Anda di halaman 1dari 76

PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KANDIDIASIS INTERTRIGO PADA LANSIA DI DESA PELAUW

OLEH :
NAMA : MARYAM LATUCONSINA
NPM : 12114201160060

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU (UKIM)
TAHUN 2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Kami menyatakan menerima dan menyetujui proposal ini yang disusun oleh
MARYAM LATUCONSINA dengan NPM 12114201160060 untuk diuji.

Ambon, Agustus 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. S. R. Maelissa, S.Kep.,M.Kep B. Talarima. SKM, M.Kes


NIDN. 1223038001 NIDN. 1207098501

Mengetahui

Ketua Program Studi Keperawatan

Ns. S. R. Maelissa, S.Kep.,M.Kep

NIDN. 1223038001

KATA PENGANTAR

ii
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
karena atas pernyataan dan pertolongan-nya penulis dapat menyelesaikan proposal ini
dengan judul “FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN KANDIDIASIS INTERTRIGO PADA LANSIA DI DESA
PELAUW” penulis membuat proposal ini untuk memenuhi sebagian persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan jurusan Keperawatan Universitas Kristen
Indonesia Maluku.
Penulis menyadari bawah penulisan proposal ini tidak mungkin akan terwujud
apabila tidak ada bantuan dari berbagai pihak, melalui kesempatan ini izinkan penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Jafet Damamain, M.Th., selaku Rektor Universitas Kristen


Indonesia Maluku beserta pembantu Rektor I, II, III, dan IV.
2. Bapak B. Talarima., SKM,.M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kesehatan beserta
pembantu Dekan I, II, dan III.
3. Ibu Ns. Sinthia. R. Maelissa, M.Kep., selaku Ketua Program Studi
Keperawatan.
4. Ibu Ns. Sinthia. R. Maelissa, M.Kep., selaku pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, memberikan arahan dan membimbing penulis dalam
menyelesaikan proposal skripsi ini.
5. Bapak B. Talarima., SKM,.M.Kes. selaku pembimbing II yang selalu ada
buat penulis dan dengan sabar memberikan bimbingan serta motivasi bagi
penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi.
6. Seluruh Staf Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UKIM yang telah
membekali penulis dengan sejumblah ilmu pengetahuan selama berada
didalam proses perkuliahan dan seluruh karyawan dan karyawati Fakultas
Kesehatan dan Universitas yang telah membantu melayani penulis dalam
menyelesaikan administrasi.

iii
7. Papa dan Mama tercinta yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan,
menjadi panduan serta selalu ada bagi penulis juga yang selama ini
membantu penulis baik secara moril maupun materi selama penulis
mengikuti pendidikan.
8. Ketiga kaka (Galasa, Sidara, Patima.), kedua Adik (Maya, dan Sila) Serta
keponakan Tersayang (Syabila) yang selalu ada menemani dan memberikan
dorongan bagi penulis.
9. Teman – teman Angkatan 2016 terkhususnya teman – teman kelas B
Keperawatan yang selama ini telah berproses bersama dari semester awal
hingga pada penulisan proposal penelitian ini.
10. Sahabat (Mia, Ella, Serlin, Putri, dan Sylvia) yang selalu mendukung dalam
tahap penyelesaian proposal penelitian ini.

Semoga Tuhan yang Maha Esa melimpahkan rahmat-Nya dan membalas


semua amal dan kebaikan mereka. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih
jauh dari sempurna, karena terbatasnya kemampuan dan pengalaman penulis.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
dengan senang hati.

Akhir kata, semoga proposal ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.

Ambon, september 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………… i

LEMBARAN PERSETUJUAN ………………………………………………….. ii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………… v

DAFTAR TABEL …………………………………………………………………


vii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………...


viii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………... ix

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………………... 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5
1. Tujuan Umum ……………………………………………………... 5
2. Tujuan Khusus …………………………………………………….. 5
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………….. 7

A. Tinjauan Umum lansia ……………………………………………….. 7


B. Tinjauan umum kandidiasis ………………………………………….. 11
C. Tinjauan umum variabel penelitian ………………………………….. 23
D. Kerangka Konsep ……………………………………………………. 41
E. Hipotesis Penelitian ………………………………………………….. 41

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………………. 43

v
A. Desain Penelitian ……………………………………………………… 43
B. Lokasi dan waktu penelitian ………………………………………….. 43
1. Lokasi Penelitian …………………………………………………. 43
2. Waktu penelitian …………………………………………………. 43
C. Populasi dan Sampel …………………………………………………. 43
1. Populasi …………………………………………………………… 43
2. Sampel ……………………………………………………………. 43
D. Variabel Penelitian ………………………………………………….... 44
E. Defenisi Operasional …………………………………………………. 45
F. Instrumen Penelitian ………………………………………………….. 48
G. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………. 48
H. Pengelolaan Data …………………………………………………….... 49
I. Analisa Data ………………………………………………………….. 49
J. Etika Penelitian ………………………………………………………. 50

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 52

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Defenisi operasional ……………………………………………… 28

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Kerangka konsep ………………………………………………… 32

viii
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permintaan Untuk Menjadi Responden


