Anda di halaman 1dari 36

Volume 6, Nomor 2, Desember 2014

l Metode ROSIER SAMURAI untuk Penanganan Stroke Akut di Instalasi Gawat Darurat

l Hubungan antara Riwayat Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dengan Perkembangan Bayi Usia 3–12
Bulan di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban
(The Correlation between Asphyxia History of New Baby Born with Baby’s Development at 3–12
Months in Kingking Tuban)

l Tinjauan mengenai Potensi Manfaat Cabomba dalam Bidang Kesehatan

l Pengaruh Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-in) terhadap Kelancaran ASI pada Ibu Post-Partum
di BPS Siti Al Firdaus Kingking Kabupaten Tuban 2014
(The Correlation between Rooming-In Practice and the Smoothness of Breastfeeding Among
Post-Partum Mothers at Delivery Clinic (BPS) of Siti Al Firdaus Kingking Tuban 2014)

l Pengaruh Vitamin C terhadap Kadar Hb pada Ibu Nifas yang Mengonsumsi Tablet Fe di Wilayah
Kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri
(Influences Vitamin C for Intent Hb to Woman in Puerperium Period this Give Fe Pill at Puskesmas
Ngasem Kabupaten Kediri)

l Pendidikan dan Pelatihan Kader Kesehatan dalam Penanganan Tuberculosis (Tb) di Wilayah
Puskesmas Semanding dan Kerek Kabupaten Tuban
(Education and Training Cadre on Treatment of Tuberculosis at Public Health Centre of Semanding
and Kerek-Tuban District)

l Self Management Education (SME) sebagai Salah Satu Strategi untuk Mencegah Kegawatan
Diabetik Ketoasidosis

Kopertis 7
Surabaya ISSN
J. Sain Med Vol. 6 No. 2 Hal. 37–64
Des 2014 2085-3602
Vol. 6, No. 2, Desember 2014 ISSN 2085-3602

Sain Med
JURNAL KESEHATAN

Diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII sebagai terbitan berkala yang menyajikan informasi dan analisis persoalan
ilmu Kesehatan.
Kajian ini bersifat ilmiah populer sebagai hasil pemikiran teoritik maupun penelitian empirik. Redaksi menerima
karya ilmiah/hasil penelitian atau artikel, termasuk ide-ide pengembangan di bidang ilmu Kesehatan.
Untuk itu JURNAL SAIN MED mengundang para intelektual, ekspertis, praktisi, mahasiswa serta siapa saja
berdialog dengan penuangan pemikiran secara bebas, kritis, kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab. Redaksi berhak
menyingkat dan memperbaiki karangan itu sejauh tidak mengubah tujuan isinya. Tulisan-tulisan dalam artikel JURNAL
SAIN MED tidak selalu mencerminkan pandangan redaksi. Dilarang mengutip, menerjemahkan atau memperbanyak
kecuali dengan izin redaksi.

pelindung
Prof. Dr. Ir. Suprapto, DEA
(Koordinator Kopertis Wilayah VII)

redaktur
Prof. Dr. Ali Maksum
(Sekretaris Pelaksana Kopertis Wilayah VII)

penyunting/editor
Dr. Dian Mulawarmanti, drg., M.S.
Dr. Sudarso, M.Sc.
Sihning E.J.T., dr., M.S.
Drs.Ec. Purwo Bekti, M.Si.
Drs. Supradono, MM.
Suyono, S.Sos., M.Si.

desain grafis & fotografer


Indera Zainul Muttaqien, ST.
Muhammad Machmud, S.Kom
Sutipah

sekretariat
Tri Puji Rahayu, S.Sos.
Cindy Charisma Satriyo, S.Sos.
Dhani Kusuma Wardhana, A.Md.
Soetjahyono

Alamat Redaksi: Kantor Kopertis Wilayah VII (Seksi Sistem Informasi)


Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya
Telp. (031) 5925418-19, 5947473 psw. 120 Fax. (031) 5947479
Situs Web: http//www.kopertis7.go.id, E-mail: jurnal@kopertis7.go.id

Vol. 6, No. 2, Desember 2014 ISSN 2085-3602

Sain Med
JURNAL KESEHATAN

DAFTAR ISI (CONTENTS)

Halaman (Page)

1. Metode ROSIER SAMURAI untuk Penanganan Stroke Akut di Instalasi Gawat Darurat
. AL Afik......................................................................................................................................... 37–40
2. Hubungan antara Riwayat Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dengan Perkembangan Bayi Usia
3–12 Bulan di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban
(The Correlation between Asphyxia History of New Baby Born with Baby’s Development at
3–12 Months in Kingking Tuban)
. Aris Puji Utami........................................................................................................................... 41–44
3. Tinjauan mengenai Potensi Manfaat Cabomba dalam Bidang Kesehatan
. Erina Yatmasari.......................................................................................................................... 45–47
4. Pengaruh Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-in) terhadap Kelancaran ASI pada Ibu Post-
Partum di BPS Siti Al Firdaus Kingking Kabupaten Tuban 2014
(The Correlation between Rooming-In Practice and the Smoothness of Breastfeeding Among
Post-Partum Mothers at Delivery Clinic (BPS) of Siti Al Firdaus Kingking Tuban 2014)
. Eva Silviana Rahmawati, Dwi Rukma Santi............................................................................ 48–52
5. Pengaruh Vitamin C terhadap Kadar Hb pada Ibu Nifas yang Mengonsumsi Tablet Fe di Wilayah
Kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri
(Influences Vitamin C for Intent Hb to Woman in Puerperium Period this Give Fe Pill at
Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri)
. Sulistyo Dewi WR and Endah Susanti....................................................................................... 53–56
6. Pendidikan dan Pelatihan Kader Kesehatan dalam Penanganan Tuberculosis (Tb) di Wilayah
Puskesmas Semanding dan Kerek Kabupaten Tuban
(Education and Training Cadre on Treatment of Tuberculosis at Public Health Centre of
Semanding and Kerek-Tuban District)
. Dwi Rukma Santi and Nurus Safa’ah........................................................................................ 57–60
7. Self Management Education (SME) sebagai Salah Satu Strategi untuk Mencegah Kegawatan
Diabetik Ketoasidosis
. Riza Fikriana............................................................................................................................... 61–64

Dicetak oleh (printed by): Airlangga University Press. (013/01.15/AUP-A13E). Kampus C Unair, Mulyorejo Surabaya 60115, Indonesia.
Telp. (031) 5992246, 5992247, Fax. (031) 5992248. E-mail: aup.unair@gmail.com
Kesalahan penulisan (isi) di luar tanggung jawab AUP
PANDUAN UNTUK PENULISAN NASKAH

Jurnal ilmiah SAINMED adalah publikasi ilmiah enam ada), judul buku, kota penerbit, tahun penerbit, volume,
bulanan yang diterbitkan oleh Kopertis Wilayah VII. Untuk edisi, dan nomor halaman. Untuk terbitan berkala
mendukung penerbitan selanjutnya redaksi menerima urutannya sebagai berikut: nama penulis, judul tulisan,
artikel ilmiah yang berupa hasil penelitian empiris dan judul terbitan, tahun penerbitan, volume, dan nomor
artikel konseptual dalam bidang Ilmu Kesehatan. halaman.
Naskah yang diterima hanya naskah asli yang belum
pernah diterbitkan di media cetak dengan gaya bahasa Contoh penulisan Daftar Pustaka:
akademis dan efektif. Naskah terdiri atas: 1. Grimes EW, A use of freeze-dried bone in Endodontic,
1. Judul naskah maksimum 15 kata, ditulis dalam bahasa J. Endod, 1994: 20: 355–6
Indonesia atau bahasa Inggris tergantung bahasa 2. Cohen S, Burn RC, Pathways of the pulp. 5th ed., St.
yang digunakan untuk penulisan naskah lengkapnya. Louis; Mosby Co 1994: 127–47
Jika ditulis dalam bahasa Indonesia, disertakan pula 3. Morse SS, Factors in the emergence of infectious
terjemahan judulnya dalam bahasa Inggris. disease. Emerg Infect Dis (serial online), 1995
2. Nama penulis, ditulis di bawah judul tanpa disertai gelar Jan–Mar, 1(1): (14 screen). Available from:
akademik maupun jabatan. Di bawah nama penulis URL: http//www/cdc/gov/ncidod/EID/eid.htm.
dicantumkan instansi tempat penulis bekerja. Accessed Desember 25, 1999.
3. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris tidak lebih dari 200 kata diketik 1 (satu) spasi. Naskah diketik 2 (dua) spasi 12 pitch dalam program
Abstrak harus meliputi intisari seluruh tulisan yang MS Word dengan susur (margin) kiri 4 cm, susur kanan
terdiri atas: latar belakang, permasalahan, tujuan, 2,5 cm, susur atas 3,5 cm, dan susur bawah 2 cm, di atas
metode, hasil analisis statistik, dan kesimpulan, kertas A4.
disertakan pula kata kunci. Setiap halaman diberi nomor halaman, maksimal
4. Artikel hasil penelitian berisi: judul, nama penulis, 12 halaman (termasuk daftar pustaka, tabel, dan gambar),
abstrak, pendahuluan, materi, metode penelitian, naskah dikirim sebanyak 2 rangkap dan 1 CD/e-mail:
hasil penelitian, pembahasan, kesimpulan, dan daftar jurnal@kopertis7.go.id
pustaka. Redaksi berhak memperbaiki penulisan naskah tanpa
5. Artikel konseptual berisi: judul, nama penulis, abstrak, mengubah isi naskah tersebut. Semua data, pendapat atau
pendahuluan, analisis (kupasan, asumsi, komparasi), pernyataan yang terdapat pada naskah merupakan tanggung
kesimpulan dan daftar pustaka. jawab penulis. Naskah yang tidak sesuai dengan ketentuan
6. Tabel dan gambar harus diberi nomor secara berurutan redaksi akan dikembalikan apabila disertai perangko.
sesuai dengan urutan pemunculannya. Setiap gambar
dan tabel perlu diberi penjelasan singkat yang diletakkan
di bawah untuk gambar. Gambar berupa foto (kalau Naskah dapat dikirim ke alamat:
ada), disertakan dalam bentuk mengkilap (gloss). Redaksi/Penerbit:
7. Pembahasan berisi tentang uraian hasil penelitian, Kopertis Wilayah VII
bagaimana penelitian yang dihasilkan dapat d/a Seksi Sistem Informasi
memecahkan masalah, faktor-faktor apa saja yang Jl. Dr. Ir. H. Soekarno No. 177 Surabaya
memengaruhi hasil penelitian dan disertai pustaka yang Telp. (031) 5925418-19, 5947473 psw. 120
menunjang. Fax. (031) 5947479
8. Daftar pustaka, ditulis sesuai aturan penulisan E-mail: jurnal@kopertis7.go.id
Vancouver, disusun berdasarkan urutan kemunculannya Homepage: www.kopertis7.go.id.
bukan berdasarkan abjad. Untuk rujukan buku
urutannya sebagai berikut: nama penulis, editor (bila
37

Metode ROSIER SAMURAI untuk Penanganan Stroke Akut di


Instalasi Gawat Darurat

AL Afik
Mahasiswa Pascasarjana Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

abstrak
Penanganan stroke akut menggunakan sistem ROSIER dan SAMURAI di IGD ini akan bermanfaat bagi pasien dengan mendapatkan
penanganan yang cepat, tepat, dengan akurasi yang tinggi, sehingga penderita stroke akut harapannya tidak terjadi kecacatan
atau bahkan kegagalan yang mengakibatkan kematian. Metode ini perlu dipelajari dan dikembangkan untuk lebih dikenal dengan
mudah oleh peserta didik dan praktisi keperawatan sehingga dapat diterapkan sekaligus dapat dijadikan panduan standar prosedur
operasional dalam penanganan pasien stroke akut. Bagi kalangan praktisi di bagian emergensi dapat menggunakan tool Recognition
of stroke in emergency room (ROSIER) sebagai bagian dari metode SAMURAI (Stroke Acute Management with Urgent Risk-factor
Assessment and Improvment). Metode ROSIER dan SAMURAI menjadi bagian mata rantai penanganan stroke akut yang lebih
menitikberatkan pada penanganan di Instalasi Gawat Darurat, assessment cepat, diagnosa tepat, penunjang CT-Scan, laboratorium
beberapa fungsi organ untuk mendukung proses penanganan dan keputusan terapi trombolisis sesuai harapan yakni kurang dari
3 jam dengan rt-PA. Selain itu metode ini menitikberatkan pada pengelolaan hipertensi dengan menurunkan secara agresif untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, membahas beberapa efek paska serangan seperti kelumpuhan menetap, afasia, kerusakan deviasi
mata atau CED(Conjugate Eye Deviation) dan komplikasi lain yang bisa timbul sampai 3 bulan paska serangan dan atau efek dari
terapi trombolisis.

Kata kunci: ROSIER, SAMURAI, Stroke

abstract
Acute stroke treatment using the system of ROSIER and SAMURAI in the Emergency Room (ER) will benefit patients by getting
treatment fast, precise, with high accuracy, so that acute stroke patients hope not occur disability or even failure resulting in death. This
method needs to be studied and developed to be more easily recognized by students and practitioners of nursing that can be applied at
the same time can serve as a guideline standard operating procedures in the handling of acute stroke patients. For practitioners in the
emergency department can use the tool to use Recognition Of Stroke In the emergency Room (ROSIER) as part of the method SAMURAI
(Stroke Acute Management with Urgent Risk-factor Assessment and Improvement). Methods ROSIER and SAMURAI be part of acute
stroke treatment chain that is more focused on addressing in the ER, rapid assessment, appropriate diagnosa, supporting the CT-Scan,
labs some organ function to support the decision process and the handling of thrombolysis therapy as expected ie less than 3 hours
with rt-PA. In addition, this method focuses on the management of hypertension by lowering aggressively to get better results, discuss
some of the effects of such an attack after settling paralysis, aphasia, damage to the eye deviation or CED (Conjugate Eye Deviation)
and other complications that can occur up to 3 months post-attack or the effects of therapy and thrombolysis.

Key words: ROSIER, SAMURAI, Stroke

latar belakang infark ini di teliti dan di dokumentasikan dengan baik,


tidak hanya berdasarkan laporan dari pasien yang dirawat
Berdasar data riset Kesehatan Dasar (Riskedas) tahun di rumah sakit juga dapat dilaporkan angka kejadian stroke
2007 jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar di luar rumah sakit, sehingga dapat memantau kejadian
2,5% atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya prevalensi stroke sebagai upaya menurunkan morbiditas
cacat ringat ataupun berat. Data menyebutkan dari 2.065 dan mortalitasnya. Faktor lain yang menjadi tantangan
pasien stroke akut dirawat di rumah sakit di Indonesia, usia dalam penanganan stroke akut infark (acute skhemic)
rata-rata adalah 56,8 (standar Deviasi 13,3), tahun (kisaran adalah rendahnya ketersediaan terapi trombolisis dan
18–95 tahun), 12,9% kurang dari 45 tahun, dan 35,8% infrastruktur pendukung terapi trombolisis pada negara
lebih dari 65 tahun.1 berkembang.2
Penyakit stroke merupakan salah satu kejadian epidemi Penanganan stroke akut di Instalasi Gawat Darurat
di dunia kesehatan terutama upaya preventif dan usaha (IGD) di Indonesia sangat bervariasi dan belum secara
penanggulangannya. Tantangan yang dihadapi dalam spesifik standar yang baku yang harus dilakukan di IGD,
penanganan dan pengelolaan pasien dengan stroke datang sehingga akan banyak celah yang akan merugikan pasien.
dari berbagai hal, antara lain di negara-negara berkembang Pengelolaan stroke akut pada tahap awal memerlukan
kurangnya informasi data yang akurat tentang tinjauan strategi dan sistem yang baik, intervensi yang cepat
epidemiologinya. Berbeda dengan di negara maju stroke dan tepat terutama di ruang emergensi akan membawa
38 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 37–40

