Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG


DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PENINGKATAN
KUNJUNGAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA
CABEANKUNTI CEPOGO BOYOLALI

Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Dalam Program Studi Keperawatan
Universitas Sahid Surakarta

Disusun oleh:
ABDUL AZIS MAHMUD
2019122038

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2021

i
ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI


PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG TERHADAP
PENINGKATAN KUNJUNGAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA
KELURAHAN CABEANKUNTI CEPOGO BOYOLALI

Disusun Oleh :

ABDUL AZIS MAHMUD

SKRIPSI ini telah disetujui pada tanggal : / / 2021,

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Fajar Alam Putra, S.Kep.,Ns.,MKM Shinta Rositasari, S.ST.,M.Kes

Mengetahui

Ka Program Studi Keperawatan

Fajar Alam Putra, S.Kep.,Ns.,MKM

(NIDN: 0608088804)

ii
iii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

SKRIPSI skripsi dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan tentang dukungan


keluarga terhadap peningkatan kunjungan lansia di posyandu lansia kelurahan
cabeankunti cepogo boyolali” ini telah diuji dan disahkan oleh Tim Penguji
SKRIPSI skripsi Jurusan program studi keperawatan fakultas sains, teknologi dan
kesehatan Universitas Sahid Surakarta, pada:

Hari :

Tanggal :

Nama : Abdul Azis Mahmud

Penguji I Penguji II

Mengetahui

Ka Program Studi Keperawatan

Fajar Alam Putra, S.Kep.,Ns.,MKM

(NIDN: 0608088804)

iii
iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
E. Keaslian Penelitian.................................................................. 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka...................................................................... 10
1. Lanjut Usia (Lansia).......................................................... 10
a. Pengertian Lansia.......................................................... 10
b. Batasan Lansia.............................................................. 10
c. Masalah Kesehatan Lansia............................................ 11
2. Pelayanan Kesehatan Lansia.............................................. 15
a. Puskesmas Santun Lansia............................................. 17
b. Pembinaan Kelompok Lansia....................................... 18
c. Posyandu Lansia........................................................... 20
3. Konsep Dukungan Keluarga.............................................. 28
a. Pengertian Dukungan Keluarga.................................... 28
b. Bentuk Dukungan Keluarga ......................................... 29
c. Pengertian Keluarga...................................................... 30
d. Fungsi Keluarga............................................................ 31
B. Kerangka Teori.......................................................................... 31

iv
v

C. Kerangka Konsep...................................................................... 32
D. Hipotesis.................................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. 33
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................. 34
C. Populasi dan Sampel ............................................................... 34
D. Variabel Penelitian................................................................... 35
E. Definisi Operasional................................................................ 35
F. Instrumen Penelitian................................................................ 36
G. Teknik Analisa Data................................................................ 36
H. Etika Penelitian........................................................................ 37
I. Jalannya Penelitian ................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

v
vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian penelitian...............................................................................5

Tabel 2.1 Kerangka teori.....................................................................................19

Tabel 2.2 Kerangka konsep.................................................................................20

Tabel 3.1 Definisi Operasional............................................................................24

vi
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Permintaan Menjadi Responden

Lampiran 2. Lembar Persetujuan (Inforrmed Concent)

Lampiran 3. S.O.P

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Populasi penduduk dunia saat ini berada pada era ageing population
dimana jumlah penduduk yang berusia lebih dari 60 tahun melebihi 7 persen dari
total penduduk (Kemenkes, 2020). Dengan meningkatnya jumlah orang lanjut
usia, permintaan akan layanan perawatan primer yang dapat menyaring, menilai,
dan mengelola komorbiditas klinis dan fungsional semakin meningkat. Masalah
kesehatan yang dihadapi lansia beragam seperti penyakit tidak menular (PTM),
kesehatan mental termasuk demensia, serta cedera dan kecacatan akibat
menurunnya kemampuan fungsional. Tindakan diperlukan untuk memastikan
semua lansia dapat mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan, saat
mereka membutuhkannya, tanpa kesulitan keuangan (WHO, 2020).
Untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia pemerintah membuat
beberapa kebjakan-kebijakan pelayanan kesehatan lansia. Tujuan umum kebijakan
pelayanan kesehatan lansia adalah meningkatkan derajat kesehatan lansia untuk
mencapai lansia sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdaya guna bagi keluarga
dan masyarakat. Sementara tujuan khususnya adalah meningkatkan cakupan dan
kualitas pelayanan kesehatan santun lansia, meningkatkan koordinasi dengan
lintas program, lintas sektor, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya,
meningkatnya ketersediaan data dan informasi di bidang kesehatan lansia,
meningkatnya peran serta dan pemberdayaan keluarga, masyarakat dan lansia
dalam upaya serta peningkatan kesehatan lansia, meningkatnya peran serta lansia
dalam upaya peningkatan kesehatan keluarga dan masyarakat (KEMENKES,
2016).
Dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, maka dikembangkan program
kesehatan lansia yaitu posyandu lansia. Posyandu lansia merupakan pos pelayanan
terpadu terhadap lansia di tingkat desa/kelurahan dalam wilayah kerja masing-
masing puskesmas. Adapun tujuan dari pembentukan posyandu lansia yaitu
meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut di

1
2

masyarakat, untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna bagi
keluarga, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelayanan kesehatan
dan komunikasi antara masyarakat (Arfan and Sunarti 2017).
Pelaksanaan kegiatan posyandu merupakan salah satu usaha pendekatan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan primer, semakin tinggi masyarakat
mendapatkan pelayanan kesehatan, semakin meningkatkan derajat kesehatan di
masyarakat. Salah satu keberhasilan dalam rangka pelaksanaan posyandu adalah
memperbaiki atau meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat (Nunung dkk.,
2015). Rendahnya kunjungan lansia ke posyandu menyebabkan lansia kurang
dapat memantau status kesehatannya karena lansia cenderung mengalami gejala
penyakit degeneratif karena faktor fisik yang lemah, padahal kesehatannya dapat
dipantau atau dicegah apabila lansia rajin datang ke posyandu lansia. Kesehatan
lansia yang karena kondisi fisik dan mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk
berperan aktif dalam beraktivitas, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus
terutama dari keluarga, kader maupun masyarakat di sekitarnya (Sulaiman, 2016).
Program pengembangan kesehatan lansia tidak akan berjalan dengan baik
tanpa adanya dukungan dan partisipasi yang baik dari lansia itu sendiri. Salah
satu faktor yang berpengaruh dalam keaktifan Lansia tersebut adalah dukungan
keluarga (Septyaningrum, 2015). Menurut (Yenni, 2011) dalam keluarga juga
terdapat sebuah keterkaitan yang kuat antara keluarga dalam setiap aspek
kesehatan individu dan antar anggota keluarga mulai dari tahap promosi kesehatan
hingga rehabilitasi. Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat
atau kesediaan Lansia untuk mengikuti kegiatan Posyandu. Dukungan keluarga
yang diberikan maksimal akan berdampak pada motivasi Lansia dalam
keikutsertaan/ keaktifan Lansia dalam mengikuti Posyandu Lansia sehingga
sangat membantu Lansia dalam meningkatakan derajat kesehatannya dengan aktif
dalam kegiatan Posyandu Lansia (Abas, 2015). Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Sari (2013) mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara dukungan keluarga dengan tingkat kehadiran lansia ke posyandu lansia.
Factor yang dapat mempengaruhi dukungan keluarga adalah tingkat
pengetahuan keluarga tentang pentingnya dukungan keluarga. Dalam
3

meningkatkan dukungan keluarga tersebut, dapat diberikan Pendidikan kesehatan


tentang pentingnya dukungan keluarga bagi lansia. Dari Pendidikan kesehatan
yang diberikan tersebut, diharapkan dapat mendorong keluarga untuk lebih
mengerti tentang bagaimana cara memberi dukungan keluarga sehingga keaktifan
lansia dalam mengikuti posyandu lansia dapat ditingkatkan.
Pendidikan kesehatan merupakan proses yang direncanakan dengan
sadar untuk menciptakan peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar
memperbaiki kesadaran (literacy) serta meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan (life skills) demi kepentingan kesehatannya (Nursalam, 2013).
Media atau alat peraga dalam program penyampaian informasi kesehatan atau
pendidikan kesehatan dapat diartikan sebagai alat bantu untuk memberikan
informasi tentang kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa, atau
dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebarluasan informasi
(Daryanto, 2011). Media mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menentukan keberhasilan dalam proses penyampaian pesan. Pemilihan
media yang tepat akan sanga membantu keberhasilan proses
penyampaian pesan kepada audien, sebaliknya penggunaan media yang
tidak tepat akan mempersulit audien dalam memahami pesan yang
disampaikan. Jenis media yang dapat digunakan antara lain adalah
media cetak, media elektronik dan media papan. Media cetak seperti
booklet, leaflet, buku, flyer, flip chart dan poster. Media elektronik seperti
televisi, radio dan video serta media papan (Notoatmodjo, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 24
Maret 2021 di Posyandu Lansia Kelurahan Cabeankunti Cepogo Boyolali, jumlah
lansia yang hadir saat Posyandu rutin lansia tanggal 23 Maret 2021 adalah 14
orang dari jumlah total 71 lansia, di Posyandu Lansia Cabeankunti Cepogo
Boyolali jumlah lansia yang hadir pada Posyandu rutin tanggal 24 April 2021
adalah 25 orang dari jumlah total 71 lansia. Dilihat dari data rekapitulasi absensi
selama 3 bulan terakhir yaitu bulan Januari sampai dengan Maret jumlah
kunjungan lansia tidak ada yang mencapai 50% dari total jumlah lansia yang
terdaftar sebagai anggota Posyandu.
4

Dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu kader, kegiatan rutin
Posyandu Lansia Cabeankunti Cepogo Boyolali yaitu, pemeriksaan rutin tekanan
darah, berat badan, bahkan pemeriksaan gula darah asam urat dengan sedikit biaya
administrasi. Setiap 2 bulan sekali diberikan pendidikan kesehatan. Dan disetiap
acara disediakan konsumsi untuk para lansia yang hadir. Dengan pentingnya
manfaat posyandu, rendahnya kunjungan lansia menjadi hal penting untuk diteliti.
Hal ini mendorong peneliti untuk mencari tahu alasan lansia yang tidak
hadir pada acara tersebut dengan cara melakukan sedikit wawancara dari rumah
kerumah lansia yang tidak hadir. Dari 7 orang lansia yang peneliti temui, 3 orang
lansia mengatakan tidak mengikuti kegiatan Posyandu Lansia mengatakan sibuk
menjaga cucu mereka dikarenakan orang tua si cucu sedang bekerja, 2 orang
lansia mengatakan lupa dan tidak ada anggota keluarga yang mengingatkan, 1
orang lansia mengatakan sedang tidak enak badan dan 1 orang lansia mengatakan
sedang membantu anaknya menyelesaikan pekerjaannya yaitu memenuhi pesanan
cathering.
Dari data tersebut didapatkan bahwa dukungan keluarga sangatlah penting
untuk lansia dalam keaktifan mengikuti kegiatan di Posyandu Lansia.
Berdasarkan uraian diatas mendorong peneliti untuk mengetahui adakah Pengaruh
Pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga terhadap kunjungan lansia di
Posyandu Lansia Kelurahan Cabeankunti Cepogo Boyolali.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian adakah Pengaruh Pendidikan kesehatan tentang
dukungan keluarga terhadap kunjungan lansia di posyandu lansia kelurahan
cabeankunti cepogo boyolali?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh
dukungan keluarga dengan kunjungan lansia di posyandu lansia
cabeankunti cepogo boyolali?
5