2. Lembaran Persetujuan Menjadi Responden (informed conset)
3. Lembar Biodata Responden
4. Kuesioner Penelitian

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko (population at
risk) yang semakin meningkat jumlahnya. Allender, Rector, dan Warner (2014)
mengatakan bahwa populasi berisiko (population at risk) adalah kumpulan
orang- orang yang masalah kesehatannya memiliki kemungkinan akan
berkembang lebih buruk karena adanya faktor-faktor risiko yang memengaruhi.
antara tahun 2015-2050 diperkirakan hampir dua kali lipat dari sekitar 12%
menjadi 22% (WHO,2017). Data yang dikutip dari informasi kesehatan RI
(2017) presentasi lansia di Indonesia telah mencapai 9,03% dari keseluruhan
penduduk (Dukcapil, 2015 dalam Hafitz, 2017).
Stanhope dan Lancaster (2016) mengatakan lansia sebagai populasi berisiko
ini memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu, risiko biologi termasuk
risiko terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko perilaku atau gaya
hidup. Lanjut usia mengalami masalah kesehatan.
Masalah ini berawal dari kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya
tahan tubuh menurun serta factor resiko terhadap penyakit pun meningkat.
Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi, gangguan
keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu, beberapa
penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi, gangguan
pendengaran dan penglihatan, gangguan pada kulit seperti kutis, dermatitis serta
candidiasis, demensia, osteoporosis, dsb (Kemenkes RI, Riskesdas, 2013). Data
Susenas tahun 2012 menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia tahun 2012
di perkotaan adalah 24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah
perkotaan 24 orang mengalami sakit, Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya

1
setiap 100 orang lansia di pedesaan, 28 orang mengalami sakit (Kemenkes RI,
Riskesdas, 2013).
Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki karakteristik
berupa suhu udara dan kelembaban yang cukup tinggi. karakteristik iklim tropis,
kondisi kulit umum ditemui sehari-hari.
kandidiasis merupakan salah satu infeksi jamur yang banyak terjadi di
indonesia. prevalensi kandidiasis di Indonesia sekitar 20-25%, dapat menyerang
rambut, kulit, kuku, selaput lendir, dan organ lain seperti mulut dan
kerongkongan, namun informasi tentang factor dan karakteristik resikonya masih
terbatas. dalam kurun waktu tahu 2013- 2016 didapatkan 298 pasien baru dengan
jenis kandidasis terbanyak adalah kandidiasis intertrigo (50,5%). distribusi jenis
kelamin yang paling banyak adalah perempuan (62,4%) dengan usia terbanyak
45-64 tahun (31,5%). penyakit penyerta terbanyak adalah diabetes mellitus,
keluhan utama terbanyak berupa gatal (Rahmadhani Dan Astri 2016).
Cara Candida menginfeksi yaitu secara eksogen dan endogen, dan daerah
yang paling sering diinfeksi yaitu pada area mukokutan, anus, vagina, dan
saluran pencernaan. Kandidosis menyerang semua umur juga baik laki-laki
maupun perempuan dan memiliki gambaran klinis yang bermacam - macam.
Conant et al. (1971) mengelompokkan klasifikasi kandidosis berdasarkan tempat
terkenanya sebagai kandidosis selaput lendir, kandidosis kutis, dan kandidosis
sistemik.
Daerah-daerah yang dapat terinfeksi pada kandidosis intertriginosa yaitu
lipatan-lipatan kulit, antara lain lipat paha, lipat payudara, lipat perut, ketiak,
glans penis, serta jari-jari tangan dan jari-jari kaki (Kuswadji 2015). Faktor-
faktor yang dapat memicu terjadinya infeksi Candida pada kandidosis
bintertriginosa antara lain pemakaian steroid sistemik maupun topikal, penurunan
imunitas karena berbagai sebab (misalnya, limfoma, AIDS), pemakaian antibiotic
spektrum luas, diabetes melitus, aposisi daerah-daerah kulit yang menghasilkan
lingkungan yang lembab, dan obesitas (Brown RG dan Burns T 2005). Selain itu

