deskriptif karakteristik ibu Tidak ada hubungan antara semua variabel
N Min Max Mean SD bebas dengan terikat. Akan tetapi jika
Usia 40 21 39 28.58 4.914
dilihat dari nilai p terkecil, kemungkinan
Usia Kehamilan 40 30 40 32.43 3.748
Paritas 40 1 5 2.12 .992 umur berperan dalam konsumsi suplemen
besi.
Peran sosial ekonomi keluarga
dengan kepatuhan konsumsi suplemen

Tabel 2. Nilai signifikan hubungan antara variabel bebas dan terikat


Variabel terikat Variabel bebas p value Analisis signifikasi
Kepatuhan konsumsi Umur 0,3 Tidak bermakna
suplemen besi Tingkat Pendidikan 0,87
Pekerjaan 0,6
Jumlah Anak 0,41

Tabel 3. Tabulasi silang antara variabel bebas dan terikat


Kepatuhan Konsumsi Suplemen Besi
Kurang Patuh Patuh Total
Paritas Primipara 9 (69,2%) 4 (30,8%) 13 (100%)
Multipara 15 (55,6%) 12 (44,4%) 27 (100%)
Umur Tidak berisiko (20-35 th) 3 (60%) 2 (40%) 5 (100%)
Berisiko (>35 tahun) 20 (57,1%) 15 (42,9%) 35 (100%)
Tingkat Pendidikan Wajib 19 (59,4%) 13 (40,6%) 32 (100%)
Tinggi 5 (62,5%) 3 (37,5) 8 (100%)
Status Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 14 (63,6%) 8 (36,4%) 22 (100%)
Karyawan 10 (55,6%) 8 (44,4%) 18 (100%)

Berdasarkan hasil analisis tabulasi Makanan ibu hamil setiap 100 kkalori
silang di atas, kategori pada ke empat akan menghasilkan sekitar 8–10 mg tablet
variabel bebas, sebagian besar tidak patuh Besi. Jika ibu hamil makan 3 kali dengan
untuk mengkonsumsi tablet besi. 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–
Kebutuhan tablet Besi pada wanita 25 mg tablet Besi setiap harinya. Selama
hamil yaitu mendekati angka 800 mg. kehamilan dengan perhitungan 288 hari,
Kebutuhan ini terdiri dari 300 mg ibu hamil akan menghasilkan tablet Besi
diperlukan untuk janin dan plasenta serta sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan
500 mg lagi digunakan untuk tablet Besi masih kekurangan untuk wanita
meningkatkan massa haemoglobin hamil [7].
maternal. Kurang lebih 200 mg akan Berdasarkan penelitian yang telah
dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. dilakukan, ibu hamil dengan umur berisiko

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 163
(>35 tahun) lebih banyak mengalami SMK/sederajat memiliki pola pikir yang
anemia dibandingkan dengan ibu hamil cukup baik dalam menjaga kehamilannya
dengan umur tidak berisiko atau 20-35 supaya sehat dan janin berkembang
tahun. hal tersebut dikarenakan pada usia dengan baik. Ibu hamil yang tidak bekerja
<20 tahun emosi cenderung labil dan memiliki tanggungan ekonomi atau beban
belum optimal, belum matangnya mental keluarga yang lebih berat dan hal ini
sehingga mudah mengalami keguncangan berpengaruh pada rendahnya aksesbilitas
sehingga berakitat kurangnya perhatian untuk mendapatkan fasilitas kesehatan
terhadap ibu hamil tersebut dalam dalam mencegah kejadian anemia [12].
pemenuhan zat-zat gizi. Sedangkan pada Hasil-hasil penelitian di atas
usia >35 tahun cenderung mengalami bertentangan dengan penelitian yang
kemunduran serta terjadi penurunan dilakukan. Beberapa hal yang mendasari
imunitas atau daya tahan tubuh dan kenapa tidak ada signifikansi antara
berbagai penyakit [9]. variabel bebas dengan kepatuhan
Hasil Riset kesehatan Dasar tahun konsumsi tablet besi adalah variabel-
2010 menunjukkan kelompok ibu hamil < variabel lain yang tidak diteliti dan jumlah
20 tahun termasuk kategori terlalu muda sampel yang terlalu sedikit.
dan 35 tahun keatas termasuk kategori
terlalu tua, mereka adalah kelompok ibu 4. KESIMPULAN
hamil yang sebenarnya membutuhkan Tidak ada hubungan antara sosial
tablet Besi. Penelitian ini sesuai dengan ekonomi dan paritas dengan kepatuhan
teori Depkes RI, faktor-faktor yang mengkonsumsi tablet tambah darah pada
mempengaruhi kontak ibu hamil dengan ibu hamil.
tenaga kesehatan salah satunya adalah
umur. Semakin cukup umur, tingkat 5. REFERENSI
kematangan seseorang akan lebih 1. K. Dwi, "Faktor yang mempengaruhi
dipercaya dari pada orang yang belum kematian ibu," Jurnal Wiyata, vol. 3,
cukup tinggi kedewasaannya, jika no. 1, 2016.
kematangan usia seseorang cukup tinggi 2. T. Penyusun, "Profil Kesehatan
maka pola berpikir seseorang akan lebih Indonesia 2016," Kementerian
dewasa. Ibu yang mempunyai usia Kesehatan RI, Jakarta, 2017.
produktif akan lebih berpikir secara 3. V. Elvira and S. , "Hubungan
rasional dan matang tentang pentingnya kepatuhan minum tablet Fes pada Ibu
melakukan pemeriksaan kehamilan [10]. Primigravida dengan Kejadian
Penelitian yang dilakukan oleh Anemia di Puskesmas Tegalrejo
Lindung Purbadewi bahwa ibu hamil Tahun 2016," UNISA, 2016.
dengan latar belakang pendidikan SMA,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 164
4. R. Rachmaniar and H. Nugraheni,
"Hubungan antara pengetahuan
tentang anemia dalam kehamilan di
Puskesmas Sukorame Kediri," Jurnal
UMM, vol. 9, no. 2, 2013.
5. S. Almatsier, Prinsip Dasar Ilmu Gizi,
Jakarta: Buku Kedokteran , 2009.
6. Aditianti, "Pendampingan Minum
Tablet Tambah Darah (TTD) dapat
meningkatkan kepatuhan konsumsi ttd
pada ibu hamil anemia," Jurnal
Penelititian Gizi dan Makanan, vol.
38, no. 1, 2015.
7. Rukiyah, Asuhan Kebidanan I
(Kehamilan), Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran : EGC, 2009.
8. Ramankrishnan, Functional
consequences of Nutritional anemia
during pregnancy and early, USA:
CRS press, 2001.
9. W. Astriana, "Hubungan paritas dan
umur ibu dengan kejadian anemia
pada ibu hamil," Jurnal Ilmu
Kesehatan, vol. 2, no. 128, 2017.
10. M. Fitriana, "Faktor-faktor yang
mempengaruhi anemia pada ibu hamil
di Puskesmas Padediwatu Kabupaten
Sumba Barat," Jurnal Fakultas Ilmu
Kedokteran, vol. 3, no. 3, 2017.
11. L. Purbadewi, "Hubungan tingkat
pengetahuan tentang anemia dengan
kejadian anemia pada ibu hamil,"
Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang, vol. 2, no.
1, 2013.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 165
ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR GALI DI SEKITAR PEGUNUNGAN KAPUR
KECAMATAN KARANGRAYUNG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

Eko Hartini1), Rezky Lavi1), Nisrina Ayu Sasia1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro
email: eko.hartini@dsn.dinus.ac.id

Abstract
The community in Dempel Village, Karangrayung Subdistrict, mostly uses dug well water to meet
household needs. Soil conditions that contain limestone cause the hardness of the ground water to be
relatively high. The purpose of this study is to analyze the quality of well water dug whether it meets
the requirements as clean water and drinking water. This research is a descriptive analytical non-
experimental study, using a survey method. The sample was taken by purposive random sampling as
many as 36 wells. Water quality parameters examined include physical and chemical parameters.
Analysis of the quality of well water dug refers to the Republic of Indonesia Minister of Health
Regulation No. 492 of 2010 concerning drinking water quality requirements and No. 32 of 2017
concerning environmental health quality standards and water health requirements for sanitary
hygiene needs. In terms of physical parameters (TDS, temperature, taste and smell) the quality of well
water in Dempel Village meets the requirements as clean water and drinking water. Whereas in terms
of chemical parameters (pH, Fe and hardness) meet the requirements as clean water, but as drinking
water based on the parameters of Fe levels do not meet the requirements.

Keywords: water quality, dug wells, clean water, drinking water

1. PENDAHULUAN Kabupaten Grobogan merupakan


Kebutuhan akan air bersih dari tahun salah satu daerah kering di Propinsi Jawa
ke tahun semakin meningkat, seiring Tengah yang mengalami kekurangan air
dengan meningkatnya jumlah penduduk. pada saat musim kemarau. Upaya yang
Banyak cara dilakukan agar akses dilakukan untuk mendapatkan air bersih
masyarakat terhadap air bersih meningkat, adalah dengan pendayagunaan air tanah.
antara lain dengan mendorong masyarakat Hasil analisis borlog memberikan
berperan aktif dalam pembangunan gambaran bahwa secara umum Kabupaten
perpipaan air bersih di daerah. Data Grobogan tersusun oleh empat satuan
cakupan air bersih Kabupaten Grobogan batuan, yaitu batuan napal, batuan
pada tahun 2015, dari 1.351.338 gamping, batuan pasir, dan endapan
penduduk, didapatkan 886.898 atau 65,6% aluvial.(2)
penduduk telah memiliki akses air bersih. Keberadaan air tanah pada suatu
Sebagian besar penduduk memilih sumur batuan dipengaruhi oleh sifat fisik batuan,
gali terlindungi yaitu sebanyak 463.570 kondisi tanah yang mengandung batuan
penduduk untuk mendapatkan air bersih. gamping menyebabkan tingkat kesadahan
Jika dilihat dari sumber air minum yang air tanahnya relatif tinggi. Air tanah di
ada, hal ini menunjukkan bahwa masih ada daerah batuan gamping mengandung ion-
penduduk yang belum memiliki sumber ion Ca2+ dan Mg2+ dalam jumlah yang
air minum yang terlindungi.(1) cukup besar. Hasil penelitian Cholil, et all

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 166
menunjukkan kesadahan di Kecamatan karena itu perlu dilakukan penelitian
Toroh Kabupaten Grobogan kurang baik tentang kualitas air sumur gali di Desa
untuk di konsumsi karena melebihi standar Dempel, mengingat letak Kecamatan
baku yang telah ditetapkan yaitu 554,1 Karangrayung dan Toroh berada di
mg/L.(3) sepanjang Pegunungan Kendeng Selatan
Air dengan kesadahan tinggi jika Kabupaten Grobogan, sehingga
dikonsumsi dalam jangka waktu yang mempunyai jenis batuan yang sama.
lama akan dapat mengganggu kesehatan Tujuan penelitian ini adalah menganalisis
ginjal, akibat terakumulasinya endapan apakah kualitas air sumur gali apakah
CaCO3 dan MgCO3. Beberapa hasil sudah memenuhi persyaratan sebagai air
penelitian menunjukkan ada hubungan bersih dan air minum.
bermakna antara kualitas kesadahan total
air bersih dengan kejadian penyakit batu 2. METODE PENELITIAN
ginjal dan saluran kemih. Responden yang Penelitian ini merupakan penelitian
air sumurnya tidak memenuhi syarat non eksperimental deskriptif analitik,
mempunyai faktor risiko 22,969 kali menggunakan metode survei (observasi
terkena batu ginjal dibandingkan dengan dan analisis hasil laboratorium).
responden yang mempunyai kadar air Populasi dalam penelitian ini adalah
sumur yang memenuhi syarat.(4) air tanah pada sumur gali di Desa Dempel
Demikian juga dengan hasil penelitian Kecamatan Karangrayung Kabupaten
Supriyadi, bahwa responden yang kadar Grobogan yang berjumlah 205 sumur.
kesadahan air bersihnya tidak memenuhi Besar sampel ditentukan dengan
syarat mempunyai risiko terkena penyakit menggunakan rumus Slovin dengan batas
batu ginjal dan saluran kemih sebesar toleransi kesalahan 15%, sehingga
5,916 kali lebih besar dari pada responden diperoleh sebanyak 36 sampel yang
yang kadar kesadahan air bersihnya tersebar di sekitar pegunungan kapur.
memenuhi syarat.(5) Sampel diambil secara purposive random
Sebagian besar masyarakat di Desa sampling, artinya sampel diambil secara
Dempel Kecamatan Karangrayung acak dengan pertimbangan tertentu yaitu
menggunakan air sumur gali untuk dari sumur di sekitar pemukiman
memenuhi kebutuhan rumah tangga. penduduk yang masih aktif digunakan
Berdasarkan survei pada Maret 2017 untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
terhadap 10 orang warga di desa tersebut Adapun jarak dari pegununan kapur
diperoleh informasi bahwa panci yang terdekat adalah 56 m dan terjauh 479 m.
digunakan untuk memasak mengandung
kerak, bagian bak mandi dan ember juga
timbul kerak yang menumpuk. Oleh

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 167
Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

Parameter kualitas air yang diukur CaCO3 dengan metoda SNI 06.6989.12-
meliputi parameter fisik (suhu, rasa, bau, 2004.
dan Total Disolved Solid (TDS)) serta Analisis kualitas air sumur gali
parameter kimia (pH, Fe dan Kesadahan mengacu pada Peraturan Menteri
CaCO3). Analisis laboratorium dilakukan Kesehatan RI No 492 Tahun 2010 tentang
di Balai Laboratorium Kesehatan Dan persyaratan kualitas air minum serta No 32
Pengujian Alat Kesehatan Dinas Tahun 2017 tentang standar baku mutu
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. kesehatan lingkungan dan persyaratan
Pengambilan sampel air sumur dilakukan kesehatan air untuk keperluan higiene
pada tanggal 26 November 2017. sanitasi, kolam renang, solus per aqua, dan
Pemeriksaan bau dan rasa dilakukan pemandian umum.
secara organoleptik, pengukuran suhu
dilakukan dengan menggunakan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
o
termometer dalam C, TDS dengan Masyarakat di Desa Dempel
potensiometer. Pemeriksaan pH dengan menggunakan air sumur sebagai sumber
indikator universal, Fe dengan air bersih dan sebagian masih ada pula
spektrofotometer UV-Vis, kesadahan yang menggunakan sebagai sumber air
untuk memasak dan air minum, oleh

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 168
karena itu perlu dilakukan pengujian parameter fisika dan kimia adalah sebagai
kualitas air, baik secara fisik dan kimia. berikut:
Kualitas air sumur gali berdasarkan

Tabel 1. Hasi Pengujian Kualitas Air Sumur Gali di Desa Dempel


Kecamatan Karangarayung Kabupaten Grobogan Tahun 2017
Standar Baku Mutu Hasil Pengukuran
Parameter Satuan
(Kadar Maksimum) Maksimum Minimum Rata-Rata
Fisika
1. TDS mg/lt 5001); 10002) 511 54 180,89
Suhu udara  31,2)
o
2. Suhu C 26 25 25,97
3. Rasa tidak berasa1,2) tidak berasa
4. Bau tidak berbau1,2) tidak berbau
Kimia
1. pH 6,5 – 8,51,2) 8 6 7,28
2. Besi mg/lt 0,31); 12) 1,287 0,134 0,618
3. Kesadahan (CaCO3) mg/lt 5001,2) 94,08 485,60 200,68
Ket. 1)Permenkes 492 Tahun 2010
2)
Permenkes 32 Tahun 2017

Parameter fisika yang biasa SiO2).(6) Terdapat satu sampel air sumur
digunakan untuk menentukan kualitas air dengan kadar TDS 511 mg/liter
adalah TDS, suhu, rasa dan bau. (melampaui baku mutu menurut Permenkes
Berdasarkan Tabel 1. diketahui nilai 492 Tahun 2010) berarti tidak memenuhi
parameter fisika air sumur gali di Desa persyaratan sebagai air minum. Air sumur
Dempel telah memenuhi standar mutu gali dalam penelitian ini kemungkinan
menurut Permenkes 32 Tahun 2017 mengandung ion utama Ca (Kesadahan
tentang standar baku mutu kesehatan CaCO3) dan ion sekunder berupa zat besi
lingkungan dan persyaratan kesehatan air (Fe).
untuk keperluan higiene sanitasi. Air Keberadaan besi pada kerak bumi
untuk keperluan higiene sanitasi adalah menempati posisi keempat terbesar.
air dengan kualitas tertentu yang Berdasarkan Tabel 1, diketahui kadar besi
digunakan untuk keperluan sehari-hari rerata pada air sumur gali di Desa Dempel
yang kualitasnya berbeda dengan kualitas melebihi standar baku bagi air minum,
air minum. sebanyak 94,44% tidak memenuhi syarat
Padatan terlarut total (Total sebagai air bersih (Gambar 2). Air tanah
Dissolved Solid atau TDS) biasanya dalam biasanya memiliki CO2 dengan
disebabkan oleh bahan anorganik yang jumlah yang relatif banyak, hal ini
berupa ion-ion yang biasa ditemukan di dicirikan dengan rendahnya pH, dan
perairan. Ion-ion tersebut dapat berupa ion biasanya disertai dengan kadar oksigen
utama (Na, Ca, Mg, HCO3, SO2, Cl) dan terlarut yang rendah atau bahkan terbentuk
ion sekunder (Fe, Sr, K, CO3, NO3, F, B, suasana anaeraob. Pada kondisi ini,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 169
sejumlah ferri karbonat akan terlarut seperti yang ditunjukkan pada persamaa
sehingga terjadi peningkatan kadar besi di reaksi:(6)
perairan. 2NaCO2C17H33 (sabun/detergen) + kation
2+
 kation 2+ (CO2C17H33)2 (mengendap)
+ 2Na+ ........(2)
Busa tidak akan terbentuk sebelum
kation pembentuk kesadahan mengendap.
Pada kondisi ini air mengalami pelunakan
(softening) atau penurunan kesadahan
yang disebabkan oleh sabun. Endapan
yang terbentuk dapat mengakibatkan
pewarnaan pada bahan yang dicuci.
Gambar 2. Kategori Kadar Besi Air Sumur Residu endapan tertahan pada pori-pori
Gali sebagai Sumber Air Minum
di Desa Dempel Kecamatan Karangarayung pakaian sehingga pakaian terasa kasar.
Kabupaten Grobogan Tahun 2017 Demikian juga, kulit tangan menjadi kasar
setelah mencuci.
Pengujian kesadahan yang dilakukan
Berdasarkan hasil pengujian
merupakan kesadahan karbonat, dimana
diketahui kesadahan menurut Permenkes
kalsium bereaksi dengan ion CO32- dan
492 Tahun 2010 dan Permenkes 32 Tahun
HCO3- , dimana kesadahan ini sangat
2017 adalah 500 mg/liter, hal ini
sensitif terhadap panas dan mengendap
menunjukkan bahwa rata-rata kesadahan
dengan mudah pada suhu tinggi, seperti
pada semua air sumur masuk dalam
yang ditunjukkan pada persamaan
kategori masih layak untuk air minum.
reaksi:(6)
Sedangkan, klasifikasi menurut Peavy et
Ca(HCO3)2  CaCO3 (mengendap) + CO2
al, 1985, kesadahan air tanah di Desa
+ H2O .......................................(1)
Dempel termasuk dalam kategori sedang,
Kondisi inilah yang menyebabkan
sadah hingga sangat sadah.(6)
timbulnya kerak pada peralatan masak
(panci ataupun teko) yang digunakan oleh
masyarakat di Desa Dempel.
Selain mengeluhkan timbulnya
kerak, air sadah juga mengganggu daya
kerja sabun. Kesadahan berkaitan erat
dengan kemampuan air untuk membentuk
busa. Semakin besar kesadahan air,
semakin sulit bagi sabun untuk
Gambar 3. Kategori Kesadahan Air Sumur Gali di
membentuk busa karena terjadi presipitasi, Desa Dempel Kecamatan Karangarayung
Kabupaten Grobogan Tahun 2017

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 170
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prediction of Groundwater Storage
Cholil, et all di Kecamatan Toroh Based On Geoelectric Estimation in
Kabupaten Grobogan menemukan kadar Grobogan District, Central Java. J
kesadahan air tanah terendah 150,5 Sumber Daya Air. 2017;13(1):23–36.
mg/liter terletak di Desa Plosharjo dan 3. Cholil M, Anna AN, Setyaningsih N.
tertinggi 554,1 mg/liter terletak di Desa Analisis Kesadahan Air Tanah Di
Genengsari. Bentuk lahan Desa Genegsari Kecamatan Toroh Kabupaten
memiliki jenis tanah regosol yang berasal Grobogan Propinsi Jawa Tengah. In:
dari bahan induk kapur dan napal yang The 3rd University Research
cenderung banyak mengandung mineral colloquium [Internet]. 2016. p. 88–98.
kalsium karbonat. Material penyusun Available from:
batuan berupa batu gamping tuffan, batu https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstre
pasir tuffan dan napal di bagian atas, yang am/handle/11617/6704/10.
dalam hal ini material tersebut merupakan 4. Krisna DNP. Faktor Risiko Penyakit
material yang kaya akan kalsium.(3) Baju Ginjal. J Kemas. 2011;7(1):51–
62.
4. KESIMPULAN 5. Supriyadi W, Widowati SR. Tingkat
Kualitas air sumur di Desa Dempel Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal
Kecamatan Karangrayung Kabupaten Kronik Terapi Hemodialistis. J Kemas.
Grobogan berdasarkan hasil penelitian 2011;6(2):107–12.
dapat disimpulkan sebagai berikut: 6. Efendi Hefni. Telaah Kualitas Air.
2. Ditinjau dari parameter fisika (TDS, Yogyakarta: Kanisius; 2003.
suhu, rasa dan bau) memenuhi syarat
sebagai air bersih dan air minum.
3. Ditinjau dari parameter kimia (pH, Fe
dan kesadahan) memenuhi syarat
sebagai air bersih, tetapi sebagai air
minum berdasarkan parameter kadar
Fe belum memenuhi syarat.

5. REFERENSI
1. Dinkes Kabupaten Grobogan. Profil
Kesehatan Kabupaten Grobogan Tahun
2015. Dinas Kesehatan. 2016.
2. Yuwana NAJ, Pandjaitan NH,
Waspodo RSB. Geolistrik Di
Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 171
THE CORRELATION OF PERCEPTION, MOTIVATION, AND SUPERVISION
TO BEHAVIOR OF USING PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT (APD)
AT SPECIMEN HANDLING OFFICER AT PRIVATE CLINICAL LABORATORY X
SEMARANG CITY

Achmad Rozal Wicaksono1, Ratih Pramitasari1


1
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
email : rozal.intensive@gmail.com

Abstract
Health laboratory activities are at risk from physical, biological, chemical, ergonomic and
psychosocial factors. A preliminary study found that one of the specimen handling officers had been
contaminated by the HIV-positive serum control because they were not wearing PPE. This study
aimed to determine the relationship of perception, motivation and supervision with the behavior of the
use of PPE in the specimen handling officer. The type of this study was an analytical survey with
Cross-sectional approach. A sample of the study was a total population with 30 speciments handling
officers. The instrument of this study using a questionnaire. From the results of the study known as
43.3% respondents rarely use googles and 16.7% respondents rarely use a mask at the time of
handling specimens. As many as 60% of respondents showing that supervision is done by a special
supervisor (safety officer). There was a significant correlation between supervision (p 0.002) and the
behavior of PPE-usage on the specimen handling officer at Private Clinical Laboratory X Semarang
City. There was no correlation of perception (p = 0,115) and motivation (p = 0,055) with the
behavior of PPE- usage on specimen handling officer at Private Clinical Laboratory X Semarang
City. It is recommended to all officers to remain consistent in adherence to the use of PPE during the
handling of specimens.

Keywords: perception, motivation, supervision, use of PPE, laboratory

1. PENDAHULUAN peraturan perundang-undangan dan


Kegiatan laboratorium kesehatan standar yang berlaku (2).
mempunyai resiko baik yang berasal dari Penelitian yang dilakukan oleh
faktor fisik, biologi, kimia, ergonomik dan Harlan & Paskarini tentang faktor yang
psikososial dengan akibat dapat berhubungan dengan penggunaan APD
mengganggu kesehatan dan keselamatan pada petugas laboratorium PHC Surabaya,
petugas laboratorium serta lingkunganya diketahui bahwa sebagian besar (60%)
(1). Dalam Keputusan Menteri Tenaga petugas laboratorium mempunyai perilaku
Kerja dan Transmigrasi RI No. penggunaan APD yang kurang baik
68/MEN/IV/2004, menyebutkan bahwa sedangkan 40% responden lainnya
untuk upaya pencegahan dan mempunyai perilaku penggunaan APD
penanggulangan HIV/AIDS di tempat yang baik (3). Data Kecelakan kerja di
kerja, pengusaha wajib menerapkan Laboratorium Patologi Klinik RSUZA
prosedur Keselamatan dan kesehatan Banda Aceh pada tahun 2009 mencatat
Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan bahwa dari 23 petugas yang bekerja
penanggulanan HIV/AIDS sesuai dengan diketahui 16 orang pernah mengalami
kecelakan kerja, mayoritas mengalami

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 172
kejadian tersebut di bagian hematologi mengenai hubungan persepsi, motivasi dan
(12,5%), kimia klinik (25%), mikrobiologi pengawasan dengan perilaku penggunaan
klinik (6,25%), serologi (18,75%), APD pada petugas penanganan spesimen
urinalisa (25%) dan ruang sampel (12,5%) di Laboratorium Klinik Swasta X di Kota
(4). Semarang.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
dengan cara wawancara dan observasi di 2. METODE PENELITIAN
salah satu laboratorium klinik swasta X di Jenis penelitian ini adalah Survey
kota semarang, diketahui bahwa pada analitik dengan pendekatan Cross-
tahun 2013 pernah terjadi kecelakaan kerja sectional study. Penelitian ini dilakukan di
berupa paparan serum kontrol positif HIV salah satu laboratorium klinik swasta di
yang mengenai organ pengelihatan/mata kota semarang yang dilaksanakan pada
salah seorang petugas penanganan bulan Maret – Juli 2018.
spesimen pada saat melakukan Subyek penelitian ini adalah petugas
penanganan spesimen. Dari hasil observasi penanganan spesimen. Teknik
peneliti ada sekitar 10 (33,3%) orang pengambilan sampel menggunakan
petugas dari total 30 (66,7%) petugas yang metode Total populasi dimana jumlah
tidak menggunakan alat pelindung diri populasi diambil seluruhnya sebagai
lengkap dan sesuai pada saat melakukan sampel, sebanyak 30 responden. Instrumen
penanganan spesimen, seperti Jas penelitian ini yaitu kuesioner terstruktur
laboratorium, sarung tangan, goggle glass dan wawancara. Data dianalisis secara
(kacamata pelindung), sepatu tertutup atau deskriptif dan menggunakan uji Rank
masker. Spearman pada SPSS 16.0 for Windows.
Penelitian yang di lakukan oleh
Kasim (2017) terkait dengan perilaku 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
penggunaan APD, menyimpulkan bahwa Petugas penanganan spesimen di
terdapat hubungan yang bermakna antara Laboratorium Klinik Swasta X Kota
motivasi dan supervisi dengan kepatuhan Semarang berjumlah 30 orang.
perawat dalam penggunaan APD pada Karakteristik responden berdasarkan
penanganan pasien muskuloskeletal di umur diketahui bahwa umur rata-rata
IGD RSUP Prof.Dr. R. D. Kandou responden adalah 30 tahun dengan umur
Manado (5). Menurut Puspita, ada responden termuda adalah 21 tahun dan
hubungan persepsi tentang resiko usia tertua adalah 55 tahun.
kecelakaan kerja dan kepatuhan Karakteristik responden berdasarkan
penggunaan alat pelindung diri (APD) (6). jenis kelamin diketahui bahwa sebagian
Berdasarkan uraian di atas, maka besar responden berjenis kelamin
peneliti akan melakukan penelitian perempuan yaitu sebanyak 26 responden (

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 173
86,67% ), sedangkan responden yang Karakteristik responden berdasarkan
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 tingkat pendidikan diketahui bahwa
responden (13,33 %). mayoritas responden berpendidikan
Karakteristik responden berdasarkan Diploma 3 (DIII) yaitu sebanyak 26
masa kerja diketahui bahwa rata-rata masa responden (86.6%), petugas yang
kerja responden adalah 6 tahun, dengan berpendidikan SMAK (Sekolah Menengah
masa kerja terbaru responden yaitu 1 tahun Analis Kesehatan) yaitu sebanyak 3
(20%) dan masa kerja terlama responden responden (10%), dan petugas yang
yaitu 29 tahun (3.3%). berpendidikan Sarjana (S1) yaitu sebanyak
1 responden (3.3%).
Tabel.1 Hasil Uji Rank Spearman
Variabel Bebas Variabel terikat p-value Koef. Korelasi Keterangan
Perilaku Penggunaan Tidak ada
Persepsi 0.115 -0,294
APD hubungan
Perilaku Penggunaan Tidak ada
Motivasi 0.055 -0.354
APD hubungan
Perilaku Penggunaan Ada
Pengawasan 0.002 0.534
APD hubungan
Sumber : Data Primer

Berdasarkan uji statistik Rank Laboratorium Klinik Swasta X Kota


Spearman dengan tingkat kepercayaan Semarang karena nilai p value ≥ 0.05.
95% dan α = 0, diketahui bahwa ada Hubungan Persepsi dengan Perilaku
hubungan antara pengawasan ( p value = Penggunaan APD
0.002) dengan perilaku penggunaan alat Berdasarkan hasil uji Rank
pelindung diri (APD) pada petugas Spearman, didapatkan nilai p-value 0.115
penanganan spesimen di Laboratorium (>0.05) yang artinya bahwa tidak ada
Klinik Swasta X Kota Semarang karena hubungan yang bermakna antara variabel
nilai p value < 0.05, didapatkan nilai persepsi dengan perilaku penggunaan alat
koefisien korelasi 0,534 (arah korelasi pelindung diri (APD) pada petugas
positif) yang artinya bahwa semakin baik penanganan spesimen di Laboratorium
pengawasan yang dilakukan terhadap Klinik Swasta X Kota Semarang.
penggunaan APD, maka semakin baik Penelitian ini sejalan dengan
perilaku petugas penanganan spesimen penelitian yang dilakukan oleh sudarmo,
dalam menggunakan APD. Tidak ada menyatakan bahwa persepsi tidak
hubungan antara variabel persepsi (p value berpengaruh signifikan terhadap
= 0,115) dan motivasi (p value = 0.055) kepatuhan perawat bedah terhadap
dengan perilaku penggunaan APD pada kepatuhan perawat bedah dalam
petugas penanganan spesimen di menggunakan APD di IBS RSUD Ulin
Banjarmasin (7).

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 174
Berdasarkan data penelitian maka hasil penelitian, diketahui bahwa
diketahui bahwa persepsi yang baik belum pemberian insentif atau reward oleh
tentu didukung dengan perilaku yang baik, perusahaan ternyata belum bisa
hal ini dimungkinkan karena petugas yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk
tidak mengunakan APD pada saat menggunaan APD. Maka hal tersebut
penanganan spesimen, merasa aman sejalan dengan Green dan Kreuters (1991)
selama ini dari risiko cidera fisik maupun yang menyebutkan bahwa kita dapat
infeksi mikroorganisme. Hal ini sesuai menarik motif seseorang, tetapi tidak
dengan teori Geller yang menyebutkan dapat memotivasi mereka.
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh Hasil penelitian ini sejalan dengan
apa yang dirasakan daripada resiko yang penelitian Pertiwi yang menyebutkan
sebenarnya (8). Hal tersebut bisa juga bahwa petugas laboratorium mempunyai
berkaitan dengan masa kerja petugas, motivasi yang baik, akan tetapi pada
dimana petugas yang jarang menggunakan praktiknya masih saja petugas
APD lengkap beranggapan bahwa selama laboratorium tidak menggunakan APD
mereka bekerja tidak pernah terjadi lengkap dengan baik (10). McSween
gangguan kesehatan apapun. Menurut mengemukakan bahwa motivasi
Notoatmodjo, masa kerja merupakan salah merupakan salah satu faktor dari activator
satu faktor pada karakteristik tenaga kerja yang akan mempengaruhi kepatuhan
yang membentuk perilaku. Semakin lama menggunakan APD namun tidak
masa kerja tenaga kerja akan membuat menjamin suatu perilaku kepatuhan
tenaga kerja lebih mengenal kondisi menggunakan APD akan terbentuk (11).
lingkungan tempat kerja (9). Hasil penelitian ini tidak sejalan
Hubungan Motivasi dengan Perilaku dengan penelitian Gunawan yang
Penggunaan APD menyimpulkan bahwa ada hubungan
Berdasarkan hasil uji Rank antara motivasi dengan perilaku
Spearman, didapatkan nilai p-value 0.055 penggunaan alat pelindung diri pada
yang artinya bahwa tidak ada hubungan pekerja bagian produksi PT katingan Indah
antara variabel motivasi dengan perilaku Utama, Kabupaten Kotawaringin Timur,
penggunaan alat pelindung diri (APD) Provinsi Kalimantan Tengah (12).
pada petugas penanganan spesimen di Menurut peneliti, sebagian besar
Laboratorium Klinik Swasta X Kota responden termotivasi untuk mendapatkan
Semarang. rasa aman dengan menggunakan APD
Laboratorium Klinik X setiap dalam penanganan spesimen. Motivasi,
tahunnya memberikan penghargaan dalam bagaimanapun merupakan prekursor untuk
bentuk insentif bagi seluruh karyawan tindakan yang dapat diukur secara tidak
yang dianggap teladan dalam bekerja. Dari langsung melalui perilaku (13).

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 175
Hubungan Pengawasan dengan tingkat korelasi yang sedang, sedangkan
perilaku Penggunaan APD arah korelasi variabel tersebut adalah
Berdasarkan hasil uji Rank positif (+) yang artinya semakin baik
Spearman, didapatkan nilai p-value 0.002 pengawasan yang dilakukan kepada
yang artinya bahwa ada hubungan antara petugas penanganan spesimen terhadap
variabel pengawasan dengan perilaku pemakaian APD, maka semakin baik pula
penggunaan alat pelindung diri (APD) perilaku penggunaan APD petugas.
pada petugas penanganan spesimen di Penelitian ini sejalan dengan
Laboratorium Klinik Swasta X Kota penelitian Nasrulzaman (2018) yang
Semarang. menyatakan bahwa pekerja yang
Pengawasan terhadap penggunaan menyatakan pengawasan baik 63,2 %
APD di Laboratorium Klinik Swasta X diantaranya menggunakan APD sedangkan
Kota Semarang dilakukan setiap hari oleh responden yang menyatakan pengawasan
Safety officer. Pengawas Safety officer kurang 91,7% tidak menggunakan APD.
akan memberi teguran dan sanksi kepada
petugas penanganan spesimen apabila 4. KESIMPULAN
diketahui tidak menggunakan APD pada Tidak ada hubungan antara persepsi
saat melakukan penanganan spesimen. dengan perilaku penggunaan alat
Dengan adanya teguran dan sanksi oleh pelindung diri (APD) pada petugas
safety officer, hal ini menandakan bahwa penanganan sampel di laboratorium klinik
Laboratorium Klinik Swasta X telah swasta X kota Semarang.
menerapkan kebijakan pengawasan Tidak ada hubungan antara motivasi
dengan baik. Menurut Green dalam dengan perilaku penggunaan alat
Notoatmoadjo, kebijakan adalah salah satu pelindung diri (APD) pada petugas
faktor penguat untuk pendorong terjadinya penanganan sampel di laboratorium klinik
perilaku. swasta X kota Semarang.
Penelitian ini sejalan dengan Ada hubungan antara pengawasan
penelitian Kasim yang menyimpulkan dengan perilaku penggunaan alat
terdapat hubungan yang bermakna antara pelindung diri (APD) pada petugas
motivasi & supervisi dengan kepatuhan penanganan sampel di laboratorium klinik
perawat dalam penggunaan APD pada swasta X kota Semarang.
penanganan pasien ganguan Saran
muskuloskeletal di IGD RSUP Prof. Perusahaan lebih memperketat

Dr.R.D. Kandou Manado (5). pengawasan terhadap penggunaan alat

Dari hasil uji statistik, didapatkan pelindung diri (APD) pada petugas

nilai koefisien korelasi sebesar 0,534, penanganan spesimen.

angka tersebut termasuk dalam kategori

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 176
5. REFERENSI index.php/jkp/article/viewFile/14898
1. Depkes. Pedoman Kesehatan dan /14462
Keselamatan Kerja Laboratorium 6. Puspita L, Jus‟at I, Marojahan R.
Kesehatan. Jakarta: Depkes RI; Hubungan Persepsi Tentang Resiko
2003. Kecelakaan Kerja Dan Kepatuhan
2. RI MTKDT. Pencegahan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Penanggulangan HIV/AIDS Di Pekerja Proyek North Land Ancol
tempat Kerja. 68/MEN/IV/2004 Residence PT Jaya Konstruksi
Indonesia; 2004. Manggala Pratama Tbk. Forum Ilm
3. Harlan, Paskarini. Faktor yang [Internet]. 2015;12(2). Available
Berhubungan Dengan Perilaku from: http://ejurnal.esaunggul.ac.id/
Penggunaan APD Pada Petugas index.php/Formil/article/download/1
Laboratorium Rumah Sakit PHC 383/1260
Surabaya. Indones J Occup Saf , 7. Sudarmo, Helmi sairin N, Marlinae
Heal Environ [Internet]. L. Faktor Yang Mempengaruhi
2014;1(1):107–19. Available from: Perilaku Terhadap Kepatuhan
http://journal.unair.ac.id/download- Penggunaan Alat Pelindung Diri
fullpapers-kklke3e64286302full.pdf (APD) Untuk Pencegahan Penyakit
4. Salawati L. Hubungan Perilaku, Akibat Kerja. J Berk Kesehat.
Manajemen Keselamatan Dan 2016;1.
Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya 8. Geller ES. The Phsycology Of Safety
Kecelakaan Kerja Di Labratorium Handbook. New York: Lewis
Patologi Klinik Rumah Sakit Umum Publisher. Boca Raton London.;
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 2001.
Tahun 2009 [Internet]. Universitas 9. Notoatmodjo S. Pendidikan dan
Sumatra Utara; 2009. Available Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
from: http://www.academia.edu/ Cipta; 2012.
download/40814511/09E02292.pdf 10. Pertiwi OA, Novrikasari, Lestari M.
5. Kasim Y, Mulyadi, Kallo V. Analisis Faktor Yang Berhubungan
Hubungan Motivasi & Supervisi Dengan Kepatuhan Penggunaan Alat
dengan Kepatuhan Perawat dalam Pelindung Diri (APD) Pada Petugas
Penggunaan APD pada Penanganan Laboratorium Klinik RSUD DR.
Pasien Gangguan Muskuloskeletal di Ibnu Sutowo Baturaja. J Ilmu
RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Kesehat Masy [Internet]. 2016;7(2).
Manado. e-journal keperawatan(e- Available from: https://media.neliti.
Kp) [Internet]. 2017;5(1). Available com/media/publications/58020-ID-
from: https://ejournal.unsrat.ac.id/ analysis-of-factors-related-to-

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 177
complianc.pdf
11. McSween, E T. The Values Based
Safety Process : Improving Your
Safety Culture with Behavior Based
Safety. 2nd ed. New Jersey: John
Wiley & Sons Inc; 2003.
12. Gunawan I, Mudayana AA.
Hubungan Antara Pengetahuam,
Sikap dan Motivasi dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri
Pada Pekerja Bagian roduksi PT
Katingan Indah Kusuma, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Provinsi
Kalimantan Tengah. Unnes J Public
Heal [Internet]. 2016;5(4). Available
from: https://journal.unnes.ac.id/
sju/index.php/ujph/article/download/
12421/8829
13. Bastable SB. Perawat Sebagai
Pendidik: Prinsip-Prinsip Pegajaran
Dan Pembelajaran. Jakarta: EGC;
1999.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | SWOPHA 2018 178
RANCANGAN SISTEM INFORMASI STATISTIK RAWAT INAP
UNTUK MENDUKUNG PELAPORAN RUMAH SAKIT

Maryani Setyowati1), Flora Octaviana Suparni1)


1
Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang
email: watiek_ms@yahoo.com; florasuparmi@gmail.com

Abstract
The quality of inpatient services in hospitals very important and the one of important aspect in the
management of inpatient services is the provision of data and reports of hospitalization. There is still
found forms of manual recording of inpatient statistics and delays in daily census collection in
hospitals resulted in delays in hospitalization reports. The purpose of this research is to design
information systems for inpatient statistics in a computerized hospital. This research is a type of
descriptive research and uses system development methods, namely SDLC. The results of the research
are the design of an inpatient statistical information system that contains inpatient indicators such as
BOR, LOS, TOI, BTO, NDR and GDR with automatic calculations and RL 3.1 reports that make it
easier for users.
Keywords: Sistem informasi, statistik rumah sakit, indikator rawat inap, pasien, SDLC

1. PENDAHULUAN Standar Pelayanan Minimal (RI, 2008a).


Kesehatan merupakan hak untuk Salah satu aspek penting dalam
setiap orang dan setiap orang mempunyai pengelolaan pelayanan rawat inap yaitu
hak dalam pelayanan yang aman, bermutu adanya dukungan dari penyediaan data dan
dan terjangkau seperti yang tercantum laporan kegiatan rawat inap di rumah
dalam Undang-undang Republik Indonesia sakit.
tentang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 Pengelolaan data di rumah sakit
(RI, 2009) sehingga pemerintah perlu merupakan salah satu komponen yang
memperhatikan masyarakatnya dengan penting dalam mewujudkan pelayanan
meningkatkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang berkualitas. Pengelolaan
termasuk pelayanan rumah sakit. data yang lambat dan kurang akurat akan
Rumah sakit merupakan pelayanan sangat mempengaruhi pelayanan rumah
kesehatan yang menyelenggarakan sakit terhadap pasien. (Topan, Wowor and
pelayanan kesehatan perorangan secara Najoan, 2015)
paripurna yang menyediakan rawat inap, Berdasarkan Peraturan Menteri
rawat jalan, dan gawat darurat (RI, 2009). Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan di 269/Menkes/Per/III tentang Rekam Medis,
rumah sakit adalah pelayanan rawat inap pada Bab III pasal 7, tercantum bahwa
yang merupakan pelayanan rumah sakit sarana pelayanan kesehatan wajib
yang diberikan tirah baring dan melayani menyediakan fasilitas yang diperlukan
pasien rawat inap atau opname sesuai dalam rangka penyelenggaraan rekam