2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :
a. Mengetahui keaktifan kunjungan lansia sebelum pemberian
Pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga di posyandu lansia
Desa Cabeankunti.
b. Mengetahui keaktifan kunjungan lansia sesudah pemberian Pendidikan
kesehatan tentang dukungan keluarga di posyandu lansia Desa
Cabeankunti.
c. Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang dukungan
keluarga terhadap kunjungan lansia di posyandu lansia Kelurahan
Cabeankunti, Cepogo, Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian dapat menambah pengetahuanpeneliti dalam
melakukan suatu penelitian sehingga dapat berguna dalam melakukan
penelitian-penelitian berikutnya.
b. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan dasar bagi penelitian selanjutnya yang
akan meneliti tentang lansia maupun dukungan keluarga.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Keluarga
Sebagai bahan masukan bagi keluarga lansia untuk lebih meningkatkan
dukungan kepada lansia dalam mengikuti kegiatan Posyandu lansia
agar lansia bisa aktif dalam menghadiri kegiatan Posyandu Lansia.
b. Bagi Lansia
Dengan mendapat dukungan keluarga diharapkan lansia menjadi lebih
bersemangat kemudian aktif berkunjung ke Posyandu Lansia
c. Bagi Posyandu Lansia
6

Sebagai acuan untuk memotivasi kader turut berperan aktif


mendukung keluarga para lansia dalam memberikan dukungan dalam
kegiatan posyandu lansia.
d. Bagi institusi pendidikan khususnya mahasiswa
Skripsi ini sebagai acuan untuk dapat digunakan sebagai data dasar
penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1
Keaslian penelitian

No Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan dan


persamaan
1 Hubungan teknik proportionate stratified Hasil penelitian Perbedaan variabel
Dukungan random sampling dan menunjukkan terdapat penelitian dimana
Keluarga dan berjumlah 96 orang. Uji hubungan antara pekerjaan, peneliti akan meneliti
Faktor Lainnya statistik yang digunakan chi dukungan keluarga dan sikap tentang dukungan
dengan square, dan fisher’s exact, dengan keaktifan lansia keluarga dengan
Keaktifan dengan α= 5%. mengikuti kegiatan kunjungan
Lanjut Usia posyandu. lansia.sedangkan
(Lansia) penelitian terkait
Mengikuti meneliti juga faktor
Kegiatan lainnya. Untuk
Posyandu persamaan dengan
Lansia di penelitian yang akan
Wilayah Kerja dilakukan adalah pada
Puskesmas jenis penelitian dan
Rajabasa Indah design penelitian.
2 Hubungan Tingkat Metode penelitian deskriptif Hasil uji statistic korelasi Perbedaan dengan
Pengetahuan dan korelatif. Pendekatan penelitian antara pengetahuan dan penelitian yang akan
Dukungan menggunakan Cross Sectional. keaktifan diketahui nilai  dilakukan adalah pada
Keluarga dengan teknik pengambilan sampel = 0,186 ; p = 0,182. Hasil variabel penelitian
Keaktifan Lanjut proporsional random sampling. statistic korelasi antara dimana peneliti akan
Usia Dalam Analisis data menggunakan uji dukungan keluarga dan meneliti tentang
Mengikuti korelasi Rank Spearman keaktifan diketahui nilai  dukungan keluarga dan
Kegiatan di = 0,420 ; p = 0,000. kunjungan lansia.
Posyandu Lansia Sedangkan persamaan
Desa Gajahan dengan penelitian yang
Kecamatan akan dilakukan adalah
Colomadu oleh pada jenis penelitian
Dian Puspitasari, dan desaign penelitian
2014 serta desain penelitian.

3 Hubungan peran Desain penelitian Hasil uji Chi Square Perbedaan dengan
kader dan mengunakan desain survey menunjukkan adanya penelitian yang akan
dukungan keluarga analitik cross sectional. hubungan peran kader dan dilakukan adalah pada
dengan keaktifan Populasi penelitian dukungan keluarga dengan variabel penelitian
7

lansia di posyandu sebanyak 50 lansia dan keaktifan lansia mengikuti dimana peneliti akan
karang werda dengan sampel 44 lansia. dengan p value = (0,05), meneliti tentang
permadi rw 02 dukungan keluarga dan
kecamatan kunjungan lansia.
lowokwaru kota Sedangkan persamaan
malang oleh dengan penelitian yang
Adawiyah (2019) akan dilakukan adalah
pada jenis penelitian
dan desaign penelitian
serta desain penelitian
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Lanjut Usia
a. Pengertian
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses menjadi
tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan mengalami
kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan). Penuaan merupakan
perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh, jaringan dan
sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang,
jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terkena
berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang
dewasa lain (Kholifah, 2016).
b. Batasan Lansia
Beberapa pendapat ahli dalam Sunaryo et.al (2016) tentang
batasan-batasan umur pada lansia sebagai berikut:
1) Undang-undang nomor 13 tahun 1998 dalam bab 1 pasal 1 ayat 2
yang berbunyi “ lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun ke atas”.
2) World Health Organization (WHO), lansia dibagi menjadi 4
kriteria yaitu usia pertengahan (middle ege) dari umur 45-59 tahun,
lanjut usia (elderly) dari umur 60-74 tahun, lanjut usia (old) dari

8
9

umur 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) ialah umur diatas
90 tahun.
3) Dra. Jos Mas (Psikologi UI) terdapat empat fase, yaitu : fase
invenstus dari umur 25-40 tahun, fase virilities dari umur 40-55
tahun, fase prasenium dari umur 55-65 tahun dan fase senium dari
65 tahun sampai kematian.
4) Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age)
dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu young old dari umur 75-75 tahun,
old dari umur 75-80 tahun dan very old 80 tahun keatas.
c. Masalah Kesehatan Lansia
Aspek kesehatan pada lansia ditandai dengan adanya perubahan
faali akibat proses menua yang menurut Notoadmojo (2014) meliputi:
1) Gangguan penglihatan
Biasa disebabkan oleh degenerasi makularsenilis, katarak dan
glaukoma. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Degenerasi makular senilis
Penyebab penyakit ini belum diketahui namun dapat dicetuskan
oleh rangsangan cahaya berlebihan. Kelainan ini
mengakibatkan distorsi visual, penglihatan menjadi kabur serta
dapat timbul distorsi persepsi visual.
b) Katarak
Katarak pada lansia dapat diakibatkan oleh pengobatan steroid
yang lama, trauma maupun radiasi. Bila tidak ditemukan
penyebabnya, biasanya disebut idiopatik akibat proses menua.
c) Glaukoma
Peningkatan tekanan di dalam bola mata dapat terjadi secara
akut maupun mendadak. Gejalanya ada;ah kabur penglihatan
disertai pusing, nyeri, muntah dan kemerahan pada mata.
2) Gangguan pendengaran
10

Gangguan ini meliputi presbikusis (gangguan pendengaran pada


lansia) dan gangguan komunikasi.
a) Presbikusis
yaitu gangguan pendengaran yang terjadi pada lansia. Lansia
laki-laki cenderung lebih sering menderita presbikusis daripada
lansia wanita.
b) Gangguan komunikasi
3) Perubahan komposisi tubuh
Dengan bertambahnya usia maka massa bebas lemak (terutama
terdiri atas otot) berkurang 6,3 % berat badan per dekade seiring
dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air
mengalami penurunan sebesar 2,5% per dekade.
4) Saluran cerna
Dengan bertambahnya usia maka jumlah gigi berangsur-angsur
berkurang karena tanggal atau ekstraksi atas indikasi tertentu.
Ketidaklengkapan alat cerna mekanik tentu mengurangi
kenyamanan makan serta membatasi jenis makanan yang dapat
dimakan. Produksi air liur dengan berbagai enzim yang
terkandung di dalamnya juga mengalami penurunan. Selain
mengurangi kenyamanan makan, kondisi mulut yang kering juga
mengurangi kelancaran saat makan.
5) Hepar
Hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia 80
tahun ke atas, sehingga obat-obatan yang memerlukan proses
metabolisme pada organ ini harus ditentukan dosisnya secara
seksama agar para lansia terhindar dari efek samping yang tidak
diinginkan.
6) Ginjal
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui air seni. Darah masuk ke ginjal kemudian disaring oleh
unit terkecil ginjal yang disebut nefron. Pada lansia terjadi
11

penurunan jumlah nefron sebesar 5-7% per dekade mulai usia 25


tahun. Hal ini mengakibatkan sisa metabolisme melalui air seni
termasuk sisa obat-obatan.
7) Sistem kardiovaskular
Perubahan pada jantung yang pernah terlihat dari bertambahnya
jaringan kolagen, ukuran miokard bertambah, jumlah miokard
berkurang dan jumlah air jaringan berkurang. Selain itu, akan
terjadi pula penurunan jumlah sel-sel pacu jantung serta serabut
berkas His dan Purkinye. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard disertai
memanjangnya waktu pengisian diastolik. Hasil akhirnya adalah
berkurangnya fraksi ejeksi sampai 10-20%.
8) Sistem pernafasan
Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan
akan menurun seiring dengan penambahan usia. Sendi-sendi
tulang iga akan menjadi kaku. Keadaan-keadaan tersebut
mengakibatkan penurunan laju ekspirasi paksa satu detik sebesar
±0,2 liter/dekade serta berkurangnya kapasitas vital. Sistem
pertahanan yang terdiri atas gerak bulu getar, leukosit dan antibodi
serta refleks batuk akan menurun. Hal tersebut menyebabkan
warga usia lanjut lebih rentan terhadap infeksi.
9) Sistem hormonal
Produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun
tetapi tidak mencapai titik nadir. Pada usia 70 tahun, seorang laki-
laki masih memiliki libido dan mampu melakukan kopulasi. Pada
wanita, karena jumlah ovum dan folikel yang sangat rendah maka
kadar estrogen akan sangat menurun setelah menopause (usia 45-
50 tahun). Keadaan ini menyebabkan dinding rahim menipis,
selaput lendir mulut rahim dan saluran kemih menjadi kering.
Pada wanita yang sering melahirkan keadaan di atas akan
memperbesar kemungkinan terjadinya inkontinensia.
12