2
Faktor pencetus kandidiasis intertrigenosa hanya didapatkan 24 dari 40
keseluruhan Total pasien dan menunjukkan Presentase terbesar yaitu pada pasien
dengan berkeringat/ linhkungan lembab (32,5%). Hal ini mungkin disebabkan
antara lain akibat penggunaan pakaian berkembang maupun kurang menjaga
kebersihan diri (self hygiene) (Wowor, Pandaleke, Kapantow 2012).
Penelitian di suatu provinsi di Irak menunjukkan persentase kandidosis kutis
sebanyak 26,2% dari keseluruhan infeksi jamur kulit. Secara signifikan,
distribusi kandidosis intertriginosa menunjukkan persentase 62,9% dibanding
bagian kulit lainnya dan bila dihubungkan dengan jenis kelamin, wanita (64%)
terbanyak menderita kandidosis intertriginosa. Hasil penelitian kandidiasis di
Divisi Mikologi URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dalam kurun waktu 4 tahun didapatkan beberapa kesimpulan bahwa
jumlah kunjungan pasien mengalami penurunan dari tahun 2013 hingga tahun
2015 dan sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2016. Kandidiasis
intertriginosa sebagai diagnosis terbanyak dari infeksi kandidiasis dari tahun
2013 hingga tahun 2016 dengan didominasi oleh pasien berjenis kelamin
perempuan dan kelompok umur terbanyak yang menderita kandidiasis, yaitu
kelompok umur 45 – 64 tahun yang banyak berasal dari Surabaya.
Penyakit penyerta dan kondisi khusus terbanyak yang ditemui pada
kandidiasis riwayat diabetes mellitus. Keluhan utama terbanyak pasien
kandidiasis pada tahun 2013 sampai dengan 2016 adalah gatal dan bercak
kemerahan pada kandidiasis kulit, sedangkan pada kandidiasis kuku keluhan
terbanyak yaitu perubahan warna kuku dengan efloresensi berupa satelit papul,
skuama, makula berbatas jelas, dan eritema.
Hasil pemeriksaan laboratorium didominasi oleh hasil yang positif untuk
bentukan blastospora+hifa disertai hasil kultur dengan spesies terbanyak
adalah Candida sp, namun sebanyak 286 kasus tidak dilakukan kultur.
Kandidiasis sering didiagnosis sebagai dermatitis sehingga sering diobati sendiri
dan menyebabkan gambaran penyakit ini menjadi tidak jelas. Seringkali sulit

3
untuk menetapkan diagnosis dini dari kandidiasis sistemik dikarenakan tanda
klinis yang tidak pasti dan kultur seringkali negatif (Ardakanidan, Ghaderi, dan
Kafaii 2016).
Selain itu, tidak ada regimen profilaksis yang pasti untuk pasien yang dengan
resiko tinggi sehingga perlunya sebuah penelitian untuk mengevaluasi bagaimana
gambaran umum yang tampak pada kandidiasis.
Menurut data rekam medik puskesmas pelauw pada bulan januari 2020
sampai juni 2020 jumlah kasus candidiasis pada usia 45 – 60 tahun keatas di desa
pelauw sebanyak 40 dan tidak terdapat kematian. dari hasil wawancara dengan
beberapa perawat di puskesmas pelauw kebanyakan dari pasien mengeluh gatal
dan terdapat bercak merah di daerah lipatan paha dan di daerah lipatan payudara
dan perawat mengatakan kebanyakan pasien memiliki riwayat penyakit diabetes.
Hasil wawancara juga didapat dari petugas kesehatan bahwa bak
penampungan air di setiap rumah kurang dijaga kebersihannya, dan juga
kurangnya kesadaran diri masyarakat terhadap kebersihan air dan kebersihan
Lingkungan. Lansia di desa pelauw banyak menghabiskan waktu mulai dari pagi
hingga malam di depan tungku di rumah soa untuk memasak dalam acara adat
maupun hari biasa, oleh karena itu lansia kurang menjaga kebersihan diri dilihat
dari penampilan yang kurang terurus dan jarang mandi, lingkungan yang kurang
bersih diakibatkan kurangnya perhatian bagi lansia .
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis ingin melakukan
penelitian tentang “ FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN CANDIDIASIS INTERTRIGO PADA LANSIA DI DESA
PELAUW”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian dalam latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu “ Apakah Ada Hubungan Antara Pengetahuan, Lingkungan Dan
Kebersihan Diri (Self hygiene) dengan kejadian candidiasis intertrigo pada Lansia
di Desa Pelauw Tahun 2020 ?

4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
candidiasis intertrigo pada lansia di desa pelauw
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan lansia dengan kejadian
candidiasis intertrigo di desa pelauw Tahun 2020.
b. untuk mengetahui hubungan perilaku menjaga kebersihan diri (Self hygien)
dengan kejadian candidiasis intertrigo di desa pelauw Tahun 2020.
c. untuk mengetahui hubungan lingkungan dengan kejadian candidiasis
intertrigo di desa pelauw Tahun 2020.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam
mengembangkan pelayanan kesehatan yang lebih professional pada lansia
yang sehat maupun sakit berdasarkan ilmu keperawatan komunitas dan
keperawatan gerontik yang berkaitan dengan factor – factor yang
berhubungan dengan kejadian candidiasis intertrigo pada lansia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi petugas kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan sumber atau
dasar untuk melakukan pembelajaran dan penambahan wawasan
terhadap faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian
candidiasis intertrigo pada lansia.
b. Bagi Masyarakat

5
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
masyarakat, terkhususnya lansia tentang faktor - faktor yang
berhubungan dengan candidiasis intertrigo dan cara pencegahannya.
c. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah Pengetahuan bagi
peneliti selanjutnya tentang Faktor – faktor yang berhubungan dengan
kejadian candidiasis intertrigo di desa pelauw.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM TENTANG LANSIA