dampak signifikan untuk mengurangi resiko kematian segera dilakukan evaluasi membedakan antara stroke
dan kecacatan penderita. Beberapa hal dapat dicegah hemoragik atau stroke iskemik. Untuk segera mendapatkan
terjadi gejala menetap dari TIA (Transient Iscemic Attack) gambaran dan penanganan yang tentunya berbeda bahkan
apabila intervensi), penurunan kesadaran, kelumpuhan berlawanan. Ketiga mengikuti skala dari national institutes
ektremitas, gangguan bicara/aphasia, dan tanda-tanda of health stroke scale, pemeriksaan brain mapping, CT
gangguan neurologis yang lain. Salah satu cara yang Scan tanpa dan dengan kontras, multimodal MRI,
efektif dapat digunaan di ruang emergensi adalah metode pemeriksaan darah, terutama darah rutin/darah lengkap,
ROSIER(Recognition of Stroke in the Emergency Room) gula darah sewaktu, fungsi hati dan ginjal atau kimia
ini merupakan skala asesmen yang digunakan untuk darah dengan melihat faktor risiko pada pasien. Waktu 25
mendeteksi dan intervensi dengan segera pada penderita menit sampai maksimal 45 menit dari kedatangan sudah
stroke akut3. ROSIER merupakan bagian dari stroke dilakukan pemeriksaan CT Scan dan hasil intepretasinya
acut management with urgent risk-factor asesment and untuk dapat segera diputuskan terapi rt-PA, kemudian
improvment (SAMURAI), yang berisikan cara yang asesment computer topografi/ACT di lakukan post terapi
efektif dalam pengelolaan penderita stroke akut dengan rt-PA untuk mendeteksi terjadinya trasformasi hemoragik
meminimalkan gejala sisa atau kecacatan dan komplikasi atau terjadinya efek skunder terjadinya hemoragik.4
stroke akut. Salah satu metode penanganan stroke akut adalah
pengendalian terhadap hipertensi, pengobatan antihipertensi
secara agresif dapat membantu memperbaiki kondisi klinis
analisis akibat perdarahan intracerebral, ini terkait penggunaan
antihipertensi yang standar pada peningkatan sistolik
Desain yang dianjurkan di IGD dalam menangani BP, pada hiperakut serangan stroke. 5 Pemberian anti
pasien stroke akut adalah menggunakan tool Recognition hipertensi pada ICH, diberikan selama durasi 24 jam terus
of stroke in emergency room (ROSIER), yang merupakan menerus akan meningkatkan hasil yang signifikan terhadap
bagian dari metode SAMURAI dengan menilai awal dengan pengendalian peningkatan sistolik blood pressur, hal ini
7 item yakni riwayat penurunan kesadaran dan kejang, dikarenakan perdarahan akut akan berhenti dalam beberapa
tanda gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan jam.6 Pengendalian tekanan sistolik antara 120–160 mmHg
maupun kaki, gangguan bicara, visual yang menurun. akan membawa dampak positif terhadap pencegahan
Selain klinis penilaian dengan mengumpulkan data kerusakan neurologis, observasi ini dilakukan setiap 15
demografi, riwayat stroke sebelumnya, onset serangan, menit selama 2 jam pertama dan setiap 60 menit pada 22
faktor risiko, NIHSSS skor, tekanan darah, kadar glukosa jam berikutnya, sehingga terapi penurunan hipertensi dapat
darah, hasil pencitraan atau ct scan. Rosier merupakan di pantau hasilnya dengan lebih baik.5
skala yang efektif dalam mendiagnosa awal pasien stroke Dijelaskan berikutnya dalam sebuah jurnal SAMURAI-
akut atau TIA yang datang ke IGD.3 ICH Study, mengenai CED (Conjugate Eye Deviation),
Stroke akut harus dianggap sebagai keadaan gawat merupakan salah satu penyebab kecacatan dan kematian
darurat yang mengancam jiwa, maka perlu program akibat adanya ICH pada stoke akut. Peningkatan volume
secara terorganisir untuk mempercepat perawatan dan pada optimal cutoff mengalami perdarahan. Kecacatan
meningkatkan jumlah pasien yang dapat dilakukan (CED) ini diperoleh setelah serangan stroke karena
perawatan dengan tepat. Evaluasi segera akan dapat pada periode awal serangan sampai 72 jam berikutnya,
menentukan apakah pasien dapat diobati dengan program sehingga perlunya penanganan secara cepat dan tepat untuk
intravena rtPA. Sebuah pilihan terapi trombolitik yang mencegah CED.7
diberikan sebelum onset 3 jam serangan, perlunya Penanganan penderita stroke akut di IGD pada
pengawasan yang ketat dan cermat karena resiko yang umumnya disamakan dengan perawatan pada penderita
ditimbulkan dapatlah sangat besar. Prinsip BLS (basic penyakit yang lain, sehingga lama tinggal di rumah
life support) dalam perawatan segera kasus stroke dengan sakit menjadi lebih lama ini dikarenakan pada penderita
koma dengan melindungi jalan nafas, menjaga adekuatnya stroke akut mengalami gangguan defisit neurologis yang
pernafasan dan oksigenasi, menjaga sirkulasi terutama pemulihannya memakan waktu yang relatif lama, selain
tekanan darah yang tinggi menurunkannya harus hati- itu juga penanganan stroke tidak maksimal. Stroke akut
hati.4 mestinya disamakan seperti trauma berat atau infark
Menurut Guideline dari ASA tahapan penanganan miokard akut (IMA), perlu tim khusus, multi disiplin,
stroke iskemik akut adalah: yang pertama segera ruangan khusus, peralatan yang memadai, sistem perawatan
menentukan diagnosa dan evaluasi terhadap tanda dan dan penanganan yang selalu di update dengan efiden base
gejala yang muncul pada pasien yang dicurigai stroke atau praktis tentunya. Menurut YasTrokI (Yayasan Stroke
TIA atau hanya sekedar syncop, kemudian langkah kedua Indonesia) dalam sebuah tulisannya ada 7 tahapan dalam
melihat pola umum gejala pada stroke akut, dapat menjadi penganan stroke akut yaitu pengenalan tanda dan gejala
pembanding konvulsi yang belum diketahui, keracunan serangan stroke baik oleh penderita, maupun keluarga
atau gangguan metabolik, termasuk hipoglikemia, dekat, adanya sistem komunikasi yang mampu membantu
adanya tumor otak, dan subdural hematom. Berikutnya menjembatani hubungan masyarakat dengan rumah
Afik: Metode Rosier Samurai untuk Penanganan Stroke Akut 39

sakit, adanya layanan ambulans gawat darurat sebagai secara berjenjang tergantung kondisi pasien, pemeriksaan
sarana transportasi yang ideal bagi penderita serangan laboratorium darah atau serum untuk mengetahui beberapa
akut, respon time pada penderita stroke diperlukan untuk pemberat atau komplikasi yang ada pada pasien seperti DM
tercapainya golden period terapy terutama trobolisis (Diabetik Meilitus), CHF(Cronic Health Failure), Fungsi
terapi pada stroke iskemik akut, sesampainya di Instalasi ginja dan liver, pemantauan gula darah secara berkala,
Gawat Darurat harus dapat melakukan triase dengan tepat, kemudian keputusan penggunaan terapi trombolisis dengan
pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan kepala dengan cepat, tepat, proses monitoring menjadi bagian terpenting dalam
penentuan diagnosis dan tepatnya penanganan sesuai hasil tata laksana baru kemudian dilakukan proses rujukan ke
pemeriksaan dan penunjang, kemudian dua faktor lain unit stroke akut atau ICU (Intensif Care Uint) dalam waktu
yang tak kalah penting adalah perlengkapan atau sarana kurang dari 3 jam. Namun aplikasinya beberapa kendala di
perawatan stroke akut serta proses rehabilitasi dengan temui dalam proses penanganan yang diharapkan, belum
mobilisasi dini akan membantu keberhasilan terapi10. semua memilki standar baku khusus penanganan stroke
Aplikasi intervensi keperawatan berkaitan dengan akut, keputusan dan prognosa sering tidak dikuasai oleh
metode ini dapat diterapkan antara lain dalam keberhasilan perawat maupun dokter yang berada di gawat darurat.
terapi trombolisis. Perawat harus memiliki kompetensi- Kelengkapan sarana dan prasarana juga menjadi kendala
kompetensi sebagai berikut, mengetahui stroke secara dalam mengaplikasikan guideline diatas, tidak semua
patofisiologi dan terapi trombolisis sendiri, kemampuan rumah sakit memiliki CT Scan, penunjang laboratorium,
komunikasi diantara tim koordinat stroke, pemantauan kemampuan terapi rombolisis, dan hal lain yang berakibat
komplikasi setelah trombolisis, serta perawatan pasien terhambatnya proses penanganan dan perawatan stroke
paska terapi trombolisis8. Terapi trombolisis untuk akut.
penderita stroke iskemik akut belum bisa banyak dilakukan
di IGD, pertama kebanyakan penderita stroke dibawa ke
rumah sakit rata- rata lebih dari 6 jam setelah onset stroke kesimpulan
dengan alasan tidak mengenali secara dini gejala stroke.
Pasien akan dibawa ke rumah sakit apabila sudah tidak Stroke akut di Indonesia kejadiannya dari hari ke
sadarkan diri tanpa dikenali adanya gejala penurunan hari meningkat, dengan tingkat kegagalan maupun
motorik yang muncul sebelum gejala penurunan kesadaran, komplikasinya meningkat paska serangan, yang
dan juga menjadi alasan faktor jarak yang jauh atau menimbulkan kecacatan yang irefersible. Beberapa upaya
faktor demografi yang menjadi alasan tertundanya pasien dilakukan untuk meningkatkan kualitas penanganan.
dibawa ke rumah sakit1. Pelaksanaan terapi trombolisis Metode ROSIER dan SAMURAI menjadi bagian mata
ini membutuhkan biaya yang tinggi karena mahalnya obat rantai penanganan stroke akut. Guideline dari ASA tentang
plasminogen aktivator sebagai jenis obat untuk terapi ini, penanganan stroke akut menjadi bagian yang dapat dipakai
juga infrastruktur yang harus memadai untuk pelaksanaan dalam metode SAMURAI. Dikenalkan pula ROSIER
terapi ini, seperti kesiapan sumber daya manusia, peralatan (sebagai tool dalam menangani pasien stroke akut di IGD).
untuk pemberian dan monitoring terapi trombolisis2. Rosier merupakan skala yang efektif dalam mendiagnosa
Hal ini akan menurunkan survival keberhasilan pasien awal pasien stroke akut atau TIA yang datang ke IGD. 7
stroke iskemik atau akut infark dengan penanganan terapi item yakni riwayat penurunan kesadaran dan kejang, tanda
trombolisis. gangguan neurologis wajah, ekstremitas tangan maupun
Metode ROSIER dan SAMURAI banyak membahas kaki, gangguan bicara, visual yang menurun.
tentang bagaimana pengendalian hipertensi pada penderita Metode ROSIER dan SAMURAI lebih menitikberatkan
stroke akut, pemberian anti hipertensi diberikan selama pada penanganan di IGD, asesment cepat, diagnosa tepat,
durasi 24 jam terus menerus akan meningkatkan hasil penunjang CT-Scan dan laboratorium beberapa fungsi
yang signifikan terhadap pengendalian peningkatan organ untuk mendukung proses penanganan. Keputusan
sistolik blood pressur.9 Hal ini sudah diterapkan dalam terapi trombolisis sesuai harapan yakni kurang dari 3
pengobatan hipertensi pada penderita stroke di Indonesia, jam, dengan rt-PA terapi ini pada metode SAMURAI di
namun belum secara baik di kelola khusus untuk per dalam dengan beberapa komplikasi pemberian obat
mendapatkan hasil evaluasi penurunan yang outputnya trombolisitis.11 Kemudian metode ini menitikberatkan
sangat diharapkan sesuai metode ROSIER dan SAMURAI. pengelolaan hipertensi dengan menurunkan secara agresif
Aplikasi yang lain berkaitan dengan proses penanganan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.9 Perhatian lain
stroke akut adalah mengacu pada Guidelines for the Early metode ini membahas beberapa efek paska serangan,
Management of Patients With Ischemic Stroke A Scientific seperti kelumpuhan menetap, afasia, kerusakan deviasi
Statement From the Stroke Council of the American Stroke mata atau CED (Conjugate Eye Deviation). Dan komplikasi
Association (ASA), yang memiliki target waktu yang lain yang bisa timbul sampai 3 bulan paska serangan dan
diperhitungkan untuk mencegah kecacatan dan kegagalan atau efek dari terapi trombolisis.
pada penderita stroke akut. Asesment dan diagnosa awal Dengan harapan metode ini dapat diaplikasikan oleh
dengan tepat, pemeriksaan penunjang terutama CT-Scan para praktisi di Instalasi Gawat Darurat dalam penanganan
40 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 37–40

penderita stroke akut, sehingga dapat menurunkan angka   6. Kobayashi J, et al, 2014. Continuous antihypertensive therapy
kecacatan dan kematian dari serangan dan mencegah dari throughout the initial 24 hours of intracerebral hemorrhage: the
stroke acute management with urgent risk-factor assessment and
komplikasi yang ditimbul. improvement-intracerebral hemorrhage study. STROKEAHA,
45(3):868–70. doi: 10.1161/STROKEAHA.113.004319.
  7. Sato S, et al, 2012, Conjugate eye deviation in acute intracerebral
daftar pustaka hemorrhage: stroke acute management with urgent risk-factor
assessment and improvement--ICH (SAMURAI-ICH) study.Medline,
43(11):2898-903. doi: 10.1161/STROKEAHA.112.666750
  1. Misbah J, 2001. Stroke in Indonesia: a first large prospective hospital   8. Catangui, Elmer Javier, Siark, Julia, 2012, A thrombolysis pathway
based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia. (J Clin for patients following acute ischaemic stroke, Nursing Standart RCN
Neurosci) 2001 May; Vol. 8 (3), pp. 245–9. Publishing Compani, 26.31 35-42. 00296570.
  2. Durai Padian J, 2007. Stroke and thrombolysis in developing,   9. Endo K, et al, 2013. Impact of early blood pressure variability
International. Journal Of Stroke: International Stroke Society [Int on stroke outcomes after thrombolysis: the SAMURAI rt-
J Stroke] 2007 Feb; Vol. 2 (1), pp. 17–26. PA Registry. STROKEAHA, 44(3):816-8. doi: 10.1161/
  3. Nor, Azlisham Mohd, et al., 2005. The Recognition of Stroke in the STROKEAHA.112.681007.
Emergency Room (ROSIER) scale: development and validation of a 10. Nezu T, et al, 2011. Early ischemic change on CT versus diffusion-
stroke recognition instrument. weighted imaging for patients with stroke receiving intravenous
  4. Harold P. Adam Jr. et al., 2003. Guidelines for the Early Management recombinant tissue-type plasminogen activator therapy: stroke acute
of Patients With Ischemic Strok, ASA Scientific Statement a management with urgent risk-factor assessment and improvement
Scientific Statement from the Stroke Council of the American Stroke (SAMURAI) rt-PA registry. STROKEAHA, 42(8):2196-200. doi:
Association. 10.1161/STROKEAHA.111.614404
  5. Sakamoto Y, et al, 2013. Systolic blood pressure after intravenous The Lancet Neurologi, DOI:10.1016/S1474-4422(05)70201-5
antihypertensive treatment and clinical outcomes in hyperacute 11. Koga M, et al, 2012. Low-dose intravenous recombinant tissue-
intracerebral hemorrhage: the stroke acute management with urgent risk- type plasminogen activator therapy for patients with stroke outside
factor assessment and improvement-intracerebral hemorrhage study, European indications: Stroke Acute Management with Urgent Risk-
STROKEAHA, 1846-51. doi: 10.1161/STROKEAHA.113.001212. factor Assessment and Improvement (SAMURAI)rtPA-Registry.
Medline,43(1):253-5.,doi: 10.1161/STROKEAHA.111.631176
41

Hubungan antara Riwayat Asfiksia pada Bayi Baru Lahir dengan


Perkembangan Bayi Usia 3–12 Bulan di Kelurahan Kingking
Kabupaten Tuban
(The Correlation between Asphyxia History of New Baby Born with Baby’s
Development at 3–12 Months in Kingking Tuban)

Aris Puji Utami


STIKES Nahdlatul Ulama Tuban

abstrak
Penelitian ini menggunakan desain Retrospektif, dengan melibatkan 100 bayi usia 3–12 bulan yang diambil secara simple random
sampling di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan perkembangan bayi
menggunakan instrumen checklist KPSP sesuai usia bayi kemudian peneliti menelusuri riwayat APGAR Scorenya (kejadian asfiksia)
saat bayi lahir di catatan medis bidan yang menolong persalinan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian besar bayi baru
lahir di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban mengalami asfiksia ringan yaitu sebanyak 83 responden (82,8%) dan sebagian besar
bayi di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban mengalami perkembangan yang sesuai dengan umur yaitu sebesar 68 bayi (68%).
Dari hasil analisis dengan menggunakan chi square didapatkan ada hubungan antara riwayat lahir asfiksia pada bayi baru lahir
dengan perkembangan bayi usia 3–12 bulan di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban. Dari penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa riwayat asfiksia pada bayi baru lahir berhubungan dengan perkembangan bayi selanjutnya. Hasil penelitian ini menyarankan
penerapan APN (Asuhan Persalinan Normal) yang telah ada dengan penanganan bayi baru lahir yang lebih terampil, sehingga
diharapkan dengan diterapkannya protap tersebut dapat mengurangi kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

Kata kunci: Asfiksia, perkembangan bayi usia 3–12 bulan

abstract
The development begins in the womb to adulthood ie prenatal, infancy, childhood, followed the pre-teen, early adolescence, and
late adolescence. One of the factors that influence the development of the infant or child labor is a factor, especially the condition
of asphyxia at birth that can affect a baby’s development in the next life because it is associated with nerve damage from lack of
oxygen during the birth process supplay. This study aims to identify the relationship between a history of asphyxia in newborns and
the development of infants aged 3–12 months in the Kingking Village-Tuban. This study used a retrospective design, involving 100
infants aged 3–12 months are taken by simple random sampling in the Kingking Village-Tuban. Data collection by inspecting the
baby’s development using age-appropriate instrument KPSP checklist baby then browse history researchers Apgar Score (asphyxia
events) when the baby is born at the medical records of midwives attending births. Based on the results, the majority of born babies in
the Kingking Village-Tuban mild asphyxia as many as 83 respondents (82,8%) and most of the babies in the Kingking Village-Tuban
growing as their age, they are 68 infants (68%). From the analytical results obtained by using the chi-square is no relationship between
a history of birth asphyxia in newborns with the development of infants aged 3–12 months in the Village Kingking Tuban. Based on
this study it can be concluded that a history of asphyxia in newborns associated with subsequent infant development. The results of this
study suggest application APN (Normal Delivery Care) who has been there with handling newborns are more skilled, so it is expected
that with the implementation of standard operating procedures may reduce the incidence of asphyxia in newborns.