10) Sistem muskulosceletal


Dengan bertambahnya usia maka jelas terhadap sendi dan sistem
muskuloskeletal semakin banyak. Sebagai resporeparatif maka
dapat terjadi pembentukan tulang baru, penebalan selaput sendi dan
firosin. Ruang lingkup gerak sendi yang berkurang dapat
diperberat pula dengan tendon yang semakin kaku.
2. Posyandu Lansia
a. Pengertian Poyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk mayarakat
yang sudah berusia lanjut disuatu wilayah tertentu yang sudah disepakati
dan digerakkan oleh mayarakat dimana masyarakat yang berusia lanjut
bisa mendapatkan pelayanan kesehatan (Khadijah et al., 2014).
Posbindu adalah pos pembinaan terpadu untuk masyarakat usia
lanjut di suatu wilayah yang digerakkan oleh masyarakat, dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan dan di selenggarakan melalui
program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,
tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya
(Sunartyasih & Linda, 2012).
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu
wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses
pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama
lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-
pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik
beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif.
Disamping pelayanan kesehatan, di Posyandu Lanjut Usia juga dapat
diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan
seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan
kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan
mengembangkan potensi diri (Kemenkes RI, 2013).
b. Tujuan Posyandu Lansia
13

Pembentukan Posyandu Lansia memiliki beberapa tujuan, tujuan


dibentuknya posyandu lansia yaitu:
1) Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik sesuai
kemampuan dan aktifitas yang mendukung.
2) Memelihara kemandirian secara maksiamal.
3) Melaksanakan diagnose dini secara tepat dan memadai.
4) Melaksanakan pengobatan secara tepat.
5) Membina lansia dalam bidang kesehatan fisik.
6) Sarana untuk menyalurkan minat lansia.
7) Meningkatkan kebersamaan antar lansia.
8) Meningkatkan kemampuan lansia untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan lain yang sesuai kebutuhan lansia
(Hidayah, 2016).
c. Sasaran Posyandu Lansia
Sasaran dari posyandu lansia adalah sasaran langsung yaitu
kelompok prausia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun
keatas). Kelompok usia lanjut yang memiliki resiko tinggi (70 tahun
keatas). Sasaran tidak langsung yaitu keluarga lansia, masyarakat umum,
organisasi social dalam bidang lansia (Hidayah, 2016).
d. Kegiatan Poyandu Lansia
Pelayanan dalam posyandu lansia pertama pemeriksaan kegiatan
sehari-hari seperti: makan, minum, mandi, berpakaian dan naik turun
tempat tidur, dan buang air. Pemeriksaan kedua memeriksa status gizi
dengan menimbang berat badan dan tinggi badan dengan dilakukan
pencatatan dalam grafik indeks massa tubuh (IMT). Pemeriksaan status
mental dan tekanan darah menggunakan tensi meter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama 1 menit (Deri, 2016).
Pemeriksaan hemoglobin, gula darah sebagai deteksi awal adanya
penyakit diabetes mellitus.Pemeriksaan kandungan zat putih telur (protein)
dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal dan
pelaksanaan rujukan pukesmas bila ada rujukan.Kegiatan penyuluhan
14

dilakukan diluar atau didalam posyandu atau kelompok lansia. Kunjungan


rumah oleh kader dan didampingi tenaga kesehatan dari puskesmas bagian
anggota lansia yang tidak pernah hadir di posyandu (Hidayah, 2016).
e. Pemanfaatan Posyandu Lansia
Pembentukan Posyandu Lansia memberi manfaat kepada para
lansia, manfaat mengikuti Posyandu Lansia antara lain,
1) Kesehatan fisik usia lanjut dapat dipertahankan.
2) Kesehatan tetap terpelihatra.
3) Menyalurkan minat dan bakat untuk mengisi waktu luang.
4) Meningkatkan komunikasi antar lansia (Rosmery et al, 2015).
f. Faktor yang mempengaruhi lansia dalam mengikuti posyandu lansia
Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya kunjungan lansia ke

posyandu lansia menurut Juniardi 2012, antara lain:

1) Pengetahuan, merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah


orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
2) Jarak rumah dengan lokasi posyandu, jarak antara rumah tempat
tinggal dan tempat layanan kesehatan (dalam km) dan biaya
transport adalah biaya yang dikeluarkan dari rumah menuju ke
fasilitas pelayanan kesehatan (dalam rupiah).
3) Dukungan keluarga, dukungan sebagai informasi verbal atau non
verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku sosialnya atau
yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku
penerimanya.
4) Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan posyandu, sarana
prasarana dapat diartikan sebagai suatu aktifitas maupun materi
yang berfungsi melayani kebutuhan individu atau kelompok di
dalam suatu lingkungan kehidupan.
5) Sikap dan perilaku lansia, sikap sebagai suatu pola perilaku
terdensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan
15

diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana. Sikap adalah


respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisi. Hubungan
Sikap dan
6) Penghasilan atau ekonomi, penghasilan menentukan tingkat hidup
seseorang terutama dalam kesehatan. Apabila penghasilan yang
didapat berlebih, maka seseorang lebih cenderung untuk
menggunakan fasilitas kesehatan yang lebih baik, contohnya
seperti rumah sakit dengan fasilitas yang ada di lingkungan tempat
tinggalnya.
g. Teori keaktifan kunjungan posyandu lansia
Keaktifan dapat diasumsikan bahwa lansia yang aktif mengiktui
setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh posyandu lansia. Seperti olahraga
senam lansia , pendidikan dan jalan santai , menjalani pengobatan
pemerikasan kesehtan secara berkala , pemberian makanan tambahan
maka lansia tersebut termasuk dalam lansia yang aktif (Ismawati 2012).
Namun apabila lansia tidak mengikuti setiap kegiatan yang dilaksakn oleh
posyandu lansia maka mereka tergolong yang tidak aktif . Keaktifan lansia
dalam mengikuti setiap kegiatan yang diaksakan diposyandu lansia dapat
menurunkan angka kesakitan pada lansia (DepKes RI, 2015).
3. Konsep Dukungan Keluarga
a. Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga
terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan
keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap,
tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota
keluarga merasa ada yang memperhatikan. Orang yang berada dalam
lingkungan sosial yang suportif umumnya memiliki kondisi yang lebih
baik dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini, karena dukungan
keluarga dianggap dapat mengurangi atau menyangga efek kesehatan
mental individu menurut (Friedman, 2013).
16

Dukungan keluarga adalah bantuan yang dapat diberikan kepada


anggota keluarga lain berupa barang, jasa, informasi dan nasihat yang
mampu membuat penerima dukungan akan merasa disayang, dihargai, dan
tenteram. Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan penerimaan
keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung akan selalu siap memberi
pertolongan dan bantuan yang diperlukan. Dukungan keluarga yang
diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga yang lainnya
dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat dalam sebuah
keluarga. Bentuk dukungan keluarga terhadap anggota keluarga adalah
secara moral atau material. Adanya dukungan keluarga akan berdampak
pada peningkatan rasa percaya diri pada penderita dalam menghadapi
proses pengobatan penyakitnya (Misgiyanto & Susilawati, 2014).
b. Bentuk dukungan keluarga
Bentuk dukungan keluarga memiliki beberapa bentuk, bentuk
dukungan keluarga dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Dukungan Fisiologis Dukungan fisiologis merupakan dukungan
yang dilakukan dalam bentuk pertolongan-pertolongan dalam
aktivitas seharihari yang mendasar, seperti dalam hal mandi
menyiapkan makanan dan memperhatikan gizi, toileting,
menyediakan tempat tertentu atau ruang khusus, merawat
seseorang bila sakit, membantu kegiatan fisik sesuai kemampuan,
seperti senam, menciptakan lingkungan yang aman, dan lain-lain
2) Dukungan Psikologis Dukungan psikologis yakni ditunjukkan
dengan memberikan perhatian dan kasih sayang pada anggota
keluarga, memberikan rasa aman, membantu menyadari, dan
memahami tentang identitas. Selain itu meminta pendapat atau
melakukan diskusi, meluangkan waktu bercakap-cakap untuk
menjaga komunikasi yang baik dengan intonasi atau nada bicara
jelas, dan sebagainya.
17

3) Dukungan Sosial Dukungan sosial diberikan dengan cara


menyarankan individu untuk mengikuti kegiatan spiritual seperti
pengajian, perkumpulan arisan, memberikan kesempatan untuk
memilih fasilitas kesehatan sesuai dengan keinginan sendiri, tetap
menjaga interaksi dengan orang lain, dan memperhatikan norma-
norma yang berlaku (Indriyani, 2013).
c. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Friedman (2013) ada bukti kuat dari hasil penelitian yang
menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif
menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak
yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada
anak-anak yang berasal dari keluarga yang lebih besar. Selain itu
dukungan keluarga yang diberikan oleh orang tua (khususnya ibu) juga
dipengaruhi oleh usia. Ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak
bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih
egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.
Friedman (2013) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
dukungan keluarga adalah kelas sosial ekonomi meliputi tingkat
pendapatan atau pekerjaan dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas
menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada,
sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas
dan otokrasi. Selain itu orang tua dan kelas sosial menengah mempunyai
tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang
tua dengan kelas sosial bawah. Faktor lainnya adalah adalah tingkat
pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan kemungkinan semakin
tinggi dukungan yang diberikan pada keluarga yang sakit
d. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua individu atau lebih yang terikat
oleh darah, perkawinan, atau adopsi yang tinggal dalam satu rumah atau
jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain (Muhlisin, 2012). Duvall
dan Miller dalam Abi (2012) menerangkan bahwa keluarga merupakan
18

sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang


bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari setiap anggota
keluarganya. Dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua
orang atau lebih dalam suatu ikatan darah, perkawinan, maupun
pengadopsian yang yang bertujuan untuk membentuk perkembangan
bio,psiko,sosio dan spiritual dan bersama dalam satu rumah.
e. Fungsi Keluarga
Terdapat beberapa fungsi dasar keluarga menurut friedman (2013)
yaitu:
1) Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang
merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif beguna
untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi
afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia.
Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif,
perasaan dimiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber
kasih sayang “reinforcement” dukungan yang semuanya di pelajari
dan dikembangkan melalui interksi dan hubungan dengan keluarga.
Komponen yang harus dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif
adalah memelihara saling asuh, keseimbangan saling mengahargai,
pertalian dan identifikasi, dan keterpisahan serta kepaduan.
2) Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai pada saat lahir dan hanya diakhiri dengan
kematian. Sosialisasi merupakan kemampuan suatu proses yang
belangsung seumur hidup dimana individu secara kontinyu
mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang
terpola secara sosial, yang mereka alami. Keluarga merupakan
tempat individu melakukan sosialisasi. Pada setiap tahap
perkembangan keluarga dan individu (anggota keluarga) dicapai
melalui interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam
19

sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya,


peilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga sehingga
individu mampu berperan di masyarakat.
3) Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program
keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol.
4) Fungsi Ekonomi
5) Untuk memenuhi kebutuhan keluarga sepeti makanan, pakaian,
rumah, maka keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini
sukar di penuhi oleh keluarga dibawah garis kemiskinan.
4. Pendidikan kesehatan
a. Pengertian edukasi kesehatan
Edukasi kesehatan Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan
kesehatan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat
agar masyarakat mau melakukan tindakan - tindakan untuk memelihara,
dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan dengan
menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk
mengubahperilaku sasaran.
b. Tujuan pendidikan kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan (Nursalam dan Efendi, 2013)
yaitu: Terjadi perubahan sikap dan tingkah laku individu, keluarga,
kelompok khusus dan masyarakat dalam membina serta memelihara
perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatanyang optimal.
c. Sasaran pendidikan kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) sasaran pendidikan kesehatan
dibagi dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu :
1) Sasaran primer (Primary Target)
20