1. Defenisi Lansia
Lansia merupakan salah satu kelompok atau populasi berisiko
(population at risk) yang semakin meningkat jumlahnya. Allender,
Rector, dan Warner (2014) mengatakan bahwa populasi berisiko
(population at risk) adalah kumpulan orang-orang yang masalah
kesehatannya memiliki kemungkinan akan berkembang lebih buruk
karena adanya faktor-faktor risiko yang memengaruhi. Stanhope dan
Lancaster (2016) mengatakan lansia sebagai populasi berisiko ini
memiliki tiga karakteristik risiko kesehatan yaitu, risiko biologi
termasuk risiko terkait usia, risiko sosial dan lingkungan serta risiko
perilaku atau gaya hidup.
Stanhope dan Lancaster (2016) mengungkapkan bahwa risiko
biologi termasuk risiko terkait usia pada lanjut usia yaitu terjadinya
berbagai penurunan fungsi biologi akibat proses menua. Risiko sosial
dan lingkungan pada lanjut usia yaitu adanya lingkungan yang memicu
stres. Aspek ekonomi pada lansia yaitu penurunan pendapatan akibat
pensiun. Risiko perilaku atau gaya hidup seperti pola kebiasaan
kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi makanan yang tidak sehat
dapat memicu terjadinya penyakit dan kematian.
Miller (2012) dalam teorinya functional consequences mengatakan
penurunan berbagai fungsi tubuh merupakan konsekuensi dari

7
bertambahnya usia. Lansia identik dengan berbagai penurunan status
kesehatan terutama status kesehatan fisik.
Berbagai teori tentang proses menua menunjukkan hal yang sama.
Status kesehatan lansia yang menurun seiring dengan bertambahnya
usia akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Bertambahnya usia akan
diiringi dengan timbulnya berbagai penyakit, penurunan fungsi tubuh,
keseimbangan tubuh dan risiko jatuh. Menurunnya status kesehatan
lansia ini berlawanan dengan keinginan para lansia agar tetap sehat,
mandiri dan dapat beraktivitas seperti biasa misalnya mandi,
berpakaian, berpindah secara mandiri. Ketidak sesuaian kondisi lansia
dengan harapan mereka ini bahkan dapat menyebabkan lansia
mengalami depresi.
Hasil penelitian Brett, Gow, Corley, Pattie, Starr, dan Deary (2012)
menunjukkan bahwa depresi merupakan faktor terbesar yang
memengaruhi kualitas hidup (p= 0,000). Beberapa hal tersebut dapat
menyebabkan menurunnya kualitas hidup lansia. Latihan fisik sangat
penting bagi lansia dalam meningkatkan kualitas hidup. Latihan yang
teratur dapat meningkatkan hubungan sosial, meningkatkan kesehatan
fisik dan kesehatan mental. Latihan juga berperan penting dalam
mengurangi risiko penyakit dan memelihara fungsi tubuh lansia (Ko &
Lee, 2012). Latihan dapat mencegah kelelahan fisik karena
meningkatkan fungsi kardiovaskuler, sistem saraf pusat, sistem imun
dan sistem endokrin. Latihan juga dapat menurunkan gejala depresi
(Chung, 2008).
2. Batasan-batasan usia lanjut
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda. Menurut
World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

8
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006)
pengelompokkan lansia menjadi :
1) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
2) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki
masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun)
3) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit
degenerative (usia >65 tahun).
3. Kemandirian Lanjut Usia
a. Pengertian Kemandirian
Kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk
memenuhi kebutuhan hidup dengan tidak bergantung pada orang
lain. Selain itu kemandirian diartikan sebagai suatu keadaan
dimana seseorang berupaya untuk memenuhi segala tuntutan.
Kemandirian dapat dipengaruhi oleh pendidikan lansia, juga oleh
gangguan sensori khususnya penglihatan dan pendengaran,
dipengaruhi pula oleh penurunan dalam kemampuan fungsional,
serta dipengaruhi pula oleh kemampuan fungsi kognitif lansia
yang menurun (Heryanti, 2011).
Menurut Graf (2008) penyakit akut atau kondisi kronis yang
memburuk dapat mempercepat penurunan fungsional pada orang
dewasa yang lebih tua. Hal tersebut dapat menurunkan
kemampuan lansia untuk melakukan kegiatan penting untuk hidup
mandiri. Lansia berusia 60-74 tahun masih mampu mentoleransi
aktivitas sehari-hari yang bisa dilakukan sendiri namun semakin
tua maka lansia akan membutuhkan bantuan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

9
b. Activity of daily living
Salah satu bentuk untuk mengukur kemampuan seseorang
dalam melakukan kegiatan sehari-hari adalah activity of daily
living (ADL). Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga
memudahkan pemilihan interval yang tepat. Kemandirian berarti
tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih
aktif. Seorang lansia yang menolak untuk melakukan fungsi
dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap
mampu (Maryam, 2008). Menurut Agung (2006), Activity of
Daily Living adalah pengukuran terhadap aktivitas yang dilakukan
rutin oleh manusia setiap hari. Aktivitas tersebut diantara lain :
memasak, berbelanja, merawat/mengurus rumah, mencuci,
mengatur keuangan, minum obat dan memanfaatkan sarana
transportasi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Agung pada tahun 2006
tentang uji keandalan dan kesahihan indeks activity of daily living
barthel untuk mengukur status fungsional dasar pada usia lanjut di
RSCM dengan menggunakan 100 responden.
Kesahihan konstruksi ADL Barthel diuji dengan speaman
correlation coefficient dengan melihat nilai rho (r) masing-masing
butir. Hasil yang didapatkan semua butir berhubungan bermakna
dengan nilai total (p<0,001). Semua butir mempunyai nilai r>0,3.
c. Tingkat stress
Stress merupakan respon fisik nonspesifik terhadap berbagai
macam kebutuhan. Faktor yang dapat menyebabkan stress
(stressor) dapat timbul dari tubuh atau lingkungan atau dapat