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 179
medis (RI, 2008), dan salah satu jenis Rawat Inap dengan Menggunakan
sarana pelayanan kesehatan yaitu rumah Indikator Grafik Barber Jhonson Di
sakit. Sehingga pengelolaan rekam medis Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
yang baik akan dapat menundukung Semarang menunjukkan bahwa sistem
pelayanan di rumah sakit. informasi yang berkaitan dengan efisiensi
Statistik rumah sakit merupakan penggunaan tempat tidur tidak tersedia
statistik yang bersumber pada data rekam secara tepat waktu dan belum berbasis
medis, sebagai informasi kesehatan yang komputer sehingga dilakukan
digunakan untuk memperoleh kapasitas pengembangan sistem dengan
bagi praktisi kesehatan, manajemen dan menghasilkan sistem informasi
tenaga medis dalam pengambilan penggunaan tempat tidur secara
keputusan. Ada beberapa unsur dalam komputerisasi.(Dharmawan, 2006)
statistik rumah sakit yaitu pengumpulan Berdasarkan survei awal di unit
data, pengolahan data, penyajian data dan rekam medis RSUD Ungaran Kabupaten
analisa serta interpretasi data. (Rustiyanto, Semarang didapatkan bahwa pencatatan
2010) Kegiatan dalam unsur-unsur statistik rawat inap masih menggunakan
tersebut dilakukan oleh bagian rekam cara manual dan penginputan yang tidak
medis. dilakukan setiap hari mengakibatkan
Ada beberapa indikator yang keterlambatan pelaporan karena
digunakan dalam statistik rumah sakit membutuhkan waktu yang lama untuk
untuk pelayanan rawat inap. Indikator mengurutkan kembali lembar sensus dari
rawat inap menurut Depkes terdiri dari setiap bangsal dan mengentry ke dalam
Bed Occupancy Rate (BOR), average komputer, serta kadangkala ada lembar
Length of Stay (LOS), Turn Over Internal sensus yang tercecer atau hilang. Karena
(TOI), Bed Turn Over (BTO), Gross itu diperlukan suatu sistem informasi
Death Rate (GDR), Net Death Rate pencatatan statistik rawat inap untuk
(NDR), Persentase Kematian < 48 jam, mempermudah dan menghemat waktu
Nosokomial Infection Rate, Rasio Hari dalam pengelolaan data statistik rawat
Perawatan dengan tenaga perawat rawat inap. Sehingga tujuan penelitian ini adalah
inap, dan Rasio Pasien rawat inap dengan mengembangkan sistem informasi statistik
penduduk. Sedangkan indikator rawat inap rawat inap di RSUD Ungaran berbasis
menurut Barber Johnson yaitu BOR, LOS, komputersasi, dengan mengidentifikasi
TOI, dan BTO. sistem pencatatan statistik rawat inap yang
Berdasarkan penelitian dari Yudhy telah diterapkan sebagai dasar merancang
Dharmawan tentang Sistem Informasi sistem informasi yang baru,
Effisiensi Penggunaan Tempat Tidur Unit mengidentifikasi masalah atau kendala
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 180
yang dialami dari sistem yang berjalan dengan menggunakan perangkat lunak
saat ini, dan merancang sistem informasi Easycase professional versi 4.2 serta
statistik rawat inap terkomputerisasi. merancang basis data dengan
menggunakan Entity Relation Digram
2. METODE PENELITIAN (ERD).
Penelitian ini termasuk dalam jenis Analisis data penelitian dengan
Deskriptif Kulalitatif yang merupakan menggunakan metode deskriptif yaitu
metode untuk menggambarkan menguraikan hasil penelitian berupa
permasalahan dan pemecahannya, dengan rancangan sistem informasi dengan
menggunakan metode pengambilan data analisis berdasarkan teori.
secara observasi dan wawancara terhadap
pengguna sistem informasi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun objek penelitian ini berupa Berdasarkan pengamatan dan
sistem informasi rawat inap yang wawancara didapatkan bahwa sistem
digunakan di rumah sakit, yang diamati pencatatan sensus rawat inap yang berjalan
menggunakan pedoman observasi serta saat penelitian yaitu perawat mengisi
menggali informasi terhadap responden lembar sensus harian yang diambil oleh
yaitu Kepala Instalasi Rekam Medis dan bagian analising untuk di entry dalam Ms.
petugas pencatatan dan pengimputan data Excel selanjutnya data tersebut akan
statistik rawat inap rumah sakit. dihitung indikator BOR, LOS, TOI, BTO,
Penelitian dilakukan di unit rekam NDR, dan GDR untuk dibuat laporan
medis Rumah Sakit Umum Daerah bulanan yang disampaikan untuk direktur
(RSUD) Ungaran Kabupaten Semarang. rumah sakit.
Pengembangan sistem informasi Sistem informasi yang berjalan saat
statistik rawat inap di RSUD Ungaran penelitian mempunyai kendala atau
menggunakan metode System hambatan yang dialami oleh Kepala
Development Life Cycle (SDLC) dengan Instalasi Rekam Medis yaitu data yang
tahapan berupa Perencanaan untuk dicatat dalam lembar sensus tidak lengkap,
mengidentifikasikan masalah dalam sistem pelaporan pelayanan rawat inap sering
informasi; kemudian dilanjutkan dengan terlambat dan data yang masuk tidak
tahapan Analisa untuk mengetahui akurat. Sedangkan permasalahan yang
kebutuhan dari sistem yang baru; seta dihadapi oleh petugas yaitu pengisian
tahapan terakhir adalah tahapan Desain lembar sensus harian rawat inap yang
atau merandang sistem informasi yang tidak benar oleh petugas bangsal sehingga
baru dengan alat bantu Context Diagram hal ini membutuhkan waktu yang lama
dan membuat Data Flow Diagram (DFD)
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 181
untuk mencocokkan data pasien rawat bagi petugas serta data statistic rawat
inap. inap tetap akurat dan konsisten
Berdasarkan permasalahan yang sehingga dapat menghasilkan laporan
masih dijumpai dalam pencatatan dan yang berkualitas dan memenuhi
pelaporan statistik rawat inap maka kebutuhan penggunanya.
dilakukan pengembangan sistem informasi c. Tahapan akhir dalam penelitian ini
statistik rawat inap dengan metode SDLC yaitu tahap Perancangan yang
dengan tahapan yaitu : bertujuan merancang sistem informasi
a. Tahapan pertama atau Perencanaan baru sebagai penyelesaian dari
yang bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan dari
masalah-masalah yang ada dalam sistem informasi yang lama dengan
kegiatan pencatatan dan pelaporan melakukan beberapa langkah, yaitu :
statistik rawat inap yang ada di RSUD pembuatan flowchart sistem
Ungaran ditemukan masalah tentang pencatatan statistik rawat inap, yang
pencatatan dan penginputan sensus menggambarkan alur pencatatan oleh
harian rawat inap masih tertulis atau petugas bangsal yang mengisi formulir
manual sehingga memerlukan waktu sensus harian rawat inap setiap
yang lama, karena lembar sensus yang harinya, kemudian sensus diberikan
ditulis mengakibatkan lembar semsus kepada petugas rekam medis untuk
ada yang tidak lengkap atau tercecer dientry dalam komputer yang
bahkan ada yang hilang. Kondisi selanjutnya direkap setiap akhir bulan
tersebut mengakibatkan pelaporan menjadi laporan bulanan yang
bulanan sensus rawat inap sering diberikan kepada direktur rumah sakit
terlambat. dan akhir tahun laporan diberikan ke
b. Tahapan selanjutnya yaitu tahap dinas kesehatan.
Analisa untuk mengidentifikasi sistem
informasi yang dijalankan di RSUD
Ungaran masih secara tertulis atau
manual dalam pengisian sensus harian
rawat inap sehingga mengakibatkan
keterlambatan dalam pembuatan
laporan bulanan rawat inap. Tahapan
ini juga menganalisa kebutuhan dari
pengguna yang mengharapkan sistem
informasi yang dikembangkan akan
mempermudah dan menghemat waktu
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 182
Perawat Bangsal Analising Reporting Direktur Dinkes data_pasien 1

Perawat data_medis Sensus Harian


Pendataan
Bangsal
1 2 3 4
Form Sensus data_bangsal
Haarian Rawat
Inap
Rekapan Sensus
Laporan Tahunan
Harian Rawat Inap 1 Petugas
Form Sensus Laporan Bulanan
Harian Rawat Inap

1 2
Rekap bulanan
Petugas Sensus Rekap_sensus
Proses RM Indikator Harian harian
Proses
Pembuatan Statistik RS
penginputan
Laporan
Sensus
Bulanan
HarianRawat Inap

Indikator_RS
Form Sensus Rekapan Sensus
Haarian Rawat Harian Rawat Inap
Inap 2 3
Laporan Bulanan 1 rekap_lap.bulanan
Rekapan Sensus Laporan Bulanan
Harian Rawat Inap Direktur Laporan
rekap_RL 3.1
Laporan Bulanan

2
3
Petugas

Proses Laporan tahunan


pembuatan Laporan RL
laporan tahunan Dinkes
3.1

2
Laporan Bulanan
Gambar 2. DFD atau Diagram Alir Data
Laporan Tahunan
level 0

4 Pada DFD level 0 menggambarkan


proses sistem informasi statistik rawat inap
Gambar 1. Flowchart Sistem Pencatatan
rumah sakit yang terbagi menjadi proses
Statistik Rawat Inap
pertama yaitu Proses Pengimputan
Setelah diketahui proses dalam merupakan proses yang berisikan
flowchart langkah selanjutnya membuat penginputan data pasien, data medis, dan
diagram konteks untuk menggambarkan data bangsal oleh perawat bangsal. Proses
aliran-aliran data masuk dan keluar dari kedua yaitu Proses pembuatan Sensus
entitas eksternal. Harian yang merupakan transaksi
Proses-proses dan aliran data yang perhitungan indikator rawat inap rumah
terjadi dalam sistem informasi statistik sakit. Proses ketiga yaitu Proses
rawat inap rumah sakit digambarkan Pembuatan Laporan yang merupakan hasil
dalam bentuk logik dengan diagram alir dari perhitungan indikator rawat inap
data atau DFD (Data Flow Diagram) yang rumah sakit dan laporan RL 3.1 dalam
menggambarkan hubungan kegiatan yang bentuk laporan bulanan dan laporan
saling terkait dalam proses pengolahan tahunan.
data, antara pengolah dengan pemberi data Langkah perancangan selanjutnya
dan pengguna data dalam sistem informasi yaitu pembuatan diagram relasi entitas
yang baru. yang terlibat dalam sistem informasi
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 183
statistic rawat inap atau ERD yang melakukan input pasien atau melihat
menunjukkan bahwa entitas bangsal laporan.
memiliki atribut nama bangsal, kode Sistem Informasi Statistik Rawat Inap
bangsal, kelas, tanggal pasien masuk
Sistem InFORMASI STATISTIK RAWAT INAP
bangsal, tanggal pasien keluar bangsal,
RUMAH SAKIT UMUM daerah ungaran
jumlah tempat tidur dan kapasitas bangsal.
Bangsal melakukan transaksi penginputan
data pasien dan data medis kepada petugas
rekam medis yang akan menghasilkan
transaksi laporan setiap bulan ke direktur Input REPORT
rumahsakit dan setiap tahun dilaporkan ke
dinas kesehatan.
Perancangan tampilan input dan Gambar 4. Tampilan Awal Menu Pilihan
output untuk sistem informasi statistik
rawat inap menggunakan aplikasi SQL-yog Menu input dilakukan untuk
dan Microsoft Office Visio 2007 untuk memasukkan data statistik rawat inap
memudahkan user atau pengguna terlebih sesuai sensus harian rawat inap dan dibuat
dahulu memasukkan user dan password laporan untuk mengetahui berbagai
dari petugas agar dapat mengakses input indikator rawat inap rumah sakit.
dan laporan, sedangkan user untuk
Laporan
direktur hanya dapat mengakses laporan File Setting Help
RL 3.1 Indikator Statistik Rawat Inap
saja.
Hasil Perhitungan Indikator Rawat InapEfisien
Tidak
Sistem Informasi Statistik Rawat Inap
Tidak Efisien

Sistem InFORMASI STATISTIK RAWAT INAP Tidak Efisien

RUMAH SAKIT UMUM daerah ungaran Tidak Efisien

Tidak Memenuhi

Tidak Memenuhi

LOGIN

Gambar 5. Tampilan Laporan Statistik


Rawat Inap
Gambar 3. Tampilan Login untuk User
Hasil dari perhitungan indikator
Setelah user melakukan login maka rawat inap berdasarkan standar Depkes
muncul tampilan untuk memilih bila hasil perhitungan BOR mencapai 60-
85 %, LOS antara 6-9 hari, TOI antara 1-3
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 184
hari, dan BTO antara 40-50 kali maka dan perawat bangsal yang hanya perlu
hasil perhitungannya dinyatakan efisien, menginput data pasien dan data keluar
sedangkan hasil perhitungan NDR pasien ke dalam komputer sehingga waktu
mencapai 25 per 1000 dan GDR mencapai yang dibutuhkan lebih cepat dan efisien
45 per 1000 pasien keluar maka serta sistem yang dibangun dapat
perhitungannya dinyatakan memenuhi mempermudah kinerja petugas dan
standar. perawat bangsal dalam pelaporan yang
Laporan dibutuhkan.(Rizki Agustian; Arif
File Setting Help
RL 3.1 Laporan Statistik Rawat Inap Kurniadi, 2015) Berdasakan hasil
Laporan RL 3.1
penelitian untuk rancangan system
informasi statistic rumah sakit ini sudah
menampilkan laporan statistik rumah sakit
secara otomatis beserta indikatornya
sehingga memudahkan pihak manajemen
rumah sakit untuk membuat keputusan
atau kebijakan terkait dengan pelayanan
rawat inap di RSUD Ungaran.
Pengisian sensus harian rawat inap
Gambar 6. Tampilan Laporan RL 3.1
sangat penting dalam pelaporan statistic
rawat inap, hal ini sesuai dengan hasil
Laporan RL 3.1 merupakan laporan
penelitian dari Agung Kurniawan, dan
untuk kegiatan rawat inap dilaporkan ke
kawan-kawan mengenai Analisis
dinas kesehatan yang isiannya sudah
Pemanfaatan data sensus harian rawat inap
secara otomatis muncul apabila diinputkan
untuk pelaporan indikator pelayanan rawat
dari data sensus harian. Bentuk laporan RL
inap di rumah sakit, yang menghasilkan
3.1 ini dapat dilakukan pencetakan atau
masih ditemukan bahwa BTO dan
diprint.
indikator pelayanan rawat inap yang lain
Perancangan sistem informasi
tidak dihitung berdasarkan sensus harian
statistik rawat inap bagi rumah sakit
rawat inap (SHRI) karena sensus harian
sangat bermanfaat, hal ini sesuai dengan
belum dimanfaatkan secara maksimal
penelitian dari Rizki Agustian tentang
karena kurang disiplinnya pengisian dan
Perancangan Sistem Informasi Pelaporan
penyerahan SHRI serta tidak adanya
Indikator Kinerja Rawat Inap
petunjuk pengisian SHRI di rumah
menghasilkan rancangan sistem informasi
sakit,(Kurniawan, Lestari and Rohmadi,
pelaporan indikator kinerja rawat inap
2010) sehingga hal ini mendukung untuk
mulai dari petugas pendaftaran rawat inap

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 185
dibuatnya sistem informasi statistik rawat http://eprints.undip.ac.id/15966/1/Yud
inap di rumah sakit. hy_Dharmawan.pdf.
2. Kurniawan, A., Lestari, T. and
4. KESIMPULAN Rohmadi (2010) „Analisis
Sistem informasi yang berjalan di Pemanfaatan Data Sensus Harian
RSUD Ungaran saat penelitian Rawat Inap Untuk Pelaporan Indikator
mempunyai kendala atau hambatan yaitu Pelayanan Rawat Inap Analisis
data yang dicatat dalam lembar sensus Pemanfaatan Data Sensus ...( Agung
tidak lengkap, pelaporan pelayanan rawat Kurniawan , dkk )‟, ejurnal.stikesmhk
inap sering terlambat dan data yang masuk .ac.id, IV(2), pp. 62–87. Available at:
tidak akurat pengisian lembar sensus https://ejurnal.stikesmhk.ac.id/index.p
harian rawat inap yang tidak benar oleh hp/rm/article/view/10/8.
petugas bangsal sehingga hal ini 3. RI, K. K. (2008a) Keputusan Menteri
membutuhkan waktu yang lama untuk Kesehatan RI no. 129 tahun 2008
mencocokkan data pasien rawat inap dan tentang Standar Pelayanan Minimal
belum berbasis komputer. Rumah Sakit. Jakarta.
Rancangan sistem informasi rawat 4. RI, K. K. (2008b) Peraturan Menteri
inap dibentuk dengan tampilan yang Kesehatan tentang Rekam Medis.pdf.
memudahkan petugas maupun direktur Jakarta.
untuk menginputkan serta mengetahui 5. RI, K. K. (2009a) Undang-undang
hasil dari laporan statistik rawat inap yang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
berbasis komputer. Sakit. Jakarta.
Penelitian ini menjadi dasar untuk 6. RI, K. K. (2009b) UNDANG-
pengembangan sistem informasi pelayanan UNDANG REPUBLIK INDONESIA
rawat inap di rumah sakit lebih lanjut NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG
dengan memperhatikan semua aspek dari KESEHATAN.
pelayanan rawat inap rumah sakit. 7. Rizki Agustian; Arif Kurniadi, M. K.
(2015) „PERANCANGAN SISTEM
5. REFERENSI INFORMASI PELAPORAN
1. Dharmawan, Y. (2006) „Sistem INDIKATOR KINERJA RAWAT
Informasi Efisiensi Penggunaan INAP RSUD TIDAR KOTA
Tempat Tidur Unit Rawat Inap dengan MAGELANG TAHUN 2015‟.
Menggunakan Indikator Grafik Barber Available at: http://eprints.dinus.ac.id/
Johnson di Rumah Sakit Panti Wilasa 17357/1/jurnal_15892.pdf.
Citarum Semarang‟. Available at:

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 186
8. Rustiyanto, E. (2010) Statistik Rumah Berbasis Web Studi Kasus : Rumah
Sakit untuk Pengambilan Keputusan. Sakit TNI AU Lanud Sam Ratulangi‟,
1st edn. Yogyakarta: Graha Ilmu. E - journal Teknik Informatika, 6(1),
9. Topan, M., Wowor, H. F. and Najoan, pp. 1–6. doi: 10.1007/s10439-010-
X. B. N. (2015) „Perancangan Sistem 0245-6.
Informasi Manajemen Rumah Sakit

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 187
DAYA BUNUH KASA BERINSEKTISIDA RESIDU NIKOTIN
DARI BATANG TEMBAKAU TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti
Nur Dhiyanma Sari1), Suharyo1)
1
Fakultas Kesehatan, Prodi Kesehatan Masyarakat,Universitas Dian Nuswantoro
email: dhiyanma01792@gmail.com; suharyo@dsn.dinus.ac.id

Abstract
The nicotine content in tobacco plants is also found in the leaves as well as in the stem. In the field of
tobacco crop, the parts used for production are leaves. While other parts such as stems are not
utilized. There has not been much research on the control of dengue vectors by using nicotine-affixed
gauze from tobacco stems. The aim of this study was to know the effectiveness of tobacco nicotine
affixed to Aedes aegypti mortality. This study was an experimental quasi with the design after and
before with control design which compares the condition of the mosquitoes after treatment and before
treatment. This study instrument was a bioassay test kit. Primary and secondary data were processed
and analyzed using the Statistical Analysis Regression Probe. The object of this study was 120 Aedes
aegypti mosquitoes. The result of the study showed that vinegar extract of resin ineffective was not
effective to kill the adult Aedes aegypti mosquitoes because the rate of nicotine as an alkaloid in
tobacco stem was only 0.53%, on rate 0.53% there was potential as an insecticide for Aedes aegypti
mosquitos. Suggestion, need early research for how many rate % that suits to use as concentrate
power to kill Aedes aegypti mosquitos. Also, need more research on another insect like Aedes aegypti
larva’s that easily affect towardslarva

Keywords: insecticide, tobacco stem, Aedes aegypti

1. PENDAHULUAN yang berdampak pada tidak efektifnya


Pengendalian secara kimia pengendalian vektor yang dilakukan.(3)
merupakan pengendalian yang sampai Menurut penelitian sebelumnya
sekarang masih effektif dalam besarnya pemakaian insektisida kimia
menurunkan populasi vektor DBD. setiap hari di masyarakat adalah 82% yang
Pengendalian kimia terutama dilakukan digunakan sebagai pengendalian
pada waktu terjadi Kejadian Luar Biasa nyamuk(4), hal ini dapat mengakibatkan
(KLB). Beberapa kegiatan pengendalian resistensi dari nyamuk itu sendiri serta
vektor secara kimia yang saat ini masih efek pemakaian di masyarakat seperti
dilakukan antara lain fogging dan alergi dan gangguan pernafasan. Adanya
penggunaan korden berinsektisida. Jenis kasus resistensi vektor terhadap insektisida
pengendalian ini digunakan untuk mendorong dilakukannya berbagai
pengendalian vektor DBD stadium pengendalian nyamuk vektor DBD dengan
(1)(2)
dewasa. Pengendalian secara kimia menggunakkan bahan alami. Salah satunya
apabila dilakukan secara terus menerus bahan alami yang digunakan adalah
dalam waktu yang lama dapat tembakau. Berdasarkan beberapa
menyebabkan terjadinya resistensi vektor penelitian tanaman ini dapat digunakan
untuk produk insektisida alami.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 188
Dari penelitian Listiani efektifitas tembakau(5). Nikotin merupakan alkaloid
ekstrak daun tembakau digunakan sebagai yang dapat digunakan insektisida.
aerosol diperoleh efektifitas sebesar 95,3% Insektisida merupakan obat yang
membunuh nyamuk Aedes aegypti(1). digunakan untuk mematikan serangga.
Kandungan nikotin pada tanaman Insektisida botani atau alami adalah
tembakau selain terdapat di daun juga di senyawa yang berasal dari tumbuh-
bagian batang. Dalam bidang pertanian tumbuhan yang mengandung alkaloid
tanaman tembakau bagian yang digunakan didalamnya sehingga dapat mematikan
untuk produksi adalah daun. Sedangkan serangga(5). Berdasarkan diskripsi diatas
bagian yang lain seperti batang tidak maka masalah dalam penelitian ini adalah
termanfaatkan. Belum banyak dilakukan “Apakah ekstrak batang tembakau bisa
penelitian mengenai pengendalian vektor efektif membunuh nyamuk Ae. aegypti
DBD dengan menggunakan kasa pada kasa berinsektisida residu nikotin ?”
berinsektisida nikotin dari batang sehingga bertujuan untuk Mengetahui
tembakau. Berdasarkan latar belakang di efektivitas kasa berinsektisida residu
atas penelitian bertujuan untuk mengetahui nikotin tembakau dalam membunuh
efektivitas kasa berinsektisida nikotin Ae.aegypti dan tujuan khususnya antara
tembakau terhadap kematian Ae. Aegypti. lain Mengetahui knock down efek Ae.
Penelitian kali ini memiliki perbedaan aegypti pada kasa berinsektisida nitkotin
antara lain; menggunakan nyamuk dewasa tembakau dengan berbagai konsentrasi,
sebagai objek penelitian dengan tidak Mengetahui kematian Ae. aegypti pada
membandingkan beberapa macam jenis kasa berinsektisida nitkotin tembakau
ekstrak sertadiaplikasikan di dalam kasa dengan berbagai konsentrasi, Mengetahui
dalam pengendalian nyamuk ini berasal Lethal concentration 50 dan Letthal
dari gabungan antara pengendalian concentration 95 Ae. aegypti pada kasa
mekanik dan kimiawi serta bagian yang berinsektisida nikotin batang tembakau.
digunakan dalam ekstraksi adalah batang Alkaloid merupakan senyawa
tembakau. kompleks bersifat basa biasanya larut
Nikotin adalah zat penghambat dalam pelarut organik, sifat basa pada
susunan syaraf pusat sehingga alkaloid mudah mengalami penguraian
mengganggu keseimbangan syaraf. oleh panas, sinar dan oksigen. Sehingga
Menghisap tembakau akan menghasilkan pelarut yang dipakai adalah Methanol
efek nikotin ini dalam waktu kurang lebih karena sebagai pelarut organik sehingga
10 detik. Efek nikotin ini dipakai dengan pelepasannya lebih cepat. Kemudian akan
cara kontak langsung seperti kegiatan diberikan Alkaloid dengan atom nitrogen
menghisap, mengunyah dan menghirup heterosiklik yang atom nitrogen berada
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 189
cincin karbonnya yaitu pada golongan dengan memperhatikan beberapa hal yaitu
alkaloid piridin-piperidin dimana alkaloid Apabila persentase kematian kontrol >
ini mempunyai cincin karbon yang 20%, maka hasil tes dianggap gagal. Serta
memiliki sebuah atom nitrogen salah Insektisida dapat digolongkan baik apabila
satunya Nicotina tabacum dari keluarga kematian (daya bunuh) ≥ 80%.
solanaceae. Alkaloid mungkin berada pada Setelah itu dapat disajikan dalam
konsentrasi yang berbeda ditiap bagian analisis univariat untuk mengetahui
tanaman tertentu, pada jenis nicotiana, konsentrasi yang berpengaruh aktif pada
nikotin dihasilkan didalam akar tetapi kasa berinsektisida terhadap nyamuk
dapat berpindah dengan cepat ke daun Aedes aegypti yang pingsan dalam bentuk
sehingga bagian daun tembakau tabel dan grafik.Serta diperlukan analisis
merupakan nikotin terbesar daripada bivariat yang diperoleh dari laboratorium
bagian tanaman lainnya. Fungsi alkaloid dalam pengujian biologis untuk
antara lain sebagai racun tanaman dari menunjukkan hipotesis sehingga dapat
(6)
serangga sertabinatang. ditentukan konsentrasi yang efektif bagi
pelapisan kasa berinsektisida(7).
2. METODE Tahapan dalam penelitian untuk
Jenis penelitian ini merupakan kuasi menentukan LC50, yaitu : Uji lanjutan
ekperimental dengan design after and yaitu setelah diketahui batas kritis
before with control design yang selanjutnya ditentukan konsentrasi akut
membandingkan keadaan nyamuk antara berdasarkan seri logaritma konsentrasi
setelah perlakuan dan sebelum dilakukan
perlakuan. Data ini diperoleh dari hasil 3. HASIL
pengukuran dan perhitungan secara Hasil dari penelitian dengan
langsung saat percobaan dilakukan seperti pengulangan 4 kali dan setiap kali atau
Pengukuran konsentrasi ekstrak batang tiap cone berisi 5ekor nyamuk yang
tembakau yang akan dipaparkan. PersentaseKnock down pada
digunakan,Perhitungan nyamuk Aedes nyamuk dihitung berasal dari prosentase
aegypti yang pingsan,Perhitungan rata-rata knockdown nyamuk yang telah
kematian nyamuk LC50 dan LC95, dipaparkan selama 3 menit dan dilakukan
Pengukuran suhu ruangan,Pengukuran pengamatan selama 1 jam setelah
kelembapan udara dan didukung dengan pemaparan. Sedangkan kematian nyamuk
teori serta penelitian yang menunjang. dilihat setelah 24 jam terhitung dari waktu
Analisis penelitian ini dapat mulai paparan yaitu pada hari Selasa , 10
menggunakan tabel persentase rata-rata Juli 2018. Pukul 10.26 WIB nyamuk mulai
nyamuk mati kemudian diintreprestasikan terpapar oleh kasa berinsektisida. Setelah
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 190
24 jam paparan dilakukan pengamatan
jumlah kematian nyamuk didapatkan
jumlah kematian nyamuk terbesar
sebanyak 11 ekor dari 20 ekor nyamuk
Sumber : data primer,2018
paparan pada konsentrasi ke 50%,
Tabel 2 memperlihatkan bahwa
sedangkan terkecil sebanyak 3 ekor
Kelembapan udara ruangan percobaan
nyamuk dari 20 ekor nyamuk paparan di
berkisar antara 25,1C – 24,9C.Hal ini
konsentrasi 3,35%. Kemudian hasil uji ini
tidak terjadi perubahan yang signifikan.
dilakukan dengan program IBM SPSS 2.0
Karena rata-ratanya adalah 25C.
yang digunakan untuk menentukan dosis
Tabel 3. Pengukuran Kelembapan Udara
yang tepat dalam penggunaan kasa ruangan pada Percobaan di B2P2VRP
berinsektisida ekstrak batang tembakau. Di (Juli 2018)
bawah ini akan di paparkan hasil :
Tabel 1. Hasil Analisis Probit

Sumber : data primer,2018

Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa


kelembapan udara pada ruangan
percobaan di B2P2VRP rata-rata sebesar
70,67% kelembapan udara tidak ada

Sumber : Data Primer,2018


perbedaan yang berarti antara sebelum dan
setelah paparan. Kelembapan terbesar

Hasil dari Tabel 1 tersebut berada pada hari ke-2 pengamatan yang

diketahui bahwa lethal consentrate 50 ke24 jam yaitu 73,5%, sedangkan

atau kematian nyamuk dalam 50% ada kelembapan terendah pada sebelum

pada dosis rerata 56,609 , sedangkan paparan yaitu 69,3%.

kematian nyamuk dalam 95% ada pada Untuk mengetahui kadar nikotin

dosis rerata 606,707. Kematian nyamuk yang terkandung dalam batang tembakau

juga diukur berdasarkan keadaan yang digunakan dalam penelitian ini maka

lingkungan perlakuan, seperti suhu dan dilakukan titrasi acidimetri, dengan hasil

kelembapan yang hasilnya berikut ini: berikut ini :

Tabel 2. Pengukuran suhu di Berikut perhitungan prosedur


Pengukuran Suhu Ruangan pada penentuan kadar nikotin :
Percobaan di B2P2VRP (Juli 2018)

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 191
berinsektisida sebesar 0,53%.
Pembahasan
Suhu ruangan penelitian ini adalah
25C, menurut Dwi suhu optimum dalam
perkembangbiakan nyamuk antara 24C –
28C sehingga suhu pada penelitian ini
merupakan suhu optimal bagi nyamuk(4).
Sedangkan kelembapan udara pada ruang
penelitian ini adalah 69% dimana
Gambar 1 perhitungan bahan uji kelembapan udara yang ideal adalah 60%-
80% semakin tinggi kelembapan udara
maka semakin lembab lingkungan
tersebut(8). Kelembapan udara berpengaruh
terhadap umur nyamuk,karena nyamuk
membutuhkan kelembapan yang tinggi
disebabkan pernafasan nyamuk yang
menggunakan trakhea, dimana lubang
udara yang disebut spirakel ini jika dalam
kelembapan yang rendah akan
mengeluarkan cairan air sehingga, nyamuk
tidak cocok dalam kelembapan yang
Gambar 2 penentuan standar uji
rendah(9).
Penelitian ini memuat banyak
kelemahan antara lain dalam proses
perendaman tidak semua terendam
sehingga perbandingan perendaman tidak
sesuai dengan perencanaan, perendaman
dilakukan selama 20 hari untuk serbuk dan
40 hari untuk bongkahan kasar, hal ini
dilakukan agar mendapatkan ekstrak
Gambar 3 penentuan Kadar Nikotin tembakau yang cukup. Ekstrak tembakau
yang didapat sebesar 2330 ml sehingga
Dari perhitungan penentuan kadar mampu untuk dilakukan perendaman.
nikotin tersebut maka diperoleh dalam Perendaman kali ini dilakukan dalam
percobaan ekstrak tembakau kadar residu tabung yang mempunyai volume 2 liter.
nikotin yang menempel pada kasa
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 192
Karena kasa yang direndam lebih tinggi masing 1 ekor nyamuk kemudian pada
daripada tinggi tabung maka perendaman cone 1 dapat hidup kembali dan jatuh lagi
tidak merata sehingga pada konsentrasi pada menit ke 25 setelah itu aktif kembali
tertentu kasa yang direndam ada endapan hingga 1 jam pengamatan.
yang menempel pada kasa bagian bawah Berdasarkan Hasil penelitian yang
rendaman. dilakukan bahwa Knock down kasa
Hasil Knock Down efek Aedes berinsektisida ini hanya mampu menjadi
aegypti kebanyakan terjadi pada cone 1, daya tolak nyamuk, hal ini dibuktikan
dimana nyamuk mulai jatuh pada menit ke dengan nyamuk yang jatuh dan pada
10 setelah paparan. Jumlah kematiannya waktu yang lama akan kembali bergerak
pun berbeda, pada konsentrasi 50% jumlah lagi walaupun tidak aktif, tetapi masih
nyamuk yang knock down adalah satu ekor mampu terbang. pada perlakuan yang
dengan waktu knock down mulai dari terjadi knockdown kebanyakan ada di cone
menit ke 10 hingga ke menit ke 25 atau pertama karena nyamuk terpapar lebih
selama 15 menit, nyamuk mulai lemas dahulu dan dalam durasi belum tentu sama
kemudian dia mulai mencoba terbang dengan cone yg lainnya, karena waktu
kembali. Sedangkan pada konsentrasi 25% kontak nyamuk hanya 3 menit . waktu
nyamuk hanya knockdown pada menit ke tersebut mulai terhitung sejak pemaparan
10 sejumlah 1 ekor kemudian hingga cone 1, kemudian dilanjutkan pada cone 2
menit ke 15 dapat bangun kembali, dan dengan waktu yang sudah mulai berjalan.
pada menit ke 20 ada 1 ekor yang jatuh Waktu kontak nyamuk yang singkat
namun menit selanjutnya hingga 1 jam mengurangi efek dari kasa berinsektisida
pengamatan dapat bangun kembali. Pada ini sehingga meningkatkan nyamuk yang
konsentrasi 13,5 % sangat berbeda karena hidup(1). Knock down yang sering terjadi
nyamuk mulai Knock down di menit ke 20, pada cone 1 karena waktu paparan lebih
jumlah 1 ekor hal itu berlangsung hingga 1 dahulu sehingga lama paparan tidak
jam pengamatan, nyamuk tersebut sebanding dengan cone yang lainnya. Dari
tuibuhnya terbalik dan mudah terombang hasil diatas konsentrasi yang tinggi
ambing kesana kemari. Begitu juga memungkinkan nyamuk Knock down
dengan konsentrasi ke 6,75% nyamuk juga lebih cepat dari yang konsentrasi rendah
mulai Knock Down pada menit ke 20 tetapi efeknya yang tidak konsisten hal ini
dengan jumlah 1 ekor kemudian dapat sepadandengan penelitian sebelumnya
bangun kembali. Sangat berbeda juga di yang dilakukan oleh dian prastawa dimana
konsentrasi 3,35 nyamuk dalam cone 1 konsentrasi tertinggi maka efek yang
dan cone 2 mulai Knock down pada menit ditimbulkan lebih cepat dan tinggi(7).
ke 15 dengan jumlah Knock down masing- Knock down yang tidak konsisten
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 193
disebabkan karena keterbatasan melebihi 100% konsentrasi dalam kadar
perendaman kasa yang tidak merata yang nikotin 0,53%. Dengan kadar nikotin yang
terjadi seperti pada konsentrasi ke 3,35%. rendah pada batang tembakau yang
Setelah pemaparan selama 3 menit didukung dengan kemudahan terurainya
kemudian nyamuk dikeluarkan kembali insektisida dengan residu ekstrak nabati
dan dibiarkan selama 24 jam dalam wadah pada lingkungan(1). Menurut hasil yang
yang diberi makan larutan gula diketahui diujikan dalam penelitian ini konsentrasi
bahwa kematian nyamuk pada konsentrasi dan dengan kadar nikotin tersebut tidak
50% adalah 11 ekor nyamuk, konsentrasi mampu digunakan sebagai daya bunuh
25% adalah 8 ekor nyamuk, konsentrasi nyamuk, hanya mampu digunakan menjadi
13,5% adalah 5 ekor nyamuk , konsentrasi daya tolak nyamuk.
6,75% adalah 5 ekor nyamuk, sedangkan
pada konsentrasi 3,35 adalah 3 ekor 4. KESIMPULAN
nyamuk. hal ini sesuai dengan penelitian Konsentrasi tertinggi mempengaruhi
sebelumnya yang sudah dijalankan oleh waktu knock down sehingga semakin
dian prastawa yang dipaparkan oleh larva tinggi konsentrasinya maka semakin
Aedes aegypti bahwa semakin tinggi sedikit waktu yang dibutuhkan agar
konsentrasinya maka pengaruhnya nyamuk mulai pingsan, serta
(7)
semakin besar pula . Kematian nyamuk meningkatkan tingkat kematian nyamuk
yang terpapar <80% sehingga sesuai namun Kasa berinsektisida residu ekstrak
dengan analisis yang tertulis sehingga batang tembakau tidak efektif menjadi
insektisida ini dianggap buruk. daya bunuh nyamuk Aedes aegypti betina
Penentuan dosis kritis ini dewasa karena kadar nikotin sebagai
menggunakan penentuan LC 50 dan LC alkaloid pada batang tembakau hanya
95, dimana LC 50 merupakan konsentrasi 0,53% tidak efektif digunakan sebagai
residu kasa ekstrak tembakau yang dapat daya bunuh namun dengan kadar 0,53%
membunuh pada nyamuk Aedes aegypti berpotensi sebagai insektisida. Sebaiknya
sebanyak 50% pada 24 jam, sedangkan LC perlu meneliti awal berapa kadar yang
95 adalah konsentrasi residu kasa ekstrak sesuai untuk digunakan sebagai daya
tembakau yang mampu membunuh bunuh nyamuk Aedes aegypti, perlu
nyamuk 95% pada 24 jam. Dari adanya reset paparan dalam serangga
perhitungan analisis probit didapatkan LC bentuk lain seperti larva Aedes aegypti
50 pada konsentrasi ke 56 sedangkan LC yang memiliki kemudahan paparan
95 pada dosis ke 606, jadi konsentrasi terhadap larvasida.
yang harus diberikan agar dapat
membunuh nyamuk secara maksimal
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 194
5. REFERENSI amatan larva aedes di desa sukaraya
1. Ikawati B, Widiastuti D. Peta Status kabupaten oku dan di dusun
Kerentanan Aedes aegypti ( Linn .) martapura kabupaten oku timur
terhadap Insektisida Cypermethrin tahun 2004. Media Litbang Kesehat.
dan Malathion di Jawa Tengah. 2007;XVII:28–33.
Aspirator.2015;7(1):23–8. 6. Najeeb. Sejarah Alkaloid.1886;1–
2. Darwin A, Pujiyanti A, Heriyanto B. 12.
Model Pengendalian Terpadu 7. Salim M, Ambarita LP, Yahya,
Vektor Demam Berdarah Dengue di Aprioza, Supranelfy Y. Efektivitas
Kota Salatiga. J Vektora.2013; Malation Dalam Pengendalian
V(1):1–6. Vektor DBD dan Uji Kerentanan
3. Pradani FY, Ipa M, Marina R, Larva Aedes aegypti Terhadap
Yuneu Yuliasih. Penentuan Status Temephos di Kota Palembang. Bul
Resistensi Aedes aegypti Dengan Penelit Kesehat.2011;39(1):10–21.
Metode Suceptibility di Kota Cimahi 8. Hadi UK. Penyakit Tular Vektor:
Terhadap Cypermetrin. Vektora. Demam Berdarah Dengue.
2011;III(1):35–43. 1997;(1906).
4. Pangandaran DID, Pangandaran K. 9. Taviv Y, Saikhu A, Sitorus H.
USE OF HOUSE INSECTICIDE IN Pemantauan Jentik dan Ikan Cupang
PANGANDARAN VILLAGE di Kota Palembang. Bul Penelit
,.:417–24. Kesehat.2010;38(4):198–2017.
5. Sitorus H, Ambarita LP. Peng

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 195
ANALISIS FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
KEMATIAN IBU DI KABUPATEN BREBES TAHUN 2018

Maylani Hastuti1), Sri Andarini Indreswari1)


1
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
email : 411201401866@mhs.dinus.ac.id

Abstract
Maternal Mortality Rate in Indonesia is still a problem that needs to be considered, this is due to the
achievement of the MDGs targets which are aimed at reducing maternal mortality in 2015, where the
maternal mortality rate is 305 per 100,000 live births. So that it continued on the SDGs program with
a target of 70 per 100,000 live births. Brebes Regency is a district in Central Java that has the highest
maternal mortality cases for 3 consecutive years (2014 - 2016). The purpose of this study was to
determine the risk factors associated with the incidence of maternal mortality in Brebes Regency. This
study used an observational analytic method, with a case-control study design (case-control). The
study’s instrument was a questionnaire. Which was then analyzed by univariate and bivariate with the
chi-square test. The sample of this study was 62 people, namely 31 cases and 31 controls.
The results showed that the biggest cause of death was due to eclampsia (67.6%), and bleeding
(16.2%). Whereas the biggest referral cause was due to severe preeclampsia (54.8%). In the bivariate
analysis, there was no correlation between age (p = 1,000; OR = 1,000; 95% CI: 0.258 - 3.871),
parity (p = 0.576; OR = 1.369; 95% CI: 0.455 - 4.121), abortion (p = 1,000; OR = 1,383; 95% CI:
0,283 - 6,764) and ANC examination (p = 0,437; OR = 0,668; 95% CI: 0,241 - 1,853) with the
incidence of maternal deaths in Brebes Regency. Examination of comorbidities in ANC is more
optimized to laboratory and proteinuria examination, once a month monitoring by Gasurkes KIA, and
further research is needed on maternal knowledge related to comorbidities.

