Anda di halaman 1dari 77

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

N DENGAN POST AMPUTASI EC


ULCUS GANGRENE DI RUANGAN HCU BEDAH (RR) RSUP DR M. DJAMIL
PADANG

OLEH:
KELOMPOK V 17

1. Mutila Anggun Wardana 7. Afrianti


2. Ricca Tami Febriyanti 8. Faradina Haniarahmah
3. Ricca Tami Febriyanti 9. Gina Rahmawati
4. Rahmi Rahayu Putri 10. Putri Dahlia
5. Riry Ayuza Putri 11. Ega Silvia Roza
6. Muhammad Ridwan 11. Tini Sumanti

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERITAS ANDALAS
2017

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur, penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan segala rahmat dan anugerahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Kasus Kelolaan Keperawatan Medikal Bedah ini yang berjudulASUHAN
KEPERAWATAN PADA Ny. N DENGAN POST AMPUTASI EC ULCUS
GANGRENE DI RUANGAN HCU BEDAH (RR) RSUP DR M.
DJAMIL PADANG.

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Ibu Ns.Leni


Merdawati, M.kep dan Ns. Rika Fatmadona, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku CI akademik
dan CI Klinik sebagai pembimbing yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran
membimbing kami dalam menyusun laporan kasus kelolaan guna disampaikan dalam
seminar kasus keperawatan medikal bedah, yang telah banyak memberi motivasi, nasehat
dan bimbingan selama kami mengikuti praktek profesi keperawatan medikal bedah.

Akhirnya harapan penulis semoga makalah yang telah kami susun ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Oktober 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman judul
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar Isi.. .................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.LatarBelakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................ 3
BAB II KONSEP TEORITIS
I. Landasan Teoritis
A. Defenisi .......................................................................................... 4
B. Etiologi ........................................................................................... 9
C. Patofisiologi (WOC) ...................................................................... 9
D. Manifestasi Klinis .......................................................................... 10
E. Komplikasi ..................................................................................... 10
F. Pemeriksaan penunjang.................................................................. 11
G. Penatalaksanaan ............................................................................. 12
II. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian ........................................................................................ 32
2. Diagnosa Keperawatan..................................................................... 36
3. Intervensi Keperawatan .................................................................... 37
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ............................................................................................ 57
B. Analisa Data .........................................................................................
C. Intervensi.............................................................................................. 71
D. Implementasi dan Evaluasi .................................................................. 77
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan ......................................................................................... 109
B. Saran .................................................................................................. 109
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia memiliki visi menciptakan masyarakat yang mempunyai


kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur dari pembangunan
sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan
tersebut belum mampu dicapai dengan baik hingga saat ini. Hal tersebut
dibuktikan dengan tingginya angka berbagai kejadian penyakit dan kematian yang
diakibatkan oleh gangguan kesehatan.

Masyarakat perlu menyadari bahwa kadar gula dalam darah yang tinggi
merupakan makanan bagi kuman untuk berkembang biak dan mengakibatkan
infeksi bertambah buruk. Infeksi yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan
gangren. Pada gangren, kulit dan jaringan di sekitar luka akan mati (nekrotik) dan
mengalami pembusukan, sehingga daerah di sekitar luka berwarna kehitaman dan
menimbulkan bau. Kasus ulkus dan gangren diabetik merupakan kasus yang
paling banyak dirawat di rumah sakit.

Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF, 2006)


menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes
melitus di seluruh dunia. Angka ini terus bertambah hingga 3% atau sekitar 7 juta
orang setiap tahunnya. Dengan demikian, jumlah penderita diabetes melitus
diperkirakan akan mencapai 350 juta pada tahun 2025, diantaranya 80% penderita
terpusat di negara yang penghasilannya kecil dan menengah. Dari angka tersebut
berada di Asia, terutama India, Cina, Pakistan, dan Indonesia (Yulianti, dkk,
2010).

Menurut World Health Organization (WHO) 2010, jumlah penderita


diabetes melitus di Indonesia jumlahnya sangat besar. Pada tahun 2005 jumlah
penderita diabetes melitus telah mencapai 8,4 juta jiwa, pada tahun 2008 jumlah

3
penderita 13.797.470 jiwa sedangkan pada tahun 2010 jumlahnya telah mencapai
sekitar 24 juta orang. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-
tahun berikutnya. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologis yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi
nasional kejadian diabetes melitus tahun 2012 pada penduduk yang berusia lebih
dari lima belas tahun adalah sebesar 5,7%. Melihat pola pertambahan penduduk
saat ini, diperkirakan pada tahun 2030 nanti sebesar 21,3 juta penduduk di
Indonesia menderita diabetes melitus (Triastuti 2013).

Peningkatan angka penderita diabetes berdampak signifikan bagi


kesehatan secara keseluruhan. Sebab penyakit diabetes merupakan penyakit
kronis yang bersifat progresif. Diabetes dapat menimbulkan berbagai komplikasi
kronis pada berbagai organ vital dan terkait dengan penyakit hipertensi (tekanan
darah tinggi), hiperkoagulasi (pembekuan darah pada seluruh pembuluh darah),
dislipidemia (gangguan pada jumlah lipid pada darah) dan disfungsi renal
(disfungsi ginjal). Setengah dari jumlah kasus diabetes melitus tidak terdiagnosis
karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi
(Rini, 2010).

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Melitus


(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (Soegondo, 2009).

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita diabetes berupa gangguan


mikropati dan makropati. Pada mikropati, gangguan berupa kaki diabetik yang
terjadi karena kendali kadar gula yang tidak dilakukan dengan baik dan
berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun. Penyebab utamanya adalah
kerusakan syaraf (neuropati diabetik) dan gangguan pembuluh darah. Syaraf
yang telah rusak membuat pasien diabetes tidak dapat merasakan sakit, panas,

4
atau dingin pada tangan dan kaki. Ketidakmampuan syaraf merespon rangsangan
di luar tubuh membuat kaki mudah terluka dan luka menjadi lebih buruk karena
penderita diabetes tidak menyadari adanya luka tersebut. Neuropati diabetik
menyerang lebih dari 50% penderita diabetes. Gejala umum yang terjadi adalah
rasa kebas (baal) serta kelemahan pada kaki dan tangan. Tersumbatnya aliran
darah juga menyebabkan gangguan kaki diabetik. Aliran darah yang tidak cukup
ke kaki akan menimbulkan luka dan infeksi yang sulit untuk disembuhkan.
(Sarwono 2011).

Luka diabetes yang disebut ulkus diabetikum khususnya pada daerah kaki
yang awalnya kecil, jika tidak segera ditangani akan menimbulkan infeksi yang
cepat menyebar, bahkan infeksi yang semakin menyebar dapat berdapat kematian
jaringan atau nekrosis salah satu tindakan medis yang dapat dilakukan pada
kematian jaringan atau nekrosis yaitu amputasi

Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh


sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi
pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan
teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh
klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi. Angka kematian akibat ulkus dan gangren berkisar 17-23%,
sedangkan angka amputasi berkisar 15-30%. Sementara angka kematian 1 tahun
pasca amputasi sebesar 14,8% (Em Yunir, 2011).

Masalah ulkus kaki diabetik atau ulkus diabetikum merupakan suatu


permasalahan yang besar. Resiko terjadinya ulkus kaki pada penderita diabetes
adalah sekitar 25% dan diperkirakan setiap tahunnya satu juta orang dengan
diabetes menjalani suatu amputasi ekstremitas bawah dan diperkirakan sekitar
85% amputasi ekstremitas yang terjadi diawali oleh adanya ulserasi kaki atau
adanya ulkus diabetikum (Norman, 2008).

5
Berdasarkan data yang didapatkan di RM RSUP. Dr M.Djamil padang
pada tahun 2017 didapatkan bahwa jumlah kunjungan pasien dengan masalah
ulkus ganggren pada 3 bulan terakhir yaitu 21 orang dengan data amputasi 15
orang, dan pada 1 tahun terakhir didapatkan data 84 orang pasien dengan ulkus
ganggren dan data amputasi 60 orang (RSUP Dr M.Djamil Padang)

Berdasarkan data yang didapat maka kelompok tertarik mengambil kasus


dengan masalah ulkus ganggren post amputasi cruris di ruangan RR bedah RSUP
Dr M.Djamil Padang

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memaparkan Asuhan Keperawatan pada Ny. N dengan Post Amputasi
e.c Ulkus Ganggren di Ruangan Hight Care Unit (HCU) Bedah RSUP
M.Djamil Padang
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan Pengkajian pada Ny. N
b. Memaparkan Diagnosa keperawatan pada Ny. N
c. Memaparkan Kriteria Hasil Perawatan pada Ny. N
d. Memaparkan Intervensi Keperawatan pada Ny. N
e. Memaparkan Evaluasi Keperawatan pada Ny. N
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Memberi masukan bagi petugas kesehatan terutama perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan post amputasi
ulkus ganggren
2. Bagi pendidikan
Hasil dari laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi
fakultas keperawatan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang
asuhan keperawatan
3. Bagi profesi keperawatan

6
Hasil laporan kasus ini dapat memberikan informasi bagi profesi
keperawatan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan post amputasi
ulkus ganggren dan untuk perkembangan pemberian asuhan keperawatan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar
A. Definisi
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung.Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang
dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi
pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan
teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh
klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi (Engram Barbara, 2010 ).
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma,
penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum
diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan
protetik
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus gangrene juga
merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati
perifer (Andyagreni, 2010).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan
mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang
disebabkan oleh infeksi (Askandar, 2000).
Menurut pendapat lain, gangren adalah suatu proses atau keadaan yang
ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis (Waspadji, 2006). Gangren
diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk akibat
sumbatan yang terjadi pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. Luka
gangren merupakan salah satu kornplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh
setiap penderita DM (Tjokroprawiro, 2007).

8
Jadi, Amputasi ulkus gangrene adalah pemisahan anggota tubuh sebagai
tindakan medis terakhir yang diakibatkan oleh salah satu komplikasi kronik dari
Diabetes Mellitus yang terjadi akibat proses nekrosis disebabkan oleh infeksi
yang ditandai dengan adanya luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau
busuk akibat terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di tungkai.
B. Etiologi ulkus gangrene
Ulkus ganggren Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang
memanjang perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar) proses
degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus.
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat
penyakit diabetes mellitus, dimana terjadia penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu yang mana tidak dapat mentransfor glukosa tanpa insulin,
Glukosa yang berlebihan tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui
glikolisis Sebagian glukosa yang tersisa dgn perantaraanenzim aldose reduktase
akan diubah menjadi sorbitol, Sorbitol tertumpuk dalam sel/jaringan dan
menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi

Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini


ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang
hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah
streptococcus (Soeatmaji, 2007). Terjadinya gangren diabetik dapat
mempengaruhi timbulnya gangren diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi.
Iskemia disebabkan karena adanya penurunan aliran darah ke tungkai akibat
makroangiopati ( aterosklerosis ) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama
pembuluh darah di daerah betis.

