USULAN TESIS
OLEH :
Langit Kresna Janitra
NIM : 1751B0039
Cover
PROGRAM PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARKAT
2019
i
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TIME
PETUGAS IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD)
RA BASOENI MOJOKERTO
USULAN TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Magister Manajemen Rumah Sakit
Program Pascasarjana
OLEH :
Langit Kresna Janitra
NIM : 1751B0039
Oleh
Mengetahui,
STIKes Surya Mitra Husada Kediri
Direktur Pascasarjana
PANITIA PENGUJI
2. ............................
3. ...........................
Mengetahui,
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan tesis dengan judul “Analisis
Faktor yang Mempengaruhi Respon Time Petugas IGD Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) RA. Basoeni Mojokerto”. Selesainya penulisan ini tak lepas dari bantuan
1. Dr. Sandu Siyoto, S.KM, M.Kes selaku Ketua STIKes Surya Mitra Husada
2. Dr. Indasah, Ir., ,M.Kes selaku Direktur Pascasarjana STIKes Surya Mitra
3. Dr. Endang, M. Kes selaku RSUD RA. Basoeni Mojokerto yang telah
Akhirnya peneliti menyadari bahwa usulan tesis ini jauh dari sempurna
Peneliti
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan
pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam kondisi gawat
atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya bila
No. 44 Tahun 2009 mempunyai tujuan agar tercapai pelayanan kesehatan yang
optimal pada pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dalam penanganan tingkat
kegawat daruratan sehingga mampu mencegah resiko kecacatan dan kematian (to
save life and limb) dengan respon time selama 5 menit dan waktu definitif kurang
dari 2 jam (Basoeki et al., 2008). Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya
butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam
penundaan pelayanan pasien gawat darurat yang dilakukan oleh pihak rumah sakit
karena alasan administrasi dan pembiayaan. Pasien gawat darurat seringkali harus
mengalami kematian ( CI 95%) pada saat IGD ramai. Hasil (patient outcomes) yang
kematian.
Hal inilah yang membuat pengukuran kepuasan pasien menjadi komponen penting.
Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik, agar
puas. Data Rekam Medis IGD RSUD RA Basoeni selama tahun 2018 mencatat
Arrival) dalam bulan April 2019 terdapat 1 pasien. Data survey pendahuluan pada
tanggal 20 Mei 2019 berdasarkan hasil wawancara kepada 10 keluarga pasien yang
waktu tanggap atau respon time mencapai rata- rata yaitu 10,05 menit sedangkan
target yang ditentukan yaitu kurang dari 5 menit. Dapat disimpulkan bahwa respon
penanganan pada pasien IGD akan dapat memperparah penyakit yang diderita
pasien. Selain itu dapat menimbulkan kematian pasien karena penyakit yang
sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time
yang cepat dan penanganan yang tepat. Salah satu tujuan dalam pelayanan di rumah
sakit adalah kepuasan pelanggan, baik itu pasien maupun keluarga. Siboro T (2014)
sarana dan peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit serta pelayanan
resultan dari berbagai faktor yang berhubungan. Salah satu faktor yang dapat
menetapkan target proses throughput pada pelayanan IGD. Proses throughput pada
dan rencana pengelolahan klinis. Proses throughput pada time frame kedua adalah
review oleh team spesialis, konsultasi dan disposisi oleh dokter untuk MRS, KRS
atau tindakan khusus. Waktu yang dibutuhkan dari mulai pasien masuk pintu IGD
sampai dengan ditangani oleh dokter dinamakan respon time. Hambatan pada
berpengaruh pada pasien, perawat, dokter serta petugas kesehatan lainya yang
terlibat. Pasien merasakan kurang puas pelayanan IGD, perawat dan dokter
produktivitas dan peningkatan pergantian staff. Dampak bagi rumah sakit, yakni
hilangnya pendapatan dari berbagai sumber. Misalnya hilang dari pasien yang pergi
tanpa terlihat (melarikan diri), dari pengalihan layanan darurat (rujukan) sekunder
atau akibat ketidakpuasan karena pelayanan yang memanjang di IGD, dan dari
Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas bahwa respon time sangat
penting bahkan pada selain penderita penyakit jantung. Waktu tanggap yang
menit waktu tanggap, dapat meningkatkan angka kematian rata-rata 17% setelah 1
hari kejadian. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien
response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut: ”Apasaja faktor yang mempengaruhi response time petugas pada
C. Tujuan
1. Umum
2. Khusus
a. Bagaimana tingkat respontime petugas pada customer IGD RSUD RA. Basoeni
Mojokerto?
