Editorial
Dewan Redaksi
Alamat Redaksi:
Poltekkes Jambi, JL H Agus Salim No 09 Kota Baru Jambi, 0741-445450
journal@poltekkesjambi.ac.id
i
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health)
DAFTAR ISI
Editorial ........................................................................................................................................... i
Daftar Isi .......................................................................................................................................... ii
Ketentuan Penulisan Jurnal Ilmiah ................................................................................................... iv
1. Prevalensi Malaria pada Daerah Endemis Orang Rimba Provinsi Jambi ................................ 1
Menggunakan Pemeriksaan Mikroskopis
Ade Suryaman, Chairil Anwar, Dwi Handayani, Sulfa Esi Warni
Irsan Saleh, Dalillah, Gita Dwi Prasasty
2. Pijat Refleksi Berpengaruh Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi ....................... 5
di Klinik ATGF 8 Palembang
Lukman, Sumitro Adi Putra, Elba Habiburrahma,
Sukma Wicaturatmashudi, Rumentalia Sulistini, Ismar Agustin
6. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Perdarahan Postpartum Primer .............. 92
di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Tahun 2019
Rosmaria Br. Manik, Yuni Susanti
8. Pengaruh Senam Diabetes Terhadap Nilai Ankle Brachial Index (ABI) ................................. 102
Penderita Diabetes Mellitus
Kaimuddin, Selamat
10. Komunitas Nyamuk Tertangkap Di Betung Bedarah-Tebo Jambi Tahun 2017 ...................... 115
Maas M Maloha, Fitri Riyanti
ii
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health)
PERSYARATAN UMUM
Naskah diketik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan lay out kertas A4, batas tepi 3 cm,
jarak 1 spasi, menggunakan huruf Times New Roman. Abstrak dan naskah ditulis dengan ukuran 12, daftar
pustaka dengan ukuran 11. Naskah tidak menggunakan catatan kaki di dalam teks, panjang naskah 5-15
halaman termasuk tabel dan gambar. File diketik menggunakan aplikasi Microsoft Word (versi 2010 atau
2013). Naskah harus sudah sampai di sekretariat redaksi selambat-lambatnya tanggal 31 April untuk edisi
Mei dan 31 Oktober untuk edisi November.
Pengiriman naskah dilakukan melalui website www.journal.poltekkesjambi.ac.id (Jurnal Bahana
Kesehatan Masyarakat) dengan registrasi terlebih dahulu.
Peneliti utama harus melampirkan lembar pernyataan (1 lembar per penelitian) bahwa penelitian yang
dilakukan bukan plagiat dan belum pernah dipublikasikan di media manapun yang ditandatangani di atas
materai Rp. 6000,-. Setiap peneliti juga melampirkan lembar validasi penelitian (1 lembar per-peneliti) yang
ditandatangani oleh pimpinan institusi serta melampirkan Ethical Clearence.
PERSYARATAN KHUSUS
ARTIKEL KUPASAN (REVIEW)
Artikel harus mengupas secara kritis dan komprehesif perkembangan suatu topik berdasarkan temuan-
temuan baru yang didukung oleh kepustakaan yang cukup dan terbaru, sistematika penulisan artikel kupasan
terdiri dari: Judul Artikel, Nama Penulis (ditulis di bawah Judul dan tanpa gelar), Abstrak, Pendahuluan
(berisi latar balakang dan Tujuan Penulisan), Metode (berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel
atau subjek penelitian, bahan penelitian, tehnik pengumpulan dan tehnik analisa data), Hasil dan pembahasan
yang berisikan tabel atau grafik dan hasil uji statistik kemudian dibahas. Kesimpulan berisi tentang
kesimpulan atas isi bahasan yang disajikan pada bagian inti dan saran yang sejalan dengan kesimpulan),
ucapan terima kasih (bila diperlukan) serta rujukan
Naskah terdiri atas judul dan nama penulis lengkap dengan nama institusi dan alamat korespodensi
diikuti oleh abstrak (dengan kata kunci), Pendahuluan, metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan
Terima Kasih bila diperlukan serta Daftar Pustaka.
JUDUL (TITLE)
Judul harus informatif dan deskriptif (maksimum 20 kata). Judul dibuat memakai huruf kapital dan
diusahakan tidak mengandung singkatan. Nama lengkap penulis ditulis tanpa gelar dan nama institusi tempat
afiliasi masing-masing penulis yang disertai dengan alamat korespodensi.
ABSTRAK (ABSTRACT)
Abstrak merupakan sari tulisan yang meliputi latar belakang riset secara ringkas, tujuan, metode, hasil
dan simpulan riset panjang abstrak maksimum 250 kata dan disetai kata kunci. Abstrak daan kata kunci dibuat
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
iii
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health)
PENDAHULUAN (INTRODUCTION)
Justifikasi tentang subjek yang dipilih didukung dengan pustaka yang ada. Harus diakhiri dengan
menyatakan apa tujuan tulisan tersebut
METODE (METHOD)
Harus detil dan jelas sehingga orang yang berkompeten dapat melakukan riset yang sama (repeatable
dan reproduceable). Jika metode yang digunakan telah diketahui sebelumnya pustaka yang diacu harus
dicantumkan. Spesifikasi bahan harus detil agar orang lain mendapat informasi tentang cara memperoleh
bahan tersebut
Hasil dan pembahasan dirangkai menjadi satu pada bab ini dan tidak dipisahkan dalam sub bab lagi.
Melaporkan apa yang diperoleh dalam eksperimen/percobaan diikuti dengan analisis atau penjelasannya.
Tidak menampilkan data yang sama sekaligus dalam bentuk tabel dan grafik. Tabel ditulis dengan huruf
Times New Roman ukuruan 8 atau 9 tanpa garis tegak. Gambar tanpa warna/hitam putih. Bila mencantumkan
diagram, gunakan diagram lingkaran atau batang dengan arsir/gradasi hitam putih. Tidak mengulang data
yang disajikan dalam tabel atau grafik satu persatu, kecuali untuk hal-hal yang menonjol. Membandingkan
hasil yang diperoleh dengan data pengetahuan (hasil riset orang lain) yang sudah dipublikasikan.
Menjelaskan implikasi dari data ataupun informasi yang diperoleh bagi ilmu pengetahuan ataupun
pemanfaatannya (aspek pragmatisnya).
KESIMPULAN (CONCLUSION)
Berisi kesimpulan atas isi bahasan yang disajikan pada bagian inti dan saran yang sejalan dengan
kesimpulan
Dibuat ringkas sebagai ungkapan terima kasih kepada pihak yang membantu riset, penelaahan naskah,
atau penyedia dana riset.
Pustaka yang disitir dalam teks naskah jurnal harus dicantumkan semua di daftar pustaka dengan
mengacu gaya Vancouver. Rujukan ditampilkan dalam bentuk angka yang diurutkan sesuai kemunculannya
di dalam naskah. Minimal menggunakan 10 referensi ilmiah dan diharapkan menggunakan referensi terkini.
iv
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat
(Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
p-ISSN: 2580-0590/ e-ISSN: 2621-380X 2020
: doi: https://doi.org/10.35910/jbkm.v4i1.265
ABSTRAK
Latar Belakang: Malaria masih menjadi masalah kesehatan dunia dengan angka tertinggi terjadi di wilayah tropis dan
subtropis salah satunya di Indonesia. Orang Rimba merupakan suku terasing yang tinggal di pedalaman hutan Provinsi
Jambi yang keberadaan banyak terkonsentrasi pada daerah Taman Nasional Bukit Duabelas dan sebelah utara di Taman
Nasional Bukit Tigapuluh. Administrasi kependudukan mereka tidak teregistrasi, dengan budaya nomaden menjadikan
dokumentasi status kesehatan menjadi sulit. Terbatasnya transportasi, tempat tianggal di dalam hutan, pendidikan rendah,
lingkungan tinggal yang buruk, serta tingkat sosial dan tingkat ekonomi yang rendah akan mengakibatkan risiko tinggi
angka kejadian malaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi malaria pada daerah endemis Orang Rimba
di Sungaiterap Desa Jelutih Kec. Batin XXIV Kab. Batang Hari Provinsi Jambi.
Metode: Penelitian ini berjenis deskriptif observasional dengan desain survei. Adapun sampel pada penelitian ini ialah
seluruh Orang Rimba yang bersedia menjadi responden di Sungai Terap Desa Jelutih Kec. Batin XXIV Kab. Batang Hari
Provinsi Jambi berjumlah 94 orang. Pemeriksaan malaria dilakukan dengan menggunakan metode mikroskopis Gold
standar untuk mendeteksi keberadaan Plasmodium pada preparat apusan darah.
Hasil: Pemeriksaan preparat darah dengan menggunakan mikroskopis menunjukan 4,95% malaria, dengan spesies vivax
sebanyak 3,96% dan spesies falciparum sebanyak 0,99%.
Kesimpulan: Terdapat Prevalensi malaria yang tinggi pada Orang Rimba di Sungaiterap Desa Jelutih Kec. Batin XXIV
Kab. Batang Hari Provinsi Jambi.
Kata Kunci: orang rimba; Suku Anak Dalam (SAD); prevalensi malaria; kejadian malaria; mikroskopis malaria
ABSTRACT
Background: Malaria remain a world health problem with the highest number of case are in tropic and subtropic
country such as Indonesia. Orang Rimba is a native tribe living secluded deep in the Taman Nasional Bukit Duabelas
Forest and in the northern area were living in the Taman Nasional Bukit Tigapuluh. For demography, tteh were
unregistered due to the difficulties of the survey, since they were living nomaden. Lack of transportation, living deep in
the forest, low education level, bad living environment and low social economic level affect the risk of Malaria case
number. This research amied to identifiy the prevalence of Malaria on endemic location of orang rimba in jambi
province using microscopic examination.
Methods: This was a descriptive observational study. The population in this study were all communities of Anak Rimba.
A total of 94 Anak Rimba were recruited for the study.Malaria status were checked using gold standar which is
Microscopical examination of the blood smear.