Keywords : Maternal death, risk factors

1. PENDAHULUAN rasio kematian ibu di negara berkembang


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah sebanyak 239/ 100.000 kelahiran hidup,
salah satu permasalahan di dunia yang sedangkan di negara maju hanya 12/
masih membutuhkan perhatian, dimana 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI
kasus kematian ibu masih tinggi. di dunia menggambarkan belum
Sebanyak 830 wanita di seluruh dunia meratanya akses terhadap pelayanan
meninggal karena komplikasi pada saat kesehatan, dan ketimpangan antara yang
kehamilan maupun persalinan. Pada tahun mampu dan kurang mampu.(1)
2015, sekitar 303.000 wanita meninggal Di Indonesia, angka kematian ibu
pada masa kehamilan maupun masih menjadi permasalahan yang perlu
(1)
persalinan. diperhatikan, meskipun AKI mulai
Sebagian besar (99%) dari kematian mengalami penurunan akan tetapi
ibu dialami oleh negara berkembang. pencapaian penurunan AKI masih belum
Dimana >50% kasus kematian ibu berada memenuhi target Millenium Development
di sub-Sahara Afrika dan 30% yang lainya Goals (MDGs) di tahun 2015, yaitu
terdapat di Asia Selatan. Pada tahun 2015, menjadi 102/ 100.000 kelahiran hidup.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 196
Namun, pada kenyataanya angka kematian itu, penelitian ini bertujuan untuk
ibu masih diatas target yaitu 305/ 100.000 mengetahui faktor risiko yang
(2)
kelahiran hidup. Belum tercapainya berhubungan dengan kematian ibu di
penurunan AKI ditahun 2015, maka Kabupaten Brebes.
agenda mengurangi AKI dilanjutkan ke
target Sustainable Development Goals 2. METODE PENELITIAN
(SDGs), dimana target yang ditetapkan Jenis penelitian ini adalah
secara global hingga tahun 2030 adalah observasional analitik dengan desain studi
dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup.(3) kasus kontrol. Besar sampel yaitu 62 ibu
Kasus AKI di Indonesia masih tergolong yang terdiri atas 31 kasus dan 31 kontrol
tinggi karena hampir diseluruh dengan teknik pengambila sampel non
Kabupaten/Kota di Indonesia terdapat random (total samping), dimana
kasus kematian ibu baik itu pada saat perbandingan antara kasus dan kontrol
hamil, saat bersalin, maupun saat nifas. adalah 1:1. Instrumen penelitian
Kabupaten Brebes merupakan menggunakan kuesioner, dan akan di uji
Kabupaten dengan kasus AKI tertinggi di dengan uji analisis univariat dan bivariat
Jawa Tengah. Dari tahun 2014 - 2016 menggunakan uji chi square. Data diambil
kasus kematian ibu di Kabupaten Brebes dari data sekunder.
selalu menjadi peringkat tertinggi se-Jawa
Tengah. Tahun 2014 sebanyak 218,20/ 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
100.000 kelahiran hidup, tahun 2015 Hasil
sebanyak 156/ 100.000 kelahiran hidup a. Analisis Univariat
dan tahun 2016 sebanyak 163/ 100.000 Kematian ibu pada 31 kasus di
kelahiran hidup. Meskipun dari tahun Kabupaten Brebes tersebar di 17
2014 - 2016 mengalami penurunan, akan Puskesmas dari 38 Puskesmas,
tetapi Kabupaten Brebes masih menjadi sebagian besar ibu meninggal dalam
Kabupaten dengan AKI tertinggi di Jawa kondisi hamil (48,4%), nifas (48,4%),
(4)
Tengah. Di tahun 2017, kasus kematian dan persalinan (3,2%). Dengan usia
ibu di Kabupaten Brebes juga mengalami kehamilan pada ibu kondisi hamil
penurunan yang cukup banyak dari tahun terbanyak di usia 32 minggu (9,6%),
sebelumnya yaitu menjadi 93/ 100.000 sedangkan ibu dalam kondisi nifas
kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu terbanyak di usia 39 minggu (19,4%).
ini diantaranya adalah PEB/ eklamsia Sebagian besar ibu meninggal di
(29,3%), pendarahan (25,86%), decomp rumah sakit (87,2%), diikuti dengan
cordis (18,9%), anemia (50%), dan kurang perjalanan menuju RS (6,4%).
(5)
gizi kronis/ KEK (11,6%). Oleh karena
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 197
Tabel 1. 1 Tabel Univariat
Variabel Kategori Kasus Kontrol
Usia ibu Berisiko (<20 th dan >35 th) 5 5
Tidak Berisiko (20-35 th) 26 26
Paritas Berisiko (≤1 atau > 4) 23 21
Tidak Berisiko (2-4) 8 10
Abortus Ya 4 3
Tidak 27 28
Pemeriksaan ANC Tidak Baik (<1, <1, <2) 11 14
Baik (1,1,2) 20 17
Kualifikasi tenaga penolong Bukan Nakes 0 0
persalinan Nakes 31 31
Keberadaan Bidan Desa Tidak Ada 0 0
Ada 31 31

1. Usia Ibu atau > 4), sebagian besar terjadi pada


Berdasarkan hasil penelitian ibu dengan frekuensi melahirkan 1
dapat diketahui bahwa persebaran yaitu sebanyak 25 orang, dimana 14
kasus dan kontrol kematian ibu orang pada kasus dan 11 orang pada
sebagian besar terjadi pada ibu usia kontrol. Sedangkan melahirkan <1
tidak berisiko (20-35 tahun) yaitu 26 atau belum pernah melahirkan
orang (83,9%). Sedangkan pada usia sebelumnya sebanyak 19 orang,
berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) dimana 9 orang pada kasus dan 10
hanya 5 orang (16,1%). Semua kasus orang pada kontrol. Dan pada
dan kontrol yang masuk dalam melahirkan > 4, pada kasus maupun
kriteria berisiko merupakan ibu kontrol, tidak ada.
dengan usia >35 tahun. 3. Abortus
2. Paritas Berdasarkan hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pada kelomok
dapat diketahui bahwa paritas atau kasus ibu yang pernah mengalami
frekuensi melahirkan yang pernah abortus sebanyak 4 orang (13%),
dialami ibu sebagian besar masuk sedangkan pada kelompok kontrol
dalam kategori berisiko (≤ 1 atau > 4) sebanyak 3 orang (9,6%). Dan pada
yaitu 23 orang (74,2%) pada kelompok kasus ibu yang tidak
kelompok kasus, dan 21 orang pernah mengalami abortus sebnayak
(67,8%) pada kelompok kontrol. 27 orang (87%), sedangkan pada
Sedangkan pada kategori tidak kelompok kontrol sebanyak 28 orang
berisiko (2-4), pada kelompok kasus (90,4%).
sebanyak 8 orang (25,8%), dan pada 4. Pemeriksaan ANC
kelompok kontrol sebanyak 10 orang Berdasarkan hasil penelitian
(32,2%). Pada kelompok berisiko (≤ 1 dapat diketahui bahwa pada

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 198
kelompok kasus, ibu yang sudah baik desa 24 jam sudah ada disemua desa
dalam melakukan pemeriksaan ANC di wilayah Puskesmas yang terdapat
sebanyak 20 orang (64,6%), dan pada kasus kematian ibu (100%). Begitu
kelompok kontrol sebanyak 17 orang pula dengan kelompok kontrol, sudah
(54,8%). Sedangkan ibu yang tidak terdapat bidan desa disetiap desa
baik dalam melakukan pemeriksaan diwilayahnya (100%).
ANC, pada kelompok kasus sebanyak 7. Sebab Kematian pada Kasus
11 orang (35,4%) dan pada kelompok Berdasarkan hasil penelitian
kontrol sebanyak 14 orang (45,2%). dapat diketahui bahwa pada 31 kasus
5. Kualifikasi Tenaga Penolong kematian ibu, menunjukan penyebab
Persalinan kematian ibu tertinggi adalah eklamsi
Berdasarkan hasil penelitian (67,6%), diikuti dengan perdarahan
dapat diketahui bahwa pada (16,2%) dan penyebab lainya
kelompok kasus terdapat 31 orang (16,2%). Penyebab lainnya yang
(100%) persalinannya ditolong oleh menyebabkan kematian ibu adalah
nakes. Pada kelompok kasus emboli, CHF, jantung, sesak nafas,
ditemukan ibu meninggal dalam dan nyeri dada.
kondisi hamil, akan tetapi penolong 8. Kausa Rujukan Pada Kasus
persalinannya tetap dimasukin. Dari hasil penelitian dapat
Karena pertolongan persalinan diketahui bahwa kausa rujukan pada
dilakukan sesuai dengan waktu kasus tertinggi diakibatkan karena
terjadinya kematian. Begitu pula Preeklampsia Berat (54,8%), diikuti
dengan kelompok kontrol, perdarahan (9,6%), serotinus (6,5%),
persalinannya ditolong oleh nakes sesak (6,5%), tidak sadar (6,5%),
(100%). anemia (3,2%), batuk dan kaki
6. Keberadaan Bidan Desa bengkak (3,2%), decomp (3,2%),
Berdasarkan tabel 4.13 dapat jantung (3,2%), dan presbo (3,2%).
diketahui bahwa keberadaan Bidan
Tabel 1. 2 Sebab Kematian dan Kausa Rujukan Pada Kasus
Variabel Kategori Jumlah Kasus %
Sebab kematian Perdarahan 5 16,2
Eklamsi 21 67,6
Lain-lain 5 16,2
Kausa Rujukan Anemia 1 3,2
Batuk dan kaki bengkak 1 3,2
Decomp dan PEB 1 3,2
Jantung 1 3,2
Preeklampsia Berat (PEB) 17 54,8
Perdarahan 3 9,6

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 199
Variabel Kategori Jumlah Kasus %
Presbo 1 3,2
Serotinus 2 6,5
Sesak 2 6,5
Tidak Sadar 2 6,5

b. Analisis Bivariat
Tabel 1. 3 Tabel Bivariat
No. Variabel OR 95% CI Nilai p
1. Usia Ibu 1,000 0,258 – 3,871 1,000
2. Paritas 1,369 0,455 – 4,121 0,780
3. Abortus 1,383 0,283 – 6,764 1,000
4. Pemeriksaan ANC 0,668 0,241 – 1,853 0,605
5. Kualifikasi Tenaga - - -
Penolong Persalinan
6. Keberadaan Bidan Desa - - -

1. Hubungan Antara Usia Ibu bukan merupakan faktor risiko (p


Dengan Kejadian Kematian Ibu = 1,000; OR = 1; 95% CI = 0,258-
Pada variabel usia ibu, 3,871).
dikategorikan berisiko dan tidak 2. Hubungan Antara Paritas Dengan
berisiko. Usia ibu berisiko untuk Kejadian Kematian Ibu
terjadi kematian ibu adalah usia Pada variabel paritas,
<20 tahun dan >35 tahun. Proporsi dikategorikan berisiko (≤ 1 atau
kelompok usia berisiko pada kasus >4) dan tidak berisiko (2-4).
sama dengan kontrol yaitu sebesar Proporsi kelompok kasus dengan
8,1%. Begitu juga pada kelompok paritas ≤ 1 atau >4 (berisiko) yaitu
usia tidak berisiko (20-35 tahun), sebanyak 37,1%, lebih besar dari
proporsi kasus dan kontrol sama kelompok kontrol yaitu sebanyak
yaitu 41,9%. Hal ini dikarenakan 33,9%. Sedangkan proporsi
teknik pengambilan sampel kelompok kasus dengan paritas 2-
kelompok kontrol menggunakan 4 (tidak berisiko) sebanyak 12,9%,
teknik matching usia. Dimana usia lebih kecil dari kelompok kontrol
kelompok kontrol disamakan yaitu sebanyak 16,1%.
dengan usia kelompok kasus. Hasil bivariat dari variabel
Hasil analisis bivariat paritas menunjukkan bahwa tidak
menunjukkan tidak ada hubungan ada hubungan yang signifikan
yang signifikan antara usia ibu antara paritas dengan kejadian
dengan kejadian kematian ibu, dan kematian ibu (p = 0,780). Akan
usia <20 tahun dan >35 tahun tetapi, ibu dengan paritas ≤ 1 atau

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 200
>4 memiliki risiko 1,369 kali kelompok kasus yang termasuk
untuk mengalami kematian ibu dalam kategori tidak baik dalam
dibanding ibu dengan paritas 2-4 pemeriksaan ANC sebanyak
(OR = 1,369; 95%CI : 0,455 – 17,7%, lebih kecil dari kelompok
4,121). kontrol yaitu 22,6%. Sedangkan
3. Hubungan Antara Abortus Dengan pada kriteria baik dalam
Kejadian Kematian Ibu pemeriksaan ANC, proporsi
Pada variabel abortus, kelompok kasus sebanyak 32,2%
dikategorikan “ya” dan “tidak”. lebih besar dari kelompok kontrol
Proporsi kelompok kasus yang yaitu 27,4%.
pernah mengalami abortus Hasil analisis bivariat dari
sebanyak 6,5%, lebih besar dari variabel pemeriksaan ANC
kelompok kontrol yaitu sebanyak menunjukkan bahwa tidak ada
4,8%. Sedangkan pada ibu yang hubungan yang signifikan antara
tidak pernah mengalami abortus, pemeriksaan ANC dengan
proporsi kelompok kasus kejadian kematian ibu (p = 0,605;
sebanyak 43,5%, lebih kecil dari OR = 0,668; 95%CI : 0,241 –
kelompok kontrol yaitu sebanyak 1,853).
45,2%. 5. Hubungan Antara Kualifikasi
Hasil analisis bivariat pada Tenaga Penolong Persalinan
variabel abortus yaitu tidak ada Dengan Kejadian Kematian Ibu
hubungan yang signifikan antara Pada variabel kualifikasi
abortus dengan kejadian kematian tenaga penolong persalinan,
ibu (p = 1,000). Akan tetapi, ibu proporsi kelompok kasus dan
yang pernah mengalami abortus kontrol pada kualifikasi tenaga
memiliki risiko 1,383 kali untuk penolong persalinan bukan nakes
mengalami kematian ibu tidak ada (0%). Sedangkan pada
dibandingkan ibu yang tidak kualifikasi tenaga penolong
pernah mengalami abortus (OR = persalinan oleh nakes, proporsi
1,383; 95%CI : 0,283 – 6,764). kelompok kasus yaitu sebanyak
4. Hubungan Antara Pemeriksaan 100% dan pada kelompok kontrol
ANC Dengan Kejadian Kematian juga 100%.
Ibu Hasil analisis bivariat tidak
Pada variabel pemeriksaan dapat menunjukkan apakah ada
ANC, dibagi menjadi dua kategori hubungan atau tidak, karena
yaitu tidak baik dan baik. Proporsi terdapat nilai 0 pada salah satu sel
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 201
yaitu bukan nakes. Begitu pula menyusui, karena diusia tersebut
dengan besar risiko tidak dapat seorang wanita berada pada masa
dihitung. reproduksi sehat.(8),(7),(9) Kematian
6. Hubungan Antara Keberadaan ibu yang terjadi pada usia ibu <20
Bidan Desa Dengan Kejadian tahun dan >35 tahun sangat
Kematian Ibu berisiko terkena komplikasi
Pada variabel keberadaan kebidanan. Pada usia <20 tahun
bidan desa, proporsi kelompok memiliki kemungkinan besar
kasus dan kontrol pada kategori untuk mengalami anemia,
tidak ada yaitu 0%. Sedangkan kemudian perkembangan organ
pada kategori ada, proporsi reproduksinya belum optimal.
kelompok kasus yaitu sebanyak Serta emosialnya juga belum
100% dan pada kelompok kontrol stabil. Sedangkan pada usia
sebanyak 100%. Hasil analisis kehamilan >35 sering muncul
bivariat tidak dapat menunjukkan penyakit seperti hipertensi, tumor
apakah ada hubungan atau tidak, atau penyakit persendian, panggul
karena terdapat nilai 0 pada salah dan organ reproduksinyapun juga
satu sel yaitu tidak ada. Begitu sudah mulai melemah sehingga
pula dengan besar risiko tidak dapat mempersulit dalam
dapat dihitung. persalinan. (10),(7),(11)
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis
1. Univariat univariat dari 62 responden yang
a. Usia Ibu masuk dalam kategori usia
Usia atau umur adalah berisiko (<20 tahun dan >35
lamanya waktu hidup sejak tahun), pada kelompok kasus dan
dilahirkan/ diadakan, sehingga kontrol sama yaitu sebanyak 5
bagi seorang wanita usia responden (16,1%). Dan yang
mempunyai pengaruh yang sangat masuk dalam kategori usia tidak
erat kaitanya dengan sistem berisiko (20-35 tahun), pada
(6)
reproduksinya. Hal ini kelompok kasus dan kontrol juga
berhubungan dengan kesiapan sama yaitu 26 responden (83,9%).
atau kondisi organ tubuh ibu Hal ini menunjukkan bahwa usia
dalam menerima kehadiran sebagian besar responden hamil
janin. (7)
Usia antara 20-35 tahun pada usia tidak berisiko (20 – 35
merupakan usia ibu yang aman tahun). Keadaan ini sama dengan
untuk hamil, melahirkan, dan hasil penelitian dari Justina F, dkk
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 202
(2013) yang memperoleh proporsi Abortus merupakan
kematian pada usia 20 – 35 tahun berakhirnya proses kehamilan
70% yang merupakan kelompok sebelum bayi dapat hidup di luar
umur terbanyak.(12) kandungan atau keluarnya janin
b. Paritas dengan berat <500 gram atau usia
Paritas adalah jumlah anak kehamilan <20 minggu.(14) Dari
yang pernah dilahirkan oleh hasil penelitiian diperoleh 7
seorang ibu, tidak melihat apakah responden yang pernah mengalami
bayi yang dilahirkan hidup atau abortus, 4 diantaranya merupakan
(13)
meninggal. Berdasarkan hasil kelompok kasus (13%) dan pada
penelitian diperoleh bahwa kelompok kontrol sebanyak 3
proporsi kematian ibu terbanyak (9,6%). Dan sebagian besar dari
pada paritas berisiko (≤1 atau >4), ibu yang mengalami abortus, baru
yaitu pada kelompok kasus kali pertama mengalami abortus.
sebanyak 37,1% dan pada Di negara tertentu, abortus
kelompok kontrol sebanyak memiliki kontribusi yang cukup
33,9%. Sebagian besar terjadi banyak dalam kejadian kematian
pada ibu dengan paritas 1, yaitu ibu yaitu 50%. Sedangkan di
sebanyak 25 responden, seluruh dunia penyebab kematian
sedangkan melahirkan <1 atau ibu akibat abortus sebanyak
belum pernah melahirkan 15%.(14)
sebelumnya sebanyak 19 orang. Penyebab abortus sering kali
Dan pada melahirkan > 4, pada tidak diketahui atau terjadi secara
kasus maupun kontrol, tidak ada. spontan. Beberapa faktor yang
Keadaan ini sama dengan hasil dapat menyebabkan abortus,
penelitian dari Justina F, dkk antara lain yaitu ovum yang
(2013) yang mendapatkan 33 kurang baik atau spermatozoa
responden (33,0%) ibu dengan yang kurang sempurna, hal ini
paritas 1, yang merupakan dikarenakan terjadi penyimpangan
(12)
kelompok tertinggi. Pada paritas pada saat proses fertilisasi. Selain
≤ 1 menunjukkan bahwa itu, kekurangan gizi, jarak
kemungkinan ibu meninggal kehamilan yang terlalu pendek,
disebabkan karena adanya dan terdapat penyakit rahim dapat
penyakit penyerta yang dialami mengakibatkan lapisan dalam
ibu. rahim bermasalah sehingga dapat
c. Abortus terjadi abortus.(15) Umur dan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 203
paritas juga menjadi faktor risiko melakukan pemeriksaan ANC
terjadinya abortus. Umur yang (1,1,2). Sedangkan responden
menjadi faktor risiko terjadinya yang tidak baik (<1, <1, <2) dalam
abortus tentunya umur yang melakukan pemeriksaan ANC,
berisiko yaitu <20 tahun dan >35 pada kelompok kasus sebanyak 11
tahun. Sedangkan pada paritas (35,4%) dan pada kelompok
yaitu pada paritas ≤1 atau >4. (16)
kontrol sebanyak 14 (45,2%). Hal
d. Pemeriksaan ANC ini sama seperti hasil penelitian
Pelayanan antenatal dari Arulita I.F (2007), Nurul A
merupakan pelayanan kesehatan (2013), dan Morel S, dkk (2017),
oleh tenaga kesehatan yang yang mendapatkan hasil yang
diberikan kepada ibu selama masa sama yaitu dalam pemeriksaan
kehamilannya, dan dilaksanakan ANC responden (kasus dan
sesuai dengan standar pelayanan kontrol) sudah masuk dalam
kebidanan, dan dicatat dalam buku kategori baik lebih banyak
KIA. Pelayanan antenatal minimal dibanding yang tidak baik.(8),(20),(21)
dilakukan sebanyak 4 kali, dengan Dengan ANC teratur/ baik maka
frekuensi minimal 1 kali pada kemungkinan komplikasi yang
trimester pertama (usia kehamilan timbul dapat diprediksi sejak awal
0-12 minggu), 1 kali pada sehingga persalinan dapat
trimester kedua (usia kehamilan direncanakan lebih optimal.(22)
12-24 minggu), dan 2 kali pada Akan tetapi jika pemeriksaan
trimester ketiga (usia kehamilan ANC tidak baik, akan
24 minggu- lahir). Standar menyebabkan terjadinya berbagai
frekuensi pelayanan antenatal ini permasalahan, seperti komplikasi
bertujuan untuk menjamin kehamilan dan persalinan yang
perlindungan terhadap ibu hamil mana nantinya morbiditas dan
dan janinnya, berupa deteksi dini mortalitas akan meningkat pada
faktor risiko, pencegahan dan ibu dan janin.(14)
penanganan dini komplikasi e. Kualifikasi Tenaga Penolong
(17),(18),(19)
kebidanan. Persalinan
Dari hasil penelitian Salah satu indikator
diperoleh 20 responden pada kematian maternal yang lain
kelompok kasus (64,6%) dan 17 adalah persalinan oleh tenaga
responden pada kelompok kontrol kesehatan. Pertolongan persalinan
(54,8%) yang sudah baik dalam oleh tenaga kesehatan adalah
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 204
pertolongan persalinan oleh tenaga bahwa upaya pemerintah dalam
yang ahli di bidangnya menurunkan kematian ibu sudah
(profesional), seperti bidan, baik, karena sudah terdapat bidan
dokter, dokter kandungan desa disetiap desa dalam wilayah
dll.(14),(19) kerja Puskesmas. Keberadaan
Hasil penelitian bidan desa disetiap desa
menunjukkan bahwa semua diharapkan mampu melakukan
responden, yaitu pada kasus dan penatalaksanaan rujukan risiko
kontrol penolong persalinan komplikasi dengan baik sehingga
pertama kali ditolong oleh tenaga dapat memperkecil kejadian
kesehatan (100%). Pada 31 kasus, kematian ibu, selain itu apabila
pertolongan persalinan dilakukan ditemukan ibu dengan riwayat
sesuai dengan waktu terjadinya ANC yang tidak baik, peran bidan
kematian. Keadaan ini hampir desa sangat diperlukan untuk
sama dengan penelitian Nurul A mengambil tindakan atau anjuran
(2013), dimana proporsi yang diperlukan untuk
persalinan ditolong nakes lebih menghindari adanya masalah
(24)
banyak dari pada non nakes, yaitu kesehatan. Karena bidan desa
pada kelompok kasus sebanyak merupakan tenaga kesehatan yang
87,5%, dan pada kelompok paling dekat dengan masyarakat,
kontrol sebanyak 95,8%.(20) dan paling mengetahui keadaan
f. Keberadaan Bidan Desa kesehatan ibu hamil.(25)
Bidan desa memiliki g. Sebab Kematian Pada Kasus
kewenangan seperti bidan pada Hasil penelitian
umumnya yaitu memberikan menunjukkan bahwa pada 31
pelayanan kesehatan ibu, kasus kematian ibu, penyebab
pelayanan kesehatan anak, dan kematian tertinggi adalah
pelayanan kesehatan reproduksi eklampsia (67,6%), diikuti dengan
perempuan dan keluarga perdarahan (16,2%), dan penyebab
(23)
berencana. lainya (16,2%). Penyebab lainya
Dari hasil penelitian yang termasuk penyebab kematian
menunjukkan bahwa semua adalah emboli, CHF, jantung,
responden, yaitu pada kelompok sesak nafas, dan nyeri dada. Hal
kasus dan kontrol di wilayah ini sama dengan hasil penelitian
tempat tinggalnya terdapat bidan dari Morel S (2017), yang
desa (100%), hal ini menandakan mendapatkan hasil penyebab
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 205
kematian ibu tertinggi disebabkan kesehatan yang lebih lengkap
karena Preeklampsia/ eklampsia fasilitasnya, seperti rumah sakit.
(21)
yaitu sebanyak 54,1%. Pada penelitian ini, diperoleh hasil
Preeklamsia/ eklampsia bahwa penyebab yang
merupakan penyakit yang tidak menyebabkan ibu dilakukan
dapat diprediksi dan dapat terjadi rujukan paling banyak karena PEB
pada ibu yang tidak memiliki (preeklampsia berat) yaitu 54,8%,
faktor predisposisi. Preeklamsia/ dan diikuti oleh perdarahan yaitu
eklampsia dapat terjadi karena 9,6%. Preeklamsi berat dapat
usia ibu saat hamil dan gravida disebabkan karena faktor usia
pada ibu. Pada usia <20 tahun, yaitu usia yang berisiko (<20
seorang ibu dapat dengan mudah tahun dan >35 tahun), usia
mengalami kenaikan tekanan kehamilan >28 minggu karena
darah dan lebih cepat kejadian preeklampsia semakin
menimbulkan kejang. Sedangkan meningkat dengan makin tuanya
pada usia >35 tahun, juga usia kehamilan. Selain itu riwayat
merupakan faktor predisposisi penyakit juga mempengaruhi
untuk terjadinya preeklampsia. terjadinya preeklampsia, seperti
Pada gravida, ibu yang mengalami diabetes mellitus, penyakit
hamil pertama (primigravida) vaskuler atau ginjal kronik,
memiliki risiko terjadinya hipertensi kronik dan mola
(28)
preeklampsia berat 2,2 kali hidatidosa.
dibandingkan dengan seorang ibu 2. Bivariat
yang hamil lebih dari 1 kali a. Hubungan Antara Usia Ibu dengan
(multigravida). Hal ini Kejadian Kematian Ibu
dikarenakan secara imunologik Hasil analisis bivariat
pada kehamilan pertama menunjukkan bahwa usia ibu tidak
membentuk blocking antibodies memiliki hubungan yang
terhadap antigen plasenta tidak signifikan dengan kejadian
sempurna sehingga timbul respons kematian ibu. Usia <20 tahun dan
imun yang tidak menguntungkan >35 tahun juga bukan merupakan
bagi histo compability placenta.(26) faktor risiko (OR = 1,000; 95% CI
h. Kausa Rujukan Pada Kasus : 0,258 – 3,871; p = 1,000).
Kausa rujukan adalah Sehingga pada penelitian ini
penyebab seorang ibu harus hipotesis hubungan usia ibu
dirujuk ke tempat pelayanan dengan kejadian kematian ibu
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 206
ditolak atau tidak terbukti adanya dari penelitian Justina F, dkk
hubungan. menyatakan bahwa ada hubungan
Hasil penelitian ini sesuai antara paritas dengan kejadian
dengan hasil penelitian Nurul A kematian ibu.(12)
(2013), Krisnita D (2016), dan Jika ditinjau dari sudut
Morel S, dkk (2017) yang kematian ibu, paritas yang paling
menyatakan bahwa tidak ada aman yaitu antara 2-3. Sedangkan
hubungan yang signifikan antara paritas ≤1 dan >4 merupakan
usia ibu dengan kejadian kematian paritas yang tidak aman bagi
ibu (nilai p > 0,05). Hal ini seorang ibu, karena dapat
berbanding terbalik dengan menyebabkan kematian ibu.
penelitian Nor A, dkk (2016), Paritas ≤1 berisiko, hal ini
yang menyatakan bahwa usia ibu dikarenakan ibu belum siap secara
memiliki hubungan dengan medis ataupun mental untuk
kematian ibu (nilai p < 0,05). melakukan persalinan. Sedangkan
(3),(29),(20),(21)
pada paritas >4, secara fisik
b. Hubungan Antara Paritas dengan seorang ibu mengalami
Kejadian Kematian Ibu kemunduran organ reproduksinya,
Hasil analisis bivariat karena semakin sering ibu hamil
menunjukkan hasil bahwa tidak dan melahirkan, elastisitas uterus
ada hubungan yang signifikan semakin terganggu, akibatnya
antara paritas dengan kematian ibu uterus tidak berkontraksi secara
(p = 0,780). Akan tetapi, ibu optimal dan mengakibatkan
dengan paritas berisiko (≤1 atau perdarahan setelah
>4) memiliki risiko 1,369 kali kehamilan.(8),(7),(12)
untuk mengalami kematian ibu c. Hubungan Antara Abortus dengan
dibanding ibu dengan paritas tidak Kejadian Kematian Ibu
berisiko (2-4), (OR = 1,369; Dari hasil analisis bivariat
95%CI : 0,455 – 4,121). Hasil menunjukkan hasil bahwa tidak
penelitian ini sama dengan ada hubungan yang signifikan
penelitian dari Arulita I.F (2007) antara abortus dengan kejadian
dan Krisnita D.J (2016), yang kematian ibu (p = 1,000), akan
menyatakan bahwa tidak ada tetapi seorang ibu yang pernah
hubungan yang bermakna antara mengalami abortus memiliki
paritas dengan kejadian kematian risiko 1,383 kali untuk mengalami
ibu (p >0,05).(8),(3) Akan tetapi kematian ibu dibanding dengan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 207
ibu yang tidak pernah mengalami diketahui apakah ada hubungan
abortus (OR = 1,383; 95%CI : atau tidak karena hanya terdapat
0,283 – 6,764). satu kategori saja yang bernilai
d. Hubungan Antara Pemeriksaan ANC yaitu pada kategori “ada”, dan
dengan Kejadian Kematian Ibu besar risiko juga tidak dapat
Hasil analisis bivariat diketahui hasilnya.
menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara 4. KESIMPULAN
pemeriksaan ANC dengan A. Kesimpulan
kejadian kematian ibu (p = 0,605), Berdasarkan hasil penelitian yang
dan pemeriksaan ANC merupakan telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
faktor . Hal ini sama dengan sebagai berikut :
penelitian dari Morel S (2017), 1. Univariat
yang menyatakan bahwa tidak ada a. Proporsi kelompok usia ibu
hubungan yang signifikan antara berisiko (< 20 tahun dan >35
pemeriksaan ANC dengan tahun) lebih kecil dibanding
Kematian Ibu (p > 0,05).(21) Akan dengan kelompok usia tidak
tetapi berbeda dengan penelitian berisiko (20 – 35 tahun).
dari Arulita I.F (2007), Nurul A b. Proporsi kelompok ibu dengan
(2003), Sari S (2017), Dwi S, dan paritas berisiko (≤ 1 atau > 4)
Sumarni (2014), yang menyatakan lebih besar dibanding dengan
ada hubungan antara pemeriksaan kelompok paritas tidak
Antenatal dengan kematian Ibu (p berisiko (2 – 4).
= <0,05).(8),(20),(22),(30),(31) c. Proporsi ibu pernah abortus
e. Hubungan Antara Kualifikasi Tenaga lebih kecil dibanding dengan
Penolong Persalinan dengan Kejadian proporsi ibu tidak pernah
Kematian Ibu abortus.
Dan dari hasil analisis d. Proporsi pemeriksaan ANC
bivariat tidak diketahui apakah ada tidak baik (<1, <1, <2) lebih
hubungan atau tidak karena hanya kecil dibanding dengan
terdapat satu kriteria saja yang pemeriksaan ANC baik
bernilai, dan besar risiko juga (1,1,2).
tidak dapat diketahui hasilnya. e. Proporsi kualifikasi tenaga
f. Hubungan Antara Keberadaan Bidan penolong persalinan semua
Desa dengan Kejadian Kematian Ibu ibu ditolong oleh tenaga
Hasil analisis bivariat tidak kesehatan.
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 208
f. Proporsi keberadaan bidan nilai p = 1,000 (p > 0,05),
desa semua desa responden tetapi merupakan faktor risiko
terdapat bidan desa. (OR = 1,383; 95% CI : 0,283
g. Sebab kematian pada kasus – 6,764). Dimana ibu yang
tertinggi disebabkan karena pernah mengalami abortus (≤1
eklampsia (67,6%) dan diikuti atau >4) memiliki risiko 1,383
oleh perdarahan (16,2%). kali dibanding ibu yang tidak
h. Kausa rujukan pada kasus pernah mengalami abortus.
tertinggi disebabkan karena d. Tidak ada hubungan yang
Preeklampsia Berat (PEB), signifikan antara pemeriksaan
sebanyak 54,8%. ANC dengan kejadian
2. Bivariat kematian ibu di Kabupaten
a. Tidak ada hubungan yang Brebes, dengan nilai p = 0,605
signifikan antara usia dengan (p > 0,05; OR = 0,668; 95%
kejadian kematian ibu di CI : 0,241 – 1,853).
Kabupaten Brebes, dengan B. Saran
nilai p = 1,000 (p > 0,05), dan 1. Meskipun hasil penelitian
usia bukan merupakan faktor menyebutkan bahwa pemeriksaan
risiko (OR = 1,000; 95% CI : ANC pada ibu sudah baik, tetapi
0,258 – 3,871). ditemukan penyebab kematian
b. Tidak ada hubungan yang sebanyak 21 kasus (67,6%)
signifikan antara paritas disebabkan karena Eklampsia,
dengan kejadian kematian ibu dan penyebab rujukan pada kasus
di Kabupaten Brebes, dengan sebanyak 17 kasus (54,8%)
nilai p = 0,780 (p > 0,05), disebabkan karena Preeklampsia
tetapi merupakan faktor risiko Berat. Oleh karena itu, di
(OR = 1,369; 95% CI : 0,455 sarankan bahwa pemeriksaan
– 4,121). Dimana ibu dengan penyakit penyerta kehamilan
paritas berisiko (≤1 atau >4) seperti hipertensi, diabetes, dll
memiliki risiko 1,369 kali pada ANC lebih dioptimalkan.
dibanding ibu dengan paritas 2. Hasil penelitian menunjukkan
yang tidak berisiko (2 – 4). bahwa kematian ibu terdapat pada
c. Tidak ada hubungan yang usia kehamilan maupun
signifikan antara abortus persalinan sebelum aterm (cukup
dengan kejadian kematian ibu bulan) sebanyak 12 orang,
di Kabupaten Brebes, dengan sehingga disarankan terbentuknya
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 209
gasurkes KIA (petugas surveilans 6. Kamus Besar Bahasa Indonesia
kesehatan), yang diharapkan [Internet]. [cited 2018 Jul 11].
dapat memantau kondisi ibu Available from: kbbi.web.id
hamil setiap 1 bulan sekali. 7. Purwanti S, Trisnawati Y. Determinan
3. Bagi mahasiswa maupun peneliti Faktor Penyebab Kejadian Perdarahan
lain, dibutuhkan penelitian lebih Post Partum Karena Atonia Uteri. J
lanjut secara kualitatif tentang Ilm Kebidanan. 2015;6(1):97–107.
pengetahuan ibu terhadap 8. Fibriana Ai. Faktor – Faktor Risiko
penyakit penyerta yang dapat Yang Mempengaruhi Kematian
mengakibatkan resiko tinggi pada Maternal (Studi Kasus Di Kabupaten
kehamilan. Cilacap). Universitas Diponegoro;
2007.
5. REFERENSI 9. Qudsiah SC, Djarot HS, Nurjanah S.
1. WHO. Maternal mortality [Internet]. Hubungan Antara Paritas dan Umur
2016. p.3–8. Available from: Ibu dengan Anemia Pada Ibu Hamil
http://www.who.int/mediacentre/fac% Trimester III Tahun 2012. J Unimus
0Atsheets/fs348/en/%0AMaternal [Internet]. 2012;21–6. Available from:
mortality http:jurnal.unimus.ac.id
2. Faktor Dominan Penyebab Kehamilan 10. Wall LL. A Framework for Analyzing
Risiko Tinggi Pada Ibu Hamil Di the Determinants of Obstetric Fistula
Rumah Sakit Islam Sakinah Mojokerto Formation. Stud Fam Plann.
Indah Kusmindarti, Kholifah *STIKes 2012;43(4):255–72.
Bina Sehat PPNI Mojokerto. 67. 11. Endriana SD, Indrawati ND,
3. Jayanti KD, N HB, Wibowo A. Faktor Rahmawati A. Hubungan Umur dan
Yang Memengaruhi Kematian Ibu Paritas Ibu dengan Berat Bayi Lahir di
(Studi Kasus Di Kota Surabaya). J RB Citra Insani Semarang Tahun
Wiyata. 2016;3(1):46–53. 2012. J Unimus [Internet]. 2012;77–
4. Nomor Satu di Jateng , Tiga Tahun 83. Available from: http:jurnal.
179 Ibu di Brebes Meninggal saat. unimus.ac.id
2017 Jan 11; Available from: 12. Fatbinan J, Masni, Salmah HAU.
radartegal.com Faktor Risiko Kematian Maternal Di
5. Umam K, Muzayyanah I, Fajriyah D. RSUD Piere Paolo Magreti Saumlaki
Suara dari ladang bawang: kesehatan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
perempuan, Musrembangdes, dan AKI 2013;
yang (katanya) menurun. (pengalaman 13. Rahayu IR, Wijayanti DE, Atik NS.
Brebes). 2014;93–105. Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 210
Tentang Jamu Pasca Salin di BPM [Internet]. Jakarta; 2014. p. 1–34.
Nur Aeni Getas Pejaten Kudus. J Available from: www.hukumonline.
Kebidanan dan Kesehat. :92–100. com
14. Kartiningrum ED. Faktor yang 20. Aeni N. Faktor Risiko Kematian Ibu. J
Mempengaruhi Angka Kematian Ibu. Kesehat Masy Nas. 2013;7(10):453–9.
1st ed. Aditya Kusuma Putra, editor. 21. Sembiring M, Surbakti YR, Effendi
Mojokerto: Kekata Group; 2017. 5-18 IH. Maternal Mortality Determinants
p. In Referral Hospital : Three Years
15. Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Retrospective Study. Qanun Med.
Manuaba IBG. Memahami Kesehatan 2017;1(2):1–8.
Reproduksi Wanita. 2nd ed. Ester M, 22. Suriani S. Analisis faktor kejadian
editor. Jakarta: Penerbit Buku kematian ibu di kabupaten serang
Kedokteran EGC; 2009. banten. Pros Semin Nas
16. Handayani EY. Hubungan Umur Dan IKAKESMADA “Peran Tenaga
Paritas Dengan Kejadian Abortus Di Kesehat dalam Pelaks SDGs.”
Rsud Kabupaten Rokan Hulu. J 2017;119–28.
Matern Neonatal. 2015;1(6):249–53. 23. Kemenkes RI. Peraturan Menteri
17. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Kesehatan Republik indonesia Nomor
Tengah. Profil Kesehatan Provinsi 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan
Jawa Tengah. Dinas Kesehat Provinsi Penyelenggaraan Praktik Bidan.
Jawa Teng [Internet]. 2015;48–9. Jakarta; 2017. p. 1–26.
Available from: dinkesjatengprov. 24. Irianto J, Adisasmita AC, Utomo B.
go.id/v2015/dokumen/profil2015/Profi Peranan Keberdaan Bidan Desa Dalam
l_2015_fix.pdf rujukan Maternak. :1–11.
18. Kemenkes RI. Peraturan Menteri 25. Handriyani R. Faktor-Faktor yang
Kesehatan Republik Indonesia Nomor Berhubungan dengan Peran Bidan
97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Desa dalam Upaya Menurunkan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Angka Kematian Ibu Hamil di
Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Wilayah Kerja Lhoong Kabupaten
Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Aceh Besar Tahun 2012. 2012;
Pelayanan Kontrasepsi, Serta 26. Palupi DD, Indawati R. Faktor Risiko
Pelayanan Kesehatan Seksual. Jakarta; Kematian Ibu dengan Preeklampsia /
2014. Eklampsia dan Perdarahan di Provinsi
19. Peraturan Pemerintah Republik Jawa Timur. J Biometrika dan
Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Kependud. 2014;3(2):107–13.
Tentang Kesehatan Reproduksi
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 211
27. Indriani N. Analisis Faktor-Faktor 29. Muthoharoh NA, Purnomo I, NurLatif
yang Berhubungan dengan RV. Faktor – faktor yang berhubungan
Preeklampsia/ Eklampsia pada Ibu dengan kematian maternal
Bersalin Di Rumah Sakit Umum dikabupaten batang. J PENA Med.
Daerah Kardinah Kota Tegal Tahun 2016;6(1):1–18.
2011. Universitas Indonesia; 2012. 30. SR DS, Nurlaela S. Analisis Faktor
28. Utama SY. Faktor Risiko yang Risiko Kematian Ibu (Studi Kasus di
Berhubungan dengan Kejadian Kabupaten Banyumas).
Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil di 31. Sumarni. Faktor-Faktor yang
RSD Raden Mattaher Jambi tahun Mempengaruhi Kematian Ibu di
2007. J Ilm Univ Batanghari Jambi. Kabupaten Banyumas Jawa Tengah
2008;8(2):71–9. Periode Tahun 2009-2011. Bidan
Prada. 2014;5(1):52–62.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 212
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN TERHADAP STIGMA ORANG
DENGAN EPILEPSI (ODE) PADA PETUGAS PUSKESMAS
DI KOTA SEMARANG TAHUN 2018

Rizkya Alifa Rifani1), Yusthin Meriantti Manglapy1)


1
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
email: rizkyafadli22@gmail.com; yusthin.manglapy@gmail.com

Abstract
Stigma affects the quality of life of people with epilepsy (PWE), the role of primary health care
officers not only to control the seizures but also against the myths and beliefs about stigma. This study
aimed to prove the factors which contribute to the stigma of PWE. The study was descriptive with a
cross-sectional approach. Samples were 122 of primary health care officers in the city of Semarang.
This study measured the internal factors and external factors contributing to stigma. The data were
collected by interviews used validated of questionnaires (KAP, SIWB, and SSE). Then the data were
analyzed with the chi-square test. Result showed 85.2% of the respondents were women with an
average of 36.83 years old, 86.9% respondents were health workers and 13.1% respondents were
non-health workers. As much as 51.6% respondents had a ≥ 43,06 stigma score. Contributing factors
with PWE stigma on primary health care officers such us, knowledge, p = 0,010 (POR = 2,6; 95% CI.
1,247-5,420) attitude, p = 0,010 (POR = 3,19; 95% CI. 1,282-7,927), spiritual well-being, p = 0.006
(POR = 3,42; 95% CI. 1,380-8,478). Needs to the spiritual lesson and more education about epilepsy
knowledge for all primary health care officers, and continued research supported by in-depth
interviews.