b. Apakah tingkat caring berpengaruh terhadap respon time petugas pada customer
c. Apakah tingkat kepatuhan SOP berpengaruh terhadap respon time petugas saat
d. Apakah kecukupan SDM berpengaruh terhadap respon time petugas IGD RSUD
e. Apakah Fasilitas berpengaruh terhadap respon time IGD RSUD RA. Basoeni
Mojokerto?
D. Manfaat
1. Teoritis
IGD rumah sakit melalui analisis faktor yang mempengaruhi respon time
petugas IGD.
2. Praktis
a. Rumah Sakit dapat menata kinerja dan respontime sehingga pasien merasakan
c. Mendapatkan pelayanan prima dan berkualitas dari rumah sakit sesuai yang
TINJAUAN PUSTAKA
kecacatan lebih lanjut. Dari uraian di atas dapat ditarik dua kata kunci untuk
tindakan segera.
IGD merupakan suatu unit integral dalam satu rumah sakit. Pengalaman
pasien yang pernah datang ke IGD akan dapat menjadi pengaruh yang besar bagi
masyarakat tentang gambaran Rumah Sakit itu sebenarnya. Fungsinya IGD adalah
yang bervariasi dan gawat serta juga kondisi-kondisi yang sifatnya tidak gawat.
keadaan bencana, hal ini merupakan bagian dari perannya di dalam membantu
keadaan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah adalah bagian dari rumah sakit yang
rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama selama 24 jam pada pasien
2011). Filosofi dalam pemberian pelayanan gawat darurat adalah ―Time saving is
life and limb saving‖, yaitu keberhasilan dalam melakukan penyelamatan hidup
tergantung pada respon time atau seberapa cepat Bantuan Hidup Dasar (BLS) itu
diberikan. Secara keseluruhan tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat
darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena pasien dapat kehilangan
nyawa dalam hitungan menit. Terdapat banyak keadaan yang akan menyebabkan
kematian pada waktu singkat, tetapi semua berujung pada satu hasil akhir yakni
hipoksemia memerlukan airway yang terbuka, ventilasi yang cukup dan sirkulasi
yang memadai, yang merupakan prioritas yang harus didahulukan dari keadaan
lainya.
besar penyebab kematian berpangkal pada masalah A-B-C, oleh karena itulah
prinsip A-B-C ini berlaku universal. Pengelolaan penderita dengan kasus gawat
darurat memerlukan penilaian yang cepat dan tepat. Penilaian awal (initial
assessment) dalam perawatan gawat darurat ada dua, yaitu primary survey dan
mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau resiko tinggi dari kondisi life
hidup). Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika
survey di fokuskan pada sistem A-B-C dan dilakukan secara simultan. Secondary
gawat darurat ke Rumah Sakit. Tugas utama Instalasi Gawat Darurat adalah
Secara umum pelayanan di IGD oleh Flynn (1962) dijelaskan sebagai berikut:
Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD yang bertujuan untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (life and limb saving),
tapi pada prakteknya sering dimanfaatkan untuk pelayanan rawat jalan (ambulatory
pasien dengan sakit kritis atau cedera, an kelanjutan dari perawatan pasien
questions).
Pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat
dan tepat untuk itu perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang
tepat. Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,
sumberdaya manusia dan manajemen Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit sesuai
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan
standar.
Kriteria :
1) Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus
2) Instalasi Gawat Darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit
kebutuhan masyarakat.
5) Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi Gawat Darurat
Kriteria :
1) Ada dokter terlatih sebagai kepala Instalasi Gawat Darurat yang bertanggungjawab
atas pelayanan di Instalasi Gawat Darurat. Ada Perawat sebagai penganggung jawab
3) Semua staf/ pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan dari
Instalasi/unit kerja.
4) Ada ketentuan tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam medik.
6) Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada pasien gawat
darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya. Kriteria : Ada
ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lainnya. Ada
ketentuan tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.
7) Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu diobservasi dan
8) Tenaga cadangan untuk unit harus diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kriteria
: Ada jadwal jaga harian bagi konsultan, dokter dan perawat serta petugas non medis
diatur sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit; ada pelayanan transfusi darah
selama 24 jam.
10) Ada ketentuan tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan infus
sesuai dengan stándar dalam Buku Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes yang
berlaku.
11) Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas
12) Rekam Medik harus disediakan untuk setiap kunjungan dengan sistem yang
optimum, yaitu bila rekam medik unit gawat darurat menyatu dengan rekam medik
rumah sakit.
13) Ada bagan/struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua petugas lengkap
Instalasi Gawat Darurat dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis
Kriteria :
Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di Instalasi Gawat Darurat harus
sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Unit harus mempunyai bagan organisasi yang
dapat menunjukkan hubungan antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis
serta garis otoritas, dan tanggung jawab. Instalasi Gawat Darurat harus ada bukti
tertulis tentang pertemuan staf yang dilakukan secara tetap dan teratur membahas
masalah pelayanan gawat dan langkah pemecahannya. Rincian tugas tertulis sejak
penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas. Pada saat mulai diterima sebagai
tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap petugas. Harus ada program penilaian untuk
kerja sebagai umpan balik untuk seluruh staf. Harus ada daftar petugas, alamat dan
nomor telepon.
Fasilitas yang disediakan di Instalasi Gawat Darurat harus menjamin efektivitas dan
efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari seminggu secara
terus menerus.
Kriteria :
1) Di Instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi
2) Letak Instalasi Gawat Darurat harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat
3) Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi IGD
di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke IGD dari dalam
rumah sakit.
penyakitnya.
5) Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau gelisah.
steril, obat cairan infus, alat kedokteran serta ruang penyimpanan lain; ruang
kantor untuk kepala staf, perawat, dan lain-lain; ruang pembersihan dan
darurat dengan : unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait dan sarana
kesehatan lainnya.
8) Pelayanan ambulan.
11) Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya
12) Tersedianya alat dan obat untuk life saving sesuai dengan standar pada Buku
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau
dan disempurnakan (bila perlu) dan mudah dilihat oleh seluruh petugas.
Kriteria :
1) Ada petunjuk tertulis / SOP untuk menangani : kasus perkosaan, kasus keracunan,
asuransi kecelakaan, kasus lima besar kasus gawat darurat murni (true
emergency) sesuai dengan data morbiditas di Instalasi Gawat Darurat dan kasus
2) Ada prosedur media tertulis yang antara lain berisi : tanggungjawab dokter;
mengancam jiwa;
3) Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving sesuai
dengan standar.
4) Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan normal
PENDIDIKAN
Instalasi Gawat Darurat dapat dimanfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan (in
Kriteria :
Ada program orientasi/pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit gawat
darurat. Ada program tertulis tiap tahun tentang peningkatan ketrampilan bagi
tenaga di Instalasi Gawat Darurat. Ada latihan secara teratur bagi petugas Instalasi
program tertulis setiap tahun bagi peningkatan ketrampilan dalam bidang gawat
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan
Kriteria :
Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu
komponen penilaian penting dalam akreditasi suatu rumah sakit. Penilaian mutu
Nomor 129 Tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit
Ruang IGD, selain sebagai area klinis, IGD juga memerlukan fasilitas yang
yang ada di dalam kegiatan pelayanan kesehatan bagi pasien di IGD adalah
Troli Linen
(9) Tempat peralatan yang bersifat mobile Mobile X-Ray equipment bay,
dan struktur.
ruang serta kebutuhan fasilitas pada ruang gawat darurat di Rumah sakit
a. Ruang Penerimaan
Besaran ruang/luas bekisar antara 3-5 m2/ petugas (luas area disesuaikan
meja, kursi, lemari berkas/arsip, telefon, safety box dan peralatan kantor
lainnya.
Kebutuhan fasilitas yang diperlukan antara lain kursi, meja, televisi dan
b. Ruang Tindakan
non bedah pada pasien. Luasan ruangan minimal 7,2 m2/ meja
slit lamp.
diskusi petugas IGD, yaitu kepala IGD, dokter, dokter konsulen, perawat. Kebutuhan
khususnya yang berupa cairan. Spoolhoek berupa bak atau kloset yang
a. Area IGD harus terletak pada area depan atau muka dari tapak RS
b. Area IGD harus mudah diliat serta mudah dicapai dari luar
tapak rumah sakit (jalan raya) dengan tanda-tanda yang sangat jelas
Poliklinik, Instalasi rawat inap serta area zona servis dari rumah sakit.
raya maka pintu masuk ke area IGD harus terletak pada pintu masuk
RS.
IGD harus berada pada lantai dasar atau area yang memiliki akses
langsung.
arah.
sentral.
i. Letak bangunan IGD disarankan berdekatan dengan unit rawat
laboratorium.
radiologi.
24 jam.
mudah dilihat.
gawat darurat dalam waktu 24 jam dan dalam seminggu secara terus-
menerus.
Rawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis,
Support) dan atau ATLS + ACLS dan mampu memberikan resusitasi dan
antara ruang tindakan bedah dan non bedah. Untuk rumah sakit kelas A,
B dan C digunakan untuk menangani bedah minor, infeksi dan luka bakar.
sedemikian rupa sehingga: (a) arus penderita dapat lancer dan tidak ada
dengan kemampuan kelas rumah sakit, (c) kegiatan mudah dikontrol oleh
UGD tersebut.
internal di unit gawat darurat dan ke rumah sakit disiapkan di luar IGD.
tangga luar
pada setiap lantai gedung dan ada tanda untuk keluar apabila dalam
bangunan.
pemadam api atau selang yang mudah terlihat dan mudah dicapai pada
yang berada di rumah sakit dan properti yang ada. Sistem keamanan pada
luar ruangan yang memadai pada area-area yang kritis, terutama pada
d. Ruang cuci, dapur, dan ruang penyediaan air panas dan air dingin
maksimum 8 dBA
yang sehat dan indah bagi pasien, karyawan, dan masyarakat umum.
pengguna eksternal.
Tabel 2.1 Kriteria IGD Menurut DepKes RI (2008)
Kriteria IGD Syarat
1
Keselamatan (safety) Pintu keluar yang. mengarah ke luar
bangunan.
2
Tersedia dua buah. pintu keluar.
3
Ada tanda untuk.keluar apabila dalam
keadaan darurat (exit gate)
4
Pintu keluar langsung
. berhubungan dengan
tempat terbuka di luar bangunan (alam
terbuka)
cukup luas, pandangan bebas, luasan cukup, terlindung dari cuaca luar, suhu
1. Definisi
Keperawatan dan Teknis Medik 2011). Kecepatan response time dihitung dalam
menit, standar kecepatan waktu merespons pada pasien dengan keadaan gawat
darurat paling lama adalah < 5 menit (Kementrian Kesehatan RI, 2009).