Results: The results showed that 4,95% of the respondents were positive Malaria with plasmodium vivax (3,96%) and
0,99% special falciparum
Conclusion: There were high prevalence of Malaria on Anak Rimba at Sungaterap Desa Jelutih, Kec. Batin XXIV,
Kabupaten Batangahri, Provinsi Jambi
Keyword: orang rimba; Suku Anak Dalam (SAD); prevalence of malaria; malaria case, microscopic malaria;
1
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
2
Prevalensi Malaria Pada Daerah Endemis Orang Rimba …
Ade Suryaman, Chairil Anwar, Dwi Handayani, Sulfa Esi Warni, 2020
Irsan Saleh, Dalillah, Gita Dwi Prasasty
secara stabil higga tetes darah tersebut menyebar adalah 0,99%, parasit tersebut ditemukan
merata dan tipis pada permukaan kaca objek. berbentuk trofozoit, sehingga prevalensi
Pembuatan apusan darah tebal pada kaca malarianya adalah 4,95%.
objek yang telah dibubuhkan tetesan darah Alat diagnostik malaria yang dijadikan
dilebarkan dengan menggunakan ujung kaca gold standart sampai dengan sekarang adalah
objek lainya selebar 1-2 cm, setelah kering apusan masih menggunakan metode mikroskopis dengan
tipis difiksasi menggunakan methanol, setelah kemapuan dalam melakukan deteksi yang cukup
kering dilakukan pewarnaan menggunakan tinggi jika dikerjakan oleh tenaga laboran yang
giemsa dengan psikositas 2,5% selama 45 menit berpengalaman dan terlatih, waktu dalam
atau pada psikositas giemsa 7,5% dilakukan melakukan pemeriksaan juga merupakan hal
hanya 15 menit, setelah itu dilakukan pembilasan penting dalam keberhasilan melakukan deteksi
dengan menggunakan aquades dan disimpan dan identifikasi parasit pada preparat, sehingga
untuk dilakukan pemeriksaan dibawah pada kejadian luar biasa (KLB) akan
mikroskop.11 mempengaruhi kemampuan dari metode
pemeriksaan ini dikarenakan seorang tenaga
laboran dituntut melakukan pemeriksaan dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN waktu cepat dan dengan jumlah preparat sampel
yang banyak, dengan demikian semakin banyak
Mayoritas responden tidak melaporkan waktu yang digunakan oleh tenaga laboran dalam
adanya keluhan demam dan sakit kepala khas memeriksa sebuah preparat akan meningkatkan
malaria dengan jumlah 94 orang responden, kemampuan metode ini dalam mendeteksi dan
adapun karakteristik respondenya adalah 50% mengidntifikasi keberadaan parasit hingga 10
Pria dan 50% wanita dengan usia rata-rata adalah sampai 30 parasit dalam satu mikroliter darah,
25,6 tahun untuk pria, 25 tahun untuk wanita. namun pada densitas parasit yang lebih kecil
Sedangkan responden yang melaporkan adanya metode ini sudah tidak lagi dapat mendeteksi
keluhan demam dan sakit kepala adalah sebanyak keberadaan dari parasit.10,11
5 orang responden dengan karakteristik Pada penelitian yang dilakukan di Serawak
respondenya adalah 40% laki-laki dan 60% Malaysia tahun 2004 ditemukan adanya spesies P.
perempuan dengan usia rata-rata adalah 4 tahun knowlesi yang diketahui sebelumnya menyerang
untuk laki-kali dan 3,6 tahun untuk perempuan, primata kera ekor panjang dan kera ekor babi di
sehingga usia rata-rata keseluruhan responden dapati menginfeksi manusia yang dalam
yang melaporkan adanya keluhan demam dan pemeriksaan menggunakan metode mikroskopis
sakit kepala adalah 3,8 tahun, dengan rata-rata akan sangat besar kemungkinan terjadi salah
keluhan dirasakan dalam jangka waktu 2,4 bulan pembacaan slide preparat hal ini dikarenakan
yang lalu sebelum pengambilan sampel pada gambaran morfologi trofozoit fase awal dari
dilakukan. spesies P. knowlesi ini mirip dengan gambaran
morfologi trofozit spesies P. falcifarum,
Tabel 1. Data Karakteristik Spesies dan sedangkan pada gambaran morfologi trofozoit
Responden lanjut spesies ini mirim dengan gambaran
Karakteristik Jumlah morfologi dari spesies P. malariae, di dalam
Spesies Plasmodium hutan tempat tianggal Orang Rimba banyak
falciparum 1 terdapat kera ekor panjang sehingga jika hanya
malariae - menggunakan pemeriksaan mikroskopis saja
vivax 4
kemungkinan akan terjadi kesalahan dalam
knowlesi -
Responden tanpa keluhan demam
mengindetifikasi spesies parasit, maka dari itu
Pria 47 diperlukan pemeriksaan pembanding dengan
Wanita 47 metode diagnostik lainya.12
Responden dengan keluhan Letak georafi indonesia yang berada di
demam katulistiwa menjadikanya indonesia beriklim
Pria 2 tropis ditambah lagi lingkungan tinggal Orang
Wanita 3 Rimba yang berada didalam hutan akan
(rata–rata usia penderita = 3,8 tahun) mengakibatkan meningkatnya angka kejadian
malaria karena dapat digolongkan sebagai daerah
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis dari endemis.6,9 Dari data hasil diperlihatkan usia rata-
responden yang mengeluhkan adanya deman dan rata yang mengeluhkan adanya demam dan sakit
sakit kepala menunjukan keberadaan parasit kepala serta dari hasil pemeriksaan yang telah
dengan spesies vivax dan palcifarum dengan dilakukan memperlihatkan adanya postif malaria
persentase vivax adalah 3,96% dan falciparum yaitu pada usia rata-rata 3,8 tahun, hal ini dapat
3
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
saja dikarenakan pada kelompok usia kurang dari memungkinkan terjadinya peningkatan angka
5 tahun merupakan kelopok rentan terhadap kejadian malaria, selain itu juga perlu dilakukan
terjangkitnya malaria yang disebabkan oleh pemeriksaan malaria dengan metode diagnostik
kemapuan sitem imun yang masih rendah.9 yang lebih sensitif dan spesifik untuk mengetahui
Gejala akut malaria seperti demam dan adanya malaria asimptomatik, Perlu melakukan
sakit kepala dapat timbul pada keadaan dimana pemeriksaan dengan metode diagnostik lain
kepadatan parasit dalam darah lebih tinggi sebagai pembanding dalam mengindetifikasi
sehingga mengakibatkan sistem imun tidak dapat spesies dengan lebih spesifik.
mengendalikan parasit yang akan menyebabkan
munculnya gejala, namun terkadang malaria
sering timbul dengan tanpa adanya gejala akut DAFTAR PUSTAKA
atau malaria asimptomatik sehingga tidak
menunjukan adanya demam dan sakit kepala 1. Milner DA. Malaria pathogenesis. Cold Spring
terutama pada individu yang berada di daerah Harb Perspect Med. 2018;8(1):1–11.
endmis dan individu tersebut belum mendapatkan 2. WHO. World Malaria Report. Vol. 101, Revista
pengobatan anti malaria dalam jangka waktu yang medica de Chile. 2016. 252–256 p.
3. WHO. World Malaria Report 2017. World Health
dekat, hal semacam ini dimungkinkan oleh Organization. 2017. 1–238 p.
kemampuan sistem imun dari hospes perantara 4. World Health Organization. WHO | The World
yang komppeten sehingga dapat mengendalikan malaria report 2018. Who. 2018. 22 p.
keadaan parasitemia namun tidak menyababkan 5. Kemenkes RI. Data dan informasi profile kesehatan
hospes perantara menjadi sembuh dari keadaan Indonesia. 2018;
parasitemia itu sendiri, selain itu keadaan seperti 6. Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Profil Kesehatan
ini juga di mungkinkan karena kepadatan dari Provinsi Jambi 2017. 2017;
parasit yang berada didalam darah rendah, 7. Berdikarjaya, SE M, editor. Profil Suku Anak
sehingga tidak tercapainya ambang batas Dalam (SAD). BADANPUSATSTATISTIK
PROVINSI JAMBI; 2010.
pirogenik yang dapat mengakibatkan adanya 8. Jambi DKP. Profil Kesehatan Provinsi Jambi
gejala akut, keadaan semacam ini dapat Tahun 2015. Dinas Kesehatan Provinsi Jambi 2014.
dikategorikan sebagai malaria kronis, dengan 2015.
demikian pemeriksaan manggunakan metode 9. Abossie A, Yohanes T, Nedu A, Tafesse W,
mikroskopis masih dipandang belum mampu Damitie M. Prevalence of malaria and associated
mendeteksi keberadaan parasit pada darah risk factors among febrile children under five years:
sehingga perlu metode diagnostik lainya yang A cross-sectional study in arba minch zuria district,
lebih sensitif sperti PCR.13,14 south Ethiopia. Infect Drug Resist. 2020;13:363–
Dengan lingkungan tempat tinggal orang 72.
10. Nkrumah B, Agyekum A, Acquah SEK, May J,
rimba di dalam hutan, dan permukaan tanah yang Tannich E, Brattig N, et al. Comparison of the
rendah memungkinkan banyaknya genagan air novel Partec rapid malaria test to the conventional
dan rawa yang dapat dimanfaatkan oleh nyamuk Giemsa stain and the gold standard real-time PCR.
Anopheles sp sebagai vektor penyakit malaria J Clin Microbiol. 2010;48(8):2925–8.
untuk tempat perindukanya, kelembaban udara 11. Kemenkes RI. Pedoman Teknis Pemeriksaan
dan suhu daerah tropis dimana tempat tinggal Malaria. 2017;1–58.
Orang Rimba juga menjadikan ideal untuk 12. Singh B, Daneshvar C. Human infections and
perkembang biakan nyamuk Anopheles sp detection of plasmodium knowlesi. Clin Microbiol
sehingga akan mengakibatkan populasi dari Rev. 2013;26(2):165–84.
13. Doolan DL, Dobaño C, Baird JK. Acquired
vektor malaria ini menjadi meingkat, dengan immunity to Malaria. Clin Microbiol Rev.
adanya nyamuk dan manusia siklus hidup dari 2009;22(1):13–36.
parasit malaria dapat terpenuhi secara sempurna, 14. Okell LC, Bousema T, Griffin JT, Ouédraogo AL,
sehingga akan menyebabkan penigkatan kejadian Ghani AC, Drakeley CJ. Factors determining the
malaria pada Orang Rimba11,15 occurrence of submicroscopic malaria infections
and their relevance for control. Nat Commun.
2012;3:1–9.
KESIMPULAN 15. Ponçon N, Toty C, L’Ambert G, Le Goff G,
Brengues C, Schaffner F, et al. Biology and
dynamics of potential malaria vectors in Southern
Terdapat tinggi prevalensi malaria pada France. Malar J. 2007;6.
Orang Rimba, dengan lingkungan Orang Rimba
4
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat
(Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
p-ISSN: 2580-0590/ e-ISSN: 2621-380X 2020
: doi: https://doi.org/10.35910/jbkm.v4i1.238
ABSTRAK
Latarbelakang: Hipertensi sering disebut sebagai pembunuh yang tidak diketahui, karena penderita tidak tahu bahwa
dirinya menderita hipertensi. Banyak macam terapi komplementer yang dapat diterapkan untuk mengobati hipertensi,
salah satunya pijat refleksi.
Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pijat refleksi terhadap tekanan darah pada pasien
hipertensi di Klinik ATFG-8 Palembang. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah pra-eksperimen dengan
menggunakan rancangan one group pre-test post-test. Sampel pada penelitian ini adalah keseluruhan pasien hipertensi
yang tidak mengkonsumsi obat penurun tekanan darah dan berkunjung untuk melakukan terapi pijat refleksi pada bulan
17 April s.d 17 Mei 2018. Penentuan sampel dengan metode purposive sampling sebanyak 18 subjek penelitian.
Hasil: Hasil yang diperoleh adalah rata-rata usia sampel 54,22 tahun (± 7,216), tekanan darah sistolik sebelum 148,44
mmHg (± 4,527) dan setelah pijat refleksi 143,78 mmHg (± 8,633). Hasil paired sample T test menunjukkan efek pijat
refleksi pada tekanan darah sistolik (p = 0,026) dan diastolik (p = 0,001)
Kesimpulan: Terjadi penurunan tekanan darah secara statistik, namun secara substansi tidak bermakna. Peneliti
berikutnya diharapkan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan sampel dan menggunakan
kelompok kontrol.
ABSTRACT
Background: Hypertension is often referred to as an unknown killer, because patients do not know that they suffer
from hypertension. Many types of complementary therapies that can be applied to treat hypertensive patients, one of
which is reflexology
Method: This study aims to determine the effect of reflection on blood pressure in hypertensive patients at the
Palembang ATFG-8 clinic. The design used in this study was pre-experimental using one group pre-test post-test
design. The sample in this study were all hypertensive patients who visited for reflexology in April 17 until May 17,
2018. Determination of the sample using a purposive sampling method totaling 18 subjects.
Result: The results obtained were the average age of the sample 54.22 years (± 7.216), systolic blood pressure before
148.44 mmHg (± 4,527) and after reflexology 143.78 mmHg (± 8,633). Diastolic blood pressure before 95.72 mmHg (±
2.886) and after reflexology 91.06 mmHg (± 5,252). The paired sample T test results showed the effect of reflexology
on systolic blood pressure (p = 0.026) and diastolic (p = 0.001).
Conclusion : There was a decrease in blood pressure statistically, but in substance it was not significant. The next
researcher is expected to carry out further research by adding samples and using a control group.
5
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
6
Pijat Refleksi Berpengaruh Terhadap Tekanan Darah …
Lukman, Sumitro Adi Putra, Elba Habiburrahma, 2020
Sukma Wicaturatmashudi, Rumentalia Sulistini, Ismar Agustin
hipertensi (tekanan darah sistol >140 mmHg dan sistolik (p= 0,026) dan tekanan darah diastolik
tekanan darah diastol > 90 mmHg) oleh dokter, (p= 0,001).
tidak minum obat penurun tekanan darah dan
mampu berkomunikasi dengan baik. Pengukuran
tekanan darah sebelum tindakan pijat refleksi Tabel 1. Karakteristik Responden (n= 18)
menggunakan tensimeter digital, yang dilakukan Karakteristik Mean Median SD Max-Min
oleh seorang enumerator setelah responden Usia 54,22 56 7,216 39 - 66
mengisi informed consent dan data karakteristik Lama
diperoleh, sekitar 15 menit sejak kedatangan. Menderita
3,78 3,00 1,865 1-8
Pengukuran tekanan darah setelah pijat refleksi Hipertensi
dilakukan sesat setelah tindakan pijat refleski
yang dilakukan oleh terapis. Tabel 2. Tekanan Darah Sebelum dan Setelah Pijat
Instrumen penelitian yang digunakan pada Refleksi (n= 18)
penelitian ini adalah catatan kunjungan pasien Tekanan Darah Mean Median SD Max-Min
dan lembar observasi yang berisi informasi Sistolik
Sebelum pijat refleksi 148,44 148,00 4,527 142 - 157
karakteristik subyek berupa nama, usia, jenis Setelah pijat refleksi 143,50 145,50 8,633 127 - 157
kelamin, lamanya menderita hipertensi, tekanan
Diastolik
darah sebelum dan sesudah tindakan pijat refleksi. Sebelum pijat refleksi 95,72 96,00 2,886 92 - 100
Untuk pengukuran tekanan darah, menggunakan Setelah pijat refleksi 91,06 92,00 5,252 82 - 102
adalah tensimeter digital.
Peneliti atau enumerator memilih sampel Tabel 3. Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan
yang memenuhi syarat setelah mendapatkan izin Setelah Pijat Refleksi (n= 18)
dari tempat penelitian yang sebelumnya sudah Tekanan Darah Mean SD p value
diberikan petunjuk dan latihan, dilanjutkan Sistolik
dengan informed consent. Pengukuran tekanan Sebelum pijat refleksi 148,44 4,527
darah sebelum tindakan pijat refleksi dilakukan Setelah pijat 143,50 8,633 0,026
refleksi
setelah data karakteristik lengkap. Terapis
Diastolik
melakukan pemijatan kepada subyek pada titik- Sebelum pijat refleksi 95,72 2,886
titik pijat refleksi selama 60 menit sebanyak satu Setelah pijat 91,06 5,252 0,001
kali perlakuan. Tekanan darah diukur sesaat refleksi
setelah tindakan pijat refleksi.
Data yang diperoleh dianalisis secara Hasil penelitian ini menunjukkan tindakan
deskriptif berupa mean, median, SD, minimum - pijat refleksi kaki berpengaruh terhadap tekanan
maksimum dan dan disajikan dalam bentuk darah baik sistolik dan diastolik pada pasien
numerik. Uji normalitas data menggunakan uji hipertensi. Hasil tersebut mendukung penelitian
Shapiro-Wilk karena jumlah subyek kurang 50. yang menerangkan bahwa terapi pijat refleksi
Uji t berpasangan (paired t-test) dilakukan untuk kaki berpengaruh terhadap tekanan
menguji efek tindakan pijat refleksi. darah15,16,17,18,19,20,21 pada penderita hipertensi
primer rentang usia 46 – 55 (46,7%)15, pada
penderita hipertensi sekunder 16, terapi pijat
HASIL DAN PEMBAHASAN refleksi kaki efektif menurunkan tekanan darah
pada lansia.15 Hasil penelitian perbandingan
Hasil penelitian melibatkan 10 orang laki- menunjukkan pijat refleksi lebih efektif dibanding
laki dan 8 orang perempuan, pada tabel 1 hipnoterapi.18
dipaparkan bahwa rerata usia responden 54,22 (± Adanya pengaruh kombinasi refleksi pijat
7,216) dengan rerata lama menderita hipertensi kaki dan dzikir terhadap penurunan tekanan
3,78 (± 1,865) tahun. darah22 dan tidak ada perbedaan efektivitas antara
Rerata tekanan darah sistolik sebelum dan terapi pijat refleksi dan terapi Benson terhadap
setelah tindakan pijat refleksi berturut-turut penurunan tekanan darah pada penderita
148,44 (± 4,527) dan 143,50 (± 8,633). Sementara hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
rerata tekanan darah diastolik sebelum dan setelah Hulonthalangi.23 Terapi Benson merupakan
adalah 95,72 (± 2,886) dan 91,06 (± 5,252) (Tabel Teknik yang menggabungkan meditasi dengan
2). relaksasi.24
Berdasarkan tabel 3, ada perbedaan Teori menyatakan bahwa risiko terjadinya
tekanan darah sebelum dan setelah pijat refleksi hipertensi meningkat seiring dengan
baik pada tekanan darah sistolik maupun bertambahnya usia. Seseorang bertambah tua
diastolik. Sehingga didapatkan, ada pengaruh maka ia juga mengalami perubahan fisiologis,
tindakan pijat refleksi terhadap tekanan darah misalnya penurunan elastisitas arteri dan juga
7
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
8
Pijat Refleksi Berpengaruh Terhadap Tekanan Darah …
Lukman, Sumitro Adi Putra, Elba Habiburrahma, 2020
Sukma Wicaturatmashudi, Rumentalia Sulistini, Ismar Agustin
9
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat
(Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
2020 p-ISSN: 2580-0590/ e-ISSN: 2621-380X
doi: https://doi.org/10.35910/jbkm.v4i1.256
ABSTRAK
Latar Belakang : Toilet training merupakan bagian terpenting untuk perkembangan anak usia toddler (1-3 tahun),
dalam proses berkemih dan defekasi. Toilet training dapat terlaksana dengan baik, tentunya membutuhkan peran serta
orang tua khususnya ibu. Pengetahuan ibu diperlukan untuk memandirikan anaknya melakukan toilet training yang
benar. Penelitian ini bertujuan untuk diketahuinya hubungan karakteristik dan pengetahuan responden dengan
kemandirian toilet training anak toddler di Wilayah Tanah Tinggi, Jakarta.
Metode: Penelitian kuantitatif ini dengan desain deskriptif korelatif yang pendekatannya secara cross sectional. Total
sampling digunakan dalam pengambilan sampel sejumlah 86 responden. Alat analisis menggunakan u ji chi square
(AAP, 2020).
Hasil: Hasil penelitian didapatkan responden terbanyak memiliki pengetahuan yang baik dan perilaku yang baik dalam
kemandirian toilet training anak toddler (41,8%), usia responden yaitu 26-35 tahun sebanyak 32 (48,5%), tingkat
pendidikan responden sebagian besar berpendidikan menengah sebanyak 25 responden (29,1%), pekerjaan responden
yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 44 responden (54,3%). Adapun hasil yang didapatkan tidak adanya hubungan
antara usia (0,091>0,05), pendidikan (0,458>0,05) pekerjaan ( 0,333>0,05) dan pengetahuan (0,083>0,05) responden
dengan kemandirian toilet training anak usia toddler.
Kesimpulan: Bedasarkan hasil penelitian, disarankan petugas kesehatan dan kader sebaiknya memberikan promosi
kesehatan tentang pentingnya memandirkan toilet training yang benar dengan memperhatikan kesiapan pada anak
toddler
ABSTRACT
Background: Toilet training is the most important part of the development of toddlers (1-3 years), in the process of
urinating and defecating. Toilet training can be carried out well, of course, it requires the participation of parents,
especially mothers. Mother's knowledge is needed to enable her child to do proper toilet training. This study aims to
determine the relationship between characteristics and knowledge of respondents with the independence of toilet
training for toddlers in Tanah Tinggi, Jakarta.
Method: This quantitative research with a correlative descriptive design with a cross-sectional approach. Total
sampling used in sampling many 86 respondents. The analysis tool uses u ji chi-square (AAP, 2020).
