net/publication/344817136
CITATIONS READS
0 649
11 authors, including:
muhammad alhafiz
Universitas Riau
2 PUBLICATIONS 6 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Suyanto Suyanto on 22 October 2020.
DEWAN REDAKSI
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga Jurnal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dapat diterbitkan demi memenuhi
kebutuhan pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
khususnya pengendalian penyakit, baik yang menular maupun tidak menular serta
penyehatan Iingkungan di Indonesia.
Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ini merupakan edisi 4 yang terbit
di penghujung tahun 2014. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan dapat mempublikasikan hasil
penelitian, karya ilmiah dan review terkait dengan program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Diharapkan jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin
mengetahui perkembangan terbaru tentang program pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan jurnal ini.
Kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi penyempurnaan dan kemajuan jurnal
ini.
Akhir kata, semoga jurnal ini dapat memberikan motivasi dan dorongan, serta bermanfaat
bagi kita semua.
Pengaruh ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 Terhadap Akses Air Bersih dan Jamban Sehat,
Pengolahan Sampah dengan Metode Composting Open Windrow di Kelurahan Banjar Sari,
Peran Bidan dalam Penemuan Suspek Tuberkulosis di Kabupaten Siak, Provinsi Riau,
Perbedaan Kadar Hb Ibu Hamil Sebelum dan Sesudah Pemberian Fe+Vit.C di Daerah
Survei Kadar Gula Darah dan Kolesterol pada Masyarakat di Pelabuhan Udara
Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tukang Cukur Rambut (Barber) dan Tindakan
Deteksi Dini Hepatitis B pada Ibu Hamil dan Petugas Kesehatan di DKI Jakarta Tahun 2013 ..... 58 – 60
Abstrak
Salah satu permasalahan dalam pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia adalah masih rendahnya cakupan penemuan
suspek TB. Di Kalimantan Barat, pada tahun 2012 cakupan penemuan suspek TB hanya sebesar 51%. Salah satu faktor
penyebab adalah kurangnya peran mantan pasien TB dalam penemuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberdayaan mantan pasien TB dalam peningkatan penemuan suspek TB di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi
Kalimantan Barat. Desain penelitian adalah kuasi eksperimental dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sungai Kakap (daerah intervensi) dan Puskesmas Rasau Jaya (daerah kontrol),
Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2013. Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner, Focus
Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Data kuantitatif dianalisis dengan uji regresi linier, sedangkan data
kualitatif dengan analisis isi dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kunjungan suspek TB yang
dirujuk mantan pasien TB di daerah intervensi 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan daerah kontrol. Berdasarkan hasil
FGD dan wawancara mendalam, pengetahuan tentang TB, peningkatan motivasi dan kemampuan berkomunikasi mantan
pasien TB diperoleh dari pelatihan pemberdayaan yang diberikan pada mantan pasien TB tersebut. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya pemberdayaan mantan pasien TB, meningkatkan penemuan suspek TB di
Kabupaten Kubu Raya.
Kata kunci: Pemberdayaan, penemuan, suspek TB, Kalimantan Barat
Abstract
One of the problems in the control of tuberculosis (TB) in Indonesia is still low coverage of suspected tuberculosis. In West
Kalimantan, in 2012 the coverage of suspected tuberculosis only by 51%. One factor is the lack of a role in the discovery of
former TB patients. The purpose of this study was to determine the effect of empowering the former TB patients in improving
the discovery of suspected tuberculosis in Kubu Raya District, West Kalimantan Province. The study design was quasi-
experimental, quantitative and qualitative approaches. The experiment was conducted in Puskesmas Gammon River (the
intervention) and PHC Rasau Jaya (control area), Kubu Raya in 2013. Data were obtained from interviews using
questionnaires, focus group discussions (FGDs) and in-depth interviews. Quantitative data were analyzed by linear
regression, while the qualitative data by content analysis and triangulation. The results showed that the proportion of TB
suspects were referred to the visit of former TB patients in the intervention area 1.9 times greater than in controls. Based on
the results of focus group discussions and in-depth interviews, knowledge about TB, increased motivation and the ability to
communicate a former TB patient empowerment gained from the training given to the former TB patients. From the research
it can be concluded that the former does empower TB patients, increasing the discovery of TB suspects in Kubu Raya.
Alamat Korespondensi: Retno Budiati, Subdit TB, Direktorat negara dengan jumlah kasus TB ke-4 terbesar
PPML, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara No. 29 setelah Tiongkok, India, dan Afrika Selatan.
Jakarta Pusat, Hp. 081288668597, e-mail:
retnobudiati_p@yahoo.com Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013
adalah 297 per 100.000 penduduk dengan
PENDAHULUAN 460.000 kasus baru setiap tahunnya (Ditjen PP
dan PL, 2014). Strategi DOTS (Directly Observed
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah Treatment Shortcourse) merupakan elemen
kesehatan masyarakat di dunia. Menurut Badan penting dalam pengendalian TB, yang telah
Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2012 diimplementasikan secara meluas.
sebanyak 8,6 juta orang terjangkit TB dengan Tingkat partisipasi puskesmas dalam DOTS di
kematian 1,3 juta orang. Indonesia merupakan Kalimantan Barat tergolong tinggi, namun
The Impact of ICWRMIP Sub Component 2.3 on Access to Clean Water and Healthy
Latrine, and the Occurrence of Diarrhea
Astri Syativa1, Suyud Warno Utomo2, Agustin Kusumayati2
1Subdit PLUR, Direktorat PL, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI, Departemen Kesehatan Lingkungan,
2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
Abstrak
Dua puluh tahun terakhir ini kondisi lingkungan dan kualitas air di sepanjang Sungai Citarum semakin menurun. Akses
penduduk di sekitar Citarum terhadap air bersih dan jamban sehat pun masih rendah, dengan angka kesakitan diare yang
tinggi. Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) merupakan upaya yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di DAS Sungai Citarum dan Saluran Tarum Barat.
Kementerian Kesehatan berperan dalam ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 yang bertujuan untuk meningkatkan penyediaan air
bersih, sanitasi, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 terhadap akses air bersih, akses jamban sehat dan kejadian diare serta menganalisis pengaruh
akses air bersih dan jamban sehat terhadap kejadian diare. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional
berulang. Data dikumpulkan sebelum dan sesudah program, di lokasi program dan non-program, dengan besar sampel 300
responden pada tiap kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 berpengaruh
meningkatkan akses air bersih dan akses jamban sehat serta menurunkan kejadian diare. Semua variabel berhubungan
dengan kejadian diare, yaitu akses air bersih (OR=1,74; 1,33-2,28), akses jamban sehat (OR=2,48; 1,88-3,28), program
(OR=7,17; 4,68-10,99), dan waktu (OR=5,10; 3,33-7,80). Disimpulkan bahwa rumah tangga di lokasi non-program tanpa
akses jamban sehat pada saat sebelum ada program berisiko 7,75 kali lebih besar mengalami kejadian diare dibandingkan
dengan rumah tangga di lokasi program yang akses jamban sehat setelah program.
Kata kunci: ICWRMIP, air bersih, jamban sehat, kejadian diare, Citarum
Abstract
The condition of the environment and water quality along the Citarum River has declined in the last twenty years. Access
people around Citarum to clean water and healthy latrine is low, with high diarrhea morbidity. Integrated Citarum Water
Resources Management Investment Program (ICWRMIP) is an effort by the government to solve the problems that exist in
Citarum and West Tarum Canal. Ministry of Health is involve on Sub Component 2.3, that aims to improve water supply,
sanitation, and improving public health. This study aims to analyze the impact of ICWRMIP Sub-Component 2.3 on access to
clean water and healthy latrine, and the occurrence of diarrhea, and also to analyze the impact of access to clean water and
healthy latrines on the occurrence of diarrhea. This study uses repeated cross-sectional study design. Data were collected
before and after the program, on-site program and non-program, with sample size 300 respondents in each group. The
results showed that ICWRMIP Sub Component 2.3 affects to improve clean water and healthy latrines access, and also
reduced the occurrence of diarrhea. All variables associated with the occurrence of diarrhea: clean water access (OR=1,74;
1,33-2,28), healthy latrines access (OR=2,48; 1,88-3,28), program (OR=7,17; 4,68-10,99), and time (OR=5,10; 3,33-7,80).
Concluded that households in non-program locations without access to healthy latrines at the time before program 7.75
times greater risk of experiencing diarrhea compared with on-site household latrine access program healthy after the
program.
Key words: ICWRMIP, clean water, healthy latrine, the occurrence of diarrhea, Citarum
Alamat korespondensi: Astri Syativa, Subdit PLUR, kabupaten/kota, yaitu: Kabupaten Bandung,
Direktorat PL, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara No. 29 Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,
Jakarta Pusat, Hp. 08176855355, e-mail: astri.syativa@gmail.com
Karawang, Purwakarta, Subang, Sumedang, dan
PENDAHULUAN Kota Bandung, Bekasi dan Cimahi (ICWRMIP,
2010).
Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang Sungai Citarum berperan penting dalam
dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya
panjang 269 km dan Daerah Aliran Sungai di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Dalam dua
(DAS) seluas 13.000 km2, meliputi 12 dekade terakhir ini kondisi lingkungan dan
kualitas air di sepanjang Sungai Citarum
Hasil penelitian menunjukkan tempat buang air Dialirkan ke kolam 3 1,3 2 0,9
besar yang digunakan oleh responden terdiri
JUMLAH 228 100,0 212 100,0
dari jamban umum/bersama, jamban milik sendiri,
sungai, kebun/sawah dan kolam. Gambaran
distribusi rumah tangga di lokasi penelitian
Tabel 4. Distribusi rumah tangga menurut akses air bersih dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum
program
Akses air bersih
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Tidak akses Akses P OR CI95%
Sub-Komponen 2.3
n % n % n %
Non-program
112 37,3 188 62,7 300 100,0 0,000 1,96 1,37 – 2,79
Program
70 23,3 230 76,7 300 100,0
Total
182 30,3 418 69,7 600 100,0
Tabel 5. Distribusi rumah tangga menurut akses air bersih dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 setelah program
Akses air bersih
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Tidak akses Akses P OR CI95%
Sub-Komponen 2.3
n % n % n %
Non-program
99 35,5 180 64,5 279 100,0 0,000 26,40 11,34 - 61,45
Program
6 2,0 288 98,0 294 100,0
Total
105 18,3 468 81,7 573 100,0
Hasil analisis akses jamban sehat di lokasi rumah tangga di lokasi non-program berisiko
program dan non-program sebelum 4,44 kali lebih besar untuk tidak akses terhadap
pelaksanaan kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen jamban sehat dibandingkan dengan rumah
2.3 dapat dilihat pada tabel 6. Hasil analisis tangga di lokasi program. Atau dengan kata lain,
menunjukkan nilai p=0,408, nilai p tersebut lebih rumah tangga di lokasi program memiliki
besar dari 0,05 sehingga diketahui bahwa tidak peluang untuk memiliki akses terhadap jamban
ada perbedaan akses jamban sehat antara lokasi sehat sebesar 4,44 kali lebih besar daripada rumah
program dan non-program. tangga di lokasi non-program.
Hasil analisis akses jamban sehat di lokasi Hasil ini sejalan dengan pencapaian kegiatan
program dan non-program setelah pelaksanaan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 yang telah
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat membangun sarana sanitasi komunal dengan
dilihat pada tabel 7. Hasil analisis menunjukkan berbagai macam tipe dengan jumlah pemanfaat
nilai p=0,000 dan nilai OR sebesar 4,44 (95% CI: 5.847 orang di seluruh lokasi kegiatan tahun
2,72-7,27). Nilai p<0,05, maka terdapat 2011-2012.
perbedaan peluang lokasi program dan non- Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Studi
program untuk memiliki akses terhadap jamban Dampak Pembangunan SANIMAS (SANIMAS
sehat. Dari hasil tersebut diketahui bahwa Outcome Monitoring Study) yang dilakukan oleh
Tabel 6. Distribusi rumah tangga menurut akses jamban sehat dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum
program
Tabel 7. Distribusi rumah tangga menurut akses jamban sehat dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 setelah
program
Hasil analisis kejadian diare di lokasi program 4,68-10,99). Nilai p<0,05, maka dapat
dan non-program sebelum pelaksanaan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan risiko
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat kejadian diare pada lokasi program dan non-
dilihat pada tabel 8. Hasil analisis menunjukkan program. Rumah tangga di lokasi non-program
nilai p=0,022 dan nilai OR sebesar 1,48 (95% CI: berisiko 7,17 kali lebih besar untuk mengalami
1,07-2,04). Nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan kejadian diare dibandingkan dengan rumah
bahwa terdapat perbedaan risiko kejadian diare pada tangga di lokasi program.
lokasi program dan non-program. Dari hasil Hasil ini sesuai dengan hasil Kajian Cepat
tersebut diketahui bahwa rumah tangga di terhadap Program-Program Pengentasan
lokasi non-program berisiko 1,48 kali lebih Kemiskinan Pemerintah Indonesia (WSLIC dan
besar untuk mengalami kejadian diare PAMSIMAS) yang dilakukan oleh LP3S
dibandingkan dengan rumah tangga di lokasi (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
program. Penerangan Ekonomi dan Sosial) pada tahun
Hasil analisis kejadian diare di lokasi program 2007 yang menyatakan bahwa di lokasi proyek
dan non-program setelah pelaksanaan kegiatan WSLIC-2 terjadi penurunan penyakit yang
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat dilihat pada disebabkan oleh air dan sanitasi/lingkungan yang
tabel 9. Hasil analisis menunjukkan nilai kurang baik.
p=0,000 dan nilai OR sebesar 7,17 (95% CI:
Kejadian diare
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Ya Tidak p OR CI95%
sub-komponen 2.3
n % n % n %
Non-program 149 49,7 151 50,3 300 100,0 0,022 1,48 1,07 - 2,04
Program 120 40,0 180 60,0 300 100,0
Total 269 44,8 331 55,2 600 100,0
Tabel 9. Distribusi rumah tangga menurut kejadian diare dan okasi kegiatan ICWRMIP sub-komponen 2.3 setelah program
Kejadian diare
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Ya Tidak p OR CI95%
sub-komponen 2.3
n % n % n %
Non-program 135 48,4 144 51,6 279 100,0 0,000 7,17 4,68 - 10,99
Program 34 11,6 260 88,4 294 100,0
Total 169 29,5 404 70,5 573 100,0
Analisis pengaruh waktu terhadap akses air sesudah program memiliki peluang untuk
bersih, akses jamban sehat dan kejadian diare memiliki akses terhadap air bersih sebesar 14,61
dilakukan pada lokasi kegiatan ICWRMIP Sub- kali lebih besar daripada sebelum program.
Komponen 2.3. Variabel waktu dibedakan Pengaruh variabel waktu terhadap akses
menjadi sebelum dan setelah pelaksanaan jamban sehat di lokasi program dapat dilihat
program. pada tabel 11. Hasil analisis menunjukkan nilai
Pengaruh variabel waktu terhadap akses air p=0,000 dan nilai OR sebesar 3,82 (95% CI:
bersih di lokasi program dapat dilihat pada 2,33-6,24). Nilai p<0,05) maka dapat disimpulkan
tabel 10. Hasil analisis menunjukkan nilai bahwa terdapat hubungan antara waktu dengan
p=0,000 dan nilai OR sebesar 14,61 (95% CI: akses terhadap jamban sehat. Dari hasil
6,23-34,23). Nilai p<0,05 maka dapat tersebut diketahui bahwa rumah tangga
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sebelum program berisiko 3,82 kali lebih besar
waktu dengan akses terhadap air bersih. Dari untuk tidak akses terhadap jamban sehat
hasil tersebut diketahui bahwa rumah tangga dibandingkan dengan rumah tangga sesudah
sebelum program berisiko 14,61 kali lebih besar program. Atau dengan kata lain, rumah tangga
untuk tidak akses terhadap air bersih sesudah program memiliki peluang untuk
dibandingkan dengan rumah tangga sesudah memiliki akses terhadap jamban sehat sebesar
program. Atau dengan kata lain, rumah tangga 3,82 kali lebih besar daripada sebelum program.
Tabel 11. Distribusi rumah tangga di lokasi program menurut akses jamban sehat dan variabel waktu
Tabel 12. Distribusi rumah tangga di lokasi program menurut kejadian diare dan variabel waktu
Kejadian diare
Jumlah
Waktu Ya Tidak p OR CI95%
n % n % N %
Sebelum 120 40,0 180 60,0 300 100,0 0,000 5,10 3,33 - 7,80
Sesudah 34 11,6 260 88,4 294 100,0
Total 154 25,9 440 74,1 594 100,0
Analisis hubungan antara akses air bersih dengan rumah tangga yang memiliki akses
dengan kejadian diare dilakukan pada seluruh terhadap air bersih.
data yang ada, baik di lokasi program maupun Analisis hubungan antara akses jamban sehat
non-program, sebelum dan sesudah program. dengan kejadian diare dapat dilihat pada tabel
Hubungan antara akses air bersih dengan kejadian 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
diare dapat dilihat pada tabel 13. 144 (54,3%) responden pada rumah tangga
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 136 yang tidak memiliki akses terhadap jamban sehat
(47,4%) responden pada rumah tangga yang mengalami kejadian diare, sedangkan pada rumah
tidak memiliki akses terhadap air bersih mengalami tangga yang memiliki akses terhadap jamban sehat
kejadian diare, sedangkan pada rumah tangga yang terdapat 294 (32,4%) yang mengalami kejadian
memiliki akses terhadap air bersih terdapat 302 diare.
(34,1%) yang mengalami kejadian diare. Hasil analisis menunjukkan nilai p=0,000 dan
Hasil analisis menunjukkan nilai p=0,000 dan nilai OR sebesar 2,48 (95% CI: 1,88-3,28). Nilai
nilai OR sebesar 1,74 (95% CI: 1,33-2,28). Nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat terdapat hubungan antara akses jamban sehat
hubungan antara akses air bersih dengan dengan kejadian diare. Dari hasil tersebut
kejadian diare. Dari hasil tersebut diketahui diketahui bahwa rumah tangga yang tidak
bahwa rumah tangga yang tidak memiliki akses memiliki akses terhadap jamban sehat berisiko
terhadap air bersih berisiko 1,74 kali lebih 2,48 kali lebih besar untuk mengalami kejadian
besar untuk mengalami kejadian diare dibandingkan diare dibandingkan dengan rumah tangga yang
memiliki akses terhadap jamban sehat.