9
C. Manifestasi klinis/Tanda gejala ulkus gangrene
Biasanya di manifestasikan dengan nyeri berat tiba-tiba yang terjadi 1 sampai
4 hari setelah cedera, nyeri disebabkan oleh gas dan edema pada jaringan cedera.
Di sekeliling luka tampak normal berwarna terang dan tegang tapi kemudian
menjadi gelap, bau busuk cairan keluar dari luka. Gas dan cairan yang tertahan
meningkatnya tekanan setempat dan mengganggu pasokan darah dan drainase
otot yang trlihat menjadi dan nekrotik (Andyagreeni. 2010)
i. Berdasarkan jenis Gangrennya gejala-gejala ini dibedakan :
1. Pada gangren kering akan dijumpai adanya gejala permulaan berupa :
Sakit pada daerah yang bersangkutan
Daerah menjadi pucat, kebiruan dan berbecak ungu
Lama-kelamaan daerah tersebut berwarna hitam
Tidak teraba denyut nadi (tidak selalu)
Bila diraba terasa kering dan dingin
Pinggirnya berbatas tegas
2. Pada gangren basah akan dijumpai tanda sebagai berikut:
Bengkak pada daerah lesi
Tejadi perubahan warna dari merah tua menjadi hijau yang akhirnya
kehitaman
Dingin
Basah
Lunak
Ada jaringan nekrose yang berbau busuk, tapi bisa juga tanpa bau
sama sekali.

D. Patofisiologi ulkus gangrene


Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian

10
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermuda terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetes (Doengoes, Marilyn E. etc 2000)

E. Pemeriksaan Penunjang Ulkus Gangren


Diagnosa gangren diabetik ditegakkan dengan cara :

11
i. Anamnesis / gejala klinik
ii. Pemeriksaan fisik Physis diagnostic
iii. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa
>120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
F. Komplikasi ulkus gangrene
i. Dry gangrene
Dry gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran
darah ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari. 1 Dan tipe 2 diabetes
mellitus tipe mengarah pada kering gangren karena gula darah tinggi dan
kerusakan diabetes menyebabkan pembuluh darah yang membawa darah ke
jari tangan dan kaki.
Arteriosklerosis mengarah ke dinding-dinding arteri yang menebal atau
pembentukan plak kolesterol dan mempersempit diameter pembuluh kecil
yang mengarah ke gangrene. Demikian pula, penyakit arteri perifer mengarah
ke lemak dalam arteri dan berhenti darah dari mengalir ke jari tangan dan kaki
yang mengarah ke gangrene.
Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada adalah
sebuah kawasan di kulit yang sehat hanya di luar daerah yang terkena
dampak. Wilayah yang terlibat berubah dingin, kering, dan hitam dan
akhirnya jatuh. Ini disebut mumifikasi daerah.

12
ii. Basah gangrene
Basah gangren terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku atau
bahkan daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi mengambil akar
ke dalam jaringan.
Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan dan ini blok suplai darah ke
daerah yang terkena dampak membuat lebih buruk infeksi dan gangren
progresif. Basah gangren dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi
yang mengancam jiwa seperti syok septik jika tidak diperlakukan segera.
iii. Gas gangrene
Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut
Clostridium. Ini disebut gas gangren. Ini adalah infeksi umum yang dilihat
selama perang.
Necrotising nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar ke dalam
kulit dan menyerang lebih dalam jaringan.
iv. Gangren internal
Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika aliran
darah ke mereka terhalang. Ini disebut gangren internal dan dapat
mempengaruhi kandung empedu atau usus yang terperangkap dalam
hernia.
v. Fournier's gangrene
Ketika gangren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut
Fournier's gangren.

G. Penatalaksanaan ulkus gangrene


i. Penatalaksanaan medis
1. Memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai.
2. Pemberian obat hipoglikemik oral dan pemberin injeksi insulin jika
kadar gula lebih dari batas normal
3. Pemberian anti agregasi trombosit jika diperlukan, hipolipidemik dan
anti hipertensi.
4. Bila dicurigai suatu gangren, segera diberikan antibiotik spektrum

13
luas, meskipun untuk menghancurkan klostridia hanya diperlukan
penisilin.
5. Dilakukan pengangkatan jaringan yang rusak. Kadang-kadang jika
sirkulasi sangat jelek, sebagian atau seluruh anggota tubuh harus
diamputasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
6. Terapi oksigen bertekanan tinggi (oksigen hiperbarik) bisa juga
digunakan untuk mengobati gangren kulit yang luas. Penderita
ditempatkan dalam ruangan yang mengandung oksigen bertekanan
tinggi, yang akan membantu membunuh klostridia.
7. Bersihkan luka di kulit dengan seksama.
8. Waspada akan tanda-tanda terjadinya infeksi (kemerahan, nyeri,
keluarnya cairan, pembengkakan).
ii. Penalataksanaan Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap
ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka
dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 500
mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang
secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka
amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM. Menurut Smeltzer dan
Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah,
sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya
komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus:
1. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk


memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.

14
2. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
kadar insulin.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara
mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya
secara optimal.
4. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
Terapi Antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat
menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak
dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat
diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman. Faktor
nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya
diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20%
kalori lemak, 20% kalori protein.
5. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya Pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri
dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
6. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet
pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan

15
protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan
karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi
kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula
darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi,
kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang
baik harus diupayakan sebagai perawatan Pasien secara total.
7. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi
roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua Pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta
kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki
Pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi
trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada
tempat luka.
8. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai
berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor.
9. Perawatan luka
Perawatan dengan cairan glukosa (D40%) akan menjaga
kelembaban luka (moist), mengurangi peradangan sehingga
menurunkan nyeri, merangsang sel darah putih dan menstimulasi
regenerasi sel baru. Menurut Haris (2009). Pembersihan luka secara
klasik menggunakan antiseptik seperti hydrogen peroxide, povidone
iodine, acetic acid dan chlorohexadine dapat mengganggu proses
penyembuhan dari tubuh karena kandungan antiseptic tersebut tidak
hanya membunuh kuman, tapi juga membunuh leukosit yang dapat

16
membunuh bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk
jaringan kulit baru. Cara yang terbaik untuk membersihkan luka adalah
dengan menggunakan cairan saline dan untuk luka yang sangat kotor
dapat digunakan water-presure. Cairan NaCl 0.9% juga merupakan
cairan fisiologis yang efektif untuk perawatan luka karena sesuai
dengan kandungan garam tubuh (Thomas, 2007). Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa cairan glukosa lebih efektif dalam menyembuhkan
luka bila dibandingkan dengan cairan garam seperti NaCl 0.9% (Saldi,
2012).
Penyembuhan luka dapat terjadi secara cepat jika berada dalam
kondisi yang normal. Kesembuhan luka akan mengalami hambatan
karena berbagai macam gangguan dan komplikasi seperti infeksi dan
insufisiensi vaskular (Saldi, 2012). Penyembuhan secara ideal berusaha
memulihkan seperti jaringan asalnya, hal ini dilakukan dengan cara
perawatan luka. Perawatan luka akut harus mempertimbangkan
penggunaan bahan yang tepat. Teknik terbaru dalam perawatan luka
adalah dengan cara;
1) debridemen pada jaringan yang mati
2) pencucian luka dan pemberian antibiotic
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses
penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya
infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang
jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan
yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka.
Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah
yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl
0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan
beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan
pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan
granulasi.

17
Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan
imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan
saline.
3) menjaga keseimbangan kelembaban dengan tampon
4) menjaga tepi luka agar tetap bersih dan lembab. Upaya ini efektif
dengan menggunakan bahandari glukosa seperti madu atau cairan
D40%. Metode ini dikenalkan oleh Dr. Falanga (2004)yang
mengembangkan teori manajemen luka kronik seperti ulkus diabetes,
yaitu menggunakanmetode TIME (tissue management, inflamation
and infection control, moisture balance epithelial advancement)
(PPNI, 2010).

2. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a) Keluhan utama
Biasanya pada pasien ganggren akibat diabetes mellitus yaitu nyeri
pada daerah luka gangren, sering BAK, selalu lapar dan haus.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan lanjutan dari keluhan utama biasanya tergantung dari
ganas/tidaknya. Rasa sakit akan bertambah bila pasien banyak aktifitas,
bila pasien istirahat maka rasa nyeri akan berkurang
c) Riwayat kesehatan dahulu
Merupakan faktor pencetus menuju predisposisi dari penyakit pasien
yang sekarang sedang diderita oleh pasien
d) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga biasanya ada yang menderita penyakit yang sama.

18
2. Pemeriksaan fisik: data focus

Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi


tubuh klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi
manakala tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan
untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan
trauma/ tindakan darurat. Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :

SISTEM TUBUH KEGIATAN

Integumen : Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat


hidrasi.
Kulit secara umum.
Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut
Lokasi amputasi
atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus
return.

Sistem Cardiovaskuler : Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan


pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator
Cardiac reserve
fungsi jantung.
Pembuluh darah
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian
terhadap elastisitas pembuluh darah.

Sistem Respirasi Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai


adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.

Sistem Urinari Mengkaji jumlah urine 24 jam.

Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.

Cairan dan elektrolit Mengkaji tingkat hidrasi.

19
Memonitor intake dan output cairan.

Sistem Neurologis Mengkaji tingkat kesadaran klien.

Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik


dan sensorik daerah yang akan diamputasi.

Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.

- Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual


Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada kondisi
psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi kecemasan pada
klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan dilakukan, penerimaan
klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap gaya hidup. Kaji juga tingkat
kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping itu juga dilakukan pengkajian yang
mengarah pada antisipasi terhadap nyeri yang mungkin timbul.

Perawat melakukan pengkajian pada gambaran diri klien dengan memperhatikan


tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran ideal diri klien dengan
meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah dilaksanakan dan dibandingkan
dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri, pandangan klien terhadap rendah diri
antisipasif, gangguan penampilan peran dan gangguan identitas.

Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama dan
bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan pemilihan
koping konstruktif.

Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya


gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien setelah
klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri. Kesadaran yang
penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik bagi kesehatan dirinya,
sehingga memungkinkan bagi perawat untuk melakukan tindakan intervensi dalam
mengatasi masalah umum pada saat pre operatif.
20
- Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau
melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang
akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal,
fungsi hepar dan fungsi jantung.
- Infeksi
Pseudomonas atau stapilococcus aureus merupakan mikroorganisme
pathogen yang paling sering muncul pada luka gangrene dan merupakan jenis
luka kronis yang terkontaminasi, adanya kolonisasi bakteri mengindikasikan
luka tersebut telah terinfeksi. Luka yang telah terinfeksi menunjukkan adanya
infeksi secara:
Infeksi sistemik : pada pemeriksaan laboratorium, adanya peningkatan
jumlah leukosit lebih dari batas normal, dan peningkatan / penurunan
suhu tubuh.
Lokasi infeksi: Tampak peningkatan jumlah eksudat, berbau tidak sedap,
penurunan vaskularisasi, adanya jaringan nekrotik, eritema/kemerahan
pada kulit sekitar luka, teraba hangat dan nyeri tekan setempat.
3. 11 fungsional gordon
11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan
tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren
kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya
dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan
sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
21
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola tidur dan istirahat
Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang
ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola
tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
5. Pola aktivitas dan latihan
Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
6. Pola hubungan dan peran
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
7. Pola sensori dan kognitif
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
8. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga ( self esteem ).
9. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.