Results: The results showed that most respondents had good knowledge and good behaviour in the independence of
toddler toilet training (41.8%), the age of respondents was 26-35 years as many as 32 (48.5%), the education level of
the respondents was mostly educated Medium as many as 25 respondents (29.1%), the respondent's occupation is as a
housewife as many as 44 respondents (54.3%). The results obtained were there was no relationship between age
(0.091> 0.05), education (0.458> 0.05), work (0.333> 0.05) and knowledge (0.083> 0.05) of respondents with toddler
toilet training independence.
Conclusion: Based on the results of the study, it is recommended that health workers and cadres should provide health
promotion about the importance of bathing the right toilet training by paying attention to the readiness of toddlers
10
Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kemandirian Toilet Training …
Mismadonaria, Tuti Asrianti Utami, Anna Rejeki Simbolon
2020
11
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
dengan nilai Cronbach alpha 0,921. Kuisioner Tabel 2 menjelaskan dari 86 responden
lainnya tentang kemandirian anak toddler untuk sebanyak 34 responden (39,5%) berusia dewasa
toilet training dengan 12 pernyataan, menggunakan akhir (36- 45 tahun) memiliki kemandirian toilet
skala likert pernyataan sangat sering (SS), Sering training anak toddler yang buruk. Hasil uji chi
(S), Jarang (J) dan Tidak pernah (TP). Hasil ukur square p value = 0,091 (> 0,05) artinya tidak ada
menggunakan median terbagi atas ≥ median hubungan bermakna antara usia ibu dengan
artinya mempunyai kemandirian yang baik dan < kemandirian toilet training anak toddler.
median artinya mempunyai kemandirian yang Penelitian ini terdapat ibu rumah tangga sebanyak
buruk. 44 (51,2%) responden memiliki kemandirian toilet
Uji validitas pengukuran kuisioner training toddler yang baik. Hasil uji chi square
pengetahuan dan kemandirian toilet training dihasilkan p value = 0,333 (> 0,05) artinya tidak
dilakukan pada 30 orang dihasilkan r product adanya hubungan bermakna antara pekerjaan
moment α=5%. Hasil perhitungan uji reliabilitas dengan kemandirian toilet training anak toddler.
kuisioner pengetahuan dengan nilai Cronbach Tabel 2 menunjukkan bahwa ibu dengan
alpha 0,921 dan kuisioner kemandirian toilet pendidikan tinggi sebanyak 32 (37,2%) memiliki
training dengan nilai Cronbach alpha 0,911. kemandirian toilet training anak toddler yang
Analisa data yang dilakukan adalah analisa baik. Hasil uji chi square dihasilkan p value =
univariate untuk mendapatkan data distribusi 0,458 (>0,05) artinya tidak adanya hubungan
frekuensi, analisis bivariate dengan uji Chi- bermakna antara pendidikan dengan kemandirian
square.10 Jika melihat hubungan karakteristik dan toilet training anak toddler. Tabel 2 menunjukkan
pengetahuan dengan kemandirian toilet training bahwa ibu dengan pendidikan tinggi sebanyak 32
anak toddler. Uji etik penelitian dilakukan melalui (37,2%) memiliki kemandirian toilet training anak
komite etik dan sudah disetujui sesuai kaidah etik toddler yang baik. Hasil uji chi square dihasilkan
dari Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan p value = 0,458 (> 0,05) artinya tidak adanya
Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint hubungan bermakna antara pendidikan dengan
Carolus (KEPPK STIK SC). kemandirian toilet training anak todler. Tabel 2
menjelaskan ibu memiliki pengetahuan baik
sebanyak 39 (58,2%) memiliki kemandirian toilet
HASIL DAN PEMBAHASAN training anak toddler yang baik. Hasil uji chi
square dihasilkan p value = 0,083 (> 0,05) artinya
Tabel 1 menjelaskan dari 86 responden tidak adanya hubungan bermakna antara
yang mempunyai anak toddler (1-3 tahun) pengetahuan dengan kemandirian toilet training
responden terbanyak adalah usia dewasa akhir (36- anak todler di Wilayah Tanah Tinggi, Jakarta.
45 tahun) sebanyak 66 (76,7%) responden,
pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 81 (94,2%) Tabel 2. Hubungan usia, pekerjaan, pendidkan dan
responden, pendidikan akhir ibu SMA-Diploma pengetahuan dengan kemandirian toilet training
sebanyak 43 (50,0%) responden, pengetahuan baik anak toddler, di wilayah Tanah Tinggi Jakarta
(nilainya >76%-100%) sebanyak 65 (75,6%) (n=86)
responden, anak dengan kemandirian baik Kemandirian
Toilet Training P value
sebanyak 65 (75,6%) responden. Variabel Klasifi
Baik Buruk Total
kasi
Tabel 1. Distribusi karakteristik usia, pekerjaan, n % n % N %
pendidikan responden dengan kemandirian toilet Remaja
14 16,3 6 7,0 20 100
akhir
training anak toddler Usia 0,091
Dewasa
Karakteristik n % Akhir
32 37,2 34 39,5 66 100
Remaja akhir ( 17- 20 23,3
25 tahun) IRT 44 51,2 37 43,0 81 100
Usia Pekerjaan 0,333
Dewasa akhir (36- 6 76,7 Wiraswa
45 tahun) 1 1,2 4 4,6 5 100
sta
Ibu Rumah Tangga 81 94,2
Pekerjaan Rendah 15 17,4 20 23,3 35 100
Karyawan Swasta 5 5,8 Pendidikan 0,458
Rendah (SD-SMP) 35 40,7 Tinggi 32 37,2 19 22,1 51 100
Pendidikan Tinggi (SMA- 51 59,3
Diploma) Baik 39 58,2 28 41,8 67 100
Baik 67 77,9 Pengetahuan 0,083
Pengetahuan Cukup 7 36,8 12 63,2 19 100
Cukup 19 22,1
Baik (>37) 65 75,6
Kemandirian
Cukup (<37) 21 24,4
Kemandirian toilet training anak toddler
terbentuk karena dukungan keluarga terutama
12
Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kemandirian Toilet Training …
Mismadonaria, Tuti Asrianti Utami, Anna Rejeki Simbolon
2020
orang tua yang membiasakan toilet training untuk pemahaman akan meningkat sehingga tepat dalam
keseharian. Melatih toilet training menjadi salah menentukan sikap. Pendidikan ibu mempengaruhi
satu adanya kemandirian yang terjadi pada anak, kesiapan toilet training, ibu dengan pendidikan
sebab anak usia toddler mampu untuk tinggi mempunyai pengetahuan luas dan memilih
mengerjakan BAK dan BAB sendiri. gaya hidup modern seperti penggunaan diapers
Hasil penelitian yang menyimpulkan pada anaknya, sehingga hal tersebut
bahwa dari 94 responden terdiri dari usia dewasa memperhambat kesiapan toilet training.14
muda (21-39 tahun) sebanyak 82 (87,2%) Tahun 2015 penelitian ini menjelaskan
responden lebih mudah memahami mengenai adanya hubungan yang bermakna antara
praktik toilet training pada anak toddler dan pendidikan ibu dengan toilet training dan faktor
memiliki pengetahuan yang lebih baik dan mudah yang mempengaruhi dengan p= 0,03 (p<0,05),
menerimaan informasi. Semakin umurnya sampel sebanyak 1500 responden. Penelitian ini
bertambah maka semakin berkembang daya menghasilkan terdapatnya perbedaan antara
tangkap dan kemampuan berpikir seseorang dan responden yang pendidikannya lebih dari 12 tahun,
akan membuat pengetahuan semakin baik pada akan memiliki tingkat pelatihan toileting lebih baik
seseorang. 10 dibandingkan dengan responden yang pendidikan
Berbeda dengan penelitian ini sebanyak 34 nya kurang dari 12 tahun, sehingga pendidikan ibu
(39,5%) responden berusia dewasa akhir (36- 45 sangat mempengaruhi keberhasilan toilet training
tahun) memiliki kemandirian toilet training anak pada anaknya.2
toddler yang buruk, ternyata semakin cukup usia Penelitian ini menyimpulkan tidak adanya
ibu, belum tentu ibu memiliki tingkat kematangan hubungan yang bermakna antara pendidikan dan
dan kedewasaan dalam memandirikan toilet tingkat pengetahuan dengan sikap ibu untuk toilet
training anaknya. Terkadang ibu-ibu ini masih training p= 0,857 ( p value< 0,05), sampel
memiliki rasa ketergantungan yang lebih terhadap sebanyak 51 responden, dengan tingkat pindidikan
orang tuanya dan masih dominan mempercayakan akhir SMA sebanyak 29 responden (70,8%). Salah
orang tuanya dalam mengurus dan merawat satu faktor penyebab rendah nya tingkat
anaknya, termasuk memandirikan dalam hal toilet pendidikan yaitu karena masalah ekonominya, juga
training. kemauan yang kurang dalam mendapatkan
Toilet training berproses karena pendidikan tinggi.14
terjadinya perubahan impuls atau rangsangan juga Pekerjaan adalah suatu tindakan seseorang
pola pikir anak dalam mengerjakan proses BAK dalam melakukan suatu kegiatan yang mencukupi
dan BAB.12 Ketika ibu mampu mengenali tingkat kebutuhan hidupnya bersama keluarga. Pekerjaan
kesiapan anak seperti anak mampu mengontrol tidak sebagai sumber kesenangan, tetapi bagi
volunter sfinger anal juga uretral mulai usia 18-24 sebagian orang yang melakukannya secara
bulan, selama 2 jam tidak mengompol, popok terpaksa akan menimbulkan kebosanan serta akan
basah jumlahnya sudah mulai sedikit, ketika anak mengalami berbagai tantangan. Bekerja sering kali
tidur pada siang hari sudah tidak mengompol lagi dilakukan oleh ibu-ibu, hal tersebut akan
dan defekasi teratur, anak sudah bisa duduk, mempunyai pengaruh bagi kehidupan
berjalan dan berjongkok dan sudah mampu keluarganya. 8
membuka pakaian sendiri, secara psikologis anak Penelitian ini menyimpulkan bahwa
juga mampu mengekspresikan keinginannya untuk sebanyak 44 responden (51,2%) bekerja sebagai
BAK atau BAB.1 Meningkatkan kemandirian ibu rumah tangga dan memiliki perilaku yang
toilet training anak toddler sangat diperlukan buruk sebanyak 37 responden (43,0%). Hasil
kemampuan orangtua mengenali tingkat kesiapan bivariat dengan chi square didapatkan nilai pvalue
anak, orangtua punya keinginan untuk meluangkan sebesar 0,333 (p value< 0,05) berarti tidak adanya
waktu dan melatih anaknya, stress tidak terjadi hubungan bermakna antara pekerjaan dengan
ataupun perubahan keadaan keluarga misalnya perilaku ibu dalam kemandirian toilet training di
perceraian, berpindah rumah atau terjadi sibling. 1 Wilayah Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Anak-anak diharapkan dapat mengontrol Penelitian ini menyimpulkan tidak adanya
buang air kecil secara mandiri. Ibu dalam mengajar hubungan antara pekerjaan ibu dengan toilet
praktik menggunakan toilet, sebaiknya dengan training dan faktor yang mempengaruhi p= 0,635.