Akses
302 34,1 584 65,9 886 100,0
Total
438 37,3 735 62,7 1173 100,0
Tabel 14. Hubungan antara akses jamban sehat dan kejadian diare
Kejadian diare
Jumlah
Akses Jamban Sehat Ya Tidak p OR CI95%
n % n % n %
Tidak Akses
144 54,3 121 45,7 265 100,0 0,000 2,48 1,88 - 3,28
Akses
294 32,4 614 67,6 908 100,0
Total
438 37,3 735 62,7 1173 100,0
Untuk mengetahui variabel yang paling tangga yang tidak memiliki akses terhadap
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi jamban sehat, tidak ada intervensi program,
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 maka sebelum pelaksanaan program 7,75 kali lebih
dilakukan analisis multivariat menggunakan tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang
regresi logistik. Hasil akhir analisis multivariat memiliki akses terhadap jamban sehat, ada
menunjukkan bahwa variabel yang paling intervensi, setelah pelaksanaan program.
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi Untuk mengetahui pengaruh interaksi waktu
program adalah kegiatan ICWRMIP Sub- dan intervensi kegiatan ICWRMIP Sub-
Komponen 2.3 dengan nilai p=0,000 dan OR Komponen 2.3 terhadap kejadian diare dilakukan
sebesar 2,63 (CI95%:2,04-3,39) setelah uji interaksi menggunakan regresi logistik. Hasil
dikontrol dengan variabel akses jamban sehat uji interaksi menunjukkan bahwa variabel
dan waktu. Risiko kejadian diare pada rumah kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
tangga yang tidak memiliki akses terhadap berinteraksi dengan waktu terhadap kejadian
jamban sehat, tidak ada intervensi program, diare dengan nilai p=0,000 dan OR sebesar 4,84
sebelum pelaksanaan program 7,75 kali lebih (CI95%: 2,83-8,38). Hal tersebut menunjukkan
tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
memiliki akses terhadap jamban sehat, ada berinteraksi dengan waktu dapat menurunkan
intervensi, setelah pelaksanaan program. kejadian diare sebesar 4,84 kali di lokasi
Untuk mengetahui variabel yang paling program. Artinya, rumah tangga di lokasi tanpa
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 maka adanya kegiatan berisiko mengalami kejadian
dilakukan analisis multivariat menggunakan diare 4,84 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
regresi logistik. Hasil akhir analisis multivariat rumah tangga di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-
menunjukkan bahwa variabel yang paling Komponen 2.3 setelah adanya kegiatan.
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi
program adalah kegiatan ICWRMIP Sub- KESIMPULAN
Komponen 2.3 dengan nilai p=0,000 dan OR
sebesar 2,63 (CI95%:2,04-3,39) setelah Kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 berpengaruh
dikontrol dengan variabel akses jamban sehat terhadap akses air bersih. Peningkatan akses air
dan waktu. Risiko kejadian diare pada rumah bersih di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-
Waste Processing with Open Windrow Composting Method in Banjar Sari, Lampung, 2013
1Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI,
2Politeknik Kesehatan Jurusan Kesehatan Lingkungan, Tanjung Karang, Lampung,
Kementerian Kesehatan RI
Abstrak
Sampah merupakan salah satu masalah dalam masyarakat bila tidak dikelola dengan baik, karena sangat berperan dalam
menimbulkan penyakit dan pencemaran lingkungan. Setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai ribuan ton, terutama
terdiri dari sampah rumah tangga, sampah pasar, dan kotoran hewan. Padahal sebagian besar (70-90%) sampah tersebut
merupakan bahan organik, sehingga jika dikelola dengan baik selain dapat mencegah penyakit serta mengatasi masalah
kebersihan dan kesehatan lingkungan, juga bermanfaat, baik dari aspek sosial maupun ekonomi, khususnya bagi masyarakat
di sekitarnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan
tekhnologi tepat guna dalam pengelolaan sampah.Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Jakarta bekerja sama dengan Politeknik Kesehatan (Poltekkes)Jurusan Kesehatan Lingkungan Tanjung Karang,
didukung oleh Pemerintah Kota Metro, Lampung melakukan pengelolaan sampah kotoran hewan (kohe), rumah tangga dan
pasar di kelurahan Banjar Sari kota Metro dengan metode“Composting Open Windrow” yang berbasis masyarakat. Diharapkan
pengomposan ini akan memberikan manfaat ganda yaitu mengurangi volume sampah di TPA sekaligus menyediakan pupuk
tanaman bagi para petani dan menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Selain itu pelaksanaan kegiatan ini dapat
dijadikan sebagai model dan pemicu bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat dalam pengembangan kegiatan
(replikasi) di tempat lain.
Abstract
Trash is one of the problems in society if not properly managed, because it plays a role in causing diseases and environmental
pollution. Everyday of waste generated in the thousands tons, consisting mainly of household waste, market waste, and
animal waste. Whereas the majority (70-90%) of the garbage is organic material, so if managed properly in addition to
preventing disease and overcome the problem of hygiene and environmental health, are also useful, both socially and
economically, particularly to the surrounding community. One effort that can be done to overcome this problem is to adopt
appropriate technology in waste management. Center for Disease Control Environmental Health Engineering (BBTKLPP)
Jakarta, in collaboration with the Health Polytechnic (Polytechnic) Department of Environmental Health Tanjung Karang,
supported by the City Metro, Lampung perform waste management dung (Kohe), household and market town in the village of
Banjar Sari Metro with the method "Open Windrow Composting" based society. It is expected that composting would have
the dual benefit of reducing the volume of waste in land fills while providing fertilizer for farmers and generate added value
for the community. In addition, the implementation of these activities can serve as a model and catalyst for community and
local government in development activities (replication) else where.
Alamat Korespondensi:Imelda Husdiani, ST, M.Kes, ribuan ton, terutama terdiri dari sampah
BBTKLPP Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Balai rumahtangga, sampah pasar, dan kotoran
Rakyat No.2 Cakung Jakarta Timur, Hp: 08170090509,e-
mail: ihusdiani@ymail.com hewan. Sebagian besar (70-90%) sampah
tersebut merupakan bahan organik, sehingga
PENDAHULUAN jika dikelola dengan baik selain dapat mencegah
penyakit serta mengatasi masalah kebersihan
Sampah dapat menjadi salah satu masalah dan kesehatan lingkungan, juga bermanfaat, baik
dalam masyarakat bila tidak dikelola dengan dari aspek sosial maupun ekonomi, khususnya
baik, karena berkaitan erat dengan timbulnya bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu
berbagai penyakit dan pencemaran lingkungan. bentuk pengelolaan sampah yang baik adalah
Setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai dengan mengolahnya menjadi kompos, yaitu
Timbangan Termometer
Pencacahan
HASIL
Gambar 8. Hasil penggunaan kompos untuk tanaman Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua
bunga pihak yang telah berperan dalam kegiatan
pengelolaan sampah di Kelurahan Banjar Sari,
Selain itu dilakukan uji coba penggunaan Kota Metro, Lampung, sehingga kegiatan tersebut
kompos untuk sawah di lingkungan kelompok dapat berjalan dengan baik.
tani. Lahan tanaman padi yang diberi kompos
produksi sendiri dibandingkan hasilnya dengan DAFTAR PUSTAKA
pemberian pupuk kimiawi yang mereka bisa
beli di pasar. C Padyawardana. 2006. Pengolahan sampah menjadi
sampah kompos skala kawasan dengan metode
KESIMPULAN
open windrow bergulir, Teodolita.7/2.Purwokerto.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Pengolahan sampah dengan Teknologi Tepat
2003. Sistem Pengolahan Sampah Kota secara
Guna diterapkan di Kelurahan Banjar Sari, Kota
terpadu, Pelatihan Pengolahan Sampah Kota
Metro, Lampung sudah dapat mengurangi sebagian
Secara Terpadu menuju zero waste. Jakarta.
volume sampah di TPA, menyediakan pupuk
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
tanaman bagi petani, dan menghasilkan nilai
(BPPT). 1998. Teknologi Pembuatan Pupuk
tambah ekonomi.
Organik (Kompos) dari sampah kota.Jakarta.
Pada saat dilakukan observasi ke lapangan,
Yayasan Danamon Peduli. Buku Pedoman
peralatan yang mendukung proses pembuatan
Pengolahan Sampah Terpadu. Jakarta.
kompos berfungsi dengan baik. Biaya yang
Anonim. 2011. Pengelolaan sampah.
dikeluarkan untuk sekali produksi cukup murah
http://www4.justnet.ne.ip/offifour/smoky.ht
(Rp 24.000,-), bila dijual menghasilkan Rp 825.000,-.
m diakses tanggal 9 desember 2011
Kompos yang dihasilkan sudah digunakan
oleh kelompok pembuatan kompos untuk
kebundan sawah. Penggunaan kompos untuk
tanaman seperti bunga tumbuh dengan subur
dan sudah dapat dijual kepada masyarakat. Selain
itu sedang dilakukan uji coba penggunaan
kompos untuk sawah di lingkungan kelompok
tani, yaitu dengan membandingkan hasil yang
diberi kompos produksi sendiri dengan
pemberian pupuk kimiawi yang biasa mereka
beli di pasar.