22
10. Pola mekanisme stres dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
- Pemerikasaa darah
- Urine
- Kultur pus
B. Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
Kerusakan integritas kulit
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

23
C. Perencanaan
Diagnosa 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC (lihat daftar)
Rencana Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
hasil
1 Nyeri Akut b.d Agen NOC NIC :
Cidera Control nyeri Pain Management
Batasan Setelah di lakukan Lakukan penilaian nyeri secara
karakteristik: tindakan : komprehensif dimulai dari
lokasi, karakteristik, durasi,
Menilai lamanya
Perubahan nafsu frekuensi, kualitas, intensitas
Nyeri dan penyebab.
makan
Menilai faktor Kaji ketidaknyamanan secara
Perubahan nonverbal, terutama untuk
penyabab
tekanan darah pasien yang tidak bisa
Gunakan catatan nyeri mengkomunikasikannya secara
Perubahan
Gunakan ukuran efektif
frekuensi jantung Pastikan pasien mendapatkan
pencegahan
Perubahan perawatan dengan analgesic
Penggunaan non Gunakan komunikasi yang
frekuensi
analgesic untuk terapeutik agar pasien dapat
pernafasan menyatakan pengalamannya
mengurangi nyeri
Laporan isyarat terhadap nyeri serta dukungan
Penggunaananalgesic dalam merespon nyeri
diaforesis
yang disarankan Tentukan dampak nyeri
Prilaku diatraksi terhadap kehidupan sehari-hari
Melaporkan tanda /
(mis; mondar- (tidur, nafsu makan, aktivitas,
gejala nyeri pada kesadaran, mood, hubungan
mandir, mencari
tenaga kesehatan sosial, performance kerja dan
orang lain
Laporkan gejala yang melakukan tanggung jawab
dan/atau aktivitas sehari-hari)
tidak terkontrol pada
lain, aktivitas Menyediakan informasi tentang
tenaga professional nyeri, contohnya penyebab
yang berulang )
Menilai gejala nyeri nyeri, bagaimana kejadiannya,

24
Mengekspresikan Melaporkan nyeri mengantisipasi
prilaku ( mis: berkurang ketidaknyamanan terhadap
prosedur
gelisah,merengek, Tingkatan nyeri Kontrol faktor lingkungan yang
menangis, wadata, Setelah di lakukan dapat menimbulkan
iritabilitas, tindakan : ketidaknyamanan pada pasien
(suhu ruangan, pencahayaan,
mendesah) Nyeri dilaporkan
keributan)
Masker wajah Panjang episode
Mengurangi atau
nyeri
Fokus (mis : mata menghapuskan faktor-faktor
Menggosok daerah yang mempercepat atau
kurang bercahaya, yang terkena meningkatkan nyeri
tampak kacau, Ekspresi wajah (spt:ketakutan, fatique, sifat
gerakan mata nyeri membosankan, ketiadaan
Kegelisahan pengetahuan)
berpencar atau
Agitasi Mempertimbangkan kesediaan
tetap pada satu Meringis pasien dalam berpartisipasi,
fokus meringis ) Cemerlang kemampuannya dalam
Prilaku berjaga Diaforesis berpartisipasi, pilihan yang
Pacing digunakan, dukungan lain
jaga, Melindungi
Fokus menyempit dalam metoda, dan
area nyeri Ketegangan otot kontraindikasi dalam pemilihan
Fokus menyempit Kehilangan nafsu strategi mengurangi nyeri
makan Pilihlah variasi dari ukuran
( mis : gangguan
Mual pengobatan (farmakologis,
persepsi nyeri,
Intoleransi makanan nonfarmakologis, dan hubungan
hambatan proes atar pribadi) untuk mengurangi
nyeri
berfikir,
Ajarkan prinsip manajemen
penurunan nyeri
interaksi dengan Pertimbangkan tipe dan sumber
orang yang dan nyeri ketika memilih metoda
mengurangi nyeri
lingkungannya )
Mendorong pasien dalam
Indikasi nyeri memonitor nyerinya sendiri
yang dapat Ajari untuk menggunakan
diamati tehnik non-farmakologi (spt:
biofeddback, TENS, hypnosis,
Perubahan posisi relaksasi, terapi musik,

25
untuk distraksi, terapi bermain,
menghindari nyeri acupressure, apikasi
hangat/dingin, dan pijatan )
Sikap melindungi sebelum, sesudah dan jika
tubuh memungkinkan, selama puncak
Dilaktasi pupil nyeri , sebelum nyeri terjadi
atau meningkat, dan sepanjang
Melaporkan nyeri nyeri itu masih terukur.
Fokus pada diri Jelajahi budaya pasien dalam
sendiri menggunakan metoda
farmakologi dalam
Gangguan tidur menghilangkan nyeri
Faktor yang Ajarkan tentang metode
berhubungan: farmakologi dalam
menghialngkan nyeri
Agen cedera Dorong pasienuntuk
menggunakanobat penghilang
(biologi, kimia,
rasa sakityang memadai
fisika, psikologi ) Kolaborasikan dengan pasien
dan tenaga kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan metoda
dalam mengatasi nyeri secara
non-farmakologi.
Menyediakan analgesic yang
dibutuhkan dalam mengatasi
nyeri
Menggunakan Patient-
Controlled Analgesia (PCA)
Kaji tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan
dalam catatan medis dan
informasikan kepada tenaga
kesehatan yang lain
Evaluasi efektifitas metoda
yang digunakan dalam
mengontrol nyeri secara
berkelanjutan
Modifikasi metode kontrol

26
nyeri sesuai dengan respon
pasien
Anjurkan untuk istirahat/tidur
yang adekuat untuk mengurangi
nyeri
Dorong pasien untuk
mendiskusikan pengalamannya
terhadap nyeri
Beritahu dokter jika metoda
yang digunakan tidak berhasil
atau jika ada komplain dari
pasien mengenai metoda yang
diberikan
Informasikan kepada tenaga
kesehatan yang lain/anggota
keluarga tentang penggunaan
terapi non-farmakologi yang
akan digunakan oleh pasien
Gunakan pendekatan dari
berbagai disiplin ilmu dalam
manajemen nyeri
Mempertimbangkanpasien,
keluarga, danhal lain yang
mendukungdalam proses
manajemennyeri

Diagnosa 2: Kerusakan Integritas kulit (00046)


Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
Intrevensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Diagnosa Rencana Keperawatan
No Intervensi
Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil
2 Kerusakan NOC: Pr e s s u r e M a n a g e m e n t
integritas Kulit Integritas Jaringan: a. Anjurkan Pasien untuk
Batasan Kulit & Membran menggunakan pakaian yang
Karakteristik : Mukosa longgar
Temperatur kuliT b. Hindari kerutan pada tempat tidur

27
Kerusakan Sensasi c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
jaringan Elestisitas bersih dan kering
Hidrasi
(seperti d. Mobilisasi Pasien (ubah posisi
Keringat
kornea, Tekstur Pasien) setiap dua jam sekali
membrane Penebalan e. Monitor kulit akan adanya
mucus, kulit, Perfusi Jaringan kemerahan
Pertumbuhan
subkutan) f. Oleskan lotion atau minyak/baby
Rambut di Kulit
Hancurnya Integritas Kulit oil pada derah yang tertekan
jaringan Pigmentasi abnormal g. Monitor aktivitas dan mobilisasi
Faktor yang Lesi Kulit Pasien
Lesi Mukus dan
Berhubungan : h. Monitor status nutrisi Pasien
Membran mukosa
Jaringan Parut i. Memandikan Pasien dengan sabun
Perubahan
Kanker Kulit dan air hangat
sirkulasi Kulit mengelupas j. Observasi luka : lokasi, dimensi,
Iritasi kimia Skin Scalling
kedalaman luka,
Kekurangan Eritema
karakteristik,warna cairan,
Pucat
volume
Nekrosis granulasi, jaringan nekrotik,
cairan Induration tanda-tanda infeksi lokal, formasi
Kurangnya Abrasi selaput mata traktus
pengetahuan k. Ajarkan pada keluarga tentang
Kelebihan luka dan perawatan luka
volume l. Kolaburasi ahli gizi pemberian
cairan diae TKTP, vitamin
Kerusakan m. Cegah kontaminasi feses dan urin
mobilitas n. Lakukan tehnik perawatan luka
fisik dengan steril
Faktor o. Berikan posisi yang mengurangi
mekanik tekanan pada luka
(seperti
tekanan,

28
pencukuran,
gesekan)
Faktor nutrisi
(seperti
kekurangan
atau
kelebihan)
Radiasi
Suhu ekstrim

Diagnosa 3: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)


Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
Intrevensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Diagnosa Rencana Keperawatan
No Intervensi
Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil
3 Ketidakefektifan NOC N I C :
perfusi jaringan Perfusi jaringan: perifer pencegahan sirkulasi
perifer Status sirkulasi aktifitas:
Keparahan kelebihan
Lakukan penilaian komprehensif
beban cairan; tentang sirkulasi perifer (contoh :
Faktor resiko:
Fungsi sensori cek puls perifer, edema, pengisian
Umur> 60 kutaneus; kapiler, warna, suhu ekstremitas,
indekx brachial ankle, jika
tahun Integritas jaringan:
diindikasikan)
Kurangnya Perfusi jaringan: Target atau pasien berisiko
pengetahuan perifer (diabetes, perokok, orang tua,
pasien dengan hipertensi, dan
tentang Setelah dilakukan
orang-orang dengan kolesterol
faktor yang tindakan tinggi) untuk penilaian perifer yang

29
memberatka keperawatan komprehensif dan modifikasi
n (misalnya: selama.. faktor risiko
Jangan lakukan intravena atau
merokok, ketidakefektifan
mengambil darah pada ekstremitas
gaya hidup, perfusi jaringan yang terkena
trauma, perifer dapat Tidak melakukan pengambilan
tekanan darah pada ekstremitas
obesitas, terpenuhi dengan
yang terkena
asupan kriteria hasil: Tidak melakukan penekanan atau
garam, Menunjukkan uji tourniquet pada ekstremitas
imobilitas) keseimbangan yang terkena
Pertahankan hidrasi yang adekuat
Kuranganya cairan, integritas
untuk mencegah peningkatan
pengetahuan jaringan: kulit dan kekentalan darah
tentang membrane mukosa Hindari cedera pada daerah yang
terkena dampak
proses dan perfusi jaringan
Cegah infeksi pada luka
penyakit perifer yang
Instruksikan pasien untuk
(misalnya: dibuktikan oleh melakukan tes sebelum masuk ke
diabetes, indicator sebagai bak mandi untuk mencegah kulit
terbakar
hiperlipidem berikut:
Instruksikan untuk melakukan
ia) 1) gangguan eksterm perawatan kaki dan kuku
Diabetes 2) berat Instruksikan pasien dan keluarga
3) sedang untuk menghindari cedera pada
mellitus
area yang terkena dampak
Prosedur 4) ringan
Dorong untuk berhenti merokok
endovascular 5) tidak ada dan berolahraga teratur pada pasien
Hipertensi gangguan dengan klaudikasio
Dorong untuk berjalan ke titik
Gaya hidup Pasien akan
klaudikasio dan sedikit lebih setiap
Merokok mendeskripsikan kali untuk membantu dalam
rencana perawatan pengembangan sirkulasi kolateral
dirumah pada ekstremitas bawah
Instruksikan pasien dan keluarga
ekstremitas
pada terapi medis untuk
bebasdari lesi pengontrolan tekanan darah,
antikoagulasi, dan menurunkan
level kolesterol

