Anda di halaman 1dari 99

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU

HAMIL TERHADAP PROGRAM


PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION
(PMTCT) PADA LAYANAN ANTENATAL
DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN
KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2023

PROPOSAL

OLEH

SEPTI SHOLEHAWATI
NIM. 2120322016

PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
PENGESAHAN PROPOSAL

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa prposal dengan judul:

ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU HAMIL


TERHADAP PROGRAM
PREVENTION OF MOTHER TO CHILD TRANSMISSION (PMTCT)
PADA LAYANAN ANTENATAL DI WILAYAH KERJA
DINAS KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2023

Dipersiapkan dan disusun oleh:

SEPTI SHOLEHAWATI
NIM: 2120322016

Proposal ini telah dilakukan revisi sesuai catatan matriks (terlampir) dan disetujui
oleh pembimbing dan penguji Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Telah disetuji oleh:
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, Prof. dr. Hardisman, M.HID.,


MS., SpGK (K) Dr. PH., FRSPH

Dewan Penguji

Penguji I

Prof. Dr. dr. Masrul, M.Sc., Sp.GK

Penguji III

Dr. dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal tesis ini dengan

judul “Analisis Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Ibu Hamil Terhadap

Program Prevention Of Mother To Child Transmission (PMTCT) pada

Layanan Antenatal di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi

Tahun 2023”.

Penyusunan dan penulisan proposal tesis ini merupakan rangkaian dari

proses pendidikan secara menyeluruh di program studi S2 Kesehatan Masyarakat

Universitas Andalas dan sebagai prasyarat dalam menyelesaikan pendidikan.

Dalam penyusunan proposal tesis ini peneliti telah banyak mendapat

bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu peneliti menyampaikan ucapan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. dr. Afriwardi, Sp.K.O., M.A., selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas.

2. Ibu Dr. dr. Yuniar Lestari, M.Kes., FISPH., FISCM., selaku Ketua

Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas.

3. Ibu Prof. Dr. dr. Delmi Sulastri, MS., Sp.GK (K) selaku Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan pemikiran dan arahan

kepada peneliti untuk menyelesaikan proposal tesis ini.

ii
4. Bapak Prof. dr. Hardisman, M.HID., Dr.PH., FRSPH selaku Dosen

Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan pemikiran dan arahan

kepada peneliti untuk menyelesaikan proposal tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. dr. Masrul, M.Sc., Sp.GK selaku Dosen Penguji I yang

telah memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan proposal tesis

ini.

6. Ibu Prof. Dr. dr. Yusrawati, Sp.OG (K) selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan proposal tesis ini.

7. Ibu Dr. dr. Dien Gusta Anggraini Nursal, MKM selaku Dosen Penguji III

yang telah memberikan saran dan kritikan demi kesempurnaan proposal

tesis ini.

8. Ibu dr. Firdawati, M. Kes, PhD selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan, saran dan dukungan selama masa perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang telah mendidik,

memberikan saran selama masa perkuliahan.

10. Teristimewa kepada Suami, Ibunda dan semua keluarga serta rekan-rekan

yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan baik moril maupun

materi dalam proses penyusunan proposal tesis ini.

Peneliti menyadari bahwa proposal tesis ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritikan yang membangun

untuk perbaikan di masa mendatang.

Amin.

Padang, Mei 2023

iii
Septi Sholehawati

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
DAFTAR SINGKATAN..................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................8
1.5 Ruang Lingkup..............................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................9
2.1 Tinjauan Umum tentang HIV AIDS.............................................................9
2.2 Tinjauan Umum Tentang Prevention of Mother To Child Transmission
(PMTCT)/ Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).............14
2.3 Tinjuan umum tentang Layanan Antenatal.................................................24
2.4 Tinjauan Umum tentang Variabel Penelitian..............................................29
2.5 Telaah Sistematis........................................................................................47
2.6 Kriteria Penelitian.......................................................................................50
2.7 Alur Penelitian............................................................................................51
2.8 Kerangka Teori............................................................................................52
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
DEFINISI ISTILAH...........................................................................53
3.1 Kerangka Konsep........................................................................................53
3.2 Definisi Operasional....................................................................................54
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN.........................................................59
4.1 Jenis Penelitian............................................................................................59
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................59
4.3 Populasi dan Sampel...................................................................................59
4.4 Etika Penelitian...........................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................70
LAMPIRAN......................................................................................................78

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Alur Kegiatan PPIA Komprehensif dan Berkesinambungan.............19
Gambar 2.3 Alur Penelitian...................................................................................51
Gambar 2.4 Kerangka Teori Penelitian.................................................................52
Gambar 2.5 Kerangka Konsep...............................................................................53

v
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 Telaah Sistematik penelitian..................................................................47


Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian..............................................54
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel.....................................................................61
Tabel 4.3 Nilai r tabel dan Tingkat Reliabilitas Instrumen....................................67

vi
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome


ANC : Antenatal Care
ARV : Antiretroviral
ASI : Air Susu Ibu
CD4 : Cluster of Differentiation 4
DNA : Dioxyribo Nucleic Acid
EMTCT : Elimination of Mother to Child Transmition
FKRTL : Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Laanjutan
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
HBM : Health Belief Model
HIV : Human Immunodeficiency Virus
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KPA : Komisi Penanggulangan AIDS
LKB : layanan komperhensif berkesinambungan
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
ODHA : Orang dengan HIV AIDS
PMS : Penyakit Menular Seksual
PMTCT : Prevention of Mother to Child Transmission
RNA : Ribonukleat Acid
UHC : Universal Health Coverage
UNAIDS : United Nations Programme on HIV and AIDS
WHO : World Health Organization
WUS : Wanita Usia Subur

vii
1

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) yaitu penyakit yang

disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan

menurunnya sistem kekebalan tubuh atau imunitas tubuh. Penyakit ini ditularkan

melalui seksual, jarum suntik, transfusi dan dari ibu ke bayinya. HIV dapat

menular dari ibu HIV positif kepada bayinya saat berada di dalam kandungan dan

saat persalinan yang disebut “ Mother to Child Transmission (MTCT)/ penularan

Ibu ke Anak (PPIA )”(Kemenkes RI, 2013).

Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT)/ Pencegahan

Penularan Ibu ke Anak (PPIA) merupakan salah satu program prioritas kesehatan

masyarakat melalui kerjasama dengan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),

memfasilitasi penyatuan upaya EMTCT (Elimination of Mother to Child

Transmition) sehingga HIV menjadi bagian dari Tripel Eliminasi untuk

meningkatkan cakupan kesehatan universal/ Universal Health Coverage (UHC)

dalam konteks pencegahan penyakit menular terpadu (WHO, 2014).

Upaya PMTCT meliputi 4 pilar kegiatan yaitu pencegahan penularan pada

perempuan usia reproduksi, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada

perempuan HIV AIDS, pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang di

kandungnya dan pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kesehatan

kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya. Dimana pilar ketiga

merupakan inti dari kegiatan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak melalui

program ANC terintegrasi PMTCT yang mencakup kegiatan konseling dan tes

HIV (Kemenkes RI, 2015).


2

WHO mencatat pada tahun 2021, jumlah Orang dengan HIV/AIDS atau yang

dikenal dengan sebutan ODHA yaitu orang yang sedang mengidap penyakit

HIV/AIDS berjumlah sekitar 38,4 juta. 157.000 diantarnya adalah infeksi HIV

pada anak yang diperoleh dari ibunya. Di perkiraan infeksi pada anak yang

disebabkan oleh perempuan HIV positif yang tidak menerima terapi antiretroviral

Sekitar 75.000, infeksi HIV yang terjadi ketika ibu tidak dapat melanjutkan

pengobatan selama kehamilan atau menyusui sekitar 34.000, infeksi HIV yang

terjadi karna perempuan terinfeksi HIV melewatkan program PMTCT sekitar

35.000 dan infeksi vertikal yang terjadi karena sang ibu menerima pengobatan

tetapi tidak mengalami penekanan virus sekitar 13.000 (UNAIDS, 2022).

ODHA di Indonesia mencapai 493.118 orang per September 2022. Kasus

HIV pada ibu hamil mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, dari 2.485.430 ibu

hamil yang di periksa HIV di dapatkan 4.466 (0,18%) ibu hamil yang positif HIV

sedangkan pada tahun 2022 (hingga September) dari 1.920.712 ibu hamil yang di

periksa HIV di dapatkan 4.256 (0,22%) ibu hamil positif HIV (Kemenkes RI,

2022).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tercatat hingga

September tahun 2022 jumlah penderita HIV AIDS adalah 4.734 orang (Dinas

Kesehatan sumatera barat, 2021). Sehingga Sumatera Barat berada di posisi 15

hingga 20 dari seluruh provinsi di Indonesia. Selama tahun 2021 sebanyak 45.272

ibu hamil yang di periksa, ditemukan ibu hamil yang positif HIV Provinsi

Sumatera Barat adalah 37 Ibu hamil (0,08%) (Kemenkes RI, 2021).

Di Kota Bukittinggi penemuan kasus HIV mengalami peningkatan yaitu dari

27 kasus tahun 2021 menjadi 56 kasus pada tahun 2022. Jumlah penemuan kasus

secara keseluruhan (ODHA on ART) adalah 325 kasus. Sehingga Kota


3

Bukittinggi menempati posisi ke-2 penemuan kasus terbanyak di Provinsi

Sumatera Barat. Dari 325 ODHA, 21 (6%) diantaranya adalah ibu hamil. Pada

tahun 2022 dari 1.116 ibu hamil yang diperiksa, ditemukan 3 orang (0,26%) ibu

hamil positif HIV (Dinkes Bukittinggi, 2022).

Penularan HIV/AIDS pada anak, 90% terjadi akibat infeksi maternal dari ibu

ke anak pada masa kehamilan dan masa menyusui (Mandal et al., 2008). Tingkat

penularan HIV dari ibu ke anak berkisar antara 18 hingga 23% dan meningkatkan

25-69% infeksi HIV baru pada anak (Ishikawa et al., 2016).

Dampak jika anak terkena HIV adalah anak akan mengalami beberapa faktor

risiko yang dapat menghambat pencapaian potensi perkembangan anak. Beberapa

risiko yang akan dialami bayi yang terinfeksi HIV adalah kelahiran prematur,

pneumonia, diare yang lebih parah dari anak pada umumnya, mudah terkena

penyakit menular seperti tuberkulosis (UNICEF, 2020) hingga menyebabkan

kematian (Ardhiyanti et al., 2015). Dalam penelitian (Yani et al., 2006) dari 85

anak yang didiagnosa HIV dilihat dari pola perjalanan penyakitnya diperoleh hasil

sebanyak 47,3% anak menderita TB, 44,7% pneumonia, 13,1% pneumocytis

corinii pneumonia (PCP) selanjutnya 15,2% meninggal dunia. Selain itu bayi yang

dirawat oleh ibu yang mengalami gangguan kesehatan baik fisik maupun mental

akan menyebabkan perkembangan anak terganggu sehingga anak-anak dengan

HIV menjadi kurang mandiri serta tidak mendapat kesempatan untuk berinteraksi

dengan anak-anak lain dan orang dewasa di lingkungan mereka (Bernays et al.,

2014).Dalam penelitian Novianti (2022) ditemukan hasil terjadinya gangguan

tumbuh pada anak HIV karena kekurangan nutrisi. Selain itu anak dengan HIV

AIDS sering kali mendapatkan tindakan kekerasan serta deskriminasi dari

masyarakat (Sofian & Wajdi, 2012).


4

Penularan HIV dari ibu ke anak memang terlihat sebagai hal yang pasti

namun secara keilmuan hal ini dapat dicegah dengan cara menurunkan jumlah

virus aktif yang dalam istilah biomedik disebut dengan viral load dan sekaligus

meningkatkan Helper T-Cells (CD4). Hal ini dapat dilakukan dengan cara

memberikan ibu antiretroviral (ARV) pada saat kehamilan dan menyusui (WHO,

2018). Setiap ibu hamil yang ditemukan positif HIV harus mendapatkan

pengobatan ARV untuk menekan jumlah virus yang ada di dalam tubuhnya. Di

negara maju, risiko seorang anak tertular HIV dari ibunya telah berhasil

diturunkan hingga lebih dari 90%. Ini dikarenakan tersedianya layanan PMTCT

yang optimal. Namun di negara berkembang atau negara miskin, dengan

minimnya akses intervensi, maka risiko penularan yang terjadi lebih tinggi yaitu

mencapai 40% (Mandal et al., 2008).

Di Indonesia meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan selama beberapa

tahun namun cakupan layanan PMTCT masih rendah. Pada tahun 2021 cakupan

layanan PMTCT nasional adalah 50,9% dan Ibu hamil yang terinfeksi HIV

mendapatkan pengobatan ARV dari tahun 2017 – 2022 kurang dari 40%. Artinya

masih banyak ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV akibatnya sebanyak 45%

bayi yang lahir dari ibu yang positif HIV lahir dengan HIV positif dan sepanjang

hidupnya akan menyandang status HIV. Berdasarkan laporan ekskutif

perkembangan HIV AIDS dan IMS Kementerian Kesehatan, hingga September

2022 jumlah bayi yang lahir dengan HIV mencapai 892 bayi. Saat ini kasus HIV

pada anak usia 1-14 tahun mencapai 14.150 kasus (Kemenkes RI, 2022).

Berdasarkan hasil wawancara awal dengan penanggungjawab program HIV

Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi diketahui bahwa pelaksanaan program PMTCT

sudah dilaksanakan di Kota Bukittinggi sejak tahun 2014. Dari laporan Dinas
5

Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2022 di ketahui angka estimasi kelompok

beresiko terinfeksi HIV adalah 5.676 orang dengan target penemuan pada ibu

hamil sebanyak 2.039 orang (100%). Dari laporan kinerja TW IV Dinas

Kesehatan Kota Bukittinggi diperoleh data cakupan K1 pada pelayanan Antenatal

Care (ANC) adalah 95% namun cakupan skrining HIV hanya 45%, hal ini

menunjukan terjadinya missed opportunity, artinya masih banyak ibu hamil tidak

mengetahui status HIVnya, padahal dia sudah berkunjung ke layanan kesehatan.

Dari keterangan yang diperoleh dari Penanggungjawab KIA dan

Penanggungjawab HIV di Dinas Kesehatan diperoleh informasi bahwa

program PMTCT sudah disosialisasikan kepada masyarakat pada kegiatan-

kegiatan UKBM. Dinas Kesehatan dan Puskesmas juga telah melakukan

kerjasama dengan Bidan Praktek Swasta (BPS) dan Klinik Swasta dalam

pelaksanaan program PMTCT yaitu menganjurkan setiap ibu hamil yang

melakukan kunjungan antenatal agar melakukan tes HIV di puskesmas atau

RS. Namun tidak semua ibu yang dianjurkan untuk melakukan tes HIV mau

melakukannya karena merasa tidak mungkin terinfeksi HIV dan khawatir jika

nanti hasilnya positif, ibu akan dijauhi oleh keluarga dan masyarakat.

Faktor yang mempengaruhi partisipasi ibu hamil dapat dilihat dengan

menggunakan pendekatan Health Belief Model (HBM) dan teori Lawrence

Green “PRECEDE MODEL” (1990). Dalam penelitian Wenny et al., (2016)

ditemukan hasil persepsi responden baik persepsi kerentanan, keparahan,

manfaat maupun hambatan masih cukup banyak yang salah mengenai HIV

sehingga ibu tidak melakukan tes HIV. Selanjutnya hasil penelitian Demartoto

(2017) menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem pelayanan PMTCT tidak

efektif karena keterbatasan pengetahuan dan informasi perempuan HIV positif


6

tentang PMTCT, sebagaimana hasil penelitian Wahyuni (2018) yang

menunjukkan dari 5 (lima) informan, salah satu ODHA memiliki pengalaman

menularkan HIV nya ke anak pertama karena tidak mengetahui status HIVnya

namun berhasil melahirkan anak kedua tanpa tertular HIV karena sudah

mengetahui program PMTCT.

Selain itu ibu hamil juga perlu mendapatkan akses (Accessibility,

Afaibility, Acceptability dan Affordability) dari petugas kesehatan agar

program PMTCT dapat dilaksanakan. Dalam penelitian Isni (2016)

menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang mendapatkan dukungan

yang cukup dari petugas kesehatan memiliki upaya pencegahan penularan

HIV dari Ibu ke bayi (PMTCT).

Mengingat dampak jika anak terinfeksi HIV sangat berbahaya dan masih

banyak Ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV serta sepengatahuan peneliti

belum pernah dilakukan penelitian tentang PMTCT di Kota Bukittinggi, maka

peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana tingkat pengetahuan dan persepsi

ibu hamil terhadap program PMTCT dengan menggunakan teori Health

Beliefe Model (HBM) dan teori Lawrence Green.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian masalah tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan persepsi ibu hamil serta

dukungan tenaga kesehatan terhadap program PMTCT pada layanan antenatal di

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2022.


7

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan pengetahuan dan persepsi ibu hamil terhadap

program PMTCT pada layanan antenatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

Bukittinggi tahun 2023 menggunakan pendekatan mix methods dengan desain

penelitian explanatory sequential design.

I.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu hamil tentang

PMTCT.

b. Mengetahui distribusi frekuensi persepsi ibu hamil (Persepsi kerentanan/

perceived susceptibility, keparahan/ perceived severity, ancaman/

perceived threat, manfaat/ Perceived benefits, hambatan/ Perceived

barriers dan Isyarat bertindak/ cues to action) terhadap PMTCT.

c. Mengetahui distribusi frekuensi dukungan tenaga kesehatan terhadap

program PMTCT pada layanan antenatal

d. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku PMTCT

e. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku PMTCT.

f. Mengetahui hubungan persepsi (persepsi kerentanan/ perceived

susceptibility, persepsi keparahan/ perceived severity, persepsi ancaman/

perceived threat, persepsi manfaat/ Perceived benefits, persepsi hambatan/

Perceived barriers dan Isyarat bertindak/ cues to action) dengan perilaku

PMTCT.

g. Mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan terhadap program

PMTCT pada layanan antenatal.

h. Mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan perilaku PMTCT.


8

I.4 Manfaat Penelitian

I.4.1 Manfaat Teoritis

a. Menambah sumber informasi terkait teori Health Beliefe Model (HBM)

dan teori Lawrence Green dalam menyelesaikan permasalahan program

PMTCT di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi.

b. Menambah sumber informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan program

PMTCT pada ibu hamil sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan

kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas

Kedokteran Program Studi Pascasarjana Kesehatan Masyarakat

Universitas Andalas.

I.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi

Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi dalam meningkatkan efektifitas pelaksanaan

program PMTCT pada ibu hamil di Kota Bukittinggi.

I.5 Ruang Lingkup

Kasus HIV/AIDS di Kota Bukittinggi meningkat sedangkan cakupan ibu

hamil yang melaksanakan PMTCT masih rendah. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dan persepsi (Persepsi

kerentanan/ perceived susceptibility, keparahan/ perceived severity, ancaman/

perceived threat, manfaat/ Perceived benefits, hambatan/ Perceived barriers

dan Isyarat bertindak/ cues to action) ibu hamil terhadap program PMTCT

pada layanan antenatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi

tahun 2023 menggunakan pendekatan kuantitatif dengan sampel penelitian ibu

hamil yang melakukan kunjungan antenatal sebanyak 101 ibu hamil.


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tinjauan Umum tentang HIV AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus golongan ribonukleat

acid (RNA) yang menyerang sistem kekebalan tubuh dengan menghancurkan sel

CD4 sehingga dalam waktu 1-10 tahun akan menyebabkan tubuh menjadi rentan

terhadap infeksi yang pada akhirnya menyebabkan kematian (WHO, 2020),

(Siregar et al., 2016), (Chamarelza, 2019).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

penyakit yang timbul yang diperantarai sel akibat kerentanan terhadap infeksi

oportunistik seperti lidah mudah memar, sariawan dengan lapisan keputihan dan

tebal, infeksi jamur vagina yang berulang, penyakit radang panggul kronis, turun

berat badan drastis, diare, demam dan berkeringat pada malam hari,

pembengkakkan kelenjar getah bening dan penyakit-penyakit lain akibat

penurunan sel CD4 yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh yang

disebabkan infeksi oleh HIV (Mandal et al., 2008)(Chamarelza, 2019).

HIV/AIDS dikelompokkan dalam Penyakit Menular Seksual (PMS) karena

paling banyak ditularkan melalui hubungan seksual. Pada penderita HIV, semen

(air mani ), cairan vagina/serviks serta darah merupakan cairan tubuh yang paling

banyak mengandung HIV yang menjadi perantara paling tinggi dalam menularkan

penyakit HIV karena penis dan vagina memiliki struktur lapisan epitel

skuamukosa tipis yang mudah ditembus oleh virus HIV. Penularan HIV yang

melibatkan cairan tubuh tersebut ada tiga (3) cara, yaitu sebagai berikut (Mandal

et al., 2008) :
10

a. Seksual yaitu penularan HIV melalui hubungan seksual

(homoseksual/heteroseksual).

b. Parenteral yaitu penularan HIV melalui darah atau produk darah seperti

transfusi darah, melalui alat suntik dan trauma pekerjaan.

c. Vertikal yaitu penularan HIV dari ibu ke anak. janin dalam kandungan ibu

hamil dengan HIV Positif akan tertular melalui plasenta dan infeksi

perinatal melalui ASI.

II.1.1 Patogenesis

Saat virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah,

semen dan sekret vagina, virus akan mengelilingi inti protein kemudian terjadi

perlekatan pada CD4, setelah berada didalam sel CD4 maka RNA virus diubah

menjadi dioxyribo nucleic acid (DNA) oleh enzim reverse transcriptase (RT)

yang dibawa oleh HIV, DNA pro-virus tersebut kemudian transpor ke dalam

nukleus dan selanjutnya translasi memproduksi protein virus. Poliprotein dipecah

oleh protease virus menjadi enzim dan protein strukturan yang kemudian

digunakan untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang akan menginfeksi

sel-sel yang belum terinfeksi. Masa penularan terjadi segera setelah infeksi HIV

dan berlangsung hingga seumur hidup dengan jumlah viral load yang semakin

bertambah sebaliknya sel CD4 mengalami defisiensi, Karena sel CD4 penting

dalam respon imun, maka berapapun penurunan jumlah CD4 akan menyebabkan

tubuh rentan mengalami infeksi oportunistik sehingga muncul gejala-gejala klinis

yang memburuk, selain itu jaringan limfatik berperan sebagai reservoir utama

infeksi sehingga virus dapat menginfeksi sistem syaraf secara langsung (Mandal

et al., 2008) (Chin, 2006).


11

Orang yang terinfeksi HIV memerlukan pengobatan Antiretroviral

(ARV) untuk menekan jumlah virus HIV di dalam tubuh. Virus yang tertekan

(tersupresi) tidak berpotensi menularkan kepada orang lain dan orang dengan

HIV akan memiliki kualitas hidup yang baik. Penemuan kasus pada stadium

awal dan segera mendapatkan pengobatan ARV, membuat seseorang tidak

jatuh pada HIV stadium lanjut (AIDS). Program pengendalian HIV di

Indonesia bertujuan untuk menurunkan hingga meniadakan infeksi baru,

menurunkan hingga meniadakan kematian terkait AIDS, menurunkan stigma

dan diskriminasi (Kemenkes RI, 2021).

Infeksi HIV pada anak yang didapat oleh bayi dari ibunya merupakan

infeksi yang terjadi pada periode perkembangan ketika sistem kekebalan

tubuh belum sepenuhnya berkembang. Infeksi HIV yang berlangsung lama

akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan dan kerusakan organ, termasuk

otak, jantung, dan paru-paru, yang sekali terbentuk tidak selalu dapat

dipulihkan dengan ART. Oleh karena itu ada beban berat kecacatan terkait

HIV, seperti kebutaan, tuli, dan gangguan belajar, yang membutuhkan

perawatan yang tidak tersedia dalam program perawatan HIV. (Govindasamy

et al., 2015)

Penatalaksanaan klinis infeksi HIV pada anak diperumit oleh kurangnya

pengetahuan tentang efek merugikan jangka panjang ART pada anak-anak,

terutama karena mereka terpajan obat ketika sistem fisiologis mereka belum

matang sehingga sulit mempertahankan kepatuhan dan keberkelanjutan

terhadap ART yang merupakan inti dari keberhasilan pengobatan. Kegagalan

pengobatan akan menyebabkan resistensi obat.(Bernays et al., 2014)


12

II.1.2 Cara Pencegahan

Menurut Leavel and Clark, pencegahan penyakit terbagi dalam 5 tahapan,

yang sering disebut five (5) level of prevention, yaitu:

a. Health Promotion (Promosi Kesehatan)

Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan, misalnya dalam

peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan dan

sebagainya. seperti penyediaan air rumah tangga yang baik, perbaikan cara

pembuangan sampah, kotoran, air limbah, hygiene perorangan, rekreasi,

sex education, persiapan memasuki kehidupan pra nikah dan persiapan

menopause. Usaha ini merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan

kesehatan pada umumnya.contoh kegiatan yang dapat di lakukan adalah

pendidikan kesehatan reproduksi, seksual, HIV dan AIDS.

b. Specific Protection (Perlindungan Khusus): Perlindungan khusus yang

dimaksud dalam tahapan ini adalah perlindungan yang diberikan kepada

Orang-orang atau kelompok yang berIsiko terkena suatu penyakit tertentu.

Tindakan dalam perlindungan khusus ini diantaranya adalah Pencegahan

Transmisi Seksusal (PMTS), Harm Reduction dan pencegahan

penularahan dari ibu ke anak (PPIA).

c. Early Diagnosis and Promt Treatment (Diagnosis Dini dan Pengobatan

secara dini): Tindakan dengan tujuan utama menemukan kasus baru,

mencegah penularan penyakit, mengobati dan menghentikan proses

penyakit. Tindakan dalam tahap ini dapat dilakukan Voluntary Counseling

and Testing (VCT) untuk mengetahui secara dini status HIV dalam tubuh

dan program SUFA (Strategi Use Of Antiretroviral)


13

d. Disability Limitation (Membatasi Kecacatan): Usaha lanjutan dari

diagnosis dan pengobatan dini yaitu pengobatan dan perawatan sempurna

agar tidak terjadi komplikasi.

e. Rehabilitation (Pemulihan): Mengusahakan agar cacat yang diderita tidak

menjadi hambatan sehingga individu/penderita masih berfungsi secara

normal baik fisik, mental dan sosial.

Kasus HIV sebagian besar terkonsentrasi pada ‘populasi kunci’ yang

merupakan populasi paling rentan karena perilaku berisiko tinggi, seperti Pekerja

Seks Perempuan (PSP), Laki-laki Seks dengan Laki-laki (LSL), waria dan

pengguna narkoba suntik (penasun). Di antara populasi kunci ini, prevalensi

mencapai 30% atau hampir 100 kali lipat lebih tinggi dari pada populasi orang

dewasa pada umumnya (0,3%). Untuk mencegah meningkatnya prevalensi HIV,

maka pendekatannya adalah:

1) Edukasi kepada kelompok risiko terkait pencegahan (seks aman,

penggunaan jarum suntik aman pada penasun),

2) Penyediaan sarana test HIV di fasyankes,

3) Peningkatan penemuan kasus pada kelompok risiko tinggi (pekerja

seksual, penasun, waria) dan

4) Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Salah satu upaya yang

dilakukan adalah skrining HIV pada semua ibu hamil saat kontak pertama

kali dengan tenaga kesehatan. Dengan skrining ibu hamil sedini mungkin

diharapkan dapat terjaring kasus lebih awal, sehingga dapat dilakukan tata

laksana untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayinya.


14

II.2 Tinjauan Umum Tentang Prevention of Mother To Child Transmission

(PMTCT)/ Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA)

II.2.1 Pengertian PMTCT

PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission) adalah upaya

pencegahan penularan HIV dan AIDS pada ibu dan anak. PMTCT merupakan

bagian dari upaya pengendalian HIV AIDS dan Infeksi Menular Seksual di

Indonesia serta program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Kebijakan program PMTCT mulai dilaksanakan pada tahun 2005 dibeberapa

daerah di Indonesia. Target yang harus dicapai adalah 100% ibu yang

memeriksakan kandungannya menerima informasi mengenai Safe Motherhood,

cara berhubungan seks yang aman, pencegahan dan penanganan Infeksi Menular

Seksual (IMS), program PMTCT, konseling pasca tes dan pelayanan lanjutan

(Nurjanah & Wahyono, 2019).

Layanan PMTCT diintegrasikan dengan paket layanan KIA, KB, kesehatan

reproduksi dan kesehatan remaja disetiap jenjang pelayanan kesehatan dalam

strategi layanan komperhensif berkesinambungan (LKB) HIV-AIDS dan IMS.

Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dilaksanakan melalui empat

(4) pilar (4 prong) (Siregar et al., 2016) yaitu:

a. Prong 1 (pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi.

Langkah ini efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak

karena mencegah penularan HIV sejak dini yaitu pada usia reproduksi 15-

49 tahun (pencegahan primer) dengan tujuan mencegah penularan HIV

dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku

hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka
15

penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar

tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV.

Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah

penularan HIV menggunakan strategi “ABCDE”, yaitu: A, (Abstinence):

artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum

menikah.B, (Be faithful): artinya Bersikap saling setia kepada satu

pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan), C, (Condom): artinya

Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan

kondom,D, (Drug No): artinya Dilarang menggunakan narkoba, E

(Education) yang artinya pemberian Edukasi dan informasi yang benar

mengenai HIV, cara penularan, pencegahan dan pengobatannya.

b. Prong 2 (pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada Ibu HIV

Positif).

Perempuan dengan HIV berpotensi menularkan virus kepada bayi yang

dikandungnya jika hamil. ODHA perempuan disarankan untuk

mendapatkan akses layanan yang meyediakan informasi dan sarana

kontrasepsi yang aman dan efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak

direncanakan. Kontrasepsi untuk perempuan yang terinfeksi HIV yaitu

dengan menunda kehamilan atau dengan tidak mempunyai anak lagi

karena infeksi HIV bukanlah indikasi aborsi.

Jika Ibu sudah menjalani terapi ARV, maka jumlah virus HIV dalam

tubuhnya menjadi sangat rendah (tidak terdeteksi) sehingga risiko

penularan HIV dari Ibu ke anak menjadi kecil. Hal ini berarti Ibu dengan

HIV positif mempunyai peluang besar untuk memiliki anak HIV negatif.
16

Beberapa kegiatan untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan

pada Ibu dengan HIV antara lain:

1) Mengadakan KIE tentang HIV-AIDS dan perilaku seks aman

2) Menjalankan konseling dan tes HIV untuk pasangan

3) Melakukan upaya pencegahan dan pengobatan IMS

4) Melakukan promosi penggunaan kondom

5) Memberikan konseling pada perempuan dengan HIV untuk ikut KB

dengan menggunakan metode kontrasepsi dan cara yang tepat

6) Memberikan konseling dan memfasilitasi perempuan dengan HIV yang

ingin merencanakan kehamilan.

c. Prong 3 (pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu hamil dengan HIV

dan sifilis ke bayi yang dikandungnya)

1) ANC Terintegrasi

Strategi pencegahan penularan HIV pada ibu hamil yang telah terinfeksi

HIV ini merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIV dari

Ibu ke Anak. Pelayanan KIA yang komperhensif mencakup:

a) Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV

Pelayanan tes HIV ini merupakan upaya membuka akses bagi ibu

hamil untuk mengetahui status HIV, sehingga dapat melakukan

upaya untuk mencegah penularan HIV dan mendapatkan pengobatan

sedini mungkin. Pelayanan yang diperoleh ibu hamil terkait dengan

integrasi program PMTCT dengan layanan antenatal adalah

informasi pra tes, konseling dan tes HIV bagi pasangan serta

konseling pasca tes.

b) Diagnosis HIV
17

Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV dapat dilakukan secara virologis

(mendeteksi antegen DNA atau RNA) dan serologis untuk

mendeteksi antibodi HIV pada spesimen darah. Pemeriksaan

diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di Indonesia umumya adalah

menggunakan tes cepat (Rapid Tes HIV) atau ELISA.

2) Terapi ARV

Dengan anti retroviral (ARV) jumlah virus didalam tubuh dapat ditekan

jumlahnya menjadi sangat rendah sehingga ODHA dapat tetap hidup

sebagaimana orang yang sehat meskipun belum ada obat yang dapat

menyembuhkan HIV dan AIDS.

Pada ibu hamil pemeriksaan CD4 dibutuhkan untuk pemantauan

pengobatan. Pemberian ARV pada ibu hamil bertujuan untuk

meningkatkan daya tahan tubuh (Sel T-Helper/CD4) dan menurukan

jumlah virus HIV serendah mungkin agar dapat mengurangi risiko

penularan HIV dari ibu ke anak.

Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV dapat dilakukan mengikuti

pedoman Tatalaksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada orang

dewasa dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Ibu hamil merupakan indikasi pemberian ARV

b) Untuk perempuan yang statusnya diketahui HIV positif dan sedang

mengkonsumsi ARV maka saat hamil tetap Anti Retroviral Therapi

(ART) tetap dilanjutkan.

c) Untuk ibu hamil yang status HIV nya diketahui sebelum 14 minggu

kehamilan, jika ada indikasi boleh diberikan ARV.


18

d) Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada usia kehamilan

≥ 14 minggu, segera diberikan ARV berapapun nilai CD4 dan

stadium klinisnya.

e) Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada sesaat sebelum

melahirkan maka ARV diberikan sesuai kondisi klinis ibu sama

dengan ibu hamil lainnya.

3) Perencanaan persalinan dan menyusui

Pemilihan persalinan oleh ibu hamil setelah ibu mendapatkan konseling

tentang pilihan persalinan dengan lengkap. persalinan per vaginam

aman dilakukan jika ibu mendapatkan ARV sejak 14 minggu kehamilan

atau jika jika tersedia fasilitas pemeriksaan viral load dan diketahui

jumlahnya <1000 kopi/µl. sedangkan bedah sesar hanya boleh

didasarkan atas indikasi obstetrik atau jika pemberian ARV bru dimulai

pada usia kehamilan 36 minggu atau lebih sehingga diperkirakan

jumlah viral load ≥ 1000 kopi/µl maka resiko penularan dari ibu ke

bayi sebesar 2%-4%. selain itu perlu dipertimbangkan faktor keamanan

ibu pasca sesar dan akses fasilitas pelayanan kesehatan.

4) Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;

5) Menunda dan mengatur kehamilan;

6) Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;

7) Pemeriksaan diagnostik HIV pada anak.

d. Prong 4 (Dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan

HIV beserta anak dan keluarganya)

Upaya pencegahan HIV AIDS dari ibu ke anak tidak berhenti setelah ibu

melahirkan. oleh karena itu ibu membutuhkan dukungan psikologis, sosial


19

dan perawatan sepanjang waktu. Beberapa hal yang mungkin dibutuhkan

oleh Ibu dengan HIV adalah Pengobatan ARV jangka panjang, pengobatan

gejala penyakit yang ada , pemeriksaan kondisi kesehatan dan pemantauan

terap ARV (CD4 dan viral load rutin), konseling dan dukungan

kontrasepsi dan pengaturan kehamilan, informasi dan edukasi pemberian

makanan bayi, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik untuk ibu

dan bayinya, penyuluhan kepada anggota keluarga tentang cara penularan

HIV dan pencegahannya, layanan klinik dan rumah sakit yang bersahabat,

kunjungan rumah (Home Visit), dukungan teman-teman sesama HIV

positif, terlebih sesama Ibu dengan HIV, adanya pendampingan dalam

perawatan, dukungan orang-orang terdekat, dukungan kegiatan

peningkatan ekonomi keluarga, dukungan perawatan dan pendidikan bagi

anak (Kemenkes RI, 2017).

Kegiatan PMTCT/ PPIA dari prong 1 sampai 4 secara komprehensif dan

berkesinambungan dapat digambarkan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2015):

Gambar 2.1
Alur Kegiatan PPIA Komprehensif dan Berkesinambungan
20

II.2.2 Faktor Resiko

Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke

anak, yaitu faktor ibu, bayi/anak, dan tindakan obstetrik.

a. Faktor Ibu

1) Kadar HIV dalam darah ibu (viral load): merupakan faktor yang paling

utama terjadinya penularan HIV dari ibu ke anak: semakin tinggi

kadarnya, semakin besar.

2) Kadar CD4: ibu dengan kadar CD4 yang rendah, khususnya bila jumlah

sel CD4 di bawah 350 sel/mm3, menunjukkan daya tahan tubuh yang

rendah karena banyak sel limfosit yang pecah/rusak. Kadar CD4 tidak

selalu berbanding terbalik dengan viral load. Pada fase awal keduanya

bisa tinggi, sedangkan pada fase lanjut keduanya bisa rendah kalau

penderitanya mendapat terapi anti-retrovirus (ARV).

3) Status gizi selama kehamilan: berat badan yang rendah serta

kekurangan zat gizi terutama protein, vitamin dan mineral selama

kehamilan meningkatkan risiko ibu untuk mengalami penyakit infeksi

yang dapat meningkatkan kadar HIV dalam darah ibu, sehingga

menambah risiko penularan ke bayi.

4) Penyakit infeksi selama kehamilan: IMS, misalnya sifilis; infeksi organ

reproduksi, malaria dan tuberkulosis berisiko meningkatkan kadar HIV

pada darah ibu, sehingga risiko penularan HIV kepada bayi semakin

besar.

5) Masalah pada payudara: misalnya puting lecet, mastitis dan abses pada

payudara akan meningkatkan risiko penularan HIV melalui pemberian

ASI.
21

b. Faktor Bayi

1) Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir: bayi prematur atau

bayi dengan berat lahir rendah lebih rentan tertular HIV karena sistem

organ dan kekebalan tubuh belum berkembang baik.

2) Periode pemberian ASI: risiko penularan melalui pemberian ASI bila

tanpa pengobatan berkisar antara 5-20%.

3) Adanya luka di mulut bayi: risiko penularan lebih besar ketika bayi

diberi ASI.

c. Faktor Tindakan Obstetrik Risiko

Risiko terbesar penularan HIV dari ibu ke anak terjadi pada saat

persalinan, karena tekanan pada plasenta meningkat sehingga bisa

menyebabkan terjadinya hubungan antara darah ibu dan darah bayi. Selain

itu, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor-faktor yang

dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama

persalinan adalah sebagai berikut:

1) Jenis persalinan: risiko penularan pada persalinan per vaginam lebih

besar dari pada persalinan seksio sesaria namun, seksio sesaria

memberikan banyak risiko lainnya untuk ibu.

2) Lama persalinan: semakin lama proses persalinan, risiko penularan HIV

dari ibu ke anak juga semakin tinggi, karena kontak antara bayi dengan

darah/ lendir ibu semakin lama.

3) Ketuban pecah lebih dari empat jam sebelum persalinan meningkatkan

risiko penularan hingga dua kali dibandingkan jika ketuban pecah

kurang dari empat jam.


22

4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forsep meningkatkan risiko

penularan HIV (Kemenkes RI, 2015).

II.2.3 Pelayanan Konseling Tes HIV

Konseling dan tes HIV sukarela (KTS) atas Inisiasi klien masih terus

didorong dan ditingkatkan penerapannya, di samping itu ada pendekatan lain

seperti konseling dan tes HIV yang di inisiasi petugas kesehatan ketika seorang

pasien datang ke sarana kesehatan untuk mendapatkan layanan kesehatan karena

berbagai macam keluhan kesehatannya, yang selanjutnya akan disebut PITC atau

Provider Initiated Testing dan Counseling yang terintegrasi di sarana kesehatan

untuk menjangkau diagnosis dan memberikan layanan pengobatan ARV.

(Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010).

PITC juga bertujuan untuk mengidentifikasi infeksi HIV pada stadium awal

yang tidak menunjukkan gejala penyakit yang jelas karena penurunan kekebalan.

Oleh karenannya kadang-kadang konseling dan tes HIV juga ditawarkan kepada

pasien dengan gejala yang mungkin tidak terkait dengan HIV sekalipun. Pasien

tersebut dapat mendapatkan manfaat dari pengetahuan tentang status HIV reaktif

guna mendapatkan layanan pencegahan dan terapi yang diperlukan secara lebih

dini. Dalam hal ini konseling dan tes HIV ditawarkan kepada semua pasien yang

berkunjung ke sarana layanan kesehatan.

Konseling dan Tes HIV dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis HIV

dan AIDS, untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penularan atau

peningkatan kejadian infeksi HIV dan pengobatan lebih dini (Kemenkes RI,

2014). Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada orang dengan risiko

terinfeksi HIV sesuai standar meliputi:


23

a. Edukasi perilaku berisiko.

b. Skrining Orang dengan risiko terinfeksi virus HIV yaitu :

1) Ibu hamil, yaitu setiap perempuan yang sedang hamil.

2) Pasien TBC, yaitu pasien yang terbukti terinfeksi TBC dan sedang

mendapat pelayanan terkait TBC.

3) Pasien Infeksi Menular Seksual (IMS), yaitu pasien yang terbukti

terinfeksi IMS selain HIV dan sedang mendapat pelayanan IMS.

4) Penjaja seks, yaitu seseorang yang melakukan hubungan seksual

dengan orang lain sebagai sumber penghidupan utama maupun

tambahan, dengan imbalan tertentu berupa uang, barang atau jasa.

5) Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), yaitu lelaki yang

pernah berhubungan seks dengan lelaki lainnya, sekali, sesekali atau

secara teratur apapun orientasi seksnya (heteroseksual, homoseksual

atau biseksual).

6) Transgender/Waria, yaitu orang yang memiliki identitas gender atau

ekspresi gender yang berbeda dengan jenis kelamin atau seksnya yang

ditunjuk saat lahir, kadang disebut juga transeksual.

7) Pengguna napza suntik (penasun), yaitu orang yang terbukti memiliki

riwayat menggunakan narkotika dan atau zat adiktif suntik lainnya.

8) Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), yaitu orang yang dalam

pembinaan pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM dan telah

mendapatkan vonis tetap.

Penyelenggaraan Konseling dan Tes HIV wajib terintegrasi dengan pelayanan

KIA, KB, pelayanan kesehatan reproduksi, pelayanan kesehatan remaja,


24

pelayanan IMS, pelayanan TB, pelayanan Hepatitis, serta pelayanan NAPZA dan

rehabilitasi di fasilitas pelayanan kesehatan. Informasi pra tes bagi perempuan

yang kemungkinan akan hamil atau dalam kondisi hamil harus meliputi:

a. Rencana yang jelas guna mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke

anaknya dengan menggunakan ARV dan metoda lain diantaranya

profilaksis ARV yang akan diberikan pada bayi, ASI dan makanan bayi.

b. Risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak

c. Rencana yang jelas untuk bayi baik pemeriksaan dini, pemberian ARV

profilaksis, pemberian kotrimoksasol profilaksis dan pengobatan ARV jika

nantinya terbukti HIV reaktif setelah usia 18 bulan.

II.3 Tinjuan umum tentang Layanan Antenatal

II.3.1 Pengertian Ibu Hamil

Kehamilan adalah proses tertanamnya zigot atau disebut dengan nidasi yang

diawali dengan bersatunya sel spermatozoa dan ovum. Bila dihitung dari saat

fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung selama 40

minggu atau 9 bulan menurut kalender internasional. Maka, dapat disimpulkan

bahwa kehamilan merupakan bertemunya sel telur dan sperma di dalam atau

diluar rahim dan berakhir dengan keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir

(Yulaikhah, 2008). Kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan

dan terdiri dari Ovulasi, migrasi, spermatozoa, dan ovum. Konsepsi dan

pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada fetus, pembentukan plasenta dan

tumbuh hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2013).

Ibu hamil adalah seorang wanita yang mengandung dimulai dari konsepsi

(bertemunya sel telur dan sel sperma) sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
25

normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama

haid terakhir (HPHT) (Kementrian Kesehatan RI, 2022).

Ibu hamil dapat terinfeksi HIV AIDS melalui aktivitas hubungan seksual

yang tidak sehat sebelum terjadinya kehamilan. Awalnya mungkin saja ibu hamil

tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi. Hubungan seks dengan pasangan

yang terinfeksi baik secara vaginal, anal atau oral dapat menjadi penyebab HIV

pada ibu hamil, karena masuknya darah, air mani atau cairan vagina sudah

terinfeksi HIV. Penyebab lain seorang ibu hamil terinfeksi HIV adalah

penggunaan jarum suntik secara bergantian atau penggunaan alat tato yang

digunakan sebelum masa kehamilan melakukan (Spiritia, 2021)

Masa kehamilan dimulai sejak terjadinya konsepsi sampai lahirnya janin.

Lamanya hamil normal dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) adalah

280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) (Prawirohardjo, 2007). Menurut

Sarwono Prawirohardjo (2007) kehamilan dibagi atas 3 trimester yaitu trimester I

(0-12 minggu), trimester II (12-28 minggu), trimester III (28-40 minggu).

II.3.2 Layanan Antenatal Terpadu

Pelayanan antenatal adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak

terjadinya masa konsepsi hingga sebelum di mulainya proses persalinan yang

komprehensif dan berkualitas dan diberikan kepada seluruh ibu hamil (Kemenkes

RI, 2020b).

Indikator pelayanan antenatal:

a. Kunjungan pertama (K1)

K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang

memiliki kompetensi klinis/kebidanan dan interpersonal yang baik, untuk

mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar.


26

b. Kunjungan ke-4 (K4)

K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan pelayanan antenatal

terpadu dan komprehensif sesuai standar selama kehamilannya minimal 4

kali dengan distribusi waktu: 1 kali pada trimester pertama (0-12 minggu),

1 kali pada trimester kedua (>12minggu -24 minggu), dan 2 kali pada

trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan kelahiran). Kunjungan

antenatal bisa lebih dari 4 kali sesuai kebutuhan (jika ada keluhan,

penyakit atau gangguan kehamilan).

c. Kunjungan ke-6 (K6)

K6 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi klinis/kebidanan untuk mendapatkan pelayanan antenatal

terpadu dan komprehensif sesuai standar selama kehamilannya minimal 6

kali selama kehamilannya dengan distribusi waktu: 2 kali pada trimester

kesatu (0-12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (>12minggu - 24

minggu), dan 3 kali pada trimester ketiga (>24 minggu sampai dengan

kelahiran), dimana minimal 2 kali ibu hamil harus kontak dengan dokter

(1 kali di trimester 1 dan 1 kali di trimester 3). Kunjungan antenatal bisa

lebih dari 6 (enam) kali sesuai kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit

atau gangguan kehamilan. Jika kehamilan sudah mencapai 40 minggu,

maka harus dirujuk untuk diputuskan terminasi kehamilannya.

Pemeriksaan dokter pada ibu hamil dilakukan saat :

1) Kunjungan 1 di trimester 1 (satu) dengan usia kehamilan kurang dari

12 minggu atau dari kontak pertama Dokter melakukan skrining

kemungkinan adanya faktor risiko kehamilan atau penyakit penyerta


27

pada ibu hamil termasuk didalamnya pemeriksaan Ultrasonografi

(USG). Apabila saat K1 ibu hamil datang ke bidan, maka bidan tetap

melakukan ANC sesuai standar, kemudian merujuk ke dokter.

2) Kunjungan 5 di trimester 3 Dokter melakukan perencanaan persalinan,

skrining faktor risiko persalinan termasuk pemeriksaan Ultrasonografi

(USG) dan rujukan terencana bila diperlukan.

Standar pelayanan antenatal terpadu minimal adalah sebagai berikut (10T):

1) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

2) Ukur tekanan darah

3) Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas/LILA)

4) Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri)

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus difteri

(Td) bila diperlukan

7) Pemberian tablet tambah darah selama masa kehamilan (90 tab)

8) Tes laboratorium: tes kehamilan, kadar hemoglobin darah, golongan

darah, tes triple eliminasi (HIV, Sifilis dan Hepatitis B) dan malaria

pada daerah endemis. Tes lainnya dapat dilakukan sesuai indikasi

9) Tata laksana/penanganan kasus sesuai kewenangan.

10) Temu wicara (konseling).

II.3.3 Integrasi PMTCT dengan layanan Antenatal

Kebijakan dalam pelaksanaan PMTCT/ PPIA diintegrasikan dalam layanan

KIA sebagai berikut (Kemenkes RI, 2020a):

a. PPIA merupakan bagian dari program nasional pengendalian HIV, IMS,

Hepatitis B dan prgram kesehatan ibu dan anak.


28

b. Pelaksanaan kegiata PPIA diintegrasikan pada layanan KIA, Keluarga

Berencana (KB) dan kesehatan remaja di setiap jenjang pelayanan

kesehatan dengan ekspansi secara bertahap dan melibatkan peran non

pemerintah, LSM dan komunitas.

c. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan remaja mendapat

layanan kesehatan diberi informasi tentang PPIA.

d. Di setiap jenjang pelayanan KIA, tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan

kesehatan wajib melakukan tes HIV, Sifilis dan hepatitis B kepada semua

ibu hamil minimal 1 kali sebagai bagian dari pemeriksaan laboratorium

rutin pada waktu pemeriksaan antenatal pada kunjungan 1 (K1) hingga

menjelang persalinan. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada

kunjungan pertama trimester 1.

e. Setiap kabupaten kota wajib melakukan orientasi bagi tenaga kesehatan

klinis/kebidanan agar FKTP dan FKRTL mampu melakukan skrining tes

HIV, Sifilis dan Hepatitis B, karena skrining HIV merupakan SPM

kesehatan kabupaten kota dan pelaksanaan tesnya sama mudahnya antara

HIV, Sifilis & Hepatitis B yaitu menggunakan rapid tes (tes cepat).

f. Pelimpahan wewenang kepada tenaga kesehatan lain yang terlatih.

g. Setiap ibu hamil yang positif HIV, atau Sifilis atau Hepatitis B wajib

diberikan tatalaksana sesuai standar meliputi pemberian terapi,

pertolongan persalinan di fasilitas pelayanan keshatan, konseling

menyusui dan konseling KB.

h. Perencanaan ketersediaan logistik dilaksanakan secara berjenjang.

i. Pencatatan valid berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK), NKK

dan domisili (PP 40/2019 psl 30, Permenkes 31/2019).


29

j. Monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan teknis serta umpan balik

PPIA sebagai upaya kesehatan masyarakat.

II.4 Tinjauan Umum tentang Variabel Penelitian

II.4.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut dan sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui

indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis

besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa kondom

merupakan alat yang digunakan untuk mencegah penularan HIV dan

AIDS. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya: apa yang dimaksud HIV

dan AIDS.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

mengintrepetasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.


30

Misalnya pramusaji memahami tentang HIV dan AIDS, bukan hanya

sekedar menyebutkan tandatanda atau gejala tetapi harus dapat

menjelaskan mengapa harus mencegah terjadi HIV dan AIDS.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya pramusaji yang

melakukan hubungan seks kepelanggannya, yang telah paham tentang

pentingnya melakukan pencegahan, maka ia akan melakukan pencegahan

dengan meminta pasangannya untuk menggunakan kondom sebelum

berhubungan seks.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau

memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen

yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi

bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis

adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan,

mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan

atas objek tersebut.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi


31

yang telah ada, misalnya pramusaji dapat membuat atau meringkas dengan

kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau

didengar mengenai HIV dan AIDS sehingga dapat membuat kesimpulan

tentang artikel yang telah dibaca.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini

dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang

mahasiswa gay dapat menilai manfaat melakukan pencegahan.

(Notoatmodjo, 2010).

Menurut Kumalasari & Oktavianus (2014) ada hubungan yang signifikan

antara pengetahuan ibu tentang HIV/AIDS dan motivasi untuk mengikuti

PMTCT. Hal ini sejalan dengan penelitian (Hennyati et al., (2019)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan dengan pemeriksaan

VCT pada Ibu Hamil. Begitu juga dengan penelitian penelitian Isni et

al., (2017) menunjukkan bahwa variabel pengetahuan tentang pencegahan

penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi memiliki pengaruh paling besar

terhadap perilaku ibu HIV dalam pencegahan penularan HIV/AIDS dari

ibu ke bayi di Jawa Tengah.

II.4.2 Persepsi Kerentanan (Perceived Suscepbility)

Agar seseorang mau melakukan pengobatan atau pencegahan penyakit, ia

harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakitnya tersebut.

Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan
32

dilakukan bila seseorang telah merasakan bahwa keluarganya rentan terhadap

penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Risiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang lebih kuat

dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko

yang dirasakan maka akan semakin besar pula seseorang kemungkinan terlibat

dalam perilaku mengurangi risiko (Priyoto, 2014).

Sebagaimana penelitian Putri et al., (2021) menyatakan ada hubungan

kerentanan yang dirasakan pada ibu hamil dengan pemeriksaan PMTCT di

wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung. Sejalan dengan

penelitian Legiati et al., (2012) menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi

kerentanan dengan perilaku PMTCT pada ibu hamil di Kota Semarang.

II.4.3 Persepsi Keparahan (Perceived Severity)

Keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau masyarakat akan

mendorong tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan

penyakit. Persepsi keparahan berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan

individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Persepsi keseriusan sering

disebbakan oleh adanya informasi medis atau pengetahuan, dapat juga berasal dari

keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan

berakibat pada hidupnya secara umum (Priyoto, 2014).

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan

didorong pula oleh keseriusan penyakit terhadap individu atau masyarakat.

contohnya penyakit HIV/AIDS akan dirasakan lebih serius bila dibandingkan

dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan HIV/AIDS akan lebih banyak

dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan ataupun pengobatan flu

(Notoatmodjo, 2010).
33

Dalam penelitian Ernawati et al., (2016) ditemukan hasil, variabel yang

berpengaruh secara signifikan terhadap niat ibu hamil untuk tes HIV salah satunya

adalah persepsi keparahan penyakit HIV. Sejalan dengan penelitian Putri et al.,

(2021) menyatakan adanya hubungan persepsi keparahan yang dirasakan ibu

hamil dengan pemeriksaan PMTCT di wilayah kerja Puskesmas Panjang Bandar

Lampung.

II.4.4 Persepsi Ancaman (Perceived Threat)

Hal ini mengacu pada sejauh mana seorang berpikir bahwa penyakit atau

kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Oleh karena itu, perilaku

pencegahan akan meningkat jika ancaman yang dirasakan juga meningkat

(Maulana, 2009).

Berdasarkan penelitian Putri (2020) diketahui bahwa dari 136 responden

sebagian besar persepsi bahaya yang dirasakan dalam kategori positif sebanyak 71

(52.2%), responden yang menganggap bahwa dirinya tidak tertular oleh HIV

memiliki minat yang rendah untuk melakukan pemeriksaan HIV (PMTCT) (Putri

et al., 2021) sejalan dengan penelitian Legiati (2012) menunjukkan hubungan

signifikan antara persepsi ancaman dengan minat ibu hamil melakukan PMTCT.

II.4.5 Persepsi Manfaat (Perceived Benefit)

Perceived benefits adalah keyakinan yang dirasakan pada diri individu akan

manfaat jika melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Persepsi manfaat

yang dirasakan adalah pendapat seseorang tentang kegunaan suatu perilaku baru

dalam menurunkan risiko seseorang terkena penyakit. Individu cenderung lebih

sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan menurunkan kemungkinan

mereka terserang penyakit. Manfaat yang dirasakan sangat berperan penting


34

dalam menentukan perilaku untuk melakukan pencegahan sekunder. Individu

cenderung mengadopsi perilaku sehat ketika percaya perilaku baru akan

mengurangi risiko mereka terkena suatu penyakit yang sedang berkembang

(Priyoto, 2014).

Menurut pendapat Putri et al., (2021), dapat dilihat bahwa mayoritas

responden mempunyai persepsi yang baik akan manfaat skrining melakukan

perilaku PMTCT. Sejalan dengan penelitian Legiati (2012) yang menyatakan

bahwa sebagian besar ibu hamil yang melakukan PMTCT mempunyai persepsi

manfaat tinggi.

II.4.6 Persepsi Hambatan (Perceived Barrier)

Perceived barriers adalah aspek negatif pada diri individu yang menghalangi

individu untuk melakukan perilaku sehat. Karena perubahan bukanlah hal yang

mudah terjadi, konstruk dari HBM menangani masalah ini adalah hambatan yang

dirasakan oleh seseorang untuk berubah. Hal tersebut dimiliki individu sendiri

untuk mengevaluasi hambatan bagi individu dalam mengadopsi sebuah perilaku

baru dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah hal yang paling

signifikan dalam menentukan seseorang untuk melakukan perubahan perilaku

(Janz & Becker, 1984).

Masalah hambatan yang dirasakan untuk melakukan perubahan berhubungan

dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk

mengadopsi perilaku baru. Persepsi tentang hambatan yang dirasakan menjadi

unsur yang signifikan dalam menentukan terjadi nya perubahan perilaku atau

tidak. Berkaitan perilaku baru yang akan diadopsi, seseorang harus mempercayai

bahwa menfaat dari perilaku baru lebih besar dari pada konsekuensi melanjutkan

perilaku lama. Hal ini memungkinkan hambatan untuk diatasi dan selanjutnya
35

perilaku baru akan diadopsi. (Priyoto, 2014) Dalam penelitian Valuvi et al.,

(2022) ditemukan hasil persepsi hambatan responden mempengaruhi tindakan

responden untuk melakukan perilaku pencegahan penularan HIV/AIDS.

II.4.7 Isyarat Bertindak (Cues to action)

Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa, orang, atau hal-hal yang

dapat menggerakan seseorang untuk merubah perilaku mereka. Informasi dari

media masa, nasihat dari orang-orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga,

artikel dan lain sebagainya adalah asal munculnya isyarat untuk bertindak ini

dalam diri seseorang (Priyoto, 2014)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan tentang kerentanan yang benar,

kegawatan dan keuntungan tindakan, maka dibutuhkan isyarat-isyarat berupa

faktor-faktor eksternal (Noatmodjo, 2010). Faktor eksternal misalnya pesan pada

media massa, nasihat atau anjuran kawan- kawan atau anggota keluarga lain dan

sebagainya (Glanz & Bishop, 2010).

Cues to action merupakan konstruk yang menjelaskan tentang faktor yang

menstimulasi individu untuk mau berperilaku sehat (Janz & Becker, 1984). Cues

to action dilatarbelakangi oleh faktor internal atau faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi seseorang seperti demografi, psikososial, persepsi individu, media

massa, dan promosi kesehatan (Janz & Becker, 1984).

Berdasarkan penelitian Putri et al., (2021) ditemukan hasil sebagian besar

responden memiliki isyarat untuk bertindak kategori informasi-informasi yang

didapat ibu berkaitan dengan penularan HIV ke bayi (PMTCT) mendorong ibu

melakukan pemeriksaan HIV.


36

II.4.8 Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan akan memberikan manfaat dalam upaya

peningkatan cakupan tes HIV dengan menawarkan tes HIV kepada ibu hamil,

karena apabila ditemukan sejak dini bisa melakukan langkah penanganan yang

tepat dan tidak jatuh ke stadium lanjut. Pemberian dukungan dapat berupa empat

macam, yaitu: dukungan emosional, berupa empati dan kasih sayang, dukungan

penghargaan, berupa sikap dan dukungan positif, dukungan instrumental, berupa

dukungan untuk ekonomi keluarga, serta dukungan informasi, berupa semua

informasi terkait HIV-AIDS.

Dukungan tenaga kesehatan yang perlu dilakukan supaya ibu hamil bersedia

melakukan konseling dan tes HIV yaitu: pertama, pada saat sosialisasi atau

member informasi tidak menggunakan gambar atau foto yang dapat membuat

takut, stigma negatif dan diskriminasi. Kedua, ketika melakukan sosialisasi perlu

ditekankan tentang pentingnya tes HIV serta pemberian ARV pada HIV (+).

Ketiga, pada saat melakukan sosialisasi dan pemberian informasi perlu

disesuaikan dengan budaya dan kebiasaan dari masyarakat. (Kemenkes RI, 2017)

Peran petugas kesehatan sangat diperlukan, sebab petugas sering berinteraksi,

sehingga pemahaman terhadap kondisi fsik maupun psikis lebih baik, dengan

sering berinteraksi akan sangat mempengaruhi rasa percaya dan menerima

kehadiran petugas bagi dirinya, serta edukasi dan konseling yang diberikan

petugas sangat besar artinya terhadap ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan

ANC. Tugas tenaga kesehatan terutama bidan yang merupakan ujung tombak

dalam pelayanan ANC khususnya pada ibu hamil yang mempunyai faktor resiko

tertular HIV-AIDS yang diharapkan dapat merubah perilaku ibu hamil tentang

konseling dan tes HIV (Ertiana & Masrurin, 2020).


37

Hasil penelitian Isni (2016) menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang mendapatkan dukungan yang cukup dari petugas kesehatan memiliki upaya

pencegahan penularan HIV dari Ibu ke bayi (PMTCT). Hasil penelitian

didapatkan adanya hubungan dukungan petugas kesehatan perilaku konseling dan

tes HIV ibu hamil di Healthy service Kelurahan Kepanjenlor Kecamatan

Kepanjenkidul Kota Blitar.

II.4.9 Teori Health belief model (HBM)

Teori Health Belief Model (HBM) mengungkapkan alasan dari individu

untuk mau atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker, 1984)

disebabkan oleh adanya persepsi kerentanan terkena suatu penyakit dan keparahan

penyakit yang akan diderita. Individu akan berperilaku menghindari suatu

penyakit bila seseorang percaya pada keparahan atau kegawatan penyakit tersebut,

serta memiliki persepsi bahwa dengan melakukan perubahan perilaku, maka

manfaat yang di dapat akan lebih baik dan biaya pengobatan akan lebih sedikit

atau rendah (Sallis et al., 2008).

Menurut teori HBM perilaku individu dipengaruhi oleh persepsi dan

kepercayaan individu itu sendiri tanpa memandang apakah persepsi dan

kepercayaan tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan realitas. Dalam hal ini

penting sekali untuk bisa membedakan penilaian kesehatan secara objektif dan

subjektif. Penilaian secara objektif artinya kesehatan dinilai dari sudut pandang

tenaga kesehatan, sedangkan penilaian subjektif artinya dinilai dari sudut pandang

individu berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya. Dalam kenyataan di

lapangan penilaian secara subjektif inilah yang sering dijumpai di masyarakat.

Teori HBM didasarkan pada 3 faktor esensial, yaitu :


38

1) Kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari

suatu penyakit atau memperkecil risiko kesehatan.

2) Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah

perilaku.

3) Perilaku itu sendiri

Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang

kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil

keretanan terhadap penyakit, adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku

dapat memberikan suatu keuntungan, penilaian individu terhadap perubahan yang

ditawarkan, interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan

perubahan perikaku dan pengalaman mencoba perilaku yang serupa.

(Priyoto,2014) Teori HBM ini didasarkan pada pemahaman seseorang akan

mengambil tindakan yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan persepsi

dan kepercayaannya.Teori ini dituangkana dalam lima segi pemikiran dalam diri

individu, yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam diri individu untuk

menentukan apa yang baik bagi dirinya.

Lima segi pemikiran dalam diri individu tersebut adalah sebagai berikut :

1) Perceived Susceptibility (Kerentanan yang dirasakan)

Perceived Susceptibility adalah keyakinan seseorang tentang kerentanan

yang dirasakan terhadap kemungkinan dirinya terkena suatu penyakit. Hal

ini mengacu pada persepsi subyektif seseorang menyangkut resiko dari

kondisi kesehatannya. Resiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu

persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi

perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar

kemungkinan terlibat dalam perilaku untuk mengurangi resiko. HBM


39

menyatakan bagi individu yang memperlihatkan perilaku berisiko, perlu

ada kerentaan yang dirasakan individu tersebut sebelum memungkinkan

munculnya komitmen untuk mengubah perilaku berisiko tersebut atau agar

seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus

merasa rentan terhadap penyakit tersebut (Priyoto,2014).

Misalnya seorang ibu hamil harus merasakan kerentanan dirinya atau

besar kecilnya resiko untuk terkena penyakit menular seksual termasuk

HIV/AIDS yang dapat dideritanya. Jika ia tidak melakukan tes HIV maka

bayinya juga akan rentan tertular HIV.

2) Perceived Severity/Seriousness (Bahaya atau Keseriusan yang dirasa)

Perceived severity berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan individu

tentang keseriusan atau keparahan penyakit apabila dia mendapatkannya

dan tidak menanganinya termasuk evaluasi terhadap konsekuensi medis

dan klinis. Perasaan mengenai keseriusan terhadap suatu penyakit,

meliputi kegiatan evaluasi terhadap kondisi kesehatannya.

Frekuensi klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit)

dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan,

kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Persepsi keseriusan sering

didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari

keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit

dan akan membuat atau berefek pada hidupnya. Banyak ahli yang

menggabungkan kedua komponen diatas sebagai ancaman yang dirasakan

(perceived threat).

Perceived seriousness seseorang juga bervariasi pada setiap individu,

tingkat keseriusan penyakit yang mungkin ditimbulkan oleh berbagai


40

kesusahan yang akan dia derita jika ia sampai terkena penyakit menular

seksual termasuk HIV/AIDS (Priyoto,2014).

Misalnya seseorang akan berpikir jika ia sampai terkena HIV/AIDS dan

tidak mengetahui statusnya apakah bisa membuat ia dan bayinya

meninggal, cacat fisik, mental dan sebagainya.

3) Perceived Benefits (Manfaat yang dirasa)

Penerimaan susceptibility sesorang terhadap suatu kondisi yang dipercaya

dapat menimbulkan keseriusan adalah mendorong untuk menghasilkan

suatu kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku. Ini

tergantung pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari berbagai

upaya yang tersedia dalam mengurangi ancaman penyakit, atau

keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived benefit) dalam

mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang

memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap adanya kepekaan dan

keseriusan, sering tidak diharapkan untuk menerima apapun upaya

kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika upaya tersebut dirasa

manjur dan cocok.

Dengan kata lain perceived benefit merupakan persepsi atau keyakinan

seseorang bahwa tindakan pencegahan yang dilakukannya memberikan

keuntungan atau manfaat terhadap kodisi kesehatnnya. Seseorang akan

merasa bahwa tindakan tersebut dapat memberikan banyak manfaat dan

perilaku baru yang sehat tersebut dapat mengurangi resiko untuk

mengembangkan suatu penyakit (Priyoto,2014).


41

4) Perceived Barriers (Hambatan atau Penghalang yang dirasakan)

Aspek-aspek negatifc yang potensial dalam suatu upaya kesehatan

(seperti: ketidakpastian, efek samping), atau penghalang yang dirasakan

(seperti: khawatir tidak cocok, tidak senang, gugup), yang mungkin

berperan sebagai halangan untuk merekomendasikan suatu perilaku.

Masalah hambatan yang dirasakan untuk melakukan suatu perubahan,

berhubungan dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan yang

dihadapi untuk mengadopsi perilaku yang baru. Persepsi tentang hambatan

yang akan dirasakan merupakan unsur yang signifikan dalam menentukan

apakah terjadi perubahan perilaku atau tidak. Berkaitan perilaku baru yang

akan diadopsi, seseorang harus percaya bahwa manfaat dari perilaku baru

lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku yang lama. Hal ini

memungkinkan hambatan yang harus diatasi dan perilaku baru yang akan

diadopsi (Priyoto,2014).

5) Modifying variable (variable modifikasi)

Empat konstruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh variabel

lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu,

keterampilan, tingkat sosial ekonomi, norma, dan motivasi. Variabel

tersebut adalah karakteristik individu yang mempengaruhi persepsi pribadi

(Priyoto,2014).

6) Cues to action (Isyarat untuk bertindak/Pencetus Tindakan)

Selain empat keyakinan atau persepsi dan variabel memodifikasi, HBM

menunjukkan perilaku yang juga dipengaruhi oleh isyarat untuk bertindak

atau pencetus tindakan. Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-peristiwa


42

atau orang, atau hal-hal yang menggerakan seseorang untuk mengubah

perilaku mereka.

Isyarat untuk bertindak ini dapat berasal dari informasi dari media masa,

nasihat dari orang-orang sekitar, pengalaman pribadi atau keluarga, artikel

dan lain sebagainya (Priyoto, 2014:139)

Individual Perception Modifying Factors Likelihood Of Action

Demographic variables Persepsi manfaat


(age, sex, race, ethnicity, (perceived benefits) dan
etc) Sociopsycological persepsi hambatan
variables (perceived barier)

Persepsi kerentanan
(perceived
Persepsi Ancaman
susceptibility) dan Perilaku PMTCT
(Perceived thread)
persepsi keparahan
(perceived saverity)

Isyarat untuk bertindak


 Kampanye media massa
 Saran dari orang lain
 Pesan Tenaga Kesehatan
 Penyakit keluarga/teman

Gambar 2.2
The Health Belief Model (Priyoto,2014:139)

II.4.10 Teori Laurence Green

Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan

perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun

sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau

mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat

perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja PRECEDE dan

PROCEED (Priyoto, 2014: 5-6).

Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa

kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni


43

faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behavior

causes).

Selanjutnya perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: .

a. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, faktor yang

termasuk predisposing yang berhubungan dengan pencegahan HIV/AIDS

adalah:

1) Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indra manusia

yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan

sendiri. Pada waktu penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan

sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian terhadap obyek yang

diperoleh manusia melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2014).

2) Sikap

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk

merespon (secara positif atau negatif ) terhadap orang, objek atau

situasi tertentu. Sikap mengandung penilaian yang emosional (senang,

sedih, benci dan lain- lain). Sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang

paling dekat (Notoatmodjo, 2007).


44

3) Nilai-nilai

Suatu masyarakat apa pun selalu berkaitan atau berlaku dengan nilai-

nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan

hidup yang bermasyarakat (Notoatmodjo, 2014: 80).

4) Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.

Seseorang menerima kepercyaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa

adanya pembuktian terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2014: 79).

5) Persepsi

Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian

terhadap rangsang yang diterima oleh organism atau individu

sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang

menyeluruh dalam diri individu. Oleh karena itu dalam penginderaan

orang akan menghubungkan dengan stimulus, sedangkan dalam

persepsi orang akan mengaitkan dengan objek.

b. Faktor-Faktor pendukung (Enabling Factors)

Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik dan tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan. Misalnya, untuk

terjadinya perilaku ibu memeriksakan kehamilan, maka diperlukan bidan

atau dokter, fasilitas pelayanan pemeriksaan yaitu Puskesmas, Rumah

Sakit dan sebagainya. Pengetahuan dan sikap saja belum menunjukkan

terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk

mendukung terjadinya perubahan perilaku tersebut. Dari segi kesehatan


45

masyarakat, agar masyarakat mempunyai perilaku sehat maka sarana dan

prasarana pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat

(Notoatmodjo, 2007).

1) Sarana dan Prasarana

Faktor pemungkin mencakup berbagai ketrampilan dan sumber daya

yang ada untuk melakukan perilaku kesehatan. Faktor pendukung

(enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana serta

fasilitas. Sarana dan fasilitas ini hakekatnya mendukung atau

memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai

faktor pendukung atau faktor pemungkin (Notoatmodjo, 2005).

2) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang

mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung

maupun tidak langsung. Lingkungan dapat dibedakan menjadi

lingkungan biotik dan abiotik. Faktor lingkungan terdiri dari variabel

lingkungan fisik, sosial, budaya, dan ekonomi. Kesehatan lingkungan

merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Dimana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk

meningkatkan deraja kesehatan masyarakat, kenyamanan hidup dan

meningkatkan efisiensi suatu pekerjaan (Priyoto, 2014).

c. Faktor-Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Menurut Green dalam (Notoatmodjo, 2010) faktor penguat adalah

konsekuensi dari determinan perilaku, dimana masyarakat menerima

feedback dan adanya dukungan sosial. Faktor penguat meliputi dukungan


46

sosial dari peran tokoh masyarakat, pengaruh dan informasi serta

feedback dari tenaga kesehatan.

Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum

menjamin terjadinya perubahan perilaku seseorang. Faktor pendorong

terwujud dalam sikap dan perilaku kesehatan atau petugas lain yang

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat, serta tokoh

masyarakat. Selain itu, peraturan, undang-undang, surat keputusan

sebagai dukungan dari pejabat pemerintahan baik pusat atau daerah,

merupakan faktor pendorong perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Faktor Predisposisi
(Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, Nilai-
nilai, Persepsi)

Faktor Enabling Perilaku


(Lingkungan, Sarana dan Prasarana) Kesehatan

Faktor Reinforcing
(Dukungan Keluarga, Tenaga Kesehatan )

Gambar 2.3
Teori Perilaku menurut Lawrence Green
47

II.5 Telaah Sistematis

Adapun telaah sistematis penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1
Telaah Sistematik penelitian
No Penulis Tahun Judul Desain Variabel Kesimpulan
1. Irmawati 2020 Determinant of Utilization analitik a. pengetahuan Terdapat hubungan pada
Christine Vita of Voluntary Counselling kuantitatif b. Sikap variabel pengetahuan,
Zulmeliza Rasyid and Testing (VCT) Service dengan c. Stigma dan stigma dan diskriminasi,
in Pregnant Women in desain diskriminasi dukungan keluarga dan
Work Area of Langsat cross d. Dukungan keluarga dukungan tenaga
Health Center Pekanbaru sectional Dukungan tenaga kesehatan terhadap
City in 2020 kesehatan pemanfaatan pelayanan
VCT pada ibu hamil.
2. Shilvia Adita Putri 2020 Faktor- Faktor Yang Kuantitatif a. Kerentanan yang Ada hubungan antara
Wayan Aryawati Berhubungan Dengan Tes Cross dirasakan kerentanan, bahaya,
Nurhalina Sari HIV Pada Ibu Hamil Di Sectional b. Bahaya yang manfaat, hambatan yang
Wilayah Kerja Puskesmas Study dirasakan dirasakan dan isyarat
Panjang Kota Bandar c. Manfaat yang untuk bertindak dengan
Lampung Tahun 2020 dirasakan pemeriksaan PMTCT pada
d. hambatan yang ibu hamil di wilayah kerja
dirasakan Puskesmas Panjang Kota
e. Isyarat untuk Bandar Lampung..
bertindak
3. Khoiriyah Isni 2017 Pengetahuan Ibu HIV Kuantitatif a. Usia bayi faktor yang berhubungan
Zahroh Shaluhiyah Mempengaruhi Perilaku Cross b. Waktu diketahui dengan perilaku ibu HIV
Kusyogo Cahyo Pencegahan Penularan Sectional status HIV dalam pencegahan
48

No Penulis Tahun Judul Desain Variabel Kesimpulan


HIV/AIDS dari Ibu ke Bayi Study c. Waktu mulai penularan HIV/AIDS dari
di Provinsi Jawa Tengah mengikuti ARV ibu ke bayi yaitu adalah
d. Keikutsertaan usia bayi, waktu diketahui
PMTCT status HIV, waktu mulai
e. Waktu mulai mengikuti ARV,
mengikuti PMTCT keikutsertaan PMTCT,
e. Pengetahuan. waktu mulai mengikuti
PMTCT, dan pengetahuan.
Sedangkan faktor yang
paling dominan adalah
pengetahuan
4. Argyo Demartoto 2017 The Representation Of Kualitatif a. Pengetahuan Sistem pelayanan PMTCT
Prevention Of Mother-To- Eksploratif Penerima layanaan di Surakarta tidak efektif
Child Trans- Mission PMTCT karena keterbatasan
(PMTCT) Service System In b. interaksi penyedia pengetahuan dan informasi
Surakarta Indonesia layanan dengan tentang PMTCT, tidak
penerima layanan seimbangnya interaksi
c. Pola pengambilan penyedia dan penerima
keputusan layanan PMTCT, pola
d. Sumber daya pengambilan keputusan
keuangan dan medis melekat pada
proses pengawasan penyedia layanan dan
sumber daya keuangan dan
proses pengawasan tidak
memadai.
5. Dame Evalina 2020 Perilaku dan Persepsi Kuantitatif a. Perilaku Ditemukan adanya
Simangunsong Keyakinan Ibu Hamil Deskriptif b. Persepsi hubungan persepsi dan
49

No Penulis Tahun Judul Desain Variabel Kesimpulan


Terhadap Screening HIV di Cross f. Keyakinan keyakinan ibu hamil
Kota Pematang Siantar Sectional dengan perilaku ibu dalam
Study pelaksanaan PMTCT.
6. Irmawati1 2020 Determinant of Utilization analitik a. pengetahuan Terdapat hubungan pada
Christine Vita of Voluntary Counselling kuantitatif b. Sikap variabel pengetahuan,
Zulmeliza Rasyid and Testing (VCT) Service dengan c. Stigma dan stigma dan diskriminasi,
in Pregnant Women in desain diskriminasi dukungan keluarga dan
Work Area of Langsat cross d. Dukungan keluarga dukungan tenaga
Health Center Pekanbaru sectional e. Dukungan tenaga kesehatan terhadap
City in 2020 kesehatan pemanfaatan pelayanan
VCT pada ibu hamil.
7. D. Ertiana 2020 Dukungan Petugas Case a. Dukungan tenaga Terdapat hubungan
Masrurin Terhadap Perilaku Control Kesehatan dukungan tenaga
Konseling Dan Tes HIV dengan kesehatan dengan perilaku
(Human Immunodeficiency pendekatan Tes HIV paada Ibu Hamil
Virus) Ibu Hamil retrospektif
50

II.6 Kriteria Penelitian

Kriteria yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah :

1. Penelitian ini berfokus pada ibu hamil yang mendapatkan pelayanan

antenatal di puskesmas pada wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota

Bukittinggi.

2. Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi pendekatan kuantitatif dan

kualitatif.

3. Variabel penelitian ini terdiri dari pengetahuan, persepsi (Persepsi

kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat, persepsi ancaman,

persepsi hambatan dan isyarat untuk bertindak) dan dukungan tenaga

kesehatan

4. Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kuantitatif terdiri dari

analisis univariat, analisis bivariat dan analisis multivariat. Hasil akhir

penelitian dengan pendekatan kuantitatif adalah diketahuinya distribusi

frekuensi pengetahuan, persepsi (Persepsi kerentanan, persepsi keparahan,

persepsi manfaat, persepsi ancaman, persepsi hambatan dan isyarat untuk

betindak), dukungan tenaga kesehatan dan distribusi frekuensi perilaku

PMTCT, diketahuinya variabel yang berhubungan dengan pelaksanaan

PMTCT pada ibu hamil yang mendapatkan layanan antenatal di Kota

Bukittinggi dan diketahuinya variabel yang paling berhubungan dengan

pelaksanaan PMTCT pada ibu hamil yang mendapatkan layanan antenatal

di Kota Bukittinggi .
51

5. Analisis data dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif dilakukan

untuk mengetahui secara mendalam penyebab yang berkaitan dengan

variabel paling dominan atau paling signifikan.

6. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota

Bukittinggi pada tahun 2023.

II.7 Alur Penelitian

Menentukan populasi
target

Menentukan sampel dengan


teknik Systematis Random
sampling

Pengisian Kuesioner
(Menggunakan tehnik
Wawancara dengan probing
dalam batas tertentu)

Analisa Data Kuantitatif

Variabel paling dominan/


Signifikan

Interpretasi

Gambar 2.4
Alur Penelitian
52

II.8 Kerangka Teori

Dari beberapa teori perilaku, teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

modifikasi antara teori Health Belief Model (HBM) dan teori Lawrence Green.

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kepercayaan
Persepsi manfaat 4. Nilai-nilai
(perceived benefits) 5. Keyakinan
dan persepsi
hambatan
(perceived barier)
Persepsi 1. Sarana dan
kerentanan Prasarana
(perceived Persepsi 2. Lingkungan
susceptibility) Ancaman Perilaku
dan persepsi (Perceived PMTCT
keparahan thread) 1. Dukungan
(perceived Keluarga
saverity) 2. Dukungan
Petugas
Isyarat untuk bertindak Kesehatan
 Kampanye media massa
 Saran dari orang lain
 Pesan Tenaga Kesehatan
 Penyakit keluarga/teman

Cetak Tebal: Variabel diteliti

Gambar 2.5
Teori Health Belief Model (HBM) dan Lawrence Green
53

BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
DEFINISI ISTILAH

III.1 Kerangka Konsep

Untuk menggambarkan keterkaitan antar variabel penelitian dapat

digambarkan dalam alur penelitian sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Persepsi Kerentanan

Persepsi Keparahan

Persepsi Manfaat
Perilaku PMTCT
pada Ibu hamil
Persepsi Hambatan

Persepsi Ancaman

Persepsi isyarat bertindak

Dukungan Tenaga
Kesehatan

Gambar 2.6
Kerangka Konsep Penelitian Analisis Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Ibu
Hamil terhadap Program PMTCT pada layanan antenatal di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2023
54

III.2 Definisi Operasional

Defenisi Operasional dalam penelitian ini adalah:


Tabel 3.1
Defenisi Operasional Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Independen
1 Pemeriksaan Respon atau reaksi responden terhadap Kuesioner Wawancara Tidak Tes HIV Ordinal
PMTCT pemeriksaan HIV (PMTCT) dan dan Telaah Tes HIV
Dokumen
(melihat di
buku KIA)
2 Pengetahuan Pemahaman ibu hamil tentang Kuesioner Wawancara ˗ Kurang baik = Ordinal
HIV/AIDS dan PMTCT jika total skor
<60% (0-14)
˗ Baik=
jika total skor ≥ 60%
(15-25)
(Riduwan, 2018)
3 Persepsi Persepsi responden mengenai Kuesioner Wawancara ˗ Negatif= Ordinal
Kerentanan kemungkinan dirinya berisiko terkena jika total skor <60%
penyakit HIV/AIDS (0-14)
˗ Positif=
jika total skor ≥ 60%
(15-25)
(Riduwan, 2018)
55

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

4 Persepsi Persepsi responden mengenai keparahan Kuesioner Wawancara ˗ Negatif= Ordinal


Keparahan atau keseriusan apabila menderita jika total skor <60%
HIV/AIDS (0-14)
˗ Positif=1
jika total skor ≥ 60%
(15-25)
˗ (Riduwan, 2018)
5 Proses Persepsi responden mengenai manfaat Kuesioner Wawancara ˗ Negatif= Ordinal
Manfaat yang diperoleh jika melakukan jika total skor <60%
pemeriksaan PMTCT (0-14)
˗ Positif=
jika total skor ≥ 60%
(15-25)
(Riduwan, 2018)
6 Persepsi Persepsi responden mengenai hambatan Kuesioner Wawancara ˗ Negatif= Ordinal
Hambatan yang menyebabkan tidak melakukan jika total skor <60%
PMTCT (0-14)
˗ Positif=
jika total skor ≥ 60%
(15-25)
˗ (Riduwan, 2018)
7 Persepsi Persepsi responden mengenai tingkat Kuesioner Wawancara ˗ Negatif= Ordinal
Ancaman ancaman penyakit HIV/AIDS. jika total skor <60%
(0-14)
˗ Positif=
56

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

jika total skor ≥ 60%


(15-25)
˗ (Riduwan, 2018)
8 Isyarat untuk Persepsi responden mengenai Isyarat Kuesioner Wawancara ˗ Negatif= Ordinal
bertindak untu bertindak yang menyebabkan tidak jika total skor <60%
melakukan PMTCT (0-14)
˗ Positif=
jika total skor ≥ 60%
(15-25)
(Riduwan, 2018)
9 Dukungan Pendapat responden mengenai Kuesioner Wawancara ˗ Negatif=0 Ordinal
Tenaga dukungan dan adanya pengaruh dari jika total skor <60%
Kesehatan petugas kesehatan atau KPA dalam (0-5)
upaya PMTCT. ˗ Positif=1
jika total skor ≥ 60%
(6-10)
˗ (Riduwan, 2018)
57

III.2.1 Hipotesis Penelitian

a. Hipotesis Nol (H0) Penelitian

1) Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan

PMTCT

2) Tidak ada hubungan antara persepsi kerentanan dengan pelaksanaan

PMTCT.

3) Tidak ada hubungan antara persepsi keparahan dengan pelaksanaan

PMTCT.

4) Tidak ada hubungan antara persepsi manfaat dengan pelaksanaan

PMTCT.

5) Tidak ada hubungan antara persepsi hambatan dengan pelaksanaan

PMTCT.

6) Tidak ada hubungan antara persepsi ancaman dengan pelaksanaan

PMTCT.

7) Tidak ada hubungan antara persepsi isyarat bertindak dengan

pelaksanaan PMTCT.

8) Tidak ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan

pelaksanaan PMTCT.

b. Hipotesis Alternatif (Ha) Penelitian

1) Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan

PMTCT

2) Ada hubungan antara persepsi kerentanan dengan pelaksanaan

PMTCT.
58

3) Ada hubungan antara persepsi keparahan dengan pelaksanaan

PMTCT.

4) Ada hubungan antara persepsi manfaat dengan pelaksanaan PMTCT.

5) Ada hubungan antara persepsi hambatan dengan pelaksanaan

PMTCT.

6) Ada hubungan antara persepsi ancaman dengan pelaksanaan PMTCT.

7) Ada hubungan antara persepsi isyarat bertindak dengan pelaksanaan

PMTCT.

8) Ada hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan pelaksanaan

PMTCT.
59

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis studi analitik yang menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan design cross sectional. Design cross sectional

adalah penelitian yang mempelajari prevalensi, distribusi dan hubungan.

Penelitian menggali mengenai tingkat pengetahuan dan persepsi ibu hamil yang

melakukan kunjungan pada layanan antenatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kota Bukittinggi Tahun 2023.

IV.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat tahun

2023. Penelitian ini dimulai dari September tahun 2022 sampai dengan Juli 2023.

Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data cakupan program HIV dan

PMTCT serta data cakupan K1 dari Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi.

IV.3 Populasi dan Sampel

IV.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil yang melakukan ANC

diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi dengan jumlah 2.039 Ibu

hamil.

IV.3.2 Sampel

a. Jumlah Sampel

Menurut Malhotra (2010), sampel adalah subkelompok dari elemen

populasi yang dipilih untuk berpartisipasi dalam suatu penelitian. sampel


60

haruslah dapat memberikan gambaran yang benar dari populasi.

(Sinambela & Sinambela, 2021). Dalam penelitian ini besar sampel

minimal dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Lameshow

yang dikutip dari Hardisman (2021):

n= Z²1-α/₂ P(1-P ) N
d²(N-1)+ Z²1-α/₂ P(1-P)

Keterangan :

n : Ukuran sampel/jumlah responden

Z²1-α/2 : Tingkat kepercayaan yaitu 95 % (1,96)

P : Proporsi responden= 0,55

(Survei Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP)

tahun 2023)

(1-P ) : Proporsi non kasus= 1-0,55= 0,45

N : Jumlah populasi = 2.039 Ibu hamil

d : Derajat akurasi ( presisi ) yang diinginkan yaitu 1% = 0,01

n = 1,962 x 0,55 (1-0,55) x 2039


0,12 (2039-1)+1,962 x 0,5 (1-0,5)
= 3,84 x 0,2475x2039
0,01 (2038) + 3,84 x 0,2475
= 1937,4/21,33
= 90, 8 = 91
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas

diperoleh sampel minimum yang dibutuhkan adalah 91 sampel. Untuk

menghindari dropout sampel ditambah sebesar 10% dari sampel yang

dibutuhkan. Jadi sampel penelitian ini sebesar 100 ibu hamil.


61

b. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

pengambilan sampel secara Probability Sampling dengan teknik systematis

random sampling . Teknik systematis random sampling merupakan teknik

pengambilan sampel dengan menyusun sample frame dan menentukan

rasio sampel (Hardisman, 2021).

Untuk menghindari pengambilan sampel dari wilayah tertentu yang tidak

terwakili maka pengambilan sampel dilakukan pada setiap wilayah yang

disesuaikan dengan besar populasi ibu hamil.

Berikut rincian pengambilan sampel pada 7 Puskesmas di Kota

Bukittinggi berdasarkan systematis random sampling.

Tabel 4. 1
Perhitungan Besar Sampel
Jumlah ibu
No Puskesmas Jumlah sampel yang diambil
hamil
381
1 Guguk Panjang 381 x 101=18,8=19
2039
312
2 Rasimah Ahmad 312 x 101=15,45=15
2039
502
3 Tigo Baleh 502 x 101=24,8=25
2039
235
4 Mandiangin 235 x 101=11,6=12
2039
227
5 Nilam Sari 227 x 101=11,2=11
2039
99
6 Gulai Bancah 99 x 101=4,9=5
2039
283
7 Plus Mandiangin 283 x 101=14,0=14
2039
Jumlah 2039 101

Kriteria inklusi dan ekslusi sampel penelitian sebagai berikut :

1) Kriteria inklusi
62

a) Responden adalah ibu hamil yang berada dan menetap minimal satu

tahun di Kota Bukittinggi.

b) Responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

2) Kriteria eksklusi

a) Ibu hamil yang tidak bersedia menjadi sampel dalam penelitian.

b) Ibu hamil yang tidak dapat ditemui 3x berturut-turut.

IV.3.3 Metode Pengumpulan Data

a. Data Primer

Data Primer diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner langsung kepada responden penelitian. Data

primer meliputi data status PMTCT, umur, pendidikan, pekerjaan,

pengetahuan dan persepsi ibu hamil terhadap PMTCT (persepsi

kerentanan, keparahan, manfaat, Ancaman, hambatan dan isyarat untuk

bertindak).

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara mengisi kuesioner

melalui wawancara kepada sampel penelitian. Kuesioner yang diberikan

merupakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti dengan mengadopsi

kuesioner penelitian terdahulu dan melakukan modifikasi menjadi

pertanyaan terbuka. Pada penelitian ini, proses pengambilan data

dilakukan oleh peneliti melalui tehnik wawancara dengan melakukan

probing agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan pertanyaan

sehingga diperoleh informasi yang akurat.

b. Data Sekunder
63

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari data yang telah

tersedia yaitu data diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi

tahun 2022 mengenai laporan PMTCT di Kota Bukittinggi tahun 2022.

IV.3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang

berkaitan dengan penelitian yang harus dijawab oleh responden dan digunakan

untuk melihat dan menilai faktor yang mempengaruhi perilaku PMTCT pada Ibu

hamil di Kota Bukittinggi.

Peneliti menggunakan kuesioner dari penelitian lain yang dimodifikasi ulang

yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Yuliza, 2018) dan penelitian Fitri (2016).

Adapun kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sepuluh

bagian, diantaranya:

a. Kuesioner Variabel Pengetahuan

Kuesioner ini digunakan untuk melihat tingkat pengetahuan responden.

Kuesioner pengetahuan berisi 10 pertanyaan mengenai HIV/AIDS yang

dimodifikasi dari penelitian Irmawati et al., (2020) yang melakukan

penelitian pada ibu hamil di Kota pekanbaru.

Skala pengukuran yang digunakan adalah dengan menggunakan skala

guttman (benar/ salah). Skala guttman digunakan apabila pada penelitian

yang dilakukan ingin memperoleh jawaban yang tegas terhadap rumusan

masalah yang ditanyakan (Sinambela & Sinambela, 2021).

Perhitungan skor responden untuk kuesioner pengetahuan berdasarkan skala

guttman:
64

1) Pernyataan positif

Jawaban benar diberikan skor 1

Jawaban salah diberikan skor 0

2) Pernyataan Negatif

Jawaban benar diberikan skor 0

Jawaban salah diberikan skor 1

b. Kuesioner Persepsi tentang PMTCT

Kuesioner persepsi berisi 30 pertanyaan mengenai persepsi. Terdiri dari 5

(lima) pertanyaan tentang persepsi kerentanan, 5 (lima) pertanyaan tentang

persepsi keparahan, 5 (lima) pertanyaan tentang persepsi manfaat, 5 (lima)

pertanyaan tentang persepsi hambatan, 5 (lima) pertanyaan tentang persepsi

ancaman dan 5 (lima) pertanyaan tentang persepsi isyarat untuk bertindak

yang dimodifikasi dari penelitian Danuningsih (2019) yang melakukan

penelitian pada Ibu hamil di Denpasar. Kuesioner Persepsi digunakan

dengan mengukur nilai tertentu dalam obyek persepsi disetiap pernyataan.

Setiap responden mengisi langsung tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan

terhadap pernyataan seputar persepsi dalam upaya PMTCT .

Pertanyaan dalam skala meliputi pernyataan yang positif (favourable) dan

pernyataan yang negative (unfavourable). Variasi jawaban yang tersedia

untuk kedua pernyataan persepsi adalah sangat setuju, setuju, kurang setuju,

tidak setuju dan sangat tidak setuju. Kuesioner ini digunakan untuk melihat

persepsi ibu hamil tentang pelaksanaan PMTCT.

Skor untuk pernyataan favourable adalah sebagai berikut:

˗ Sangat setuju (SS) : 5

˗ Setuju (S) : 4
65

˗ Ragu-ragu (R) : 3

˗ Tidak setuju (TS) : 2

˗ Sangat tidak setuju (STS) : 1

Sedangkan untuk pernyataan unfavourable adalah sebagai berikut

˗ Sangat setuju (SS) : 1

˗ Setuju (S) : 2

˗ Ragu-ragu (R) : 3

˗ Tidak setuju (TS) : 4

˗ Sangat tidak Setuju (STS) : 5

c. Kuesioner Dukungan Tenaga Kesehatan

Kuesioner ini berisi 10 pertanyaan mengenai dukungan dari tenaga

kesehatan yang dimodifikasi dari penelitian Irmawati et al., (2020) yang

melakukan penelitian pada Ibu hamil di Kota Makassar yang digunakan

untuk melihat seberapa besar dukungan tenaga kesehatan terhadap

pelaksanaan PMTCT pada ibu hamil.

Kuesioner ini menggunakan skala Guttman, dengan dua pilihan jawaban

yang dituliskan yaitu Ya dan tidak. Kuesioner ini digunakan untuk melihat

seberapa besar dukungan Petugas Kesehatan terhadap pelaksanaan PMTCT

pada ibu hamil yang mendapatkan layanan antenatal di Kota Bukittinggi.

Sebelum kuesioner tersebut digunakan sebagai pedoman wawancara, terlebih

dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner.

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau

kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila


66

mampu mengukur apa yang diukurnya, pengujian validitas dilakukan

dengan menggunakan program SPSS dengan kriteria sbb (Sinambela &

Sinambela, 2021):

1) Jika r hitung positif atau r hitung ≥ r tabel maka butir pertanyaan tersebut valid.

2) Jika r hitung negatif atau r hitung < r tabel maka butir pertanyaan tersebut tidak

valid.

3) r hitung dapat dilihat pada r tabel Correlation Product Moment

Dalam penelitian ini digunakan kuesioner tertutup, oleh karena itu uji

validitas yang dilakukan yaitu uji terpakai. Dimana peneliti melakukan uji

coba terhadap 25 sampel atau responden, uji coba dilakukan kepada 25 Ibu

hamil yang termasuk kriteria inklusi. Pertanyaan menggunakan kuesioner

dan responden diminta untuk mengisi kuesioner dengan pertanyaan yang

sudah tersedia, kemudian mengkorelasikan pada masing-masing skor yang

diperoleh pada masing-masing item pertanyaan atau pernyataan dengan

skor total. Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan

membandingkan nilai r tabel dengan r hitung, bila r hasil > r tabel maka pertanyaan

tersebut valid, bila terdapat nilai yang tidak valid maka pertanyaan tersebut

akan dikeluarkan.

Dari hasil SPSS didapat bahwa untuk setiap variabel yang diuji, apabila

terdapat pertanyaan atau pernyataan yang tidak valid maka dikeluarkan

dari pertanyaan atau pernyataan.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas (hasil ukur tetap konsisten) adalah kesamaan hasil pengukuran

atau pengamatan bila fakta atau kenyataan tadi diukur berkali-kali dengan

waktu yang berlainan. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur seberapa


67

jauh responden memberikan jawaban yang konsisten terhadap kuesioner

yang diberikan (Sugiyono, 2021).

Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrumen yang digunakan,

peneliti menggunakan koefisien cronbach’s alpha yaitu memaknai dan

menyimpulkan hasil perhitungan reliabilitas dengan membandingkan r hitung

dengan r tabel seperti tabel r hitung berikut (Sinambela & Sinambela, 2021):

Tabel 4.2
Nilai r tabel dan Tingkat Reliabilitas Instrumen
Interval r tabel Tingkat Reliabilitas
0,00-0,20 Kurang reliabel
0,21-0,40 Agak reliabel
0,41-0,60 Cukup reliabel
0,61-0,80 Reliabel
0,81-1,00 Sangat reliabel

IV.3.5 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Data diolah secara

manual dan komputerisasi dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing (Proses Penyuntingan)

Pada tahap editing, dilakukan kegiatan untuk perbaikan data yang salah

sebelum dilakukan pemasukan data. Secara umum editing adalah

kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner

tersebut apakah lengkap (pertanyaan sudah terisi), jelas, (terbaca),

relevan dengan pertanyaannya, dan konsisten dengan jawaban

pertanyaan lainnya.

b. Coding (Mengkode data)

Pada tahap coding merupakan kegiatan kegiatan mengklasifikasi data

dan memberi kode pada jawaban pertanyaan kuesioner.


68

c. Entry (memasukkan data)

Merupakan kegiatan memasukan (entry) data dan untuk dianalisis lebih

lanjut menggunakan software komputer.

d. Cleaning (pembersihan data)

Setelah semua data dientri ke dalam komputer, dilakukan pengecekan

kembali terhadap semua data yang telah dientri untuk memastikan

bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan.

IV.3.6 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis terhadap satu variabel yang

dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi dari variabel

yang diteliti. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan

distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Sehingga analisis

univariat dalam penelitian ini dapat menegetahui pola distribusi

frekuensi masing-masing variabel.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen yang menggunakan uji Chi

Square (X2) dengan tingkat kepercayaan 95%. Bila p-value <0,05

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel

independen (pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi keparahan,

persepsi manfaat, persepsi ancaman, persepsi hambatan, persepsi isyarat

untuk bertindak dan dukungan petugas kesehatan) dengan variabel

dependen (perilaku PMTCT) dan bila nilai p >0,05 berarti tidak terdapat
69

hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan independen

(α=0,05). Apabila p- value yang diperoleh kecil dari 0,05 maka terdapat

hubungan yang bermakna.

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui variabel mana yang

paling dominan terhadap variabel dependen. Sebelum dilakukan analisis

multivariat akan dilakukan seleksi bivariat. Uji yang digunakan adalah

uji Regression Logistic. Variabel-variabel yang akan masuk dalam

analisa multivariat adalah variabel ketika seleksi bivariat memiliki nilai

p<0,25 (Hastono, 2018).

IV.4 Etika Penelitian

Etika dalam suatu penelitian dijadikan sebagai ukuran kepatutan tentang

boleh atau tidaknya, baik atau buruknya suatu aspek-aspek tertentu dalam proses

kegiatan penelitian. Hal ini sangat penting untuk mencari kebenaran dari sebuah

masalah yang muncul. Sehingga menghasilkan kebenaran empiris dan logis. Etika

dalam penelitian diantaranya: kejujuran, objektivitas, integritas, ketelitian,

ketepatan, verifikasi, penghargaan, tanggung jawab sosial, publikasi yang

terpercaya, kompetensi, dan legalitas (Kurniawan and Puspitaningtyas, 2016)


70

DAFTAR PUSTAKA

Ardhiyanti, Y., Lusiana, N., & Megasari, K. (2015). Bahan Ajar AIDS pada
Asuhan Kebidanan. Deepublish.
Bernays, S., Jarrett, P., Kranzer, K., & Ferrand, R. A. (2014). Children growing
up with HIV infection: The responsibility of success. The Lancet, 383(9925),
1355–1357. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(13)62328-4
Chamarelza, S. (2019). Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1. Jurnal
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1, 29–30.
Chin, J. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular (17th ed.). CV.
INFOMEDIKA.
Demartoto, A. (2017). The Representation of Prevention-of-Mother-to-Child
Transmission Service System in Surakarta Indonesia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 13(2), 191–200. https://doi.org/10.15294/kemas.v13i2.9567
Dinas Kesehatan sumatera barat. (2021). 2.704 Warga Sumbar Terinfeksi
HIV/Aids. https://www.merdeka.com/peristiwa/2704-warga-sumbar-
terinfeksi-hivaids.html
Dinkes Bukittinggi. (2022). PROFIL DINAS KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2021.
Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2010). Laporan
Bulanan Tes HIV Dan Konseling Atas Inisiasi Petugas Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1–28.
Ernawati, E., Suryoputro, A., & Mustofa, S. B. (2016). Niat Ibu Hamil untuk Tes
HIV di UPT (Unit Pelayanan Terpadu) Puskesmas Alun-Alun Kabupaten
Gresik. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 11(1), 38.
https://doi.org/10.14710/jpki.11.1.38-50
Ertiana, D., & Masrurin. (2020). Dukungan Petugas Terhadap Perilaku Konseling
Dan Tes HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) Ibu Hamil. 9(2), 120–129.
Govindasamy, D., Ferrand, R. A., Wilmore, S. M. S., Ford, N., Ahmed, S., Afnan-
Holmes, H., & Kranzer, K. (2015). Uptake and yield of HIV testing and
counselling among children and adolescents in sub-Saharan Africa: A
systematic review. Journal of the International AIDS Society, 18(1), 1–9.
https://doi.org/10.7448/IAS.18.1.20182
Hardisman. (2020). Analisis Data Penelitian Kualitatif (Revisi Cet). RajaGrafindo
Persada.
Hardisman. (2021). Tanya Jawab METODOLOGI PENELITIAN KESEHATAN
(Cetakan Pe). Gosyen Publishing.
Hastono, S. P. (2018). Analisis Data pada Bidang Kesehatan (13th ed.). Rajawali
71

Pers.
Hennyati, S., . R., & Trianita, N. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pemeriksaan VCT Pada Ibu Hamil di Puskesmas Puter. Jurnal Sehat
Masada, 13(1), 74–85. https://doi.org/10.38037/jsm.v13i1.81
Irmawati, G.P, C. V., & Rasyid, Z. (2020). Determinant of Utilization of
Voluntary Counselling and Testing (VCT) Service in Pregnant Women in
Work Area of Langsat Health Center Pekanbaru City in 2020.
Jurnal.Htp.Ac.Id, 6(3), 335–341. http://jurnal.htp.ac.id
Ishikawa, N., Dalal, S., Johnson, C., Hogan, D. R., Shimbo, T., Shaffer, N.,
Pendse, R. N., Lo, Y.-R., Ghidinelli, M. N., & Baggaley, R. (2016). Should
HIV testing for all pregnant women continue? Cost- effectiveness of
universal antenatal testing compared to focused approaches across high to
very low HIV prevalence settings. Journal of the International AIDS Society,
19 (1) (no(21212). https://doi.org/doi:10.7448/IAS.19.1.21212
Isni, K. (2016). Dukungan Keluarga, Dukungan Petugas Kesehatan, Dan Perilaku
Ibu Hiv Dalam Pencegahan Penularan Hiv/Aids Ke Bayi. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 11(2), 195. https://doi.org/10.15294/kemas.v11i2.4014
Isni, K., Shaluhiyah, Z., & Cahyo, K. (2017). Pengetahuan Ibu HIV
Mempengaruhi Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu ke Bayi
di Provinsi Jawa Tengah.
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=1404915&val=1285&title=Pengetahuan Ibu HIV Mempengaruhi
Perilaku Pencegahan Penularan HIVAIDS dari Ibu ke Bayi di Provinsi Jawa
Tengah
Kemenkes RI. (2013). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013. 1–31.
Kemenkes RI. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
PELAKSANAAN KONSELING DAN TES HIV. 139.
Kemenkes RI. (2015). Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan
HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak. https://www.ptonline.com/articles/how-to-
get-better-mfi-results
Kemenkes RI. (2017). Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama.
Kemenkes RI. (2020a). Pedoman pelayanan antenatal, persalinan, nifas, dan bayi
baru lahir di Era Adaptasi Baru.
Kemenkes RI. (2020b). Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi Ketiga.
Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia.
Kemenkes RI. (2022). Distribusi ODHIV yang di tes per Provinsi dapat dilihat
pada grafik berikut ini.
https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/Laporan_TW_1_2022.pdf
72

Kementrian Kesehatan RI. (2022). Gizi Seimbang Ibu Hamil. Dirjen Yankes.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/405/gizi-seimbang-ibu-
hamil#:~:text=Ibu hamil adalah seorang wanita,pertama haid terakhir
(HPHT).
Kumalasari, M. L. F., & Oktavianus. (2014). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu
Hamil Tentang HIV/AIDS Dengn Motivasi Mengikuti PMTCT (Prevention-
Mother-To-Child-Transmission) Di RSUD Dr: Moewardi Surakarta. Jurnal
KesMaDaSka, 23–26. https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUK
Ewjk_a23qsbJAhUDGY4KHRTxDnQQFggaMAA&url=http://
jurnal.stikeskusumahusada.ac.id/index.php/JK/article/download/
80/123&usg=AFQjCNFTKkolz-FyS52LsM_GO56zbsgaJg
Legiati, T., Shaluhiyah, Z., & Suryoputro, A. (2012). Perilaku Ibu Hamil Untuk
Tes HIV di Kelurahan Bandarharjo dan. Perilaku Ibu Hamil Untuk Tes HIV
Di Kelurahan Bandarharjo Dan Tanjung Mas Kota Semarang, 7(1), 11.
Mandal, B. K., Wilkins, E. G. L., & Dunbar, E. M. (2008). Lecture Notes:
Penyakit Infeksi (A. Safitri (ed.); Edisi keen). Penerbit Erlangga.
Manuaba, I. A. C. (2013). Ilmu Kebidanan,Penyakit Kandungan, dan KB : untuk
pendidikan bidan (2nd ed.).
Nurjanah, N. A. L., & Wahyono, T. Y. M. (2019). Tantangan Pelaksanaan
Program Prevention Of Mother To Child Transmission (PMTCT):
Systematic Review. Jurnal Kesehatan Vokasional, 4(1), 55.
https://doi.org/10.22146/jkesvo.41998
Priyoto. (2014). Teori sikap dan perilaku dalam kesehatan : dilengkapi contoh
kuesioner. Nuha Medika.
Purwohedi, U. (2022). Metode Penelitian Prinsip dan Praktik (Tim RAS (ed.); II).
Raih Asa Sukses.
Putri, S. A., Aryawati, W., & Sari, N. (2021). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tes Hiv Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Panjang Kota
Bandar Lampung Tahun …. Indonesian Journal of Health and …, 1(4), 570–
583. http://rcipublisher.org/ijohm/index.php/ijohm/article/view/93
Riduwan. (2018). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian (Cetakan ke).
ALFABETA.
Sallis, J.F, Owen, N, & Fisher, E. . (2008). Ecological Models Of Health
Behaviour. In: Glanz K, Rimer BK, Viswanath K, eds. Health Behaviour And
Health Education: Thoery, Research, And Practice, 4th edn.
Sinambela, L. P., & Sinambela, S. (2021). Metodologi Penelitian Kuantitatif
teoretik dan Praktik (Monalisa (ed.); Ed. 1). Rajagrafindo Persada.
Siregar, K. N., Shaluhiyah, Z., Suryoputro, A., & Satyabakti, P. (2016). Buku Ajar
HIV DAN AIDS.
Sofian, A., & Wajdi, F. (2012). Perlindungan Anak di Indonesia Dilema dan
73

Solusinya (Cetakan Pe). PT Sofmedia.


Spiritia. (2021). Penyebab HIV pada Ibu Hamil.
https://spiritia.or.id/informasi/detail/217
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Sutopo
(ed.); Edisi Kedu). Alfabeta.
UNAIDS. (2022). UNAIDS Global AIDS Update 2022. 376.
https://reliefweb.int/report/world/danger-unaids-global-aids-update-2022-
enru?gclid=Cj0KCQiA3eGfBhCeARIsACpJNU-
_dxFeo6ClN_Oym7UcAxLauZJKR63lLihCa5M0Ok4Qk3-
fG4HHnGIaAkgHEALw_wcB
UNICEF. (2020). Nurturing care for children affected by HIV Early childhood
development What are the nurturing care components ? https://nurturing-
care.org/
Valuvi, C. H., Fardana, N. A., & Amalia, R. B. (2022). Gambaran persepsi
hambatan pasangan serodiskordan dalam perilaku pencegahan penularan
HIV / AIDS di Surabaya. 56–62.
Wahyuni, S. (2018). Kepatuhan ibu pada masa kehamilan, persalinan, dan nifas
dalam pelaksanaan program pencegahan penularan HIV. Jurnal Kebidanan
Dan Keperawatan Aisyiyah, 12(1), 38–45. https://doi.org/10.31101/jkk.123
Wenny, D. M., Subronto, Y. W., & Hakimi, M. (2016). Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Ibu Hamil Melakukan Tes HIV di Puskesmas Kota
Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat, 32(11), 435.
https://doi.org/10.22146/bkm.11326
WHO. (2014). GLOBAL GUIDANCE ON criteria and ProceSSeS For validation:
elimination of mother-to-child transmission of Hiv and Syphilis monitoring.
In International Journal of Gynecology and Obstetrics (Vol. 143, Issue 3).
WHO. (2018). HIV / AIDS : Key facts, Risk factors. h?ps://www.who.int/news-
room/fact- sheets/detail/hiv-aids
Yani, F. F., Akib, A. A., Supriyatno, B., Setyanto, D. B., Kurniati, N., &
Kaswandani, N. (2006). Penyakit Respiratorik pada Anak dengan HIV. 8,
188–194.
Yulaikhah, L. (2008). Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. EGC.
Yuliza, W. T. (2018). ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA WANITA PEKERJA
SEKSUAL DI KOTA PADANG TAHUN 2018. Imd, 171.
LAMPIRAN

78
Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

Saya yang bernama Septi Sholehawati/ 2120322016 adalah mahasiswa


Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang “Analisis Tingkat
Pengetahuan dan Persepsi Ibu Hamil pada Layanan Antenatal di Kota Bukittinggi
Tahun 2023 ”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan
tugas akhir di Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Untuk keperluan tersebut, saya mohon kesediaan Saudara untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Selanjutnya mohon kesediaan Saudara mengisi
kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan
menandatangani lembar persetujuan sebagai bukti kesukarelaan Saudara. Identitas
pribadi Saudara dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya
digunakan untuk keperluan penelitian ini. Atas partisipasi Saudara saya ucapkan
terima kasih.
Bukittinggi, ………………………. 2023

Peneliti

Septi Sholehawati

79
Lampiran 2

LEMBAR PERMOHONAN DAN PERSETUJUAN MENJADI


RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Umur :
Bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Septi
Sholehawati, dengan judul “Analisis Tingkat Pengetahuan dan Persepsi Ibu Hamil
pada Layanan Antenatal di Kota Bukittinggi Tahun 2023 di Kota Bukittinggi
Tahun 2023 ”. Saya menyadari dan mengerti bahwa data yang dihasilkan dalam
penelitian ini akan di rahasiakan. Semua berkas yang mencantumkan identitas
subjek penelitian hanya akan digunakan untuk keperluan pengolahan data. Saya
bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan penelitian sesuai dengan kondisi
yang sesungguhnya. Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan
keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari siapapun dan dapat digunakan
sebagaimana mestinya
Bukittinggi, ………………………. 2023
Responden

80
Lapiran 3
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU HAMIL
PADA LAYANAN ANTENATAL DIWILAYAH KERJA
KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2023
Petunjuk:
1. Kuesioner terdiri dari karakteristik responden, pengetahuan responden,
persepsi responden terhadap program PMTCT.
2. Semua jawaban responden akan dijaga kerahasiaannya.
3. Semua pernyataan atau pertanyaan diisi secara jujur dan lengkap.
4. Berilah tanggapan anda dengan memberikan tanda (√) pada kolom yang sesuai
5. Bila ada pernyataan dan pertanyaan yang kurang dimengerti, mintalah bantuan
penjelasan dari peneliti atau pendamping peneliti.
6. Atas partisipasi responden kami mengucapkan terima kasih.
Tanggal :
Nomor Responden :
Nama (Inisial) :
Umur :
Pendidikan terakhir :
Pemeriksaan HIV : Sudah Melakukan Belum Melakukan

I. PENGETAHUAN

No Pertanyaan
1
Apa yang dimaksud dengan HIV?
(Probing: Apakah HIV merupakan jenis virus? Apakah HIV
menyebabkan suatu penyakit?)
2
Apa yang dimaksud dengan AIDS?
(Probing: Apakah penyakit AIDS menunjukkan gejalan?Apa gejala
yang muncul jika seseorang menderita AIDS?)
3
Bagaimanakah cara yang paling tepat untuk mengetahui seseorang
telah tertular HIV?
(Probing: Apakah melalui pemeriksaan labor? Apakah dengan melihat
gejala yang muncul?)
4 Bagaimana penanganan HIV AIDS?
(Apakah HIV AIDS dapat disembuhkan? Apa tujuan pemberian
pengobatan pada orang dengan HIV AIDS?)
5 Bagaimana jika ibu hamil mengidap HIV AIDS?
(Probing: Apakah ibu akan menularkan HIV nya kepada anaknya?)
6 Bagaimana penularan HIV dari ibu ke anaknya?

81
No Pertanyaan
(Probing: Apakah melalui ASI, Air ketuban, darah, air ludah atau
keringat?
7 Bagaimana cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
penularan HIV dari ibu ke bayi?
(Probing: Apakah dengan minum obat?Apakah dengan tidak menyusui
bayi?)
8 Bagaimana dampak pada bayi jika terinfeksi HIV?
(Probing: Penyakit apa yang aka diderita oleh bayi yang terinfeksi
HIV?)
9 Bagaimana menurut ibu tentang tes HIV pada ibu hamil?
(Probing: Apakah itu perlu dilakukan?)
10 Kapan sebaiknya tes HIV pada ibu hamil dilakukan?
(Probing: Pada trimester berapa?)

82
Lampiran 4
II. PERSEPSI
Pilih salah satu jawaban dengan memberikan checklist ( √ ) pada kolom yang
sesuai dengan jawaban responden
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu
TS : Tidak Setuju
STS: Sangat Tidak Setuju

A. Persepsi Kerentanan (Perceived Suscepbility)


NO Pernyataan SS S R TS STS
1 Seorang seperti saya tidak mungkin
terinfeksi HIV
2 Hanya ibu hamil pengguna narkoba yang
harus melaksanakan pemeriksaan test HIV
3 Hanya ibu hamil yang sering melakukan
seks bebas yang harus melaksanakan
pemeriksaan test HIV
4 Ibu hamil tidak perlu mengikuti test HIV
5 Ibu hamil mudah terinfeksi HIV

B. Persepsi Keparahan (Perceived Severity)


NO Pernyataan SS S R TS STS
1 AIDS tidak menyebabkan kematian
2 Saya lebih memilih memiliki penyakit
kronis (kanker, kelumpuhan dan lain-lain)
dari pada HIV
3 Saya lebih baik mati dengan kekerasan dari
pada terkena HIV
4 HIV adalah penyakit terburuk dan
memalukan
5 HIV adalah penyakit yang tidak dapat
disembuhkan

C. Persepsi Manfaat (Perceived Benefits)


NO Pernyataan SS S R TS STS
1 Saya merasa mendapatkan informasi
tentang HIV AIDS tidak bermanfaat bagi

83
NO Pernyataan SS S R TS STS
saya.
2 Saya merasa tidak perlu mengetahui
informasi HIV AIDS karena saya tidak
beresiko terinfeksi HIV.
3 Memeriksakan test HIV mempunyai
manfaat bagi kesehatan ibu.
4 Melakukan test HIV mempunyai manfaat
bagi kesehatan anak.
5 Dapat dipastikan tanpa test HIV ibu tidak
akan mengetahui terinfeksi HIV atau tidak.

D. Persepsi Ancaman
NO Pernyataan SS S R TS STS
1 Saya akan tertular HIV jika melakukan
seks bebas
2 Saya yakin tidak akan tertular jika
melakukan seks bebas
3 Saya akan tertular HIV jika menggunakan
jarum suntik bergantian
4 Saya tidak akan tertular HIV jika
menggunakan jarum suntik bergantian
5 Saya yakin tidak tertular HIV jika
melakukan tes kesehatan secara rutin

E. Persepsi Hambatan
NO Pertanyaan SS S R TS STS
1 Untuk melakukan pemeriksaan HIV saya
harus meminta izin kepada suami
2 Untuk melakukan pemeriksaan HIV saya
harus menunggu antrian yang lama
3 Untuk melakukan pemeriksaan HIV saya
merasa malu saat ditanya hal-hal yang
bersifat pribadi didepan banyak orang
4 Proses pengobatan HIV membutuhkan
jangka waktu yang lama
5 Kesulitan transportasi membuat saya malas
melakukan pemeriksaan HIV di pelayanan
Kesehatan

84
F. Isyarat Untuk Bertindak
Dari mana anda mendapatkan informasi mengenai tes HIV pada ibu hamil
(PMTCT)?
a. Platform Sosial Media (Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp)
b. Internet (Google, Yahoo, dll)
c. Tv
d. Radio
e. Surat Kabar / Koran
f. Brosur Tentang Kesehatan
g. Tetangga
h. Puskesmas/ Tenaga Kesehatan
i. Kader
NO Pertanyaan SS S R TS STS
1 Sumber informasi mengenai HIV/AIDS
yang saya pilih sangat berguna dalam
mendapatkan informasi
2 Orang terdekat saya ada yang terinfeksi
HIV, sehingga saya terdorong untuk
melakukan pencegahan melakukan
pemeriksaan HIV
3 Keluarga saya mendorong saya untuk
mengikuti pemeriksaan HIV/ AIDS
4 Ibu Bidan mendorong saya untuk
mengikuti pemeriksaan HIV/ AIDS
5 Petugas puskesmas mendorong saya untuk
mengikuti pemeriksaan HIV/ AIDS

85
III. KUESIONER DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah petugas kesehatan pernah memberikan
informasi tentang HIV kepada Ibu saat
melakukan pemeriksaan kehamilan?
2 Apakah petugas kesehatan pernah memberikan
informasi tentang cara penularan HIV?

3 Apakah petugas kesehatan pernah memberikan


informasi tentang cara pencegahan HIV?

4 Apakah petugas kesehatan pernah memberikan


informasi bahwa HIV dapat ditularkan dari Ibu ke
Bayi?
5 Apakah petugas kesehatan pernah memberikan
informasi tentang program pencegahan penularan
HIV dari ibu ke anak?
6 Apakah petugas kesehatan selalu menyarankan
Ibu untuk memeriksakan kehamilan setiap bulan?
7 Apakah petugas kesehatan pernah menawarkan
Ibu untuk melakukan pemeriksaan HIV?
8 Apakah petugas kesehatan menanyakan keluhan
yang Anda alami selama kehamilan?
9 Apakah petugas kesehatan mendengarkan setiap
keluhan yang Anda alami?
10 Apakah petugas kesehatan ramah saat melakukan
pemeriksaan kehamilan?
IV.

86
KISI-KISI PEDOMAN WAWANCARA
PERSEPSI IBU HAMIL DAN PETUGAS KESEHATAN MENGENAI
PELAKSANAAN TES HIV (PMTCT) PADA LAYANAN
ANTENATAL
No Pertanyaan Penelitian Indikator Informan
1 Pengetahuan
Bagaimana pendapat ibu Tempat, cara Ibu Hamil
tentang kegiatan sosialisasi HIV penyampaian
yang pernah ibu dapatkan? petugas, kejelasan
informasi
Persepsi Kerentanan
1 Bagaimana persepsi ibu Pendapat, Ibu Hamil
mengenai kerentanan seorang Pengalaman
ibu hamil terhadap infeksi HIV
2 Bagaimana persepsi ibu Pendapat, Ibu Hamil
mengenai keparahan seorang Pengalaman
ibu hamil jika terinfeksi HIV
3 Bagaimana persepsi ibu Pendapat, Ibu Hamil
mengenai manfaat jika seorang Pengalaman
ibu hamil melakukan tes HIV
4 Bagaimana persepsi ibu Pendapat, Ibu Hamil
mengenai hambatan seorang ibu Pengalaman
hamil untuk melakukan tes HIV
5 Bagaimana persepsi ibu Pendapat, Ibu Hamil
mengenai perilaku yang Pengalaman
mengancam ibu terinfeksi HIV
6 Bagaimana persepsi mengenai Pendapat, Ibu Hamil
isyarat untuk bertindak Pengalaman
melakukan tes HIV
7 Bagaimana Dukungan tenaga Pendapat, Ibu Hamil
kesehatan Pengalaman

87
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
A. Pengetahuan
1. Bagaimana menurut ibu tentang kegiatan sosialisasi HIV yang pernah
ibu dapatkan?
(Probing: Apakah tempatnya nyaman? Apakah petugas menyampaikan
materi dengan jelas dan dapat ibu fahami?berapa kali ibu mendapatkan
informasi tentang HIV selama hamil?)
2. Bagaimana menurut ibu tentang media yang digunakan dalam kegiatan
sosialisasi HIV?
(Probing: Media apa saja yang digunakan? Apakah ibu pernah
mendapatkan media cetak yang berisi informasi tentang pentingnya tes
HIV pada ibu hamil? Apakah ibu merasa tertarik untuk mendengarkan
materi tentang HIV?Apakah ibu mengikuti acara hingga selesai?)
3. Bagaimana sikap petugas saat memberikan penyuluhan tentang
HIV/AIDS?
(Probing: Apakah sikap petugas ramah dan menjaga privasi? Apakah
ibu diberikan kesempatan untuk bertanya?)
B. Persepsi Kerentanan
1. Bagaimana menurut tanggapan ibu tentang kerentanan seorang ibu
hamil terhadap infeksi HIV?
(Mengapa ibu hamil rentan?siapa yang berpotensi menularkan HIV)
2. Bagaimana menurut pendapat ibu tentang kerentanan bayi terhadap
infeksi HIV?
(Mengapa bayi rentan tertular HIV? Siapa yang berpotensi menularkan
HIV kepada bayi?)
C. Persepsi Keparahan
1. Bagaimana menurut tanggapan ibu jika seorang ibu hamil terinfeksi
HIV?
(Apakah ibu dan keluarga dapat menerima? Apakah ibu mau menerima
pengobatan?)
2. Bagaimana menurut tanggapan ibu dampak yang dirasakan oleh ibu jika
terinfeksi HIV?(Apakah ibu merasakan gejala penyakit? Apakah ibu

88
dapat menularkan HIV kepada bayi yang dikandung?)
3. Apa yang ibu khawatirkan jika hasil tes menyatakan ibu positif HIV)
(Apakah ibu takut dikucilkan? Apakah ibu takut mendapatkan
deskriminasi dari masyarakat? Apakah ibu takut ditinggalkan
pasangan?)

D. Persepsi Manfaat
1. Bagaimana menurut pendapat ibu, keuntungan bagi ibu jika ibu
melakukan HIV?
2. Bagaimana menurut ibu, keuntungan bagi bayi jika ibu melakukan tes
HIV?
E. Persepsi Hambatan
1. Bagaimana cara ibu mendapatkan pelayanan tes HIV?(Apakah ibu
mengalami kesulitan untuk mendatangi tempat pemeriksaan HIV?)
2. Bagaimana sikap keluarga ibu terhadap kegiatan pemeriksaan HIV?
( Apakah ibu harus meminta izin suami?Apakah keluarga
mendukung/tidak?mengapa?)
3. Apakah ibu mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan kunjungan
ke puskesmas agar dapat tes HIV?
4. Bagaimana sikap petugas saat menyarankan ibu untuk tes HIV?
(Probing: apakah petugas menyarankan secara langsung untuk
melakukan tes HIV?apakah ibu merasa dipaksa?bagaimana tanggapan
ibu?)
5. Bagaiman sikap petugas saat menanyakan kepada ibu tentang kendala
yang ibu hadapi? (Probing: apa saja kendala yang ibu hadapi?apakah
petugas membantu menemukan jalan keluar atas kendala yang ibu
hadapi?apakah ibu merasa harus minta izin suami terlebih dahulu?)
F. Persepsi Ancaman
1. Bagimana pendapat ibu tentang perilaku yang berisiko terancam positif
HIV?(Apakah hanya orang dengan perilaku menyimpang saja yang
terancam positif HIV?)

89
G. Persepsi Isyarat Bertindak
1. Apakah ada hal mendorong ibu untuk melakukan tes HIV?

H. Dukungan Petugas Kesehatan


1. Bagaimana sikap petugas kesehatan saat memberikan sosialisasi

Bagaimana sikap petugas saat memberikan penyuluhan tentang

HIV/AIDS?

(Probing: Apakah sikap petugas ramah dan menjaga privasi? Lalu

apakah ibu dapat mendengarkan dengan baik atau terganggu dengan

kegiatan lain?)

2. Bagaimana sikap petugas saat menyarankan ibu untuk tes HIV?

(Probing: apakah petugas menyarankan secara langsung untuk

melakukan tes HIV?apakah ibu merasa dipaksa?bagaimana tanggapan

ibu?)

1. Bagaiman sikap petugas saat menanyakan kepada ibu tentang kendala


yang ibu hadapi? (Probing: apa saja kendala yang ibu hadapi?apakah
petugas membantu menemukan jalan keluar atas kendala yang ibu
hadapi?apakah ibu merasa harus minta izin suami terlebih dahulu?)

DUMMY TABEL

90
ANALISIS TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERSEPSI IBU HAMIL
TERHADAP PROGRAM PREVENTION OF MOTHER TO CHILD
TRANSMISSION (PMTCT) PADA LAYANAN ANTENATAL DI
WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA BUKITTINGGI
TAHUN 2023

A. Analisis Univariat
1. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan tentang PMTCT pada pelayanan
antenatal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi tahun 2023
Tingkat Pengetahuan f %
Rendah
Tinggi

2. Distribusi frekuensi persepsi ibu hamil (Persepsi kerentanan/ perceived


susceptibility, keparahan/ perceived severity, ancaman/ perceived threat, manfaat/
perceived benefits, hambatan/ perceived barriers dan Isyarat bertindak/ cues to
action) terhadap PMTCT.
Persepsi Kerentanan f %
Negative
Positive

Persepsi Keparahan f %
Negative
Positive

Persepsi Manfaat f %
Negative
Positive

Persepsi Hambatan f %
Negative
Positive

Persepsi Ancaman f %
Negative
Positive

Isyarat untuk f %
bertindak
Negative
Positive

3. Distribusi frekuensi dukungan tenaga kesehatan terhadap PMTCT.


Dukungan Tenaga f %
Kesehatan
Negative
Positive

4. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku PMTCT

91
Perilaku PMTCT f %
Tes HIV
Tidak Tes HIV

B. Analisis Bivariat
1. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku PMTCT pada ibu hamil.
Tingkat Perilaku PMTCT
Total PR P-
Pengetahua Kurang Baik Baik
95% CI Value
n f % f % f %
Rendah
Tinggi
Total

2. Mengetahui hubungan persepsi ibu hamil (persepsi kerentanan/ perceived


susceptibility, persepsi keparahan/ perceived severity, persepsi ancaman/
perceived threat, persepsi manfaat/ perceived benefits, persepsi hambatan/
perceived barriers dan Isyarat bertindak/ cues to action) terhadap program
PMTCT pada layanan antenatal.
Perilaku PMTCT
Persepsi Total PR P-
Kurang Baik Baik
Kerentanan 95% CI Value
f % f % f %
Negatif
Positif
Total

Perilaku PMTCT
Persepsi Total PR P-
Kurang Baik Baik
Keparahan 95% CI Value
f % f % f %
Negatif
Positif
Total

Perilaku PMTCT
Persepsi Total PR P-
Kurang Baik Baik
Manfaat 95% CI Value
f % f % f %
Negatif
Positif
Total

Perilaku PMTCT
Persepsi Total PR P-
Kurang Baik Baik
Hambatan 95% CI Value
f % f % f %
Negatif
Positif
Total

Persepsi Perilaku PMTCT Total PR P-

92
Kurang Baik Baik
Ancaman 95% CI Value
f % f % f %
Negatif
Positif
Total

Isyarat Perilaku PMTCT


Total PR P-
untuk Kurang Baik Baik
95% CI Value
bertindak f % F % f %
Negatif
Positif
Total

3. Mengetahui hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan perilaku PMTCT pada


ibu hamil.
Dukungan Perilaku PMTCT
Total PR P-
Tenaga Kurang Baik Baik
95% CI Value
Kesehatan f % F % f %
Negatif
Positif
Total

C. Analisis Multivariat
Mengetahui variable yang paling berhubungan dalam perilaku PMTCT pada ibu
hamil.
Faktor yang berhubungan Perilaku Ibu p 95% CI
Hamil dalam program PMTCT value Lower Upper
Pengetahuan
Persepsi Kerentanan
Persepsi Keparahan
Persepsi Manfaat
Persepsi Hambatan
Persepsi Ancaman
Isyarat untuk bertindak
Dukungan tenaga kesehatan

93
94

Anda mungkin juga menyukai