10
mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor tersebut dapat berupa
fisiologi seperti injuri atau psikologi seperti kehilangan.

d. Ritme biologi
Ritme atau irama biologi membantu makhluk hidup untuk
mengatur lingkungan fisik disekitarnya dan membantu
homeostatis internal (keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan).
Salah satu irama biologi yaitu irama sirkardian, berjalan
pada siklus 24 jam. Perbedaan irama sirkardian mempengaruhi
pengaturan aktivitas meliputi tidur, temperatur tubuh dan hormon.
Beberapa faktor yang ikut berp6o\eran pada irama sirkardian
diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap,
seperti cuaca yang mempengaruhi activity of daily living.
e. Status mental
Status mental menunjukan keadaan intelektual seseorang.
Keadaan status mental akan memberi implikasi pada pemenuhan
kebutuhan dasar individu. Seperti halnya lansia yang memorinya
menurun akan mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
dasarnya.
f. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dan sosial kesejahteraan pada segmen
lansia yang tidak dipisahkan satu sama lain. Pelayanan kesehatan
yang berbasis masyarakat salah satunya adalah posyandu lansia.
Jenis pelayanan kesehatan posyandu salah satunya adalah
pemeliharaan Activity of Daily Living. Lansia yang secara aktif
melakukan kunjungan ke posyandu, kualitas hidupnya akan lebih
baik daripada lansia yang tidak aktif ke posyandu.
B. TINJAUAN UMUM TENTANG KANDIDIASIS

11
1. Kandidiasis
a. Defenisi
kandidiasis intertrigo merupakan infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh candida albican, khususnya terletak di antara
lipatan intertrigenosa kulit yang berdekatan. gambaran klinis
tampak sebuah sebuah bercak merah yang gatal, diawali dengan
vesikulopustul yang membesar dan pecah, menyebabkan maserasi
dan membentuk fisura pada area intertrigo yang terlibat. Area
yang terlibat memiliki batas bergerigib dengan pinggiran putih
yang terdiri dari epidermis yang mengalami nekrosis, yang
mengelilingi dasar maserasi yang ertitem. Lesi satelit biasanya
dijumpai dan dapat menyatu dan melua menjadi lesi yang lebar
(Scheinfeld, 2016).
Kontaminasi kulit pada daerah basah yang berlebihan dapat
menghasilkan lingkungan yang lembab sehingga mendukung
untuk pertumbuhan jamur. Distribusi lokasi lipatan yang terkena
kandidosis intertriginosa mendapatkan hasil lipat paha (31,43%)
terbanyak, diikuti ketiak (24,29%), dan lipat payudara (14,28%).
Hal ini disebabkan bagian lipat paha merupakan daerah yang
paling tertutup serta sering terjadi gesekan kulit dan menghasilkan
lingkungan lembab yang mendukung bertumbuhnya jamur
Candida sehingga dapat menyebabkan terjadinya kandidosis
intertriginosa. Lokasi kedua terbanyak yaitu pada ketiak. Hal ini
disebabkan ketiak menghasilkan banyak keringat yang membuat
daerah tersebut menjadi lembab dan menyebabkan pertumbuhan
jamur Candida.
Lokasi terbanyak selanjutnya yaitu pada lipatan payudara,
yang sering menjadi lembab karena tertutup oleh pakaian.Pada

12
laki-laki tidak memiliki lipatan payu dada kecuali laki-laki dengan
obesitas. Sebagian besar pasien memiliki lesi lebih dari satu lokasi
lipatan kulit. Hal ini mungkin dikarenakan kurangnya kesadaran
pasien untuk langsung memeriksakan diri ke dokter karena
menganggap lesi yang timbul hanya merupakan lesi biasa yang
akan hilang dengan sendirinya atau diobati dengan cara sendiri,
sehingga setelah munculnya lesi di beberapa lokasi baru datang
memeriksakan diri ke dokter.
b. jenis kandidiasis dan gambaran klinis
Kandidiasis kutis merupakan penyakit infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh jamur genus kandida. Gambaran klinis
kandidiasis kutis berdasarkan tempat yang terkena dibagi
menjadi : kandidiasis kutis intertriginosa, kandidiasis paronikia
dan onikomikosis, kandidiasis kutis generalisata, kandidiasis kutis
granulomatosa, dan diaper rash.
1) Kandidiasis Kutis Intertrigo
Kandidiasis intertrigo merupakan infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh Candida albicans, khususnya terletak di
antara lipatan intertriginosa kulit yang berdekatan. Gambaran
klinis tampak sebuah bercak merah yang gatal, diawali
dengan vesikulopustul yang membesar dan pecah,
menyebabkan maserasi dan membentuk fisura pada area
intertrigo yang terlibat. Area yang terlibat memiliki batas
bergerigi dengan pinggiran putih yang terdiri dari epidermis
yang mengalami nekrosis, yang mengelilingi dasar maserasi
yang ertitem. Lesi satelit biasanya dijumpai dan dapat
menyatu dan meluas menjadi lesi yang lebar (Scheinfeld,
2016).
2) Kandidiasis Mukokutaneus Kronik