metode yang tepat, benar dan mudah dipahami (p value < 0,05), sampel sebanyak 1500
anak. Sehingga anak-anak akan dilatih pergi ke responden.2 Kesimpulan dalam penelitian ini tidak
toilet tanpa harus menggunakan popok atau adanya perbedaan antara responden yang bekerja
pampers lagi. 13 dengan responden yang tidak bekerja dalam
Pendidikan diperlukan seseorang untuk melakukan toilet training. Hal yang sama
mendapatkan suatu informasi.8 Pendidikan disampaikan pada penelitian ini yang
seseorang yang semakin tinggi maka tingkat menyimpulkan tidak terdapatnya hubungan antara
13
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
pekerjaan ibu dengan keberhasilan toilet training Penggunaan diapers akan menunda keinginan anak
pada anak toddler. 15 Ibu bekerja dapat toddler untuk mandiri untuk melakukan toilet
melakukan toilet training pada anaknya, waktu training. Anak menjadi malas untuk berjalan dan
yang lebih banyak akan dimiliki oleh ibu yang duduk di toilet melaksanakan toilet training. 6
tidak bekerja sehingga dapat mencari informasi Penelitian ini menyimpulkan adanya
menggunakan media seperti TV dan kegiatan hubungan bermakna antara pengetahuan ibu
posyandu dan PKK. Ibu-ibu ketika berkumpul dalam mengaplikasikan kesiapan toilet training
dapat saling bertukar informasi dan pengalaman. anak usia 2-4 tahun, dengan nilai p= 0,030 (p
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa value<0,05). Bedasarkan hasil penelitian
adanya hubungan antara pekerjaan dan peran disimpulkan bahwa sebanyak 13 responden
sebagai ibu terhadap keberhasilan toilet training (69,2%) memiliki pengetahuan yang baik dan
anaknya dengan nilai p= 0,004 (p< 0,05), sebanyak sebanyak 9 responden (64,3%) berpendidikan
80% responden tidak bekerja, maka dapat kurang sedangkan 16 responden (76,2%) tidak
disimpulkan pekerjaan akan mempengaruhi peran memiliki kesiapan dalam toilet training.17
yang dimiliki orang tua terhadap keberhasilan Penelitian ini menyimpulkan tidak adanya
toilet training, karena waktu yang diberikan hubungan bermakna antara pengetahuan ibu
kepada anak tidak maksimal. Ketika harus melatih dengan kebiasaan mengompol anak prasekolah
dan membimbing toilet training untuk anak dengan nilai p=0,232 (p value>0,05) sebanyak 82
toddler nya. 16 responden. Bedasarkan hasil penelitian
Pengetahuan sebagai hasil pengindraan disimpulkan pengetahuan yang baik tidak
seseorang atau hasil tahu setelah orang tersebut semuanya memiliki sikap baik pada saat
mengadakan pengindraan pada suatu objek tertentu menerapkan toilet training anak toddler.5
dan merupakan domain yang penting untuk Penelitian ini menyimpulkan ibu dengan
membentukan tindakan seseorang.8 Tabel 2 pengetahuan baik, karena mempunyai pengalaman
menjelaskan bahwa sebagian besar pengetahuan mengasuh anak yang sebelumnya dan memiliki
ibu mempunyai pengetahuan baik dengan tingkat pendidikan menengah. Ibu dengan
kemandirian toilet training anak usia toddler baik pendidikan yang tinggi dapat membuat individu
sebanyak 39 (58,2%) responden dan pengetahuan berkembang dan lebih mudah memahami sesuatu.
cukup sebanyak 7(36,8%) responden. Ibu yang Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar ibu
mempunyai pengetahuan baik dan perilaku buruk berpendidikan menengah (SMA), memiliki
berjumlah 28 (32,6%) responden dan ibu dengan wawasan yang cukup luas dibandingkan ibu
pengetahuan cukup dan memiliki perilaku yang berpendidikan akhir lebih rendah dengan
buruk sebanyak 12 (14%) responden. pengetahuan responden yang masih kurang. 18
Kuisioner pernyataan pengetahuan terbagi Karena ibu dengan anaknya yang toddler tidak
atas 3 kategori yang sesuai dengan tingkat pernah terpapar informasi mengenai toilet training.
pengetahuan yaitu kategori pertama adalah tahu, Setidaknya ibu mampu menilai kesiapan anak
yang membahas mengenai definisi toilet training. sebelum proses tersebut, misalnya anak
Yang menjawab benar sebanyak 83 responden menunjukkan keinginan dan kebutuhan secara
(96,5%), hal ini menunjukkan bahwa responden verbal dan memiliki ketrampilan untuk duduk di
mengetahui salah satu tanda bahwa anak telah siap kursi toilet. 19,20
dapat diajarkan toilet training yaitu anak sudah Menurut peneliti, pengetahuan ibu sangat
mampu bicara, duduk dan berjalan. Kategori kedua berpengaruh dalam pelaksanaan kemandirian toilet
yaitu memahami, yang membahas mengenai training anaknya, dimana ibu yang mempunyai
pemahaman responden tentang pelaksanaan dan pengetahuan baik selalu mencari tahu hal-hal atau
teknik toilet training, yang menjawab dengan informasi yang baik tentang cara-cara mendidik
benar sebanyak 81 responden (94,2%). Cara anak-anaknya yang toddler terutama dalam hal
melatih anak dalam toilet training yaitu dengan toilet training. Pentingnya diselenggarakan
memberikan waktu anak untuk memperhatikan ibu pendidikan dan promosi kesehatan karena dapat
ketika mengajaknya ke kamar mandi sehingga meningkatkan pengetahuan dan mengubah
membuat anak toddler tertarik untuk melakukan perilaku dengan melatih dan melaksanakan
toilet training. Kategori ketiga yaitu aplikasi, yang kemandirian anak toddler dalam toilet training8
membahas mengenai faktor-faktor, yang dan promosi kesehatan selain dapat meningkatkan
menjawab benar sebanyak 64 responden (74,4%). pengetahuan, seseorang dapat dapat menjadi lebih
Hal ini menjelaskan jika sebagian banyak patuh 21
responden mengetahui hal-hal yang membuat anak
mengalami keterlambatan berpartisipasi dengan
lingkungan dan akan membuat anak menjadi tidak
percaya diri yaitu penggunaan Diapers.
14
Hubungan Karakteristik Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kemandirian Toilet Training …
Mismadonaria, Tuti Asrianti Utami, Anna Rejeki Simbolon
2020
15
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
16
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat
(Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
p-ISSN: 2580-0590/ e-ISSN: 2621-380X 2020
: doi: https://doi.org/10.35910/jbkm.v4i1.250
ABSTRAK
Latar Belakang: Obstruksi saluran nafas pada pasien PPOK mengakibatkan penurunan nilai saturasi oksigen (SPO 2).
Terapi non farmakologis PPOK berupa pursed lip breathing dan 6 minutes walk exercise secara teori dapat meningkatkan
kapasitas fungsional paru dan berdampak pada nilai saturasi oksigen dalam darah yang belum diketahui perbedaannya.
Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai saturasi oksigen setelah dilakukan tindakan
pursed lip breathing dan tindakan 6 minutes walk exercise pada pasien PPOK di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) Surakarta.
Metode: Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen menggunakan two group pre and post test design. Pasien PPOK
yang dirawat di BBKPM Surakarta menjadi populasi penelitian yang diambil sampelnya dengan teknik purposive
sampling sebanyak 60 responden. Data dianalisa uji normalitasnya menggunakan Shapiro-Wilk dan selanjutnya dilakukan
uji statistik parametrik menggunakan uji Mann Whitney
Hasil: Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata nilai SPO2 pre dan post pada kelompok intervensi pursed lip
breathing mengalami peningkatan 2,69%, sedangkan untuk kelompok intervensi 6 minutes walk exercise rata-rata
mengalami peningkatan 1,71%. Terdapat perbedaan yang signifikan nilai rata rata SPO 2 antara pursed lip breathing
dengan 6 minutes walk exercise yang menunjukkan sig (2-tailed) 0,000.
Kesimpulan: Rata rata nilai SPO2 kelompok intervensi pursed lip breathing lebih tinggi dibanding kelompok 6 minutes
walk exercise dan terbukti perbedaan tersebut signifikan
Kata Kunci : saturasi oksigen, PPOK, Pursed Lip Breathing, 6 Minutes Walk Exercise
ABSTRACT
Background: Airway obstruction in COPD patients results in decreased oxygen saturation (SPO2) values. COPD non-
pharmacological therapy with pursed lip breathing and 6 minutes walk exercise can theoretically increase the functional
capacity of the lungs and have an impact on the value of oxygen saturation in the blood of unknown difference. Therefore
the study aims to determine the difference in oxygen saturation values between pursed lip breathing and 6 minutes walk
exercise in COPD patients at the Central Pulmonary Health Center (BBKPM) Surakarta.
Method: This research is a quasi-experimental study using two groups of pre and post test design. COPD patients
treated at BBKPM Surakarta became the study population whose samples were taken by purposive sampling technique of
60 respondents. Data were analyzed using the Shapiro-Wilk normality test and then performed a parametric statistical
test using the Mann Whitney test
Results: The results showed that the average SPO2 value of pre and post in the pursed lip breathing intervention group
increased 2.69%, while for the intervention group 6 minutes walk exercise increased an average of 1.71%. There is a
significant difference in the average SPO2 value between pursed lip breathing and 6 minutes walk exercise which results
sig (2-tailed) 0,000.
