Anda di halaman 1dari 55

xxx.

yyy
Ind
P

RENCANA AKSI KEGIATAN


PENGENDALIAN HEPATITIS
TAHUN 2015-2019

Kementerian Kesehatan Rl
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan
Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung

Tahun2015

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena pada akhirnya tersusun Rencana Aksi
Kegiatan (RAK) Pengendalian Hepatitis Tahun 2015-2019. Proses penyusunan RAK ini
dilaksanakan sejak tahun 2013 melibatkan para ahli, lintas program dan lintas sektor
terkait di tingkat pusat, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota.

Rencana Aksi Kegiatan ini sebagai bahan acuan dalam menyusun rencana
kegiatan dan menghitung kebutuhan anggaran di tingkat pusat, provinsi dan
kabupaten/kota tahun 2015-2019. Dengan menggunakan RAK diharapkan gerak
langkah kegiatan pengendalian Hepatitis akan menjadi lebih terarah menuju pada
suatu tujuan yang jelas yang akan dicapai di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan
pusat.

Kami berterimakasih kepada semua pihak yang telah meluangkan waktu dan
tenaga untuk membantu penyusunan RAK ini, semoga Allah SWT meridhoi usaha kita
semua dalam pengendalian Hepatitis di Indonesia. Saat ini proses penyusunan
RPJMN, dan Renstra Kemekes 2015-2019 sedang berjalan, dan buku ini merupakan
edisi pertama, maka terbuka kemungkinan adanya perbaikan-perbaikan. Oleh karena
itu sangat diharapkan masukan dari semua pihak untuk lebih meningkatkan kualitas
penyajian, ruang lingkup, dan kedalaman isi buku.

Jakarta, Oktober 2014


Direktur Jenderal PP dan PL,

dr. H.M Subuh , MPPM


NIP 196201191989021001

i
ii
TIM PENYUSUN

Pengarah : Dr. Slamet, MHP (Direktur PPML, Ditjen PP & PL)


dr. Sigit Priyohutomo

Editor : dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D


dr. Yullita Evarini Y. MARS
dr. Grace Ginting Munthe, MARS
Naning Nugrahini, SKM, MKM

Kontributor : 1.Naning Nugrahini, SKM, MKM. (Subdit P2 Diare & ISP)


2.Dr. Nyoman Kandun, MPH (Ketua FETP)
3.Prof. David H. Muljono, SpPD, PhD. (Eikjman Institute)
4.Prof. DR. Dr. Ali Sulaiman, spPD, KGEH.
(Pokja Hepatitis)
5. DR.Dr. Rino Gani, SpPD, KGEH
(Ketua PPHI/RSCM-FK UI)
6. Dr. Irsan Hasan, SpPD, KGEH. (PPHI/RSCM-FK Ul)
7. DR.Dr. Hanifah Oswari, SpA (K) (RSCM-FK Ul)
8. Barlian SH, M.Kes. (Kabag PI Ditjen PP dan PL)
9. Dr. Andi Pada, M.Kes (Kadinkes Provinsi Jambi)
10.Dr. Kaswendi (Kabid P2 Dinkes Prov. Jambi)
11.Dr. Sugeng B. Wijaya (Dinkes Prov. Jambi)
12.DR. Irene Susilo (Kabid P2 Dinkes Prov. Sumbar)
13.Dr. Setya Budiono, M.Kes (Dinkes Prov. Jawa Timur)
14.dr. Anang Gatot Isyanto
(Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta)
15. Juni Astati Nainggolan, SKM (Dinkes Prov. DKI)
16. Tatang Hidayat, SKM. DAPE
(Dinas Kesehatan Provinsi Bangka Belitung)
17. dr. Honggosimin, M.Kes
(Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat)
18. Muh. Ilyas S, SKM, MKes
(Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara)
19. Windi Oktavina, SKM, Mkes. (Subdit P2 Diare & ISP)
20. Ananta Rahayu, SKM, MKM (Subdit P2 Diare & ISP)

iii
21. Emita Azis, SKM, MPH (Subdit P2 Diare & ISP)
22. Lasmaria Marpaung, SKM (Subdit P2 Diare & ISP)
23. Muhammad Purwanto, SKM, MKM (Subdit P2 Diare & ISP)
24. dr. Nur indah Lestari (Subdit P2 Diare & ISP)
25. Fajar Kurniawan, SH (Bagian Humas, Organisasi, Hukum,
Sesditjen PP dan PL)
26. Dr. Ainor Rasyid (Subdit AIDS dan PMS)
27. DR. Julitasari Soendoro, MSc-PH (Pokja Hepatitis)
28. Drg Rini Noviani (Pokja Hepatitis)
29. Dr. Sukmawati Dunuyaali (Pokja Hepatitis)
30. Dr. Sri pandam pulungsih, MSc. (Epidemiologis)
31. Eli Winardi, SKM, MKM

Sekretariat : 1. Arman Zubair, SAP


2. Hartati Deskawati, SAP
3. Lilis Budiarti, SSos

iv
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
TIMPENYUSUN .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
Glossary ............................................................................................................. vii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Situasi Masalah Hepatitis dan Respon ...................................................... 1
C. Dasar Hukum ........................................................................................... 6
II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGIS ................................................ 7
III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN KEGIATAN PENGENDALIAN......................... 9
IV. PENYELENGGARAN, PEMANTAUAN DAN PENILAIAN ........................................ 28
V. PENUTUP ...................................................................................................... 31
LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks Kinerja Rencana Aksi Pengendalian Hepatitis Tahun
2015-2019 ................................................................................... 32
Lampiran 2. Matriks Rencana Kegiatan P2 Hepatitis Tahun 2015-2019 .... ........ 33
Lampiran 3. Matriks Pendanaan Pengendalian Hepatitis Tahun 2015-2019.. .... 37
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 45

v
vi
Glossary

1. Unit utama Kementerian Kesehatan (Eselon I) berkewajiban menyusun Rencana


Aksi Program, sedangkan Unit Eselon II dan Satuan Kerja (Satker) menyusun
Rencana Aksi Kegiatan, sehingga istilah yang digunakan dalam pedoman ini
adalah Kegiatan Pengendalian.
2. Hepatitis adalah proses peradangan sel-sel hati yang disebabkan oleh infeksi
(virus, bakteri, parasit) obat-obatan, konsumsi alcohol, lemak yang berlebihan, dan
penyakit autoimun. Virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak. Hingga saat
ini, dikenal beberapa jenis virus hepatitis, yaitu A, B, C, D dan E. Hepatitis A dan D
sering muncul sebagian Kejadian Luar Biasa (KLB), biasanya ditularkan secara
fecal-oral, dan orang yang terinfeksi dapat sembuh dengan segera. Sedangkan
untuk hepatitis B, C dan D (kasus hepatitis D jarang terjadi) ditularkan secara
parenteral, dapat menjadi kronik dan menimbulkan sirosis hati (sirosis hepatitis)
dan kanker hati.
3. Penyakit kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan masalah kesehatan yang
berlangsung lama. Dalam hal ini dikatakan hepatitis kronik apabila sudah
berlangsung selama lebih dari 6 bulan.
4. Sirosis hati adalah proses akhir dari fibrosis hati yang merupakan konsekuensi dari
penyakit kronik hati yang ditandai dengan adanya penggantian jaringan normal
dengan jaringan fibrous, sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya.
5. Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel organ tertentu yang tidak terkendali.
Dikatakan kanker apabila memenuhi 4 karakteristik: 1) Clonality (umumnya
berasal dari sebuah sel (stem cell), kemudian membelah bentuk sel-sel serupa,
selanjutnya membentuk sel-sel ganas; 2) Otonomi (tidak bisa dikendalikan oleh
system biokimia secara normal; 3) Anaplasia (tidak ada lagi diferensiasi sel secara
normal); dan 4) Metastasis (menyebar ke bagian tubuh lain).
6. Faktor risiko adalah suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat
memicu terjadinya penyakit pada seseorang atau kelompok orang.
7. Infeksi saluran pencernaan (Isp) adalah seluruh penyakit atau gejala yang
ditimbulkan oleh sebab adanya infeksi pada saluran pencernaan atau pada sistem
pencernaan. Infeksi saluran pencernaan seperti diare, tifoid, parotitis, dan Iain-Iain
termasuk Hand Foot Mouth Disease (HFMD) atau Flu Singapura atau di Indonesia
lebih dikenal dengan nama Penyakit Kaki, Tangan dan Mulut (PTKM). Walaupun
diare bagian ISP, tetapi karena merupakan prioritas utama, maka ditempatkan
dalam kegiatan pengendalian tersendiri. Sedangkan tifoid merupakan salah satu
dari penyakit infeksi saluran pencernaan yang memiliki permasalahan tersendiri
dimana dewasa ini semakin kompleks dan serius, sehingga penyakit ini menjadi
perhatian utama dalam pengendalian Isp.

vii
viii
Hepatitis dan Respon
a. Hepatitis A dengan 47 kasus. Tahun 2006 di
Di Indonesia, Hepatitis A sering Kecamatan Pakem, Kabupaten
muncul dalam bentuk Kejadian Luar Bondowoso, Jawa Timur dengan 65
Indonesia (KLB). Tahun 2010 tercatat kasus. Pada tahun 2008 di Provinsi
sebanyak 6 KLB dengan jumlah DIY dengan 1.160 kasus
penderita 279 dan Case Fatality Rate (berdasarkan hasil pemeriksaan anti-
(CFR) 0%. Sedangkan tahun 2011,9 HAV positif), yang tersebar di Kota
KLB, dengan jumlah penderita 550 Yogyakarta (287 kasus), Kabupaten
dan CFR dan tahun 2012, 26 KLB, Bantul (48 kasus), Kabupaten Kulon
dengan jumlah penderita 2.113 dan Progo (6 kasus), Kabupaten Gunung
CFR 0%. Kidul (11 kasus), dan Kabupaten
Data Statistik Rumah Sakit di Sleman (808 kasus), Kejadian Luar
Indonesia tahun 2007, menunjukkan Biasa juga terjadi di Pulau Panggang
bahwa jumlah penderita Hepatitis A dengan 57 kasus. Pada tahun 2009
akut sebanyak 4.507, terdiri dari KLB terjadi di Kabupaten Ngawi, Jawa
2.429 rawat inap dan 2.078 rawat Timur dengan 146 kasus.
jalan. Sedangkan tahun 2008
sebanyak 3,504 (2.993 rawat inap b. Hepatitis B
dan 511 rawat jalan), dan 2009 Bedasarkan Riskesdas 2007,
sebanyak 3.506 (1.973 rawat inap hepatitis klinis terdeteksi di seluruh
dan 1.533 rawat jalan. Kemudian provinsi di Indonesia dengan
tahun 2010 dilaporkan sebanyak prevalensi sebesar 0,6% (0,2%-l,9%).
sebanyak 2.684 (1.323 rawat inap Hasil pemeriksaan 10.391 serum
dan 1.361 rawat jalan). sampel di Indonesia menunjukkan
bahwa persentase HBsAg positif
Pada tahun 1998, terjadi KLB sebanyak 9,4%. Persentase hepatitis
Hepatitis A di Kabupaten Bogor, Jawa B tertinggi pada kelompok umur 45-
Barat dengan jumlah penderita 74 49 tahun (11,92%), >60tahun
orang dan kelompok umur terbanyak (10.57%) dan 10-14 tahun (10,02%).
adalah 19-25 tahun. Kejadian Luar Hasil pemeriksaan HBsAg positif
Biasa juga dilaporkan di 7 desa di pada kelompok laki-laki dan
Kecamatan Sukosari, Kabupaten perempuan hampir sama (9,7% dan
Bondowoso dan Kecamatan 9,3%). Hal ini menunjukkan bahwa
Wonosari, Kabupaten Malang, Jawa sekitar 1 dari 10 penduduk Indonesia
Timur dengan 998 kasus, Pada tahun terinfeksi virus hepatitis B.
2004 di Kecamatan Tegal Ampel, Pada tahun 2013, prevalensi
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur hepatitis di Indonesia sebesar 1,2%
2
(Riskesdas, 2013), yaitu 2 kali lebih 1.251 orang (rawat inap) dan 2.762
tinggi dibandingkan tahun 2007. orang (rawat jalan).
Lima provinsi tertinggi di Indonesia
adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Angka penularan secara vertikal dari
Papua (2,9%), Sulawesi Selatan ibu penderita hepatitis B kepada
(2,5%), Sulawesi Tenggara (2,3%), bayinya juga dilaporkan cukup tinggi.
dan Maluku (2,3%). Kuintil indeks Hasil penelitian beberapa rumah
kepemilikan terbawah menempati sakit di Indonesia menunjukkan
prevalensi hepatitis tertinggi. bahwa prevalensi HBsAg pada ibu
Prevalensi semakin meningkat pada hamil berkisar 2,1-5,2%.
penduduk berusia di atas 15 tahun.
Jenis hepatitis yang banyak Di RSUP Sanglah Denpasar, hasil
menginfeksi penduduk Indonesia pemeriksaan terhadap 3.943 ibu
adalah hepatitis B (21,8 %) dan hamil menunjukkan bahwa 80
hepatitis A (19,3 %) (Riskesdas diantaranya HBsAg positif (prevalensi
2013). 2,03%) dan HBeAg positif 50%.
Pada tahun 1981, rata-rata Sedangkan hasil pemeriksaan HBsAg
prevalensi HBsAg pada donor darah tali pusat positif, 12% dari ibu hamil
di Indonesia dengan pemeriksaan penderita Hepatitis B. Peneliti lain
RPHA (Reverse Passive melaporkan bahwa hasil uji saring
Haemaglutination) sebanyak 5,2% pada 1.800 wanita hamil di
(2,4-9,1%), dan tahun 1993 dengan Indonesia, 61 (3,4%) ibu hamil
pemeriksaan ELISA sebanyak 9,4% dengan HBsAg positif dan pada
(2,5-36,1%) pemantauan lebih lanjut ternyata 22
bayi (45,8%) juga ditemukan HBsAg
Data Statistik Rumah Sakit di positif.
Indonesia tahun 2007, menunjukkan
bahwa jumlah penderita hepatitis B Pada tahun 2013 Kemenkes
akut sebanyak 1.737 orang (rawat melakukan deteksi dini Hepatitis B,
inap) dan 3.265 orang (rawat jalan). test HIV dan Syphilis pada ibu hamil
Tahun 2008 dilaporkan sebanyak dan deteksi dini Hepatitis B pada
1.835 orang (rawat inap) dan 686 Nakes di DKI Jakarta, HbsAg(+) pada
orang (rawat jalan). Tahun 2009 ibu hamil sebesar 3,0% dan HbsAg
sebanyak 1.477 orang (rawat inap) (+) pada nakes sebesar 2,55%.
dan 1973 orang (rawat jalan).
Sedangkan tahun 2010 sebanyak c. Hepatitis C