13
Kandidiasis mukokutaneus kronik adalah infeksi heterogen
pada rambut, kuku, kulit, dan selaput lendir yang terus
berlanjut meskipun dengan terapi, ditandai dengan infeksi
kronik dari kandida, yang terbatas pada permukaan mukosa,
kulit, dan kuku. Munculnya penyakit biasanya dimulai pada
masa bayi atau dalam dua decade pertama kehidupan. Kondisi
ini mungkin ringan dan terbatas pada area tertentu dari kulit
atau kuku (Edward,2008).
3) Kandidiasis Paronikia
Kandidiasis paronikia merupakan inflamasi pada lipatan
kuku, yang disebabkan oleh Candida albicans. Tampak
daerah lipatan kuku menjadi eritem, bengkak, dan lunak,
dengan discharge sesekali. Kutikulia menghilang, bersama
dengan distrofi kuku dan onikolisis dengan perubahan warna
di sekitar daerah lipatan kuku bagian lateral. Terdapat warna
kehijauan dengan akumulasi cairan hyponychial yang
mungkin terjadi yang merupakan hasil dari infeksi kandida
(Scheinfeld, 2016).
4) Kandidiasis Onikomikosis
Gejala yang paling umum dari infeksi jamur kuku adalah
kuku menjadi menebal dan berubah warna menjadi putih,
hitam, kuning atau hijau. Saat infeksi berlangsung kuku bisa
menjadi rapuh. Jika tidak diobati, kulit bisa menjadi meradang
dan nyeri di bawah dan di sekitar kuku. Mungkin juga timbul
bercak putih atau kuning pada kuku atau kulit menjadi
bersisik disekitar kuku dan berbau busuk (NHS, 2015).
5) Kandidiasis Kutaneus Kongenital
Kandidiasis kutaneus kongenital merupakan kondisi kulit
pada bayi baru lahir yang disebabkan oleh ketuban pecah dini

14
yang bersamaan dengan jalan lahir yang terinfeksi Candida
albicans. Biasanya bermanifestasi sebagai erupsi
maculopapular eritematosa yang mengenai badan dan
ekstremitas, akan sembuh setelah deskuamasi yang luas.
Pustula dan vesikula biasanya dangkal dan menghilang secara
spontan atau dengan pengobatan topikal. Adanya mikroabses
putih pada plasenta dan tali pusat bayi dengan erupsi tersebut
harus dicurigai kandidiasis kutaneus kongenital (Scheinfeld,
2016).
6) Diaper Rash
Diaper rash kandidiasis merupakan sebuah infeksi oleh
Candida albicans pada area diaper pada anak. Infeksi
perineum yang umum pada bayi, pustular dan eritem.
Maserasi dari mukosa anal dan kulit perianal sering
merupakan manifestasi klinis pertama. Erupsi khas dimulai
dengan papula bersisik yang bergabung dan membentuk lesi
yang jelas. Kemudian lesi terkikis dengan perbatasan
bergerigi (Scheinfeld, 2016).
7) Kandidiasis Kutis Generalisata
Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga di lipat
payudara, intergluteal, dan umbilicus. Sering disertai glossitis,
stomatitis, dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan
vesikel-vesikel dan pustul-pustul (Scheinfeld,2016).
8) Kandidiasis Unspecified
Kondisi dimana Candida albicans, tumbuh diluar kendali di
daerah kulit yang lembab. Biasanya merupakan akibat dari
sistem kekebalan tubuh yang lemah, tetapi dapat pula akibat
dari efek samping kemoterapi atau terapi antibiotik.
Dikatakan kandidiasis unspecified ketika seseorang

15
mengalami kandidiasis mukokutan kronik, atau kandidiasis
kutis, atau kandidiasis oral, atau monilial vaginitis secara
bersamaan (ICD 10, 2016).
c. Etiologi
Penyebab kandidiasis adalah infeksi oleh genus kandida, yang
merupakan kelompok heterogen dan jumlahnya sekitar 150 spesies
jamur (ragi).
Banyak dari spesies kandida merupakan pathogen oportunistik
pada manusia, walaupun sebagian besar tidak menginfeksi
manusia. Candida albicans adalah jamur dismorfik yang
bertanggung jawab pada 70-80% dari seluruh infeksi kandida,
sehingga Candida albicans merupakan penyebab tersering dari
infeksi candida yang superfisial dan sistemik (Klenk, et al., 2003).
Soedarmadi (2007) mengemukakan bahwa kandidiasis vagina
81% disebabkan oleh Candida albicans, 16% oleh Torulopsis
glabarata, sedang 3% lainnya disebabkan oleh Candida tropicalis,
Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida
stellatoidea. Kasus kandidemia yang sebagian besar terjadi pada
pasien immunokompromais juga disebabkan oleh Candida
albicans, sedangkan untuk spesies kandida yang lain sebesar 35%
dari total infeksi, dan dengan frekuensi yang lebih sedikit
diantaranya disebabkan oleh Candida tropicalis, Candida
parapsilosis, Candida glabrata, Candida lusitaniae, Candida
krusei, Candida dubliniensis, and Candida guilliermondii (Martin,
et al., 2007)
d. Epidemiologi
Kandidiasis biasanya terjadi pada pasien yang memiliki factor
resiko, seperti pasien dengan imunokompromais. Secara global,
frekuensi dari infeksi ini meningkat. Kejadian kandidiasis