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala


upaya pendidikan atau promosi kesehatan Sesuai
dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat
dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk masalah
kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah
KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), anak sekolah untuk
kesehatan remaja, dan juga sebagainya.
2) Sasaran sekunder (Secondary Target)
Yang termasuk dalam sasaran ini adalah para tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya.
Disebut sasaran sekunder, karena dengan memberikan
pendidikan kesehatan kepada kelompok ini diharapkan untuk
nantinya kelompok ini akan memberikan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat di sekitarnya.
3) Sasaran tersier (Tertiary Target)
Para pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di
tingkat pusat, maupun daerah. Dengan kebijakan-kebijakan
atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan
mempunyai dampak langsung terhadap perilaku tokoh
masyarakat dan kepada masyarakat umum.
d. Ruang lingkup pendidikan kesehatan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari 3 dimensi
menurut Fitriani (2011) yaitu;
1) Dimensi sasaran
a) Pendidikan kesehatan individu dengan sasarannya adalah
individu.
b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasarannya
adalahkelompok masyarakat tertentu.
c) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasarannya
adalahmasyarakat luas.
2) Dimensi tempat pelaksanaan
21

a) Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasarannya


adalahpasien dan keluarga
b) Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasarannya
adalah pelajar.
c) Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja
dengan sasarannya adalah masyarakat atau pekerja.
3) Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a) Pendidikan kesehatan untuk promosi kesehatan (Health
Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi
lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b) Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus
(SpecificProtection) misal : imunisasi
c) Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan
tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal :
denganpengobatan layak dan sempurna dapat menghindari
dari resiko kecacatan.
d) Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation)
misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan -
latihan tertentu.
e. Langkah-langkah dalam pendidikan kesehatan
Menurut Subari (2016) ada beberapa langkah yang harus ditempuh
dalam melaksanakan pendidikan kesehatan, yaitu :
1) Tahap I. Perencanaan dan pemilihan strategi
Tahap ini merupakan dasar dari proses komunikasi yang akan
dilakukan oleh pendidik kesehatan dan juga merupakan kunci
penting untuk memahami kebutuhan belajar sasaran dan
mengetahui sasaran atau pesan yang akan disampaikan. Tindakan
perawat yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain:
a) Review data yang berhubungan dengan kesehatan,
keluhan,kepustakaan, media massa, dan tokoh masyarakat.
22

b) Cari data baru melalui wawancara, fokus grup (dialog


masalah yang dirasakan).
c) Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap
masalah kesehatan, termasuk identifikasi sasaran.
d) Identifikasi kesenjangan pengetahuan kesehatan
Tulis tujuan yang spesifik, dapat dilakukan,
menggunakan prioritas, dan ada jangka waktu.
e) Kaji sumber - sumber yang tersedia (dana,sarana dan
manusia)
2) Tahap II. Memilih saluran dan materi/media.
Pada tahap pertama diatas membantu untuk memilih saluran yang
efektif dan materi yang relevan dengan kebutuhan sasaran.
Saluran yang dapat digunakan adalah melalui kegiatan yang
ada di masyarakat. Sedangkan materi yang digunakan disesuaikan
dengan kemampuan sasaran. Tindakan keperawatan yang perlu
dilakukan adalah :
a) Identifikasi pesan dan media yang digunakan.
b) Gunakan media yang sudah ada atau menggunakan media
baru.
c) Pilihlah saluran dan caranya.
3) Tahap III. Mengembangkan materi dan uji coba
Materi yang ada sebaiknya diuji coba ( diteliti ulang ) apakah
sudah sesuai dengan sasaran dan mendapat respon atau tidak.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
a) Kembangkan materi yang relevan dengan sasaran.
b) Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji
coba akan membantu apakah meningkatkan pengetahuan,
dapat diterima, dan sesuai dengan individu.
4) Tahap IV. Implementasi
Merupakan tahapan pelaksanaan pendidikan kesehatan. Tindakan
keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
23

a) Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunitas


agar efektif.
b) Pantau dan catat perkembangannya.
c) Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.
5) Tahap V. Mengkaji efektifitas
Mengkaji keefektifan program dan pesan yang telah disampaikan
terhadap perubahan perilaku yang diharapkan. Evaluasi hasil
hendaknya berorientasi pada kriteria jangka waktu (panjang /
pendek) yang telah ditetapkan. Tindakan keperawatan yang perlu
dilakukan adalah melakukan evaluasi proses dan hasil.
6) Tahap VI. Umpan balik untuk evaluasi program
Langkah ini merupakan tanggung jawab perawat terhadap
pendidikan kesehatan yang telah diberikan. Apakah perlu diadakan
perubahan terhadap isi pesan dan apakah telah sesuai dengan
kebutuhan sasaran. Informasi dapat memberikan gambaran tentang
kekuatan yang telah digunakan dan memungkinkan adanya
modifikasi.Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut:
a) Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengan kebutuhan.
b) Modifikasi strategi bila tidak berhasil.
c) Lakukan kerjasama lintas sektor dan program.
d) Catatan perkembangan dan evaluasi terhadap pendidikan
kesehatan yang telah dilakukan.
e) Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan dilakukan.
f) Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan
kesehatan.
f. Faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam Pendidikan
Kesehatan. Subari (2016) mengelompokkan faktor- faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pendidikan kesehatan yaitu:
1) Faktor materi atau hal yang dipelajari yang meliputi kurangnya
persiapan, kurangnya penguasaan materi yang akan dijelaskan
24

oleh pemberi materi, penampilan yang kurang meyakinkan


sasaran, bahasa yang digunakan kurang dapat dimengerti oleh
sasaran, suara pemberi materi yang terlalu kecil, dan penampilan
materi yang monoton sehingga membosankan.
2) Faktor lingkungan, dikelompokkan menjadi dua yaitu :
a) Lingkungan fisik yang terdiri atas suhu,kelembaban
udara,dan kondisi tempat belajar.
b) Lingkungan sosial yaitu manusia dengan segala
interaksinya serta representasinya seperti keramaian atau
kegaduhan,lalulintas, pasar dan sebagainya
3) Faktor instrument yang terdiri atas perangkat keras (hardware)
seperti perlengkapan belajar alat - alat peraga dan perangkat
lunak (software) seperti kurikulum (dalam pendidikan formal),
pengajar atau fasilitator belajar, serta metode belajar mengajar.
4) Faktor kondisi individu subjek belajar, yang meliputi kondisi
fisiologis seperti kondisi panca indra (terutama pendengaran dan
penglihatan) dan kondisi psikologis, misalnya intelegensi,
pengamatan,daya tangkap, ingatan, motivasi, dan sebaginya.
g. Media dalam pendidikan kesehatan
1) Media cetak
a) Booklet : digunakan untuk menyampaikan pesan dalam
bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
b) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa
gambar/tulisan atau pun keduanya.
c) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk
lipatan.
d) Flip chart (lembar Balik) ; pesan/informasi kesehatan
dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam bentuk buku,
dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di
baliknya berisi kalimat sebagai
pesan/informasi berkaitan dengan gambar tersebut.
25

e) Rubrik/tulisan-tulisan : pada surat kabar atau majalah


mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan.
f) Poster : merupakan suatu bentuk media cetak berisi pesan-
pesan/informasi kesehatan, yang biasanya ditempel di
tembok- tembok, di tempat-tempat umum, atau di kendaraan
umum.
g) Foto : digunakan untuk mengungkapkan informasi -
informasi kesehatan.
2) Media elektronik
a) Televisi : dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum
diskusi/tanya jawab, pidato/ceramah, TV, quiz, atau cerdas
cermat.
b) Radio : bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, ceramah. c)
Video Compact Disc (VCD)
c) Slide : digunakan untuk menyampaikan
pesan/informasikesehatan.
d) Film strip : digunakan untuk menyampaikan pesan
kesehatan.
3) Media papan (Bill Board)
Papan/bill board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat
dipakai diisi dengan pesan - pesan atau informasi – informasi
kesehatan. Media papan di sini juga mencakup pesan-pesan
yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan
umum (bus/taksi).
h. Strategi dan metode pendidikan kesehatan
1) Strategi pendidikan kesehatan
Strategi pendidikan kesehatan adalah cara-cara yang dipilih
untuk menyampaikan materi dalam lingkungan pendidikan
kesehatan yangmeliputi sifat, ruang lingkup dan urutan kegiatan
yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada klien. Strategi
26

pendidikan kesehatan tidak hanya terbatas pada prosedur


kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket
pendidikan kesehatannya (Ririn,2013).
2) Metode pendidikan kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2010) metode pendidikan kesehatan
dibagi menjadi :
a) Metode pendidikan individu. Metode ini bersifat individual
digunakan untuk membina perilaku atau membina seseorang
yang mulai tertarik untuk melakukan sesuatu perubahan
perilaku. Bentuk pendekatan ini antara lain:
(1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan councellin)
Dengan cara ini kontak antara keluarga dengan petugas
lebih intensif. Klien dengan kesadaran dan penuh
pengertian menerima perilaku tersebut.
(2) Wawancara (interview)
Wawancara petugas dengan klien untuk menggali
informasi, berminat atau tidak terhadap perubahan untuk
mengetahui apakah perilaku yang sudah atau akan diadopsi
itu mempunyai dasar pengertian atau dasar yang kuat.
b) Metode pendidikan kelompok
Metode tergantung dari besar sasaran kelompok serta
pendidikan formal dari sasaran.
(1) Kelompok besar
(2) Kelompok besar di sini adalah apabila peserta penyuluhan
lebih dari 15 orang. Metode yang baik untuk
kelompokbesar adalah
(a) Seminar yaitu metode yang baik untuk sasaran
dengan pendidikan menengah keatas berupa
presentasi dari satu atau beberapa ahli tentang topik
yang menarik dan aktual.
27