Keywords : Epilepsy, stigma, primary health care officers

1. PENDAHULUAN negara tersebut, tidak mendapatkan


Epilepsi menurut International perawatan dengan semestinya.
League Against Epilepsy (ILAE) Diperkirakan 2,4 juta penduduk dunia di
merupakan gangguan neurologis otak yang diagnosis menderita epilepsi setiap
ditandai dengan minimal terdapat 2 kali tahunnya. Epilepsi sangat erat kaitannya
bangkitan tanpa sebab, atau antara dengan stigma, karena berbagai anggapan
bangkitan pertama dan kedua terjadi dalam muncul mengenai penyakit ini. Di
jarak waktu yang berbeda, lebih dari 24 Indonesia, masyarakat umum masih
jam. Bangkitan tersebut, kemungkinan menganggap epilepsi bukan sebagai
memiliki risiko kambuh sebesar 60% dan penyakit, melainkan sebagai gangguan
(1)
dapat terjadi selama 10 tahun ke depan. yang diakibatkan oleh hal-hal spiritual.(2)
Epilepsi merupakan salah satu penyakit Secara global, diperkirakan 2,4 juta
neurologis terbanyak di dunia, hampir orang di diagnosis menderita epilepsi
80% Orang Dengan Epilepsi (ODE) setiap tahunnya. Di negara-negara maju,
berada di negara berkembang dengan setiap tahunnya terdapat kasus baru
status ekonomi menengah ke bawah. sebanyak 30 sampai 50 per 100.000
Sekitar tiga perempat kasus epilepsi di penduduk. Sedangkan, di negara

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 213
berkembang, angka ini bisa sampai 2 kali kualitas perawatan.(11) Berdasarkan
(3)
lipat lebih besar. Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan oleh Thomas
menurut Perhimpunan Dokter Spesialis SV, bahwa keberadaan stigma, membuat
Saraf Indonesia (PERDOSSI), perkiraan penderita epilepsi cenderung
total penderita epilepsi aktif sampai saat menyembunyikan penyakitnya tersebut.
ini mencapai 1,8 juta per 220 juta Mereka lebih memilih untuk tidak
penduduk. Sedangkan perkiraan jumlah mengakses perawatan medis modern,
penderita epilepsi baru yakni mencapai namun justru memilih terapi alternatif.
250 ribu penderita.(4) Sehingga hal ini menyebabkan, data kasus
Pada dasarnya epilepsi dapat epilepsi tidak dapat diketahui secara
disembuhkan, jika pengobatan dilakukan pasti.(12)
secara tepat dan efektif.(5) Yayasan Menurut Ahmad, M salah satu peran
Epilepsi Indonesia (YEI) menyatakan utama profesional kesehatan yakni harus
bahwa, pada umumnya dengan 1 jenis dapat mengatasi stigma, dalam rangka
OAE saja dapat mengatasi 70% bangkitan meningkatkan kualitas hidup ODE, tidak
pada penderita epilepsi, namun 30% dari hanya dengan mengendalikan kejangnya
penderita epilepsi yang resisten terhadap saja, akan tetapi juga melawan mitos dan
obat, meski dengan 3 atau lebih jenis OAE kepercayaan tentang stigma serta
(6)
masih tetap sulit diatasi. mengatasi penyakit epilepsi dengan
Tujuan utama pengobatan epilepsi pendekatan yang lebih baik.(8) Akan tetapi,
yakni untuk mengoptimalkan kualitas berdasarkan survei awal yang dilakukan di
hidup penderita epilepsi. Menurut Tegegne salah satu pelayanan kesehatan primer di
MT, Ahmad M, dan Viteva E menyatakan Kota Semarang, ditemukan pencatatan
bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh rujukan epilepsi ditulis dalam buku
keberadaan stigma. Sedangkan hasil rujukan gangguan jiwa. Hal ini merupakan
penelitian Manglapy Y, M menunjukkan salah satu bentuk diskriminasi yang
bahwa keberadaan stigma memungkinkan dilakukan oleh tenaga kesehatan. Dengan
ODE mengalami penurunan kualitas hidup demikian, penting untuk melakukan
sebesar 3 kali.(7,8,9,10) Stigma memiliki penelitian mengenai stigma pada petugas
dampak serius, baik terhadap gangguan puskesmas.
sosial dan psikologis penderita, juga
terhadap eksternalitas penderita, seperti 2. METODE PENELITIAN
yang terdapat dalam sistem pelayanan Penelitian ini dilakukan di 37
kesehatan. Hal ini dapat menjadi puskesmas yang ada di Kota Semarang
penghalang utama dalam akses selama bulan Mei-Juni 2018. Penelitian ini
pengobatan, proses pemulihan serta termasuk dalam penelitian deskriptif
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 214
dengan pendekatan cross-sectional. kuesioner Knowledge Attitude and
Sasaran penelitian merupakan seluruh Perception (KAP), Spiritual Index Well-
tenaga kesehatan dan tenaga non being (SIWB), dan Stigma Scale of
kesehatan puskesmas di Kota Semarang. Epilepsy (SSE). Data yang diperoleh
Sejumlah 122 minimal sampel yang kemudian dianalisis menggunakan teknik
diambil dari 865 total populasi penelitian. uji chi square.
Sampel diambil secara random
menggunakan undian yang sebelumnya 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
telah memenuhi kritaria inklusi penelitian. Hasil
Variabel yang diteliti berupa faktor Dari ke 37 puskesmas, sebanyak 122
internal dan faktor eksternal responden responden telah berhasil diwawancara,
terhadap terjadinya stigma. Pengambilan berikut merupakan hasil uji normalitas
data dilakukan dengan teknik wawancara data umur, pengetahuan, sikap, persepsi,
dengan bantuan alat ukur kuesioner. kesejahteraan spiritual, masa kerja, dan
Instrumen yang dipakai yakni terdiri dari stigma responden.
Tabel 1. Hasil Normalitas Data Variabel Umur, Pengetahuan, Sikap, Persepsi, Kesejahteraan
Spiritual, Masa Kerja, dan Stigma Responden
Variabel Asymp.Sig Keterangan
Umur 0,080 Normal
Pengetahuan 0,061 Normal
Sikap 0,000 Tidak normal
Persepsi 0,000 Tidak normal
Kesejahteraan spiritual 0,000 Tidak normal
Masa kerja 0,007 Tidak normal
Stigma 0,033 Tidak normal
Sumber data : data primer terolah (2018)

Berdasarkan tabel 1. menunjukkan 7 dikategorikan berdasarkan rerata dan data


variabel yang di uji normalitasnya, hanya tidak normal dikategorikan berdasarkan
2 variabel yang terbukti normal, yaitu median. Berikut merupakan hasil uji
variabel umur dan pengetahuan, univariat masing-masing variabel menurut
sedangkan kelima variabel lainnya tidak berikut:
terbukti normal. Data normal
Tabel 2. Hasil Uji Univariat Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Variabel Kategori F (%)
Umur 50-64 tahun 18 (14,8)
15-49 tahun 104 (85,2)
Jenis kelamin Laki-laki 24 (19,7)
Perempuan 98 (80,3)
Pendidikan terakhir < S1 66 (54,1)
≥ S1 56 (45,9)
Profesi Tenaga non kesehatan 16 (13,1)

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 215
Variabel Kategori F (%)
Tenaga kesehatan 106 (86,9)
Pengetahuan < 19,55 56 (45,9)
≥ 19,55 66 (54,1)
Sikap <9 29 (23,8)
≥9 93 (76,2)
Persepsi < 50 49 (40,2)
≥ 50 73 (59,8)
Kesejahteraan spiritual < 48 30 (26,6)
≥ 48 92 (75,4)
Masa kerja < 12 58 (47,5)
≥ 12 64 (52,5)
Pernah tidaknya mendapat informasi tentang Tidak 11 (9,0)
epilepsi Ya 111 (91,0)
Pernah tidaknya melihat ODE sedang mengalani Ya 72 (59,0)
serangan Tidak 50 (41,0)
Kepemilikan kerabat/rekan/tetangga ODE Ya 33 (27,0)
Tidak 89 (73,0)
Stigma ≥ 43,06 63 (51,6)
< 43,06 59 (48,4)
Sumber data : data primer terolah (2018)

Berdasarkan tabel 1. Menunjukkan memiliki skor persepsi ≥ 50. Hal ini juga
bahwa umur responden terbagi dalam dua terjadi pada faktor kesejahteraan spiritual,
kategori, yakni umur produktif (50-64 bahwa lebih banyak responden memiliki
tahun) dan umur sangat produktif (15-49 kesejahteraan spiritual ≥ 48 dibandingkan
tahun). Sebagian besar responden berumur yang kurang, yaitu sebesar 75,4%.
sangat produktif yakni 85,2%. Sebesar Masa kerja responden berkisar antara
80,3% responden berjenis kelamin 0,5-37 tahun, yang terbagi dalam dua
perempuan. Pendidikan terakhir responden kategori yakni < 12 dan ≥ 12 tahun,
berkisar dari tamatan SMA sampai sebanyak 52,5% responden memiliki masa
tamatan S2, akan tetapi mayoritas kerja ≥ 12 tahun. Mayoritas responden
berpendidikan terakhir S1 (44,3%). 91% mengaku pernah mendapat informasi
Sebanyak 54,1% responden berpendidikan mengenai epilepsi sebelumnya. Sebanyak
terakhir < S1 dan 45,9% sisanya 59% responden pernah melihat ODE
berpendidikan terakhir ≥ S1. Sebagian sedang mengalani serangan. Selain itu,
besar responden berprofesi sebagai tenaga sebagian besar responden 73% mengaku
kesehatan yaitu 86,9% dan 13,1% sisanya tidak memiliki kerabat/rekan/tetangga
berprofesi sebagai tenaga non kesehatan. ODE. Berdasarkan perhitungan Stigma
Sebanyak 54,1% responden memiliki skor Scale of Epilepsi (SSE) bahwa skor stigma
pengetahuan ≥ 19,55 dan sebesar 76,2% responden dikategorikan berdasarkan nilai
memiliki skor sikap tentang epilepsi ≥ 9. tengah (median), sebanyak 51,6%
Selain itu, sebanyak 59,8% responden responden dengan skor stigma ≥ 43,06.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 216
Berikut merupakan hasil analisis terjadinya stigma ODE, yang dianalisis
bivariat faktor internal dan faktor eksternal menggunakan uji chi square :
pada petugas puskesmas terhadap
Tabel 3. Hasil Uji Bivariat Faktor Internal dan Faktor Eksternal Petugas Puskesmas
Terhadap Stigma ODE
Kategori Stigma
Kategori
Variabel ≥ 43,06 < 43,06 POR 95% CI p
Variabel
F (%) F (%)
Umur 50-64 tahun 9 (50,0) 9 (50,0) 0,926 0,340-2,519 0,880
15-49 tahun 54 (51,9) 50 (48,1)
Jenis kelamin Laki-laki 11 (45,8) 13 (54,2) 0,749 0,306-1,833 0,525
Perempuan 52 (53,1) 46 (46,9)
Tingkat pendidikan < S1 35 (53,0) 31 (47,0) 1,129 0,554-2,303 0,739
≥ S1 28 (50,0) 28 (50,0)
Profesi Tenaga non 10 62,5) 6 (37,5) 1,667 0,565-4,915 0,351
kesehatan
Tenaga 53 (50,0) 53 (50,0)
kesehatan
Pengetahuan < 19,55 36 (64,3) 20 (35,7) 2,600 1,247-5,420 0,010*
≥ 19,55 27 (40,9) 39 (59,1)
Sikap <9 21 (72,4) 8 (27,6) 3,188 1,282-7,927 0,010*
≥9 42 (45,2) 51 (54,8)
Persepsi < 50 28 (57,1) 21 (42,9) 1,448 0,699-3,000 0,319
≥ 50 35 (47,9) 38 (52,1)
Kesejahteraan spiritual < 48 22 (73,3) 8 (26,7) 3,421 1,380-8,478 0,006*
≥ 48 41 (44,6) 51 (55,4)
Masa kerja < 12 30 (51,7) 28 (48,3) 1,006 0,494-2,049 0,986
≥ 12 33 (51,6) 31 (48,4)
Pernah tidaknya mendapat Tidak 6 (54,5) 5 (45,5) 1,137 0,328-3,943 0,840
informasi tentang epilepsi Ya 57 (51,4) 54 (48,6)
Pernah tidaknya melihat Ya 36 (50,0) 36 (50,0) 0,852 0,413-1,755 0,664
ODE sedang mengalani Tidak 27 (54,0) 23 (46,0)
serangan
Kepemilikan Ya 16 (48,5) 17 (51,5) 0,841 0,378-1,871 0,671
kerabat/rekan/tetangga Tidak 47 (52,8) 42 (47,2)
ODE
* Signifikan p < 0,05
Sumber data : data primer terolah (2018)

Berdasarkan tabel 3. menunjukkan kerja, pernah tidaknya mendapat informasi


bahwa faktor yang terbukti berperan tentang epilepsi, pernah tidaknya melihat
terhadap terjadinya stigma ODE pada ODE sedang mengalami serangan, dan
petugas puskesmas antara lain : faktor kepemilikan kerabat/rekan/tetangga ODE.
pengetahuan, sikap dan kesejahteraan Faktor yang berperan
spiritual. Sedangkan faktor yang tidak Pengetahuan
terbukti berperan terhadap terjadinya Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat
stigma ODE pada petugas puskesmas bahwa skor stigma 43,06 lebih banyak
antara lain : faktor umur, jenis kelamin, dimiliki oleh responden dengan skor
tingkat pendidikan, profesi, persepsi, masa pengetahuan < 19,55, yakni sebesar

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 217
64,3%. Dari hasil tersebut dapat dikatakan kesejahteraan spiritual < 48, yakni sebesar
bahwa responden dengan skor 73,3%. Dari tabel tersebut dapat dikatakan
pengetahuan < 19,55 lebih banyak bahwa responden dengan skor
menstigma dibanding responden dengan kesejahteraan spiritual < 48 lebih banyak
skor pengetahuan ≥ 19,55. Hasil analisis menstigma dibanding responden dengan
statistik menunjukkan bahwa faktor skor kesejahteraan spiritual ≥ 48. Hasil
pengetahuan berperan terhadap terjadinya analisis statistik menunjukkan bahwa
stigma Orang Dengan Epilepsi (ODE) faktor kesejahteraan spiritual berperan
pada petugas puskesmas (p=0,010) dengan terhadap terjadinya stigma Orang Dengan
RP=2,6. Sehingga dapat disimpulkan Epilepsi (ODE) pada petugas puskesmas
bahwa seseorang dengan skor pengetahuan (p=0,006) dengan RP=3,421. Sehingga
< 19,55 memungkinkan seseorang tersebut dapat disimpulkan bahwa, seseorang
2,6 kali lebih besar berisiko memiliki skor dengan skor kesejahteraan spiritual < 48
stigma 43,06 dibandingkan dengan memungkinkan seseorang tersebut 3,4 kali
seseorang dengan skor pengetahuan ≥ lebih besar berisiko memiliki skor stigma
19,55. 43,06.
Sikap Faktor yang tidak berperan
Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat
bahwa skor stigma 43,06 lebih banyak bahwa skor stigma ≥ 43,06 lebih banyak
dimiliki oleh responden dengan skor sikap dimiliki oleh responden dengan kategori
< 9 (72,4%), dibandingkan dengan umur sangat produktif (15-49 tahun) yakni
responden dengan skor sikap ≥ 9. Hasil sebanyak 51,9%. Hasil tersebut tidak jauh
analisis statistik menunjukkan bahwa berbeda dengan banyaknya responden
faktor sikap berperan terhadap terjadinya yang berusia produktif (50-64 tahun) yang
stigma Orang Dengan Epilepsi (ODE) memiliki skor stigma ≥ 43,06 yakni
pada petugas puskesmas (p=0,010) dengan sebanyak 50%. Hasil analisis statistik
RP=3,19. Sehingga dapat disimpulkan menunjukkan bahwa faktor umur
bahwa, seseorang dengan skor sikap < 9 (p=0,880) tidak berperan terhadap
memungkinkan seseorang tersebut 3,19 terjadinya stigma Orang Dengan Epilepsi
kali lebih besar berisiko memiliki skor (ODE) pada petugas puskesmas.
stigma ≥ 43,06 dibandingkan dengan Skor stigma ≥ 43,06 lebih banyak
responden dengan skor sikap ≥ 9. dimiliki oleh responden berjenis kelamin
Kesejahteraan spiritual perempuan (53,1%) dibanding dengan
Berdasarkan tabel 3. dapat dilihat responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil
bahwa skor stigma 43,06 lebih banyak analisis statistik menunjukkan faktor jenis
dimiliki oleh responden dengan skor kelamin (p=0,525) tidak berperan terhadap
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 218
terjadinya stigma Orang Dengan Epilepsi Skor stigma 43,06 lebih banyak
(ODE) pada petugas puskesmas. dimiliki oleh responden dengan masa kerja
Skor stigma ≥ 43,06 lebih banyak < 12 tahun, yaitu sebanyak 51,7%. Hasil
dimiliki oleh responden yang tersebut tidak jauh berbeda dengan
berpendidikan terakhir < S1 dibandingkan responden dengan masa kerja 12 tahun
dengan responden yang berpendidikan yaitu sebanyak 51,6%. Hasil analisis
terakhir ≥ S1, yakni sebanyak 53%. Hasil statistik menunjukkan faktor masa kerja
analisis statistik menunjukkan bahwa (p=0,986) tidak berperan terhadap
tingkat pendidikan (p=0,525) tidak terjadinya stigma Orang Dengan Epilepsi
berperan terhadap terjadinya stigma Orang (ODE) pada petugas puskesmas.
Dengan Epilepsi (ODE) pada petugas Skor stigma 43,06 lebih banyak
puskesmas. dimiliki oleh responden yang tidak pernah
Skor stigma ≥ 43,06 lebih banyak mendapat informasi tentang epilepsi, yakni
dimiliki oleh responden yang berprofesi sebesar 54,5%. Hasil tersebut tidak jauh
sebagai tenaga non kesehatan, yakni berbeda dengan responden yang mengaku
sebesar 62,5%. Dari hasil tersebut dapat pernah mendapat informasi tentang
diartikan bahwa responden yang epilepsi dan memiliki skor stigma 43,06
berprofesi sebagai tenaga non kesehatan yakni sebesar 51,4%. Hasil analisis
lebih banyak menstigma dibandingkan statistik menunjukkan bahwa faktor
dengan responden yang berprofesi sebagai pernah tidaknya responden mendapat
tenaga kesehatan. Hasil analisis statistik informasi tentang epilepsi (p=0,840) tidak
menunjukkan bahwa faktor profesi berperan terhadap terjadinya stigma Orang
(p=0,351) tidak berperan terhadap Dengan Epilepsi (ODE) pada petugas
terjadinya stigma ODE pada petugas puskesmas.
puskesmas. Skor stigma ≥ 43,06 lebih banyak
Skor stigma 43,06 lebih banyak dimiliki oleh responden yang tidak pernah
dimiliki oleh responden dengan skor melihat ODE mengalami serangan, yakni
persepsi < 50, yakni sebesar 57,1%. Dari sebesar 54%. Hasil tersebut tidak jauh
hasil tersebut dapat diartikan bahwa berbeda dengan responden yang mengaku
responden dengan skor persepsi < 50 lebih pernah melihat ODE sedang mengalami
banyak yang menstigma dibanding serangan/kejang dan memiliki skor stigma
responden dengan skor persepsi ≥ 50. 43,06 yakni sebanyak 50%. Hasil
Hasil analisis statistik menunjukkan faktor analisis statistik menunjukkan bahwa
persepsi (p=0,319) tidak berperan terhadap faktor pernah tidaknya responden melihat
terjadinya stigma Orang Dengan Epilepsi ODE sedang mengalami serangan/kejang
(ODE) pada petugas puskesmas.
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 219
(p=0,664) tidak berperan terhadap Hasil analisis bivariat menunjukkan
terjadinya stigma Orang Dengan Epilepsi bahwa faktor pengetahuan berperan
(ODE) pada petugas puskesmas. terhadap terjadinya stigma Orang Dengan
Skor stigma ≥ 43,06 lebih banyak Epilepsi (ODE) pada petugas puskesmas
dimiliki oleh responden yang tidak (p=0,010), dengan nilai RP sebesar 2,6
memiliki kerabat/rekan//tetangga ODE, (95% CI = 1,247-5,420), sehingga dapat
yakni sebesar 52,8%. Hasil ini lebih disimpulkan bahwa seseorang dengan skor
banyak dibandingkan dengan responden pengetahuan < 19,55 memiliki
yang memiliki kerabat/rekan/tetangga kemungkinan 2,6 kali untuk memiliki skor
ODE. Hasil analisis statistik menunjukkan stigma 43,06, dibandingkan responden
bahwa faktor kepemilikan kerabat / rekan / dengan skor pengetahuan 19,55.
tetangga ODE pada responden (p=0,671) Seseorang dengan tingkat pengetahuan
tidak berperan terhadap terjadinya stigma yang baik diharapkan bisa lebih berfikir
Orang Dengan Epilepsi (ODE) pada luas dan memiliki inisiatif yang tinggi. Hal
petugas puskesmas. ini sesuai dengan hasil penelitian yang
Pembahasan dilakukan oleh Salmon D, dkk, yang
Faktor yang berperan menyatakan bahwa pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang berperan terhadap
Berdasarkan hasil penelitian terjadinya stigma ODE. Penelitiannya juga
didapatkan 54,1% responden memiliki menyatakan bahwa seseorang dengan
skor pengetahuan ≥ 19,55, lebih banyak pengetahuan yang tinggi tidak menutup
dibandingkan responden dengan skor kemungkinan bahwa seseorang tersebut
pengetahuan < 19,55. Hasil penelitian ini juga melakukan stigma. Stigma epilepsi
menandakan lebih banyak responden yang biasanya dapat muncul karena
berpengetahuan baik dibandingkan dengan ketidaktahuan seseorang terhadap
yang tidak. Hasil tabulasi silang antara mekanisme penularan penyakit, penyebab,
variabel pengetahuan dan stigma cara penanganan serta hal-hal lain yang
menunjukkan, skor stigma 43,06 lebih berkaitan dengan penyakit epilepsi.(14)
banyak dimiliki oleh responden dengan Sikap
skor pengetahuan < 19,55, yakni sebanyak Berdasarkan hasil penelitian,
64,3%. Hasil ini sejalan dengan penelitian didapatkan 76,2% responden memiliki
yang dilakukan oleh Muksin RI dkk, yang skor sikap ≥ 9, lebih banyak dibandingkan
menunjukkan bahwa responden yang responden dengan skor sikap < 9.
berpengetahuan kurang lebih banyak Sehingga hal ini menandakan lebih banyak
menstigma (63,6%) dibandingkan dengan responden yang bersikap baik
responden yang berpengetahuan baik.(13) dibandingkan dengan yang tidak. Hasil
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 220
tabulasi silang antara variabel sikap dan responden dengan skor kesejahteraan
stigma menunjukkan skor stigma 43,06 spiritual ≥ 48 lebih baik dibandingkan
lebih banyak dimiliki oleh responden dengan responden dengan skor
dengan skor sikap < 9, yakni sebesar kesejahteraan spiritual < 48. Hasil tabulasi
72,4%. Hasil tabulasi silang antara sikap silang antara variabel kesejahteraan
dan pengetahuan menunjukkan skor spiritual dan stigma menunjukkan bahwa,
pengetahuan < 19,55 lebih banyak dimiliki skor stigma 43,06 lebih banyak dimiliki
oleh responden dengan skor sikap < 9, oleh responden dengan skor kesejahteraan
yakni sebanyak 69%. Sehingga dapat spiritual < 48, yakni sebesar 73,3%. Hasil
dikatakan bahwa seseorang dengan skor tabulasi silang antara variabel
pengetahuan kurang memiliki korelasi kesejahteraan spiritual dan pengetahuan
positif terhadap skor sikap yang kurang. menunjukkan, skor pengetahuan < 19,55
Hasil analisis bivariat menunjukkan lebih banyak dimiliki oleh responden
bahwa faktor sikap berperan terhadap dengan skor kesejahteraan spiritual < 48
terjadinya stigma Orang Dengan Epilepsi (56,7%) dibandingkan responden dengan
(ODE) pada petugas puskesmas (p=0,010) skor kesejahteraan spiritual 48.
dengan nilai RP sebesar 3,188 (95% CI = Sehingga dapat disimpulkan bahwa
1,282-7,927), sehingga dapat disimpulkan pengetahuan yang kurang berkorelasi
bahwa seseorang dengan skor sikap < 9 positif terhadap skor kesejahteraan
memiliki kemungkinan 3,19 kali untuk spiritual yang rendah.
memiliki skor stigma 43,06, Hasil analisis bivariat menunjukkan
dibandingkan responden dengan skor faktor kesejahteraan spiritual terbukti
sikap 9. Hal ini serupa dengan berperan terhadap terjadinya stigma Orang
penelitian yang dilakukan oleh Shehata Dengan Epilepsi (ODE) pada petugas
GA, hasil penelitiannya menunjukkan puskesmas (p=0,006), dengan nilai RP
bahwa sikap memiliki hubungan dengan sebesar 3,421 (95% CI = 1,380-8,478).
terjadinya stigma ODE pada petugas Sehingga dapat disimpulkan bahwa
(15)
puskesmas. Selain itu, menurut seseorang dengan skor kesejahteraan
Shaluhiyah Z, dkk menyatakan bahwa spiritual < 48, memungkinkan seseorang
sikap yang negatif memungkinkan tesebut 3,421 kali berisiko memiliki skor
seseorang 4 kali lebih besar memberikan stigma 43,06, dibandingkan responden
(16)
stigma. dengan skor kesejahteraan spiritual 48.
Kesejahteraan spiritual Hal ini sejalan dengan penelitian yang
Sebanyak 75,4% responden lebih dilakukan oleh Waluyo A, dkk bahwa
banyak memiliki skor kesejahteraan religiusitas memiliki hubungan yang
spiritual ≥ 48. Dalam penelitian ini,
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 221
signifikan terhadap sikap yang dengan terjadinya stigma. Menurut Jannah
(17)
menstimulasi timbulnya stigma. M dkk, usia dewasa merupakan periode
Faktor yang tidak berperan transisi, dimana seseorang harus
Variabel umur dikategorikan menyesuaikan diri terhadap perubahan
berdasarkan tingkat produktivitas fisik juga terhadap perubahan peran yang
responden yakni sangat produktif (15-48 pada umumnya lebih sulit. Selain itu, usia
tahun) dan produktif (50-64 tahun). lanjut merupakan tahap dimana seseorang
Berdasarkan hasil penelitian, sebagian mengalami kemunduran secara fisik
besar responden berumur sangat produktif maupun mental. Pada tahap ini, pada
(15-49 tahun) yakni 85,2%. Sehingga umumnya seseorang juga akan mengalami
responden penelitian lebih banyak yang kerawanan sosial dan pribadi.(19) Hasil
berumur sangat produktif dibandingkan analisis bivariat menunjukkan faktor umur
dengan responden yang berumur tidak terbukti berperan terhadap terjadinya
produktif. Hasil penelitian Yuniastuti A, stigma Orang Dengan Epilepsi (ODE)
menunjukkan umur memiliki pengaruh pada petugas puskesmas (p=0,880).
negatif terhadap produktivitas kerja, dalam Sebagian besar responden penelitian,
artian semakin lama umur seseorang, berjenis kelamin perempuan yakni sebesar
maka akan semakin rendah 80,3%. Hasil tabulasi silang antara
(18)
produktivitasnya. Hasil tabulasi silang variabel jenis kelamin dan stigma
antara variabel umur dan stigma menunjukkan, skor stigma 43,06 lebih
menunjukkan bahwa skor stigma 43,06 banyak dimiliki oleh responden yang
lebih banyak dimiliki oleh responden yang berjenis kelamin perempuan (53,1%)
berumur sangat produktif (15-49 tahun) dibandingkan dengan responden yang
sebesar 51,9%, dibanding responden yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini tidak
berumur produktif, namun perbedaan sejalan dengan penelitian Muksin RI dkk,
tersebut tidak begitu signifikan. Hal ini yang menunjukkan bahwa responden yang
menunjukkan bahwa baik responden yang berjenis kelamin laki-laki justru lebih
berumur 50-64 tahun (produktif) maupun banyak melakukan stigma (76,9%)
responden yang berumur 15-49 tahun dibandingkan dengan responden berjenis
(sangat produktif) tidak berperan terhadap kelamin perempuan.(13) Menurut Bastable
munculnya stigma. Bukan berarti bahwa SB, laki-laki dan perempuan memiliki
responden yang berumur 50-64 tahun lebik otak yang bekerja dengan cara yang
banyak melakukan stigmatisasi, ataupun berlainan. Dimana perempuan lebih
sebaliknya. Beberapa penelitian banyak menggunakan otak mereka untuk
menunjukkan variabel umur merupakan memikirkan sesuatu hal yang
salah satu faktor yang berhubungan menyedihkan, serta kurang menggunakan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 222
otak mereka untuk memikirkan sesuatu terakhir lebih banyak melakukan
yang rasional. Sehingga memungkinkan stigma dibandingkan dengan responden
perempuan lebih menggunakan perasaan dengan pendidikan terakhir S1. Hasil
mereka untuk menanggapi berbagai hal, analisis bivariat menunjukkan bahwa
termasuk kaitannya dengan stigma.(20) faktor tingkat pendidikan tidak berperan
Ratnasari S menyatakan bahwa dimensi terhadap terjadinya stigma ODE pada
regulasi emosi antara laki-laki dan petugas puskesmas (p=0,739). Hasil ini
perempuan berbeda, sehingga cara mereka tidak sejalan dengan beberapa penelitian
dalam mehadapi sesuatu juga berbeda.(21) terdahulu yang menunjukkan bahwa
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu
jenis kelamin tidak terbukti memiliki faktor yang berhubungan dengan
peranan terhadap terjadinya stigma ODE) terjadinya stigma. Tingkat pendidikan
pada petugas puskesmas (p=0,525). Hasil sangat erat kaitannya dengan pola pikir
ini tidak sejalan dengan penelitian yang seseorang, tingkat penguasaan, tingkat
dilakukan oleh Paryati T, dkk bahwa jenis penyerapan informasi, serta persepsi yang
kelamin berkaitan dengan terjadinya benar. Sehingga secara teori seseorang
stigma dan diskriminasi pada petugas dengan tingkat pendidikan yang tinggi
(22)
kesehatan. Penelitian Muksin RI, dkk diharapkan dapat memiliki pengetahuan
juga menyatakan hal yang sama, jika jenis yang lebih terhadap epilepsi.(23)
kelamin berhubungan dengan terjadinya Profesi dikategorikan menjadi tenaga
stigma (p=0,015).(13) kesehatan dan tenaga non kesehatan. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan 54,1% penelitian menunjukkan 86,9% responden
responden berpendidikan terakhir < S1 dan berprofesi sebagai tenaga kesehatan. Hasil
sisanya berpendidikan terakhir S1. tabulasi silang antara variabel profesi dan
Sehingga dapat dikatakan bahwa stigma menunjukkan skor stigma 43,06
responden penelitian lebih banyak yang lebih banyak dimiliki oleh responden yang
kurang ahli dibandingkan yang ahli. Hasil berprofesi sebagai tenaga non kesehatan,
tabulasi silang antara variabel tingkat yakni sebesar 62,5%. Sehingga dapat
pendidikan dan stigma menunjukkan, skor diartikan bahwa responden yang
stigma 43,06 lebih banyak dimiliki oleh berprofesi sebagai tenaga non kesehatan
responden yang berpendidikan terakhir < lebih banyak menstigma dibandingkan
S1 (53,0%) dibandingkan dengan dengan responden yang berprofesi sebagai
responden yang berpendidikan terakhir tenaga kesehatan. Hasil analisis bivariat
S1, namun perbedaan hasil tersebut tidak menunjukkan bahwa faktor profesi tidak
jauh berbeda. Dapat disimpulkan bahwa, berperan terhadap terjadinya stigma ODE
seseorang dengan tingkat pendidikan pada petugas puskesmas (p=0,351).
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 223
Meskipun beberapa penelitian PT dkk, bahwa persepsi merupakan salah
menunjukkan adanya hubungan yang satu faktor yang berkontribusi terhadap
signifikan antara profesi dengan terjadinya terjadinya stigma epilepsi. Dalam
stigma ODE. Seperti hasil penelitian yang penelitiannya juga menunjukkan bahwa,
dilakukan oleh Lunardi MDS dkk, bahwa persepsi seseorang akan menjadi lebih
perbedaan profesi memiliki pengaruh baik setelah mendapatkan informasi yang
terhadap tinggi-rendahnya skor stigma benar mengenai epilepsi.(25) Selain itu
pada seseorang. Dalam penelitiannya juga Suwastini NM juga menyatakan hal yang
ditemukan bahwa semakin lama seseorang sama bahwa persepsi memiliki hubungan
dalam profesi tertentu, maka akan semakin yang signifikan terhadap terjadinya stigma
(24)
tinggi pula skor stigmanya. sosial dengan kualitas hidup ODHA.(26)
Hasil penelitian menunjukkan 59,8% Penelitian Hati K dkk, juga menyatakan
responden memiliki skor persepsi ≥ 50. hal yang sama bahwa persepsi memiliki
Sehingga hasil penelitian ini dapat hubungan dengan terjadinya stigma dan
disimpulkan bahwa lebih banyak ditemukan bahwa seseorang yang
responden yang memiliki persepsi baik mempunyai persepsi kurang memiliki
dibandingkan responden yang memiliki peluang memberikan stigma sebesar 2,86
persepsi kurang. Hasil tabulasi silang kali lebih besar dibandingkan dengan
antara variabel persepsi dan stigma seseorang dengan persepsi baik.(27)
menunjukkan skor stigma 43,06 lebih Sebanyak 52,5% responden memiliki
banyak dimiliki oleh responden dengan masa kerja ≥ 12 tahun. Hasil tabulasi
skor persepsi < 50 (57,1%) dibandingkan silang antara variabel masa kerja dan
responden dengan skor persepsi 50. stigma menunjukkan bahwa skor stigma
Sehingga, persepsi memiliki korelasi 43,06 lebih banyak dimiliki oleh
negatif terhadap stigma. Artinya, semakin responden yang memiliki masa kerja < 12
rendah skor persepsi responden maka akan tahun, yakni sebesar 57,1%. Hasil tersebut
semakin tinggi skor stigmanya. Hasil tidak jauh berbeda dengan responden yang
analisis bivariat menunjukkan faktor memiliki masa kerja 12 tahun dan
persepsi tidak berperan terhadap terjadinya memiliki skor stigma 43,06 yaitu
stigma ODE pada petugas puskesmas sebesar 51,6%. Hasil penelitian Yuniastusi
(p=0,319). Hasil ini tidak sesuai dengan A, dkk, menunjukkan lama kerja memiliki
beberapa penelitian terdahulu yang pengaruh positif terhadap produktivitas
menunjukkan bahwa, persepsi merupakan tenaga kerja. Menurutnya, semakin lama
salah satu faktor yang berhubungan seseorang bekerja maka akan semakin
dengan terjadinya stigma. Seperti tinggi pula produktivitasnya.(18) Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Fernandes penelitian Septiana VA, menunjukkan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 224
bahwa masa kerja secara simultan membentuk sikap negatif terhadap objek
memiliki korelasi positif dengan motivasi tersebut.(32)
kerja. Artinya, semakin lama seseorang Hasil penelitian menunjukkan
bekerja, maka akan semakin tinggi pula mayoritas responden pernah mendapat
motivasi kerjanya.(28) Menurut Kumajas informasi tentang epilepsi yakni sebesar
FW, bahwa semakin lama masa kerja 91%. Selain itu 58,2% dari responden
seseorang, maka akan semakin banyak yang pernah mendapat informasi tentang
pula pengalamannya. Sebaliknya, semakin epilepsi mengaku mendapatkan informasi
singkat masa kerja seseorang maka akan tersebut, dari pendidikan atau bangku
(29)
sedikit pula pengalaman yang didapat. perkuliahan. Sedangkan yang lainnya
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa mendapatkan informasi dari artikel, buku,
faktor masa kerja tidak berperan terhadap internet, media masa, medis (petugas
terjadinya stigma ODE pada petugas puskesmas), teman, saat sekolah dan 11
puskesmas (p=0,570). Hasil penelitian ini responden lainnya tidak menjawab.
tidak sejalan dengan beberapa penelitian Penelitian ini juga menunjukkan, bahwa
yang menunjukkan bahwa masa kerja responden yang berprofesi sebagai tenaga
merupakan salah satu faktor yang kesehatan lebih banyak mendapatkan
berhubungan dengan terjadinya stigma. informasi mengenai epilepsi, yaitu sebesar
Antara lain, penelitian yang dilakukan 95,3%. Dari 101 tenaga kesehatan,
oleh Ebied EME, bahwa lama pengalaman semuanya mengaku pernah mendapat
seorang perawat memiliki hubungan yang informasi mengenai epilepsi sebelumnya,
signifikan dengan terjadinya stigma dan akan tetapi 55,4% diantaranya masih
diskriminasi, dengan hasil statistik sebesar menjawab salah tentang penyebab
0,001.(30) Hasil penelitian Sudarsono juga epilepsi. Responden yang berprofesi
menunjukkan hasil yang sama, bahwa sebagai tenaga non kesehatan lebih sedikit
lama bekerja seorang perawat dan bidan yang pernah mendapat informasi
memiliki hubungan dengan terjadinya mengenai epilepsi, yakni sebesar 62,5%.
stigma. lama bekerja seseorang Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa
berpengaruh terhadap tingkat pengalaman, seseorang yang berprofesi sebagai tenaga
sehingga juga akan ikut mempengaruhi kesehatan pastinya lebih banyak menerima
dalam penentuan sikap dan pengambilan paparan pengetahuan tentang epilepsi,
keputusan dalam memberikan sehingga diharapkan skor stigmanya dapat
pelayanan.(31) Azwar menyatakan bahwa lebih kecil dibandingkan dengan seseorang
tidak adanya pengalaman sama sekali yang berprofesi sebagai tenaga non
terhadap suatu objek, cenderung akan kesehatan. Selain itu menurutnya
pemberian informasi yang benar mengenai
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 225
epilepsi dapat menangani persepsi tentang dibandingkan dengan hasil penelitian yang
(33)
stigma di masyarakat. Hasil tabulasi dilakukan oleh Gunawan DP dkk, di
silang antara variabel pernah tidaknya Manado, bahwa ditemukan 74,2%
mendapat informasi tentang epilepsi responden dari penelitiannya mengaku
dengan stigma menunjukkan bahwa skor pernah melihat ODE sedang mengalami
stigma 43,06 lebih banyak dimiliki oleh serangan.(34) Hasil analisis bivariat
responden yang tidak pernah mendapat menunjukkan bahwa pernah tidaknya
informasi tentang epilepsi (54,5%) melihat ODE sedang mengalami
dibanding dengan responden yang pernah serangan/kejang terbukti tidak memiliki
mendapat informasi tentang epilepsi peranan terhadap terjadinya stigma ODE
sebelumnya. Hasil penelitian ini lebih pada petugas puskesmas (p=0,664). Yang
kecil dibanding dengan hasil penelitian R, menyatakan bahwa seseorang akan
yang dilakukan oleh Gunawan DP dkk di merasa ngeri dan takut saat melihat
Manado, bahwa ditemukan sebesar 90,3% penderita epilepsi mengalami serangan,
responden dari penelitiannya pernah bahkan ada yang menganggapnya
mendapat infornasi mengenai epilepsi.(34) berbahaya. Sehingga mereka lebih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa memilih untuk menjaga jarak dengan
sebanyak 59% responden pernah melihat penderita epilepsi. Hal ini sangat
ODE sedang mengalami serangan. mempengaruhi seseorang untuk memicu
Tabulasi silang antara variabel pernah timbulnya persepsi tentang stigma.(35)
tidaknya melihat ODE mengalami Hasil penelitian menunjukkan bahwa
serangan dengan stigma menunjukkan, sebagian besar responden tidak memiliki
skor stigma 43,06 lebih banyak dimiliki kerabat/rekan/tetangga ODE yakni 73%.
oleh responden yang tidak pernah melihat Tabulasi silang antara variabel
ODE mengalami serangan, yakni sebesar kepemilikan kerabat/rekan/tetangga ODE
54%. Hasil ini lebih banyak dibandingkan dengan stigma menunjukkan, skor stigma
dengan responden yang pernah melihat 43,06 lebih banyak dimiliki oleh
ODE mengalami serangan yakni 50%. responden yang tidak memiliki
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pernah kerabat/rekan/tetangga (52,8%)
tidaknya seseorang melihat ODE sedang dibandingkan dengan responden yang
mengalami serangan berkorelasi negatif memiliki kerabat/rekan/tetangga ODE.
terhadap stigma. Dimana, seseorang yang Namun perbedaan hasil diantara kedua
tidak pernah melihat ODE mengalami kategori tersebut tidak begitu signifikan.
serangan memungkinkan seseorang Hasil tabulasi silang antara variabel pernah
tersebut memiliki skor stigma yang tinggi. tidaknya melihat ODE mengalami
Hasil penelitian ini lebih kecil serangan dengan kepemilikan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 226
kerabat/rekan/tetangga ODE 4. KESIMPULAN
menunjukkan, responden yang tidak Sampel penelitian berjumlah 122
memiliki kerabat/rekan/tetangga ODE responden, dengan 80,3% responden
lebih banyak tidak pernah melihat ODE berjenis kelamin perempuan. Responden
mengalami serangan, yakni sebesar 84% yang berumur sangat produktif sebanyak
responden. Hasil analisis bivariat 85,2% dan responden yang berumur
menunjukkan bahwa kepemilikan produktif sebesar 14,8%. Mayoritas
kerabat/rekan/tetangga ODE terbukti tidak responden berpendidikan <S1 yakni
memiliki peranan terhadap terjadinya sebesar 54,1%. Sebagian besar responden
stigma ODE pada petugas puskesmas berprofesi sebagai tenaga kesehatan, yakni
(p=0,671). Hasil penelitian ini tidak 86,9% dan sisanya sebagai tenaga non
sejalan dengan penelitian yang dilakukan kesehatan, yakni 13,1%. Sebanyak 54,1%
oleh Amjad RN, bahwa orang responden memiliki skor pengetahuan
terdekat/keluarga/kerabat cenderung 19,55, 76,2% responden memiliki skor
melakukan stigmatisasi dibandingkan sikap 9, 59,8% responden memiliki skor
dengan orang yang tidak memiliki persepsi 50, dan 75,4% responden
kerabat/keluarga ODE. Stigma yang ada memiliki skor kesejahteraan spiritual
dapat berbentuk kekerasan secara verbal, 48. Sebanyak 52,5% responden memiliki
ekspresi yang kurang mengenakkan dan masa kerja 12 tahun. Sebesar 91%
(36)
selalu ikut campur dalam hal apapun. responden mengaku pernah mendapat
Menurut Shaluhiyah Z, dkk peran keluarga informasi tentang epilepsi, 59% responden
dan tetangga sangatlah penting dalam mengaku pernah melihat ODE sedang
terjadinya stigma, yang akan mengganggu mengalami serangan, dan 27% responden
perkembangan psikologis penderita. mengaku memiliki kerabat/rekan/tetangga
Penelitiannya menujukkan, adanya sikap ODE. Sebanyak 51,6% responden
dan perilaku negatif dari keluarga dan memiliki skor stigma 43,06.
tetangga akan memperkuat diskriminasi Beberapa faktor yang terbukti
.(16)
dan penolakan dari masyarakat berperan terhadap stigma Orang Dengan
Hasil penelitian menunjukkan Epilepsi (ODE) antara lain : pengetahuan,
bahwa, sebanyak 51,6% responden sikap, dan kesejahteraan spiritual
memiliki skor stigma ≥ 43,06. Sehingga responden. Sedangkan, faktor-faktor yang
lebih banyak responden yang menstigma terbukti tidak berperan terhadap stigma
dibandingkan dengan responden yang Orang Dengan Epilepsi (ODE) antara lain
tidak menstigma. : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
profesi, persepsi, masa kerja, pernah

