Anda di halaman 1dari 20

PETUNJUK TEKNIS

LAYANAN REHIDRASI ORAL AKTIF

Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung

Tahun 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ijinNya
akhirnya tersusun buku Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral
(LRO). Dalam proses penyusunan buku ini terlibat para ahli,
akademisi, lintas program dan lintas sector terkait.
Petunjuk Tekni ini merupakan acuan petugas dalam melaksanakan
Layanan Rehidrasi Oral Aktif. Dengan adanya petunjuk teknis ini
diharapkan petugas dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatanh
kabupaten/kota, dan puskesmas mampu melakukan manajemen dan
melaksanakan kegiatan Layanan Rehidrasi Oral sesuai dengan
ketentuan, sekaligus meningkatkan pengetahuan, serta membangun
sikap dan perilaku positif masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan diare.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam Penyusunan Petunjuk
Teknis Layanan Rehidrasi Oral ini, semoga Allah SWT meridhoi
usaha kita semua dalam pengendalian diare di Indonesia.

Jakarta, Juli 2015


Direktur Jenderal PP dan PL,

dr. H.M. Subuh, MPPM


NIP. 196201191989021001

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif i


TIM PENYUSUN

Pengarah : dr. Sigit Priohutomo, MPH (Direktur PPML, Ditjen


PP dan PL)

Editor : dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D


Naning Nugrahini, SKM, MKM

Kontributor : 1. Naning Nugrahini, SKM, MKM (Kasubdit


Diare dan ISP, Direktorat PPML)
2. Eli Winardi, SKM, MKM (Kasi Standarisasi,
Subdit Diare dan ISP)
3. dr. Yullita Evarini Y, MARS (Kasi Bimbingan
dan Evaluasi, Subdit Diare dan ISP)
4. Dr. dr. Badriul Hegar, SPA (K), FK UI - RSCM
5. dr. Laila Mahmudah (Subdit Bina
Kelangsungan Hidup Anak Balita dan Pra
Sekolah)
6. dr. Yunita Rina Sari (Subdit Bina
Kelangsungan Hidup Bayi)
7. dr. Zakiah Dianah (Subdit Penyehatan Air
dan Sanitasi Dasar)
8. Reniwita Sinaga, AMK (Puskesmas
Kecamatan Cempaka Putih)
9. Yunas Tarama (Puskesmas Kecamatan
Cempaka Putih)
10. dr. Toni Wandra, M.Kes, Ph.D (Ketua Prodi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Direktorat Pascasarjana, Universitas Sari
Mutiara Indonesia)
11. Ananta Rahayu, SKM, MKM (Subdit Diare
dan ISP)
12. Emita Ajis, SKM, MPH (Subdit Diare dan ISP)

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif iii


13. Lasmaria Marpaung, SKM (Subdit Diare dan
ISP)
14. Muh Purwanto, SKM, MKM (Subdit Diare dan
ISP)
15. dr. Nurindah Sri Lestari (Subdit Diare dan
ISP)
16. dr. Pratono (Subdit Diare dan ISP)
17. Retno Trisari, SKM (Subdit Diare dan ISP)
18. dr. Sondang Maryutka Sirait, Sp.PK (BBLK
Jakarta)
19. Windy Oktavina, SKM, M.Kes (Subdit Diare
dan ISP)
20. Yulistin Ismayati, SKM (Subdit Diare dan ISP)
21. Yusmariami, SKM (Subdit Diare dan ISP)