(b) Ceramah, yaitu metode yang baik untuk sasaran


yang berpendidikan tinggi atau rendah
(3) Kelompok kecil
Jumlah sasaran kurang dari 15 orang, metode yang
cocok untuk kelompok ini adalah:
(a) Diskusi kelompok, kelompok bisa bebas
berpartisipasi dalam diskusi sehingga formasi
duduk peserta diatur saling berhadapan.
(b) Curah pendapat (brain storming) merupakan
modifikasi metode diskusi kelompok. Usulan atau
komentar yang diberikan peserta terhadap tanggapan-
tanggapannya, tidak dapat diberikan sebelum pendapat
semuanya terkumpul.
(c) Bola salju, kelompok dibagi dalam pasangan
kemudian dilontarkan masalah atau pertanyaan untuk
diskusi mencari kesimpulan.
(d) Memainkan peran yaitu metode dengan anggota
kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran
tertentuuntuk memainkan peranan.
(e) Simulasi merupakan gabungan antara role play dan
diskusi kelompok.
c) Metode pendidikan massa
Metode ini menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang
ditujukan untuk masyarakat umum (tidak membedakan umur,
jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi dan
sebagainya). Pada umumnya pendekatan ini tidak langsung,
biasanya menggunakan media massa, beberapa contoh
metode ini antara lain:
(1) Ceramah umum, metode ini baik untuk sasaran yang
berpendidikan tinggi maupun rendah.
(2) Pidato atau diskusi melalui media elektronik.
28

(3) Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter / petugas


kesehatan tentang suatu penyakit.
(4) Artikel/tulisan yang terdapat dalam majalah atau Koran
tentang kesehatan.
(5) Bill board yang dipasang di pinggir jalan, spanduk,
poster dan sebagainya
5. Kunjungan lansia
a. Definisi
Kunjungan posyandu adalah kedatangan atau pergi untuk
melakukan kunjungan posyandu, dengan tujuan
memeriksakan kondisi kesehatannya. Kunjungan ke
Posyandu idealnya dalam satu tahun minimal frekuensi
kunjungannya dilaksanakan sebanyak 12 kali kunjungan.
Hal ini karena seharusnya posyandu menyelenggarakan
kegiatan setiap bulan, jadi bila teratur akan ada 12 kali
setiap tahun. Dalam kenyataannya tidak semua posyandu
dapat berfungsi setiap bulan. (Novi, 2007).
b. Kendala posyandu lansia
Erfandi (2008) mengemukakan ada lima faktor kendala
dalam pelaksanaan Posyandu Lansia yaitu:
1) Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat
posyandu. Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini
dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam kehidupan
sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu,
lansia akan mendapat penyuluhan tentang cara hidup
sehat dengan segala keterbatasan atau masalah
kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan
pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat,
yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong
minat atau motivasi mereka untuk selalu
mengikuti Posyandu Lansia.
29

2) Jarak rumah lansia dengan lokasi Posyandu Lansia jauh


atau sulit dijangkau. Jarak posyandu yang dekat akan
membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa
harus mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena
penurunan daya tahan atau kekuatan fisik tubuh.
Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini
berhubungan dengan faktor keamanan atau keselamatan
bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah
untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus
menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius,
maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia
untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan demikian,
keamanan ini merupakan faktor eksternal dari
terbentuknya motivasi untuk menghadiri Posyandu Lansia.
3) Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun
mengingatkan lansia untuk datang ke Posyandu Lansia.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong
minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan
Posyandu Lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat
bagi lansia apabila selalu menyediakan diri untuk
mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan
lansia jika lupa jadwal posyandu, dan
berusaha membantu mengatasi segala permasalahan
bersama lansia.
4) Sikap lansia yang kurang baik terhadap petugas
posyandu yaitu ketidaksiapan atau ketidaksediaan lansia
untuk mengikuti kegiatan posyandu lansia, karena sikap
seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu obyek.
5) Kader Posyandu Lansia. Kader juga harus mampu
berkomunikasi dengan efektif, baik dengan individu atau
30

kelompok maupun masyarakat, kader juga harus dapat


membina kerjasama dengan semua pihak yang terkait
dengan pelaksanaan posyandu, serta untuk memantau
pertumbuhan dan perkembangan lansia pada hari buka
posyandu yaitu pendaftaran, penimbangan,
pencatatan/pengisian KRS, penyuluhan dan pelayanan
kesehatan sesuai kewenangannya dan pemberian PMT,
serta dapat melakukan rujukan jika diperlukan.
31

B. Kerangka Teori

Lanjut Usia (Lansia)

Perubahan pada lansia


1) Gangguan penglihatan
2) Gangguan pendengaran
3) Perubahan komposisi tubuh
4) Saluran cerna
5) Hepar
6) Ginja
Factor yang mempengaruhi 7) Sistem kardiovaskular
kunjungan lansia 8) Sistem pernafasan
1. Pengetahuan 9) Sistem hormonal
2. Jarak rumah 10) Sistem muskulosceleta
3. Dukungan keluarga
Dukungan keluarga
4. Sarana dan prasarana
5. Sikap dan perilaku
lansia Kunjungan Posyandu
6. Penghasilan atau Lansia
ekonomi

Hadir Tidak
Factor yang dalam hadir
mempengaruhi dukungan
posyandu dalam
1. Tipe keluarga lansia posyandu
2. Tingkat ekonomi lansia
3. Tingkat pendidikan

: Tidak diteliti
: Diteliti

Tabel 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber :Friedman (2013)
32

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Keluarga Kunjungan Lansia di


Posyandu Lansia

Tabel 2.2 Kerangka Konsep Penelitian


D. Hipotesis
Ha : Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga
terhadap peningkatan kunjungan lansia di Posyandu Lansia Kelurahan
Cabeankunti Cepogo Boyolali.
Ho : Tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga
terhadap peningkatan kunjungan lansia di Posyandu Lansia Kelurahan
Cabeankunti Cepogo Boyolali.
33

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Metode penelitian
kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk mengaju hipotexsis yang
telah ditetapkan (Sugiyono, 2017).
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode
eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan
dengan cara memberikan treatment/perlakuan tertentu terhadap subjek
penelitian guna membangkitkan sesuatu kejadian/keadaan yang akan diteliti
bagaimana akibatnya (Jaedun, 2011). Desain penelitian yang digunakan Pre
Eksperimental design dengan pendekatan One Group Pretest Posttest,
rancangan ini dari awal sudah dilakukan observasi melalui pretest terlebih
dahulu, kemudian diberikan perlakuan atau intervensi, selanjutnya diberikan
posttest sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi
sebelum dan sesudah diberikan perlakuan atau intervensi, namun dalam
desain ini tidak ada kontrol sebagai pembanding antar kelompok (Imas,
2018).
Pelaksanaan eksperimen dengan desain ini dilakukan dengan
memberikan perlakuan X terhadap suatu kelompok, yaitu kelompok
eksperimen. Sebelum diberikan perlakuan, kelompok tersebut diberi pre
test/Tes Awal (O1) dan setelah itu diberikan post test/Tes Akhir (O2). Hasil
dari kedua tes tersebut dibandingkan, untuk menguji apakah perlakuan yang
diberikan memberi pengaruh kepada kelompok tersebut. Tujuan pemberian
pretest dan posttest adalah untuk mengetahui hasil perlakuan secara akurat
dan sebagai pembanding sebelum dan setelah diberikan perlakuan
34

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian adalah lokasi yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang di inginkan. Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di posyandu lansia kelurahan cabeankunti
cepogo boyolali. Waktu penelitian adalah lama waktu yang diperlukan dalam
proses penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober-
November 2021
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang
telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut dinamakan variabel (Nazir,
2014). Populasi dalam Penelitian ini adalah keseluruhan lansia di
posyandu lansia kelurahan cabeankunti cepogo boyolali yaitu sejumlah 71
lansia.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2015).
Tekhnik sampling yang akan digunakan dalam penelitian adalah purposive
sampling, yaitu tekhnik pengambilan sampel yang dapat disesuaikan
dengan tujuan penelitian (Hidayat, 2017). Besarnya jumlah sampel dalam
penelitian ini dapat menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2013) :

N
n=
1+ N (d)²

Keterangan :

N : Besar populasi

n : Jumlah sampel

d : tingkat ketepatan yang di inginkan 5%


71
n= (1 + (71.(0,05)2)

71
n= (1 + (0,17)
35

71
n= 1,17 n = 60,68 dibulatkan menjadi 60
namun dalam pemilihan sampel
penelitian, terdapat kriteria yang
ditetapkan meliputi :
1) Kriteria inklusi adalah karateristik umum subjek penelitiaan dari
suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Sujarweni,
2014). Kreteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a) Lansia yang terdaftar sebagai anggota di posyandu lansia di
kelurahan cabeankunti cepogo boyolali
b) Lansia yang tinggal bersama keluarga
c) Bersedia menjadi responden
2) Kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek
yang memenuhi kreteria inklusi dan studi karena berbagai sebab
(Sujarweni, 2014). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah Lansia
yang sudah tidak memiliki anggota keluarga dan tidak tinggal
serumah dengan anggota keluarga.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesi mpulannya (Sugiyono, 2014). Variabel dalam penelitian ini terdiri dari
dua variabel yaitu variabel bebas adalah pendidikan kesehatan tentang
dukungan keluarga. Sedangkan variabel terikat adalah kunjungan lansia di
Posyandu Lansia.
E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1 Pendidikan Suatu bentuk kegiatan SOP penkes  Dilakukan Nominal
kesehatan dengan sesuai dengan
tentang menyampaikan materi SOP
dukungan tentang kesehatan  Tidak
36

keluarga yang bertujuan untuk dilakukan


mengubahperilaku sesuai dengan
sasaran. Materi yang di SOP
sampaikan adalah
tentang dukungan
keluarga.
2 Kunjungan Rekapitulasi kehadiran Daftar hadir Aktif bila ≥ 1-2 kali Nominal
lansia dalam lansia dalam lansia yang dalam sebulan
mengikuti mengikuti kegiatan mengikuti b. Tidak aktif bila < 1
kegiatan yang ada di posyandu kali dalam sebulan
Posyandu posyandu lansia yang lansia
Lansia menunjukan jumlah
kehadiran lanjut usia
sesuai jadwal