Key words: Asphyxia history, the development of age baby 3–12 months

pendahuluan mana bayi seharusnya sudah menegakkan kepala, bayi


lahir dengan asfiksia mengalami keterlambatan.2
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan Keterlambatan perkembangan pada bayi akan
atau skiil dalam struktur dan fungsi tubuh lebih komplek mengalami kegagalan mencapai perkembangan selanjutnya
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai dengan kata lain perkembangan bayi tidak sesuai pada
hasil pematangan.1 Salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan bayi semestinya.1 Perkembangan dimulai
perkembangan bayi atau anak yaitu faktor persalinan di sejak dalam kandungan hingga menjelang dewasa
mana bayi lahir mengalami asfiksia. Bila bayi mengalami yaitu masa pranatal, masa bayi dan masa kanak-kanak,
asfiksia terutama pada asfiksia berat yang memiliki nilai dilanjutkan ke masa pra remaja, remaja awal dan remaja
APGAR 0–3 mampu memengaruhi perkembangan bayi akhir. Dalam periode tertentu terdapat adanya masa
di kehidupan selanjutnya. Jika dalam waktu tiga bulan di percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh
42 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 41–44

kembang yang berlainan diantaranya organ-organ. Salah bayi. Analisa data menggunakan chi square dengan tingkat
satu periode tersebut adalah masa bayi 0–1 tahun yang kemaknaan p < 0,05.
mana merupakan masa yang menentukan perkembangan
selanjutnya.3
Berdasarkan data SDKI tahun 2005, dari jumlah hasil
anak yang ada di Indonesia 26,1 juta dan sekitar 5–10%
anak mengalami gangguan perkembangan. Sedangkan Tabel 1. Distribusi data responden berdasarkan riwayat
di Kabupaten Tuban dari 52.286 anak yang ikut DDTK Asfiksia pada bayi baru lahir di Kelurahan
terdapat 26 total penyimpangan yang terdiri dari 17 anak Kingking Kab. Tuban pada bulan Mei 2014
mengalami KPSP penyimpangan, 1 anak mengalami
Jenis Asfiksia Jumlah Prosentase (%)
gangguan TDL, 1 anak mengalami gangguan TDD, dan
Ringan 83 83
7 mengalami gangguan KMME. Sedang 17 17
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di bulan Total 100 100
November 2013 di Kelurahan Kingking didapatkan
8 kejadian asfiksia pada bayi baru lahir yang berusia
Berdasarkan tabel 1 diatas dari 100 responden
3–12 bulan dilakukan tes perkembangan dengan KPSP
menunjukkan bahwa sebagian besar keadaan bayi baru
diantaranya 2 bayi mengalami perkembangan sesuai,
lahir mengalami asfiksia ringan yaitu sebanyak 83
5 bayi mengalami perkembangan meragukan dan 1 bayi
responden (83%), sedangkan 17 (17%) mengalami asfiksia
mengalami penyimpangan perkembangan.
sedang.
Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas tumbuh
kembang anak diantaranya faktor internal diantaranya ras/
Tabel 2. Distribusi data responden berdasarkan
etnik atau bahasa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetika
perkembangan bayi usia 3–12 bulan di
dan kelainan kromosom. Faktor eksternal diantara faktor
Kelurahan Kingking Kab. Tuban pada bulan
faktor pranatal (gizi ibu hamil, mekanis toksin/zat kimia,
Mei 2014
endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia
embrio dan psikologi ibu), faktor natal (komplikasi Perkembangan Bayi Jumlah Persentase (%)
persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia)
Sesuai 68 68
dan faktor pasca natal (gizi bayi, penyakit kongenital,
Kurang/meragukan 32 32
lingkungan fisis dan kimia, psikologi, endokrin, sosio-
Total 30 100
ekonomi, lingkungan pengasuhan, stimulasi, obat-obatan,
dll).
Berdasarkan tabel 2 diatas didapatkan bahwa dari 100
Asfiksia selain mengakibatkan kematian juga terjadi
reponden, yang mengalami perkembangan sesuai dengan
bermacam-macam komplikasi yaitu salah satunya defisit
umur adalah sebesar 68 bayi (68%), sedangkan 32 (32%)
kognitif dan motorik yang mengganggu perkembangan
mengalami perkembangan yang meragukan/kurang.
serta menurunkan kualitas kehidupan selanjutnya. 4
Bayi lahir dengan asfiksia cenderung memengaruhi
Tabel 3. Tabulasi silang riwayat asfiksia pada bayi baru
pertumbuhan dan perkembangan otak maupun tubuhnya.
lahir dengan perkembangan bayi usia 3–12
Hal ini disebabkan otak merupakan organ vital yang
bulan. di Kelurahan Kingking Kab.Tuban pada
paling memerlukan asupan oksigen. Jika tiga menit saja
bulan Mei 2014
atau bahkan lima menit otak kekurangan oksigen akan
menyebabkan kerusakan pada sel otak maupun organ Kurang/
Perkembangan Sesuai Total
tubuh lainnya. Bila sel-sel otak rusak, maka perkembangan Meragukan
Asfiksia
selanjutnya akan mengalami masalah.2 % % %
Ringan 61 73,5 22 26,5 83 100
Sedang 7 41,2 10 58,8 17 100
metode penelitian 68 68 33 32 100 100

Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa bayi dengan
retrospektif/case control. Sampel dalam penelitian ini riwayat asfiksia ringan lebih banyak yang mengalami
adalah 100 bayi dari total populasi 150 bayi usia 3–12 perkembangan sesuai dibandingkan dengan perkembangan
bulan yang ada di Kelurahan Kingking Kabupaten Tuban yang tidak sesuai yaitu dari 83 responden yang mengalami
yang diambil secara simple random sampling. asfiksias sedang 61 responden (73,5%) perkembangannya
Variabel independen dalam penelitian ini adalah riwayat sesuai, sedangkan 22 (26,5%) perkembanganya kurang/
asfiksia bayi baru lahir dan variabel dependennya adalah meragukan.
perkembangan bayi. Sedangkan instrumen yang digunakan Berdasarkan hasil uji chi square dengan menggunakan
berupa data laporan persalinan untuk mengetahui riwayat SPSS hasil t hitung = 0,021 di mana p < 0,05 yang berarti
asfiksia dan check list DDTK/KPSP untuk perkembangan t hitung > t tabel. Maka H1 diterima artinya terdapat
Utami: Hubungan antara Riwayat Asfiksia pada Bayi Baru Lahir 43

hubungan antara riwayat asfiksia pada bayi baru lahir Kabupaten Tuban perkembangannya termasuk normal atau
dengan perkembangan bayi usia 3-12 bulan di Kelurahan sesuai dengan umur bayi.
Kingking Kabupaten Tuban. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan
gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi
pembahasan dan kemandirian.5
Faktor-faktor yang memengaruhi kualitas tumbuh
Riwayat Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir kembang anak diantaranya faktor internal diantaranya ras/
Berdasarkan tabel 1 didapatkan dari 100 responden etnik atau bahasa, keluarga, umur, jenis kelamin, genetika
menunjukkan bahwa sebagian besar keadaan bayi baru dan kelainan kromosom. Faktor eksternal di antara faktor
lahir mengalami asfiksia ringan yaitu sebanyak 83 faktor pranatal (gizi ibu hamil, mekanis toksin/zat kimia,
responden (83%), sedangkan 17 (17%) mengalami asfiksia endokrin, radiasi, infeksi, kelainan imunologi, anoksia
sedang. embrio dan psikologi ibu), faktor natal (komplikasi
Kondisi asfiksia ringan merupakan kondisi terbaik bayi persalinan pada bayi seperti trauma kepala dan asfiksia)
bayi baru lahir yang memulai pernafasan mandiri dengan dan faktor natal (gizi bayi, penyakit kongenital, lingkungan
normal dan disertai perubahan pola sirkulasi darah janin fisis dan kimia, psikologi, endokrin, sosio-ekonomi,
dengan pemotongan tali pusat. lingkungan pengasuhan, stimulasi, obat-obatan, dll).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan di mana bayi baru Dari hasil penelitian didapatkan perkembangan
lahir tidak dapat segera bernafas spontan dan teratur setelah bayi masih ada yang tidak sesuai, hal ini dikarenakan
lahir. Faktor-faktor yang menyebabkan asfiksia yaitu faktor sebagian orang awam beranggapan bahwa keterlambatan
ibu terdiri dari hipoksia ibu yaitu terjadi hipoventilasi perkembangan merupakan suatu hal yang biasa. Hambatan
akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam, pada perkembangan anak akan terkoreksi dengan
gangguan aliran darah uterus yaitu mengurangnya aliran sendirinya bersama dengan berjalannya waktu.
darah pada uterus menyebabkan berkurangnya pengaliran
oksigen ke plasenta ke janin seperti gangguan kontraksi Hubungan antara riwayat asfiksia pada bayi baru lahir
uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan dengan perkembangan bayi usia 3 – 12 bulan
dan hipertensi pada penyakit eklamsia, faktor plasenta yaitu Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa bayi dengan
terjadi pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi riwayat asfiksia ringan lebih banyak yang mengalami
oleh luas dan kondisi plasenta, faktor fetus seperti tali perkembangan sesuai dibandingkan dengan perkembangan
pusat menumbung, tali pusat melilit, leher kompresi tali yang tidak sesuai yaitu dari 83 responden yang mengalami
pusat antar janin dan jalan lahir, serta faktor neonatus asfiksias sedang 61 responden (73,5%) perkembangannya
yaitu mengalami depresi pusat pernapasan pada bayi baru sesuai, sedangkan 22 (26,5%) perkembangannya kurang/
lahir disebabkan karena pemakaian obat anastesi yang meragukan.
berlebihan dan trauma yang terjadi pada saat persalinan Berdasarkan hasil uji chi square dengan menggunakan
dan kelainan Kongenital misalnya hernia diafragmatika SPSS hasil t hitung = 0,021 di mana p < 0,05 yang berarti
atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru t hitung > t tabel. Maka H1 diterima artinya terdapat
dan lain-lain. hubungan antara riwayat asfiksia pada bayi baru lahir
Asfiksia selain mengakibatkan kematian juga terjadi dengan perkembangan bayi usia 3–12 bulan di Kelurahan
bermacam-macam komplikasi yaitu salah satunya defisit King-king Kabupaten Tuban.
kognitif dan motorik yang mengganggu perkembangan Salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan
serta menurunkan kualitas kehidupan selanjutnya. Jika adalah faktor persalinan yaitu Asfiksia.6 Asfiksia selain
bayi lahir dengan asfiksia cenderung memengaruhi mengakibatkan kematian juga terjadi bermacam-macam
pertumbuhan dan perkembangan otak maupun tubuhnya. komplikasi yaitu salah satunya defisit kognitif dan motorik
Hal ini disebabkan otak merupakan organ vital yang yang mengganggu perkembangan serta menurunkan
paling memerlukan asupan oksigen. Jika tiga menit saja kualitas kehidupan selanjutnya. 4
atau bahkan lima menit otak kekurangan oksigen akan Dampak asfiksia neonatorum kadang berupa gangguan
menyebabkan kerusakan pada sel otak maupun organ napas minimal sampai sedang tetapi kadang-kadang
tubuh lainnya. Bila sel-sel otak rusak, maka perkembangan sampai terjadi kerusakan otak. Kerusakan otak dapat juga
selanjutnya akan mengalami masalah. berupa: kerusakan otak ringan menyebabkan bayi sulit
tidur (hyperalent) atau tremor/gemetar, yang dapat menetap
Perkembangan bayi usia 3–12 bulan selama 24–48 jam dan kemudian akan berhenti secara
Dilihat dari tabel 2 hasil penelitian didapatkan dari 100 spontan, kerusakan otak sedang dapat mengakibatkan
responden perkembangan bayi yang sesuai dengan umur letargi, tonus otot menurun dan bayi sering mengalami
adalah sebesar 68 bayi (68%), sedangkan 32 bayi (32%) kejang-kejang. Masalah ini dapat berlangsung selama
mengalami perkembangan kurang sesuai/ meragukan. Ini satu minggu dan biasanya juga akan menghilang secara
menunjukkan bahwa mayoritas bayi di Kelurahan Kingking spontan, kerusakan otak berat sering mengakibatkan
44 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 41–44

penurunan kesadaran atau bayi tidak sadar, disertai dengan Saran


opistotonus, penurunan frekuensi napas atau apneu. Bayi 1. Hasil penelitian ini menyarankan kepada penelitian
ini sering menderita kerusakan otak menetap.7 selanjutnya agar bisa digali lebih dalam tingkatan
Jika bayi lahir dengan asfiksia cenderung memengaruhi asfiksia dengan tingkat perkembangan yang ada.
pertumbuhan dan perkembangan otak maupun tubuhnya. 2. Diharapkan institusi dapat melakukan pantauan yang
Hal ini disebabkan otak merupakan organ vital yang lebih terhadap tumbuh kembang bayi yang memiliki
paling memerlukan asupan oksigen. Jika tiga menit saja riwayat asfiksia dalam bentuk konseling dan pendidikan
atau bahkan lima menit otak kekurangan oksigen akan kepada orang tua.
menyebabkan kerusakan pada sel otak maupun organ 3. Penerapan protap APN (Asuhan Persalinan Normal)
tubuh lainnya. Bila sel-sel otak rusak, maka perkembangan dengan penanganan bayi baru lahir yang lebih efisien,
selanjutnya akan mengalami masalah.2 sehingga diharapkan dengan diterapkannya protap
Hasil penelitian Siti Maulidah (2006) kejadian tersebut dapat mengurangi kejadian asfiksia pada bayi
asfiksia dapat merusak organ bayi dan juga merusak baru lahir.
otak bayi. Keadaan ini memengaruhi perkembangan bayi
meliputi kemampuan bahasa, sosial dan kemandirian dan
perkembangan motorik kasar dan halus di masa depan daftar pustaka
1. Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya.
simpulan dan saran PT. Rhineka Cipta. Jakarta.
2. Arixs, 2006. Gagal Nafas Spontan Saat Lahir Anak Alami Cacat
Mental. 28 Agustus 2006. Frinds.andriewongso.com/view.blog.
Simpulan ph.p?id=76-27k
Sebagian besar bayi baru lahir di Kelurahan 3. Rumini, 2004. Tumbuh Kembang Pada Anak dan Remaja. Rineka
Cipta. Jakarta.
Kingking Kabupaten Tuban mengalami asfiksia ringan
4. Wandita, Setya, 2006. Uji Diagnostik Skor APGAR pada Asfiksia
yaitu sebanyak 83 responden (82,8%).Sebagian besar Neonatorum. FK UGM. Yogyakarta.
perkembangan bayi di Kelurahan Kingking Kabupaten 5. Departemen Kesehatan RI, 2005. Instrument Deteksi Dini
Tuban mengalami perkembangan sesuai. Yang sesuai Penyimpangan Perkembangan pada Balita dan Anak Prasekolah.
Bakti Husada. Jakarta.
dengan umur adalah sebesar 68 bayi (68%). Ada hubungan
6. Rusmil, Kusnandi, 2005. Pedoman Pelaksanaan Simulasi Deteksi
antara riwayat lahir asfiksia pada bayi baru lahir dengan dan Intervensi Dini Tumbang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan
perkembangan bayi usia 312 bulan di Kelurahan Kingking Dasar. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Kabupaten Tuban. 7. Klaus, Marshall, 1998. Penatalaksanaan Neonatus Risiko Tinggi Edisi 4.
EGC. Jakarta.
45

Tinjauan mengenai Potensi Manfaat Cabomba dalam Bidang


Kesehatan

Erina Yatmasari
Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

abstrak
Tumbuhan air tawar genus Cabomba adalah salah satu tumbuhan yang memiliki aspek kontroversial ditinjau dari berbagai disiplin
ilmu pengetahuan, termasuk dalam bidang kedokteran-kesehatan, walaupun pada saat ini merupakan tumbuhan air tawar yang
masih terus dikembangbiakkan di Indonesia, yang asalnya merupakan tanaman import. Penelitian oleh para peneliti dari berbagai
disiplin ilmu, menunjukkan adanya potensi positif lain dari genus ini, tidak hanya sekedar sebagai tanaman hias untuk mempercantik
aquascaping yang mampu bersimbiosis mutualisme dengan ikan air tawar, dan menjaga kualitas air saja.

Kata kunci: Cabomba, potensi, kesehatan

abstract
The genus Cabomba is one of the aquatic plants genera that has controversial aspects of multidiciplinary sciences, as health and
medical sciences, though the Cabomba is still the most favourite aquatic plants to be reproduced in Indonesia recently, as the nature
of this plant was an imported plant. Studies by researchers of multidisciplinary sciences, shown other positively potency of this plant,
not only as an aquascaping plant because of the attractive looking and the ability to give mutualism symbiotic to aquatic fish, and
establish the quality of water.