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 227
tidaknya mendapat informasi tentang Diakses pada 24 September 2017
epilepsi, pernah tidaknya melihat ODE 4. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana
mengalami serangan, dan kepemilikan Epilepsi. Airlangga University Press.
kerabat/rekan/tetangga ODE. Sehingga, Surabaya; 2014.
perlu adanya saran bagi puskesmas dan 5. Jerome Engel, Gretchen L. Birbeck,
peneliti selanjutnya, antara lain : Amadou Gallo Diop, Satis Jain AP.
Sebaiknya puskesmas memfasilitasi Practical Approaches to Treatment.
adanya kegiatan pemberian materi World Fed Neurol ILAE. 2005;2:61–
spiritual kepada para petugas puskesmas. 82.
Sehingga akan meningkatkan kepercayaan 6. Hawari I. Terapi Epilepsi. Yayasan
diri petugas puskesmas dalam menangani Epilepsi Indonesia (YEI). 2012.
penderita epilepsi; Perlu adanya edukasi Available from: http://google
yang lebih terkait pengetian epilepsi, weblight.com/?lite_url=http://www.i
penyebab epilepsi, pemicu epilepsi kumat, na-epsy.org/
dan fakta-fakta yang boleh dilakukan oleh Diakses pada 20 November 2017
penderita epilepsi tidak hanya kepada 7. Tegegne MT, Muluneh NY,
tenaga kesehatan saja akan tetapi juga Wochamo TT, Awoke AA, Mossie
terhadap tenaga non kesehatan; dan TB, Yesigat MA. Assessment of
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan, quality of life and associated factors
didukung dengan wawancara mendalam among people with epilepsy
kepada para responden, khususnya untuk attending at Amanuel Mental.
variabel sikap agar informasi yang didapat 2014;2(5):378–83.
bisa lebih dalam dan menyeluruh. 8. Ahmad M. Epilepsy : Stigma &
Management. Curr Res Neurosci.
5. REFERENSI 2011;1:1–14.
1. ILAE. Definision of Epilepsi. 2014. 9. Viteva E. Impact of Stigma on the
Available from: Quality of Life of Patients with
https://www.ilae.org/ Diakses pada 2 Refractory Epilepsy. Dep Neurol.
September 2017 2013;22:64–9.
2. Hawari I. Epilepsi di Indonesia. 10. Manglapy YM. Beberapa faktor yang
Yayasan Epilepsi Indonesia (YEI). berperan terhadap kualitas hidup
2010. Available from: orang dengan epilepsi. Universitas
http://www.ina-epsy.org/ Diakses Diponegoro; 2016.
pada 28 Maret 2018 11. Knaak S, Mantler E, Szeto A. Mental
3. WHO. Epilepsy. WHO. 2012. illness-related stigma in healthcare :
Available from: www.who.int/ Barriers to access and care and
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 228
evidence-based solutions. Healthc Rentang Kehidupan Manusia (Life
Manag Forum. 2017;30(2):111–6. Span Development) dalam Islam.
12. Sanjeev V. Thomas AN. Confronting Fak Psikol UIN Ar-Raniry Banda
the Stigma of Epilepsy. Ann Indian Aceh. 2017;3(1).
Acad Neurol. 2011;14(3):158–63. 20. Bastable SB. Perawat Sebagai
13. Rizal Imam Muksin, Zahroh Pendidik. Jakarta: EGC; 2002.
Shaluhiyah BW. Faktor-faktor yang 21. Shinantya Ratnasari JS. Perbedaan
Berhubungan dengan Stigma Guru Regulasi Emosi Perempuan dan
terhadap Anak HIV Positif. J Laki-laki di Perguruan Tinggi. Psikol
Kesehat Masy. 2015;3(2). Sos. 2017;15(01):35–46.
14. Salmon D. Hubungan Karakteristik, 22. Paryati T, Raksanagara AS, Afriandi
Pengetahuan dengan Stigma Petugas I. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kesehatan Tentang Koinfeksi Stigma dan Diskriminasi kepada
Tuberkulosis-Virus Human ODHA ( Orang dengan HIV / AIDS
Immunodeficiency di Kota Manado. ) oleh petugas kesehatan : kajian
J Kedokt Komunitas dan Trop. literatur Factors Influencing
2014;II. Stigmatization and Discrimination of
15. Shehata GA. A Review of Epilepsy PLHA ( People living with HIV /
Stigma in Egypt. Acta Psychopathol. AIDS ) among health workers :
2016;2:1–7. literature review. 2012;(38):1–11.
16. Zahroh Shaluhiyah, Syamsulhuda 23. Tunjung Sri Yulianti WMPW.
Budi Musthofa BW. Stigma Hubungan Tingkat Pendidikan dan
Masyarakat terhadap Orang dengan Tingkat Pengetahuan Tentang
HIV/AIDS. J Kesehat Masy Nas. Kesehatan Jiwa dengan Sikap
2015;9(4):333–9. Masyarakat Terhadap Pasien
17. Waluyo A. Understanding HIV- Gangguan Jiwa di RT XX Desa
related Stigma among Indonesian Duwet Kidul, Baturetno, Wonogiri.
Nurses. J Assoc Nurses AIDS Care. KOSALA JIK. 2016;4(1).
2015; 24. Mariana dos Santos Lunardi, Fabio
18. Anik Yuniastuti, Sri Marwanti EWR. Pra da Silva de Souza, Joao Carlos
Analisis Faktor-faktor yang Xikota, Roger Walz KL. Epilepsy
Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Perception Amongst Education
Kerja pada Industri Rotan Di Profesionals. Epilepsy Clin
Kabupaten Sukoharjo. AGRISTA. Neurophysiol. 2012;18(3).
2016;4(2):43–50. 25. Paula T. Fernandes, Ana LA
19. Miftahul Jannah, Fakhri Yacob J. Noronha, Josemir W Sander, Gail S
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 229
Bell LML. Training the Trainers and Perawat dan Bidan dengan Stigma
Disseminating Information. Arq pada Orang Dengan HIV/AIDS
Neuropsiquiatr. 2007;65(1):14–22. (ODHA) di Puskesmas Talun
26. Suwastini NM. Hubungan Persepsi Kabupaten Blitar. J Ners dan
Terhadap Stigma Sosial dengan Kebidanan. 2015;2(1):30–7.
Kualitas Hidup Pasien dengan 32. Azwar S. Sikap Manusia : Teori dan
HIV/AIDS di RSUP Sanglah Pengukurannya. Edisi 2. Yogyakarta:
Denpasar. Universitas Udayana Pustaka Belajar; 2007.
Denpasar; 2013. 33. Brenda A. Reno, Paula T. Fernandes,
27. Konstantius Hati, Zahroh Shaluhiyah Gail S. Bell, Josemir W. Sander
AS. Stigma Masyarakat Terhadap LML. Stigma and Attitudes on
ODHA di Kota Kupang Provinsi Epilepsy : A Study with Secondary
NTT. Promosi Kesehat Indones. School Student. Arq Neuropsiquiatr.
2017;12(1). 2007;65(1):49–54.
28. Septiana VA. Pengaruh Faktor Masa 34. Dimas Prasetyo Gunawan, Karema
Kerja, Kompensasi, dan Pendidikan Winifred JMPS. Gambaran Tingkat
terhadap Motivasi Kerja Pegawai Pengetahuan Masyarakat Tentang
Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Epilepsi Di Kelurahan Mahena
Tengah dengan Produktivitas Kerja Kecamatan Tahuna Kabupaten
Sebagai Variabel Intervening. Sangihe. Sci J. 2014;
Universitas Pandanaran Semarang; 35. Yang R. Stigma of People with
29. Fisella Wilfin Kumajas, Herman Epilepsy in China : Views of Health
Warouw JB. Hubungan Karakteristik Professionals, Teachers, Employers
Individu dengan Perawat Di Ruang and Community Leaders. Epilepsy
Rawat Inap Penyakit Dalam RSUD Behav. 2011;21:261–6.
Datoe Binangkang Kabupaten 36. Amjad RN. Family Stigma
Bolaang Mongondow. Universitas Associated with Epilepsy : A
Sam Ratulangi; Qualitative Study. J Caring Sci.
30. Mo E, Ebied E. Factors Contributing 2017;6:59–65.
To HIV / AIDS – Related Stigma
and Discrimination Attitude in
Egypt : Suggested Stigma Reduction
Guide for Nurses in Family Health
Centers. J Educ Pract.
2014;5(24):35–47.
31. Sudarsono. Hubungan Karakteristik
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 230
BUDIDAYA PERTANIAN ORGANIK, UNTUK MENJAGA KEBERLANJUTAN
LINGKUNGAN DAN PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI HORTIKULTURA
DI KECAMATAN GETASAN, KABUPATEN SEMARANG

Supriyono Asfawi1)
1
Program Doktor Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstrak
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan mengakibatkan terjadinya kerusakan
lingkungan, disamping itu juga terjadi kelangkaan pupuk dan pestisida sehingga harganya semakin
mahal, dilain pihak harga jual hasil panen tidak mengalami peningkatan yang memadai dengan
kenaikan harga inputnya, akibatnya pendapatan petani akan menurun. Dengan demikian penting
artinya penelitian ini dalam rangka memperoleh masukan untuk peningkatan pendapatan petani.
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Untuk melihat sejauh mana penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan
pendapatan petani digunakan analisis uji beda dua rata-rata dan analisis regresi dengan dummy
variabel penggunaan pupuk. Hasil analisis tujuan pertama menunjukkan bahwa pendapatan petani
hortikultura pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pupuk organik.
Perbedaan tersebut nyata pada α = 0.011, hal itu dikarenakan biaya budidaya yang dikeluarkan
pengguna pupuk organik jauh lebih rendah. Hasil analisis tujuan kedua menunjukkan bahwa variabel
produksi Hortikultura, biaya tenaga kerja, biaya pupuk dan dummy pupuk berpengaruh nyata
terhadap pendapatan dengan probabilitas sebesar 0,000. Artinya koefisien regresi yang diperoleh
nyata pada α = 0.000 sedangkan biaya benih/ha tidak tampak pengaruhnya pada pendapatan/ha.
Nilai koefisien dummy untuk jenis pupuk menunjukkan perbedaan fungsi pendapatan/ha dari
budidaya Hortikultura petani yang menggunakan pupuk organik dan petani yang tidak menggunakan
pupuk organik. Koefisien tersebut nyata secara statistika pada α = 0,227. Artinya pendapatan petani
pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding petani yang tidak menggunakan pupuk organik.

Kata Kunci : Pertanian Organik, Hortikultura, Produktifitas.

1. LATAR BELAKANG mengalami peningkatan. Dengan adanya


Istilah pertanian organik sudah lama hal tersebut ditemukan berbagai
dikenal oleh masyarakat luas, yaitu sejak permasalahan yang disebabkan kesalahan
ilmu bercocok tanam dikenal oleh manajemen di lahan pertanian seperti
manusia. Dimana pada saat itu semuanya terjadinya pencemaran pupuk kimia
dilakukan secara tradisional dan maupun pestisida, penurunan kualitas
menggunakan bahan-bahan alamiah lahan, dan penurunan kesehatan manusia
(Antara, 2002). Namun, sejalan dengan akibat kelebihan pemakaian bahan
perkembangan ilmu pertanian dan ledakan tersebut.
populasi manusia, maka kebutuhan pangan Pemahaman akan bahaya bahan
juga meningkat dan saat itu revolusi hijau kimia sintetis dalam jangka waktu lama
di Indonesia memberikan hasil yang mulai disadari, sehingga mulai dicari
signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan alternatif bercocok tanam yang dapat
pangan, dimana penggunaan pupuk kimia menjaga lingkungan lebih sehat agar dapat
sintetis, serta penggunaan pestisida menghasilkan produk yang bebas dari
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 231
pencemaran bahan kimia sintetis. Sejak berbentuk padat atau cair dan berfungsi
saat itu mulai dilakukan kembali pertanian untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
secara alamiah (back to nature), yaitu biologi tanah. Peran pupuk organik
dengan cara mengurangi penggunaan tersebut ke depan sangat penting dan
pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh. strategis, disamping dapat memperbaiki
serta penggunaan pestisida yang secara tingkat kesuburan tanah, penggunaan
tidak langsung dapat menimbulkan pupuk organik dapat secara langsung atau
kerusakan tanah. tidak langsung dapat mengurangi
Selain bahaya atau efek yang kebutuhan pupuk anorganik. Dengan
ditimbulkan pupuk kimia, terjadi berkembangnya budidaya menggunakan
kelangkaan pupuk yang menyebabkan pupuk organik diharapkan dapat
petani mulai mengurangi ketergantungan meningkatkan produktivitas tanah yang
terhadap pupuk kimia. Menurut Daniel nantinya dapat meningkatkan
(2008), produksi pupuk di tahun 2008 produktivitas tanaman yang menyehatkan
diperkirakan hanya 6 juta ton, sementara serta dapat meningkatkan pendapatan
konsumsi meningkat mendekati 9 juta ton petani dan dapat memenuhi kebutuhan
di tengah perkembangan perkebunan dan pangan yang semakin meningkat.
juga tanaman pangan. Hal tersebut Permasalahan yang sering dialami
menyebabkan petani merasa resah karena oleh petani di Kecamatan Getasan,
pemerintah juga menaikkan harga eceran Kabupaten Semarang adalah terjadinya
pupuk 20 hingga 40 persen (Seponada, kelangkaan pupuk kimia yang
2010). Namun, harga jual dari hasil panen mengakibatkan semakin meningkatnya
tidak selalu mengikuti kenaikan sesuai harga pupuk. Hal tersebut menimbulkan
harga sarana produksi tersebut, akibatnya keresahan bagi petani karena adanya
pendapatan petani menurun. keterbatasan modal yang dimiliki oleh
Untuk mengatasi clan mengantisipasi petani mengakibatkan petani tidak dapat
terjadinya kelangkaan pupuk serta memperoleh pupuk dengan mudah dan
menjaga dan memperbaiki lahan dari menjadikan petani tidak bisa mengolah
kerusakan akibat kelebihan penggunaan budidayanya dengan baik. Hal tersebut
pupuk anorganik, maka petani mulai merupakan tantangan bagi petani di
berupaya untuk mengganti penggunaan Kecamatan Getasan, untuk bisa
pupuk kimia dengan pupuk organik. mengantisipasi dan mencari solusi dari
Dimana, pupuk organik merupakan pupuk masalah tersebut. Pengembalian bahan
yang sebagian besar atau seluruhnya organik ke dalam tanah atau pemberian
terdiri atas bahan organik yang berasal pupuk organik merupakan salah satu hal
dari tanaman atau hewan yang dapat yang dapat digunakan sebagai solusi untuk
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 232
mengatasi dampak kelangkaan pupuk Manfaat Pupuk Organik
kimia dan juga dapat digunakan untuk Pupuk organik adalah pupuk yang
mempertahankan lahan pertanian agar mengandung senyawa organik, baik
tetap produktif. berupa pupuk organik alam atau senyawa
Rendahnya produktivitas tanah dan bentukan maupunpupuk hayati (Sugito, et
pencemaran Iingkungan sering dirasakan al.,1995). Pupuk organik adalah pupuk
petani akibat dampak penggunaan bahan yang tersusun dari mater imakhluk hidup,
kimia yang terlalu berlebihan. Sebagian seperti pelapukan sisa-sisa tanaman,
petani di Kecamatan Getasan menyadari hewan, dan manusia yang dapat berbentuk
bahwa produktivitas lahan yang semakin padat atau cair yang digunakan untuk
rendah telah menyebabkan menurunnya memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi
hasil panen. Menurunnya produktivitas tanah (Candrawardhana, 2010). Pupuk
tersebut menjadikan tidak dapat organik merupakan pupuk alami yang baik
terpenuhinya hasil yang diusahakan, untuk kesuburan tanah, peningkatan
sehingga menimbulkan kerugian bagi produktivitas tanaman dalam jangka
petani. Untuk dapat meningkatkan panjang serta dapat mengurangi adanya
kesuburan tanah maka penggunaan pupuk pencemaran lingkungan serta kualitas dari
organik seharusnya lebih ditingkatkan. hasil panen yang baik.
Dalam hal ini, Desa Batur, Sumber Bahan Organik
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang Bahan organik yang dapat digunakan
merupakan salah satu daerah yang telah sebagai pupuk dapat berasal dari: sisa dan
mempraktekkan penggunaan pupuk kotoran hewan (pupuk kandang), sisa
organik dalam budidayanya. Salah satu tanaman, pupuk hijau, sampah kota,limbah
tanaman yang diusahakan di desa tersebut industri, dan kompos(Atmojo,2003).
adalah hortikultura. Dengan petani 1. Pupuk Kandang
menggunakan pupuk organik sebagai input Pupuk kandang merupakan
budidayanya, petani berupaya untuk dapat campuran kotoran padat, air kencing,
membangun kesuburan tanah, menjaga dan sisa makanan(tanaman). Dengan
ekosistem lingkungan, dan dapat demikian susunan kimianya
membangun kesuburan tanah, menjaga tergantung dari jenis ternak, umur dan
ekosistem Iingkungan, dan meningkatkan keadaan hewan, sifat dan jumlah
produktivitas tanaman dalam jangka amparan, dan cara penyimpanan
panjang, dengan harapan dapat menekan pupuk sebelum dipakai. Hewan hanya
biaya budidaya yang nantinya dapat menggunakan setengah dari bahan
meningkatkan pendapatan dan organik yang dimakan, dan selebihnya
kesejahteraan bagi petani. dikeluarkan sebagai kotoran. Penyusun
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 233
pupuk kandang yang paling penting cepat tumbuh, bagian atas banyak dan
adalah komponen hidup, yaitu lunak (succulent) dan kesanggupannya
organisme tanah, pada sapi perah tumbuh cepat pada tanah yang kurang
seperempat hingga setengah bagian subur.
kotoran hewan merupakan jaringan 4. Sampah Kota
mikroba. Sampah kota merupakan bahan
2. SisaTanaman organik dapat ditemukan di kota-kota
Sisa tanaman dapat berperan besar. Suatu teknologi yang dapat
sebagai suatu cadangan yang dapat direkomendasikan untuk pemanfaatan
didaurkan kembali untuk pengawetan sampah kota adalah pengomposan.
hara. Di lingkungan petani, sebagian Sifat yang perlu diperhatikan dalam
besar jerami padi digunakan untuk alas penggunaan sampah kota adalah: (1)
ternak dan sebagai pakan ternak. Adanya kontaminasi gelas, plastik dan
Untuk tujuan ini, sebagian besar hara logam, sehingga bahan-bahan ini perlu
yang terkandung dalam sisa, dikeluarkan dari bahan pupuk; (2)
kemungkinan dikembalikan ke tanah Kandungan hara, dimanani laiC/N
dalam bentuk pupuk kandang jika bahan pada umumnya masih relatif
kotoran ternak tersebut ditangani tinggi sehingga perlu pengomposan;
dengan tepat. (3) Komposisi organik sampah kota
3. Pupuk Hijau sangatlah bervariasi, bahkan kadang-
Bahan organik yang digunakan kadang terdapat senyawa organik yang
sebagai sumber pupuk dapat berasal bersifat racun bagi tanaman; (4)
dari bahan tanaman, yang sering Terdapat banyak sekali macam
disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya mikrobia dalam sampah kota baik
pupuk hijau yang digunakan berasal bakteri, dan fungi, bahkan perludi
dari tanaman legum, karena waspadai adanya mikrobia patogen
kemampuan tanaman ini untuk bagi tumbuhan atau manusia.
mengikat N2-udara dengan bantuan 5. Limbah Industri
bakteri penambat N, menyebabkan Limbah organik dari industri
kadar N dalam tanaman relatif tinggi sering merupakan masalah lingkungan
.Akibatnya pupuk hijau dapat yang menyulitkan dalam
diberikan dekat dengan waktu penanganannya. Suatu kelompok
penanaman tanpa harus mengalami limbah industri yang mempunyai
proses pengomposan terlebih dahulu. potensi untuk digunakan sebagai
Tanaman dapat digunakan sebagai sumber hara untuk tanaman adalah
pupuk hijau apabila tanaman tersebut limbah dari industri pemrosesan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 234
makanan. Beberapa masalah yang Trichoderma sp. Dimana saat ini, telah
harus diperhatikan untuk diatasi dalam banyak digunakan teknologi efektif
kaitannya dengan penggunaan limbah mikroorganisme (EM-4) yang
untuk pupuk antara lain : (1) adannya merupakan permentant (pengurai)
logam mikro dan atau logam berat limbah organik menjadi pupuk
(missal Zn, Cu, Ni, Cd, Cr, dan Pb), organik, yang mengandung bacteri
(2) kemungkinan adanya senyawa Lactobacillus, ragi, actomycete, dan
organik racun, (3) kemungkinan jamur pengurai selulosa yang dapat
adanya bibit penyakit (patogen), dan membantu proses dekomposisi.
(4) adanya kelebihan N lepas ke Pengertian Budidaya pertanian
lingkungan. Oleh sebab itu, perlu Budidaya pertanian adalah himpunan
diketahui secara cermat diskripsi dari sumber-sumber alam yang terdapat
menyeluruh industri yang ditempat tersebut yang diperlukan untuk
bersangkutan, sehingga mengetahui produksi pertanian seperti tubuh tanah dan
bahan baku dan penunjang yang air. perbaikan-perbaikan yang telah
digunakan, serta proses perubahan dilakukan atas tanah itu. sinar matahari
yang terjadi. sehingga akan diketahui dan bangunan-bangunan yang didirikan
pula bahan ikutan yang mungkin diatas tanah dan sebagainya. (Mubyarto.
terbawa dalam limbah industrinya. 1994).
6. Kompos Senientara Rifa'i (1993) menjelaskan
Proses pengomposan adalah suatu budidaya pada dasarnya mengandung
proses penguraian bahan organik dari pengertian kegiatan organisasi pada
bahan dengan nisbah C/N tinggi sebidang tanah dan hal mana seseorang
(mentah) menjadi bahan yang atau sekelompok orang berusaha untuk
mempunyai nisbah C/N rendah mengatur unsur-unsur alam, tenaga kerja
(matang) dengan upaya mengaktifkan dan modal untuk memperoleh hal dari
kegialan mikrobia pendekomposer produk pertanian. Menurut Soekartawi
(bacteri, fungi, dan aclinomicetes). (1995) budidaya biasanya diartikan
Dalam proses pengomposan, perlu bagaimana seseorang mengalokasikan
diperhatikan kelembaban. erasi sumber daya yang ada secara efektif dan
timbunan, temperalur, penambahan efisien untuk tujuan memperoleh
kapur, hara, slruklur bahan. keuntungan yang tinggi pada waktu-waktu
Pembuatan kompos semakin tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau
berkembang yang diperkaya dengan produsen dapat mengalokasikan
mikroorganisme yang dapat sumberdaya yang mereka miliki (yang
mempercepat dekomposisi seperti dikuasai) dengan baik dan dikatakan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 235
efisien bila pemanfaatan sumberdaya 1. Biaya Tetap Total (Total Fixed
tersebut menghasilkan output yang Cost) = TFC
melebihi input. Menurut Soekartawi (1995),
Penerimaan petani biaya tetap total adalah biaya yang
Menurut Soekartawi (1995). relatif tetap jumlahnya dan selalu
Pendapatan pertanian dapat dilakukan dikeluarkan walaupun produksi yang
dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan banyak atau sedikit. Contoh
diperoleh dengan harga jualnya. dari biaya tetap adalah pajak. alat-alat
Sedangkan Shinta (2005). juga pertanian, sewa tanah dan irigasi.
mendefmisikan penerimaan yang hampir Sedangkan Shinta (2005) menjelaskan
sama dengan penjelasan Soekartawi bahwa Total Fixed Cost (TFC)
(1995). dimana Pendapatan pertanian merupakan biaya yang dikeluarkan
adalah perkalian antar produksi yang perusahaan atau petani yang tidak
dihasilkan dengan harga jual. Dalam mempengaruhi hasil output atau hasil
budidaya istilah penerimaan sering disebut produksi. Berapapun jumlah output
sebagai pendapatan kotor budidaya (gross yang dihasilkan biaya tetap itu sama
farm income) yaitu nilai total produk saja.
budidaya dalam jangka waktu tertentu. 2. Biaya Variabel Total (Total
baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Variable Cost) = TVC
Istilah lain penerimaan hasil budidaya Biaya variabel total merupakan
yaitu nilai produksi (value of production) biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi
atau penerimaan kotor budidaya (gross oleh produksi yang dihasilkan atau
return). keseluruhan biaya yang dikeluarkan
Secara matematis. pernyataan ini untuk memperoleh faktor produksi
dapat ditulis sebagai berikut: variabel. Contohnya biaya untuk
sarana produksi (input) seperti biaya
dimana: TR=Penerimaan Total, Y=Hasil penggunaan tenaga kerja, biaya
Produksi, Py=Harga y
Biaya Budidaya Pertanian penggunaan benih. biaya penggunaan

Biaya budidaya pertanian merupakan pupuk dan biaya penggunaan

semua pengeluaran yang dipergunakan pestisida.

dalam suatu budidaya ( Soekartawi, 1995). 3. Biaya Total (Total Cost) = TC

Dari segi sifat biaya dalam hubungannya Biaya total adalah keseluruhan

dengan tingkat output, biaya dapat dibagi, biaya yang dikeluarkan untuk

sebagai berikut: menghasilkan produksi. Yang


merupakan penjumlahan antara biaya
tetap total dan biaya variabel total.
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 236
Keterangan:
 Apabila nilai TR>TC, maka petani
Dimana: TC=Biaya total/Total Cost, memperoleh keuntungan dalam berusaha
TFC=Biaya tetap total/Fixed Cost, tani.
TVC=Biaya variabel total/Variable Cost
 Apabila nilai TR<TC, maka petani
mengalami kerugian dalam berusaha tani.
Pendapatan Pertanian
Menurut Soekartawi (1995), 2. HASIL PENELITIAN
pendapatan budidaya adalah selisih antara Jumlah Penduduk Menurut Mata
penerimaan dan semua biaya. Analisis Pencaharian
pendapatan dilakukan untuk menghitung Pada umumnya liap-liap penduduk
seberapa besar pendapatan yang diperoleh memiliki perbedaan mata pencaharian
dari suatu budidaya. Tingkat pendapatan antara satu dengan yang lainnya. Jumlah
ini dihitung dengan menggunakan rumus penduduk menurut mata pencaharian di
sebagai berikut: Desa Batur, Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang disajikan pada Tabel
dimana: µ=Income/Pendapatan (keuntungan
1.
usaha tani) TR=Total Revenue/Penerimaan
Total, TC=TotalCost/Biaya Total,

Tabel 1 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian


No. Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Petani 750 45,63
2. Buruh tani 110 6,70
3. PNS 40 2,44
4. Pedagang keliling 10 0,60
5. Peternak 60 3,65
6. Montir 6 0,37
7. Pembantu Rumah Tangga 8 0,48
8. TNI dan Polri 6 0,37
9. Karyawan Swasta 50 3,04
10. Sopir 10 0,60
11. Tukang Batu atau Kayu 25 1,52
12. Pelajar 450 27,37
13. Tidak Bekerja 80 4,86
1644 100,00
Sumber: Monografi Desa, 2018

Tabel 1 menunjukkan bahwa mata dengan persentase sebesar 0.25 %.


pencaharian Desa, Kecamatan Getasan, Banyaknya penduduk di Desa yang
Kabupaten Semarang sebagian besar berprofesi sebagai petani merupakan salali
(45,63 %) adalah petani, sedangkan buruh satu hal yang menandakan bahwa sebagian
tani (6.70 %), PNS (2,44 %), peternak besar pendapatan penduduk di Desa
(3,65 %), pengusaha kecil dan menengah diperoleh dari hasil pertanian yang
(2,12 %), adapun jenis mata pencaharian diusahakan. Selain petani, penduduk di
terkecil adalah bidan dan perawat swasta Desa yang melakukan budidaya

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 237
Hortikultura sebagian ada yang berprofesi ekonomi meliputi umur, tingkat
sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pendidikan, jumlah tanggungan keluarga.
pengusaha kecil dan menengah sebagai penguasaan asset dan pengalaman dalam
pekerjaan sampingan mereka. berbudidaya.
Karakteristik Responden Umur
Keadaan sosial ekonomi petani Umur merupakan salah satu raktor
dalam budidaya Hortikultura merupakan penting untuk mengetahui tingkat
hal yang sangat berpengaruh terhadap produktif seseorang dalam melakukan
keputusan petani dalam melakukan budidaya. Distribusi responden
budidaya. Oleh karena itu perlu diuraikan berdasarkan kelompok umur disajikan
karakteristik sosoal ekonomi responden pada Tabel 2.
dalam penelitian ini. Keadaan soaial

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Petani


Pengguna pupuk organik Pengguna pupuk Non organik
Kelompok umur
Jumlah Persentase(%) Jumlah Persentase(%)
30-40 1 7,15 2 11.77
41-50 6 42.86 5 29.41
51-60 4 28.57 7 41.18
>60 3 21.42 3 17,64
Jumlah 14 100 17 100

Tabel 2. menunjukkan bahwa berumur 19 - 56 tahun sebesar 52. 50 %


sebagian besar responden tergolong dalam dan Z 56 tahun sebesar 15. 20 % (Tabel 3).
kelompok umur 41 - 50 untuk pengguna Dengan demikian sampel penelitian ini
pupuk organik. dan 51-60 untuk pengguna diharapkan dapat menjelaskan dengan baik
pupuk non organik. Keadaan ini tidak jauh populasi yang diteliti.
berbeda dengan distribusi penduduk Tingkat Pendidikan
menurut kelompok umur didaerah Distribusi responden berdasarkan
penelitian. dimana penduduk yang tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan Pengguna Pupuk organik Pengguna pupuk non organik
Jumlah Persentase(%) Jumlah Persentase(%)
Tamat SD atau Sederajat 3 21,43 6 35.30
Tamat SMP atau Sederajat 2 14,29 3 17,64
Tamat SMA atau Sederajat 6 42.85 6 35,30
PersuruanTinggi 3 21.43 2 11.76
Jumlah 14 100,00 17 100,00

Tabel 3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tamat SMA atau


sebagian besar responden tergolong dalam Sederajat baik pengguna pupuk organik

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 238
maupun pengguna pupuk non organik 33.82 % (Tabel 2). Dengan demikian
(pengguna pupuk organik sebesar 42,85 % sampel penelitian ini diharapkan dapat
dan pengguna pupuk non organik sebesar menjelaskan dengan baik populasi yang
35.30 %). Keadaan ini tidak jauh berbeda diteliti.
dengan distribusi penduduk menurut Lahan
tingkat pendidikan didaerah penelitian. Distribusi responden berdasarkan
Dimana penduduk yang berpendidikan kepemilikan lahan disajikan pada Tabel 4.
SMA sebesar 32,84 % dan SD sebesar

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan


Petani pengguna pupuk Petani pengguna pupuk
Kepemilikan lahan organik Non organik
(ha)
Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
0.1ha-0.5ha 8 57,14 9 52.94
0.6ha-1ha 5 35.72 5 29,42
1ha-1.5ha 1 7,14 0 0,00
1.5ha-2ha 0 0,00 2 11.76
Z2ha 0 0,00 1 5,88
Jumlah 14 100,00 17 10,000

Tabel 4 menunjukkan bahwa Pengalaman dalam berbudidaya


kepemilikan lahan petani responden merupakan suatu hal yang penting yang
terbanyak dengan luas lahan 0.1 ha - 0. 5 harus dimiliki oleh seorang petani yang
ha baik pengguna pupuk organik maupun nantinya akan digunakan sebagai dasar
pengguna pupuk non organik. Hal tersebut pengetahuan dalam berbudidaya. Semakin
menggambarkan tingkat kesejahteraan lama pengalaman petani dalam
petani responden. Data diatas dapat berbudidaya maka semakin banyak
dinyatakan bahwa kesejahtraan petani pengetahuan yang didapat dalam
tergolong tinggi. berbudidaya. Distribusi pengalaman petani
Pengalaman Budidaya dalam hal berusatani disajikan pada Tabel
6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Budidaya
Pengalaman Pengguna pupuk organis Penggunan pupuk non organik
(tahun) Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)
1-5 4 28,57 5 29,41
6-1 3 21,43 7 41,18
>10 7 50,00 5 29,41
Jumlah 14 100,00 17 100,00

Tabel 6 menunjukkan bahwa petani Hortikultura pengguna pupuk


sebagian besar pengalaman budidaya organik > 10 tahun, sedangkan pengguna

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 239
pupuk non organik sebagian besar adalah Analisis Biaya dan Pendapatan Budidaya
6-10 tahun. Hal ini berarti petani Hortikultura
Hortikultura pengguna pupuk organik rata Hasil analisis biaya, penerimaan dan
- rata memiliki pengalaman dalam pendapatan budidaya Hortikultura petani yang
berbudidaya lebih lama dibanding petani menggunakan pupuk organik dan non organik
Hortikultura pengguna pupuk non organik. di Desa Batur, Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Petani Pengguna Pupuk Organik
dan Non Organik Per Hektar Pada Musim Tanam 2018
di Desa Batur, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Petani Petani Pengguna Uji Beda
Pengguna Pupuk Non Dua Rata-
Uraian
Pupuk Organik Organik Rata
Nilai (Rp> Nilai (Rp> Probability
1. Penerimaan (Rp/ha) 11.903.878 11.459.274 0.595
-Produksi(Kg/ha) 4.409 4.245
-Harga(Rp> 2.700 2.700
2.Biaya total budidaya Hortikultura (Rp/ha) 2.656.720 4.605.786 0.000
a.Biaya tetap (Rp/ha) 602.038 802.569
-Pajak (Rp/ha) 200.000 200.000
-Penyusutan alat (Rp/ha) 402.038 602.569
b.Biaya variabel (Rp/ha) 2.054.682 3.803.217
-Biayabenih (Rp/ha) 397.102 657.924
-Biaya tenaga kerja (Rp/ha) 1.131.089 1.347.225
-Biaya pupuk dan pestisida (Rp/ha) 490.778 1.500.721
-Irigasi (Rp/ha) 35.715 297.348
3.Pendapatan(Rp/ha) 9.247.158 6.853.488 0.011