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah (Hidayat, 2017). Instument penelitian sesuai dengan
variabel yang akan diteliti, adapun instrumen dalam penelitian ini adalah
1. Variabel pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga
Instrumen yang digunakan adalah SOP (Satuan Operasional Prosedure)
dukungan keluarga. SOP digunakan untuk menjadi acuan dalam
pemberian dukungan keluarga terhadap lansia. Dalam penyampaian
materi, peneliti akan menggunakan leaflet.
2. Variabel keaktifan kunjungan lansia
Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi daftar hadir lansia
yang mengikuti posyandu lansia selama 1 bulan.
G. Teknik Analisa Data
1. Analisa Univariat
Analisa dimasudkan untuk mengetahui distribusi dan presentase dari tiap
variabel. Analisa ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisa univariat tergantung
dari jenis datanya. Pada penelitian yang akan dilakukan,analisa univariat
37

dilakukan untuk mengetahui presentase dari dukungan keluarga dan


kunjungan lansia serta karakteristik responden.
2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk menerangkan
hubungan hubungan dua variabel atau lebih dengan alat analisis
SPSSWindows.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan uji yang dilakukan sebagai prasyarat untuk
melakukan analisis data. Uji normalitas dilakukan sebelum data diolah
berdasarkan model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas
data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam satu variabel
yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak
untuk membuktikan model model penelitian tersebut adalah data
distribusi normal. Uji normalitas yang digunakan adalah uji shapiro-
wilk. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas menurut
Sugiono (2013) adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas < 0.05, maka dikatakan bahwa varian dari
dua atau lebih kelompok populasi data adalah tidak sama.
2) Jika nilai probabilitas > 0,05 maka dikatakan bahwa populasi
berdistribusi normal.
3) Jika nilai hitung > 0.05, maka dikatakan bahwa varian dari dua
atau lebih kelompok populasi data adalah sama.
b. Uji-T
Uji-t yang digunakan pada penelitian ini adalah uji-t berpasangan.
Teknik analisis dalam penelitian ini tergantung dari hasil uji
normalitas. Apabila nilai berdistribusi normal maka menggunakan uji
paired t test namun jika tidak normal maka menggunakan uji wilcaxon
test. Uji tersebut bertujuan untuk menguji asumsi dasar apakah varians
kedua kelompok sama atau berbeda. Jika F hitung < F tabel maka Ho
diterima, jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak. Jika signifikansi >,
maka Ho diterima, dan jika signifikansi < t tabel maka Ho diterima,
38

jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak. Jika signifikansi (2-tailed) > ɑ,
maka Ho diterima, Jika signifikansi (2-tailed) < ɑ, maka Ho ditolak.
Penelitian ini menggunakan analisis uji statistik parametrik yang
bertujuan untuk melakukan uji perbandingan dan perbedaan rata-rata
dari dua sampel baik data independen maupun data berpasangan dan
ata harus berdistribusi normal. Analisis tersebut menggunakan
program SPSS (Statistic Program For Sosial Science) versi 22 dalam
analisi datanya
H. Etika Penelitian
Menurut Nursalam (2013) etika dalam penelitian yang harus
diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Informed consent (Format Persetujuan)
Yaitu lembar persetujuan untuk menjadi responden yang diedarkan
sebelum penelitian dilaksanakan pada seluruh responden yang bersedia
untuk diteliti maka responden harus mencantumkan tanda tangan terlebih
dahulu diberi kesempatan membaca isi tersebut. Jika responden menolak
untuk diteliti maka penulis tidak akan memaksa dan tetap menghormati
hak-hak responden.
2. Anonymity (Tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, maka lembar pengumpulan data
peneliti tidak dicantumkan nama tetapi nomer kode.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga oleh
peneliti.

J. Rencana Jalannya Penelitian


1. Pendahuluan
a. Pengajuan Judul skripsi dilaksanakan Bulan Maret 2021.
b. Meminta surat ijin untuk studi pendahuluan di Posyandu Lansia
Kelurahan Cabeankunti Cepogo Boyolali.
39

c. Pembuatan SKRIPSI penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-April


2021.
d. Ujian SKRIPSI akan dilaksanakan pada Bulan Oktober 2021.
e. Meminta surat ijin untuk melakukan penelitian di Kelurahan
Cabeankunti Cepogo Boyolali.
2. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan penelitian akan dilakukan pada bulan Oktober-
November2021 di posyandu lansia kelurahan cabeankunti cepogo
boyolali.
Langkah yang dilakukan yaitu :
1) Menentukan sampel penelitian. Penentuan sampel mengunakan
metode purposive sampling.
2) Memberikan inform consent kepada yang bersedia menjadi
responden.
3) Penelitian dilakukan dengan mendatangi rumah lansia yang
menjadi sampel penelitian.
4) Selanjutnya peneliti akan mendatangi responden secara langsung,
memperkenalkan diri serta menjelaskan maksud kedatangannya.
Yakni menjelaskan kepada responden bahwa peneliti ingin
melakukan penelitian dan data yang didapat dijamin
kerahasiaannya.
5) Mendata kunjungan lansia sebelum diberikan dukungan keluarga.
6) Peneliti memberikan informasi kepada keluarga untuk memberikan
dukungan keluarga sesuai dengan SOP.
7) Peneliti mendata kembali kunjungan lansia sesudah diberikan
dukungan keluarga.
8) Setelah selesai data diolah menggunakan data SPSS.
b. Pelaporan
Menganalisis hasil pengumpulan data, menginterpretasikan hasil
analisis, dan membuat laporan hasil dan pembahasan.
40

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum tempat penelitian


Cabeankunti adalah desa di kecamatan Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah,
Indonesia
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran karakteristik responden
a. Distribusi frekuensi berdasarkan umur responden
Tabel 4.1
Distribusi umur responden

Frekuensi % Mean

60-70 tahun 56 93.3 65,23 tahun

> 70 tahun 4 6.7

Total 60 100.0

Tabel 4.1 menunjukan bahwa mayoritas responden dalam rentang


umur 50-60 tahun dengan frekuensi 56 (93.3%) dan rata rata umur
65,23 tahun.
b. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.2
Distribusi frekuensi jenis kelamin

Jenis kelamin Frekuensi %


Laki-laki 39 65%
Perempuan 21 35%
Total 60 100.0
Tabel 4.2 menunjukan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki dengan frekuensi 39 responden (65%).
c. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pendidikan
Tabel 4.3
Distribusi frekuensi tingkat pendidikan
41

Pendidikan responden Frekuensi %


SD 5 8.3
SMP 17 28.3
SMA 32 53.3
Perguruan tinggi 6 10
Total 60 100.0
tabel 4.3 menunjukan bahwa mayoritas responden berpendidikan
SMA dengan frekuensi 32 responden (58.3%).

d. Frekuensi pekerjaan responden


Tabel 4.4
Distribusi frekuensi umur responden

Pekerjaan responden Frekuensi %


Tidak bekerja 17 28.3 %
Pensiun 14 23.3 %
Pedagang 8 13.3 %
Petani 12 20 %
Swasta 8 13.3 %
PNS 1 1.7 %
Total 60 100.0

Tabel 4.4 menunjukan bahwa mayoritas responden tidak bekerja


frekuensi 17 responden (28.3%).
2. Analisa Univariat
a. Distribusi frekuensi kunjungan lansia sebelum intervensi
Tabel 4.4
Distribusi kunjungan lansia sebelum intervensi

Kunjungan Pre Frekuensi %


Aktif 29 48.3 %
Tidak Aktif 31 51.7 %
Total 60 100.0
Tabel 4.4 menunjukan bahwa mayoritas responden tidak aktif dalam
kunjungan kegiatan posyandu lansia dengan frekuensi 31 responden
(51.7%).
42

b. Distribusi frekuensi kunjungan sesudah intervensi


Tabel 4.5
Distribusi frekuensi kunjungan lansia sesudah intervensi

Kunjungan post Frequency Percent


Aktif 48 80 %
Tidak Aktif 12 20 %
Total 91 100.0
Tabel 4.5 menunjukan bahwa setelah dilakukan intervensi berupa
pemberian pendidikan keluarga tentang dukungan keluarga di
dapatkan mayoritas responden aktif dalam kunjungan kegiatan
posyandu lansia dengan frekuensi 48 responden (80%).
3. Analisa Bivariat
Tabel 4.6
Analisa bivariat

Mean Rank Sum of Ranks P value


Kunjungan post – 35.50 2485.00 0.000
kunjungan pre .00 .00
Tabel 4.6 menunjukan hasil uji wilcaxon. Uji tersebut dilakukan karena
berskala kategorik yang menurut Sugiyono (2019) dapat dinyatakan
berdistribusi tidak normal sehingga uji hipotesis yang dilakukan
menggunakan uji wilcaxon. Dari hasil uji tersebut diperoleh nilai p value
0.000 yang artinya dibawah derajat α sehinga dapat disimpulkan terdapat
pengaruh pendidikan kesehatan tentang Dukungan keluarga terhadap
peningkatan Kunjungan lansia di posyandu lansia Cabeankunti cepogo
boyolali.
43

C. Pembahasan

1. Karakteristik responden

a. Frekuensi umur responden


Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden
dalam rentang umur 50-60 tahun dengan frekuensi 56 (93.3%) dan
rata rata umur 65,23 tahun. Menurut peneliti hasil tersebut
disebabkan karena kegiatan tersebut diprogramkan untuk lansia di
Desa Cabeankunti sehingga yang mengikuti kegiatan tersebut berapa
pada rentang usia lansia.
Teori dari Hardy dan Setiabudhi (2015) terkait variabel dengan
kategori usia mempunyai pengaruh yang cukup besar pada tingkat
pengetahuan dan serta kemandirian lansia, seseorang yang memiliki
usia yang lebih tua maka akan semakin banyak dan tinggi
pengetahuannya dan tetapi sebaliknya akan semakin rendah atau
mengalami penurunan kemungkinan tingkat kemandirian pada lansia
tersebut. Hal ini juga erat kaitannya pada lansia baik dari segi
pengalaman, ataupun pada derajat status kesehatannya dalam
melakukan kegiatan sehari – harinya.
b. Frekuensi jenis kelamin responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden
berjenis kelamin laki-laki dengan frekuensi 39 responden (65%).
Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan penelitian
Darmayanti (2012) yang berjudul “Hubungan tingkat pengetahuan
dan sikap lansia dengan Keikutsertaan lansia dalam Posyandu lansia
di kelurahan Sembungharjo Kota semarang”. Dari hasil penelitian,
didapatkan lansia yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23,8%
dan perempuan 76,2%.
Kondisi ini sama dengan data laporan dari Badan Pusat
Statistik (2012) yang mengemukakan jumlah lansia yang terdapat di
Negara Indonesia untuk data jenis kelamin yaitu laki-laki pada tahun
44