30
Instruksikan pasien untuk
menghindari beta blockers untuk
pengontrolan tekanan darah
(menyebabkan penyempitan
pembuluh perifer dan
memperburuk klaudikasio)
Instruksikan pasien melakukan
langkah-langkah diet untuk
meningkatkan sirkulasi (diet
rendah lemak jenuh dan asupan
yang baik dari omega 3 minyak
ikan)
Instruksikan pasien dengan
diabetes membutuhkan manajemen
yang tepat tentang gula darah
Instruksikan pasien perawatan kulit
yang tepat (melembabkan kulit
kering pada kaki, memperhatikan
dengan cepat luka dan ulkus
potensial)
Menyediakan informasi kepada
pasien dan keluarga untuk berhenti
merokok , jika berlaku
Monitor ekstremitas dari area
jahitan, kemerahan, nyeri, atau
pembengkakan
Instruksikan pasien mengindikasi
tanda dan gejala yang dibutuhkan
untuk perawatan darurat ( nyeri
jika tidak hilang hingga istirahat,
komplikasi luka, kebas)
Dorong partisipasi pasien pada
program rehabilitasi vaskular

31
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. N

No. RM : 197497

Umur : 87 tahun

DIagnosa Medis : Ulkus Gangrene

Tanggal Kedatangan : 9 Oktober 2017

Tanggal Pengkajian : 16 Oktober 2017, pukul 19.00 WIB

Tanggal Post Operasi : 16 Oktober 2017, pukul 12.00 WIB

B. Pengkajian

1. Alasan Masuk
Pasien masuk rumah sakit M.Djamil melalui IGD pada tanggal 9 Oktober
2017. Pasien rujukan dari RS Reksodiwiryo dengan keluhan kaki menghitam
sejak 1 bulan yang lalu. Keluarga mengatakan, sebelumnya terdapat luka yang
tidak sembuh-sembuh pada kaki 4 bulan yang lalu. Semakin lama semakin
menjalar keatas dan kehitaman, berbau busuk dan terdapat nanah. Pasien
mengatakan tidak ada merasakan apa-apa ketika di beri ransangan pada kaki
tersebut. .
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat pengkajian 16 Oktober 2017 pukul 19.00 WIB pasien post
amputasi 7 jam yang lalu. Pasien dalam kondisi sadar. Pasien mengatakan
nyeri pada kaki bekas operasi, nyeri berdenyut, nyeri dirasakan disekitar kaki

32
amputasi dan tidak menyebar, skala nyeri 7, dan nyeri terasa terus-menerus.
Terpasang infus RL 28 tts/i ditangan sebelah kiri, kateter urin terpasang.
Pada kaki post amputasi terpasang drain darah (+) 10 cc. Pasien
tampak lemah, pucat, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pasien
mengatakan badan terasa lemah.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mimiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu dan diabetes
melitus sejak 20 tahun yang lalu. Keluarga mengatakan gula darah
dikontrol dengan mengatur makanan pasien. Selain itu pasien memiliki
riwayat amputasi pada jari kelingking dan jari manis kaki kiri 1 tahun yang
lalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga mengatakan orang tua laki-laki pasien memiliki riwayat diabetes
militus dan hipertensi.

GENOGRAM

33
Keterangan :

= Laki-laki

= perempuan

= meninggal

= Pasien
= tinggal serumah
= riwayat penyakit DM dan Hipertensi

3. Pola Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan pada awalnya terdapat luka pada kaki yang tidak
kunjung sembuh ( 4 bulan yang lalu). Kemudian menghitam semenjak
1bulan terakhir, luka berbau busuk dan terasa kebas. Pasien mengatakan
kesehatan adalah hal yang sangat penting, tetapi keluarga hanya
menyembuhkan sakitnya dengan obat alternatif berupa dedaunan.
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Pasien mengatakan sebelum sakit biasa makan tiga kali sehari dan habis
satu porsi diantaranya nasi 1 centong, gorengan ( tempe, tahu dll), dan sayur.
Pasien sudah mengetahui kalau menderita DM, jadi untuk makanan tiap hari
pasien mengurangi makanan yang manis seperti jajanan yang manis ataupun
roti yang manis. Saat pengkajian masih di puasakan.
Untuk kebiasaan minum, sebelum sakit dan dirawat di RS pasien minum
air putih + 1500 ml. Ketika pengkajian pasien masih dipuasakan (post Op).
Pasien mengatakan berat badan sebelum masuk rumah sakit 41 kg dan saat
sebelum operasi berat badan didapatkan menjadi 37 kg.
c. Pola eliminasi
Sebelum pasien sakit biasanya pasien BAK 6-7 kali per hari dengan
komposisi bening dan buang air besar tidak menentu, lebih sering 1x sehari.

34
Intake cairan IVFD RL 2 x 500 cc 28 tts/menit, pada saat pengkajian pasien
masih puasa sehingga tidak ada intake cairan peroral. Pasien terpasang kateter,
jumlah urin 200 cc.
d. Aktifitas dan latihan
Sebelum masuk RS pasien memang tidak bekerja, setiap hari pasien hanya
menjaga cucunya dirumah. Segala kegiatan rumah dikerjakan oleh anaknya.
Selama pasien dirawat dirumah sakit sebelum operasi pasien lebih banyak
tiduran karena tubuh klien lemah. Saat pengkajian pasien bedrest post op.
e. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan pola tidur tidak tentu, setiap kali mengantuk langsung tidur.
Begitupun juga dimalam hari, setelah selesai sholat isya pasien biasa tidur
tetapi jam 3 malam pasien selalu bangun untuk melaksanakan sholat tahajud.
Pasien bangun jam 5 pagi.
f. Pola Persepsi dan kognitif
Pasien tidak mengalami gangguan kemampuan sensasi seperti pendengaran,
pengecapan, maupun penghidu.
g. Pola hubungan dan peran
Pasien adalah seorang nenek dan ibu dari anak-anaknya, suami pasien telah
meninggal 25 tahun yang lalu, pasien tidak bekerja.
h. Pola reproduksi
Pasien adalah seorang ibu dengan 6 orang anak. Suami pasien sudah meninggal
karena kecelakaan sejak anak terakhir pasien lulus sekolah SMP
i. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien mengatakan pasrah dan menerima kondisinya saat ini. Pasien mencoba
menerima hidup tanpa kakinya yang diamputasi.

j. Pola mekanisme koping


Pasien sangat dekat dengan anak-anaknya, Setiap pasien mempunyai masalah
pasien selalu mendiskusikan dengan anaknya.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan

35
Pasien maupun keluarga pasien beragama Islam, mereka selalu

menjalankan ibadah sholat 5 waktu. Pasien percaya bahwa segala sesuatu

berasal dari Allah SWT dan kembali lagi kepadaNYA. Akan tetapi saat sakit

klien hanya mampu shalat di atas kasur.

4. Pemeriksaan fisik

Kesadaran : Composmentis (GCS 15)


Keadaan Umum : Lemah
Tanda-Tanda Vital :
Tekanan Darah : 145/95 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Suhu :36,7oC
Respirasi : 24 x/menit

Pemeriksaan Head to toe:

Kepala
I : rambut berwarna putih, tidak ada lesi, rambut tipis dan rontok, simetris kiri
kanan.
P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
Mata
I : simetris kiri kanan, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor
P : tidak ada pembengkakan, tidak ada nyeri tekan
Hidung
I : simetris kiri kanan, tidak ada polip, tidak ada sekret,
P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
Mulut
I : mukosa bibir agak kering, gigi atas tinggal 2 dan gigi bawah tinggal 5, ada
karies, gigi agak kuning, lidah bersih
Telinga

36
I : simetris kiri kanan, ada serumen, fungsi pendengaran baik
P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
Leher
I : simetris kiri kanan, tidak ada lesi, tidak ada distensi vena jugularis
P : tidak ada pembengkakan kelenjer tyroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening.
Paru
I : simetris kiri kanan, tidak ada jejas
P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan
P : sonor
A : bunyi nafas vesikuler, ronkhi (-), Whezing (-).
Jantung
I : iktus kordis tidak terlihat
P : iktus kordis teraba
P : redup
A : bunyi jantung I dan II reguler, mur-mur (-), gallop (-) .
Abdomen:
I : tidak ada distensi, tidak ada lesi
P : tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak ada massa
P : timpany
A : bising usus normal
Ekstermitas
I : kaki pasien sebelah kiri diamputasi, tangan kiri terpasang infus
P : ada nyeri tekan dipost op amputasi kaki kiri smpai lutut dan tidak ada
pembengkakan
Pulsasi arteri popliteal sinistra lemah dan pulsasi arteri femoralis normal.
Kekuatan otot tangan : 444 / 444
Kekuatan otot kaki : 444 / 100
Genetalia
I : pasien terpasang kateter, Jumlah urin 200 cc.
4. Pemeriksaan Penunjang

37
Hasil Pemeriksaan Laboratorium :

Pemeriksaan/ Tanggal Hasil Analisis

Tanggal 16 Oktober 2017 Hemoglobin : 9,2 g/dl Anemia ringan


Leukosit : Leukositosis
24.010/mm3
Trombosit : Trombositosis
475.000/mm3
Hematokrit: 28% Dibawah nilai
rujukan

Albumin : 1,9 g/dl Hipoalbumin

Globulin : 2,3 g/dl


Protein : 4,2 g/dl
Tanggal 17 Oktober 2017 PT : 16,1 detik
APTT: 44,1 detik

Tanggal 18 Oktober 2017 Hemoglobin : 12,3 g/dl


Leukosit: 45.600/mm3
Trombosit:
335.000/mm3
Ht: 38 %
Albumin: 2,8 g/dl
Pt :18,9 detik
Aptt: 52,3 detik
Gds: 142
Ureum: 45
Globulin: 2,4
Kreatinin: 0,5

38
Natrium: 136
Kalium: 4,3
Klorida: 99
Total protein: 5,2

Pemeriksaan Lainnya:
Rontgen Thorax (6 Oktober 2017)
- Trakea ditengah
- Jantung tidak membesar (CTR < 50%)
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Kedua hilus tidak melebar atau menebal
- Corakan bronkovaskular kedua paru meningkat
- Tampak infiltrat di kedua lapangan paru
- Paru hiperaerasi
- Kedua diafragma licin. Kedua sinus kostofranicus lancip.

Kesimpulan : Tb paru dan emfisema paru


5. Pengobatan

No. Hari/Tanggal Nama Obat

1 Senin/ - Ceftriaxon 2x1gr


- Metrodinazol3x500 mg
16 Oktober - Ranitidine 2x1 ampul
2017 - Ketarolac 3x30 mg
- RL 28 tetes/menit
(12.00 WIB)

2 Selasa/ - IVFD D5 : RL : 2 : 2 per 24 jam


- Ceftriaxon 2x1 gr
17 Oktober - Metrodinazol 3x500 mg
2017 (07.00 - Ranitidine 2x1 ampul
WIB) - Ketarolac 3x30 mg
- IUFD RL 20 tetes/menit
- Transfusi plasbumin 20% (100 cc)
Rencana 16.00

39
- Kultur darah
- Rencana tranfusi PRC 2 kolf
- Rencana Transfusi FFP 4 unit.
- Rencana konsul jantung dan paru

3 Rabu/ - Ceftriaxon 2x1 gr


- Metrodinazol 3x500 mg
18 Oktober - Ranitidine 2x1 ampul
2017 - Ketarolac 3x30 mg
- IUFD : RL 20 tetes/menit
- Oksigen 12 liter/menit
Therapy (Hasil konsul jantung):
- Furosemid 2x1 ampul
- Ramipril 1x2,5 mg
- Aspilet 1x 80 mg
- Atorvastatin 1x20 mg
Rencana Echocardiografi

- Transfusi FFP II Unit


Therapy:
- Flumusil 2x1 ampul
- ventolyin 4x1

B. ANALISA DATA

No Hari / Data Masalah


Tanggal

1. Senin/ Data Subjektif Nyeri akut


Pasien mengatakan nyeri pada kaki bekas
16 Okt 17
operasi, nyeri berdenyut, nyeri dirasakan
19.00 WIB disekitar kaki amputasi dan tidak menyebar,
nyeri terasa terus-menerus
Data objektif:

Post amputasi dari kaki kiri sampai lutut hari


ke-1

40
Pasien tampak meringis
Skala nyeri 7
Hasil TTV pasien :
TD : 145/95 mmHg
N : 98 x/i
P : 24 x/menit
S : 36,7oC

2. Senin/ Data Subjektif : - Resiko

Data Objektif : Perdarahan


16 Okt 17
Pasien post op amputasi hari ke 1
19.00 WIB
Hb : 9, 2 g/dl
Hematokrit: 28%
Trombosit:475.000/mm3
Hasil TTV :
TD : 159/70 mmHg
N : 100x/menit
P : 34x/menit
S : 36,7 oC

3. Selasa/ 17 Data Subjektif : Pola Nafas Tidak


Okt 17 Pasien mengatakan sesak napas dan terasa berat Efektif
Data objektif:
07:00 WIB
- KU pasien lemah
- Pasien tampak sesak : RR : 34x/i
- Auskultasi paru : ronchi (+)
- Penggunaan otot bantu napas (+)
- Hasil Ro:TB dan Empisema paru

41
4. Selasa / 17 Data Subjektif : Ketidakseimbang
Oktober 2017 Klien mengatakan tidak nafsu makan an Nutrisi Kurang
Pasien mengatakan hanya menghabiskan 4 sdm dari kebutuhan
09 : 00 WIB
dari porsi makanan yang di berikan Rumah Tubuh
Sakit
Keluarga klien mengatakan terjadi penurunan
berat badan +/- 4 kg dalam waktu 1 bulan

Data Objektif :

Ku lemah
Klien tampak kurus (+)
Mual dan muntah (-)
Diit MB TKTP + extra putih telur (porsi
makanan masih tidak habis, menghabiskan 3-4
sendok makan
IMT : 15.8 (underweight)

42
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Rencana Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Intervensi
(NANDA) Kriteria Hasil (NOC) (NIC)

1 Nyeri Akut b.d agen Kontrol Nyeri: 1. Manajemen nyeri


cidera fisik (pasien post Klien mengakui Aktivitas :
amptuasi above knee) timbulnya nyeri Lakukan pengkajian nyeri
Klien menggambarkan secara komprehensif meliputi
faktor-faktor penyebab lokasi, karakteristik, awitan
nyeri dan durasi, frekuensi, kualitas,
Klien dapat intensitas atau keparahan nyeri
menggunakan langkah- dan factor presipitasinya
langkah pencegahan Observasi isyarat nonverbal
nyeri ketidaknyamanan, khususnya
Klien dapat pada mereka yang tidak
menggunakan analgesik mampu berkomunikasi efektif
seperti yang Ajarkan penggunaan teknik
direkomendasikan nonfarmakologi (relaksasi,
Klien menyampaikan distraksi, terapi)
perubahan gejala rasa Gunakan tindakan
sakit kepada tenaga pengendalian nyeri sebelum
profesional kesehatan nyeri menjadi lebih berat
Klien melaporkan gejala Laporkan kepada dokter jika
yang tidak terkontrol tindakan tidak berhasil atau
kepada tenaga kesehatan jika keluhan saat ini
profesional merupakan perubahan yang
Klien mengakui gejala bermakna dari pengalaman
terkait sakit yang nyeri pasien dimasa lalu
dideritanya

43
Klien melaporkan 2. Administrasi Analgesik
pengendalian nyeri. Aktivitas :
Level nyeri: Tentukan lokasi, karakteristik,
Definisi : Beratnya nyeri kualitas, dan derajat nyeri
yang diamati atau yang sebelum pemberian obat
dilaporkan Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi
Klien melaporkan tidak
Cek riwayat alergi
adanya nyeri
Pilih analgesik yang
Klien tidak merasakan
diperlukan atau kombinasi dari
panjang episode nyeri
analgesik ketika pemberian
Klien tidak mengalami
lebih dari satu
kegelisahan
Monitor vital sign sebelum dan
Klien tidak merintih dan
sesudah pemberian analgesik
menangis
pertama kali
Klien tidak menggosok
Berikan analgesik tepat waktu
daerah yang terkena
terutama saat nyeri hebat
Klien terlihat ceria
Evaluasi efektivitas analgesik,
Klien tidak mengalami
tanda dan gejala (efek
kesempitan fokus
samping)
Klien tidak kehilangan
nafsu makan
Tingkat pernapasan
Klien normal
Denyut jantung apikal
Klien normal
Tekanan darah klien
normal
2 Resiko Perdarahan b.d Blood lose severity Bleeding precautions
Pembedahan Blood koagulation 1. Monitor ketat tanda-tanda

44
Kriteria Hasil : perdarahan
a. Tidak ada hematuria 2. Catat nilai Hb dan HT
dan hematemesis sebelum dan sesudah
b. Kehilangan darah yang terjadnya perdarahan
terlihat 3. Monitor nilai lab (koagulasi)
c. Tekanan darah dalam yang meliputi PT, PTT,
batas normal sistol dan trombosit
diastole 4. Monitor TTV ortostatik
d. Tidak ada perdarahan 5. Pertahankan bed rest selama
pervagina perdarahan aktif
e. Tidak ada distensi 6. Kolaborasi dalam pemberian
abdominal produk darah (platelet atau
f. Hemoglobin dan fresh frozen plasma)
hematrokrit dalam batas 7. Lindungi pasien dari trauma
normal yang dapat menyebabkan
g. Plasma, PT, PTT dalam perdarahan
batas normal 8. Hindari mengukur suhu lewat
rectal
9. Hindari pemberian aspirin dan
anticoagulant
10. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake makanan
yang banyak mengandung
vitamin K
11. Hindari terjadinya konstipasi
dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake cairan
yang adekuat dan pelembut
feses
Bleeding reduction

45
1. Identifikasi penyebab
perdarahan
2. Monitor trend tekanan darah
dan parameter hemodinamik
(CVP,pulmonary capillary /
artery wedge pressure
3. Monitor status cairan yang
meliputi intake dan output
4. Monitor penentu pengiriman
oksigen ke jaringan (PaO2,
SaO2 dan level Hb dan cardiac
output)
5. Pertahankan patensi IV line
Bleeding reduction: wound/luka
1. Lakukan manual pressure
(tekanan) pada area perdarahan
2. Gunakan ice pack pada area
perdarahan
3. Lakukan pressure dressing
(perban yang menekan) pada
area luka
4. Tinggikan ekstremitas yarg
perdarahan
5. Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
6. Monitor nadi distal dari area
yang luka atau perdarahan
7. Instruksikan pasien untuk
menekan area luka pada saat
bersin atau batuk

46
8. Instruksikan pasien untuk
membatasi aktivitas
3 Pola nafas tidak efektif Status pernapasan : Manajemen jalan napas
b.d penggunaan otot Kepatenan jalan napas Aktivitas:
bantu nafas
Frekuensi nafas normal Posisikan pasien untuk
Irama nafas normal memaksimalkan potensi
Mampu mengeluarkan ventilasi
sputum Menginstruksikan cara batuk
Tidak cemas efektif
Bebas dari suara nafas Auskultasi bunyi nafas,
tambahan mencatat daerah menurun atau
hilangnya ventilasi dan bunyi
tambahan
Posisi untuk mengurangi
dyspnea
Memonitor pernapasan dan
status oksigenasi yang sesuai
Mengelola perawatan aerosol
yang sesuai
Mengelola perawatan
nebulizer ultrasonik yang
sesuai
Mengelola udara lembab atau
oksigen yang sesuai

Monitor Pernafasan
Aktivitas:

Monitor frekuensi, rata-rata,


irama, kedalaman dan usaha

47
bernafas
Catat pergerakkan dada, lihat
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, dan supraklavikula
dan retaksi otot intercostal
Monitor sekresi pernafasan Pasien

4 Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


nutrisi kurang dari
kriteria hasil :
kebutuhan tubuh b.d Aktivitas:
faktor biologis Asupan zat gizi Menentukan jumlah kalori
dan jenis zat makanan yang
Asupan makanan
diperlukan untuk memenuhi
dan cairan
kebutuhan nutrisi, ketika
Berat badan
berkolaborasi dengan ahli
Pengontrolan berat badan makanan, jika diperlukan

Kriteria hasil : Memastikan bahwa


makanan berupa makanan
Menggunakan yang tinggi serat untuk
suplemen nutrisi jika mencegah konstipasi
diperlukan Memberi Pasien makanan
Mempertahankan dan minuman tinggi protein,
pola makan yang tinggi kalori, dan bernutrisi
dianjurkan yang siap dikonsumsi, jika
Mempertahankan diperlukan
keseimbangan cairan Mengatur pemasukan
Mempertahankan makanan, jika diperlukan
intake kalori optimal
Monitor Nutrisi
harian
Aktivitas :
Monitor kehilangan dan

48
pertambahan berat badan

Monitor turgor kulit

Monitor adanya mual dan


muntah

Monitor nilai albumin, total


protein, hemoglobin dan
hematokrit.

Monitor tingkat energi,


lelah, lesu, dan lemah

Monitor intake kalori dan


nutrisi

49
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ tanggal : Senin/16 Oktober 2017 Ruangan : HCU Bedah


Nama : NY. N No. RM : 197497
No Perawat &
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Paraf
1 Nyeri Akut b.d Agen Cidera Pukul 19:00 WIB Pukul 23:00 WIB
Pukul 19.00 1. Melakukan pengkajian nyeri secara S:
Data subjektif: komprehensif meliputi: e) Pasien mengatakan nyeri berkurang
Pasien mengatakan nyeri pada kaki P: pada kaki post amputasi setelah diberikan obat dan didukung
bekas operasi, nyeri berdenyut, nyeri Q: Nyeri terasa berdenyut dengan teknik relaksasi nafas dalam
dirasakan disekitar kaki amputasi R : nyeri sekitar kaki amputasi saja dan O:
dan tidak menyebar, dan nyeri terasa tidak menyebar f) Pasien tampak tenang
terus-menerus. S : Skala Nyeri 7 g) Gelisah berkurang
Data objektif: T : terus menerus h) TD : 125/85 mmHg
Post amputasi dari kaki kiri sampai 2. MengObservasi isyarat nonverbal N : 90x/ menit
lutut hari ke-1 ketidaknyamanan: Pasien tampak gelisah S : 36,3 C
Pasien meringis 3. Mengajarkam pasien penggunaan teknik RR : 23x/menit
Skala nyeri 7 nonfarmakologi yaitu dengan relaksasi A:
Hasil TTV pasien : nafas dalam Masalah teratasi sebagian :
TD : 145/95 mmHg nyeri sudah berkurang dan dapat
N : 98 x/i teratasi dengan nafas dalam dan
50
P : 24x/menit Pukul 20.00 WIB pemberian obat
S : 36,7oC 4. Monitor vital sign sebelum dan sesudah P: Intervensi dilanjutkan
pemberian analgesik pertama kali Lanjutkan pengkajian nyeri pasien
5. Berikan analgesik sesuai order dokter : Pemberian analgetik sesuai order
Ketorolac inj 30mg iv Pantau TTV

Pukul 22.30 WIB


1. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala

2. Resiko pendarahan bd pembedahan Pukul 22:00 WIB Pukul 23.30 WIB


Pukul 19.00wib Memantau perdarahan pasien S:-
Data Subjektif : - Memantau Hb, Ht, PT, PTT dan O :