1FK Universitas Riau, Pekanbaru, 2Dinkes Provinsi Riau, 3Tuberculosis Operational Research Group,
4Subdit TB, Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI
Abstrak
Cakupan penemuan suspek tuberkulosis (TB) di Kabupaten Siak, Provinsi Riau masih di bawah target nasional. Saat ini
hampir di semua desa di Kabupaten Siak memiliki bidan desa, namun keterlibatannya dalam kegiatan pengendalian TB masih
belum optimal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran bidan dalam peningkatan jumlah suspek TB. Metode yang
digunakan adalah quasi eksperimental, yaitu 52 bidan desa intervensi dan 50 bidan desa kontrol diambil sebagai sampel
penelitian. Dilakukan pelatihan manajemen TB berupa pengenalan suspek TB dan proses edukasi perujukan suspek pada
kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol hanya diberikan pengenalan tentang kegiatan rujukan suspek TB ke
puskesmas. Selanjutnya dilakukan monitoring pengumpulan data selama 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan rerata suspek TB yang dirujuk pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol (delta 2.8)
sebelum dan sesudah intervensi. Bidan desa pada kelompok intervensi lebih selektif dalam merujuk suspek TB. Rasio
proporsi suspek yang dirujuk bidan 0.44, dan rasio proporsi suspek yang memeriksakan dahak 1.83. Walaupun tidak ada
perbedaan secara proporsional BTA + yang ditemukan (ratio 1.1), namun jumlah BTA positif pada kelompok intervensi (ratio
2.5). Rata-rata tingkat pengetahuan bidan setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan (p<0.01). Pelatihan
manajemen TB dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam merujuk suspek dan meningkatkan jumlah suspek TB yang
dirujuk oleh bidan di daerah intervensi. Dengan demikian bidan desa memiliki potensi dalam meningkatkan cakupan
penemuan suspek TB dan BTA positif di wilayah kerjanya.
Kata kunci: Peran bidan, penemuan suspek TB, Kabupaten Siak, Riau
Abstract
Coverage of suspected tuberculosis (TB) in Siak, Riau province is still below the national target. At the moment nearly all
villages in Siak have a midwife, but his involvement in TB control activities is still not optimal. The purpose of this study was
to determine the role of midwives in an increasing number of TB suspects. The method used is a quasi-experimental, ie 52
midwife midwife intervention and 50 control is taken as the study sample. TB management training is done in the form of the
introduction of TB suspects and education referral process suspect in the intervention group, whereas in the control group
were given an introduction about the activities of suspected tuberculosis referral to the clinic. Further monitoring data
collection for 6 months. The results showed that there was a mean difference of TB suspects were referred to the intervention
group compared with the control group (delta 2.8) before and after intervention. Village midwives in the intervention group
more selective in referring suspected tuberculosis. The ratio of the proportion of suspect cases referred midwives 0:44, and
the ratio of the proportion of suspects who examined sputum 1.83. Although there was no difference in proportion of smear +
found (ratio 1.1), but the number of smear-positive in the intervention group (ratio 2.5). The average level of knowledge after
training midwives is higher than before training (p <0:01). TB management training to enhance the knowledge of midwives
in referring suspected and increase the number of TB suspects were referred by midwives in the area of intervention. Thus
midwife has the potential to improve the coverage of suspected tuberculosis and smear-positive in their working area.
Alamat Korespondensi: Retno Budiati, Subdit TB, peran bidan dalam penemuan supek TB. Hasil
Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara pengamatan awal peneliti di Siak, bidan tidak
No.29 Jakarta Pusat, Hp. 081288668597, e-mail:
retnobudiati_p@yahoo.com dilibatkan secara khusus dalam kegiatan
pengendalian TB. Selain itu kompetensi yang
PENDAHULUAN dimiliki bidan dalam pengendalian TB masih
kurang, karena belum pernah mengikuti
Kabupaten Siak merupakan salah satu pelatihan TB. Pengetahuan yang ada hanya
kabupaten di Provinsi Riau dengan CDR (Case diperoleh dari materi perkuliahan pada saat
Detection Rate) terendah kedua di Provinsi Riau, pendidikan formal.
yaitu 21.4% (Dinkes Provinsi Riau, 2012) hal ini Sebenarnya hampir seluruh desa di Kabupaten
diduga ada kaitannya dengan masih kurangnya Siak memiliki bidan desa, dan umumnya
TIDAK TIDAK
PERIKSA PERIKSA
DAHAK PERIKSA
30 (41,1%) PERIKSA 27
43(58,9%)
DAHAK (20,3%)
106 (79,7%)
Pada tabel berikut dapat dilihat, proporsi Tabel 4. Rasio proporsi suspek TB yang dirujuk bidan desa
suspek TB yang dirujuk bidan desa di daerah
Rasio
(kelompok) intervensi lebih rendah dibandingkan SE p 95%CI
Proporsi
dengan daerah kontrol (Tabel 4), dengan rasio
proporsi 0,43 setelah dikendalikan dengan variabel Crude 0.44 0.07 0.00 0.33-0.61
jarak, pengetahuan, lama kerja, dan umur bidan Adjusted* 0.43 0.06 0.00 0.0 – 0.53
desa (Tabel 5).
Pada tabel 6 terlihat jumlah suspek TB yang
Tabel 4. Jumlah suspek TB yang dirujuk bidan desa setelah datang memeriksakan dahak di daerah kontrol
intervensi dan intervensi, masing-masing sebanyak 43 dan
106. Rasio proporsi suspek TB yang datang
Kelompok
memeriksakan dahak pada daerah intervensi
Jumlah suspek TB Kontrol Intervensi
lebih tinggi (1,83) dibandingkan dengan daerah
n % n %
kontrol setelah dikendalikan dengan variabel
Keseluruhan 174 100,0 729 100,0 lama kerja, dan umur bidan (Tabel 7).
Dirujuk bidan desa 73 41,9 133 18,2
The Difference in Haemoglobin Levels of Pregnant Women Before and After “Fe+Vit C”
Administration in Malaria-Endemic Area
Suwito1*, Liskarida2
Abstrak
Anemia pada ibu hamil dan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sering kali ditemukan di daerah endemis malaria,
walaupun kegiatan pemberian Fe+Vit C telah terlaksana dengan baik. Hal ini dikaitkan dengan proses patologis akibat
infestasi Plasmodium penyebab malaria. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kadar Hb ibu hamil sebelum
dan sesudah pemberian tablet Fe+Vit.C di daerah endemis malaria di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan pre-test-post-test with group design dengan sampel ibu
hamil trimester II dan III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Fe+Vit.C dapat meningkatkan Hb ibu hamil di
daerah endemis malaria.
Kata kunci : Kadar Hb, ibu hamil, Fe+Vitamin C, daerah endemis malaria, Kabupaten Pesawaran, Lampung
Abstract
Anemia in pregnant women and infants with low birth weight (LBW) is often found in areas where malaria is endemic, even
though Fe+Vit C administration has done well. This is associated with a pathological process due to the infestation of
Plasmodium that causes malaria. The purpose of the study was to determine differences in hemoglobin concentration of
pregnant women before and after administration of Fe+Vit.C tablets in malaria-endemic areas in Pesawaran District,
Lampung Province in 2014. This study is a design experiment with pre-test-post-test group design with sample of pregnant
women with second and third trimester. The results showed that administration of Fe+Vit.C can improve maternal Hb in
malaria-endemic areas.
Keywords: Haemoglobin levels, pregnant women, “Fe+Vitamin C, malaria-endemic area, Pesawaran district, Lampung
Alamat korespondensi: Suwito, Subdit Pengendalian kegiatan pemberian Fe di daerah tersebut telah
Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP dan PL, Kemenkes, Jl. terlaksana dengan baik. Kondisi ini dikaitkan dengan
Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat. e-mail:
suwito_enk@yahoo.co.id, Hp: 081379729578. proses patologis akibat infestasi Plasmodium
penyebab malaria.
PENDAHULUAN Kabupaten Pesawaran merupakan wilayah dengan
kasus tertinggi malaria di Provinsi Lampung.
Ibu hamil memiliki risiko yang lebih tinggi Pada tahun 2013, jumlah penderita malaria klinis
mengalami anemia defisiensi besi. Setiap kehamilan (Annual Malaria Incidence/AMI) sebesar 8,32
membutuhkan lebih banyak konsumsi zat besi per 1000 penduduk dan jumlah penderita
(Fe) untuk pertumbuhan janin dan kesehatan positif malaria (Annual Parasite Incidence/API)
ibu sendiri. Kekurangan Fe pada ibu hamil dapat sebesar 1,03 per 1000 penduduk.
menyebabkan anemia yang dapat berakibat fatal Salah satu kegiatan pengendalian malaria, yaitu
bagi ibu dan janinya. Bagi Ibu menyebabkan pemberian tablet besi dan Vitamin C (Fe+Vit.C)
lemahnya kontraksi rahim dan tenaga mengejan untuk menurunkan anemia pada ibu hamil.
serta perdarahan post partum, sedangkan pada Pada umumnya kegiatan tersebut telah berhasil
janin menyebabkan gangguan pertumbuhan di daerah non-endemis malaria, namun di daerah
hasil konsepsi, abortus, persalinan prematur, endemis malaria perlu dibuktikan lebih lanjut.
cacat bawaan, IUFD (Intrauterine Fetal Death) Untuk itu peneliti melakukan uji coba pemberian
dan bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). FE+Vit C pada ibu hamil di di daerah endemis
Anemia pada ibu hamil dan BBLR sering malaria di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung,
ditemukan daerah endemis malaria, walaupun sekaligus untuk mengetahui perbedaan kadar
Secara statistik, pemberian Fe+Vit.C dapat Almatsier. 2004. Penuntun Diet, Edisi Baru.
meningkatkan kadar Hb ibu hamil di daerah Jakarta : Gramedia.
endemis malaria. Anthony T. 2002. Wowen and Nutrition. USA :
Health Media.
