Anda di halaman 1dari 74

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344817136

Peran Bidan dalam Penemuan Suspek Tuberkulosis di Kabupaten Siak,


Provinsi Riau, Tahun 2013

Article · October 2014

CITATIONS READS

0 649

11 authors, including:

Suyanto Suyanto Winarto Winarto


Universitas Riau Universitas Riau
19 PUBLICATIONS   67 CITATIONS    5 PUBLICATIONS   10 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

muhammad alhafiz
Universitas Riau
2 PUBLICATIONS   6 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

forest burn smoke and TB incidence View project

All content following this page was uploaded by Suyanto Suyanto on 22 October 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


jhsafljhD
jhsafljhD
JURNAL PENGENDALIAN PENYAKIT
DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN

DEWAN REDAKSI

Penasihat : Direktur Jenderal PP dan PL


Sekretaris Ditjen PP dan PL

Penanggung Jawab : Kepala Bagian Hukormas

Redaktur : drg. Yossy Agustina , MH.Kes


dr. Ita Dahlia, MH.Kes
Imam Setiaji, SH
dr. Ratna Budi Hapsari, M.Kes
Dewi Nurul Triastuti, SKM

Penyunting/Editor : Dr. dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D


Dr. Suwito, SKM, M.Kes

Design Grafis/Fotografer : Putri Kusumawardani, ST


Bukhari Iskandar, SKM
Aditya Pratama, SI.Kom

Sekretariat : Firman Septiadi, SKM


Eriana Sitompul
Risma, SKM
Sri Sukarsih, Amd
Indah Nuraprilyanti,SKM
Aditya Pratama, S.Ikom

Penerbit : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan
Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560
Telp/Fax: (021) 4225451
email: humas.p2pl@gmail.com
website: www.pppl.depkes.go.id
facebook: Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan iii


Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunia-Nya sehingga Jurnal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dapat diterbitkan demi memenuhi
kebutuhan pembaca dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
khususnya pengendalian penyakit, baik yang menular maupun tidak menular serta
penyehatan Iingkungan di Indonesia.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan ini merupakan edisi 4 yang terbit
di penghujung tahun 2014. Jurnal ini diterbitkan dengan tujuan dapat mempublikasikan hasil
penelitian, karya ilmiah dan review terkait dengan program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan. Diharapkan jurnal ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin
mengetahui perkembangan terbaru tentang program pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan jurnal ini.
Kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi penyempurnaan dan kemajuan jurnal
ini.

Akhir kata, semoga jurnal ini dapat memberikan motivasi dan dorongan, serta bermanfaat
bagi kita semua.

Jakarta, Desember 2014


Direktur Jenderal PP dan PL

dr. H.M. Subuh, MPPM

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan v


Daftar Isi
Halaman

Pemberdayaan Mantan Pasien TB dalam Peningkatan Penemuan Suspek TB di Kabupaten

Kubu Raya, Kalimantan Barat .................................................................................................................................. 1–7

Pengaruh ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 Terhadap Akses Air Bersih dan Jamban Sehat,

dan Kejadian Diare ....................................................................................................................................................... 8 – 19

Pengolahan Sampah dengan Metode Composting Open Windrow di Kelurahan Banjar Sari,

Lampung Tahun 2013 ................................................................................................................................................. 20 – 25

Peran Bidan dalam Penemuan Suspek Tuberkulosis di Kabupaten Siak, Provinsi Riau,

Tahun 2013 ...................................................................................................................................................................... 26 – 31

Perbedaan Kadar Hb Ibu Hamil Sebelum dan Sesudah Pemberian Fe+Vit.C di Daerah

Endemis Malaria ............................................................................................................................................................ 32 – 34

Survei Kadar Gula Darah dan Kolesterol pada Masyarakat di Pelabuhan Udara

El Tari Kupang, 2013 ................................................................................................................................................... 35 – 39

Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tukang Cukur Rambut (Barber) dan Tindakan

Higiene dan Sanitasi di Medan Marelan ............................................................................................................... 40 – 45

Evaluasi Program Karantina dan Surveilans Epidemiologi di Kantor Kesehatan Pelabuhan

Semarang Tahun 2008-2009 .................................................................................................................................... 46 – 53

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung Melakukan

Tes HIV di Kabupaten Bantul Yogyakarta ........................................................................................................... 54 – 57

Deteksi Dini Hepatitis B pada Ibu Hamil dan Petugas Kesehatan di DKI Jakarta Tahun 2013 ..... 58 – 60

Kondisi Kesehatan Lingkungan Perumahan di Buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi

Banyuwangi Tahun 2014 ........................................................................................................................................... 61 – 65

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan vii


Pemberdayaan Mantan Pasien TB dalam Peningkatan Penemuan Suspek
TB di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
Empowerment of Former TB Patients to Improve TB Suspected Finding
in Kubu Raya District, West Kalimantan

Agus Fitriangga¹, Muhammad Nasip², Siswani³, Andre Nugroho³,


Pandu Riono4, Sumanto Simon4, Surjana5, Novayanti Tangirerung5, Retno Budiati5

¹Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat


²Politeknik Kesehatan Pontianak, ³Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat
4Tuberculosis Operational Research Group, 5Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

Abstrak
Salah satu permasalahan dalam pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia adalah masih rendahnya cakupan penemuan
suspek TB. Di Kalimantan Barat, pada tahun 2012 cakupan penemuan suspek TB hanya sebesar 51%. Salah satu faktor
penyebab adalah kurangnya peran mantan pasien TB dalam penemuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberdayaan mantan pasien TB dalam peningkatan penemuan suspek TB di Kabupaten Kubu Raya, Provinsi
Kalimantan Barat. Desain penelitian adalah kuasi eksperimental dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian
dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sungai Kakap (daerah intervensi) dan Puskesmas Rasau Jaya (daerah kontrol),
Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2013. Data penelitian diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner, Focus
Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Data kuantitatif dianalisis dengan uji regresi linier, sedangkan data
kualitatif dengan analisis isi dan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kunjungan suspek TB yang
dirujuk mantan pasien TB di daerah intervensi 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan daerah kontrol. Berdasarkan hasil
FGD dan wawancara mendalam, pengetahuan tentang TB, peningkatan motivasi dan kemampuan berkomunikasi mantan
pasien TB diperoleh dari pelatihan pemberdayaan yang diberikan pada mantan pasien TB tersebut. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa dengan dilakukannya pemberdayaan mantan pasien TB, meningkatkan penemuan suspek TB di
Kabupaten Kubu Raya.
Kata kunci: Pemberdayaan, penemuan, suspek TB, Kalimantan Barat

Abstract
One of the problems in the control of tuberculosis (TB) in Indonesia is still low coverage of suspected tuberculosis. In West
Kalimantan, in 2012 the coverage of suspected tuberculosis only by 51%. One factor is the lack of a role in the discovery of
former TB patients. The purpose of this study was to determine the effect of empowering the former TB patients in improving
the discovery of suspected tuberculosis in Kubu Raya District, West Kalimantan Province. The study design was quasi-
experimental, quantitative and qualitative approaches. The experiment was conducted in Puskesmas Gammon River (the
intervention) and PHC Rasau Jaya (control area), Kubu Raya in 2013. Data were obtained from interviews using
questionnaires, focus group discussions (FGDs) and in-depth interviews. Quantitative data were analyzed by linear
regression, while the qualitative data by content analysis and triangulation. The results showed that the proportion of TB
suspects were referred to the visit of former TB patients in the intervention area 1.9 times greater than in controls. Based on
the results of focus group discussions and in-depth interviews, knowledge about TB, increased motivation and the ability to
communicate a former TB patient empowerment gained from the training given to the former TB patients. From the research
it can be concluded that the former does empower TB patients, increasing the discovery of TB suspects in Kubu Raya.

Keywords: Empowerment, detection, TB suspected, West Kalimantan.

Alamat Korespondensi: Retno Budiati, Subdit TB, Direktorat negara dengan jumlah kasus TB ke-4 terbesar
PPML, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara No. 29 setelah Tiongkok, India, dan Afrika Selatan.
Jakarta Pusat, Hp. 081288668597, e-mail:
retnobudiati_p@yahoo.com Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013
adalah 297 per 100.000 penduduk dengan
PENDAHULUAN 460.000 kasus baru setiap tahunnya (Ditjen PP
dan PL, 2014). Strategi DOTS (Directly Observed
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah Treatment Shortcourse) merupakan elemen
kesehatan masyarakat di dunia. Menurut Badan penting dalam pengendalian TB, yang telah
Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2012 diimplementasikan secara meluas.
sebanyak 8,6 juta orang terjangkit TB dengan Tingkat partisipasi puskesmas dalam DOTS di
kematian 1,3 juta orang. Indonesia merupakan Kalimantan Barat tergolong tinggi, namun

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1


cakupan deteksi TB masih rendah yaitu hanya Tujuan penelitian
51% tahun 2012. Kabupaten Kubu Raya merupakan Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui
kabupaten dengan tingkat CDR (Case Detection pengaruh pemberdayaan mantan pasien TB
Rate) menduduki peringkat ke-2 terendah di dalam peningkatan penemuan suspek TB di
Kalimantan Barat setelah Kabupaten Kayong Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya;
Utara. Case Detection Rate di Kabupaten Kubu 2) Mengetahui tingkat pengetahuan mantan
Raya tahun 2011 adalah 42% (Dinkes Kalbar, pasien TB tentang TB; 3) Mengetahui gambaran
2012). Dari 9 kecamatan yang ada di Kabupaten peran serta stakeholder dalam pemberdayaan
Kubu Raya, Kecamatan Sungai Kakap merupakan mantan pasien TB; dan 4) Mengetahui model
kecamatan dengan jumlah kasus TB terbanyak, pemberdayaan masyarakat berbasis mantan
yaitu 383 kasus. (Dinkes Kabupaten Kubu Raya, pasien TB dalam penemuan suspek TB.
2011), dengan angka penemuan kasus baru
hanya 20 kasus (5,2%). Rendahnya penemuan METODE
kasus baru ini disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain masih rendahnya peran serta Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimental,
masyarakat dalam kegiatan pengendalian TB dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
(Dinkes Kabupaten Kubu Raya, 2011). Penelitian dilaksanakan pada 28 November
Paradigma baru dalam pemberdayaan masyarakat 2013 sampai dengan 30 Juni 2014. Populasi
memberikan pemahaman bahwa masyarakat adalah seluruh mantan pasien TB di Kabupaten
memiliki kemauan dan kemampuan untuk Kubu Raya. Sampel adalah sebagian mantan
berpartisipasi dalam mendukung program pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Sungai
pemerintah khususnya di bidang kesehatan. Dari Kakap, Kecamatan Sungai Kakap (daerah intervensi)
hasil penelitian Dinas Kesehatan Provinsi dan Puskesmas Rasau Jaya, Kecamatan Rasau
Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2011, Jaya (daerah kontrol) yang dipilih secara acak.
pemberdayaan ‘Tuha Peut’ (tokoh masyarakat) Besar sampel masing- masing sebanyak 56 orang
dalam memotivasi suspek TB untuk segera di daerah intervensi dan kontrol. Variabel
memeriksakan diri ke Puskesmas cukup efektif. dependen pada penelitian ini adalah penemuan
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya suspek TB, sedangkan variabel independen
melibatkan tokoh masyarakat ataupun tokoh adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
agama, namun dapat juga pasien TB yang telah dan tingkat pengetahuan mantan pasien TB
sembuh (mantan pasien TB). Di beberapa tentang TB sebelum dan sesudah intervensi.
negara, mengikutsertakan mantan pasien TB
dalam program pengendalian TB memberikan Pengumpulan data
citra positif terhadap orang yang terkena TB. Di Mantan pasien TB dibagi dalam dua kelompok,
Bangladesh, pasien TB yang telah sembuh yaitu kelompok intervensi (di daerah interensi)
dilibatkan dalam membantu penemuan kasus dan kelompok kontrol (di daerah kontrol). Pada
dan mobilisasi sosial (Salim et al, 2003; Akramul, kelompok intervensi diberikan pelatihan,
2005). Di Mongolia, pasien TB yang telah sembuh mencakup teori tentang TB pemberian motivasi,
berbagi pengalaman dengan pasien TB dalam dan komunikasi, sedangkan pada kelompok kontrol
pengobatan, merujuk kasus yang dicurigai ke hanya teori tentang TB. Untuk mengukur tingkat
pusat TB dan membantu pasien TB dalam proses pengetahuan, maka dilakukan tes di awal dan di
pengobatan mereka (He dkk, 2005). Di Vietnam, akhir pelatihan.
pasien TB yang telah sembuh dianggap oleh Sumber data kuantitatif yaitu dari responden
masyarakat sebagai penasehat atau 'broker' dalam yang diwawancarai menggunakan kuesioner dan
masalah TB (Johansson & Winkvist, 2002). dari kartu rujukan. Kuesioner mencakup
Sampai dengan tahun 2012, belum ada variabel usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
kegiatan penemuan suspek TB di Kecamatan sedangkan kartu rujukan meliputi nama, umur,
Sungai Kakap yang melibatkan mantan pasien dan alamat suspek TB, gejala utama dan tambahan,
TB. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang kode desa, ‘kode unik’ dari mantan pasien TB,
peran mantan pasien TB dalam peningkatan serta nomor urut suspek TB yang ditemukan.
penemuan suspek TB di Kecamatan Sungai Kakap, Sumber data kualitatif diperoleh dari FGD
Kabupaten Kubu Raya. sesuai dengan panduan dan wawancara mendalam.

2 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Focus Group Discussion meliputi dukungan program dientri dan verifikasi, diekspor ke program
pemberdayaan mantan pasien TB, dan stigma STATA untuk dianalisis dengan menggunakan uji
yang dialami mantan pasien TB. Wawancara regresi linier, dan data kualitatif dengan analisis
mendalam berisi pertanyaan tentang komitmen isi dan triangulasi.
dari pemerintah kecamatan dalam mendukung
program pemberdayaan mantan pasien TB. HASIL

Cara pengumpulan data Mantan pasien TB yang berpartisipasi dalam


Data kuantitatif dikumpulkan dengan penelitian sebanyak 112 orang, masing-masing
melakukan tes sebelum dan setelah pemberian terdiri dari 56 orang di daerah intervensi dan
teori tentang TB pada saat pelatihan terhadap 56 daerah kontrol. Sebagian besar (62,5%) mantan
responden (sampel) pada kelompok intervensi pasien TB di daerah intervensi adalah laki-laki,
dan 56 orang kelompok kontrol. Untuk setiap sedangkan daerah kontrol (55,3%) perempuan.
responden diberi ‘kode unik’, sehingga masing- Kelompok umur terbesar di daerah intervensi
masing responden dapat mengetahui kelengkapan adalah 36-45 tahun (35,7%), dan terkecil >55
kuesionernya. Kelengkapan data kuesioner langsung tahun (5,4%), sedangkan di daerah kontrol,
diverifikasi di tempat pengisian kuesioner. Untuk kelompok umur terbesar 36-45 tahun (25,0%),
pengumpulan data suspek TB yang dirujuk oleh terkecil ≤25 tahun (3,6%). Sebagian besar tingkat
mantan pasien TB, yaitu dari Form TB 06 yang pendidikan mantan pasien TB di daerah intervensi
disimpan di Puskesmas Sungai Kakap dan Rasau Jaya. dan kontrol adalah SD, yaitu 48,2% dan 55,4%.
Data kualitatif dikumpulkan oleh tim peneliti Rata-rata nilai pre-test mantan pasien TB di
dan asisten peneliti yang telah dilatih sebelumnya. daerah kontrol lebih rendah dibandingkan dengan
Pelatihan yang diberikan adalah teknik dalam kelompok intervensi, yaitu 3,41. Setelah mengikuti
wawancara mendalam serta pelaksanaan FGD. pelatihan ada peningkatan pengetahuan pada
Setiap sesi FGD dilaksanakan selama satu jam, setiap pertanyaan yang ditandai dengan
dan wawancara mendalam selama 30-60 menit. bertambahnya jumlah responden yang dapat
Wawancara mendalam dan FGD direkam, dan menjawab dengan benar, dan nilai rata-rata
ditranskrip segera setelah selesai dilaksanakan. post-test adalah 4,86.
Jumlah mantan pasien TB yang diikutkan dalam Dari 222 suspek TB yang tercatat dalam Form
FGD yaitu sebanyak 20 orang untuk mendapatkan TB 06 periode November 2013 sampai dengan
gambaran tentang program pemberdayaan Juni 2014 di Puskesmas Sungai Kakap (daerah
mantan pasien TB, sedangkan jumlah stake intervensi), 42 diantaranya merupakan rujukan
holder terkait sebanyak 15 orang, terdiri dari 13 mantan pasien TB. Sedangkan dari 253 suspek
orang kepala desa, dan 2 orang kepala TB periode November 2013 sampai dengan Juni
puskesmas untuk mendapatkan gambaran peran 2014 di Puskesmas Rasau Jaya (daerah kontrol),
serta stake holder dalam mendukung program sebanyak 25 suspek TB dirujuk oleh mantan
pemberdayaan mantan pasien TB. pasien TB.
Informan kunci yang dipilih untuk wawancara Di daerah intervensi, jumlah suspek TB yang
mendalam adalah 2 orang camat, yaitu Camat ditemukan meningkat dari 25 sebelum melibatkan
Kecamatan Sungai Kakap dan Camat Kecamatan mantan pasien TB, menjadi 31 setelah melibatkan
Rasau Jaya untuk mendapatkan gambaran mantan pasien TB, setelah adanya pelibatan mantan
pandangan aparat pemerintah kecamatan dalam pasien TB. Sedangkan di daerah kontrol menurun
kegiatan pemberdayaan mantan pasien TB. dari 43 sebelum sebelum melibatkan mantan
Selama proses pengumpulan data, tim peneliti pasien TB, menjadi 42 setelah melibatkan mantan
melakukan pemantauan terhadap setiap mantan pasien TB.
pasien TB yang telah dilatih, baik di daerah Dari hasil uji regresi linier, rasio proporsi
intervensi maupun daerah kontrol. kunjungan suspek TB yang dirujuk oleh mantan
pasien TB di daerah intervensi 1,9 kali lebih
Pengolahan dan analisis data tinggi dibandingkan dengan daerah kontrol.
Setelah data dikumpulkan, dilakukan dengan Setelah dilakukan pengendalian pada variabel
perangkat lunak EPI DATA versi 3.1 (entri data) perancu (umur dan jenis kelamin), rasio proporsi
dan STATA versi SE 12. Setelah data kuantitatif

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 3


di daerah intervensi 2,4 kali lebih tinggi dibandingkan SD 48,2 (27/56) 55,4 (31/56)
dengan daerah kontrol SMP 21,4 (12/56) 21,4 (12/56)
SMA 25,0 (14/56) 17,9 (10/56)
Hasil FGD dan wawancara mendalam PT 5,4 (3/56) 5,4 (3/56)
menunjukkan bahwa stakeholder mempunyai peran
yang sangat penting dalam pemberdayaan mantan
pasien TB. Selain itu, kepala desa di daerah Tingkat pengetahuan mantan pasien TB
intervensi dan kontrol juga mempunyai komitmen Jumlah pertanyaan yang ditanyakan kepada
terhadap pemberdayaan mantan pasien TB mantan pasien TB pada saat pre-test adalah
dalam meningkatkan penemuan suspek TB. sebanyak 10 pertanyaan. Pada daerah intervensi,
ada 1 pertanyaan yang hanya bisa dijawab
PEMBAHASAN dengan benar oleh 1 responden, yaitu tentang
efek samping Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Karakteristik mantan pasien TB Pada daerah kontrol, pertanyaan tentang
Mantan pasien TB yang berpartisipasi dalam pengobatan TB hanya dapat dijawab dengan
penelitian ini sebanyak 112 orang, terdiri dari benar oleh 5 responden.
56 orang di daerah intervensi dan 56 orang Rata-rata nilai pre-test mantan pasien TB di
daerah kontrol. Kelompok intervensi berasal daerah kontrol lebih rendah dibandingkan
dari tujuh desa, yaitu Sungai Kakap, Sungai Itik, dengan kelompok intervensi yaitu 3,41. Setelah
Pal 9, Sungai Belidak, Kalimas, Tanjung Saleh, mengikuti pelatihan ada peningkatan pengetahuan
dan Sepok Laut, sedangkan kelompok kontrol pada setiap pertanyaan yang ditandai dengan
dari enam desa, yaitu Rasau Jaya 1, Rasau Jaya 2, bertambahnya jumlah responden yang dapat
Rasau Jaya 3, Rasau Jaya Umum, Bintang Mas, menjawab dengan benar (Tabel 2). Rata-rata
dan Pematang 7 nilai post-test yaitu 4,86.
Sebagian besar (62,5%) mantan pasien TB di Dari sepuluh pertanyaan yang ditanyakan,
daerah intervensi adalah laki-laki, sedangkan terdapat beberapa pertanyaan yang mengalami
daerah kontrol (55,3%) perempuan. Kelompok penurunan jawaban dengan benar. Pada daerah
umur terbesar di daerah intervensi adalah 36-45 intervensi, pertanyaan pengobatan TB tidak
tahun (35,7%), diikuti berturut-turut 46-55 mengalami perubahan, yaitu mampu dijawab oleh 3
tahun (25,0%), 26-35 tahun (19,6%), dan ≤25 orang. Sedangkan di daerah kontrol, ada 3
tahun (14,3%). Kelompok umur terkecil, yaitu pertanyaan yang mengalami penurunan jawaban
>55 tahun (5,4%). Di daerah kontrol, kelompok benar, yaitu mendiagnosis TB, pengobatan TB,
umur terbesar 36-45 tahun (25,0%), diikuti dan efek samping OAT.
berturut-turut 46-55 tahun (26,8%), 26-35 tahun Kurangnya ketelitian dalam menjawab pertanyaan,
(23,2%), dan >55 tahun (21,4%). Kelompok umur merupakan penyebab mantan pasien TB tidak
terkecil, yaitu ≤25 tahun (3,6%). Sebagian besar dapat menjawab dengan benar Sebagai contoh,
tingkat pendidikan mantan pasien TB di daerah pertanyaan pilihan ganda tentang efek samping
intervensi dan kontrol adalah SD, yaitu 48,2% OAT, responden harus memilih ‘yang tidak
dan 55,4% (Tabel 1). termasuk efek samping OAT’. Responden menjawab
nyeri sendi, urin berwarna kemerahan, mual,
Tabel 1. Proporsi mantan pasien TB menurut karakteristik di sakit perut, yang kesemuanya merupakan efek
daerah perlakuan di Kabupaten Kubu Raya, 2013 samping OAT. Kemungkinan responden tidak
Daerah Daerah teliti dalam membaca atau memahami pertanyaan
Karakteristik
intervensi (%) kontrol (%) bahwa yang dimaksud adalah yang bukan efek
Jenis kelamin samping OAT.
Laki-laki 62,5 (35/56) 44,6 (25/56) Tingkat pengetahuan mantan pasien TB
Perempuan 37,5 (21/56) 55,4 (31/56) tentang TB juga terlihat pada saat dilakukan
Umur (tahun) FGD. Peserta FGD mengungkapkan bahwa pada
≤25 14,3 (8/56) 3,6 (2/56)
awalnya mereka mengetahui bahwa TB merupakan
26-35 19,6 (11/56) 23,2 (13/56)
36-45 35,7 (20/56) 25,0 (14/56) penyakit keturunan dan memalukan, sehingga
46-55 25,0 (14/56) 26,8 (15/56) menyebabkan mereka mendapatkan perlakuan
>55 5,4 (3/56) 21,4 (12/56) yang berbeda dari lingkungan sekitar bahkan
Tingkat pendidikan dari keluarga sendiri. Salah satu peserta FGD

4 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


menyampaikan: “dulu sewaktu kena TB, saya pikir datang untuk melakukan pemeriksaan dahak. Hasil
TB adalah penyakit keturunan, karena kakek dan pemeriksaan dahak menunjukkan bahwa 8 dari
bapak saya juga kena TB. Saya kena lakuan 37 suspek TB (21,6%) BTA positif.
berbeda, makan dipisahkan, mau kumpul same Dari 253 suspek TB yang tercatat dalam Form
kawan pun tak bise, malu.” TB06 periode November 2013 sampai dengan
Salah seorang kepala desa di daerah intervensi Juni 2014 di Puskesmas Rasau Jaya (daerah
juga menyatakan hal yang sama tentang TB: kontrol), 25 suspek TB dirujuk oleh mantan
“memang stigma terhadap pasien TB itu masih ada, pasien TB, dan semuanya datang ke puskesmas
tapi tidaklah seperti dulu, sekarang masyarakat untuk dilakukan pemeriksaan dahak. Dari 25
sudah mau menerima, malah ingin bantu supaya orang suspek TB tersebut, 4 (15%) diantaranya
cepat sembuh” BTA positif (Gambar 1).
Tabel 2. Tingkat pengetahuan mantan pasien TB menurut
pertanyaan di daerah perlakukan di Kabupaten Kubu Raya,
2013
Pre-test
Intervensi Kontrol
Jumlah yang menjawab
Pertanyaan
benar (%)
1. Pengertian TB 22 (39,29) 23 (41,07)
2. Gejala utama TB 23 (41,07) 28 (50)
3. Gejala tambahanTB 19 (33,93) 25 (44,64)
4. Penularan TB 20 (35,71) 23 (41,07)
5. Orang dengan risiko 7 (12,5) 12 (21,43) Gambar 1. Jumlah Suspek TB di daerah kontrol dan
tinggi tertular TB intervensi, Kabupaten Kubu Raya periode November 2013
6. Mendiagnosis TB 7 (12,5) 16 (28,57) sampai dengan Juni 2014
7. Pengobatan TB 3 (5,36) 3 (5,36)
8. Efek samping OAT 1 (1,79) 6 (10,71)
9. Risiko pengobatan 18 (32,14) 21 (37,5) Di daerah intervensi, jumlah suspek TB yang
yang tidak tuntas ditemukan meningkat dari 25 sebelum melibatkan
10. Pencegahan 13 (23,21) 16 (28,57) mantan pasien TB, menjadi 31 setelah melibatkan
penularan mantan pasien TB, sedangkan di daerah kontrol
Post-test dari 43 sebelum sebelum melibatkan mantan
Intervensi Kontrol pasien TB, menjadi 42 setelah melibatkan mantan
Pertanyaan Jumlah yang menjawab pasien TB (Gambar 2).
benar (%)
1. Pengertian TB 23 (41,07) 38(67,86)
2. Gejala utama TB 28 (50) 43(76,79)
3. Gejala tambahan TB 25 (44,64) 34(60,71)
4. Penularan TB 23 (41,07) 42 (75)
5. Orang dengan risiko 12 (21,43) 7 (12,5)
tinggi tertular TB
6. Mendiagnosis TB 16 (28,57) 17(30,36)
7. Pengobatan TB 3 (5,36) 4 (7,14)
8. Efek samping OAT 6 (10,71) 6 (10,71)
9. Risiko pengobatan 21 (37,5) 37(66,07)
yang tidak tuntas
10. Pencegahan 16 (28,57) 28 (50)
penularan Gambar 2. Rata-rata jumlah suspek TB di daerah kontrol
dan intervensi, Kabupaten Kubu Raya sebelum intervensi
(bulan November 2012 sampai dengan Juni 2013) dan
Pengaruh pemberdayaan mantan pasien TB sesudah intervensi (November 2013 sampai dengan Juni
Dari 222 suspek TB yang tercatat dalam Form 2014)
TB06 periode November 2013 sampai dengan
Juni 2014 di Puskesmas Sungai Kakap (daerah Dari hasil uji regresi linier, rasio proporsi kunjungan
intervensi), 42 diantaranya merupakan rujukan suspek TB yang dirujuk oleh mantan pasien TB di
mantan pasien TB. Dari 42 suspek TB tersebut, 37 daerah intervensi 1,9 kali lebih tinggi

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 5


dibandingkan dengan daerah kontrol. Setelah untuk mendeteksi ke RT. Nanti kader turun ke RT
dilakukan pengendalian pada variabel perancu atau kader mencurigai ada yang terkena TB nanti
(umur dan jenis kelamin), rasio proporsi di daerah kader koordinasi dengan RT nya untuk dikirim ke
intervensi 2,41 kali lebih tinggi dibandingkan puskesmas. Saya menambahkan sedikit. Di dalam
dengan daerah kontrol. pertemuan kader, diharapkan untuk menekankan
pengenalan gejala. Sehingga saya dan RT tahu
Peran stakeholder dalam pemberdayaan mantan lebih dalam mengenai TB dan dapat membantu
pasien TB menemukan di warga desa saya”.
Hasil FGD dan wawancara mendalam menunjukkan Pemberdayaan mantan pasien TB dalam
bahwa stakeholder mempunyai peran yang sangat menemukan suspek TB memiliki peran penting
penting dalam pemberdayaan mantan pasien TB. dalam meningkatkan CDR. Namun dalam
Seperti yang disampaikan oleh mantan pasien pelaksanaannya terdapat beberapa kendala, antara
TB di daerah intervensi: “di lapangan kami lain adanya stigma, kurangnya dukungan dari
jumpai ada orang yang tidak mau kami suruh ke pihak terkait lainnya, dan rendahnya tingkat
puskesmas untuk periksa dahak, saya rasa kalo pengetahuan masyarakat.
yang nyuruh itu orang yang dia segani, seperti
kades contohnya, saya rasa baru dia bergerak”. KESIMPULAN
Pendapat serupa juga disampaikan oleh kepala
desa di daerah kontrol: “kami sebagai kepala Peningkatan jumlah suspek TB secara
desa, pada prinsipnya siap saja kalo diminta keseluruhan di daerah intervensi lebih tinggi
untuk mengawal mantan pasien TB yang akan dibandingkan dengan daerah kontrol. Proporsi
merujuk suspek TB, biasanya masyarakat masih kunjungan suspek TB yang dirujuk mantan
mandang siapa kepala desanya”. Selain itu, kepala penderita TB di daerah intervensi 1,9 kali lebih
desa di daerah intervensi dan kontrol juga tinggi dibandingkan dengan daerah kontrol.
mempunyai komitmen terhadap pemberdayaan Terjadi peningkatan pengetahuan mantan pasien
mantan pasien TB dalam meningkatkan penemuan TB di daerah intervensi dan kontrol setelah diberi
suspek TB, seperti yang diungkapkan oleh salah pelatihan tentang TB. Peningkatan pengetahuan
seorang kepala desa di daerah intervensi pada tersebut meliputi pengertian, gejala, dan cara
saat FGD: “Iya saya sih setuju saja, tapi menurut penularan TB.
saya yang semestinya menjadi kader juga harus Peran kepala desa sangat penting dalam
benar-benar mantan pasien TB Paru yang telah mendukung pemberdayaan mantan pasien TB
sembuh total maka nantinya dia akan menjadi dalam penemuan suspek TB.
contoh kesuksesan pengobatan TB Paru tersebut.
Dengan demikian diharapkan para penderita TB SARAN
Paru yang belum berobat jadi lebih termotivasi
oleh kader-kader yang dianggap sebagai panutan 1. Perlu dilakukan advokasi kepada Dinas
mereka”. Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, bahwa upaya
Selain itu, Kepala desa tersebut juga memberikan meningkatkan penemuan suspek TB dapat
saran untuk menjamin keberlangsungan kegiatan dilakukan melalui pemberdayaan mantan pasien
penemuan suspek TB yang dilakukan oleh TB dengan memberikan pelatihan motivasi
mantan pasien TB. Salah seorang kepala desa di dan komunikasi.
daerah kontrol mengungkapkan sebagai berikut: 2. Perlu advokasi kepada Pemerintah daerah Kubu
“Itu tinggal teknisnya saja nanti. Yang pertama Raya, bahwa keterlibatan aparat kecamatan
mungkin kita mengumpulkan RT (Rukun dan desa sangat penting dalam upaya untuk
Tetangga) dulu di tingkat desa, kemudian dari meningkatkan penemuan suspek TB melalui
puskesmas yang paham tentang ini kita undang pemberdayaan mantan pasien TB.
kemudian kadernya kita perkenalkan ke semua 3. Perlu menginisiasi terbentuknya perkumpulan
RT, nanti kita sepakati actionnya mau mulai kapan. yang beranggotakan mantan pasien TB di
Ya seperti forum musyawarah Pak. Jadi kepala tingkat kecamatan, sehingga mantan pasien
desa memfasilitasi, kepala puskesmas menjelaskan TB memiliki wadah untuk berkumpul dan
tentang penyakit TB, kemudian kader menceritakan mendapatkan informasi tentang program
pengalamannya sakit TB dan meminta bantuan pengendalian TB dari pemerintah.

