Anda di halaman 1dari 73

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN PERILAKU

CARING PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN


DI PUSKESMAS SAMBIREJO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk


Mancapai Gelar Sarjana Keperawatan ( S-1 )

Oleh

Septi Salamah Muyasari


NIM : 132022030274

PEMBIMBING :

1 Dr. Rusnoto, S.KM., M.Kes (Epid)


2 Umi Faridah, MNS

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Skripsi dengan judul “HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN


PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI
PUSKESMAS SAMBIREJO” ini telah disetujui dan diperiksa oleh Pembimbing
skripsi untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Proposal Skripsi Jurusan S-1
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus, pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : Septi Salamah Muyasari
NIM : 132021030274

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Rusnoto, S.KM., M.Kes (Epid) Umi Faridah, MNS


NIDN. 0621087401 NIDN. 0604058401

Mengetahui
Rektor Universitas Muhammadiyah Kudus

Dr. Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid)


NIDN.  0621087401

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal Skripsi dengan judul " HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN


PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI
PUSKESMAS SAMBIREJO” ini telah diuji dan disahkan oleh Tim Penguji
Proposal Skripsi Jurusan S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus,
pada :

Hari :
Tanggal :
Nama : Septi Salamah Muyasari
NIM : 132021030274

Penguji Utama Penguji Anggota

Dr. Rusnoto, S.KM., M.Kes (Epid) Sri Siska M, M.Kep


NIDN. 0621087401 NIDN. 0607078701

Mengetahui
Rektor Universitas Muhammadiyah Kudus

Dr. Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid)


NIDN.  0621087401

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah, Tuhan yang Maha Esa. Karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini dalam
rangka memenuhi salah satu syarat mencapai gelar (Sebagai Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan ( S-1 ) pada Jurusan S1 Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Kudus. Skripsi ini terwujud atas bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu-persatu. Dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Rusnoto, SKM.,M.Kes.(Epid) Sebagai Rektor Universitas
Muhammadiyah Kudus yang telah memberikan ijin penulis untuk menimba
ilmu di Universitas Muhammadiyah Kudus.
2. Bapak Dr. Rusnoto, S.KM., M.Kes (Epid) Sebagai Pembimbing Utama yang
telah membantu penulis memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
3. Ibu Umi Faridah, MNS Sebagai Pembimbing Anggota yang telah memberikan
bimbingan dan masukan kepada penulis.
4. Bapak Kepala Puskesmas Sambirejo yang telah memberikan ijin untuk
melanjutkan perkuliahan dan memberikan ijin untuk melakukan penelitian di
Puskesmas Sragen.
5. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan material dan moril
kepada penulis.
6. Suami dan anak-anaku tercinta yang telah memberikan semangat, motivasi
dan doa kepada penulis.
7. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.
Akhir kata saya berharap Allah, Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Kudus, Juli 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................iv


DAFTAR ISI........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL...................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Perumusan Masalah..................................................................3
C. Tujuan Penelitian.......................................................................4
D. Manfaat Penelitian.....................................................................4
E. Keaslian Penelitian....................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Beban Kerja Mental Pada Masa Pandemi Covid-19..................7
B. Beban Kerja...............................................................................7
C. Beban Kerja Fisik....................................................................10
D. Beban Kerja Mental.................................................................13
E. Tenaga Kesehatan..................................................................21
F. Kerangka Teori........................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian...................................................................25
B. Hipotesis..................................................................................25
C. Kerangka Konsep Penelitian...................................................25
D. Rancangan Penelitian..............................................................26
E. Etika Penelitian........................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Nomor tabel Judul tabel Halaman

1.1 Keaslian penelitian 5


3.1 Definisi Operasional 40
3.2 Kuesioner komunikasi terapeutik perawat 41
3.3 Kisi-Kisi perilaku caring perawat 41
3.4 Kisi-Kisi kuesioner kepuasan pasien 42

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor gambar Judul gambar Halaman

2.1 Kerangka Teori 33


3.1 Kerangka Konsep Penelitian 36

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor lampiran

1 Permohonan Menjadi Responden


2 Surat Pernyataan Menjadi Responden
3 Instrumen Penelitian

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Saat ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi
masyarakat. Hal ini menuntut penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti
puskesmas untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik,
meningkatkan kualitas hidup serta memberikan kepuasan bagi konsumen
selaku pengguna jasa kesehatan (Andriani, 2017). Hasil survey Indeks
Kepuasan Masyarakat yang dilaksanakan di RSUD dr. Loekmono Hadi
Kudus, hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat, sebesar 78,42% di bawah
target 90% dengan pelayanan komunikasi sebesar 58,76% yang jauh di
bawah target 85%, sedangkan pelayanan keperawatan memiliki indek
kepuasan masyarakat sebesar 88,7% masih di bawah target 90% (Rusnoto,
2019).
Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien terhadap
pelayanan kesehatan adalah komunikasi yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Komunikasi terapeutik perawat dengan dimensi keterbukaan
perawat, empati perawat, sifat mendukung perawat, sikap positif perawat,
dan kesetaraan antar perawat dan pasien dengan kepuasan pasien. Pada
dimensi keterbukaan perawat, dari total 64 responden yang menyatakan
keterbukaan perawat dalam kategori baik, terdapat 51 (79,7%) responden
yang merasa puas, 11 (17,2%) responden cukup puas dan 2 (3,1%)
responden kurang puas dengan pelayanan di Puskesmas Wotu. Selanjutnya,
dari total 17 responden yang menyatakan keterbukaan perawat dalam
kategori cukup baik, terdapat 3 (17,6%) responden yang merasa puas, 7
(41,2%) responden cukup puas dan 7 (41,2%) responden kurang puas
dengan pelayanan di Puskesmas Wotu (Achmad, Wahidin dan Halim, 2019).
Hasil penelitian terdahulu dari Walansendow (2017) tentang hubungan
antara sikap dan teknik komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien RSU GMIM Kalooran Amurang menunjukkan perawat yang
menerapkan komunikasi terapeutik dengan dimensi sikap yang baik
(80,0%), didapatkan pasien yang menyatakan puas sebanyak (78,2%).
Perawat yang menerapkan komunikasi terapeutik dengan dimensi sikap
hormat perawat yang cukup mempengaruhi tingkat kepuasan pasien

1
2

sebanyak (88,1%), Empati perawat yang cukup maka mempengaruhi tingkat


kepuasan pasien sebanyak (67,3%).
Hasil penelitian lainnya dari Negi (2017) tentang kualitas komunikasi
terapeutik perawat dan kepuasan pasien di Rumah Sakit Uttarakhdan
India, menunjukkan (90%) pasien merasa puas mengenai informasi
perawat tentang status dan perawatan kesehatan mereka, hanya (4,5%)
pasien yang mengatakan merekacepat di tangani serta hanya 37,3%
pasien menyatakan bahwa perawat bersikap sopan dan rendah hati.
Hasil penelitian yang telah dilakukan Mailani & Fitri, (2017) menunjukan
tidak seluruh pasien yang ada merasa pelayanan yang diberikan telah sesuai
dengan harapan mereka, hal ini banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya ialah pelayanan dan sikap caring dari perawat, semakin rendah
sikap caring atau kepedulian seorang keperawat terhadap pasien maka
semakin rendah pula respon kepuasan dari pasien tersebut. sesuai dengan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi tingkat kepuasan pasien BPJS
di RSUD DR Rasidin Padang diperoleh dari 84 responden didapatkan
sebagian besar 39 (46,4%) perilaku caring perawat buruk sehingga lebih dari
separuh 50 (59,5%) responden tidak puas dengan perilaku caring perawat.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian Andriani, (2017) yang mana hasil
penelitian menunjukkan bahwa proporsi tingkat kepuasan pasien di poli umum
Puskesmas Bukit Tinggi diperoleh dari 65 orang responden, yang
mendapatkan mutu pelayanan tinggi terdapat lebih dari sebagian yaitu 38
orang dengan persentase kepuasan sebesar 58,5% dan responden yang
mendapatkan mutu pelayanan rendah terdapat kurang dari separuh yaitu 17
orang dengan presentase kepuasan sebesar 36.9%.
Studi pendahuluan di Puskesmas Sambirejo pada bulan Desember 2021,
terhadap 30 orang pasien di Puskesmas Sambirejo, 10 orang pasien
mengatakan kurang puas dengan pelayanan yang diberikan, 4 pasien masih
mengeluh bahwa pelayanan masih lama, 2 pasien mengeluh perawat kurang
tanggap dan 3 pasien mengeluh kurangnya perhatian terhadap keluhan
pasien. Sedangkan 1 pasien mengeluh kurangnya komunikasi perawat pada
pasien dan perawat tidak memperkenalkan diri pada pasien, terkesan kurang
ramah, serta tidak memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan
keluarga. sedangkan 15 orang pasien mengatakan puas dengan pelayanan
perawat dengan penjelasan yang jelas serta mempehatikan keluhan pasien.
3

Berdasarkan studi pendahuluan di atas, penulis tertarik untuk


melakukan penelitian tentang “Hubungan komunikasi terapeutik dan perilaku
caring perawat dengan kepuasan pelanggan di Puskesmas Sambirejo”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di rumuskan :
“Bagaimana hubungan komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat
dengan kepuasan pasien di Puskesmas Sambirejo?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dan perilaku
caring perawat dengan kepuasan pasien di Puskesmas Sambirejo.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan
kepuasan pasien di Puskesmas Sambirejo.
b. Menganalisis hubungan perilaku caring perawat dengan kepuasan
pasien di Puskesmas Sambirejo.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan
literatur khususnya tentang hubungan komunikasi terapeutik dan perilaku
caring perawat dengan kepuasan pasien.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Bagi peneliti agar memperoleh pengalaman dalam melakukan
penelitian dan meningkatkan pemahaman tentang hubungan
komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan
pasien di Puskesmas Sambirejo.
b. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus penelitian ini dapat digunakan
sebagai sumber literatur, bahan pembelajaran dan referensi bagi yang
akan melakukan penelitian lanjutan tentang hubungan komunikasi
terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien.
4

c. Bagi Puskesmas Sambirejo


Bagi tempat penelitian Puskesmas Sambirejo dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan tentang
hubungan komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan
kepuasan pasien di Puskesmas Sambirejo.
d. Bagi Peneliti Berikutnya
Bagi peneliti berikutnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber literatur atau bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut dengan topik yang berhubungan dengan judul penelitian di
atas.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang hubungan komunikasi terapeutik dan perilaku caring
perawat dengan kepuasan pasien di Puskesmas Sambirejo sepengetahuan
penulis belum pernah dilakukan, tetapi ada beberapa penelitian yang
mendukung penelitian ini :
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Nama Judul Metode Hasil Perbedaan
Penelitian
1 Hastuti Hubungan Mutu
Jenis penelitian ini Hasil Perbedaan
(2017) Pelayanan termasuk penelitian penelitian ini
dengan penelitian ada dengan
Kepuasan kuantitatif hubungan penelitian
Pasien Peserta dengan tangibility, sebelumnya
BPJS di Rumah pendekatan reliability, terletak pada
Sakit Umum cross sectional. responsive variabel mutu
Daerah Penelitian ness, pelayanan,
Yogyakarta. dilakukan di assurance, waktu, tempat,
dua RSUD di emphaty populasi,
DIY. Jumlah dan mutu sampel dan
sampel dalam pelayanan metode
penelitian ini dengan penelitian yang
berjumlah 203 kepuasan digunakan
responden pasien. adalah deskriptif
yang Urutan analitik cross
merupakan kekuatan sectional.
pasien hubungan
pengguna yang
BPJS terbesar ke
Kesehatan. yang
Variabel dalam paling
penelitian ini terkecil
yaitu variabel adalah
bebas dilihat emphaty
dari mutu (OR=0,34),
pelayanan dari tangibility
sisi dimensi (OR=0,28),
mutu yang reliability
meliputi (OR=0,26)
5

tangibility, dan
reliability, assurance
responsiveness (OR=0,23).
, assurance, Untuk
dan emphaty variabel
dan variable responsive
terikatnya ness tidak
kepuasan berpengar
pasien. uh
terhadap
kepuasan
karena
memiliki
pvalue
0,215

2 Dewi Hubungan Jenis penelitian Hasil Perbedaan


(2015) Waktu Tunggu ini adalah penelitian penelitian ini
Pendaftaran observasional menunjukk dengan
Dengan analitik dengan an bahwa penelitian
Kepuasaan pendekatan ada sebelumnya
Pasien Di cross sectional. hubungan terletak pada
Tempat Instrumen antara variabel waktu
Pendaftaran penelitian waktu tunggu, waktu,
Pasien Rawat berupa angket tunggu tempat,
Jalan (TPPRJ) dan lembar pendaftara populasi,
RSUD observasi. n dengan sampel dan
Sukoharjo Populasi dalam kepuasan metode
penelitian ini pasien di penelitian yang
adalah seluruh TPPRJ digunakan
pasien rawat RSUD adalah deskriptif
jalan yang Sukoharjo analitik cross
terdaftar di (p = 0,000) sectional.
TPPRJ RSUD dengan
Sukoharjo. OR =
Teknik 15,944.
pengambilan
sampel
menggunakan
quota sampling
dengan jumlah
sampel
sebanyak 95
responden.
Data dianalisis
dengan
menggunakan
uji Chi Square.

F. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Waktu
Ruang lingkup waktu penelitian dilakukan di bulan Maret-April 2022.
2. Ruang Lingkup Tempat
Ruang lingkup tempat penelitian di Puskesmas Sambirejo.
6

3. Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah hubungan komunikasi
terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien di
Puskesmas Sambirejo.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.
2.
A. Kepuasan Pasien
1. Pengertian
Saat ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi
masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka
semakin meningkat pula tuntutan masyarakat akan kualitas kesehatan.
Hal ini menuntut penyedia jasa pelayanan kesehatan seperti puskesmas
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang lebih baik, tidak hanya
pelayanan yang bersifat penyembuhan penyakit tetapi juga mencakup
pelayanan yang bersifat pencegahan (preventif) untuk meningkatkan
kualitas hidup serta memberikan kepuasan bagi konsumen selaku
pengguna jasa kesehatan (Andriani, 2017).
Berdasarkan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan, pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara merupakan elemen utama
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesenjangan masyarakat (Iwan, 2017).
Pelayanan Kesehatan baik di Rumah Sakit ataupun di Puskesmas
dinyatakan berhasil, tidak hanya pada kelengkapan fasilitas yang
diunggulkan, melainkan juga sikap dan layanan sumber daya manusia
merupakan elemen yang berpengaruh signifikan terhadap pelayanan
yang dihasilkan dan dipersepsikan pasien. Bila elemen tersebut diabaikan
maka dalam waktu yang tidak lama, rumah sakit akan kehilangan banyak
pasien dan dijauhi oleh calon pasien. Pasien akan beralih ke Rumah Sakit
lainnya yang memenuhi harapan pasien, hal tersebut dikarenakan pasien
merupakan asset yang sangat berharga dalam mengembangkan industri
rumah sakit (Habby, 2015).
8

Kepuasan adalah tanggapan pelanggan terhadap kebutuhan-


kebutuhannya. Richard Oliver berpendapat bahwa hal ini berarti penilaian
terhadap suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu
kebutuhan, termasuk pemenuhan7 kebutuhan dibawah atau melebihi

harapan pelanggan atau pasien (Daryanto dan Setyobudi, 2014).


Kepuasan pelanggan merupakan salah satu indikator keberhasilan
suatu usaha. Hal ini telah menjadi suatu kepercayaan umum karena
dengan memuaskan konsumen, organisasi dapat meningkatkan
keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas.
Kepuasan pelanggan atau pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien
yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkannya (Pohan, 2015).
Pelanggan atau pasien yang tidak puas akan cenderung merasa
kecewa, dengan kekecewaan itu pelanggan akan melakukan tindakan
komplain atau tidak sama sekali melakukan apa-apa (diam). Menurut
Engel et al, kepuasan konsumen merupakan evaluasi purna beli di mana
alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome)
yang sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi
harapan konsumen (Daryanto dan Setyobudi, 2014).
Menurut Roland T. Rust, Kepuasan konsumen adalah keadaan yang
dicapai bila produk sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen
dan bebas dari kekurangan. Penyedia jasa harus memperhatikan apa
yang konsumen persepsikan atas jasa yang diberikan, tetapi juga
bagaimana konsumen dapat merasakan kepuasan. Kedalaman dari
perasaan ini merupakan hasil dari tingkat seberapa jauh persepsi dari
konsumen dapat sesuai dengan apa yang diharapkan (Daryanto dan
Setyobudi, 2014)
2. Faktor yang mempengaruhi kepuasan
Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu (Muninjaya, 2013) :
a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya.
9

Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting


karena pelayanan kesehatan adalah high personnel contact Empati
(sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan.
b. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien.
Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien
(complience).
c. Biaya (cost).
Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber moral
hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli pasien dan
keluarganya “yang penting sembuh” sering menyebabkan pihak pasien
menerima saja jenis perawatan dan teknologi kedokteran yang
ditawarkan oleh petugas kesehatan. Akibatnya biaya perawatan
menjadi mahal. Informasi terbatas yang dimiliki oleh pihak pasien dan
keluarganya tentang perawatan yang diterima dapat menjadi sumber
keluhan pasien.
d. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility).
Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
(assurance). Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter
juga termasuk pada faktor ini.
e. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam
memberikan perawatan.
Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan
pasien (responsiveness). Ada dua faktor yang mempengaruhi
kepuasan, yaitu faktor yang ada pada pemberi jasa (pekerja) dan
faktor dari pelayanan yang diberikan (Mangkunegara, 2013).
Sedangkan menurut Daryanto dan Setyobudi (2014) faktor-faktor
pendorong kepuasan pelanggan terdapat lima pendorong utama
kepuasan pelanggan atau pasien yaitu :
a. Kualitas Produk
Pelanggan akan merasa puas apabila membeli dan menggunakan
produk yang ternyata memiliki kualitas yang baik.
b. Harga
Untuk pelanggan yang sensitif, harga murah adalah sumber
kepuasan yang penting karena pelanggan atau pasien akan
10

mendapatkan value of money yang tinggi. Bagi pelanggan yang tidak


sensitif terhadap harga, komponen harga relatif tidak penting.
c. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan sangat tergantung pada tiga hal yaitu sistem,
teknologi dan manusia. Faktor manusia ini memegang kontribusi
sebesar 70%. Pembentukan sikap dan perilaku yang seiring dengan
keinginan perusahaan menciptakan, bukanlah pekerjaan mudah.
Pelayanan sepenuh hatilah yang bisa membedakan kualitas pelayanan
suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Konsumen akan
senang apabila mendapatkan pelayanan yang lebih, sehingga dapat
tercipta kepuasan konsumen.
d. Faktor Emosional
Untuk beberapa produk yang berhubungan dengan gaya hidup,
seperti mobil, kosmetik, dan pakaian, faktor emosional menempati
tempat yang penting untuk menentukan kepuasan pelanggan. Rasa
bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, bagian dari kelompok orang
penting dan sebagainya adalah contoh-contoh nilai emosional yang
mendasari kepuasan pelanggan.
e. Biaya dan Kemudahan
Pelanggan akan semakin puas apabila relatif murah, nyaman dan
efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan. Peran pendorong
kepuasan pelanggan tentunya tidak sama antara yang satu dengan
yang lainnya sesuai dengan kebutuhan dari para pelanggan.
Kepuasan pelanggan atau pasien adalah suatu tingkat perasaan
pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkannya (Pohan, 2015).
Kepuasan didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan harapannya. Oleh
karena itu, maka tingkat kepuasan adalah perbedaan antara kinerja yang
dirasakan dengan harapan. Pelanggan atau pasien yang tidak puas akan
cenderung merasa kecewa, dengan kekecewaan itu pelanggan akan
melakukan tindakan komplain atau tidak sama sekali melakukan apa-apa
(diam). Pada saat sekarang ini, tidak ada seorangpun yang mau
menunggu untuk mendapatkan layanan dan transaksi, karena ini akan
11

menghasilkan keterlambatan pelayanan yang menginginkan pelayanan


yang sama pada waktu yang sama (Daryanto dan Setyobudi, 2014).
Kepuasan pelanggan atau pasien merupakan tujuan utama dari
pelayanan. Hal ini didukung dengan pendapat Daviddow dan Uttal,
Pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan
pelanggan (Daryanto dan Setyobudi, 2014). Pelayanan dapat
memberikan hal terbaik yang diberikan oleh perusahaan untuk memenuhi
harapan dan kebutuhan pelanggan. Hal ini didukung dengan adanya teori
pemenuhan kebutuhan yang menyatakan bahwa kepuasan pasien
bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pasien, pasien akan
merasa puas apabila mendapatkan apa yang dibutuhkannya, makin besar
kebutuhan pasien terpenuhi makin puas pula pasien tersebut, begitu pula
sebaliknya apabila kebutuhan pasien tidak terpenuhi, pasien itu akan
merasa tidak puas (Mangkunegara, 2013).
Namun pada kenyataannya pelayanan terdiri dari tindakan nyata dan
merupakan pengaruh yang bersifat sosial. Pelayanan berupa suatu
aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak
dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara
konsumen dengan melibatkan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan
oleh perusahaan pemberian pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan pelanggan atau pasien. Kegiatan produksi
dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata,
karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat bersamaan. Pada
dasarnya kepuasan pelayanan adalah sesuatu yang tidak berwujud tetapi
dapat memenuhi kebutuhan serta keinginan pelanggan atau masyarakat,
sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan (Herlambang,
2016).
Pencapaian kepuasan pelayanan dapat merupakan proses yang
sederhana ataupun kompleks dan rumit. Dalam hal ini peranan setiap
individu dalam pelayanan sangatlah penting dan berpengaruh terhadap
kepuasan yang dibentuk. Untuk mengetahui kepuasan pelayanan maka
perlu dipahami faktor-faktor yang berperan mempengaruhi pasien
merasakan kepuasan pelayanan. Kepuasan pengguna jasa pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh : komunikasi, empati, biaya, penampilan fisik
(kebersihan dan kenyamanan yang diberikan oleh petugas pelayanan
12

kepada pasien), keamanan, keterampilan (reliability) dan tanggapan


(responsiveness) (Muninjaya, 2013).
Adapun faktor-faktor dalam penelitian Zuhdi (2010) yaitu pelayanan
dokter, pelayanan perawat, pelayanan gizi, pelayanan laboratorium,
pelayanan farmasi, pelayanan administrasi, sarana dan fasilitas umum.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan dalam pelayanan pada pasien sangat penting
untuk diketahui, karena hal ini pelayanan dilakukan tiada lain untuk
memberikan kepuasan bagi pengguna jasa. Dengan kata lain, perlu
diketahui pendorong faktorfaktor yang mempengaruhi kepuasan
pelayanan pada pasien. Bagi aparatur, pelayanan yang perlu mendapat
perhatian adalah pelanggan yang sangat puas akan mempunyai ikatan
emosional dengan suatu produk. Apapun pelayanan kepada masyarakat
tentunya telah ada suatu ketetapan tatalaksananya, prosedur dan
kewenangan sehingga penerima pelayanan merasa puas dengan apa
yang telah diterimanya.
3. Aspek kepuasan
Ada beberapa pakar yang menganggap bahwa kepuasan pasien dan
kepuasan penyelenggara sebagai aspek psikososial dari keefektifan
layanan kesehatan dan para pakar mengusulkan beberapa indikator
sebagai perangkat pengukurannya. Indikator tersebut antara lain,
kepuasan pasien dan kepuasan penyelenggara.
Menurut Pohan (2015) terdapat indikator-indikator kepuasan pasien
yaitu :
a. Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan
Kepuasan terhadap akses layanan kesehatan akan dinyatakan
oleh sikap dan pengetahuan tentang sejauh mana layanan kesehatan
itu tersedia pada waktu dan tempat saat dibutuhkan. Kemudahan
memperoleh layanan kesehatan, baik dalam keadaan biasa ataupun
keadaan gawat darurat. Sejauh mana pasien mengerti bagaimana
sistem layanan kesehatan itu bekerja, keuntungan dan tersedianya
layanan kesehatan.
b. Kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan
Hal ini akan dinyatakan oleh sikap terhadap kompetensi teknik
dokter dan/atau profesi layanan kesehatan lain yang berhubungan
13