3
Berdasarkan hasil surveilans (rawat inap) dan 342 orang (rawat
Hepatitis C yang dilaksanakan oleh jalan). Sedangkan tahun 2010
Direktorat Jenderal Pengendalian sebanyak 208 orang (rawat inap) dan
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 442 orang (rawat jalan).
pada tahun 2010-2011 di 21
provinsi, 53 rumah sakit, 49 d. Hepatitis E
laboratorium dan 26 Unit Transfusi Pada tahun 1987, dilaporkan
Darah (UTD) PMI, dengan jumlah terjadinya KLB tersangka hepatitis E
1.825.823 sampel, menunjukkan di desa Sayan, Tanah Pinoh, dan
bahwa 29.480 sampel diantaranya Sokan, Kabupaten Sintang,
positif hepatitis C. Jumlah kasus Kalimantan Barat dengan 2.500
terbanyak (58,5%) pada kelompok kasus. Pada saat investigasi
umur 20-40 tahun, sedangkan ditemukan sebanyak 44 kasus
menurut jenis kelamin, pada laki-laki hepatitis pada laki-laki (usia 3-50
sebanyak 83% dan perempuan 17%. tahun), dan 38 kasus pada
perempuan (usia 6-70 tahun) Pada
Prevalensi anti-VHC pada beberapa tahun 1991, KLB hepatitis E kembali
donor di Indonesia berkisar 0,5- terjadi di 10 desa di kecamatan
3,4%. Kayan Hilir, dengan 1.262 kasus dan
Prevalensi anti-VHC pada hepatitis 12 kematian.
akut berkisar sedangkan prevalensi
anti-VHC pada sirosis hati berkisar Data Statistik Rumah Sakit di
30,8-89,2%. Data ko-infeksi pada Indonesia tahun 2007, menunjukkan
penderita HIV yang diperoleh dari bahwa jumlah penderita hepatitis E
hasil penelitian di RSCM dan RS akut sebanyak 46 orang (rawat inap)
Mintoharjo, masing-masing sebanyak dan 111 orang (rawat jalan). Tahun
80% dan 31,6% ko-infeksi Virus 2008 sebanyak 45 orang (rawat inap)
Hepatitis C. dan 80 orang (rawat jalan). Tahun
2009 sebanyak 57 orang (rawat inap)
Data Statistik Rumah Sakit di dan 285 orang (rawat jalan).
Indonesia tahun 2007, menunjukkan Sedangkan tahun 2010 sebanyak 89
bahwa jumlah penderita Hepatitis C orang (rawat inap) dan 115 orang
akut sebanyak 445 orang (rawat inap) (rawat jalan).
dan 510 orang (rawat jalan). Tahun
2008 sebanyak 394 orang (rawat Data hasil penelitian kasus hepatitis
inap) dan 113 orang (rawat jalan). akut di rumah sakit pada penderita
Tahun 2009 sebanyak 301 orang rawat inap, menunjukkan bahwa dari
4
64 kasus ternyata 16 (25%) positif 5) Pertemuan rutin Pokja Hepatitis
Virus Hepatitis E (VHE). Laporan 6) Peringatan Hari Hepatitis Sedunia
peneliti lain, dari 83 sampel darah c. Tahun 2012
penderita hepatitis akut di beberapa 1) Pengembangan media KIE,
rumah sakit di Jakarta, ditemukan sosialisasi, diseminasi, seminar,
sebanyak 4 kasus dengan anti VHE penyuluhan
positif. 2) Penerbitan Buku Pedoman
Program Pengendalian Hepatitis
Data KLB yang terjadi di Kabupaten Virus
Bawen, Jawa Timur tahun 1992, dari 3) Pertemuan Pokja Hepatitis
34 sampel darah sebanyak 2 kasus 4) Peringatan Hari Hepatitis Sedunia
positif VHE. Bulan Januari 1998, ke 3
terjadi KLB hepatitis di Kabupaten d. Tahun 2013
Bogor dengan jumlah kasus 74 1) Pengembangan media KIE,
(Attack Rate = 1,4%) dan kelompok sosialisasi, diseminasi, seminar,
umur terbanyak adalah 19-25 tahun. penyuluhan, temu media
2) Kegiatan kemitraan dan jejaring
2. Respon kegiatan
Kegiatan pengendalian hepatitis yang 3) Pengembangan Rencana Aksi
telah dilakukan di Indoensia, antara lain Pengendalian Hepatitis Virus
adalah sebagai berikut: 4) Pengembangan Pedoman
a. Tahun 2010 Surveilans Sentinel Hepatitis B
1) Inisiator Resolusi WHA 63.18 5) Review Modul ToT Konseling dan
2) Melakukan Peringatan Hari Tes HIV, dengan memasukan
Hepatitis Sedunia 1 materi tentang hepatitis
b. Tahun 2011 6) Pertemuan Pokja Hepatitis
1) Hepatitis virus menjadi salah satu 7) Peringatan Hari Hepatitis Sedunia
program/kegiatan pengendalian 8) Deteksi dini hepatitis B pada ibu
penyakit di lingkungan Direktorat hamil, terintegrasi dengan
Pengendalian Penyakit dan pemeriksaan HIV dan syphilis
Penyehatan Lingkungan, tepatnya 9) Deteksi dini hepatitis B pada
di Subdit diare dan ISP petugas kesehatan.
2) Terbentuknya Komli Diare, ISP e. Tahun 2014
dan Hepatitis 1) Co Sponsor Terbitnya Resolusi
3) Sosialisasi, diseminasi dan WHA no. 67.6
penyuluhan tentang hepatitis 2) Penyusunan/ Finalisasi RAK
4) Pengembangan media KIE
5
3) Pengembangan Pedoman 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
Tatalaksana dan Modul pelatihan 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Hepatitis C Negara Republik Indonesia Tahun
4) Pelatihan TOT Tatalaksana 2009 Nomor 144, Tambahan
Hepatitis dan pelatihan petugas Lembaran Negara Republik Indonesia
pelaksana petugas Rumah sakit. Nomor 5063).
5) Penyusunan Buku manajemen 5. Undang-Undang Republik Indonesia
Program Nomor 42 Tahun 2009 tentang
6) Pelaksanaan Surveilans Hepatitis- Perkembangan Kependudukan dan
HIV pada kelompok berisiko Pembangunan Keluarga.
7) Deteksi dini hepatitis B, HIV dan 6. Peraturan Pemerintah Nomor 40
Syphilis pada Ibu hamil dan Tahun 1991 tentang Penanggulangan
Deteksi dini Hepatitis B pada Wabah Penyakit Menular (Lembaran
nakes di 13 Provinsi Negara Republik Indonesia Tahun
8) Evaluasi rapid test Hepatitis B dan 1991 Nomor 49, Tambahan
C yang beredar Lembaran Negara Republik Indonesia
9) Advokasi di 12 Provinsi Nomor 3447).
10)Pengembangan Media KIE 7. Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga
C. Dasar Hukum Kesehatan (Lembaran Negara
1. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Nomor 49, Tambahan Lembaran
Penyakit Menular (Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Nomor
Republik Indonesia Tahun 1984 3637).
Nomor 20, Tambahan Lembaran 8. Peraturan Pemerintah Nomor 72
Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 1998 tentang Pengamanan
3273). Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Pemerintahan Daerah. Tambahan Lembaran Negara
3. Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 8781).
Nomor 29 Tahun 2004 tentang 9. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun
Praktek Kedokteran (Lembaran 2015, tentang Rencana
Negara Republik Indonesia Tahun Pembangunan Jangka Menengah
2004 Nomor 116, Tambahan Nasional Tahun 2015-2019.
Lembaran Negara Republik Indonesia 10.Peraturan Menteri Kesehatan Rl
Nomor 4431). Nomor
6
1438/MENKES/PER/IX/2010 VIII/2010 tentang Organisasi dan
tentang Standar Pelayanan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Rl.
Kedokteran. 18.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
11.Peraturan Menteri Kesehatan Rl HK.02.02/MENKES/52/2015
Nomor 1501/MENKES/ tentang Rencana Strategis
PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
Menular tertentu yang dapat 2019.
Menimbulkan Wabah dan Upaya 19.Resolusi WHA no. 63.18 Tahun 2010
Penanggulangan. tentang Hepatitis Virus.
12.Keputusan Menteri Kesehatan RI 20.Resolusi WHA No. 67.7 Tahun 2014
Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang "Concerte action" dalam
tentang Standar Pelayanan Minimal pengendalian Hepatitis Virus.
Bidang Kesehatan di Kabupaten
/Kota. II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
13.Keputusan Menteri Kesehatan Rl STRATEGIS
Nomor
1116/MENKES/SK/VIII/2003 A. Visi dan Misi
tentang Pedoman Penyelenggaraan Visi dan misi Ditjen PP dan PL serta
Sistem Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan tahun 2015-
Kesehatan. 2019 mengikuti visi dan misi Presiden
14.Keputusan Menteri Kesehatan Rl Republik Indonesia yaitu "Terwujudnya
Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan
tentang Penyelenggaraan Surveilans Berkepribadian Berlandaskan Gotong-
Epidemiologi Penyakit Menular dan royong". Upaya untuk mewujudkan visi
Penyakit Tidak Menular. ini adalah melalui 7 misi pembangunan
15.Keputusan Menteri Kesehatan Rl yaitu:
Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004 1. Terwujudnya keamanan nasional yang
tentang Sistem Kewaspadaan Dini mampu menjaga kedaulatan wilayah,
Kejadian Luar Biasa. menopang kemandirian ekonomi
16.Keputusan Menteri Kesehatan dengan mengamankan sumber daya
Republik Indonesia Nomor maritim dan mencerminkan
206/MENKES/SK/ll/ 2008 tentang kepribadian Indonesia sebagai
Komite Ahli Pengendalian Penyakit negara kepulauan.
Infeksi Saluran Pencernaan. 2. Mewujudkan masyarakat maju,
17.Keputusan Menteri Kesehatan Rl berkesinambungan dan demokratis
Nomor 1144 / MENKES / PER / berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas
7
dan aktif serta memperkuat jati diri dan daya saing di pasar
sebagai negara maritim. Internasional.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi
Indonesia yang tinggi, maju dan dengan menggerakkan sektor-sektor
sejahtera. strategis ekonomi domestik.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya 8. Melakukan revolusi karakter bangsa.
saing. 9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan
6. Mewujudkan Indonesia menjadi memperkuat restorasi sosial
negara maritim yang mandiri, maju, Indonesia.
kuat dan berbasiskan kepentingan
nasional, serta B. Tujuan
7. Mewujudkan masyarakat yang Tujuan dari program pengendalian
berkepribadian dalam kebudayaan. hepatitis