6 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


4. Perlu adanya rencana strategis dalam Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010.
meningkatkan penemuan suspek TB dengan Pengendalian TB Kini Lebih Baik. Pusat Komunikasi
melibatkan lintas sektor terkait. Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH 2010. Pengendalian Tuberkulosis Salah Satu
Indikator Keberhasilan Pencapaian MDG’s.
Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, 2011. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
Pontianak, Kepala Puskesmas Kakap dan Rasau Nasional Pengendalian Tuberkulosis.
Jaya, dan Tuberculosis Operational Research Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Group (TORG) – Subdit TB, dan KNCV. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Stop TB,
DAFTAR PUSTAKA Terobosan Menuju Akses Universal, Strategi
Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Akramul I. 2005. Community participation in TB Laporan Sub Direktorat TB Depkes RI. 2009.
control as part of social development: the Prevalensi Tuberkulosis.
experience of BRAC. International Journal of Mudatsir, dkk. 2011. Kumpulan Hasil Riset
Tuberculosis and Lung Disease. 9(11S1):S37. Operasional Tuberkulosis Indonesia tahun
Amin Z, Bahar A. 2007. Tuberkulosis Paru. Buku 2005-2009. Kemenkes RI, Jakarta.
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Departemen Notoatmodjo S. 2002. Metodologi Penelitian
Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta. Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Demissie M, Getahun H, Lindtjørn B. 2003. Notoadmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan
Community tuberculosis care through "TB clubs" Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta.
in rural North Ethiopia. Soc Sci Med. 56(10): Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006.
2009-18). Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Penatalaksanaan di Indonesia.
Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. R Sabri. 2011. The Community Participation in the
ed.2. Cet.I. Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Case Detection of the Suspect Pulmonary
Tuberkulosis. Jakarta. Tuberculosis in the District of Tanah Datar,
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, 2012. West Sumatera, Indonesia. International Journal of
Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya, 2011. Public Health Research Special Issue; 219-223.
Getahun H, Maher D. 2000. Contribution of “TB Salim H et al. 2003. Patients’ participation in case
Club” to Tuberculosis. Control in Rural District finding and case holding: experiences of Damian
in Ethiopia Int J Tuberc Lung Dis. 4(2) : 174-8. Foundation Bangladesh. International Journal
G Laverack. 2006. Improving Health Outcomes of Tuberculosis and Lung Disease. 7(11S1):
through Community Empowerment: A Review of S255.
the Literature (J Health Popul Nutr : 113-120). World Health Organization (WHO). 2012. The
He GX, et al. 2005. Implementing DOTS strategy Stop TB Startegy: Building on and enhancing
through tuberculosis clubs. International Journal DOTS to meet the TB-related Millennium
of Tuberculosis and Lung Disease. 9(11S1): DevelopmentGoals.http://whqlibdoc.who.int/
S135–S136. hq/2006/WHO_HTM_STB_2006.368_eng.pdf
J Macq, T Torfoss, and H Getahun. 2007. Patient World Health Organization (WHO). 2011. Global
empowerment in tuberculosis control: reflecting Tuberculosis Control: WHO Report. WHO
on past documented experiences (Tropical Medicine Library Cataloguing-in-Publication Data.
and International Health. 12/7.PP 873–885. WHO/HTM/TB/2011.16.
Johansson E, Winkvist A. 2002. Trust and World Health Organization (WHO). 2007.
transparence in human encounters in tuberculosis Empowerment and involvement of tuberculosis
control: lessons learned from Vietnam. patients in tuberculosis control: Documented
Qualitative Health Research. 12:473–491. experiences and intervention

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 7


Pengaruh ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 Terhadap Akses Air Bersih
dan Jamban Sehat, dan Kejadian Diare

The Impact of ICWRMIP Sub Component 2.3 on Access to Clean Water and Healthy
Latrine, and the Occurrence of Diarrhea
Astri Syativa1, Suyud Warno Utomo2, Agustin Kusumayati2

1Subdit PLUR, Direktorat PL, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI, Departemen Kesehatan Lingkungan,
2Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok

Abstrak
Dua puluh tahun terakhir ini kondisi lingkungan dan kualitas air di sepanjang Sungai Citarum semakin menurun. Akses
penduduk di sekitar Citarum terhadap air bersih dan jamban sehat pun masih rendah, dengan angka kesakitan diare yang
tinggi. Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) merupakan upaya yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada di DAS Sungai Citarum dan Saluran Tarum Barat.
Kementerian Kesehatan berperan dalam ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 yang bertujuan untuk meningkatkan penyediaan air
bersih, sanitasi, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 terhadap akses air bersih, akses jamban sehat dan kejadian diare serta menganalisis pengaruh
akses air bersih dan jamban sehat terhadap kejadian diare. Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross-sectional
berulang. Data dikumpulkan sebelum dan sesudah program, di lokasi program dan non-program, dengan besar sampel 300
responden pada tiap kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 berpengaruh
meningkatkan akses air bersih dan akses jamban sehat serta menurunkan kejadian diare. Semua variabel berhubungan
dengan kejadian diare, yaitu akses air bersih (OR=1,74; 1,33-2,28), akses jamban sehat (OR=2,48; 1,88-3,28), program
(OR=7,17; 4,68-10,99), dan waktu (OR=5,10; 3,33-7,80). Disimpulkan bahwa rumah tangga di lokasi non-program tanpa
akses jamban sehat pada saat sebelum ada program berisiko 7,75 kali lebih besar mengalami kejadian diare dibandingkan
dengan rumah tangga di lokasi program yang akses jamban sehat setelah program.

Kata kunci: ICWRMIP, air bersih, jamban sehat, kejadian diare, Citarum

Abstract
The condition of the environment and water quality along the Citarum River has declined in the last twenty years. Access
people around Citarum to clean water and healthy latrine is low, with high diarrhea morbidity. Integrated Citarum Water
Resources Management Investment Program (ICWRMIP) is an effort by the government to solve the problems that exist in
Citarum and West Tarum Canal. Ministry of Health is involve on Sub Component 2.3, that aims to improve water supply,
sanitation, and improving public health. This study aims to analyze the impact of ICWRMIP Sub-Component 2.3 on access to
clean water and healthy latrine, and the occurrence of diarrhea, and also to analyze the impact of access to clean water and
healthy latrines on the occurrence of diarrhea. This study uses repeated cross-sectional study design. Data were collected
before and after the program, on-site program and non-program, with sample size 300 respondents in each group. The
results showed that ICWRMIP Sub Component 2.3 affects to improve clean water and healthy latrines access, and also
reduced the occurrence of diarrhea. All variables associated with the occurrence of diarrhea: clean water access (OR=1,74;
1,33-2,28), healthy latrines access (OR=2,48; 1,88-3,28), program (OR=7,17; 4,68-10,99), and time (OR=5,10; 3,33-7,80).
Concluded that households in non-program locations without access to healthy latrines at the time before program 7.75
times greater risk of experiencing diarrhea compared with on-site household latrine access program healthy after the
program.

Key words: ICWRMIP, clean water, healthy latrine, the occurrence of diarrhea, Citarum

Alamat korespondensi: Astri Syativa, Subdit PLUR, kabupaten/kota, yaitu: Kabupaten Bandung,
Direktorat PL, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara No. 29 Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,
Jakarta Pusat, Hp. 08176855355, e-mail: astri.syativa@gmail.com
Karawang, Purwakarta, Subang, Sumedang, dan
PENDAHULUAN Kota Bandung, Bekasi dan Cimahi (ICWRMIP,
2010).
Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang Sungai Citarum berperan penting dalam
dan terbesar di Provinsi Jawa Barat, dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, khususnya
panjang 269 km dan Daerah Aliran Sungai di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Dalam dua
(DAS) seluas 13.000 km2, meliputi 12 dekade terakhir ini kondisi lingkungan dan
kualitas air di sepanjang Sungai Citarum

8 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


semakin tidak sehat. Berbagai permasalahan pola promosi higiene, pendekatan tanggap
yang ada saat ini dapat mengancam kesehatan terhadap kebutuhan masyarakat (demand
dan sumber penghidupan masyarakat, terutama responsive approach), penyediaan air bersih,
di sekitar DAS Citarum. Lingkungan yang tidak sanitasi dan peningkatan perilaku higienis.
sehat sangat berpengaruh terhadap kesehatan Kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 pada tahun
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak 2011-2012 difokuskan di 3 kabupaten/kota di
langsung terhadap genetika individu, perilaku Provinsi Jawa Barat, yaitu: Kota Bekasi,
dan gaya hidup. Sampai saat ini masih banyak Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Karawang.
penduduk di negara kita terkena penyakit yang Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan
diakibatkan karena rendahnya tingkat sanitasi. Kabupaten Karawang merupakan DAS Citarum
Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan yang yang terdekat dengan Jakarta dan merupakan
menyerang masyarakat karena kurang daerah yang bermasalah di bidang kesehatan
bersihnya lingkungan di sekitar ataupun dan sanitasi lingkungan. Angka kesakitan diare
kebiasaan buruk yang mencemari lingkungan di daerah ini sangat tinggi. Pada tahun 2007,
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyakit jumlah kasus diare di Kota Bekasi mencapai
yang dibawa oleh kotoran yang ada di 26.888 kasus, di Kabupaten Bekasi sebanyak
lingkungan bebas tersebut baik secara langsung 41.413 kasus, dan bahkan di Kabupaten
ataupun tidak langsung melalui perantara. Karawang mencapai 91.440 kasus (Profil
Sanitasi lingkungan berperan penting dalam Kesehatan Jawa Barat, 2007). Jika data tersebut
penularan penyakit, seperti diare. Penyakit ini dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka
masih merupakan salah satu prioritas program prevalensi diare di Kota Bekasi adalah 12,90 per
pengendalian penyakit menular di Indonesia, 1000 penduduk, Kabupaten Bekasi 20,38 per
karena diare masih termasuk salah satu dalam 1000 penduduk dan Kabupaten Karawang
sepuluh penyakit terbesar di Indonesia. Diare 44,10 per1000 penduduk.
merupakan salah satu masalah penyakit yang Pada tahun 2009, jumlah rumah tangga yang
berbasis lingkungan dan masih merupakan memiliki akses terhadap air bersih di
salah satu masalah kesehatan masyarakat yang Kabupaten Karawang 65,19%, Kabupaten Bekasi
utama di Indonesia, karena masih buruknya 67,07%, dan di Kota Bekasi hanya sebesar
kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik, dan 23,77%. Jumlah rumah tangga yang memiliki akses
rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup terhadap jamban sehat di Kabupaten Karawang
bersih dan sehat. 69,89%, Kabupaten Bekasi 49,83%, Kota Bekasi
Integrated Citarum Water Resources 91,89% (Pusdatin Kemenkes, 2013).
Management Investment Programme (ICWRMIP) Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
merupakan upaya yang dilakukan oleh pengaruh kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen
pemerintah dalam pencegahan dan pengelolaan 2.3 terhadap akses air bersih, akses jamban
kualitas air sungai yang terintegrasi dan sehat dan kejadian diare serta menganalisis
berkesinambungan untuk mengatasi berbagai pengaruh akses air bersih dan jamban sehat
permasalahan yang ada di DAS Sungai Citarum terhadap kejadian diare.
dan Saluran Tarum Barat. Program ini
merupakan upaya yang terintegrasi dalam METODE
pengelolaan sungai Citarum, sehingga menjadi
sumber air yang bermanfaat bagi kehidupan di Penelitian ini menggunakan rancangan studi
sekitar sungai Citarum. cross-sectional berulang (repeated cross-
Kementerian Kesehatan berperan dalam sectional study). Studi cross-sectional pertama telah
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3. dan dengan dilakukan pada tahun 2011, sebelum pelaksanaan
Dukungan Prakarsa Masyarakat dan LSM dalam ICWRMIP Sub-Komponen 2.3. Studi tersebut
Perbaikan Air Minum dan Sanitasi diharapkan dinyatakan sebagai studi data dasar (baseline
dapat meningkatkan penyediaan air bersih, study). Studi cross-sectional berikutnya dilakukan
sanitasi, dan derajat kesehatan masyarakat, pada tahun 2013, setelah ICWRMIP Sub-
terutama dalam menurunkan angka kesakitan Komponen 2.3 selesai dilaksanakan di 15 lokasi
dan kematian penyakit yang ditularkan melalui air sasaran tahun 2011-2012.
dan lingkungan. Program ini menitikberatkan pada Sampel dalam penelitian ini adalah ibu rumah

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 9


tangga yang tinggal di desa tersebut dan Tabel 1. Nama-nama desa lokasi penelitian (program dan
tercatat dalam daftar KK di RT. Mengingat tingkat non-program) di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, dan
Kabupaten Karawang tahun 2013
mobilitas penduduk yang tinggi di lokasi
penelitian, maka sampel penelitian sebelum dan No. Kabupaten/ Desa
Kota Program Non-program
sesudah kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
1. Kota Bekasi Margajaya Kayuringinjaya
tidak harus sama.
Pekayon jaya Harapanjaya
Berdasarkan hasil perhitungan sampel, maka Margahayu Harapanbaru
besar sampel minimal yang dibutuhkan sebanyak Jakasampurna Telukpucung
267 sampel (dibulatkan menjadi 300 sampel). Jatibening Margamulya
Jumlah desa yang mendapat intervensi 2. Kabupaten Pasirtanjung Jatimulya
Bekasi Hegarmukti Setiadarma
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 adalah sebanyak
Jayamukti Cibuntu
15 desa, sehingga besar sampel di masing- Pasirsari Sukadanau
masing desa sebanyak 20 sampel. Cibatu Wangunjaya
Penentuan sampel dilakukan dengan cara 3. Kabupaten Kutamekar Margamulya
purposive sampling. Kerangka sampel dalam Karawang Sirnabaya Parungmulya
Sukaluyu Puserjaya
penelitian ini adalah daftar KK yang ada di
Wadas Pinayungan
RT/RW setempat. Pada saat sebelum program, Margakarya Puseur2
sampel di lokasi program maupun non-program
dipilih yang bertempat tinggal di sekitar DAS Analisis data pada penelitian ini meliputi
Citarum atau STB. Setelah program, sampel di analisis univariat, bivariat dan multivariat. Analisis
lokasi program dipilih berdasarkan rumah univariat untuk mendeskripsikan semua variabel
tangga yang ikut serta dalam pelaksanaan penelitian, baik sebelum maupun sesudah
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 intervensi program, dianalisis dengan
sedangkan di lokasi non-program tetap menggambarkan proporsi masing-masing variabel
berdasarkan tempat tinggal di sekitar DAS yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan
Citarum atau STB. narasi. Analisis bivariat dengan menggunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini uji chi-square. Analisis multivariat dilakukan
terdiri dari data primer dan data sekunder. Data untuk menganalisis faktor yang paling
primer yang dikumpulkan yaitu data akses air berpengaruh terhadap kejadian diare.
bersih, akses jamban sehat dan kejadian diare
setelah adanya intervensi program. Data ini HASIL
diperoleh dari hasil wawancara dengan
responden dengan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber
Sedangkan data sekunder yang digunakan yaitu air bersih yang digunakan oleh responden
data akses air bersih, akses jamban sehat dan bervariasi, terdiri dari perpipaan PDAM, perpipaan
kejadian diare sebelum adanya intervensi non- PDAM, sumur bor, sumur gali dan sungai.
program. Data ini diperoleh dari laporan Survei Distribusi rumah tangga di lokasi penelitian
Data Dasar (Baseline Survey) ICWRMIP Sub- berdasarkan sumber air bersih yang digunakan dapat
Komponen 2.3 yang dilakukan pada tahun 2011. dilihat pada Gambar 1 dan 2.
Penelitian ini dilakukan di 15 desa ICWRMIP
Sub-Komponen 2.3 tahun 2011-2012, yang
berada di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan
Kabupaten Karawang serta 15 desa yang tidak
mendapat intervensi program (desa kontrol).
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2013
sampai dengan Juni 2013. Nama-nama desa lokasi
penelitian berdasarkan baseline study dapat
dilihat pada tabel (Tabel 1).

Gambar 1. Distribusi rumah tangga menurut sumber air


bersih di lokasi non-program

10 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


berdasarkan tempat buang air besar dilihat pada
gambar 4 dan 5.

Gambar 2. Distribusi rumah tangga menurut sumber air


bersih di lokasi program

Berdasarkan sumber air bersih yang digunakan


tersebut rumah tangga dikategorikan menjadi 2,
yaitu memiliki dan tidak memiliki akses terhadap Gambar 4. Distribusi rumah tangga menurut tempat
air bersih. Rumah tangga yang menggunakan air buang air besar di lokasi non-program
perpipaan (PDAM maupun non- PDAM), sumur
bor dan sumur gali dikategorikan sebagai
rumah tangga yang memiliki akses terhadap air
bersih, sedangkan rumah tangga yang
menggunakan air sungai dikategorikan tidak
memiliki akses air bersih.
Proporsi akses air bersih di lokasi non- program
meningkat dari sebelum program sebesar
62,7% menjadi 64,5% setelah program. Begitupun
dengan proporsi akses air bersih di lokasi
program, meningkat dari 76,7% menjadi 98,0%
setelah adanya program. Peningkatan akses air Gambar 5. Distribusi rumah tangga menurut tempat
bersih di lokasi program lebih tinggi daripada buang air besar di lokasi program
lokasi non-program. Gambaran perubahan
akses air bersih di lokasi program dan non- Tempat pembuangan tinja pada rumah
program sebelum dan setelah program dapat tangga yang buang air besar di jamban terdiri
dilihat pada gambar 3. dari septic tank, cubluk, lubang galian, sungai
dan kolam. Distribusi rumah tangga
berdasarkan tempat pembuangan tinja di lokasi
non-program dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Distribusi rumah tangga menurut tempat pembuangan
tinja di lokasi non-program
Sebelum Setelah
Tempat program program
pembuangan tinja
n % n %
Septic tank 206 90,4 190 89,8
Cubluk 8 3,5 10 4,7
Dialirkan ke lubang
Gambar 3. Distribusi rumah tangga menurut akses air bersih 2 0,9 1 0,5
galian
sebelum dan setelah program Dialirkan ke sungai 9 3,9 9 4,2

Hasil penelitian menunjukkan tempat buang air Dialirkan ke kolam 3 1,3 2 0,9
besar yang digunakan oleh responden terdiri
JUMLAH 228 100,0 212 100,0
dari jamban umum/bersama, jamban milik sendiri,
sungai, kebun/sawah dan kolam. Gambaran
distribusi rumah tangga di lokasi penelitian

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 11


Tabel 3. Distribusi rumah tangga menurut tempat PEMBAHASAN
pembuangan tinja di lokasi program
Sebelum Setelah Untuk mengetahui pengaruh ICWRMIP Sub-
Tempat program program
pembuangan tinja
Komponen 2.3 terhadap akses air bersih, akses
n % n % jamban sehat dan kejadian diare, maka dilakukan
Septic tank 216 91,9 267 98,5 analisis statistik terhadap data akses air bersih
Cubluk 8 3,4 3 1,1 sebelum dan setelah program.
Dialirkan ke sungai 8 3,4 1 0,4
Hasil analisis akses air bersih di lokasi program
Dialirkan ke kolam 3 1,3 - -
dan non-program sebelum adanya kegiatan
JUMLAH 235 100,0 271 100,0 ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat dilihat pada
Rumah tangga dikategorikan memiliki akses tabel 4. Hasil analisis menunjukkan nilai
terhadap jamban sehat jika rumah tangga p=0,000 dan nilai OR sebesar 1,96 (95% CI:
tersebut buang air besar di jamban yang tempat 1,37-2,79). Nilai p<0,05, maka terdapat
pembuangan tinjanya ke septic tank atau perbedaan peluang akses air bersih pada lokasi
cubluk, selain itu dikategorikan tidak memiliki akses program dan non-program. Dari hasil tersebut
terhadap jamban sehat. Gambaran perubahan diketahui bahwa rumah tangga di lokasi non-
akses jamban sehat di lokasi program dan non- program berisiko 1,96 kali lebih besar untuk tidak
program sebelum dan setelah program dapat akses terhadap air bersih dibandingkan dengan
dilihat pada gambar 6. rumah tangga di lokasi program.
Hasil analisis akses air bersih di lokasi program
dan non-program setelah adanya kegiatan
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat dilihat pada
tabel 5. Hasil analisis menunjukkan nilai
p=0,000 dan nilai OR sebesar 26,40 (95% CI:
11,34-61,45). Nilai p<0,05, maka terdapat
perbedaan peluang lokasi program dan non-
program untuk mendapatkan akses air bersih. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa rumah tangga di
lokasi non-program berisiko 26,40 kali lebih
Gambar 6. Distribusi rumah tangga menurut akses jamban besar untuk tidak akses terhadap air bersih
sehat sebelum dan setelah program
dibandingkan dengan rumah tangga di lokasi
Kejadian diare didefinisikan sebagai buang air program. Hasil ini sejalan dengan pencapaian
besar dengan frekuensi meningkat dari kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 yang telah
biasanya dengan konsistensi tinja yang lebih membangun 20 SAB dengan jumlah pemanfaat
lembek atau cair dan berlangsung dalam waktu 20.043 orang di seluruh lokasi kegiatan tahun
kurang dari 7 hari (Kemenkes RI, 2011) dalam 1 2011-2012. Hasil penelitian ini juga sesuai
bulan terakhir. Gambaran perubahan kejadian dengan hasil Kajian Cepat terhadap Program-
diare di lokasi program dan non-program Program Pengentasan Kemiskinan Pemerintah
sebelum dan setelah program dapat dilihat pada Indonesia (WSLIC dan PAMSIMAS) yang
gambar 7. dilakukan oleh LP3S (Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial) pada tahun 2007 di 6 (enam) desa lokasi
proyek WSLIC. Hasil kajian tersebut menyatakan
bahwa program WSLIC-2 telah menjawab sebagian
besar kebutuhan masyarakat pedesaan
terhadap air bersih dan sanitasi. Program WSLIC-
2 berhasil meningkatkan ketersediaan sarana
air bersih dan meningkatkan kemudahan dalam
mencapai akses terhadap sarana air bersih.
Masyarakat desa yang semula harus berjalan
Gambar 7. Distribusi rumah tangga menurut kejadian diare jauh ke sumber air atau harus antri lama di
sebelum dan setelah program

12 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


tempat penjual air sebelum adanya program terpenuhinya kebutuhan air bersih dimana debit
WSLIC, kini tinggal memutar kran yang ada di air tidak dipengaruhi oleh cuaca.
kran umum atau di sambungan rumah masing- Berdasarkan hal tersebut maka dapat
masing. Jarak terjauh kran umum dengan disimpulkan bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-
rumah penduduk hanya sekitar 200 meter Komponen 2.3 berpengaruh terhadap akses air
(LP3S, 2007). Begitu pula dengan hasil kajian bersih di lokasi program. Peningkatan akses air
Evaluasi Program Penyediaan Air Minum dan bersih di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-
Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) di Komponen 2.3 lebih tinggi daripada peningkatan
Kecamatan Tembalang yang dilakukan oleh Christ akses air bersih di lokasi yang tidak
dkk (2012) menyatakan bahwa setelah penerapan melaksanakan kegiatan ICWRMIP Sub-
PAMSIMAS masyarakat mendapatkan dampak, Komponen 2.
seperti kemudahan dalam mengakses air dan

Tabel 4. Distribusi rumah tangga menurut akses air bersih dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum
program
Akses air bersih
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Tidak akses Akses P OR CI95%
Sub-Komponen 2.3
n % n % n %
Non-program
112 37,3 188 62,7 300 100,0 0,000 1,96 1,37 – 2,79

Program
70 23,3 230 76,7 300 100,0
Total
182 30,3 418 69,7 600 100,0

Tabel 5. Distribusi rumah tangga menurut akses air bersih dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 setelah program
Akses air bersih
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Tidak akses Akses P OR CI95%
Sub-Komponen 2.3
n % n % n %
Non-program
99 35,5 180 64,5 279 100,0 0,000 26,40 11,34 - 61,45
Program
6 2,0 288 98,0 294 100,0
Total
105 18,3 468 81,7 573 100,0

Hasil analisis akses jamban sehat di lokasi rumah tangga di lokasi non-program berisiko
program dan non-program sebelum 4,44 kali lebih besar untuk tidak akses terhadap
pelaksanaan kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen jamban sehat dibandingkan dengan rumah
2.3 dapat dilihat pada tabel 6. Hasil analisis tangga di lokasi program. Atau dengan kata lain,
menunjukkan nilai p=0,408, nilai p tersebut lebih rumah tangga di lokasi program memiliki
besar dari 0,05 sehingga diketahui bahwa tidak peluang untuk memiliki akses terhadap jamban
ada perbedaan akses jamban sehat antara lokasi sehat sebesar 4,44 kali lebih besar daripada rumah
program dan non-program. tangga di lokasi non-program.
Hasil analisis akses jamban sehat di lokasi Hasil ini sejalan dengan pencapaian kegiatan
program dan non-program setelah pelaksanaan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 yang telah
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat membangun sarana sanitasi komunal dengan
dilihat pada tabel 7. Hasil analisis menunjukkan berbagai macam tipe dengan jumlah pemanfaat
nilai p=0,000 dan nilai OR sebesar 4,44 (95% CI: 5.847 orang di seluruh lokasi kegiatan tahun
2,72-7,27). Nilai p<0,05, maka terdapat 2011-2012.
perbedaan peluang lokasi program dan non- Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Studi
program untuk memiliki akses terhadap jamban Dampak Pembangunan SANIMAS (SANIMAS
sehat. Dari hasil tersebut diketahui bahwa Outcome Monitoring Study) yang dilakukan oleh

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 13


Waspola pada tahun 2006, menunjukkan bahwa ketersediaan sarana sanitasi dan meningkatkan
setelah adanya SANIMAS terjadi perubahan pola kemudahan dalam mencapai akses terhadap
BAB yang cukup signifikan yaitu mayoritas BAB sarana sanitasi.
di sarana SANIMAS (96,49%) dan sebagian kecil Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
masih BAB di tempat tidak aman seperti di disimpulkan bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-
sungai dan WC cemplung (Waspola, 2006). Komponen 2.3 berpengaruh terhadap akses
Begitu pula dengan hasil Kajian Cepat terhadap jamban sehat di lokasi program. Peningkatan
Program-Program Pengentasan Kemiskinan akses jamban sehat di lokasi kegiatan ICWRMIP
Pemerintah Indonesia (WSLIC dan PAMSIMAS) Sub-Komponen 2.3 lebih tinggi daripada
yang dilakukan oleh LP3S (Lembaga Penelitian, peningkatan akses jamban sehat di lokasi yang
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan tidak melaksanakan kegiatan ICWRMIP Sub-
Sosial) pada tahun 2007 yang menyatakan Komponen 2.3.
bahwa program WSLIC-2 berhasil meningkatkan

Tabel 6. Distribusi rumah tangga menurut akses jamban sehat dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum
program

Akses jamban sehat


Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Tidak akses Akses p OR CI95%
Sub-Komponen 2.3
n % n % n %
Non-program 86 38,7 214 71,3 300 100,0 0,408 1,18 0,83 – 1,70
Program 76 25,3 224 74,7 300 100,0
Total 162 27,0 438 73,0 600 100,0

Tabel 7. Distribusi rumah tangga menurut akses jamban sehat dan lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 setelah
program

Akses jamban sehat


Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Tidak akses Akses p OR CI95%
Sub-Komponen 2.3
n % n % n %
Non-program 79 28,3 200 71,7 279 100,0 0,000 4,44 2,72 - 7,27

Program 24 8,2 270 91,8 294 100,0


Total 103 18,0 470 82,0 573 100,0

Hasil analisis kejadian diare di lokasi program 4,68-10,99). Nilai p<0,05, maka dapat
dan non-program sebelum pelaksanaan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan risiko
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat kejadian diare pada lokasi program dan non-
dilihat pada tabel 8. Hasil analisis menunjukkan program. Rumah tangga di lokasi non-program
nilai p=0,022 dan nilai OR sebesar 1,48 (95% CI: berisiko 7,17 kali lebih besar untuk mengalami
1,07-2,04). Nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan kejadian diare dibandingkan dengan rumah
bahwa terdapat perbedaan risiko kejadian diare pada tangga di lokasi program.
lokasi program dan non-program. Dari hasil Hasil ini sesuai dengan hasil Kajian Cepat
tersebut diketahui bahwa rumah tangga di terhadap Program-Program Pengentasan
lokasi non-program berisiko 1,48 kali lebih Kemiskinan Pemerintah Indonesia (WSLIC dan
besar untuk mengalami kejadian diare PAMSIMAS) yang dilakukan oleh LP3S
dibandingkan dengan rumah tangga di lokasi (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan
program. Penerangan Ekonomi dan Sosial) pada tahun
Hasil analisis kejadian diare di lokasi program 2007 yang menyatakan bahwa di lokasi proyek
dan non-program setelah pelaksanaan kegiatan WSLIC-2 terjadi penurunan penyakit yang
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 dapat dilihat pada disebabkan oleh air dan sanitasi/lingkungan yang
tabel 9. Hasil analisis menunjukkan nilai kurang baik.
p=0,000 dan nilai OR sebesar 7,17 (95% CI:

14 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan,
masyarakat dan aparat desa serta petugas dan mengelola prasarana air minum, sanitasi,
puskesmas atau polindes, diperoleh informasi peningkatan kesehatan lingkungan serta peningkatan
bahwa terjadi penurunan kejadian penyakit kualitas lingkungan dengan menurunnya
yang terkait dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah masyarakat yang buang air besar
air bersih dan sanitasi. disembarang tempat (open defecation free)
Praptiwi (2011) dalam tesisnya yang berjudul sehingga pencemaran lingkungan akibat tinja
”Program Penyediaan Air Minum Dan Sanitasi dapat berkurang.
Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) dalam Mengubah Berdasarkan hal tersebut maka dapat
Perilaku Masyarakat Dalam Rangka Penurunan disimpulkan bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-
Diare di Kabupaten Temanggung (di Desa Komponen 2.3 berpengaruh terhadap kejadian
Purwodadi, Kecamatan Tembarak dan Desa diare di lokasi program. Penurunan kejadian diare
Tepusen Kecamatan Kaloran)” pun menyatakan di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
bahwa Program PAMSIMAS dengan kelima lebih tinggi daripada penurunan kejadian diare
komponennya berhasil membentuk perilaku di lokasi yang tidak melaksanakan kegiatan
masyarakat dan menurunkan kejadian diare ICWRMIP Sub-Komponen 2.3.
yaitu dengan mendukung proses pemberdayaan
Tabel 8. Distribusi rumah tangga menurut kejadian diare dan lokasi kegiatan ICWRMIP sub-komponen 2.3 sebelum program

Kejadian diare
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Ya Tidak p OR CI95%
sub-komponen 2.3
n % n % n %
Non-program 149 49,7 151 50,3 300 100,0 0,022 1,48 1,07 - 2,04
Program 120 40,0 180 60,0 300 100,0
Total 269 44,8 331 55,2 600 100,0

Tabel 9. Distribusi rumah tangga menurut kejadian diare dan okasi kegiatan ICWRMIP sub-komponen 2.3 setelah program
Kejadian diare
Kegiatan ICWRMIP Jumlah
Ya Tidak p OR CI95%
sub-komponen 2.3
n % n % n %
Non-program 135 48,4 144 51,6 279 100,0 0,000 7,17 4,68 - 10,99
Program 34 11,6 260 88,4 294 100,0
Total 169 29,5 404 70,5 573 100,0

Analisis pengaruh waktu terhadap akses air sesudah program memiliki peluang untuk
bersih, akses jamban sehat dan kejadian diare memiliki akses terhadap air bersih sebesar 14,61
dilakukan pada lokasi kegiatan ICWRMIP Sub- kali lebih besar daripada sebelum program.
Komponen 2.3. Variabel waktu dibedakan Pengaruh variabel waktu terhadap akses
menjadi sebelum dan setelah pelaksanaan jamban sehat di lokasi program dapat dilihat
program. pada tabel 11. Hasil analisis menunjukkan nilai
Pengaruh variabel waktu terhadap akses air p=0,000 dan nilai OR sebesar 3,82 (95% CI:
bersih di lokasi program dapat dilihat pada 2,33-6,24). Nilai p<0,05) maka dapat disimpulkan
tabel 10. Hasil analisis menunjukkan nilai bahwa terdapat hubungan antara waktu dengan
p=0,000 dan nilai OR sebesar 14,61 (95% CI: akses terhadap jamban sehat. Dari hasil
6,23-34,23). Nilai p<0,05 maka dapat tersebut diketahui bahwa rumah tangga
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sebelum program berisiko 3,82 kali lebih besar
waktu dengan akses terhadap air bersih. Dari untuk tidak akses terhadap jamban sehat
hasil tersebut diketahui bahwa rumah tangga dibandingkan dengan rumah tangga sesudah
sebelum program berisiko 14,61 kali lebih besar program. Atau dengan kata lain, rumah tangga
untuk tidak akses terhadap air bersih sesudah program memiliki peluang untuk
dibandingkan dengan rumah tangga sesudah memiliki akses terhadap jamban sehat sebesar
program. Atau dengan kata lain, rumah tangga 3,82 kali lebih besar daripada sebelum program.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 15


Pengaruh variabel waktu terhadap kejadian kejadian diare. Dari hasil tersebut diketahui
diare di lokasi program dapat dilihat pada tabel bahwa rumah tangga sebelum program berisiko
12. Hasil analisis menunjukkan nilai p=0,000 5,10 kali lebih besar untuk mengalami kejadian
dan nilai OR sebesar 5,10 (95% CI: 3,33-7,80). diare dibandingkan dengan rumah tangga
Nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa sesudah program.
terdapat hubungan antara waktu dengan
Tabel 10. Distribusi rumah tangga di lokasi program menurut akses air bersih dan variabel waktu
Akses air bersih
Jumlah
Waktu Tidak akses Akses p OR CI95%
n % n % n %
Sebelum 70 23,3 230 76,7 300 100,0 0,000 14,61 6,23 - 34,23
Sesudah 6 2,0 288 98,0 294 100,0
Total 76 12,8 518 87,2 594 100,0

Tabel 11. Distribusi rumah tangga di lokasi program menurut akses jamban sehat dan variabel waktu

Akses jamban sehat


Jumlah
Waktu Tidak akses Akses p OR CI95%
n % n % n %
Sebelum 76 25,3 224 74,7 300 100,0 0,000 3,82 2,33 - 6,24
Sesudah 24 8,2 270 91,8 294 100,0
Total 100 16,8 494 83,2 594 100,0

Tabel 12. Distribusi rumah tangga di lokasi program menurut kejadian diare dan variabel waktu
Kejadian diare
Jumlah
Waktu Ya Tidak p OR CI95%
n % n % N %
Sebelum 120 40,0 180 60,0 300 100,0 0,000 5,10 3,33 - 7,80
Sesudah 34 11,6 260 88,4 294 100,0
Total 154 25,9 440 74,1 594 100,0

Analisis hubungan antara akses air bersih dengan rumah tangga yang memiliki akses
dengan kejadian diare dilakukan pada seluruh terhadap air bersih.
data yang ada, baik di lokasi program maupun Analisis hubungan antara akses jamban sehat
non-program, sebelum dan sesudah program. dengan kejadian diare dapat dilihat pada tabel
Hubungan antara akses air bersih dengan kejadian 14. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
diare dapat dilihat pada tabel 13. 144 (54,3%) responden pada rumah tangga
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 136 yang tidak memiliki akses terhadap jamban sehat
(47,4%) responden pada rumah tangga yang mengalami kejadian diare, sedangkan pada rumah
tidak memiliki akses terhadap air bersih mengalami tangga yang memiliki akses terhadap jamban sehat
kejadian diare, sedangkan pada rumah tangga yang terdapat 294 (32,4%) yang mengalami kejadian
memiliki akses terhadap air bersih terdapat 302 diare.
(34,1%) yang mengalami kejadian diare. Hasil analisis menunjukkan nilai p=0,000 dan
Hasil analisis menunjukkan nilai p=0,000 dan nilai OR sebesar 2,48 (95% CI: 1,88-3,28). Nilai
nilai OR sebesar 1,74 (95% CI: 1,33-2,28). Nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat terdapat hubungan antara akses jamban sehat
hubungan antara akses air bersih dengan dengan kejadian diare. Dari hasil tersebut
kejadian diare. Dari hasil tersebut diketahui diketahui bahwa rumah tangga yang tidak
bahwa rumah tangga yang tidak memiliki akses memiliki akses terhadap jamban sehat berisiko
terhadap air bersih berisiko 1,74 kali lebih 2,48 kali lebih besar untuk mengalami kejadian
besar untuk mengalami kejadian diare dibandingkan diare dibandingkan dengan rumah tangga yang
memiliki akses terhadap jamban sehat.