Key words: Cabomba, potency, health

pendahuluan Famili : Cabombaceae


Genus : Cabomba
Genera pada Angiospermae terdiri dari 79 familia Spesies : Cabomba aquatica DC, not Aubl.
dan 380 spesiesnya merupakan tumbuhan yang hidup di (Sumber:4–5)
perairan air tawar. Ordo Nymphaeales secara eksklusif Sinonimnya : Cabomba caroliniana A.Gray.4
merupakan tumbuhan air tawar. Secara klasik, ordo ini
dibagi menjadi dua familia yaitu Nymphaeaceae and Analisis
Cabombaceae. Cabomba adalah salah satu genus tumbuhan
air tawar berukuran kecil ordonya adalah Nymphaeales Morfologi
(water lilies). Familianya adalah Cabombaceae. Studi Ciri khas Cabomba dapat dikenali dari dua tipe daun
filogenetis yang telah dilakukan pada lebih dari 15 tahun yang dimilikinya, yaitu: (1) daun yang sangat bercabang-
yang lalu menunjukkan bahwa terdapat pandangan baru cabang, membentuk kipas, yang merupakan daun
terhadap hubungan antara kelompok Angiospermae yang tumbuhan air tawar daerah hilir, yang memberikan sebutan
masih eksis. Studi tersebut diindikasikan pada tiga galur, untuk genus ini sebagai fanwort; dan (2) daun kecil yang
Amborellales, Nymphaeales dan Austrobaileyales, terpisah mengambang di permukaan air yang berhubungan dengan
secara divergen sejak awal evolusi yang terjadi pada bunga-bunga axillary maupun extra–axillary. Cabomba
Angiospermae. Salah satu famili dalam Nymphaeales, yaitu mempunyai sifat protoginus, dengan periode berbunga
Cabombaceae, terdiri atas dua genera, yaitu Cabomba selama dua hari.1–3
(lima spesies) dan Brasenia (satu spesies). Meskipun Setiap tumbuhan mempunyai akar yang pointed
Cabomba dan Brasenia saling mirip dalam banyak hal pada ujungnya yang dari akar tersebut tumbuh 3–90
morfologinya, Cabomba tampak lebih sesuai sebagai batang-batang kemerahan dengan ketebalan 2–6 mm
model analisis molekuler, karena secara keseluruhan yang menjulur menuju permukaan air tawar. Di bagian
bentuk dan ukurannya lebih kecil.1–3 bawah permukaan air, Cabomba membentuk batang yang
Selengkapnya taksonomi Cabomba adalah sebagai tegak kuat, sehingga mampu menahan adanya gerakan di
berikut: sekelilingnya. Batang dan daunnya terlingkupi oleh alga
Kingdom : Plantae dan tanah serta pasir yang halus. Bunga tumbuh dan mekar
Divisi : Magnoliophyta di permukaan air, berwarna putih dan memiliki enam helai
Kelas : Magnoliopsida mahkota bunga.3–6
Order : Nymphaeales
46 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 45–47

Peranan dalam Ekologi sebaliknya ekstrak lipid yang berasal dari tumbuhan air
Secara umum tumbuhan air tawar memiliki peranan tawar tersebut yang tidak diinduksi, tidak menimbulkan
yang penting dalam ekosistem perairan tersebut. efek penghambatan.16 Berbagai peranan utama dari zat-
Tumbuhan air tawar merupakan sarana dan fasilitas zat metabolit sekunder tumbuhan telah didokumentasikan.
berlindung, berkembang biak dan mendapatkan makanan Perubahan dari kondisi basah menjadi kering, flavonoid
untuk organisme hidup air tawar yang lain. Tumbuhan air merupakan metabolit sekunder yang predominan dalam
tawar juga diketahui meningkatkan kadar oksigen dalam tumbuhan yang mengapung secara bebas, fenol dan
air, dan khusus untuk tumbuh-tumbuhan air tawar yang flavonoid ditemukan dalam tumbuhan yang sebagian
berakar akan sekaligus mampu meningkatkan kestabilan tenggelam dan yang sepenuhnya tenggelam dalam
permukaan tanah.6–8 air, dan alkaloid predominan dalam tumbuhan yang berakar
Dalam beberapa keadaan, tumbuhan air tawar juga dengan daun yang mengapung (antara lain. Nymphaceae).9–
17
mempunyai kemampuan memelihara kualitas kejernihan
air. Peranan penting yang lain dari tumbuhan air tawar Sebanyak 15 spesies tumbuhan air tawar, termasuk
adalah sebagai senyawa buffer, yang mampu menetralisasi Cabomba caroliniana, Vallisneria Americana, dan
senyawa-senyawa kimia dalam air, dan sebagai penanda sembilan spesies Potamogeton dianalisis kandungan
untuk terjadinya polusi air tawar oleh logam berat. Hal alkaloidnya, didapatkan antara 0.13 dan 0.56 mg/g berat
tersebut hanya merupakan sebagian kecil dari peranan kering (Cabomba caroliniana yang paling sedikit, dan
tumbuhan atau tumbuhan air tawar.6–9 yang terbanyak adalah di dalam Potamogeton), nilai yang
Dalam keadaan tertentu tumbuhan air tawar ternyata rendah, tetapi dalam rentang yang potesial aktif secara
juga dapat menimbulkan masalah. Jumlah tumbuhan air farmakologi, dan konsisten dengan peranan potensialnya
tawar yang berlebihan justru sangat memberikan pengaruh sebagai pengusir herbivora.17
terhadap kenyamanan penggunaan lingkungan air tawar,
antara lain untuk tujuan rekreasi hingga untuk keperluan
konsumsi organisme liar yang hidup bebas di sekitarnya. daftar pustaka
Invasi oleh tumbuhan air tawar non-native atau disebut
  1. Taylor ML, Gutman BL, Melrose NA, Ingraham AM, Schwartz JA,
juga tumbuhan air tawar eksoktik, seperti halnya Cabomba and Osborn JM. Pollen and Anther Ontogeny in Cabomba caroliniana
caroliniana justru merusakkan, menghancurkan ekosistem (Cabombaceae, Nymphaeales). American Journal of Botany 2008. 95:
air tawar. Tumbuhan air tawar yang eksotik tersebut 399–403.
mampu menekan kehidupan tumbuhan natural yang ada,   2. da Silva JB and de Lima Leite AV. Reproductive biology and
pollination of Cabomba aquatica (Cabombaceae). Rodriguésia 2011.
dan membentuk suatu kepadatan menetap pada lingkungan 62: 919–920.
air tawar, yang sangat merugikan kehidupan manusia, ikan   3. Vialette-Guiraud ACM, Alaux M, Legeai F, Fine C, Chambrier P,
dan organisme liar di sekitarnya.6–14 Brown SC, Chauve A, Magdalena C, Rudall PJ and Scutt CP. Cabomba
as a model for studies of early angiosperm evolution. Annals of Botany
Potensi Metabolit Sekunder genus Cabomba dan 2011. 108: 589–592.
  4. Invasive Plant Atlas of New England. http://www.eddpmaps.org/
Toksisitasnya
ipanespecies/Diunduh pada 27-08-2012.
Menurut United States Department of Agriculture   5. LIPI. Surat Keterangan Identifikasi Cabomba aquatica DC. UPT Balai
(USDA), toksisitas Carolina Fanwort (Cabomba Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi. Seksi Konservasi
Ex-situ 2012.
caroliniana A Gray/Cabomba aquatica DC not Aubl.)   6. Lake Macdonald Catchment Care Group. Cabomba Pilot Study 2000.
adalah tidak toksik.15 Dalam penelitian Morrison dah Hay 1–2, 5–7, 10.
(2011), dilaporkan bahwa tumbuhan air tawar Cabomba   7. The Commonwealth Department of the Environment and Heritage.
caroliniana menampakkan respons defensif secara kimiawi, Diunduh pada 03-08-2011.
  8. Nachtrieb JG, Grodowitz MJ and Smart RM. Impact of invertebrates
pada saat diserang oleh makhluk hidup di sekitarnya, antara on three aquatic macrophytes: American pondweed, Illinois pondweed,
lain oleh udang air tawar dari spesies Procambrus clarkii and Mexican water lily. J. Aquat. Plant Manage 2011. 49: 32–34.
ataupun siput air tawar spesies Pomacea canaliculata.   9. Ahmad, A.K., Shuhaimi-Othman, M. and Hoon, L.P. Heavy Metal
Penelitian tersebut membandingkan minat dari siput Concentrations in Fanworth (Cabombafurcata) from Lake Chini,
Malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology
air tawar dalam mengkonsumsi tumbuhan air tawar 2011. 41: 107.
Cabomba caroliniana A Gray, yang telah diinduksi untuk 10. Schooler SS and Julien M. Effects of depth and season on the
mengeluarkan mekanisme pertahanan secara kimiawi population dynamics of Cabomba caroliniana in south-east
dengan tumbuhan tersebut yang belum diinduksi, dan Queensland. The Fifteenth Australian Weeds Conference 2006.
768–770.
ternyata hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siput 11. Schooler SS. Shade as a Management Tool for the Invasive Submerged
air tawar kurang berminat mengonsumsi tumbuhan air Macrophyte, Cabomba caroliniana. J. Aquat. Plant Manage 2008. 46:
tawar Cabomba caroliniana A Gray yang telah diinduksi. 168, 170.
Penelitian tersebut juga memberikan bukti lain bahwa 12. Fujii Y. Overview of Research on Allelochemicals. Paper of Workshop
in Oral Session of the MARCO Symposium, Tsukuba, Japan 2009.
ekstrak lipid tumbuhan air tawar Cabomba caroliniana p. 4.
a Gray yang telah diinduksi, menghambat pertumbuhan 13. Jacobs MJ and Maacisaac HJ. Modelling spread of the invasive
mikroba dan jamur yang berasal dari permukaan daun- macrophyte Cabomba caroliniana. Freshwater Biology 2009. 54,
daun tumbuhan air tawar tersebut pada kulturnya, 296–298.
Yatmasari: Tinjauan mengenai Potensi Manfaat Cabomba dalam Bidang Kesehatan 47

14. Kaye J.P, Judd M.A and Tennant WK. Where did all the Cabomba go? 16. Morrison WE and Hay ME. Induced chemical defenses in a freshwater
Impacts of flooding and stream turbidity on the presence of Cabomba macrophyte suppress herbivore Wtness and the growth of associated
in the Broken River, Victoria. in Grove JR and Rutherford ID (eds.) microbes. Oecologia 2011.165: 429.
Proceedings of the 6th Australian Stream Management Conference, 17. Keddy PA. Wetland Ecology: Principles and Conservation. First
Managing for Extremes, 6–8 February, 2012, Canberra, Australia, Published 2010. Second Ed. Cambidge University Press 2010.
published by the River Basin Management Society. Pp. 2. p. 175.
15. United State of Department of Agriculture (USDA). Diunduh pada
10-7-2012.
48

Pengaruh Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-in) terhadap


Kelancaran ASI pada Ibu Post Partum di BPS Siti Al Firdaus
Kingking Kabupaten Tuban 2014
(The Correlation between Rooming-In Practice and the Smoothness of
Breastfeeding Among Post-Partum Mothers at Delivery Clinic (BPS) of Siti Al
Firdaus Kingking Tuban 2014)

Eva Silviana Rahmawati, Dwi Rukma Santi


STIKES NU Tuban Prodi D III Kebidanan

abstrak
Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) tidak sepenuhnya dilakukan pada tempat pelayanan kesehatan pada ibu dan bayi
setelah proses persalinan, terkadang masih terjadi pemisahan antara ibu dan bayi setelah proses persalinan. Di BPS Siti Al Firdaus
Kingking yang menerapkan Rawat Gabung (Rooming-In) seluruhnya pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) dilakukan, tetapi di
dapatkan data dari wawancara ibu post partum masih terdapat ibu post partum yang ASI belum lancar. Kelancaran ASI dipengaruhi
banyak faktor, diantaranya nutrisi ibu, psikologi ibu, perawatan payudara, inisiasi menyusu dini dan Rawat gabung (Rooming-In)
yang meliputi frekuensi menyusui, isapan bayi, dan teknik menyusui. Rawat gabung (Rooming-In) merupakan pelaksanaan perawatan
ibu dan bayi di rawat dalam satu unit, sehingga diharapkan frekuensi menyusui bayinya lebih sering sehingga dapat memperlancar
keluarnya ASI. Membuktikan pengaruh pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) dengan kelancaran ASI di BPS Siti Al Firdaus
Kingking Kabupaten Tuban. Penelitian ini merupakan penelitian Pra eksperimental dengan desain “One Group Pre test Post test
Designs”. Jumlah Populasinya 57 ibu postpartum yang melakukan Roming In, besar sampel 50 dengan teknik sampling random.
Uji statistic yang di gunakan adalah uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan dari 50 responden yang sebelum dilakukan rawat
gabung (Rooming In) didapatkan bahwa sebagian besar mengalami ASI yang tidak lancar sebanyak 29 ibu (58%), sedangkan sesudah
dilakukan rawat gabung (Rooming In) mengalami kelancaran ASI 37 ibu (74%). Setelah dilakukan uji Wilcoxon dengan tingkat
kemaknaan α = 0,05 dengan menggunakan SPSS 16 didapatkan Z = –4.000 dan p = 0,000. Karena nilai p =0,000 < a = 0,05 maka Ho
ditolak, yang menunjukkan terdapat pengaruh antara pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) dengan kelancaran ASI pada Ibu Post
Partum di BPS Siti Al Firdaus Kingking-Tuban. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan rawat gabung (Rooming-In)
memengaruhi kelancaran ASI. Oleh karena itu diharapkan pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) diterapkan pada setiap ibu dan
bayi sehingga memberikan manfaat besar pada kelancaran ASI yang merupakan nutrisi penting untuk buah hati.

Kata kunci: Rawat gabung, kelancaran ASI

abstract
Rooming-In is not completely done on the health service in the mother and baby after delivery, sometimes it still happens separation
between mother and baby after delivery. BPS Siti Al Firdaus Kingking is applying Rooming-In with full implementation, but in the
interview data from postpartum mothers, their breastfeeding post partum were not smooth. Smoothness breast milk is influenced by
many factors, including maternal nutrition, maternal psychology, breast care, Early Breastfeeding and Rooming-In which includes
the frequency of breastfeeding, the baby’s sucking and feeding techniques. Rooming-In is an implementation of maternal and infant
care in-patient in a single unit, so that the expected frequency breastfeed more frequently so as to facilitate the release of breast milk.
Proving influence implementation of Rooming-In with smoothness of breastfeeding in BPS Siti Al Firdaus Kingking-Tuban. This study
is an experimental research design Pre “One Group Pre-test Post Test Designs”. Total population 57 postpartum mothers who do
Roming In, a large sample of 50 with random sampling technique. Statistical test used was the Wilcoxon test. The results showed that of
the 50 respondents prior to Rooming In found that most of the milk is not a smooth experience as much as 29 mothers (58%), whereas
after rooming done (Rooming-in) experienced the smooth breastfeeding mothers 37 (74%). After the Wilcoxon test with significance
level α = 0.05 using SPSS 16 obtained Z = –4000 and p = 0.000. Because p-value = 0.000 < α = 0.05 then Ho is rejected, which
suggests there is influence between implementation of Rooming-In and the breastfeeding smoothness of Post Partum Mother in BPS
Siti Al Firdaus Kingking-Tuban.
From this study it can be concluded that the implementation of Rooming-In affect the smooth milk. It is therefore expected execution
of Rooming-In is applied to each mother and infant thus providing huge benefits to the smooth milk is an essential nutrient for the
baby.

Key words: Rooming-In Practice, The Smoothness of Breastfeeding


Rahmawati dan Santi: Pengaruh Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) 49

pendahuluan Dari uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan


penelitian tentang hubungan antara pelaksanaan Rawat
Selama ini masih banyak ibu yang mengalami kesulitan Gabung (Rooming-in) dengan kelancaran ASI di BPS Siti
untuk menyusui bayinya, hal ini disebabkan karena Al Firdaus Kingking yang merupakan salah satu BPS yang
kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna telah menerapkan rawat gabung (Rooming-In).
sehingga secara keseluruhan proses menyusu terganggu.
Keadaan ini ternyata disebabkan terganggunya proses
alami bayi untuk menyusu sejak dilahirkan. Selama ini metode penelitian
penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya
segera setelah lahir untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai, Jenis penelitian ini adalah pre eksperimen dengan
dan diberi pakaian, ternyata proses ini mengganggu proses desain “One Group Pre test Post test Designs”.3
alami bayi untuk menyusu. Populasi penelitian ini adalah Seluruh ibu postpartum
Masalah umum dalam menyusui adalah banyak ibu di BPS Siti Al-Firdaus Kingking 57 ibu pada bulan April–
yang gagal dalam usaha memberikan ASI pada bayinya Juni Tahun 2014, jumlah sampel 50 ibu dengan teknik
karena terjadi pemisahan pada perawatan bayi dengan ibu. samplingnya random. Menggunakan uji Wilcoxon.
Penundaan ini menyebabkan aliran ASI juga berkurang. Pengambilan data pertama (pre test) dilakukan setelah
Hal tersebut dapat diminimalisir dengan pelaksanaan rawat peneliti mendapatkan responden dan pada hari itu juga
gabung di mana bayi harus selalu berada di samping ibu peneliti memberikan pendidikan tentang perawatan/
sejak segera setelah dilahirkan sampai pulang.1 kebutuhan bayi sehari-hari dan perawatan payudara
Dari data survey awal pada tanggal 9 November 2013 bertujuan untuk kelancaran ASI. Kemudian populasi
melalui metode wawancara pada ibu nifas yang telah yang telah masuk dalam kriteria inklusi dibagi menjadi
dilakukan di BPSSiti Al Firdaus Kingking didapatkan dua secara acak, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok
data dari 10 ibu nifas yang melakukan rawat gabung 7 ibu kontrol. Kemudian dilakukan pengambilan data yang
nifas ASI nya lancar dan 3 orang ibu nifas ASI nya tidak kedua (post test) dilakukan setelah diberikan pendidikan
lancar. Dan berdasarkan catatan ibu hamil yang melakukan dan pelatihan tentang perawatan/kebutuhan bayi sehari-
pemeriksaan di BPS Siti Al Firdaus didapatkan tafsiran hari dan perawatan payudara bertujuan untuk kelancaran
persalinan yang ada pada bulan April sampai Juni 2014 ASI. Responden pada post test sama dengan responden
terdapat 57 ibu. pada pre test. Responden boleh bertanya tentang hal-hal
Kelancaran ASI dipengaruhi banyak faktor, diantaranya yang belum dimengerti kepada peneliti seputar materi yang
nutrisi ibu, psikologi ibu, perawatan payudara, IMD dan diberikan.
Rawat gabung (Rooming-In) yang meliputi frekuensi
menyusui, isapan bayi, dan teknik menyusui. Rawat
gabung (Rooming-In) merupakan pelaksanaan perawatan hasil penelitian
ibu dan bayi di rawat dalam satu unit, sehingga diharapkan
frekuensi menyusui bayinya lebih sering sehingga dapat Data Hasil penelitian
memperlancar keluarnya ASI.2 Distribusi responden berdasarkan hasil observasi
Rawat gabung (Rooming-In) adalah merupakan kelancaran ASI di BPS Siti Al-Firdaus Kingking dapat
perawatan ibu dan anak bersama sama atau pada tempat dilihat pada tabel berikut:
yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu,
setiap saat, ibu tersebut dapat menyusui anaknya. Dalam Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelancaran
pelaksanaannya bayi harus selalu dekat ibunya semenjak ASI Sebelum Melakukan Rawat Gabung di BPS
dilahirkan sampai saatnya pulang. Ini sesungguhnya belum Siti Al Firdaus Kingking pada Bulan April–Juni
hal yang baru. Bahkan di daerah pedesaan hampir 80% ibu 2014
melahirkan segera melakukan Rawat gabung (Rooming-In)
Kelancaran ASI F Presentase (%)
di rumahnya masing-masing.1
Lancar 21 42,00
Oleh karena itu penting bagi semua petugas kesehatan
yang terlibat dalam proses persalinan, termasuk dokter, Tidak Lancar 29 58,00
perawat dan bidan agar membantu ibu-ibu melaksanakan Jumlah 50 100
rawat gabung sehingga ibu mendapatkan pengetahuan
tentang bagaimana merawat/memberikan kebutuhan Dari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 50 responden
bayi sehari-hari dan perawatan payudara selain itu ibu berdasarkan kelancaran ASI sebagian besar ASI tidak
dapat memberikan ASI sesering mungkin atau sesuai lancar yaitu 29 ibu (58,00%).
dengan keinginan bayi (on demand) yang bertujuan untuk
merangsang pengeluaran ASI, sehingga kebutuhan nutrisi
pada bayi dapat tercukupi.
50 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 48–52