16
dilaporkan memiliki proporsi yang sama antara laki-laki maupun
perempuan. Kandidiasis secara predominan terjadi pada usia
pertengahan atau lanjut usia. Kandidiasis dapat menyerang segala
umur. Insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Terjadi
lebih banyak pada daerah tropis dengan kelembapan udara yang
tinggi. Kandidiasis seringkali lebih banyak pada musim hujan,
sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air.
Terutama menyerang pekerja kebun, tukang cuci, petani. Riwayat
diabetes melitus, salah satu faktor yang mempermudah
berkembangnya Candida albicans (Siregar, 2005).
e. Patogenensis
Kandidiasis termasuk infeksi jamur superfisial yang menyerang
jaringan berkeratin (rambut, kuku, stratum korneum), yang
disebabkan oleh jamur genus kandida. Kandida merupakan
organisme oportunistik yang dapat menjadi patogen pada kulit,
kuku, dan mukosa (Jain, 2012).
Candida albicans merupakan penyebab tersering dari kandidiasis.
Candida albicans sering ditemukan sebagai jamur saprofit dan
berkoloni di membran mukosa pada hewan berdarah panas. Pada
sekitar 50% dari individu normal, terdapat kolonisasi di orofaring.
Selain itu, Candida albicans merupakan organisme komensal pada
mukosa vagina pada 20 - 25% dari wanita sehat yang tidak
memiliki gejala.
f. Patofisiologi
Infeksi kandida dapat terjadi apabila terdapat faktor
predisposisi yang meliputi kondisi kulit lokal, status nutrisi,
perubahan status fisiologi, penyakit sistemik, dan penyebab
iatrogenic. Seperti pada pasien dengan penyakit sistemik
contohnnya diabetes melitus, dapat menjadi faktor predisposisi

17
terjadinya infeksi kandida. Kondisi ini dihubungkan dengan
perubahan metabolic seperti hiperglikema (Kundu, et al., 2012).
Hiperglikemia menunjang kolonisasi dan pertumbuhan dari
kandida dan spesies jamur lainnya (Powers, 2008). Selain itu,
kondisi hiperglikemia juga dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan kemotaksis, fagositosis, dan bakterisidal dari leukosit
(Kundu, et al., 2012).
Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan tingginya kadar
glukosa kulit pada pasien diabetes melitus sehingga
mempermudah timbulnya infeksi kandida (Kuswadji, 2010).
Mekanisme infeksi Candida albicans sangat komplek
termasuk adhesi dan invasi, perubahan morfologi dari bentuk sel
khamir ke bentuk filamen (hifa), pembentukan biofilm dan
penghindaran dari sel-sel imunitas inang. Kemampuan Candida
albicans untuk melekat pada sel inang merupakan faktor penting
pada tahap permulaan kolonisasi dan infeksi. Perubahan fenotip
menjadi bentuk filament memungkinkan Candida albicans untuk
melakukan penetrasi ke lapisan epitelium dan berperanan dalam
infeksi dan penyebaran Candida albicans pada sel inang. Candida
albicans juga dapat membentuk biofilm yang dipercaya terlibat
dalam penyerangan sel inang dan berhubungan dengan resistansi
terhadap antifungi (Kusumaningtyas, 2007).
Proses pertama dari infeksi adalah adhesi, melibatkan interaksi
antara ligand dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya
sel Candida albicans ke sel inang. Selanjutnya diikuti perubahan
bentuk dari khamir ke filament, yang diketahui berhubungan
dengan patogenitas dan proses penyerangan kandida terhadap sel
inang.

18
Tahap selanjutnya adalah pembentukan lapisan biofilm
sebagai salah satu cara Candida spp untuk mempertahankan diri
dari obat-obat antifungi. Produksi enzim hidrolitik ektraseluler
seperti aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan
patogenitas Candida albicans (Naglik, et al., 2004).
g. Diagnosis
Diagnosis infeksi kandida dapat ditegakkan melalui anamnesa,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Melalui
anamnesis dapat diketahui faktor predisposisi dan gejala klinis
pasien. Tergantung dari jenis kandidiasis yang dialami. Dari
pemeriksaan fisik dapat ditemukan manifestasi klinis dari
kandidiasis. Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan :
1) Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan
KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi,
blastospora, atau hifa semu.
Pemeriksaan KOH adalah pemeriksaan laboratorium rutin yang
dilakukan untuk menegakkan diagnosis kandidiasis. Hasil
negatif pada pemeriksaan KOH tidak langsung menyingkirkan
diagnosis candidiasis. Hasil negatif palsu pada pemeriksaan
mikroskopis langsung dengan KOH dilaporkan sebesar 5-15%
dimana pemeriksaan ini sangat tergantung pada keahlian
pengamat dan kualitas sampling, namun demikian pemeriksaan
ini dapat menjadi alat skrining yang sangat efisien.
Meski demikian, hasil positif untuk bentukan blastospora
bukanlah penentu mutlak pasien sedang terinfeksi kandidiasis.
Dari data penelitian mulai dari tahun 2013 hingga tahun 2016,
didapatkan 15 pasien yang tidak melakukan pemeriksaan KOH.
Hal tersebut mungkin dikarenakan dari pemeriksaan fisik saja,