Sekretariat : Arman Zubair, SAP


Lilis Budiarti,S.Sos

iv Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif


DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ……………………………………………………… i
Tim Penyusun ……………………………………………………….. iii
Daftar Isi ……………………………………………………………… v
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ……………………………………….. 1
B. Tujuan …………………………………………………. 3
C. Sasaran ……………………………………………….. 3
D. Dasar Hukum …………………………………………. 3
BAB II. PENANGANAN DIARE…………………………………… 5
A. Klasifikasi Diare ………………………………………. 5
B. Prinsip Penanganan Diare pada Anak …………….. 9
C. Prosedur Penanganan Diare ……………………….. 13
D. Rujukan Diare ………………………………………… 17
E. Perencanaan Obat Program ………………………... 18
BAB III. LAYANAN REHIDRASI ORAL AKTIF…………………… 21
A. Pengertian Layanan Rehidrasi Oral Aktif …………. 21
B. Kebijakan Layanan Rehidrasi Oral Aktif …………… 21
C. Strategi Layanan Rehidrasi Oral Aktif……………… 21
D. Fungsi Layanan Rehidrasi Oral Aktif ………………. 22
E. Sarana dan Prasarana Layanan Rehidrasi Oral Aktif 22
F. Kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif ……………. 24
G. Pencatatan dan Pelaporan Layanan Rehidrasi Oral
Aktif…………………………………………………….. 26
H. Evaluasi Layanan Rehidrasi Oral Aktif ……………. 28
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 29
LAMPIRAN
Contoh Tanya Jawab Seputar Rehidrasi Oral …………………… 30
Form Pencatatan dan Pelaporan…………………………………... 35

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif v


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampai dengan saat ini, Diare masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia khususnya pada bayi dan
balita. Menurut WHO dan UNICEF, setiap tahunnya terjadi
sekitar 2 milyar kasus diare di dunia, dan sekitar 1,9 juta anak
balita diantaranya meninggal. Sebagian besar kasus diare
terjadi di negara berkembang. Dari semua kematian anak balita
karena diare, 78% terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Di
Indonesia, diare merupakan penyebab nomor satu (proporsi)
kematian bayi (31,4%) dan kematian balita (25,2%) serta
penyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam
kelompok penyakit menular (Riskesdas 2007).
Pada tahun 2013, period prevalen diare untuk seluruh kelompok
umur di Indonesia sebesar 7.0%. Lima provinsi dengan period
prevalen dan insiden diare tertinggi, yaitu Papua (14,7% dan
6,3%), Nusa Tenggara Timur (10,9% dan 4,3%), Sulawesi
Selatan (10,2% dan 5,2%), Sulawesi Barat (10,1% dan 4,7%),
dan Sulawesi Tengah (8,8% dan 4,4%). Semakin rendah kuartil
indeks kepemilikan, semakin tinggi proporsi diare pada
penduduk. Petani/nelayan/buruh mempunyai proporsi tertinggi
(7,1%), jenis kelamin dan tempat tinggal menunjukkan proporsi
yang tidak jauh berbeda.
Insiden diare balita di Indonesia sebesar 6,7%. Lima provinsi
dengan insiden diare pada balita tertinggi adalah Aceh (10,2%),
Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan
Banten (8,0%). Anak balita merupakan kelompok umur paling
tinggi menderita diare, terutama 12-23 bulan (7,6%), laki-laki
(5,5%), tinggal di daerah pedesaan (5,3%), dan kelompok kuintil
indeks kepemilikan terbawah (6,2%) (Riskesdas, 2013).

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif 1


Berdasarkan laporan Ditjen PP dan PL, Kemenkes RI tahun
2014, angka kematian diare (Case Fatality Rate=CFR) diare
pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB) tahun 2013 sebesar 1,11%,
dan tahun 2014 sebesar 1,14%. Case Fatality Rate ini masih di
atas target nasional yang telah ditetapkan (<1%). Tingginya
angka kematian diare ini menunjukkan bahwa Sistem
Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) belum terlaksana dengan
baik.
Tingginya angka kematian diare merupakan masalah yang perlu
menjadi perhatian semua pihak. Teknologi sederhana dan tepat
guna dalam penanggulangan diare, yaitu dengan pemberian
cairan (rehidrasi) dan tablet zinc pada balita sangat diperlukan
dalam menurunkan angka kematian. Pada tahun 2014, WHO-
UNICEF merekomendasikan bahwa pemberian oralit dan tablet
zinc, pemberian ASI dan makanan serta antibiotika selektif
merupakan bagian utama dari manajemen diare.
Penyediaan fasilitas “Pojok Oralit” di puskesmas merupakan
salah satu upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian
diare, dan sarana bagi petugas kesehatan dalam melakukan kegiatan
konseling atau Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) untuk
meningkatkan pengetahuan, serta membangun sikap dan perilaku positif
masyarakat untuk berperan aktif dalam penanggulangan diare pada bayi
dan balita.
Namun kenyataannya cakupan pemberian oralit di masyarakat
masih rendah, yaitu sebesar 33,3% dan cakupan pemberian
tablet zinc hanya 16,9% (Riskesdas, 2013). Penanganan diare di
puskesmas juga masih banyak yang belum sesuai dengan
standar. Hasil pengamatan Ditjen PP dan PL di 40 puskesmas di
10 provinsi tahun 2012, menunjukkan bahwa penggunaan oralit
sebesar 86,5%, penggunaan tablet zinc 22%, penggunaan
antibiotik tidak rasional 81,8%, dan penggunaan anti diare 8,8%.
Hasil pengamatan pada tahun 2014, pelaksanaan pojok oralit
belum sesuai dengan yang diharapkan, dan jumlah pojok oralit
yang tersedia di puskesmas masih rendah.