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas 1. Tujuan umum


yang dikenal dengan NAWA CITA yang Melaksanakan kegiatan
ingin diwujudkan pada Kabinet Kerja, pengendalian hepatitis secara
yakni: berhasil-guna dan berdaya-guna
1. Menghadirkan kembali negara untuk dalam rangka meningkatkan derajat
melindungi segenap bangsa dan kesehatan masyarakat yang setinggi-
memberikan rasa aman pada seluruh tingginya.
warga negara.
2. Membuat pemerintah tidak absen 2. Tujuan khusus
dengan membangun tata kelola a. Meningkatkan pengetahuan dan
pemerintahan yang bersih, efektif, kesadaran masyarakat tentang
demokratis dan terpercaya. hepatitis
3. Membangun Indonesia dari pinggiran b. Menurunkan kejadian penularan
dengan memperkuat daerah-daerah hepatitis
dan desa dalam kerangka negara c. Menurunkan angka kesakitan
kesatuan. dan
4. Menolak negara lemah dengan kematian hepatitis
melakukan reformasi sistem dan d. Meningkatkan kualitas hidup
penegakan hukum yang bebas penderita hepatitis
korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup C. Sasaran Strategis
manusia Indonesia. Sasaran strategis pengendalian
6. Meningkatkan produktifitas rakyat hepatitis tahun 2015-2019, yaitu:
8
1. Meningkatnya persentase 3. Meningkatkan aksesibilitas dan
kabupaten/kota yang melaksanakan kualitas
kegiatan pengendalian hepatitis 4. Meningkatkan jangkauan pelayanan
menjadi 90% pada tahun 2019 pada kelompok masyarakat berisiko
2. Meningkatnya persentase tinggi, daerah tertinggal, terpencil,
kabupaten/ Kota yang perbatasan dan dan kepulauan serta
melaksanakan deteksi dini hepatitis bermasalah kesehatan.
pada kelompok berisiko tinggi 5. Mengutamakan kegiatan berbasis
menjadi 80% tahun 2019 masyarakat
3. Meningkatnya persentase 6. Meningkatkan jejaring kerja,
kabupaten/ Kota yang kemitraan dan kerja sama
melaksanakan SKD KLB hepatitis A 7. Mengutamakan promotif dan
dan E menjadi 90% tahun 2019 preventif
4. Meningkatnya persentase provinsi 8. Memprioritaskan pencapaian
yang melaksanakan pengamatan sasaran/ komitmen global, regional,
hepatitis pada kelompok berisiko nasional dan lokal.
tinggi menjadi 90% pada tahun
2019 B. Strategi
Sesuai dengan strategi Kementerian
III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN Kesehatan, maka strategi dalam
KEGIATAN PENGENDALIAN pengendalian hepatitis adalah sebagai
A. Aran Kebijakan berikut:
Arah kebijakan dan strategi kegiatan 1. Meningkatkan pemberdayaan
pengendalian hepatitis didasarkan pada masyarakat, swasta dan masyarakat
arah kebijakan dan srategi Kementerian madani dalam pengendalian
Kesehatan yang merupakan penjabaran hepatitis melalui kerjasama lokal,
dari arah kebijakan dan strategi nasional nasional, regional dan global
sebagaimana tercantum dalam Rencana 2. Menggerakkan, mendorong,
Strategi Kementerian Kesehatan dan memberdayakan dan memfasilitasi
Jangka Pembangunan Rencana dalam pengembangan potensi dan
Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - peran serta masyarakat untuk hidup
2019, yaitu: sehat (PHBS), sehingga terhindar
1. Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dari hepatitis
dan pengembangan kapasitas 3. Mengutamakan upaya promotif dan
2. Meningkatkan kemampuan preventif dalam pengendalian
manajemen dan profesionalisme hepatitis
pengelolaan
9
4. Meningkatkan kegiatan deteksi dini pencegahan dan penanggulangan
yang efektif dan efisien terutama Hepatitis.
bagi masyarakat yang berisiko
5. Meningkatkan akses masyarakat 1. KEGIATAN POKOK PENGENDALIAN
terhadap pelayanan kesehatan yang HEPATITIS
berkualitas melalui peningkatan Kegiatan pengendalian hepatitis;
sumberdaya manusia dan meliputi: a) Melakukan review dan
penguatan institusi, serta memperkuat aspek legal; b)
standardisasi pelayanan Melaksanakan advokasi, sosialisasi
6. Meningkatkan pengamatan hepatitis termasuk Komunikasi, Informasi dan
seluruh fasilitas pelayanan Edukasi (KIE); c) Melaksanakan
kesehatan, kajian dan riset deteksi dini hepatitis d)
operasional sebagai basis dalam Melaksanakan kegiatan
pengembangan dan evaluasi perlindungan khusus (Specific
kegiatan pengendalian protection) e) Melaksanakan
7. Meningkatkan manajemen kegiatan Pengobatan Hepatitis f)
secara akuntabel, transparan, dan Melaksanakan SKD Hepatitis dan
berdaya guna. respon KLB, g) Melaksanakan
8. Mengembangkan jejaring kemitraan pengamatan hepatitis; h)
secara multi disiplin lintas program Memperkuat SDM; i) Memperkuat
dan lintas sektor di semua jenjang pengelolaan logistik pengendalian
baik pemerintah maupun swasta hepatitis; j) Melaksanakan
montoring dan evaluasi, Supervisi
C. Kegiatan Pengendalian Hepatitis dan Bimbingan Teknis dan k)
Secara umum kegiatan pengendalian Pencatatan dan pelaporan.
Hepatitis meliputi:
1. Peran pemerintah melalui a. Melakukan Review dan
pengembangan dan penguatan Memperkuat Aspek Legal
kegiatan pokok pengendalian Terkait dengan perjalanan
Hepatitis. penyakit Hepatitis Kronik, maka
2. Peran masyarakat dapat melalui penderita akan menjadi rawan
pengembangan dan penguatan terhadap dampak sosial. Untuk
jenjang kerja pengendalian itu, diperlukan kebijakan khusus
Hepatitis; dan untuk melindungi penderita
3. Peran masyarakat melalui dalam memperolah hak-haknya
pengembangan dan penguatan sebagai warga Negara. Penderita
Hepatitis kronik juga perlu
10
mendapatkan akses seluas- (Tim penggerak PKK,
luasnya dalam pendidikan dan Toga,Organisasi professi, LSM,
pekerjaan. Untuk menghilangkan dan Lain lain). Sosialisasi juga
perlakuan terhadap penderita dapat dilakukan melalui
Hepatitis, beberapa langkah pemberdayaan masyarakat guna
kongkrit perlu segera diambil, menumbuhkan potensi
Langkah tersebut mencakup masyarakat secara optimal dalam
advokasi kepada pembuat pencegahan hepatitis dan
keputusan untuk membuat dukungan sosiali terhadap
kebijakan, untuk melindungi hak penderita hepatitis.
hak penderita Hepatitis di
Indonesia, dan sosialisasi kepada Kegiatan penyuluhan atau
penyedia lapangan kerja dan Komunikasi, Informasi dan
sekolah. Selain itu perlu Edukasi (KIE) antara lain: 1)
dilakukan kajian tentang Menyediakan dan
peraturan yang terkait dengan mendistribusikan media
pencegahan penularan di tempat penyuluhan (KIE) tentang hepatitis
kerja, dan kewaspadaan universal B dan faktor risiko; dan 2)
terhadap risiko penularan Melaksanakan KIE tentang
hepatitis. hepatitis B dan faktor risiko B
dengan berbagai metode, baik
b. Melaksanakan advokasi, perorangan, kelompok, maupun
sosialisasi, dan KIE melalui media massa (Media
Advokasi terutama kepada para cetak dan Media Elektronik) dan
pemimpin, penyusun kebijakan interaktif secara verbal seperti
dan pembiayaan agar dapat konseling untuk meningkatkan
memberikan perlindungan, pengetahuan dan diharapkan
dukungan dan kemudahan dalam terjadinya perubahan sikap dan
berbagai upaya pengendalian perilaku.
termasuk pencegahan, deteksi
dini, pengobatan, dan c. Melaksanakan deteksi dini
pengamatan. hepatitis
1) Deteksi dini hepatitis B pada
Sosialisasi atau mobilisasi sosial ibu hamil
dapat berupa bina suasana yaitu Deteksi dini hepatitis B pada
kelompok sasaran lebih ke tingkat ibu hamil dilaksanakan
operasional secara berjenjang bersamaan dengan
11
pemeriksaan HIV dan syphilis. diperlukan apabila ibu
Di negara berkembang, memiliki status HBsAg (+).
termasuk Indonesia, Deteksi dini
penularan VHB secara vertikal dilaksanakan di fasilitas
masih memegang peranan pelayanan kesehatan oleh
penting dalam penyebaran tenaga kesehatan yang telah
VHB. Selain itu, 90% anak dilatih.
yang tertular secara vertikal Apabila ibu hamil memiliki
dari ibu dengan HBsAg (+) status HBsAg (+), maka
akan berkembang menjadi persalinan ibu tersebut wajib
hepatitis B kronik. Untuk itu, dilakukan /didampingi oleh
pencegahan penularan secara tenaga kesehatan terlatih.
vertikal merupakan salah satu Bayi yang lahir dari ibu dengan
aspek yang paling penting HBsAg (+) disarankan segera
dalam memutus rantai mendapat suntikan HBIG 0,5
penularan hepatitis B. mL dan vaksin Hepatitis B.
Kedua suntikan ini diberikan
Langkah awal pencegahan segera setelah bayi dilahirkan
penularan secara vertikal (kurang dari 12 jam).
adalah dengan mengetahui Pemberian imunisasi
status HBsAg ibu hamil selanjutnya sesuai Program
dengan melakukan deteksi Imunisasi Hepatitis B
dini HBsAg. Pemeriksaan Nasional. Status HBsAg dan
dapat dilakukan anti HBs harus diperiksa pada
menggunakan rapid test. usia 9-12 bulan. Ibu hamil
Deteksi dini agar diikuti oleh dengan HBsAg (+) perlu
semua ibu hamil sebelum usia dirujuk ke dokter ahli untuk
kehamilan mencapai 24 penanganan labih lanjut. Pada
minggu bersamaan dengan penderita juga sebaiknya
pemeriksaan HIV dan sifilis diperiksakan status HBeAg,
dengan mempertimbangkan anti-SGPTnya. HBe, DNA HBV,
sumber dana dan sumber SGOT dan SGPTnya. Ibu yang
daya. positif Hepatitis B disarankan
Hal ini dimaksudkan agar ibu, untuk tetap menyusui bayinya.
keluarga, dan tenaga medis Apabila ibu yang akan
memiliki kesempatan untuk melahirkan memiliki status
mempersiapkan tindakan yang HBsAg (+) dan HBeAg (-),
12
maka persalinan ibu untuk mengurangi risiko
dilakukan/ wajib tersebut penularan.
didampingi oleh tenaga
kesehatan yang terlatih. Pesan atau materi penyuluhan
Sesuai anjuran program (KIE) yang disampaikan antara
imunisasi, bayi segera lain mencakup hal-hal sebagai
mendapatkan imunisasi HBO, berikut:
sedangkan ibunya sebaiknya  Penjelasan umum tentang
mendapat konseling dari penyebab, cara penularan,
dokter ahli Penyakit Dalam perjalanan penyakit, gejala
atau dokter yang telah dilatih umum, pengobatan, dan
tentang Hepatitis B virus. komplikasi hepatitis B
Untuk bayi yang lahir dari ibu  Secara umum pencegahan
dengan status HBsAg (-), maka infeksi hepatitis B, antara
mengikuti Program Imunisasi lain:
Hepatitis B Nasional. - Menghindari kontak
cairan tubuh yang tidak
2) Deteksi dini hepatitis B pada aman, dengan tidak
keluarga atau orang yang melakukan hubungan
tinggal serumah dengan seksual yang tidak
penderita hepatitis B aman, dan mengguna-
Keluarga atau orang yang kan jarum suntik atau
tinggal serumah dengan alat yang mungkin
penderita hepatitis B menimbulkan luka
merupakan salah satu secara bergantian.
kelompok yang paling berisiko - Selalu membersihkan
tertular hepatitis B. dengan baik alat-alat
Pemakaian alat-alat rumah yang mungkin
tangga bersama, seperti menimbulkan luka
gunting kuku, pisau cukur, pada anggota keluarga
atau sikat gigi terbukti bisa lain, seperti pisau
menjadi sumber penularan cukur, sikat gigi, dan
hepatitis B. Keluarga atau peralatan perawatan
orang yang tinggal serumah kuku. Lebih baik bila
dengan penderita hepatitis B alat-alat ini bisa
harus mendapatkan digunakan untuk sekali
penyuluhan yang memadai pakai saja atau hanya
13
digunakan oleh satu suntikan. Apabila yang
orang saja. bersangkutan memiliki
 Penjelasan tentang tempat status HBsAg (+),
dan cara memeriksakan segera dirujuk ke
diri untuk status hepatitis dokter untuk
B dan kemungkinan berkonsultasi lebih
pengobatan serta jaminan lanjut.
yang ada.
 Saran untuk tidak 3) Deteksi dini hepatitis B pada
mendiskriminasikan tenaga medis/paramedis
penderita hepatitis B. Tenaga medis / paramedis
 Perlu disampaikan bahwa merupakan salah satu
penyakit ini tidak menular kelompok berisiko tertular
lewat penggunaan alat hepatitis B, karena dalam
makan bersama, berjabat melaksanakan pekerjaannya
tangan, berciuman, atau dapat terjadi kontak dengan
berpelukan dengan cairan tubuh penderita.
penderita hepatitis B. Petugas medis/paramedis
- Setiap anggota bila tidak menerapkan prinsip-
keluarga atau orang prinsip pencegahan universal
yang tinggal serumah yang baik, berisiko terhadap
dengan penderita penularan virus ke penderita
hepatitis B, disarankan lain atau dirinya sendiri. Dari
untuk segera berbagai literatur
melakukan menunjukkan bahwa sebagian
pemeriksaan (deteksi penderita hepatitis B
dini). Apabila belum merupakan tenaga
memiliki kekebalan medis/paramedis.
terhadap hepatitis B,
disarankan pemberian Untuk itu, setiap tenaga
imunisasi hepatitis B. medis/ paramedis perlu
Apabila yang menerapkan prinsip-prinsip
bersangkutan belum kewaspadaan (Universal
pernah mendapat precautions) secara ketat.
imunisasi sebelumnya, Pengawasan penerapan
vaksin diberikan dari prinsip-prinsip pencegahan
awal sebanyak 3 kali universal harus dilakukan oleh
14
penanggung jawab fasilitas  Menutupi semua luka
pelayanan kesehatan tempat dan abrasi dengan
tenaga medis tersebut bekerja penutup tahan air
dan dikoordinasikan dengan  Membersihkan
dinas kesehatan setempat. tumpahan darah dan
cairan tubuh lainnya
Prinsip-prinsip pencegahan dengan segera dan
universal mencakup: hati-hati
 Mencuci tangan setiap  Menggunakan sistem
sesudah melakukan yang aman dalam
kontak langsung dengan penanganan dan
penderita pembuangan limbah
 Tidak melakukan  Menggunakan prinsip
recapping (menutup jarum sekali pakai untuk alat-
dengan tutupnya) dengan alat yang bisa
2 tangan digunakan sekali pakai
 Prosedur yang aman untuk (jarum suntik, scalpel,
mengumpulkan dan atau kasa) atau
membuang jarum dan melakukan sterilisasi
benda tajam lainnya yang adekuat untuk
dengan menggunakan setiap alat yang
kotak yang tahan tembus mungkin kontak
dan tahan cairan dengan cairan tubuh