Pada Tabel 15 dapat dilihat bahwa Hal itu dikarenakan biaya total petani
rata - rata pendapatan yang diperoleh dari pengguna pupuk non organik jauh lebih
hasil budidaya Hortikultura petani besar dibanding petani pengguna pupuk
pengguna pupuk organik lebih besar organik. Tingginya biaya budidaya
dibanding dengan pengguna pupuk non Hortikultura petani yang menggunakan
organik, dimana pendapatan rata - rata pupuk non organik dikarenakan:
petani Hortikultura pengguna pupuk a. Penyusutan alat pertanian
organik sebesar Rp. 9.247.158, sedangkan Nilai penyusutan alat pertanian
pendapatan rata - rata petani Hortikultura petani Hortikultura pengguna pupuk
pengguna pupuk non organik sebesar Rp. non organik lebih besar 33.27 %
6.853.488. Perbedaan ini secara statistik dibanding dengan nilai penyusutan
nyata dengan probabilitas 0.011, artinya alat pertanian petani Hortikultura
kemungkinan salali sebesar 0.011 (= 1,1 pengguna pupuk organik. Hal itu
%). Perbedaan pendapatan tersebut dikarenakan petani Hortikultura
sebanyak Rp. 2.393.670 atau (25.88 %). pengguna pupuk non organik lebih
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 240
banyak memiliki alat pertanian yang organik rata - rata mengolah lahan
digunakan dalam budidaya pertaniannya dengan memanfaatkan
dibandingkan dengan petani ternak yang dimiliki seperti sapi atau
Hortikultura pengguna pupuk organik. kerbau, namun ada juga sebagian kecil
Alat - alat pertanian yang digunakan petani organik yang menggunakan
adalah traktor. sapi. cangkul. diesel. traktor. selain itu petani Hortikultura
selang, handsprayer. ember dan sabit. pengguna pupuk organik juga lebih
Petani Hortikultura pengguna sedikit yang memakai diesel untuk
pupuk non organik rata - rata mengairi lahan pertaniannya.
mengolah tanah dengan alat pertanian b. Biaya benih
seperti traktor dengan harga sew a Biaya benih yang dikeluarkan
perhari sebesar Rp. 500.000. Lahan petani Hortikultura pengguna pupuk
pertanian non organik yang memiliki non organik lebih besar 39.64 %
luas lahan yang lebih besar (1ha - 2 dibanding biaya benih yang
ha) memerlukan pengolahan lahan dikeluarkan petani Hortikultura
yang lebih lama atau lebih dari satu pengguna pupuk organik. Hal itu
hari. sehingga lebih banyak dikarenakan terdapat perbedaan jenis
mengeluarkan biaya sewa untuk benih yang dipakai dalam budidaya.
penggunaan alat pertanian seperti Umumnya petani Hortikultura
traktor. Namun ada sebagian kecil dari pengguna pupuk organik rata - rata
petani pengguna pupuk non organik menggunakan benih BISI 2 dengan
yang juga menggunakan ternak yang harga Rp. 36.000, sedangkan petani
dimiliki untuk membantu mengolah Hortikultura pengguna pupuk non
lahan pertaniannya, akan tetapi organik rata - rata menggunakan benih
penggunaan temak untuk pengolahan P21 dengan harga Rp. 60.000. Petani
lahan non organik cenderung lebih Hortikultura pengguna pupuk organik
lama dan kurang efektif karena lahan cenderung lebih banyak memilih benih
non organik cenderung memiliki BISI 2 dikarenakan harganya yang
tekstur tanah yang lebih keras. Selain cenderung lebih murah BISI 2 juga
itu petani yang menggunakan pupuk mampu mengikat air lebih lama,
non organik juga lebih banyak sedangkan petani pengguna pupuk non
menggunakan alat petanian seperti organik cenderung lebih banyak
diesel untuk membantu mengairi lahan memilih benih P21 dikarenakan benih
pertaniannya. tersebut memiliki sedikit keunggulan
Di daerah penelitian, umumnya dibanding dengan BISI 2 yaitu
petani Hortikultura pengguna pupuk tanaman cenderung memiliki akar
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 241
yang lebih kuat sehingga tanaman hari, yang bekerja dalam bidang
tetap tegak jika terkena angin serta pemupukan rata-rata 8 orang dengan
lebih tahan terhadap hama dan jumlah hari 10 hari, yang bekerja
penyakit. Selain itu pocelan P21 lebih dalam bidang panen 6 orang dengan
mudah, sehingga mempermudah rata-rata jumlah hari 4 hari. Tenaga
ketika panen. kerja yang bekerja dalam bidang
c. Biaya tenaga kerja pengolahan tanah pengguna pupuk
Biaya tenaga kerja yang organik 4 orang dengan rata-rata
dikeluarkan petani Hortikultura jumlah hari 3 hari. yang bekerja dalam
pengguna pupuk non organik lebih penanaman 13 orang dengan rata-rata
besar 16,04 % dibanding biaya tenaga jumlah hari 4 hari. yang bekerja dalam
kerja petani pengguna pupuk organik. bidang pemupukan 6 orang dengan
Hal ini dikarenakan budidaya rata-rata jumlah hari 6 hari. yang
Hortikultura yang menggunakan bekerja dalam bidang panen 5 orang
pupuk non organik memerlukan dengan rata-rata jumlah dengan
perawatan yang lebih intensif dalam jumlah hari 4 hari.
hal budidaya khususnya pengendalian Petani pengguna pupuk non
hama dan penyakit tanaman. Sehingga organik lebih memerlukan tenaga
dibutuhkan tenaga kerja lebih banyak kerja dalam bidang perawatan
untuk budidaya Hortikultura yang tanaman dan penyemprotan seperti
menggunakan pupuk non organik pemupukan menggunakan pestisida.
dibanding budidaya Hortikultura yang Pemupukan dilakukan lebih dari 8-10
menggunakan pupuk organik. Adapun kali dalam sekali musim tanam
rata - rata tenaga kerja yang bekerja sebelum tanam dan ketika
dalam budidaya Hortikultura pertumbuhan masa buah serta
pengguna pupuk non organik adalah dilakukan penyiangan tanaman seperti
31 orang dengan rata - rata jumlah hari pembuangan daun yang terkena hama.
20 hari sedangkan petani pengguna Sedangkan petani pengguna pupuk
pupuk organik 27 orang dengan rata - organik memerlukan lebih banyak
rata jumlah hari 15 hari. Tenaga kerja tenaga kerja yang bekerja didalam
yang bekerja dalam bidang pengolahan tanah dan panen. hal itu
pengolahan tanah pengguna pupuk disebabkan petani Hortikultura
non organik rata-rata 6 orang dengan pengguna pupuk organik banyak yang
rata-rata jumlah hari 4 hari. yang mengolah lahannya dengan
bekerja dalam bidang penanaman 14 menggunakan cangkul. Petani
orang dengan rata-rata jumlah hari 3 pengguna pupuk organik dilakukan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 242
perawatan seperti pemupukan 4-5 kali menggunakan pupuk organik adalah
dalam satu kali musim tanam yaitu mikroba 4 dengan harga Rp.
pada masa pra pertumbuhan. masa 25.0OO/2kw. prebiotik dengan harga
pertumbuhan, masa hamil, dan masa Rp. 10.000 per botol. Serta nutrisi
buah. Sedangkan pada masa panen tanaman dengan harga Rp. 15.000 per
dibutuhkan tenaga kerja yang bekerja botol. Jumlah pemakaian mikroba 4
untuk menebang tanaman serta perhektar rata-rata adalah 1113.8 kg,
pemocelan buah yang lebih banyak jumlah pemakaian prebiotik perhektar
atau lebih dari satu orang. adalah 5 botol, sedangkan jumlah
d. Biaya pupuk pemakaian nutrisi tanaman perhektar
Biaya pupuk yang dikeluarkan adalah 3. 5 botol.
petani Hortikultura pengguna pupuk e. Irigasi
non organik lebih besar 67,29 % dari Biaya irigasi yang dikeluarkan
biaya pupuk yang dikeluarkan petani petani Hortikultura pengguna pupuk
Hortikultura pengguna pupuk organik. non organik lebih tinggi 87,98 % dari
Hal itu dikarenakan harga beli pupuk petani Hortikultura pengguna pupuk
non organik cenderung lebih mahal organik, hal itu disebabkan sebagian
dibandingkan dengan harga beli pupuk besar petani Hortikultura pengguna
organik. Adapun jenis - jenis pupuk pupuk non organik banyak yang
non organik yang digunakan dalam menggunakan irigasi untuk mengairi
budidaya Hortikultura adalah Urea lahannya, karena lahan pertanian
dengan harga Rp. 1.700 perkilogram. pengguna pupuk non organik
Ponska dengan harga Rp. 2.400 cenderung lebih keras dan kering
perkilogram. Za dengan harga Rp. sehingga membutuhkan lebih banyak
1.500 perkilogram serta pestisida air untuk mengairi lahannya.
dengan harga perbotol Rp. 50.000. Sedangkan petani Hortikultura
Jumlah pemakaian pupuk urea per pengguna pupuk organik umumnya
hektar rata - rata adalah 245,467 kg, lebih sedikit yang menggunakan
jumlah pemakaian ponska per hektar irigasi dalam melakukan budidayanya,
rata - rata adalah 212.399 kg, jumlah karena petani pengguna pupuk organik
pemakaian Za per hektar rata - rata cenderung memanfaatkan air hujan
adalah 13,599 kg, serta jumlah untuk mengairi lahan budidayanya,
pemakaian pestisida perhektar rata - selain itu petani Hortikultura
rata adalah 10.17 botol. Sedangkan pengguna pupuk organik tanahnya
jenis - jenis pupuk yang dipakai dalam lebih subur.
budidaya Hortikultura yang
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 243
Penerimaan yang dihasilkan memiliki harga jual yang sama yaitu
petani Hortikultura pengguna pupuk Rp. 2.700. Persamaan harga jual yang
organik lebih besar 3,73 % dari petani diperoleh petani Hortikultura
Hortikultura pengguna pupuk non pengguna pupuk organik dan
organik. Dengan probabilitas sebesar pengguna pupuk non organik adalah
0.595, artinya kemungkinan salah karena komoditas Hortikultura
sebesar 0.595 yang berarti bahwa tidak tersebut dipasarkan oleh konsumen
terdapat perbedaan nyata secara yang sama, yaitu kepada tengkulak
statistika antara penerimaan petani yang langsung memborong hasil
Hortikultura pengguna pupuk organik panen tanpa membandingkan jenis
dan penerimaan petani Hortikultura Hortikultura dari petani yang
pengguna pupuk non organik, dimana menggunakan pupuk organik maupun
rata - rata produksi yang dihasilkan yang menggunakan pupuk non
petani Hortikultura pengguna pupuk organik.
organik adalah 4.409 kg, sedangkan f. Produksi
petani Hortikultura pengguna pupuk Produksi Hortikultura/ha dalam
non organik adalah 4.245 kg. Hal itu analisis ini berpengaruh nyata
dikarenakan tanaman Hortikultura terhadap pendapatan/ha dengan
yang menggunakan pupuk organik probabilitas sebesar 0,000. Artinya
menghasilkan buah yang lebih banyak koefisien regresi yang diperoleh nyata
dibandingkan tanaman Hortikultura pada a = 0.000. Nilai koefisien regresi
yang menggunakan pupuk non produksi/ha sebesar 2744,798
organik, selain itu buah yang menunjukkan bahwa setiap
dihasilkan dari pengguna pupuk peningkatan produksi sebesar 1
organik memiliki bobot yang lebih kilogram/ha akan dapat menaikkan
tinggi. karena buahnya lebih berisi dan pendapatan petani Hortikultura
memiliki tekstur yang lebih padat serta sebesar Rp. 2744,798/ha. Ini berarti
berwarna kuning kemerahan dan bahwa didaerah penelitian
mengkilat. Sedangkan tanaman peningkatan produksi / ha
Hortikultura yang menggunakan mengakibatkan peningkatan
pupuk non organik menghasilkan pendapatan / ha. hal itu dikarenakan
produkHortikultura yang kurang berisi didaerah penelitian hasil produksi
hijau atau segar. Hortikultura secara keseluruhan dijual
Dalam hal ini, harga jual dan tidak ada yang dikonsumsi sendiri.
Hortikultura yang menggunakan
pupuk organik dan non organik
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 244
g. Biaya benih g. Biaya pupuk
Biaya benih/ha dalam analisis ini Biaya pupuk dalam analisis ini
tidak tampak pengaruhnya pada berpengaruh nyata terhadap
pendapatan/ha. Hal ini dikarenakan pendapatan/ha, dengan probabilitas
rata-rata penggunaan benih/ha sebesar 0,000. Artinya koefisien regresi
didaerah penelitian hampir sama, yang diperoleh nyata pada a = 0.000.
dengan dosis anjuran PPHPetugas Nilai koefisien regresi sebesar - 1,337
Penyuluh Lapangan) sebesar 10 kg/ha, menunjukkan bahwa setiap
sedangkan penggunaan benih/ha peningkatan biaya pupuk sebesar Rp.
petani Hortikultura rata-rata sebesar 1/ha akan dapat menurunkan
11.18 kg/ha. Karena penggunaan pendapatan sebesar Rp. 1,337/ha. Biaya
benih dari responden tidak bervariasi, penggunaan pupuk dalam penelitian ini
akibatnya analisis ini tidak dapat rata-rata Rp. 1.044.618/ha. Hal itu
menunjukkan pengaruhnya terhadap berarti penggunaan biaya pupuk
pendapatan petani/ha. didaerah penelitian sudah tinggi.
h. Biaya tenaga kerja Artinya, semakin banyak pupuk yang
Biaya tenaga kerja dalam analisis digunakan maka pendapatan/ha akan
ini berpengaruh nyata terhadap semakin menurun.
pendapatan/ha dengan probabilitas h. Dummy
sebesar 0,000. Artinya koefisien Nilai koefisien dummy untuk
regresi yang diperoleh nyata pada a = jenis pupuk menunjukkan perbedaan
0.000. Nilai koefisien regresi biaya fungsi pendapatan/ha dari budidaya
tenaga kerja sebesar - 0,788 Hortikultura petani yang menggunakan
menunjukkan bahwa setiap pupuk organik dan petani yang tidak
peningkatan biaya tenaga kerja sebesar menggunakan pupuk organik.
Rp. 1/ha akan menurunkan pendapatan Koefisien tersebut nyata secara
sebesar Rp. 0.788/ha. Penggunaan statistika pada a = 0.227. Dengan
tenaga kerja dalam penelitian ini rata- demikian berarti bahwa fungsi
rata 28,94 HOK. Hal itu berarti pendapatan petani Hortikultura yang
penggunaan tenaga kerja/ha sudah menggunakan pupuk organik lebih
tinggi, sedangkan pada umumnya rata- besar dibanding petani Hortikultura
rata penggunaan tenaga kerja sebesar yang tidak menggunakan pupuk
25 HOK per hektar. Artinya, apabila organik.
ditambah tenaga kerja maka
pendapatan/ha akan semakin menurun.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 245
3. KESIMPULAN berpengaruh pada pendapatan budidaya
Berdasarkan penelitian dan analisis dikarenakan jumlah penggunaannya
yang lelah dilakukan. dapat ditarik sudah tinggi. dimana rata-rata
kesimpulan sebagai berikut : penggunaan tenaga kerja/ha petani
1. Penggunaan pupuk organik dalam Hortikultura adalah 28.94 HOK.
budidaya Hortikultura didaerah sedangkan rata-rata penggunaan biaya
penelitian dapat meningkatkan pupuk adalah Rp. 1.044.618/ha.
pendapatan budidayanya. Variabel jenis pupuk yang dilihat
Pendapatan/ha petani Hortikultura dengan variabel dummy menunjukkan
pengguna pupuk organik lebih tinggi bahwa penggunaan pupuk organik
dibanding yang tidak menggunakan didaerah penelitian dapat meningkatkan
pupuk organik, karena biaya total yang pendapatan budidaya Hortikultura.
dikeluarkan petani pengguna pupuk walaupun belum nyata meningkatkan
organik lebih rendah. Pendapatan produksi. namun dapat menekan biaya
petani pengguna pupuk organik produksinya.
sebesar Rp. 9.247.158. sedangkan
petani yang tidak menggunakan pupuk 5. REFERENSI
organik sebesar Rp. 6.853.488. Biaya 1. Antara. 2002. Sejarah Pertanian
total yang dikeluarkan petani Organik di Indonesia. Available at
pengguna pupuk organik sebesar Rp. http://www.Geocities.com. (verified
2.656.720 dan petani yang tidak 20 Desember 2015)
menggunakan sebesar Rp. 4.605.786. 2. Atmojo. 2003. Peranan bahan
2. Faktor - faktor yang berpengaruh Organik Terhadap Kesuburan Tanah
nyata terhadap pendapatan/ha di dan Upaya Pengelolaannya.
daerah penelitian adalah produksi Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Hortikultura/ha. biaya tenaga kerja/ha. 3. Candrawardhana. 2010. Manfaat
biaya pupuk/ha. Dan jenis pupuk yang Pupuk Organik Untuk Lahan
digunakan. Pertanian. Available at http://kpa.
Peningkatan produktivitas or.id. (verified 20 Desember 2015)
Hortikultura/ha sangat berpengaruh 4. Firdaus. 2009. Dampak Penggunaan
pada pendapatan budidaya karena Pupuk Anorganik. Available at
semua produksi yang dihasilkan dijual http://www.warintek.go.id/. (verified
kekonsumen. Rata-rata produksi yang 20 Desember 2015)
diperoleh petani Hortikultura didaerah 5. Hermawati. 2006. Studi penggunaan
penelitian sebesar 4.319 kg. Pupuk Organik Pada Kelompok Tani
Penggunaan tenaga kerja dan pupuk Musyawarah Tani I di Desa
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 246
Pandanrejo Kecamatan Bumuaji Kota 14. Sugito, Yogi., Yulia Nuraini dan Ellis
Batu.Skripsi. FP-UB. Malang Nihayati. 1995. Sistem Pertanian
6. Istiyastuti dan Yanuharso. 1996. Organik. Fakultas Pertanian
Hama Penyakit Tanaman Jagung. Universitas Brawijaya. Malang.
Penebar Swadaya. Jakarta. 15. Sumodiningrat, G. 1995.
7. Kuncoro. 2006. Budidaya dan Ekonometrika Dasar. BPFE.
Pemeliharaan Tanaman Jagung. Yogyakarta.
Availabel at http://nusataniterpadu. 16. Warisno, 1998. Budidaya Jagung
wordpress.com. (verivied 3 Januari Hibrida. Penerbit Kanisius.
2011) Yogyakarta.
8. Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi 17. Zubachtirodin. 2009. Wilayah
Pertanian. LP3ES. Jakarta Produksi dan Pengembangan Jagung.
9. Rifa‟i, B. 1993. Usahatani di Balai Penelitian Tanaman Serealia,
Indonesia. Krisnadi. Jakarta. Maros.
10. Riskiadi, A. 2005. Upaya Peningkatan
Pendapatan Petani Dengan Usahatani
Sistem Pertanian Organik (Studi
Kasus Pada Petani Buncis R.W. 13
Desa Sukopuro Kecamatan Jabung
Kabupaten Malang). Skripsi. FP-UB.
Malang.
11. Saikhurrozi. 2003. Upaya
Peningkatan Pendapatan Petani
Bawang Merah Melalui Usahatani
Sistem Pertanian semi organik (Studi
Kasus di Desa Sajen Kecamatan Pacet
Kabupaten Mojokerto). Skripsi. FP-
UB. Malang.
12. Seponada. 2010. Distribusi Pupuk
Kimia Terhambat. Available at
http://regional1.kompas.com (veirified
3 Januari 2011)
13. Soekartawi. 1995. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pembangunan Petani
Kecil. UI Press. Jakarta.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 247
PEMETAAN SEBARAN PENYAKIT LEPTOSPIROSIS DAN KONDISI
LINGKUNGAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SERTA
BANDARHARJO BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

MG Catur Yuantari1), Nisrina Ayu Sasia1)


1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian Nuswantoro
e-mail : mgcatur.yuantari@dsn.dinus.ac.id; nisrinayu@gmail.com

Abstract
Data from the Kedungmundu and Bandarharjo public health centers showed that the number of
leptospirosis cases in 2016-2018 increased. Both of public health centers have not carried out
mapping of leptospirosis disease and environmental conditions. The purpose of this research is to
mapping the distribution of leptospirosis and environmental conditions in the working area of the
Kedungmundu and Bandarharjo public health centers based on geographic information systems.
This research is descriptive analytic with cross sectional approach. Research instruments with
questionnaires and environmental observation. Research data is processed with the ArcMap program.
The population in the study was the house of leptospirosis patients in the working area of
Kedungmundu and Bandarharjo public health centers in 2017-2018. The total sample is the total
population of 14 samples.
The results showed that in the Kedungmundu public health center work area there were 12 cases of
leptospirosis with an average condition of the house of the patient who was close to the river and the
temporary garbage site, the ditch was open, there was no puddle, but for condition of drainage water
flow is the same as the amount of drainage water that flows and does not flow. In the Bandarharjo
public health center work area there are 2 cases of leptospirosis with the condition of the average
patient's house close to the river, the condition of the drainage channel that is not flowing, the
condition of the channel is closed, there is a house found in water and close to a temporary garbage
site.

Keywords: Leptospirosis, Mapping, Environmental Condition

1. PENDAHULUAN yaitu Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat,


Leptospirosis terjadi di seluruh dunia Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Bengkulu,
tetapi yang paling umum di daerah tropis Kepulauan Riau dan Sulawesi Selatan.(2)
dan subtropis dengan curah hujan yang Penyakit leptopirosis menjadi salah satu
tinggi. Penyakit ini ditemukan terutama di penyakit tular vektor dan zoonosis yang
mana pun manusia bersentuhan dengan kasusnya selalu ada di Indonesia.
urin hewan yang terinfeksi atau Beberapa daerah yang terindikasi oleh
lingkungan urine-tercemar. Menurut kasus leptospirosis diantara lain
laporan yang tersedia saat ini, insiden Kabupaten Gresik, provinsi Jawa Timur
berkisar dari sekitar 0,1-1 per 100 000 per menjadi salah satu daerah endemis
tahun di daerah beriklim sedang untuk 10- leptospirosis pada tahun 2009-2012.(3)
100 per 100 000 di daerah tropis lembab.(1) Provinsi Jawa Tengah tahun 2000- 2007
Pada Tahun 2010 7 provinsi yang ditemukan kasus leptospirosis di Kota
melaporkan kasus suspek Leptospirosis Semarang, sedangkan Kabupaten Demak

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 248
pada tahun 2004-2007 dan meluas di dan 8 orang meninggal (CFR 19,04%).(10–
12)
Kabupaten Klaten dan Purworejo pada
tahun 2005.(4) Selain itu, Kabupaten Berdasarkan kegiatan survei awal
Demak merupakan salah satu daerah yang telah dilakukan, pada tahun 2016
endemis leptospirosis yang angka terdapat 4 penderita leptospirosis dan 2
kematian melebihi rata-rata angka orang meninggal di Puskesmas
(5)
kematian Leptospirosis nasional (7,1%). Kedungmundu, 4 penderita leptospirosis
Tingginya kasus leptospirosis di dan 2 orang meninggal di Puskesmas
Kabupaten Bantul pada rentang waktu Bandarharjo. Pada tahun 2017 terdapat 6
2009 hingga triwulan 2013 terdapat 394 penderita leptospirosis dan 2 orang
(6)
kasus. meninggal di Puskesmas Kedungmundu, 1
Distribusi kasus leptospirosis di penderita leptospirosis dan 1 orang
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012- meninggal di Puskesmas Bandarharjo.
2016 termasuk fluktuatif dengan jumlah Hingga bulan Juni tahun 2018 terdapat 6
kasus yang tergolong tinggi. Data yang penderita leptospirosis dan 1 orang
diperoleh dari Direktorat Jenderal meninggal di Puskesmas Kedungmundu, 1
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan penderita leptospirosis di Puskesmas
Lingkungan Kementerian Kesehatan Bandarharjo. Kasus leptospirosis di
Republik Indonesia menyatakan bahwa Puskesmas Kedungmundu terjadi
Pada tahun 2012 terdapat 129 kasus, peningkatan dari tahun 2016 kemudian
kemudian meningkat pada tahun 2013 memasuki tahun 2017, sedangkan hingga
sebanyak 156 kasus, pada tahun 2014 saat bulan Juni tahun 2018 angka kasus
kembali meningkat sebanyak 198 kasus, masih sama dengan 2017. Lain hal dengan
terjadi penurunan pada tahun 2015 yakni kasus leptospirosis di Puskesmas
sebesar 149 kasus, dan kembali meningkat Bandarharjo yang mengalami penurunan
(7–9)
pada tahun 2016 sebanyak 164 kasus. di tahun 2017 dan angka kasus tersebut
Dinas Kesehatan Kota Semarang bertahan hingga saat bulan Juni tahun
melaporkan bahwa penyakit leptospirosis 2018.
pada tahun 2012 terdapat 81 kasus dan 14 Penyajian data sebaran kasus
orang meninggal (CFR 17,28%), tahun leptospirosis dan kondisi lingkungan pada
2013 terdapat 70 kasus dan 11 orang Puskesmas Kedungmundu dan
meninggal (CFR 15,71%), tahun 2014 Bandarharjo masih dalam bentuk grafik,
terdapat 75 kasus dan 13 orang meninggal belum ada penyajian data dalam bentuk
(CFR 17,33%), tahun 2015 terdapat 56 pemetaan. Pemetaan memerlukan data
kasus dan 8 orang meninggal (CFR spasial yakni data yang terkait geografis
14,28%), tahun 2016 terdapat 42 kasus suatu wilayah yang kemudian akan diolah
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 249
dalam Sistem Informasi Geografis, hal ini menggunakan program ArcMap serta
digunakan untuk mengumpulkan, Analisis data menggunakan analisis
menyimpan, dan menganalisis objek-objek univariat dan spasial.
dan fenomena–fenomena dimana lokasi
geografis merupakan karakteristik yang 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
(14)
penting untuk dianalisis. Penelitian ini Karakteristik wilayah kerja antara
bertujuan untuk memetakan sebaran Puskesmas Kedungmundu dan
penyakit leptospirosis dan kondisi Bandarharjo memiliki perbedaan, wilayah
lingkungan di wilayah kerja Puskesmas kerja Puskesmas Kedungmundu terletak di
Kedungmundu dan Bandarharjo berbasis dataran tinggi dengan kontur tanah
sistem informasi geografis. berbukit sedangkan wilayah kerja
Puskesmas Bandarharjo terletak di dataran
2. METODE rendah yang merupakan kawasan di pesisir
Jenis penelitian yang digunakan pantai Kota Semarang, wilayah ini
adalah penelitian deskriptif analitik termasuk kedalam kawasan banjir rob.
dengan menggunakan pendekatan cross Namun, keduanya mempunyai kesamaan
sectional. Sampel dalam penelitian ini terhadap kasus penyakit Leptospirosis.
adalah rumah penderita leptospirosis pada Hasil pemetaan sebaran kasus
tahun 2017- bulan Juni 2018 di wilayah leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas
kerja Puskesmas Kedungmundu dan Kedungmundu didapatkan sebanyak 12
Bandarharjo yakni sebanyak 14 sampel kasus leptospirosis. 3 kasus leptospirosis
(rumah penderita leptospirosis). Data terdapat di Kelurahan Sendangguwo, 4
primer berupa data hasil pengisian kasus leptospirosis terdapat di Kelurahan
kuesioner dengan menggunakan lembar Tandang, 3 kasus leptospirosis terdapat di
kuesioner yang berisikan identitas diri dan Kelurahan Sambiroto, dan 2 kasus
riwayat banjir, kemudian data observasi leptospirosis terdapat di Kelurahan
(checklist) lingkungan dengan Sendangmulyo. Hasil pemetaan sebaran
menggunakan lembar observasi (checklist) kasus leptospirosis di wilayah kerja
lingkungan di antara lain mengenai Puskesmas Bandarharjo didapatkan
keberadaan sungai, kondisi selokan, sebanyak 2 kasus leptospirosis. 1 kasus
keberadaan genangan air, dan keberadaan leptospirosis terdapat di Kelurahan
tempat pembuangan sampah sementara. Bandarharjo dan 1 kasus leptospirosis
data sekunder berupa laporan tahunan terdapat di Kelurahan Dadapsari. Hasil
kasus leptospirosis tahun 2017-2018 dan pemetaan dapat dilihat pada gambar 1.
data hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE)
penyakit leptospirosis. Pengolahan data
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 250
Gambar 1. Peta Sebaran Kasus Leptospirosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan keberadaan sungai (>500m). Hasil pemetaan keberadaan


dan jarak sungai dengan rumah penderita sungai dan jarak sungai dengan rumah
kasus leptospirosis di wilayah kerja penderita kasus leptospirosis di wilayah
Puskesmas Kedungmundu didapatkan kerja Puskesmas Bandarharjo didapatkan
bahwa 11 rumah penderita kasus bahwa 2 rumah penderita kasus
leptospirosis berjarak dekat dengan sungai leptospirosis berjarak dekat dengan sungai
(<500m) dan 1 rumah penderita kasus (<500m), dapat diamati pada gambar 2.
leptospirosis berjarak jauh dengan sungai

Gambar 2. Peta Keberadaan Sungai dan Jarak Sungai dengan Rumah Penderita Kasus Leptospirosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan keadaan aliran air di di selokan yang tidak mengalir. Hasil
selokan pada rumah penderita kasus pemetaan keadaan aliran air di selokan
leptospirosis didapatkan bahwa 6 rumah pada rumah penderita kasus leptospirosis
penderita kasus leptospirosis memiliki didapatkan bahwa 2 rumah penderita kasus
keadaan aliran air di selokan yang leptospirosis memiliki keadaan aliran air
mengalir dan 6 rumah penderita kasus di selokan yang tidak mengalir, hasil
leptospirosis memiliki keadaan aliran air pemetaan pada gambar 3.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 251
Gambar 3. Peta Keadaan Aliran Air di Selokan pada Rumah Penderita Kasus Leptospirosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan keadaan selokan yang tertutup. Hasil pemetaan keadaan


pada rumah penderita kasus leptospirosis selokan pada rumah penderita kasus
didapatkan bahwa 9 rumah penderita kasus leptospirosis didapatkan bahwa dua rumah
leptospirosis memiliki keadaan selokan penderita kasus leptospirosis memiliki
yang terbuka dan 3 rumah penderita kasus keadaan selokan yang tertutup, hasil
leptospirosis memiliki keadaan selokan pemetaan dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Peta Keadaan Selokan pada Rumah Penderita Kasus Leptospirosis


di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan genangan air pada pemetaan genangan air pada rumah
rumah penderita kasus leptospirosis penderita kasus leptospirosis didapatkan
didapatkan bahwa 11 rumah penderita bahwa 1 rumah penderita kasus
kasus leptospirosis tidak terdapat leptospirosis tidak terdapat genangan air
genangan air dan 1 rumah penderita kasus dan 1 rumah penderita kasus leptospirosis
leptospirosis terdapat genangan air. Hasil terdapat genangan air.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 252
Gambar 5. Peta Keberadaan Genangan Air pada Rumah Penderita Kasus Leptospirosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan keberadaan TPS dan keberadaan TPS dan jarak TPS dengan
jarak TPS dengan rumah penderita kasus rumah penderita kasus leptospirosis
leptospirosis didapatkan bahwa 10 rumah didapatkan bahwa 1 rumah penderita kasus
penderita kasus leptospirosis berjarak leptospirosis berjarak dekat dengan TPS
dekat dengan TPS (<500m) dan 2 rumah (<500m) dan 1 rumah penderita kasus
penderita kasus leptospirosis berjarak jauh leptospirosis berjarak jauh dengan TPS
dengan TPS (>500m). Hasil pemetaan (>500m).

Gambar 6. Peta Keberadaan TPS dan Jarak TPS dengan Rumah Penderita Kasus Leptospirosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan riwayat banjir pada leptospirosis memiliki riwayat banjir.


rumah penderita kasus leptospirosis Hasil pemetaan riwayat banjir pada rumah
didapatkan bahwa 11 rumah penderita penderita kasus leptospirosis didapatkan
kasus leptospirosis tidak memiliki riwayat bahwa 2 rumah penderita kasus
banjir dan 1 rumah penderita kasus leptospirosis tidak memiliki riwayat banjir.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 253
Gambar 7. Peta Riwayat Banjir pada Rumah Penderita Kasus Leptospirosis
di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu dan Bandarharjo

Hasil pemetaan kasus leptospirosis kerja Puskesmas Kedungmundu sebanyak


yang diperoleh menunjukkan bahwa di 11 rumah dan di wilayah kerja Puskesmas
wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Bandarharjo sebanyak 2 rumah termasuk
rata-rata rumah penderita kasus kedalam golongan rumah yang berjarak
leptospirosis berada dekat dengan sungai kurang dari 500 m dari sungai. Menurut
dan TPS, keadaan aliran air selokan yang penelitian Nurbeti bahwa daerah yang
tidak mengalir serta keadaan selokan yang berdekatan dengai sungai berpeluang lebih
terbuka, tidak terdapat genangan air, dan besar untuk terkena luapan air sungai saat
tidak memiliki riwayat banjir, namun dari sungai membanjiri di musim hujan selain
12 rumah penderita kasus leptospirosis itu melakukan aktivitas di sungai dapat
terdapat 1 rumah yang terdapat genangan menjadi faktor risiko terjangkit penyakit
air dan 1 rumah yang memiliki riwayat leptospirosis.(13)
banjir. Sedangkan di wilayah kerja Berdasarkan hasil pemetaan
Puskesmas Bandarharjo dengan total 2 mengenai keadaan aliran air di selokan
rumah penderita leptospirosis, ditemukan menunjukkan bahwa di wilayah kerja
rumah penderita kasus leptospirosis yang Puskesmas Kedungmundu ditemukan 6
kondisi lingkungannya tidak terdapat rumah dengan kondisi aliran air selokan
genangan air namun keberadaan rumah yang mengalir dan 6 rumah dengan
dekat dengan TPS dan ditemukan rumah kondisi aliran air selokan yang tidak
yang kondisi lingkungannya terdapat mengalir. Sedangkan di wilayah kerja
genangan air namun keberadaan rumah Puskesmas Bandarharjo ditemukan 2
jauh dengan TPS. rumah dengan kondisi aliran air selokan
Berdasarkan hasil pemetaan yang tidak mengalir. Hasil pemetaan
mengenai jarak sungai dengan rumah mengenai keadaan selokan di wilayah
penderita kasus leptospirosis di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 254
menunjukkan bahwa lebih banyak rumah terutama sekitar kaki, dan atau selaput
dengan keadaan selokan yang terbuka mukosa di kelopak mata, hidung, dan
yakni sebanyak 9 rumah dari 12 rumah, selaput lendir mulut.(15)
sisanya sebanyak 3 rumah memiliki Berdasarkan hasil pemetaan
keadaan selokan yang tertutup. Di wilayah mengenai jarak TPS dengan rumah
Puskesmas Bandarharjo terdapat 2 rumah penderita kasus leptospirosis di wilayah
dengan keadaan selokan yang tertutup. kerja Puskesmas Kedungmundu sebanyak
Menurut penelitian Pramestuti bahwa 10 rumah dan di wilayah kerja Puskesmas
selokan berperan sebagai jalur penularan Bandarharjo sebanyak 1 rumah termasuk
penyakit leptospirosis yaitu ketika air kedalam golongan rumah yang berjarak
selokan terkontaminasi oleh urin tikus atau kurang dari 500 m dari TPS. Penelitian
hewan peliharaan yang terinfeksi bakteri yang dilakukan Ningsih mengemukakan
leptospira dan aliran air selokan tidak bahwa tikus senang berkeliaran di tempat
lancar/mengalir sehingga air selokan sampah untuk mencari sisa makanan.
(14)
meluap ke lingkungan sekitar rumah. Jarak rumah yang dekat dengan TPS
Selokan yang menggenang/tidak mengalir mengakibatkan tikus dapat masuk ke
sebaiknya dibersihkan supaya selokan rumah dan kencing di sembarang tempat.
mengalir lancar, dan perlu dijaga kersihan Jarak rumah yang kurang dari 500 meter
selokan dengan tidak membuang sampah dari TPS menunjukkan kasus leptospirosis
kedalam selokan. lebih besar dibandingkan dengan yang
Berdasarkan hasil pemetaan lebih dari 500 m.(16) Di beberapa titik TPS,
mengenai keberadaan genangan air sampah tercecer hingga di bagian luar
menunjukkan bahwa terdapat genangan air kontainer. Pemulung yang mencari barang
yang berada di sekitar 2 rumah pederita bekas atau sampah tertentu di TPS dapat
kasus leptospirosis. Rumah tersebut berisiko terkena penyakit leptospirosis
terdapat di Kelurahan Sendangmulyo di secara tidak langsung.
wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu Berdasarkan hasil pemetaan
dan Kelurahan Bandarharjo di wilayah mengenai riwayat banjir menunjukkan
kerja Puskesmas Bandarharjo. Penelitian bahwa terdapat 1 rumah pederita kasus
yang dilakukan Anies menyatakan bahwa leptospirosis yang berada di Kelurahan
genangan air menjadi salah satu media Sambiroto di wilayah kerja Puskesmas
penularan leptospirosis disebabkan karena Kedungmundu. Menurut penelitian
genangan air yang telah tercemar oleh Okatini bahwa keadaan banjir berisiko
bakteri leptospira melalui urin tikus, munculnya perubahan lingkungan diantara
kemudian bakteri tersebut masuk ke dalam lain lingkungan terdapat genangan air,
tubuh manusia melalui kulit yang terluka berlumpur, dan terdapat timbunan sampah
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 255
yang menyebabkan mudahnya bakteri Organ [Internet]. 2003;45(5):292–292.
(17)
leptospira berkembang biak. Tersedia pada: http://www.scielo.br/
scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0
4. KESIMPULAN 036-46652003000500015&lng=en&
Hasil pemetaan menunjukkan bahwa tlng=en. Diakses pada 3 Mei 2018
penderita kasus leptospirosis tahun 2017- 2. Kementrian Kesehatan Republik
Juni tahun 2018 di wilayah kerja Indonesia. Pedoman Penyelidikan dan
Puskesmas Kedungmundu yakni sebesar Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
12 kasus dan wilayah kerja Puskesmas [Internet]. Santoro H, Hapsari RB,
Bandarharjo yakni sebesar 2 kasus. Nasir AM, editor. 2011. 1-97 Diakses
Kondisi lingkungan seperti jarak rumah pada 3 Mei 2018
dengan sungai, keadaan aliran air selokan, 3. Sunaryo, Puspita ND. Distribusi
penutup selokan, genangan air, tempat Spasial Leptospirosis Di Kabupaten
TPS merupakan lokasi yang banyak di Gresik, Jawa Timur. Penelitian
tempati oleh penderita kasus leptospirosis. Kesehatan, Vol 42, No 3 [Internet].
Sedangkan lokasi tempat tinggal yang 2014;42(3):161–70. Tersedia pada:
berpotensi banjir maupun dataran tinggi http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ind
mempunyai kasus leptospirosis. ex.php/BPK/article/view/ 3621/3570.
Menjaga kondisi lingkungan yang Diakses pada 5 Mei 2018
bersih sebagai upaya kewaspadaan dini 4. Yuliadi B, Wahyuni, Ristianto.
terhadap penyakit leptospirosis, Distribusi Spasial Leptospirosis di
melakukan upaya penangkapan tikus Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun
secara berkala dan pemeriksaan sampel 2002-2012. J Vektora [Internet].
darah serta organ tikus dengan kerjasama 2013;V(2):66–72. Tersedia pada:
lintas sektor dan lintas program. Bagi http://ejournal.litbang.depkes.go.id/ind
masyarakat untuk diharapkan menjaga ex.php/vk/article/ view/3490/3452.
kebersihan lingkungan sekitar dengan Diakses pada 5 Mei 2018
membersihkan rumah dan selokan. Dalam 5. Rahayu S. Pemetaan Faktor Risiko
melakukan kegiatan membersihkan Lingkungan Leptospirosis dan
lingkungan sekitar disarankan untuk Penentuan Zona Tngkat Kerawanan
menggunakan APD (Alat Pelindung Diri). Leptospirosis di Kabupaten Demak
Menggunakan Remote Sensing Image.
5. REFERENSI Kesehat Masy [Internet].
1. World Health Organization. Human 2017;5(1):218–25. Tersedia pada:
leptospirosis: guidance for diagnosis, https://media.neliti.com/media/publica
surveillance and control. World Heal tions/163260-ID-pemetaan-faktor-
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 256
risiko-lingkungan-leptos.pdf. Diakses 2014. Dinas Kesehat Kota Semarang
pada 5 Mei 2018 [Internet]. 2014; Tersedia pada:
6. Widayani P, Kusuma D. Pemodelan http://dinkes.semarangkota.go.id/asset/
Spasial Kerentanan Wilayah Terhadap upload/Profil/Profil Kesehatan Kota
Penyakit Leptospirosis Berbasis Semarang 2014.pdf. Diakses pada 3
Ekologi. J Geogr [Internet]. Mei 2018
2014;11(1):71–83. Tersedia pada: 11. Dinas Kesehatan Kota Semarang.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.p Profil Kesehatan Kota Semarang
hp/JG/article/view/8041/ 5581. 2015. Dinas Kesehat Kota Semarang
Diakses pada 5 Mei 2018 [Internet]. 2015;1–104. Tersedia pada:
7. Kementerian Kesehatan Republik http://119.2.50.170:9090/sik/upload/Pr
Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia ofil Kesehatan/Profil Kesehatan Kota
2016 [Internet]. Profil Kesehatan Semarang 2015.pdf. Diakses pada 3
Indonesia. 2016. Tersedia pada: Mei 2018
http://www.depkes.go.id/resources/do 12. Semarang DKK. Profil Kesehatan
wnload/pusdatin/profil-kesehatan- Kota Semarang 2016. Dinas
indone sia/Profil-Kesehatan- Kesehatan Kota Semarang [Internet].
Indonesia-2016.pdf. Diakses pada 3 2016;1–102. Tersedia pada:
Mei 2018 http://dinkes.semarangkota.
8. Kementerian Kesehatan Republik go.id/asset/upload/Profil/Profil
Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia Kesehatan 2016 (OK).pdf. Diakses
2014 [Internet]. Jakarta; 2014. pada 3 Mei 2018
Tersedia pada: 13. Nurbeti, Maftuhah; Kusnanto, Hari;
http://www.depkes.go.id/resources/ Nugroho W sri. Kasus-Kasus
download/pusdatin/profil-kesehatan- Leptospirosis Di Perbatasan
indonesia/profil-kesehatan-indonesia- Kabupaten Bantul, Sleman, Dan
2014.pdf. Diakses pada 3 Mei 2018 Kulon Progo: Analisis Spasial. Progr
9. Indonesia KKR. Profil Kesehatan Pascasarj Fak Kedokt Univ Gadjah
Indonesia 2015 [Internet]. Jakarta; Mada Yogyakarta [Internet].
2015. Tersedia pada: 2012;10(1):XIV. Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/resources/do https://media.neliti.com/media/publica
wnload/pusdatin/profil-kesehatan- tions/ 25039-ID-kasus-kasus-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia- leptospirosis-di-perbatasan-kabupaten-
2015.pdf. Diakses pada 3 Mei 2018 bantul-sleman-dan-kulon-progo.pdf.
10. Dinas Kesehatan Kota Semarang. Diakses pada 29 Agustus 2018
Profil Kesehatan Kota Semarang
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 257
14. Pramestuti N, Djati AP, Kesuma AP.
Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa
(KLB) Leptospirosis Paska Banjir di
Kabupaten Pati Tahun 2014. Vektora
[Internet]. 2015;7(1):1–6. Tersedia
pada:
https://media.neliti.com/media/publica
tions/ 126768-ID-faktor-risiko-
kejadian-luar-biasa-klb-le.pdf. Diakses
pada 21 Agustus 2018
15. Anies, Hadisaputro S, Sakundarno
MS, Suhartono. Lingkungan dan
Perilaku pada Kejadian Leptospirosis.
Media Med Indones [Internet].
2009;43(Nomor 6):6–11. Tersedia
pada:
http://eprints.undip.ac.id/19108/2/07_a
nies_-_lingkungan_leptospirosis.pdf.
Diakses pada 27 Agustus 2018
16. Ningsih R. Faktor Risiko Lingkungan
Terhadap Kejadi Leptospirosis di Jawa
Tengah. Program [Internet]. 2009;1–
140. Tersedia pada:
http://eprints.undip.ac.id/23882/1/RIY
AN_NINGSIH.pdf. Diakses pada 27
Agustus 2018
17. Okatini M, Purwana R, I Made Djaja.
Hubungan Faktor Lingkungan Dan
Karakteristik Individu Terhadap
Kejadian Penyakit Leptospirosis Di
Jakarta, 2003-2005. Makara Kesehat
[Internet]. 2007;11(1):17–24. Tersedia
pada:
http://journal.ui.ac.id/index.php/health
/article/viewFile/222/218. Diakses
pada 30 Agustus 2018
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 258
DESAIN FORMULIR RAWAT INAP UNTUK KELENGKAPAN REKAM MEDIS
PUSKESMAS KARANGDORO SEMARANG TAHUN 2018

Priska Erlik Budiharja1), Retno Astuti Setijaningsih1)


1
Fakultas Kesehatan,Universitas Dian Nuswantoro Semarang
email: priskaerlikbudiharja1714@gmail.com; retnoastutis@yahoo.co.id

Abstract
Every hospital usually has the medical records and health information form. The medical records and health
information form is very important because it is records every data and history about the patient’s illness. Then,
the officer must to be writes the form complete and orderly. So, the hospital have a good management in the
administration. During the research, the researcher found mostly 40% that the filling of the assement forms are
not complete. The aim of this study are to analyze the hospitalization’s design form of the subjective objective
assessment plan in the Karangdoro Semarang Primary Health Care (Puskesmas). This research uses
descriptive research type. The object of this research is the in-patient medical record form. The subjects of this
study were doctors, nurses, and medical record staff. The research instruments used in this study are
questionnaires and observation guidelines. Data processing in this research is editing and charging data. Data
analysis in this study is to analyze the data obtained, evaluate the suitability of the form design with the theory,
the complaint of the use of the form, redesign the design of the inpatient SOAP form for the Primary Health
Care (Puskesmas). Based on the findings, the researcher found that the forms of The Karangdoro Semarang
Primary Health Care (Puskesmas) are still not compatible to be the medical records form. In the Karangdoro
Semarang Primary Health Care (Puskesmas), they are still using HVS Paper 70 gr as the material for the form.
Then, the information and the content are not compatible to become a good medical records form. In the form,
there is no an instructions, the margin is also not suitable for the form, and also the patient’s information when
the patient have to be hospitalization in hospital. And the form are not orderly make in a good package.
Suggestion in this research is design of SOAP form according to result of analysis to complaint and analysis of
complaint according to theory, so officer will be easier to fill it. the completeness of the forms can be improved
by making efficient design forms based on the results of complaints and theories analysis.