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelancaran Beberapa Tujuan Rawat Gabung (Rooming-In)
ASI Sesudah Melakukan Rawat Gabung di BPS di antaranya bantuan emosional, penggunaan ASI,
Siti Al Firdaus Kingking pada Bulan April–Juni pencegahan infeksi, pendidikan kesehatan. Tujuan
2014 emosional yaitu terhadap ibu dan bayi yaitu hubungan
ibu dan bayinya sangat penting ditumbuhkan saat-saat
Kelancaran ASI F Presentase (%) awal dan bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu,
Lancar 37 74,00 suara ibu, kelembutan dan kasih sayangnya (bonding
Tidak Lancar 13 26,00 effect). Dari segi penggunaan ASI dari segala bentuk
Jumlah 50 100 pertimbangan maka ASI adalah makanan terbaik bagi
bayi. Dan produksi ASI akan makin cepat dan makin
banyak bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering
Dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari 50 responden
mungkin. Pada hari-hari pertama yang keluar adalah
berdasarkan kelancaran ASI sebagian besar ASI lancar
kolostrum yang jumlahnya sedikit. Tetapi hal itu tidak
yaitu 37 ibu (74,00%).
perlu dikhawatirkan karena kebutuhan bayi masih
sedikit.
Tabel 3. Pengaruh antara Pelaksanaan Rawat Gabung
Selain itu Rawat Gabung (Rooming-In) dapat bertujuan
(Rooming-In) terhadap Kelancaran ASI pada Ibu
untuk pencegahan infeksi. Pada perawatan bayi yang
Post Partum di BPS Siti Al Firdaus Kingking
terpisah maka kejadian infeksi silang akan sulit
Bulan April–Juni 2014
dicegah. Dengan melakukan rawat gabung maka infeksi
Kalancaran ASI silang dapat dihindari. Kolostrum yang mengandung
Pelaksanaan Tidak Total antibodi dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh
Lancar permukaan mukosa dari saluran pencernaan bayi,
Rooming-In Lancar
F % f % F %
dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai
kekebalan yang tinggi. Kekebalan ini akan mencegah
Sebelum 21 42 29 58 50 100
infeksi terutama terhadap diare. Pendidikan kesehatan
Sesudah 37 74 13 26 50 100 juga merupakan tujuan rawat gabung (Rooming-
Nilai Z = –4.000 p = 0, 000 α = 0,05
In). Pada saat melaksanakan rawat gabung dapat
dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan
kepada ibu, terutama primipara. Bagaimana teknik
Dari tabel 3 dijelaskan dari 50 ibu post partum di
menyusui, memandikan bayi, merawat tali pusat,
BPS Siti Al Firdaus Kingking, sebagian besar mengalami
perawatan payudara dan nasihat makanan yang baik,
ketidak lancaran ASI sebelum dilakukan rawat gabung
merupakan bahan-bahan makanan yang diperlukan si
(Rooming In) yaitu 29 orang (58%). Sedangkan sesudah
ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur,
dilakukan rawat gabung (Rooming In) didapatkan hasil
menggendong bayi dan merawat diri akan mempercepat
responden sebagian besar mengalami kelancaran ASI yaitu
mobilisasi, sehingga si ibu akan lebih cepat pulih dari
37 orang (74%).
persalinan.
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan dengan
Dari hasil penelitian di atas bahwa ibu post partum
menggunakan uji Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan
di BPS Siti Al Firdaus Kingking Tuban sebagian
α = 0,05 dengan menggunakan SPSS 16 didapatkan Z =
besar melaksanakan Rawat Gabung (Rooming-In)
–4.000 dan p = 0,000. Karena nilai p =0,000 < α = 0,05
dengan tepat hal ini dikarenakan kerena pengetahuan
maka Ho ditolak, yang menunjukkan terdapat pengaruh
ibu post partum yang melahirkan di BPS Al Firdaus
antara pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) dengan
Kingking-Tuban cukup baik dan pemberian asuhan
kelancaran ASI pada Ibu Post Partum di BPS Siti Al
kebidanan yang baik juga, dan didukung dengan
Firdaus Kingking-Tuban.
fasilitas dan sarana serta prasarana yang memadai
dalam pelaksanaan rawat gabung (Rooming-in)
Sehingga ibu post partum dapat menerapkan asuhan
pembahasan
kebidanan tersebut dengan melaksanakan Rawat
Gabung (Rooming-In) dengan tepat. Namun demikian
1. Kelancaran ASI sebelum di Lakukan Rawat
sebelum ibu post partum melaksanakan Rawat Gabung
Gabung
(Rooming-In) ASI masih belum bisa lancar, hal tersebut
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 50 responden
dikarenakan masih belum adanya asupan yang kuat
sebagian besar pada saat menyusui ASI tidak lancar
pada saat pertama bayi menyusu selain itu masih belum
sebelum dilakukan rawat gabung (Rooming In) yaitu
ada bonding attacment antara ibu dengan bayinya yang
29 orang (58%).
bisa terjalin pada saat rawat gabung sehingga dengan
Rawat gabung atau Rooming-In adalah suatu system
adanya jalinan diharapkan produksi laktasi lancar.
perawatan di mana bayi serta ibu dirawat dalam satu
Dan sebelum dilakukan rawat gabung bayi belum bisa
unit. Dalam pelaksanaannya bayi harus selalu berada di
melakukan on deman.
samping ibu sejak setelah dilahirkan sampai pulang.1
Rahmawati dan Santi: Pengaruh Pelaksanaan Rawat Gabung (Rooming-In) 51

2. Kelancaran ASI sesudah di Lakukan Rawat Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa
Gabung ke hipotalamus di dasar otak, lalu memicu hipofise
Dari tabel 2. menunjukkan bahwa dari 50 responden anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke
sebagian besar pada saat menyusui ASI lancar sesudah dalam darah. Melalui sirkulasi prolaktin memacu
dilakukan rawat gabung (Rooming In) yaitu 37 ibu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air susu.
nifas (74%). Jadi, semakin sering bayi menyusu, semakin banyak
Kelancaran ASI adalah produksi ASI yang terdiri dari prolaktin yang dilepas oleh hipofise sehingga semakin
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan banyak air susu yang diproduksi oleh sel kelenjar.
mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormon. Prolaktin terdiri dari protein yang sangat kompleks
Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI dapat yang belum dapat dibuat secara sintesis. Oleh karena
dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu: Produksi air susu itu, tindakan sering menyusui bayi merupakan cara
ibu (prolaktin), Pengeluaran air susu ibu (oksitosin), terbaik untuk mendapatkan air susu yang banyak.4
Pemeliharaan air susu ibu.3 Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa tujuan dari
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan rawat gabung (Rooming-In) yaitu penggunaan ASI,
segera disusui dan frekuensinya lebih sering. Proses dengan keseringan menyusui atau frekuensi menyusui
ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana dapat memperlancar ASI. Karena Sewaktu bayi
bayi mendapatkan nutrisi alami yang paling sesuai dan menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat pada
baik. Untuk ibu, dengan menyusui, maka akan timbul putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh
refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak,
involusi rahim. Di samping itu akan timbul refleks lalu memicu hipofise anterior untuk mengeluarkan
prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI. hormon prolaktin ke dalam darah. Melalui sirkulasi
Dari hasil penelitian di atas sebagian besar produksi prolaktin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk
ASI ibu post partum di BPS Siti Al Firdaus Kingking- memproduksi air susu. Sehingga semakin sering ibu
Tuban mengalami kelancaran yaitu pada hari ke 3. menyusui maka ASI akan keluar dengan lancar.
Sesuai dengan teori ASI keluar pada hari 2–3 post
partum. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi menyusui
dalam pelaksanaan rawat gabung (Rooming-In). dan kesimpulan dan saran
sebagian ibu post partum produksi ASI tidak lancar, hal
ini disebabkan karena ibu enggan menyusui sehingga Pada bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari
proses kelancaran ASI tidak terjadi. penelitian yang berjudul “ Pengaruh Antara Pelaksanaan
Rawat Gabung (Rooming-In) dengan Kelancaran ASI pada
3. Pengaruh antara Pelaksanaan Rawat Gabung Ibu Post Partum (di BPS Siti Al Firdaus Kingking 2014)”.
(Rooming-In) dengan Kelancaran ASI pada Ibu Berdasarkan data hasil penelitian dan uji statistik yang
Post Partum di BPS Siti Al Firdaus Kingking Bulan dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
April–Juni 2014
Dari tabel 3 dijelaskan dari 50 ibu post partum di BPS Simpulan
Siti Al Firdaus Kingking-Tuban, sebelum melaksanakan Terdapat pengaruh antara pelaksanaan Rawat Gabung
Rawat Gabung (Rooming-In) didapatkan hasil bahwa (Rooming-In) dengan kelancaran ASI pada ibu post partum
hampir setengah mengalami kelancaran ASI yaitu 21 ibu di BPS Siti Al Firdaus Kingking Kabupaten Tuban.
nifas (42%). Sedangkan sesudah melaksanakan rawat
gabung (Rooming-In) sebagian besar yang mengalami Saran
kelancaran ASI bertambah menjadi 37 ibu nifas Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
(74%). Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan sebagai wacana pengetahuan, dan pemahaman klinik
dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan tingkat dalam memberikan asuhan kebidanan terutama dalam
kemaknaan α = 0,05 dengan menggunakan SPSS 16 pelaksanaan rawat gabung (Rooming-In).
didapatkan Z = –4.000 dan p = 0,000. Karena nilai Bagi profesi terutama bidan untuk tetap meningkatkan
p = 0,000 < α =0,05 maka Ho ditolak, yang pelayanan pada ibu dan bayi dengan memperhatikan
menunjukkan terdapat pengaruh antara pelaksanaan pelaksanaan rawat gabung (Rooming-In) dan pemberian
Rawat Gabung (Rooming-In) dengan kelancaran ASI asuhan kebidanan semaksimal mungkin pada ibu post
pada Ibu Post Partum di BPS Siti Al Firdaus Kingking- partum mengetahui cara yang tepat dalam merawat diri
Tuban. dan bayinya.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pelaksanaan salah Bagi institusi pendidikan hendaknya pembekalan
satu tujuan rawat gabung adalah penggunaan ASI. untuk mahasiswa lebih intensif lagi dan lebih ditekankan
Produksi ASI akan makin cepat dan makin banyak lagi untuk mata kuliah askeb 3, sebagai mata kuliah yang
bila menyusui dilakukan sesegera dan sesering menjelaskan pelaksanaan rawat gabung (Rooming-In). Bagi
mungkin. Karena sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf tempat penelitian untuk tetap meningkatkan pelayanan
peraba yang terdapat pada putting susu terangsang. kebidanan pada ibu dan bayi terutama penerapan system
52 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 48–52

rawat gabung (Rooming-In) dan selalu memperhatikan daftar pustaka


sarana dan prasarana pelengkap rawat gabung (Rooming-
In), agar pelaksanaan rawat gabung (Rooming-In) dapat 1. Prawirohardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta
terlaksana dengan baik dan berdampak besar pada ibu dan 2. Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Trubus agwidya.
bayi. Jakarta.
3. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
4. Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Salemba
Medika. Jakarta.
5. Huliana, Mellyna. 2003. Perawatan Ibu Pasca-Melahirkan. Puspa
Swara. Jakarta.
53

Pengaruh Vitamin C terhadap Kadar Hb pada Ibu Nifas yang


Mengonsumsi Tablet Fe di Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem
Kabupaten Kediri
(Influences Vitamin C for Intent Hb to Woman in Puerperium Period this Give
Fe Pill at Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri)

Sulistyo Dewi WR and Endah Susanti


STIKes Bhakti Mulia Pare Kediri
Jl. Matahari No. 1 Puhrejo Tulungrejo Pare Kediri
Telp (0354) 395455

abstrak
Ibu nifas akan mengalami penurunan konsentrasi kadar Hb akibat perdarahan saat persalinan. Untuk itu ibu nifas diberikan tablet
zat besi atau tablet Fe. Secara teori dijelaskan bahwa asam organik seperti vitamin C sangat membantu penyerapan zat besi selain
dari tablet Fe. Desain penelitian adalah Quasy Experimental Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas yang
berada di wilayah kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri Menggunakan rancangan One Group Pretest-Postest. Teknik sampling
yang digunakan adalah dengan menggunakan “Purposive Sampling” dengan jumlah sampel 30. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pemberian vitamin C dan terikatnya adalah kadar Hb pada ibu nifas. Data dikumpulkan dengan Hemometer Digital merk
Easy Touch dinyatakan dalam skala data rasio dan dianalisis dengan uji. Hasil penelitian di analisa dengan Uji t 2 sampel bebas
(independent Sample T-Test) dengan bantuan program SPSS. Dari hasil penelitian didapatkan rata-rata selisih peningkatan kadar
Hb pada ibu nifas yang mengonsumsi tablet Fe saja adalah 0,58 g/dL, rata-rata selisih peningkatan kadar Hb pada ibu nifas yang
mengonsumsi tablet Fe dan vitamin C adalah 1,44 g/dL dan ada pengaruh yang signifikan vitamin C terhadap kadar Hb pada ibu nifas
yang mengonsumsi tablet Fe (p value = 0,037 < 0,05 maka Ho ditolak). Dengan ini diambil kesimpulan bahwa vitamin C cukup efektif
untuk meningkatkan penyerakan zat besi sehingga meningkatkan kadar Hb ibu nifas. Disarankan agar petugas kesehatan memberikan
tablet Fe disertai dengan penambahan vitamin C.

Kata kunci: vitamin C, kadar Hb, konsumsi tablet Fe

abstract
Woman in puerperium period will experiences of decreasing their Hemoglobin (Hb) content as result bleeding when delivering
their baby. As a consequence usually they are given Fe pills. Theory says organic acids like vitamin c will helps to absorb Fe except
only Fe pills giving. The Research design is Quasy Experimental Design. The population in this research is all women in puerperium
period at Working Area of Community Health Center (PUSKESMAS) Ngasem, Kediri Regency. It used One Group Pretest-posttest.
Purposive Sampling is used as sampling technic with 30 samples. Independent variable in this research is Vitamin C giving and
Dependent variable is Hb content on woman in puerperium period. Data collected by Digital Hemometer brand Easy Touch in data
scale ratio and analyzed with Test of analyzed research result with test t 2 independent samples in SPSS as assisted program. Based
on research result discovered mean difference of Hb content on woman in puerperium period who only consume Fe pill is 0.58 g/dL,
mean difference of Hb content on woman in puerperium period who consume Fe pill and Vitamin C is 1.44 g/dL and there’s significant
effect of Vitamin C on Hb content on woman in puerperium period who consume Fe pill (p value = 0.037 < 0.05 so Ho rejected). This
research concluded that Vitamin C is an effective for increase absorption of Fe so that to improve Hb content to woman in puerperium
period. The Medical officer also suggested give Fe pill with Vitamin C to woman in puerperium period.