 Menggunakan sarung penderita dan akan
tangan untuk setiap dipakai kembali (alat-
kontak dengan cairan alat hecting, set partus,
tubuh, kulit yang tidak atau alat bedah
intak, dan mukosa lainnya).
 Menggunakan masker,
pelindung mata Mengingat tingginya risiko
(goggle), dan baju penularan Hepatitis B pada
pelindung (apron) bila tenaga medis/paramedis,
ada kemungkinan setiap tenaga medis /
cipratan darah atau paramedis juga diwajibkan
cairan tubuh lainnya menjalani pemeriksaan
(deteksi dini) hepatitis B dan
status kekebalan.
15
Pemeriksaan HBsAg dapat seksual berisiko, dan penasun
dilakukan dengan rapid test. (Pengguna napza suntik)
Tenaga medis/paramedis merupakan kelompok berisiko
yang memiliki satus HBsAg (-) tinggi tertular dan menularkan
dan kekebalan kurang Hepatitis B dan C. Penularan
terhadap hepatitis B, wajib pada PS dan orang yang
menjalani imunisasi hepatitis memiliki pasangan seksual
B. Apabila tenaga berisiko sebenarnya dapat
medis/paramedis yang dicegah dengan mengurangi
bersangkutan belum pernah perilaku seksual tersebut atau
mendapat imunisasi menggunakan kondom.
sebelumnya, vaksin harus Penularan pada kelompok
diberikan dari awal sebanyak pengguna napza suntik juga
3 kali suntikan pada bulan 0 sebenarnya bisa dicegah
(pada saat datang), suntikan dengan menghentikan
ke-2 satu bulan kemudian, kebiasaan tersebut atau
dan suntikan ke-3 pada bulan dengan tidak menggunakan
ke-6. jarum suntik yang sama
berulang kali dan atau
Tenaga medis/paramedis bergantian dengan orang lain.
yang terdeteksi memiliki Penularan pada kelompok ini
HBsAg (+) harus dirujuk ke umumnya karena rendahnya
dokter ahli untuk konsultasi pengetahuan dan kepedulian
lebih lanjut kemungkinan terhadap hepatitis B dan C,
pengobatan. Penderita juga sehingga KIE terhadap
sebaiknya diperiksa status kelompok ini perlu dilakukan
HBeAg, anti-HBe, DNA HBV, secara intensif antara lain
SGOT, dan SGPT secara mencakup:
periodik untuk memantau  Penjelasan umum
perkembangan penyakitnya. mengenai penyebab, cara
penularan, perjalanan
4) Deteksi dini hepatitis B pada penyakit, gejala umum,
Pekerja Seks, orang dengan pengobatan, dan
pasangan seksual multiple/ komplikasi hepatitis B.
berisiko dan Penasun  Konseling untuk
Kelompok Pekerja Seks (PS) meninggalkan gaya hidup
orang dengan pasangan berisiko tersebut.
16
 Selalu menggunakan HBsAg (+), maka dirujuk ke
kondom apabila dokter ahli untuk
berhubungan seksual berkonsultasi kemungkinan
dengan pasangan yang pengobatan dan melanjutkan
tidak diketahui status pemeriksaan status HBeAg,
HBsAg-nya anti-HBe, DNA HBV, SGOT, dan
 Pada IVDU, dianjurkan SGPT. Setiap orang yang
untuk tidak menggunakan memiliki pasangan seksual
jarum suntik berulang kali multipel, PSK dan IVDU yang
dan bergantian, dan ternyata positif menderita
membuang jarum suntik hepatitis B agar berkonsultasi
bekas di wadah yang dengan tenaga medis dan
tertutup dan tahan tembus. meninggalkan kebiasaan
Setiap orang yang memiliki untuk mencegah penularan
pasangan seksual berisiko Hepatitis B ke orang lain. Pada
atau PS dan penasun kelompok ini sebaiknya juga
disarankan untuk segera dilakukan penyuluhan
melakukan deteksi dini mengenai penyakit lain yang
termasuk pemeriksaan ditularkan lewat cairan tubuh,
kekebalan Hepatitis B. Apabila seperti HIV dan Hepatitis C.
orang tersebut belum memiliki
kekebalan yang cukup 5) Deteksi dini hepatitis B pada
terhadap hepatitis B, populasi umum
disarankan untuk Indonesia termasuk negara
mendapatkan imunisasi endemis tinggi hepatitis B,
Hepatitis B. Apabila yang sehingga setiap penduduk
bersangkutan belum pernah Indonesia memiliki risiko
mendapat imunisasi cukup besar untuk terinfeksi.
sebelumnya, vaksin harus Namun, karena berbagai
diberikan dari awal sebanyak pertimbangan, seperti
3 kali suntikan, yaitu pada efektifitas dan biaya, maka
bulan 0 (kunjungan pertama), hingga saat ini deteksi dini
1 (satu) bulan, dan 6 (enam) pada seluruh populasi di
bulan kemudian. Indonesia belum
direkomendasikan. Oleh
Apabila yang bersangkutan karena itu tindakan
ternyata memiliki status pencegahan perlu lebih
17
diintensifkan, yaitu selain digunakan oleh satu
memberikan perlindungan orang saja.
khusus (specific protection) - Imunisasi dan
dengan melakukan imunisasi pemeriksaan
pada bayi. kekebalan terhadap
Penyuluhan (KIE) mencakup Hepatitis B
hal-hal sebagai berikut:  Penjelasan tentang
 Penjelasan umum memeriksakan hepatitis B
mengenai penyebab, cara dan kemungkinan
penularan, perjalanan pegobatan
penyakit, gejala umum,  Saran untuk tidak
pengobatan, dan mendiskriminasikan orang
komplikasi hepatitis B yang menderita hepatitis
 Cara pencegahan hepatitis B. Perlu ditekankan bahwa
B, antara lain: penyakit ini tidak menular
- Menghindari kontak lewat penggunaan alat
cairan tubuh yang tidak makan bersama, berjabat
aman dengan tidak tangan, berciuman, atau
melakukan hubungan berpelukan dengan
seksual yang tidak penderita hepatitis B.
aman dan tidak
menggunakan jarum 6) Deteksi Dini Hepatitis B dan
suntik atau alat yang atau C pada pengidap infeksi
mungkin menimbulkan HIV, penderita AIDS dan
luka secara bergantian penderita Infeksi menular
- Selalu membersihkan Seksual.
dengan baik alat-alat Penularan HIV dan Infeksi
yang mungkin menular seksual mempunyai
menimbulkan luka kemiripan dengan cara
pada orang lain, seperti penularan Hepatitis B dan C,
pisau cukur, sikat gigi, oleh karena perlu dilakukan
peralatan perawatan pemeriksaan hepatitis
kuku, atau alat tato. terhadap penderita HIV dan
Lebih baik lagi bila AIDS dan IMS antara lain
alat-alat ini bisa melalui:
digunakan untuk sekali a. Pengunjung layanan
pakai atau hanya kesehatan yang
18
bermaksud melakukan tes diperlukan. Apabila status HBsAg
HIV, ditawarkan untuk sumber pajanan (+) atau tidak
melakukan pemeriksaan dapat diketahui, maka profilaksis
Hepatitis B, C atau wajib diberikan.
keduanya, termasuk
konseling pasca tes Profilaksis yang digunakan adalah
b. Kepada penderita HIV dan HBIG single dose 0,06 mL/kg BB,
AIDS, perlu ditawarkan diberikan sesegera mungkin
dilakukan pemeriksaan (maksimal 48 jam setelah
hepatitisnya baik B, C atau pajanan). Orang yang terpajan
keduanya perlu mendapatkan imunisasi
c. Pengunjung Layanan IMS hepatitis B paling lambat pada
ditawarkan pemeriksaan minggu pertama pasca pajanan.
Hepatitis B, C atau Bila pajanan yang terjadi adalah
keduanya. kontak seksual, maka HBIG (0,06
mL/kg BB) diberikan sebelum 14
d. Melaksanakan kegiatan hari pasca pajanan, kemudian
Perlindungan khusus (specific diikuti dengan imunisasi.
protection) Pemberian vaksin hepatitis B dan
Orang yang tidak memiliki HBIG bisa dilakukan pada waktu
kekebalan terhadap Hepatitis B bersamaan di lokasi injeksi yang
atau tidak diketahui status berbeda. Status HBsAg dan anti-
imunitasnya dan terpajan cairan HBs penderita diperiksa kembali
tubuh penderita hepatitis B, baik 1 bulan pasca pajanan. Apabila
secara perkutan maupun kontak orang yang terpajan memiliki
seksual harus mendapatkan kadar anti-HBs >10 IU/L,
profilaksis pasca pajanan profilaksis pasca pajanan tidak
sesegera mungkin. Pada kasus perlu diberikan.
pajanan terhadap cairan tubuh
penderita yang tidak diketahui
status HBsAg nya, sebaiknya e. Melaksanakan Pengobatan
status HBsAg sumber pajanan penderita Hepatitis B
diperiksa terlebih dahulu. Apabila Penderita dengan HBsAg (+) harus
HBsAg sumber pajanan negatif segera dikonsultasikan ke dokter
atau dengan kata lain tidak untuk evaluasi lebih lanjut. Pada
menderita hepatitis B, maka penderita juga dilakukan
profilaksis pasca pajanan tidak pemeriksaan status HBeAg, anti-
19
HBe, DNA HBV, SGOT, dan SGPT suplemen, atau obat yang
untuk menentukan tingkat dijual bebas.
keparahan penyakit dan saat  Penderita perlu
pengobatan (terapi) yang tepat. memberitahukan status
Pengobatan hanya boleh hepatitis B nya apabila
diberikan pada penderita dengan berobat ke dokter untuk
kadar DNA HBV>20.000 lU/ml menghindari pemberian Obat
(105 kopi/mL) pada HBeAg yang bersifat hepatotoksik.
positif atau >2.000 lU/ml (104  Penderita yang berusia di atas
kopi/mL) pada HBeAg negatif 40 tahun harus menjalani
yang disertai peningkatan SGPT pemeriksaan USG dan AFP
>2 kali di atas batas atas normal, setiap 6 bulan sekali untuk
atau bila hasil biopsi deteksi dini kanker hati.
menunjukkan adanya tanda  Perlu dilakukan imunisasi
inflamasi atau fibrosis derajat pada pasangan seksual.
sedang. Pilihan pengobatan yang  Perlunya penggunaan kondom
dapat digunakan adalah selama berhubungan seksual
Interferon, Lamivudin, Adefovir, dengan pasangan yang belum
Telbivudin, Entecavir, atau diimunisasi.
Tenofovir.  Penderita tidak diperbolehkan
bertukar sikat gigi ataupun
Selain itu, setiap penderita pisau cukur.
hepatitis B juga harus mendapat  Menutup luka yang terbuka
penjelasan (penyuluhan) untuk agar darah tidak kontak
menjaga kondisi kesehatan (organ dengan orang lain
hatinya) dan mencegah penularan  Penderita tidak diperbolehkan
ke orang lain. Penyuluhan mendonorkan darah, organ,
diberikan oleh dokter yang ataupun sperma.
merawat penderita, mencakup
hal-hal berikut: f. Melaksanakan Sistem
 Menghindari alkohol sama Kewaspadaan Dini Hepatitis dan
sekali dan mengurangi makan respon KLB
makanan yang kemungkinan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
bersifat hepatotoksik. merupakan kewaspadaan
 Berhati-hati dalam terhadap penyakit potensi
mengkonsumsi jamu, Kejadian Luar Biasa (KLB) beserta
faktor-faktor yang mempengaruhi
20
dengan menerapkan teknologi Data yang ada menunjukkan
surveilans epidemiologi dan bahwa KLB hepatitis A sering
dimanfaatkan untuk terjadi pada musim tertentu,
meningkatkan sikap tanggap, sehingga pemantauan adanya
kesiapsiagaan, upaya-upaya dan KLB Hepatitis A perlu dilakukan
tindakan penanggulangan dengan cermat oleh dinas
kejadian luar biasa yang cepat kesehatan provinsi,
dan tepat (Permenkes Nomor kabupaten/kota, dan puskesmas.
949/MENKES/SK/ VIII/2004). Apabila terdapat kecenderungan
peningkatan KLB hepatitis A pada
Di antara semua virus hepatitis, suatu kawasan tertentu, maka
virus yang berpotensi dinas kesehatan provinsi,
menimbulkan KLB adalah virus kabupaten/kota, dan puskesmas
Hepatitis A dan E. Terjadinya KLB perlu menginformasikan
Hepatitis A lebih sering peringatan kewaspadaan KLB
disebabkan oleh keracunan hepatitis A pada semua unit
makanan. Oleh karena itu, SKD terkait di wilayah tersebut.
terutama ditujukan pada upaya
pengamanan pangan. Pada Melaksanakan Penanggulangan
daerah dengan pengamanan Kejadian Luar Biasa Hepatitis
pangan yang baik, tetapi berada Penetapan Kejadian Luar Biasa
pada wilayah rentan hepatitis A, (KLB) berdasarkan Peraturan
maka kemungkinan terjadinya Menteri Kesehatan Republik
KLB Hepatitis A akan lebih sering. Indonesia Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010.
Apabila ditemukan sekelompok Suatu daerah dapat ditetapkan
orang (cluster) menderita dalam keadaan KLB, apabila
hepatitis A, maka kewaspadaan memenuhi salah satu kriteria
terhadap munculnya kasus-kasus sebagai berikut:
berikutnya sampai kurang lebih 2 1) Timbulnya suatu penyakit
bulan sejak kasus pertama perlu menular tertentu sebagaimana
ditingkatkan. Jika KLB dimaksudkan dalam Pasal 4
berlangsung lebih dari 2 bulan, yang sebelumnya tidak ada
maka terdapat beberapa sumber atau tidak dikenal pada suatu
penularan atau bersifat daerah tertentu.
propagated source. 2) Peningkatan jumlah kejadian
kesakitan terus menerus
21
selama 3 (tiga) kurun waktu 7) Angka proporsi penyakit
dalam jam, hari, atau minggu (Proportional Rate) penderita
berturut-turut menurut jenis baru pada 1 (satu) periode
penyakitnya. menunjukkan kenaikan dua
3) Peningkatan kejadian kali atau lebih dibandingkan
kesakitan dua kali atau lebih satu periode sebelumnya
dibandingkan dengan periode dalam kurun waktu yang
sebelumnya dalam kurun sama.
waktu jam, hari, atau minggu Apabila terdapat sejumlah
jenis menurut penyakitnya. penderita dalam satu daerah
4) Jumlah penderita baru dalam dengan gejala demam, sakit
periode waktu 1 (satu) bulan kepala, lelah, nafsu makan
menunjukkan kenaikan dua menurun, gangguan pencernaan,
kali atau lebih dibandingkan mual, muntah, air kencing
dengan angka rata-rata per berwarna pekat seperti teh,
bulan dalam tahun sampai terus (kekuningan) yang
sebelumnya. terlihat pada kulit dan mata,
5) Rata-rata jumlah kejadian dapat didukung dengan
kesakitan per bulan selama 1 ditemukannya IgM antibodi pada
(satu) tahun menunjukkan beberapa kasus yang diperiksa.
kenaikan dua kali atau lebih KLB Hepatitis (suspek A atau E)
dibandingkan dengan rata- dilaporkan dengan menggunakan
rata jumlah kejadian kesakitan format W1 secara berjenjang.
per bulan pada tahun
sebelumnya. Tujuan investigasi KLB
6) Angka kematian kasus suatu 1) Menegakkan diagnosis KLB
penyakit (Case Fatality Rate) Hepatitis A atau E.
dalam 1 (satu) kurun waktu 2) Mengetahui penyebaran kasus
tertentu menunjukkan menurut waktu (minggu),
kenaikan 50% (lima pulu wilayah geografi (RT/RW,
persen) atau lebih desa, dan kecamatan), umur
dibandingkan dengan angka dan variabel lainnya yang
kematian kasus suatu diperlukan misalnya sekolah
penyakit periode sebelumnya dan tempat kerja.
dalam kurun waktu yang 3) Mengetahui sumber dan cara
sama. penularan.