2011 sebanyak 9.290.782 jiwa dan perempuan bsebanyak


11.256.759 jiwa.
c. Frekuensi riwayat Pendidikan responden
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden
berpendidikan SMA dengan frekuensi 32 responden (58.3%).
Menurut peneliti tingkat pendidikan sering kali berhubungan dengan
tingkat pengetahuan seseorang dan sikap seseorang dalam kaitannya
dengan gaya hidup. Mengikuti kegiatan komunitas lansia merupakan
salahsatu gaya hidup yang positif.
Handayani (2012) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh individu. Status pendidikan
berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan karena
status pendidikan akan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan
tentang kesehatan. Sehingga promosi tentang diadakannya posyandu
lansia perlu digalakkan oleh petugas kesehatan dengan harapan
lansia termotivasi dalam pemanfaatan posyandu lansia. Tingkat
pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang untuk mengolah
informasi yang diterima menjadi suatu sikap tertentu. Lansia yang
mempunyai pendidikan rendah akan memiliki sikap rendah pula
dalam pemeliharaan kesehatannya (Notoatmodjo, 2007)
Perlu diperhatikan bahwa seseorang yang memiliki
pendidikan yang rendah akan semakin sulit menerima sebuah
informasi pendidikan terkait kesehatan. Terjadi penambahan
pengetahuan tidak harus hanya diperoleh dari segi formal, tetapi
seseorang juga dapat memperoleh pendidikan dari non formal,
contoh yang biasa diberikan dalam hal ini adalah salah satunya
penyuluhan kesehatan yang dapat kita golongkan dalam pendidikan
non formal (Wigati, 2011).
45

d. Frekuensi riwayat pekerjaan responden


Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden tidak
bekerja frekuensi 17 responden (28.3%). Menurut peneliti pekerjaan
selalu dikaitkan dengan status ekonomi dan pendapatan seseorang
yang sangat memberikan pengaruh besar pada kemampuan membeli
barang keluarga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari maupun
untuk keperluan kesehatan. Jika pendapatan keluarga lebih tinggi
akan lebih mudah dalam daya beli dan lebih mudah untuk
memperoleh informasi kesehatan. Lingkungan tempat bekerja juga
dapat menjadi media untuk memperoleh berbagai informasi salah
satunya tentang kesehatan.
Dihubungkan dengan faktor ekonomi, ekonomi laki-laki lebih
mandiri dibandingkan dengan perempuan. Kebanyakan dari mereka
masih bekerja, dan menerima pensiun. Dengan kemampuan finansial
ini lansia lakil-aki dapat melakukan kegiatan apa saja. Sedangkan
perempuan pada umumnya tergantung secara finansial baik kepada
suami, anak maupun keluarga yang lain. Dengan kondisi seperti ini
mereka tidak dapat bebas dalam merencanakan sesuatu dalam
kehidupannya, termasuk didalamnya pilihan untuk memilih tempat
tinggal di masa tuanya menjadi seorang ibu rumah tangga biasanya.
Tradisi dan pola pikir masyarakat Indonesia yang beranggapan
bahwa laki-laki hanya bertugas mencari uang sedangkan untuk
pekerjaan yang menyangkut urusan rumah tangga dan keluarga
merupakan tanggung jawab istri sebagai ibu rumah tangga
(Prihastuti, 2010).
.
2. Analisa Univariat
a. Keaktifan lansia sebelum pemberian Pendidikan kesehatan
Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden tidak aktif
dalam kunjungan kegiatan posyandu lansia dengan frekuensi 31
responden (51.7%). Endang dan Mamik (2013) menyatakan bahwa,
46

keaktifan lansia datang ke posyandu lansia adalah suatu frekuensi


keterlibatan dan keikutsertaan dalam mengikuti kegiatan posyandu
secara rutin setiap bulan dan merupakan salah satu bentuk perilaku
kesehatan lansia dalam upaya memelihara dan meningkatkan
kesehatan dirinya secara optimal.
Menurut peneliti ketidak aktifan lansia mengikuti kegiatan posyandu
disebabkan karena beberapa hal. Dari faktor lansia bisa saja karena
kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk mrngikuti kegiatan
posyandu, kurangnya motivasi dari diri sendiri misalnya lansia
merasa posyandu tidak begitu bermanfaat untuk dirinya karena tidak
semua pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap bulannya, lansia
merasa kurang tertarik dengan kegiatan posyandu. Dari faktor lain
yang paling penting adalah kurangnya dukungan dari keluarga baik
berupa instrumental, informasional, emosional dan juga penilaian.
Maka agar lansia aktif mengikuti kegiatan posyandu, yang terutama
lansia harus mempunyai dukungan dari keluarga yang baik, serta
kondisi fisik lansia yang sehat, dan juga harus ada motivasi dari diri
sendiri.
Hasil penelitian sesuai dengan yang dilakukan oleh Prasetya (2019)
yang dalam penelitiannya diperoleh hasil sebagian besar responden
yang tidak aktif mengikuti posyandu lansia sebesar 63,9%. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arnia (2017) yang
menyatakan bahwa dari 114 responden, 78 (68,4%) responden tidak
aktif dalam mengunjungi posyandu lansia.
Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2013) menyebutkan faktor-
faktor yang mempengaruhi keaktifan lansia dalam mengikuti
psoyandu lansia adalah pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,
dukungan keluarga, keyakinan, ketersediaan fasilitas, kader
posyandu, lingkungan masyarakat. Pengetahuan lansia yang rendah
tentang manfaat posyandu lansia dapat menjadi kendala bagi lansia
dalam mengikuti kegiatan posyandu lansia, sedangkan dukungan
47

keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan


lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu (Massie, Kandou, dan
Mengko, 2015).
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Abu Hanifah (2015) tentang
keaktifan lansia mengikuti kegiatan posyandu, dimana dari hasil
diketahui lansia mayoritas tidak aktif sebanyak 34 orang (50,7%)
dan lansia yang aktif sebanyak 33 orang (49,3%)..
b. Keaktifan lansia sesudah pemberian Pendidikan kesehatan
Hasil penelitian menunjukan bahwa setelah dilakukan
intervensi berupa pemberian pendidikan keluarga tentang dukungan
keluarga di dapatkan mayoritas responden aktif dalam kunjungan
kegiatan posyandu lansia dengan frekuensi 48 responden (80%).
Proses penelitian dilakukan Pendidikan kesehatan tentang dukungan
keluarga terhadap keluarga lansia. Adanya pembeian informasi
tersebut dapat meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
pentingnya dukungan keluarga sehingga dukungan keluarga yang
diberikan kepada lansia akan meningkat. Peningkatan dukungan
yang diberikan tersebut yang menurut peneliti mempengaruhi
keaktifan lansia dalam mengunjungi posyandu juga akan meningkat.
Menurut Erfandi (2008) faktor yang mempengaruhi keaktifan
lansia mengikuti kegiatan posyandu adalah pengetahuan lansia
tentang manfaat posyandu, dukungan keluarga, motivasi lansia, dan
kondisi fisik lansia. Dukungan keluarga sangat berperan dalam
mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan
posyandu lansia. Dimana faktor usia mempengaruhi lansia karena
semua fungsi ingatan, penglihatan, pendengaran, daya konsentrasi
dan kemampuan fisik secara umum mulai menurun sehingga
memerlukan orang lain untuk memenuhi keperluannya dalam
mempertahankan keaktifan mengikuti posyandu lansia (Handoko,
2008).
48

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Kresnawati (2011)


bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga
dengan keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu di Desa
Gonilon Kecamatan Kartasura dengan p value = 0,001. Menurut
asumsi peneliti semakin baik dukungan keluarga maka tingkat
keaktifan lansia mengikuti kegiatan posyandu akan semakin baik,
sebaliknya apabila semakin rendah dukungan keluarga maka tingkat
keaktifan lansia mengikuti kegiatan posyandu juga akan semakin
rendah. Namun ada sebagian kecil responden yang memiliki
dukungan keluarga baik tetapi tidak aktif mengikuti kegiatan
posyandu ataupun sebaliknya. Menurut analisa peneliti hal ini terjadi
mungkin karena ada faktor lain diluar dukungan keluarga berupa
pengetahuan dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan sehingga
tidak dapat memanfaatkan secara maksimal dukungan dari keluarga
sehingga dukungan tersebut tidak berpengaruh terhadap keaktifan
lansia mengikuti kegiatan posyandu.
3. Analisa Bivariat
Hasil penelitian diperoleh nilai p value 0.000 yang artinya dibawah
derajat α sehinga dapat disimpulkan terdapat pengaruh pendidikan
kesehatan tentang Dukungan keluarga terhadap peningkatan Kunjungan
lansia di posyandu lansia Cabeankunti cepogo boyolali. Dalam proses
penelitian, pemberian Pendidikan kesehatan dilakukan kepada keluarga
lansia yang tinggal satu rumah atau berdekatan rumah. Pendidikan
kesehatan tentang dukungan keluarga ini memberikan gambaran kepada
keluarga tentang manfaat dari dukungan yang diberikan kepada lansia
dalam mengikuti kegiatan di posyandu lansia. Dukungan keluarga sangat
berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk mengikuti
kegiatan Posyandu. Keluarga dapat menjadi motivator kuat bagi lansia
apabila selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar
lansia ke Posyandu, mengingatkan lansia jika lupa jadwal Posyandu, dan
49

berusaha membantu mengatasi segala permasalahan bersama lansia (Fitri


Hayani Hasugian, 2013).
Efek dari dukungan keluarga yang adekuat terhadap kesehatan dan
kesejahteraan terbukti dapat menurunkan mortalitas, mempercepat
penyembuhan dari sakit, meningkatkan kesehatan kognitif, fisik dan
emosi, disamping itu pengaruh positif dari dukungan keluarga adalah
pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan sehari-hari yang
penuh dengan stress (Handayani. 2012).
Dari hasil penelitian yang diperoleh terdapat 12 responden yang
masih tidak aktif mengikuti posyandu lansia meski keluarga sudah
diberikan Pendidikan kesehatan tentang dukungan keluarga. Hal tersebut
menurut teori Sunaryo (2016) kendala pelaksanaan posyandu lansia yaitu
pengetahuan yang rendah tentang manfaat posyandu lansia, jarak rumah
yang jauh dari lokasi posyandu, kurangnya dukungan keluarga, dan sikap
yang kurang baik terhadap petugas kesehatan. Kemudahan dalam
menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor keamanan
atau keselamatan bagi lansia, jika lansia merasa aman atau merasa mudah
untuk menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan
atau masalah yang serius, maka hal ini dapat mendorong minat atau
motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Keamanan ini
merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk menghadiri
kegiatan posyandu lansia. Menurut Erfandi 2008 bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi lansia aktif mengikti kegiatan posyandu salah
satunya adalah kondisi fisik lansia
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Novayeni
(2015) yang dalam penelitiannya berdasarkan hasil uji statistik
didapatkan nilai p value=0,018, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan kunjungan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan
kesehatan.
Hasil penelitian ini ternyata juga searah dengan temuan penelitian
Eni Kusyati (2016) yang menyebutkan terdapat perbedaan hasil antara
50

keakifan kader sebelum dan sesudah pemberian perlakuan yaitu


memberikan pendidikan/penyuluhan kesehatan tentang posyandu lansia.
Bukan hanya dari segi keaktifan ikut serta kegiatan yang dilaksanakan
posyandu lansia tidak semata-mata dipengaruhi oleh pendidikan
kesehatan, multi faktor yang juga memberi peranan adalah jarak rumah
dari posyandu, dukungan keluarga, sikap yang kurang menyenangkan
dan tidak ramah terhadap petugas posyandu dan sarana prasarana.
D. Keterbatasan penelitain
51

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Kkk

2. ,jjj

3. hhhh

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Penerbit Rineka Cipta.