2 Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif


Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya upaya
peningkatan layanan rehidrasi oral di fasyankes khususnya
puskesmas. Salah satu upaya tersebut adalah dengan
mengganti istilah “Pojok Oralit” menjadi “Layanan Rehidrasi Oral
Aktif (LROA)”. Mengingat LROA juga merupakan salah satu
indikator kegiatan pengendalian diare, maka buku ini perlu
disusun sebagai petunjuk teknis dalam pelaksanaan LROA di
Indonesia. Indikator pengendalian diare di Indonesia adalah
sebesar 90% kabupaten/kota yang mempunyai layanan rehidrasi
oral aktif pada tahun 2019.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Terlaksananya kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif di
Puskesmas sesuai dengan ketentuan.

2. Tujuan khusus
a. Penanggung jawab/pengelola program/kegiatan pengendalian
diare di dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota mampu melakukan manajemen dan
meningkatkan jumlah LROA di Puskesmas minimal sesuai
dengan target yang telah ditetapkan.
b. Petugas puskesmas mampu melaksanakan kegiatan LROA
di puskesmas sesuai dengan ketentuan (petunjuk teknis).

C. Sasaran
Penanggung jawab/pengelola program/kegiatan pengendalian
diare di dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan
kabupaten/kota, dan petugas puskesmas.

D. Dasar Hukum
1. UU. No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Thn 1984 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3273).

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif 3


2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4. Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019.
5. Permenkes No. 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa (KLB).
6. Permenkes No. 741/Menkes/per.VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kab/Kota.
7. Kepmenkes No. 828/Menkes.SK/IX/2008 tentang Petunjuk
Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kab/Kota.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular (Berita Negara Republik
Indonesia tahun 2010 Nomor 1755)
9. Kepmenkes No. HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019.

4 Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif


BAB II
PENANGANAN DIARE

A. Klasifikasi Diare
1. Diare akut
Buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya
(pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan konsistensi
cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.
a. Etiologi
Secara klinis penyebab diare akut dibagi dalam 4 kelompok
yaitu infeksi, malabsorbsi, keracunan makanan, dan diare
terkait penggunaan antibiotika. Infeksi dapat disebabkan
oleh bakteri, virus, fungi, parasit (protozoa, cacing). Dari
berbagai penyebab tersebut, yang sering ditemukan adalah
diare yang disebabkan oleh infeksi virus (Bagan 1).

Bagan 1. Etiologi Diare Akut

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif 5


b. Patofisiologi
1) Diare sekretorik
Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus yang terjadi akibat gangguan absorpsi
natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi
klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh
sebagai tinja cair.
Diare sekretorik ditemukan pada diare yang
disebabkan oleh infeksi bakteri akibat rangsangan
pada mukosa usus oleh toksin, misalnya toksin
Escherichia coli atau Vibrio cholerae 01.
2) Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat
dilalui oleh air dan elektrolit dengan cepat untuk
mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dan cairan intrasel. Oleh karena itu, bila di lumen usus
terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit
diserap akan menyebabkan diare.

2. Diare bermasalah
Diare bermasalah terdiri dari disentri, diare berkepanjangan
(prolonged diarrhea), diare persisten/kronik, diare dengan gizi
buruk (malnutrisi), dan diare dengan penyakit penyerta.
a. Disentri
1) Batasan
Diare berdarah tidak selalu disentri, tidak selalu karena
infeksi, bisa alergi pada bayi, IBD (Inflammatory Bowel
Disease). Disentri adalah diare dengan darah dan
lendir dalam tinja, dapat disertai dengan adanya
tenesmus. Disentri berat adalah disentri yang disertai
dengan komplikasi.