16 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Tabel 13. Hubungan antara akses air bersih dan kejadian diare
Kejadian diare
Jumlah
Akses Air Bersih Ya Tidak p OR CI95%
n % n % n %
Tidak Akses
136 47,4 151 52,6 287 100,0 0,000 1,74 1,33 - 2,28

Akses
302 34,1 584 65,9 886 100,0

Total
438 37,3 735 62,7 1173 100,0

Tabel 14. Hubungan antara akses jamban sehat dan kejadian diare
Kejadian diare
Jumlah
Akses Jamban Sehat Ya Tidak p OR CI95%
n % n % n %
Tidak Akses
144 54,3 121 45,7 265 100,0 0,000 2,48 1,88 - 3,28
Akses
294 32,4 614 67,6 908 100,0
Total
438 37,3 735 62,7 1173 100,0

Untuk mengetahui variabel yang paling tangga yang tidak memiliki akses terhadap
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi jamban sehat, tidak ada intervensi program,
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 maka sebelum pelaksanaan program 7,75 kali lebih
dilakukan analisis multivariat menggunakan tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang
regresi logistik. Hasil akhir analisis multivariat memiliki akses terhadap jamban sehat, ada
menunjukkan bahwa variabel yang paling intervensi, setelah pelaksanaan program.
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi Untuk mengetahui pengaruh interaksi waktu
program adalah kegiatan ICWRMIP Sub- dan intervensi kegiatan ICWRMIP Sub-
Komponen 2.3 dengan nilai p=0,000 dan OR Komponen 2.3 terhadap kejadian diare dilakukan
sebesar 2,63 (CI95%:2,04-3,39) setelah uji interaksi menggunakan regresi logistik. Hasil
dikontrol dengan variabel akses jamban sehat uji interaksi menunjukkan bahwa variabel
dan waktu. Risiko kejadian diare pada rumah kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
tangga yang tidak memiliki akses terhadap berinteraksi dengan waktu terhadap kejadian
jamban sehat, tidak ada intervensi program, diare dengan nilai p=0,000 dan OR sebesar 4,84
sebelum pelaksanaan program 7,75 kali lebih (CI95%: 2,83-8,38). Hal tersebut menunjukkan
tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang bahwa kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
memiliki akses terhadap jamban sehat, ada berinteraksi dengan waktu dapat menurunkan
intervensi, setelah pelaksanaan program. kejadian diare sebesar 4,84 kali di lokasi
Untuk mengetahui variabel yang paling program. Artinya, rumah tangga di lokasi tanpa
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 maka adanya kegiatan berisiko mengalami kejadian
dilakukan analisis multivariat menggunakan diare 4,84 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
regresi logistik. Hasil akhir analisis multivariat rumah tangga di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-
menunjukkan bahwa variabel yang paling Komponen 2.3 setelah adanya kegiatan.
berpengaruh terhadap kejadian diare di lokasi
program adalah kegiatan ICWRMIP Sub- KESIMPULAN
Komponen 2.3 dengan nilai p=0,000 dan OR
sebesar 2,63 (CI95%:2,04-3,39) setelah Kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 berpengaruh
dikontrol dengan variabel akses jamban sehat terhadap akses air bersih. Peningkatan akses air
dan waktu. Risiko kejadian diare pada rumah bersih di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 17


Komponen 2.3 lebih tinggi daripada SARAN
peningkatan akses air bersih di lokasi yang tidak
melaksanakan kegiatan ICWRMIP Sub- 1. Perlu dilakukan pengembangan kegiatan ICWRMIP
Komponen 2.3. Sub-Komponen 2.3 di kabupaten/kota lainnya
Kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 berpengaruh yang dilalui oleh sungai Citarum dan STB,
terhadap akses jamban sehat. Peningkatan sesuai dengan sasaran ICWRMIP secara
akses jamban sehat di lokasi kegiatan ICWRMIP keseluruhan.
Sub-Komponen 2.3 lebih tinggi daripada 2. Perlu dilakukan kegiatan yang serupa
peningkatan akses jamban sehat di lokasi yang tidak dengan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 di
melaksanakan kegiatan ICWRMIP Sub- lokasi yang tidak termasuk sebagai sasaran
Komponen 2.3. ICWRMIP, terutama pada daerah dengan akses
Kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 berpengaruh air bersih dan jamban sehat yang rendah dan
terhadap kejadian diare. Penurunan kejadian angka kesakitan diare yang tinggi.
diare di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 3. Bagi Pemerintah Daerah setempat diharapkan
2.3 lebih besar daripada di lokasi yang tidak dapat melakukan
melaksanakan kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen pengembangan/mereplikasi kegiatan
2.3. ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 di lokasi lain,
Terdapat hubungan antara akses air bersih baik yang berada di DAS Citarum/STB
dengan kejadian diare dengan nilai OR sebesar maupun lokasi lainnya dengan pendekatan
1,74, yang berarti bahwa rumah tangga yang yang serupa.
tidak memiliki akses terhadap air bersih 4. Perlu dilakukan penelitian serupa terhadap
berisiko 1,74 kali lebih besar untuk mengalami variabel lain yang diintervensi oleh kegiatan
kejadian diare dibandingkan dengan rumah ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 untuk
tangga yang memiliki akses terhadap air bersih. mengetahui pencapaian kegiatan secara
Terdapat hubungan antara akses jamban menyeluruh.
sehat dengan kejadian diare dengan nilai OR
sebesar 2,48 sehingga diketahui bahwa rumah UCAPAN TERIMA KASIH
tangga yang tidak memiliki akses terhadap
jamban sehat berisiko 2,48 kali lebih besar Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
untuk mengalami kejadian diare dibandingkan disampaikan kepada Bapak drh. Wilfried H. Purba,
dengan rumah tangga yang memiliki akses MM, M.Kes, Bapak drs. Bambang Wispriyono,
terhadap jamban sehat. Apt, Ph.D, Bapak dr. Suyud Warno Utomo, M.Si,
Rumah tangga di lokasi tanpa kegiatan Ibu dr. Agustin Kusumayati, M.Sc, PhD, Ibu dra.
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 yang tidak Cucu Cakrawati Kosim, M. Kes, Bpk. Budi
memiliki akses terhadap jamban sehat sebelum Hartono, S.Si, MKM, Bapak drs. Agung Pambudi,
kegiatan berisiko 7,75 kali lebih besar untuk dan rekan-rekan mahasiswa FKM UI, orang tua
mengalami kejadian diare dibandingkan dengan dan keluarga yang telah memberi kesempatan,
rumah tangga di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub- bantuan, memfasilitasi, kemudahan, saran dan
Komponen 2.3 yang memiliki akses terhadap masukan dalam penelitian ini.
jamban sehat setelah intervensi ICWRMIP Sub-
Komponen 2.3. DAFTAR PUSTAKA
Kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3
berinteraksi dengan waktu dapat menurunkan Alamsyah. 2002. Hubungan Perilaku Hidup
kejadian diare sebesar 4,84 kali di lokasi Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
program. Artinya, rumah tangga di lokasi tanpa Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang
kegiatan ICWRMIP Sub-Komponen 2.3 sebelum Kampar Dan Tambang Kabupaten Kampar
adanya kegiatan berisiko mengalami kejadian Tahun 2002. Depok: Universitas Indonesia.
diare 4,84 kali lebih tinggi dibandingkan dengan Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC).
rumah tangga di lokasi kegiatan ICWRMIP Sub- 2009. Citarum Roadmap and Investment
Komponen 2.3 setelah adanya kegiatan. Program. Jakarta.

18 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC). Klampok, Kabupaten Malang). Jakarta: Tesis.
2010. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Program Studi Ilmu Lingkungan Program
Wilayah Sungai Citarum. Booklet. Jakarta. Pasca Sarjana Universitas Indonesia.
Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC). Praptiwi, H.E. 2011. Program Penyediaan Air
2010. Program Investasi Pengelolaan Sumber Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
Daya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum. (Pamsimas) dalam Mengubah Perilaku
Ringkasan Utama. Jakarta. Masyarakat dalam rangka Penurunan Diare
Blumenthal, D.S. and Ruttenber, J.A. 1995. di Kabupaten Temanggung (di Desa
Introduction to Environmental Health. Second Purwodadi Kecamatan Tembarak dan Desa
Editon. New York: Springer Publishing Tepusen Kecamatan Kaloran). Tesis. Semarang:
Company. Universitas Diponegoro.
Blum H. L. 1974. Planning For Health. New York: Waspola. 2006. Studi Dampak Pembangunan
Human Sciences Press. Sanimas (Sanimas Outcome Monitoring
Christ, Margaretha, Fathurrohman. 2012. Evaluasi Study). Laporan Akhir. Jakarta: Waspola dan
Program Penyediaan Air Minum Dan Sanitasi Pokja AMPL.
Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) Di Kecamatan Yardley S. 2010. Joining the Dots: Why Better
Tembalang. Semarang: Universitas Diponegoro. Water, Sanitation and Hygiene are Necessary
ICWRMIP Sub-Komponen 2.3. 2012. Laporan for Progress on Maternal, Newborn and Child
Akhir Pelaksanaan Proyek. Jakarta: Kementerian Health. Teddington: Tearfund.
Kesehatan. Yunus, M. 2003. Hubungan Sanitasi Dasar,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Perilaku Ibu dengan Kejadian Diare Balita Di
2011. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Wilayah Puskesmas Kedung Waringin
Diare. Jakarta. Kecamatan Kedung Waringin Kabupaten
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Bekasi Tahun 2003. Depok: Universitas
Indonesia Tahun 2011. Jakarta. Indonesia
Kusnoputranto, H. 1997. Air Limbah dan Ekskreta
Manusia Aspek Kesehatan Masyarakat dan
Pengelolaannya. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kusnoputranto, H. 2002. Kesehatan Lingkungan.
Depok: Universitas Indonesia.
Kusumayati, A. 2008. The Effects of Maternal
and Child Health Handbook Utilization in
West Sumatera, Indonesia. Doctoral
Dissertation. Osaka University.
Lemeshow, S, Hoswer Jr, Klar, Lwanga. 1990.
Adequacy of Sampel Size In Health Studies.
University of Massacchusetts & WHO.
LP3ES. 2007. Kajian Cepat Terhadap Program-
Program Pengentasan Kemiskinan
Pemerintah Indonesia: Program WSLIC-2 dan
Pamsimas. Laporan Akhir.
Mukono, J. 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan.
Surabaya: Airlangga University Press.
Octaviany, E. 2012. Kondisi Rumah dan Sarana
Sanitasi Dasar dengan Kejadian Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Diare, dan
Tuberkulosis di Kota Sukabumi 2010-2011.
Depok: Universitas Indonesia.
Pramudhy, R. 2006. Hubungan Pembangunan
Sarana Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan
terhadap Peningkatan Derajat Kesehatan
(Studi Kasus di Desa Jambearjo dan Desa

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 19


Pengolahan Sampah dengan Metode Composting Open Windrow
di Kelurahan Banjar Sari, Lampung Tahun 2013

Waste Processing with Open Windrow Composting Method in Banjar Sari, Lampung, 2013

P.A. Kodrat Pramudho1, Widodo1, Imelda Husdiani1, Imam Santosa2

1Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI,
2Politeknik Kesehatan Jurusan Kesehatan Lingkungan, Tanjung Karang, Lampung,

Kementerian Kesehatan RI

Abstrak
Sampah merupakan salah satu masalah dalam masyarakat bila tidak dikelola dengan baik, karena sangat berperan dalam
menimbulkan penyakit dan pencemaran lingkungan. Setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai ribuan ton, terutama
terdiri dari sampah rumah tangga, sampah pasar, dan kotoran hewan. Padahal sebagian besar (70-90%) sampah tersebut
merupakan bahan organik, sehingga jika dikelola dengan baik selain dapat mencegah penyakit serta mengatasi masalah
kebersihan dan kesehatan lingkungan, juga bermanfaat, baik dari aspek sosial maupun ekonomi, khususnya bagi masyarakat
di sekitarnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan
tekhnologi tepat guna dalam pengelolaan sampah.Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit
(BBTKLPP) Jakarta bekerja sama dengan Politeknik Kesehatan (Poltekkes)Jurusan Kesehatan Lingkungan Tanjung Karang,
didukung oleh Pemerintah Kota Metro, Lampung melakukan pengelolaan sampah kotoran hewan (kohe), rumah tangga dan
pasar di kelurahan Banjar Sari kota Metro dengan metode“Composting Open Windrow” yang berbasis masyarakat. Diharapkan
pengomposan ini akan memberikan manfaat ganda yaitu mengurangi volume sampah di TPA sekaligus menyediakan pupuk
tanaman bagi para petani dan menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Selain itu pelaksanaan kegiatan ini dapat
dijadikan sebagai model dan pemicu bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat dalam pengembangan kegiatan
(replikasi) di tempat lain.

Kata kunci:Pengelolaan sampah, composting, Kelurahan Banjar Sari, Lampung

Abstract
Trash is one of the problems in society if not properly managed, because it plays a role in causing diseases and environmental
pollution. Everyday of waste generated in the thousands tons, consisting mainly of household waste, market waste, and
animal waste. Whereas the majority (70-90%) of the garbage is organic material, so if managed properly in addition to
preventing disease and overcome the problem of hygiene and environmental health, are also useful, both socially and
economically, particularly to the surrounding community. One effort that can be done to overcome this problem is to adopt
appropriate technology in waste management. Center for Disease Control Environmental Health Engineering (BBTKLPP)
Jakarta, in collaboration with the Health Polytechnic (Polytechnic) Department of Environmental Health Tanjung Karang,
supported by the City Metro, Lampung perform waste management dung (Kohe), household and market town in the village of
Banjar Sari Metro with the method "Open Windrow Composting" based society. It is expected that composting would have
the dual benefit of reducing the volume of waste in land fills while providing fertilizer for farmers and generate added value
for the community. In addition, the implementation of these activities can serve as a model and catalyst for community and
local government in development activities (replication) else where.

Keywords :Waste processing, composting, Banjar Sari Village, Lampung

Alamat Korespondensi:Imelda Husdiani, ST, M.Kes, ribuan ton, terutama terdiri dari sampah
BBTKLPP Jakarta, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Balai rumahtangga, sampah pasar, dan kotoran
Rakyat No.2 Cakung Jakarta Timur, Hp: 08170090509,e-
mail: ihusdiani@ymail.com hewan. Sebagian besar (70-90%) sampah
tersebut merupakan bahan organik, sehingga
PENDAHULUAN jika dikelola dengan baik selain dapat mencegah
penyakit serta mengatasi masalah kebersihan
Sampah dapat menjadi salah satu masalah dan kesehatan lingkungan, juga bermanfaat, baik
dalam masyarakat bila tidak dikelola dengan dari aspek sosial maupun ekonomi, khususnya
baik, karena berkaitan erat dengan timbulnya bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu
berbagai penyakit dan pencemaran lingkungan. bentuk pengelolaan sampah yang baik adalah
Setiap hari sampah yang dihasilkan mencapai dengan mengolahnya menjadi kompos, yaitu

20 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


hasil penguraian tidak lengkap dari campuran yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat energi. Kerjasama ini mendapat dukungan dari
oleh mikroba dalam kondisi lingkungan yang pemerintah daerah setempat.
hangat dan lembab. Apabila pengomposan ini terlaksana dengan
Di Kelurahan Banjar Sari, Kota Metro, Lampung, efektif dan efisien,maka akan diperoleh manfaat
sebagian besar penduduk memelihara sapi dan ganda yaitu: 1) Mengurangi volume sampah di
bekerja sebagai petani. Kohe (istilah setempat Tempat Pembungan Sampah (TPA) sekaligus
untuk kotoran hewan) yang dihasilkan ternak menyediakan pupuk tanaman bagi petani pertanian;
sapi sangat berlimpah, namun belum dimanfaatkan dan 2) Dapat dipasarkan dan menghasilkan nilai
termasuk sampah lainnya yang ada di kelurahan tambah ekonomi bagi masyarakat.
tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, maka Balai Besar METODE
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian
Penyakit (BBTKLPP) Jakarta bekerja sama dengan Pengomposan dengan sistim open windrow
Jurusan Kesehatan Lingkungan, Politeknik Kesehatan adalah metode yang paling sederhana, dilakukan
(Poltekkes) Tanjung Karang dalam pengolahan di tempat terbuka beratap aerasi alamiah. Sampah
sampah di Kelurahan Banjar Sari, yaitu sampah yang dikomposkan ditumpuk memanjang dengan
kohe, rumah tangga dan pasar. Bentuk kegiatan frekuensi pembalikan tertentu dan suhu yang
pengolahan yang akan dilaksanakan adalah dikendalikan. Desain rumah kompos tampak
komposting (pengomposan), dengan sistim open samping, atas, dan depan sebagaimana terlihat
windrow berbasis masyarakat. Pengomposan pada Gambar 1,2, dan 3.
adalah proses dimana bahan organik mengalami
penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba

Gambar 1. Tampak samping

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 21


Gambar 2. Tampak atas

Gambar 3. Tampak depan

22 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Peralatan operasional kompos
Setiap unit pengomposan membutuhkan
beberapa peralatan penunjang seperti perlengkapan
kerja dan alat bantu produksi. Jumlah personil
dan peralatan kerja tergantung pada besarnya usaha
atau kapasitas unit pengomposan. Gambar 4-7
berikut ini merupakan peralatan yang
digunakanuntuk produksi kompos dengan
teknologi open windrow. Sapu Lidi Humidity Meter

Timbangan Termometer

Mesin Penggiling Reaktor Sistem

Cangkul Sekop Ember

Tanki Leached Pompa Gambar 6. Perlengkapan pendukung


Gambar 4. Perlengkapan utama

Sepatu Safety Antiseptik


Bakteri Bensin 4 liter

Gambar 7. Perlengkapan proses

Sarung Tangan Karet Masker

Gambar 5. Perlengkapan APD pekerja

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 23


Tahapan pengomposan dan pemantauan suhu di
Tahapan pengomposan dapat dilihat pada bawah 60°C
18 Lakukan pembalikan ke-9
Bagan di bawah ini: dan pemantauan suhu di
Pengangkutan sampah ke bawah 40°C
pengolahan 20 Lakukan pemantauan
suhu sampai keadaan
stabil dibawah 40°C dan
Pemilahan kelembaban 40 % dan
stabil. Kemudian lakukan
pemanenan

Pencacahan
HASIL

Menyiapkan Teknologi Tepat Guna dalam pengolahan


starter Bakteri sampah yang diterapkan di Kelurahan Banjar Sari,
Kota Metro, Lampung sudah sesuai dengan
Perlakuan di Reaktor prosedur, dan semua kegiatan berjalan dengan
(penyusunan tumpukan baik. Biaya yang dikeluarkan untuk produksi
dan pembalikan sesuai jadwal)
kompos cukup murah dan bila dijual hasilnya
cukup tinggi. Kompos yang dihasilkan selain
Panen Kompos
digunakan untuk pertanian juga untuk menambah
(Pengeringan)
pendapatan masyarakat Kelurahan Banjar Sari.
Panen Kompos
(Pengayakan) PEMBAHASAN

Panen Kompos Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam pengolahan


(Pengemasan) sampah yang diterapkan di Kelurahan Banjar
Sari, Kota Metro, Lampung sejak diresmikan
dan diujicobakan sampai dengan tanggal 5 Mei
Penyimpanan
2014 sudah sesuai dengan panduan yang telah
diberikan oleh tim TTG (BBTKLPP Jakarta dan
Bagan tahapan pengomposan Poltekkes Kesling Tanjung Karang).
Pada saat dilakukan observasi ke lapangan
Perlakuan pada reaktor menurut hari dapat peralatan yang mendukung proses pembuatan
dilihat pada Tabel 1. kompos berfungsi dengan baik. Biaya yang
dikeluarkan untuk memproduksi 550kg kompos
Tabel 1. Perlakuan pada reaktor
hanya Rp 24.000,- untuk pembelian sebanyak
Kegiatan Perlakuan pada reaktor Suhu Kelem 4 liter bensin ditambah tenaga masyarakat
setiap baban kelurahan Banjar Sari selama 15-20 hari. Jika hasil
hari ke- kompos dijual dengan harga Rp 1500/kg saja,
1 Lakukan pembalikan dan maka 1 kali produksi menghasilkan Rp 825.000,-.
siram dengan starter
bakteri secara merata Hasil produksi kompos Banjar Sari selama
3 Lakukan pembalikan ke-2 beroperasi dapat dilihat pada Tabel 2.
5 Lakukan pembalikan ke-3 Tabel 2. Hasil produksi kompos Banjar Sari
dan siram dengan starter
bakteri secara merata Produksi Lama Hasil
7 Lakukan pembalikan ke-4 ke- proses kompos
9 Lakukan pembalikan ke-5 1 15 hari 11 karung @ 50 kg = 550 kg
11 Lakukan pembalikan ke-6 2 20 hari 11 karung @ 50 kg = 550 kg
dan siram dengan starter 3 20 hari 11 karung @ 50 kg = 550 kg
bakteri secara merata 4 10 hari Sedang proses
13 Lakukan pembalikan ke-7 Total hasil produksi
dan pemantauan suhu di 1.650 kg
pertama sampai ke-3:
bawah 60°C
15 Lakukan pembalikan ke-8

24 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Sampai saat ini kompos yang dihasilkan SARAN
digunakan oleh kelompok pembuatan kompos
untuk kebun tomat, terong, padi (sawah). 1. Perlu dukungan Pemda setempat dalam
Penggunaan kompos untuk tanaman bunga meningkatkan jumlah tempat pengolahan
terlihat pada Gambar 8. Tanaman bunga tumbuh sampah (rumah kompos), karena rumah kompos
subur dan sudah dapat dijual kepada masyarakat. yang ada belum sepenuhnya dapat mengolah
kohe yang masih menumpuk. Reaktor yang
tersedia masih kurang dan masyarakat
belum mampu melakukan duplikasi karena
keterbatasan dana.
2. Kegiatan pengolahan sampah di Kelurahan
Banjar Sari dapat dijadikan sebagai percontohan
dalam pengembangan kegiatan di tempat lain.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar 8. Hasil penggunaan kompos untuk tanaman Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua
bunga pihak yang telah berperan dalam kegiatan
pengelolaan sampah di Kelurahan Banjar Sari,
Selain itu dilakukan uji coba penggunaan Kota Metro, Lampung, sehingga kegiatan tersebut
kompos untuk sawah di lingkungan kelompok dapat berjalan dengan baik.
tani. Lahan tanaman padi yang diberi kompos
produksi sendiri dibandingkan hasilnya dengan DAFTAR PUSTAKA
pemberian pupuk kimiawi yang mereka bisa
beli di pasar. C Padyawardana. 2006. Pengolahan sampah menjadi
sampah kompos skala kawasan dengan metode
KESIMPULAN
open windrow bergulir, Teodolita.7/2.Purwokerto.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Pengolahan sampah dengan Teknologi Tepat
2003. Sistem Pengolahan Sampah Kota secara
Guna diterapkan di Kelurahan Banjar Sari, Kota
terpadu, Pelatihan Pengolahan Sampah Kota
Metro, Lampung sudah dapat mengurangi sebagian
Secara Terpadu menuju zero waste. Jakarta.
volume sampah di TPA, menyediakan pupuk
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
tanaman bagi petani, dan menghasilkan nilai
(BPPT). 1998. Teknologi Pembuatan Pupuk
tambah ekonomi.
Organik (Kompos) dari sampah kota.Jakarta.
Pada saat dilakukan observasi ke lapangan,
Yayasan Danamon Peduli. Buku Pedoman
peralatan yang mendukung proses pembuatan
Pengolahan Sampah Terpadu. Jakarta.
kompos berfungsi dengan baik. Biaya yang
Anonim. 2011. Pengelolaan sampah.
dikeluarkan untuk sekali produksi cukup murah
http://www4.justnet.ne.ip/offifour/smoky.ht
(Rp 24.000,-), bila dijual menghasilkan Rp 825.000,-.
m diakses tanggal 9 desember 2011
Kompos yang dihasilkan sudah digunakan
oleh kelompok pembuatan kompos untuk
kebundan sawah. Penggunaan kompos untuk
tanaman seperti bunga tumbuh dengan subur
dan sudah dapat dijual kepada masyarakat. Selain
itu sedang dilakukan uji coba penggunaan
kompos untuk sawah di lingkungan kelompok
tani, yaitu dengan membandingkan hasil yang
diberi kompos produksi sendiri dengan
pemberian pupuk kimiawi yang biasa mereka
beli di pasar.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 25


Peran Bidan dalam Penemuan Suspek Tuberkulosis di Kabupaten Siak,
Provinsi Riau, Tahun 2013
The Role of Midwife in Suspected Tuberculosis Finding in Siak District, Riau Province, 2013
Suyanto1, Dwi Sri Rahayu2, Winarto1, Fifia Chandra1, Doni Pahlevi1, Sumanto Simon3,
Muhammad Noor Farid3, Budiarti Setyaningsih4, Eka Sulistiany4, Retno Budiati4

1FK Universitas Riau, Pekanbaru, 2Dinkes Provinsi Riau, 3Tuberculosis Operational Research Group,
4Subdit TB, Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

Abstrak
Cakupan penemuan suspek tuberkulosis (TB) di Kabupaten Siak, Provinsi Riau masih di bawah target nasional. Saat ini
hampir di semua desa di Kabupaten Siak memiliki bidan desa, namun keterlibatannya dalam kegiatan pengendalian TB masih
belum optimal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran bidan dalam peningkatan jumlah suspek TB. Metode yang
digunakan adalah quasi eksperimental, yaitu 52 bidan desa intervensi dan 50 bidan desa kontrol diambil sebagai sampel
penelitian. Dilakukan pelatihan manajemen TB berupa pengenalan suspek TB dan proses edukasi perujukan suspek pada
kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol hanya diberikan pengenalan tentang kegiatan rujukan suspek TB ke
puskesmas. Selanjutnya dilakukan monitoring pengumpulan data selama 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
perbedaan rerata suspek TB yang dirujuk pada kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol (delta 2.8)
sebelum dan sesudah intervensi. Bidan desa pada kelompok intervensi lebih selektif dalam merujuk suspek TB. Rasio
proporsi suspek yang dirujuk bidan 0.44, dan rasio proporsi suspek yang memeriksakan dahak 1.83. Walaupun tidak ada
perbedaan secara proporsional BTA + yang ditemukan (ratio 1.1), namun jumlah BTA positif pada kelompok intervensi (ratio
2.5). Rata-rata tingkat pengetahuan bidan setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan (p<0.01). Pelatihan
manajemen TB dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam merujuk suspek dan meningkatkan jumlah suspek TB yang
dirujuk oleh bidan di daerah intervensi. Dengan demikian bidan desa memiliki potensi dalam meningkatkan cakupan
penemuan suspek TB dan BTA positif di wilayah kerjanya.

Kata kunci: Peran bidan, penemuan suspek TB, Kabupaten Siak, Riau

Abstract
Coverage of suspected tuberculosis (TB) in Siak, Riau province is still below the national target. At the moment nearly all
villages in Siak have a midwife, but his involvement in TB control activities is still not optimal. The purpose of this study was
to determine the role of midwives in an increasing number of TB suspects. The method used is a quasi-experimental, ie 52
midwife midwife intervention and 50 control is taken as the study sample. TB management training is done in the form of the
introduction of TB suspects and education referral process suspect in the intervention group, whereas in the control group
were given an introduction about the activities of suspected tuberculosis referral to the clinic. Further monitoring data
collection for 6 months. The results showed that there was a mean difference of TB suspects were referred to the intervention
group compared with the control group (delta 2.8) before and after intervention. Village midwives in the intervention group
more selective in referring suspected tuberculosis. The ratio of the proportion of suspect cases referred midwives 0:44, and
the ratio of the proportion of suspects who examined sputum 1.83. Although there was no difference in proportion of smear +
found (ratio 1.1), but the number of smear-positive in the intervention group (ratio 2.5). The average level of knowledge after
training midwives is higher than before training (p <0:01). TB management training to enhance the knowledge of midwives
in referring suspected and increase the number of TB suspects were referred by midwives in the area of intervention. Thus
midwife has the potential to improve the coverage of suspected tuberculosis and smear-positive in their working area.