Conclusion: The average SPO2 value of the pursed lip breathing intervention group was higher than the 6 minutes walk
exercise group and it was proven that the difference was significant
Keywords: oxygen saturation, COPD, Pursed Lip Breathing, 6 Minutes Walk Exercise
17
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
18
Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Pasien Ppok …
Venia Evika Al Islami, Suyanto
2020
dikarenakan pasien pulang sebelum intervensi lebih banyak menderita PPOK dibanding
dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Dengan perempuan. 14
demikian sampel untuk intervensi pursed lip Kemudian jika melihat karakteristik
breathing juga sebanyak 30 orang. responden berdasarkan usia, hasil penelitian ini
Instrumen pengumpulan data yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden
digunakan adalah lembar observasi yang disusun berumur 66-90 yaitu sebanyak 68 %. Hal ini
peneliti untuk mencatat hasil observasi berupa sesuai dengan hasil penelitian lain yang
nilai saturasi oksigen yang diukur menggunakan mendapatkan data bahwa responden paling
pulse oximetry sebelum dan sesudah dilakukan banyak berusia 60 tahun ke atas. 15 Selanjutnya
tindakan Pursed Lip Breathing dan 6 Minutes juga didukung oleh penelitian lainnya yang
Walk Exercise. mendapatkan hasil bahwa sebanyak 71%
Analisis data dilakukan menggunakan responden berusia lansia (60-74 tahun).16 Hal
uji Shapiro-Wilk, diperoleh hasil bahwa data ber tersebut disebabkan karena di usia lansia terjadi
distribusi tidak normal. Oleh karena itu analisa perubahan anatomi yang telah mempengaruhi
data menggunakan uji statistik parametrik Mann fungsi pulmonal.
Whitney. Perubahan anatomis seperti komplians
paru dan dinding dada turut berperan dalam
penurunan kerja pernafasan sekitar 20% pada usia
HASIL DAN PEMBAHASAN 60 tahun. Kemudian adanya penurunan kekuatan
otot-otot pernafasan dapat meningkatkan risiko
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis keletihan otot-otot pernafasan pada lansia.
Kelamin dan Usia Perubahan-perubahan tersebut turut berperan
Usia (Tahun) dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum.
45 – 65 66 - 90 Perubahan-perubahan pada intertisium parenkim
Jenis kelamin
f % f % dan penurunan pada daerah permukaan alveolar
Laki-laki 15 25 30 50
dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen.
Dengan adanya peningkatan metabolisme
Perempuan 4 7 11 18
yang membutuhkan oksigen maksimum juga akan
Total 20 32 40 68 mempengaruhi peningkatan jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan. Hal ini
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa menghasilkan peningkatan kecepatan respirasi
sebagian besar responden berjenis kelamin laki- dan dispnea.6
laki dan sebagian besar berusia antara 66-90
tahun. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Status
Karakteristik responden penelitian yang Merokok
telah dilakukan ini menunjukkan bahwa Status Merokok PLB 6 MWT
responden laki-laki lebih banyak dibandingkan f % f %
dengan responden perempuan, baik pada Ya 16 53,3 16 53,3
kelompok intervensi pursed lip breathing maupun
6 minutes walk. Hal ini sesuai dengan hasil Tidak 14 46,7 14 46,7
penelitian yang pernah dilakukan dimana Total 30 100 30 100
didapatkan data bahwa sebagian besar responden
berjenis kelamin laki-laki dengan prosentase Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa
71%.10 Penelitian ini juga didukung oleh mayoritas responden adalah perokok atau
penelitian lain yang dilakukan dimana didapatkan mempunyai riwayat perokok baik pada kelompok
hasil bahwa sebanyak 70% responden berjenis tindakan pursed lip breathing maupun 6 minutes
kelamin laki-laki.13 walk.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa laki-laki Data hasil penelitian ini sesuai dengan
lebih beresiko terkena PPOK daripada wanita. data beberapa penelitian yang menyatakan bahwa
Kondisi ini terkait dengan kebiasaan merokok sebagian besar responden penelitian adalah
pada pria. Semakin tinggi derajat merokok perokok.17,18
seseorang, maka akan semakin banyak orang Selanjutnya dengan menggunakan uji
tersebut terpapar berbagai zat yang dianggap Mann Whitney dilakukan analisa data untuk
toksik oleh tubuh pada saluran pernafasan yang mengetahui perbedaan nilai saturasi oksigen
akan berujung kepada penurunan fungsi faal paru sebelum dan sesudah melakukan tindakan pursed
yang lebih cepat dibanding bukan perokok. lip breathing . Kemudian juga dilakukan analisa
Selanjutnya hasil penelitian ini juga sesuai data untuk mengetahui perbedaan nilai saturasi
dengan teori yang menyebutkan bahwa laki-laki
19
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
oksigen sebelum dan sesudah melakukan tindakan Hasil penelitian ini didukung sebuah
6 minutes walk exercise. penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh yang
Adapun hasilnya dapat disimpulkan bahwa signifikan tindakan pursed lip breathing terhadap
tindakan pursed lip breathing dan 6 minutes walk kenaikan nilai saturasi oksigen.11 Hal ini juga
exercise kedua duanya berpengaruh terhadap sejalan dengan hasil penelitian lain yang
peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOK menyatakan bahwa tindakan pursed lip breathing
derajat ringan sebagaimana dapat dilihat pada efektif untuk meningkatkan nilai respirasi rate
tabel 3 di bawah ini. pada pasien PPOK.13
Pursed lip breathing merupakan latihan
Tabel 3. Saturasi Oksigen Sebelum dan Sesudah pernapasan dengan merapatkan bibir yang
dilakukan Tindakan bertujuan untuk melambatkan ekspirasi,
PLB 6 MWT mencegah kolaps unit paru, dan membantu pasien
Tindakan
Mean SD Sig Mean Sd Sig untuk mengendalikan frekuensi pernapasan serta
Pre 95,39 0,701 95,83 0,710 kedalaman pernapasan, sehingga pasien dapat
0,000 0,000
Post 98,08 0,234 97,54 0,811 mencapai kontrol terhadap dispnea.
Mengerucutkan bibir pernapasan
Nilai sig (2-tailed) 0,000 pada masing- membantu penderita PPOK untuk mengosongkan
masing intervensi dapat diartikan bahwa tindakan paru-paru dan memperlambat laju pernapasan.
pursed lip breathing dan tindakan 6 minutes walk PLB membantu untuk mengembalikan posisi
exercise berpengaruh terhadap peningkatan nilai diafragma yang merupakan otot pernapasan yang
saturasi oksigen pada pasien PPOK derajat ringan. terletak di bawah paru-paru. PLB juga
Selanjutnya dilakukan analisa perbedaan menyebabkan otot perut berkontraksi ketika
nilai saturasi oksigen antara tindakan yang ekspirasi, hal ini akan memaksa diafragma ke
menggunakan Pursed Lip Breathing dan tindakan atas, dan membantu untuk mengosongkan paru-
yang menggunakan 6 Minutes Walk Exercise. paru, akibatnya penderita PPOK akan bernapas
Adapun hasil analisa tersebut dapat dilihat pada lebih lambat dan lebih efisien. 6
tabel 4 berikut ini. Latihan PLB adalah salah satu tindakan
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
Tabel 4. Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen setelah saturasi oksigen penderita PPOK karena dapat
tindakan AntaraPursed Lip Breathing dan 6 mengurangi kesukaran bernafas sebagaimana
Minutes Walk Exercise yang dialami oleh perokok. Hal ini telah diketahui
sebagai akibat dari efek merokok yaitu: Pertama,
Variabel Mean SD SE N Sig salah satu efek dari penggunaan nikotin akan
PLB 98,08 0,234 0,088 30 menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru,
0,000 yang meningkatkan resistensi aliran udara ke
6MWT 97,54 0,811 0,148 30
dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap
rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke
Hasil analisa data di atas menunjukkan dalam cabang-cabang bronkus serta
nilai sig (2-tailed) 0,000, sehingga dapat diartikan pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin
bahwa terdapat perbedaan nilai saturasi oksigen dapat melumpuhkan silia pada permukaan sel
antara tindakan pursed lip breathing dan tindakan epitel pernapasan yang secara normal terus
6 minutes walk exercise. Dengan demikian Ho
bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan
yang berbunyi tidak terdapat perbedaan nilai dan partikel asing dari saluran
saturasi oksigen setelah diberikan tindakan pursed pernafasan.Akibatnya lebih banyak debris
lip breathing dan tindakan 6 minutes walk berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran
exercise ditolak . bernapas menjadi semakin bertambah. 2
Pengaruh Pursed Lip Breathing Terhadap
Pengaruh 6 Minutes Walk Exercise Terhadap
Saturasi Oksigen Saturasi Oksigen
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Berdasarkan penelitian yang telah
terdapat pengaruh tindakan pursed lip breathing dilakukan diperoleh nila hasil analisa data sig (2-
terhadap nilai saturasi oksigen dengan nilai sig
tailed) 0,000. Hal ini berarti terdapat pengaruh
(2-tailed) 0,000 yang berarti bahwa terdapat tindakan 6 minutes walk terhadap nilai saturasi
pengaruh tindakan pursed lip breathing terhadap oksigen.
peningkatan nilai saturasi oksigen pada pasien Hasil penelitian ini didukung oleh sebuah
PPOK derajat ringan. penelitian yang menemukan bahwa terdapat
pengaruh yang bermakna tindakan 6 minutes walk
20
Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Pasien Ppok …
Venia Evika Al Islami, Suyanto
2020
test terhadap kenaikan saturasi oksigen pada walk exercise dimana nilai sig (2-tailed) 0,000. Ini
kelompok responden PPOK derajat ringan.8 berarti perbedaan tersebut bermakna.