Response time atau interval waktu respon juga didefinisikan sebagai waktu dari
Interval waktu dihitung dalam menit sampai detik yaitu < 0 menit sampai > 120
menit (Nehme et al. 2016). Dalam penelitian yang di lakukan oleh Thompson
di Amerika, waktu tunggu untuk pasien nyeri yang tidak mengangancam jiwa
adalah sekitar 110 menit atau rata-rata 2 jam sejak pasien datang sampai obat
2012).
Tumbuan dkk, 2015). Keberhasilan Respon Time dapat dilihat dari kecepatan
2008). Waktu tanggap dapat dihitung dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun komponen –
dan administrasi. Waktu Tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat
apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata – rata standar yang ada.
widodo, 2015). Respon time perawat dikatakan tepat waktu jika tidak melebihi
pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan
untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam
perjalanan hingga pertolongan rumah sakit.
prasyarat medis utama mulai dari nyeri dada sampai masalah mata. Tingkat
lima kategori yang mulai dari tingkat Alpha (paling tidak serius) sampai Echo
(mengancam nyawa). Tingkat keparahan diberi label "Code 1" untuk kasus
kritis, kasus kritis tapi tidak darurat diberi label "Code 2", tidak gawat dan tidak
darurat diberi label "Code 3". Kasus "Priority Zero" digunakan untuk
Kata triage beasal dari bahasa Prancis “Trier” yang berarti membagi dalam tiga
Triage mulai digunakan di IGD pada akhir tahun 1950, karena peningkatan
apabila tidak mendapatkan penanganan medis segera, dan pasien mana yang
dapat dengan aman menunggu. Berdasarkan definisi ini, proses triage
Metode triage yang saaat ini banyak digunakan adalah triage Australia
triage Inggris dan sebagian besar Eropa (Manchester Triage Scale) (Habib et al.
2016).
2. Tujuan
Memastikan pasien mendapat pengobatan yang tepat dan tepat waktu; (3)
Hal yang sama di ungkapakan oleh Kartika (2013) bahwa tujuan dari
triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa,
pelayanan yang harus dimiliki oleh Instalasi Gawat Darurat. Peneliti juga
suatu standar pelayanan yang harus dimiliki oleh Instalasi Gawat Darurat.
dari Responsiveness yang menjadi salah satu faktor dari kepuasan pasien di
oleh faktor jarak tempuh, waktu aktivasi, jam kerja, hari kerja, ambulans
set, priority zero case (dugaan serangan jantung atau pernafasan). Faktor
lain yang ikut memengaruhi dari pasien seperti usia, jenis kelamin,
keluhan medis utama, dan tingkat keparahan (Nehme et al., 2016). Selain
menjadi dua yaitu faktor internal dan ekstarnal. Yang termasuk faktor
pengaturan sif, kondisi klinis pasien dan riwayat klinis pasien (Nur
Ainiyah, 2014).
4. Metode triage
berbeda.
menit. Kondisi pasien cukup serius atau dapat memburuk begitu cepat
organ jika tidak diobati dalam waktu sepuluh menit dari kedatangan.
dalam 120 menit kondisi pasien tidak urgent sehingga gejala atau hasil
klinis tidak akan terjadi perubahan secara signifikan jika penilaian dan
2011).
Triage Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale
(CTAS). Pertama kali dikembangkan tahun 1990 oleh dokter yang bergerak
dibidang gawat darurat. Konsep awal CTAS mengikuti konsep ATS, dimana
yang dialami pasien dan menentukan level triage. Metode CTAS juga
a. Pasien dengan kategori ini 98% harus segera ditangani oleh dokter < 5
menit
b. Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 15 menit
c. Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 30 menit
d. Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 60 menit
e. Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh dokter dalam
waktu 120 menit
3) Triage Inggris
Metode ini digunakan terutama di Inggris dan Jerman. Ciri khas MTS
kondisi klinis yang merupakan tanda vital seperti tingkat kesadaran derajat
dengan dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The
berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas
yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan
nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial
lain.