Keywords: Role of midwife, suspected TB finding, Siak District, Riau

Alamat Korespondensi: Retno Budiati, Subdit TB, peran bidan dalam penemuan supek TB. Hasil
Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL, Jl. Percetakan Negara pengamatan awal peneliti di Siak, bidan tidak
No.29 Jakarta Pusat, Hp. 081288668597, e-mail:
retnobudiati_p@yahoo.com dilibatkan secara khusus dalam kegiatan
pengendalian TB. Selain itu kompetensi yang
PENDAHULUAN dimiliki bidan dalam pengendalian TB masih
kurang, karena belum pernah mengikuti
Kabupaten Siak merupakan salah satu pelatihan TB. Pengetahuan yang ada hanya
kabupaten di Provinsi Riau dengan CDR (Case diperoleh dari materi perkuliahan pada saat
Detection Rate) terendah kedua di Provinsi Riau, pendidikan formal.
yaitu 21.4% (Dinkes Provinsi Riau, 2012) hal ini Sebenarnya hampir seluruh desa di Kabupaten
diduga ada kaitannya dengan masih kurangnya Siak memiliki bidan desa, dan umumnya

26 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


masyarakat desa di Kabupaten Siak lebih memilih kontrol hanya diberikan penjelasan tentang
memeriksakan diri ke “Bapak mantra” atau “Ibu formulir penelitian.
bidan” daripada ke dokter yang biasanya hanya 2. Monitoring terhadap bidan desa dilakukan
tinggal di ibukota kecamatan. Oleh karena itu, sebanyak 3 kali, yaitu kunjungan peneliti,
terkait dengan kegiatan pengendalian TB, kunjungan fasilitator, dan melalui telpon.
penderita yang memiliki gejala batuk berdahak Setelah data dikumpulkan, maka dilakukan
selama 2-3 minggu serta menunjukkan gejala analisis data dengan perangkat lunak Stata. Untuk
tambahan seperti batuk darah,berat badan mengetahui pengaruh pelatihan manajemen TB
menurun dan keringat malam semestinya sudah digunakan uji regresi. Analisis data kualitatif
dapat terdeteksi secara dini oleh bidan sebagai juga dilakukan untuk mendukung penjelasan
suspek TB dan sangat dimungkinkan untuk data kuantitatif.
mendorong penderita tersebut untuk
memeriksakan sputumnya ke puskesmas. HASIL
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
peneliti melaksanakan pelatihan manajemen Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
terpadu TB bagi para bidan dengan harapan perbedaan jumlah dan rerata suspek TB yang
agar dapat meningkatkan penemuan suspek TB dirujuk oleh bidan desa pada kelompok intervensi
dan BTA positif di Kabupaten Siak. Selain itu dibandingkan dengan kelompok kontrol (delta
untuk mengetahui pengaruh pelatihan (intervensi) 2.8). Bidan desa pada kelompok intervensi lebih
terhadap cakupan penemuan suspek TB oleh selektif dalam merujuk suspek TB. Rasio proporsi
bidan yang dilatih dan BTA positif dibandingkan suspek yang dirujuk bidan 0.44, dan rasio
dengan daerah yang tidak dilakukan pelatihan proporsi suspek TB yang memeriksakan dahak 1.83.
(kontrol). Walaupun tidak ada perbedaan proporsi BTA
positif yang ditemukan (ratio 1.1), namun jumlah
METODE BTA positif pada kelompok intervensi lebih
banyak (ratio 2.5). Rata-rata tingkat
Lokasi penelitian pengetahuan bidan desa setelah pelatihan lebih
Penelitian dilaksanakan di seluruh desa yang tinggi dibandingkan dengan sebelum pelatihan
memiliki bidan desa di 15 puskesmas di (p<0.01).
Kabupaten Siak, Riau.
Desain penelitian adalah quasi PEMBAHASAN
eksperimental, yaitu equivalent control group design
dimana dilakukan pelatihan bidan desa pada Profil wilayah penelitian
kelompok intervensi, sebaliknya kelompok kontrol Kelompok intervensi meliputi wilayah kerja
tidak dilakukan pelatihan. Puskesmas Minas, Kandis, Tualang, Perawang,
Besar sampel dihitung berdasarkan jumlah Sungai Mandau, Koto Gasib, Siak dan Bunga
populasi bidan desa yang bersedia mengikuti Raya. Secara demografis, umumnya penduduk
penelitian. Bidan pada kelompok intervensi harus terkonsentrasi pada kelompok intervensi.
mengikuti pelatihan secara penuh serta mengisi Berdasarkan BPS Siak, jumlah penduduk
kuesioner dan formulir penelitian selama 6 bulan. di wilayah ini, yaitu sebanyak 325.000 jiwa, atau
Sedangkan bidan desa pada kelompok kontrol, sekitar 2/3 jumlah penduduk Kabupaten Siak.
hanya mengisi kuesioner dan formulir Sedangkan wilayah pada kelompok kontrol
penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan, maka meliputi Kecamatan Sungai Apit, Pusako,
besar sampel pada kelompok intervensi sebanyak Sabak Auh, Mempura, Dayun, Lubuk Dalam dan
52 bidan desa, dan kelompok kontrol 50 bidan Kerinci Kanan.
desa.
Pengumpulan data dilakukan secara Karakteristik responden
bertahap, yaitu sebagai berikut: Pada umumnya karakteristik bidan desa relatif
1. Pengumpulan data awal tentang pengetahuan sama pada kedua kelompok, yaitu rerata umur
dasar bidan desa menggunakan kuesioner dan (31 tahun), pendidikan (Diploma 3 kebidanan),
memberikan pelatihan manajemen terpadu tidak pernah mendapatkan pelatihan tentang
TB pada kelompok intervensi. Pada kelompok

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 27


TB, lama kerja (7 tahun), jarak puskesmas ke Jumlah suspek TB
polindes (9 km pada kelompok kontrol dan 12 km Suspek TB yang ditemukan sebelum
kelompok intervensi). intervensi, yaitu dari bulan Mei sampai Oktober
Rerata nilai pengetahuan awal tentang TB 2013, dan sesudah intervensi dari bulan Desember
tidak jauh berbeda (72 pada kelompok kontrol, 68 2013 sampai Mei 2014 di kedua wilayah kontrol
pada kelompok intervensi), dan rerata dan intervensi (Tabel 2). Suspek TB yang
pengetahuan bidan desa setelah diberikan ditemukan merupakan jumlah keseluruhan yang
pelatihan TB pada kelompok intervensi ditemukan oleh puskesmas termasuk rujukan
meningkat menjadi 80 setelah pelatihan (Tabel poliklinik, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya di
1). Berdasarkan uji t, tingkat pengetahuan bidan wilayah kerja puskesmas tersebut.
di wilayah intervensi meningkat secara signifikan
setelah pelatihan (p <0.05). Tabel 2. Jumlah suspek TB sebelum dan setelah intervensi

Tabel 1. Karakteristik responden menurut kelompok Waktu


perlakuan Sebelum Sesudah Perbedaan
Kelompok
intervensi intervensi
Kelompok
n % n % n %
Karakteristik Kontrol Intervensi
Kontrol 147 45.8 174 54.2 27 8.4
n % n %
Intervensi 545 42.8 729 57.2 184 14.4
Umur Perbedaan 157 6,0
Muda (<30 th) 31 54,39 28 50,91
Sedang (30-39 th) 23 40,35 23 41,82 Jumlah suspek TB yang ditemukan pada
Tua (>39 th) 3 5,26 4 7,27 kelompok kontrol setelah intervensi meningkat
Rata-rata (+ SD) 31,1 (+4,87) 31,62 (+5,39)
dibandingkan sebelum intervensi, yaitu dari 147
Pendidikan
D1 1 1,75 0 0 menjadi 174. Hal yang sama terjadi pada
D3 55 96,49 53 96,36 wilayah intervensi, yaitu meningkat dari 549
D4 1 1,75 1 1,82 menjadi 729. Perbedaan jumlah suspek TB yang
S1 0 0 1 1,82 ditemukan sebelum dan sesudah intervensi
PelatihanTB pada kelompok kontrol sebanyak 27, dan
sebelumnya kelompok intervensi 184. Sedangkan perbedaan
Tidak pernah 56 98,25 53 96,36
antar kelompok kontrol dan intervensi
Pernah 1 1,75 2 3,64
Lama Kerja
sebanyak 157 (6%).
Pendek (<5th) 12 21 15 27,3 Beda rerata sebelum dan sesudah intervensi
Lama (>5th) 45 79 40 72,7 pada kelompok kontrol sebesar 0,5 dan kelompok
Rata-rata (+SD) 7,53 (+4,3) 7,08 (+5,46) intervensi sebesar 3,3. Delta beda rerata
Jarak desa ke keduanya sebesar 2,8 (Tabel 3). Hasil uji regresi
puskesmas linier terhadap perbedaan sebelum dan sesudah
Dekat (<5) 22 39,3 11 20 intervensi pada kelompok kontrol dan kelompok
Sedang (5-15) 26 46,4 30 54,6
intervensi menunjukkan slot kelompok
Jauh (>15) 8 14,3 14 25,4
Rata-rata (+SD) 9,11(+10,33) 12,43 (+11,66)
intervensi lebih curam dibanding kelompok
Pengetahuan awal kontrol (Gambar 1 dan 2).
<55 4 8,16 3 6,25 Tabel 3. Rerata perbedaan suspek sebelum dan sesudah
55 – 75 26 53,06 36 75 intervensi
>75 19 38,78 9 18,75
Rata-rata (+SD) 72,34 (+14,72) 67,92 (+10,96) Kelompok Waktu Rerata Se 95% CI
suspek
Pengetahuan
setelah pelatihan Sebelum 2.6 2.35 0 -7.2
Kontrol
55 – 75 . . 16 33,33 Sesudah 3.1 2.35 0 -7.7
>75 . . 32 66,67 Perbedaan 0.5 3.34 -6.1- 7
Rata-rata (+SD) 80,42 (+ 7,28) Intervensi Sebelum 9.9 2.4 5.2 -14.6
Sesudah 13.3 2.4 8.6-18
Perbedaan 3.3 3.4 -3.3-10
Perbedaan 2.8 4.8 -6.5 -12.2

28 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Gambar 3. Jumlah suspek TB, jumlah yang dirujuk bidan
desa, diperiksa dahak, dan BTA positif di desa kontrol dan
Gambar 1. Hasil uji regresi linier terhadap perbedaan sebelum intervensi
dan sesudah intervensi menurut kelompok perlakuan
Pada diagram consort (Gambar 4) terlihat,
jumlah suspek TB yang ditemukan di desa kontrol
adalah 174, sebanyak 73 (41,9%) diantaranya
dirujuk bidan desa, dan 101 (58,1%) dirujuk tenaga
kesehatan lainnya. Dari 73 suspek TB yang
dirujuk bidan desa, jumlah yang datang
memeriksakan dahak dan BTA positif adalah 43
(58,9%), dan 8 (18,6%).
Sedangkan di desa intervensi jumlah suspek
TB yang ditemukan adalah 729, sebanyak 133
(18,2%) dirujuk bidan desa dan 596 (81,6%)
dirujuk tenaga kesehatan lainnya. Dari 133
suspek TB yang dirujuk bidan desa, jumlah yang
Gambar 2. Jumlah suspek TB pada kelompok kontrol dan intervensi datang memeriksakan dahak dan BTA positif
masing-masing periode 6 bulan sebelum dan sesudah adalah 106 (79,7%) dan 21 (19,8%).
intervensi Jumlah suspek TB yang tidak memeriksakan
dahak di daerah kontrol cukup besar (41,1%).
Jumlah suspek yang dirujuk, diperiksa Hal ini karena bidan desa di daerah kontrol
dahak dan BTA positif kurang selektif dalam merujuk suspek TB. Hal
Jumlah suspek TB di desa kontrol sebanyak ini diperkuat dengan alasan suspek TB yang
174, jumlah yang dirujuk bidan desa, tidak datang memeriksakan dahak, yaitu sudah
memeriksakan dahak, dan BTA positif berturut- merasa sembuh, sudah berobat di fasilitas pelayanan
turut 73, 43, dan 8. Sedangkan di desa intervensi kesehatan lain (seperti rumah sakit), tidak ada
sebesar 729, jumlah yang dirujuk, yang kendaraan dan belum ada waktu karena
memriksakan dahak, dan BTA positif berturut- kesibukan. Jumlah suspek TB yang
turut 133, 106, dan 21 (Gambar 3). mengemukakan alasan tersebut di atas lebih
sedikit di daerah intervensi.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 29


JUMLAH SUSPEK YANG MASUK PADA TB JUMLAH SUSPEK YANG MASUK PADA TB 04
04 PADA DAERAH KONTROL PADA DAERAH INTERVENSI
174 729

DIRUJUK DIRUJUK OLEH DIRUJUK DIRUJUK


SELAIN BIDAN OLEH BIDAN SELAIN
BIDAN 73 (41,9%) 133(18,2%) BIDAN
101 (58,1%) 596 (81,8%)

TIDAK TIDAK
PERIKSA PERIKSA
DAHAK PERIKSA
30 (41,1%) PERIKSA 27
43(58,9%)
DAHAK (20,3%)
106 (79,7%)

BTA NEG BTA NEG


BTA
35 85
POSITIF
(81,4%) (81,2%)
8(18,6%)
BTA
POSITIF
21(19,8%)

Gambar 4. Diagram consort penelitian

Pada tabel berikut dapat dilihat, proporsi Tabel 4. Rasio proporsi suspek TB yang dirujuk bidan desa
suspek TB yang dirujuk bidan desa di daerah
Rasio
(kelompok) intervensi lebih rendah dibandingkan SE p 95%CI
Proporsi
dengan daerah kontrol (Tabel 4), dengan rasio
proporsi 0,43 setelah dikendalikan dengan variabel Crude 0.44 0.07 0.00 0.33-0.61
jarak, pengetahuan, lama kerja, dan umur bidan Adjusted* 0.43 0.06 0.00 0.0 – 0.53
desa (Tabel 5).
Pada tabel 6 terlihat jumlah suspek TB yang
Tabel 4. Jumlah suspek TB yang dirujuk bidan desa setelah datang memeriksakan dahak di daerah kontrol
intervensi dan intervensi, masing-masing sebanyak 43 dan
106. Rasio proporsi suspek TB yang datang
Kelompok
memeriksakan dahak pada daerah intervensi
Jumlah suspek TB Kontrol Intervensi
lebih tinggi (1,83) dibandingkan dengan daerah
n % n %
kontrol setelah dikendalikan dengan variabel
Keseluruhan 174 100,0 729 100,0 lama kerja, dan umur bidan (Tabel 7).
Dirujuk bidan desa 73 41,9 133 18,2

30 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Tabel 5. Jumlah suspek TB dirujuk bidan yang suspek TB dan teknik berkomunikasi dengan
memeriksakan dahak suspek TB.
Kelompok 2. Ikatan Bidan Indonesia Kabupaten Siak
Jumlah suspek TB Kontrol Intervensi dapat memberikan supporting kepada bidan
n % n % desa dalam membantu penjaringan suspek TB
Dirujuk oleh bidan di desa, antara lain pelatihan tentang
73 100,0 133 100,0
desa penjaringan TB bekerja sama dengan dinas
Memeriksakan kesehatan.
43 58,9 106 79,7
dahak 3. Institusi Pendidikan Kebidanan dapat
Tabel 6. Rasio proporsi suspek yang memeriksakan dahak memasukan lebih banyak materi tentang TB
Rasio dalam kurikulum pendidikan bidan.
SE P 95%CI
Proporsi
UCAPAN TERIMA KASIH
Crude 1.35 0.24 0.094 0.95 – 1.93
Adjusted* 1.83 0.43 0.011 1.15 – 2.91 Terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Riau, Dekan Fakultas
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa rasio Kedokteran Universitas Riau Pekanbaru,
proporsi BTA positif suspek TB yang Tuberculosis Operational Research Group (TORG) –
memeriksakan dahak yang dirujuk oleh bidan Subdit TB, dan KNCV.
desa daaerah intervensi nilai absolutnya 2,49
DAFTAR PUSTAKA
kali dibandingkan dengan daerah kontrol, dan
proporsi BTA positif antara kedua kelompok Datiko, D.L. 2009. Health Extension Workers
tidak berbeda (Tabel 8). Improve Tuberculosis Case Detection and
Treatment Success in Southern Ethiopia: A
Tabel 7. Rasio BTA pos dari suspek TB rujukan bidan desa
daerah intervensi yang memeriksakan dahak
Community Randomized Trial. Vol. 4. PLOS
ONE.
Rasio Se pv 95%CI
Mahendra, I. W. 2006. Faktor yang Berhubungan
Proporsi 1.06 0.44 0.88 0.47 – 2.4 dengan Angka Penemuan Kasus TB Paru oleh
Praktisi Kesehatan Swasta. Vol.3. Jakarta: The
Absolute 2.49 1.03 0.028 1.1 – 5.6 Indonesian Journal of Public Health.
Ditjen P2PL. 2010. Buku Pedoman
Penanggulangan TB. Jakarta: Kementerian
KESIMPULAN Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen P2PL. 2011. Terobosan menuju akses
Rata-rata tingkat pengetahuan bidan setelah universal. Jakarta: Kementerian Kesehatan
mengikuti pelatihan lebih tinggi dibandingkan Republik Indonesia.
sebelum pelatihan. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Strategi
Bidan kelompok intervensi lebih selektif Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-
dalam menentukan suspek TB yang akan 2014. Jakarta.
dirujuk ke puskesmas. Riau, Dinkes. 2012. Profil Kesehatan Riau 2012.
Tidak ada perbedaan proporsi BTA positif Pekanbaru : Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
yang ditemukan dari dua kelompok bidan, namun Roaisah, C. Umbul, F.S. 2014. Peningkatan Peran
secara absolut BTA positif pada suspek TB Bidan Desa Untuk Penemuan Suspek TB Paru
rujukan bidan di daerah intervensi 2,5 kali lebih di Kabupaten Probolinggo. Surabaya: FKM
tinggi dibandingkan daerah kontrol. Unair.
WHO. 2002. Enhancement of Nursing and
SARAN Midwifery Contribution to National HIV/AIDS, TB.
Paris: WHO.
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Siak dapat WHO. 2013. Global tuberculosis report 2013. Paris:
melakukan pelatihan terhadap bidan desa tentang WHO Library Cataloguing in Publication
manajemen pengenalan suspek TB secara Data.
klinis, pelacakan suspek TB, cara perujukan

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 31


Perbedaan Kadar Hb Ibu Hamil Sebelum dan Sesudah Pemberian Fe+Vit.C
di Daerah Endemis Malaria

The Difference in Haemoglobin Levels of Pregnant Women Before and After “Fe+Vit C”
Administration in Malaria-Endemic Area

Suwito1*, Liskarida2

1DirektoratPPBB, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI


*Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Malahayati, Bandarlampung
2Puskesmas Hanura, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung

Abstrak
Anemia pada ibu hamil dan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sering kali ditemukan di daerah endemis malaria,
walaupun kegiatan pemberian Fe+Vit C telah terlaksana dengan baik. Hal ini dikaitkan dengan proses patologis akibat
infestasi Plasmodium penyebab malaria. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan kadar Hb ibu hamil sebelum
dan sesudah pemberian tablet Fe+Vit.C di daerah endemis malaria di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan pre-test-post-test with group design dengan sampel ibu
hamil trimester II dan III. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Fe+Vit.C dapat meningkatkan Hb ibu hamil di
daerah endemis malaria.

Kata kunci : Kadar Hb, ibu hamil, Fe+Vitamin C, daerah endemis malaria, Kabupaten Pesawaran, Lampung

Abstract
Anemia in pregnant women and infants with low birth weight (LBW) is often found in areas where malaria is endemic, even
though Fe+Vit C administration has done well. This is associated with a pathological process due to the infestation of
Plasmodium that causes malaria. The purpose of the study was to determine differences in hemoglobin concentration of
pregnant women before and after administration of Fe+Vit.C tablets in malaria-endemic areas in Pesawaran District,
Lampung Province in 2014. This study is a design experiment with pre-test-post-test group design with sample of pregnant
women with second and third trimester. The results showed that administration of Fe+Vit.C can improve maternal Hb in
malaria-endemic areas.

Keywords: Haemoglobin levels, pregnant women, “Fe+Vitamin C, malaria-endemic area, Pesawaran district, Lampung

Alamat korespondensi: Suwito, Subdit Pengendalian kegiatan pemberian Fe di daerah tersebut telah
Arbovirosis, Dit PPBB, Ditjen PP dan PL, Kemenkes, Jl. terlaksana dengan baik. Kondisi ini dikaitkan dengan
Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat. e-mail:
suwito_enk@yahoo.co.id, Hp: 081379729578. proses patologis akibat infestasi Plasmodium
penyebab malaria.
PENDAHULUAN Kabupaten Pesawaran merupakan wilayah dengan
kasus tertinggi malaria di Provinsi Lampung.
Ibu hamil memiliki risiko yang lebih tinggi Pada tahun 2013, jumlah penderita malaria klinis
mengalami anemia defisiensi besi. Setiap kehamilan (Annual Malaria Incidence/AMI) sebesar 8,32
membutuhkan lebih banyak konsumsi zat besi per 1000 penduduk dan jumlah penderita
(Fe) untuk pertumbuhan janin dan kesehatan positif malaria (Annual Parasite Incidence/API)
ibu sendiri. Kekurangan Fe pada ibu hamil dapat sebesar 1,03 per 1000 penduduk.
menyebabkan anemia yang dapat berakibat fatal Salah satu kegiatan pengendalian malaria, yaitu
bagi ibu dan janinya. Bagi Ibu menyebabkan pemberian tablet besi dan Vitamin C (Fe+Vit.C)
lemahnya kontraksi rahim dan tenaga mengejan untuk menurunkan anemia pada ibu hamil.
serta perdarahan post partum, sedangkan pada Pada umumnya kegiatan tersebut telah berhasil
janin menyebabkan gangguan pertumbuhan di daerah non-endemis malaria, namun di daerah
hasil konsepsi, abortus, persalinan prematur, endemis malaria perlu dibuktikan lebih lanjut.
cacat bawaan, IUFD (Intrauterine Fetal Death) Untuk itu peneliti melakukan uji coba pemberian
dan bayi dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). FE+Vit C pada ibu hamil di di daerah endemis
Anemia pada ibu hamil dan BBLR sering malaria di Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung,
ditemukan daerah endemis malaria, walaupun sekaligus untuk mengetahui perbedaan kadar

32 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Hb ibu hamil sebelum dan sesudah pemberian Tabel 1. Nilai mean, SD, dan min-max Hb ibu hamil sebelum
tablet Fe+Vit.C. (pre-test) dan setelah (post-test) pemberian Fe+ Vit.C
Analisis Hb pre-stest HB post-test
METODE Mean 9,02 9,86
SD 0,56 0,48
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen Min-Max 8,30-9,80 9,30-10,40
dengan rancangan pre-test-post-test with group 95% CI 8,62-9,42 9,52-10,20
design. Penelitian dilaksanakan di daerah endemis
malaria yaitu di wilayah kerja Puskesmas Hanura, Tabel 2. Hasil uji bedaHb ibu hamil sebelum (pre-test) dan
setelah (post-test) pemberian Fe+Vit.C
Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu Saat uji Mean SD p n
sejak bulan April sampai Mei 2014. Pre-test 9,02 0,56
Post-test 9,86 0,48 0,001 10
Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil
Trimester II dan III yang tersebar di 10 desa.
Besar sampel sebanyak 10 orang yang diambil PEMBAHASAN
secara random Ibu hamil yang terpilih sebagai
sampel, setiap hari diberikan Fe+Vit C yang Rata-rata Hb ibu hamil meningkat sebesar
mengandung ferrous sulfate 200mg, folic acid 0,84 gr%, yaitu dari 9,02 gr% sebelum pemberian
0,25 mg dan vitamin C 70-80mg. Fe+Vit.C menjadi 9,86 gr% setelah pemberian
Sebelum pemberian Fe+Vit.C diperiksa Hb Fe+Vit.C. Sedangkan nilai standar deviasi menurun
sebagai Hb pre-test dan setelah pemberian 5 sebesar 0,08 gr%, yaitu dari 0,56 gr% sebelum
minggu dilakukan pemeriksaan ulang sebagai pemberian menjadi 0,48 gr% setelah pemberian
Hb post-test. Data dianalisis dengan menghitung Fe+Vit.C.
nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi (SD). Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun di
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan Hb ibu daerah endemis malaria, pemberian Fe+Vit.C
hamil antara pre-test dan post-test digunakan uji T. masih berdampak pada peningkatan kadar Hb
pada ibu hamil, sekalipun peningkatan tersebut
HASIL tidak mencapai 10 gr%. Hal ini diperkirakan karena
pemberian Fe+Vit.C baru diberikan selama 5
Puskesmas Hanura terletak di Desa Hanura, minggu, dan kemungkinan akan meningkat terus
Kecamatan Padang Cermin yang didirikan pada bila waktu pemberian lebih lama. Semakin kecil
tahun 1996. Puskesmas ini mempunyai dua nilai SD, berarti data semakin homogen, dan
puskesmas pembantu. Wilayah kerja meliputi semakin kecil ketimpangan Hb antara satu ibu
10 desa, dengan luas 9.056,5 hektar, terdiri dari hamil dengan ibu hamil lainnya setelah pemberian
lahan dan kebun 45,2%, pemukiman dan pekarangan Fe+Vit.C.
35,9%, tambak 3,7%, dan lagun 1,9%. Sebagian Hasil uji statistik, nilai p=0,001, berarti ada
penduduk bermukim di pesisir pantai. perbedaan yang bermakna Hb ibu hamil antara
Rata-rata kadar Hb ibu hamil sebelum pemberian sebelum dan setelah pemberian Fe+Vit.C.
Fe+Vit.C (pre-test) sebesar 9,02 gr% dan meningkat Dengan demikian dapat ditarik disimpulkan
menjadi 9,86 gr% setelah pemberian Fe+Vit.C bahwa pemberian Fe+Vit.C juga efektif dalam
selama lima minggu (post-test). Nilai standar peningkatan Hb ibu hamil di daerah endemis
deviasi semakin mengecil, dari 0,56 gr% sebelum malaria.
pemberian menjadi 0,48 gr% setelah pemberian Secara teoritis, kebutuhan Fe ibu hamil selama
Fe+Vit.C. Nilai rentang Hb pre-test adalah 8,30- kehamilan adalah 800 mg, yang diperlukan
9,80 gr%, sedangkan post-test 9,30-10,40 gr% untuk janin dan plasenta (300 mg) dan untuk
(Tabel 1). Berdasarkan uji statistik didapatkan pertambahan eritrosit ibu (500 mg), Oleh karena
nilai p=0,001 (Tabel 2), artinya secara statistik itu ibu hamil perlu diberikan 2-3 mg tablet Fe
ada perbedaan yang bermakna Hb ibu hamil setiap hari.
antara sebelum dan setelah pemberian Fe+Vit.C. Peran vitamin C sangat penting dalam proses
absorbsi Fe dalam tubuh, karena vitamin C
mereduksi ferri menjadi ferro dalam usus halus,
sehingga mudah di absorbsi. Vitamin C

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 33


juga menghambat pembentukan hemosiderin UCAPAN TERIMA KASIH
yang sukar dimobilisasi untuk membebaskan
besi jika diperlukan. Absorbsi besi dalam bentuk Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dinas
non-heme meningkat 4 kali lipat jika ada vitamin Kesehatan Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung,
C yang berperan dalam memindahkan besi dari Kepala Puskesmas Hanura dan semua ibu hamil
transferin di dalam plasma keferitin hati. yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

Secara statistik, pemberian Fe+Vit.C dapat Almatsier. 2004. Penuntun Diet, Edisi Baru.
meningkatkan kadar Hb ibu hamil di daerah Jakarta : Gramedia.
endemis malaria. Anthony T. 2002. Wowen and Nutrition. USA :
Health Media.
SARAN Dinas Kesehatan Propinsi Lampung. 2012.
Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung,
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai Bandarlampung.
bahan pertimbangan dalam pelaksanaan Faadhilah B. 2013. Nutrition for Infection Diseases.
kegiatan pemberian Fe+Vit.C pada ibu hamil London: Infection Diseases Medias
di daerah endemis malaria. Oenel J. 2014. Pregnant and Iron. New Health J
2. Penelitian ini perlu diperluas di daerah Med 337(6): 435-439
endemis malaria lainnya di Indonesia. Poetra. 2003. Korelasi Gizi, Kesehatan dan
Produktivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta.

34 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Survei Kadar Gula Darah dan Kolesterol pada Masyarakat
di Pelabuhan Udara El Tari Kupang, 2013

Survey of Blood Glucose and Cholesterol in the Community at El Tari Airport Kupang, 2013

Primus Mitaran1, Regina C.R.W. Lamanepa2

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kupang, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kemenkes RI

Abstrak
Pola kejadian penyakit mengalami pergeseran dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Pergeseran pola kejadian
penyakit dalam terminologi epidemiologi lebih dikenal dengan istilah transisi epidemiologi. Pergeseran pola kejadian
penyakit tergambar dari kecenderungan peningkatan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi pada penyakit tidak
menular dibandingkan dengan penyakit menular. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya beban ganda (double burden)
pada program penanggulangan penyakit di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kejadian
hiperglikemi dan hiperkolesterolemia pada masyarakat yang melakukan pemeriksaan darah yang bekerja di wilayah
pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2013. Metode yang digunakan adalah observasional dengan desain studi serial kasus.
Sampel dalam survei ini adalah masyarakat yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari. Pengambilan sampel
menggunakan metode convenience sampling dengan kriteria responden yang terdaftar dan mengikuti pemeriksaan gula
darah dan kolesterol. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dan pengambilan sampel darah tepi untuk
menentukan petanda biologis kadar gula darah dan kolesterol. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis
univariat menggunakan bantuan SPSS software. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8,3% masyarakat yang mengikuti
pemeriksaan gula darah puasa di wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2013 menderita Diabetes Melitus.
Sedangkan 12,5% belum pasti menderita Diabetes Mellitus. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kejadian
hiperglikemia pada masyarakat yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang tahun 2013, yaitu sebesar 8,3%
(6/72), lebih tinggi pada perempuan dan kelompok umur ≥45 tahun . Sedangkan kejadian hiperkolesterolemia, yaitu sebesar
47,2% (34/72) lebih tinggi pada laki-laki dan kelompok umur ≥45 tahun.

Kata Kunci : Deteksi dini, glukosa, kolesterol, pelabuhan udara El Tari, Kupang

Abstract
The pattern of disease occurrence has shifted from infectious diseases to non-communicable diseases. Shifting patterns of
disease occurrence in terms of epidemiology, better known as the epidemiological transition. The shift pattern is illustrated
by the tendency of disease incidence increased morbidity and mortality are higher in comparison to non-communicable
diseases communicable diseases. These conditions lead to a double burden (double burden) on the eradication program in
Indonesia. This study aims to determine the percentage incidence of hyperglycemia and hypercholesterolemia in the
community who have a blood test that works in the area of Kupang El Tari airport in 2013. The method used was an
observational case series study design. The sample in this survey are the people who work in the area of El Tari airport.
Sampling using convenience sampling method with the criteria the respondent registered and followed the blood sugar and
cholesterol checks. Data was collected through interviews and collection of peripheral blood samples to determine biological
markers in blood sugar levels and cholesterol. Data analysis was performed using univariate analysis using SPSS software.
The results showed that 8.3% of people who follow the fasting blood sugar in the airport El Tari Kupang in 2013 suffering
from diabetes mellitus. While 12.5% suffered from diabetes mellitus is uncertain. From the results of this study concluded
that the incidence of hyperglycemia in people who work in the area of Kupang El Tari airport in 2013, amounting to 8.3%
(6/72), was higher in women and ≥45 years age group. While the incidence of hypercholesterolemia, which amounted to
47.2% (34/72) was higher in men and ≥45 years age group.