Key words: Vitamin C, Hb content, consume Fe pill

PENDAHULUAN sekitar 10% dan 22% terjadi pada wanita post partum
Anemia gizi ialah keadaan di mana kadar Hb dalam dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan
darah lebih dari normal, akibat kekurangan satu macam Masyarakat, 2008). Penelitian yang telah dilakukan oleh
atau lebih zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Santy Aprilianty pada tahun 2009 meneliti tentang faktor
darah misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12 tanpa yang memengaruhi terjadinya anemia pada ibu nifas yaitu
memandang penyebab kekurangan tersebut. Anemia sosial ekonomi, tingkat pengetahuan dan perdarahan
defisiensi besi merupakan jenis malnutrisi yang banyak pascapersalinan merupakan faktor yang paling dominan
dijumpai bukan hanya di Indonesia tetapi bahkan di mempunyai pengaruh terhadap terjadinya anemia pada
seluruh penjuru dunia (Beck, Mary. 2011). Anemia pada ibu nifas.
wanita masa nifas (pascapersalinan) juga umum terjadi,
54 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 53–56

Anemia pada ibu nifas masih sering terjadi seperti rumah sehari-hari maupun dalam merawat bayi (Wijanarko,
penelitian yang telah dilakukan oleh Edy Wayanto pada 2010).
tahun 2007 di wilayah Puskesmas Guntur Kabupaten Gangguan penyerapan zat besi dapat diatasi dengan
Demak menyebutkan bahwa sebagian besar ibu nifas adanya vitamin C. Vitamin C dapat mereduksi ion feri
menderita anemia yakni 56 orang (86,2%) dengan menjadi ion fero. Ion fero inilah yang mampu dengan
penyebarannya adalah 43 orang (66,2%) menderita anemia mudah diserap oleh sel mukosa usus. Vitamin C yang
ringan, 13 orang (20%) menderita anemia sedang dan dapat meningkatkan penyerapan zat besi (Sari, 2013).
hanya 9 orang (13,8%) yang tidak anemia. Anemia pada ibu Peningkatan asupan vitamin dan mineral dari makanan
nifas bisa terjadi karena perdarahan sehingga kekurangan setiap hari harus dianjurkan bersama dengan pemberian
banyak unsur zat besi. Kebutuhan zat besi meningkat, suplemen. Idealnya, perbaikan asupan nutrien dari
dengan adanya perdarahan, gemeli, multiparitas, makin makanan merupakan pendekatan yang digunakan untuk
tuanya kehamilan. Absorbsi tidak normal/saluran cerna mempertahankan simpanan nutrien tubuh yang normal
terganggu, misal defisiensi vitamin C sehingga absorbsi Fe setelah terapi suplemen yang efektif (Hartono, 2006).
terganggu. Intak kurang misalnya kualitas menu jelek atau Suplemen zat besi mungkin perlu dalam kasus anemia berat
muntah terus. Masalahnya, saat ini banyak ibu yang masih atau bila asupan diet tidak terlihat adekuat. Jika suplemen
kurang tepat dalam konsumsi Tablet Fe. zat besi dikonsumsi, bidan harus memberi pendidikan
Berdasarkan Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten/ yang layak untuk menjamin keuntungan maksimum dari
Kota se Jawa Timur jumlah kematian ibu adalah 627 suplemen dan untuk menghindari atau meminimalkan
kasus. Masa kematian terbesar pada masa nifas 48,17%, efek samping. Daging dan makanan kaya asam askorbat
masa hamil 22,49% dan 29,35% masa persalinan (Dinas (vitamin C) seperti buah jeruk memacu absorpsi zat besi
Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011). Berdasarkan data sedangkan kopi, teh, dan susu merupakan inhibitor zat besi.
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri periode Januari- Suplemen zat besi sebaiknya dikonsumsi di antara waktu
Desember tahun 2012 diketahui jumlah kejadian anemia makan dengan segelas jus jeruk dan suplemen vitamin
pada ibu hamil sebanyak 1.271 kasus, kejadian perdarahan tidak dikonsumsi dalam waktu bersamaan (Varney, H.
persalinan sebanyak 114 kasus dan kejadian perdarahan 2006).
nifas sebanyak 43 kasus. Data dari Dinas Kesehatan Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di
Kabupaten Kediri diperoleh jumlah ibu nifas pada tahun wilayah kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri
2012 yang terbanyak ada di wilayah Puskesmas Ngasem pada tanggal 28 Februari 2013 diketahui jumlah ibu
yaitu 1.123 orang. Berdasarkan data tersebut diketahui nifas sebanyak 9 orang. Pemeriksaan fisik yang berfokus
kejadian anemia selama kehamilan sebanyak 52 kasus, pada tanda anemia yang dilakukan pada 9 ibu nifas yang
perdarahan selama kehamilan sebanyak 2 kasus, dan mengalami tanda gejala anemia seperti warna konjungtiva
perdarahan persalinan sebanyak 6 kasus. Hal tersebut pucat dan telapak tangan pucat, kemudian dilakukan
menyatakan bahwa terdapat faktor yang mempengaruhi pengukuran kadar Hb. Setelah dilakukan pemeriksaan
anemia pada masa nifas adalah persalinan dengan fisik dan pengukuran kadar Hb dengan menggunakan alat
perdarahan, ibu hamil dengan anemia, nutrisi yang kurang, ukur Hb digital, diketahui dari 9 ibu nifas tersebut yang
penyakit virus dan bakteri (Prawirohardjo, S. 2005). menderita anemia sebanyak 8 orang dengan kadar Hb <12
Faktor yang mempengaruhi anemia pada masa gram% dan yang tidak menderita anemia sebanyak 1 orang
nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan kadar Hb > 12 gram%. Ibu nifas yang menderita
dengan anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan anemia mengalami tanda gejala seperti rasa lelah, lesu,
bakteri (Prawirohardjo, S. 2005). Secara umum, salah nafsu makan berkurang, pusing dan daya konsentrasi
satu penyebab anemia defisiensi zat besi yaitu asupan menurun. Anemia yang diderita oleh ibu nifas ini termasuk
zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat jenis anemia defisiensi besi. Berdasarkan pengkajian yang
(Widyastuti, 2004). Gangguan pada sintesis salah satu telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab
unsur akan berakibat terbentuknya molekul hemoglobin terjadinya anemia ini adalah kurangnya cakupan nutrisi
yang berkurang. Salah satu unsurnya yaitu unsur heme yang mengandung zat besi seperti sayuran.
memerlukan unsur mineral yaitu zat besi (Fe). Anemia Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik
juga terjadi akibat defisiensi vitamin C yang dapat untuk mengadakan penelitian dengan merumuskan dalam
mengganggu penyerapan Fe. Zat besi biasanya diabsorspsi judul: “Pengaruh Vitamin C terhadap Kadar Hb pada Ibu
di duodenum dan jejunum (Sofro, M. 2012). Akibat anemia Nifas yang Mengkonsumsi Tablet Fe di Wilayah Kerja
pada masa nifas adalah terjadinya subvolusi uteri yang Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri”.
dapat menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan
infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan
mudah terjadi infeksi mamae. Anemia dalam masa nifas jenis dan rancangan penelitian
merupakan lanjutan daripada anemia yang diderita saat
kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu Jenis penelitian ini yaitu penelitian eksperimen
dan mengurangi presentasi kerja, baik dalam pekerjaan merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
Dewi WR and Susanti: Pengaruh Vitamin C terhadap Kadar HB pada Ibu Nifas 55

mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu. Tabel 1. Hasil Analisis Uji T 2 Sampel Bebas (Two
Bentuk penelitian ini Quasy Experimental Design yakni Independent Sample T Test) Perbedaan Kadar
merupakan pengembangan dari True Experimental Design Hb pada Ibu Nifas yang Mengonsumsi Tablet
yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok Fe + Vitamin C dengan Fe Saja
kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk
Fe+ Vitamin Fe Saja Two Inde-
mengontrol variabel luar yang memengaruhi pelaksanaan C Rata-Rata Rata-Rata pendent
eksperimen. Quasy Experimental Design digunakan karena P
Akhir Akhir Sample T
pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol N Mean SD N Mean SD Test
yang digunakan dalam penelitian. Bentuk dari Quasy Kadar Hb 15 12,3 0,49 15 11,2 1,1 2,186 0,037
Experimental Design yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu Nonequivalent Control Group Design. Desain
ini hampir sama dengan Pretest-Posttest Control Group pembahasan
Design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random Berdasarkan tabel 1 diketahui ada pengaruh yang
(Sugiyono, 2010). Hasil pretest yang baik bila dinilai signifikan vitamin C terhadap kadar Hb pada ibu nifas
kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan yang mengonsumsi tablet Fe (p value = 0,037 < 0,05 maka
(Nursalam, 2011). Ho ditolak).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu Vitamin adalah zat esensial yang diperlukan untuk
nifas yang berada di wilayah kerja Puskesmas Ngasem membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses
Kabupaten Kediri, pada bulan Februari–Maret 2012 metabolisme tubuh (Yuliarti, 2009). Vitamin C berbentuk
sebanyak 33 ibu nifas. kristal putih, merupakan suatu asam organik dan terasa
Teknik sampling yang digunakan adalah “Purposive asam, tetapi tidak berbau. Asupan vitamin C dapat
Sampling” yaitu pengambilan sampel dilakukan atas mencegah anemia karena dapat membantu penyerapan zat
dasar pertimbangan penelitinya saja yang menganggap besi (Proverawati, 2009). Sebagaimana telah dikemukakan
unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota di atas bahwa vitamin C mempunyai peranan yang sangat
sampel yang diambil atau sesuai kriteria inklusi, sampel penting dalam penyerapan besi terutama dari besi nonhem
dalam penelitian ini berjumlah 30 orang (Cahyono, 2010). yang banyak ditemukan dalam makanan nabati. Disebutkan
Pertimbangan peneliti yaitu karena keterbatasan waktu bahwa vitamin C juga meningkatkan absorpsi besi dengan
penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, bahkan mereduksi ion feri menjadi fero di lambung. Peran vitamin
kadang penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa C juga didapatkan dalam pembentukan steroid adrenal
lebih reliabel dari pada terhadap populasi. (Kamiensky, Keogh 2006, Dewoto 2007) diakses dari
(Sari, 2013). Sebagai gambaran dapat dijelaskan bahan
makanan yang mengandung besi hem yang mampu diserap
hasil penelitian adalah sebanyak 37% sedang bahan makanan golongan
besi nonhem hanya 5% yang dapat diserap oleh tubuh.
Berdasarkan tabel 1 diketahui ada pengaruh yang Penyerapan besi nonhem dapat ditingkatkan dengan
signifikan vitamin C terhadap kadar Hb pada ibu nifas zat pendorong penyerapan seperti vitamin C dan faktor
yang mengonsumsi tablet Fe (p value = 0,037 < 0,05 maka pendorong lain seperti daging, ayam, ikan. Vitamin C
Ho ditolak). bertindak sebagai enhancer yang kuat dalam mereduksi ion
ferri menjadi ion ferro, sehingga mudah diserap dalam pH
lebih tinggi dalam duodenum dan usus halus (Almatsier,
2003) Di sisi lain vitamin C menghambat pembentukan
Rata-Rata Peningkatan Kadar HB hemosiderin yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan
besi bila diperlukan. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem
meningkatkan empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin
1,5 C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di
1
dalam plasma ke ferritin (Zarianis, 2006).
1,44 g/dl
Didapatkannya ada pengaruh yang signifikan vitamin C
0,5 0,58 g/dl terhadap kadar Hb pada ibu nifas yang mengonsumsi tablet
0 Fe disebabkan dengan adanya tambahan vitamin C maka
Vit C + Fe Fe Saja adanya faktor yang dapat menghambat penyerapan zat besi
yang didapat dari tablet Fe akan dilawan oleh vitamin C.
Vit C + Fe Fe Saja
Di sini asam organik seperti vitamin C sangat membantu
penyerapan zat besi selain dari tablet Fe misalnya yang
Gambar 1. Histogram Rata-rata Peningkatan Kadar HB pada
Ibu Nifas yang Mengonsumsi Tablet Fe + Vitamin berupa non heme (dari nabati) dengan merubah bentuk
C dengan Fe Saja. feri menjadi bentuk fero. Di samping itu dengan tambahan
56 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 53–56

vitamin C maka vitamin C juga akan membentuk gugus 3. Ada pengaruh yang signifikan vitamin C terhadap kadar
besi askorbat yang tetap larut pada pH lebih tinggi di Hb pada ibu nifas yang mengonsumsi tablet Fe (p value
dalam duodenum. Sebagai bahan pereduksi maka vitamin = 0,037 < 0,05 maka Ho ditolak).
C akan menghasilkan asam askorbat yang mana akan
melindungi zat besi dari pembentukan feri-hidroksida
yang bersifat tidak larut. Selain itu juga akan membentuk daftar pustaka
kelat Fe-askorbat yang bersifat tetap larut meskipun terjadi
peningkatan pH dalam system pencernaan usus halus. Abdul Salam M. Sofro, Darah, Pustaka Pelajar, 2012.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Gizi dan Kesehatan
Pengaruh asam askorbat dalam memperkuat penyerapan Masyarakat, PT.Raja Grafindo Persada, 2008.
zat besi hanya terjadi apabila dikonsumsi bersama-sama Helen Varney. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 1, EGC,
bahan pangan. 2006.
Di sisi lain adanya konsumsi jenis makanan tertentu Mary Beck. Ilmu Gizi dan Diet, ANDI, 2011.
Nurheti Yuliarti, Food Suplement, ANDI, 2009.
seperti teh, kopi dan susu dapat menghambat penyerapan Nursalam, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
zat besi. Hasil penelitian diketahui hampir semua Keperawatan, Salemba Medika, 2008.
responden mengonsumsi inhibitor ini sehingga tambahan Palupi Widyastuti, Gizi dalam Daur Kehidupan, EGC, 2004.
tablet Fe tidak dapat meningkatkan kadar Fe menjadi Proverawati dkk, Gizi untuk Kebidanan, Nuha Medika, 2009.
Ratih.K Sari. Vitamin dan Mineral. Tersedia di http://skp.unair.ac.id/
sangat tinggi. Yang ada adalah peningkatan berkisar 0,6 g/ repository/web-pdf/webVITAMIN_dan_MINERAL_RATIH_
dL pada responden yang mengonsumsi Tablet Fe saja dan KUMALASARI.pdf, Diakses pada tanggal 19 Febuari 2013.
0,7 g/dL bagi yang mengonsumsi tablet Fe+Vitamin C. Ini S Almatsier, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka, 2003.
menunjukkan adanya faktor penghambat (inhibitor) yang Sarwono Prawirohardjo, Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka
Sarowono Prawirohardjo, 2008.
ikut berperan di dalam penyerapan zat besi. Sri Dara Ayu Nadmin dan Rudy Hartono, Pengaruh Pemberian Suplemen
Besi dan Multivitamin terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin
Mahasiswa Puteri di Poltekkes Makassar, 2011. Tersedia di http://
kesimpulan id.scribd.com/doc/92553854/media-gizi-pangan-volume-xii-edisi-2-
juli-desember-2011, Diakses pada tanggal 23 Februari 2013.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
1. Rata-rata peningkatan kadar Hb pada ibu nifas yang Alfabeta, 2010.
mengonsumsi tablet Fe saja adalah 0,58 g/dL dengan Wijanarko, Anemia dalam Masa Nifas, 2010. Tersedia di http://bienchan.
peningkatan terendah 0 g/dL dan tertinggi 2,5 g/dL. wordpress. Com, Diakses pada tangggal 9 Maret 2013.
Zarianis, Efek Suplementasi Besi-Vitamin C dan Vitamin C terhadap
2. Rata-rata peningkatan kadar Hb pada ibu nifas yang Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di
mengonsumsi tablet Fe dan vitamin C adalah 1,44 g/ Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, 2006. Tersedia di http://
dL dengan peningkatan terendah 0,5 g/dL dan tertinggi eprints.undip.ac.id/15967/, diakses pada tanggal 1 Maret 2013.
3,3 g/dL.
57

Pendidikan dan Pelatihan Kader Kesehatan dalam Penanganan


Tuberculosis (TB) di Wilayah Puskesmas Semanding dan Kerek
Kabupaten Tuban
(Education and Training Cadre on Treatment of Tuberculosis at Public Health
Centre of Semanding and Kerek-Tuban District)

Dwi Rukma Santi and Nurus Safa’ah


STIKES Nahdlatul Ulama, Tuban

abstrak
Tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian ke-3 terbanyak di Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2008, ada 535.000 kasus
baru dan dari kasus tersebut 88.113 orang meninggal karena TB. TB dapat disembuhkan jika pasien minum obat secara teratur selama
6–8 bulan sesuai petunjuk dokter. Pada bulan Oktober tahun 2012, ada kasus TBC baru di wilayah Kecamatan Semanding dan Kerek
(CDR sebesar 12,4%). Gaya hidup sehat dan perilaku yang bersih dapat digunakan untuk minimalisir penyebaran TB. Kader kesehatan
merupakan sasaran yang tepat dalam pelaksanaan program tersebut karena dianggap sebagai tempat rujukan pertama pelayanan
kesehatan. Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam
perawatan TB melalui pola kebiasaan hidup bersih dan sehat dan pencegahan penularan penyakit TB, sehingga dapat menyebarluaskan
kepada masyarakat luas khususnya penderita TB agar dapat melakukan tindakan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif agar tidak
terjadi penularan. Sasaran dari kegiatan ini adalah kader kesehatan yang berasal dari Kecamatan Semanding dan Kerek, sebanyak
20 orang. Tujuan itu dicapai dengan memberikan informasi/ceramah, sesi tanya jawab, diskusi dan metode simulasi digunakan untuk
meningkatkan keterampilan untuk pencegahan dan perawatan TB agar tidak terjadi penularan. Evaluasi dengan pretest dan posttest.
Hasil yang dicapai IBM adalah terjadi peningkatan keterampilan dan pengetahuan kader tentang penanganan TB, pencegahan TB
melalui perilaku hidup bersih dan sehat kepada masyarakat di wilayahnya, serta mengidentifikasi orang yang dicurigai sakit TB di
wilayahnya.