Data Objektif : trombosit PT : 16, detik


Memonitor TTV APTT : 44,1 detik
Pasien post op amputasi hari ke1
Rencana pemberian FFP(fresh frozen Drain: darah (+) 10cc/19 jam
(Hasil Labor tgl 16 Okt 2017
plasma) TD:152/60mmhg
02.30WIB)
Rencana pemberian transfusi PRC 1 Unit Suhu:36,8 c
Hb : 9, 2 g/dl
Hematokrit: 28%
(produk darah belum tersedia) Nadi: 87x/menit
Trombosit:475.000/mm3
TD : 159/70 mmHg A : masalahbelum teratasi :
N : 100 x/i
51
P : 34x/menit Hasil Labor menunjukkan nilai
S : 36,7 oC abnormal
P : Intervensi dilanjutkan
Transfusi PRC 1 Unit

CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ tanggal : Selasa/17 Oktober 2017 Ruangan : HCU Bedah


Nama : NY. N No. RM : 197497
No Perawat &
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Paraf
1. Nyeri akut b.d agen cidera (pasien post Pukul 09:00 WIB Pukul 11:00 WIB
amptuasi above knee) 1. Melakukan pengkajian nyeri secara S:

Pukul 07.00 WIB komprehensif meliputi: i) Pasien mengatakan nyeri berkurang

Data subjektif: P: pada kaki post amputasi setelah diberikan obat dan didukung

Q: Nyeri terasa berdenyut dengan teknik relaksasi nafas dalam


Pasien mengatakan masih merasakan j) Pasien mengatakan skala nyeri : 5
R : nyeri sekitar kaki amputasi saja dan
nyeri pada kaki bekas operasi, nyeri O:
tidak menyebar
berdenyut, nyeri dirasakan disekitar k) Pasien tampak rileks
S:6
kaki amputasi dan tidak menyebar, l) Gelisah berkurang
T : terus menerus
skala nyeri 6, dan nyeri terasa terus- m) Pasien tampak
2. Observasi isyarat nonverbal
menerus.
52
Keluarga mengatakan karena nyerinya ketidaknyamanan: Pasien tampak gelisah A : Masalah teratasi sebagian :
pasien sering terbangun di malam hari 3. Mengajarkam pasien penggunaan teknik nyeri sudah berkurang dan
dan sulit untuk tidur lagi. nonfarmakologi yaitu dengan relaksasi dapat teratasi dengan nafas
Pasien mengatakan tidak nafsu makan nafas dalam dalam dan pemberian obat
karena menahan sakit di kakinya 4. Berikan analgesik sesuai order dokter : diharapkan nyeri berkurang
Katerolac 3x30 mg IV tanpa pemberian obat
Data objektif:
P: Intervensi dilanjutkan
Post amputasi dari kaki kiri sampai Lanjutkan pengkajian nyeri pasien
lutut hari ke-2 Pemberian analgetik sesuai order
Pasien meringis Pantau TTV
Hasil TTV pasien :
TD :159/70mmhg
N : 100 x/i
P : 34x/menit
S : 36,6oC
2. Pola Nafas Tidakefektif b.d Nyeri Pukul 07:00 WIB Pukul 10:00 WIB
Pukul 07.00 WIB - Monitor frekuensi pernapasan, lihat S:
Data subjektif: kesimetrisan, penggunaan otot tambahan - Pasien mengatakannafas masih
- Mengauskultasi bunyi nafas sesak dan terasa berat
Pasien mengatakan sesak napas dan
- Mengatur posisi semi fowler O:
terasa berat - Memberikan 02 binasal 5l/m - k/u lemah
Data objektif: - Memantau tanda tanda vital - RR:30x/menit
- Penggunaan otot bantu pernapasan(+)
53
- KU lemah - suara nafas vesikuler, ronchi(-)
- Pasien tampak sesak ,whez(-)

- RR : 34x/i
A : Masalah belum teratasi :
- Penggunaan otot bantu napas (+) - kecepatan pernafasan masih
abnormal
P : Intervensi dilanjutkan:
monitoring pernapasan,
monitoring suara nafas tambahan,
pemberian oksigen
3 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari Pukul 09:00 WIB Pukul 11.00 WIB
kebutuhan tubuh b.d faktor biologis 1. Kolaborasi terkait kebutuhan gizi pasien S:
- pasien mengatakan tubuhnya
Pukul 09.00 dengan ahli gizi: Pasien dengan diet MB
masih lemah
Data Subjektif : 2. Makanan berupa makanan yang tinggi - pasien mengatakan tidak ada
serat untuk mencegah konstipasi nafsu makan
Klien mengatakan tidak nafsu makan - pasien mengatakan hanya
3. Mengecek kadar gula darah sebelum
Terjadi penurunan berat badan +/- 4 menghabiskan makanannya 4
makan sdm saja
kg dalam waktu 1 bulan
4. Mengatur pemasukan makanandengan O:
- Pasien tampak lemah
Data Objektif : menganjurkan klien makan dalam porsi
- Mual (-) dan muntah (-)
kecil tapi sering
Ku lemah, A : masalah belum teratasi
Tampak porsi yang di berikan tidak 5. Monitor adanya mual dan muntah
P : Intervensi dilanjutkan
habis
6. Memberikan plasbumin 20% 100 cc - Menganjurkan keluarga untuk
Pasien diberikan makanan MB TKTP

54
ekstra telur namun hanya motivasi pasien makan porsi
menghabiskan 4 sdm saja yang diberikan
- Menganjurkan pasien untuk
Mual dan muntah (-)?
makan sedikit namun sering
Albumin : 1,9 g/dl
R/ rencana cek ulang albumin
IMT : 37kg/2.3409 = 15,8

4 Resiko pendarahan bd pembedahan Pukul 09:00 WIB Pukul 11:00 WIB


Pukul 08:00 WIB Memantau perdarahan pasien S: -
Data Subjektif : -
Data Objektif : Memantau Hb, Ht, PT, PTT dan O :
Pasien post op amputasi hari trombosit (belum ada pengecekan Tidak ada tanda-tanda
kedua labor setelah operasi) pendarahan
Hb : 9, 2 g/dl
Hematokrit: 28% Memonitor TTV ortostatik Pemeriksaan labor setelah
Trombosit:475.000/mm3 Pemberian PRC operasi belum dilakukan
PT : 16,1 detik A : masalah belum teratasi
APTT : 44,1 detik
P : Intervensi dilanjutkan
Hasil TTV pasien :
TD : 142/89 mmHg Memantau tanda-tanda
N : 87 x/i perdarahan
P : 30x/menit
Memantau Hb, Ht, PT, PTT dan
S : 37 oC
trombosit

55
CATATAN PERKEMBANGAN

Hari/ tanggal : Rabu/ 18 Oktober 2017 Ruangan : HCU Bedah


Nama : NY. N No. RM : 197497
No Perawat &
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Paraf
1. Pola nafas tidak efektif bd nyeri Pukul 10:00 WIB Pukul 13.00 WIB
Pukul 10:00 WIB 1. Auskultasi bunyi nafas pasien : terdapat S:
suara tambahan ronkhi (+) - Keluarga mengatakan sesak sedikit
Data subjektif:
2. Monitor frekuensi pernapasan, lihat berkurang dari sebelumnya setelah
Pasien mengatakan napas bertambah kesimetrisan, penggunaan otot bantu diberikan uap (nebulizer)
sesak nafas tambahan pasien. O:
RR : 38x/menit, masih terdapat - Pasien tampak lemah
Pasien mengatakan nafas terasa berat
penggunaan otot bantu napas, pernapasan - Pasien masih tampak sesak dan
Data objektif: cuping hidung (+) gelisah
- KU lemah 3. Pantau keefektifan pemberian oksigen: - Kecepatan pernafasan pasien
oksigen NRM 12 liter/menit. berkisar anatar 33-40x/menit
- Pasien tampak sesak
4. Memposisikan pasien semi fowler 45 - Penggunaan otot bantu napas
- RR : 38x/i derajat. - Pernapasan cuping hidung
- Penggunaan otot bantu napas (+) - Auskultasi nafas setelah nebulizer :
- Pasien terpasang oksigen: NRM 12 Pukul 10.30 WIB vesikuler
5. Memberikan terapi nebulizer sesuai order:
liter Flumusil 2x1 ampul A : Masalah belum teratasi
Ventolyn 4x1 P : Intervensi dilanjutkan:
Nb: Pasien rencana konsul paru
Memonitoring pernapasan,
Pantau keefektifan pemberian
56
oksigen
Jaga kepatenan jalan napas pasien

Lanjutkan terapi nebulizer sesuai order

2 Nyeri akut b.d agen cidera (pasien post 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Pukul 14.00 WIB
amptuasi above knee) komprehensif meliputi: S:
Pasien mengatakan nyeri pada kaki P: pada kaki post amputasi - Pasien mengatakan nyeri berkurang
bekas operasi, nyeri berdenyut, nyeri Q: Nyeri terasa berdenyut setelah diberikan obat dan didukung
dirasakan disekitar kaki amputasi dan R : nyeri sekitar kaki amputasi saja dan dengan teknik relaksasi nafas dalam
tidak menyebar, skala nyeri 5, dan tidak menyebar O:
nyeri terasa terus-menerus. S:5 - Pasien tampak rileks
Keluarga mengatakan karena T : terus menerus - Gelisah berkurang
nyerinya pasien tidak mau tidur. 2. Observasi isyarat nonverbal - Skala nyeri : 4
Pasien mengatakan malas makan ketidaknyamanan: Pasien tampak gelisah A : Masalah teratasi sebagian :
karena menahan sakit di kakinya 3. Mengajarkam pasien penggunaan teknik nyeri sudah berkurang dan
nonfarmakologi yaitu dengan relaksasi dapat teratasi dengan nafas
Data objektif:
nafas dalam dalam dan pemberian obat
Post amputasi dari kaki kiri sampai 4. Berikan analgesik sesuai order dokter : diharapkan nyeri berkurang
lutut hari ke-3 5. Katerolac 3x30 mg IV tanpa pemberian obat
Pasien meringis P: Intervensi dilanjutkan
Hasil TTV pasien : Lanjutkan pengkajian nyeri pasien
TD : 163/92 mmHg Pemberian analgetik sesuai order

57
N : 102 x/i Pantau TTV
P : 35x/menit
S : 37,3 oC
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari 2. Kolaborasi terkait kebutuhan gizi pasien Pukul 14.00 WIB
kebutuhan tubuh b.d faktor biologis dengan ahli gizi: Pasien dengan diet MC S : pasien mengatakan tubuhnya masih
lemah dan tidak ada nafsu makan
Data Subjektif : 3. Mengecek kadar gula darah sebelum
O:
makan, GDS : 113 g/dl - Pasien tampak lemah
Klien mengatakan masih tidak nafsu
4. Menginjeksi insulin 6 unit - Mual (-) dan muntah (-)
makan
5. Mengatur pemasukan makanan A : masalah belum teratasi :
Data Objektif : 6. Monitor adanya mual dan muntah
diharapkan gizi pasien dapat
terpenuhi
KU lemah
diharapkan gula darah dalam
Mual dan muntah (-) batas normal
Terpasang RL 10 tetes/menit diharapkan nilai albumin dalam
Diit diganti menjadi MC batas normal

Belum ada cek albumin terbaru P : Intervensi dilanjutkan


- Menganjurkan keluarga untuk
motivasi pasien makan porsi yang
diberikan
- Rencana cek ulang albumin

4. Resiko pendarahan bd pembedahan Memantau perdarahan pasien S : pasien mengatakan tidak ada
58
Data Subjektif : - Memantau Hb, Ht, PT, PTT dan pendarahan yang terjadi sejak
Data Objektif : trombosit (belum ada pengecekan selesai operasi
Pasien post op amputasi hari
labor setelah operasi) O:
kedua
Hb : 9, 2 g/dl Memonitor TTV ortostatik Tidak ada tanda-tanda
Hematokrit : 28% Pemberian FFP pendarahan
Trombosit: 475.000/mm3
PT : 16,1 detik Pemeriksaan labor setelah
APTT : 44,1 detik operasi belum dilakukan
TTV A : masalah belum teratasi :
TD : 163/92 mmHg
Diharapkan nilai Hb, Ht, PT dan
N : 102 x/i
P : 35x/menit PTT dalam rentang normal
S : 37,3 oC Memantau gejala pendarahan

59
BAB IV

PEMBAHASAN

Ny. N (87 tahun) dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan diagnosa

Post Amputasi E.c Ulkus Gangrene. Pada Ny. N, ulkus gangrene disebabkan oleh

diabetes militus tidak terkontrolnya. Proses terjadinya kaki diabetik ini diawali

oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan sensorik

yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat

terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga

mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan

mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah

berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat

berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren

kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang

tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas

gangrene (Desalu OO, Salawu FK, Jimoh AK, Adekoya AO, Busari OA, Olokoba

AB, et al, 2011).