Keywords : Early detection, glucose, cholesterol, El Tari airport, Kupang

Alamat korespondensi: Primus Mitaran, KKP Kupang, epidemiologi lebih dikenal dengan istilah transisi
Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Adi Sucipto Penfui epidemiologi. Pergeseran pola kejadian penyakit
Kupang Hp:081389278127 e-mail:primusmitaran@ yahoo.com.
tergambar dari kecenderungan peningkatan
kejadian morbiditas dan mortalitas yang lebih
PENDAHULUAN tinggi pada penyakit tidak menular dibandingkan
dengan penyakit menular. Kondisi tersebut
Pola kejadian penyakit mengalami pergeseran
menyebabkan terjadinya beban ganda (double
dari penyakit menular ke penyakit tidak menular.
burden) dalam program/kegiatan pengendalian
Pergeseran pola kejadian penyakit dalam terminologi
penyakit di Indonesia. Dengan kata lain, terjadi

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 35


dualisme situasi program pengendalian penyakit deteksi dini faktor risiko meskipun hanya sebagian
dimana, di satu sisi pada penyakit menular kecil dari faktor risiko penyakit diabetes mellitus
belum menunjukkan keberhasilan yang berarti dan penyakit jantung koroner. Pengukuran
di sisi lain penyakit tidak menular menunjukkan kadar gula darah dan kolesterol dilakukan pada
peningkatan angka kesakitan dan kematian. populasi pekerja atau populasi usia produktif
Hasil survei menunjukkan bahwa persentase sebagai kelompok rentan terhadap kejadian
kematian akibat penyakit tidak menular meningkat diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner.
dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% Pengkategorian kelompok pekerja sebagai
tahun 2001, dan 59,5% tahun 2007. Kematian kelompok rentan disebabkan karena pola
tersebut sebagian besar disebabkan oleh stroke kejadian penyakit tidak menular lebih tinggi
(15,4%), disusul hipertensi, diabetes, kanker, pada kelompok usia produktif atau kelompok
dan penyakit paru obstruktif kronis. Kematian pekerja dan tinggal di daerah perkotaan
akibat penyakit tidak menular lebih tinggi pada (http://www.depkes.go.id/download.php?file=do
usia produktif di daerah perkotaan. wnload/pusdatin/buletin/buletinptm.pdf)
Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa Distribusi epidemiologi orang/kelompok usia
kejadian penyakit tidak menular lebih tinggi produktif dan tempat/perkotaan menggambarkan
atau sebagian besar terjadi pada kelompok usia distribusi spesifik dari kejadian penyakit tidak
produktif di perkotaan. Persentase kematian menular. Kelompok usia produktif yang dimaksud
akibat stroke pada kelompok usia 45-54 tahun adalah kelompok pekerja dan kota menjadi pusat
lebih tinggi di perkotaan, yaitu 15,9% dibandingkan lapangan pekerjaan. Sehingga sangat relevan
di pedesaan hanya sebesar 11,5%. jika upaya deteksi dini sebagai pencegahan
Kejadian penyakit tidak menular dipicu oleh tingkat pertama/primer khususnya pemeriksaan
berbagai faktor risiko antara lain merokok, diet kadar gula darah dan kolesterol sebagai sebagian
yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan gaya kecil dari faktor risiko penyakit Diabetes Melitus
hidup tidak sehat. Sebanyak 34,7% penduduk dan Penyakit Jantung Koroner dilakukan pada
usia 15 tahun ke atas merokok setiap hari, pekerja yang bekerja di wilayah pelabuhan
93,6% kurang konsumsi buah dan sayur serta udara El Tari Kupang. Hasil pemeriksaan kadar
48,2% kurang aktivitas fisik (Riskesdas 2007). gula darah dan kolesterol digunakan sebagai
Hal tersebut menunjukkan bahwa perilaku hidup sumber informasi yang sangat penting untuk
tidak sehat menjadi prediktor atau faktor pemicu menentukan metode dan strategi pencegahan
kejadian penyakit tidak menular. Perilaku hidup penyakit tidak menular secara rasional dan efektif.
tidak sehat dapat disebabkan karena pengetahuan Di samping itu, KKP sebagai lembaga otoritas
dan pemahaman masyarakat tentang penyakit kesehatan di pelabuhan udara mempunyai tugas
tidak menular masih sangat rendah, sehingga pokok dan fungsi melakukan surveilans epidemiologi
upaya kesehatan yang dilakukan harus dapat penyakit tidak menular yang tertuang dalam
menjawab masalah yang dihadapi oleh masyarakat Permenkes RI Nomor 2348 tahun 2011. Mengacu
sebagai solusi yang rasional dan logis. pada kedua aspek tersebut, maka Petugas Karantina
Masalah kesehatan yang dihadapi oleh Kesehatan KKP Kupang di Pos Kerja Bandara El
masyarakat menjadi informasi yang sangat penting Tari Kupang melakukan pemeriksaan kadar gula
dalam menyusun rencana strategi pengendalian darah dan kolesterol pada masyarakat yang
penyakit tidak menular. Informasi tentang masalah bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang.
kesehatan masyarakat khususnya penyakit
tidak menular yang diperoleh dapat dijadikan METODE
sebagai bukti epidemiologi yang kuat terutama
dalam menentukan metode pemecahan masalah Bahan dan Cara
secara rasional. Oleh karena itu, melakukan Survei ini menggunakan metode observasional
studi empirik melalui survei kadar gula darah dengan desain studi serial kasus. Populasi dalam
dan kolesterol yang masing-masing sebagai survei ini adalah masyarakat yang bekerja di
salah satu faktor risiko penyakit diabetes wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang tahun
mellitus dan penyakit jantung koroner sangat 2012. Sampel dalam survei ini adalah masyarakat
penting dilakukan. Pengukuran kadar gula yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari
darah dan kolesterol dilakukan sebagai upaya dan mendaftarkan diri untuk mengikuti

36 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


pemeriksaan kadar gula darah dan kolesterol yang kategori belum pasti Diabetes Mellitus dan
telah ditentukan. Dimana pendataan responden >126 mg/dL kategori Diabetes Mellitus.
dilaksanakan dari tanggal 14-18 Mei 2013 dan Dalam konteks kategori PERKENI 2006 tersebut,
pemeriksaan darah dilaksanakan tanggal 23-26 maka 8,3% masyarakat yang mengikuti pemeriksaan
Mei 2013 di ruangan Karantina Kesehatan gula darah puasa di wilayah pelabuhan udara El
Bandara El Tari Kupang. Tari Kupang tahun 2013 menderita Diabetes
Pengambilan sampel menggunakan metode Melitus. Sedangkan 12,5% belum pasti menderita
convenience sampling dengan kriteria responden Diabetes Mellitus.
yang terdaftar dan mengikuti pemeriksaan gula Oleh karena itu, untuk memastikan apakah
darah dan kolesterol sesuai dengan jadwal yang responden tersebut menderita atau tidak menderita
telah ditentukan. Jumlah sampel dalam survei Diabetes Melitus, sangat penting melakukan
ini sebanyak responden yang mengikuti konsultasi dengan dokter ahli penyakit dalam.
pemeriksaan gula darah dan kolesterol dari Sehingga informasi hasil pemeriksaan gula darah
tanggal 23-26 Mei 2013 di ruangan Karantina puasa yang diperoleh dapat dijadikan sebagai
Kesehatan Pelabuhan udara El Tari Kupang. dasar dalam menentukan tindakan.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
langsung dan pengambilan sampel darah tepi PEMBAHASAN
untuk menentukan petanda biologis kadar gula
darah dan kolesterol. Analisis data dilakukan Hasil pemeriksaan kadar gula darah puasa
dengan menggunakan analisis univariat menggunakan responden menurut jenis kelamin dan kelompok
bantuan SPSS software. umur dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kadar darah puasa responden menurut jenis


HASIL kelamin dan kelompok umur di wilayah Pelabuhan Udara
El Tari Kupang, Mei 2013
Hasil pemeriksaan gula darah puasa responden
di wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang
tahun 2012 sebagaimana terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pemeriksaan gula puasa responden di


wilayah Pelabuhan Udara El Tari Kupang, Mei 2013
Hasil pemeriksaan Jumlah %
Gula darah Puasa :
 70 – 110 57 79.2
mg/dl
 111 – 126 9 12.5
mg/dl
 > 126 mg/dl 6 8.3
Total 72 100
Tabel 2 di atas menggambarkan persentase
Berdasarkan Tabel 1 di atas, persentase kejadian hiperglikemi berdasarkan jenis kelamin
responden yang memiliki kadar gula darah dan kelompok umur pada masyarakat yang
>126 mg/dL, yaitu 8,3% (6/72), kadar gula melakukan pemeriksaan darah di wilayah pelabuhan
darah puasa 111 mg/dL-126 mg/dL 12,5% udara El Tari Kupang Mei 2013. Persentase
(9/71), dan kadar gula darah puasa 70 mg/dL – kejadian hiperglikemi pada perempuan lebih
110 mg/dL 79,2% (57/72). Dengan demikian tinggi (10,7%) dibandingkan dengan kejadian
prevalensi hiperglikemi pada masyarakat yang hiperglikemi pada laki-laki (6,8%). Sedangkan
bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari persentase kejadian hiperglikemi pada kelompok
Kupang Mei tahun 2013 sebesar 8,3%. umur ≥ 45 tahun lebih tinggi (26,3%) dibandingkan
Jika dihubungkan dengan kriteria diagnosis dengan kejadian hiperglikemi pada kelompok
Diabetes Melitus menurut PERKENI 2006, maka umur <45 tahun (1,9%). Jika dari 3 kategori di
kategori kadar gula darah puasa yang tercantum atas dilakukan pengkodingan baru menjadi 2
pada tabel di atas terdiri dari 70-110 mg/dL kategori (>126 mg/dL dan <126 mg/dL), maka
kategori bukan Diabetes Mellitus, 111-126 mg/dL

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 37


kejadian hiperglikemi pada perempuan juga Kupang Mei 2013. Kejadian hiperkolesterolemia
lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. lebih tinggi pada laki-laki (50%) dibandingkan
Hasil pemeriksaan kolesterol responden dapat dengan perempuan. Sedangkan kejadian
dilihat pada Tabel 3. hiperkolesterolemia pada kelompok umur ≥45
tahun lebih tinggi (73,7%) dibandingkan dengan
Tabel 3. Hasil pemeriksaan kolesterol responden di
wilayah Pelabuhan Udara El Tari Kupang, Mei 2013 kelompok umur <45 tahun (37,7%).
Hasil pemeriksaan Jumlah %
KESIMPULAN
Kolesterol darah
Trigliserida) :
 < 200 mg/dL 38 52,8
Kejadian hiperglikemia pada masyarakat yang
 ≥200 mg/dL 34 47,2 bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari
Total 72 100 Kupang tahun 2013, yaitu sebesar 8,3% (6/72).
Tabel di atas menggambarkan persentase Kejadian hiperglikemi tersebut lebih lebih tinggi
kejadian hiperkolesterolemia pada masyarakat pada perempuan dan kelompok umur ≥45 tahun.
yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari Sedangkan kejadian hiperkolesterolemia, yaitu
Kupang, yaitu sebesar 47,2% (34/72). Kurang lebih sebesar 47,2% (34/72) dan lebih tinggi pada
separuh masyarakat yang mengikuti pemeriksaan laki-laki dan kelompok umur ≥45 tahun.
memiliki salah satu faktor risiko penyakit jantung
koroner. Dalam konteks tersebut sangat penting SARAN
mengembangkan dan melaksanakan kegiatan
promotif dan preventif penyakit jantung dan 1. Menjaga gaya hidup terutama pola konsumsi
pembuluh darah, khususnya dalam pencegahan dan dan olahraga yang cukup dalam menekan
penanggulangan faktor risiko secara intensif di faktor risiko penyakit tidak menular khususnya
wilayah pelabuhan udara El Tari Kupang. diabetes melitus dan penyakit jantung koroner.
Dalam pelaksanaan kegiatan promotif dan 2. Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin
preventif tersebut sangat dibutuhkan kerja sama berkala (per tahun) untuk mengontrol kadar
dan dukungan dari semua pihak terkait di wilayah gula darah dan kolesterol darah sebagai
pelabuhan udara El Tari Kupang, terutama upaya deteksi dini
perusahaan tenaga kerja yang mempekerjakan 3. Membangun kesadaran masyarakat secara
karyawannya di wilayah pelabuhan udara El intensif dengan mengembangkan dan melakukan
Tari Kupang. pendidikan kesehatan sebagai program promotif
Hasil pemeriksaan kadar kolesterol responden dan preventif di wilayah pelabuhan udara El
menurut jenis kelamin dan kelompok umur Tari Kupang khususnya dan di NTT umumnya.
dapat dilihat pada Tabel 4.
UCAPAN TERIMA KASIH
Tabel 4. Kadar kolesterol responden menurut jenis kelamin
dan kelompok umur di wilayah Pelabuhan Udara El Tari Terimakasih disampaikan kepada semua pihak
Kupang, Mei 2013 yang telah membantu terlaksananya survei ini.

DAFTAR PUSTAKA

National Diabetes Education Program (NDEP).


The Link Between Diabetes and Cardiovascular
Disease.http://ndep.nih.gov/media/CVD_FactSheet.pdf.
Pratiwi, Soleh. 2007. Epidemiologi, Program
Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes
Mellitus, Current Issue. Epidemiologi FKM
Universitas Hasanuddin. Makasar.
PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Tabel 4 di atas menggambarkan persentase
Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia 2011.
kejadian hiperkolesterolemia menurut jenis
http://www.perkeni.org/download/Konsensu
kelamin dan kelompok umur pada masyarakat
s%20DM%202011.zip.
yang bekerja di wilayah pelabuhan udara El Tari

38 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


RISKESDAS. Laporan Nasional 2010. Sugondo, 2007. Obesitas. Dalam: Sudoyo AW,
http://www.bukulaporanriskesdas_2010. pdf. Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S,
Shahab A. 2007. Komplikasi kronik DM penyakit editor (penyunting). Buku Ajar Ilmu Penyakit
jantung koroner. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi Dalam Jilid III. Edisi ke-4. Departemen Ilmu
B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editor Penyakit Dalam FKUI. Jakarta.
(penyunting). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid III. Ed.4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 39


Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Tukang Cukur Rambut (Barber)
dan Tindakan Higiene dan Sanitasi di Medan Marelan
Barber’s Knowledge and Attitudes Associated with Hygiene and Sanitation
in Medan Marelan

Ivan Elisabeth Purba, Otniel Ketaren, Taruli Rohana Sinaga

Universitas Sari Mutiara Indonesia, Medan, Sumatera Utara

Abstrak
Masalah higiene dan sanitasi di fasilitas umum termasuk tempat cukur rambut (barbershop) perlu mendapatkan perhatian
serius dari berbagai pihak terkait khususnya sektor kesehatan, karena merupakan tempat berkumpulnya orang banyak dan
berperan penting dalam proses penularan berbagai penyakit, seperti hepatitis B dan C, dan HIV/AIDS. Tindakan higiene dan
sanitasi sesorang dalam hal ini tukang cukur dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama pengetahuan dan sikap. Pada
penelitian ini yang dimaksud dengan tindakan higiene adalah usaha pencegahan penyakit yang lebih menitikberatkan pada
kesehatan perseorangan, sedangkan tindakan sanitasi lebih menitikberatkan pada kesehatan lingkungan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap tukang cukur rambut (barber) dengan tindakan
higiene sanitasi di tempat cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marela, Sumatera Utara tahun 2013,
dengan desain penelitian cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36,7% (11/30) dan 23,3% (7/30)
pengetahuan dan sikap tukang cukur terhadap higiene dan sanitasi termasuk dalam kategori kurang dan ada hubungan yang
signifikan dengan tindakan higiene dan sanitasi di tempat cukur (p=0,001 dan 0,008). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan dan sikap tukang cukur tentang higiene sanitasi masih rendah, sehingga dapat mempengaruhi tindakan
higiene dan sanitasi di tempat cukur.
Kata Kunci: Higiene, sanitasi, tukang cukur, Medan Maralen, Sumaera Utara

Abstract
The hygiene and sanitation problem in public places including barbershop needs serious attention from related parties,
especially in the health sector, because it is a gathering place of people and potentially plays an important role in the process
of various diseases transmissions, such as hepatitis B and C, and HIV/AIDS. Barber’s behaviour on implementation of hygiene
and sanitation is influenced by various factors, particularly the knowledge and attitudes. In this study hygiene is defined as
the prevention of diseases that is focused on individual health, while sanitation on environmental health. The purpose of this
study was to determine Barber’s knowledge and attitudes associated with hygiene and sanitation in Tanah Enam Ratus
village, Medan Marelan sub-district, North Sumatra in 2013 using a cross sectional study design. Based on our study,
percentage of Barber’s knowledge (36,7%, 11/30) and attitudes (23,3%, 7/30) on hygiene and sanitation were in the
category of less. Barber’s knowledge and attitudes were found to be associated with Barber’s behaviour on implementation of
hygiene and sanitation in their work places (p=0,001 and 0,008). This study determined factors associated with Barber’s
behaviour on implementation of hygiene and sanitation and found that lack of knowledge as well as attitudes were the
important determinants of disclosure.
Keyword: Hygiene, sanitation, barber, Medan Maralen, North Sumatera.

Alamat korespondensi: Toni Wandra, Program Studi sebagaimana dimaksud antara lain mencakup
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Direktorat Pasca- fasilitas umum (Pasal 163, ayat 1-2). Fasilitas
sarjana, Universitas Sari Mutiara Indonesia, Jl. Kapten
Muslim No. 79 Medan, Hp. 081388422934, e-mail: tony_ umum adalah suatu tempat dimana orang banyak
wdr2009@yahoo.com berkumpul untuk melakukan kegiatan baik secara
insidentil maupun terus menerus secara membayar
PENDAHULUAN atau tidak membayar (Suparlan, 2005).
Fasilitas umum yang dijamin kebersihan dan
Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun kesehatannya oleh pemerintah dan masyarakat,
2009 tentang Kesehatan, upaya kesehatan lingkungan antara lain tempat-tempat yang dikelola secara
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan komersial memiliki risiko bahaya kesehatan yang
yang sehat (Pasal 162). Pemerintah, pemerintah tinggi, memiliki jumlah tenaga kerja tertentu,
daerah dan masyarakat menjamin ketersediaan tempat yang mudah terjangkit penyakit atau
lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai tempat dengan intensitas jumlah dan waktu
risiko buruk bagi kesehatan. Lingkungan sehat kunjungan tinggi (Kemenkes RI, 2004).

40 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Semua fasilitas tersebut tidak hanya menampilkan cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan
mutu, kenyamanan saja, akan tetapi faktor yang Medan Marelan.
sangat penting adalah higiene dan sanitasi. Higiene Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengetahui
adalah usaha pencegahan penyakit yang lebih hubungan pengetahuan tukang cukur dan tindakan
menitik-beratkan pada kesehatan perseorangan, higiene dan sanitasi di tempat cukur di Kelurahan
sedangkan tindakan sanitasi lebih menitikberatkan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan;
pada kesehatan lingkungan. dan 2) Mengetahui hubungan sikap tukang cukur
Sanitasi di tempat-tempat umum merupakan dan tindakan higiene dan sanitasi di tempat cukur
masalah kesehatan masyarakat yang cukup mendesak di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan
karena merupakan tempat bertemunya banyak Medan Marelan.
orang yang berpotensi terjadinya penularan Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk:
penyakit. Perilaku kebersihan diri dapat dipengaruhi 1) Tukang cukur, sebagai masukan agar lebih
oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan dan menyadari pentingnya melakukan tindakan higiene
sikap terhadap higiene dan sanitasi. Adanya dan sanitasi di tempat cukur untuk menghindari
masalah pada kebersihan diri akan berdampak penularan penyakit; dan 2) Sektor kesehatan dan
pada kesehatan individu (Mukono, 2006). Masyarakat, sebagai masukan bagi sektor kesehatan
Salah satu fasilitas umum adalah tempat cukur untuk tindak lanjut, dan agar masyarakat lebih
rambut atau usaha/kios pangkas rambut (selanjutnya mengetahui dan mewaspadai pentingnya higiene
disebut tempat cukur). Pada umumnya tempat dan sanitasi di tempat cukur.
cukur ini masih dikelola secara konvensional,
sehingga terkesan tidak dapat dijadikan usaha METODE
dalam skala besar. Biasanya aspek profesionalisme
dalam usaha diabaikan oleh tukang cukur rambut Penelitian ini bersifat analitik dengan design
atau pemangkas rambut (selanjutnya disebut cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di
tukang cukur), seperti kebersihan dan kenyamanan. Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan
Tempat cukur adalah suatu tempat beserta Marelan, Sumatera Utara pada bulan Januari
fasilitasnya untuk melayani cukur rambut untuk sampai Juli 2013. Populasi penelitian adalah
umum. Higiene dan sanitasi tempat cukur berkaitan seluruh tukang cukur di Kelurahan Tanah Enam
dengan penularan suatu penyakit (Fahmi, 2009), Ratus, Kecamatan Medan Marelan (30 orang).
seperti risiko terjadinya penularan hepatitis B, Sampel penelitian seluruh tukang cukur yang ada
C dan D, dan HIV/AIDS (Ditjen PP dan PL, 2014). di Kelurahan Tanah Enam Ratus (total populasi).
Penyakit ini ditularkan dari satu individu ke Data primer diperoleh dari hasil wawancara
individu lain, antara lain melalui penggunaan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data
pisau cukur bekas penderita hepatitis B, C dan D, sekunder dari Kantor Kelurahan Tanah Enam Ratus.
dan HIV/AIDS. Salah satu cara untuk mencegah Setelah semua data terkumpul, dilakukan
penularan penyakit tersebut, yaitu dengan tidak pengolahan data melalui beberapa tahapan
bertukar atau menggunakan pisau cukur yang (Notoatmodjo, 2005): 1) Editing, pengecekan
sama antara yang satu dengan yang lainnya. kelengkapan data responden; 2) Coding; dan 3)
Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Tabulating. Analisa data mencakup (Hastono
beberapa tempat cukur di Kecamatan Medan dan Sabri, 2010): 1) Analisis univariat, yaitu
Marelan, sebagian diantaranya tidak memenuhi analisis yang menggambarkan secara tunggal
syarat higiene dan sanitasi. Hal ini terlihat dari variabel-variabel independen dan dependen
lingkungan kios pangkas rambut yang kurang dalam bentuk distribusi frekuensi; 2) Analisis
bersih, gunting rambut tidak dibersihkan sesudah bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat
dipakai, handuk pembersih wajah tidak diganti pengaruh variabel independen dengan dependen
untuk setiap konsumen, dan yang paling penting menggunakan uji Chi-square pada tingkat
adalah pisau cukur tidak diganti setiap kali pakai. kepercayaan 95%.
Dari uraian di atas, dirumuskan permasalahan
dalam penelitian, yaitu apakah ada hubungan
pengetahuan dan sikap tukang cukur dan tindakan
higiene dan sanitasi tukang cukur atau di tempat

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 41


HASIL Tabel 4. Tindakan higiene dan sanitasi menurut penomoran
tempat cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan
Medan Marelan tahun 2013
Hasil analisis univariat sebagaimana terlihat
Tindakan higiene dan sanitasi
pada Tabel 1, 2, dan 3 berikut ini: No. di tempat cukur
tem-
Hala- Alat kerja
Tabel 1. Distribusi frekuensi pengetahuan tukang cukur di pat Tem-
cu- man (pisau
Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan pat Was- Mas- Cer-
kur dan cukur,
tahun 2013 sam- tafel ker min
ru- handuk,
pah
angan gunting)
Pengetahuan tukang Frekuensi
cukur n % 1. √ √ √ - √ √
Baik 7 23,3 2. - - - - √ √
3. √ √ √ √ √ √
Cukup 12 40,0
4. - - - √ √ -
Kurang 11 36,7 5. - - - - √ -
Total 30 100 6. - - - - √ -
7. √ √ √ √ √ -
8. - - - - √ -
Tabel 2. Distribusi frekuensi sikap tukang cukur di
9. - - - - √ -
Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan
10. - - - - √ -
tahun 2013
11. √ √ √ √ √ -
Sikap tukang Frekuensi 12. - - - - √ √
cukur 13. - - - - √ -
n %
14. √ √ - - √ √
Baik 11 36,7 15. √ √ - - √ √
Cukup 12 40,0 16. √ √ - - √ -
Kurang 7 23,3 17. - - - - √ -
18. - - - √ -
Total 30 100
19. √ √ √ √ √ √
20. √ - - - √ -
Tabel 3. Distribusi frekuensi tindakan higiene dan 21. √ - - - √ -
sanitasi tukang cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, 22. √ - - - √ -
Kecamatan Medan Marelan tahun 2013 23. - - - - √ -
24. √ √ √ √ √ √
Tindakan higiene Frekuensi 25. - - - - √ -
dan sanitasi tukang 26. - - - - √ -
cukur n %
27. - - - - √ -
Baik 8 26,7 28. √ √ √ √ √ √
Cukup 10 33,3 29. - - - - √ -
30. √ √ √ √ √ √
Kurang 12 40,0
Total 30 100

Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa


Berdasarkan Tabel 1, 2 dan 3 di atas, mayoritas ada hubungan antara pengetahuan dan
responden memiliki pengetahuan, dan sikap tindakan higiene dan sanitasi di tempat cukur
cukup, masing-masing 40%, sedangkan tindakan (p=0,001) (Tabel 5), serta ada hubungan
higiene dan sanitasi sebagian besar kurang (40%). antara sikap tukang cukur dan tindakan
Tindakan higiene dan sanitasi menurut higiene sanitasi di Kelurahan Tanah Enam
penomoran tempat cukur di Kelurahan Tanah Ratus, Kecamatan Medan Marelan (p=0,008)
Enam Ratus tahun 2013 dapat dilihat pada (Tabel 6).
Tabel 4.

42 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Tabel 5. Tabulasi silang hubungan pengetahuan tukang dan 6 (54,5%) kurang. Hasil uji statistik diperoleh
cukur dengan tindakan higiene dan sanitasi di tempat nilai p=0,008.
cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan
Marelan Tahun 2013
PEMBAHASAN
Tindakan higiene dan
Pengeta-
sanitasi di tempat cukur Jumlah
huan p
No
tukang
Baik Cukup Kurang Persiapan dasar cukur rambut, yaitu segala
cukur n % n % n % n % sesuatu yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan cukur rambut, meliputi ruang kerja,
1 Baik 1 12,5 4 36,4 2 18,2 7 23,3 bahan dan peralatan yang digunakan, serta
2 Cukup 7 87,5 4 36,4 1 9,1 12 40,0 0,001 klien (yang akan dicukur) dan diri pribadi
3 Kurang 0 0 2 20,0 9 75,0 11 36,7 (tukang cukur). Hasil pengamatan dan wawancara,
Total 8 100 10 100 12 100 30 100 dari 30 tempat cukur rambut, hanya 8 (26,7%)
yang memenuhi standar kesehatan, yaitu
Berdasarkan Tabel 5 di atas, dari 7 respon-
ruangan tertutup, tersedia tempat cuci tangan,
den (23,3%) yang mempunyai pengetahuan selalu menjaga kebersihan peralatan cukur
baik, 1 responden (12,5%) melakukan tindakan (seperti pisau cukur, kain pembersih, alat
higiene dan sanitasi baik, 4 (36,4%) tindakan
pangkas rambut), dan tersedia tempat sampah.
cukup, dan 2 (18,2%) tindakan kurang. Dari 12 Pengetahuan tukang cukur tentang higiene dan
responden (40%) yang mempunyai pengetahuan
sanitasi diperoleh melalui kursus, sedangkan
cukup, 7 (87,5%) melakukan tindakan higiene dan 22 tukang cukur lainnya hanya kebiasaan dan
sanitasi baik, 4 (36,4%) tindakan cukup, dan 1 dari pengalaman orang lain.
(9,1%) tindakan kurang. Dari 11 responden
Tempat cukur rambut adalah suatu tempat
(36,7%) yang mempunyai pengetahuan kurang,
dan fasilitasnya untuk pelayanan umum. Dasar
2 responden (20%) melakukan tindakan cukup, pelaksanaan Penyehatan Lingkungan Berdasarkan
dan 9 (75%) tindakan kurang. Hasil uji statistik Kepmenkes Nomor 288/Menkes/SK/ III/2003
(Chi-square) diperoleh nilai p=0,001. tentang Pedoman Penyehatan Sarana dan
Bangunan Umum, sanitasi ruang bangun dan
Tabel 6. Tabulasi silang hubungan sikap tukang cukur peralatan non-medis dimaksudkan untuk
dengan tindakan higiene dan sanitasi di tempat cukur di
Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan menciptakan kondisi ruang dan konstruksi
Tahun 2013 serta pengaturan peralatan non-medis yang
Tindakan higiene dan
nyaman, bersih, dan sehat, agar tidak menimbulkan
Sikap sanitasi di tempat cukur Jumlah
dampak negatif terhadap konsumen. Kondisi
p
No tukang Baik Cukup Kurang ruang dan konstruksi dipengaruhi oleh kualitas
cukur
n % n % n % n % udara, keadaan bangunan dan penga-turan
pengisian/penggunaan ruang. Bakteri dan virus
1 Baik 4 50,0 5 45,5 2 18,2 11 36,7
dapat berada di udara ruangan akibat pemeliharaan
2 Cukup 4 50,0 5 45,5 3 27,3 12 40,0 0,008 ruang dan bangun yang tidak memadai atau
3 Kurang 0 0,0 1 9,0 6 54,5 7 23,3 peralatan yang digunakan.
Total 8 100 11 100 11 100 30 100 Sebagaimana terlihat pada Tabel 6, dari 11
responden (36,7%) yang mempunyai sikap
Berdasarkan Tabel 6 di atas, dari 11 responden baik, hanya 4 responden (50%) yang melakukan
(36,7%) yang mempunyai sikap baik, 4 responden tindakan higiene dan sanitasi baik, dan 5 (45,5%)
(50,0%) diantaranya melakukan tindakan higiene tindakan cukup. Dari 12 responden (40%) yang
dan sanitasi baik, 5 (45,5%) cukup, dan 2 (18,2%) mempunyai sikap cukup, 4 responden (50%)
kurang. Dari 12 responden (40%) yang melakukan tindakan higiene dan sanitasi baik,
mempunyai sikap cukup, 4 responden (50%) dan 5 (45,5%) tindakan cukup. Dari 7 responden
diantaranya melakukan tindakan higiene dan (23,3%) yang memiliki sikap kurang, hanya 1
sanitasi baik, 5 (45,5%) cukup, dan 3 (27,3) (9%) yang melakukan tindakan higiene dan
kurang. Dari 7 responden (23,3%) yang mempunyai sanitasi cukup (p=0,008). Hal ini menunjukkan
sikap baik, 1 responden diantaranya (9%) bahwa semakin baik sikap seorang pemangkas
melakukan tindakan higiene dan sanitasi cukup, rambut, maka semakin baik tindakan higiene
dan sanitasi yang dilakukan.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 43


Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang pisau cukur, lenan/handuk dan tempat pangkas
yang masih tertutup terhadap suatu stimulus rambut untuk mencegah timbulnya atau
atau objek (Notoatmodjo, S 2003). Sikap secara penularan suatu penyakit.
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian 2. Bagi peneliti lain, dalam melakukan penelitian
reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam tentang higiene dan sanitasi, sebaiknya menambah
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang jumlah sampel, menganalisis variabel independen
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. lainnya, menggunakan metiode yang lebih
Sifat sikap ada dua macam, yaitu bersifat positif baik dan analisis multivariat, sehingga hasil
dan negatif. Sikap positif dengan kecenderungan yang diperoleh juga akan lebih baik.
tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap UCAPAN TERIMA KASIH
negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai objek Ucapan terima kasih disampaikan kepada
tertentu (Wawan A & Dewi M, 2010). Suatu semua pihak yang telah berkontribusi dalam
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu penelitian ini.
tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung DAFTAR PUSTAKA
atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara
lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2003). Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan.
Dari hasil penelitian, sebagian tukang cukur Penerbit Buku Kedokteran. EGC, Jakarta.
menunjukkan sikap baik dan cukup, hal ini Departemen Kesehatan RI. 2004. Kumpulan
terlihat pada saat persiapan klien, seperti sopan formulir Pemeriksaan Inspeksi Sanitasi Bidang
dan ramah, menjaga perasaan klien, memperhatikan Tempat-Tempat Umum, Jakarta.
janji yang disepakati, mendengarkan keinginan Ergonomi-fit.blogspot.com. Hygiene Sanitasi
klien, memakaikan alat yang harus dikenakan dan Ergonomi. Diakses 12 Maret 2012
klien, dan memberi petunjuk yang harus dilakukan Fahmi. 2009. Manajemen Keselamatan dan
klien. Persiapan diri, seperti kebersihan, menggunakan Kesehatan Kerja (MK3). Kumpulan Makalah
pakaian yang sopan, dan mengikuti perkembangan Hiperkes Keselamatan Kerja
pengetahuan sesuai bidangnya. Harris. 2003. Hygiene Sanitasi di Tempat Umum.
Makalah Kesehatan Lingkungan.
KESIMPULAN Hapsari Kusumawardani. 2003. Memangkas
Dasar Rambut. Bagian Proyek Pengembangan
1. Ada hubungan yang bermakna antara Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah
pengetahuan tukang cukur tentang higiene Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan
dan sanitasi dan tindakan higiene dan sanitasi Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
di tempat cukur di Kelurahan Tanah Enam Nasional 2003.
Ratus, Kecamatan Medan Marelan (p=0,001). Hastono, Sabri. 2010. Statistik Kesehatan. PT.
2. Ada hubungan yang bermakna antara sikap Raja Grafindo Persada. Jakarta.
tukang cukur terhadap higiene dan sanitasi Ikhsan. 2009. Pelaksanaan Hygiene dan Sanitasi
dan tindakan higiene dan sanitasi di tempat Dalam Meningkatkan Tingkat Kunjungan
cukur di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Tamu di Traveller Suites Hotel. Skripsi.
Kecamatan Medan Marelan (p=0,008). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2004. Permenkes Nomor 288 Tahun 2004
SARAN tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Sarana Bangunan Umum. Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran dapat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
disampaikan adalah sebagai berikut: 2009. Undang – Undang Nomor 36 Tahun
1. Bagi tukang cukur, agar dapat meningkatkan 2009 tentang Kesehatan. Jakarta.
pengetahuan tentang higiene sanitasi, sehingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
dapat menjaga kebersihan diri dan menjaga 2001. Model Pelatihan TTU Manajemen Proses
kebersihan alat-alat pangkas, seperti gunting, Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

44 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Notoadmodjo S. 2010. Metodologi Penelitian
2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.
2010-2014. Jakarta. Roni. 2012. Kebersihan Pangkas Rambut.
Mukono. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. ergonomi-fit.blogspot.com.
Airlangga University Press. Surabaya. Suparlan. 2005. Dimensi Mutu Pendidikan Hygiene
Merriam W. 2009. Hygiene. http://www. Sanitasi. ww.suparlan.com.
merriamwebster.com/dictionary/hygiene, Siswanto H. 2002. Kamus Populer Kesehatan
diakses 12 Maret 2013. Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Notoadmodjo S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Jakarta.
Kesehatan. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Widyati. 2002. Hygiene dan Sanitasi Umum dan
Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perhotelan. PT. Gramedia Widiarsana Indonesia.
Perilaku. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta. Jakarta.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 45


Evaluasi Program Karantina dan Surveilans Epidemiologi
di Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang Tahun 2008-2009
Evaluation of Quarantine and Epidemilogical Surveilance in Semarang Port Health, 2008-2009

Hadijah Abas1, Hari Kusnanto2, Mubasyisyir Hasanbasri2

1Kantor Kesehatan Pelabuhan Ternate, Ditjen PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI


2Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstrak
Kedaruratan Kesehatan Dunia Meresahkan Masyarakat (KKDMM) atau Public Health Emergency of International
Concern (PHEIC) akibat munculnya penyakit baru (new emergency disease) yaitu flu babi atau swine flu di Meksiko dan
sekarang telah menjadi pandemi di 214 negara dengan 17,798 kasus kematian. Di Indonesia sendiri jumlah kasus
mencapai 1097 kasus, meninggal10 orang terdiri dari 5 laki-laki dan 5 perempuan (WHO, 2010). Berdasarkan
profil Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Semarang tahun 2008, pencapaian program karantina dan surveilans
kegiatan observasi epidemiologi dan pemeriksaan kedatangan luar negeri 1568 pesawat (147%), awak
2.543.075 (105%), dan penumpang 2.543.378 (102%). Tujuan penelitian ini mengetahui cakupan operasi faktor
risiko dalam pengamatan kedatangan pesawat, kru, dan penumpang dari luar negeri di KKP Semarang. Penelitian ini
menggunakan penelitian diskriptif dengan perencanaan studi kasus metode kuantitatif non statistik dan
kualitatif. Sampel data kedatangan pesawat dari luar negeri tahun 2008 dan 2009. Subjek penelitian adalah
Direktur Karantina, Kepala Sub Direktorat, Kepala Dinas, Kepala Bagian Karantina dan Surveilans Epidemiologi,
koordinator bagian, pengumpul data, petugas surveilans, dan penumpang. Instrumen penelitian adalah pedoman
wawancara mendalam (indepth interview), dokumen checklist dan observasi, dilanjutkan dengan analisis data
untuk menyimpulkan, untuk menjamin validitasi datadilakukan triangulasi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada tahun 2008 pertanggungan desinseksi pesawat/sertifikasi 13 atau (0,82%) dari 1.685 pesawat atau (147%).
Tahun 2009 pertanggungan desinfeksi pesawat/sertifikasi, negara terjangkit flu babi 0% dari 1.152 pesawat
atau (65%). 620 pesawat atau (35%) dari negara yang tidak terkontaminasi cakupan desinseksi/sertifikasi juga
0%. 154.217, menduga 10, positif flu babi, 1 orang atau 0,0065% penumpang diberikan Health Alert Card (HAC)
cakupannya 0%. Tidak melaporkan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cakupan pengamatan pesawat,
awak dan penumpang dari luar negeri>100% adalah proyeksi. Pencapaian belum pedoman berbasis (belum ada
petunjuk teknis). Indikator pesawat dari luar negeri baik negara yang sehat dan juga negara terinfeksi belum ada
yaitu, indikator ABK/crew, penumpang masih bisa bergabung dan kriteria masing-masing jelas.

Kata kunci: Pesawat, awak, evaluasi, penumpang, karantina, faktor risiko, surveilans

Abstract
A health emergency of public freting world or Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) already
happened with new disease appearance (new emergency disease) that is swine flu or flu pig in Mexico and now
has become pandemi in 214 states with number of deaths of 17.798 in Indonesia number of cases: 1097, dies : 10
consisted of 5 men and 5 woman (WHO,2010). Based on profile Port Health Office Semarang the year 2008
attainment of quarantine program and surveilance observation activity epidemiology and inspection of arrival of
overseas 1568 aircraft (147%), crew 2.543.075 (105%), and passenger 2.543.378 (102%). Purpose: to know
operation coverage of risk factor in observation of arrival of aircraft,crew, and passenger from outside country in
Port Health Office Semarang.Method : This research is research of diskriptive with case study planning applies
quantitative method non statistic and qualitative. Sample is arrival data of plane from outside country the year
2008 and 2009, Research subject is, Quarantine Director, Chief Subdirector, Head of PHO, Chief section Quarantine and
Surveilance Epidemiologi, Region Coordinator, Data organizer, officer surveilance, and passenger. Instrument of
Research is indepth interview guidance (indepth interview), checklist document and observation, continued
with data analysis to conclude, to guarantee data validity is done triangulation.Result: the year 2008 aircraft
coverages desinsection/sertification 13 or (0,82%) out of 1685 aircraftor (147%). The year 2009 aircraft
coverages disinfection/sertification, state infected by swine flu 0% out of 1152 aircraft or (65%). 620 aircraft or
(35%) from uncontaminated state of coverage desinsection/sertificationalso 0%. 154217, suspect 10, positive of
swine flu 1 people or 0,0065% passenger is given Health Alert Card (HAC) its coverage 0%. Doesn't report.
Conclusion : observation coverage of plane, crew and passenger from outside country > 100% is projection.

46 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Attainment has not been based guidance (has not there are technical guide). Plane indicator from outside
country either healthy state and also state is infected has not is exist, indicator ABK/crew, passenger still be
joined and unclear each criterion.

Keywords: Aircraft, crew, evaluation, passenger, quarantine, risk factor, surveilance

Alamat Korespondensi: Hadijah Abas, Kantor Kesehatan penyusunan rencana pembangunan nasional
Pelabuhan Ternate , Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI, untuk periode berikutnya (Depkes 2006).
Jl. Komplek Pelabuhan Laut Ahmad Yani No.1 Ternate, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Semarang
Hp. 081228938267, e-mail:hadijah_abas@yahoo.com. sebagai salah satu unit pelaksana teknis di
Provinsi Jawa Tengah, berada di bawah dan
PENDAHULUAN bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Berdasarkan Peraturan Kesehatan International
Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI sesuai
atau International Health Regulation (IHR) yang
SK Menkes Nomor : 356/SK/Menkes/2008 tanggal
telah diratifikasi oleh negara-negara di dunia
14 April 2008 sebagai perubahan atas SK Menkes
tahun 2005 dan mulai diterapkan di Indonesia
Nomor: 265/SK/Menkes/2004 tanggal 8 Maret
tahun 2007, pada pasal 1 tercantum bahwa
2004. Tugas pokok KKP, yaitu melaksanakan
risiko kesehatan masyarakat (public health risk)
pencegahan keluar masuknya penyakit, penyakit
adalah risiko yang mungkin berpengaruh buruk
potensi wabah melalui program karantina dan
terhadap kesehatan masyarakat dengan pengutamaan
surveilans epidemiologi di wilayah kerja, bandara,
pada faktor risiko yang dapat menyebar secara
pelabuhan,dan lintas batas darat negara(Depkes, 2004).
internasional atau dapat menyebabkan gangguan
Berdasarkan profilnya tahun 2008 pencapaian
langsung dan serius (WHO, 2005).
program karantina dan surveilans epidemiologi,
Suatu kedaruratan kesehatan masyarakat yang
realisasi kegiatan pengawasan/pemeriksaan pesawat,
meresahkan dunia atau PHEIC (Public Health
penumpang dan awak dari luar negeri ≥ 100 %
Emergency of International Concern) dengan
(KKP, 2008-2009).
munculnya re-emerging dan new emerging disease
Berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas,
yaitu swine flu atau flu babi (H1N1) di Meksiko
peneliti bermaksud mengevaluasi pelaksanaan
dan kini telah menjadi pandemi di 214 negara
program karantina dan surveilans epidemiologi
dengan jumlah kematian 17.798 orang, di
khususnya surveilans faktor risiko pesawat dari
Indonesia jumlah kasus 1.097, meninggal 10
luar negeri di Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang.
orang terdiri atas 5 laki-laki dan 5 perempuan
(WHO, 2010). Di samping dunia menghadapi
METODE
pandemi influenza, sehingga hal ini merupakan
risiko kesehatan antar negara karena dapat
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif
menyebar lintas negara dan berpotensi memerlukan
dengan rancangan studi kasus menggunakan
respon internasional secara terkoordinasi (WHO,2005).
metoda kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif
Selanjutnya Undang-Undang Nomor 24 tahun
digunakan pengolahan data sekunder untuk
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
melihat presentasi kegiatan yang dilakukan
Nasional mengamanatkan perlunya pengendalian
berdasarkan/pedoman indikator. Secara umum
dan evaluasi pelaksanaan program kementerian/
metoda studi kasus merupakan strategi yang lebih
lembaga sebagai bagian yang tidak terpisahkan
cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian
dari proses perencanaan. Evaluasi pelaksanaan
berkenaan dengan kata how atau way (Yin, 1987).
program merupakan bagian dari kegiatan
Penelitian dilaksanakan di Semarang, Solo
perencanaan pembangunan yang secara sistematis
dan Yogyakarta. Unit analisis adalah Bandara
mengumpulkan dan menganalisa data informasi
Internasional Bandara Ahmad Yani, Adi Sumarmo
untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan, dan
dan Adi Sucipto yang merupakan Wilayah
kinerja pembangunan. Pengendalian dan
Kerja KKP Semarang. Subyek penelitian adalah
evaluasi tersebut disamping sebagai tugas dan
petugas program karantina dan surveilans
tanggung jawab pimpinan kementerian/lembaga,
epidemiologi, Dirjen PP dan PL, Direktur Karantina
hasil evaluasi juga menjadi bahan dalam
dan Imunisasi, Kepala Subdit Karantina Kesehatan,

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 47


Kepala KKP, Kepala Seksi Karantina dan HASIL DAN PEMBAHASAN
Surveilans Epidemiologi, Kepala Wilayah Kerja
ketiga bandara, petugas pengelola data, petugas Pencapaian hasil/cakupan kegiatan sesuai
lapangan, dan penumpang. standar/pedoman
Instrumen yang digunakan pada penelitian
ini adalah lembaran checklist untuk mengetahui a. Cakupan kedatangan pesawat dari luar
sasaran, target, dan indikator; menghitung presentasi negeri
kegiatan pengawasan pesawat, penumpang, Cakupan kedatangan pesawat dari luar negeri
dan crew dari luar negeri; dan mengobservasi tahun 2008-2009 >100% merupakan proyeksi
bukti aktivitas untuk mendukung kegiatan dan (10-20%) dalam perencanaan program karantina
penelusuran dokumen yang terkait dengan dan surveilans epidemiologi. Pencapaian yang
penelitian ini. ada belum didasarkan pada pedoman, sementara
Format panduan wawancara yang digunakan juknis pelaksanaan tindakan karantina (desinseksi/
sebagai acuan dalam pelaksanaan wawancara desinfeksi) belum ada. Menurut Depkes 2007,
mendalam (indepth-interview) terdiri dari serangkaian kedatangan pesawat dari luar negeri negara
pertanyaan respon terbuka (open-ended) bersifat sehat/terjangkit dilakukan desinseksi, sementara
eksploratif, untuk mendapatkan pemahaman desinfeksi belum ada pengaturannya. Kemudian
dan penafisiran penuh tentang fenomena, dalam standar operasional prosedur (SOP) lalu
dengan cara menyelami realita yang terjadi lintas pesawat dari luar negeri desinseksi/
dengan responden, dilakukan dengan bantuan desinfeksi dilakukan bila sertifikat General of
tape recorder. Declaration (Gendec) tidak ada/valid (Ditjen PP
Pengumpulan data primer dengan melakukan dan PL, 2009).
wawancara mendalam (indepth-interview) tentang Proporsi tindakan desinseksi hanya 13 pesawat
indikator pesawat. Alasan tidak dilakukan atau 0,82%, sementara desinsfeksi pesawat
insecticide aerosol; Gendec yang tidak berisi, HAC walaupun terjadi pandemi swine flu tidak dilakukan
penumpang yang tidak melapor ke instansi atau cakupannya 0%. Menurut WHO 2005,
kesehatan daerah, dan observasi secara terpisah bahwa sesuai pasal 43 Peraturan Kesehatan
fasilitas yang ada pada masing-masing wilayah Internasional/IHR, bahwa IHR tidak boleh menghalangi
kerja/bandara. suatu negara dalam melaksanakan tindakan
Pengolahan data sekunder dan telaah dokumen- penyehatan, menurut hukum nasionalnya dan
dokumen seperti laporan kedatangan pesawat, kewajibannya berdasarkan hukum internasional
penumpang, dan crew dari luar negeri, data yang telah disepakati, dalam menanggulangi
tindakan desinseksi/sertifikasi pesawat, data risiko kesehatan masyarakat. Artinya tindakan
penerbitan General Of Declaration, data pemberian penyehatan (desinfeksi/desinseksi) harus sesuai
Health Alert Card, data penerbitan International dengan pedoman (Depkes, 2007), namun kebijakan
Certification of Vaccination. ini masih lemah karena belum diatur dalam
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan sebuah produk undang-undang sebagaimana
penyusunan transkrip hasil pengumpulan data; bunyi pasal 3 ayat 4 IHR 2005 yang berbunyi
codeing, yaitu proses memecahkan data menjadi “Negara, menurut Piagam PBB dan prinsip
unit-unit berupa kata, kalimat, paragraf pendek, hukum international, memiliki kedaulatan
maupun bagian data yang memiliki makna tersendiri; untuk membuat dan melaksanakan undang-
dan axial codeing, yaitu proses memahami unit- undang sesuai dengan kebijakan kesehatan
unit tersebut, merangkum kembali unit-unit masing-masing”.
dalam bentuk kategori dan hubungan antar kategori. Indikator dan kriteria pesawat dari luar
Hasil tersebut kemudian diinterpretasikan untuk negeri baik negara sehat maupun negara terjangkit
diambil kesimpulan dan disusun dalam laporan. belum ditetapkan. Menurut Pemerintah RI 2009,
Untuk menjamin validitas data, dilakukan tentang Undang-Undang Pelayanan Publik bahwa
triangulasi (Creswel, 1994). evaluasi terhadap kinerja dilakukan dengan
indikator yang jelas dan terukur dengan
memperhatikan perbaikan prosedur, sedangkan
menurut Depkes 2006, indikator merupakan
alat ukur untuk membandingkan kinerja yang

48 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


sesungguhnya, digunakan untuk mengukur b. Cakupan kedatangan crew dan penumpang
sejauh mana tujuan atau sasaran telah berhasil dari luar negeri
dicapai. Kaitan dengan penelitian ini pencapaian Cakupan kedatangan crew dan penumpang
yang ada belum terukur karena belum ada indikator. dari luar negeri tahun 2008-2009 adalah >100%
Walaupun indikatornya belum ada, profil juga proyeksi dalam perencanaan program
KKP Semarang menyebutkan bahwa pencapaian karantina dan surveilans epidemiologi, karena
atau realisasi kegiatan kedatangan pesawat kedatangan pesawat termasuk dengan crew/
dari luar negeri tahun 2008 dan 2009 melampaui penumpang.
target >100%. Hal ini relevan dengan pernyataan Cakupan kedatangan penumpang yang datang
(Trisnantoro, 2006) bahwa “Perkembangan sektor dari negara terjangkit dan ditetapkan suspek/
kesehatan di Indonesia saat ini terlihat tumbuh tersangka swine flu adalah 11 orang, positif
secara tidak maksimal. Salah satu contoh adalah H1N1 sebanyak 1 orang. Pencapaian ini juga
indikator kinerja lembaga pelayanan kesehatan belum didasarkan indikator karena digabung
belum dipergunakan secara nyata”. dengan ABK/crew, dan pada kriteria (belum
Cakupan penerbitan Gendec tahun 2008-2009 ada) baik crew/penumpang dari negara sehat
yang >100% ini, juga merupakan proyeksi maupun negara terjangkit. Menurut PP 38
perencanaan program yang sama dengan pesawat, Tahun 2007 Menteri menetapkan norma, standar
karena kedatangan pesawat bersamaan dengan dan kriteria untuk pelaksanaan urusan wajib
dokumen Gendecnya. Indikator dari penerbitan (kesehatan) dan juga menurut Depkes 2007,
dokumen ini juga belum jelas, apakah berdiri indikatornya 100% ABK/crew, penumpang, dan
sendiri atau merupakan sub indikator. Dalam awak pesawat yang diamati bebas penyakit
penganggaran disebutkan kegiatan pengamatan karantina dan potensi wabah. Akan tetapi
dokumen pesawat, sementara pencapaiannya penggabungan indikator antara komunitas
belum terukur dan belum diatur dalam suatu ABK/crew, penumpang dan awak pesawat diatas
kebijakan. Hal ini juga dijelaskan sebagaimana tidak sesuai dengan pendekatan epidemiologi
dalam Undang-Undang Pelayanan Publik Tahun karena bila terjadi penyebaran penyakit/masalah
2009 di atas. Disamping itu dalam penelusuran kesehatan determinannya berbeda. Hal ini sesuai
dokumen representasi Gendec dari 4 airline dengan pengertian determinan itu sendiri yang
(Garuda, Batavia, Silk Air, dan Air Asia) tidak sebagaimana disampaikan Last JM (1983) bahwa
dirinci oleh pilot mengenai tindakan desinseksi faktor penentu, apakah peristiwa, karakteristik
(hapus serangga) yang menyangkut tempat, atau kesatuan dapat dijelaskan lain, yang membawa
tanggal, jam dan metode selama penerbangan perubahan di dalam kondisi kesehatan, atau
dan rincian desinseksi yang terakhir bila selama karakteristik yang digambarkan.
penerbangan hapus serangga tidak dilakukan.
Bila merujuk kepada pasal 3 Peraturan Sumber Daya
Kesehatan Internasional atau IHR 2005 yang Sumber daya tenaga kesehatan yang ada di
menyatakan bahwa pilot harus mengisi bagian ketiga bandara baik Ahmad Yani Semarang, Adi
kesehatanHealth Part of the Aircraft General Sumarmo Solo, dan Adi Sucipto Yogyakarta bila
Declaration (HP-AGD) atau Gendec, kecuali bila dibandingkan dengan volume kegiatan yang ada
suatu negara tidak mewajibkanya, kaitan dengan baik kualitas maupun kuantitas masih belum
hal ini, apakah Indonesia mewajibkannya atau sesuai standar.
tidak, hal ini perlu dikaji lebih lanjut karena Menurut Depkes (2005), ada rasio tenaga
belum terakomodir dalam Undang-Undang kesehatan per jumlah populasi di rumah sakit
Kesehatan Indonesia. Penerbitan Gendec selama atau puskesmas seperti dokter umum/spesialis
ini berdasarkan IHR lama tahun 1969 dan 40/100.000, Sarjana Kesehatan Masyarakat
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1962 Pemerintah (SKM) 40/100.00, bidan 4/100.000, dll. Jika
RI tentang Karantina udara yang sudah tidak dibandingkan dengan tenaga kesehatanyang
sesuai perkembangan pola penyakit dan ada di unit pelaksana teknis KKP, belum ada
perkembangan zaman (usianya mencapai 48 penetapan standar atau rasio tenaga kesehatan
tahun), dan juga belum direvisi. dengan populasi yang akan dilayani. Selanjutnya
bila merujuk Peraturan Kesehatan Internasional
atau IHR yang mensyaratkan kapasitas inti, dalam

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 49


hal ini staf terlatih untuk pemeriksaan alat angkut Kebijakan ini belum dapat dilaksanakan secara
di pintu masuk negara dan membandingkan maksimal karena juknis/juklak belum ada.
dengan sumber daya tenaga kesehatan yang ada Namun demikian, disadari bahwa hal tersebut
dan pelayanan yang diberikan, belum maksimal. secara eksplisit telah dijelaskan dalam Kepmenkes
Nomor 425/Menkes/SK/IV/2007. Berkaitan dengan
Anggaran hal diatas dapat dikatakan tindakan desinseksi
Alokasi anggaran pengawasan/pemeriksaan tidak dapat dilakukan karena belum ada juknis/
pesawat, crew, tersebut dalam Daftar Isian juklaknya.
Pengguna Anggaran (DIPA) adalah dokumen
pesawat, sedangkan untuk pengawasan/pemeriksaan Penerbitan Gendec
penumpang dan crew tidak dibiayai atau non Penerbitan General of Declaration (Gendec)
budgeter (include/dalam pengamatan dokumen selama tahun 2007 adalah 1066 pesawat atau
pesawat). Antara anggaran yang dikeluarkan 100% dan tahun 2008 1568 pesawat atau 147%.
dengan data kegiatan tidak sama, artinya ada Akan tetapi selama observasi tidak didapatkan
kegiatan yang dibiayai ada yang tidak. hasil analisis data tersebut apakah terisi secara
Bila melihat pola penganggaran dengan lengkap sebagaimana yang diamanatkan IHR,
kinerja di ketiga wilayah kerja/bandara dapat 2005. Ini berarti bahwa untuk perencanaan
dikatakan belum sesuai dengan karakter anggaran tahun berikutnya dapat dilihat apakah Gendec
berbasis kinerja (performance based budgeting) yang diserahkan sudah dilakukan analisis
yaitu: (1)berorientasi pada aktivitas; (2)fokus tentang rincian desinseksi pesawat atau tidak.
pada hasil (outcome); (3) fokus pada kerja (work), Berdasarkan ketentuan pasal 38 ayat 1
bukan pekerja (worker) serta item barang yang Peraturan Kesehatan Internasional atau IHR tahun
dibeli; (4) memiliki alat ukur (indikator) sehingga 2005, pilot atau agennya, selama penerbangan
memudahkan dalam proses evaluasinya; (5) atau sewaktu mendarat di bandara pertama di
sesuai jika diterapkan untuk memenuhi tuntutan wilayah suatu negara, harus mengisi bagian
efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas (PMPK, 2003). kesehatan HPA-GD kecuali bila suatu negara
tidak mewajibkannya. Dokumen ini secara
Fasilitas resmi diakui oleh Organisasi Penerbangan Sipil
Dari hasil pemantauan di 3 wilayah kerja/bandara International atau International Civil Aviation
belum sesuai dengan standar yang ditetapkan Organization (ICAO), di Indonesia lebih dikenal
oleh Depkes (2007). Fasilitas dimaksud adalah dengan nama General of declaration atau
ruang isolasi, laboratorium sederhana dan Gendec. Selanjutnya dalam ayat 2 dijelaskan
ambulans evakuasi penyakit menular. Termal bahwa pilot atau agennya, harus memberikan
Scaner belum dimiliki Wilayah Kerja Ahmad informasi yang diperlukan oleh suatu negara
Yani, sedangkan ambulans Wilayah Kerja Bandara yang dituju mengenai kondisi kesehatan
Adi Sucipto dalam keadaan rusak. pesawat selama perjalanan internasionalnya
Bila melihat ketersediaan fasilitas dan merujuk dan setiap tindakan penyehatan yang dilakukan.
pada IHR 2005 dan Depkes (2007) kapasitas Melihat fenomena yang ada dapat dijelaskan
inti dalam bidang surveilans dalam merespon bahwa Indonesia secara eksplisit belum
suatu PHEIC belum maksimal. mengatur dokumen ini dalam suatu undang-
undang sehingga pihak penerbangan mungkin
Tindakan desinseksi dan sertifikasi pesawat belum dapat mematuhinya.
Tindakan desinseksi dan sertifikasi selama
tahun 2007 tidak dilakukan. Tahun 2008 hanya Pemberian Health Alert Card (HAC)
dilaksanakan untuk 13 pesawat atau 0,82% dari Pemberian Health Alert Card (HAC) atau kartu
1568 pesawat sesuai permintaan negara tujuan kewaspadaan kesehatan selama tahun 2007-
yaitu Arab Saudi. Itu berarti bahwa untuk 2008 tidak dibuat perencanaan karena tidak
perencanaan tahun berikutnya ada sekitar 1555 ada penumpang pesawat yang datang dari
pesawat atau (99,18%) akan dilaksanakan negara terjangkit penyakit menular tertentu.
tindakan desinseksi/desinfeksi dan sertifikasi Dokumen ini diterbitkan sesuai dengan ketentuan
pesawat, tetapi kenyataannya tidak dilakukan. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
425/SK/Menkes/VII/2007, dengan indikatornya

50 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


100% penumpang yang diberikan HAC melapor dalam sebuah produk undang-undang sebagaimana
ke instansi kesehatan daerah. Akan tetapi instrumen amanat pasal 3 ayat 4 IHR 2005. Cakupan
untuk mengukurnya tidak tersedia dalam Sistem penerbitan Gendec tahun 2008-2009 yang > 100%
Informasi dan Manajemen Kesehatan Pelabuhan ini, juga merupakan proyeksi perencanaan program
(Simkespel). yang sama dengan pesawat. Penerbitan Gendec
Kaitan dengan hal tersebut diatas dapat oleh airlines bukan dari KKP. Indikator dari
dikatakan bahwa perlu merumuskan instrumen penerbitan dokumen Gendec juga belum jelas,
dan kriteria dalam mengobservasi pelaku perjalanan apakah berdiri sendiri atau merupakan sub
yang menjadi suspek/tersangka penyakit tertentu, indikator. Dalam penganggaran disebutkan kegiatan
sehingga indikator yang telah ditetapkan terpenuhi. pengamatan dokumen pesawat, sementara
pencapaiannya belum terukur dan belum diatur
Penerbitan International of Vaccination (ICV) dalam suatu kebijakan. Penerbitan Gendec,
Perencanaan Penerbitan ICV selama tahun Indonesia mewajibkan atau tidak, hal ini perlu
2007-2008 tidak ada.Hal ini disebabkan karena dikaji lebih lanjut karena belum diakomodir
tidak ada crew atau penumpang pesawat yang dalam Undang-Undang Kesehatan Indonesia.
datang dari negara terjangkit penyakit menular Pencapaian cakupan kedatangan crew dan
tertentu. penumpang dari luar negeri tahun 2008-2009
Dokumen ini diterbitkan sesuai dengan adalah >100% juga proyeksi dalam perencanaan
ketentuan Surat Keputusan Menteri Kesehatan program karantina dan surveilans epidemiologi,
Nomor 425/SK/Menkes/VII/2007, akan tetapi karena kedatangan pesawat include dengan
indikator dan kriteria belum ditetapkan baik crew/penumpang. Cakupan kedatangan penumpang
terhadap crew maupun penumpang pesawat. yang datang dari negara terjangkit dan
Penerbitan International of Vaccination (ICV) ini ditetapkan suspek/tersangka swine flu adalah
juga didasarkan pada lampiran 6 IHR, 2005 bahwa 11 orang, positif virus H1N1 1 orang atau
orang yang divaksinasi atau yang diberi insiden rate 0,00065% dan 10 orang negatif.
profilaksis lain sesuai IHR harus mendapat ICV, Pencapaian ini juga belum didasarkan pada
dan vaksinasi atau profilaksis lain atau yang kriteria (belum ada) baik crew/penumpang
direkomendasikan dalam IHR harus baik kualitasnya dari negara sehat maupun negara terjangkit.
dan vaksin tersebut harusmendapat persetujuan WHO. Indikatornya 100% ABK/crew, penumpang,
Kaitan dengan hal tersebut dapat disimpulkan dan awak pesawat yang diamati bebas
bahwa ICV tidak dilaksanakan karena tidak ada penyakit karantina dan potensi wabah. Akan
penumpang yang berangkat ke negara endemis tetapi penggabungan indikator antara komunitas
penyakit tertentu karena indikator dan kriteria ABK/crew, penumpang dan awak pesawat diatas
pemberian untuk penumpang dan crew belum ada. tidak sesuai dengan pendekatan epidemiologi.
Sumber daya tenaga kesehatan yang ada di
KESIMPULAN ketiga bandara baik Ahmad Yani Semarang, Adi
Sumarmo Solo, dan Adi Sucipto Yogyakarta bila
Pencapaian cakupan kedatangan pesawat dari dibandingkan dengan volume kegiatan yang
luar negeri tahun 2008-2009 >100% merupakan ada baik kualitas maupun kuantitas masih
proyeksi (10-20%) dalam perencanaan program belum sesuai standar. Belum ada penetapan
karantina dan surveilans epidemiologi. Pencapaian rasio antara petugas dan populasi atau layanan
yang ada belum didasarkan pada pedoman, yang diberikan di unit pelaksana teknis KKP.
juknis pelaksanaan tindakan karantina (desinseksi/ Staf terlatih untuk pemeriksaan alat angkut di
desinfeksi) belum ada. Pencapaian yang ada pintu masuk negara dan dibandingkan dengan
belum terukur karena indikator dan kriteria sumber daya tenaga kesehatan yang ada dan
pesawat dari luar negeri baik negara sehat pelayanan yang diberikan, belum maksimal.
maupun negara terjangkit belum ada. Proporsi Alokasi anggaran pengawasan/pemeriksaan
tindakan desinseksi hanya 13 pesawat atau 0,82%, pesawat, crew, tersebut dalam DIPA adalah dokumen
sementara desinsfeksi pesawat walaupun pesawat, sedangkan untuk pengawasan/pemeriksaan
terjadi pandemi swine flu tidak dilakukan atau penumpang dan crew tidak dibiayai atau non
cakupannya 0%. Kebijakan tindakan desinseksi/ budgeter. Pola penganggaran dengan kinerja di
desinfeksi masih lemah karena belum diatur ketiga wilayah kerja/bandara dapat dikatakan