Kata kunci: pendidikan pelatihan, kader, penanganan, penularan, Tuberculosis

abstract
Tuberculosis (TB) is the leading cause of death 3rd biggest in Indonesia. It is estimated that in 2008, there were 535,000 new
cases and of these cases 88 113 people die of TB. TB can be cured if the patient swallows taking medication regularly for 6-8 months
as directed. In October of 2012, no new cases of tuberculosis in the District Semanding and Kerek (CDR of 12.4%). Healthy lifestyles
and behaviors that can be used to minimize net spread of tuberculosis. Health cadres is an appropriate target in the implementation of
the program because it is considered as the first referral health services. The purpose of this community service activity is to enhance
the knowledge and skills of cadres in TB care through a clean and healthy living habits and prevention of TB disease transmission, so
it can disseminate to the general public, especially people with TB in order to perform actions of preventive, promotive, curative and
rehabilitative services in order transmission does not occur. Target of this activity is based health volunteers from the District Semanding
and Kerek, as many as 20 people. That goal is achieved by providing information / lecture, question and answer sessions, discussions
and simulation methods are used to improve skills for the prevention and treatment of TB to prevent transmission. Evaluation of pretest
and posttest. The results achieved IBM is an increase skills and knowledge cadre of TB treatment, TB prevention through healthy living
behaviors to the community in the region, and to identify people suspected TB hospital in the region.

Key words: health education, training, cadre, treatment, Tuberculosis

pendahuluan Kecamatan Semanding dan Kerek mempunyai potensi


untuk hidup bersih dan sehat terhadap TB seperti mencuci
Kejadian TB di wilayah Kecamatan Semanding dan tangan dengan sabun, tidak merokok, mengonsumsi
Kerek tahun 2011 sebanyak 10 kasus pada orang dewasa buah dan sayuran setiap hari. Hal ini berpotensial untuk
dengan BTA (+) dan bulan Oktober 2012 ditemukan 1 kasus dikembangkan sebagai alternatif perawatan penderita
baru dengan angka CDR sebesar 12,4%. Kasus TB setiap TB sehingga dapat meminimalisir penularan ke dusun
tahun ditemukan sekitar 2–3 kasus baru. Hasil survey awal sekitar terjadinya kasus, mengingat mobilitas penderita
menunjukkan bahwa penderita TB di daerah tersebut tidak serta karakteristik sosialisasi masyarakat antar dusun yang
melakukan perawatan dan tidak berperilaku hidup bersih sangat erat dengan kebudayaan tradisional.1,2
dan sehat yang dapat mendukung perawatannya. Wilayah
58 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Juni 2014: 57–60

Kader kesehatan merupakan sasaran yang tepat dalam metode pelaksanaan


pelaksanaan program kesehatan karena dianggap sebagai
tempat rujukan pertama pelayanan kesehatan. Kader ini Metode pelaksanaan kegiatan IbM ini berbentuk
adalah kepanjangan tangan dari puskesmas atau Dinas pelatihan yang terdiri dari beberapa tahapan kegiatan,
Kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Kader antara lain:
dianggap sebagai rujukan dalam penanganan berbagai 1) Pendekatan pertama yaitu dilakukan koordinasi dengan
masalah kesehatan termasuk TB. Jumlah kader kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban kemudian ke
di wilayah Kecamatan Semanding sebanyak 10 orang dan kepala wilayah, dalam hal ini Kecamatan Semanding
Kerek sebanyak 10 orang. Dalam hal penanganan penyakit dan Kecamatan Kerek. Selanjutnya disposisi sebagai
TB, kader tersebut bertindak sebagai rujukan penderita penanggung jawab program kesehatan adalah
ke puskesmas setempat. Mereka menganjurkan para Puskesmas masing-masing wilayah, sehingga
penderita untuk selalu meminum obat secara teratur setelah penandatanganan kesediaan kerja sama mitra adalah
memeriksakan ke puskesmas. 1,3 dengan Puskesmas Semanding dan Puskesmas Kerek.
Berdasarkan permasalahan diatas, perlu dilakukan 2) Sasaran kegiatan ini adalah kader kesehatan di wilayah
upaya peningkatan pengetahuan tentang perawatan TB Kecamatan Semanding berjumlah 10 orang dan Kerek
melalui pola kebiasaan hidup bersih dan sehat kepada para sebanyak 10 orang. Kader tersebut adalah warga
kader. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan masyarakat yang dipandang memiliki kemampuan
memberikan penyuluhan dan pelatihan yang diharapkan dan kemauan dalam peningkatan derajat kesehatan
dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para masyarakat di lingkungannya. Metode yang digunakan
kader dalam perawatan TB. Pada akhirnya dapat mencegah adalah melakukan pendidikan dan pelatihan yang
penularan TB serta meningkatkan derajat kesehatan diikuti oleh kader tersebut. Kegiatan ini dilakukan
masyarakat secara optimal khususnya bagi penderita TB. di wilayah masing-masing kader, yaitu Kecamatan
Tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah Semanding dan Kecamatan Kerek.
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan 3) Metode pelatihan tersebut meliputi: 1) ceramah, diskusi
kader dalam perawatan TB melalui pola kebiasaan hidup dan tanya jawab tentang konsep TB, pencegahan dan
bersih dan sehat dan pencegahan penularan penyakit TB, penularan, perawatan, syarat lingkungan sehat untuk
sehingga dapat menyebarluaskan kepada masyarakat luas TB, 2) simulasi dan pembuatan pokja untuk perawatan
khususnya penderita TB agar dapat melakukan tindakan tentang cara hidup bersih dan sehat.
preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif agar tidak 4) Rancangan evaluasi terhadap metode kegiatan ini
terjadi penularan. adalah: 1) evaluasi pre-test, dengan memberikan
item pertanyaan yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan kognitif peserta; 2) evaluasi post-test,
permasalahan mitra bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan
kognitif dan psikomotor /keterampilan peserta.
Berdasarkan analisis situasi dapat teridentifikasi
permasalahan yang dihadapi oleh mitra, antara lain:
1) Masih kurangnya jumlah kader kesehatan dalam hasil yang dicapai
penanganan TB di wilayah kerja Puskesmas Semanding
dan Kerek Karya utama yang dicapai melalui kegiatan IbM
2) Masih kurangnya pengetahuan kader kesehatan di ini dituangkan dalam bentuk hasil kegiatan pada setiap
wilayah kerja Puskesmas Semanding dan Kerek dalam pelaksanaan sebagai berikut:
penanganan promotif dan preventif penyakit TB. 1. Perencanaan
3) Masih kurangnya keterampilan kader kesehatan di Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap
wilayah kerja Puskesmas Semanding dan Kerek dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
upaya penanganan promotif dan preventif penyakit a. Pembentukan dan pembekalan kelompok kerja
TB. kader kesehatan.
Pelaksanaan tahap ini didahului dengan
Salah satu pendekatan dalam mengatasi permasalahan mengundang tim pelaksana untuk mengadakan
kesehatan dapat dilakukan dengan cara edukatif, inovatif pertemuan persiapan pelaksanaan dengan
dan motivatif. Pendekatan tersebut dapat dilakukan melalui melibatkan LPPM STIKES Nahdlatul Ulama.
kerja sama antara pemerintah dan swasta. Karakteristik dan Kegiatan ini dilakukan pada bulan April sampai
struktur sosial masyarakat harus dipahami terlebih dahulu dengan bulan Juni 2014. Tim pelaksana diberikan
selama melakukan pendekatan. Salah satu ujung tombak pembekalan mengenai maksud, tujuan, rancangan
untuk pendekatan ke masyarakat adalah kader kesehatan, mekanisme program IBM, dan beberapa hal teknis
oleh karena mereka berasal dari masyarakat itu sendiri, berkaitan dengan metode/teknik pelaksanaan.
sehingga mampu bergerak secara luas dan luwes. b. Sosialisasi program IBM pada dua puskesmas mitra
(khalayak sasaran)
Santi dan Safa'ah: Pendidikan dan Pelatihan Kader Kesehatan dalam Penanganan Tuberculosis (TB) 59

Sosialisasi dilakukan pada bulan Juni 2014 dalam dilakukan dalam rangka menetapkan rekomendasi
bentuk rapat koordinasi dengan mengundang semua terhadap keberlangsungan atau pengembangan
kader pada puskesmas mitra yaitu Puskesmas Kerek kegiatan-kegiatan berikutnya.
dan Puskesmas Semanding, Kepala Puskesmas,
dan Pemegang Program TB Dinas Kesehatan,
berkenaan dengan program yang dilaksanakan. ulasan karya
Kegiatan sosialisasi dilakukan oleh Tim Pelaksana
didampingi oleh LPPM STIKES Nahdlatul Kegiatan IBM yang dilaksanakan pada kader-kader
Ulama. kesehatan di Puskesmas Kecamatan Kerek dan Semanding
c. Penyusunan program pelatihan telah berlangsung dengan baik. Hal ini terlihat dari animo
Berdasarkan hasil identifikasi, hasil analisis kader untuk mengikuti kegiatan pelatihan sangat tinggi,
permasalahan yang ada, hasil analisis kebutuhan, terbukti dengan kehadiran para guru untuk mengikuti
dan hasil analisis potensi puskesmas, selanjutnya kegiatan mencapai 100%.
disusun program pelatihan. Pelaksanaan pelatihan Hal ini mengindikasikan bahwa para kader menyambut
dilakukan selama 2 hari tatap muka, dengan positif kegiatan yang telah dilakukan. Sesuai dengan
mengundang 20 orang kader puskesmas yang ada di harapan para kader dan puskesmas, mereka sangat
Kecamatan Kerek dan Semanding. Pelatihan yang mengharapkan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya
diberikan berupa pencegahan dan penanganan TB. memberi penyegaran bagi para kader di daerah ini, baik
2. Pelaksanaan terkait dengan pendalaman materi bidang pencegahan
Dari kegiatan pengabdian dapat diketahui bahwa TB ataupun terkait dengan program kesehatan lainnya,
kader-kader kesehatan telah dapat memahami tentang mengingat hampir 50% dari para kader sudah berumur di
pencegahan dan penanganan TB. Motivasi kader untuk atas 40 tahun.
melakukan penanganan TB belum begitu baik. Masih Kepala puskesmas, kepala dinas kesehatan, dan wasor
ada beberapa kader yang pesimis dalam kegiatan program TB, menyambut antusias terkait pelaksanaan
penanganan TB. Khususnya kader yang berada di kegiatan IBM ini. Konsultan dan wasor program TB
daerah pelosok pedesaan. Banyak permasalahan yang yang hadir, berharap agar dilakukan kegiatan secara
dimunculkan oleh kader yang tidak hanya memerlukan berkesinambungan dan disarankan untuk mengembangkan
strategi penanganan TB yang inovatif, akan tetapi juga media yang disusun untuk materi-materi yang lain. Wasor
memerlukan adanya dukungan dari pihak masyarakat, dan kepala puskesmas juga berharap agar ada pembinaan
puskesmas maupun pemerintah, berkaitan sarana dari perguruan tinggi di daerah ini terkait penanganan
prasarana yang memadai yang digunakan untuk TB.
meminimalisir permasalahan yang ada sehingga Dalam kegiatan pelatihan, para kader sangat
keterampilan kader dalam penanganan TB tetap terjaga. antusias dalam mempelajari materi dan mempraktikkan
Secara garis besar hasil yang telah dicapai dalam keterampilan yang telah disusun dalam kegiatan. Banyak
pengabdian masyarakat adalah sebagai berikut: masukan yang diberikan, baik oleh para kader ataupun oleh
a. Materi pencegahan dan penanganan TB, pada tim pelaksana IBM terkait dengan pelaksanaan pendidikan
umumnya dapat diterima dan dipahami serta dan pelatihan penanganan TB. Masukan yang diberikan
mendapat respons dari peserta, yang ditandai oleh tim pelaksana IBM lebih banyak tentang pendalaman
dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang materi TB terkait dengan pencegahan dan penanganannya,
muncul. termasuk tentang PMO (Pengawas Minum Obat). Dari
b. Berdasarkan sikap dan pertanyaan yang diajukan 20 orang kader yang mengikuti pelatihan dipilih 3 orang
dapat diketahui bahwa materi pengabdian sangat yang didampingi untuk melaksanakan praktik langsung di
membantu dalam peningkatan kualitas penanganan masyarakat tentang bagaimana mengidentifikasi penderita
TB. TB. Melalui kegiatan pendampingan, pelaksanaan pelatihan
3. Evaluasi dapat berlangsung dengan baik. Kemampuan kader yang
Berdasarkan evaluasi dapat diketahui pada umumnya dinilai, berkualitas ‘baik’.
peserta pengabdian telah memahami tentang Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
pencegahan dan penanganan TB dalam rangka IBM ini adalah masalah waktu pelaksanaan sering
peningkatan kualitas dan keterampilan kader dalam terganggu dengan adanya hari-hari libur keagamaan dan
menangani TB. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil kegiatan-kegiatan yang lain. Di samping itu masalah yang
pre test dan post tes yang dilaksanakan pada saat cukup mengganggu adalah keterlambatan pencairan dana,
pelatihan. sehingga waktu pelaksanaan kegiatan menjadi mundur,
4. Refleksi tidak bisa berlangsung sesuai dengan rencana. Namun,
Refleksi dilakukan terhadap kegiatan yang telah semua kendala dan masalah yang muncul telah dicarikan
dilaksanakan. Hal ini dilakukan semata-mata untuk solusinya, yaitu dengan melaksanakan kegiatan pelatihan
mengetahui kekurangan-kekurangan atau kelebihan- pada hari-hari yang tidak mengganggu kegiatan dan
kelebihan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah lebih banyak kerja dalam kelompok kerja kader. Dengan
60 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Juni 2014: 57–60

demikian kegiatan IBM ini telah berlangsung dengan saran


baik.
1. Para kader kesehatan agar senantiasa berupaya secara
terus menerus mengembangkan kemampuannya melalui
kesimpulan kegiatan kelompok kader, karena melalui kegiatan
kelompok masalah-masalah yang dihadapi oleh kader
Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat diambil dapat dicarikan solusinya secara bersama-sama.
kesimpulan sebagai berikut: 2. Pembinaan dan refreshing kader agar dilaksanakan
1. Ada peningkatan keterampilan dan pengetahuan secara berkesinambungan dan agar dilakukan
kader tentang penanganan TB kepada masyarakat di pengembangan materi yang lain.
wilayahnya.
2. Ada peningkatan keterampilan dan pengetahuan kader
tentang pencegahan TB melalui perilaku hidup bersih daftar pustaka
dan sehat kepada masyarakat di wilayahnya.
3. Ada peningkatan keterampilan kader dalam 1. Depkes RI, 2009. Buku Saku Kader Program Penanggulangan TB.
Jakarta: Dirjen P2PL.
mengidentifikasi orang yang dicurigai sakit TB dan 2. Depkes RI. 2000. Tuberkulosis. Jakarta: Dirjen P2M dan PLP.
pasien TB di wilayahnya. 3. Depkes RI. 2005. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan
4. Jumlah kader TB di desa ada yang belum memenuhi Pembangunan Millenium Indonesia. Jakarta.
jumlah ideal karena berbagai kendala.
61

Self Management Education (SME) sebagai Salah Satu Strategi


untuk Mencegah Kegawatan Diabetik Ketoasidosis

Riza Fikriana
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kepanjen
JL. Trunojoyo No 16 Kepanjen Malang 65163
Email: riza.fikriana@yahoo.com

abstrak
Diabetic Ketoasidosis (DKA) merupakan komplikasi dari penyakit degeneratif diabetes meilitus yang bersifat permanen dan tidak
bisa dipulihkan seperti sediakala. Salah satu strategi untuk mencegah DKA yaitu dengan Self Management Education (SME). SME
menjadi pilihan keperawatan, karena dalam tahapan pengobatan atau penanganan saat terjadi DKA akan jauh lebih sulit dibanding
adanya upaya pencegahan terjadinya kegawatan DKA. Pilihan preventif ini antara lain memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang apa saja hal-hal yang perlu diketahui oleh pasien tentang penanganan diabetes melitus sehingga hal ini akan mampu
menurunkan waktu tunggu pasien untuk segera mendapatkan penanganan saat mulai muncul tanda-tanda DKA. Pasien dengan potensi
DKA perlu aksesibilitas yang baik terhadap fasilitas kesehatan. Selain itu, pendekatan personal bagi penderita diabetes melitus
untuk bisa mengetahui kebutuhan diri dan penyakit yang diderita. Modifikasi pola hidup, kepatuhan terhadap pengobatan, dan tetap
memeriksakan secara berkala walaupun tidak dalam kondisi ada keluhan atau sakit juga merupakan hal yang harus dilakukan oleh
pasien. Dengan metode SME, harapan DKA tidak terjadi atau tidak ada kejadian ulang yang memiliki prognosis lebih buruk dengan
ancaman kematian.

Kata kunci: Self Management Education, Diabetik Ketoasidosis

abstract
Diabetic ketoacidosis (DKA) is a complication of diabetes meilitus degenerative disease that is permanent and can not be restored
to normal. One strategy to prevent DKA is the Self Management Education (SME). SME into a nursing option, because the stages of
treatment or handling during the DKA would be far more difficult than any efforts to prevent DKA severity. This preventive options such
as providing health education to the patient about what are the things that need to be known by the patient on the treatment of diabetes
mellitus so this will be able to reduce patient waiting time to immediately get treatment when signs began to appear DKA. Patients
with DKA potential need good accessibility to health facilities. In addition, a personal approach for people with diabetes mellitus to
be able to know the needs of self and illness. Lifestyle modification, medication adherence, and still check periodically though not in
a condition no complaints or illness is also a thing that must be done by the patient. With the SME method, hope DKA does not occur
or no re-occurrence that has a worse prognosis with death threats.