22
4) Mengetahui situasi KLB pada c) Siapa yang terkena (jenis
saat penyelidikan kelamin dan usia)
epidemiologi dilaksanakan 4) Rumuskan dugaan sementara,
serta perkiraan peningkatan tentukan kemungkinan
dan penyebaran KLB. penyebab, sumber infeksi,
Langkah-langkah investigasi KLB distribusi penderita (pattern of
1) Konfimasi / penegakan disease).
diagnosis 5) Evaluasi hasil investigasi
a) Definisi kasus Dari hasil evaluasi dapat
b) Klasifikasi kasus (suspek dibuat rencana investigasi
atau konfirm) wabah yang lebih detail
c) Pemeriksaan laboratorium: dengan melakukan
(IgM HAV) wawancara:
Laboratorium rujukan: a) Tentukan data yang
Badan Litbangkes diperlukan (jumlah kasus
Lingkungan: air minum, air dan populasi berisiko)
bersih b) Gunakan check list
Laboratorium rujukan: c) Lakukan pengambilan data
BBTKL Jakarta, Surabaya, dengan sampel yang cukup
Yogyakarta, dan BTKL (minimal 30% dari jumlah
Medan. kasus)
2) Menentukan apakah peristiwa d) Dapat melakukan studi
itu suatu KLB atau bukan khusus atau studi yang
a) Bandingkan informasi yang bersifat analitik seperti:
didapat dengan definisi studi kasus kontrol, kros
yang sudah ditentukan seksional dan kohort
tentang KLB. restrospektif,
b) Bandingkan dengan 6) Lakukan tindakan
insiden penyakit pada penanggulangan
minggu/bulan/ tahun a) Tentukan cara
sebelumnya. penanggulangan yang
3) Hubungan adanya KLB dengan paling efektif
faktor waktu, tempat, dan b) Lakukan surveilans
orang terhadap penyakit dan
a) Kapan mulai sakit (waktu) faktor lain yang
b) Di mana mereka mendapat berhubungan
infeksi (tempat)
23
c) Tentukan cara pencegahan program (Format register
dimasa akan datang terlampir)
2) Sistem pelaporan mingguan
7) Buatlah laporan lengkap hepatitis klinis menggunakan
tentang penyelidikan format W2, diisi pada kolom
epidemiologi tersebut: 'Iain-Iain'
a) Pendahuluan 3) Sistem pelaporan hepatitis
b) Latar belakang klinis menggunakan laporan
c) Hasil penyelidikan surveilans Terpadu Penyakit
d) epidemiologi (STP) yang dilakukan setiap
e) Analisis data dan bulan
kesimpulan 4) Rekapitulasi laporan bulanan
f) Tindakan penanggulangan hepatitis diperoleh dari
g) Saran rekomendasi register harian. Laporan
dilaporkan secara berjenjang
g. Melaksanakan Pengamatan dari puskesmas ke dinas
Hepatitis kesehatan kabupaten/kota ke
Pengamatan (Surveilans) dinas kesehatan provinsi dan
Hepatitis A dan Hepatitis B pusat (Subdit Diare dan Infeksi
berdasarkan pada Keputusan Saluran Pencernaan) (Format
Menteri Kesehatan Rl Nomor. laporan terlampir).
1479/MENKES/SK/X/2003 5) Rekapitulasi laporan bulanan
tentang Pedoman dari dinas kesehatan
Penyelenggaraan Sistem kabupaten dan provinsi
Surveilans Epidemiologi Penyakit ditambahkan dengan laporan
Menular dan Penyakit Tidak dari rumah sakit (HBsAg
Menular Terpadu dengan positif) dan hepatitis klinis.
beberapa tambahan sesuai 6) Laporan bulanan hepatitis
dengan kebutuhan kegiatan klinis dari puskesmas dan
pengendalian. rumah sakit direkapitulasi dan
dianalisis di tingkat
Secara umum pengamatan kabupaten/kota menurut:
hepatitis, adalah sebagai berikut: a) Variabel umur dan jenis
1) Register harian penderita kelamin Setiap kasus
hepatitis klinis dibuat di digolongan berdasarkan
puskesmas oleh pengelola jenis kelamin dan usia.
Pengelompokan usia, yaitu
24
0-7 hari, 8-28 hari, <1 yang dibutuhkan adalah untuk
tahun, 1-4 tahun, 5-9 kebutuhan rutin dan saat
tahun, 10-14 tahun, 15-19 Kejadian Luar Biasa (KLB). Untuk
tahun, 20-44 tahun, 45-54 itu perlu disusun kebutuhan dan
tahun, 55-59 tahun, 60-69 terlaksananya sistim pengadaan,
tahun, >70 tahun. penyimpanan, distribusi dan
b) Variabel rawat jalan, rawat persediaan logistik dalam
inap dan kematian (khusus pengendalian hepatistis.
rumah sakit)
Khusus laporan rumah Bila jumlah pengadaan pusat
sakit dikelompokkan masih belum memenuhi
menurut rawat jalan dan kebutuhan, maka provinsi,
rawat inap. Variabel rawat kabupaten/kota dapat
inap ditambahkan dengan melakukan pengadaan sendiri
total kematian. dalam memenuhi kebutuhannya.
Penyimpanan di provinsi,
h. Memperkuat SDM dalam kabupaten/kota, puskesmas dan
pengendalian hepatitis kader hendaknya dikelola secara
baik dan benar, yaitu disimpan
Memperkuat Sumber Daya pada tempat yang kering diberi
Manusia (SDM), antara lain alas, disusun sesuai dengan
dengan melaksanakan TOT waktu penerimaan dan kedalu-
(Traning of Trainer) dan berbagai warsanya, sehingga pada saat
bentuk pelatihan (training) sesuai dibutuhkan mudah mencarinya.
dengan kebutuhan dalam Dibuatkan pencatatan asal obat,
pengendalian hepatitis, diare dan jumlah dan waktu penerimaan
infeksi saluran pencernaan. serta pengeluaran obat, yaitu
jumlah, waktu dan tujuan Obat
i. Memperkuat pengelolaan logistik dikirimkan. Perlu dibuatkan
pengendalian hepatitis standar pengelolaan dan
penyimpanan bahan/alat/obat.
Dalam kegiatan pengendalian
hepatitis, logistik biasanya terdiri Distribusi bahan/alat/obat, yaitu
dari barang medis dan non-medis dari pusat sampai ke provinsi, dari
yang dikirim dari tingkat pusat provinsi ke kabupaten/kota, dan
atau pengadaan oleh provinsi dari kabupaten/ kota ke
atau kabupaten/kota. Logistik puskesmas sesuai kebijakan
25
masing - masing jenjang dibawah bimbingan dan
administratif. Distribusi sangat pengawasan supervisor.
perlu diperhatikan, karena dapat Tujuannya adalah: 1) Memperoleh
mempengaruhi keberadaan pengalaman langsung,
bahan/alat/obat tersebut dalam Mengamati secara langsung apa
pengendalian hepatitis, diare, dan yang menjadi tanggung jawabnya;
infeksi saluran pencernaan. 2) Meningkatkan kemampuan dan
keterampilan; 3) Meningkatkan
Persediaan Obat dihitung kecepatan menyelesaikan suatu
berdasarkan perkiraan kebutuhan pekerjaan, dan 4) Meningkatkan
minimal satu bulan. Pengelolaan diri mulai dari tingkat dasar,
stock harus diatur mulai dari terampil dan akhirnya menjadi
tingkat pusat, provinsi, mahir.
kabupaten/kota, dan puskesmas.
Ketersediaan stock minimal yang Oleh karena itu, seorang
harus tersedia minimal perlu supervisor haruslah dapat
diperhatikan dengan memberikan bantuan teknis dan
mempertimbangkan kemudahan bimbingan kepada petugas yang
distribusinya. dikunjungi sehingga mereka
dapat melaksanakan tugas
j. Melaksanakan monitoring dan mereka secara tepat. Supervisor
Evaluasi (Monev, Supervisi, harus dapat mengenal sedini
Bimtek, Pencatatan dan mungkin kinerja petugas yang
Pelaporan) kurang baik untuk segera
membantu memperbaikinya
Supervisi selain sebagai upaya sebelum hal tersebut menjadi
pembinaan teknis, juga masalah besar. Dengan demikian,
merupakan suatu pelatihan (on melalui supervisi diharapkan
the job training), yaitu suatu kinerja petugas dapat terjaga dan
proses yang terorganisasi untuk terjadi perbaikan secara terus
meningkatkan keterampilan, menerus.
pengetahuan, kebiasaan kerja
dan sikap petugas. Dengan kata Melaksanakan monitoring dan
lain on the job training adalah evaluasi
pelatihan dengan cara pekerja 1) Tujuan
ditempatkan dalam kondisi a) Terlaksananya fasilitasi
pekerjaan yang sebenarnya, upaya peningkatan
26
pengetahuan, motivasi dan kan indicator input, proses,
partisipasi pengelola dan output
program/kegiatan dalam b) Mengevaluasi dan
pengendalian hepatitis, mengukur pencapaian
diare, dan infeksi saluran tujuan kegiatan, efektifitas
pencernaan dan efisiensi pencapaian
b) Terlaksananya fasilitasi kegiatan menggunakan
upaya peningkatan indikator dampak
keinginan untuk kemajuan c) Melaksanakan pemantau-
diantara pengelola an dan evaluasi secara
program/kegiatan dan berjenjang mulai dari
tenaga kesehatan dalam pusat, provinsi,
pengendalian hepatitis, kabupaten/kota, dan
diare, dan infeksi saluran puskesmas
pencernaan d) Mengevaluasi dan
c) Terlaksananya pemantau- mengukur pencapaian
an, penilaian, supervisi kegiatan sesuai dengan
/bimbingan teknis target pencapaian
pelaksanaan dan kegiatan yang telah
pencapaian kegiatan ditetapkan.
pengendalian hepatitis,
diare, dan infeksi saluran k. Melaksanakan Pencatatan dan
pencernaan pelaporan
d) Terlaksananya upaya untuk Kegiatan ini merupakan bagian
memperbaiki efektifitas dari kegiatan pengamatan.
dan efisiensi kegiatan Pencatatan dan pelaporan
pengendalian hepatitis, merupakan suatu sistem yang
diare, dan infeksi saluran digunakan untuk memantau
pencernaan kegiatan mulai dari tingkat
Puskesmas, Kabupaten/kota,
2) Kegiatan Provinsi hingga ke tingkat Pusat.
a) Mengukur kemajuan Dengan demikian dapat dimonitor
pelaksanaan kegiatan perkembangan kegiatan
pengendalian dan pengendalian hepatitis di
memberikan koreksi atas berbagai jenjang.
penyimpangan berdasar-