SARAN Dinas Kesehatan Propinsi Lampung. 2012.
Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung,
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Bandarlampung.
bahan pertimbangan dalam pelaksanaan Faadhilah B. 2013. Nutrition for Infection Diseases.
kegiatan pemberian Fe+Vit.C pada ibu hamil London: Infection Diseases Medias
di daerah endemis malaria. Oenel J. 2014. Pregnant and Iron. New Health J
2. Penelitian ini perlu diperluas di daerah Med 337(6): 435-439
endemis malaria lainnya di Indonesia. Poetra. 2003. Korelasi Gizi, Kesehatan dan
Produktivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.
Survey of Blood Glucose and Cholesterol in the Community at El Tari Airport Kupang, 2013
Abstrak
Pola kejadian penyakit mengalami pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Pergeseran pola kejadian
penyakit dalam terminologi epidemiologi lebih dikenal dengan istilah transisi epidemiologi. Pergeseran pola kejadian
penyakit tergambar dari kecenderungan peningkatan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada penyakit tidak
menular dibandingkan dengan penyakit menular. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya beban ganda (double burden)
pada program penanggulangan penyakit di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kejadian
hiperglikemi dan hiperkolesterolemia pada masyarakat yang melakukan pemeriksaan darah yang bekerja di wilayah
pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2013. Metode yang digunakan adalah observasional dengan desain studi serial kasus.
Sampel dalam survei ini adalah masyarakat yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari. Pengambilan sampel
menggunakan metode convenience sampling dengan kriteria responden yang terdaftar dan mengikuti pemeriksaan gula
darah dan kolesterol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dan pengambilan sampel darah tepi untuk
menentukan petanda biologis kadar gula darah dan kolesterol. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis
univariat menggunakan bantuan SPSS software. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8,3% masyarakat yang mengikuti
pemeriksaan gula darah puasa di wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2013 menderita Diabetes Melitus.
Sedangkan 12,5% belum pasti menderita Diabetes Mellitus. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kejadian
hiperglikemia pada masyarakat yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2013, yaitu sebesar 8,3%
(6/72), lebih tinggi pada perempuan dan kelompok umur ≥45 tahun . Sedangkan kejadian hiperkolesterolemia, yaitu sebesar
47,2% (34/72) lebih tinggi pada laki-laki dan kelompok umur ≥45 tahun.
Kata Kunci : Deteksi dini, glukosa, kolesterol, pelabuhan udara El Tari, Kupang
Abstract
The pattern of disease occurrence has shifted from infectious diseases to non-communicable diseases. Shifting patterns of
disease occurrence in terms of epidemiology, better known as the epidemiological transition. The shift pattern is illustrated
by the tendency of disease incidence increased morbidity and mortality are higher in comparison to non-communicable
diseases communicable diseases. These conditions lead to a double burden (double burden) on the eradication program in
Indonesia. This study aims to determine the percentage incidence of hyperglycemia and hypercholesterolemia in the
community who have a blood test that works in the area of Kupang El Tari airport in 2013. The method used was an
observational case series study design. The sample in this survey are the people who work in the area of El Tari airport.
Sampling using convenience sampling method with the criteria the respondent registered and followed the blood sugar and
cholesterol checks. Data was collected through interviews and collection of peripheral blood samples to determine biological
markers in blood sugar levels and cholesterol. Data analysis was performed using univariate analysis using SPSS software.
The results showed that 8.3% of people who follow the fasting blood sugar in the airport El Tari Kupang in 2013 suffering
from diabetes mellitus. While 12.5% suffered from diabetes mellitus is uncertain. From the results of this study concluded
that the incidence of hyperglycemia in people who work in the area of Kupang El Tari airport in 2013, amounting to 8.3%
(6/72), was higher in women and ≥45 years age group. While the incidence of hypercholesterolemia, which amounted to
47.2% (34/72) was higher in men and ≥45 years age group.
Alamat korespondensi: Primus Mitaran, KKP Kupang, epidemiologi lebih dikenal dengan istilah transisi
Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Adi Sucipto Penfui epidemiologi. Pergeseran pola kejadian penyakit
Kupang Hp:081389278127 e-mail:primusmitaran@ yahoo.com.
tergambar dari kecenderungan peningkatan
kejadian morbiditas dan mortalitas yang lebih
PENDAHULUAN tinggi pada penyakit tidak menular dibandingkan
dengan penyakit menular. Kondisi tersebut
Pola kejadian penyakit mengalami pergeseran
menyebabkan terjadinya beban ganda (double
dari penyakit menular ke penyakit tidak menular.
burden) dalam program/kegiatan pengendalian
Pergeseran pola kejadian penyakit dalam terminologi
penyakit di Indonesia. Dengan kata lain, terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Abstrak
Masalah higiene dan sanitasi di fasilitas umum termasuk tempat cukur rambut (barbershop) perlu mendapatkan perhatian
serius dari berbagai pihak terkait khususnya sektor kesehatan, karena merupakan tempat berkumpulnya orang banyak dan
berperan penting dalam proses penularan berbagai penyakit, seperti hepatitis B dan C, dan HIV/AIDS. Tindakan higiene dan
sanitasi sesorang dalam hal ini tukang cukur dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama pengetahuan dan sikap. Pada
penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan higiene adalah usaha pencegahan penyakit yang lebih menitikberatkan pada
kesehatan perseorangan, sedangkan tindakan sanitasi lebih menitikberatkan pada kesehatan lingkungan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tukang cukur rambut (barber) dengan tindakan
higiene sanitasi di tempat cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marela, Sumatera Utara tahun 2013,
dengan desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36,7% (11/30) dan 23,3% (7/30)
pengetahuan dan sikap tukang cukur terhadap higiene dan sanitasi termasuk dalam kategori kurang dan ada hubungan yang
signifikan dengan tindakan higiene dan sanitasi di tempat cukur (p=0,001 dan 0,008). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan dan sikap tukang cukur tentang higiene sanitasi masih rendah, sehingga dapat mempengaruhi tindakan
higiene dan sanitasi di tempat cukur.
Kata Kunci: Higiene, sanitasi, tukang cukur, Medan Maralen, Sumaera Utara
Abstract
The hygiene and sanitation problem in public places including barbershop needs serious attention from related parties,
especially in the health sector, because it is a gathering place of people and potentially plays an important role in the process
of various diseases transmissions, such as hepatitis B and C, and HIV/AIDS. Barber’s behaviour on implementation of hygiene
and sanitation is influenced by various factors, particularly the knowledge and attitudes. In this study hygiene is defined as
the prevention of diseases that is focused on individual health, while sanitation on environmental health. The purpose of this
study was to determine Barber’s knowledge and attitudes associated with hygiene and sanitation in Tanah Enam Ratus
village, Medan Marelan sub-district, North Sumatra in 2013 using a cross sectional study design. Based on our study,
percentage of Barber’s knowledge (36,7%, 11/30) and attitudes (23,3%, 7/30) on hygiene and sanitation were in the
category of less. Barber’s knowledge and attitudes were found to be associated with Barber’s behaviour on implementation of
hygiene and sanitation in their work places (p=0,001 and 0,008). This study determined factors associated with Barber’s
behaviour on implementation of hygiene and sanitation and found that lack of knowledge as well as attitudes were the
important determinants of disclosure.
Keyword: Hygiene, sanitation, barber, Medan Maralen, North Sumatera.
Alamat korespondensi: Toni Wandra, Program Studi sebagaimana dimaksud antara lain mencakup
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Direktorat Pasca- fasilitas umum (Pasal 163, ayat 1-2). Fasilitas
sarjana, Universitas Sari Mutiara Indonesia, Jl. Kapten
Muslim No. 79 Medan, Hp. 081388422934, e-mail: tony_ umum adalah suatu tempat dimana orang banyak
wdr2009@yahoo.com berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara
insidentil maupun terus menerus secara membayar
PENDAHULUAN atau tidak membayar (Suparlan, 2005).
Fasilitas umum yang dijamin kebersihan dan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun kesehatannya oleh pemerintah dan masyarakat,
2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan lingkungan antara lain tempat-tempat yang dikelola secara
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan komersial memiliki risiko bahaya kesehatan yang
yang sehat (Pasal 162). Pemerintah, pemerintah tinggi, memiliki jumlah tenaga kerja tertentu,
daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan tempat yang mudah terjangkit penyakit atau
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai tempat dengan intensitas jumlah dan waktu
risiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat kunjungan tinggi (Kemenkes RI, 2004).