Melakukan rehabilitasi paru dapat berupa Pada dasarnya kedua tindakan sama-sama
latihan fisik dan latihan pernapasan. Latihan fisik berpengaruh dalam peningkatan nilai saturasi
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi oksigen namun terdapat perbedaan pada rentang
paru adalah 6 minutes walk test, merupakan kenaikan saturasi oksigen sebagaimana dapat
latihan endurance (ketahanan) yang dilakukan di dilihat pada tabel 4.
dalam ruangan dengan jalan yang lurus dan datar Hasil penelitian ini didukung oleh
sejauh 30 meter. Latihan endurance akan penelitian dengan judul Perbedaan Efektivitas
menyebabkan jumlah pasokan O 2 di dalam aliran Pursed Lips Breathing dengan 6 Minutes Walk
darah paru-paru juga akan meningkat. 6 minutes Test terhadap Forced Expiratory yang
walk test merupakan latihan endurance menyatakan bahwa kedua intervensi sama-sama
(ketahanan) yang bertujuan untuk meningkatkan mampu meningkatkan nilai kapasitas paru dengan
kapasitas paru dan memperkuat otot jantung, hasil menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas paru
sehingga dapat meningkatkan jumlah volume post test kelompok pursed lips breathing lebih
darah. 9 besar daripada kelompok 6 minutes walk test.21
Selanjutnya bahwa latihan fisik seperti Hal tersebut dikarenakan pursed lips
berjalan kaki akan merangsang saraf simpatis breathing lebih dapat melatih otot pernapasan
pada otot termasuk otot pernapasan untuk untuk memperpanjang ekspirasi dan
mengeluarkan norepinefrin dan epinefrin untuk meningkatkan tahanan jalan napas ketika
berikatan dengan reseptor α sehingga otot ekspirasi, sehingga dapat mengurangi resisten
pernapasan berkontraksi. Ketika otot ekspirasi jalan napas dan udara yang terjebak, serta sesak
berkontraksi, terjadi peningkatan tekanan intra napas. Hal ini dikarenakan 6 minutes walk test
abdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada tidak secara langsung melatih pernapasan seperti
diafragma, mendorongnya semakin ke atas ke pursed lips breathing yang membantu penderita
dalam rongga thoraks, sehingga ekspirasi menjadi PPOK dapat melakukan ekspirasi lebih efisien
aktif untuk mengosongkan paru secara lebih yang ditunjukkan dengan ekspirasi yang
tuntas.19 memanjang. 6 minutes walk test untuk dapat
Latihan jalan juga dapat memperbaiki otot meningkatkan kapasitas paru harus melalui
pernapasan, sehingga daya elastisitas paru (recoil) beberapa proses yaitu mulai dari peningkatan
dapat terjaga. Kondisi tersebut dapat membuka asupan O2 yang diperoleh dari aktivitas fisik
ruang baru yang dapat digunakan alveoli dalam hingga pembentukan energi untuk kontraksi otot
pertukaran gas. Proses tersebut dapat pernapasan untuk menghasilkan ekspirasi paksa. 20
memperbaiki fungsi paru-paru dalam pemenuhan Dengan demikian dapat disimpulkan
kebutuhan oksigen dari udara agar dapat bahwa tindakan pursed lip breathing maupun
digunakan oleh tubuh.20 tindakan 6 minutes walk exercise keduanya sama-
Selama latihan fisik jumlah oksigen yang sama dapat meningkatkan nilai saturasi oksigen
memasuki aliran darah paru akan meningkat pada pasien PPOK derajat ringan dimana pursed
karena adanya kenaikan jumlah oksigen yang lip breathing lebih baik dibanding 6 minutes walk
ditambahkan pada tiap satuan darah dan exercise. Untuk itu pursed lip breathing ataupun 6
bertambahnya aliran darah paru per menit. Kerja minutes walk exercise dapat diterapkan pada
fisik akan menyebabkan ventilasi alveolus pasien yang menderita PPOK derajat ringan untuk
meningkat dan memperbesar kapasitas difusi meningkatkan nilai saturasi oksigen.
membrane pernapasan, sehingga akan
meningkatkan oksigenasi darah. Peningkatan
asupan O2 pada paru-paru akan menyebabkan KESIMPULAN DAN SARAN
relaksasi otot polos arteriol paru dan dilatasi
pembuluh darah paru, sehingga terjadi penurunan Terdapat kenaikan nilai saturasi oksigen
resistensi vaskular paru dan peningkatan aliran sebesar 2,69% antara sebelum dan sesudah
darah.19 dilakukan intervensi pursed lip breathing.
Sedangkan kenaikan nilai saturasi oksigen antara
Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Antara sebelum dan sesudah intervensi menggunakan 6
Pursed Lip Breathingdan 6 Minutes Walk minutes walk exercise sebesar 1,71%. Dengan
Exercise demikian tindakan pursed lip breathing lebih baik
dibanding 6 minutes walk exercise.
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat Perbedaan nilai saturasi oksigen antara
perbedaan nilai saturasi oksigen antara tindakan pursed lip breathing dengan 6 minutes walk
pursed lip breathing dengan tindakan 6 minutes
21
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
exercise mempunyai nilai sig (2-tailed) 0,000, With COPD. Respiratory Care, 2014: 59(11) ;
berarti Ho ditolak dan Ha diterima. 1687–1695.
Anjuran untuk pasien yaitu dapat 13. Sri Mulyani, Evita Muslima IP, F. Yohastuti.
melakukan latihan pursed lip breathing karena Effectiveness of Pursed Lip Breathing To Changes
Respiratory Rate In The Patients With COPD In
baik untuk meningkatkan kapasitas fungsional Lung Room RSUD Dr R. Sosodoro Djatikoesomo
paru sehingga pasien tidak mudah merasa sesak Bojonegoro. Jurnal Asuhan Kesehatan, 2018; 8(2):
nafas bila beraktivitas. Selain itu pasien juga 33–38
dapat dianjurkan untuk melakukan teknik 6 14. Ikawati, Z. Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem
minutes walk exercise bila memungkinkan seperti Pernafasan. Yogyakarta: Bursa Ilmu. 2016.
pasien tidak merasa sesak nafas saat melakukan 15. Naser, F., Medison, I., & Erly. Gambaran Derajat
latihan tersebut. Merokok Pada Penderita PPOK Jurnal Kesehatan
Andalas, 2016; 5(2): 306–311
16. Pamungkas, R., Arif, S. Efektivitas Pursed Lip
Breathing Dan Deep Breathing Terhadap
DAFTAR PUSTAKA. Penurunan Frekuensi Pernafasan. Jurnal Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan, 2016; 1–7.
1. WHO. Burden of COPD. 2016.Avalaibel at:
17. Nugraha, I.C.A. Hubungan Derajat Berat Merokok
https://doi.org/10.1186/1479-5876-4-22. Accessed
Berdasarkan Indeks Brinkman Dengan Derajat
Juni 20, 2018
Berat PPOK. Jurnal Stikespku. 2015; 5(7):3-6
2. GOLD. Global Initiative for Chronic Obstructive
18. Salawati, L. Hubungan Merokok Dengan Derajat
Lung A Guide for Health Care Professionals.
Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Jurnal Kedokteran
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Syiah Kuala, 2016; 165–169.
Disease. 2017. Avalaibel at:
19. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
https://doi.org/10.1097/00008483-200207000-
Edisi Kedua belas. Singapore : Elsevier. 2017.
00004. Accessed July 21, 2018.
20. Sherwood, L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke
3. Dinas Kesehatan Propinsi Jateng. 2012 . Buku
Sistem. Jakarta: EGC. 2012.
Profil Kesehatan Tahun 2018. Avalaibel at:
http://dinkesjatengprov.go.id/v2018/dokumen/profil
21. Suryantoro, E., Isworo, A., Upoyo, A. S. Perbedaan
Efektivitas pursed lips breathing dengan six
_2018/mobile/index.html. Accessed July 15, 2018
minutes walk test terhadap forced expiratory. Jurnal
4. Rekam Medis BBKPM Surakarta 2018. Prevalensi
Keperawatan Padjajaran,2017; 5(2):99-112
pasien PPOK di BBKPM Surakarta. Avalaibel at:
https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-
performance/1-415397-4tahunan-327.pdf. Accessed
December 10, 2018
5. McPhee, S. J. & Ganong, W. F. Patofisiologi
Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis,
Edisi 5. Jakarta: EGC. 2010.
6. 6.Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC. 2013.
7. Muthmainnah. Gambaran Kualitas Hidup Pasien
PPOK Stabil Di Poli Paru RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau Dengan Menggunakan Kuesioner.
Sgrq Jom FK. 2015; 2(2): 1–20.
8. Sinambela, A. H., Tarigan, A. P., & Pandia, P.
Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Saturasi Oksigen
pada Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Stabil. J Respir Indo, 2015; 35(3).
9. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kep Men
Kes. RI No. 1022/Menkes/SK/XI/2008. Avalaibel
at:http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/k
mk10222008.pdf. Accessed December 13, 2018
10. Budiono, Mustayah & Aindrianingsih. The Effect
of Pursed Lips Breathing in Increasing Oxygen
Saturation in Patients With Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. Jurnal Public Health Indonesia,
2017; 3(3): 117–123.
11. ATS. Guidelines For The Six-Minute Walk Test.
American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine, 2002; 166(1) : 111–117.
12. Wibmer, T., Rudiger, S., Kropf-Sanchen, C.,
Stoiber, K. M., Rottbauer, W., & Schumann, C.
Relation of Exercise Capacity With Lung Volumes
Before and After 6-Minute Walk Test in Subjects
22
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat
(Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
p-ISSN: 2580-0590/ e-ISSN: 2621-380X 2020
: doi: https://doi.org/10.35910/jbkm.v4i1.240
ABSTRAK
Latar Belakang : Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat kepada pasien
hingga sekarang yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensinya, Apoteker
sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi
langsung dengan pasien, yang meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai serta pelayanan
farmasi klinik dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pengelola obat di
Puskesmas Kota Jambi menurut kriteria Permenkes No. 74 Tahun 2016.
Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan (Explanatory research), yang dilakukan pada petugas
pengelola obat yang bekerja di Puskesmas Kota Jambi. Sampel ditentukan 20 orang petugas pengelola obat, yang
dipilih secara total sampling Data dikumpulkan dengan cara menyebar kuesioner untuk menilai kinerja yang
dilakukan oleh petugas pengelola obat terhadap pengelolaan obat di Puskesmas di Kota Jambi. Variabel penelitian
adalah kinerja pengelola obat di Puskesmas yang indikatornya berupa masa kerja, komitmen pemimpin, pengetahuan
yang dimiliki pengelola obat. Data selanjutnya dianalisa dengan Regresi Linier Berganda..
Hasil : Penelitian menunjukkan secara simultan ketiga dimensi pengelolaan obat berpengaruh signifikan terhadap
kinerja pengelola obat; sementara secara parsial satu variabel (komitmen pemimpin) memiliki pengaruh signifikan
(p<0,05), sedangkan variabel masa kerja dan pengetahuan tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Kinerja
pengelola obat di Puskesmas Kota Jambi tidak dipengaruhi oleh masa kerja dan pengetahuan petugas pengelola obat.
Kesimpulan: Kinerja pengelola obat dipengaruhi oleh komitmen pemimpin.
Kata kunci: masa kerja; komitmen pemimpin; pengetahuan; kinerja pengelola obat.
ABSTRACT
Background: Pharmaceutical services at this time have changed their paradigm from drug to patients orientation,
which refers to pharmaceutical care. As a consequence, pharmacists are required to improve their knowledge, skills
and behavior so that they can interact directly with patients. Pharmaceutical services include the management of
pharmaceutical preparations and medical consumables and clinical pharmacy services by utilizing personnel, funds,
infrastructure, facilities and appropriate management methods in an effort to achieve the stated goals. The purpose of
the study was conducted to determine the performance of drug managers in Jambi City Health Center according to
Public Health Centre No. criteria. 74 of 2016.
Method: The type of research used was explanatory research, conducted on drug management officers who work at
the Jambi City Health Center. The sample was determined 20 drug management officers, selected by total sampling.