6 Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif


2) Etiologi dan Epidemiologi
Di Indonesia penyebab Disentri adalah Shigella sp,
Salmonella sp, Campylobacter jejuni, E.coli, dan
Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya
disebakan oleh Shigella dysentriae, Shigella flexneri,
Salmonella dan Entero Invasive E.Coli (EIEC).
3) Patogenesis
Faktor risiko kejadian beratnya disentri antara lain gizi
kurang, usia sangat muda, tidak mendapat ASI,
menderita campak dalam 6 bulan terakhir, mengalami
dehidrasi, serta penyebab disentrinya, misalnya
Shigella sp yang menghasilkan toksin dan/atau
multiple drug resistent.
Pemberian spasmolitik memperbesar kemungkinan
terjadinya megakolon toksik. Pemberian antibiotika
pada disentri yang disebabkan oleh kuman yang telah
resisten terhadap antibiotika akan memperberat
manifestasi klinis dan memperlambat sekresi kuman
dalam feses penderita.
4) Gambaran klinis
Disentri umumnya diawali oleh diare cair, kemudian
pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah
dengan atau tanpa lendir, sakit perut yang diikuti
tenesmus, panas disertai hilangnya nafsu makan dan
badan terasa lemah. Pada saat tenesmus terjadi, pada
kebanyakan penderita akan mengalami penurunan
volume diare dan mungkin tinja hanya berupa darah
dan lendir. Pada kondisi seperti ini perlu dipikirkan
kemungkinan invaginasi terutama pada bayi. Gejala
Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat menyertai
disentri. Disentri dapat menimbulkan dehidrasi, dari
yang ringan sampai dengan dehidrasi berat, walaupun
kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif 7


diare cair akut. Komplikasi disentri dapat terjadi lokal di
saluran cerna, maupun sistemik.
b. Kolera
Gejala/tanda kolera, yaitu diare terus menerus, tinja cair
seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai mual
dan muntah pada awal penyakit.
Seseorang dicurigai kolera apabila:
1) Berumur >5 tahun menjadi dehidrasi berat karena
diare akut secara tiba-tiba (biasanya disertai mual dan
muntah), tinjanya cair seperti air cucian beras, tanpa
rasa sakit perut/mulas.
2) Diare akut pada umur >2 tahun di daerah yang
terjangkit KLB kolera.
Diagnosis kolera ditegakkan dengan pemeriksaan
laboratorium.
c. Diare berkepanjangan (prolonged diarrhea)
Diare yang berlangsung lebih dari 7 hari dan kurang dari 14
hari. Penyebab berbeda dengan diare akut. Pada keadaan
ini kita tidak lagi memikirkan infeksi virus melainkan infeksi
bakteri, parasit, malabsorpsi, dan beberapa penyebab lain
dari diare persisten.
d. Diare persisten/diare kronik
1) Batasan
Diare persisten atau diare kronik adalah diare dengan
atau tanpa disertai darah, dan berlangsung selama 14
hari atau lebih. Bila sudah terbukti disebabkan oleh
infeksi disebut sebagai diare persisten.
2) Etiologi
Sesuai dengan batasan bahwa diare persisten atau
diare kronik adalah diare akut yang menetap, dengan
sendirinya etiologi diare persisten atau diare kronik
merupakan kelanjutan dari diare akut.

8 Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif


e. Diare dengan gizi buruk
Gizi buruk yang dimaksud adalah gizi buruk tipe
marasmus atau kwarsiorkor, yang secara nyata
mempengaruhi perjalanan penyakit dan tatalaksana
(penanganan) diare yang muncul. Diare yang terjadi pada
gizi buruk cenderung lebih berat, lebih lama dan dengan
angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
diare pada anak dengan gizi baik. Walaupun pada
dasarnya penanganan diare pada gizi buruk sama dengan
pada anak dengan status gizi baik, tetapi ada beberapa
hal yang perlu mendapat perhatian.

f. Diare dengan penyakit penyerta


Anak yang menderita diare (diare akut atau diare
persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain.
Penanganan pada penderita selain berdasarkan acuan
baku penanganan diare juga tergantung dari penyakit
yang menyertai.