Abstrak
Kedaruratan Kesehatan Dunia Meresahkan Masyarakat (KKDMM) atau Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) akibat munculnya penyakit baru (new emergency disease) yaitu flu babi atau swine flu di Meksiko dan
sekarang telah menjadi pandemi di 214 negara dengan 17,798 kasus kematian. Di Indonesia sendiri jumlah kasus
mencapai 1097 kasus, meninggal10 orang terdiri dari 5 laki-laki dan 5 perempuan (WHO, 2010). Berdasarkan
profil Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Semarang tahun 2008, pencapaian program karantina dan surveilans
kegiatan observasi epidemiologi dan pemeriksaan kedatangan luar negeri 1568 pesawat (147%), awak
2.543.075 (105%), dan penumpang 2.543.378 (102%). Tujuan penelitian ini mengetahui cakupan operasi faktor
risiko dalam pengamatan kedatangan pesawat, kru, dan penumpang dari luar negeri di KKP Semarang. Penelitian ini
menggunakan penelitian diskriptif dengan perencanaan studi kasus metode kuantitatif non statistik dan
kualitatif. Sampel data kedatangan pesawat dari luar negeri tahun 2008 dan 2009. Subjek penelitian adalah
Direktur Karantina, Kepala Sub Direktorat, Kepala Dinas, Kepala Bagian Karantina dan Surveilans Epidemiologi,
koordinator bagian, pengumpul data, petugas surveilans, dan penumpang. Instrumen penelitian adalah pedoman
wawancara mendalam (indepth interview), dokumen checklist dan observasi, dilanjutkan dengan analisis data
untuk menyimpulkan, untuk menjamin validitasi datadilakukan triangulasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada tahun 2008 pertanggungan desinseksi pesawat/sertifikasi 13 atau (0,82%) dari 1.685 pesawat atau (147%).
Tahun 2009 pertanggungan desinfeksi pesawat/sertifikasi, negara terjangkit flu babi 0% dari 1.152 pesawat
atau (65%). 620 pesawat atau (35%) dari negara yang tidak terkontaminasi cakupan desinseksi/sertifikasi juga
0%. 154.217, menduga 10, positif flu babi, 1 orang atau 0,0065% penumpang diberikan Health Alert Card (HAC)
cakupannya 0%. Tidak melaporkan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cakupan pengamatan pesawat,
awak dan penumpang dari luar negeri>100% adalah proyeksi. Pencapaian belum pedoman berbasis (belum ada
petunjuk teknis). Indikator pesawat dari luar negeri baik negara yang sehat dan juga negara terinfeksi belum ada
yaitu, indikator ABK/crew, penumpang masih bisa bergabung dan kriteria masing-masing jelas.
Kata kunci: Pesawat, awak, evaluasi, penumpang, karantina, faktor risiko, surveilans
Abstract
A health emergency of public freting world or Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) already
happened with new disease appearance (new emergency disease) that is swine flu or flu pig in Mexico and now
has become pandemi in 214 states with number of deaths of 17.798 in Indonesia number of cases: 1097, dies : 10
consisted of 5 men and 5 woman (WHO,2010). Based on profile Port Health Office Semarang the year 2008
attainment of quarantine program and surveilance observation activity epidemiology and inspection of arrival of
overseas 1568 aircraft (147%), crew 2.543.075 (105%), and passenger 2.543.378 (102%). Purpose: to know
operation coverage of risk factor in observation of arrival of aircraft,crew, and passenger from outside country in
Port Health Office Semarang.Method : This research is research of diskriptive with case study planning applies
quantitative method non statistic and qualitative. Sample is arrival data of plane from outside country the year
2008 and 2009, Research subject is, Quarantine Director, Chief Subdirector, Head of PHO, Chief section Quarantine and
Surveilance Epidemiologi, Region Coordinator, Data organizer, officer surveilance, and passenger. Instrument of
Research is indepth interview guidance (indepth interview), checklist document and observation, continued
with data analysis to conclude, to guarantee data validity is done triangulation.Result: the year 2008 aircraft
coverages desinsection/sertification 13 or (0,82%) out of 1685 aircraftor (147%). The year 2009 aircraft
coverages disinfection/sertification, state infected by swine flu 0% out of 1152 aircraft or (65%). 620 aircraft or
(35%) from uncontaminated state of coverage desinsection/sertificationalso 0%. 154217, suspect 10, positive of
swine flu 1 people or 0,0065% passenger is given Health Alert Card (HAC) its coverage 0%. Doesn't report.
Conclusion : observation coverage of plane, crew and passenger from outside country > 100% is projection.
Alamat Korespondensi: Hadijah Abas, Kantor Kesehatan penyusunan rencana pembangunan nasional
Pelabuhan Ternate , Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, untuk periode berikutnya (Depkes 2006).
Jl. Komplek Pelabuhan Laut Ahmad Yani No.1 Ternate, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Semarang
Hp. 081228938267, e-mail:hadijah_abas@yahoo.com. sebagai salah satu unit pelaksana teknis di
Provinsi Jawa Tengah, berada di bawah dan
PENDAHULUAN bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Berdasarkan Peraturan Kesehatan International
Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI sesuai
atau International Health Regulation (IHR) yang
SK Menkes Nomor : 356/SK/Menkes/2008 tanggal
telah diratifikasi oleh negara-negara di dunia
14 April 2008 sebagai perubahan atas SK Menkes
tahun 2005 dan mulai diterapkan di Indonesia
Nomor: 265/SK/Menkes/2004 tanggal 8 Maret
tahun 2007, pada pasal 1 tercantum bahwa
2004. Tugas pokok KKP, yaitu melaksanakan
risiko kesehatan masyarakat (public health risk)
pencegahan keluar masuknya penyakit, penyakit
adalah risiko yang mungkin berpengaruh buruk
potensi wabah melalui program karantina dan
terhadap kesehatan masyarakat dengan pengutamaan
surveilans epidemiologi di wilayah kerja, bandara,
pada faktor risiko yang dapat menyebar secara
pelabuhan,dan lintas batas darat negara(Depkes, 2004).
internasional atau dapat menyebabkan gangguan
Berdasarkan profilnya tahun 2008 pencapaian
langsung dan serius (WHO, 2005).
program karantina dan surveilans epidemiologi,
Suatu kedaruratan kesehatan masyarakat yang
realisasi kegiatan pengawasan/pemeriksaan pesawat,
meresahkan dunia atau PHEIC (Public Health
penumpang dan awak dari luar negeri ≥ 100 %
Emergency of International Concern) dengan
(KKP, 2008-2009).
munculnya re-emerging dan new emerging disease
Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas,
yaitu swine flu atau flu babi (H1N1) di Meksiko
peneliti bermaksud mengevaluasi pelaksanaan
dan kini telah menjadi pandemi di 214 negara
program karantina dan surveilans epidemiologi
dengan jumlah kematian 17.798 orang, di
khususnya surveilans faktor risiko pesawat dari
Indonesia jumlah kasus 1.097, meninggal 10
luar negeri di Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang.
orang terdiri atas 5 laki-laki dan 5 perempuan
(WHO, 2010). Di samping dunia menghadapi
METODE
pandemi influenza, sehingga hal ini merupakan
risiko kesehatan antar negara karena dapat
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
menyebar lintas negara dan berpotensi memerlukan
dengan rancangan studi kasus menggunakan
respon internasional secara terkoordinasi (WHO,2005).
metoda kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 24 tahun
digunakan pengolahan data sekunder untuk
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
melihat presentasi kegiatan yang dilakukan
Nasional mengamanatkan perlunya pengendalian
berdasarkan/pedoman indikator. Secara umum
dan evaluasi pelaksanaan program kementerian/
metoda studi kasus merupakan strategi yang lebih
lembaga sebagai bagian yang tidak terpisahkan
cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian
dari proses perencanaan. Evaluasi pelaksanaan
berkenaan dengan kata how atau way (Yin, 1987).
program merupakan bagian dari kegiatan
Penelitian dilaksanakan di Semarang, Solo
perencanaan pembangunan yang secara sistematis
dan Yogyakarta. Unit analisis adalah Bandara
mengumpulkan dan menganalisa data informasi
Internasional Bandara Ahmad Yani, Adi Sumarmo
untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan, dan
dan Adi Sucipto yang merupakan Wilayah
kinerja pembangunan. Pengendalian dan
Kerja KKP Semarang. Subyek penelitian adalah
evaluasi tersebut disamping sebagai tugas dan
petugas program karantina dan surveilans
tanggung jawab pimpinan kementerian/lembaga,
epidemiologi, Dirjen PP dan PL, Direktur Karantina
hasil evaluasi juga menjadi bahan dalam
dan Imunisasi, Kepala Subdit Karantina Kesehatan,
1Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Aisiyah Yogyakarta
2Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kemenkes RI
Abstrak
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) merupakan salah satu populasi berisiko tinggi terinfeksi HIV dan IMS lainnya
akibat seringnya berhubungan seks berganti-ganti pasangan dan dilakukan secara tidak aman, seperti tidak menggunakan
kondom ketika melayani klien. Salah satu upaya untuk menekan risiko penularan HIV pada WPTSL adalah dengan melakukan
konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status HIV-nya. Konseling dan Tes HIV sangat penting, karena
merupakan pintu masuk dalam memperoleh pelayanan kesehatan bagi klien sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan. Tujuan umum adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WPSTL dalam melakukan
tindakan tes HIV di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian ini termasuk dalam explanatory research dengan desain cross
sectional study. Populasi sasaran adalah semua WPSTL yang ada di salon atau panti pijat binaan LSM Kembang di Kabupaten
Bantul sebanyak 67 orang. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tindakan WPSTL
melakukan tes HIV adalah tingkat pendidikan, frekuensi mengakses media, tingkat pengetahuan, sikap teman sebaya
terhadap melakukan tes HIV, sedangkan berdasarkan hasil analisis multivariat adalah tingkat pengetahuan tentang tes HIV,
persepsi ancaman, persepsi harapan melakukan tes HIV, dan ketersediaan dan keterjangkauan tes HIV. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa hanya sebesar 49,3% (33/67) WPTSL yang ada di salon dan panti pijat binaan LSM Kembang di
Kabupaten Bantul yang melakukan tindakan tes HIV. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap tindakan WPSTL melakukan
tes HIV tersebut adalah 1) Tingkat pengetahuan tentang tes HIV (OR=37,2) persepsi ancaman (OR=22,6), persepsi harapan
melakukan tes HIV (OR=28,5), ketersediaan dan keterjangkauan tes HIV (OR=116,3).