Pasien masuk rumah sakit M.Djamil melalui IGD pada tanggal 7 Oktober

2017. Pasien rujukan dari RS Reksodiwiryo dengan diagnosa medis Ulkus

Gangrene. Awalnya, pasien sudah menderita DM sejak 20 tahun yang lalu dan

keluarga mengakui bahwa tidak pernah mengontrol penyakit DM pasien. Tahun

60
lalu, pasien mengalami luka kecil di jari manis kaki kirinya. Pada saat itu, keluarga

hanya mengobati dengan obat-obat herbal seperti inai, sayangnya pengobatan tidak

berhasil dan malah menjadikan jari pasien membusuk dan menghitam. Akhirnya,

keluarga memeriksakan kesehatan pasien ke dokter dan dianjurkan untuk operasi.

Tapi, setelah amputasi jari kaki tersebut tidak ada penanganan yang lebih lanjut

sehingga ulkus bermetastase dan membuat kaki pasien menghitam sampai tulang

kering. Kaki pasien berbau busuk dan sudah mati rasa dari pergelangan kaki

sampai ujung jari yang menghitam. Pasien mengatakan pasrah akan dilakukan

tindakan amputasi terhadapnya dengan tingkat kecemasan ringan.

Berdasarkan teori menurut Sarwono dalam Waspadji (2002), empat pilar

penatalaksanaan penyakit DM yaitu penyuluhan, perencanaan makan (diit),

olahraga dan obat-obatan hipoglikemi. Penyuluhan diperlukan karena penyakit

diabetes adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup (Basuki, 2007).

Penyuluhan ini berupa pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan

keterampilan bagi klien diabetes yang bertujuan untuk merubah perilaku untuk

meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya (Waspadji dalam Soegondo,

2007). Selain pola hidup, pasien DM juga diedukasi dalam perencanaan makan,

yaitu berupa pengendalian glukosa, lipid dan hipertensi. Pengaturan makan pasien

DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan

yang terjadwal. Pasien DM juga seharusnya menghindari asam lemak jenuh dan

pemanis buatan (gula). Pasien DM dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan

secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit. Setelah tiga pilar

61
tersebut belum berhasil, maka dianjurkan untuk mengkonsumsi obat hipoglikemik

dimana terdiri dari 4 golongan yaitu, pemicu sekresi insulin (sulfonylurea &

glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion), penghambat

gluconeogenesis (metformin) dan glukosidase alfa (acarbose) (Soegondo, 2007).

Berdasarkan teori diatas, dapat kita lihat bahwa perawatan Ny. N tidak

sesuai dengan 4 pilar penatalaksanaan penyakit DM. Hal ini dibuktikan dengan

perawatan pasien yang tidak tepat dan keluarga yang tidak mengontrol penyakit

DM pasien. Keluarga mengakui tidak mengawasi dan mengontrol makan pasien,

jarang mengikuti penyuluhan tentang DM dan pasien juga malas berolahraga.

Saat pengkajian 16 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB pasien post op (-/+ 7 jam

post op) amputasi kaki kiri sampai lutut hari pertama. Pasien dalam kondisi sadar,

mengatakan nafas sesak dan terasa berat. Pasien batuk namun tidak bisa

mengeluarkan sekret. Pasien terpasang NGT, infuse dengan cairan RL 28 tts/i,

kateter urin, oksigen dengan binasal 5 liter. Pasien mengeluh bengkak dan berat

pada kedua tangan sejak keluar dari ruang operasi.

Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma,

penyakit, tumor atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum

diperbaiki kembali untuk memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan

protetik (Standart Perawatan Pasien Vol. 3. 1998). Batas amputasi ditentukan oleh

luas dan jenis penyakit (Sjamsuhidajat, 2005). Amputasi dilakukan pada titik

paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat

amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor: peredaran darah pada bagian itu dan

62
kegunaan fungsional (misalnya sesuai kebutuhan prostesis) (Smeltzer, 2010). Lima

tingkatan amputasi yang sering digunakan pada ekstremitas bawah adalah telapak

dan pergelangan kaki, bawah lutut, disartikulasi dan atas lutut, disartikulasi lutut

panggul, dan hemipelviktomi dan amputasi translumbar (Doengoes, 2000).

Klien yang memerlukan amputasi biasanya orang muda dengan trauma

ekstremitas berat atau lanjut usia dengan penyakit vaskuler perifer (Liu, William,

2010). Pada pasien lanjut usia, biasanya dssengan penyakit vaskuler perifer seperti

diabetes melitus dan arteriosklerosis. Amputasi terapeutik untuk kondisi yang

sudah berlangsung lama dapat membebaskan klien dari nyeri, disabilitas, dan

ketergantungan. Klien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap

menerima amputasi. Perencanaan untuk rehabilitasi psikologik dan fisiologik

dimulai sebelum amputasi dilaksanakan. Namun, kelainan kardiovaskuler

respirasi, atau neurologik mungkin dapat membatasi kemajuan rehabilitasi

(Lukman, 2009).

Pada Ny. N dilakukan amputasi disartikulasi dan atas lutut, hal ini

dikarenakan ulkus gangren mencapai tulang kering dan ditakutkan akan menyebar

sampai kelutut. Oleh karena itu, dokter menyimpulkan untuk mengamputasi kaki

pasien diatas lutut.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium hematologi ada beberapa yang abnormal,

diantaranya sebagai berikut :

1. Hemoglobin pasien rendah yaitu : 9,2 g/dl ( normal : 14-18 gr/dl).

Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/ 100 ml darah dapat

63
digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah

(Supariasa, et al., 2001, p.145). Hemoglobin adalah parameter yang

digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia (Supariasa, et

al., 2001, p.145). Pada Ny. N, hemoglobin rendah bisa dikarenakan oleh

penyakit kroniknya (DM) dan kurang asupan nutrisi.

2. Hematokrit pasien rendah yaitu : 28% ( normal: 37-43%). Hematokrit adalah

nilai yang menunjukan persentase zat padat dalam darah terhadap cairan

darah. Dengan demikian, bila terjadi perembesan cairan darah keluar dan

pembuluh darah, sementara bagian padatnya tetap dalam pembuluh darah,

akan membuat persentase zat padat darah terhadap cairannya naik sehingga

kadar hematokritnya juga meningkat (Hardjoeno, H. 2007). penurunan kadar

hematocrit dapat terjadi pada beberapa kondisi tubuh, seperti anemia ,

kehilangan darah akut, leukemia, kehamilan, malnutrisi, gagal ginjal (

Kemenkes RI, 2011). dalam kasus ini Ht pasien rendah karena pasien

mengalami malnutisi dan perdarahan pada post op amputasi ulkus ganggren.

3. Leukosit pasien tinggi yaitu : 24.000/mm3 ( normal: 5000-10.000

/mm3). Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel

darah putih (Effendi 2003). Fungsi leukosit adalah sebagai pertahanan tubuh

untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.Granulosit dan

monosit melindungi tubuh terhadap organisme penyerang terutama dengan

cara mencernanya, yaitu melalui fagositosis. Fungsi utama limfosit dan sel-

sel plasma berhubungan dengan sistem imun yaitu produksi antibodi

64
(Guyton 2008). Peningkatan leukosit menandakan adanya infeksi, alergi,

penyakit sum-sum tulang, kanker, radang usus (Kemenkes RI, 2011). dalam

kasus ini, leukosit meningkat karena adanya infeksi pada luka ulkus

ganggren, luka post op amputasi.

4. Trombosit pasien yaitu : 475.000/mm3 (normal: 150.000-400.000/mm3).

Trombosit adalah fragmen-fragmen kecil yang berasal dari sitoplasma,

berbentuk cakram dan mengandung granula (Hendrayati, 2015). Fungsi

trombosit yaitu menghentikan pendarahan. Aabila terjadi luia, trombosit

akan mengumpul dan mengalami pengaktifan pada daerah luka yang

mengalami perdarahan, kemudian trombosit akan melekat satu sama lain dan

membentuk sumbatan sehingga perdarahan akan terhenti (Khasanah &

Sugiyadi, 2014). Peningkatan trombosit ini mengindikasikan terdapat inkesi

kronis atau penyakit inflamasi, jumlah trombosit akan tetap tinggi sampai

kondisi mendasar diobati, akan kembali normal bila penyebab dasarnya

teratasi.

5. Albumin pasien rendah yaitu : 1,9 g/dl ( normal: 3,8-5,0 g/dl). Albumin

merupakan protein plasma yang paling banyak dalam tubuh manusia, yaitu

sekitar 55-60% (Evans, 2002). Albumin merupakan protein plasma yang

berfungsi mempertahankan tekanan onkotik plasma agar tidak terjadi asites,

membantu metabolisme dan tranportasi berbagai obat-obatan dan senyawa

endogen dalam tubuh terutama substansi lipofilik, anti-inflamasi, membantu

keseimbangan asam basa, antioksidan, mempertahankan integritas

65
mikrovaskuler sehingga dapat mencegah masuknya kuman-kuman usus ke

dalam pembuluh darah, agar tidak terjadi peritonitis bakterialis spontan,

memiliki efek antikoagulan dalam kapasitas kecil dan inhibisi agregrasi

trombosit. Penurunan total albumin ini mengindikasikan malnutrisi,

overhydration, perdarahan akut atau kronis dan malabsorbsi (Kemenkes RI,

2011). Kadar albumin juga dapat turun pada pasien dengan gangguan

inflamasi dan sakit yang lain (Friedman et Fadem, 2010).

Pada Ny. N terjadi penurunan Hb, penurunan Ht, peningkatan Leukosit,

peningkatan trombosit dan penurunan albumin. Ini menunjukkan bahwa keadaan

Ny. N tidak dalam kondisi stabil sehingga beresiko dalam melakukan tindakan

amputasi. Tetapi, jika amputasi tidak segera dilakukan maka ulkus gangrene akan

semakin bermetastase. Hal ini menimbulkan dilema etik dalam tindakan yang

akan dilakukan pada Ny. N. Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit

dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau suatu situasi dimana alternatif

yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema etik tidak ada

yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis seseorang harus

tergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional (Thomson &

Thomson, 1985). Dalam kasus ini, dokter menyerahkan keputusan pada keluarga

pasien dan keluarga pasien menyetujui untuk meneruskan amputasi dengan

resiko apapun.