27
2. Memperkuat Jeiaring kerja 3. Pengendalian Hepatitis berbasis
pengendalian hepatitis masyarakat
Upaya melibatkan berbagai Untuk meningkatkan partisipasi
sektor, kelompok masyarakat, dan kemandirian masyarakat dalam
lembaga pemerintah untuk pencegahan dan penanggulangan
bekerjasama berdasarkan atas hepatitis, maka perlu
kesepakatan, prinsip dan peranan pengembangan dan penguatan
masing-masing mitra dalam kegiatan pencegahan dan
pengendalian hepatitis. Upaya penanggulangan faktor risiko
tersebut diwujudkan dengan penyakit berbasis masyarakat yang
membentuk jejaring, baik lokal, dilaksanakan secara terintegrasi
nasional maupun internasional. pada wadah milik masyarakat yang
ada di masing-masing daerah.
Tujuan dari jejaring kerja ini adalah:
a. Meningkatnya komitmen IV. PENYELENGGARAN, PEMANTAUAN
pemerintah dan mitra terkait di DAN PENILAIAN
masyarakat dalam upaya A. Penyelenggaraan
pengendalian hepatitis Penyelenggara rencana aksi
b. Adanya harmonisasi dan sinergi kegiatan pengendalian hepatitis ini
dalam berbagai kegiatan adalah Ditjen PP dan PL (termasuk
c. Meningkatnya kemandirian UPT di daerah), dinas kesehatan
masyarakat dalam pengendalian provinsi, dinas kesehatan
hepatitis kabupaten/kota, puskesmas dan
fasyankes lainnya dan wadah yang
Selain itu perlu dilakukan koordinasi ada di masyarakat.
pengendalian hepatitis, yaitu upaya Peran dan fungsi di setiap
untuk menyelaraskan kegiatan dari jenjang administratif dalam
berbagai jenjang adminstratif dan pengendalian hepatitis adalah
pihak terkait lainnya. Koordinasi sebagai berikut:
yang baik akan berdampak pada 1. Tingkat pusat
kelancaran pelaksanaan kegiatan. a. Mengembangkan kebijakan
Koordinasi dapat dilakukan dengan pada tingkat nasional untuk
beberapa cara, antara lain mencapai semua tujuan
melakukan pertemuan yang teratur kegiatan pengendalian
dan berkala di masing-masing atau hepatitis yang telah
antarjenjang administratif. dicanangkan pada tingkat
nasional.
28
b. Menyusun rencana kerja untuk c. Melakukan koordinasi dengan
pencapaian tujuan kegiatan lintas sektor dan lintas
tersebut diatas program terkait dalam
kegiatan pengendalian
c. Menyusun pedoman
d. Melakukan supervisi dan
pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis ke tingkat
pengendalian Hepatitis kabupaten/kota, sehingga
d. Membuat standarisasi kabupaten/kota dapat
kegiatan Hepatitis yang melaksanakan kebijakan yang
dilaksanakan telah ditetapkan secara
e. Pengembangan sumber daya, optimal.
e. Melakukan monitoring dan
baik pada tingkat pusat
evaluasi kegiatan
maupun provinsi pengendalian yang telah
f. Melakukan supervisi dan dilaksanakan oleh
bimbingan teknis ke tingkat kabupaten/kota di provinsi
provinsi atau kabupaten/kota, tersebut.
sehingga semua provinsi dan
kabupaten / kota dapat 3. Tingkat kabupaten/kota
a. Mengembangkan kebijakan
melaksanakan semua
operasional dalam mencapai
kebijakan yang telah tujuan kegiatan pengendalian
ditetapkan. yang telah ditetapkan di
g. Melakukan monitoring dan tingkat kabupaten/ kota.
evaluasi terhadap semua b. Membuat rencana kerja dalam
kegiatan pengendalian pencapaian kegiatan
pengendalian
Hepatitis yang telah
c. Melakukan koordinasi dengan
dilaksanakan oleh semua lintas sektor dan lintas
provinsi, kabupaten/kota di program terkait dalam
seluruh Indonesia. kegiatan pengendalian
d. Melakukan supervisi dan
2. Tingkat provinsi bimbingan teknis ke
a. Mengembangkan kebijakan puskesmas, sehingga
puskesmas dapat
operasional dalam mencapai
melaksanakan kebijakan yang
tujuan kegiatan pengendalian telah ditetapkan secara
yang telah ditetapkan di optimal.
tingkat provinsi. e. Melakukan monitoring dan
b. Menyusun rencana kerja evaluasi kegiatan
dalam pencapaian kegiatan pengendalian yang telah
pengendalian dilaksanakan oleh puskesmas
di kabupaten/kota tersebut.
29
4. Tingkat puskesmas dan fasyankes berpotensi mengurangi bahkan
lainnya menimbulkan kegagalan pencapaian
a. Membuat rencana kerja dalam tujuan dan sasaran. Untuk itu,
pencapaian kegiatan
pemantauan diarahkan guna
pengendalian yang telah
ditetapkan di wilayah kerja mengidentifikasi kualitas
puskesmas. pengelolaan, permasalahan yang
b. Melakukan koordinasi dengan terjadi serta dampak yang
lintas sektor dan lintas ditimbulkannya.
program terkait dalam
kegiatan pengendalian. Penilaian rencana aksi
c. Melakukan supervisi dan
pengendalian hepatitis bertujuan
bimbingan teknis ke tingkat
desa dalam melaksanakan untuk menilai keberhasilan
kegiatan yang telah penyelenggaraan pengendalian
ditetapkan oleh puskesmas. hepatitis di Indonesia. Penilaian
d. Puskesmas melakukan dimaksudkan untuk memberikan
monitoring dan evaluasi bobot atau nilai terhadap hasil yang
kegiatan pengendalian yang dicapai dalam keseluruhan
telah dilaksanakan oleh
pentahapan kegiatan, untuk proses
fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya (BP4, klinik, praktek pengambilan keputusan apakah
dokter swasta) dan desa di suatu kegiatan diteruskan, dikurangi,
wilayah kerja puskesmas dikembangkan atau diperkuat. Untuk
tersebut. itu penilaian diarahkan guna
mengkaji efektifiktas dan efisensi
Dalam mendukung penyelenggaraan
pengelolaan kegiatan.
rencana aksi pengendalian hepatitis
tahun 2015-2019, diperlukan sejumlah
dana sebagaimana terlampir (Lampiran Penilaian kinerja pengendalian
2) hepatitis dilaksanakan berdasarkan
indikator kinerja (Lihat Lampiran 1)
B. Pemantauan dan Penilaian yang telah ditetapkan dalam
Pemantauan dimaksudkan pencapaian sasaran.
untuk mensinkronkan kembali
keseluruhan proses kegiatan agar
sesuai dengan rencana yang
ditetapkan dengan perbaikan segera
agar dapat dicegah kemungkinan
adanya penyimpangan
ketidaksesuaian ataupun yang
30
V. PENUTUP
Rencana aksi pengendalian hepatitis
dalam periode waktu 2015-2019
disusun untuk menjawab dan
memfokuskan upaya pengendalian
hepatitis dalam menghadapi tantangan
strategis di masa depan dan merupakan
acuan dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan
penilaian dalam kurun waktu 5 tahun.
Diharapkan melalui penyusunan rencana
aksi pengendalian hepatitis ini, upaya
pengendalian hepatitis memberikan
kontribusi yang bermakna dalam
menurunkan angka kesakitan dan
kematian penyakit infeksi di Indonesia.