Abstract
Indirect Female Sexual Workers (WPSTL) is one of the high-risk population is infected with HIV and other STIs due to
frequent sex promiscuity and unsafe done, such as not using condoms when serving clients. One effort to reduce the risk of
transmission of HIV to WPTSL is to conduct HIV counseling and testing periodically to determine their HIV status. VCT is very
important, because it is the entrance to obtain medical care for the client in accordance with the procedures established by
the Ministry of Health. The general objective was to determine the factors that influence WPSTL in doing HIV testing in Bantul
Yogyakarta. This study was included in the explanatory research with cross sectional design. The target population is all
WPSTL in the salon or massage parlor built in the district of Bantul Flower NGOs by 67 people. Results of bivariate analysis
showed that the factors that influence the actions WPSTL an HIV test is the level of education, frequency of media access, level
of knowledge, attitudes of peers toward an HIV test, while based on the results of the multivariate analysis is the level of
knowledge about HIV testing, threat perception, the perception of hope HIV testing, and the availability and affordability of
HIV testing. From the results of this study concluded that only amounted to 49.3% (33/67) WPTSL in salons and massage
parlors Flower assisted NGOs in Bantul who commit acts of an HIV test. The factors that influence the actions WPSTL an HIV
test are 1) The level of knowledge about HIV testing (OR = 37.2) threat perception (OR = 22.6), the perception of hope an HIV
test (OR = 28.5), availability and affordability of HIV testing (OR = 116.3).
Alamat korespondensi: Lili Junaidi, Kantor Kesehatan Immunodeficiency Virus) dan IMS (Infeksi
Pelabuhan Semarang, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI,JL. Menular Seksual). Hal ini disebabkan oleh
WR.Supratman No.6 Semarang , Hp. 08152058099, e-mail:
lilijunaidi77@gmail.com.
perilaku dalam berhubungan seks, yaitu sering
berganti-ganti pasangan dan dilakukan secara
PENDAHULUAN tidak aman, seperti tidak menggunakan kondom
ketika melayani klien. Klamidia adalah salah
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) satu penyakit IMS dengan prevalensi tertinggi
merupakan salah satu populasi berisiko tinggi di antara WPSTL. Tingginya prevalensi IMS
terinfeksi dan menularkan HIV (Human merupakan salah satu pintu masuk penularan
Early Detection of Hepatitis B in Pregnant Women and Health Workers in Jakarta, 2013
Abstrak
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi hepatitis B (HBsAg positif) sebesar 9.4%, dengan kata lain, 1 diantara 10
penduduk di Indonesia terinfeksi Hepatitis B, sehingga diperkirakan sebanyak 28 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi
hepatitis B & C dan berpotensi menjadi kronik dan kanker hati. Tujuan deteksi dini hepatitis B ini adalah untuk mengetahui
infeksi Hepatitis B pada bumil dan nakes; melakukan upaya pencegahan pada bayi dari ibu dengan HBsAg positif; mengetahui
besaran masalah hepatitis B pada ibu hamil dan petugas kesehatan di DKI Jakarta. Deteksi dini hepatitis B dilakukan pada
4,705 ibu hamil dan 943 petugas kesehatan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan hepatitis B di 42 puskesmas
kecamatan di DKI Jakarta. Deteksi Dini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober sampai 6 Desember 2013. Seluruh ibu hamil
triwulan I dan II yang datang ke Puskesmas selama periode pengumpulan dilakukan wawancara untuk mengetahui data
terkait perilaku dan diambil darah untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Spesimen yang diambil di puskesmas dikirim
ke BBLK Jakarta, kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium diketahui HBsAg reaktif
pada ibu hamil adalah sebesar 3% dan pada petugas kesehatan sebesar 2,55%. Dari semua ibu hamil, 73,79% diantaranya
rentan terhadap hepatitis B, dan 49% petugas kesehatan memiliki anti-HBs dan anti-HBc (-), sehingga mereka perlu diberikan
vaksinasi hepatitis B.
Kata kunci : Deteksi dini, hepatitis B, ibu hamil, petugas kesehatan, Jakarta
Abstract
Based on the Riskesdas results, 2007, the prevalence of hepatitis B (HBsAg positive) in Indonesia is 9.4%, in other words,
about 1 in 10 people in Indonesia are people with hepatitis B, it is estimated that as many as 28 million people in Indonesia
have been infected hepatitis B & C and have potential to become chronic and liver cancer. The purpose of early detection of
hepatitis B was to determine the prevalence of hepatitis B in pregnant women and health workers in Jakarta, to prevent
transmission from pregnant women with HBsAg positive to her babies and to know the magnitude of the problem in
pregnant women and health workers. Early detection of hepatitis B was carried out on 4.705 pregnant women and 943 health
workers at high risk of contracting and transmitting hepatitis B in 42 district health centers in Jakarta. Early detection was
conducted on 22 October to 6 December 2013. Pregnant women trimester 1 and 2 who did antenatal care in health centers
was interviewed about their behavior and laboratory examination. Specimens were taken at the health center sent to BBLK
Jakarta, then performed ELISA. The results showed that the prevalence of hepatitis B (positive HBsAg) in pregnant women is
3% and the health care workers of 2.55%. Of all pregnant women, 73.79% were susceptible to hepatitis B, and 49% of health
workers had anti-HBs and anti-HBc (-), so they need to be vaccinated with hepatitis B.
Key words : Early detection, hepatitis B, pregnant women, health workers, Jakarta
Alamat Korespondensi: Kepala Subdit Diare & ISP, 10 penduduk di Indonesia merupakan
Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL Jln. Percetakan Negara penderita hepatitis B, sehingga dapat diperkirakan
No.29 Jakarta Pusat, e-mail: subdit_diare06@ yahoo.com
sebanyak 28 juta penduduk Indonesia telah
PENDAHULUAN terinfeksi Hepatitis B & C yang berpotensi
menjadi penderita kronik dan dapat
Hepatitis B merupakan masalah kesehatan berkembang menjadi sirosis hepatitis dan
masyarakat di negara-negara berkembang di kanker hati.
dunia, termasuk Indonesia. Virus Hepatitis B Di negara berkembang termasuk Indonesia,
(VHB) telah menginfeksi sekitar 2 milyar orang penularan virus hepatitis secara vertikal
di dunia, 240 juta diantaranya merupakan berperan penting dalam penyebaran VHB. Selain
pengidap hepatitis B kronik, dan sebanyak 1 itu, 90% penderita Hepatitis B pada anak yang
juta penduduk meninggal setiap tahunnya. tertular secara vertikal dari ibu dengan HBsAg
Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa reaktif berkembang menjadi hepatitis B kronik.
9,4% HBsAg reaktif. Hal ini berarti 1 diantara Oleh karena itu, pencegahan penularan secara
METODE
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI
Abstrak
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo berupaya untuk mewujudkan pelabuhan sehat, salah satunya adalah Pelabuhan
Laut Tanjung Wangi yang letaknya di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Banyuwangi. Wilayah pelabuhan dibagi
dua yaitu perimeter area dan buffer area. Cakupan buffer area meliputi radius 400 meter dari pagar pelabuhan. Buffer area
Pelabuhan Tanjung Wangi terdiri dari bangunan kantor, pergudangan dan rumah penduduk. Pengendalian faktor risiko di
rumah penduduk sangat perlu dilakukan, mengingat penduduk mempunyai karakteristik yang heterogen dalam suatu
wilayah beserta perilakunya. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, besar sampel sebanyak 190 rumah
yang dipilih secara simple random sampling. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi kesehatan perumahan di buffer
area Pelabuhan Tanjung Wangi adalah kondisi halaman rumah, dinding rumah, atap rumah, kebisingan, penyediaan air
bersih, pembuangan tinja dan air limbah, dan pembuangan sampah (p<0,005). Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan
bahwa sebagian besar (64%) kondisi kesehatan lingkungan perumahan di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi Banyuwangi
termasuk dalam kategori baik. Faktor dominan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan perumahan adalah
halaman, penyediaan air bersih, serta pembungan tinja dan air limbah.