Key words: Self Management Education, Diabetic Ketoacidosis

pendahuluan sebesar 56% dan rentang usia 45– 65 tahun sebesar 24%.
Sedangkan pada usia < 20 tahun hanya sekitar 18%. DKA
Diabetic ketoasidosis (DKA) adalah komplikasi serngkali menyebabkan kematian pada anak dan remaja
yang sangat serius terjadi pada pasien diabetes melitus. dengan diabetes melitus tipe 1. Sedangkan pada usia
DKA dikarakteristikkan ke dalam tiga gejala utama yaitu dewasa angka mortalitasnya < 1% dan pada usia lansia
hiperglikemi yang tidak terkontrol, asidosis metabolik dan mortalitasnya mencapai > 5%.1
peningkatan konsentrasi benda keton dalam tubuh pasien. Setiap tahun banyak sekali pasien dengan diabetes
Gangguan metabolik tersebut diakibatkan oleh adanya mellitus meninggal akibat terserang DKA. DKA terjadi
defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan karena penurunan jumlah insulin, penurunan jumlah
beberapa hormon antara lain glukagon, katekolamin, glukosa dan peningkatan glukoneogenesis termasuk
kortisol dan growth hormon. DKA ini seringkali terjadi peningkatan katekolamin, glucagon dan kortisol. DKA
pada pasien diabetes melitus tipe 1. Namun pasien diabetes bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dan ini
tipe 2 juga berisiko mengalaminya jika pasien terserang seringkali disebabkan oleh karena ketidakpatuhan terhadap
penyakit akut seperti adanya trauma, pembedahan ataupun pengobatan, adanya infeksi maupun penggunaan alkohol.2
infeksi.1 Berdasarkan hasil studi di US, angka kejadian DKA merupakan gangguan metabolik yang seringkali
DKA semakin lama semakin meningkat. Pada kurun waktu menimbulkan kegawatan pada pasien. Tanda-tanda klasik
1996 sampai dengan 2006, terjadi peningkatan kasus DKA awal yang muncul pada pasien seperti poliuri, polidipsi,
sampai dengan 35% dengan total jumlah kasus sebanyak polifagi dan penurunan berat badan secara tiba-tiba akan
136.510 degan distribusi usia rentang 18–44 tahun menjadi berat. Dalam perkembangannya, pasien akan
62 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 61–64

mengalami asidosis, nausea, vomiting dan nyeri abdomen, tersebut maka diagnosa akan dapat diketahui lebih dini.1
sehingga untuk mengkompensasinya muncul pernapasan Self Management Education (SME) adalah program
kusmaull pada pasien.3 Jika kondisi ini tidak segera pendidikan mandiri yang ditekankan pada pendidikan
mendapatkan penanganan dengan benar dan tepat, maka pasien dalam kegiatan preventif perawatan dan pengobatan
pasien akan jatuh ke dalam kondisi yang lebih buruk yang yang terdiri dari pengalaman belajar yang terorganisasi
pada akhirnya akan menyebabkan kematian pada pasien.4 dirancang untuk memfasilitasi adopsi perilaku promotif
Pendidikan memainkan peranan penting dalam yang diselenggarakan oleh para profesional program
perawatan penderita diabetes mellitus (DM), karena pendidikan kesehatan. Program SME ini banyak dilakukan
memungkinkan pasien untuk dapat mengelola penyakit pada kondisi penyakit kronis yaitu radang sendi, asma,
mereka, maka membutuhkan metode atau model universal hipertensi, dan diabetes millitus.8 DSME (Diabetic Self
yang dapat dibakukan dan diakui yang efektif dapat Management Education) adalah elemen penting dari
digunakan semua individu.5 Perlunya pengelolaan mandiri perawatan untuk semua penderita diabetes dan diperlukan
merupakan bagian integral dari pemecahan masalah pada untuk mencegah komplikasi termasuk terjadinya DKA.9
penderita diabetik untuk mencegah hal hal yang tidak SME bertujuan untuk membantu pasien dan kelompok
diinginkan terutama terjadinya kegawatan akibat DKA, memperoleh dan mempertahankan keterampilan
namun dilaporkan keterampilan memberikan edukasi yang yang dibutuhkan untuk dapat mengelola hidup dengan
rendah dan sulit dilakukan.6 berpenyakit kronis se-efektif mungkin. Pendidikan ini harus
Berdasarkan pada fenomena di atas, upaya pencegahan didasarkan pada teori yang baku dengan memperhitungkan
sangat diperlukan sekali untuk menghindari terjadinya kompleksitas masalah-masalah yang timbul pada penyakit
DKA. Salah satu strategi yang perlu diangkat dalam kajian kronis. Sesi SME dilakukan oleh tenaga profesional
ini adalah metode SME (Self Management Education) pada kesehatan yang terlatih dan berpengalaman.10 Tujuan lain
penderita diabetik. Sehingga dapat mencegah terjadinya SME pada penderita diabetes adalah untuk melatih pasien
kegawatan akibat DKA. Urgensi diangkat suatu kajian mengambil keputusan pengobatan mereka dan mendorong
perlunya SME sebagai problem solving mencegah DKA menggunakan fasilitas kesehatan saat diperlukan, adanya
adalah sebuah proses, intervensi, dan satu set keterampilan proses pendidikan untuk meningkatkan otonomi. Untuk
dimulai dari identifikasi masalah secara mandiri, proses ini berhasil pasien memiliki peran aktif dalam proses
bagaimana langkah perilaku perawatan diri pasien diabetes pembelajaran, setiap pendapat harus dihargai, termasuk
yang dapat membantu pasien berpengalaman dan terampil waktu dan tempat sehingga terjalin hubungan interpersonal
dalam pemecahan masalah.6 yang berkelanjutan dengan pasien, sehingga pasien dapat
melakukan tanggung jawabnya terhadap perawatan
dirinya. Hasil yang diharapkan adalah perbaikan kontrol
analisis metabolik, mengurangi resiko komplikasi kardiovasculer
dan penggendalian komplikasi kronis.9
Diabetik Ketoasidosis (DKA) adalah kondisi yang Strategi SME untuk pencegahan DKA ini merupakan
mengancam nyawa dan seringkali merupakan penyebab salah satu bagian dari penanganan DKA yang juga
morbiditas dan mortalitas terutama pada anak yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada
menderita diabetes melitus tipe 1. Frekuensi kejadian pasien yang sebelumnya jatuh dalam kondisi DKA.
DKA sangat bervariasi mulai 15–70% dari pasien diabetes Beberapa strategi yang dapat digunakan yaitu memberikan
dan dilaporkan sekitar 1–10 per 100 orang tiap tahunnya pendidikan kesehatan kepada pasien tentang apa saja hal-
akan mengalami DKA sejak diagnosa diabetes ditegakkan. hal yang perlu diketahui oleh pasien tentang penanganan
Defisiensi insulin dan adanya gangguan psikologik akan diabetes melitus sehingga hal ini akan mampu menurunkan
memengaruhi hormon kortisol, glukagon, epineprine waktu tunggu pasien untuk segera mendapatkan
dan growth hormon sehingga memunculkan terjadinya penanganan saat mulai muncul tanda-tanda DKA. Pasien
dekompensasi metabolik. Glukoneogenesis, glikogenolisis harus selalu melakukan monitoring terhadap kadar glukosa
dan produksi keton dari oksidasi asam lemak akan dapat darah serta kadar keton sehingga akan mudah diketahui
menyebabkan gangguan glukosa perifer. Sehingga hal status kesehatan pasien. Ketika pasien dalam kondisi
inilah yang akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia penurunan status kesehatan, maka dianjurkan untuk
dan ketoasidosis.7 mengonsumsi makanan yang mudah dicerna. Selain itu,
Beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui pemberian informasi kepada pasien terkait pentingnya
peningkatan kesadaran pasien tentang pentingnya untuk pasien untuk segera menghubungi pelayanan kesehatan
mengakses pelayanan kesehatan serta meningkatkan jika penurunan status kesehatan mulai muncul agar pasien
pengetahuan tentang pencegahan terhadap kondisi yang segera mendapatkan penanganan dan pasien tidak jatuh ke
sedang dialaminya. Sehingga harapannya pasien mampu dalam kondisi DKA.11
mengenali secara dini tanda dan gejala yang muncul Monitoring glukosa darah juga diperlukan untuk
serta pasien akan segera menghubungi dan mengakses meminimalkan terjadinya peningkatan glukosa darah serta
pelayanan kesehatan agar tidak muncul masalah yang untuk mengevaluasi efektivitas pemberian terapi insulin.
lebih serius lagi. Selain itu, dengan melakukan hal Semakin sering dilakukan monitoring glukosa darah, maka
Fikriana: Self Management Education (SME) 63

pengendalian terhadap peningkatan kadar glukosa darah dewasa risiko terdapat komplikasi persisten karena kontrol
menjadi lebih baik. Hal inilah yang menjadi dasar untuk gula darah yang buruk dengan HbA1c tinggi (7,5%),
merekomendasikan bahwa pengukuran kadar glukosa menunjukkan efek yang menguntungkan dari pendidikan
darah dapat dilakukan empat kali atau bahkan lebih per pada enam bulan dan satu tahun, tetapi pada jangka waktu
hari. Pasien dan keluarga harus mempunyai catatan/data 2 tahun cara perawatan dan intervensi banyak yang lupa
hasil pengukuran glukosa darah setiap waktu. Hal ini tidak 10. Selain itu, hasil uji secara RCT pada penelitian tentang

hanya membantu petugas kesehatan untuk menyesuaikan pentingnya pendidikan mandiri atau SME pada DM
terapi insulin yang diberikan, tetapi juga membantu untuk tipe 2 selama menjalani kontrol rawat jalan, didapatkan
mencapai pola pengobatan yang sesuai dengan pasien.3 bahwa 10 pasien menunjukkan manfaat lebih baik setelah
Beberapa kasus DKA dapat dicegah dengan berkonsultasi dengan perawat ahli untuk mendapatkan
memberikan pendidikan kesehatan yang lebih baik kepada kadar HbA1c < 7%. Data yang lebih baru menunjukkan
pasien dan pasien melakukan komunikasi yang efektif bahwa terdapat perbaikan pendidikan terhadap kontrol gula
dengan petugas kesehatan untuk mencegah terjadinya darah.5
kekambuhan. Hal yang terpenting dalam upaya ini adalah Salah satu contoh kompetensi SME pada penderita DM
memberikan dan meningkatkan pendidikan kesehatan type 2 yang cenderung terjadi komplikasi DKA yaitu pasien
kepada pasien tentang sick day management, antara lain harus dapat menentukan tujuan, pengelolaan terhadap
segera menghubungi pelayanan kesehatan, menekankan penyakitnya, memodifikasi nutrisi yang sesuai, mengambil
pentingnya terapi insulin selama periode sakit dan obat yang diresepkan, meningkatkan aktivitas, mampu diet
menghindari untuk menghentikan terapi insulin tanpa dengan menyiapkan makanan seimbang, mengurangi atau
memberitahu petugas kesehatan, melakukan monitoring menghilangkan unsur karbohidrat, makan pada jam reguler,
kadar glukosa darah dan menggunakan short or rapid makan makanan yang seimbang, mengurangi berat badan,
insulin terapy, segera melakukan pengobatan jika tubuh mengurangi asupan lemak jenuh dan alkohol, makan sayur
mulai mengalami peningkatan suhu agar terhindar dari dan buah setiap makan, mematuhi dosis obat, mengakui
infeksi, mengonsumsi makanan yang mudah dicerna jika kekurangan pengobatan, dan mempraktikkan aktivitas fisik
muncul neusea, serta memberikan pendidikan kesehatan secara teratur.13
kepada anggota keluarga pasien tentang sick day
management dan selalu mengidentifikasi dan melakukan Kesimpulan
dokumentasi suhu badan, hasil pemeriksaan glukosa darah Diabetikum Ketoasidosis (DKA) merupakan kegawatan
dan benda keton, penggunaan terapi insulin, intake oral di bidang endokrinologi yang paling sering terjadi dan
dan berat badan. Sehingga pengawasan yang dilakukan memiliki potensi yang tinggi untuk terjadi ancaman jiwa
oleh petugas kesehatan sangat penting sekali untuk dan kecacatan tertentu apabila tidak mendapatkan tindakan
mencegah terjadinya DKA, terutama pengawasan terhadap semestinya. Dengan demikian perlu adanya strategi khusus
pasien usia lanjut yang tidak mampu mengenali tanda dan mencegah terjadinya DKA. Salah satu strategi yang dapat
gejala munculnya DKA ataupun tidak mampu melakukan digunakan yaitu Self Management Education (SME). SME
penanganan/pengobatan terhadap kondisi yang sedang merupakan program pendidikan mandiri bagi pasien dan
dialaminya. Penggunaan alat pengukur glukosa darah di kelompok yang diselenggarakan oleh profesional kesehatan
rumah, dapat dianjurkan untuk melakukan pengenalan yang memiliki tujuan membantu pasien dan kelompok
dini terhadap kemungkinan terjadinya ketoasidosis, yang memperoleh informasi dan keterampilan yang dibutuhkan
tentunya hal ini akan menjadi dasar dalam pemberian untuk mandiri dalam mengelola penyakitnya serta untuk
terapi insulin di rumah dan tentunya akan mencegah untuk melatih pasien mengambil keputusan pengobatan mereka
hospitalisasi akibat DKA.1 dan mendorong menggunakan fasilitas kesehatan saat
Beberapa data dari hasil penelitian tentang strategi diperlukan. Agar proses ini berhasil, pasien memiliki peran
pencegahan terjadinya komplikasi pada penderita aktif dalam proses pembelajaran, setiap pendapat harus
DM dengan metode SME didapatkan hasil bahwa dihargai, termasuk waktu dan tempat sehingga terjalin
tingkat pengetahuan pasien meningkat setelah mereka hubungan interpersonal yang berkelanjutan dengan pasien.
berpartisipasi dalam program edukasi, konseling dalam Harapannya pasien dapat melakukan tanggung jawabnya
perawatan primer terbantu oleh pengalaman mereka terhadap perawatan pada diri mereka sendiri.
merawat diri, mampu menetapkan tujuan berdasar
kebutuhan, dan pasien tidak terlibat dalam keputusan akhir.
Dengan SME ini dapat memfasilitasi kemungkinan pasien daftar pustaka
mencapai target pengobatan yaitu penurunan HbA1c,
Tekanan darah, kolesterol dan pengelolaan aktivitas   1. Kitabchi AE, Umpierres GE, et al. 2009. Hyperglycemic Crises in
Adult Patients With Diabetes. Diabetes Care. Volume 32. Number
fisik.12 Selain itu, SME dapat menurunkan komplikasi
7.
dan mortalitas pada penderita DM. Sebuah penelitian   2. Wilson C, Krakoff J, Gohdes D. 1997. Ketoacidosis in Apache Indians
menggunakan metode ERMIES dengan RCT dengan with non–insulin-dependent diabetes mellitus. Arch Intern Med.
test selama 2 tahun dalam evaluasi penderita DM dalam 157:2098-100.
  3. Gregory JM et al. 2013. Type 1 Diabetes Mellitus. Pediatrics in
mengontrol kadar gula darah, dengan kriteria inklusi pasien
Review. 34: 203. DOI: 10.1542/pir.34-5-203
64 Jurnal Sain Med, Vol. 6. No. 2 Desember 2014: 61–64

  4. Hardern RD and Quinn ND. 2003. Emergency management of diabetic   9. Linda Haas, Melinda Maryniuk, Joni Beck, at.al. 2012, National
ketoacidosis in adults. Emergency Medical Journal. 20: 210–213. Standarts for Diabetes Sef-Management and Support, The Diabetes
  5. Maria de Fatima Ferreira Grillo, 2013. Effect of different types of Educator 2012 38: 619, DOI: 10.1177/0145721712455997.
self-management education in patients with diabetes, REV ASSOC 10. Debussche Xavier, Fideline Collin, et al. 2012. Structured
MED BRAS. 2013;59(4): 400–405. self-management education maintained over two years in
  6. Stetson Barbara at al. 2010, Embracing The Evidence On Problem insufficientlycontrolled type 2 diabetes patients: the ERMIES
Solving In Diabetes Self-Management Education and Support, randomised trial in Reunion Island, Cardiovasculer Diabetology,
Self Care the Journal of Consumer-led health. Volume 3. Number 11.91
88–89. 11. Freeland BS. 2003. Diabetic ketoacidosis. Diabetes Educ. 29:
  7. Castaneda RLA, Kenneth J et al. 2011. Successful Treatment of Type 384–95.
1 Diabetes and Seizures with Combined Ketogenic Diet and Insulin. 12. Eva Thors Adolfsson, 2008, Patient Education for People with Type 2
Pediatrics. Volume 129. Number 2. Diabetes in Primary Health Care, UPPSALA UNIVERSITET. ACTA
  8. Warsi Asra, BA Phillip S. Wang et al. 2004. Self-management UPPSALA.
Education Programs in Chronic Disease A Systematic Review and 13. WHO, 1998, Therapeutic Patient Education, Continuing education
Methodological Critique of the Literature FREE, Arch Intern Med. Programmers for Health Care Providers in the Field of Prevention of
164.(15):1641-1649. doi:10.1001/archinte.164.15.1641. Chronic Diseases., Report of WHO Working Group.

Anda mungkin juga menyukai