dengan pasien, keluaran dari penyakit atau bagaimana perubahan


yang dirasakan oleh pasien sebagai hasil dari layanan kesehatan.
c. Kepuasan terhadap proses layanan kesehatan, termasuk hubungan
antar manusia
Kegiatan ini akan ditentukan dengan melakukan pengukuran
sejauh mana ketersediaan layanan rumah sakit menurut penilaian
pasien, persepsi tentang perhatian dan kepedulian dokter dan profesi
layanan kesehatan lain, tingkat kepercayaan dan keyakinan terhadap
dokter, tingkat pengertian tentang kondisi atau diagnosis serta sejauh
mana tingkat kesulitan untuk dapat mengerti nasihat dokter dan
rencana pengobatan.
d. Kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan
Kepuasan terhadap sistem layanan dapat ditentukan oleh sikap
terhadap fasilitas fisik dan lingkungan layanan kesehatan, sistem
perjanjian termasuk menunggu giliran, waktu tunggu, pemanfaatan
waktu selama menunggu, sikap mau menolong atau kepedulian
personel, mekanisme pemecahan masalah dan keluhan yang timbul.
Lingkup dan sifat keuntungan serta layanan kesehatan yang
ditawarkan. Berdasarkan pendapat Pohan (2015) indikator-indikator
kepuasan pasien adalah : kepuasan terhadap akses layanan
kesehatan, kepuasan terhadap mutu layanan kesehatan, kepuasan
terhadap proses layanan kesehatan termasuk hubungan antar
manusia, kepuasan terhadap sistem layanan kesehatan.
4. Mengukur Kepuasan
Kepuasan pasien adalah keluaran dari layanan kesehatan dan suatu
perubahan dari sistem layanan kesehatan yang ingin dilakukan tidak
mungkin tepat sasaran dan berhasil tanpa melakukan pengukuran
kepuasan pasien. Karena hasil pengukuran kepuasan pasien akan
digunakan sebagai dasar untuk mendukung perubahan sistem layanan
kesehatan, perangkat yang digunakan untuk mengukur kepuasan pasien
itu harus handal dan dapat dipercaya (Supranto, 2011).
Pengukuran kepuasan pasien pada fasilitas layanan kesehatan tidak
mudah, karena layanan kesehatan tidak mengalami semua perlakuan
yang dialami oleh pasar biasa. Dalam layanan kesehatan, pilihan-pilihan
yang ekonomis tidak jelas. Pasien tidak mungkin atau sulit mengetahui
14

apakah layanan kesehatan yang didapatnya optimal atau tidak. Apabila


fasilitas layanan kesehatan dianggap sebagai produsen suatu layanan
kesehatan, akan dijumpai suatu rentetan dari struktur dan proses. Di
dalam struktur terdapat gedung, peralatan, obat, profesi layanan
kesehatan, prosedur, kebijaksanaan, organisasi dan lain-lain. Sedangkan
proses akan menyangkut penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu
sendiri. Keluaran akan menghasilkan sesuatu untuk kepentingan pasien
dan penyelenggara dari layanan kesehatan itu. Ada beberapa metode
yang dapat dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan
memantau kepuasan pelanggan. Kotler mengemukakan ada empat
metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu (Daryanto dan
Setyobudi, 2014) :
a. Sistem keluhan dan saran
Setiap perusahaan yang berorientasi pada pelanggan perlu
memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya
untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. Media
yang bisa digunakan meliputi kotak saran yang diletakkan di tempat-
tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewatin
pelanggan), menyediakan kartu komentar (yang bisa diisi langsung)
dan menyediakan saluran telepon khusus. Informasi yang diperoleh
melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang
berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkan untuk
memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap
masalah yang timbul, meskipun tidak semua pelanggan yang tidak
puas akan menyampaikan keluhannya.
b. Survei kepuasan pelanggan
Melalui survei, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara langsung dari pelanggan dan sekaligus juga
memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian
terhadap para pelanggannya.
c. Ghost shopping
Ini dilaksanakan dengan cara mempekerjakan beberapa orang
(ghost shopper) untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan /
pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Lalu ghost shopper
tersebut menyampaikan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan
15

kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman


mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para ghost
shopper juga dapat mengamati atau menilai cara perusahaan dan
pesaingnya menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap
keluhan.
d. Lost customer analysis
Perusahaan berusaha menghubungi para pelanggannya yang
telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok, yang
diharapkan adalah akan diperolehnya informasi penyebab terjadinya
hal tersebut.
5. Alat Ukur
Menurut Lesmana IS (2021) Salah satu konsep pengukuran
kepuasan dalam bidang jasa yang saat ini banyak digunakan yaitu
metode SERVQUAL hasil kerja 3 sekawan Berry, Zeithamil dan
Parasuraman pada 1998. Metode ini mempunyai kekuatan selain di
formulasikan berdasarkan hasil riset yang panjang dan mendalam tetapi
disertai juga dengan cara pengukuran yang dapat dimengerti. Dengan
metode ini dapat menilai kualitas jasa atau pelayanan menggunakan lima
dimensi, yaitu :
a. Responsiveness (daya tanggap) yaitu respon atau kesigapan
karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan
serta penanganan keluhan dengan cepat tanggap.
b. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan dan
melaksanakan jasa atau pelayanan sesuai yang dijanjikan secara
akurat, tepat dan dapat diandalkan. Keandalan mencakup dua hal
pokok, yaitu : konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk
dipercaya (dependability). Perusahaan harus mampu memberikan
pelayanan secara tepat semenjak pertama dan memenuhi janjinya.
c. Assurance (kepastian / jaminan) yaitu berhubungan dengan
pengetahuan, kesopanan dan kemampuan karyawan dalam
menumbuhkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. Dimensi ini
merupakan gabungan dari dimensi :
1) Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan
karyawan dalam melakukan pelayanan
16

2) Kesopanan (Courtesy), meliputi keramahan, perhatian dan sikap


karyawan.
3) Kredibilitas (Credibility), berhubungan dengan hal yang
menumbuhkan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi,
prestasi dan lainnya.
d. Empathy (empati) yaitu adanya kesediaan dari karyawan untuk peduli,
memberikan perhatian khusus yang bersifat pribadi, kemudahan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pelanggan. Dimensi ini merupakan gabungan dari dimensi :
1) Akses (Access), yaitu kemudahan dalam memanfaatkan jasa yang
ditawarkan
2) Komunikasi (Communication), merupakan kemampuan
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau menerima
masukkan dari pelanggan
3) Memahami pelanggan (Understanding the customer), meliputi
usaha perusahaan untuk mengetahui kebutuhan dan keinginan
pelanggan.
e. Tangibles (bukti fisik). Kualitas jasa yang ditentukan dengan melihat
penampilan fisik, peralatan, penampilan karyawan dan sarana
komunikasi yang ada. Dimensi ini merupakan dimensi yang pertama
kali disadari oleh pelanggan dan menjadi hal paling penting,
kekurangan atau keburukan dari dimensi ini akan cepat terlihat.
6. Kategori
Menurut Gerson dalam Raditya (2016), untuk mengetahui tingkat
kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan
sebagai berikut :
a. Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien,
yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau
sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih
(untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang
ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang
kategori sedang.
b. Tidak memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien
17

rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai


kebutuhan atau penilaian Kepuasan.
B. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian
Istilah komunikasi mengandung makna bersama-sama (common,
commones; Inggris), berasal dari bahasa Latin communication yang
berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran,
dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarnya. Kata sifatnya adalah communis yang artinya bersifat
umum atau bersamasama, kata kerjanya adalah communicare yang
artinya berdialog, berunding atau bermusyawarah. Komunikasi
merupakan proses yang dilakukan manusia untuk berinteraksi sosialnya
(Wijaya, 2017).
Komunikasi terapeutik adalah modalitas dasar intervensi utama yang
terdiri atas teknik verbal dan nonverbal yang digunakan untuk membentuk
hubungan antara terapis dan pasien dalam pemenuhan kebutuhan. Oleh
karena itu, komunikasi terapeutik merupakan hal penting dalam
kelancaran pelayanan kesehatan yang dilakukan terapis untuk
mengetahui apa yang dirasakan dan diinginkan pasien (Mubarak, 2012).
Pelayanan keperawatan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh
ketepatan dalam memberikan pelayanan tetapi dengan membina
hubungan komunikasi yang baik yang sifatnya terapi (Nursalam, 2014).
Dalam menghadapi pasien yang multikultural dan memiliki latar belakang
yang berbeda beda, seorang perawat sangat membutuhkan keterampilan
khusus dalam berkomunikasi. Perawat sebagai ujung tombak pelayanan
terhadap pasien dan keluarganya di puskesmas. Perawat adalah sumber
daya yang paling banyak menyumbang sebagai pendukung kepuasan
kepada pasien. Perawat memberikan pengaruh besar untuk menentukan
kualitas pelayanan terhadap pasien di puskesmas, karena frekuensi
pertemuannya dengan pasien yang paling sering dalam memberikan
pelayanan kepada pasien. Hal ini dilakukan melalui interaksi antara
perawat dan pasien, perawat dan profesional kesehatan lain, serta
perawat dan komunitas (Andriani & Putra, 2014).
Hal ini dijelaskan oleh beberapa ahli bahwa masalah komunikasi
terapeutik perawat yang masih sering terjadi adalah masih banyak
18

petugas yang terlalu sibuk dengan tugas kesehariannya sehingga tidak


ada waktu untuk berkomunikasi terapeutik dengan pasiennya, bahkan
masih ada perawat yang terkesan judes, tidak ramah, serta tidak
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga. Hal
tersebut menyebabkan klien dan keluarga sebagai pengguna pelayanan
kesehatan tidak merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.
Sedangkan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien digunakan indikator
yang dikemukakan oleh Tjiptono dan Diana (2015).
2. Tujuan komunikasi terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik menurut Damaiyanti (2014), adalah:
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang
ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya
akan dapat mengurangi beban perasaan pasien dalam menghadapi
maupun mengambil tindakan tentang kesehatannya. Tujuan lain dari
komunikasi terapeutik menurut Suryani (2015) adalah:
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri;
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial
dan saling bergantung dengan orang lain;
c. Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
pasien serta mencapai tujuan yang realistik;
d. Menjaga harga diri;
e. Hubungan saling percaya.
3. Manfaat komunikasi terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik menurut Anas (2014), adalah:
a. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan
pasien melalui hubungan perawat-pasien.
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan
19

mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

4. Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik


Menurut Mundakir (2012) untuk mengetahui apakah komunikasi yang
dilakukan bersifat terapeutik atau tidak, maka dapat dilihat apakah
komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya dan saling menghargai.
c. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
d. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
bebas berkembang tanpa rasa takut.
e. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan
pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
f. Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan, amupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu perawat
perlu mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual, dan
gaya hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
l. Altruisme untuk mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
20

m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin


mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain.
5. Sikap perawat dalam berkomunikasi
Sikap sebagai kehadiran perawat dalam berkomunikasi agar
terapeutik klien mempunyai peran yang penting untuk tercapainya tujuan
komunikasi/interaksi (hubungan). Sikap (kehadiran) yang harus
ditunjukkan perawat dalam berkomunikasi terapeutik ada dua, yaitu sikap
(kehadiran) secara fisik dan secara psikologis. Dalam kehadiran secara
psikologis, ada dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi tindakan
(Anjaswarni, 2016).
a. Sikap (kehadiran) secara fisik
Sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik sebagai berikut (Anjaswarni,
2016):
1) Berhadapan. Posisi berhadapan berarti bahwa dalam komunikasi
perawat harus menghadap ke pasien, tidak boleh membelakangi,
atau duduk menyamping. Sikap ini harus dipertahankan pada saat
kontak dengan klien. Dengan posisi ini, perawat dapat melihat
secara jelas apa yang tampak secara verbal maupun nonverbal
klien. Arti posisi ini adalah saya siap membantu Anda.
2) Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3) Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengarkan sesuatu.
4) Mempertahankan sikap terbuka. Selama berkomunikasi, perawat
tidak melipat kaki atau tangan karena sikap ini menunjukkan
keterbukaan perawat dalam berkomunikasi.
5) Tetap relaks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons klien.
6) Berjabat tangan. Menunjukkan perhatian dan memberikan
kenyamanan pada pasien serta penghargaan atas keberadaannya.
21