Penyakit yang sering terjadi bersamaan dengan diare:


 Infeksi saluran pernapasan (bronkhopneumonia,
bronkhiolitis, dan lain-lain)
 Infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis, dan lain-
lain)
 Infeksi saluran kemih
 Infeksi sistem lain (sepsis, campak, dan lain-lain)
 Kurang gizi (gizi buruk, kurang vitamin A, dan lain-lain)

B. Prinsip Penanganan Diare pada Anak


Prinsip penanganan diare pada anak adalah Lintas Diare (Lima
Langkah Tuntaskan Diare), yaitu: Langkah 1. Pemberian oralit
osmolaritas rendah; Langkah 2. Pemberian zinc; Langkah 3.
Pemberian ASI/Makanan; Langkah 4. Pemberian antibiotik hanya
atas indikasi; dan Langkah 5. Pemberian nasihat.

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif 9


1. Pemberian oralit osmolaritas rendah
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah dengan memberikan oralit. Bila tidak tersedia, berikan
lebih banyak cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah
sayur, kuah sup, sari buah, air teh, dan air matang.
Jenis cairan yang digunakan tergantung pada:
 Kebiasaan masyarakat setempat dalam mengobati diare
 Tersedianya cairan/sari makanan yang cocok
 Jangkauan pelayanan kesehatan
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus
segera dibawa ke petugas/fasilitas kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan rehidrasi yang cepat dan tepat.

Cara Menyiapkan Oralit:


 Cuci tangan sebelum menyiapkan.
 Lihat kemasan dan masa berlaku oralit.
 Siapkan 1 gelas (200 cc) air matang.
 Gunting ujung pembungkus oralit.
 Masukkan seluruh isi oralit kedalam gelas yang berisi air
tersebut
 Aduk hingga bubuk oralit larut.
 Siap untuk diminum.

Cara Memberikan Oralit:


 Anak umur <1 tahun diberikan 50-100 cc cairan oralit setiap
kali buang air besar (BAB).
 Anak umur >1 tahun diberikan 100-200 cc cairan oralit setiap
kali BAB.

2. Zinc
Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami
defisiensi Zinc. Bila anak diare, akan kehilangan zinc
bersama tinja, menyebabkan defisiensi menjadi lebih berat.

10 Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif


Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh
memerlukan zinc sebagai ko-faktornya, termasuk enzim
superoksida dismutase.
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi
lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja, dan menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai
efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan
diare sebanyak 11%. Berdasarkan hasil salah satu pilot studi
menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna
sebesar 67%. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka
semua anak dengan diare diberikan zinc segera mungkin.

Cara Memberikan Zinc:


 Pastikan semua anak yang diare mendapatkan obat zinc
selama 10 hari berturut-turut.
 Dosis obat zinc (1 tablet=20mg)
- Umur <6 bulan, diberikan 10mg (½ tablet) zinc per hari.
- Umur >6 bulan, diberikan 20 mg (1 tablet) zinc per hari.
 Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI
(tablet mudah larut, ± 30 detik) segera berikan kepada anak.
 Bila anak muntah ±10 menit setelah pemberian obat zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih
kecil yang dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan
infus, tetap berikan obat zinc sesegera mungkin setelah anak
bisa minum/makan.

3. Pemberian ASI/Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar
tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering

Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif 11


diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih
sering daripada biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah
mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang
mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah
diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
anak.
4. Pemberian antibiotik hanya atas indikasi
Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin, karena
kecilnya kejadian diare yang memerlukannya (8,4%).
Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare
berdarah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera,
dan infeksi-infeksi di luar saluran pencernaan yang berat,
seperti pneumonia. Obat-obatan “anti-diare” tidak boleh
diberikan pada anak yang menderita diare, karena terbukti
tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi
ataupun meningkatkan status gizi anak. Obat anti-protozoa
digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
5. Pemberian nasehat
Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita
harus diberi nasihat tentang:
a. Cairan (oralit) dan obat zinc di rumah.
b. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas
kesehatan:
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan atau minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.

12 Petunjuk Teknis Layanan Rehidrasi Oral Aktif

Anda mungkin juga menyukai