66
Diagnosa, Intervensi, Implementasi, Dan Evaluasi

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (pasien post amptuasi

above knee)

Nyeri akut menurut Nanda Internasional Nursing Diagnosis (2014) adalah

ketidaknyamanan perasaan dan pengalaman emosi yang muncul dari kerusakan

jaringan yang telah terjadi atau digambarkan dengan adanya kerusakan jaringan

yang telah terjadi atau digambarkan adanya kerusakan beberapa massa, serangan

secara tiba-tiba atau secara perlahan dari berbagai intensitas dari ringan hingga

berata, terus menerus hingga berulang tanpa antisipasi atau prediksi dan dengan

durasi kurang dari 6 bulan. Nyeri pada kasus ini disebabkan kerusakan yang

disebabkan operasi atau pembedahan. Operasi atau pembedahan dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia adalah pengobatan penyakit dengan jalan memotong,

mengiris atau membuka bagian tubuh yang sakit. Menurut Potter dan Perry

(2006), Pasien pasca operasi seringkali dihadapkan pada permasalahan adanya

proses peradangan akut dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan gerak. Pada

penelitian ini, pembedahan yang dilakukan adalah amputasi.

Hal ini sesuai dengan kondisi yang dialami Ny.N 7 jam setelah operasi.

Pasien mengatakan nyeri pada kaki bekas operasi, nyeri berdenyut, nyeri

dirasakan disekitar kaki amputasi dan tidak menyebar, skala nyeri 7, dan nyeri

terasa terus-menerus. Dari data observasi, pasien post amputasi dari kaki kiri

sampai lutut hari ke-1, pasien tampak meringis, Tekanan Darah 145/95 mmHg,

nadi 98 x/menit, pernafasan 24 x/menit, dan suhu 36,7oC.

67
Intervensi yang dilakukan yaitu, kaji skala nyeri, kaji karakteristik, lokasi,

frekuensi nyeri, lalu berikan therapy dengan therapy non farmakologi dan

farmakologi. Terapi non farmakologi yaitu mengajarkan dan membimbing

pasien melakukan terapi relaksasi nafas dalam.Terapi farmakologi yaitu dengan

memberikan terapi analgesic kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

ketorolac pada Ny.N, setelah mendapatkan terapi, Ny.N mengatakan nyeri

sedikit berkurang.

Setelah di evaluasi selama 3hari, nyeri dapat teratasi sebagian. pasien

mengatakan nyeri berkurang setelah diberikan obat dan didukung dengan teknik

relaksasi nafas dalam, pasien mengatakan skala nyeri 4, pasien tampak rileks dan

gelisah berkurang.

b. Resiko Perdarahan b.d pembedahan

Menurut Nanda Internasional Nursing Diagnosis 2014 resiko

perdarahan adalah kondisi beresiko untuk mengalami kehilangan darah baik

intrnal (terjadi di dalam tubuh) maupun ekternal (terjadi hingga keluar

tubuh). dimana faktor resiko aneurisma , gangguan koagulasi, tindakan

pembedahan, trauma, proses keganasan dan sebagainya. diagnose ini

diangkat karena data objektif yang didapatkan paien post op amputasi hari 1,

Hb :9,2 g/dl, Hematokrit:28/%, Trombosit 475.000/mm3, PT:16,1 s, APTT :

44,1 s TD:140/99mmHg, N:157x/menit

68
Intervensi yang telah dilakukan Memantau perdarahan

pasienMemantau Hb, Ht, PT, PTT dan trombosit (belum ada pengecekan

labor setelah operasi) Memonitor TTV ortostatik dan Pemberian PRC.

c. Pola nafas tidak efektif b.d nyeri

Menurut Standar Diagnosis Keperawatan indonesia tahun 2016

pola nafas tidak efektif adalah insipirasi atau ekspirasi yang tidak

memberikan ventilasi adekuat yang disebabkan depresi pusat pernafasa,

hambatan upaya nafas (nyeri saat nafas) dan sebagainya. dimana

diagnosa diambil karena Pasien mengatakan sesak napas dan terasa berat,

Berdahak (-) dan data objektifnya KU lemah, tampak sesak dengan RR

34x/m, bunyi ronchi (+) , penggunaan otot bantu nafas (+), dan Hasil

RO: TB dan Empisema paru

Dengan intervensi yang sudah dilakukan yaitu :auskultasi bunyi

nafas pasien : tidak ada suara nafas tambahan, monitor frekuensi

pernapasan, lihat kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,RR :

32x/menit, terdapat penggunaan otot bantu napas, memberikan oksigen

binasal 5 liter/menit. memberikan posisi yang nyaman pada pasien :

posisi semi fowler 45 derajat. dan mengajarkan pasien cara batuk efektif.

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada pasien

69
bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara

perlaahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi

nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi dara (Smeltezer dan Bare, 2002).

Sementara Smeltzer dan Bare (2002) juga mengatakan bahwa

tujuan dari teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan

ventilasi aveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru,

meningkatkan efisiensi batuk mengurangi stress baik stress fisik maupun

emosional yaitu mrnurunkan intensitas nyeri dan menurunkan

kecemasan. Sedangkan manfaat yang dapat dirasakan oleh pasien setelah

melakukan teknik relaksasi nafas dalam adalah dapat menghilangkan rasa

nyeri, kententraman hati dan berkurangnya rasa cemas.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh b.d faktor biologis

Menurut Nanda Internasional Nursing Diagnosis 2014, ketidak

seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi

yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh terjadi

Karena penurunan nafsu makan, pasien hanya menghabiskan 4sdm dari

porsi makanan yang diberikan rumah sakit, dan terjadi penurunan berat

70
badan pasien +/- 4 kg dalam waktu 1 bulan.Selain itu terjadinya anemia

menandakan pasien butuh asupan nutrisi. Diagnosa ketidak seimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diangkat pada kasus ini Karena KU

lemah, pasien tampak kurus, Diit MB TKTP+ ekstra putih telur (porsi

makanan masih tidak habis, hanya menghabiskan 3-4 sendok makan, Hb

pasien rendah yaitu 9,2 gr/dl, hematocrit 28%, albumin 1,9 dr/dl, BB 41

kg, TB 150 cm. pasien tampak kurus, konjugtiva anemis, wajah pucat.

Pasien tampak letih dan lemah tingkat kertegantungan pasien sebagian.

Indeks Massa tubuh pasien adalah 15,8 (Under weight) ,Terpasang IUFD

D5% : RL (1:1) / 24 jam, Puasa dihari pertama, diit ML TKTP (Porsi

yang diberikan tidak habis, hanya menghabiskan 2-3 sendok) (17

Oktober 2017), diit MB TKTP + extra putih telur (porsi makanan masih

tidak habis, menghabiskan 2-3 sendok) (18 Oktober 2017)

Intervensi yang dilakukan yaitu manajemen nutrisi denagn

aktivitas sebagai berikut: menentukan jumlah kalori dan jenis zat

makanan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, ketika

berkolaborasi dengan ahli makanan, jika diperlukan, memastikan bahwa

makanan berupa makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi,

memberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi kalori, dan

bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukan, mengatur pemasukan

makanan, jika diperlukan.

71
Sedangkan implementasinya Kolaborasi terkait kebutuhan gizi

pasien dengan ahli gizi: Pasien dengan diet MC 3 x 150 cc, makanan

berupa makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi, mengecek

kadar gula darah sebelum makan, GDS : 187 g/dl, menginjeksi insulin 6

unit, mengatur pemasukan makanan, monitor adanya mual dan muntah

dan memberikan plasbumin 20% 100 cc.

1. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatatan selama 3 hari, didapatkan hasil

perkembangan selama 3 hari dari tanggal 16 oktober 18oktober 2017, pada

tanggal 16 oktober 2017 didapatkan catatan perkembangan sebagai berikut:

Pada yanggal 18 Oktober 2017 14.00 didapatkan catatan perkembangan

sebagai berikut dari data subjektif keluarga mengatakan nyeri berkurang, tubuhnya

masih lemah dan tidak ada nafsu makan, dan dari data objektif tanda tanda vital

TD: 138/80mmHg, N: 98x/m, P:33-40x/menit, S:36,8C dengan keadaan tampak

sesak dan gelisah ada penggunaan otot bantu nafas,skala nyeri 4, pasien tampak

lemas dan tidak menghabiskan porsi makanannya, dan intervensi masih

dilanjutkan.

Namun di hari ke 4 pada data tanggal 19 oktober 2017 ny. N mengalami

penurunan kesadaran dan meninggal dunia pukul 5.30 wib, dan dari 4 diagnosa

yang ditegakkan tidak ada yang teratasinamun ada beberapa diagnosa yang teratasi

sebagian seperti bersihan jalan nafas dimana pasien mengatakan sudah dapat

72
batuk, pasien mengatakan rasa berat di dadanya berkurang, skala nyeri berkurang

dari 6 ke 5.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada Ny. N setelah dilakukan pengkajian didapatkan diagnosa keperawatan :
Nyeri Akut b.d agen cidera fisik (pasien post amptuasi above knee)
Pola Nafas Tidakefektif b.d Nyeri
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
biologis
Resiko Perdarahan
Dan setelah di lakukan perencanaan dan implementasi selama 3 hari untuk
diagnosa Nyeri Akut, Pola Nafas Tidakefektif, Ketidakseimbangan Nutrisi
kurang dari kebutuan tubuh dan resiko perdarahan intervensi dihentikan karena
pasien sudah meninggal dunia.

B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit

73
Petugas kesehatan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan
penatalaksanaan pada pasien dengan post amputasi ec ulcus gangrene
sehingga tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dan juga dengan makalah ini
dapat menjadi acuan untuk tindakan proses keperawatan.
2. Bagi Profesi
Sebagai salah satu bahan bacaan bagi perawat dalam memberikan
asuhan keperawtan kepada pasien dengan post amputasi ec ulcus gangrene

DAFTAR PUSTAKA

IA- Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook

For NursesCambridge University Press, Cambridge.

Doengoes, Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta

Wahlberg E, etc 2007. Emergency Vascular Surgery : a Pratical Guid. Springer-

Verlag, Berlin

Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition. Lippincott, Philadelpia.

www.nejm.org on Januari 8, 2008. Review Article Medical Treatment Of Peripheral

Arterial Disease and Claudication.

R10041/9434.html. MD Consuld : Peripheral Artery Disease : Comprehensive

74
version : Patient Education

Andyagreeni. 2010. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:

CV.Trans Info Media.

Askandar. 2000. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Mellitus. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama.

Tjokroprawiro, Askandar. 2007. ILMU PENYAKIT DALAM. Surabaya :

Airlangga University Press.

Andyagreeni. 2010. Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:

CV.Trans Info Media.

Rochmah W. 2006. Diabetes Melitus Pada Usia Lanjut. Dalam : Aru W, dkk, editors,

Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Jakarta : Penerbit FK UI.

Corwin, JE. 2001. Pankreas dan Diabetes mellitus. Jakarta: EGC

Engram, Barbara ( 2010), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, edisi


Indonesia, EGC: Jakarta.
Desalu OO, Salawu FK, Jimoh AK, Adekoya AO, Busari OA, Olokoba AB, et al. Diabetic foot
care: Self reported knowledge and practice among patients attending three tertiarty
hospital in Nigeria. Ghana Med J. 2011; 45(2): 60-5

75
76

Anda mungkin juga menyukai