Berjabatan tangan juga dapat memberi kesan keakraban dan


kedekatan antara perawat dan klien.
b. Sikap (kehadiran) secara psikologis
Dalam berkomunikasi dengan klien, mulai awal sampai akhir
hubungan, perawat harus menunjukkan sikap (kehadiran) secara
psikologis dengan cara mempertahankan sikap dalam dimensi respons
dan dimensi tindakan seperti berikut (Anjaswarni, 2016) : Sikap dalam
dimensi respons :
1) Ikhlas (Genuiness): perawat menyatakan dan menunjukkan sikap
keterbukaan, jujur, tulus, dan berperan aktif dalam berhubungan
dengan klien. Perawat merespons tidak dibuatbuat dan
mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya secara spontan.
2) Menghargai: perawat menerima klien apa adanya. Sikap tidak
menghakimi, tidak mengejek, tidak mengkritik, ataupun tidak
menghina; harus ditunjukkan oleh perawat melalui, misalnya, duduk
diam menemani klien ketika klien menangis; bersedia menerima
permintaan klien untuk berdiskusi atau bercerita tentang
pengalaman; bahkan minta maaf atas ucapan dan perilaku perawat
yang menyinggung klien.
3) Empati (empathy) merupakan kemampuan perawat untuk
memasuki pikiran dan perasaan klien sehingga dapat merasakan
apa yang sedang dirasakan dan dipikirkan klien. Melalui rasa
empati, perawat dapat mengidentifikasi kebutuhan klien dan
selanjutnya membantu klien mengatasi masalahnya.
4) Konkret: perawat menggunakan kata-kata yang spesifik, jelas, dan
nyata untuk menghindari keraguan dan ketidakjelasan
penyampaian.
c. Sikap dalam dimensi tindakan Dimensi ini termasuk konfrontasi,
kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan
bermain peran. Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks
kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi
responsif (Anjaswarni, 2016).
1) Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan perilaku pasien
yang bermanfaat untuk memperluas kesadaran diri pasien. Carkhoff
22

mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi sebagai berikut


(Anjaswarni, 2016):
a) Ketidaksesuaian antara konsep diri pasien (ekspresi pasien
tentang dirinya) dengan ideal diri (cita-cita/keinginan pasien).
b) Ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku pasien.
c) Ketidaksesuaian antara pengalaman pasien dan perawat
seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah
(konfrontasi). Oleh karena itu, sebelum melakukan konfrontasi,
perawat perlu mengkaji, antara lain tingkat hubungan saling
percaya dengan pasien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan,
dan kekuatan koping pasien. Konfrontasi sangat berguna untuk
pasien yang telah mempunyai kesadaran diri, tetapi perilakunya
belum berubah.
2) Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan untuk membantu
pasien dan digunakan untuk mempelajari fungsi pasien dalam
hubungan interpersonal lainnya. Perawat sensitif terhadap perasaan
pasien dan berkeinginan untuk membantu dengan segera
(Anjaswarni, 2016).
3) Keterbukaan perawat
Tampak ketika perawat memberikan informasi tentang diri, ide,
nilai, perasaan, dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerja
sama, proses belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui
penelitian yang dilakukan oleh Johnson, ditemukan bahwa
peningkatan keterbukaan antara perawat klien menurunkan tingkat
kecemasan perawat klien (Anjaswarni, 2016).
4) Katarsis emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat
mengganggunya untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini,
perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan
maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan
perasaannya jika berada pada situasi klien (Anjaswarni, 2016).
5) Bermain peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan
23

penghayatan klien dalam hubungan antara manusia dan


memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari sudut
pandang lain serta memperkenankan klien untuk mencobakan
situasi yang baru dalam lingkungan yang aman (Anjaswarni, 2016).
6. Teknik-teknik dalam berkomunikasi terapeutik
Supaya komunikasi yang kita lakukan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan, seorang perawat harus menguasai teknik-teknik
berkomunikasi agar terapeutik dan menggunakannya secara efektif pada
saat berinteraksi dengan klien. Berikut ini teknik komunikasi Stuart &
Sundeen (1998 dalam Anjaswarni, 2016):
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian (listening)
Mendengarkan dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk
mengerti seluruh pesan verbal dan nonverbal yang sedang
dikomunikasikan. Keterampilan mendengarkan dengan penuh
perhatian dapat ditunjukkan dengan sikap berikut:
1) Pandang klien ketika sedang bicara.
2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
3) Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
4) Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan umpan balik.
5) Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
b. Menunjukkan penerimaan (accepting)
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia
untuk mendengarkan orang lain, tanpa menunjukkan keraguan atau
tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima
semua perilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi
wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti
mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak
percaya. Sikap perawat yang menunjukkan penerimaan dapat
diidentifikasi seperti perilaku berikut:
1) Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan.
2) Memberikan umpan balik verbal yang menampakkan pengertian.
3) Memastikan bahwa isyarat nonverbal cocok dengan komunikasi
verbal. Menghindarkan untuk berdebat, menghindarkan
24

mengekspresikan keraguan, atau menghindari untuk mengubah


pikiran klien.
4) Perawat dapat menganggukan kepalanya atau berkata “ya” atau
“saya mengerti apa yang bapak-ibu inginkan”.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi
yang spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan
dengan topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks
sosial budaya klien.
d. Mengulang (restating/repeating)
Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan
klien dengan bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna
bahwa perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui
bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
e. Klarifikasi (clarification)
Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud
ungkapan pasien. Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti,
tidak jelas, atau tidak mendengar apa yang dibicarakan klien. Perawat
perlu mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan klien.
f. Memfokuskan (focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan
pembicaraan sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak
seharusnya memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan
masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru. Perawat membantu klien membicarakan topik
yang telah dipilih dan penting.
g. Merefleksikan (reflecting/feedback)
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah
pesan diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang
ditimbulkan oleh syarat nonverbal klien. Menyampaikan hasil
pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih jelas
tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
h. Memberi informasi (informing)
Memberikan informasi merupakan teknik yang digunakan dalam
25

rangka menyampaikan informasi-informasi penting melalui pendidikan


kesehatan. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat
perlu mengklarifikasi alasannya. Setelah informasi disampaikan,
perawat memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
i. Diam (silence)
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan
keterampilan dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya,
dan memproses informasi. Bagi perawat, diam berarti memberikan
kesempatan klien untuk berpikir dan berpendapat/berbicara.
Identifikasi tema (theme identification) Identifikasi tema adalah
menyimpulkan ide pokok/utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah
dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Teknik
ini penting dilakukan sebelum melanjutkan pembicaraan dengan topik
yang berkaitan.
j. Memberikan penghargaan (reward)
Menunjukkan perubahan yang terjadi pada klien adalah upaya
untuk menghargai klien. Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi
beban bagi klien yang berakibat klien melakukan segala upaya untuk
mendapatkan pujian. Menawarkan diri Klien mungkin belum siap untuk
berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak
mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Sering kali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik komunikasi ini
harus dilakukan tanpa pamrih. m. Memberi kesempatan kepada klien
untuk memulai pembicaraan Memberi kesempatan pada klien untuk
berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan. Perawat dapat berperan
dalam menstimulasi klien untuk mengambil inisiatif dalam membuka
pembicaraan. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan Hal ini
merupakan teknik mendengarkan yang aktif, yaitu perawat
menganjurkan atau mengarahkan pasien untuk terus bercerita. Teknik
ini mengindikasikan bahwa perawat sedang mengikuti apa yang
sedang dibicarakan klien dan tertarik dengan apa yang akan
dibicarakan selanjutnya.
26

k. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Dengan teknik ini, dapat diindikasikan bahwa pendapat pasien adalah
berharga.
l. Humor
Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini
bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi. Perawat harus hati-hati dalam menggunakan teknik ini
karena ketidaktepatan penggunaan waktu dapat menyinggung
perasaan pasien yang berakibat pada ketidakpercayaan klien kepada
perawat.
7. Tahap-tahap berkomunikasi terapeutik
Tahapan (fase) hubungan dan komunikasi terapeutik perawat-pasien
menurut Anjaswarni (2016), yaitu:
a. Fase prainteraksi
Fase ini merupakan fase persiapan yang dapat dilakukan perawat
sebelum berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien. Pada fase ini,
perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri, serta
menganalisis kekuatan dan kelemahan profesional diri. Perawat juga
mendapatkan data tentang klien dan jika memungkinkan
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Perawat dapat
bertanya kepada dirinya untuk mengukur kesiapan berinteraksi dan
berkomunikasi dengan klien.
b. Fase orientasi/introduksi
Fase ini adalah fase awal interaksi antara perawat dan klien yang
bertujuan untuk merencanakan apa yang akan dilakukan pada fase
selanjutnya. Pada fase ini, perawat dapat:
1) Memulai hubungan dan membina hubungan saling percaya.
Kegiatan ini mengindikasi kesiapan perawat untuk membantu
pasien;
2) Memperjelas keluhan, masalah, atau kebutuhan klien dengan
mengajukan pertanyaan tentang perasaan klien; serta
27

3) Merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan,


dan lama pertemuan; bahan/materi yang akan diperbincangkan;
dan mengakhir hubungan sementara.
Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase
orientasi ini sebagai berikut.
1) Memberikan salam terapeutik Contoh: “Assalamualaikum, selamat
pagi”, dan sebagainya.
2) Evaluasi dan validasi perasaan klien Contoh: “Bagaimana perasaan
Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari ini”.
3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak tujuan
interaksi, kontrak waktu, dan kontrak tempat. Contoh: “Tujuan saya
datang ke sini adalah membantu Ibu menemukan masalah yang
membuat Ibu selalu merasa tidak nyaman selama ini”, “Menurut Ibu,
berapa lama waktu yang akan kita butuhkan untuk tujuan ini?
Bagaimana kalau 15 menit?”, “Untuk tempat di dalam ruang ini saja
atau di taman belakang?”
c. Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas
hubungan perawat-klien dalam asuhan keperawatan. Selama
berlangsungnya fase kerja ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan
yang telah diinginkan bersama, tetapi yang lebih bermakna adalah
bertujuan untuk memandirikan pasien. Pada fase ini, perawat
menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam berkomunikasi dengan
klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (sesuai kontrak).
d. Fase terminasi
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi
dan ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan
tindak lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan selanjutnya
bersama pasien. Ada tiga kegiatan utama yang harus dilakukan
perawat pada fase terminasi ini, yaitu melakukan evaluasi subjektif dan
objektif; merencanakan tindak lanjut interaksi; dan membuat kontrak
dengan pasien untuk melakukan pertemuan selanjutnya.
C. Perilaku Caring
1. Pengertian Caring
28

Menurut teori Swanson (dalam Potter & Perry 2013), caring adalah
holistik keperawatan yang berguna untuk mendukung proses
kesembuhan klien dan cara menjalin hubungan penduli dengan klien
dan bertanggung jawab atas kondisi klien. Teori ini menyatakan
hubungan caring yang dilakukan perawat merupakan proses
keperawatan yang unik dalam pelayanan.
Leininger (1984, dalam Kozier, et al 2012) mengungkapkan
perilaku caring merupakan kenyaman, kasih sayang, kepedulian,
perilaku koping, empati, dukungan dan kepercayaan. Tujuan caring
sendiri untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi manusia dengan
menekankan aktivitas yang sehat dan mudah pada individu yang
disetujui bersama.
Menurut Miller (1995, dalam Kozier, et al 2012) caring merupakan
tindakan yang disegaja yang menimbulkan rasa aman secara fisik dan
emosi yang tulus dilakukan oleh orang yang menerima asuhan dan
penerima asuhan keperawatan.
Caring merupakan struktur yang mengubah prakts menjadi pratik
keperawatan, yaitu caring merupakan bentuk dasar dari pratik
keperawatan, yang dimana harus membatu pasien untuk pulih dari
sakit, memberi penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien,
dan membangun hubungan dengan pasien. Selain itu membantu
perawat untuk mengenali pemberian intervensi yang baik dan nantinya
memjadi perhatian dan petunjuk dalam pemberian (Boykin, et al., 2003
dalam Potter & Perry 2013).
2. Faktor yang mempengaruhi Caring
Caring merupakan suatu dasar yang harus dimiliki seorang
perawat. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi tingkat caring adalah
usia, jenis kelamin, tingkatan mahasiswa, minat, pengetahuan
mahasiswa (Setyaningsih, 2016). Usia menjadi faktor yang yang dapat
mempengaruhi caring karena semakin dewasa usia seseorang maka
tingkat caring seseorangpun juga semakin tinggi. Karena di zaman
globalisasi kini terdapat penyetaraan gender maka untuk jenis kelamin
laki-laki maupun perempuan dapat melakukan perilaku caring namun
tergantung dengan psikologis masing-masing individunya. Tingkat
pendidikan dapat dijadikan faktor caring pada individu, hal ini
29

ditunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikannya maka semakin luas


pula cara berfikirnya dan untuk memperlakukan seseorang akan
semakin baik (Ariani & Aini, 2018)
Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan
disebut dengan faktor individu. Faktor yang dapat memicu tingkat
caring perawat dapat berasal pula dari faktor organisasi yang meliputi
sumber daya, kepemimpinan, desain pekerjaan, imbalan, teman
sejawat (Supriatin, 2015).
3. Komponen caring
Asuhan keperawatan kepada klien yang dilakukan oleh seorang
perawat harus memahami beberapa komponen caring. Komponen
caring menurut Rouch pada tahun 1997 terbagi menjadi tujuh
komponen atau disebut sebagai komponen caring 7'C (Hurun Ain,
2019). Berikut adalah beberapa komponen caring :
a. Compassion
Compassion berarti belas kasih, dalam melakukan asuhan
keperawatan seorang perawat harus memiliki rasa empati kepada
masalah yang sedang dialami oleh kliennya. Dalam kondisi ini
seorang perawat mampu merasakan ataupun menemani klien
dalam kondisi suka maupun dukanya.
b. Communication
Seorang perawat harus pandai dalam melakukan komunikasi
yang efektif kepada pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi yang dilakukan oleh perawat untuk menjalin dan
menciptakan rasa saling percaya antara perawat dan kliennya.
c. Consideration
Kunci utama yang harus dipegang oleh perawat adalah
memiliki kompetensi yang tinggi. Seorang perawat yang memiliki
kompetensi yang tinggi tercermin dari dirinya yang menguasai
pembelajaran kognitif, afektif dan psikomotor. Perawat diharuskan
memiliki kompetensi yang tinggi dikarenakan seorang perawat
dalam terjun ke tengah-tengah masyarakat harus mampu
menyampaikan pengetahuannya tentang segala kondisi masalah
kesehatan dan cara menanganinya.
d. Comfort
30