Keywords: SOAP, in-patient form, form design

1. PENDAHULUAN (public goods) dan pelayanan kesehatan


Pusat kesehatan masyarakat secara perorangan (private goods).(1)
(puskesmas) adalah kesatuan organisasi Dalam menjalankan fungsinya,
yang fungsional dalam puskesmas membutuhkan pencatatan
menyelenggarakan upaya kesehatan yang /perekaman data dan pelaporan informasi
bersifat menyeluruh, terpadu, merata, kesehatan yang lengkap dan akurat.
dapat diterima dan terjangkau oleh Untuk itu, puskesmas memerlukan
masyarakat. Puskesmas mempunyai 3 dukungan formulir rekam medis yang
(tiga) fungsi, yakni sebagai pusat mampu mendokumentasikan kebutuhan
penggerak pembangunan berwawasan data secara lengkap. Selain itu, juga
kesehatan. Selanjutnya, juga merupakan pengelolaan rekam medis yang tertib
pusat pemberdayaan keluarga dan administrasi.
masyarakat. Fungsi puskesmas yang Permenkes Republik Indonesia
ketiga adalah sebagai pusat pelayanan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008
kesehatan strata 1. Untuk fungsi yang memberikan definisi bahwa rekam medis
terakhir tersebut, puskesmas memberikan adalah dokumen yang berisi identitas
pelayanan kesehatan pada masyarakat pasien, anamnesa, pemeriksaan,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 259
diagnosis, pengobatan, tindakan, dan yang terpusat pada pemecahan masalah
pelayanan lain yang diberikan kepada klien dengan pendekatan pada tahapan
pasien selama dirawat di rumah sakit, proses pelayanan medis dan keperawatan.
baik di unit rawat jalan, unit gawat Cara mendokumentasikan hasil pelayanan
darurat, ataupun unit rawat inap. Dengan kepada pasien ke dalam rekam medis
demikian, jika rekam medis berisi catatan dengan pendekatanan sistem. Jadi,
dan keterangan pasien secara lengkap, dokumentasi dapat merefleksikan
maka akan menghasilkan informasi yang pemikiran yang logis bagi dokter dan
akurat, tepat waktu, dan dapat perawat yang merawat atau melayani
(2)
dipercaya. pasien tersebut.
Berdasarkan hasil survei terhadap Subjective adalah keluhan pasien
10 formulir rawat inap, ditemukan adanya saat ini yang didapatkan dari anamnesa
ketidaklengkapan pengisian subjective, (autoanamnesa atau alloanamnesa).
objective, assesment, serta plan. Sedangkan objective adalah hasil
Assesment merupakan simpulan dari pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan
keluhan pasien dan data yang diobservasi tanda-tanda vital, skala nyeri, dan hasil
oleh dokter atau perawat. pemeriksaan penunjang pasien pada saat
Jadi, terdapat 40 % ini. Assesment ialah penilaian keadaan
ketidaklengkapan pengisian assement adalah berisi diagnosis kerja, diagnosis
pada formulir subjective, objective, diferensial atau problem pasien, yang
assessment, plan rekam medis rawat inap. didapatkan dari menggabungkan
Ketidaklengkapan pengisian aseesment, penilaian subjektif dan obyektif. Selain
seperti diagnosa masuk atau diagnosa itu, plan berisi rencana untuk
utama. Ketidaklengkapan formulir menegakkan diagnosis.(3)
subjective, objective, assessment, serta
plan rawat inap kemungkinan terjadi 2. METODE PENELITIAN
karena belum pernah diadakan analisis Jenis penelitiannya adalah
desain formulir. Selain itu, desain deskriptif. Pendekatan yang digunakan
formulirnya juga belum pernah direvisi. adalah cross sectional. Variabel
Analisis desain formulir ini penelitiannya meliputi: desain formulir
menggunakan pendekatan Problem SOAP rawat inap Puskesmas Karangdoro
Oriented Medical Record (POMR). Semarang.
POMR is a scientific method of record Objek penelitiannya adalah formulir
keeping using a client – centered problem SOAP rekam medis rawat inap yang ada
– solving approach paralling the phases di Puskesmas Karangdoro Semarang.
of the nursing/medical proses. Artinya, Subjeknya adalah 2 orang dokter
pengetahuan tentang metode pencatatan Puskesmas Karangdoro Semarang.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 260
Perawat sebanyak 3 orang. Sedangkan sebesar 50% menyatakan perlu
petugas rekam medisnya ada 2 orang. adanya penjelasan tentang tujuan
Instrumen penelitiannya adalah formulir. Sebesar 50% menyatakan
angket dan pedoman observasi. Jenis tidak setuju perlunya sub judul pada
datanya merupakan data primer dan data formulir tersebut dikarenakan
sekunder. Penelitian ini menggunakan formulir sudah jelas. Sebesar 50%
metode pengumpulan data wawancara menyatakan tidak setuju dengan
dan observasi. margin yang ideal.
Data diolah dengan editing dan c) Hasil wawancara dengan dokter
penyajian data. Selanjutnya, data akan terhadap aspek isi
dianalisa secara deskriptif. Berdasarkan hasil angket
dokter terhadap Aspek sebesar 50%
3. HASIL DAN PEMBAHASAN menyatakan tidak setuju dengan butir
Dalam melakukan penelitian di data medis pasien yang ada sudah
Puskesmas Karangdoro Semarang, sesuai.
peneliti menyebarkan angket kepada d) Hasil wawancara dengan perawat
petugas loket (rekam medis), perawat, terhadap aspek fisik
dan dokter. Hasil Angket yang dilakukan Berdasarkan hasil angket
peneliti oleh petugas loket (rekam medis), perawat terhadap Aspek Fisik
perawat, dan dokter adalah sebagai sebesar 33,33% menyatakan tidak
berikut: setuju bahwa bahan adalah HVS.
a) Hasil wawancara dengan dokter Sebesar 33,33% menyatakan tidak
terhadap aspek fisik setuju bahwa bentuk pengisian
Hasil angket dokter terhadap formulir portrait. Sebesar 66,67%
Aspek Fisik tentang formulir menyatakan tidak setuju bahwa
Subjective Objective Assessment ukuran formulir sudah sesuai dengan
Plan rawat inap sebesar 50% teori. Sebesar 33,33% menyatakan
menyatakan tidak setuju bahwa tidak setuju dengan warna yang
ukuran untuk formulir Subjective digunakan adalah warna putih.
Objective Assessment Plan rawat e) Hasil wawancara dengan perawat
inap adalah A4. Sebesar 50% terhadap aspek anatomic
menyatakan tidak setuju bahwa Berdasarkan hasil angket
pemberian kemasan adalah amplop. perawat terhadap Aspek Anatomik
b) Hasil wawancara dengan dokter sebesar 33,33% menyatakan tidak
terhadap aspek anatomic setuju terhadap perlu adanya sub
Berdasarkan hasil angket judul pada formulir tersebut. Sebesar
dokter terhadap Aspek Anatomik 33,33% menyatakan tidak setuju

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 261
bahwa perlu adanya identitas bahan untuk formulir Subjective
institusi. Sebesar 33,33% Objective Assessment Plan rawat
menyatakan tidak setuju bahwa inap adalah HVS,. Sebesar 50%
pengelompokan butir data identitas menyatakan tidak setuju diberikan
social pasien dengan data medis kemasan untuk formulir Subjective
pasien. Sebesar 33,33% menyatakan Objective Assessment Plan.
tidak setuju bahwa cara pengisian h) Hasil wawancara dengan petugas
check box mempermudah pengguna loket terhadap aspek anatomic
untuk mengisi tersebut. Sebesar Berdasarkan hasil angket
33,33% tidak menuliskan nama dan petugas loket (rekam medis) sebesar
tanda tangan sebagai 50% menyatakan tidak setuju
pertanggungjawaban mereka atas mengenai sudah sesuai
tindakan yang mereka berikan ke pengelompokan data identitas social
pasien. Sebesar 33,33% menyatakan pasien dengan data medis. Sebesar
tidak setuju dengan margin yang 50% menyatakan tidak setuju bahwa
ideal. cara pengisian check box
f) Hasil wawancara dengan perawat mempermudah pengguna untuk
terhadap aspek isi mengisi tersebut. Sebesar 50%
Berdasarkan hasil angket menyatakan tidak setuju dengan
perawat terhadap Aspek Isi sebesar margin yang ideal untuk formulir.
100% menyatakan tidak setuju i) Hasil wawancara dengan petugas
dengan adanya butir data social loket terhadap aspek isi
pasien yang sudah sesuai. Sebesar Berdasarkan hasil angket
33,33% menyatakan tidak perlu petugas loket (rekam medis) sebesar
adanya butir data social pasien yang 50% menyatakan tidak setuju bahwa
ditambahkan. butir data medis pasien yang ada
g) Hasil wawancara dengan petugas sudah sesuai.
loket terhadap aspek fisik Hasil Observasi Desain formulir
Berdasarkan hasil angket Subjective Objective Assessment Plan
petugas loket (rekam medis) sebesar dari 3 Aspek adalah sebagai berikut :
50% menyatakan tidak setuju bahwa
Tabel 3.1 Hasil Obsevasi terhadap Aspek Fisik
No Jenis Keterangan
1 Bahan Bahan dari formulir ini adalah HVS 70 gr
2 Bentuk Bentuk dari formulir ini adalah persegi panjang (landscape)
3 Ukuran Ukuran dari formulir ini adalah F4 Folio (21 cm x 33 cm)
4 Warna Warna dari formulir ini adalah putih
5 Kemasan Tidak ada kemasan untuk formulir ini
Sumber : Data Primer

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 262
Table 3.2 Hasil Observasi terhadap Aspek Anatomik
No Jenis Keterangan
1 Heading Heading pada formulir ini berupa Rekam Medis SOAP Rawat Inap
Sub Judul Pada formulir ini tidak terdapat sub judul
ID Puskesmas ID Puskesmas adalah Puskesmas Karangdoro
ID Form ID Form adalah Rekam Medis SOAP
Nomor Edisi Tidak adanya nomor edisi
Nomor Halaman Terdapat nomor halaman pada lembar ini
2 Introduction Bagian pendahuluan pada formulir ini sudah ditunjukkan oleh judul
formulir yaitu Rekam Medis SOAP Rawat Inap
3 Instruction Tidak adanya instruksi pada formulir tersebut
4 Body Pengelompokan Pada formulir ini pengelompokan antara data social dan data klini
sudah ada pengelompokannya sendiri
Margin Atas : 2 cm Kanan : 1 cm
Bawah : 0,5 cm Kiri : 1 cm
Spasi Spasi yang digunakan 1 spasi horizontal dan 1,5 spasi vertikal
Jenis huruf dan Ukuran huruf yang digunakan untuk judul formulir adalah 16 pt,
Ukuran identitas Puskesmas 16 pt, dan butir data 11 pt. jenis huruf yang
digunakan adalah arial.
5 Close Tanda tangan
Sumber : Data Primer

Tabel 3.3 Hasil Observasi terhadap Aspek Isi


No Jenis Keterangan
1 Keleng kapan Butir Data Data Identitas Pasien
1. Nama Pasien
2. Jenis Kelamin
3. Nomor Rekam Medis
4. Agama
5. Tempat tanggal lahir
6. No Asuransi
7. Umur
8. Nama DPJP
9. Nama PPJP
2 Termino logi Tidak adanya terminologi
3 Singkatan Tidak adanya singkatan
4 Simbol Tidak adanya simbol
Sumber : Data Primer

Menurut Wijaya, bahwa aspek fisik bahan yang digunakan kurang berkualitas
yang perlu dipertimbangkan dalam maka hasil dari desain formulir yang
mendesain formulir rekam medis adalah dibuat tidak akan bertahan lama.(17)
weight, grade, grain, finish dan colour, 1) Bahan
sifat-sifat ini berhubungan dengan Bahan yang digunakan pada
permanency, durability, mutu penulisan formulir Subjective Objective
kertas, keterbacaan, dan pembuatan Assessment Plan rawat inap di
mikrofilm. Penggunaan kertas yang Puskesmas Karangdoro Semarang
berkualitas desain formulir yang yaitu kertas HVS dengan berat 70
dihasilkan dapat bertahan lama dari gram. Mendesain formulir sebaiknya
kerusakan begitu juga sebaliknya jika patut dipertimbangkan masalah bahan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 263
yang tidak mudah rusak atau kuat dan pada formulir Subjective
tahan berapa lama untuk disimpan Objective Assessment Plan rawat inap
sehingga harus perbedaan antara di Puskesmas Karangdoro Semarang
bahan formulir yang bersifat abadi yakni menggunakan kertas ukuran
dan bahan formulir yang bersifat panjang 33cm dan lebar 21cm.
biasa digunakan. Menurut teori cara yang baik dalam
Jadi, bahan yang seharusnya ukuran formulir adalah dengan
digunakan pada formulir ini yaitu ukuran standart, akan lebih
HVS dengan berat 80 gram karena memudahkan jika formulir tersebut
formulir ini bersifat abadi. akan diabadikan atau diarsipkan.
Rancangan ulang formulir peneliti Peneliti merangcang ulang formulir
menggunakan bahan HVS dengan yang baru menggunakan ukuran A4,
berat 80 gram untuk formulir resume sehingga formulir yang baru
medis dikarenakan formulir resume ukurannya sama dengan berkas –
medis akan diabadikan. berkas yang lain.(12)
2) Bentuk 4) Warna
Bentuk kertas yang digunakan Warna yang digunakan yakni
pada formulir Subjective Objective kertas warna putih dengan tulisan
Assessment Plan rawat inap di tinta warna hitam, berdasarkan hasil
Puskesmas Karangdoro Semarang angket 100% dokter dan 66,67%
berupa lembar yakni persegi panjang. perawat dan 100% petugas loket
Kertas dengan bentuk lembar satuan setuju jika formulir Subjective
ini lebih efektif dan efisien dalam Objective Assessment Plan rawat inap
penyimpanan, karena tidak menggunakan warna putih dan hanya
membutuhkan tempat yang besar. 33,33% perawat yang setuju formulir
Menurut teori bentuk formulir Subjective Objective Assessment Plan
harus di sesuaikan dengan standart rawat inap menggunakan warna yang
atau kebutuhan, pada umumnya berbeda. Menurut teori Pertimbangan
berbentuk persegi panjang. Hal ini dalam penggunaan warna harus
dimaksudkan agar penyimpanannya diberikan kepada petugas dalam
dapat di seragamkan dengan kertas – menggunakan jenis tinta dan warna
kertas yang lainnya. Sehingga bisa dapat disesuaikan dengan keinginan
terlihat rapi, pada rancangan yang dan kebutuhan saat merangcang
dibuat oleh peneliti menggunakan sebuah formulir. Penggunaan warna
(12)
bentuk kertas persegi panjang. menolong untuk mengenali formulir
3) Ukuran dengan cepat.(12)
Ukuran kertas yang digunakan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 264
5) Kemasan organisasi-organisasi lain.
Kemasan yang digunakan pada Tetapi Subjective Objective
formulir Subjective Objective Assessment Plan rawat inap
Assessment Plan rawat inap di termasuk formulir yang
Puskesmas Karangdoro Semarang keluar, maka perlu
yakni menggunakan map berwarna. melampirkan alamat
Berdasarkan teori, formulir tersebut puskesmas itu sendiri.
disimpan dalam folder dokumen a. Judul
rekam medis dengan formulir lain Formulir Subjective
sehingga tidak memerlukan kemasan Objective Assessment
karena sudah menggunakan map. Plan rawat inapmemiliki
Puskesmas Karangdoro memiliki judul formulir Rekam
sistem penyimpanan sentralisasi. Pada Medis SOAP Rawat Inap
penyimpanan ini adaah dan terletak pada bagian
penggabungan dokumen rekam medis tengah atas agar
rawat jalan, rawat inap, dan gawat informasi mudah terlihat.
darurat jadi satu, sehingga kemasan Menurut Wijaya (2013)
untuk melindungi dokumen rekam menyatakan bahwa judul
medis pasien harus benar – benar kuat sebuah formulir bias
dan tahan lama. terdapat pada satu dan
a) Aspek Anatomik beberapa tempat. Untuk
1) Heading posisi judul yang
Heading atau kepala standard adalahkiri atas,
formulir pada formulir tengah, kanan atas, kiri
Subjective Objective bawah atau kanan bawah.
Assessment Plan rawat inap Hal ini sudah sesuai
sudah sesuai yaitu adanya dengan teori. Rancangan
judul formulir REKAM ulang formulir yang baru
MEDIS SOAP RAWAT INAP terbagi menjadi 3
nama instansi Puskesmas formulir dan ketiga
Karangdoro Semarang dan formulir tersebut sudah
identitas formulir yaitu memiliki judul yang
Subjective Objective menjelaskan tujuan
Assessment Plan rawat inap. formulir masing-
(17)
Heading dimaksudkan untuk masing.
identitas formulir, khususnya b. Sub Judul
untuk diketahui oleh Formulir Subjective

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 265
Objective Assessment tersirat kedalam suatu
Plan rawat inap tidak bentuk atau gambar. Jika
memiliki subjudul. pada desain formulir
Berdasarkan teori terdapat logo maka jika
subjudul harus digunakan terjadi berkas tercecer
apabila judul utama atau jatuh dapat segera
memerlukan penjelasan. diketahui bahwa formulir
Sehingga hal ini sudah tersebut adalah milik
sesuai dengan teori Puskesmas begitu juga
karena judul formulir sebaliknya.(18)
sudah memberikan Jadi hal ini belum
penjelasan terhadap isi sesuai dengan teori yaitu
dari formulir Subjective Identitas Puskesmas
Objective Assessment belum tercantum alamat
Plan rawat inap. Pada puskesmasnya dan logo.
formulir assesmen awal Pada rancangan formulir
pasien rawat inap yang baru terdapat nama
terdapat beberapa sub instansi dan logo instansi.
judul antara lain Apabila formulir ini akan
:pengkajian medis, dikirim ke orang lain di
review pengkajian nyeri, luar instansi atau
review resiko jatuh organisasi. Identitas
menurut morse fall scale, Formulir Identitas
dan review keterangan formulir dalam formulir
pasien. (12) Subjective Objective
c. Identitas Puskesmas Assessment Plan rawat
Formulir Subjective inaptidak ada.
Objective Assessment Berdasarkan teori,
Plan rawat inap memiliki identitas formulir
Identitas Puskesmas yaitu digunakan sebagai sarana
PUSKESMAS KARANG- untuk mengidentifikasi
DORO yang terletak di formulir agar tidak
tengah atas. Kementrian tertukar dengan formulir
Sosial Republik lain..(12)
Indonesia menyatakan d. Nomor Edisi
bahwa logo adalah Formulir Subjective
sebuah simbol yang Objective Assessment

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 266
Plan rawat inap tidak informasi mengenai
memiliki nomor edisi. formulir mencakup
Berdasarkan teori, nomor identifikasi formulir,
edisi adalah nomor yang tanggal penerbitan dan
digunakan untuk nomor halaman.
membantu dan Assembling formulir
menentukan apakah rekam medis akan lebih
formulir ini edisi terbaru mudah apabila apabila
yang sedang digunakan nomor halaman berada
dan membantu dalam pada bagian kanan atas,
pembuatan stok yang apabila formulir tercetak
tidak dipakai lagi. Hal lebih dari 1 halaman.
ini belum sesuai teori, Peneliti merancang ulang
maka perlu menggunakan formulir yang baru
nomor edisi. Rancangan memberikan nomor
formulir yang dibuat oleh halaman apabila formulir
peneliti sudah terdapat tersebut lebih dari satu
nomor edisi, sehingga halaman.(17)
pengguna bisa 2) Introduction
membedakan formulir Bagian introduksi atau
dengan mudah melalui pendahuluan terdapat
nomor edisi setiap identitas pasien yang meliputi
(12)
formulir. nama pasien, jenis kelamin,
e. Nomor Halaman tanggal lahir, alamat, nomor
Dalam formulir rekam medis dan waktu
Subjective Objective berkunjung. Menurut
Assessment Plan rawat permenkes 269 Tahun 2008
inap tidak terdapat nomor menyatakan bahwa data
halaman karena formulir identitas pasien meliputi
Subjective Objective nama, jenis kelamin, tempat
Assessment Plan rawat tanggal lahir, umur, alamat,
inap hanya memiliki 1 pekerjaan, pendidikan,
(satu) halaman. Nomor golongan darah, status
halaman digunakan perkawinan, nama orang tua,
apabila formulir memiliki pekerjaan orangtua, nama
lebih dari satu halaman. suami atau istri. Data-data
Menurut Wijaya, identitas tersebut dapat

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 267
ditambahkan dan dilengkapi Instruksi juga harus diberikan
sesuai dengan kebutuhan pada entri data yangberupa
pelayanan kesehatan di pilihan..(17)
Puskesmas.(17) Hal ini belum sesuai
Formulir Subjective dengan teori karena formulir
Objective Assessment Plan ini belum tercantum instruksi
rawat inap di Puskesmas untuk kolom-kolom isian,
Karangdoro tidak memiliki sedangkan untuk entri data
introduction. Introduction belum ada instruksi yang
merupakan bagian jelas bagaimana cara
pendahuluan yang dapat mengisinya.
menggambarkan tujuan atau 4) Body
dapat juga berbentuk Menurut Permenkes 269
penjelasan atau pernyataan tahun 2008 data-data yang
yang berupa nama formulir harus dimasukan kedalam
yaitu REKAM MEDIS SOAP rekam medis rawat jalan
RAWAT INAP. antara lain identitas pasien,
3) Instruction tanggal dan waktu, anamnesis
Instruction pada formulir (sekurang-kurangnya keluh-
Subjective Objective an, riwayat penyakit), hasil
Assessment Plan rawat inap pemeriksaan fisik dan
di Puskesmas Karangdoro penunjang medik, diagnosis,
belum ada. Menurut Wijaya rencana penatalaksanaan,
2013 menyatakan bahwa pengobatan dan atau tindakan
intruksi umum harus pelayanan yang telah
disingkat dan berada pada diberikan kepada pasien,
bagian atas formulir, jika untuk kasus gigi dilengkapi
diperlukan instruksi yang dengan odontogram klinik
lebih detail atau instruksi dan persetujuan tindakan bila
yang panjang bisa diletakkan perlu. (17)
pada lembaran atau buku a. Pengelompokan
kecil yang terpisah. Instruksi Bagian pengelom-
tidak boleh diletakkan pokan, untuk rancangan
diantara ruang-ruang entri, formulir baru peneliti
karena akan membuat sudah membedakan
formulir terkesan berantakan antara identitas pasien
dan mempersulit pengisian. yang berada di sebelah

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 268
kanan atas dan identitas Plan rawat inap adalah
medis atau data klinis 1,5 spasi vertical dan 1
pasien dibawah identitas spasi horizontal. Untuk
pasien. Pengelompokan spacing yang dibuat
ini supaya pengguna yang dengan tulisan tangan,
akan mengisi formulir berikan horizontal
dapat dengan mudah spacing 1/10” sampai
mengisi tanpa salah 1/12” per karakter.
pengisian. Vertical spacing
b. Margin memerlukan 1/4” sampai
Margin dari 1/3” akan menerima baik
formulir Subjective entry tulisan tangan
Objective Assessment ataupun mesin. Sehingga
Plan rawat inap adalah spasi yang digunakan
margin: belum sesuai dengan
Atas : 2 cm teori. Rancangan yang
Kanan : 1 cm dibuat oleh peneliti
Bawah : 0,5 cm menggunakan spasi
Kiri : 1 cm sesuai dengan teori.
Berdasarkan teori, 5) Close
margin minimal yang Menurut permenkes 269
digunakan adalah margin: tahun 2008 menyatakan
Atas : 2/16” bahwa pemanfaatan rekam
Kanan : 3/10” medis dapat dipakai sebagai
Bawah : 3/6” alat bukti dalam proses
Kiri : 3/10” penegakan hukum, disiplin
Dengan demikian kedokteran dan kedokteran
margin yang digunakan gigi dan penegakan etika
dalam formulir tersebut kedokerteran dan kedokteran
belum sesuai dengan teori gigi. Berdasarkan opini
karena batas margin jauh rekam medis yang lengkap
dari ketentuan dari teori. sangat membantu dan
c. Spasi melindungi petugas ketika
Spasi yang suatu saat terjadi tuntutan.(17)
digunakan dalam a. Tempat
formulir Subjective Dalam formulir
Objective Assessment Subjective Objective

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 269
Assessment Plan rawat pasien. Sehingga tanggal
inap tidak terdapat pada bagian close sudah
keterangan tempat. sesuai dengan teori. Pada
Berdasarkan teori, close rancangan formulir baru
pada formulir Subjective sudah terdapat ketengan
Objective Assessment tanggal pada bagian
Plan rawat inap harus ada close.
keterangan tempat, c. Waktu
karena formulir Pada formulir
Subjective Objective Subjective Objective
Assessment Plan rawat Assessment Plan rawat
inap merupakan formulir inap tidak terdapat
yang dibawa keluar dari keterangan waktu pada
instansi pelayanan bagian close. Menurut
kesehatan. Sehingga teori pada bagian penutup
penilaian terhadap tempat formulir tidak ada waktu
pada close formulir dalam penandatanganan.
Subjective Objective Apabila dibutuhkan,
Assessment Plan rawat waktu sudah dapat
inap belum sesuai ditunjukkan pada kolom
berdasarkan teori. jam keluar. Sehingga
Rancangan yang dibuat penilaian terhadap waktu
oleh peneliti terdapat pada close sudah sesuai
keterangan tempat sesuai dengan teori. Rancangan
dengan teori yang ada. pada formulir baru yang
b. Tanggal dibuat oleh peneliti sudah
Desain yang ada terdapat keterangan
dari formulir Subjective waktu pada bagian close.
Objective Assessment d. Tanda Tangan
Plan rawat inap tidak ada Desain yang ada
tanggal pada bagian dalam Subjective
close. Berdasarkan teori, Objective Assessment
tanggal pada bagian close Plan rawat inap pada
tidak harus ada karena bagian penutup terdapat
tanggal akhir pelayanan tanda tangan dokter yang
sudah terdapat pada merawat. Berdasarkan
kolom tanggal keluar teori formulir Subjective

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 270
Objective Assessment klinik dan persetujuan tindakan
Plan rawat inap harus ada bila perlu. (17)
tanda tangan dokter yang 1) Kelengkapan butir data
sebagai tanda Butir data yang sifatnya
autentifikasi. Maka isian pada dasarnya sudah
penilaian terhadap tanda cukup memadai dalam artian
tangan pada formulir disediakan cukup untuk
Subjective Objective memuat semua informasi
Assessment Plan rawat yang dibutuhkan pengguna.
inap sudah sesuai Demikian juga dengan butir
denganteori. Pada bagian data yang sifatnya pilihan,
close peneliti sudah jawaban yang disediakan
menambahkan belum sesuai. Kolom yang
tandatangan dan nama disediakan terlalu kecil
terang pada rancangan sehingga banyak informasi
ulang formulir yang baru. yang tidak bisa di bubuhkan
b) Aspek Isi dalam formulir tersebut.
Menurut Permenkes 269 Formulir SOAP dibagi
tahun 2008 data-data yang harus menjadi 3 formulir baru yaitu
dimasukan kedalam rekam medis assesmen awal pasien rawat
antara lain identitas pasien (nama, inap, lembar catatan
jenis kelamin,tempat tanggal terintegrasi, dan resume
lahir, umur, alamat, pekerjaan, medis pasien pulang.
pendidikan, golongan darah, Formulir assesmen awal
status perkawinan, nama orang pasien rawat inap terdapat
tua, pekerjaan orang tua, nama butir data mulai dari pasien
suami atau istri), tanggal dan masuk sampai dengan review
waktu, anamnesis (sekurang- ketergantungan pasien.
kurangnya keluhan, riwayat Formulir lembar catatan
penyakit), hasil pemeriksaan fisik terintegrasi memilki butir
dan penunjang medik, diagnosis, data antara lain pelayanan
rencana penatalaksanaan, atau catatan setelah
pengobatan dan atau tindakan melakukan tindakan tenaga
pelayanan yang telah diberikan medis ke pasien. Formulir
kepada pasien, untuk kasus gigi resume medis pasien pulang
dilengkapi dengan odontogram memilki butir data mulai dari
alasan rawat inap sampai

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 271
dengan keadaan atau kondisi ataupun isi Formulir SOAP Rawat Inap
pasien saat pulang. Puskesmas Karangdoro Semarang harus
2) Terminologi dirancang ulang menurut kebutuhan
Tidak adanya penggunanya, yakni dokter, perawat,
penggunaan terminologi di maupun petugas loketnya. Hal ini sejalan
Puskesmas Karangdoro dengan penerapan teori POMR. Dapun
Semarang. Menurut teori
dimana butir data di formulir 5. REFERENSI
rekam medis penggunaan 1. Peraturan Menteri Kesehatan
terminologi sebaiknya Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
menggunakan istilah yang 2014 tentang Pusat Kesehatan
mudah dimengerti dan Masyarakat.
dipahami oleh semua orang. 2. Peraturan Menteri Kesehatan
3) Singkatan (Permenkes) Nomor 269/Menkes/III/
Tidak adanya 2008 tentang Rekam Medis.
penggunaan singkatan di 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Puskesmas Karangdoro (KBBI), Pengertian Rekam
Semarang. Menurut teori Medis,2018 (diakses tanggal 10
setiap instansi mempunyai februari 2018) Diakses dari
singkatan tersendiri yang :https://kbbi.kemdikbud.go.id.
sesuai dengan kebijakan 4. Sutanta, Edhy. Sistem Informasi
instansi. Managemen. Graha Ilmu.
4) Simbol Yogyakarta, 2003.
Tidak adanya 5. Wildan,Moh. Dokumentasi
penggunaan simbol di Kebidanan. (diakses tanggal 13
Puskesmas Karangdoro Februari 2018) diakses dari: https://
Semarang. Menurut teori books.google.co.id/books
setiap instansi menggunakan 6. Budi,S.C. Buku 3 Bahan Ajar Desain
simbol standar tersendiri Formulir Rekam Medis. Yogyakarta:
yang sesuai dengan kebijakan Sekolah Vokasi Diploma Rekam
instansi. Rancangan formulir Medis Universitas Gadjah Mada.2003
yang baru terdapat simbol (*) 7. Departemen Kesehatan Republik
untuk memberikan pengisian Indonesia Direktorat Jendral
ceklist (√) pada formulir. Pelayanan Medis. Pedoman
Pengelolaan Rekam Medis Rumah
4. KESIMPULAN Sakit di Indonesia, Revisi I,
Bahwa aspek fisik, anatomik, Jakarta,1997.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 272
8. Gemala,R Hatta. Menjaga Kualitas
Rekam Medis dalam Menunjang
Peningkatan Mutu Pelayanan
Kesehatan. Jakarta. 2004
9. Akreditasi Rumah Sakit Indonesia.
Subjective Objective Assesment Plan
(SOAP) (diakses tanggal 28 Maret
2018) diakses dari :http://akreditasi.
my.id/rs/panduan-pengisian-catatan-
dokter-metode-s-o-a-p/.
10. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) (diakses tanggal 10 februari
2018) Diakses dari :https://kbbi.
kemdikbud.go.id/.
11. Pengertian Subjective Objective
Assesment Plan (SOAP) (diakses
tanggal 30 Maret 2018) diakses dari :
https://www.scribd.com/doc/3125473
60/Pengertian-Soap

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 273
PERILAKU OLAH RAGA DAN DIET DAN LITERASI KESEHATAN REMAJA

Neneng Aprilia Hidayatullaili1), Nurjanah2)


1
Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
neneng.laili75@gmail.com
2
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada
email: nurjanah@dsn.dinus.ac.id

Abstract
The adolescent behaviors needs to be a serious concern because it impacts their current and future
health. Health literacy is also a very crucial factor related to health.This study aims to to analyze the
relationship between health literacy, diet and exercise behavior on adolescents in Jepara City. This
was observational study with cross-sectional design. Data collected by HELMA instrument to assess
adolescent health literacy and added wit sports behavior and diet. Samples were 298 students in a
public high school in Pati. The rank-spearman test was used to analysis corellation between health
physycal activity, diet and health literacy. The results showed that students consumed vegetables less
than 3 times a day (73%), fried foods ≥1-3 (94.7%), alcohol > 1 time a month (5.4%), and did
exercise less than 3-5 times (70.7%) The mean of health literacy score was 103 (SD±20.4), quite far
gap from maximum expected value. Student health literacy was still low in accessing information
(89.4%). So that there is a relationship of health literacy with sports behavior seen from sig (2-tailed)
0.001, while the diet variable has a relationship with health literacy, this can be known from sig (2-
tailed) 0.020. It is expected that schools make media information that is appropriate to the age of
students, so that students can access information easily and can apply within themselves.

Keywords: Adolescent, health literacy, diet, physical activity

1. PENDAHULUAN remaja di Indonesia antara lain konsumsi


Remaja adalah masa transisi dari sayur dan buah kurang dari 5 porsi sehari
periode masa kanak-kanak menuju (76,18%), dalam konsumsi minuman
kedewasaan. Kedewasaan ini tidak hanya bersoda ≥ 1 kali sehari (67,46%), dalam
dilihat dari umur tertentu, tetapi dimana tujuh hari terakhir konsumsi makanan
mereka masih bisa untuk diubah sebelum cepat saji/ fast food ≥ 1 kali (52,58%), dan
mereka mengalami masalah kesehatan di kurang aktivitas fisik (43,34%)(2).
masa datangn. Keingintahunan remaja Kondisi ini berisiko mengakibatkan
sangatlah tinggi, tetapi kesadaran mereka masalah kesehatan di waktu yang akan
juga perlu ditingkatkan (1). datang.
Masalah kesehatan remaja adalah Sebuah laporan systematic review
salah satu masalah yang penting yang menunjukkan hubungan yang bermakna
berkaitan dengan perilaku kesehatan atau antara literasi kesahatan dan perilaku
gaya hidup. Beberapa perilaku berisiko kesehatan remaja (3). Literasi kesehatan
remaja yaitu gizi tidak seimbang, yang rendah terkait dengan perilaku tidak
kurangnya aktivitas fisik, dan minuman sehat, seperti konsumsi alkohol, merokok
berakohol, penyalahgunaan obat. Global dan kurangnya aktivitas fisik (4).
School Based Health Survey (GSHS) 2015 Remaja memiliki kemampuan
memperlihatkan faktor resiko perilaku interaksi dengan sistem perawatan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 274
kesehatan. Remaja sering menggunakan banyaknya informasi yang tersedia di
teknologi terbaru dan mengakses internet (12).
informasi di media massa sehingga Penelitian ini bertujuan untuk
merupakan sasaran intervensi pendidikan menganalisis hubungan literasi kesehatan
kesehatan yang efektif(5). remaja dengan perilaku diet dan olah raga.
Literasi kesehatan pada anak dan
remaja sering diabaikan(5,6), sementara di 2. METODE PENELITIAN
sisi lain literasi kesehatan sangat penting Penelitian ini adalah penelitian
untuk mengembangkan ketrampilan observasional, dengan menggunakan
kesehatan, pengetahuan dan perilaku sehat desain Cross-Sectional. Variabel bebas
pada usianya(7,8). Ada banyak sekali dalam penelitian ini adalah literasi
instrument pengukuran literasi kesehatan kesehatan Variabel terikat dan variabel
(9), tetapi sedikit yang fokus pada literasi terikatnya adalah perilaku diet dan
kesehatan anak dan remaja (10). olahraga remaja. Populasi adalah seluruh
Survei literasi kesehatan di Kota siswa kelas X dan XI SMA Negeri 3 Pati.
Semarang pada 2013-2014 terhadap Sampel dipilih secara cluster random
masyarakat berumur >15 tahun sampling dengan jumlah 300 siswa.
mendapatkan hasil bahwa 72% responden Instrumen yang dipakai dalam
yang berumur kurang atau sama dengan 18 penelitian ini adalah Health Literacy
tahun memiliki tingkat literasi kesehatan Measure for Adolescents (HELMA)(13)
yang rendah (inadequate and sebanyak 44 pertanyaan, namun 3
problematic). Prosentase tersebut adalah pertanyaan yang berupa isian tidak
yang terbesar dari semua kelompok umur dimasukkan dalam analisis karena tidak
yang disurvei dimana proporsi literasi valid. Selain 41 pertanyaan HELMA,
kesehatan yang rendah sebesar 65%(11). instrumen dilengkapi dengan pertanyaan
Riset literasi kesehatan pada siswa SMA tentang karakteristik responden, diet dan
di Kota Semarang mendapatkan temuan olah raga. Uji statistik yang digunakan
bahwa siswa merasa mudah untuk adalah korelasi Spearman Rank.
mengakses informasi kesehatan, tetapi
merasa sulit untuk mengevaluasi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
kebenaran informasi tersebut diantara
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
Karakteristik Kategori Frekuensi Prosentase
Jenis Kelamin Laki-laki 127 42,3
Perempuan 173 57,7
Kelas X 138 46
XI 162 54
Riwayat Penyakit Kekuarga Ada 43 14,3
Tidak Ada 257 85,7

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 275
Responden berjenis kelamin menit tiap kli melakukan olah raga
perempuan (57,7%) lebih banyak daripada sebanyak (61%).
laki-laki (42,3%). Siswa-siswa tersebut Dari tabel 4 dapat dilihat item-item
berasal dari kelas XI (54%) lebih banyak literasi kesehatan siswa. Pada item
daripada kelas X(46%). Sebagian besar pertanyaan 5-9 tentang akses informasi
siswa berasal dari keluarga yang tidak siswa, diperoleh hasil bahwa ada (89,4%)
memiliki riwayat penyakit degeneratif siswa masuk kategori tidak pernah akses
Untuk riwayat penyakit keluarga seperti informasi yang sesuai dengan usianya
penyakit degenerative. seperti diet, aktivitas fisik, perawatan yang
Tabel 2 memperlihatkan masalah tepat dan diperlukan untuk kulit dan
perilaku diet yang dilakukan siswa. Siswa rambut, kesehatan mental.
yang kurang mengkonsumsi sayur (74%), Item pertanyaan 15-24 tentang
mengkonsumsi teh manis/kopi manis, pemahaman siswa dalam memperoleh
coklat manis, dan sirup >1 kali dalam informasi, dalam terlihat bahwa 67,3%
sehari ada (66,7%), mengkonsumsi siswa masuk kategori tidak pernah
minuman bersoda >1 kali dalam seminggu memahami informasi seperti instruksi atau
(15,4%), dan 5,3% mengkonsumsi petunjuk dari dokter, informasi yang
minuman beralkohol 1 kali atau lebih diperoleh dari mendengar, informasi
dalam seminggu. tentang gizi. Siswa lebih sering memahami
Siswa cenderung mengkonsumsi informasi melalui media TV, dan internet
makanan yang digoreng dengan jumlah 4 tentang perilaku berisiko seperti
gorengan atau lebih dalam sehari sebanyak penyalahgunaan narkoba, dan beberapa
32%, makanan ringan gurih lebih dari 1 penyakit.
kali .Dalam satu minggu terakhir Item pertanyaan 25-29 tentang
mengkonsumsi Cemilan gurih ≥1 kali penilaian dimana hasil yang diperoleh
dalam sehari sebanyak 3% dan yaitu ada (75,6%) siswa masuk kategori
mengkonsumsi junk food ≥1 kali dalam tidak pernah menilai informasi yang
sebulan 32%. Siswa yang mengkonsumsi diperolehnya Item pertanyaan 30-33
mie instant lebih dari 1 kali dalam sebulan tentang penerapan informasi, ada (56%)
sebanyak 50,7%. siswa masuk kategori tidak pernah
Pada tabel 3 terlihat sebagian besar menerapkan informasi yang diperoleh
siswa melakukan olahraga dalam seperti tidak memperhatikan fakta nutrisi
seminggu yaitu sebanyak 1-2 kali dengan dalam kemasan dan memilih makanan
waktu < 50 menit, dimana jumlah siswa tanpa bahan pengawet.
yang melakukan olahraga kurang dari 3 Rerata skor literasi kesehatan adalah
kali sebanyak (70,7%) siswa, dan jumlah 103 (SD±20,4), menunjukkan kesenjangan
siswa yang melakukan olahraga ≤ 50

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 276
cukup jauh dari nilai maksimum yang diharapkan.