Data was collected by distributing questionnaires to assess the performance of drug management officers on drug
management at the Public Health Centre in Jambi City. The research variable was the performance of the drug
manager in the Public Health Centre, the indicators of which are years of service, the commitment of the leaders, the
knowledge possessed by the drug manager. The data then analyzed using Multiple Linear Regression technique.
Results: The study showed that simultaneously the three dimensions of drug management had a significant effect on
the performance of drug management; while partially one variable (leader commitment) has a significant effect (p
<0.05), while the tenure and knowledge variables do not have a significant effect. The performance of drug
management in the Jambi City Health Center is not affected by the years of service and knowledge of drug
management officers.
Conclusion: The performance of drug management was influenced by the commitment of the leader.
Keywords: working period; commitment of the leade;, knowledge; performance of drug management.
23
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
24
Gambaran Kinerja Pengelola Di Puskesmas Kota Jambi…
Haflin, Andy Brata
2020
melihat kinerja pengelola obat yang berkontribusi pengelola obat berdasarkan pengetahuan dapat
langsung terhadap pelayanan di Puskesmas dalam diasumsikan sudah seperti yang diharapkan. Ini
rangka mewujudkan visi dan misi Puskesmas sejalan dengan hasil penelitian Sriana A, dkk
untuk pembangunan kesehatan di Kota Jambi.2,3 (2002) di Provinsi Jawa Timur dan Sumatera
Berdasarkan masalah diatas perlu Barat bahwa ada hubungan tingkat pendidikan
dilakukan penelitian untuk melihat kinerja dengan kemampuan pengelolaan obat. Tingkat
pengelola obat di Puskesmas Kota Jambi menurut pendidikan pengelolaan obat pada penelitian ini
kriteria Permenkes No. 74 Tahun 2016. sudah seluruhnya yang berpendidikan farmasi
dalam pengelolaan obat puskesmas di Kota
Jambi,5 berbeda dengan Fitria (2018), pengelolaan
METODE obat yang terjadi di Puskesmas Kabupaten Bungo,
Jambi belum baik karena belum sesuai dengan
Penelitian ini adalah penelitian penjelasan standar yang ditetapkan dalam Kemenkes RI 1411
(Explanatory research) yang akan membuktikan dan kurangnya pengelola obat di Puskesmas
hubungan kausal antara variabel bebas dan Kabupaten Bungo, Jambi terutama tenaga
variabel terikat yang dilakukan pada petugas Apoteker. 14
pengelola obat yang bekerja di Puskesmas Kota Berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih,
Jambi sebanyak 20 buah Puskesmas. Data dkk (2003), bahwa ada beberapa cara yang dapat
dikumpulkan dengan cara menyebar kuesioner di tempuh pemerintah daerah dalam
menilai kinerja yang dilakukan oleh petugas meningkatkan peran pengelola obat di pelayanan
pengelola obat terhadap pengelolaan obat di kesehatan yaitu dengan edukasi, manajerial dan
Puskesmas di Kota Jambi. regulasi. Cara edukasi dapat di tempuh dengan
Variabel penelitian adalah kinerja pendidikan formal atau pendidikan lanjut
pengelola obat di Puskesmas yang indikatornya sehingga mampu menerapkan peraturan daftar
berupa masa kerja, komitmen pemimpin, obat Esensial Nasional (DOEN), pengadaan dan
pengetahuan yang dimiliki pengelola obat. Data distribusi formularium dan keuangan.15,17,22
selanjutnya dianalisa dengan menghitung hasil
kinerja dan faktor faktor yang mempengaruhi Tabel 2. Hasil Analisis Statistik Uji Parsial
dengan statistik teknik Regresi Linier Berganda. Variabel pValue
Tujuan penelitian dilakukan untuk mengetahui Pengetahuan 0,102
kinerja pengelola obat di Puskesmas Kota Jambi Komitmen 0,000
menurut kriteria Permenkes No. 74 Tahun 2016. Masa Kerja 0,295
Total sampel ditentukan sebanyak 20 orang
petugas pengelola obat, yang dipilih secara total Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sampling. pengetahuan responden dominan pada kategori
baik selanjutnya dengan uji regresi berganda,
HASIL DAN PEMBAHASAN variabel pengetahuan menunjukkan tidak ada
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja petugas
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik pengelola obat (p<0,05). Berdasarkan pencapaian
Responden tingkat pengetahuan dapat di asumsikan sudah
Karakteristik Jumlah seperti yang diharapkan dan dilihat dari jumlah
Puskesmas 20 petugas pengelola obat, 8 orang diantaranya sudah
Tingkat Pendidikan Tenaga Farmasi berpendidikan apoteker.
Apoteker 8 Jika puskesmas belum ada apotekernya,
S1 Farmasi 10 saat ini Pemerintah Kota Jambi melalui Dinas
D3 Farmasi 2 Kesehatan Kota Jambi, membuat SK penunjukkan
untuk Apoteker yang menjadi Penanggungjawab
Hasil penelitian menunjukkan responden di Puskesmas tersebut. Sehingga ada beberapa
dari 20 Puskesmas di Kota Jambi, Petugas puskesmas dikelola oleh satu orang apoteker.
Pengelola Obat yang berlatar belakang pendidikan Sehingga terjadi kendala dari pemerataan beban
Apoteker sebanyak 8 orang (Puskesmas Simpang kerja pada tenaga farmasi yang membuat beban
Kawat, Simpang IV Sipin, Tanjung Pinang, Paal kerjanya berbeda-beda yang membuat pengelolan
V, Talang Banjar, Rawasari, Payo Selincah dan obat dan pelayanan farmasi klinisya tidak optimal.
Talang Bakung), sisanya berpendidikan S-1 15,16
Farmasi sebanyak 10 orang dan 2 orang Ditinjau dari segi pengetahuan pengelolaan
berpendidikan D-3 Farmasi. 19 orang berjenis obat di puskesmas, seluruh petugas pengelola obat
kelamin perempuan, 1 orang laki-laki. Lama kerja (20 orang) sudah tahu mengenai pengelolaan obat
berkisar 10 – 40 tahun. di puskesmas. Peningkatan pengetahuan
Sehingga kinerjanya sebagai petugas
25
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 4 No 1
pengelolaan obat melalui Bimbingan Teknis Kota Jambi setiap triwulan sekali, untuk obat dari
(BIMTEK) yang dilaksanakan oleh Instalasi dana BLUD setiap tahun dua kali dan untuk obat
Farmasi Kota Jambi dan Dinas Kesehatan Kota program dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
Jambi mengenai pengelolaan obat logistik farmasi, tergantung permintaan ke Instalasi Farmasi
evaluasi pemberian informasi obat (PIO) dan Provinsi Jambi. Hal ini sejalan dengan Penelitian
penggunaan obat rasional (POR). Pengadaan obat Rismalawati (2015), Nurniati (2016), Renaldi
di puskesmas dilakukan melalui e-katalog dan (2017), Kobandaha F. Dkk (2016). Berbeda
pembelian langsung.15,16,17 dengan Hasratna (2016), perencanaan kebutuhan
Pendistribusian obat dilaksanakan dilakukan satu kali satu tahun dan dilaksanakan
berdasarkan pengeluaran obat sesuai permintaan setiap akhir tahun.15,16,17,18,19
dokter berdasarkan resep melalui tahapan Pengadaan obat di Puskesmas Kota Jambi
perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan dilakukan setiap 3 bulan dengan membuat
penggunaan. Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
Perencanaan merupakan proses kegiatan (LPLPO) yang telah disetujui oleh Kepala
seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Puskesmas dengan memperhatikan jumlah,
Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan keadaan fisik dan tanggal kadaluarsa obat, ini
Farmasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan sejalan dengan penelitian Nurniati dan
Puskesmas.3 Tujuan perencanaan adalah untuk Rismalawati.15,17 Berbeda dengan Hasratna,
mendapatkan: (1) Perkiraan jenis dan jumlah pengadaan obat dilakukan melalui tender terbuka,
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai penunjukan langsung dan pembelian langsung
yang mendekati kebutuhan; (2) Meningkatkan (sistem e-katalog). 16
penggunaan Obat secara rasional; dan (3) Pendistribusian Sediaan Farmasi dan
Meningkatkan efisiensi penggunaan Obat. Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan
Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi pengeluaran dan penyerahan Sediaan Farmasi dan
dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan
setiap periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit
di Puskesmas.3 Proses seleksi Sediaan Farmasi farmasi Puskesmas dan jaringannya. 3 Tujuannya
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan adalah untuk memenuhi kebutuhan Sediaan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Farmasi sub unit pelayanan kesehatan yang ada di
Sediaan Farmasi periode sebelumnya, data mutasi wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu,
Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. jumlah dan waktu yang tepat. Sub-sub unit di
Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Puskesmas dan jaringannya antara lain: (1) Sub
Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan
Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Puskesmas; (2) Puskesmas Pembantu; (3)
Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan Puskesmas Keliling; (4) Posyandu; dan (5)
tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti Polindes.
dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat
pengelola program yang berkaitan dengan inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan cara
pengobatan. Proses perencanaan kebutuhan pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor
Sediaan Farmasi per tahun dilakukan secara stock), pemberian Obat per sekali minum
berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan
menyediakan data pemakaian Obat dengan pendistribusian ke jaringan Puskesmas dilakukan
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan
Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi kebutuhan (floor stock).3
Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan Pendistribusian obat di Puskesmas Kota
kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan Sediaan Jambi sudah berjalan dengan baik, didistribusikan
Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya, setelah penanggungjawab obat menerima obat di
menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan Instalasi Farmasi Kota/Provinsi dan mengecek
memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer permintaan obat sesuai dengan LPLPO, dimana
stock, serta menghindari stok berlebih.3 setiap unit pelayanan kesehatan di wilayah kerja
Kinerja pengelolaan obat di puskesmas Puskesmas mengantarkan data permintaan obat
Kota Jambi mengenai perencanaan obat melalui yang mereka butuhkan setiap tiga bulan ke
Rencana Kebutuhan Obat (RKO) dari masing- penanggungjawab gudang obat Puskesmas,
masing puskesmas, dan ini digabung menjadi setelah itu nanti didistribusikan ke unit-unit
RKOnya Instalasi Farmasi Kota Jambi. kemudian dicatat dalam kartu stok. Obat yang
Perencanaan kebutuhan obat di puskesmas di diantarkan yang mendekati tanggal kadaluarsa
Kota Jambi, untuk obat PKD (dari Instalasi diberitahukan kepada unit-unit agar digunakan
Farmasi Kota Jambi) melalui Dinas Kesehatan segera.19,20,21,22
26
Gambaran Kinerja Pengelola Di Puskesmas Kota Jambi…
Haflin, Andy Brata
2020
27