Kenyamanan merupakan suatu hal yang harus tercipta dalam


hubungan yang dilakukan antara perawat dan klien. Karena jika
seorang mampu memberikan kenyamanan maka kepercayaan yang
muncul semakin erat dan proses keperawatan akan berjalan
dengan lancar.
e. Carefullness
Komponen ini merupakan komponen paling penting diantara
komponen yang lain. Karena komponen ini merupakan komponen
yang harus dipegang oleh perawat untuk menjadi seorang perawat.
Carefullness merupakan perilaku dimana seorang perawat harus
mampu melakukan tindakan kepedulian baik sikap, perilaku,
pakaian dan bahasa.
f. Consistency
Dalam melakukan perilaku caring kepada klien seorang
perawat harus memegang komitmen yang tinggi untuk
mengabdikan diri demi kesejahteraan klien dalam menjalankan
asuhan keperawatan.
g. Closure
Asuhan keperawatan dapat berhasil jika perawat melakukannya
sesuai dengan panduan legal etik keperawatan. Pada komponen ini
perawat akan mampu memahami dirinya sendiri ataupun orang lain
dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh
dirinya sendiri ataupun kliennya.
Selain tujuh komponen yang disampaikan oleh Rouch, adapula 4
komponen caring yang harus dimiliki oleh perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan (Febriana, 2017). Komponen-komponen caring
tersebut ialah :
a. Kehadiran (Presence)
Seorang pasien ketika mengalami masalah kesehatan sangat
senang jika diberikan perhatian, oleh karena itu kehadiran seorang
perawat sangatlah dibutuhkan. Seorang perawat yang mampu hadir
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien
akan memupuk tumbuhnya perilaku terbuka seorang klien kepada
perawat.
b. Sentuhan (Contact)
31

Dalam suatu keadaan sakit seorang klien sangatlah senang jika


mendapatkan perhatian. Perhatian seorang perawat dapat
ditunjukkan dengan melakukan sentuhan ketika melakukan asuhan
keperawatan. Sentuhan yang biasa dapat dilakukan ialah saat
melakukan tindakan keperawatan pasien.
c. Mendengarkan (Listen)
Menjadi pendengar yang baik merupakan suatu kelebihan yang
patut dimiliki oleh seorang perawat. Saat pasien mengalami suatu
masalah kesehatan ia akan lebih senang menceritakannya pada
orang yang memberikan perhatian kepadanya. Seorang yang
mampu mendengarkan segala keluhan kliennya dengan baik maka
akan dianggap oleh klien sebagai seorang yang peduli pada dirinya.
d. Memahami klien
Seorang perawat harus memahami kliennya dan mampu
masuk kedalam kondisi yang sedang dihadapi oleh kliennya. Dalam
melakukan asuhan keperawatan harus mampu turut merasakan
masalah yang sedang dihadapi oleh klien dan mampu memberikan
solusi agar masalah yang dihadapi tidak meluas.
4. Manfaat Caring
Caring merupakan dasar suatu tindakan keperawatan dalam
menjalankan asuhan keperawatan. Caring memberikan manfaat bagi
seorang perawat yang melakukannya (Widyawati, 2009). Manfaat-
manfaat caring antara lain ialah :
a. Pasien memberikan respon yang positif
Maksud dari pasien memberikan respon yang positif adalah
pasien zaman sekarang sangatlah teliti, sehingga dapat
membedakan perawat yang melakukan perilaku caring dan tidak.
Sehingga jika seorang perawat dalam menjalankan asuhan
melakukan perilaku caring maka pasien akan memberikan respon
yang positif pula. Begitu sebaliknya, jika perawat tidak melakukan
perilaku caring dalam asuhan maka pasien akan memberikan
respon yang negatif.
b. Berkomunikasi dengan pasien
Manfaat caring dapat dirasakan saat melakukan komunikasi
dengan pasien. Hal ini ditunjukkan kelancaran dan munculnya rasa
32

saling percaya antara perawat dan klien yang memudahkan asuhan


keperawatan berjalan lancar.

c. Kontribusi positif yang memuaskan


Caring yang dilakukan kepada pasien secara kontinu walaupun
tidak selalu menghasilkan suatu yang positif, namun perilaku caring
akan memicu timbulnya aura positif pada suatu kondisi selanjutnya
yang nantinya dapat menghasilkan asuhan keperawatan yang
memuaskan.
d. Memandang pasien sebagai teman
Jika melakukan asuhan keperawatan dengan menempatkan
pasien sebagai teman maka tidak akan timbul rasa canggung dan
pasien akan mendapatkan kenyamanan serta dapat lebih terbuka
kepada perawat.
e. Dihargai oleh pasien
Perawat yang melakukan perilaku caring kepada pasien akan
lebih dihargai karena pasien merasa dirinya ada yang
memperhatikan saat memerlukan suatu support selain dari
keluarga. Namun tidak dapat dipungkiri motivasi utama pasien
dalam menghadapi masalah kesehatan adalah perhatian dari
keluarga.
f. Melakukan sesuatu yang berguna
Perilaku caring yang merupakan dasar perawat dalam
melakukan asuhan akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
perawat yang mengamalkan secara sungguh-sungguh dan ikhlas.
g. Belajar banyak tentang manusia
Perawat yang melakukan asuhan keperawatan dengan
mengamalkan perilaku caring kepada pasiennya dengan baik maka
dari diri kita akan mampu bersyukur dan mampu menempatkan diri
jika suatu saat diri sendiri ataupun keluarga berada pada posisi
pasien yang dirawatnya sekarang.
h. Perkembangan pribadi
Seseorang yang melakukan sesuatu hal dengan terus menerus
akan mengakibatkan timbulnya rasa tanggung jawab dan
meningkatkan kualitas pribadi. Perilaku caring yang dilakukan
33

kepada pasien akan mengakibatkan kita muncul rasa tanggung


jawab akan pekerjaan yang kita lakukan yang nantinya terlihat dari
kualitas pekerjaan yang dilakukan.
5. Dimensi perilaku Caring
5 faktor dalam perilaku caring yang didasari dari 10 faktor caring
Watson dalam Kalsum (2016) :
a. Mengakui keberadaan manusia (Assurance of human presence)
Kategori ini merupakan kombinasi dari tiga faktor karatif yaitu:
pembentukan sistem nilai humanistic–altruistik, menanamkan sikap
kepercayaan dan penuh harapan, serta menumbuhkan sensitifitas
terhadap diri sendiri dan orang lain. Kategori ini terdiri dari aktivitas
caring seperti mendatangi dan berinteraksi dengan pasein, cara
berbicara perawat, sikap mendorong pasein untuk memanggil
perawat jika dibutuhkan, kecepatan tanggapan perawat, membantu
mengurangi rasa sakit pasein dan memberikan obat tepat pada
waktunya (Wolf, et al, dalam Kalsum, 2016).
b. Menanggapi dengan rasa hormat (Respectful deference).
Kategori ini merupakan kombinasi dari dua faktor karatif yaitu:
mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu,
serta meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan
negatif klien. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti bersikap
mendengarkan pasein, menghormati pasein, memberikan
dukungan, mempersilakan pasein mengutarakan keluhannya dan
menyapa pasein (Wolf, et al, dalam Kalsum, 2016).
c. Pengetahuan dan keterampilan profesional (Professional knowledge
and skill).
Kategori ini merupakan kombinasi dari dua faktor karatif yaitu
menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil
keputusan dan meningkatkan belajar - mengajar interpersonal.
Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti melakukan tindakan
keperawatan, bersikap percaya diri, menggunakan gaya bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti oleh pasein (Wolf, et al,
dalam Kalsum, 2016).
d. Menciptakan hubungan yang positif (Positive Connectedness).
Kategori ini hanya terdiri dari satu faktor karatif yaitu
34

menciptakan lingkungan fisik, mental,sosiokultural, spiritual yang


mendukung. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti
meluangkan waktu bersamapasein, memberi harapan kepada
pasein, memberikan kenyamanan untuk pasein dan berinteaksi
dengan pasein (Wolf, et al, dalam Kalsum, 2016).
e. Perhatian terhadap yang dialami orang lainb (Attentive to other’s
experience).
Kategori ini mencakup dua faktor karatif yaitu memberi bantuan
dalam pemenuhan kebutuhan manusia, dan terbuka pada
eksistensial-fenomenological. Kategori ini terdiri dari aktivitas
mengutamakan kepentingan pasein, memiliki sikap empati, dan
membiarkan pasein mengekspresikan perasaannya (Wolf, et al,
dalam Kalsum, 2016).
35

D. Kerangka Teori

Tingkat
Factor yang mempengaruhi kepuasan :
kepuasan pelanggan: 1) Puas
1) Pendekatan dan perilaku 2) Tidak Puas
petugas
2) Mutu informasi.
3) Prosedur perjanjian.
Kepuasan
4) Waktu tunggu.
5) Fasilitas. Pelanggan
6) Outcome
7) Kualitas pelayanan
8) Emosional 1. Assurance of Human
9) Harga Presence
10) Biaya 2. Respectful Deferance
3. Professional Skill and
11) Periku Caring Knowledge
4. Positive Connectedness
12) Komunikasi terapeutik 5. Attentive to Others

1. Menunjukkan perhatian Indikator :


a. Memandang pasien 1) Daya tanggap
b. Kontak mata (responsiveness)
c. Sikap terbuka 2) Keandalan
d. Rileks (reliability)
e. Mengangguk 3) Jaminan
f. Mencondongkan tubuh ke (assurance)
arah pasien 4) Empati (empathy)
2. Menunjukkan penerimaan 5) Bukti fisik
a. Mendengarkan (tangible)
b. Memberikan umpan balik
c. Komunikasi non verbal
dan verbal
sesuai
d. Tidak mendebat dan 1. Tahap orientasi
mengekspresikan 2. Tahap perkenalan
keraguan 3. Tahap kerja
4. Tahap terminasi
Ket :
di teliti :
tidak diteliti :
Sumber : Pohan (2015), Anjaswarni (2016), Kalsum (2016), Mangkunegara
(2013), Daryanto dan Setyobudi (2014), Raditya (2016), Lesmana IS (2021)
36

Gambar 2.1 Kerangka Teori

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2017) mendefinisikan pengertian variabel
penelitian sebagai berikut: “Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
1. Variabel Independen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor,
antecedent. Dalam Bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas.
Pengertian variabel independen (bebas) menurut Sugiyono (2017)
“Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).”
Variabel idependen dalam penelitian ini adalah komunikasi terapeutik dan
perilaku caring perawat.
2. Variabel Dependen
Variabel ini sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen. Dalam Bahasa Indonesia sering disebut variabel terikat.
Pengertian variabel dependen (terikat) menurut Sugiyono (2017) “Variabel
yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.”
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan pasien.

B. Hipotesis
Menurut Hidayat (2017) hipotesis adalah pernyataan yang masih
lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis
tersebut dapat diterima atau ditolak berdasar fakta atau data empiris dalam
penelitian. Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah
atau pertanyaan penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Hipotesi Kerja (Ha)
a) Ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien di Puskesmas Sambirejo.
37

b) Ada hubungan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien di


Puskesmas Sambirejo.

2. Hipotesis Alternatif (H0)


a) Tidak ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan
pasien di Puskesmas Sambirejo.36
b) Tidak ada hubungan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien
di Puskesmas Sambirejo.

C. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan
dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan
secara logis beberapa faktor yang dianggap penting, yaitu membahas
keterkaitan antar variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika
situasi yang diteliti (Hidayat, 2013). Kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :

Variabel independent

Komunikasi terapeutik Variabel dependent


perawat
Kepuasan pasien

Perilaku caring perawat

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik korelasional antara komunikasi
terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien,
bertujuan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier
antara variabel komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan
kepuasan pasien (Nursalam, 2014).  Desain penelitian jenis penelitian ini
adalah observasional deskriptif, dengan jenis data kuantitatif.
Observasional deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeskripsikan suatu peristiwa (Susilo dan Suyanto, 2014).
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data
38

Pendekatan waktu pengumpulan data dalam penelitian ini secara


cross sectional yaitu pengamatan hanya dilakukan sekali sesuai dengan
waktu yang ditentukan oleh peneliti dengan melihat adanya hubungan
antara variabel dependen dan independen (Sugiyono, 2017). Pada
penelitian ini pendekatan penelitian dengan cross sectional merupakan
jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/observasi antara
komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan
pasien antara data variabel bebas dan terikat hanya satu kali pada satu
saat. Pembatasan waktu yang bersamaan akan memungkinkan
menghasilkan temuan yang berbeda jika dilakukan pada waktu yang
berbeda pula (Notoatmodjo, 2016).
3. Metode Pengumpulan Data (Kuantitatif-Kualitatif)
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif. Penelitian kuantitatif banyak menggunakan angka, mulai dari
pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan
dari hasilnya. Demikian juga pemahaman akan kesimpulan penelitian
akan lebih baik apabila juga disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar
atau tampilan lain (Sugiyono, 2017).
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan checklist
dari data sekunder dan data primer.
a. Sumber Data
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi
yang dicari (Dharma, 2013). Data primer di dapat dari sumber
informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain :
a) Catatan hasil wawancara : komunikasi terapeutik perawat,
perilaku caring perawat dan kepuasan pasien.
b) Hasil observasi lapangan : komunikasi terapeutik perawat,
perilaku caring perawat dan kepuasan pasien.
c) Data-data mengenai informan : umur, jenis kelamin dan
pendidikan.
2) Data Sekunder
39

Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain,


tidak langsung di peroleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data
sekunder biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang
telah tersedia (Notoatmodjo, 2016). Data sekunder pada penelitian ini
diperoleh dari komunikasi terapeutik perawat, perilaku caring perawat
dan kepuasan pasien. Data ini digunakan untuk mendukung informasi
primer yang telah diperoleh yaitu dari data rekam medis di
Puskesmas Sambirejo.
b. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode
pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif, yaitu pengumpulan data
penelitian secara objektif dan sistematis yang bersifat numerik
(Nursalam, 2014).
Langkah-langkah pencarian data primer sebagai berikut :
1) Peneliti meminta surat keterangan melakukan penelitian kepada
institusi pendidikan, yaitu Universitas Muhammadiyah Kudus dan
dilanjutkan kepada pihak lokasi penelitian.
2) Peneliti melakukan pendekatan kepada responden. Kemudian
peneliti memilih kriteria responden.
3) Peneliti membagikan kuesioner penelitian yaitu :
a) Kuesioner : komunikasi terapeutik perawat, perilaku caring
perawat dan kepuasan pasien.
b) Catatan hasil wawancara : komunikasi terapeutik perawat,
perilaku caring perawat dan kepuasan pasien
c) Hasil observasi lapangan : komunikasi terapeutik perawat,
perilaku caring perawat dan kepuasan pasien.
d) Data-data mengenai informan : umur, jenis kelamin dan
pendidikan.
4) Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan dan
analisis data dengan bantuan program komputer.
Langkah-langkah pencarian data sekunder sebagai berikut :
1) Peneliti meminta surat keterangan melakukan penelitian kepada
institusi pendidikan, yaitu Universitas Muhammadiyah Kudus dan
dilanjutkan kepada pihak lokasi penelitian.
40

2) Peneliti mencari sumber ata dokumentasi atau data laporan yang


telah tersedia yaitu profil Puskesmas Sambirejo.

4. Populasi Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau obyek dengan
karakteristik tertentu yang akan diteliti (Nursalam, 2014). Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap di Puskesmas Sambirejo
pada bulan Maret-April 2022 sebanyak 40 pasien.
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2017) pengertian Teknik Sampling adalah
sebagai berikut: “Teknik sampling adalah merupakan pengambilan
sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan”.
Teknik Sampling yang digunakan oleh penulis adalah Non
Probability Sampling. Menurut Sugiyono (2017) pengertian Non
Probability Sampling adalah teknik yang tidak memberi
peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi
untuk dipilih menjadi sampel.” Teknik Non Probability Sampling yang
digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini lebih tepatnya
penulis menggunkan Teknik Purposive Sampling. Menurut Sugiyono
(2017) pengertian Purposive Sampling adalah sebagai berikut: “Teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.” Alasan pemilihan
sampel dengan menggunakan Teknik Purposive Sampling adalah karena
tidak semua sampel memiliki kriteria sesuai dengan yang telah penulis
tentukan, oleh karena itu penulis memilih Teknik Purposive Sampling
dengan menetapkan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-kriteria
tertentu yang harus dipenuhi oleh sampel yang digunakan dalam
penelitian ini.
Menurut Notoatmodjo (2016) penentuan besar sampel
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi yang diketahui
d2 : Tingkat ketepatan terhadap populasi yang diinginkan 0.05 (5%)
41

Dengan menggunakan rumus tersebut dapat diambil jumlah sampel


minimal sebagai berikut;
40
n = ––––––––––
1 + 40 (0,05) 2

40
n = ––––––––––
1 + 0.1

40
n = ––––––– = 36.36 (37)
1.1
Berdasarkan penghitungan tersebut dapat diketahui bahwa sampel
minimal adalah sebanyak 37 orang.
6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
a. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2014).
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah;
1) Pasien rawat inap dan rawat jalan di Puskesmas Sambirejo.
2) Pasien rawat inap dan rawat jalan di Puskesmas Sambirejo yang
bersedia menjadi responden.
3) Bisa membaca dan menulis dengan lancar.
4) Pasien yang sudah dirawat minimal selama 2 hari
b. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kriteria inklusi karena sebab tertentu, misalnya terdapat
keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun
interpretasi hasil, hambatan etis atau subjek menolak berpartisipasi
(Nursalam, 2014). Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah;
1) Mengundurkan diri dari responden.
2) Berumur kurang dari 18 tahun.
7. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
Definisi operasional ini diperlukan untuk membatasi ruang lingkup
dan memberi batasan dari variabel yang diteliti dan diamati, juga
bermanfaat untuk mengarahkan pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-variabel yang bersangkutan dan pengembangan alat ukur
(Notoatmodjo, 2016).
42

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Kategori Hasil
Operasional Ukur
1 Komunikasi Komunikasi yang Mengadopsi Kategorik a. Baik, bila
terapeutik direncanakan Kuesioner jawaban
perawat secara sadar, Anjaswarni benar 76-
bertujuan dan (2016 100%
kegiatannya b. Cukup, bila
dipusatkan untuk jawaban
kesembuhan benar 56-
pasien 75%
c. Kurang, bila
jawaban
benar < 55%
2 Perilaku Sebuah Caring Kategorik a. Baik, bila
caring pertanggung Behavior jawaban
perawat jawaban hubungan Inventory benar 76-
antara perawat den (CBI) 100%
gan b. Cukup, bila
klien,bagaimana pe jawaban
rawat membantu benar 56-
partisipasi klien, 75%
membantu c. Kurang, bila
memperoleh jawaban
pengetahuan benar < 55%
pasien, dan
meningkatkan
kesehatan pasien,
dalam upaya
meningkatkan
kesehatan pasien
3 Kepuasan Suatu tingkat SERVQUAL Kategorik a. Puas, bila
pasien perasaan Responsive, jawaban
pelanggan yang Reliability, benar > 50%
timbul sebagai Assurance, b. Tidak puas,
akibat dari kinerja Empaty, bila jawaban
pelayanan Tangibles benar < 50%
kesehatan yang Kuesioner
diperoleh setelah mengadopsi
pasien Kusnanto
membandingkanny (2019)
a dengan apa yang
diharapkan

8. Instrumen Penelitian dan cara penilaian data Penelitian.


a. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengumpulkan atau memperoleh data dalam melakukan suatu
penelitian. Menurut Sugiyono (2017) instrument penelitian adalah
“suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
43

sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut


variabel penelitian”.

1) Kuesioner komunikasi terapeutik perawat


Kuesioner komunikasi terapeutik perawat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien, terdiri dari 20 item pertanyaan, pada pertanyaan jawaban
selalu, skor : 4, sering, skor : 3, kadang-kadang, skor : 2 dan tidak
pernah, skor : 1.
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner komunikasi terapeutik perawat

Kisi-kisi kuesioner Nomer soal


Tahap orientasi 1,2,3,4,5
Tahap perkenalan 6,7,8,9,10
Tahap kerja 11,12,13,14,15
Tahap terminasi 16,17,18,19,20
Kategori komunikasi terapeutik perawat :
Baik, bila jawaban benar 76-100%
Cukup, bila jawaban benar 56-75%
Kurang, bila jawaban benar < 55%

2) Kuesioner perilaku caring perawat


Kuesioner perilaku caring perawat yang digunakan pada
penelitian ini adalah Sebuah pertanggung jawaban hubungan
antara perawat dengan klien, bagaimana perawat membantu
partisipasi klien, membantu memperoleh pengetahuan pasien, dan
meningkatkan kesehatan pasien, dalam upaya meningkatkan
kesehatan pasien, terdiri dari 15 pertanyaan, pada pertanyaan
jawaban selalu, skor : 4, sering, skor : 3, kadang-kadang, skor : 2
dan tidak pernah, skor : 1.
Tabel 3.3 Kisi-Kisi perilaku caring perawat

Kisi-kisi kuesioner Nomer soal


Assurance of Human Presence 1,2,3,4,5,6,7
Respectful Deferance 8,9,10,11,12,13
Professional Skill and Knowledge 14,15,16,17,18,19,20,21
Positive Connectedness 22,23,24,25,26,27,28
Attentive to Others 29,30,31,32,33

Kategori perilaku caring perawat :


Baik, bila jawaban benar 76-100%
44

Cukup, bila jawaban benar 56-75%


Kurang, bila jawaban benar < 55%
3) Kuesioner kepuasan pasien
Kuesioner kepuasan pasien yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan suatu tingkat perasaan pelanggan yang
timbul sebagai akibat dari kinerja pelayanan kesehatan yang
diperoleh setelah pasien membandingkannya dengan apa yang
diharapkan, terdiri dari 10 item pertanyaan, pada pertanyaan
jawaban selalu, skor : 4, sering, skor : 3, kadang-kadang, skor : 2
dan tidak pernah, skor : 1.
Tabel 3.4 Kisi-Kisi kuesioner kepuasan pasien
Kisi-kisi kuesioner Nomer soal
Daya tanggap (responsiveness) 1,2,3,4,5
Keandalan (reliability) 6,7,8,9,10
Jaminan (assurance) 11,12,13,14,15
Empati (empathy) 16,17,18,19,20
Bukti fisik (tangible) 21,22,23,24,25
Kategori kepuasan pasien :
Baik, bila jawaban benar 76-100%
Cukup, bila jawaban benar 56-75%
Kurang, bila jawaban benar < 55%

b. Uji Validitas dan Reliabilitas


Instrumen yang dibuat peneliti harus memenuhi uji validitas dan
reliabilitas.
1) Uji Validitas
Menurut Dharma (2014) validitas (keaslian) isi kuesioner
adalah instrumen mengukur secara tepat sesuai yang diukur. Uji
validitas dalam penelitian ini menggunakan uji Pearson Product
Moment. Instrumen dinyatakan valid, jika nilai r hitung > r tabel.
Uji validitas dilakukan untuk kuesioner komunikasi terapeutik
perawat, kuesioner perilaku caring perawat dan kuesioner
kepuasan pasien. Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji
validitas dengan karakteristik yang sama pada 20 Pasien di
Puskesmas Kedawung sebagai sampel untuk uji validitas
kuesioner. Setelah data didapat dan ditabulasikan maka untuk
menguji validitas digunakan “ pearson product moment”. Setelah
data didapat dan ditabulasikan maka untuk menguji validitas
45

digunakan “ pearson product moment. Butir soal dikatakan valid


apabila r hitung lebih besar dari r tabel (Sugiyono, 2017).
Hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada 20 Pasien di
Puskesmas Kedawung diperoleh : Uji validitas komunikasi
terapeutik perawat r hitung item pertanyaan nomer 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 diperoleh r hitung
> r tabel (0,444) dinyatakan valid. Uji validitas perilaku caring
perawat r hitung item pertanyaan nomer 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
28, 29, 30, 31, 32, 33 diperoleh r hitung > r tabel (0,444)
dinyatakan valid. Uji validitas kepuasan pasien r hitung item
pertanyaan nomer 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,
16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25 diperoleh r hitung > r tabel
(0,444) dinyatakan valid. Hasil uji validitas komunikasi terapeutik
perawat, perilaku caring perawat dan kepuasan pasien terlampir.
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan diandalkan serta
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten
bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmodjo,
2012). Menurut Santoso (2017) reliabilitas instrumen
menggunakan Alpha Cronbach. Tingkat reliabilitas dengan metode
Alpha cronbach diukur berdasarkan skala alpha dengan
membandingkan dengan nilai (> 0.60) pada taraf signifikan 5%.
Pada penelitian ini peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas
kuesioner komunikasi terapeutik perawat, kuesioner perilaku
caring perawat dan kuesioner kepuasan pasien di Puskesmas
lainnya yang berbeda dengan tempat penelitian dengan
karakteristik sama yaitu memiliki tingkat akreditasi sama terhadap
20 pasien di Puskesmas Kedawung sebagai sampel untuk uji
validitas dan reliabilitas kuesioner.
Hasil uji reliabilitas pada 20 Pasien di Puskesmas Kedawung
diperoleh Nilai Cronbach’s alpha komunikasi terapeutik perawat
adalah 0,770, perilaku caring perawat perawat adalah 0,758 dan
46

kepuasan pasien adalah 0,764. Nilai Cronbach’s alpha > 0,6 maka
variabel tersebut dapat dinyatakan reliabel.
9. Teknik Pengolahan data dan analisa.
Teknik pengolahan data hasil dari kuesioner dikumpulkan dan
diolah dengan melalui tahap-tahap :
a. Pengolahan Data
1) Editing
Memeriksa kembali responden yang diperoleh melalui lembar
observasi dengan memastikan identitas responden dan semua
lembar observasi telah terisi. Editing atau pemeriksaan adalah
pengecekan atau penelitian kembali data yang telah dikumpulkan
untuk mengetahui dan menilai kesesuaian dan relevansi data yang
dikumpulkan untuk bisa diproses lebih lanjut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam editing ini adalah kelengkapan pengisisan
kuesioner, keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban, dan relevansi
jawaban.
2) Coding
Peneliti memberikan kode terhadap masing-masing lembar
observasi. Coding atau pemberina kode adalah pengklasifikasian
jawaban yang diberikan responden sesuai dengan macamnya.
Dalam tahap koding biasanya dilakukan pemberian skor dan simbol
pada jawaban responden agar nantinya bisa lebih mempermudah
dalam pengolahan data.
3) Transfering
Data hasil dari coding yang telah dibuat kemudian dipindahkan
dalam media tertentu atau aplikasi untuk mempermudah mengolah
data. Pada penelitian ini peneliti menggunakan aplikasi SPSS 23.0/
mastersheet.
4) Tabulating
Data telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam tabel distribusi
frekuensi yang disediakan. Tabulasi merupakan langkash lanjut
setelah pemeriksaan dan pemberian kode. Dalam tahap ini data
disusun dalam bentuk tabel agar lebih mempermudah dalam
menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. Tabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tabel frekuensi yang
47

dinyatakan dalam persen.


Teknik Analisa Data dianalisis secara univariat dan bivariat untuk
menerangkan pengaruh antara dua variabel. Analisis data telah dilakukan
secara komputerisasi menggunakan program SPSS 23.0.
a. Analisis Univariat
Analisa univariat terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk
menghasilkan distribusi dan prosentase. Data dianalisa menggunakan
statistik deskriptif untuk mendapatkan dalam bentuk tabulasi, dengan
cara memasukkan seluruh data kemudian diolah secara statistik
deskriptif yang digunakan untuk melaporkan hasil dalam bentuk
distribusi frekuensi dan prosentase (%) dari masing-masing item.
Penelitian analisis univariat adalah analisa yang dilakukan
menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa univariat
berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran
sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi
informasi yang berguna. peringkasan tersebut dapat berupa ukuran
statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan masing-masing
variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2016). Analisa univariat yang akan
disajikan meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, pelatihan, tata kelola
dan keterampilan triase
Analisis univariat dalam penelitian dilakukan berdasarkan
distribusi frekuensi dan persentase yang dihasilkan dari proses
perhitungan yang telah dilakukan pada awal proses pengolahan data
dan disajikan dalam bentuk tabel.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2016). Analisis bivariat
menggunakan uji korelasi nonparametrik Rank Spearman (Rho).
Syarat uji Spearman Rank adalah sebagai berikut :
1) Jumlah sampel besar (> 30 responden)
2) Data berdistribusi tidak normal
3) Data bersifat kategorik (skala ordinal)
Rumus Rank Spearman sebagai berikut;
6Σdi 2
ρ=1–
48

N ( N2 – 1 )

Keterangan :
ρ = Koefisien korelasi Spearman Rank
di    = Beda  antara dua pengamatan berpasangan
N   = Total pengamatan       
Interpretasi hasil analisa uji tersebut; diputuskan menolak Ho
(menerima Ha) bila diperoleh nilai p ≤ 0.05, sebaliknya menerima Ho
(menolak Ha) bila diperoleh nilai p > 0.05. Kekuatan hubungan
didasarkan pada nilai rho yang dikategorikan berikut:
1) 0.00 – 0.199 : Sangat Lemah
2) 0.20 – 0.399 : Lemah
3) 0.40 – 0.599 : Sedang
4) 0.60 – 0.799 : Kuat
5) 0.80 – 1.00 : Sangat Kuat

E. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan persetujuan komite
etik dan ijin penelitian dari Universitas Muhammadiyah Kudus dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip etika penelitian yaitu The five right of
human subjects in research (Polit & Beck dalam Kurniawan, 2018) lima
hak tersebut adalah :
1. Respect for Autonomy
Partisipan memiliki hak untuk membuat keputusan secara sadar
untuk menerima atau menolak menjadi partisipan. Peneliti
menjelaskan kepada partisipan tentang proses penelitian yang meliputi
wawancara mendalam mendalam dengan direkam menggunakan
voice recorder, selanjutnya partisipan diberi kebebasan untuk
menentukan apakah bersedia atau menolak berpartisipasi dalam
penelitian.
2. Privacy atau dignity
Partisipan memiliki hak untuk dihargai tentang apa yag mereka
lakukan dan apa yang dilakukan terhadap mereka serta untuk
mengontrol kapan dan bagaimana informasi tentang mereka dibagi
dengan orang lain. Peneliti hanya melakukan wawancara atau
membagikan kuesioner pada waktu yang telah disepakati dengan
49

partisipan. Setting wawancara dan pembagian kuesioner dibuat


berdasarkan pertimbangan terciptanya suasana santai, tenang dan
kondusif serta tidak diketahui oleh orang lain, kecuali keluarga
partisipan dan petugas terkait yang diijinkan oleh partisipan.
3. Anonymity dan Confidentialy
Peneliti menjelaskan kepada partisipan bahwa identitasnya
terjamin kerahasiaannya dengan menggunakan pengkodean sebagai
pengganti identitas dari partisipan. Selain itu peneliti menyimpan
seluruh dokumen hasil pengumpulan data berupa lembar persetujuan
mengikuti penelitian, biodata, hasil kuesioner, hasil rekaman dan
transkip wawancara dalam tempat khusus yang hanya dapat diakses
oleh peneliti. Semua bentuk data hanya digunakan untuk keperluan
proses analisis sampai penyusunan laporan penelitian sehingga
partisipan tidak perlu takut data yang bersifat rahasia dan pribadi
diketahui orang lain.
4. Justice
Peneliti memberikan kesempatan yang sama bagi responden
yang memenuhi kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Selain
itu, peneliti memberikan kesempatan yang sama dengan partisipan
untuk mengungkapkan jawabannya dengan memperhatikan keadilan.
5. Beneficence dan Nonmaleficence
Penelitian ini tidak membahayakan partisipan dan peneliti telah
berusaha melindungi partisipan dari bahaya ketidaknyamanan
(protection from discomfort). Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat,
penggunaan kuesioner ataupun alat perekam, dan penggunaan data
penelitian sehingga dapat dialami oleh partisipan dan bersedia
menandatangani serat ketersediaan berpartisipasi atau Informed
Consent. Selama proses wawancara berlangsung peneliti
memperhatikan beberapa hal yang dapat merugikan partisipan antara
lain kenyamanan dan perubahan perasaan. Apabila kondisi tersebut
membahayakan atau menimbulakn ketidaknyamanan kondisi
partisipan maka peneliti menghentikan wawancara atau pengisian
kuesioner terlebih dulu dan memulainya lagi ketika kondisi sudah stabil
dan partisipan siap untuk melakukan wawancara atau mengisi
kuesioner.
50

Sedangkan menurut Hidayat (2017), masalah dalam etika penelitian


keperawatan yang harus diperhatikan adalah :
6. Lembar Persetujuan (Informed Consent )
Informed consent diberikan sebelum melakukan penelitian.
Informed consent merupakan lembar persetujuan untuk menjadi
responden. Peneliti memberikan surat persetujuan untuk menjadi
responden penelitian dilakukan secara sukarela tanpa ada unsur
paksaan semata-mata hanya untuk penelitian.
7. Tanpa Nama (Anonymity )
Anonymity berarti tidak perlu mencantumkan nama pada lembar
kuesioner. Peneliti menuliskan kode pada lembar pengumpulan data.
Pada penelitian ini nama tidak dicantumkan hanya memberikan kode
pada setiap subjek penelitian.
8. Kerahasiaan (Confidentiality )
Masalah responden yang ada harus dirahasiakan dalam
penelitian. Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan dalam hasil penelitian. Hasil informasi dan hasil penelitian
dijaga kerahasiannya dan hanya digunakan semata-mata untuk tujuan
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Wahidin dan Halim. (2019). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat


Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap Di Puskesmas Wotu Kabupaten
Luwu Timur. Jurnal Administrasi Negara, Volume 25 Nomor 2, Agustus
2019.

Andriani, Aida, and Heru Adita Putra. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di Ruang
Rawat Inap Interna Pria dan Wanita RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2014. Jurnal Ilmu Kesehatan 'Afiyah (LPPM STIKES
YARSI SUMBAR) 1 (2): 1-7.
Andriani. (2017). Hubungan Mutu Pelayanan Kesehatan Dengan Kepuasan
Pasien Diruangan Poli Umum Puskesmas Bukittinggi. Jurnal edurance.
Vol 2, No 1 (2017
Anjaswarni,T. (2016). Komunikasi dalam Keperawatan: Modul Bahan. Ajar
Keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan,. Kementrian Kesehatan
RI.

Bapenas. (2018). Akses Terhadap Fasilitas Kesehatan.


https://sepakat.bappenas.go.id/wiki/Akses_terhadap_Fasilitas_Kesehatan

Damaiyanti dan Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika.


Aditama.

Daryanto, & Setyobudi, I. (2014). Konsumen dan pelayanan prima. Yogyakarta:


Gava Media

Dewi, Utami Aulia and Rukma Astuti., Kusuma Estu Werdani, (2015) Hubungan


Waktu Tunggu Pendaftaran Dengan Kepuasaan Pasien Di Tempat
Pendaftaran Pasien Rawat Jalan (TPPRJ) RSUD Sukoharjo. Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dharma, Kusuma Kelana. (2014), Metodologi Penelitian Keperawatan : Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans
InfoMedia.

Febriana, D.V. (2017). Konsep Dasar Keperawatan. Bantul : HEALTHY

Habby. (2015). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan


Pasien Rawat Inap Puskesmas Arjasa Kabupaten Jember. Program Studi
S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jember 2015

Hastuti. (2017). Hubungan Mutu Pelayanan dengan Kepuasan Pasien Peserta


BPJS di Rumah Sakit Umum Daerah Yogyakarta. Kes Mas: Jurnal
Fakultas Kesehatan Masyarakat Volume 11, Issue 2, September 2017,
pp. 161 ~ 168 ISSN: 1978 – 0575
Hidayat, A, A. (2017). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika.

Kalsum, Umi. (2016). Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan


Pasien di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Fatmawati

Kozier, et al. (2012). Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses &
praktik, edisi 7, volume 1. Jakarta: EGC.

Kurniawan. (2018). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja.


Ros Dakarya. 

Lesmana IS. (2021). Hubungan Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan


Pasien (Studi Kasus Di Puskesmas Teluk Bogam, Kecamatan Kumai,
Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah). Program
Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Borneo
Cendekia Medika Pangkalan Bun 2021.
Mailani & Fitri, (2017). Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat
Kepuasan Pasien BPJS DI RSUD DR. Rasidin Padang. Journal
Endurance 2(2) June 2017 (203-208).

Mangkunegara, (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Perusahaan,


Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mubarak, Wahit. (2012). Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsep dan Aplikasi dalam
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Mundakir. (2016). Komunikasi keperawatan : Aplikasi dalam


pelayanan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 

Muninjaya. G., (2012).Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta:EGC.

Negi, S. K. (2017). Quality of nurse patient therapeutic communication and


overall patient satisfaction during their hospitalization stay. International
Journal of Medical Science and Public Health,, 6(4), 675- 680

Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka


Cipta.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Pohan, I.S. (2015). Jaminan Mutu Pelayanan Kesehata. Jakarta: EGC.