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Perilaku Diet


Pertanyaan Kategori Frekuensi Prosentase
Dalam satu minggu terakhir Tidak Pernah 12 4,0
Berapa kali dalam sehari 1 Kali Sehari 95 31,7
Mengkonsumsi Sayur 2 Kali Sehari 115 38,3
3 kali Sehari atau Lebih 78 26,0
Dalam satu minggu terakhir >5 kali 48 16,0
Berapa kali dalam sehari 4 – 5 kali 26 8,7
Mengkonsumsi teh manis/kopi manis, 2 – 3 kali 126 42,0
Coklat manis, sirup 1 kali 85 28,3
Tidak Pernah 15 5,0
Dalam satu bulan terakhir >5 kali 9 3,0
Berapa kali dalam satu minggu 4 – 5 kali 8 2,7
Mengkonsumsi minuman bersoda 2 – 3 kali 29 9,7
1 kali 60 20,0
Tidak Pernah 194 64,7
Dalam satu bulan terakhir >5 kali 3 1,0
Berapa kali dalam satu minggu 4 – 5 kali 3 1,0
Mengkonsumsi Alkohol 2 – 3 kali 2 0,7
1 kali 8 2,7
Tidak Pernah 284 94,7
Dalam satu minggu terakhir >6 buah gorengan 46 15,3
Berapa kali dalam sehari 4 – 6 buah gorengan 50 16,7
Mengkonsumsi Gorengan 1 – 3 buah gorengan 188 62,7
Tidak Pernah 16 5,3
Dalam satu minggu terakhir >5 kali 45 15,0
Berapa kali dalam sehari 2 – 4 kali 129 43,0
Mengkonsumsi Cemilan Gurih 1 kali 101 33,7
Tidak Pernah 25 8,3
Dalam satu bulan terakhir >5 kali 13 4,3
Berapa kali dalam satu minggu 2 – 4 kali 82 27,3
Mengkonsumsi Junk Food 1 kali 116 38,7
(Pizza, Burger, Ayam Crispy) Tidak Pernah 89 29,7
Dalam satu minggu terakhir >5 kali 13 4,3
Berapa kali dalam sehari 4 – 5 kali 23 7,7
Mengkonsumsi Mie Instant 2 – 3 kali 116 38,7
1 kali 112 37,3
Tidak Pernah 36 12,0

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Perilaku Olahraga


No Pertanyaan Kategori Frekuensi Percent
1 Berapa kali melakukan olahraga Tidak Pernah 42 14,0
dalam seminggu 1 – 2 kali 170 56,7
3 – 5 kali 51 17,0
>5 kali 37 12,3
2 Dalam satu bulan terakhir Tidak Pernah 40 13,3
Berapa Total Waktu <50 menit 143 47,7
Untuk Olahraga 60 – 90 menit 83 27,7
100 – 150 menit 34 11,3

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 277
Tabel 4 Item literasi kesehatan (HELMA)
Tidak Pernah Jarang Sering Selalu
Pertanyaan
f % f % f % f %
Mendapatkan informasi tentang kesehatan 8 2,7 159 53 102 34 31 10,3
sebanyak mungkin
Menemukan informasi kesehatan yang 10 3,3 125 41,7 118 39,3 47 15,7
dibutuhkan
Ketika Menghadapi masalah kesehatan, saya 17 5,7 117 39 118 39,3 48 16
bisa mendapatkan informasi kesehatan yang
saya butuhkan
Bertanya keapada orang lain tentang informasi 22 7,3 130 43,3 90 30 58 19,3
kesehatan yang saya butuhkan
Mengakses informasi tentang diet sehat sesuai 107 35,7 94 31,3 56 18,7 43 14,3
kelompok usia saya
Mengakses informasi tentang Aktivitas fisik 45 15 131 43,7 82 27,3 42 14
sesuai kelompok usia Anda
Mengakses informasi tentang perawatan yang 46 15,3 111 37 91 30,3 52 17,3
tepat diperlukan untuk kulit dan rambut yang
sesuai kelompok usia saya
Mengakses informasi tentang kesehatan 62 20,7 124 41,3 72 24 42 14
mental yang sesuai kelompok usia Saya
Menemukan informasi dari internet atau 8 2,7 69 23 93 31 130 43,3
sumber lainnya
Membaca brosur obat pada obat yang 42 14 119 39,7 73 24,3 66 22
diresepkan
Membaca dengan mudah brosur pendidikan 41 13,7 139 46,3 77 25,7 43 14,3
tentang masalah gizi
Membaca dengan mudah brosur/lembar fakta 53 17,7 139 46,3 74 24,7 34 11,3
tentang pencegahan penyakit (misalnya:
anemia, osteoporosis, infeksi pernafasan, dll)
Membaca dengan mudah materi informasi di 51 17 143 47,7 64 21,3 42 14
majalah dan surat kabar
membaca dengan mudah materi informasi 13 4,3 105 35 99 33 83 27,7
kesehatan di internet (misalnya situs web)
memahami arti dari petunjuk/tanda yang 24 8 151 50,3 78 26 47 15,7
digunakan di RS dan Pusat Medis
Mengerti banyak hal yang saya dengar tentang 12 4 138 46 115 38,3 35 11,7
kesehatan
Memahami isi informasi kesehatan yang saya 19 6,3 131 43,7 111 37 39 13
temukan
Memahami instruksi dan rekomendasi dokter 21 7 123 41 96 32 60 20
(misalnya : resep)
Memahami informasi tentang penggunaan 21 7 125 41,7 89 29,7 65 21,7
obat, efek samping, serta peringatan bahaya
obat
Memahami informasi gizi pada kemasan 31 10,3 123 41 89 29,7 57 19
makanan
Memahami informasi dan rekomendasi 17 5,7 124 41,3 105 35,3 53 17,7
tentang nutrisi yang tepat untuk remaja di
media (misalnya: radio, tv, internet, dll)
Memahami informasi dan peringatan yang 13 4,3 112 37,3 101 33,7 74 24,7
diberikan oleh media (misalnya:
radio,tv,internet, dll) tentang tembakau,
penyalahgunaan narkoba, dan perilaku
berisiko lainnya
Memahami informasi dan rekomendasi 14 4,7 128 42,7 106 35,3 52 17,3
tentang kesehatan dan penyakit di media
Memahami rekomendasi tentang pencegahan 30 10 126 42 92 30,7 52 17,3
kecelakaan dan cidera
Ketika dihadapkan dengan informasi 58 19,3 147 49 63 21 32 10,7

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 278
Tidak Pernah Jarang Sering Selalu
Pertanyaan
f % f % f % f %
kesehatan baru, saya bisa menilai
ketepatannya
Membandingkan data yang diperoleh dari 61 20,3 127 42,3 73 24,3 39 13
berbagai sumber
Ketika ada informasi yang bertentangan 39 13 158 52,7 73 24,3 30 10
tentang masalah kesehatan, saya dapat
mengenali informasi yang benar
Memiliki kemampuan untuk menilai sumber 36 12 131 43,7 100 33,3 33 11
mana yang dapat saya percayai
Ketika berhadapan dengan informasi gizi, saya 33 11 128 42,7 95 31,7 44 14,7
dapat memilih informasi yang tepat
Memilih makanan berdasarkan fakta-fakta 84 28 118 39,3 63 21 35 11,7
nutrisinya (misalnya: jumlah energi, gula,
protein, dll) yang tertulis dikemasan
Mencoba memilih makanan tanpa bahan 36 12 146 48,7 74 24,7 44 14,7
pengawet
Mencoba menerapkan apa yang telah 18 6 124 41,3 107 35,7 51 17
dipelajari tentang masalah kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari
Mencoba untuk menjaga berat badan 30 10 105 35 81 27 84 28
seimbang
Mendiskusikan masalah kesehatan yang 65 21,7 132 44 72 24 31 10,3
berkaitan dengan penyedia layanan
Ketika mengunjungi dokter atau penyedia 43 14,3 150 50 66 22 41 13,7
layanan kesehatan, dapat memberikan semua
informasi pribadi yang diperlukan kepadanya
Ketika mengunjungi dokter menyebut nama 64 21,3 148 49,3 60 20 28 9,3
obat yang digunakan
Dapat menanyakan semua pertanyaan yang 50 16,7 125 41,7 83 27,7 42 12
saya miliki kepada dokter/penyedia layanan
kesehatan
dapat membagikan informasi kesehatan yang 29 9,7 122 40,7 99 33 50 16,7
saya miliki dengan orang lain (misalnya:
keluarga, teman, dll)
Saya memiliki pertanyaan masalah kesehatan, 29 9,7 150 50 83 27,7 38 12,7
saya memperoleh informasi dan saran dari
orang lain
Mengajukan pertanyaan berdasarkan dari 75 25 134 44,7 62 20,7 29 9,7
penelitian saya ketika mengunjungi dokter
atau penyedia layanan kesehatan
Berbicara menghindari perilaku beresiko 32 10,7 128 42,7 80 26,7 60 20
(misalnya: merokok, dan perilaku beresiko
lainnya) dengan teman-teman

Hubungan antara literasi kesehatan dengan independent. Dan jika dilihat dari
perilaku Diet, dan Olahraga koefisien korelasi tabel diatas -,134 artinya
Dari tabel 4 dapat diperoleh hasil sig korelasi rendah. Sehingga dapat diketahui
(2-tailed) sebesar 0,020. Dari hasil tersebut hipotesisnya yaitu H0 diterima dan H1
dapat diartikan bahwa jika nilai sig (2- ditolak yang artinya tidak ada hubungan
tailed) < 0,05 maka dapat dikatakan ada yang signifikan antara literasi kesehatan
korelasi atau hubungan yang signifikan dengan perilaku diet.
antara variable dependent dan

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 279
Dari tabel 4.5 dapat diperoleh hasil korelasi diatas 0,199 dapat diartikan
sig (2-tailed) sebesar 0,001. Dari hasil bahwa variabel dependen dan independen
tersebut dapat diartikan bahwa jika nilai mempunyai korelasi sempurna. Sehingga
sig (2-tailed) < 0,05 maka dapat dikatakan dapat diketahui hipotesisnya yaitu H0
ada korelasi atau hubungan yang ditolak dan H2 diterima, yang artinya ada
signifikan antara variabel dependent dan hubungan yang signifikan antara literasi
independen. Jika dilihat dari koefisien kesehatan dengan perilaku olahraga.
Tabel 5 Hubungan literasi kesehatan dengan perilaku diet, dan Olahraga
Variabel Independent Variabel Dependent Spearman rho P-value
Literasi Kesehatan Diet -,134 0,020
Literasi Kesehatan Olahraga 0,199 0,001

PEMBAHASAN penelurusan.(8) Selain itu di sekolah


Sekarang ini literasi dapat mereka juga jarang sekali memberikan
mempengaruhi penggunaan teknologi. informasi, tetapi pihak sekolah cenderung
Apalagi anak – anak SMA termasuk menyampaikan materi pelajaran. Papan
Generasi Z, dimana generasi Z lahir pada pengumumannya tidak digunakan dengan
tahun 1998 – 2009. Dimana mereka telah baik dalam menyampaikan informasi baik
mengenal teknologi dan sudah terpapar. kesehatan dan lainnya yang dapat
Generasi Z memiliki kemampuan yang membantu siswa dalam mengakses.
kurang yaitu kemahiran interpersonal dan Memahami informasi dapat diartikan
mereka termasuk orang yang tidak sabar sebagai tahap mengembangkan gagasan,
dan harus cepat.(7) dan mengetahui isi informasi yang telah
Dalam Penelitian ini menunjukkan diperoleh. Sehingga mereka mampu
bahwa akses informasi siswa masih menumbuhkan kesadaran dalam diri
rendah, bahkan ada (89,4%) siswa masuk mereka. Dalam penelitian ini juga dapat
dalam kategori tidak pernah akses diketahui bahwa siswa masih rendah
informasi, padahal remaja sekarang sudah memahami informasi, dan ada (67,6%)
mengenal teknologi. Internet merupakan siswa masuk kategori tidak dapat
media paling efektif dan efisien digunakan memahami informasi. Mereka cenderung
untuk mengakses kebutuhan informasi, jarang memahami informasi yang
tetapi tidak semua generasi menggunakan didapatkan dari instruksi dokter, dan
media tersebut sebagai alat pencarian dan mendengar. Namun mereka sering
mendapatkan informasi ilmiah. Siswa memahami informasi yang didapatkan dari
sekarang lemah dalam mencari informasi media (33,7%). Tingkat pemahaman
karena mereka memiliki emosi yang tidak antara kelas X dan XI hampir sama. Untuk
stabil dan menyebabkan kurangnya kelas XI usia mereka lebih tua daripada
kesabaran dalam melakukan kelas X sehingga mereka mampu

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 280
mengontrol emosi, dan dapat mengakses rendahnya perempuan dalam
bahkan memahami informasi dengan baik. menggunakan pelayanan kesehatan seperti
Terlepas dari usia mereka. Teknologi ditemukan di India, Thailand, dan negara-
adalah bagian dari identitas mereka dan negara Amerika latin, sehingga perempuan
mereka sangat paham teknologi tetapi masih kurang mendapatkan perawatan dan
tidak memiliki kemampuan memecahkan pelayanan kesehatan.(12)
masalah dan belum menunjukkan Selain jenis kelamin ada juga riwayat
kemampuan untuk melihat situasi, penyakit keluarga yang diteliti yaitu
menempatkan dalam konteks, banyak siswa yang keluarganya tidak ada
menganalisanya, dan mengambil (85,7%) riwayat penyakitnya. Berdasarkan
keputusan.(9) penelitian yang diteliti oleh orang lain
Karakteristik menunjukkan bahwa terdapat dinamika
Berdasarkan hasil penelitian yang pemahaman responden dengan mengetahui
dilakukan di SMA Negeri 3 Pati dengan riwayat penyakit keluarganya, sehingga
jumlah responden 300 siswa, dapat responden dapat mengetahui beberapa hal
diketahui bahwa sebagian besar yang yang dapat menyebabkan adanya penyakit
menjadi responden berjenis kelamin seperti diabetes. Dengan mengetahui
perempuan 57,7% dan 42,3% berjenis riwayat penyakit keluarga tersebut
kelamin laki-laki. Dimana dalam studi responden dapat memahami dan
penelitian lain juga menjelaskan bahwa mempunyai kesadaran untuk menunjang
remaja perempuan lebih banyak kesehatannya.(13) Dalam penelitian lain
menggunakan internet untuk mencari juga menjelaskan tentang mengevaluasi
informasi dibandingkan laki-laki. pengetahuan kesehatan peserta dalam
Sehingga remaja perempuan mampu konteks riwayat keluarga dan etnis
memahami tindakan preventif dan maupun budaya, dimana risiko lebih tinggi
memberikan informasi kepada menggunakan latar belakang genetik agar
masyarakat.(10) Selain itu dalam mereka mampu menggunakan informasi
penelitian lain yang berjudul “Health kesehatan yang telah dikumpulkan dan
literacy pada mahasiswa kesehatan, bisa digunakan sebagai dasar untuk
sebagai indikator kompetensi kesehatan mencari informasi yang spesifik yang
yang penting” menunjukkan bahwa berkaitan dengan kebutuhannya.(14)
sebagian besar responden berjenis kelamin Karena dengan adanya riwayat keluarga
perempuan (81,7%), dan untuk dapat membantu meningkatkan
mempermudah mengakses informasi pengetahuan dan cara pencegahan.
mahasiswa biasanya menggunakan Sehingga mereka memiliki informasi yang
internet dan handphone.(11) Dalam cukup tentang penyakit yang ada
penelitian ini juga menyebutkan bahwa disekitarnya. Akan tetapi banyak

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 281
responden yang dikeluarganya tidak ada kopi manis, coklat manis, minuman
atau tidak mempunyai riwayat penyakit bersoda, serta cemilan gurih. Hal ini dapat
hal tersebut dapat menyebabkan remaja mempengaruhi status gizi siswa, dimana
jarang mengakses infoemasi yang siswa sangat mudah memperoleh makanan
berkaitan dengan kesehatan. dan minuman yang memiliki tingkat kalori
yang tinggi dan jika dikonsumsi dalam
Perilaku Diet jangka panjang akan menyebabkan
Diet atau pola makan adalah susunan berbagai macam penyakit seperti diabetes,
makanan yang dikonsumsi oleh setiap hipertensi, kolestrol, dll. Dalam penelitian
individu dalam jangka waktu tertentu.(15) ini diperoleh hasil frekuensi siswa yang
Sehingga akan menggambarkan status mengkonsumsi minuman manis (66,7%),
gizi, dimana pada massa remaja cemilan gurih (91,7%), minuman bersoda
membutuhkan berbagai macam nutrisi (15,4%), sehingga dapat disimpulkan
untuk membantu pertumbuhan dan bahwa siswa jarang memilih makanan
perkembangannya.(16) yang sehat dan jarang memperhatikan
Dalam penelitian ini dapat diketahui asupan gizi yang mereka peroleh.
bahwa frekuensi mengkonsumsi gorengan Perilaku Olahraga
setiap hari ada (94,7%) lebih dari 1 – 3 Kegiatan olahraga yang dilakukan
kali, karena gorengan adalah salah satu untuk mendapatkan kebugaran jasmani
makanan yang memiliki rasa gurih dengan dilakukan 3-5 kali dalam satu minggu
harga yang terjangkau, dan mudah dengan lama latihan 30-45 menit, dan
didapatkan. Kantin sekolah juga intensitas latihan 70%-80% x denyut nadi
menyediakan gorengan yang setiap maksimal. Adapun beberapa program
harinya diburu oleh siswa dan guru pada olahraga untuk kesehatan yaitu jogging,
saat jam istirahat. Padahal gorengan jalan cepat, lari ditempat, dan senam
mengandung banyak minyak, cara aerobik yang dilakukan 10 menit,
penggorengannya yang dilakukan sebagian melibatkan 40% otot dalam tubuh,
besar pedagang menggunakan minyak dilakukan 3 kali seminggu, dengan
yang sering digunakan beberapa kali intensitas latihan 70% - 85% dari denyut
(jelantah). Sehingga akan memiliki nadi.(18)
dampak yang buruk bagi siswa, karena Olahraga yang berlebihan juga
minyak bekas mengandung zat radikal menyebabkan beberapa dampak buruk
bebas yang dapat menimbulkan berbagai seperti cidera, stress, kelelahan yang
penyakit seperti kolestrol, jantung, dan berkepanjangan, system imun yang
lain sebagainya.(17) menurun, pada wanita mengalami
Kantin sekolah juga menyediakan gangguan saat menstruasi, sulit tidur,
berbagai jenis minuman, seperti teh manis,

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 282
gangguan jantung, dan dapat (2-tailed) 0,29, sig (2-tailed) 0,49 korelasi
meningkatkan resiko kanker.(19) sedang, sig (2-tailed) 0,05 korelasi besar.
Hubungan Literasi Kesehatan dengan Dari penelitian tersebut juga dikatakan
Perilaku Diet bahwa tidak ada korelasi yang kuat karena
Dari penelitian ini dapat diketahui tidak selalu terjadi sebab-akibat dengan
apakah ada hubungan antara literasi adanya nutrisi literasi.(21)
kesehatan dengan perilaku diet. Hasil yang Penelitian ini mempunyai 8 item
diperoleh dari penelitian ini yaitu tidak ada pertanyaan literasi kesehatan yang
hubungan antara literasi kesehatan dengan berkaitan dengan diet, hasil yang diperoleh
perilaku diet, karena sig (2-tailed) sebesar yaitu mengakses informasi tentang diet
0,166 yang artinya p-value > 0,05. Di lihat (31,3%), membaca brosur tentang masalah
berdasarkan tabel distribusinya ternyata gizi (46,3%), memahami informasi gizi
sebagian besar siswa yang mengkonsumsi pada kemasan makanan (41%),
sayur kurang dari 2 kali sehari (35%) dan rekomendasi tentang nutrisi yang tepat
buah (45%) dalam satu minggu, untuk (41,3%), memilih informasi gizi yang
minumnya yang manis – manis siswa tepat (42,7%), memilih makanan tanpa
mengkonsumsinya lebih 1 kali sehari bahan pengawet (48,7%), memilih
dalam seminggu (66,7%). Dalam satu makanan berdasarkan fakta nutrisi
bulan siswa yang mengkonsumsi minuman (39,3%).
bersoda (15,4%) dan alkohol (5,4%), Hubungan Literasi Kesehatan dengan
dalam satu minggu terakhir Perilaku Olahraga
mengkonsumsi gorengan (94,7%), dan Penelitian tentang aktifitas fisik anak
cemilan gurih lebih dari 1 kali (58%), prasekolah menunjukkan bahwa Aktifitas
sedangkan mengkonsumsi air putih kurang fisik ringan berhubungan negative dengan
dari 8 gelas (61,6%), mengkonsumsi junk memori kerja visual-spasial anak – anak (b
food dalam satu bulan terakhir (70,3%) = -0,04; 95% Cl: -0,07, -0,01, p = 0,02),
dan mengkonsumsi mie instan lebih dari 1 sementara ada hubungan positif dengan
kali dalam satu bulan terakhir (50,7%). aktifitas fisik yang kuat mendekati
Dari penelitian lain juga signifikan (b = 0,04; 95% Cl: -0,01, 0,09 p
menunjukkan bahwa kelompok literasi = 0,08) tetapi relatif lemah. Sehingga
kesehatan yang rendah secara signifikan dapat disimpulkan bahwa meningkatnya
lebih rendah menggunakan label makanan aktifitas fisik dapat mendukung
daripada kelompok literasi kesehatan yang partisispasi olahraga untuk perkembangan
tinggi. Namun tidak ada perbedaan yang kognitif dan psikososial kesehatan pada
signifikan antara literasi kesehatan anak prasekolah.(22) Namun, dalam
menengah dan tinggi.(20) Literasi nutrisi penelitian yang telah dilakukan dapat
juga mempunyai korelasi kecil yaitu sig diketahui bahwa siswa ramaja masih

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 283
jarang mengakses informasi yang memahami informasi (67,3%), tidak
berkaitan dengan aktivitas fisik (43,7%). pernah menilai informasi (75,6%),
tidak pernah menerapkan (56%).
4. KESIMPULAN e. Ada hubungan antara literasi
a. Karakteristik responden yang kesehatan dengan perilaku diet dengan
diperoleh berdasarkan jenis kelamin sig (2-tailed) 0,020 yang artinya p-
sebagian besar adalah perempuan value < 0,05.
(57,7%), dan responden yang tidak f. Ada hubungan antara literasi
ada riwayat penyakit yang dialami kesehatan dengan perilaku olahraga,
oleh keluarganya (85,7%). sig (2-tailed) 0,001 yang artinya p-
b. Perilaku diet remaja SMA sebagian value < 0,05
besar siswa yang mengkonsumsi sayur Dari penelitian tersebut juga ada
kurang dari 2 kali sehari (35%) dan beberapa saran yang disampaikan
buah (45%) dalam satu minggu, untuk berdasarkan hasil penelitian yaitu :
minumnya yang manis – manis siswa a. Bagi sekolah
mengkonsumsinya lebih 1 kali sehari Membuat media sumber
dalam seminggu (66,7%). Dalam satu informasi yang lebih menarik dan
bulan siswa yang mengkonsumsi dapat dipercaya yang berisi tentang
minuman bersoda (15,4%) dan alkohol informasi seputar nutrisi makanan, tips
(5,4%), dalam satu minggu terakhir dalam memilih makanan, seputar
mengkonsumsi gorengan (94,7%), dan kesehatan yang sesuai usia siswa.
cemilan gurih lebih dari 1 kali (58%), Kemudian disebarluaskan melalui
sedangkan mengkonsumsi air putih media sosial yang sering digunakan
kurang dari 8 gelas (61,6%), remaja SMA.
mengkonsumsi junk food dalam satu b. Bagi Siswa
bulan terakhir (70,3%) dan Siswa masih rendah dalam
mengkonsumsi mie instan lebih dari 1 mengakses informasi seputar diet
kali dalam satu bulan terakhir maupun aktivitas fisik, memperhatikan
(50,7%). label pada kemasan, dan nutrisi yang
c. Perilaku olahraga siswa yang terkandung dalam makanan. Untuk
dilakukan dalam satu minggu terakhir memenuhi kebutuhan nutrisinya siswa
yaitu 1 – 2 kali (56,7%) dengan waktu dapat memperhatikan fakta nutrisi
< 50 menit (47,7%). dalam kemasan, dan melakukan
d. Literasi kesehatan siswa meliputi olahraga baik itu dalam sekolah
akses informasi dimana sebagian besar maupun luar sekolah untuk menjaga
siswa yang tidak pernah akses kebugaran jasmani dengan lama waktu
informasi (89,4%), tidak pernah minimal 30 menit.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 284
c. Bagi Kantin Available from:
Menyediakan berbagai jenis https://search.proquest.com/docview/1
makanan dan minuman yang rendah 969926060?accountid=13771
kalori, tinggi serat, mengandung 4. Vozikis A, Drivas K, Milioris K.
karbohidrat, protein, serta mineral. Health literacy among university
Sehingga nutrisi yang dibutuhkan students in Greece: determinants and
remaja juga terpenuhi. Jenis makanan association with self-perceived health,
yang dapat di konsumsi oleh siswa health behaviours and health risks.
yaitu buah pisang, semangka, sarapan Arch Public Heal Biomed Cent
(nasi, sayur, lauk), menyediakan air [Internet]. 2014; Available from:
putih, dan porsi gorengan yang akan di http://www.archpublichealth.com/cont
jual dikurangi. ent/72/1/15
5. Manganello JA. Health literacy and
5. REFERENSI adolescents: A framework and agenda
1. Sarwono SW. Psikologi Remaja. for future research. Health Educ Res.
Jakarta: Rajawali Press; 2006. 2008;23(5):840–7.
2. Balitbangkes. Perilaku Berisiko 6. Paakkari L, Paakkari O. Health
Kesehatan pada Pelajar SMP dan literacy as a learning outcome in
SMA di Indonesia [Internet]. Jakarta; schools. Health Educ [Internet].
2015. Available from: 2012;112(2):133–52. Available from:
http://www.who.int/ncds/surveillance/ http://www.emeraldinsight.com/doi/10
gshs/GSHS_2015_Indonesia_Report_ .1108/09654281211203411
Bahasa.pdf 7. Halfon N, Hochstein M. Life course
3. Fleary SA, Joseph P, health development: an integrated
Pappagianopoulos JE. Adolescent framework for developing health,
health literacy and health behaviors: A policy, and research. Milbank Q.
systematic review. J Adolesc 2002;80(3):433–479, iii.
[Internet]. Eliot-Pearson Department 8. Lerner RM, Brindis CC, Batanova M,
of Child Study and Human Blum RW, Halfon N, Forrest CB, et
Development, Tufts University, 574 al. Handbook of Life Course Health
Boston Ave, Medford, MA 02155, Development [Internet]. 2018.
USA. Electronic address: Available from: http://link.springer.
sasha.fleary@tufts.edu. ; Eliot-Pearson com/10.1007/978-3-319-47143-3
Department of Child Study and 9. Altin SV, Finke I, Kautz-Freimuth S,
Human Development, Tufts Stock S. The evolution of health
University, USA. El: Elsevier; 2018 literacy assessment tools: a systematic
Jan;62(March 2017):116–27.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 285
review. BMC Public Health. 15. Kemenkes RI. Perilaku Berisiko
2014;14(1). Kesehatan pada Pelajar SMP dan
10. Okan O, Lopes E, Bollweg TM, SMA di Indonesia. 2015;1–116.
Bröder J, Messer M, Bruland D, et al. Available from: http://www.who.int
Generic health literacy measurement /ncds/surveillance/gshs/GSHS_2015_I
instruments for children and ndonesia_Report_Bahasa.pdf?ua=1
adolescents: a systematic review of the 16. Manganello JA. Health literacy and
literature. BMC Public Health adolescents: A framework and agenda
[Internet]. BMC Public Health; for future research. Health Educ Res.
2018;18(1):166. Available from: 2008;23(5):840–7.
https://bmcpublichealth.biomedcentral 17. Fleary SA, Joseph P,
.com/articles/10.1186/s12889-018- Pappagianopoulos JE. Adolescent
5054-0 health literacy and health behaviors: A
11. Nurjanah N, Rachmani E. systematic review. J Adolesc
Demography and Social Determinants [Internet]. 2018;62(March 2017):116–
of Health Literacy in Semarang City 27. Available from:
Indonesia. In: International https://doi.org/10.1016/j.adolescence.2
Conference on Health Literacy and 017.11.010
Health Promotion. Taipei, Taiwan: 18. Sørensen K, Van de Broucke. Health
Asian Health Literacy Association; literacy : a neglected European public
2014. health disparity. Heal Lit. 2012;
12. Nurjanah N, Soenaryati S, Rachmani 19. Mahani S, Nazlinda. Generasi Z:
E. Media use behavior and health Tenaga Kerja Baru dan Cabarannya.
literacy on high school students in Artik Psikol. 2013;1–8.
Semarang. Adv Sci Lett [Internet]. 20. Ragil AT. Dinamika Akses Informasi
2017;23(4):3493–6. Available from: Ilmiah Antar Generasi (Studi Kasus
http://www.ingentaconnect.com/conte Pada Pemustaka Perpustakaan Pusat
nt/asp/asl/2017/00000023/00000004/a Universitas Gadjah Mada Jogjakarta).
rt00216 Tesis. 2014.
13. Ghanbari S, Ramezankhani A, 21. Journal CM. Bucharest University of
Montazeri A, Mehrabi Y. Health Economic Studies GENERATION Z
Literacy Measure for Adolescents ( AND ITS PERCEPTION OF WORK.
HELMA ): Development and 2016;XVIII(1):47–54.
Psychometric Properties. 2016;1–12. 22. Rachmayani D, Kurniawati Y. Studi
14. Sarlito SW. Psikologi Remaja. Jakarta: Awal : Gambaran Literasi Kesehatan
Rajawali Pers; 2016 Mental Pada Remaja Pengguna

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 286
Teknologi. Pros SEMNAS Penguatan Smk N 2 Godean. FT Univ Negeri
Individu di Era Revolusi Inf. 2016; Yogyakarta. 2012;10.
23. Nurjanah, Soenaryati S, Rachmani E. 29. Mega Pertiwi A. Faktor-faktor yang
Health literacy Pada Mahasiswa Mempengaruhi Konsumsi dan
Kesehatan, Sebuah Indikator Frekuensi Makanan Jajanan Siswa
Kompetensi Kesehatan Yang Penting. Kelas x Tata Boga SMKN 1 Sewon.
VisiKes J Kesehat Masy. 2016;13–27.
2016;15(2):135–42. 30. Daerah S, Kesrek H, Hari RM.
24. Buvinic M, Medici A, Fernandez E, PENTlNGNYA PERAN
Torres A. Gender Differentials in OLAHRAGA DALAM MENJAGA
Health Jamisson DT, et al. KESEHATAN DAN KEBUGARAN
Washington. Disease control priorities TUBUH. 2010;(November).
in Developping Countries. 2nd, editor. 31. Prieharti. Bahaya Olahraga
2006. Berlebihan. AKBID YLPP
25. Permatasari RF. Dinamika Penerimaan Purwokerto. 2015;
Diri (Self Acceptance) pada Lansia 32. Cha E, H.Kim K, Hannah M lerner,
Penderita Diabetes Mellitus Tipe II. Colleen RD, Morenike KB, Guillermo
2010. U, et al. Health Literacy, Self-efficacy,
26. Rowlands G, Shaw A, Jaswal S, Smith Food Label Use, and Diet in Young
S, Harpham T. Health Literacy and Adults. 2014;331–339(38(3)).
The Social Determinants of health: a 33. Ndahura NB. Nutrition literacy status
qualitative model from adult learners. of adolescent students in Kampala
Health Promot Int [Internet]. District, Uganda (Master‟s Thesis).
2015;32(1):130–8. Available from: 2012;
https://doi.org/10.1093/heapro/dav093 34. Jade M, Steven J. H, Stewart AV, Rute
27. Kemenkes RI. Pedoman Pencegahan S, Dylan PC. Physical Activity and
Dan Penanggulangan Kegemukan Dan Modified Organized sport among
Obesitas pada Anak Sekolah. preschool children : Associations with
Kementerian Kesehatan Republik cognitive and Psychosocial health.
Indonesia. 2012. 48 p. 2018; Available from:
28. Emilia Esi. Keadaan Pengetahuan Gizi http://doi.org/10.1016/j.mhpa.2018.07.
Dan Pola Konsumsi Siswa Program 001
Keahlian Kompetensi Jasa Boga Di

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 287
EVALUASI PROSES INPUT DATA DALAM REKAM MEDIS ELEKTRONIK
(STUDI KASUS DI RUMAH SAKIT ISLAM KLATEN)

Rano Indradi Sudra1, Eni Mahawati2


1
Health Informatic and Medical Record Department, STIKes Mitra Husada Karanganyar, Indonesia
email: rano.indradi@stikesmhk.ac.id
2
Health Department, Dian Nuswantoro University, Semarang, Indonesia
email: eni.mahawati@dsn.dinus.ac.id

Abstract
Background: Klaten Islamic Hospital (RSI Klaten) has developed and implemented electronic medical
records (EMR) in ambulatory, emergency, laboratory, radiology and pharmaceutical units since
2015. Prior to carrying out the development of EMR in the inpatient unit, RSI Klaten conducted
research to evaluate the EMR that has been there as input and further consideration. The aim of this
research is to know the validation aspect of inputted data, including rational boundary validation,
interaction between items, required field, and warning system.
Methods: The method used in this research are interview, observation, and trial operation.
Results: The results of this research indicate the need to develop a warning system related to
important matters, especially for patient safety. The warnings are meant here for example when there
is a drug input that affects the contra indications or drug interactions and allergic to drugs. Each
data entered does not stand alone but are interrelated. For example, the relationship between patient
age with education and occupation, sex with diagnosis, diagnosis with action, and so on. Each item
that entered also need to be validated and equipped with warning system, for example, the rational
limit for patient age, body temperature, frequency of pulse and breath, and so on. Another form of
warning system is when the user forgets to fill the required items then the system will remind or even
refuse save or close.
Conclusion: With the existence of this validation methodes and alert and warning system then not
only the completeness of the filling can be improved but also the accuracy and validity of stuffing
items. This will also impact on improving the quality of the resulting documentation.

Keywords: Electronic medical record, evaluation, input data, validation.

1. PENDAHULUAN implementasi sistem (enhance quality). (1)


Menurut konsep systems (2) (3)
development life cycle (SDLC), tahap Rumah Sakit Islam Klaten (RSIK)
berikutnya setelah mengimplementasikan telah mengaplikasikan rekam medis
suatu sistem adalah tahap evaluasi elektronik (RME) di rawat jalan dan rawat
(maintenance/ evaluation). Hasil dari tahap darurat sejak tahun 2015. Tahun 2018
evaluasi ini berputar kembali sebagai RSIK berencana untuk mengembangkan
masukan untuk memulai kembali tahapan rekam medis elektronik tersebut ke layanan
perencanaan (planning & analysis). Terkait rawat inap. Pengembangan ini akan
dengan SDLC dalam layanan kesehatan, didasarkan salah satunya pada hasil
salah satu aspek yang termasuk dalam evaluasi RME rawat jalan yang telah lebih
kebutuhan untuk direncanakan dahulu diimplementasikan tersebut. Salah
pengembangannya adalah peningkatan satu fokus evaluasi ini adalah aspek proses
kualitas hasil dokumentasi pasca
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 288
input data terkait dengan mutu hasil pemrosesan data semu tersebut. Observasi
dokumentasinya. (2) (4) dan trial observation dimaksudkan untuk
Tujuan dari penelitian ini yaitu : melihat langsung “perilaku” sistem, aspek
melakukan evaluasi pasca implementasi manusia (human), dan interaksinya.
terhadap rekam medis elektronik di rawat
jalan, rawat darurat, dan instalasi pelayanan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
penunjang (radiologi, laboratorium, dan Sejak diimplementasikan, rekam
farmasi) meliputi aspek HOT (Human, medis elektronik di RSIK belum
Organization, Technical). Hasil penelitian dilengkapi dengan petunjuk pemakaian
ini akan menjadi bagian awal dari readiness yang memadai dan sesuai dengan lingkup
assessment terhadap rencana otoritas masing-masing pemakainya.
pengembangan rekam medis elektronik Petunjuk pemakaian dibutuhkan agar
rawat inap di RSIK. pemakai sistem memiliki kesamaan tata
cara dan prosedur penggunaan sistem dan
2. METODE PENELITIAN tidak membuat pengguna sistem
Metodologi yang digunakan dalam “menebak” cara penggunaan atau
penelitian ini yaitu wawancara, observasi, mencoba-coba sendiri. Petunjuk
dan trial operation. Wawancara dilakukan pemakaian juga diharapkan bisa ikut
terhadap direktur rumah sakit, wakil menurunkan tingkat kesalahan dan
direktur, pengelola SIMRS, kepala unit penyalahgunaan sistem. Petunjuk yang
rawat jalan, dokter dan perawat unit rawat dilengkapi dengan screen shoot dan
jalan, dokter dan perawat unit gawat disusun secara step-by step umumnya
darurat, pengelola layanan laboratorium, lebih mudah untuk dipahami. Petunjuk
pengelola layanan farmasi, dan pengelola pemakaian ini harus disosialisasikan
layanan radiologi. kepada seluruh pengguna. (5)
Wawancara dimaksudkan untuk Pada saat muncul kebutuhan untuk
menggali kebutuhan (needs), harapan menginputkan data layanan, kadang-
(wants), penerimaan (acceptance) dan kadang karena suatu hal dokter tidak
kendala selama pelaksanaan rekam medis menginputkan sendiri secara langsung
elektronik sejak diimplementasikan. tetapi dibantu oleh petugas yang lain.
Observasi dilakukan dengan mengamati Kondisi ini menyebabkan muncul
proses input data layanan di rawat jalan, kebutuhan untuk mengatur proses
rawat darurat, laboratorium, radiologi, dan transkripsi input data. Petugas yang
farmasi. Trial operation dilakukan dengan membantu menginputkan data
menginputkan data semu dan mengakses (transkripsionis) masih menginputkan data
laporan-laporan yang terkait dengan menggunakan identitas pengguna (ID) dan
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 289
password dari dokter yang dibantunya. mengingatkan pengguna sistem (misalnya
Seharusnya transkripsionis memiliki dan dokter) pada saat login bahwa ada
menggunakan ID dan password-nya transkripsi (atau hal lain) yang belum
sendiri. Hal ini untuk menunjang fitur dibuka/dibaca dan perlu di-approve.
audit trail dari rekam medis elektronik Pengguna sistem (dalam hal ini “pemilik”
tersebut. Untuk mengaitkan hasil inputnya pasien, misalnya dokter) harus melakukan
dengan berkas pasien dari dokter yang approval melalui layar kerjanya dengan
dibantunya, bisa digunakan nomor rekam menggunakan Personal Identity Number
medis pasien yang bersangkutan dan ID (PIN) approval sebagai pengganti tanda
dari dokter tersebut sebagai kunci (key) tangan. (6) (7) Contoh tampilan layar
pengaitnya. Sistem rekam medis untuk kebutuhan approval misalnya
elektronik diharapkan bisa selalu seperti berikut ini :

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 290
Penggunaan PIN approval sebagai nomor identitas pribadi (personal
tanda tangan elektronik ini sesuai dengan identification number)”. (8)
penjelasan pasal 46 ayat (3) Undang- Perlu dikembangkan sistem
Undang nomor 29 tahun 2004 tentang peringatan terkait hal-hal penting terutama
Praktik Kedokteran yang menyebutkan demi keselamatan pasien (patient safety).
bahwa “Apabila dalam pencatatan rekam Peringatan yang dimaksud disini misalnya
medis menggunakan teknologi informasi saat ada input obat yang berdampak pada
elektronik, kewajiban membubuhi tanda kontra indikasi atau interaksi obat.
tangan dapat diganti dengan menggunakan Peringatan terhadap kondisi pasien yang

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 291
alergi obat juga penting untuk pendidikan dan pekerjaan, jenis kelamin
ditambahkan. Dengan demikian, masing- dengan diagnosis, diagnosis dengan
masing data yang diinputkan tidak berdiri tindakan, dan sebagainya. Contoh kaitan
sendiri tetapi saling terkait. Misalnya antar item seperti ditunjukkan dalam
kaitan antara umur pasien dengan diagram berikut ini :

Masing-masing item yang diinputkan berdampak pada peningkatan mutu


juga perlu divalidasi dan dilengkapi dokumentasi yang dihasilkan. (6) (9)
dengan warning system. Misalnya, batas
rasional utuk umur pasien, suhu badan, 4. KESIMPULAN
tinggi dan berat badan, frekuensi nadi dan Proses input data dalam rekam medis
nafas, dan sebagainya. Bentuk warning elektronik di RSIK belum dilengkapi
system lainnya adalah saat pengguna lupa dengan petunjuk pemakaian sistem yang
mengisi item yang wajib diisi (required sesuai dengan lingkup otoritas masing-
field) maka sistem akan mengingatkan masing pengguna. Petugas yang
atau bahkan menolak perintah simpan membantu menginputkan data
(save) atau tutup (close). (transkripsionis) masih menggunakan
Dengan adanya sistem peringatan ini identitas pengguna dan password dari
(alert/warning system) maka tidak hanya dokter yang dibantu. Proses input data
kelengkapan pengisian yang bisa masih perlu dilengkapi dengan fitur
ditingkatkan tapi juga keakuratan dan validasi yang secara otomatis melakukan
validitas isian itemnya. Hal ini akan smart-internal-check antar item yang
diinputkan sehingga kualitas dokumentasi
Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 292
menjadi lebih baik dan rasional. Fitur alert 5. HIMSS EHR Usability Task Force.
dan warning system juga perlu Defining and Testing EMR Usability:
ditambahkan untuk meningkatkan Principles and Proposed Methodes of
keamanan pasien (patient safety). EMR Usability Evaluation and Rating.
2009.
5. REFERENSI 6. Lau, Francis and Kuziemsky, Craig.
1. Fenton, Susan H. and Biedermann, Sue Handbook of eHealth Evaluation: An
(eds). Introduction to Health Evidence-based Approach. Canada :
Informatics. Chicago : AHIMA, 2014. University of Victoria, 2016.
7. Cusack, Caitlin M, et.all. Health
2. Amatayakul, Margret K. Electronic
Information Technology Evaluation
Health Records - a Practical Guide for
Toolkit. Rockville : AHRQ Publication,
Professionals and Organizations. 5th
2009.
edition. Chicago : AHIMA, 2013.
8. Undang-Undang nomor 29 tahun 2004
3. World Health Organization (WHO)
Tentang Praktik Kedokteran. 2004.
Western Pasific Region. Electronic
9.The Electronic Medication
Health Records - Manual for
Reconciliation Group. Paper to
Developing Countries.
Electronic MedRec Implementation
4. Shaw, Patricia L., Elliot, Chris. Quality
nd
Toolkit, 2 edition. Canada : University
and Performance Improvement in
of Victoria, 2017.
Healthcare - a Tool for Programmed
Learning. Chicago : AHIMA, 2012.

Prosiding Seminar and Workshop Public Health Action Fakultas Kesehatan UDINUS | 293
PROSIDING SEMINA | SWOPHA 2018 294

Anda mungkin juga menyukai