31
Lampiran 1

Matrik Kinerja Rencana Aksi Pengandalian Hepatitis Tahun 2015-2019

Saat ini
2015 2016 2017 2018 2019
No Indikator (2014)
(%) (%) (%) (%) (%)
(%)
1. Persentase NA 20 40 70 90 90
kabupaten/kota
yang melaksanakan
advokasi dan/atau
sosialisasi pengendalian
hepatitis
2. Persentase NA 5 10 30 60 80
kabupaten/kota
yang melaksanakan
deteksi
dini hepatitis pada
kelompok yang paling
berisiko
3. Persentase NA 10 20 40 70 90
kabupaten/kota
yang melaksanakan SKD
KLB hepatitis A dan E
4. Persentase NA 41 62 82 100 100
kabupaten/kota
yang melaksanakan
pengamatan hepatitis
pada
kelompok yang paling
berisiko

32
Lampiran 2

MATRIKS RENCANA KEGIATAN P2 HEPATITIS TAHUN 2015-2019

2015 2016 2017 2018 2019


No IKK OUT PUT KOMPONEN KET
VOL SAT VOL SAT VOL SAT VOL SAT VOL SAT

1.2. Meningkatnya
Kab/Kota yang 1.2.1.% Kab/Kota yang
a. Penyusunan Buku Pedoman
melaksanakan kegiatan melakukan sosialisasi
dan Modul Advokasi dan 3 kali 1 kali 1 kali 0 kali 0 kali 5 kali
Deteksi dini Hepatitis B dan atau advokasi
Sosialisasi Hepatitis
sebesar 80% pada tentang
tahun 2015
b. Peningkatan kapasitas
petugas Pelaksana tingkat 2 angk. 2 angk. 2 angk. 0 angk. 0 angk. 6 angk.
propinsi
c. Pelaksanaan Sosialisasi dan
40 paket 68 paket 119 paket 153 paket 153 paket 534 paket
Advokasi
d. Pengembangan Media KIE
75 paket 103 paket 154 paket 188 paket 188 paket 709 paket
tentang Hepatitis Virus
e. Bimtek/Monev 23 OH 34 OH 34 OH 34 OH 34 OH 159 OH
f. Dukungan untuk
operasionalisasi KOMLI
6 paket 6 paket 6 paket 6 paket 6 paket 30 paket

33
Pengendalian Hepatitis Virus di
Indonesia
g. Pertemuan Evaluasi dan
Perencanaan Program 41 OH 52 OH 52 OH 52 OH 52 OH 249 OH
Pengendalian Diare
h. Peringatan Hari Hepatitis
Sedunia melalui Pemberdayaan
1 Pt 1 pt 1 pt 1 pt 1 pt 5 pt
dan Pengerahan Masyarakat,
Media KIE, Talkshow, dll.

1.2.2.% Propinsi yang


melakukan kegiatan a. Penyusunan pedoman
pemantauan Hepatitis Pemantauan (metodologi,
6 kali 3 kali 3 kali 0 kali 0 kali 12 kali
pada populasi pemeriksaan lab dan kuesioner,
beresikosebesar90% RR)
pada tahun 2019
b. Peningkatan kapasitas
petugas pelaksanaan 122 OH 156 OH 156 OH 156 OH 156 OH 746 OH
pemantauan
c. Dukungan operasional
14 prop 21 prop 28 prop 34 prop 34 prop 131 prop
pelaksanaan pemantauan
d. Dukungan peralatan lab
pelaksanaan pemantauan 16 prop 21 prop 28 prop 34 prop 34 prop 133 prop
(sentrifuge, rotator, BHP, dll)
e. Reagen untuk pemeriksaan
14,000 Org 21,000 Org 28,000 Org 34,000 Org 34,000 Org 131,000 Org
dan biaya pemeriksaan
f. Bantuan pemeriksaan
lanjutan bagi yang positif 700 Org 1,050 Org 1,400 Org 1,700 Org 1,700 Org 6,550 Org
(reagen dan biaya operasional)
g. Pertemuan analisa dan
28 kali 42 kali 56 kali 68 kali 68 kali 262 kali
penulisan laporan
h. Diseminasi informasi hasil 14 lok 42 lok 56 lok 68 lok 68 lok 248 lok
i. Mentoring, bimtek dan Monev 28 0T 42 0T 42 0T 68 0T 68 0T 248 0T
j. Eksternal midterm evaluasi
1 paket paket 1 paket 2 paket
(Evaluasi terkait IKU, IKK Ouput)

I.2.3.% orang yang


terdeteksi HBsAg positif a. Pengembangan buku
yang mendapat pedoman Jejaring Rujukan dan
kanakses upaya 6 kali 6 kali 3 kali 0 kali 0 kali 15 kali
Layanan Hepatitis Virus di
lanjutan sebesar 30% Indonesia
pada tahun 2019

34
b. Sosialisasi Jejaring Rujukan
dan Layanan Hepatitis Virus, 35 lok 35 lok 40 lok 35 lok 35 lok 180 lok
melalui media KIE
c. Dukungan logistik (Reagen,
401 orang 1,882 orang 15,187 orang 79,389 orang 79,389 orang 176,248 orang
BHP, Obat)
d. Dukungan Operasional 401 orang 1,882 orang 15,187 orang 79,389 orang 79,389 orang 176,248 orang
e. Dukungan peralatan untuk
3 buah 10 buah 10 buah 15 buah 15 buah 53 buah
pemeriksaan lanjutan (PCR)

1.2.4.% tenaga
kesehatan yang
mendapatkan Vaksinasi a. Penyusunan Buku Pedoman
Hepatitis B Vaksinasi Hepatitis, bagi Nakes 6 kal 3 kal 3 kal 0 kal 0 kal 12 kal
sebesar100% pada dan Orang Dewasa lainnya
tahun 2019
b. Sosialisasi dan advokasi
1 paket 2 paket 2 paket 35 paket 35 paket 75 paket
melalui media KIE
c. Dukungan Logistik
pelaksanaan Vaksinasi Hepatitis 45,764 orang 91,528 orang 91,528 orang 114,410 orang 114,410 orang 457,638 orang
B bagi nakes paling berisiko
d. Dukungan Operasional
45,764 orang 91,528 orang 91,528 orang 114,410 orang 114,410 orang 457,638 orang
pelaksanaan vaksinasi

1.2.5.% Kab/Kota yang


melaksanakan deteksi a. Penyusunan Buku Pedoman
dini Hepatitis B pada vaksinasi Hepatitis, Nakes dan 6 kal 3 kal 3 kal 0 kal 0 kal 12 kal
bumi sebesar80% pada Orang Dewasa lainnya
tahun 2019
b. Sosialisasi dan advokasi
1 paket 2 paket 2 paket 35 paket 35 paket 75 paket
melalui media KIE
c. Dukungan logistik
pelaksanaan vaksinasi hepatitis 45,764 orang 91,528 orang 91,528 orang 114,410 orang 114,410 orang 457,638 orang
B bagi nakes paling berisiko
d. Dukungan Operasional
45,764 orang 91,528 orang 91,528 orang 114,410 orang 114.410 orang 457,638 orang
pelaksanaan vaksinasi

a. Penyusunan Pedoman dan


1.2.5.% Kab/Kota yang
Modul deteksi dini Hepatitis B,
melaksanakan deteksi
KT HIV dan Pemeriksaan Syphilis
dini Hepatitis B pada 6 kali 3 kali 3 kali 0 kali 0 kali 12 kali
pada ibu hamil, Deteksi dini Hep
bumi sebesar80% pada
B pada nakes dan kelompok
tahun 2019
populasi paling berisiko lainnya.

35
b. Peningkatan kapasitas
Petugas Pelaksana Deteksi Dini
Hep. B.KT HIV dan Pemeriksaan
219 OT 219 OT 219 OT 219 OT 219 OT 1,095 OT
Syphilis pada Bumil; Deteksi
Dini Hep B pada Nakes dan
Kelompok Berisiko
c. Peningkatan kapasitas
Kab/K Kab/K
petugas pelaksana tingkat 15 Kab/Kota 51 Kab/Kota 153 Kab/Kota 460 Kab/Kota 460 1,139
ota ota
Kab/Kota
d. Dukungan Logistik 529,02 1,587,07 2,909,62 2,909,62 8,199,86
264,512 org org org org org org
(Reagen/BHP) 4 1 9 9 6
e. HBIG untuk bayi dari ibu dg
13,226 vial 26,451 vial 79,354 vial 145,841 vial 145,481 vial 409,993 vial
HBsAG

1.2.6.% Kab/Kota yang


melaksanakan deteksi
dini Hepatitis virus a. Pengadaan Media KIE bagi
16,796 org 32,182 org 225,516 org 285,463 org 285,463 org 845,421 org
pada populasi beresiko pop paling berisiko tertular
sebesar 80%
padatahun2019
b. Dukungan Logistik
2,796 org 11,183 org 72,516 org 251,463 org 251,463 org 589,421 org
(Reagen/BHP)
c. Dukungan operasional 2,796 orang 11,183 orang 72,516 orang 251,463 orang 251,463 orang 589,421 orang
d. Dukungan untuk data entry,
dan data analysis dan penulisan 2,796 org 11,183 org 72,516 org 251,463 org 251,463 org 589,421 org
laporan
1.2.7% Orang dengan
a. Pengembangan Pedoman dan
Hepatitis C
Modul, dukungan dan
mendapatkan akses 6 kali 3 kali 3 kali 0 kali 0 kali 12 kali
pendampingan bagi
upaya lanjutan. sebesar
pengidapnya
60% pada tahun 2019
b. Peningkatan kapasitas dalam
memberikan dukungan dan 156 orang 156 orang 156 orang 156 orang 156 orang 780 orang
pendampingan
Peningkatan kapasitas petugas kab/ko kab/ko
102 kab/kota 51 kab/kota 51 kab/kota 307 kab/kota 307 818
pelaksana ta ta
d. Dukungan untuk pemeriksaan
260 orang 1041 orang 4162 orang 14568 orang 14568 orang 34,599 orang
lanjutan
e. Dukungan peralatan untuk
14 buah 14 buah 16 buah 14 buah 14 buah 72 buah
pemeriksaan lanjutan