Potter, & Perry, A. G. (2013). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC

Raditya, Edy Yulianto, dan M Kholid Mawardi. (2017). Pengaruh Sikap, Faktor
Pribadi, dan Faktor Sosial terhadap Keputusan Pembelian (Survey pada
Konsumen Kartu Perdana SimPATI di GraPARI Malang), Jurnal
Administrasi dan Bisnis (JAB), Vol. 42, No. 1: 5.
Rusnoto, Noor Chollifah YK. (2019). Hubungan Pelayanan Keperawatan dan
Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD
Dr. Loekmono Hadi Kudus. Proceeding of The 10th University Research
Colloquium 2019: Bidang MIPA dan Kesehatan.

Setianingsih, Eka Sari. (2016). Peranan Bimbingan dan Konseling dalam


Memberikan Layanan Bimbingan Belajar di SD. Jurnal Pendidikan,
Volume 6 Nomor 1. dari journal.upgris.ac.id.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung :


Alfabeta.

Supranto, M.A. (2011). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk.


Menaikkan Pangsa Pasar Cetakan Keempat. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Suryani. (2015). Komunikasi terapeutik : teori dan praktik. buku kedokteran.


Jakarta: EGC.

Tjiptono dan Diana. (2015). Service Qualiy and Satisfaction Edisi kedua.
Yogyakarta: Penerbit Andi.

Walansendow, Vanda Lucyana, Odi R. Pinontoaan, and Sefti Rompas.


(2017). Hubungan antara Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik
Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Ruang Eunike
RSU GMIM Kalooran Amurang." Jurnal Keperawatan (Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi) 5
(1): 1-7.

Pery, dkk. (2018). Relationship Therapeutic Communication Implementation and


the Satisfaction Level of Patient Performed Elective Surgery at the Mother
and Child Hospital IPHI Batu. Malang, nursing News,Vol. 3, No 1, 389-398

Nursalam. (2016). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Suryani. (2015). Komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik edisi 2. EGC

Vanda, dkk. (2017). Hubungan Antara Sikap dan Teknik Komunikasi Terapeutik
Perawat dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di Ruang Eunike RSU
GMIM Kalooran Amurang, e-journal keperawatan (e-Kp),Vol 5 No.1, Mei
2017, 1-7

Alasad, J, Tabar, NA, & AbuRuz, ME. (2015). Patient satisfaction with
nursing care: measuring outcomes in an international setting. Journal of
Nursing

Potter, P., & Perry, A. (2013). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Ilkafah & Harniah (2017). Perilaku Caring Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di
Ruang Rawat Inapprivate Care Centre Rsup Dr Wahidin Sudirohusodo
Makassar. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/issue/view .
Volume 8, Nomor 2,Juli 2017.

Kusmiran, Eny. 2015. Soft Skills Caring Dalam Pelayanan Keperawatan.


Jakarta : Cv Trans Info Media.

Nursalam. (2014). 2014. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam praktik


keperawatan profesional. Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika

Abdul, Ariyanti Saleh, Elly L. Sujattar. 2012. Hubungan Perilaku Caring Perawat
Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal
Universias Hasanuddin

Afnuhazi.R. (2015). Komunikasi Terapeutik dalam keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publising

Rismiyati, Sr. M. C. T. (2015). Gambaran Komunikasi Terapeutik Perawat


Dengan Kepuasan Pelayanan Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Brayat
Minulya Surakarta. Surakarta: STIKES Kusuma Husada.

Purnamasari, N., Istichomah, & Utami, D. P. (2019). Hubungan Komunikasi


Terapeutik Perawat dengan kepuasan Pasien di Ruang Inap kelas II dan
III RSUD Wonosari Yogyakarta. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu, 10(1),
1–18. Retrieved from
https://stikes-yogyakarta.e-journal.id/JKSI/article/view/38

Saprianingsih (2020). HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT


DENGAN KEPUASAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP VIP RSUD
Sultan Imanuddin Pangkalan Bun Kalimantan Tengah. PROGRAM STUDI
S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO
CENDEKIA MEDIKA PANGKALAN BUN 2020.

Sihaloho dan Herliana (2017). Hubungan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan


Dengan Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Mitra Keluarga. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia. Vol. 7 No. 2 Juni
2017
PENGARUH
Suhaila dan Erda (2017)

KOMUNIKASI TERAPEUTIK
PERAWAT TERHADAP KEPUASAN
PASIEN DI INSTALASI BEDAH
SENTRAL RSUD KOTA
YOGYAKARTA. PROGRAM STUDI MANAJEMEN
RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017

Manurung, S., & Hutasoit, M. L. C. (2013). Persepsi Pasien Terhadap Perilaku


Caring Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Kesmas: National Public
Health Journal, 8(3), 104. https://doi.org/10.21109/kesmas.v8i3.351

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Kepada Yth
Calon Responden Penelitian
Di Puskesmas Sambirejo

Dengan hormat,
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Septi Salamah Muyasari
NIM : 132022030274
Adalah Mahasiswa Jurusan S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Kudus yang sedang mengadakan penelitian dengan judul : “Hubungan
komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien di
Puskesmas Sambirejo”.
Untuk itu saya mohon kesediaan Ibu untuk menandatangani lembar
persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan saya ajukan
dalam penelitian ini. Jawaban Ibu akan saya jaga kerahasiaannya dan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian.
Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Sragen, Maret 2022


Peneliti

Septi Salamah Muyasari

SURAT PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :


1. Nama :
2. Umur :
3. Pekerjaan :
4. Alamat :
Dengan ini menyatakan sesungguhnya saya telah mendapatkan
penjelasan mengenai maksud pengumpulan data untuk penelitian : “Hubungan
komunikasi terapeutik dan perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien di
Puskesmas Sambirejo” , untuk itu secara sukarela saya menyatakan bersedia
menjadi responden penelitian tersebut.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dengan penuh
kesadaran tanpa paksaan.

Saya yang menyatakan

(………………………)

INSTRUMEN PENELITIAN
HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK DAN PERILAKU
CARING PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DI
PUSKESMAS SAMBIREJO

A. Identitas
Isilah titik-titik identitas diri di bawah ini :
1. Nama :....................................
2. Jenis Kelamin :  Laki-laki  Perempuan
3. Umur :  < 20th  20-35th
 > 35th
4. Pendidikan :  Dasar (SD, SMP)
 Menengah (SMA, SMK)  Tinggi (Akademi, PT)

B. Kuesioner Komunikasi terapeutik perawat


No Pertanyaan Tidak Kadang- Sering Selalu
pernah kadang
Tahap orientasi
1 Apakah perawat
mengucapkan salam
ketika masuk kamar
rawat?
2 Apakah perawat
mempekenalkan nama
nya?
3 Apakah perawat
menanyakan kondisi
pasien?
4 Apakah perawat
menanyakan perasaan
pasien sebelum
melakukan tindakan?
5 Apakah perawat
menggunakan bahasa
yang sederhana?

Tahap perkenalan
6 Apakah perawat
memperkenalkan diri?
7 Apakah perawat
menyebut nama pasien
ketika sebelum
melakukan tindakan?
8 Apakah perawat
menanyakan keluhan
yang dirasakan pasien?
9 Apakah perawat
menyampaikan
tindakan yang akan
dilakukan?
10 Apakah perawat
membuat kesepakatan
waktu pelaksanaan
tindakan?
Tahap kerja
11 Apakah perawat
menanyakan obat yang
sudah diminum?
12 Apakah perawat
menanyakan
perkembangan penyakit
setelah dirawat?
13 Apakah perawat
menjelaskan alasan
kepada keluarga atau
pasien kenapa tindakan
itu di dilakukan?
14 Apakah perawat
mampu membuat anak
bercerita dan tenang
pada saat tindakan
dilakukan?
15 Apakah perawat ada
memberikan pujian
pada pasien?
Tahap terminasi
16 Apakah perawat
menanyakan perasaan
pasien setelah
dilakukan tindakan?

17 Apakah perawat
mengecek keadaan
pasien setelah tindakan
keperawatan selesai
dilakukan?
18 Apakah perawat
menganjurkan untuk
istirahat?
19 Apakah perawat
membuat kesepakatan
untuk kunjungan
berikutnya?
20 Apakah perawat
mengingatkan untuk
menghubungi perawat
jika ada keluhan

C. kuesioner perilaku caring perawat


No Pertanyaan Tidak Kadang Sering Selalu
pernah -kadang
Assurance of Human Presence

1 Perawat mendatangi
dan berinteraksi
dengan pasien tanpa
harus diminta
2 Perawat berbicara
dengan pasien dengan
tutur yang sopan dan
baik
3 Perawat mendorong
dan mempersilakan
pasien untuk
memanggil jika ada
masalah
4 Perawat mampu
membantu mengurangi
rasa sakit pada pasien
5 Perawat menanggapi
panggilan pasien
dengan cepat atau
kurang dari 5 menit
6 Perawat bersikap
manusiawi dan tidak
kasar
7 Perawat tidak
membeda-bedakan
pasien dan berlaku adil

Respectful Deferance

8 Perawat mendengarkan
keluhan pasien dengan
sungguh-sungguh
9 Perawat menghormati
pasien dan keluarga
pasien
10 Perawat memberikan
dukungan dan motivasi
untuk sembuh.
11 Perawat
mempersilakan pasien
untuk mengungkapkan
keluhan-keluhannya.
12 Perawat menyapa
pasien
13 Perawat memelihara
suasana lingkungan
yang menghormati nilai-
nilai budaya, adat
istiadat dan
kelangsungan
beragama pasien
Professional Skill and Knowledge

14 Perawat mengetahui
bagaimana
memberikan suntikan,
infus, dll
15 Perawat bersikap
percaya diri dalam
merawat pasien
16 Perawat menjelaskan
tindakan medis yang
akan dilakukan
17 Perawat mengelola
peralatannya secara
terampil.
18 Perawat menjaga
kerahasiaan informasi
pasien.
19 Perawat
memberitahukan
rencana perawatannya
kepada pasien dan
keluarga
20 Perawat menggunakan
bahasa yang
sederhanda dan mudah
dimengerti

21 Perawat bertanggung
jawab atas pasien yang
membutuhkan asuhan
keperawatan.
Positive Connectedness
22 Perawat meluangkan
waktu dengan pasien
untuk berbincang
23 Responden percaya
kepada perawat
24 Perawat bersikap sabar
atau tak kenal lelah
terhadap pasien
25 Perawat mengajak
bercanda pasien
26 Pasien merasa nyaman
untuk berbicara kepada
perawat
27 Perawat memberikan
harapan pasien untuk
sembuh
28 Perawat menjaga
kerahasiaan pasien
Attentive to Others

29 Perawat menjadikan
pasien sebagai prioritas
utama
30 Perawat mendengarkan
pengalaman-
pengalaman pasien
31 Perawat memiliki sikap
ramah
32 Perawat
mempersilakan pasien
mengekspresikan
perasaannya
33 Perawat menanyakan
perkembangan
kesembuhan pasien

D. Kuesioner Kepuasan pasien


No Pertanyaan Tidak Kadang- Sering Selalu
pernah kadang
Responsiveness
1 Perawat bersedia
menanggapi keluhan
pasien.
2 Perawat tanggap
melayani pasien.
3 Perawat menerima dan
melayani dengan baik
4 Perawat melakukan
tindakan secara tepat
5 Perawat melakukan
pelayanan dengan
cepat dan tanggap
Reliability

6 Perawat memberikan
pelayanan dengan teliti,
hati-hati dan tepat
waktu sesuai dengan
yang di janjikan.
7 Perawat, membantu
jika ada permasalahan
pasien
8 Perawat memberitahu
jenis penyakit secara
lengkap
memberitahu cara
perawatan dan cara
minum obat
9 Perawat memberikan
informasi kepada
pasien sebelum
pelayanan diberikan
10 Perawat menerangkan
tindakan yang akan
dilakukan
Empathy

11 Perawat memberikan
waktu pelayanan yang
cukup pada pasien.
12 perawat memberikan
pelayanan sesuai
dengan keinginan dan
memahami kebutuhan
pasien

13 Perawat
memperhatikan pesien
dengan sungguh-
sungguh
14 Perawat mendengarkan
keluhan tentang
penyakit yang pasien
derita serta
memberikan motivasi
untuk sembuh
15 Perawat dalam
melayani bersikap
sopan dan ramah
Assurance

16 Perawat memiliki
kemampuan dan
pengetahuan, sehingga
mampu meyakinkan
pasien
17 Perawat menyediakan
obat-obatan /alat-alat
medis yang lengkap.
18 perawat cekatan dalam
melayani pasien.
19 Perawat melayani
dengan sikap
meyakinkan
sehingga pasien
merasa aman
20 Perawat menjelaskan
rencana
keperawatannya
Tangibles
21 Bangunan Puskesmas
terlihat indah dan
bersih.
22 Perawat tersenyum
menyapa pasien
23 Perawat terlihat
meyakinkan dan
bersahabat
24 Perawat dan karyawan
berpenampilan rapi dan
bersih
25 Pakaian perawat
terlihat sopan

Anda mungkin juga menyukai