terapi intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triage
(laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk
sumber daya IGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk
5) Triage Indonesia
konsep triage bencana (triage merah, kuning, hijau, dan hitam) (Habib et
al. 2016).
untuk kedaruratan, kuning untuk urgent dan hijau untuk pasien nonurgent
Korban kritis atau pasien dengan keadaan kegawatan yang menagancam jiwa
diberi label merah (prioritas 1/immediate) yaitu pasien dengan luka parah atau
dengan keadaan respirasi > 30x, nadi radialis tidak teraba dan terjadi penurunan
kesadaran. Pasien dengan label kuning (prioritas 2/delay) adalah pasien dengan
keadaan yang tidak mengancam nyawa dalam waktu dekat dan dapat menunggu
untuk periode tertentu yaitu pasie dengan respirasi < 30x, nadi teraba dan status
kesadaran normal. Korban yang masih bisa berjalan dan penanganannya masih bisa
ditunda diberi label hijau (prioritas 3) sedangkan untuk pasien yang sudah
yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai
kejadian kurangnya stretcher untuk penanganan kasus yang akut berdampak serius
terhadap kedatangan pasien baru yang mungkin saja dalam kondisi yang sangat
mempercepat proses pemulangan pasien atau discharge untuk pasien minor dan
membantu memulai penanganan bagi pasien yang kondisinya lebih sakit. Green,
et.al.(2006) yang mengemukakan bahwa pada perubahan yang sangat kecil dan
penanganan di IGD.
ketersediaan sarana prasarana, SDM dan sistem manajemen IGD yang baik.
C. Kerangka Konsep
Caring
SDM
Fasilitas
D. Hipotesis
sebagai berikut:
1. Tingkat caring tidak berpengaruh terhadap respon time petugas pada customer
2. Tingkat kepatuhan SOP tidak berpengaruh terhadap respon time petugas saat
3. Kecukupan SDM tidak berpengaruh terhadap respon time petugas IGD RSUD
4. Fasilitas tidak berpengaruh terhadap respon time IGD RSUD RA. Basoeni
Mojokerto
BAB III
METODE PENELITIAN
penelaahan hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok
Variabel Deskripsi
1 Variabel
Uji Interpretasi
Hubungan Makna
Variabel Deskripsi
2 variabel
hubungan antara faktor resiko sebagai penyebab dengan dampak dari penyebab
tersebut. Faktor resiko dan dampaknya akan diobservasi pada saat yang sama
(Budiharto, 2008).
Variabel yang diteliti adalah response time perawat IGD dalam
memberikan pelayanan bagi pasien di IGD sebagai variabel dependent dan faktor
3.2.1. Populasi.
Setiadi, 2007).
rata-rata jumlah pasien IGD per bulan dalam periode tahun 2018 di IGD
3.2.2. Sampel.
Arikunto bahwa ”Apabila populasi kurang dari 100, lebih baik diambil
semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya
jika populasi besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 % atau lebih.