Kata kunci: Kesehatan lingkungan, buffer area, Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi
Abstract
Port Health Office Probolinggo to work toward a healthy harbor, one of which is the Port of Tanjung Wangi Sea that is located
at the eastern end of Java, precisely in Banyuwangi. The area is divided into two, namely the port area and the perimeter of
the buffer area. Coverage area includes a buffer radius of 400 meters from the port fence. Tanjung Wangi buffer area
consisting of office buildings, warehouses and houses. Control of risk factors in the population is very necessary, considering
the population has heterogeneous characteristics in a region and its behavior. This study used a cross-sectional study design,
a sample size of 190 homes were selected by simple random sampling. Factors related to the health condition of housing in
the buffer area of the Port of Tanjung Wangi is the condition of the home page, home walls, roofs, noise, water supply,
disposal of excreta and wastewater, and waste disposal (p <0.005). Based on the research results, it was concluded that the
majority (64%) residential environmental health conditions in the buffer area of the Port of Tanjung Wangi Banyuwangi
included in both categories. The dominant factor in health-related residential neighborhood is the page, provision of clean
water, as well as feces and sewage dumps.
Key words : Environmental health, buffer area, Tanjung Wangi Port, Banyuwangi
Alamat Korespondensi: Pipin Arisandi, KKP Probolinggo, Ditjen dan perdagangan internasional (WHO, 2005).
PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Tanjung Tembaga Baru Probolinggo, Sejalan dengan perkembangan globalisasi serta
Hp:082301661666, e-mail: pipinaris@ yahoo.com
semakin mudah dan lancarnya perjalanan lintas
PENDAHULUAN dunia wisata, bisnis, transportasi barang,
perdagangan, dan permasalahan lokal dapat
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo secara cepat menjadi perhatian dan masalah
berupaya untuk mewujudkan pelabuhan sehat, dunia (Depkes, 2005).
salah satunya adalah Pelabuhan Laut Tanjung Terkait dengan pencegahan permasalahan lokal,
Wangi yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
Provinsi Jawa Timur. surveilans epidemiologi di wilayah pelabuhan.
International Health Regulation (IHR) Tahun Kegiatan surveilans epidemiologi di Kantor
2005 bertujuan mencegah, melindungi, mengendalikan Kesehatan Pelabuhan (KKP) berdasarkan
penyebaran penyakit secara internasional sesuai Permenkes RI No. 356/MENKES/Per/IV/2008,
dengan dan terbatas pada faktor risiko yang bahwa fungsi KKP adalah pelaksanaan kajian
dapat mengganggu kesehatan, dengan sesedikit surveilans kesehatan pelabuhan.
mungkin menimbulkan hambatan pada lalu-lintas
Berdasarkan hasil analisis multivariat, halaman, penularan penyakit, seperti tuberkulosis (TB)
penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air 3,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lantai
limbah adalah faktor dominan yang berhubungan yang tidak kedap (Naben, 2013). Ada hubungan
dengan kondisi kesehatan lingkungan perumahan yang signifikan antara dinding yang kedap air
di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi (Tabel 3). dan kondisi kesehatan lingkungan perumahan
(p<0,005, OR=1,755). Dinding rumah yang tidak
Tabel 3. Hasil analisis multivariate, faktor dominan yang kedap air, risiko penularan TB, 4,7 kali lebih
berhubungan dengan kondisi kesehatan lingkungan tinggi dibandingkan dengan dinding yang tidak
perumahan di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi,
Banyuwangi tahun 2014 kedap air (Naben, 2013). Atap berplafon berhubungan
secara signifikan dengan kondisi kesehatan
Faktor fisiologis dan
lingkungan perumahan (p<0,005, OR=8,983).
pencegahan penyakit β Wald p*
(variabel independen) Begitu juga kebisingan <50db, ada hubungan
Faktor fisiologis yang signifikan dengan kondisi kesehatan
- Halaman 1,845 21,368 0,000 lingkungan perumahan (p<0,05, OR=3,722).
- Dinding 19,724 0,000 0,999 Air bersih yang digunakan untuk kebutuhan
- Atap 0,657 0,578 0,447
- Ventilasi 20,264 0,000 0,999
sehari-hari di lokasi penelitian pada umumnya
- Suhu -0,021 0,004 0,952 adalah air sumur (98,9%). Ada juga yang sudah
- Kelembaban 0,867 2,282 0,131 mempunyai sumur, tetapi menggunakan mata
- Kebisingan 0,890 2,664 0,103 air di wilayahnya (5,8%). Sumur yang ada jika
Pencegahan dan diukur jaraknya dengan septic tank berpotensi
penularan penyakit
- Penyediaan air bersih -1,306 9,588 0,002 tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja
- Pembuangan tinja -2,612 38,399 0,000 manusia, karena berjarak kurang dari 10 meter.
dan air limbah Persentase sumur yang kurang layak di lokasi
- Pengendalian vektor -18,822 0,000 0,998 penelitian adalah sebesar 73%.
- Pengelolaan sampah -37,240 0,000 0,998
*α=0,05
Untuk pengendalian vektor, selain dilakukan
oleh warga sendiri, juga dilakukan secara rutin
PEMBAHASAN oleh KKP Wilker Tanjung Wangi. Vektor yang
dikendalikan KKP adalah lalat, nyamuk, dan
Berdasarkan hasil penelitian, ada hubungan tikus. Namun pengendalian vektor perlu secara
yang signifikan antara halaman rumah dan rutin dilakukan terutama vektor demam berdarah.
kondisi kesehatan lingkungan perumahan (p<0,05, Hal ini berdasarkan hasil penelitian bahwa ada
OR=7,822). Lantai rumah di lokasi penelitian, hubungan yang sangat bermakna antara kondisi
100% telah menggunakan bahan yang kedap sanitasi lingkungan dengan keberadaan jentik
air. Kondisi lantai ini telah memenuhi syarat vektor dengue (Zulkarnaini, 2009).
kesehatan. Lantai yang tidak kedap air, risiko
1. Jurnal ini memuat naskah di bidang Pengendalian Hasil adalah temuan penelitian yang
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan meliputi disajikan tanpa pendapat.
Epidemiologi, Biostatik, Administrasi dan Pembahasan menguraikan secara tepat
Kebijakan Kesehatan, dan Kesehatan Lingkungan. dan argumentatif hasil penelitian dengan
2. Naskah yang diajukan dapat berupa artikel teori dan temuan terdahulu yang relevan.
penelitian, artikel telaahan, dan makalah Tabel dan gambar dibuat dalam bentuk
kebijakan yang belum pernah dipublikasikan terbuka (berisikan border line atas dan
di tempat lain dan tidak sedang diajukan ke bawah tanpa garis batas), dengan judul
tempat lain. tabel (di atas tabel) dan judul gambar (di
3. Komponen Artikel Penelitian : bawah gambar) dan diberi nomor urut
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan penampilan dalam teks.
dengan menggunakan tipe huruf Cambria Nomor dan judul ditulis menggunakan
ukuran 11 pt, single spasi di kertas tipe huruf Cambria ukuran 10 pt.
berukuran A4 dengan batas tepi/margin Kesimpulan menjawab masalah penelitian
atas bawah 3 cm dan kiri kanan 2 cm. tidak melampaui kapasitas temuan.
Judul dalam bahasa Indonesia ditulis Saran mengacu pada tujuan dan kesimpulan
singkat dan jelas maksimal 15 patah kata, berbentuk narasi, logis, dan tepat guna.
diketik dengan huruf besar pada setiap Ucapan terima kasih sebagai bentuk
awal kata dengan menggunakan tipe apresiasi kepada pihak yang telah
huruf Cambria ukuran 14 pt. Judul dalam membantu penulis.
bahasa Inggris ditulis dibawahnya dengan 4. Daftar pustaka sebagai rujukan ditulis
ukuran 11 pt. berdasarkan urutan abjad nama akhir
Identitas penulis ditulis di bawah judul penulis pertama, dan diutamakan rujukan
memuat nama lengkap tanpa gelar dan jurnal terkini. Nama penulis pertama dan
instansi menggunakan tipe huruf Cambria penulis berikutnya didahului nama famili/
ukuran 10 pt. belakang yang diikuti singkatan nama
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia pertama dan nama tengah tanpa dipisahkan
dan bahasa Inggris maksimal 250 kata tanda koma atau titik, maksimal 6 orang
dengan menggunakan tipe huruf Cambria selebihnya diikuti “dkk (et al)”.
ukuran 9 pt yang dituangkan dalam satu 5. Huruf pertama judul acuan ditulis dengan
alinea mencakup latar belakang, metode, huruf kapital, selebihnya dengan huruf kecil,
hasil, dan kesimpulan, disertai kata kunci kecuali nama orang, tempat, dan waktu.
(keywords) terdiri dari 3-6 kata atau Judul tidak boleh digaris bawah dan
gugus kata dengan huruf besar di awal ditebalkan hurufnya.
kata, dan selanjutnya huruf kecil.
Alamat korespondensi ditulis menggunakan Contoh bentuk referensi :
tipe huruf Cambria ukuran 9 pt memuat Artikel Jurnal Penulis Individu:
nama, instansi, alamat lengkap, nomor Zainuddin AA. 2010. Kebijakan pengelolaan
telepon, dan email. kualitas udara terkait transportasi di
Pendahuluan berisi latar belakang, Provinsi DKI Jakarta. Kesmas Jurnal
tinjauan pustaka secara singkat dan Kesehatan Masyarakat Nasional. 4 (6):
relevan serta tujuan penelitian. 281-8.
Metode meliputi desain, populasi, sampel,
sumber data, teknik/instrumen pengumpul
data, dan prosedur analisis data.
CD-ROM:
Anderson SC, Poulsen KB. Anderson’s electronic
atlas of hematology (CD-ROM). Philadelphia:
Lippincott. Williams Wilkin; 2002.