36
1.2.8.% Kab/Kota yang
a. Penyusunan Pedoman
mampu melaksanakan
Monitoring dan Evaluasi
SKDKLB Hepatitis 3 kali 1 kali 1 kali 0 kali 0 kali 5 kali
Program Pengendalian & Buku
sebesar90% pada
Pedoman SKD
tahun2019
b. Penggandaan Buku Pedoman
1980 buah 1980 buah 3510 buah 7350 buah 7350 buah 22,170 buah
dan Penyebarluasan
c. Peningkatan kapasitas &
Sosialisasi tentang Monev &
Implementasi Pelaksanaan 61 OT 78 OT 78 OT 78 OT 78 OT 373 OT
SKDKLB Diare Tingkat
Nasional
d. Monitoring dan Bimtek
tentang Monev dan SKD KLB 44 OT 44 OT 44 OT 44 OT 44 OT 220 0T
diare
e. Dukungan Media KIE untuk
69 paket 69 paket 120 paket 248 paket 248 paket 752 paket
peningkatan SKD KLB
Lampiran 3

MATRIKS PENDANAAN PENGENDALIAN HEPATITIS TAHUN 2015 – 2019

ALOKASI ANGGARAN BASELINE


(DALAM JUTAAN RUPIAH) TOTAL 5 TH
NO IKK OUT PUT KOMPONEN
(2015-2019)
2015 2016 2017 2018 2019

PENGENDALIAN HEPATITIS 122,590 107,000 155,935 323,83 328,838 1,0038,200


8
I. meningkatnya
I.1.% Kab/Kota yang
Kabupaten/Kota yang
melakukan sosialisasi
melaksanakan
dan atau advokasi
kegiatan Deteksi dini 4,955 8,081 11,534 13,054 13,054 50,679
tentang hepatitis
Hepatitis B sebesar
virus, sebesar 90%
80% pada tahun

37
pada tahun 2019
2015
a. Penyusunan Buku Pedoman
dan Modul Advokasi dan 150 50 50 - - 250
Sosialisasi Hepatitis
b. Peningkatan kapasitas
petugas Pelaksana tingkat 400 300 300 - - 1,000
propinsi
c. Pelaksanaan Sosialisasi dan
1,600 2,720 4,773 6,133 6,133 21,360
Advokasi
d. Pengembangan Media KIE
1,125 1,545 2,315 2,825 2,825 10,635
ttg Hepatitis Virus
e. Bimtek/Monev 136 204 204 204 204 952
f. Dukungan untuk
operasional KOMU 300 450 450 450 450 2,100
Pengendalian Hepatitis
Virus di Indonesia
g. Pertemuan Evaluasi dan
Perencanaan Program 244 312 442 442 442 1,882
Pengendalian Hepatitis
h. Peringatan Hari Hepatitis
Sedunia melalui
Pemberdayaan dan 1,000 2,500 3,000 3,000 3,000 12,500
Pengertian Masyarakat,
Media KIE, Talkshow, dll

I.2.% Provinsi yang

38
melakukan kegiatan
pemantauan Hepatitis
5,357 8,372 15,664 12,975 17,975 60,343
pada populasi
berisiko sebesar 90%
pada tahun 2019
a. Penyusunan Buku Pedoman
Pemantauan (metodologi,
300 150 150 - - 600
pemeriksaan lab dan
kuesioner, RR)
b. Peningkatan kapasitas
petugas pelaksana 854 1,092 1,092 1,092 1,092 5,222
pemantauan
c. Dukungan Operasional
700 1,050 1,400 1,700 1,700 6,550
pelaksanaan operasional
d. Dukungan peralatan lab
1,200 1,575 2,100 2,550 2,550 9,975
pelaksanaan pemantauan
(Sentrifuge, rotator, BHP,
dll)
e. Reagen untuk pemeriksaan
910 1,365 1,820 2,210 2,210 8,515
dan biaya pemeriksaan
f. Bantuan pemeriksaan
lanjutan bagi yang positif 525 788 1,050 1,275 1,275 4,913
(reagen dan biaya
operasional)
g. Pertemuan analisa dan
280 420 560 1,020 1,020 3,300
penulisan laporan
h. Diseminasi informasi hasil 560 1,680 2,240 2,720 2,720 9,920
i. Mentoring, Bimtek dan
28 252 252 408 408 1,348
Monev
j. Ekstemal midterm evaluasi
(Evaluasi terkait IKU, IKK, - 5,000 - 5,000 10,000

39
output)
I.3.% Orang yang
terdeteksi HBsAg
positif yang
169,89
mendapatkan akses 9,307 29,280 51,209 169,892 429,579
2
upaya lanjutan,
sebesar 30% pada
tahun 2019
a. Pengembangan buku
pedoman Jejaring Rujukan
300 300 150 - - 750
dan Layanan Hepatitis Virus
di Indonesia
b. Sosialisasi Jejaring Rujukan
dan Layanan Hepatitis dan 875 875 1,000 1,400 1,400 5,550
Layanan
Hepatitis Virus, melalui
media KIE
c. Dukungan logistic (Reagen, 119,08
602 2,823 22,781 119,084 264,372
BHP, Obat) 4
d. Dukungan operasional 30 282 2,278 11,908 11,908 26,407
e. Dukungan peralatan untuk
7,500 25,000 25,000 37,500 37,500 132,500
pemeriksaan lanjutan (PCR)
I.4.% Tenaga
Kesehatan yang
mendapatkan
8,637 18,197 18,198 25,810 25,810 96,652
vaksinasi Hepatitis B
sebesar 100% pada
tahun 2019
a. Penyusunan Buku Pedoman

40
vaksinasi Hepatitis bagi
300 150 150 - - 600
Nakes dan orang Dewasa
lainnya
b. Sosialisasi dan advokasi
100 200 200 3,500 3,500 7,500
melalui media KIE
c. Dukungan Logistik
pelaksanaan vaksinasi 7,780 15,559 15,560 19,450 19,450 77,798
Hepatitis B bagi nakes
paling berisiko
d. Dukungan Operasional
458 2,288 2,288 2,860 2,860 10,754
pelaksanaan vaksinasi
I.5.% Kab/Kota yang
melakukan deteksi
dini Hepatitis B pada 52,718 52,718
bumil sebesar 80%
pada tahun 2019
a. Penyusunan Pedoman dan
Modul deteksi dini Hepatitis
B, KT HIV dan Pemeriksaan
Syphilis pada ibu hamil,
300 150 150 - - 600
Deteksi dini Hepatitis B
pada nakes dan kelompok
populasi paling berisiko
lainnya.
b. Peningkatan kapasitas
Petugas Pelaksana Deteksi
Dini Hepatitis B, KT HIV dan
Pemeriksaan Syphilis pada
1,314 1,314 1,314 1,533 1,533 7,008
Bumi; Deteksi Dini Hepatitis
B pada Nakes dan
Kelompok Berisiko lainnya

41
tingkat Propinsi
c. Peningkatan kapasitas
petugas pelaksanaan 900 3,825 11,475 23,000 23,000 62,200
tingkat kab/kota
d. Dukungan logistic (Reagen/ 101,83
17,193 34,387 103,160 101,837 358,414
BHP) 7
e. HBIG untuk bayi dari ibu 279,32
25,393 50,786 152,359 249,324 787,187
dengan HBsAG pos 4
f. Dukungan operasional 4,166 11,110 33,328 61,102 61,102 170,808
g. Dukungan untuk data entry
dan data analysis dan 278 555 1,666 4,583 4,583 11,665
penulisan laporan
h. Penggandaan Media KIE 3,122 2,116 6,348 7,935 7,935 27,457
i. Mentoring pelaksanaan,
52 612 1,836 2,142 2,142 6,784
Bimtek dan Moven

I.6.% Kab/Kota yang


melakukan deteksi
dini Hepatitis virus
308 1,234 8,089 25,568 25,568 60,767
pada populasi
beresiko sebesar 80%
pada tahun 2019
a. Penggandaan Media KIE
bagi pop paling beresiko 67 161 1,278 1,427 1,427 4,210
tertular
b. Dukungan Logistik (Reagen/
210 839 5,439 18,860 18,860 44,207
BHP)

42
c. Dukungan Operasional 28 224 1,450 5,029 5,029 11,760
d. Dukungan untuk data entry,
dan data analysis dan 3 11 73 251 251 589
penulisan Iaporan
-
I.7.% Orang dengan
Hepatitis C
mendapatkan akses
39,361 39,927 47,268 69,282 69,282 265,119
upaya lanjutan,
sebesar 60% pada
tahun 2019
a. Pengembangan Pedoman
dan Modul, dukungan dan
300 150 150 - - 600
pendampingan bagi
pengidapnya
b. Peningkatan kapasitas
dalam memberikan
936 936 936 936 936 4,680
dukungan dan
pendampingan
c. Peningkatan kapasitas
3,060 3,060 3,060 18,420 18,420 46,020
petugas pelaksana
d. Dukungan untuk
65 781 3,122 10,926 10,926 25,819
pemeriksaan lanjutan
e. Dukungan peralatan untuk
35,000 35,000 40,000 35,000 35,000 180,000
pemeriksaan lanjutan
f. Pengembangan metode KIE - - - 4,000 4,000 8,000

I.8.% Kab/Kota yang

43
mampu
melaksanakan SKD
1,947 1,909 3,973 7,258 7,257 22,343
KLB Hepatitis sebesar
90% pada tahun
2019
a. Penyusunan Pedoman dan
Monitoring dan Evaluasi
210 70 70 - - 350
Program Pengendalian &
Buku Pedoman SKD
b. Penggandaan Buku
Pedoman dan 79 79 140 294 294 887
penyebarluasan
c. Peningkatan Kapasitas &
Sosialisasi tentang Monev & 366 468 468 468 468 2,238
Implementasi
Pelaksanaan SKD KLB
Hepatitis Tingkat Nasional
d. Mentoring dan Bimtek
tentang Monev dan SKD KLB 264 264 308 308 308 1,452
Hepatitis
e. Dukungan Media KIE untuk
1,028 1,028 2,987 6,188 6,187 17,417
peningkatan SKD KLB

44
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007,
Kementerian Kesehatan Rl, Jakarta 2007.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013,
Kementerian Kesehatan Rl, Jakarta 2014
Departemen Kesehatan Rl, Keputusan Menteri Kesehatan Rl no.
1116/MENKES/SK/VIII/2003. Tahun 2004. Jakarta
Departemen Kesehatan Rl. Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010, Penyakit menular
tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan Tahun
2011. Jakarta
Departemen Kesehatan Rl. Undang Undang nomor 4 Tahun 1984. Tahun 1985.
Tentang Wabah Penyakit Menular. Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Dasar, Pedoman Manajemen Puskesmas,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2012.
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Dasar. Pedoman Pengobatan di
Puskesmas, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2007.
Direktorat Jenderal PP dan PL Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman
Epidemilogi Penyakit), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Edisi Revisi
Tahun 2011. Jakarta 2011.
Direktorat Jenderal PP dan PL. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2014.
Kementerian Kesehatan Rl. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Survei
kesehatan dasar tahun 2007. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta (Indonesia).
2008.
Keputusan Menteri Kesehatan Rl Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang
Rencana Strategi Kementerian Kesehatan tahun 2015 - 2019
Peraturan Prediden Rl nomor 2 tahun 2015 Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015 – 2019.
Peraturan Presiden Rl nomor 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
Undang Undang no 24 tahun 2011 tentang BPJS.

45

Anda mungkin juga menyukai