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 51


belum sesuai dengan karakter anggaran berbasis SARAN
kinerja (performance based budgeting). Fasilitas
di 3 wilayah kerja/bandara belum sesuai dengan Kepada Direktorat Imunisasi dan Karantina Ditjen
standar yang ditetapkan (ruang isolasi, laboratorium PP dan PL, agar dapat merumuskan kebijakan
sederhana dan ambulans evakuasi penyakit Rancangan Undang-Undang atau revisi Undang-
menular). Ambulans Wilayah Kerja Bandara Undang Karantina Tahun 1962 sesuai pasal 3
Adi Sucipto dalam keadaan rusak. Ketersediaan ayat 4 amanat IHR 2005, sehingga semua stakeholder
fasilitas dan kapasitas inti dalam dalam bidang akan patuh karena ada sangsi baik adminstrasi
surveilans dalam merespon suatu PHEIC belum maupun pidana. Merumuskan Norma, Standar,
maksimal. Prosedur dan Kriteria (NSPK) kegiatan pengawasan/
Tindakan desinseksi dan sertifikasi selama pemeriksaan kedatangan pesawat, crew dan
tahun 2007 tidak dilakukan. Tahun 2008 hanya penumpang dari luar negeri sebagaimana
dilaksanakan untuk 13 pesawat atau 0,82% diamanatkan ayat 1 pasal 9 PP 38 tahun 2007.
dari 1568 pesawat sesuai permintaan negara Dalam penyusunan standar, wajib mengikutsertakan
tujuan yaitu Arab Saudi. Kegiatan ini tidak ada masyarakat dan pihak terkait sebagaimana
dalam perencanaan program, kebijakan ini belum amanat pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Nomor
dapat dilaksanakan secara maksimal karena 25 tentang Pelayanan Publik Tahun 2009.
juknis/juklak belum ada. Namun demikian, Mereview Kepmenkes Nomor: 425/2007 tentang
disadari bahwa hal tersebut secara eksplisit pedoman penyelenggaraan karantina, dimana
telah dijelaskan dalam satu Kepmenkes Nomor indikator pesawat dari luar negeri, negara sehat/
425/Menkes/SK/IV/2007. Penerbitan Gendec negara terjangkit, dokumen Gendec, sertifikasi
selama tahun 2007 adalah 1066 pesawat atau desinseksi/desinseksi belum ada.
100% dan tahun 2008 1568 pesawat atau Kepada Subdit Karantina dan Kesehatan
147%. Akan tetapi selama observasi tidak Pelabuhan membuat juknis/juklak tentang
didapatkan hasil analisis data tersebut apakah desinseksi/desinfeksi terhadap pesawat dari
terisi secara lengkap sebagaimana yang luar negeri. Mereview Simkespel: instrumen
diamanatkan IHR 2005. Dokumen Gendec secara pengukuran penumpang yang diberikan HAC
resmi diakui oleh Organisasi Penerbangan Sipil melapor ke instansi daerah tidak ada (indikatornya
International atau ICAO. Indonesia secara eksplisit ada), kriteria pesawat, penumpang, crew dari
belum mengatur dokumen ini dalam suatu luar negeri negara sehat dan negara terjangkit
undang-undang sehingga pihak penerbangan tidak ada (dimasukkan setelah ditetapkan),
mungkin belum dapat mematuhinya. Pemberian instrumen penumpang kapal dan penumpang
HAC atau kartu kewaspadaan kesehatan selama pesawat dan ABK/crew kapal dan pesawat tidak
tahun 2007-2008 tidak dibuat perencanaan digabung (untuk menentukan denominatornya).
karena tidak ada penumpang pesawat yang Membuat indikator pesawat, crew dan penumpang
datang dari negara terjangkit penyakit menular dipisahkan. Indikator yang akan ditentukan
tertentu.Indikator 100% penumpang yang hendaknya jelas dan terukur (ayat 1 pasal 10
diberikan HAC melapor ke instansi kesehatan Undang-Undang Pelayanan Publik Tahun
daerah 0%. Instrumen untuk mengukurnya 2009). Menetapkan target kegiatan yang harus
tidak tersedia dalam Simkespel. Juknis/juklak, dicakupi oleh KKP di tingkat pusat, atau
instrumen dan kriteria belum ada, dalam menyerahkan indikator dibuat tingkat KKP.
mengobservasi pelaku perjalanan yang menjadi Melakukan evaluasi program karantina dan surveilans
suspek penyakit tertentu sehingga indikator epidemiologi tingkat pusat khususnya kedatangan
yang telah ditetapkan terpenuhi. Perencanaan pesawat/penumpang dan crew dari luar negeri
Penerbitan ICV selama tahun 2007-2008 tidak secara berkala dan berkelanjutan (ayat 1 pasal 10
ada, karena tidak ada crew atau penumpang Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25
pesawat yang datang dari negara terjangkit Tahun 2009).
penyakit menular tertentu. Indikator dan kriteria Kepada Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang
pemberian vaksin kepada penumpang dan crew agar melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang
pesawat belum ada. dilakukan secara berkala dan berkelanjutan
(ayat 1 pasal 10 Undang-Undang Pelayanan
Publik Tahun 2009). Menganalisis faktor risiko

52 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


(pesawat, crew dan penumpang) di wilayah Yin RK. 1996. Studi Kasus Desain dan Metode.
kerja/bandara secara berkala. Meningkatkan PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
kapasitas SDM surveilans melalui pelatihan di Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman
Wilayah Kerja Bandara Ahmad Yani dan Adi Penyelenggaraan Karantina Kesehatan di
Sucipto. Mengalokasikan dana untuk pengawasan Kantor Kesehatan Pelabuhan. Jakarta.
penumpang/crew dari luar negeri, sesuai karakter Subdit Kespel. 2009. Standar Operasional
anggaran berbasis kinerja (performance-based Prosedur Lalu lintas Pesawat. Ditjen PP dan
budgeting). Melengkapi fasilitas di pintu masuk PL, Depkes RI. Jakarta.
seperti thermal scanner, bodyclien, ambulans Agsya, F. 2009. Undang-Undang RI Nomor 25
evakuasi penyakit menular, dan laboratorium Tahun 2009 BAB II ayat 3 pasal 10 dan ayat
sederhana. 2 pasal 20 tentang Pelayanan Publik.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman
UCAPAN TERIMA KASIH Supervisi dan Evaluasi, Depkes RI. Jakarta.
Trisnantoro L. 2006. Memahami Penggunaan
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit.
semua pihak yang telah berkontribusi dalam Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
penelitian ini. Pemerintah RI. 1962. Undang-Undang Karantina
Laut Tahun 1962. Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA Pemerintah RI. 2007. Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 Bab III pasal 9 ayat 1
WHO. 2005. International Health Regulation, tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Jakarta.
diterjemahkan oleh Ditjen PP dan PL, Last, JM. 1983. A Dictionary of Epidemiology.
Depkes RI bekerja sama dengan Asian New York: Oxford University Press.
Development Bank (ADB).1 (2007). Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2005. Standar Indonesia
WHO. 2010. Global Alert Response (GAR), Sehat 2010 dalam Makalah Perencanaan SDM
Genewa Available from:<http:www.who.int.csr/ di Suatu Wilayah: Materi Kuliah IKM FK-
don/2010/en/index.html>[ Accessed 22 April 2010]. UGM Maret 2009. Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Panduan Pertemuan PMPK. 2003. Manajemen Keuangan untuk Dinas
Evaluasi Tahun 2006 Rencana Aksi Tahun Kesehatan: Penafsiran dan Aplikasi Kepmendagri
2007 Pembangunan Kesehatan. Jakarta. Nomor: 29/2002 pada Dinas Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Surat Keputusan Lokakarya FK UGM 11-12 April 2003. Pusat
Menteri Kesehatan Nomor: 356/SK/Menkes/2008, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Fakultas
sebagai perubahan atas Surat Keputusan Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Nomor: 265/SK/Menkes/2004 tentang Organisasi Jakarta.
dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan. Subdit Kespel. 2004. Sistem Informasi dan
Jakarta. Manajemen Kesehatan Pelabuhan (Simkespel),
Kantor Kesehatan Pelabuhan. 2008-2009. Profil Ditjen PP dan PL, Depkes RI. Jakarta.
Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang.
Semarang.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 53


Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung
Melakukan Tes HIV di Kabupaten Bantul Yogyakarta
Factors Influencing Indirect Female Sexual Workers to Perform
HIV Tests in Bantul District, Yogyakarta

Dhesi Ari Astuti1 dan Lili Junaidi2

1Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Aisiyah Yogyakarta
2Kantor Kesehatan Pelabuhan Semarang, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kemenkes RI

Abstrak
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) merupakan salah satu populasi berisiko tinggi terinfeksi HIV dan IMS lainnya
akibat seringnya berhubungan seks berganti-ganti pasangan dan dilakukan secara tidak aman, seperti tidak menggunakan
kondom ketika melayani klien. Salah satu upaya untuk menekan risiko penularan HIV pada WPTSL adalah dengan melakukan
konseling dan testing HIV secara periodik untuk mengetahui status HIV-nya. Konseling dan Tes HIV sangat penting, karena
merupakan pintu masuk dalam memperoleh pelayanan kesehatan bagi klien sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
oleh Kementerian Kesehatan. Tujuan umum adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi WPSTL dalam melakukan
tindakan tes HIV di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian ini termasuk dalam explanatory research dengan desain cross
sectional study. Populasi sasaran adalah semua WPSTL yang ada di salon atau panti pijat binaan LSM Kembang di Kabupaten
Bantul sebanyak 67 orang. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap tindakan WPSTL
melakukan tes HIV adalah tingkat pendidikan, frekuensi mengakses media, tingkat pengetahuan, sikap teman sebaya
terhadap melakukan tes HIV, sedangkan berdasarkan hasil analisis multivariat adalah tingkat pengetahuan tentang tes HIV,
persepsi ancaman, persepsi harapan melakukan tes HIV, dan ketersediaan dan keterjangkauan tes HIV. Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa hanya sebesar 49,3% (33/67) WPTSL yang ada di salon dan panti pijat binaan LSM Kembang di
Kabupaten Bantul yang melakukan tindakan tes HIV. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap tindakan WPSTL melakukan
tes HIV tersebut adalah 1) Tingkat pengetahuan tentang tes HIV (OR=37,2) persepsi ancaman (OR=22,6), persepsi harapan
melakukan tes HIV (OR=28,5), ketersediaan dan keterjangkauan tes HIV (OR=116,3).

Kata kunci: WPTSL, tes HIV, Bantul, Yogyakarta

Abstract
Indirect Female Sexual Workers (WPSTL) is one of the high-risk population is infected with HIV and other STIs due to
frequent sex promiscuity and unsafe done, such as not using condoms when serving clients. One effort to reduce the risk of
transmission of HIV to WPTSL is to conduct HIV counseling and testing periodically to determine their HIV status. VCT is very
important, because it is the entrance to obtain medical care for the client in accordance with the procedures established by
the Ministry of Health. The general objective was to determine the factors that influence WPSTL in doing HIV testing in Bantul
Yogyakarta. This study was included in the explanatory research with cross sectional design. The target population is all
WPSTL in the salon or massage parlor built in the district of Bantul Flower NGOs by 67 people. Results of bivariate analysis
showed that the factors that influence the actions WPSTL an HIV test is the level of education, frequency of media access, level
of knowledge, attitudes of peers toward an HIV test, while based on the results of the multivariate analysis is the level of
knowledge about HIV testing, threat perception, the perception of hope HIV testing, and the availability and affordability of
HIV testing. From the results of this study concluded that only amounted to 49.3% (33/67) WPTSL in salons and massage
parlors Flower assisted NGOs in Bantul who commit acts of an HIV test. The factors that influence the actions WPSTL an HIV
test are 1) The level of knowledge about HIV testing (OR = 37.2) threat perception (OR = 22.6), the perception of hope an HIV
test (OR = 28.5), availability and affordability of HIV testing (OR = 116.3).

Keywords: Indirect female sexual workers, HIV test, Bantul, Yogyakarta

Alamat korespondensi: Lili Junaidi, Kantor Kesehatan Immunodeficiency Virus) dan IMS (Infeksi
Pelabuhan Semarang, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI,JL. Menular Seksual). Hal ini disebabkan oleh
WR.Supratman No.6 Semarang , Hp. 08152058099, e-mail:
lilijunaidi77@gmail.com.
perilaku dalam berhubungan seks, yaitu sering
berganti-ganti pasangan dan dilakukan secara
PENDAHULUAN tidak aman, seperti tidak menggunakan kondom
ketika melayani klien. Klamidia adalah salah
Wanita Pekerja Seks Tidak Langsung (WPSTL) satu penyakit IMS dengan prevalensi tertinggi
merupakan salah satu populasi berisiko tinggi di antara WPSTL. Tingginya prevalensi IMS
terinfeksi dan menularkan HIV (Human merupakan salah satu pintu masuk penularan

54 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


HIV, hal ini antara lain yang mempengaruhi Penelitian ini bersifat kuantitatif yang termasuk
tingginya prevalensi HIV pada WPSTL dalam penelitian explanatory research dengan
(Indonesia, 2011). desain cross sectional study. Populasi penelitian
Salah satu upaya untuk menekan risiko adalah seluruh WPSTL yang ada di salon dan
penularan HIV pada WPSTL adalah dengan panti pijat binaan LSM Kembang di Kabupaten
melakukan konseling dan tes HIV secara Bantul. Berdasarkan laporan pemetaan KPA
periodik di Layanan Konseling dan Tes HIV (KT) yang dilakukan dua tahun sekali di Kabupaten
untuk mengetahui status HIV-nya. Kelompok Bantul tahun 2010 tercatat sebanyak 47 pekerja
berisiko tinggi seperti WPSTL sebaiknya salon dan 53 pekerja panti pijat binaan LSM
melakukan konseling dan tes HIV secara rutin Kembang. Populasi sampel adalah WPSTL
setiap 3 bulan, untuk mengantisipasi adanya di Kabupaten Bantul dengan kriteria inklusi:
periode jendela (window periode), dimana 1) Bersedia diwawancarai pada waktu penelitian;
seseorang telah terinfeksi HIV, namun belum dan 2) Menyediakan jasa pelayanan seksual
menunjukkan reaksi ketika dilakukan tes HIV. di salon dan panti pijat.
Konseling dan Tes HIV sangat penting, dan Pengumpulan data primer dilakukan dengan
merupakan pintu masuk untuk memperoleh menggunakan kuesioner terstruktur dalam
pelayanan kesehatan bagi klien sesuai dengan bentuk pertanyaan tertutup yang disusun
prosedur yang telah ditetapkan oleh menurut variabel yang akan diteliti. Teknik
Kementerian Kesehatan (RI, 2012). pengambilan data dengan cara memberikan
Di Kabupaten Bantul, jumlah kasus IMS kuesioner kepada WPSTL, kemudian peneliti
meningkat dari 77 kasus tahun 2010 menjadi membacakan dan memberi penjelasan maksud
332 kasus pada tahun 2011. Di Kabupaten dari setiap pertanyaan yang ada dalam
ini walaupun ada larangan pelacuran kuesioner kemudian responden diminta
sesuai dengan Perda Nomor 5 Tahun 2007, mengisinya. Data yang telah terkumpul dilakukan
namun kemungkinan masih ada tempat- analisis univariat, dan bivariat (chi square),
tempat yang menyediakan jasa pelayanan dan multivariat dengan uji regresi logistik.
seksual secara terselubung, seperti salon dan
panti pijat. Jumlah WPSTL diperkirakan HASIL
semakin meningkat sejalan dengan peningkatan
pembangunan dan perkembangan pariwisata Sebagian besar responden berumur dewasa
di Kabupaten Bantul. 17-40 tahun (76,1%), tingkat pendidikan dasar
Program pengendalian HIV/AIDS di (64,2%), sudah/pernah menikah (76,1%),
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul lebih bekerja sebagai WPSTL lebih dari 6 bulan
diprioritaskan pada Wanita Pekerja Seksual (80,6%), mempunyai pengetahuan yang baik
Tidak Langsung (WPSTL) terutama di pesisir tentang HIV (74,6%), mempunyai pengetahuan
pantai. Untuk WPSTL, pada tahun 2010, Dinas yang baik tentang tes HIV (52,2%), mempunyai
Kesehatan Kabupaten Bantul menyediakan persepsi yang baik tentang ancaman HIV
layanan konseling dan tes HIV (VCT Mobile) (50,7%), mempunyai persepsi yang baik tentang
di panti pijat dan salon, dan sosialisasi tentang harapan bila melakukan tes HIV (67,2%),
HIV/AIDS dan IMS. Lembaga Swadaya Masyarakat sikap teman sebaya mendukung melakukan
(LSM) Kembang merupakan mitra kerja yang tes HIV (62,7%), memiliki ketersediaan dan
fokus pada WPSTL di Kabupaten Bantul dalam keterjangkauan yang mudah untuk melakukan
membagikan kondom dan pelicin kepada WPSTL. tes HIV (73,1%), dan tidak melakukan tes
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor- HIV (50,7%) (Tabel 1).
faktor yang mempengaruhi WPSTL di salon
dan panti pijat dalam melakukan test HIV Tabel 1. Distribusi frekuensi responden menurut karakteristik
secara sukarela di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Karakteristik Jumlah %

METODE Kelompok umur


17-40 tahun (dewasa) 51 76,1
41-56 tahun (tua) 16 23,9
Tingkat Pendidikan

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 55


Dasar 43 64,2 Tingkat pengetahuan responden tes HIV 0,010
Lanjutan 24 35,8 Sikap responden terhadap tes HIV 0,053
Status pernikahan Persepsi ancaman terhadap HIV/AIDS 0,089
Belum nikah 16 23,9 Persepsi harapan melakukan tes HIV 0,002
Sudah/pernah nikah 51 76,1 Sikap teman sebaya terhadap melakukan
0,001
Lama bekerja sebagai WPSTL tes HIV
< 6 bulan 13 19,4 Ketersediaan dan keterjangkauan 0,001
> 6 bulan 54 80,6
Tingkat pengetahuan tentang HIV
Berdasarkan hasil analisis multivariat (Tabel 3)
Kurang Baik 17 25,4
Baik 50 74,6 menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh
Tingkat pengetahuan tentang tes terhadap tindakan WPSTL melakukan tes HIV:
HIV 1) Tingkat pengetahuan tentang tes HIV
Kurang Baik 32 47,8 (OR=37,2); 2) Persepsi ancaman (OR=22,6);
Baik 35 52,2
Sikap melakukan tes HIV
3) Persepsi harapan melakukan tes HIV
Tidak mendukung 4 6 (OR=28,5);4) Ketersediaan dan keterjangkauan
Mendukung 63 94 tes HIV (OR=116,3).
Persepsi ancaman HIV/AIDS
Kurang Baik 33 49,3 Tabel 3. Hasil analisis multivariat (uji regresi logistik)
Baik 34 50,7 faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tindakan WPSTL
Persepsi harapan melakukan tes melakukan tes HIV
HIV
Kurang Baik 22 32,8
Variabel p OR 95% CI
Baik 45 67,2
Sikap menurut teman sebaya Usia 0.585 2.421 0.10-58.01
Tidak mendukung 25 37,3 Pendidikan 0.077 0.127 0.01-1.25
Mendukung 45 62,7
Ketersediaan dan keterjangkauan Status 0.448 0.567 0.13-2.46
Sulit 18 26,9 Bekerja 0.144 13.908 0.41-476.99
Mudah 49 73,1
Tes HIV Pengetahuan HIV 0.555 2.016 0.20-20.72
Tidak Tes 34 50,7 Pengetahuan tes 0.016 37.276 1.97-706.62
Tes 33 49,3
Sikap 0.999 0.000 -
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Persepsi ancaman 0.037 22.611 1.21-422.94
tindakan WPSTL melakukan tes HIV, yaitu: Persepsi harapan 0.049 28.536 1.01-802.77
1) Tingkat pendidikan (p=0,030); 2) Tingkat Pencetus 0.157 5.510 0.52-58.58
pengetahuan tentang tes HIV (0,010); 3)
Sikap teman sebaya terhadap terhadap Teman 0.076 6.900 0.82-58.13
melakukan tes HIV (p=0,001); 4) Persepsi Sedia 0.010 116.366 3.08-4403.19
harapan melakukan tes HIV (0,002); dan 5)
Ketersediaan dan keterjangkauan (0,001). PEMBAHASAN
Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh
adalah: 1) Umur; 2) Status pernikahan; 3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Lama bekerja; 4) Sikap responden terhadap responden yang tidak melakukan tes HIV
tes HIV; dan 5) Persepsi ancaman HIV/AIDS memahami bahwa tes HIV merupakan sesuatu
(Tabel 2). yang penting bagi mereka namun tidak
dapat mereka lakukan. Adanya ketidaksesuaian
Tabel 2. Hasil analisis bivariat (uji chi square) faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap tindakan WPSTL antara pemahaman WPSTL tentang tes HIV
melakukan tes HIV yang baik dengan ketidakmauan WPSTL
melakukan tes HIV dapat disebabkan oleh
Variabel Independen p banyak faktor. Salah satu faktor tersebut
Umur responden 0,066 adalah persepsi WPSTL yang kurang baik
Tingkat pendidikan 0,030
Status pernikahan 0,779 terhadap tes HIV. Meskipun WPSTL mempunyai
Lama bekerja 0,289 pengetahuan dan sikap yang baik tentang
Tingkat pengetahuan responden tentang
0,624
tes HIV, namun adanya persepsi yang
HIV kurang baik terhadap pelaksanaan tes HIV

56 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


sudah cukup menjadi alasan bagi WPSTL Berdasarkan hasil penelitian, hanya sebesar
untuk tidak melakukan tes HIV. 49,37% (33/67) WPSTL yang ada di salon dan
Pemerintah Kabupaten Bantul telah berupaya panti pijat binaan LSM Kembang di Kabupaten
semaksimal mungkin untuk memberikan Bantul yang melakukan tindakan tes HIV.
pelayanan kesehatan kepada WPSTL yang Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terkait dengan deteksi dini HIV/AIDS tindakan WPSTL melakukan tes HIV tersebut
melalui unit VCT Mobile. Unit VCT Mobile adalah 1) Tingkat pengetahuan tentang tes HIV
memberikan layanan tes HIV secara gratis untuk (OR=37,2) persepsi ancaman (OR=22,6),
memudahkan bagi WPSTL memeriksakan dirinya. persepsi harapan melakukan tes HIV (OR=28,5),
Namun upaya tersebut lebih ditingkatkan ketersediaan dan keterjangkauan tes HIV
lagi, karena pelaksanaan VCT mobile hanya (OR=116,3).
dilakukan setiap 6 bulan, padahal diharapkan
dapat dilakukan setiap 3 bulan. Hal tersebut SARAN
menjadi salah satu utama WPSTL tidak
melakukan tes HIV termasuk bagi WPSTL Saran dan Dinas Kesehatan Kabupaten
yang baru bekerja (<6 bulan). Bantul, agar meningkatkan pengetahuan dan
Dari 67 WPSTL, hanya 49,3% yang melakukan kesadaran WPSTL dalam melakukan tes HIV
tes HIV. Salah satu faktor yang menyebabkan secara rutin, terutama WPSTL yang mempunyai
WPSTL melakukan tindakan tes HIV adalah pengetahuan dan kesadaran yang masih rendah,
karena telah bekerja sebagai WPSTL >6 bulan seperti melalui pelatihan tentang proses
(80,4%), sehingga pernah mendapatkan layanan penularan HIV/AIDS.
VCT Mobile dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bantul. UCAPAN TERIMA KASIH
Kegiatan VCT Mobile yang dilaksanakan
Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul telah Ucapan terima kasih disampaikan kepada
berjalan sejak tahun 2009 bekerja sama semua pihak yang telah membantu dalam
dengan RSUD Panembahan Senopati Bantul, pelaksanaan penelitian ini.
LSM Kembang. Sebanyak 29 WPSTL (87,9%)
melakukan tes HIV di VCT Mobile ini, sedangkan DAFTAR PUSTAKA
4 WPSTL (12,1%) melakukan tes HIV di VCTsite.
Bila dilihat dari rutin atau tidaknya Indonesia. 2011. S.T.B.d.P.P.K.B.T.d., Lembar
WPSTL melakukan tes HIV setiap 3 bulan Fakta WPSTL (Wanita Pekerja Seks Tidak
sekali, sebanyak 26 WPSTL (78,8%) tidak Langsung).
melakukan tes HIV setiap 3 bulan sekali. Bantul, D.K.K. 2012. Profil Kesehatan Kabupaten
Dalam pelaksanaan VCT Mobile seringkali Bantul Tahun 2012 (Data Tahun 2011). Dinas
WPTSL yang tidak bersedia untuk tes HIV, Kesehatan Kabupaten Bantul.
atau sedang tidak berada di tempat kerja, Depkes. Modul Pelatihan Pencegahan Penularan
sehingga kegiatan konseling dan tes HIV HIV Dari Ibu Ke Bayi:www.kesehatanibu.depkes.go.id.
tidak dapat dilakukan secara optimal. P.D.K.B.N. 2007. Larangan Pelacuran di Kabupaten
Sejalan dengan hasil penelitian Suparli (2010), Bantul.
tes HIV pada sebagian masyarakat masih RI, D. 2012. Modul Pelatihan Konseling dan Tes
menjadi stigma, sehingga ada ketakutan Sukarela HIV (Voluntary Counseling and
terhadap dampak sosial, seperti dikucilkan Testing). Dirjen Pelayanan Medik, Dirjen
oleh masyarakat bila tes HIV positif. Hal ini Pemberantasan Penyakit Menular dan
terjadi pada golongan usia remaja sampai Penyehatan Lingkungan.
dewasa. Namun bagi sebagian orang yang Suparli. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan
telah mendapat informasi yang cukup, justru dengan Niat Penderita TB Paru untuk Tes HIV
memanfaatkan tes HIV tersebut (Suparli). Melalui Prosedur Provider Initiated Testing
And Counseling (PITC) di BP4 Kota Salatiga.
KESIMPULAN Universitas Diponegoro.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 57


Deteksi Dini Hepatitis B pada Ibu Hamil dan Petugas Kesehatan
di DKI Jakarta Tahun 2013

Early Detection of Hepatitis B in Pregnant Women and Health Workers in Jakarta, 2013

Ananta R, Yullita Evarini Yuzwar, Naning Nugrahini, Slamet

Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit


dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI

Abstrak
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi hepatitis B (HBsAg positif) sebesar 9.4%, dengan kata lain, 1 diantara 10
penduduk di Indonesia terinfeksi Hepatitis B, sehingga diperkirakan sebanyak 28 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi
hepatitis B & C dan berpotensi menjadi kronik dan kanker hati. Tujuan deteksi dini hepatitis B ini adalah untuk mengetahui
infeksi Hepatitis B pada bumil dan nakes; melakukan upaya pencegahan pada bayi dari ibu dengan HBsAg positif; mengetahui
besaran masalah hepatitis B pada ibu hamil dan petugas kesehatan di DKI Jakarta. Deteksi dini hepatitis B dilakukan pada
4,705 ibu hamil dan 943 petugas kesehatan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan hepatitis B di 42 puskesmas
kecamatan di DKI Jakarta. Deteksi Dini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober sampai 6 Desember 2013. Seluruh ibu hamil
triwulan I dan II yang datang ke Puskesmas selama periode pengumpulan dilakukan wawancara untuk mengetahui data
terkait perilaku dan diambil darah untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Spesimen yang diambil di puskesmas dikirim
ke BBLK Jakarta, kemudian dilakukan pemeriksaan ELISA. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium diketahui HBsAg reaktif
pada ibu hamil adalah sebesar 3% dan pada petugas kesehatan sebesar 2,55%. Dari semua ibu hamil, 73,79% diantaranya
rentan terhadap hepatitis B, dan 49% petugas kesehatan memiliki anti-HBs dan anti-HBc (-), sehingga mereka perlu diberikan
vaksinasi hepatitis B.

Kata kunci : Deteksi dini, hepatitis B, ibu hamil, petugas kesehatan, Jakarta

Abstract
Based on the Riskesdas results, 2007, the prevalence of hepatitis B (HBsAg positive) in Indonesia is 9.4%, in other words,
about 1 in 10 people in Indonesia are people with hepatitis B, it is estimated that as many as 28 million people in Indonesia
have been infected hepatitis B & C and have potential to become chronic and liver cancer. The purpose of early detection of
hepatitis B was to determine the prevalence of hepatitis B in pregnant women and health workers in Jakarta, to prevent
transmission from pregnant women with HBsAg positive to her babies and to know the magnitude of the problem in
pregnant women and health workers. Early detection of hepatitis B was carried out on 4.705 pregnant women and 943 health
workers at high risk of contracting and transmitting hepatitis B in 42 district health centers in Jakarta. Early detection was
conducted on 22 October to 6 December 2013. Pregnant women trimester 1 and 2 who did antenatal care in health centers
was interviewed about their behavior and laboratory examination. Specimens were taken at the health center sent to BBLK
Jakarta, then performed ELISA. The results showed that the prevalence of hepatitis B (positive HBsAg) in pregnant women is
3% and the health care workers of 2.55%. Of all pregnant women, 73.79% were susceptible to hepatitis B, and 49% of health
workers had anti-HBs and anti-HBc (-), so they need to be vaccinated with hepatitis B.

Key words : Early detection, hepatitis B, pregnant women, health workers, Jakarta

Alamat Korespondensi: Kepala Subdit Diare & ISP, 10 penduduk di Indonesia merupakan
Direktorat PPML, Ditjen PP dan PL Jln. Percetakan Negara penderita hepatitis B, sehingga dapat diperkirakan
No.29 Jakarta Pusat, e-mail: subdit_diare06@ yahoo.com
sebanyak 28 juta penduduk Indonesia telah
PENDAHULUAN terinfeksi Hepatitis B & C yang berpotensi
menjadi penderita kronik dan dapat
Hepatitis B merupakan masalah kesehatan berkembang menjadi sirosis hepatitis dan
masyarakat di negara-negara berkembang di kanker hati.
dunia, termasuk Indonesia. Virus Hepatitis B Di negara berkembang termasuk Indonesia,
(VHB) telah menginfeksi sekitar 2 milyar orang penularan virus hepatitis secara vertikal
di dunia, 240 juta diantaranya merupakan berperan penting dalam penyebaran VHB. Selain
pengidap hepatitis B kronik, dan sebanyak 1 itu, 90% penderita Hepatitis B pada anak yang
juta penduduk meninggal setiap tahunnya. tertular secara vertikal dari ibu dengan HBsAg
Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa reaktif berkembang menjadi hepatitis B kronik.
9,4% HBsAg reaktif. Hal ini berarti 1 diantara Oleh karena itu, pencegahan penularan secara

58 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


vertikal merupakan salah satu aspek paling Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap ibu
penting dalam memutus rantai penularan hamil dengan HBsAg reaktif, 70% diantaranya
hepatitis B. dengan DNA VHB (+), dan 37,6% sangat infeksius
Langkah awal pencegahan penularan secara karena muatannya virusnya yang tinggi.
vertikal adalah dengan mengetahui status HBsAg Sedangkan pada ibu hamil dengan HBsAg non
ibu hamil, dengan melakukan deteksi dini reaktif, 19,5% dengan anti-HBc (reaktif), dan
HBsAg pada setiap ibu hamil. 66,4% anti-HBs (reaktif). Dari ibu hamil dengan
Sebagai salah satu negara yang menjadi sponsor anti-HBs (reaktif), 28,3% diantaranya dengan
utama resolusi WHO tentang Hepatitis, maka anti-HBc (non reaktif). Dari semua ibu hamil
Kementerian Kesehatan telah mengembangkan diketahui sebanyak 73,8% rentan terhadap
Program Pengendalian Hepatitis di Indonesia. hepatitis B.
Salah satu kegiatan pengendalian hepatitis adalah Hasil pemeriksaan lebih lanjut terhadap
deteksi dini pada ibu hamil dan petugas petugas kesehatan dengan HBsAg reaktif, 87%
kesehatan. dengan DNA VHB (reaktif). Sedangkan pada
Pada tahun 2013 telah dilaksanakan deteksi petugas kesehatan dengan HBsAg non reaktif,
dini hepatitis B (HBsAg) pada 4,705 ibu hamil 27,2% dengan anti-HBc (reaktif), dan 46,3%
dan 943 petugas kesehatan yang berisiko tinggi dengan anti-HBs (reaktif). Dari petugas
tertular dan menularkan hepatitis B di 42 kesehatan dengan anti-HBs (reaktif) 53,7%
puskesmas kecamatan, di Provinsi DKI Jakarta diantaranya dengan anti-HBc (non reaktif).
tanggal 22 Oktober sampai 6 Desember 2013. Distribusi hepatitis B pada ibu hamil dan
Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Dit petugas kesehatan menurut kota di DKI Jakarta
PPML, Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI dengan dapat dilihat pada Grafik.
Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, BBLK
Jakarta, RSCM-FKUI, PPHI, dan Komite Ahli
Hepatitis Kemenkes RI.