Arfan and Sunarti. ‘Faktor frekuensi kunjungan lansia ke posyandu lansia di


Kecamatan Pontianak Timur’, Jurnal Vokasi Kesehatan, vol.3, Juli 2017

Badan Pusat Statistik R.I. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta:
Badan Pusat Statistik RI

BPS. 2014. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

DKK. Surakarta (2015). Profil Kesehatan Surakarta. Surakarta.

DKK Surakarta (2016). Profil Kesehatan Surakarta 2015. Surakarta.


52

Erpandi.(2015). Posyandu Lansia Mewujudkan Lansia Sehat Mandiri dan


Produktif. Jakarta : EGC

Flynn, Sarah J et al. (2013). Facilitators and barriers to hypertension self-


management in urban African Americans: perspectives of patients and
family members, NCBI Journal, vol. 07, hal. 741-749, diakses 24 April
2017. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3743518/

Friedman. (2013). Keperawatan Keluarga:Riset, Teori, dan Praktik. Edisi 5.


Jakarta : EGC

Handayani, D. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Lansia


Dalam Mengikuti Posyandu Lansia di Posyandu Lansia Jetis Desa Krajan
Kecamatan Weru Kabupaten Sukoharjo. Gaster| Jurnal Ilmu Kesehatan,
Vol. 9, No.1, 49-58

Hawari, D. (2011). Psikologi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hidayat, A.(2017). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data.


Jakarta: Salemba Medi

Juniardi 2012. Faktor – faktor yang mempengaruhi rendahnya kunjungan lansia


keposyandu lansia. Surakarta : Universitas Muhammadiyah
http://jurnal.usu.ac.id/index.php/ws/articel/view/2132 diakses tanggal 24
Mei 2021

Khadija., 2014.  Pelayanan kesehatan lansia melalui posyandu lansia. Makalah


Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kholifah, 2016. Keperawatan Keluarga dan. Komunitas.Jakarta Selatan

KEMENKES. (2020). Infodatin Lanjut Usia Indonesia.(online).


(http://www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-publikasi-pusdatin-data-
dasar-puskesmas.html, diakses tanggal 16 Mei 2021

KEMENKES. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.
Kuntjoro, Z.. (2002). Dukungan Sosial Pada Lansia. E-Psikologi (online).
(http://www.epsikologi.com/usia/160802.htm, diakses tanggal 16 Mei 2021.
Ma’rifatul A, L. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muhlisin, A. (2012) . Keperawatan Keluarga. Jogjakarta : Gosyen Publishing


53

Nazir, M. (2014). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Notoatmodjo, S. (2014). Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka

Cipta

Nurul, D F. 2014. Pengaruh dukungan Keluarga dan self care Management


Lansia dengan Hipertensi di Posyandu Lansia. Jurnal Manajemen
Pelayanan Kesehatan. Vol. 10 No 2. Yogyakarta : Pusat Manajemen
Pelayanan Kesehatan FK UGM

Nunung., 2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Lansia Dalam


Pemanfaatan Posyandu Lansia Di WIlayah Kerja Puskesmas Landono
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nursalam (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.


Edisi 4

Puspitasari, D. (2014). Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan Keluarga Dengan


Keaktifan Lansia Mengikuti Posyandu Lansia desa Gajahan Kecamatan
Colomadu. Jurnal Keperawatan. Eprint.ums.co.id. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ratnawati, 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru. Press

Sianturi, C. H. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga dan Faktor Lainnya dengan


Keaktifan Lansia Mengikuti Kegiatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Rajabasa Indah. Jurnal Kesehatan, Vol. 2, No. 1

Sugiyono. (2014). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, V. W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava


Media.

Sukmawati, N., Sakka, A., & Erawan, P.E.M. (2015). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Lansia Dalam Memanfaatkan Posyandu Lansia Di Wilayah
Kerja Puskesmas Landoto Kabupaten Kanowe Selatan. . Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat,Vol.1, No. 2

Sunyoto , D. (2013). Statistik untuk Paramedis. Bandung: Alfabeta

Supriyadi. (2014). Statistik Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika


54

Susilo. Suyanto. (2014). Metodelogi Penelitian Cross Sectional Kedokteran dan


Kesehatan. Klaten : Bossscript

Sugiyono (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,.


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sujarweni (2014). Metodologi penelitian: Lengkap, praktis, dan mudah dipahami.


Yogyakarta: PT Pustaka Baru

Sulaiman. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Posyandu


Lansia Di Wilayah Kerja Desa Sukaraya Kecamatan Pancur Batu. Jurnal
ilmiah Research Sains Vol.2 No.2. 2016

Sunaryo.2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta. : CV ANDI OFFSET

Sunartyasih & Linda, 2012. Hubungan Kendala Pelaksanaan Posbindu Dengan


Kehadiran Lansia Di Posbindu RW.08 Kelurahan Palasari Kecamatan
Cibiru Kota Bandung. Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi dan
Kesehatan. ISSN 2089-3582

Umayana, H. T., & Cahyati, W. H. (2015). Dukungan Keluarga dan Tokoh


Masyarakat Terhadap Keaktifan Penduduk ke Posbindu Penyakit Tidak
Menular. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 11, No.1, 96-101
.
Wibowo, A (2014). Kesehatan Masyarakat di Indonesia Konsep Aplikasi Dan
Tantangan. Jakarta: Grafindo Persada
55

Statistics

Kategori Umur Jenis_Kelamin Pendidikan Pekerjaan

N Valid 60 60 60 60

Missing 0 0 0 0

Kategori Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 60-70 tahun 56 93.3 93.3 93.3

> 70 tahun 4 6.7 6.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Jenis_Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 39 65.0 65.0 65.0

Perempuan 21 35.0 35.0 100.0

Total 60 100.0 100.0


56

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 5 8.3 8.3 8.3

SMP 17 28.3 28.3 36.7

SMA 32 53.3 53.3 90.0

Perguruan Tinggi 6 10.0 10.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak bekerja 17 28.3 28.3 28.3

Pensiunan 14 23.3 23.3 51.7

Pedagang 8 13.3 13.3 65.0

Petani 12 20.0 20.0 85.0

Swasta 8 13.3 13.3 98.3

PNS 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0


57
58
59
60

Statistics

Umur

N Valid 60

Missing 0

Mean 65.23

Median 65.00

Std. Deviation 2.872

Minimum 60

Maximum 74
61

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 60 1 1.7 1.7 1.7

61 5 8.3 8.3 10.0

62 5 8.3 8.3 18.3

63 4 6.7 6.7 25.0

64 11 18.3 18.3 43.3

65 6 10.0 10.0 53.3

66 12 20.0 20.0 73.3

67 5 8.3 8.3 81.7

68 5 8.3 8.3 90.0

69 2 3.3 3.3 93.3

70 1 1.7 1.7 95.0

72 2 3.3 3.3 98.3

74 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Statistics

Kunjungan Kunjungan
Lansia sebelum Lansia sesudah
intervensi intervensi

N Valid 60 60

Missing 0 0
62

Kunjungan Lansia sebelum intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Aktif 29 48.3 48.3 48.3

Tidak AKtif 31 51.7 51.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Kunjungan Lansia sesudah intervensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Aktif 48 80.0 80.0 80.0

Tidak Aktif 12 20.0 20.0 100.0

Total 60 100.0 100.0


63
64

Wilcoxon Signed Ranks Test
65

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Kunjungan Lansia sesudah Negative Ranks 19a 10.00 190.00


intervensi - Kunjungan
Positive Ranks 0b .00 .00
Lansia sebelum intervensi
Ties 41c

Total 60

a. Kunjungan Lansia sesudah intervensi < Kunjungan Lansia sebelum intervensi

b. Kunjungan Lansia sesudah intervensi > Kunjungan Lansia sebelum intervensi

c. Kunjungan Lansia sesudah intervensi = Kunjungan Lansia sebelum intervensi

Test Statisticsb

Kunjungan
Lansia sesudah
intervensi -
Kunjungan
Lansia sebelum
intervensi

Z -4.359a

Asymp. Sig. (2-tailed) .000

a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Lampiran 1

LEMBAR ABSENI KEAKTIFAN


66

1. Petunjuk pengisian lembar absensi keaktifan : Berikan nilai pada setiap kolom
yang sesuai dibawah ini
2. Sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada !

1 : Hadir
0 : Tidak hadir
Penilaian kesimpulan :
Aktif : ≥ 1 kali selama 1 bulan
Tidak Aktif : < 1 kali Selama 1 bulan
Absensi kehadiaran selama
No Nama responden sebulan kesimpulan
Minggu 1 Minggu 3
67

Lampiran 3
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada,

Yth. Calon Responden Penelitian

Di

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Abdul Azis Mahmud
Nim : 2019122038
Merupakan mahasiswa Keperawatan Universitas Sahid Surakarta yang
bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh dukungan
keluarga dengan kunjungan lansia di Posyandu Lansia Kelurahan Cabeankunti
Cepogo Boyolali” sebagai syarat kelulusan.

Peneliti ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai
calon responden. Kerahasiaan serta informasi yang akan diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudara tidak bersedia
menjadi responden, maka saudara diperbolehkan menolak menjadi responden
penelitian.Apabila saudara menyetujui, maka saya mohon untuk dapat
menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.

Hormat saya,

Abdul Azis M
68

Lampiran 4
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Alamat :
Umur :
Kelas` :
Menyatakan bersedia menjadi informan penelitian dari :
Nama : Abdul Azis M
Nim : 2019122038
Judul : Pengaruh dukungan keluarga dengan kunjungan lansia di
Posyandu Lansia Kelurahan Cabeankunti Cepogo Boyolali
Persetujuan ini saya berikan secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak
manapun. Saya telah diberikan penjelasan mengenai penelitian dan saya telah
diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti.
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya akan menjawab semua pertanyaan
dengan sejujur-jujurnya.

Surakarta, ……………….2021
Responden

(…………………………………)
69

JADWAL PENELITIAN

NO Tahap kegiatan April Mei Juni Juli Septemb Oktober Novemb


2021 2021 2021 2021 er 2021 2021 er 2021

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Judul
2 Studi Literatur
3 Studi
pendahuluan
4 Penyusunan
SKRIPSI
5 Ujian SKRIPSI
6 Perbaikan
7 Perijinan
penelitian
8 Pengambilan
data dan
penyusunan
laporan hasil
9 Ujian hasil

Anda mungkin juga menyukai