N 632
_________ = ______________ = 132
2 2
N ( µ) 632( 0.1)
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Jumlah sampel
sebagai berikut:
3. Keluarga pasien IGD yang mengantar pasien dari awal dan menunggui
Tabel 3.1 Definisi Operasional Response Time dan Faktor yang mempengaruhi
Skala
Variabel Definisi Alat Ukur Indikator Skor
data
Response Waktu tanggap Stopwatch Waktu (dalam Ordinal cepat: 0-5
time petugas kesehatan menit) yang menit
petugas dimulai dari menunjukkan Lambat: 6-
customer masuk respon 15
pintu IGD sampai petugas menit
dilakukan tindakan dalam Sangat
medis memberikan Lambat: >
pelayanan 15 menit
pasien di
IGD
Caring Kuesioner 1. Sapaan Ordinal 1. Caring
2. Menampung rendah
keluhan <70%
3. Memberi 2. Caring
solusi sedang
4. Informatif 70-80%
5. Kerahasiaan 3. Caring
Tinggi
>80%
Pelaksanaa kebijakan dan Kuesioner 1. Aspek Ordinal 1. Pelaksana
n SOP prosedur Kuantitatif an rendah
pelaksanaan pelayanan <70%
tertulis di unit 2. Aspek 2. Pelaksnaa
dan mudah dilihat Kualitatif n sedang
oleh seluruh pelayanan 70-80%
petugas 3. Pelaksana
an Tinggi
>80%
Kecukupan Kuesioner 1. Dokter dan Ordinal 1. SDM
SDM perawat rendah
dengan <70%
pelatihan 2. SDM
PPGD/BTCL sedang
S 70-80%
2. Pegawai 3. SDM
mengetahui Tinggi
kebijakan >80%
IGD
3. Petugas
Rekam
medis
4. Petugas
Triase
5. Petugas
Radiologi
6. Petugas
cadangan
Fasilitas Alat yang Kuesioner 1. Informasi Ordinal 1. Fasilitas
disediakan di IGD 2. Lokasi jelas rendah
yang menjamin terlihat <70%
efektivitas dan 3. Akses 2. Fasilitas
efisiensi bagi kendaraan sedang
pelayanan gawat roda 4 70-80%
darurat dalam 4. Ruang 3. Fasilitas
waktu 24 jam, 7 pemeriksaan Tinggi
hari seminggu dan tindakan >80%
secara terus berbeda
menerus 5. Ruang
tunggu
keluarga
6. Fasilitas
ruangan
petugas,
obat, rapat
dan ruang
pembersihan
7. Alat
komunikasi
8. Ambulan
9. PMK
10.Radiologi
11.Alat dan
obat lengkap
kolom harapan dan 4 pilihan jawaban pada kolom kenyataan, kemudian responden
hanya memilih satu diantaranya. Peneliti menggunakan format jawaban skala likert
yang terdiri dari 4 (empat) pilihan jawaban, yaitu: skor 1,2,3 dan 4 sesuai pilihan
responden.
instrumen yang kurang valid memiliki validitas rendah (Arikunto, 2010). Kuesioner
ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan hasil uji menunjukkan r
hitung pada item harapan memiliki 0,401 – 0,880 dan pada item kenyataan 0,400 –
0,780. Alpha Cronbach harapan 0,901 dan kenyataan 0,896. Hasil tersebut lebih
besar dari r tabel 0,361 sehingga dinyatakan semua item valid.
Tes dikatakan reliabel jika memberi hasil yang tetap apabila diteskan
IGD RSUD Prof Sukandar pada tanggal 23 – 25 Agustus 2019. Uji reliabilitas
Cronbach Alpha. Dalam uji tersebut didapatkan r hitung lebih besar dari r tabel
time yaitu dengan cara observasi, disini peneliti menghitung waktu yang dibutuhkan
b. Cepat : 6 – 15 menit.
yang mengatakan pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 menit
persen dapat diketahui dengan cara menghitung skor dikali 100. Kemudian
1. Caring
2. Pelaksanaan SOP
3. Ketersediaan SDM
4. Ketersediaan Fasilitas
1. Editing
2008).
2. Coding
2) Kode 2 : 70 % - 80 % : Sedang/Cukup.
3. Processing/entry
4. Cleaning
yang berhubungan dengan data dapat terjadi setelah semua data dari
2008).
1. Analisa Univariat.
2. Analisa Bivariat
penelitian.
yang mempengaruhi.
Mojokerto
Mojokerto.
c. Justice
prosedur penelitian.