METODE

Pada kegiatan ini, seluruh ibu hamil trimester


1 dan 2, yang datang ke Puskesmas pada periode
deteksi dini dan bersedia berpartisipasi,
dilakukan wawancara untuk mengetahui data
perilaku terkait, dan diambil darahnya untuk
pemeriksaan laboratorium. Spesimen (sampel
darah) yang diambil di puskesmas dikirim ke
BBLK Jakarta, kemudian dilakukan Grafik. Prevalensi hepatitis B pada ibu hamil dan petugas
pemeriksaan ELISA. Untuk petugas kesehatan kesehatan menurut kota di DKI Jakarta tahun 2013
yang dilakukan deteksi dini adalah mereka
yang berisiko tinggi tertular hepatitis B, yaitu PEMBAHASAN
dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan petugas
laboratorium. Hasil Deteksi Dini Hepatitis B menunjukkan
bahwa prevalensi hepatitis B pada ibu hamil di
HASIL DKI Jakarta sebesar 3%, sedangkan pada
petugas kesehatan 2,6%. Pada ibu hamil dan
Jumlah spesimen yang diperiksa adalah sebanyak petugas kesehatan yang HBsAg-nya reaktif
5.648 dari target 6.000 (94,13%) terdiri dari maupun non reaktif lebih lanjut dilakukan
4.705 spesimen dari ibu hamil, dan 943 pemeriksaan DNA VHB dan anti-HBc dan anti-
spesimen dari petugas kesehatan. Berdasarkan HBs.
hasil pemeriksaan ELISA, prevalensi hepatitis B Pada ibu hamil yang dengan HBsAg reaktif ,
(HBsAg reaktif) pada ibu hamil dan petugas 70% diantaranya dengan DNA VHB (+) yang
kesehatan, yaitu berturut-turut sebesar 3% artinya pembawa virus yang dapat menularkan,
dan 37,6% diantaranya sangat infeksius, sehingga
(141/4.705) dan 2,55% (24/943)

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 59


memerlukan pengobatan. Sedangkan pada ibu vaksinasi HBIG segera setelah lahir disamping
hamil dengan HBsAg non reaktif, 19,5% program imunisasi rutin, 2. Perlu dilakukan
diantaranya dengan anti-HBc (+), artinya pemantauan pada bayi saat bayi berumur
mereka pernah terinfeksi, dan 66,4% anti-HBs antara 9 – 12 bulan, 3. Perlu tindak lanjut
(+), artinya mereka pernah terinfeksi dan sesuai rekomendasi ahli dari hasil pemeriksaan
sembuh serta berhasil membentuk anti HBs. lanjutan, 4. Bagi Nakes dengan HBSAg reaktif
Dari ibu hamil dengan anti-HBs (+), 28,3% perlu tindak lanjut sesuai dengan hasil
diantaranya dengan anti-HBc (-), yang artinya pemeriksaan lanjutan dan rekomendasi ahli, 5.
anti-HBs yang telah terbentuk mungkin didapat bagi nakes dengan hasil non reaktif, perlu
dari vaksinasi. Penjelasan terhadap hasil pemeriksaan lanjutan, untuk menentukan
pemeriksaan pada ibu hamil tersebut juga apakah nakes tersebut perlu vaksinasi atau
berlaku untuk hasil pemeriksaan pada petugas tidak. 6. Mengingat kita berada/hidup
kesehatan (lihat hasil deteksi dini). diwilayah dengan endemisitas tinggi terhadap
Dari semua ibu hamil diketahui sebanyak hepatitis, dan mengingat pajanan akibat
73,8% rentan terhadap hepatitis B, sehingga pekerjaan dari nakes maka program vaksinasi
mereka perlu diberikan vaksinasi untuk melindungi hepatitis B bagi nakes adalah merupkana
ibu dan anak yang dilahirkan terinfeksi VHB. program perlindungan wajib bagi nakes.
Sedangkan dari keseluruhan petugas kesehatan,
ditemukan 49% petugas kesehatan memiliki
anti-HBs dan anti-HBc (-) sehingga mereka rentan UCAPAN TERIMA KASIH
terhadap penularan virus hepatitis B, dan perlu
diberikan vaksinasi untuk melindungi mereka Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dari penularan virus hepatitis B. Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, BBLK
Prevalensi hepatitis B tertinggi pada ibu Jakarta, RSCM-FKUI, PPHI dan Komite Ahli
hamil adalah di Jakarta Timur (3,4%), diikuti Hepatitis Kementerian Kesehatan RI.
berturut-turut Jakarta Pusat (3,23%), Jakarta
Barat (3,18%), dan Jakarta Utara (2,68%), dan DAFTAR PUSTAKA
terendah di Jakarta Selatan (2,56%). Sedangkan
prevalensi hepatitis B tertinggi pada petugas Chin J, Kandun IN. 2000. Manual Pemberantasan
kesehatan adalah di Jakarta Pusat (5,33%), diikuti Penyakit Menular. Ed 17.
berturut-turut Jakarta Barat (3,9%), Jakarta Selatan Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
(2,16%), dan Jakarta Utara (1,65), sedangkan Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
terendah di Jakarta Timur (1,61%) (Grafik). Lingkungan. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor: 1479/MENKES/SK/X/2003 tentang
KESIMPULAN Pedoman Penyelenggaraan Survailans Epidemiologi
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
Prevalensi hepatitis B (HBsAg reaktif) pada Terpadu.
ibu hamil di DKI Jakarta pada tahun 2013 Goldstin GS. The Influence of Socioeconomic
adalah sebesar 3% dan pada petugas kesehatan Factors On The Distribution of Hepatitis in
sebesar 2,55%. Dari semua ibu hamil, 73,79% Syracuse. N.Y: Vol.49, No.4 A.J.P.H
diantaranya rentan terhadap hepatitis B, dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
49% petugas kesehatan memiliki anti-HBs dan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
anti-HBc (-), sehingga mereka perlu diberikan dan Penyehatan Lingkungan. 2014. Buku
vaksinasi hepatitis B. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus.
Wurie IM, Wurrie AT, Gevao SM. 2005. Sero
SARAN prevalence of Hepatitis B virus among middle
to high socio economic antenatal population
Deteksi Dini Hepatitis B (DDH B) pada Bumil in Sierra Leone. WAJM 24/1.
dan nakes perlu dilakukan sebagai bagian dari
layanan rutin. Hasil DDH B, perlu
ditindaklanjuti dengan: 1. Bayi yang lahir dari
ibu dengan HBsAg reaktif, perlu mendapatkan

60 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Kondisi Kesehatan Lingkungan Perumahan di Buffer area Pelabuhan
Tanjung Wangi Banyuwangi Tahun 2014
Health Conditions of housing environmental in the Tanjung Wangi Port Buffer Area,
Banyuwangi, 2014

Pipin Arisandi, Bambang Budiharto, Suyoko, Tatok Redjadi

Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo, Direktorat Jenderal PP dan PL, Kementerian Kesehatan RI

Abstrak
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo berupaya untuk mewujudkan pelabuhan sehat, salah satunya adalah Pelabuhan
Laut Tanjung Wangi yang letaknya di ujung timur Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Banyuwangi. Wilayah pelabuhan dibagi
dua yaitu perimeter area dan buffer area. Cakupan buffer area meliputi radius 400 meter dari pagar pelabuhan. Buffer area
Pelabuhan Tanjung Wangi terdiri dari bangunan kantor, pergudangan dan rumah penduduk. Pengendalian faktor risiko di
rumah penduduk sangat perlu dilakukan, mengingat penduduk mempunyai karakteristik yang heterogen dalam suatu
wilayah beserta perilakunya. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, besar sampel sebanyak 190 rumah
yang dipilih secara simple random sampling. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi kesehatan perumahan di buffer
area Pelabuhan Tanjung Wangi adalah kondisi halaman rumah, dinding rumah, atap rumah, kebisingan, penyediaan air
bersih, pembuangan tinja dan air limbah, dan pembuangan sampah (p<0,005). Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan
bahwa sebagian besar (64%) kondisi kesehatan lingkungan perumahan di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi Banyuwangi
termasuk dalam kategori baik. Faktor dominan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan perumahan adalah
halaman, penyediaan air bersih, serta pembungan tinja dan air limbah.

Kata kunci: Kesehatan lingkungan, buffer area, Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi

Abstract
Port Health Office Probolinggo to work toward a healthy harbor, one of which is the Port of Tanjung Wangi Sea that is located
at the eastern end of Java, precisely in Banyuwangi. The area is divided into two, namely the port area and the perimeter of
the buffer area. Coverage area includes a buffer radius of 400 meters from the port fence. Tanjung Wangi buffer area
consisting of office buildings, warehouses and houses. Control of risk factors in the population is very necessary, considering
the population has heterogeneous characteristics in a region and its behavior. This study used a cross-sectional study design,
a sample size of 190 homes were selected by simple random sampling. Factors related to the health condition of housing in
the buffer area of the Port of Tanjung Wangi is the condition of the home page, home walls, roofs, noise, water supply,
disposal of excreta and wastewater, and waste disposal (p <0.005). Based on the research results, it was concluded that the
majority (64%) residential environmental health conditions in the buffer area of the Port of Tanjung Wangi Banyuwangi
included in both categories. The dominant factor in health-related residential neighborhood is the page, provision of clean
water, as well as feces and sewage dumps.

Key words : Environmental health, buffer area, Tanjung Wangi Port, Banyuwangi

Alamat Korespondensi: Pipin Arisandi, KKP Probolinggo, Ditjen dan perdagangan internasional (WHO, 2005).
PP dan PL, Kemenkes RI, Jl. Tanjung Tembaga Baru Probolinggo, Sejalan dengan perkembangan globalisasi serta
Hp:082301661666, e-mail: pipinaris@ yahoo.com
semakin mudah dan lancarnya perjalanan lintas
PENDAHULUAN dunia wisata, bisnis, transportasi barang,
perdagangan, dan permasalahan lokal dapat
Kantor Kesehatan Pelabuhan Probolinggo secara cepat menjadi perhatian dan masalah
berupaya untuk mewujudkan pelabuhan sehat, dunia (Depkes, 2005).
salah satunya adalah Pelabuhan Laut Tanjung Terkait dengan pencegahan permasalahan lokal,
Wangi yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah
Provinsi Jawa Timur. surveilans epidemiologi di wilayah pelabuhan.
International Health Regulation (IHR) Tahun Kegiatan surveilans epidemiologi di Kantor
2005 bertujuan mencegah, melindungi, mengendalikan Kesehatan Pelabuhan (KKP) berdasarkan
penyebaran penyakit secara internasional sesuai Permenkes RI No. 356/MENKES/Per/IV/2008,
dengan dan terbatas pada faktor risiko yang bahwa fungsi KKP adalah pelaksanaan kajian
dapat mengganggu kesehatan, dengan sesedikit surveilans kesehatan pelabuhan.
mungkin menimbulkan hambatan pada lalu-lintas

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 61


Kantor Kesehatan Pelabuhan membagi area METODE
pelabuhan menjadi dua wilayah, yaitu perimeter
area dan Buffer area. Perimeter area merupakan Penelitian dilaksanakan di buffer area Pelabuhan
luas wilayah dengan batas pagar pelabuhan hingga Tanjung Wangi pada bulan Mei-Juni 2014.
dermaga tempat kapal sandar, sedangkan buffer Design penelitian ini adalah cross sectional study.
area atau yang lebih dikenal dengan penyangga Populasi penelitian adalah seluruh rumah yang
merupakan wilayah setelah pagar pelabuhan ada di buffer area pelabuhan Tanjung Wangi,
hingga 400 meter sekelilingnya (Depkes RI, sedangkan sampel penelitian adalah sebagian
1989). Buffer area dapat pula diartikan sebagai rumah yang dipilih secara simple random sampling.
wilayah penyangga di luar wilayah pelabuhan Besar sampel sebanyak 190 rumah sesuai
yang panjangnya 400 meter dari batas wilayah dengan hasil perhitungan sampel. Jenis data,
pelabuhan (KMK, 2007). Guna mendukung yaitu data primer yang diperoleh dari hasil
kegiatan pelabuhan sehat di perimeter area, wawancara menggunakan kuesioner, observasi
maka diperlukan data dasar kesehatan (pengamatan) dan pengukuran.
lingkungan perumahan di wilayah Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan
penyangganya. meliputi :
Di buffer area Tanjung Wangi, selain perkantoran, 1. Syarat kebutuhan fisiologis rumah: halaman,
pergudangan, rumah makan/restoran, sebagian dinding, lantai, atap, ventilasi, suhu, kelembaban,
besar (80%) bangunan yang ada adalah perumahan kebisingan, dan pencahayaan (ruang tamu,
penduduk yang mayoritas penghuninya kamar tidur, dapur, dan kamar mandi/ WC).
berprofesi sebagai buruh pelabuhan. 2. Pencegahan penularan penyakit, meliputi:
Menurut Winslow dan APHA (American Public penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan
Health Association), rumah sehat harus memiliki air limbah, pengendalian vektor, dan
syarat, antara lain: memenuhi kebutuhan fisiologis, pengelolaan sampah. Pada penyediaan air
memenuhi kebutuhan psikologis, memenuhi bersih, yang diamati adalah sumber air
persyaratan pencegahan penularan penyakit bersih dan kelayakan. Untuk menentukan
dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja kelayakan hanya diamati secara fisik (tidak
dan air limbah. berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa),
Persyaratan kesehatan perumahan berdasarkan dan mengukur jarak antara sumber air
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor dengan septic tank (yang diharuskan lebih
829/Menkes/SK/VII/1999, meliputi : lingkungan dari 10 meter). Pengamatan pembuangan
perumahan yang terdiri dari lokasi, kualitas tinja dan air limbah, ada tidaknya kloset leher
udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah, angsa, septic tank, saluran pembuangan air
kualitas air tanah, sarana dan prasarana limbah dan pengolahan air limbahnya.
lingkungan, binatang penular penyakit dan Pengamatan pada vektor, yaitu keberadaan
penghijauan, serta rumah tinggal yang terdiri jentik, nyamuk, lalat, kecoa dan tikus.
dari bahan bangunan, komponen dan penataan Pengamatan pengelolaan sampah, yaitu tempat
ruang rumah, pencahayaan, kualitas udara, sampah yang memenuhi syarat serta frekuensi
ventilasi, binatang penular penyakit, air, pembuangannya.
makanan, limbah, dan kepadatan hunian ruang Adapun cara pengumpulan data, yaitu:
tidur. Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada 1. Melakukan wawancara dengan responden
dua persyaratan, yaitu pemenuhan kebutuhan mengenai karakteristik, perilaku, dan status
fisiologis dan pencegahan penularan penyakit. kesehatan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui 2. Melakukan pengamatan kondisi kesehatan
faktor-faktor dari persyaratan pemenuhan lingkungan rumah.
kebutuhan fisiologis dan pencegahan penularan 3. Melakukan pengukuran dengan menggunakan
penyakit yang berhubungan dengan kondisi Global Position System (GPS) sebagai penunjuk
kesehatan lingkungan perumahan di buffer area koordinat rumah, Sound Level Meter untuk
Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi tahun mengukur kebisingan, LuxMeter untuk mengukur
2014. Diharapkan hasil penelitian ini bermanfaat pencahayaan di beberapa ruangan, serta
bagi KKP Probolinggo dalam upaya mewujudkan Higrothermo untuk mengukur suhu dan
pelabuhan sehat. kelembaban udara.

62 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


HASIL kesehatan lingkungan perumahan halaman,
dinding, atap, ventilasi, dan kebisingan (p<0,05).
Berdasarkan hasil analisis univariat, sebagian Variabel yang tidak ada hubungan bermakna
besar responden (89%) laki-laki. Kelompok secara signifikan adalah lantai, suhu, kelembaban,
umur terbesar (33%), yaitu 41-50 tahun, diikuti dan pencahayaan (Tabel 1). Sedangkan variabel
31-40 tahun (26%). Kelompok umur terkecil yang termasuk faktor pencegahan penularan
adalah >60 tahun (7%). Pada umumnya responden penyakit yang ada hubungannya secara signifikan
berpendidikan SD (42%), perguruan tinggi hanya dengan kondisi kesehatan lingkungan perumahan
2%. Sebagian besar bekerja di sektor swasta adalah penyediaan air bersih, pembuangan tinja
(65%), PNS hanya 3%. dan air limbah, serta pengelolaan sampah
Berdasarkan hasil analisis bivariat, variabel (p<0,005). Variabel yang tidak ada hubungan
yang termasuk faktor fisiologis yang ada hubungan bermakna secara signifikan adalah pengendalian
bermakna secara signifikan dengan kondisi sampah (Tabel 2)
Tabel 1. Hasil analisis bivariat hubungan faktor fisiologi dan kondisi kesehatan lingkuangan perumahan di buffer area
Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi tahun 2014
Kondisi kesehatan lingkungan
Faktor fisiologis perumahan
Total
(variabel (variabel dependen) P* OR
(%)
independen) Sehat Kurang
n (%) n (%)
Halaman
Baik 68 (58,1) 49 (41,9) 117 (100) 0,000 7,822
Kurang 11 (15,1) 62 (84,9) 73 (100)
Lantai
Kedap air 79 (41,6) 111 (58,4) 190 (100) - -
Tidak kedap air 0 (0,0) 0 (0,0) 0 (0,0)
Dinding
Kedap air 79 (41,6) 102 (56,4) 181 (100) 0,011 1,775
Tidak Kedap air 0 (0,0) 9 (100) 9 (100)
Atap
Berplafon 77(41,6) 90 (53,9) 167 (100) 0,000 8,983
Tidak berplafon 2(8,7) 21 (91,3) 23 (100)
Ventilasi
≥ 10% 79 (43,6) 102 (56,4) 181 (100) 0,011 -
< 10% 0 (0,0) 9 (100) 9 (100)
Suhu
18°C-30°C 31 (38,8) 49 (61,3) 80(100) 0,552 0,817
<18°C dan >30°C 48 (43,6) 62 (56,4) 110(100)
Kelembaban
40%-70% 12 (54,5) 10 (45,5) 22 (100) 0,250 1,809
<40% dan >70% 67 (39,9) 101 (60,1) 168 (100)
Kebisingan
< 50db 73 (46,2) 85 (53,8) 158 (100) 0,005 3,722
≥ 50 db 6 (18,8) 26 (81,3) 32 (100)
Pencahayaan
Baik 2 (50,0) 2 (50,0) 4 (100) 1,000 1,416
Kurang 77 (41,4) 109 (58,6) 186 (100)
* α=0,05

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 63


Tabel 2. Hasil analisis bivariat hubungan faktor pencegahan penularan penyakit dan kondisi kesehatan lingkungan
perumahan di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi tahun 2014
Kondisi kesehatan lingkungan
Faktor fisiologis perumahan (variabel dependen) Total
p* OR
(variabel indpenden) Sehat Kurang (%)
n (%) n (%)
Penyediaan air bersih
Layak 31 (59,6) 21 (40,4) 52 (100) 0,003 2,768
Tidak layak 48 (34,8) 90 (65,2) 138 (100)
Pembuangan tinja dan air limbah
Baik 50 (71,4) 20 (28,6) 70 (100) 0,000 7,845
Kurang 29 (24,2) 91 (75,8) 120 (100)
Pengendalian vektor
Baik 4 (30,8) 9 (69,2) 13 (100) 0,563 0,604
Kurang 75 (42,4) 102 (57,6) 177 (100)
Pengelolaan sampah
Baik 79 (44,1) 100 (55,9) 179 (100) 0,003 1,790
Kurang 0 (0,0) 11 (100) 11 (100)
*α=0,05

Berdasarkan hasil analisis multivariat, halaman, penularan penyakit, seperti tuberkulosis (TB)
penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air 3,7 kali lebih tinggi dibandingkan dengan lantai
limbah adalah faktor dominan yang berhubungan yang tidak kedap (Naben, 2013). Ada hubungan
dengan kondisi kesehatan lingkungan perumahan yang signifikan antara dinding yang kedap air
di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi (Tabel 3). dan kondisi kesehatan lingkungan perumahan
(p<0,005, OR=1,755). Dinding rumah yang tidak
Tabel 3. Hasil analisis multivariate, faktor dominan yang kedap air, risiko penularan TB, 4,7 kali lebih
berhubungan dengan kondisi kesehatan lingkungan tinggi dibandingkan dengan dinding yang tidak
perumahan di buffer area Pelabuhan Tanjung Wangi,
Banyuwangi tahun 2014 kedap air (Naben, 2013). Atap berplafon berhubungan
secara signifikan dengan kondisi kesehatan
Faktor fisiologis dan
lingkungan perumahan (p<0,005, OR=8,983).
pencegahan penyakit β Wald p*
(variabel independen) Begitu juga kebisingan <50db, ada hubungan
Faktor fisiologis yang signifikan dengan kondisi kesehatan
- Halaman 1,845 21,368 0,000 lingkungan perumahan (p<0,05, OR=3,722).
- Dinding 19,724 0,000 0,999 Air bersih yang digunakan untuk kebutuhan
- Atap 0,657 0,578 0,447
- Ventilasi 20,264 0,000 0,999
sehari-hari di lokasi penelitian pada umumnya
- Suhu -0,021 0,004 0,952 adalah air sumur (98,9%). Ada juga yang sudah
- Kelembaban 0,867 2,282 0,131 mempunyai sumur, tetapi menggunakan mata
- Kebisingan 0,890 2,664 0,103 air di wilayahnya (5,8%). Sumur yang ada jika
Pencegahan dan diukur jaraknya dengan septic tank berpotensi
penularan penyakit
- Penyediaan air bersih -1,306 9,588 0,002 tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja
- Pembuangan tinja -2,612 38,399 0,000 manusia, karena berjarak kurang dari 10 meter.
dan air limbah Persentase sumur yang kurang layak di lokasi
- Pengendalian vektor -18,822 0,000 0,998 penelitian adalah sebesar 73%.
- Pengelolaan sampah -37,240 0,000 0,998
*α=0,05
Untuk pengendalian vektor, selain dilakukan
oleh warga sendiri, juga dilakukan secara rutin
PEMBAHASAN oleh KKP Wilker Tanjung Wangi. Vektor yang
dikendalikan KKP adalah lalat, nyamuk, dan
Berdasarkan hasil penelitian, ada hubungan tikus. Namun pengendalian vektor perlu secara
yang signifikan antara halaman rumah dan rutin dilakukan terutama vektor demam berdarah.
kondisi kesehatan lingkungan perumahan (p<0,05, Hal ini berdasarkan hasil penelitian bahwa ada
OR=7,822). Lantai rumah di lokasi penelitian, hubungan yang sangat bermakna antara kondisi
100% telah menggunakan bahan yang kedap sanitasi lingkungan dengan keberadaan jentik
air. Kondisi lantai ini telah memenuhi syarat vektor dengue (Zulkarnaini, 2009).
kesehatan. Lantai yang tidak kedap air, risiko

64 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Tempat sampah yang digunakan pada umumnya DAFTAR PUSTAKA
memenuhi syarat, hanya tutup tempat sampah
yang kurang diperhatikan (4,2%). Hal ini A.X Naben, Suhartono, Nurjazuli. 2013. Kebiasaan
penting karena masih banyaknya vektor yang Tinggal di Rumah Etnis Timor Sebagai Faktor
ada di lokasi penelitian. Risiko Tuberkulosis Paru.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Departemen Kesehatan RI. 1989. Manual Kantor
faktor dominan yang berhubungan dengan Kesehatan Pelabuhan.
kondisi kesehatan lingkungan perumahan di Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Teknis
buffer area Tanjung Wangi, Banyuwangi tahun Penilaian Rumah Sehat.
2014 adalah: halaman rumah, penyediaan air Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman
bersih, dan pembuangan tinja dan air limbah. Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan.
KESIMPULAN Departemen Kesehatan RI. 2005. Panduan Petugas
Kesehatan Tentang International Health
Sebagian besar (64%) kondisi kesehatan lingkungan Regulation (IHR) 2005.
perumahan di buffer area Pelabuhan Tanjung I Nana. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu
Wangi Banyuwangi termasuk dalam kategori Rumah Tangga Tentang Pengelolaan Sampah
baik dan 36% kategori kurang baik. Faktor dan Motivasi Hidup Sehat Dengan Perilaku Ibu
yang berhubungan dengan kondisi kesehatan Rumah Tangga Dalam Pengelolaan Sampah.
lingkungan perumahan di lokasi penelitian Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
adalah halaman, dinding, atap, ventilasi, dan 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
kebisingan, penyediaan air bersih, pengelolaan Kesehatan Perumahan.
tinja dan air limbah, dan pengelolaan sampah Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
(p<0,005). Faktor dominan yang berhubungan 431/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
dengan kesehatan lingkungan perumahan adalah Teknis Pengendalian Resiko Kesehatan
halaman, penyediaan air bersih, serta pembuangan Lingkungan di Pelabuhan/Bandara/Pos Lintas
tinja dan air limbah. Batas Dalam Rangka Karantina Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
SARAN 356/MENKES/Per/IV/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan.
1. Perlu adanya penghijauan dengan melakukan WHO. 2005. International Health Regulation
penanaman tumbuhan yang rindang, agar 2005.
dapat mengurangi suhu dan kelembaban Zulkarnaini, Siregar YI, Dameria. 2009. Hubungan
yang tinggi di dalam rumah. Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga
2. Perlu dilakukan pengendalian vektor dan Dengan Keberadaan Jentik Vektor Dengue di
pengolahan sampah secara berkesinambungan Daerah Rawan Demam Berdarah Dengue Kota
dalam mewujudkan pelabuhan yang sehat. Dumai Tahun 2008.
3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai bahan
acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya penelitian ini, penulis


mengucapkan terima kasih kepada seluruh
karyawan dan karyawati di Kantor Kesehatan
Pelabuhan Probolinggo khususnya wilayah kerja
Pelabuhan Tanjung Wangi yang telah memberikan
motivasi, tenaga dan dana dalam penelitian ini,
sehingga terlaksana dengan baik dan sukses.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 65


PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL
DITJEN PP DAN PL

1. Jurnal ini memuat naskah di bidang Pengendalian  Hasil adalah temuan penelitian yang
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan meliputi disajikan tanpa pendapat.
Epidemiologi, Biostatik, Administrasi dan  Pembahasan menguraikan secara tepat
Kebijakan Kesehatan, dan Kesehatan Lingkungan. dan argumentatif hasil penelitian dengan
2. Naskah yang diajukan dapat berupa artikel teori dan temuan terdahulu yang relevan.
penelitian, artikel telaahan, dan makalah  Tabel dan gambar dibuat dalam bentuk
kebijakan yang belum pernah dipublikasikan terbuka (berisikan border line atas dan
di tempat lain dan tidak sedang diajukan ke bawah tanpa garis batas), dengan judul
tempat lain. tabel (di atas tabel) dan judul gambar (di
3. Komponen Artikel Penelitian : bawah gambar) dan diberi nomor urut
 Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan penampilan dalam teks.
dengan menggunakan tipe huruf Cambria Nomor dan judul ditulis menggunakan
ukuran 11 pt, single spasi di kertas tipe huruf Cambria ukuran 10 pt.
berukuran A4 dengan batas tepi/margin  Kesimpulan menjawab masalah penelitian
atas bawah 3 cm dan kiri kanan 2 cm. tidak melampaui kapasitas temuan.
 Judul dalam bahasa Indonesia ditulis  Saran mengacu pada tujuan dan kesimpulan
singkat dan jelas maksimal 15 patah kata, berbentuk narasi, logis, dan tepat guna.
diketik dengan huruf besar pada setiap  Ucapan terima kasih sebagai bentuk
awal kata dengan menggunakan tipe apresiasi kepada pihak yang telah
huruf Cambria ukuran 14 pt. Judul dalam membantu penulis.
bahasa Inggris ditulis dibawahnya dengan 4. Daftar pustaka sebagai rujukan ditulis
ukuran 11 pt. berdasarkan urutan abjad nama akhir
 Identitas penulis ditulis di bawah judul penulis pertama, dan diutamakan rujukan
memuat nama lengkap tanpa gelar dan jurnal terkini. Nama penulis pertama dan
instansi menggunakan tipe huruf Cambria penulis berikutnya didahului nama famili/
ukuran 10 pt. belakang yang diikuti singkatan nama
 Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia pertama dan nama tengah tanpa dipisahkan
dan bahasa Inggris maksimal 250 kata tanda koma atau titik, maksimal 6 orang
dengan menggunakan tipe huruf Cambria selebihnya diikuti “dkk (et al)”.
ukuran 9 pt yang dituangkan dalam satu 5. Huruf pertama judul acuan ditulis dengan
alinea mencakup latar belakang, metode, huruf kapital, selebihnya dengan huruf kecil,
hasil, dan kesimpulan, disertai kata kunci kecuali nama orang, tempat, dan waktu.
(keywords) terdiri dari 3-6 kata atau Judul tidak boleh digaris bawah dan
gugus kata dengan huruf besar di awal ditebalkan hurufnya.
kata, dan selanjutnya huruf kecil.
 Alamat korespondensi ditulis menggunakan Contoh bentuk referensi :
tipe huruf Cambria ukuran 9 pt memuat Artikel Jurnal Penulis Individu:
nama, instansi, alamat lengkap, nomor Zainuddin AA. 2010. Kebijakan pengelolaan
telepon, dan email. kualitas udara terkait transportasi di
 Pendahuluan berisi latar belakang, Provinsi DKI Jakarta. Kesmas Jurnal
tinjauan pustaka secara singkat dan Kesehatan Masyarakat Nasional. 4 (6):
relevan serta tujuan penelitian. 281-8.
 Metode meliputi desain, populasi, sampel,
sumber data, teknik/instrumen pengumpul
data, dan prosedur analisis data.

66 Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan


Artikel Jurnal Penulis Organisasi: Artikel Jurnal di Internet:
Diabetes Prevention Program Research Group. Abood S. 2002. Quality improvement initiative
2002. Hypertension, insulin, and proinsulin in nursing homes; the ANA acts in an
in participants with impaired glucose
advisory role. Am I Nurse (serial on the
tolerance. Hypertension. 40 (5): 679-86.
internet. Jun (cited 2002 Aug 12); 102
Buku yang ditulis Individu: (6); (about 3 p). Available from: http:
Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, //www.nursingworld.org/AJN/2002/jun
Pfaller MA. 2002. Medical microbiology. e/wawatch.htm.
4th ed. St. Louis: Mosby.
Buku di Internet:
Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit: Foley KM, Gelband H, editors. 2001. Improving
Royal Adelaide Hospital: University of palliative care for cancer (monograph on
Adelaide, Departement of Clinical Nursing. the internet). Washington: National Academy
2001. Compendium of nursing research Press. (cited 2002 Jul 9). Available from:
and practice development, 1999-2000. http://www.nap.edu/
Adelaide (Australia): Adelaide University. books/030907402/9/html/.

Bab dalam Buku: Ensiklopedia di Internet:


Meltzer PS, Kallioniemi A, Trent JM. 2002. A.D.A.M. 2005. medical encyclopedia. (Internet).
Chromosome alterations in human solid Atlanta: A.D.A.M, Inc. (cited 2007 Mar
tumors. In: Vogelstein B, Kinzler KW, editors. 26). Available from: http://www.nlm.
The genetic basis of human cancer. New nih.gov/medlineplus/encyclopedia.html.
York: Mc Graw-Hill; 2002.p.93-113.
Naskah dikirim kepada: Sekretariat Jurnal
Ditjen PP dan PL, Gedung A lantai 1 Bagian
Materi Hukum atau Peraturan: Hukormas, Direktorat Jenderal Pengendalian
Regulated Health Professions Act, 1991, Stat. Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jl.
Of Ontario, 1991. Ch. 18, as amended by Percetakan Negara No. 29 Jakarta Pusat 10560,
1993, Ch, 37: office consolidation. Toronto: telpon dan fax: (021) 4223451, atau e-mail:
Queens’s Printer for Ontario; 1994. humas.p2pl@gmail.com.

CD-ROM:
Anderson SC, Poulsen KB. Anderson’s electronic
atlas of hematology (CD-ROM). Philadelphia:
Lippincott. Williams Wilkin; 2002.

Jurnal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 67


jhsafljhD

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai