Anda di halaman 1dari 84

ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN

OLEH BIDAN DAN PERAWAT DALAM PELAYANAN


RAWAT INAP DI RSIA KUSUMA PRADJA SEMARANG

PROPOSAL TESIS

Untuk memenuhi persyaratan


mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi
Administrasi Rumah Sakit

Oleh:
WAHYU NURSETIAWAN
NIM: 25010114410048

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN OLEH BIDAN DAN


PERAWAT DALAM PELAYANAN RAWAT INAP
DI RSIA KUSUMA PRADJA SEMARANG

Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Menyetujui
Pembimbing I

dr. Sudiro, MPH., Dr.PH


NIP. 195210251983011002

Pembimbing II

Dr.Dra.Chriswardani Suryawati, M.Kes


NIP. 196301241989022001

Mengetahui
Ketua Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dr.Dra.Chriswardani Suryawati, M.Kes


NIP. 196301241989022001
HALAMAN USULAN PENELITIAN

ANALISIS BUDAYA KESELAMATAN PASIEN OLEHBIDAN DAN


PERAWAT DALAM PELAYANAN RAWAT INAP
DI RSIA KUSUMA PRADJA SEMARANG

Bukti Pengesahan Hasil Revisi Proposal Penelitian Tesis


Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Pascasarjana

Telah diseminarkan pada tanggal 30 April 2018


setelah diadakan perbaikan, selanjutnya disetujui untuk dilakukan
penelitian

Tanda Tangan

Penguji I

Dr.dr.Ari Suwondo, MPH


NIP. 195709291986032001 _____________________________

Penguji II

Dr.Luky Dwiantoro, S.Kp.,M.Kep


NIP.19670120988031006 _____________________________

Pembimbing I

dr. Sudiro, MPH., Dr.PH


NIP. 195210251983011002 _____________________________

Pembimbing II

Dr.Dra.Chriwadani Suryawati ,M.Kes


NIP. 196605291992032001 _____________________________
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,

dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan

tesis yang berjudul “Analisis Budaya Keselamatan Pasien Oleh Bidan dan

Perawat dalam Pelayanan Rawat Inap di RSIA Kusuma Pradja Semarang”.

Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Magister Kesehatan Masyarakat pada Program Pasca

Sarjana Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi

Rumah Sakit Universitas Diponegoro Semarang.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan,

masukan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-

tingginya kepada :

1. Dr.Dra.Chriswardani Suryawati, M.Kes, selaku ketua program studi

Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro dan

pembimbing II yang telah memfasilitasi, meluangkan waktu, tenaga,

pikiran dan dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan

arahan kepada penulis dalam penyusunan proposal tesis ini.

2. dr.Sudiro, MPH.,Dr.PH selaku pembimbing I yang selalu memberikan

semangat dan penuh kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan

penulis dalam penyusunan proposal tesis ini.

3. Dr.dr.Ari Suwondo, MPH selaku penguji seminar proposal yang telah

memberikan masukan dan semangat dalam penyusunan proposal tesis

ini.
4. Hanifa Maher Denny, S.KM., MPH., Ph.D selaku penguji pada ujian tesis

yang telah memberikan masukan dan semangat dalam penyusunan

proposal tesis ini.

5. Dr.Luky Dwiantoro, S.Kp.,M.Kep selaku penguji seminar proposal dan

ujian tesis yang telah memberikan masukan dan semangat dalam

penyusunan proposal tesis ini.

6. Seluruh dosen Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Diponegoro yang telah memberikan ilmu yang

berharga bagi penulis.

7. RSIA Kusuma Pradja yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

melakukan penelitian.

8. Orang Tua, Istri, Anak-anak serta seluruh keluarga besar atas seluruh

cinta, kasih sayang dan do’a untuk penulis.

Penulis menyadari bahwa semua yang tertuang dalam proposal tesis ini

masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun sistematika

penulisannya. Oleh karena itu kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis

harapkan untuk kesempurnaan proposal tesis ini.

Semarang, Juni 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................ii

HALAMAN USULAN PENELITIAN............................................................iii

KATA PENGANTAR..................................................................................iv

DAFTAR ISI................................................................................................vi

DAFTAR TABEL........................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................x

DAFTAR SINGKATAN...............................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................5

C. Pertanyaan Penelitian.....................................................6

D. Tujuan Penelitian.............................................................6

E. Manfaat Penelitian...........................................................7

F. Keaslian Penelitian..........................................................7

G. Ruang Lingkup Penelitian................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan Pasien........................................................12

B. Budaya Keselamatan Pasien...........................................15

C. Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit..................21

D. Upaya Keselamatan Pasien di RSIA Kusuma Pradja......25

E. Kerangka Teori................................................................29
BAB III METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Penelitian..........................................30

B. Hipotesis Penelitian.......................................................31

C. Variabel Penelitian.........................................................31

D. Rancangan Penelitian....................................................31

1. Jenis Penelitian.........................................................31

2. Populasi dan Sampel Penelitian................................32

3. Metode Pengumpulan Data.......................................32

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian........................33

F. Instrumen Penelitian......................................................35

G. Pengolahan dan Analisis Data.......................................36

H. Jadwal Penelitian...........................................................39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..............................40

2. Analisis Deskriptif..........................................................43

3. Analisis Bivariat.............................................................61

4. Analisis Multivariat.........................................................63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan....................................................................65

2. Saran.............................................................................66

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................68
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ................................................................7

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Penelitian.................................33

Tabel 4.1 Distribusi Usia Responden di Rumah Sakit Ibu dan Anak......43

Tabel 4.2 Distribusi Lama Bekerja Responden di Rumah Sakit Ibu

dan Anak Kusuma Pradja.......................................................44

Tabel 4.3 Distribusi Kategori Frekuensi Pendidikan Responden di

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja Kota Semarang. .46

Tabel 4.5 Tabel frekuensipernyataan dari Budaya Keselamatan

Pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja............47

Tabel 4.6 Tabel Distribusi Frekuensi Kategori Budaya Keselamatan

Pasien....................................................................................49

Tabel 4.7 Tabel Frekuensi Pernyataan faktor yang mempengaruhi

(Persepsi)...............................................................................50

Tabel 4.8 Tabel Distribusi Frekuensi Pernyataan faktor yang

mempengaruhi (Koordinasi)...................................................52

Tabel 4.9 Tabel Distribusi Frekuensi Pernyataanfaktor yang

mempengaruhi (Keadilan)......................................................53

Tabel 4.10 Tabel Distribusi Frekuensi Kategori Faktor yang

Mempengaruhi.......................................................................54

Tabel 4.11 Tabel Distribusi Frekuensi Pernyataan Kategori Sumber

Daya (Man, Money, Material).................................................55

Tabel 4.12 Tabel Distribusi Frekuensi Kategori Ketersediaan Sumber

Daya.......................................................................................57
Tabel 4.13 Tabel Distribusi Pernyataan Kateg Upaya Pencegahan

KTD (Komunikasi)..................................................................58

Tabel 4.14 Tabel Distribusi Pernyataan Upaya Pencegahan KTD

(Pelaporan).............................................................................59

Tabel 4.15 Tabel Distribusi Kategori Upaya Pencegahan KTD................60

Tabel 4.16 Tabel Hasil Bivariat Budaya Keselamatan Pasien dengan

Upaya Pencegahan KTD........................................................61

Tabel 4.17 Tabel Hasil Bivariat Faktor yang Mempengaruhi dengan

Upaya Pencegahan KTD........................................................61

Tabel 4.18 Tabel Hasil Bivariat Ketersediaan Sumber Daya dengan

Upaya Pencegahan KTD........................................................62

Tabel 4.19 Ringkasan Hasil Uji Bivariat...................................................63

Tabel4.20 Tabel Budaya Keselamatan Pasien, Faktor yang

mempengaruhi dan ketersediaan Sumber daya (Man,

Money, Material) terhadap Upaya Pencegahan KTD.............63


DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teori ....................................................29

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ................................30


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul Lampiran

Lampiran 1 Ethical Clearance

Lampiran 2 Ijin Penelitian

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Analisis data


DAFTAR SINGKATAN

AE : Adverse Event

KNC : Kejadian Nyaris Cedera

KTC : Kejadian Tak Cedera

KTD : Kejadian Tak Diinginkan


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan

profesional yang sangat kompleks karena padat modal, padat teknologi,

padat karya, padat profesi, padat sistem dan padat mutu serta padat risiko

sehingga sangat memungkinkan terjadi Kejadian Tak Diinginkan (KTD)

yang dapat berakibat pada terjadinya cedera bahkan sampai pada

kematian pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnosis,

tahap pengobatan, tahap preventif, serta monitor dan follow up yang tidak

adekuat atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi

serta kegagalan alat atau sistem yang lain.

Patient Safety atau keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang

membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil. Banyak kesalahan medis yang dikaitkan dengan

budaya patient safety. Kesalahan medis atau yang sering disebut insiden

adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah

pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris

Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian Potensial

Cedera (KPC).

Fokus terhadap keselamatan pasien ini didorong oleh masih tingginya

angka Kejadian Tak Diinginkan (KTD) / Adverse Event (AE) di rumah

1
2

sakitbaik secara global maupun nasional.Pada tahun 2000 Institute of

Medicine di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang mengagetkan

banyak pihak: “To Err Is Human, Building a Safer Health System”. Laporan

itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta

New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event) sebesar

2,9% dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD

adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian

akibat KTD pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah

33,6% juta per tahun berkisar 44.000–98.000 pertahun. Publikasi WHO

pada tahun 2004, mengumpulkan angka–angka penelitian rumah sakit di

berbagai negara: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan

KTD dengan rentang 3,2–16,6%. Dengan data–data tersebut, berbagai

negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem

Keselamatan Pasien.

KTD yang terjadi di berbagai negara diperkirakan sekitar 4.0-16.6 %

dan hampir 50% di antaranya diperkirakan adalah kejadian yang dapat

dicegah. Di Indonesia data KTD masih sulit diperoleh secara lengkap dan

akurat, tetapi dapat diasumsikan tidaklah kecil.Tingkat kesalahan

pengobatan (medication error) di Indonesia cukup tinggi, hal ini dibuktikan

oleh studi yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada antara tahun 2001-2003 menunjukkan bahwa kesalahan pengobatan

mencapai angka 5,07%, sebanyak 0,25% berakhir fatal hingga kematian.

Kesalahan pengobatan dan efek samping obat terjadi pada rata-rata 6,7%

pasien yang masuk rumah sakit, diantara kesalahan tersebut 25%-50%

dapat dicegah.Akibat KTD ini diindikasikan menghabiskan biaya yang

sangat mahal baik bagi pasien maupun sistem layanan kesehatan.


3

Upaya keselamatan pasien yang dapat dilakukan untuk menekan KTD

di rumah sakit adalah dengan menciptakan atau membangun budaya

keselamatan (safety culture). Budaya keselamatan pasien merupakan

langkah pertama dalam langkah-langkah mencapai keselamatan pasien

seperti yang tercantum dalam “Tujuh Langkah Menuju KP RS” di

Indonesia. Budaya keselamatan pasien adalah persepsi dikalangan

anggota organisasi untuk melindungi pasien dari kesalahan tatalaksana

maupun cidera akibat intervensi. Persepsi ini meliputi kumpulan norma,

standar, profesi, kebijakan, komunikasi dan tanggung jawab terhadap

keselamatan pasien.Budaya keselamatan pasien di suatu rumah sakit

dapat diketahui dengan melakukan kajian evaluasi untuk mengetahui

seberapa jauh budaya keselamatan di suatu rumah sakit. Menurut Agency

of Research and Quality (AHRQ) dalam menilai budaya keselamatan

pasien di rumah sakit terdapat beberapa aspek dimensi yang perlu

diperhatikan, yaitu: harapan dan tindakan manajer dalam mempromosikan

keselamatan pasien, pembelajaran berkelanjutan, kerjasama dalam unit,

keterbukaan komunikasi, umpan balik terhadap kesalahan, respon tidak

menyalahkan, staf yang adekuat, persepsi secara keseluruhan, dukungan

manajemen, kerjasama tim antar unit, pemindahan pasien dan frekuensi

pelaporan.

Menurut Permenkes Nomor 1961 membangun budaya keselamatan

pasien di rumah sakit merupakan kewajiban dan tanggung jawab seluruh

staf yang bekerja di rumah sakit, terutama adalah para tenaga medis yang

berhubungan langsung dengan pasien seperti dokter, bidan dan perawat.

RSIA Kusuma Pradja merupakan salah satu rumah sakit ibu dan anak

yang mulai memberikan perhatian pada mutu pelayanan rumah sakit

terutama terkait dengan keselamat pasien. Data dari pihak


4

manajemenpada tahun 2018, Perawat dan Bidan sebagai salah satu

tenaga kesehatan yang mempunyai jumlah yang dominan di RSIA Kusuma

Pradjayaitu sebesar 50-70% dari jumlah tenaga kesehatan yang ada.

Menurut hasil survey dan wawancara Tim Audit RSIA Kusuma Pradja

yang telah dilakukan pada bulan september 2017 padasetiap

bagian,persentase terjadinya KTD pada tahun 2015berjumlah 5 kasus (10

%). dimana 3 kasus (5 %) penyebabnya dikarenakan faktor kurangnya

kesadaran (care)perawat dan bidan di RSIA Kusuma Pradjaterhadap

pasien, 2 kasus (2 %) dikarenakan kurangnya komunikasi antara dokter,

bidan dan perawat. Sementara pada tahun 2016 dan 2017 terjadi angka

peningkatan kasus KTD dimana total kasusnya 8 kasus (15 %)..

Keselamatan pasien adalah prioritas utama dan harus segera

dilaksanakan di rumah sakit karena dapat menyebabkan cedera langsung

kepada pasien, juga terkait dengan kualitas dan citra rumah sakit serta

standar pelayanan yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait dengan

standar akreditasi. Kunci pencegahan cedera dalam pelayanan

keselamatan pasien adalah identifikasi risiko. Hal ini sangat tergantung

pada budaya kepercayaan, kejujuran, integritas, dan keterbukaan

berkomunikasi dalam sistem asuhan keperawatan.

Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat

dan berdasarkan uraian latar belakang tersebutpenulis tertarik untuk

menganalisis budaya keselamatan pasien pada bidan dan perawat dalam

upaya mencegah terjadinya Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada instalasi

pelayanan rawat inap di RSIA Kusuma PradjaSemarang.


5

B. Rumusan Masalah

Program keselamatan pasien merupakan salah satu bagian dari unsur

pelayanan rumah sakit RSIA Kusuma Pradja yang digunakan untuk

langkah dalam mencapai visi dan misi RSIA Kusuma Pradja. Tujuan dari

program keselamatan rumah sakit adalah untuk menciptakan budaya

keselamatan rumah sakit pada bidan dan perawat, meningkatnya

akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya

KTD di rumah sakit dan terlaksananya program-program.

Program keselamatan pasien adalahsalah satu program RSIA Kusuma

Pradja yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam hal ini adalah bidan

dan perawat yang bertujuan untuk untuk meminimalisir KTD. Namun dalam

pelaksanaannya masih ditemukan masalah seperti salah dalam

memberikan obat dan tindakan kepada pasien, tidak melakukan tindakan

sesuai dengan SOP, salah dalam identifikasi pasien,masih ada kejadian

yang terlambat dilaporkan dan tidak melaporkan kesalahan yang dilakukan

dalam penanganan pasien, masih terdapat pandangan KTD yang terjadi

mutlak merupakan kesalahan bidan serta respon tidak cepat tanggap

manajemen setelah adanya KTD di RSIA Kusuma Pradja.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti tertarik untuk

menganalisis pengaruh budaya keselamatan pasien pada bidan dan

perawat yang meliputi budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya

pelaporan dan budaya pembelajaran dalam upaya mencegah terjadinya

Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada instalasi pelayanan rawat inap di

RSIA Kusuma PradjaSemarang.


6

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, rumusan pertanyaan pada

penelitian ini adalah “Apakah budaya keselamatan pasien pada pada bidan

dan perawat berpengaruh pada upaya mencegah terjadinya Kejadian Tidak

Diinginkan (KTD) pada instalasi pelayanan rawat inap di RSIA Kusuma

PradjaSemarang?”.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh budaya keselamatan pasien, faktor yang

mempengaruhi dan ketersediaan sumber daya (Man, Money, Material)

terhadap upaya pencegahan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada

instalasi pelayanan rawat inap di RSIA Kusuma Pradja Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mendeskripsikan budaya keselamatan pasien, faktor yang

mempengaruhi, ketersediaan sumber daya (Man, Money, Material)

dan upaya pencegahan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) pada

instalasi pelayanan rawat inap di RSIA Kusuma PradjaSemarang.

b. Menganalisis hubungan antara budaya keselamatan pasien dengan

upaya pencegahan KTD pada instalasi pelayanan rawat inap di

RSIA Kusuma Pradja.

c. Menganalisis hubungan antara faktor yang mempengaruhi dengan

upaya pencegahan KTD pada instalasi pelayanan rawat inap di

RSIA Kusuma Pradja.

d. Menganalisis hubungan antara Ketersediaan Sumber Daya

( Man,Money,Material) dengan upaya pencegahan KTD pada

instalasi pelayanan rawat inap di RSIA Kusuma Pradja.


7

e. Menganalisis pengaruh secara bersama – sama antara budaya

keselamatan pasien, faktor yang mempengaruhi dan Ketersediaan

Sumber daya (Man,Money,Material) terhadap upaya pencegahan

KTD pada instalasi pelayanan rawat inap di RSIA Kusuma Pradja.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi pihak RSIA Kusuma PradjaSemarang

Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit, terutama tim PMKP
(Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien) dan SKP (Standard
Keselamatan Pasien) agar dapat menjaga mutu pelayanan kesehatan
rumah sakit agar tetap baik.
2. Akademis

Memberikan sumbangan penelitian ilmiah yang diharapkan bagi peneliti

lain untuk meneliti lebih dalam tentang budaya keselamatan pasien dan

mutu pelayanan kesehatan rumah sakit.

3. Bagi penulis

Dapat memberikan tambahan pengetahuan dan memperluas khasanah

mengenai ilmu-ilmu manajemen yang berhubungan dengan budaya

keselamatan pasien, standar keselamatan pasien dan peningkatan

mutu keselamatan pasien.

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti / Judul Metode Hasil


Tahun
Ulku A Survey of The Penelitian ini Hasil penelitian ini
Yapucu, Patient Safety merupakan adalah skor
8

Oznur Culture of Hospital penelitian komposit tertinggi


Gurlek, Nurses in Turkey kuantitatif. diantara 12
Munevver Pengambilan dimensi patient
Sonmez. data dengan safety adalah
(2015) menggunakan variabel kerja
kuesioner sama tim dalam
berdasarkan unit dan kemudian
HSOPCS pembelajaran
dengan jumlah organisasi,
sampel 554 sedangkan skor
orang perawat. terendah pada
variabel sanksi
terhadap
kesalahan dan
frekuensi
pelaporan
kejadian.
Elizabeth Patient Safety in Penelitian ini Hasil penelitian
Van Den Practical Nurses merupakan menunjukkan
Kerkhof, Education: A-Cross penelitian tingkat respons
Nancy Sectional Survey of kuantitatif, survey sebesar
Sears, Dana Newly Registered pengambilan 28,4%. Skor rata-
S.Edge, Practical Nurses in data dilakukan rata
Deborah, Canada dengan survey menunjukkkan
Liane. online dan adanya tingkat
(2015) wawancara kesadaran yang
langsung. tinggi dalam
Responden pada kompetensi
penelitian ini keselamatan
adalah perawat pasien (b.4/5).
dari College of
Nurses Ontario.

Dr Karen Patient-Centred Based on Recent national


Luxford Care: Improving Preliminary work health reform
(2010) Quality and Safety undertaken on arrangements
by Focusing Care consumer (such as the
on Patients and engagement Performance and
Consumers funded by the Accountability
Australian Framework of the
Commission on 2010 National
Safety and Health and
Quality in Health Hospitals Network
Care (ACSQHC) Agreement)
and should be provide further
considered in the incentives to
context of the improve patient-
ACSQHC’s centred care by
development of linking it to
a National Safety performance and
and Quality funding. Another
9

Framework and driver for


the National improving patient-
Safety and centred care is the
Quality establishment of a
Healthcare National
Service Performance
Standards. Authority to report
transparently on a
range of
performance
indicators,
including ‘patient
satisfaction’ for
every Local
Hospital Network,
public hospital,
private hospital
and primary
healthcare
organisation.
Diny Analisis Budaya Penelitian ini Penerapan
Vellyana Keselamatan menggunakan budaya
(2015) Pasien Dalam pendekatan keselamatan
Pelayanan mixed methods pasien di RS PKU
Kesehatan Di Rs research yaitu Muhammadiyah
Pku metode dalam kategori
Muhammadiyah kuantitatif cukup dengan
Unit II Gamping dengan nilai mean
pendekatan sebesar 74.09.
cross sectional Terdapat
dan metode Gap/perbandingan
kualitatif dengan pelaporan antara
pendekatan studi TIM KPRS dan
kasus (case hasil penelitian di
study) dengan lapangan serta
rancangan hambatan dalam
penelitian penerapan
deskriptif . budaya
keselamatan
pasien di RS PKU
Muhammadiyah
Unit II yang
berasal dari
dukungan
manajemen yang
masih belum
optimal, tingginya
jam kerja dan
beban kerja yang
tidak sesuai.
10

Berdasarkan tabel di atas bahwa aspek yang berbeda antara

penulis dengan penelitian-penelitian yang lain terletak pada fokus

penelitian dan permasalahan yang diangkat. Penelitian Ulku Yapucu

dan Oznur gurlek, permasalahan yang diangkat adalah mengenai hasil

skor dan survey pada Patient safety di RS di Turki.

Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Van Den Kerkhof dkk pada

tahun 2015, permasalahan yang diangkat berhubungan pada tingkat

kesadaran keselamatan pasien pada RS pendidikan di Canada, begitu pula

penelitian yang dilakukan oleh Diny Vellyana yang lebih membahas mengenai

nilai penerapan dan hambatan pada budaya keselamatan pasien di RS PKU

Muhammadiyah.

Sedangkan pada penelitian penulis, permasalahan yang diangkat

mengenai budaya keselamatan pasien yang dilakukan oleh bidan dan perawat

dalam upaya pencegahan terjadinya kejadian tidak diinginkan pada Instalasi

rawat Inap di RSIA Kusuma Pradja Semarang.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi oleh:

1. Lingkup waktu

Waktu pelaksanaan penelitian akan diselenggaran pada bulan Mei

2019.

2. Lingkup tempat

Penelitian ini dilakukan di RSIA Kusuma Pradja Kota Semarang.


11

3. Lingkup materi

Materi penelitian dari teori, konsep maupun jurnal patient safety baik

nasional maupun internasional dan juga materi dari perkuliahan MIKM

Administrasi Rumah Sakit.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Keselamatan Pasien

1. Definisi keselamatan pasien

The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan

pasien sebagai freedom from accidental injury. Keselamatan pasien

(Patient Safety) merupakan pencegahan dan perbaikan dari kejadian

yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera dari proses pelayanan

kesehatan. Keselamatan pasien rumah sakit adalah sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pelayanan kesehatan pasien lebih aman

dan diharapakan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan

oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Sistem yang

dimaksud meliputi; penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis

insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko.

2. Tujuan keselamatan pasien

Tujuan keselamatan pasien menurut Departemen Kesehatan

RI adalah sebagai berikut:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat

c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit


13

d. Terlaksanannya program-program pencegahan sehingga tidak

terjadi pengulangan KTD.

3. Insiden keselamatan pasien

Kegiatan perawatan medis tidak selalu dapat menghasilkan

outcome positif yang diharapkan namun dapat menghasilkan beberapa

kemungkinan outcome termasuk insiden keselamatan pasien.

Berdasarkan Permenkes RI No 1961 terdapat 3 jenis insiden

keselamatan pasien diantaranya adalah:

a. Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau adverse events adalah

insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. KTD juga

diartikan sebagai cedera yang tidak dikehendaki atau komplikasi

yang menghasilkan kecacatan, kematian atau periode perawatan

yang diperlama.Selanjutnya KTD didefinisikan secara lebih spesifik

sebagai sebuah outcome merugikan bagi pasien dimana outcome

tersebut berasal dari manajemen mesid yang diterima pasien dan

bukan dari penyakit dasar yang diderita pasien.

b. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) atau near miss adalah terjadinya

insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.

c. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar

ke pasien tapi tidak cedera.

d. Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat

berpotensi untuk menimbulkan cedera tetapi belum terjadi insiden.

e. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian

atau cedera yang serius.

4. Standar keselamatan pasien


14

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini

mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan

oleh Joint Commission on Accreditation of Health Organizations,

Illinois, USA yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumah

sakitan di Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari

tujuh standar yaitu:

a. Hak pasien

Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan

informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk

kemungkinan terjadinya insiden.

b. Mendidik pasien dan keluarga

Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang

kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam

kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga

dan antar unit pelayanan.

d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien

Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki

proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui

pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan

melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta

keselamatan pasien.

e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien


15

g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai

keselamatan pasien.

B. Budaya Keselamatan Pasien

1. Definisi budaya keselamatan pasien

Budaya keselamatan pasien adalah produk dari nilai,sikap,

persepsi, kompetensi, dan pola tingkah laku dari individu atau

kelompok yang menentukan komitmen, gaya, kecakapan dari suatu

organisasi kesehatan dan manajemen keselamatan.Organisasi

dengan budaya keselamatan pasien yang positif mempunyai

komunikasi yang saling terbuka dan percaya, persepsi yang sama

mengenai pentingnya keselamatan pasien, dan pengukuran efetivitas

suatu pencegahan.

2. Komponen budaya keselamatan pasien

AHRQ menilai budaya keselamatan pasien dalam 12 dimensi,

yaitu:

a. Persepsi keseluruhan terhadap keselamatan pasien

Persepsi adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang

dalam memahami tentang lingkungannya baik lewat penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Muchlas

mengatakan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan dimensi persepsi

meliputi sikap, motif, interest, pengalaman masa lalu dan

ekspektasi. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan

oleh cahyono bahwa nilai dan keyakinan harus dibangun untuk

memberikan rasa nyaman pada petugas dalam melakukan

pekerjaan termasuk budaya keselamatan pasien.


16

b. Frekuensi pelaporan kejadian

Pelaporan insiden keselamatan pasien adalah suatu sistem

untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien,

analisis dan solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan akan

mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan

bahaya/potensi bahaya yang dapat terjadi kepada pasien.

Pelaporan juga digunakan untuk memonitor upaya pencegahan

terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong

dilakukannya investigasi selanjutnya. Pelaporan tidak bertujuan

untuk mencari kesalahan petugas tetapi untuk dijadikan sebagai

usaha perbaikan pelayanan kesehatan dalam suatu Rumah sakit.

Berikut tipe-tipe kesalahan yang dilaporkan: Kesalahan yang

ditemukan dan diperbaiki sebelum mempengaruhi pasien,

Kesalahan yang tidak berpontensi merugikan pasien, Kesalahan

dimana pasien tidak dirugikan walaupun seharusnya memiliki

potensi untuk merugikan pasien.

c. Harapan dan tindakan manajer dan supervisor dalam

mempromosikan keselamatan pasien (Supervisi)

Dalam suatu organisasi peran pemimpin sangat dominan

dalam menentukan kegagalan dan keberhasilan suatu organisasi.

Pada dimensi ini mengarah kepada kemampuan pemimpin dalam

melaksanakan fungsi controlling dan evaluating melalui kegiatan

supervisi sehingga bisa mengetahui apakah segala sesuatunya

berjalan sesuai dengan aturan serta untuk mengetahui


17

permasalahan yang terjadi beserta mencari solusinya (Swanberg,

1996).

Perubahan memerlukan kepemimpinan, komitmen, visi yang

kuat dan kemampuan mengkomunikasikan visi dan kemampuan

membentuk serta melatih agen perubahan. Pimpinan rumah sakit

harus mampu menciptakan budaya yang tidak menyalahkan pada

setiap kejadian kesalahan, sehingga staf merasa aman ketika

melaporkan kejadian kesalahan dan belajar dari setiap kesalahan

yang terjadi.

Supervisor atau manajer mempertimbangkan saran pegawai

untuk meningkatkan keselamatan pasien, memuji pegawai ketika

pegawai mengikuti prosedur keselamatan pasien dan tidak

mengabaikan masalah keselamatan pasien.

d. Pembelajaran organisasi yang terorganisir dan perkembangan

berkelajutan

Kesalahan-kesalahan yang terjadi akan menggiring menuju

pada perubahan yang positif dan perubahan yang terjadi akan

selalu dievaluasi efektifitasnya. Proses belajarakan terjadi dengan

adanya perubahan perilaku. Pada organisasi pembelajar anggota

organisasi memahami pentingnya kelangsungan pembelajaran yang

dilaksanakan secara menyeluruh dan terus-menerus.

e. Kerjasama intra unit/kerjasama dalam satu unit

Dimensi keja sama intra bagian merupakan pendukung

terwujudnya budaya keselamatan pasien di rumah sakit, apabila

terbentuk kerja sama yang solid antar staf dan antar tim. Dimensi ini
18

merupakan karakteristik yang berfungsi baik pada proses

pengambilan keputusan maupun pengambilan kebijakan.Individu

dalam satu unit saling mendukung, saling menghormati, dan bekerja

sebagai satu tim sehingga dapat tercipta lingkungan kerja yang

kondusif.

f. Keterbukaan dan komunikasi

Dimensi keterbukaan komunikasi sangat diperlukan guna

membangun budaya keselamatan pasien. Staf mempunyai

kebebasan mengemukakan pendapat apabilamenjumpai sesuatu

yang bisa berdampak negative pada seorang pasien dan merasa

bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan lebih berani.

Komunikasi adalah pemindahan informasi yang bisa dimengerti dari

satu orang atau kelompok kepada orang atau kelompok lainnya.

Rasa saling percaya adalah syarat untuk menumbuhkan kerja sama

dan komunikasi yang baik.

Pegawai bebas menyampaikan pendapat bila melihat hal yang

dapat secara negatif mempengaruhi pasien dan bebas bertanya

kepada orang yang jabatanya lebih tinggi.

g. Umpan balik/timbal balik dan komunikasi tentang kesalahan

Pegawai diberitahu tentang kesalahan yang telah terjadi,

diberikan umpan balik tentang perubahan yang telah dilakukan, dan

ada diskusi mengenai cara mencegah kesalahan.komunikasi

terbuka tentang insiden dengan pasien dan keluarga, pasien dan

keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden, dukungan,


19

pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka

kepada pasien dan keluarga dalam seluruh proses asuhan pasien.

h. Sanksi/respon tidak meghukum terhadap kesalahan

Diwujudkannya dimensi sanksi kesalahan merupakan wujud

untuk melakukan evaluasi dan koreksi terhadap kesalahan yang

dilakukan oleh petugas, bukan sebagai alat untuk mencari

kesalahan. Sehingga kesalahan yang dilakukan diharapkan

dijadikan sebagai pelajaran berharga dan sanksi yang diberikan

sebagai efek jera sehingga tidak mengulang kesalahan yang sama

atau melakukan kesalahan lainnya.Pegawai merasa tidak

dipojokkan oleh kesalahan yang mereka lakukan.

i. Staf/Pegawai

Untuk mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien

diperlukan jumlah staf yang cukup untuk menangani beban kerja

dan jam kerja sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan

terbaik terhadap pasien.

j. Dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien

Manajemen membuat suasana kerja yang mendukung

keselamatan pasien dan menunjukan bahwa keselamatan pasien

adalah prioritas utama.

Dimensi dukungan manajemen adalah manajemen rumah sakit

menyediakan iklim kerja yang mendukung keselamatan pasien dan

menunjukkan bahwa keselamatan pasien adalah prioritas. DepKes

telah menyusun standar keselamatan pasien yang terdiri dari 7


20

standar, peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan

pasien tertuang pada standar 5 yaitu: (1) Pimpinan mendorong dan

menjamin implementasi program keselamatan pasien secara

terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah

menuju Keselamatan Pasien”, (2) Pimpinan menjamin

berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko

keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi KTD,

(3) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan

koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan

keputusan tentang keselamatan pasien, (4) Pimpinan

mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,

mengkaji dan meningkatkan kinerja Rumah sakit serta

meningkatkan keselamatan pasien, (5) pimpinan mengukur dan

mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja

rumah sakit dan keselamatan pasien.

k. Kerja sama antar unit/bagian

Unit-unit yang ada bekerja sama dan saling berkoordinasi

dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.Setiap

unit/bagian saling bekerjasama dan berkoordinasi untuk

memberikan perawatan yang terbaik untuk pasien. Masalah

keselamatan pasien adalah masalah sistem, komponen demi

komponen tidak dapat dipisah-pisahkan melainkan sebagai suatu

sistem antar komponen saling berinteraksi dan berkoordinasi secara

sinergis. Cleaned mengatakan sistem adalah kumpulan bagian-

bagian yang salingtergantung dan berinteraksi secara teratur dan

membentuk kesatuan yang utuh .


21

l. Pemindahan (Handoff) dan pergantian/transisi

Penerapan kerja sama antar bagian akan sangat dibutuhkan

pada dimensi pemindahan dan pergantian. Pada dimensi ini akan

melibatkan satu atau lebih unitkerja, apabila dalam proses tersebut

tercipta suasana kerja sama yang baik makapelimpahan pasien

atau transfer informasi dapat berjalan dengan lancar. Informasi

penting tentang perawatan pasien disampaikan ketika ada

penggantian shift dan perpindahan unit.

C. Budaya Keselamatan Pasien di Rumah Sakit

1. Langkah keselamatan pasien

Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah

sakit harus merancang program keselamatan pasien dengan

memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja

melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif setiap

kejadian keselamatan pasien, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja staf. Proses perancangan tersebut harus

mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien,

petugas pelayanan kesehatan, ketentuan klinis terkini, praktik bisnis

yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien

sesuai dengan ” Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.

Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh

langkah keselamatan pasien rumah sakit sesuai dengan ”Buku

Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit” sebagai berikut:


22

a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien.Langkah pertama

ini dilakukan dengan menciptakan kepemimpinan dan budaya yang

terbuka dan adil dalam segala aspek pelayanan rumah sakit.

b. Pimpin dan dukung staf rumah sakit. Langkah kedua ini dilakukan

dengan membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas

tentang keselamatan pasien di rumah sakit.

c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Langkah ketiga ini

dilakukan dengan mengembangkan sistem dan proses pengelolaan

risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal yang potensial

bermasalah.

d. Kembangkan sistem pelaporan. Langkah keempat ini dilakukan

dengan memastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan

kejadian/ insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS).

e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Langkah kelima ini

dilakukan dengan mengembangkan cara-cara komunikasi yang

terbuka dengan pasien.

f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien.

Langkah keenam ini dilakukan dengan mendorong stafuntuk

melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan

mengapa kejadian itu timbul.

g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Langkah ketujuh ini dilakukan dengan menggunakan informasi yang

ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan pada

sistem pelayanan.
23

2. Perilaku keselamatan pasien

Perilaku mencakup 3 domain yakni: pengetahuan (knowledge),

sikap (attitude) dan tindakan/praktik (practice). Untuk melakukan

pengamatan terhadap perilaku yang dilakukan petugas kesehatan

terkait dengan keselamatan pasien juga didasarkan pada domain

tersebut. Berikut adalah penjelasan secara rinci terkait perilaku

keselamatan pasien:

a. Pengetahuan tentang keselamatan pasien (patient safety)

Pengetahuan tentang keselamatan pasien mencakup apa yang

diketahui oleh seseorang tentang keselamatan pasien yang

meliputi:

1) Pengetahuan tentang risiko yang bisa terjadi bila tidak

menerapkan program keselamatan pasien.

2) Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan atau

mempengaruhi keselamatan pasien.

3) Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan yang tersedia.

4) Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan dan kesalahan.

b. Sikap tentang keselamatan pasien (patient safety)

Sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak. Sikap belum

tentu terwujud dalam tindakan. Sikap tentang keselamatan pasien

adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan keselamtan pasien yang mencakup sekurang-

kurangnya 4 variabel berikut:

1) Sikap terhadap risiko yang bisa terjadi bila tidak menerapkan

patient safety
24

2) Sikap tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi

keselamatan pasien

3) Sikap tentangfasilitas pelayanan yang tersedia

4) Sikap untuk menghindari kecelakaan dan kesalahan

c. Praktik tentang keselamatan pasien (patient safety)

Praktik/tindakan tentang keselamatan pasien adalah semua

kegiatan atau aktivitas seseorang dalam rangka keselamatan

pasien yang meliputi:

1) Tindakan yang berkaitan dengan risiko yang bisa terjadi bila

tidak menerapkan patient safety

2) Tindakan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang terkait dan

atau mempengaruhi keselamatan pasien

3) Tindakan yang berkaitan dengan fasilitas pelayanan yang

tersedia

4) Tindakan untuk menghindari kecelakaan dan kesalahan

3. Peran bidan dan perawat dalam menerapkan budaya keselamatan

pasien

Sebagai pemberi pelayanan, bidan dan perawat harus

mematuhi standar pelayanan dan SOP yang telah ditetapkan.

Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian layanan.

Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan

yang diberikan. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal

dalam pemberian pelayanan kesehatan. Menerapkan komunikasi yang

baik terhadap pasien dan keluarganya. Peka, proaktif dan melakukan


25

penyelesaian masalah terhadap KTD. Mendokumentasikan dengan

benar semua asuhan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

Kewajiban petugas kesehatan dalam hal ini bidan dan perawat

secara umum adalah mencegah malpraktek dan kelalaian dengan

memenuhi standar, melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan

kompetensi, menjalin hubungan empati dengan pasien,

mendokumentasikan secara lengkap asuhan, teliti, obyektif dalam

kegiatan, mengikuti peraturan dan kebijakan institusi, peka terhadap

terjadinya cidera.

D. Upaya Keselamatan Pasien di RSIA Kusuma Pradja

Upaya keselamatan pasien di RSIA Kusuma Pradja adalah dengan

menerapkan 7 langkah keselamatan pasien. Langkah tersebut adalah:

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien

Berdasarkan fakta yang ada didapatkan bahwa dalam setiap

insiden yang terjadi selalu dicari akar masalah dan tidak menyalahkan

personal pelaku, berusaha tidak melakukan punishment tetapi

memberikan pengarahan dan pembinaan kepada pelaku. Tim PMKP

RSIA Kusuma Pradja menghimbau agar dapat melakukan usaha

menumbuhkan budaya berani melapor insiden yang terjadi dan

dilakukan assessment keselamatan pasien ketika pasien mulai masuk.

Hal ini diperkuat dengan teori Cahyono bahwa nilai dan

keyakinan yang harus dibangun meliputi pelaporan dan pembahasan

setiap kejadian kesalahan (KTD) tanpa bersikap menyalahkan, bekerja

secara tim, melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan,

memandang suatu permasalahan dalam kerangka sistem, berani


26

mengungkapkan kesalahan yang terjadi.Sehingga akan berdampak

pada rasa nyaman petugas saat melaporkan insiden karena

pemahaman bahwa dalam setiap insiden yang terjadi selalu dicari akar

permasalahan bukan semata-mata menyalahkan pelaku.

Tim harus mendiskusikan pengalaman dari hasil analisis

insiden. Diskusi dan pertemuan secara rutin mempengaruhi

pengetahuan staf tentang sejauh mana perkembangan pelaksanaan

pasien safety dan sebagai sarana berbagi pengalaman tentang insiden

disetiap bagian.

2. Membangun komitmen dan fokus yang jelas tentang keselamatan

pasien

Direksi ikut bertanggung jawab dalam komitmen manajemen

ditunjukan dengan pengetahuan direksi mengenai pasien safety,

kemauan direksi untuk mencanangkan gerakan pasien safety dan

dukungan terhadap pasien safety. Selain itu pihak manajemen telah

mempunyai SOP terkait dengan upaya patient safety bagi bidan dan

perawat dalam melakukan penanganan pada pasien.

3. Membangun sistem dan proses manajemen resiko serta melakukan

identifikasi dan penilaian terhadap potensial masalah.

Upaya ini meliputi disediakannyahand wash dan hand sanitizer

di setiap lantai, terdapat pengaman karet disetiap turunan jalan untuk

membawa pasien, hand rail di kamar mandi, pemberian gelang

identitas untuk pasien yang memiliki potensi resiko tinggi celaka.

Petugas berkomitmen menggunakan alat pelindung diri seperti sarung

tangan dan masker, penempatan pasien yang berpotensi menulari


27

penyakit dengan ditempatkan di ruang isolasi, menilai kondisi pola

kuman di ruang pelayanan, ruang bedah dan laboratorium setiap enam

bulan sekali dan pengecekan kualitas air dan limbah.

4. Membangun sistim pelaporan

Laporan insiden meliputi KTD, KNC, KTC, KPC dan Sentinel.

Pelaporan insiden dilaporkan tidak lebih dari 2x24 jam, insiden dengan

great hijau dan biru penyelesaianya diserahkan ke unit masing-

masing, untuk great kuning dan merah langsung dilaporkan ke direksi,

untuk laporan rutin dilakukan setiap tiga bulan sekali dan disampaikan

ke direksi. Sistem pelaporan ke KKPRS atau PERSI dilakukan setiap

satu bulan sekali.

Sistem pelaporan yang menjadi acuan RSIA Kusuma Pradja

adalah pelaporan yang ideal, yaitu pelaporanyang tidak menghukum,

menjaga kerahasiaan, tepat waktu, dianalisis oleh ahli dan berorientasi

pada sistem, hasil laporan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran,

menentukan skala prioritas pemecahan masalah, memonitoring,

evaluasi kegagalan atau keberhasilan suatu program.

5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien

Semua tindakan yang berhubungan dengan pasien ada

PROTAP yang mengisyaratkan pasien safety, sebagai contoh ketika

melakukan tindakan injeksi kepada pasien maka diharuskan untuk

mengenali terlebih daluhu obat yang akan diinjeksikan,

mengidentifikasi dan memverifikasi pasien mulai dari nama, status dan

jenis keluhannya. PROTAP memungkinkan petugas kesehatan

melaksanakan pelayanan sesuai dengan yang seharusnya diberikan.


28

Ketika terjadi insiden maka pasien dan keluarga berhak

mengetahui, cara penyampaian secara langsung dengan budaya

Semarang, permintaan maaf dengan semboyan bahwa ‘pasien selalu

benar’, mengkomunikasikan dengan bahasa yang pasien dan keluarga

bisa menangkap dengan baik dan secara terbuka. RSIA Kusuma

Pradja berusaha menanamkan pengertian bahwa dalam upaya

perbaikan pelayanan dan asuhan yang aman maka budaya

menyalahkan harus dihilangkan sehingga petugas bisa terbuka,

menanamkan pengertian kepada petugas dalam setiap insiden wajib

untuk dilaporkan dan bersama-sama mencari akar permasalahan dan

bukan dengan menghakimi pelaku.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan

melakukan analisis akar masalah

Analisis insiden dilakukan dengan RCA dan dicari akar

permasalahan dengan 5 W yaitu what, why, who, when, where,

mencari akar permasalahan, mencari jalan keluar dengan perubahan

sistem agar kejadian tidak terulang kembali.

7. Mencegah cedera melalui implementasi sistim keselamatan pasien

dengan menggunakan informasi yang ada

Rumah sakit menentukan solusi dengan informasi dari sistem

pelaporan, penilaian risiko, kajian insiden, audit serta analisis sehingga

seharusnya dilakukan audit internal di setiap bagian untuk memantau

perkembangan pelaksanaan pasien safety.


29

E. Kerangka Teori

Berdasarkan konsep yang telah diuraikan diatas maka kerangka teori

terkait dengan budaya keselamatan pasien terkaitupaya pencegahan

kejadian tidak diinginkan (KTD) pada bidan dan perawat adalah:

Karakteristik
Individu
1. Usia
2. Pendidikan
3. Masa kerja Faktor yang
mempengaruhi
SDM 1. Sikap
2. Persepsi Upaya Pencegahan
1. Pengetahu 3. Kompetensi KTD
an 4. perilaku
2. Sikap 1. Menerapkan teknik
3. Motivasi mencuci tangan
4. Persepsi dengan benar
5. Praktik 2. Identifikasi pasien
Dimensi Budaya secara tepat
Organisasi Keselamatan Pasien 3. Melakukan
komunikasi efektif
1. Kepemimpi 1. Persepsi Budaya pada pasien
nan 2. Frekuensi pelaporan 4. Memastikan
2. Kebijakan 3. Supervisi kebenaran obat
3. SOP 5. Menggunakan
4. Pembelajaran
4. Supervisi peralatan yang steril
organisasi 6. Verifikasi advis
5. Sarana
prasarana 5. Kerjasama intra 7. Dokumen
6. Pelatihan bagian terintegrasi
6. Keterbukaan dan 8. Pembentukan
komunikasi komite keselamatan
7. Umpan balik pasien
9. Pemisahan linen
kesalahan
infeksius
8. Sanksi kesalahan 10. Mencatat pelaporan
9. Staff/pegawai KTD
10. Dukungan 11. Pelatihan
manajemen bidan/perawat
12. Edukasi pasien

Gambar 2.1. kerangka teori


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pengukuran keselamatan pasien yang

dikembangkan dari teori Reason, peneliti ingin mengukur budaya

keselamatan pasien di RSIA Kusuma Pradjamenggunakan teori yang

dikembangkan oleh Agency for Health Care Research Quality (AHRQ)

yang dinamakan Hospital Survey on Patient Safety Culture. Berikut adalah

gamabaran kerangka konsep yang akan digunakan:

Variabel bebas

Budaya Keselamatan
Pasien
1. Persepsi Budaya
2. Frekuensi
pelaporan
3. Supervisi
4. Pembelajaran
organisasi
5. Kerjasama intra
bagian
6. Keterbukaan dan
komunikasi
7. Umpan balik
kesalahan
8. Sanksi kesalahan
9. Staff/pegawai
10. Dukungan
Variabel terikat
Faktor yang Upaya pencegahan
mempengaruhi
KTD(12 unsur)
1. Sikap
2. Persepsi
3. Kompetensi
4. Perilaku

Ketersediaan Sumber
daya (Man, Money,
Material)

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian


B. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara budaya Keselamatan Pasien dengan Upaya

pencegahan KTD.

2. Ada hubungan antara faktor yg mempengaruhi dengan Upaya

pencegahan KTD.

3. Ada hubunganantara Ketersediaan Sumber Daya

(Man,Money,Material) dengan upaya pencegahan KTD.

4. Ada pengaruh secara bersama – sama antara budaya Keselamatan

Pasien, faktor yg mempengarui dan ketersediaan sumber daya

(Man,Money,Material) terhadap upaya pencegahan KTD.

C. Variabel Penelitian

Mengacu pada kerangka teori, maka variabel pada penelitian ini

adalah:

1. Variabel bebas

a. Budaya keselamatan pasien

b. Faktor yang mempengaruhi

c. Ketersediaan sumber daya

2. Variabel terikat

Upaya pencegahan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD).

D. Rancangan Penelitian

1. Jenis penelitian dan desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode

survey. Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan

variabel terikat melalui pengujian hipotesis. Penelitian ini


32

menggunakan pendekatan cross sectionalyang berarti yaitu

pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada saat bersamaan

(point time approach).

2. Populasi dan sampel penelitian

Populasi adalah objek atau subjek yang berada di suatu

wilayah yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan

masalah penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah semua

perawat dan bidan yang bekerja di RSIA Kusuma Pradja Semarang

yang berjumlah 31 orang.

Sampel adalah sebagaian dari populasi yang merupakan wakil

dari populasi. Dalam penelitian ini metode penentuan sampel yang

digunakan adalah metode sampel jenuh/sensus, yaitu sampel yang

digunakan adalah semua anggota populasiyang terdiri dari bidan dan

perawat di RSIA Kusuma Pradja Pada penelitian ini besar sampel

yang didapat dengan menggunakan tehnik Total Sampling sebanyak

31 pegawaidengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria inklusi:

1. Bersedia menjadi responden penelitian

2. Merupakan bidan/perawat tetap di RSIA Kusuma Pradja

3. Bekerja minimal 1 tahun

b. Kriteria eksklusi:

1. Bidan/perawat belum pernah mendapat pelatihan petient safety

(PKPRS)

2. Bidan/perawat magang/uji coba kerja

3. Bidan/perawat struktural

3. Metode Pengumpulan Data

a. Data primer
33

Data primer dari wawancara dengan responden penelitian dengan

menggunakan kuesioner yang dilakukan oleh peneliti dan tim.

b. Data sekunder

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

yang bersumber dari RSIA Kusuma Pradja seperti data profil RS,

data pelayanan keperawatan, data program keselamatan pasien,

rencana strategis budaya dan upaya keselamatan pasien serta data

yang bersumber dari studi literatur.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional variabel penelitian

NO Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala

1 Upaya Langkah dan tindakan Pengukuran Nominal


pencegahan dalam pelayanan dilakukan
KTD keperawatan yang dengan
dilakukan oleh bidan dan menggunakan
perawat di RSIA Kusuma kuesioner yang
Pradja untuk mencegah berisi
terjadinya KTD yang pertanyaan
meliputi: teknik mencuci terstuktur
tangan dengan benar, tentang upaya
identifikasi pasien secara pencegahan
tepat, melakukan KTD di RSIA
komunikasi efektif pada Kusuma Pradja
pasien, memastikan
kebenaran obat, Penentuan skor
menggunakan peralatan penilaian
yang steril, melakukan didasarkan pada
verifikasi advis, skala likert:
menggunakan dokumen 1= sangat tidak
terintegrasi, pembentukan setuju
komite keselamatan 2=tidak setuju
pasien, pemisahan linen 3=setuju
infeksius, mencatat 4=sangat setuju
pelaporan KTD, pelatihan
serta edukasi pada Kriteria:
pasien. 1. Tidak
Dilakukan
(total skor <
34

median = 30)
2. Dilakukan
(total skor ≥
median = 30)

2 Budaya Budaya keselamatan Pengukuran Ordinal


Keselamatan pasien, yang terdiri dari dilakukan
pasien Persepsi budaya, dengan
frekuensi pelaporan, menggunakan
Supervisi, Pembelajaran kuesioner yang
organisasi, Kerjasama berisi
intra bagian, Keterbukaan pertanyaan
dan komunikasi, Umpan terstuktur
balik kesalahan,Sanksi
kesalahan, Staff/pegawai, Penentuan skor
dan dukungan penilaian
manajemen yang didasarkan pada
berorientasi pada skala likert:
keselamatan pasien. 1= sangat tidak
setuju
2=tidak setuju
3=setuju
4=sangat setuju

Kriteria:
1. Tidak
Mendukung
(total skor <
median = 45)
2. Dilakukan
(total skor ≥
median = 45)

3 Faktor yang Faktor sikap, persepsi, Pengukuran Ordinal


mempengaruhi kompetensi, perilaku, dilakukan
manajemen RSIA Kusuma dengan
Pradja menggunakan
dalamhubungannnya kuesioner yang
dengan bidan dan perawat berisi
ketika berhubungan pertanyaan
dengan keselamatan terstuktur
pasien.
Penentuan skor
penilaian
didasarkan pada
skala likert:
1= sangat tidak
setuju
2=tidak setuju
35

3=setuju
4=sangat setuju

Kriteria:
1. Tidak
Berpengaruh
(total skor <
mean =
92,74)
2. Berpengaruh
(total skor ≥
mean =
92,74)

4 Ketersediaan Ketersediaan sumber Pengukuran Nominal


sumber daya daya diantaranya Man, dilakukan
money, dan material dengan
termasuk di dalamnya menggunakan
bidan dan perawat RSIA kuesioner yang
KUSUMA berisi
PRADJAdalamsetiap pertanyaan
kasus dan insiden yang terstuktur
berhubungan dengan Kriteria
keselamatan pasien penilaian
didasarkan pada
skala likert:
1= sangat tidak
sesuai
2=tidak sesuai
3=sesuai
4=sangat sesuai

Kriteria:
1. Kurang (total
skor < mean
= 45)
2. Baik (total
skor ≥ mean
= 45)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur budaya

keselamatan pasien (patient safety) berdasarkan dimensi HSOPSC

(Hospital Survey on Patient Safety Culture ) yang dikeluarkan oleh AHRQ.


36

Sebelum dilakukan pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji

validitas dan reliabilitas pada Instrumen penelitian yang dalam hal ini

kuesioner. Uji coba kuesioner ini dilakukan untuk mencegah kesalahan

sistematik yaitu kesalahan riset yang dilakukan oleh peneliti ataupun

subyek penelitian baik disadari maupun tidak disadari.

Uji validitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

ketepatan dan keakuratan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

korelasi Product Moment. Hasil perhitungan tiap-tiap item pertanyaan

dibandingan dengan total nilai skor product moment.

Suatu alat ukur dikatakan reliabel bila alat ukur itu dalam mengukur

suatu gejala pada waktu berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang

sama. Untuk menguji reliabilitas kuesioner digunakan rumus koefisien

reliabilitas Alpha Cronbach. Suatu instrumen dinyatakan reliabel apabila:

Alpha Cronbach > 0,60.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan dengan tahap-tahap

sebagai berikut :

a. Editing

Merupakan kegiatan pemeriksaan ulang atas kelengkapan,

kejelasan serta konsistensi dari seluruh jawaban yang diberikan

responden dalam kuesioner dan pengisian lembar observasi.

b. Coding

Memberikan kode untuk masing-masing data atau variabel untuk

memudahkan pengolahan dan analisis data.


37

c. Skoring

Memberi nilai pada data sesuai dengan skor yang telah ditentukan

berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh responden. Pemberian

skor disesuaikan dengan jawaban responden

d. Entry

Merupakan kegiatan memasukkan data ke komputer untuk

keperluan pengolahan dan analisis data.

e. Tabulating

Merupakan proses pengelompokan data berdasarkan variabel yang

diteliti, biasanya disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

f. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah

dimasukkan atau entry ke dalam komputer apakah benar-benar

bersih dari kesalahan atau tidak. Cara membersihkan data adalah

dengan mengetahui adanya missing data (tidak ada nilai yang

hilang), mengetahui variasi data, dan mengetahui konsistensi data.

2. Analisis data

a. Analisis univariat

Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis

univariat yang digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik

responden beserta variabel-variabel budaya keselamatan pasien

yang diteliti.28

b. Analisis Bivariat

Untuk analisa hubungan masing – masing variable bebas

terhadap variable terikat dipakai uji Chi Square dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% (p<0,05). Bila nilai p <0,05 maka


38

dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

variabel yang dihubungkan.28

c. Analisis Multivariat

Untuk mengetahui pengaruh antara semua variabel bebas

secara bersama-sama dengan variabel terikat dilakukan dengan uji

statistik regresi logistik. Uji regresi logistik digunakan dalam

penelitian ini karena variabel terikat dalam penelitian memiliki skala

data nominal dikotomi (dua kategori).Asumsi uji regresi logistik:29

1) Tidak membutuhkan hubungan linier antara variabel bebas

dan terikat

2) Variabel bebas tidak perlu diubah kedalam bentuk metrik

3) Variabel terikat harus bersifat dikotomi

Langkah yang dilakukan dalamuji regresi logitik adalah:

1) Memasukkan variabel bebas yang berhubungan terhadap

variabel terikat secara bersama-sama (yang memiliki nilai p

<0,25).

2) Melakukan analisis multivariabel dengan metode enter.

3) Membuat persamaan atau model.

4) Interprestasi data terhadap uji kebermaknaan koefisien regresi

bila didapatkan p value < 0,05.

5) Intepretasi nilai OR dengan membandingkan OR yang

diperoleh dengan OR yang diharapkan.


39

H. Jadwal Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang rawat inap RSIA Kusuma

Pradja Semarang.

2. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2019.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja,

perjalanan Rumah Sakit yang bernaung dibawah Yayasan Warendra

Kusumapradja ini cukup panjang sejarahnya, pada awalnya Rumah Sakit ini

adalah Rumah Sakit Bersalin Kusuma yang secara resmi dibuka pada 16

Agustus 1993 dan diresmikan oleh Walikota Semarang, Soetrisno Soeharto

pada 26 November 1994 di Jalan Bugangan nomer 3 – 5 Semarang. Sejak

berdiri, RSB Kusuma mengembangkan dirinya sebagai rumah sakit dengan

pelayanan paripurna yang menekankan pada kemampuan maksimal, cepat,

akurat, terpercaya dan professional dengan tarif yang terjangkau, serta

mengutamakan kepuasan dan keselamatan pelanggan.

Pembukaan RSB Kusuma tersebut berdasar pada ijin operasional dari

Departemen Kesehatan yang berlaku dari 1993 hingga 1998. Ijin tersebut

diperbarui dan diperpanjang dari 1998 hingga 2001. Pada 2001 RSB Kusuma

mendapat ijin penyelenggaraan Rumah Sakit diperpanjang sampai 2006.

Kemudian, RSB Kusuma mengajukan perpanjangan ijin operasional

bersamaan perubahan nama yayasan yang semula bernama Yayasan

Warendra Kusuma menjadi Yaayasan Warendra Kusumapradja pada 30 Mei

2008 ijin tersebut diperoleh. Upaya menuju Rumah Sakit Ibu dan Anak Kelas

C pada waktu itu RSB Kusuma mengajukan perubahan nama dan melakukan

pengembangan status pelayanan dari RSB Kusuma menjadi sebuah Rumah

Sakit Ibu dan Anak dengan nama Kusuma Pradja.30


Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja

a. Visi

RSIA Kusuma Pradja adalah Rumah Sakit Ibu – Bayi – Anak unggulan

yang memberikan pelayanan reproduksi terpadu

b. Misi:

1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatanyang aman (Medical

Patient Safety)

2) Menyelenggarakan pelayanan berkualitas dengan biaya terjangkau.

3) Melaksanakan pelayanan prima tanpa mengganggu lingkungan.

4) Melaksanakan pelayanan reproduksi terpadu (Perempuan dan Laki

– laki).

5) Melaksanakan pelayanan kesehatan Ibu – Bayi – Anak.

6) Menggalakkkan pemberian ASI, baik didalam maupun diluar RSIA

Kusuma Pradja.

c. Motto RSIA Kusuma Pradja:

Sahabat menuju keluarga sehat.

Didalam pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit Ibu dan anak Kusuma

Pradja terdiri dari enam kelas pelayanan yaitu : Kelas VVIP, Kelas VIP, Kelas

Utama, Kelas I, Kelas 2 dan Kelas 3. Gambaran sekilas mengenai fasilitas

pelayanan rawat inap RSIA Kusuma Pradja Kelas VVIP terdapat 3 ruangan,

Kelas VIP 3 ruangan, Kelas Utama terdiri dari 6 ruangan, Kelas 1 mempunyai

4 ruang, Kelas 2 terdiri dari 4 ruangan dan Kelas 3 terdapat 2 ruang. Kelas

VVIP sampai dengan Kelas Utama masing – masing kamar mempunyai 1 bed
42

pasien dan kamar mandi dalam, berbeda dengan VVIP ada tambahan ruang

tempat tidur keluarga yg terhubung connecting door dengan kamar pasien

VVIP. Sedangkan Kelas 1 diisi 2 bed dan kamar mandi dalam, Untuk Kelas 2

masing – masing kamar dilengkapi dengan 2 bed pasien akan tetapi kamar

mandi berada diluar dan kelas 3 diisi kapasitas 4 bed pasien dan kamar mandi

luar juga. Kelas VVIP dan VIP berada di lantai 1 sedangkan Ruangan Kelas

Utama, Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3 berada di Lantai 2 dan 3. Pelayanan di

Rawat Inap RSIA Kusuma Pradja mempunyai tenaga kesehatan bidan dan

perawat sejumlah 31 orang.

RSIA Kusuma Pradja adalah rumah sakit ibu dan anak swasta dan

merupakan rumah sakit ibu dan anak rujukan untuk wilayah Semarang Timur

terutama rujukan dari bidan – bidan mitra. Konsekuensi dari hal tersebut

RSIA Kusuma Pradja mempunyai masalah kompleks baik dari sudut sumber

daya, teknologi sampai system yang berlaku. Dengan berkembangnya IPTEK

Kedokteran, Ilmu Kedokteran yang dahulu sederhana, inefektif dan relative

aman menjadi semakin kompleks dan lebih efektif namun berpotensi

terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) pada pasien apabila rumah sakit

tidak memperhatikan keselamatan pasien. Rumah sakit terdapat bermacam –

macam obat, tes dan prosedur, bermacam alat dengan teknologinya, jenis

tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan 24 jam terus

menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak

dikelola dengan baik maka rawan sekali terjadinya KTD. Walaupun data KTD

di RS masih minim namun RSIA Kusuma Pradja memandang perlu untuk

melaksanakan Program Keselamatan Pasien RS (KPRS) diharapkan

kepercayaan terhadap pelayananan RS dapat pula meningkat.Tujuannya

adalah supaya dapat meningkatkan mutu pelayanan RS melalui system


43

dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman.Disamping itu terciptanya

budaya keselamatan pasien di RS, meningkatkan akuntabilitas RS terhadap

pasien maupun masyarakat dan adanya system pelaporan KTD di RS.

2. Analisis Deskriptif

a. Karakteristik Responden

Penelitian ini dilaksanakan di tiga ruang rawat inap di RSIA Kusuma

Pradja Kota Semarang dengan jumlah sampel 31 orang perawat dan bidan

pelaksana sebagai responden penelitian. Sehubungan dengan hasil uji

validitas dan reabilitas yang memenuhi persyaratan, maka pengambilan data

melalui survei dilanjutkan dengan menggunakan instrumen yang sudah

direvisi. Hasil survey selanjutnya memberikan data sebagai berikut:

Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi Usia Responden sesuai pembagian Quartil

populasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja Kota Semarang

Tahun 2019

Quartil Kelompok Umur F %


I 20 – 22 tahun 8 26
II 23 – 26 tahun 10 32
III 27 – 30 tahun 8 26
IV 31 – 50 tahun 5 16
Total 31 100
44

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada kelompok populasi

responden yang range umurnya dapat menjadi kelompok quartil

tertentu. Hal ini dapat dijadikan tujuan untuk pengembangan SDM atau

pelatihan bagi tenaga Medis perawat dan bidan RSIA Kusuma Pradja.

Dengan demikian pembagian kelompok quartil populasi lebih sesuai

daripada pembagian kelompok sebaran umur pada umumnya, menurut

peneliti. Jumlah total populasi 31 orang, responden yang paling banyak

di kelompok quartil II yaitu umur 23 - 26 tahun sebesar 32% dan

populasi yang paling sedikit berada pada quartile IV yaitu umur 31-50

tahun sebesar 16%. Responden termuda berumur 20 tahun dan

responden tertua berumur 48 tahun. Rata-rata umur responden adalah

27 tahun. Seorang yang memiliki usia 15 – 25 tahun akan dapat belajar

cepat dan dapat mempertahankan prestasi belajar jika diberikan

bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar tersebut akan

berkembang hingga usia 45 tahun dan akan terus menurun setelah

mencapai usia 55 tahun. (Padmowiharjo, 1994).

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Responden di Rumah

Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja tahun 2019

Kelompok Lama f %
Kerja
1 – 5 tahun 26 84
6 – 10 tahun 0 0
10 – 15 tahun 1 3
>15 tahun 4 13
Total 31 100
45

Analisis karakteristik responden dilakukan terhadap lama

bekerja tenaga kesehatan. Responden yang memiliki masa kerja 1-5

tahun dan sebagai kategori tertinggi, adalah sebanyak 84% (N=26),

sedangkan kategori lama bekerja masa kerja 6 – 10 tahun dan

dikategorikan terendah, adalah 0% (N=0). Perawat maupun bidan yang

memiliki masa kerja > 15 tahun sebanyak 13% (N=4).

Lama bekerja yang berarti semakin lama masa kerja maka

akan semakin meningkatnya kemampuan memberikan pelayanan

yang prima terhadap pasien. Sejalan dengan penelitian dilakukan oleh

Tondok dan Andrika (2004) mengatakan bahwa lama bekerja maka

mempengaruhi keterlampilan pelayanan, artinya semakin lama masa

kerja maka perawat semakin baik produktivitas kerjanya (2001).

Merupakan waktu yang dihitung sejak orang tersebut mulai bekerja.

Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman yang

didapatkannya sehingga akan semakin baik pula penerapan

komunikasi terapeutiknya.31

31
Penelitian yang dilakukan oleh Manojlovich menyatakan

bahwa buruknya komunikasi antara dokter dan perawat merupakan

salah satu penyebab terjadinya kejadian yang tidak diharapkan oleh

pasien yang berdampak pada kematian pasien, terutama diruangan

ruangan intensif yang menangani kondisi kritis pasien. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komunikasi memiliki hubungan yang bermakna

dengan implementasi keselamatan pasien oleh perawat.


46

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Kategori Pendidikan Responden di

Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja Kota Semarang Tahun 2019

Pendidikan F %
D3 23 74.2
S1 7 22.6
S2 1 3.2
Total 31 100

Analisis selanjutnya dilakukan terhadap data pendidikan tenaga

kesehatan. Analisis mengenai pendidikan dianggap penting untuk

dianalisis karena setiap jenis pekerjaan membebankan tuntutan

berbeda terhadap seseorang. Data yang disajikan diatas menunjukan

bahwa kategori tertinggi responden berpendidikan Diploma sebanyak

74,2% (N=23), Sedangkan jumlah responden Sarjana sebanyak 22,6%

(N=7), dan kategori terendah berpendidikan S2 sebanyak 3,2% (N=1).

Dalam hal ini pendidikan dan pelatihan sangat mempengaruhi

kemampuan, terutama pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan

keahlian dan keterampilan khusus. Pendidikan tersebut bertujuan

untuk meningkatkan keahlian teoritis, konseptual dan moral pegawai,

sedangkan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan ketermpilan teknis

pelksana pekerjaan pegawai (Hasibuan, 2003). Semakin tinggi

pendidikan yang dimiliki seorang perawat, maka semakin mudah

mereka menerima informasi dan semakin baik pengetahuan yang

dimiliki sehingga dapat menerapkan komunikasi terapeutik dengan

efektif.32

Menurut Mitchell, perawat merupakan kunci dalam

pengembangan mutu melalui keselamatan pasien. 33 Seorang tenaga


47

keperawatan profesional yang menjalankan pekerjaan berdasarkan

ilmu sangat berperan dalam penanggulangan tingkat komplikasi

penyakit, terjadinya infeksi nosokomial dan memperpendek hari rawat.

Hal ini termasuk langkah menuju penerapan program keselamatan

pasien (patient safety).

b. Kategori Budaya Keselamatan Pasien

Tabel 4.5. Tabel distribusi Frekuensi pernyataan dari Budaya

Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja

Sangat
Sangat
Setuju Tidak Setuju Tidak
No Pernayataan Setuju
Setuju
F % F % F % F %
RS melaksanakan survei awal
1 tentang budaya keselamatan 3 9.7 28 90.3 0 0 0 0
pasien
RS mengembangkan strategi
2 keselamatan pasien berdasarkan 6 19.4 25 80.6 0 0 0 0
hasil survei
RS menyediakan sistem dan alur
komunikasi yang jelas ketika
terjadi insiden keselamatan
pasien meliputi kejadian tidak
3 6 19.4 25 80.6 0 0 0 0
diharapkan (KTD), kejadian
nyaris cidera (KNC), kejadian
tidak cidera (KTC), kondisi
potensi cidera (KPC)
RS melaksanakan sosialisasi
4 sistem dan alur komunikasi 4 12.9 24 77.4 3 9.7 0 0
kepada seluruh staf RS
RS melaksanakan rapat
koordinasi multidisiplin ilmu untuk
5 7 22.6 23 74.2 1 3.2 0 0
membahas kejadian insiden
keselamatan pasien
48

RS melaksanakan pelatihan dan


pendidikan berkelanjutan untuk
6 meningkatkan dan memelihara 2 6.5 26 83.9 3 9.7 0 0
kompetensi staf dalam
pemberian pelayanan pasien
RS melaksanakan workshop
keselamatan pasien melalui
7 5 16.1 22 71 4 12.9 0 0
pelatihan internal dan melibatkan
komite keselamatan pasien
Terdapat tim antar disiplin untuk
8 mengelola program keselamatan 4 12.9 27 87.1 0 0 0 0
pasien
RS melaksanakan evaluasi
9 berkala tentang kondisi sarana 4 12.9 23 74.2 4 12.9 0
dan prasarana yang tersedia
Pimpinan memberikan briefing
untuk mengidentifikasi risiko
10 2 6.5 25 80.6 4 12.9 0 0
keselamatan pasien setiap
timbang terima atau operan
RS menerapkan ronde
11 5 16.1 21 67.7 5 16.1 0 0
keselamatan pasien (RKP)
Pimpinan memberikan surat
peringatan apabila terjadi
12 7 22.6 24 77.4 0 0 0 0
masalah keselamatan pasien
secara berulang
RS menerapkan kebijakan dan
13 prosedur tentang pelaksanaan 4 12.9 27 87.1 0 0 0 0
identifikasi pasien
RS menerapkan kebijakan dan
prosedur tentang pelaksanaan
14 3 9.7 28 90.3 0 0 0 0
verifikasi keakuratan komunikasi
secara lisan atau melalui telepon
RS menyediakan fasilitas cuci
15 12 38.7 18 58.1 1 3.2 0 0
tangan secara memadai

Dari kuesioner yang kita bagikan terdapat ketidaksetujuan

responden diperyataan nomer 11 “RS menerapkan ronde keselamatan

pasien (RKP)” sebesar 16.1%. Perawat berperan dalam siklus

komunikasi dalam keselamatan pasien. Bentuk komunikasi yang dapat

dilakukan perawat antara lain briefing dan ronde keselamatan pasien.

Briefing merupakan cara sederhana bagi staf untuk berbagi informasi


49

tentang isu-isu keselamatan pasien yang potensial dapat terjadi dalam

kegiatan sehari-hari, ronde keselamatan pasien. Ronde keselamatan

pasien yang terdiri dari perawat senior dan 1-2 perawat ruangan,

dilakukan supervisi setiap minggu pada area yang berbeda di rumah

sakit dan berfokus hanya pada masalah keselamatan pasien.

Sebaliknya, responden yang menyatakan 100% setuju ada

dipernyataan nomer 1, 2, 3, 8, 12, 13 dan 14 secara keseluruhan

terkait dengan pelaksanaan survey awal, pengembangan strategi,

penyediaan sistem alur komunikasi ketika ada insiden, pengelola

program antar disiplin dan kebijakan maupun komitmen dari pimpinan

dan rumah sakit untuk pembelajaran terkait budaya keselamatan

pasien. Budaya keselamatan pasien menurut Pronovost, adalah

karakteristik budaya keselamatan pasien yang proaktif, meliputi

komitmen dari pimpinan untuk mendiskusikan dan belajar dari

kesalahan, mendorong dan mempraktikkan kerja sama tim, membuat

sistem pelaporan terkait KTD, KNC dan sentinel serta memberikan

penghargaan bagi staf yang menjalankan program keselamatan pasien

dengan baik.35

Tabel 4.6.Tabel distribusi Frekuensi Kategori Budaya Keselamatan

Pasien

Kategori Budaya Keselamatan Pasien


F %
Tidak Mendukung 5 16.1
Mendukung 26 83.9
Total 31 100.0
50

Dari hasil diatas diketahui bahwa responden yang tidak


mendukung sebanyak 16.1% sedangkan 83.9% memiliki budaya yang
mendukung upaya pencegahan KTD. Respon positif yang mendukung
Budaya keselamatan pasien tersebut sejalan dengan pernyataan
Gibson yang mengemukakan bahwa budaya keselamatan pasien postif
akan meningkatkan produktivitas, sedangkan budaya keselamatan
pasien negatif akan merusak keefektifan dari suatu tim dan
menimbulkan efek desain organisasi yang tidak baik.36

c. Kategori Faktor yang mempengaruhi

Tabel 4.7.Tabel distribusi Frekuensi Pernyataan faktor yang


mempengaruhi (Persepsi)

Sangat
Sangat Tidak
Setuju Tidak
No Pernayataan Setuju Setuju
Setuju
F % f % F % F %
Semua staf saling memberi
1 dukungan satu sama lain 10 32.3 20 64.5 1 3.2 0 0
dalam melaksanan tugas
Semua staf secara aktif
melakukan hal – hal yang
2 10 32.3 20 64.5 1 3.2 0 0
meningkatkan keselamatan
pasien
Semua staf bekerja secara
tim ketika ada pekerjaan
3 11 35.5 20 64.5 0 0 0 0
yang harus segera
diselesaikan
Staf merasa bahwa
kesalahan yang dilkaukan
4 2 6.5 12 38.7 13 41.9 4 12.9
berdampak negatif bagi
mereka
Kesalahan yang dilaporkan
5 berdampak terhadap 7 22.6 24 77.4 0 0 0 0
perubahan positif
Jika ada kesalahan serius
misal pasien cedera akibat
6 kesalahan dalam 0 0 1 3.2 18 58.1 12 38.7
pemberian obat, hal ini
merupakan suatu kebetulan
Staf merasa bahwa ketika
7 0 0 17 54.8 13 41.9 1 3.2
ada suatu kejadian seperti
51

pasien jatuh hal ini


merupakan suatu aib
Staf cenderung tidak
8 mencatat suatu masalah 0 0 22 71 9 29 0 0
yang terjadi di unit kerja
Staf merasa khawatir jika
melaporkan suatu kejadian
9 0 0 10 32.3 19 61.3 2 6.5
di unit kerja akan dicatat
dalam data kepegawaian
Staf mengevaluasi
efektifitas setiap upaya
10 3 9.7 28 90.3 0 0 0 0
peningkatan keselamatan
pasien
Staf tidak mengabaikan
keselamatan pasien
11 9 29 21 67.7 1 3.2 0 0
meskipun tugas yang
dikerjakan cukup banyak
Unit kerja memiliki prosedur
dan sistem yang baik untuk
12 6 19.4 25 80.6 0 0 0 0
mencegah timbulnya
kesalahan
Staf takut bertanya ketika
ada masalah yang
13 1 3.2 2 6.5 23 74.2 5 16.1
berhubungan dengan
keselamatan pasien
Staf bekerja sesuai standar
14 prosedur operasional yang 2 25.8 20 64.5 3 9.7 0 0
ada di unit kerja
Unit kerja terdapat masalah
15 5 16.1 6 19.4 19 61.3 1 3.2
dalam keselamatan pasien

Dari kuesioner diatas pada pernyataan nomer 8 “Staf cenderung

tidak mencatat suatu masalah yang terjadi di unit kerja” hasil responden

menjawab setuju yaitu 71%. Sedangkan pernyataan nomer 3, 5, 10

dan 12 para responden menjawab 100% setuju. Menurut Rahmawaty,

faktor individu atau petugas sangat berpengaruh terhadap budaya

keselamatan pasien ialah perasaan takut disalahkan. Adanya budaya

menyalahkan di lingkungan rumah sakit mengakibatkan petugas

cenderung tidak melaporkan kejadian kesalahan pelayanan karena

takut dimarahi, tidak mau temannya dimarahi, dan karena sungkan

terhadap rekan kerja yang lebih senior.38 Sementara itu menurut Julliet,
52

respon tidak meghukum merupakan dimensi penting yang dapat

dilaksanakan ketika menghindari sikap menyalahkan orang lain, mulai

membuka komunikasi dan mengembangkan sistem pemberian

penghargaan untuk pelaporan praktik yang tidak aman.

Tabel 4.8. Tabel distribusi Frekuensi Pernyataan faktor yang


mempengaruhi (Koordinasi)

Sangat
Sangat Tidak
Setuju Tidak
No Pernayataan Setuju Setuju
Setuju
F % F % F % f %
Pimpinan memberikan
pujian ketika melihat staf
35. 61.
1 bekerja dengan 11 19 1 3.2 0 0
5 3
mengutamakan
keselamatan pasien
Pimpinan memberikan
perhatian secara serius
ketika ada staf memberi 45. 54.
2 14 17 0 0 0 0
saran tentang hal – hal yang 2 8
berhubungan dengan
keselamatan pasien
Pimpinan selalu berdiskusi
87.
3 tentang masalah 3 9.7 27 1 3.2 0 0
1
keselamatan pasien
Pimpinan selalu
menghendaki staf bekerja
19. 80.
4 secara cepat tetapi tetap 6 25 0 0 0 0
4 6
mengutamakan
keselamatan pasien
Pimpinan selalu melakukan
87.
5 evaluasi terhadap kasus 3 9.7 27 1 3.2 0 0
1
yang dilaporkan

Dari table pernyataan ini dapat terlihat 100% responden


merasa bahwa koordinasi antar pimpinan dengan staff baik terkait hal
kerja cepat mengutamakan keselamatan pasien dan masukan dari
responden sangat berarti pada kemajuan keselamatan pasien. Hal ini
sejalan dengan Gibson yang menyatakan dalam budaya keselamatan
pasien baik pemimpin organisasi, pihak manajemen dan staf perlu
53

belajar secara terus menerus guna meningkatkan kinerja organisasi dan


menunjukkan keberhasilan upaya dalam peningkatan dan perbaikan
budaya keselamatan pasien.36

Tabel 4.9. Tabel distribusi Frekuensi Pernyataan faktor yang


mempengaruhi (Keadilan)

Sangat
Sangat Tidak
Setuju Tidak
No Pernayataan Setuju Setuju
Setuju
F % F % F % f %
Staf menerima imbalan
1 sesuai sesuai usaha yang 8 25.8 14 45.2 7 22.6 2 6.5
dilakukan dalam pekerjaan
Instansi menerapkan
2 peraturan secara konsisten 2 6.5 21 67.7 7 22.6 1 3.2
untuk semua staf
Peraturan instansi dibuat
3 berdasarkan informasi yang 0 0 27 87.1 3 9.7 1 3.2
akurat
Pimpinan memberikan
pujian ketika staf
4 mengutamakan 4 12.9 25 80.6 2 6.5 0 0
keselamatan pasien dalam
setiap pekerjaannya
Pimpinan selalu melakukan
koordinasi jika ada kejadian
5 3 9.7 25 80.6 3 9.7 0 0
yang berhubungan dengan
keselamatan pasien
Pimpinan dan tim tidak
selalu menyalahkan jika ada
6 staf yang melakukan 0 0 21 67.7 7 22.6 3 9.7
pekerjaan mengorbankan
keselamatan pasien
Pimpinan memberikan
teguran secara lisan
maupun tertulis bahkan
7 surat peringatan jika ada 6 19.4 24 77.4 1 3.2 0 0
staf yang mengorbankan
keselamatan pasien
berulang kali
Pimpinan selalu
memberikan reward sesuai
8 1 3.2 27 87.1 3 9.7 0 0
peraturan yang ada di
instansi
Pimpinan selalu memberi
9 2 6.5 26 83.9 3 9.7 0 0
punishment sesuai tingkat
54

kesalahan
Pimpinan selalu
10 menjelaskan peraturan atau 2 6.5 27 87.1 2 6.5 0 0
prosedur kepada semua staf
Pimpinan selalu
11 memperlakukan staf secara 0 0 31 100 0 0 0 0
sopan dan hormat
Peraturan perusahaan
12 selalu menjunjung standar 2 6.5 27 87.1 2 6.5 0 0
moral yang tinggi

Dari pernyataan yang terkumpul, 100% responden menyatakan

pimpinan memperlakukan mereka secara sopan dan hormat. Akan

tetapi ketidaksetujuan responden terlihat pada pernyataan nomer 1

“Staf menerima imbalan sesuai usaha yang dilakukan dalam

pekerjaan” sebanyak 29,1% dan pernyataan nomer 6 “Pimpinan dan

tim tidak selalu menyalahkan jika ada staf yang melakukan pekerjaan

mengorbankan keselamatan pasien” sebanyak 32,3%. Hal tersebut

sesuai dengan teori Julliet yang menyatakan bahwa respon tidak

meghukum merupakan dimensi penting yang dapat dilaksanakan

ketika menghindari sikap menyalahkan orang lain, mulai membuka

komunikasi dan mengembangkan sistem pemberian penghargaan

untuk pelaporan praktik yang tidak aman.33

Tabel 4.10. Tabel distribusi Frekuensi Kategori Faktor yang


Mempengaruhi

Kategori Faktor yang Mempengaruhi


F %
Tidak Berpengaruh 15 48,4
Berpengaruh 16 51,6
Total 31 100.0
55

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa antara faktor

yang tidak berpengaruh dan berpengaruh memiliki persentase

yang hampir sama yaitu 48.4% dan 51.6%.

d. Kategori Sumber Daya (Man, Money, Material)

Tabel 4.11. Tabel distribusi Frekuensi Pernyataan Kategori Sumber


Daya (Man, Money, Material)

Sangat
Sangat Tidak
Setuju Tidak
No Pernyataan Setuju Setuju
Setuju
f % F % F % F %
Rumah Sakit menyediakan
1 fasilitas yang mendukung 9 29 22 71 0 0 0 0
untuk keselamatan pasien
Fisik bangunan Rumah
Sakit di Rawat Inap sudah
41.
2 sesuai standar yang baik 13 15 48.4 3 9.7 0 0
9
terkait dengan program
keselamatan pasien
Rumah Sakit memberikan
rencana program pelatihan
3 bagi staff untuk 3 9.7 26 83.9 2 6.5 0 0
terlaksananya keselamatan
pasien
Ketersediaan peralatan
medis yang disediakan
4 rumah sakit sudah cukup 1 3.2 26 83.9 3 9.7 1 3.2
memadai dalam program
keselamatan pasien
Semua staff Rumah sakit
sangat antusias terhadap 12.
5 2 6.5 25 80.6 4 0 0
program keselamatan 9
pasien
Keterlibatan direksi sangat 22.
6 berpengaruh dalam program 7 24 77.4 0 0 0 0
6
keselamatan pasien
Hasil evaluasi setiap insiden 83.
7 disosialisasikan oleh direksi 26 5 16.1 0 0 0 0
9
kepada seluruh staff
56

Tim pengadaan RS selalu


8 merespon cepat dalam 1 3.2 25 80.6 3 9.7 2 6.5
upaya pencegahan KTD
Implementasi sistem
9 keselamatan pasien 1 3.2 30 96.8 0 0 0 0
memerlukan keterlibatan
pasien dan keluarganya
Setiap terjadinya insiden
10 keselamatan pasien harus 2 6.5 26 83.9 2 9.7 0 0
dilaporkan, bukan untuk
ditutupi atau disembunyikan
Upaya verifikasi untuk
akurasi atau ketepatan
11 komunikasi verbal atau lisan 2 6.5 29 93.5 0 0 0 0
dan via telpon selalu
diperlukan
Ada reward bagi staff yang
12 berprestasi dalam program 3 9.7 27 87.1 1 3.2 0 0
keselamatan pasien
Insentif diberikan RS bagi
perawat/ bidan yang
25.
13 berprestasi dalam 3 9.7 20 64.5 8 0 0
8
melakukan program
keselamatan pasien
Rumah Sakit selalu
meninjau alat-alat
16. 16.
14 kesehatan secara berkala 5 20 64.5 5 1 3.2
1 1
dalam upaya pencegahan
KTD
Inventarisasi alat-alat
kesehatan yang tidak baik
15 3 9.7 23 74.2 3 9.7 2 6.5
maupun rusak selalu dicatat
oleh pihak RS

Dari hasil kuesioner yang terkumpul responden menyatakan

setuju 100% pada pernyataan nomer 1, 6, 7, 9 dan 11 yang

menggambarkan bahwa fasilitas RS untuk keselamatan pasien baik,

kecakapan manajerial dalam mengkoordinasikan staff baik dan

kesadaran staff untuk mengedukasikan ke pasien maupun keluarga

pasien terbentuk, akan tetapi ada ketidaksetujuan responden yang


57

terbesar pada pernyataan nomer 13 yaitu “Insentif diberikan RS bagi

perawat/ bidan yang berprestasi dalam melakukan program

keselamatan pasien” sebanyak 25,8%. Hal ini dapat disebabkan

karena keterbatasan sumber daya dalam segi keuangan karena

mengingat pasien sedikit, Rumah sakit khusus dan belum menerima

BPJS. Didalam penelitian Minuzzi, perawat mengatakan bahwa meski

manajemen memperhitungkan saran tim dan tidak memberikan

tekanan pada petugas dalam situasi dimana pekerjaan menjadi sangat

padat, namun pihak manajemen pun tidak memberikan pujian atau

reward atas upaya petugas dalam fokus keselamatan pasien. 38

Menurut Gozlu, merupakan dimensi yang perlu diperhatikan guna

meningkatkan keselamatan pasien, manajemen hendaknya

menghargai perawat saat mereka melakukan proses perawatan

sesuai prosedur keselamatan pasien yang telah ditetapkan dan

mempertimbangkan saran atau masukan dari perawat guna

meningkatkan budaya keselamatan pasien.39

Tabel 4.12. Tabel distribusi Frekuensi Kategori Ketersediaan


Sumber Daya

Kategori Ketersediaan Sumber Daya


F %
Kurang 15 48,4
Baik 16 51,6
Total 31 100.0

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa persentase sumber


daya kurang dan sumber daya baik hampir seimbang, yaitu Sumber
58

daya yang kurang (48.4%) dan sumber daya yang baik (51.6%). Hal
ini terlihat RS khusus menghadapi keterbatasan sumber daya
manusia, materi dan financial mengingat kunjungan pasien tidak
sebanyak kunjungan pasien dari RS Umum.

e. Upaya Pencegahan KTD

Tabel 4.13.Tabel distribusi Pernyataan Kategori Upaya


Pencegahan KTD (Komunikasi)

Sangat
Sangat Tidak
Setuju Tidak
No Pernayataan Setuju Setuju
Setuju
F % F % F % F %
Staf diberi umpan balik
tentang perubahan yang
1 5 16.1 21 67.7 5 16.1 0 0
terjadi berdasarkan laporan
dari suatu kejadian
Staf dapat menyampaikan
pendapatnya secara bebas
2 ketika melihat ada kejadian 5 16.1 21 67.7 5 16.1 0 0
yang berdampak negatif
terhadap perawatan pasien
Staf diberi tahu jika ada
3 5 16.1 25 80.6 1 3.2 0 0
kesalahan di unit kerjanya
Semua staf memiliki
kesempatan yang sama
4 4 12.9 27 87.1 0 0 0 0
untuk bertanya tentang
keselamatan pasien
Staf berdiskusi tentang hal –
hal yang perlu dilakukan
5 8 25.8 23 74.2 0 0 0 0
untuk mencegah kesalahan
yang terjadi

Dari hasil kuesioner yang kita dapat 100% responden setuju


pada pernyataan nomer 4 dan 5 mengenai evaluasi melalui forum
diskusi dalam upaya pencegahan KTD baik, sebaliknya pada
pernyataan nomer 2 “Staf dapat menyampaikan pendapatnya secara
bebas ketika melihat ada kejadian yang berdampak negatif terhadap
perawatan pasien” sebanyak 16,1% responden menyatakan tidak
59

setuju. Disini tampak bahwa dari responden yang tidak setuju seakan
takut jika menyampaikan sesuatu dianggap salah akibatnya petugas
cenderung tidak melaporkan kejadian kesalahan pelayanan seperti
yang diungkapkan pada penelitian Rahmawaty.40

Tabel 4.14. Tabel distribusi Pernyataan Upaya Pencegahan KTD


(Pelaporan)

Sangat
Sangat Tidak
Setuju Tidak
No Pernayataan Setuju Setuju
Setuju
f % F % f % F %
Rumah sakit menyediakan
1 sistem pelaporan insiden 5 16.1 22 71 4 12.9 0 0
keselamatan pasien
Rumah sakit memberi
wewenang kepada Komite
2 keselamatan pasien untuk 4 12.9 21 67.7 6 19.4 0 0
mengelola laporan insiden
keselamatan pasien
Laporan insiden secara rutin
3 0 0 24 77.4 7 22.6 0 0
dikirim ke KPPRS PERSI
Semua insiden keselamatan
pasien yang dilaporkankan
4 dicatat dalam buku register 4 12.9 23 74.2 4 12.9 0 0
keselamatan pasien dan
dilakukan analisis
Hasil analisis tentang
insiden keselamatan
didesiminasi ke unit lain
5 4 12.9 23 74.2 4 12.9 0 0
untuk pembelajaran dan
mencegah kesalahan yang
sama

Dari pernyataan responden nomer 1, 4 dan 5 hanya 87.1%

yang setuju terhadap sistem pelaporan dan evaluasi analisis tentang

insiden keselamatan pasien,sedangkan pernyataan nomer 3 “Laporan

insiden secara rutin dikirim ke KPPRS PERSI” hasilnya 22,6%

menyatakan tidak setuju. Dengan persentase tersebut, dapat kita lihat

bahwa sistem dan analisis pelaporan belum sesuai harapan RS dan


60

hal tersebut sangat mempengaruhi kualitas pelayanan dan

keselamatan pasien. Menurut Morag, Gopher, Spillinger, & Shpak

(2012), Keandalan sistem pelaporan dapat menunjukkan dengan tepat

masalah utama per unit yang diselidiki sesuai dengan karakteristik

yang spesifik. Jenis sistem pelaporan dapat mengisi kesenjangan

informasi penting dengan potensi untuk menjadi sumber database

awal untuk meningkatkan kualitas pelayanan, mengurangi kesalahan,

dan meningkatkan keselamatan pasien.41

Tabel 4.15. Tabel distribusi Kategori Upaya Pencegahan KTD

Kategori Upaya Pencegahan KTD


F %
Tidak Dilakukan 9 29
Dilakukan 22 71
Total 31 100.0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar

sudah melakukan upaya pencegahan KTD dengan persentase

sebesar 71%. Sedangkan yang tidak melakukan sebanyak 29%, hal ini

dapat terlihat masih adanya perasaan takut responden untuk terbuka

mengungkapkan semua kejadian yang terjadi sehingga berpengaruh

dalam pelaporan seperti pembahasan sebelumnya di atas.

3. Analisis Bivariat
61

a. Hubungan antara Budaya Keselamatan Pasien dengan Upaya


Pencegahan KTD

Tabel 4.16. Tabel Hasil Bivariat Budaya Keselamatan Pasien


dengan Upaya Pencegahan KTD

Upaya Pencegahan KTD


Tidak Total
Budaya Dilakukan p Value
Dilakukan
F % F % F %
Tidak Mendukung 5 83.3 1 16.7 6 100

Mendukung 4 16.0 21 84.0 25 100 0.004


Jumlah 9 29.0 22 71.0 31 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa yang mendukung


Budaya keselamatan pasien dan dilakukan upaya pencegahan KTD
sebesar 84%, hampir sama dengan yang tidak mendukung Budaya
keselamatan pasien dan tidak dilakukan upaya pencegahan KTD
sebesar 83.3%.
Hasil Chi Square menunjukkan nilai p value = 0.004 (< 0.05) yang
artinya ada hubungan yang siginifikan antara budaya dengan upaya
pencegahan KTD.

b. Hubungan antara Faktor yang mempengaruhi dengan Upaya


Pencegahan KTD

Tabel 4.17. Tabel Hasil Bivariat Faktor yang Mempengaruhi dengan


Upaya Pencegahan KTD

Upaya Pencegahan KTD


Tidak Total
Faktor yang Dilakukan p Value
Dilakukan
Mempengaruhi
f % F % F %
62

Tidak Berpengaruh 6 40 9 60 15 100


Berpengaruh 3 18.8 13 81.3 16 100 0.252
Jumlah 9 29.0 22 71.0 31 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa factor yang


mempengaruhi yang berpengaruh dan dilakukan upaya pencegahan
KTD sebesar 81.3% dan persentase lebih besar dari Faktor yang
mempengaruhi yang tidak berpengaruh dan tidak dilakukan upaya
pencegahan KTD sebesar 40%.
Hasil Chi Square menunjukkan nilai p value = 0.252 (> 0.05) yang
artinya tidak ada hubungan antara faktor yang mempengaruhi dengan
upaya pencegahan KTD.

c. Hubungan antara Ketersediaan Sumber Daya (Man, Money,

Material) dengan upaya pencegahan KTD

Tabel 4.18. Tabel Hasil Bivariat Ketersediaan Sumber Daya


dengan Upaya Pencegahan KTD

Upaya Pencegahan KTD


Sumber Tidak Total
Dilakukan p Value
Daya Dilakukan
F % f % F %
Kurang 2 13.3 13 86.7 15 100
Baik 7 43.8 10 56.3 16 100 0.113
Jumlah 9 29.0 22 71.0 31 100

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa Sumber daya yang baik


dan dilakukan upaya pencegahan KTD sebesar 56.3% lebih besar dari
Sumber daya yang kurang dan tidak dilakukan upaya KTD sebesar 13.3%.
63

Hasil Chi Square menunjukkan nilai p value = 0.113 (> 0.05) yang
artinya tidak ada hubungan antara sumber daya dengan upaya
pencegahan KTD.

Tabel 4.19. Ringkasan Hasil Uji Bivariat

Variabel p value Keterangan


Budaya Keselamatan Pasien 0,004 Ada hubungan
Faktor yang Mempengaruhi 0,252 Tidak ada hubungan
Sumber Daya 0,113 Tidak ada hubungan

Dari hasil ringkasan table diatas menerangkan bahwa hanya

kategori Budaya Keselamatan Pasien ada hubungan dengan Upaya

pencegahan KTD sedangkan kategori Faktor yang mempengaruhi dan

Sumber Daya tidak ada hubungannya dengan Upaya pencegahan

KTD.

4. Analisis Multivariat

Tabel 4.20 Tabel Budaya Keselamatan Pasien, Faktor yang

mempengaruhi dan ketersediaan Sumber daya (Man, Money, Material)

terhadap Upaya Pencegahan KTD

Variables in the Equation

95% C.I.for EXP(B)

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) Lower Upper


Step 1 a
Kategori SD (1) 2.033 1.175 2.995 1 .084 7.636 .764 76.348
64

Kriteria 3.227 1.439 5.031 1 .025 .040 .002 .666


Budaya(1)
Constant .730 .580 1.584 1 .208 2.075

a. Variable(s) entered on step 1: Kategori SDM, Kriteria Budaya.

Dari tabel diatas diketahui bahwa budaya mempengaruhi upaya


pencegahan KTD dengan p value 0,025 (< 0,05); OR = 0,040; CI =
0,002 – 0,666.
Dengan melihat nilai OR kedua variabel, maka dapat disimpulkan
bahwa :
a. Pengelolaan Sumber Daya berpengaruh 7,36 kali pada upaya
pencegahan KTD dibanding bila tidak ada pengelola Sumber Daya
dengan OR = 7,636 (OR>1).
b. Variabel Budaya Keselamatan Pasien bukan merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap Upaya Pencegahan KTD dengan OR
= 0,040 (OR<1).
Berdasarkan tabel di atas dengan keterangan:
Y = Upaya Pencegahan KTD
X1 = Budaya
X2 = Sumber Daya
Maka variabel dengan nilai OR >2, maka persamaan regresi dari tabel
di atas adalah sebagai berikut:
Y = α + β2X2
Y = 0,730 + 2,033 Sumber Daya
Yang artinya ketika terjadi peningkatan sumber daya (X 2) satu satuan,
maka nilai upaya pencegahan KTD (Y) sebesar 2,763
BAB V

Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Budaya keselamatan pasien memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap upaya pencegahan KTD.

b. Terdapat hubungan yang signifikan antara Budaya Keselamatan

Pasien dengan Upaya Pencegahan KTD.

c. Tidak ada hubungan antara faktor yang mempengaruhi dengan

upaya pencegahan KTD.

d. Tidak ada hubungan antara faktor yang mempengaruhi dengan

upaya pencegahan KTD.

e. Tidak ada hubungan antara Sumber Daya (Man, Money, Material)

dengan upaya pencegahan KTD.

f. Respon positif budaya keselamatan pasien akan meningkatkan


produktivitas, sedangkan budaya keselamatan pasien negatif akan
merusak keefektifan dari suatu tim dan menimbulkan efek desain
organisasi yang tidak baik.

g. 83.9% para bidan dan perawat memiliki budaya yang mendukung

upaya pencegahan KTD.

h. 71% bidan dan perawat cenderung tidak mencatat suatu masalah

yang terjadi di unit kerja.

i. Budaya tidak menyalakan masih belum berjalan baik di antara

pimpinan dan tim jika ada staf yang melakukan pekerjaan

mengorbankan keselamatan pasien.


66

j. Kemampuan koordinasi di level direksi sangat baik terhadap para

bidan dan perawat.

k. Kurangnya insentif yang diberikan RS bagi mereka yang

berprestasi dalam melakukan program keselamatan pasien.

l. Kurangnya laporan kejadian insiden Rumah Sakit secara rutin yang

dikirim ke KPPRS PERSI.

2. Saran

a. Mengembangkan dukungan Direktur dan Kepala Bidang/Divisi

serta Kepala Unit/ Instalasi pelayanan terhadap program

Keselamatan Pasien dengan upaya melatih dan melibatkan lebih

banyak staf agar mereka juga berperan aktif dalam program

Keselamatan Pasien sehingga dapat mewujudkan suatu Budaya

Keselamatan Pasien.

b. Tim Peningkatan Mutu dan Keselamatan Rumah Sakit agar

mensosialisasikan ke seluruh staff tentang alur pelaporan insiden

dengan Form yang sudah dibakukan oleh pihak RSIA Kusuma

Pradja, bila belum ada harus dibuat dan diseragamkan form

tersebut dari semua unit RS. Program sosialisasi tersebut bisa

dilakukan dua kali dalam setahun agar pemahaman staff sama

satu sama lain agar tercipta budaya keselamatan pasien.

c. Himbauan pada direksi dan jajarannya agar ikut menciptakan

suasana budaya keselamatan pasien dengan budaya tidak

menyalahkan, agar staff tidak merasa kuatir disalahkan bahkan

dipojokkan seolah – olah sebagai tersangka sehingga sistem

budaya berani melapor insiden yang terjadi dan proses


67

dilakukannya assessment keselamatan pasien ketika pasien mulai

masuk terlaksana dengan baik.

d. Upaya peningkatan insentif dari Rumah Sakit Ibu dan Anak

Kusuma Pradja dapat diberikan bagi para staff berprestasi dalam

upaya memajukan budaya keselamatan pasien di tempat unit kerja

masing – masing sebagai motivasi staff agar berupaya untuk

mendapatkan penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi

yang diberikan Rumah Sakit.

e. Rumah Sakit Ibu dan Anak Kusuma Pradja menyediakan sarana

dan prasarana sistem dan manajemen data pengukuran mutu

terintegrasi sesuai dengan perkembangan teknologi informasi

mulai dari pengumpulan, pelaporan, analisis, validasi, serta

publikasi data untuk internal rumah sakit dan eksternal rumah

sakit. Data tersebut diantaranya adalah data yang meliputi

pelaporan insiden keselamatan pasien.


DAFTAR PUSTAKA

1. Undang – undang RI Nomor 44 Tahun 2000 tentang Rumah Sakit

2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691 tahun 2011 tentang


Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

3. Depkes RI. Panduan Nasional Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.


2006.

4. Smith, et al. Organizational Citizenship; Its Nature And Antecedents,


Scool Of Business. Journal Indiana University; 2008.

5. KKP-RS. Pedoman Pelaporan Keselamatan Pasien. Jakarta: KKP-RS;


2008.

6. Susilowati, S. & Rahayu, W.P. Identifikasi Drug Related Problems


(DRPs) yang Potensial Mempengaruhi Efektifitas Terapi pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang
Periode 2007-2008. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi Klinik. 2008.7(2).

7. Cooper, J.B., et al. The National Patient Safety Foundation Agenda for
Research and Development in Patient Safety. Medscape General
Medicine (online). http://www.medscape.com/viewarticle/408064. Diakses pada 09
Oktober 2017.

8. Beginta, Romi. Pengaruh Budaya Keselamatan Pasien, Gaya


Kepemimpinan, Tim Kerja, Terhadap Persepsi Pelaporan Kesalahan
Pelayanan Oleh Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Bekalsi Tahun 2011. Tesis. Jakarta: Fakultas
kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2012.

9. Agency for Healthcare Research and Quality. Hospital Survey on


Patiient Survey Culture. (online).
http://www.ahrq.gov/professionals/quality-patient.pdf
. Diakses pada 09 Oktober 2017.

10. Departemen Kesehatan RI. Panduan Nasional Keselamatan Pasien


Rumah Sakit.2006.

11. Suharjo, J.B dan B.Cahyono. Membangun Budaya Keselamatan


Pasien Dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius;
2008.
12. Canadian Institute for Health Information. Frequently Asked Questions
Adverse Events Project. 2003.

13. Wang, Xue, Ke Liu, dkk. The Relationship between Patient Safety
Culture and Adverse Events: A Questionnaire Survey. International
Journal of Nursing Studies. 2010.

14. Sallie, Weaver, Lisa., Lubomksi, Renee, Wilson, et al. Promoting a


Culture Safety as a Patient Safety Strategy. National Center for
Biotechnology Infoemation. 2012.

15. Sorra JG, L., Streagle S, Famolaro T, Yount N, Behm J. AHRQ


Hospital Survey on Patient Safety Culture: User’s Guide: Agency for
Healthcare Research and Quality; 2016.

16. Muchlas, Makmuri. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press; 20008.

17. Abdurrahman, Fathoni. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Rineka Cipta; 2006.

18. Anshar. Pendekatan Komprehensif Pengkajian Keselamatan Pasien.


2010.

19. Aditama, Tjandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit.


Jakarta: Universitas Indonesia; 2000.

20. Cahyono, Suharjo.B. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam


Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius; 2008.

21. Green, W.Lawrence. et al. Health Education Planning A Diagnostic


Approach. Johns Hopkins University: Mayfield Publishing Company;
2005.

22. Azwar, Azrul. Menjaga Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan; 2005.
70

23. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta; 2005.

24. Sastroasmoro, S & Ismael, S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian


Klinis. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto; 2010.

25. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Peneliti. Jakarta:
Salemba Medika; 2007.

26. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta;


2002.

27. Murti, B. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif di Bidang Kesehatan. Jakarta: Gajah Mada University
Press; 2006.

28. Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta; 2002.

29. Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta; 2005.

30. Sutejo,K. dkk. RSIA KUSUMA PRADJA RS Sayang Ibu-Anak-


Keluarga. Semarang : CV.Tiga Media; 2015

31. Alimul, H AA. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika; 2008.

32. Agency for Healthcare Research and Quality. Making health care safer
II: an updated critical analysis of the evidence for patient safety
practices.Agency for Healthcare Research and Quality; 2013.

33. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta; 1997.

34. Mulyana, Dede Sri. Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien


Oleh Perawat di Unit Rawat Inap Rumah Sakit X Jakarta [Tesis].
Depok: Universitas Indonesia; 2013.
71

35. Pronovost P, Sexton B. Assessing safety culture: guidelines and


recommendations. Qual Saf Health Care. 2005

36. Gibson JL, Ivancevich JM, Jr JHD, Konopaske R. Organizations


Behavior Structure Processes 12th Edition 2006. New York: Mcgraw
Hill; 2006

37. Pronovost PJ, Weast B, Holzmueller CG, Rosenstein BJ, Kidwell RP,
Haller KB, et al. Evaluation of the culture of safety: survey of clinicians
and managers in an academic medical center. Qual Saf Health Care.
2003

38. Minuzzi AP, Salum NC, Locks MOH, Minuzzi AP, Salum NC, Locks
MOH. Assessment of Patient Safety Culture in Intensive Care From
the Health Team’s Perspective. Texto Amp Contexto - Enferm. 2016

39. Gozlu K, Kaya S. Patient Safety Culture as Perceived by Nurses in a


Joint Commission International Accredited Hospital in Turkey and its
Comparison with Agency for Healthcare Research and Quality Data. J
Patient Saf Qual Improv. 2016

40. Rachmawaty E. Model Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien di


RS Muhammadiyah-‘Aisyiyah [Tesis]. Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka; 2011

41. Journal of Islamic Nursing, Budaya Keselamatan Pasien dan Insiden


Keselamatan Pasien di Rumah Sakit : Literature Review, Najihah
Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Muslim Indonesia (UMI),
Volume 3 Nomor 1, Juli 2018
75

Anda mungkin juga menyukai