CNA Canadian Nurses association) dan ANA dalam Potter & Perry
yang akan dilakukan melalui informed consent. Definisi dari informed consent
adalah suatu ijin atau pernyataan responden yang diberikan secara bebas, sadar dan
rasional setelah mendapat informasi dari peneliti. Informed consent tersebut dapat
yang bersifat negatif (Achadiat, 2016) Pada penelitian ini sebelum pasien/keluarga
a. Kerahasiaan
cara apapun agar orang lain selain peneliti tidak mampu mengidentifikasi
b. Keanoniman
Akrian et al. (2014) ‗Triaging the right patient to the right place in the shortest
time‘, British Journal of Anaesthesia, 113(2), pp. 226–233. doi:
10.1093/bja/aeu231
American College of Emergency Physicians (2013) Policy Statments; Crowding,
ACEP. Available at: https://www.acep.org/Clinical---Practice-
Management/Crowding/#sm.000f0yplc1498dm9paf2mzsr6kcxe
(Accessed: 15 October 2017).
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta : Rhineka Cipta.
Eko Widodo (2015) ‗Tingkat Ketergantungan dan Lama Perawatan Pasien Rawat
Observasi di The Level of Dependency and Length of Care during The
Observation period in Emergency Room‘, 2, pp. 191–201.
Gardner, R. L. et al. (2007) ‗Factors associated with longer ED lengths of stay‘,
American Journal of Emergency Medicine, 25(6), pp. 643–650. doi:
10.1016/j.ajem.2006.11.037.
Green L.V., Soares J., Giglio J.F., Green R.A.,.(2006). Using Queueing Theory to
Increase the Effectiveness of Emergency Department Provider staffing.
http://www.hbs.edu/units/tom/seminars/2007/docs/Igreen3.pdf.
Habib, H., Sulistio, S., Mulyana, R. M.,Albar, I. A., 2016. Triase Modern Rumah
Sakit dan Aplikasinya di Indonesia.
Haryatun, N & Sudaryanto, A. (2008). Perbedaan waktu tanggap tindakan
keperawatan pasien cedera kepala kategori I-V di Instalasi Gawat Darurat
RSUD Dr. Moewardi. Berita Ilmu Keperawatan, ISSN 1979 – 2697, Vol. 1.
No. 2, Juni 2008 Hal. 69 – 74.
Kartikawati. N., D., 2013. Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat II.,
Jakarta: Salemba Medika.
Kementerian Kesehatan RI (2009) ‗Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 856 / Menkes / Sk / Ix / 2009 Tentang Standar Instalasi
Gawat Darurat ( IGD ) Rumah Sakit‘
Martono (2013). Keperawatan gawat darurat. Diakses dari:
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/5FIKESS1KEPERAWATAN/1010712
012/BAB%201.pdf.
Nursalam, 2015. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan 4th ed. P. P. Lestari, ed.,
Jakarta: Salemba Medika.
Potter, A. Patricia & Perry G. Anne. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Prkatik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Sprivulis, P. et al. (2006) ‗The association between hospital overcrowding and
mortality among patients admitted via Western Australian emergency
departments‘, Medical Journal of Australia, 184(5), pp. 208–212.
Sabri dan Hastomo (2015) ‗Giver Terhadap Length of Stay (Los) Di Igd Rsud Dr.
Tc Hillerrs Maumere Dengan Pelaksanaan Triage Sebagai Variabel
Moderasi‘, Jurnal Ilmu Keperawatan, 4(2), pp. 240–255. Available at:
http://jik.ub.ac.id/index.php/jik/article/view/112.
Santoso, W., & Mita Elen, R. HUBUNGAN PELAYANAN PERSALINAN
DENGAN KEPUASAN IBU BERSALIN PENGGUNA JAMPERSAL
DI RSUD RA. BASOENI GEDEG MOJOKERTO.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael. (2008). Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis, Jakarta: Binarupa Aksara.
Setiadi. (2008). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Siboro, T. (2014). Hubungan pelayanan perawatan dengan tingkat kepuasan pasien di
Ruang Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Advent Bandung. Skripsi. Universitas
Advent Indonesia. Bandung.