19
diagnosis dari kandidiasis sudah dapat ditegakkan oleh
pemeriksa karena pada infeksi kandidiasis memiliki ciri khas
lesi dan lokasi yang mudah untuk dikenali.
Begitupun dengan hasil negatif pada pemeriksaan KOH tidak
membuktikan bahwa pasien sedang tidak terinfeksi infeksi
kandidiasis karena apabila pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik menunjukkan infeksi kandidiasis, maka diagnosis dan
terapi kandidiasis dapat tetap diberikan.
Struktur jamur yang dapat diamati dengan mikroskop dengan
teknik pemeriksaan KOH adalah selain blastospora adalah hifa.
Tetapi di dalam beberapa literatur disebutkan bahwasanya hifa
bukanlah struktur khas dari infeksi kandidiasis.
Bentukan khas blastospora merupakan bentukan mutlak yang
didapatkan pada spesimen pasien dengan diagnosis kandidiasis,
terutama kandidiasis vulvovaginalis. Hifa merupakan bentukan
khas yang didapatkan pada Aspergillus dan beberapa
dermatofitosis, seperti tinea korporis. Hal tersebut mendukung
hasil dari penelitian ini, bahwa didapatkan dominasi hasil
negatif hifa pada pemeriksaan KOH
2) Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa
glukosa Saboroud.
h. Karakteristik demografi
Karakteristik demografi menurut Sriyono (2004) dan Laksana
(2003) terdiri dari : umur, jenis kelamin, pekerjaan.
1) Umur
Umur seseorang dapat diketahui bila tanggal, bulan dan
tahun kelahiran diketahui. Perhitungan umur menggunakan
pembulatan ke bawah atau umur menurut ulang tahun terakhir.

20
Umur dinyatakan dalam kalender masehi (Badan Pusat Statistik
Jawa Tengah, 2005). kandidosis intertriginosa paling banyak
ditemukan pada kelompok usia 45-64 tahun (42,5%), diikuti
oleh usia ≥ 65 tahun (27,5%).
Hal ini mungkin disebabkan pada orang tua atau usia lanjut
terjadi penurunan imunitas atau status imunologik yang sudah
tidak sempurna1, dimana terdapat penyakit yang rentan
terhadap kandidosis misalnya diabetes melitus atau penyakit
imunologik lainnya. Pada usia <1 tahun terdapat 1 pasien
(2,5%) dikarenakan penggunaan pampers yang menghasilkan
aposisi lingkungan yang lembab
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin sama artinya dengan seks diartikan sebagai
perbedaan organ biologis antara laki-laki dan perempuan,
terutama pada bagian-bagian reproduksi serta kodrat Tuhan
sehingga tidak dapat ditukar atau diubah (Rahmadewi, dkk,
2000).
Pada distribusi penyakit menurut jenis kelamin, kasus
kandidosis intertriginosa lebih banyak ditemukan pada
perempuan (70%) dibanding laki-laki (30%). Dikaitkan
dengan penelitian yang dilakukan di Irak5 dan Wowor et al.6,
pada perempuan lebih banyak didapati kasus kandidosis
intertriginosa. Hal ini mungkin disebabkan oleh cara dan
perilaku perempuan di kalangan masyarakat yaitu misalnya
cara berpakaian yang ketat dan pakaian tertutup,7 serta
penggunaan sepatu tertutup pada laki-laki maupun pada
perempuan dengan bagian depan lebih kecil sehingga membuat
lipatan-lipatan kulit menjadi lembab dan menghasilkan keringat
yang berlebih dan rentan terhadap infeksi kandidosis

21
intertriginosa. Lipatan payudara juga yang dimiliki perempuan
merupakan lokasi lipatan kulit yang tertutup dan menghasilkan
lingkungan yang lembab
3) Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu aktifitas yang dilakukan setiap hari
untuk memenuhi kebutuhan hidup pasien. Pekerjaan dari pasien
kandidosis intertriginosa melalui data penelitian didapatkan
terbanyak sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak
13 pasien (32,5%). Pada orang yang bekerja sebagai PNS,
kemungkinan menggunakan pakaian yang tertutup sepanjang
hari dan sepatu tertutup.
Hal ini menyebabkan meningkatnya kelembaban dalam lipatan
kulit dan dapat memicu peningkatan pertumbuhan jamur.10
Pekerjaan kedua terbanyak yaitu ibu rumah tangga (IRT)
sebesar 25%. Sebagian besar IRT mengerjakan pekerjaan
rumah, baik pada daerah basah (air) maupun kering.
Kontaminasi kulit pada daerah basah yang berlebihan dapat
menghasilkan lingkungan yang lembab sehingga mendukung
untuk pertumbuhan jamur.
i. Komplikasi
candidiasis di kulit biasanya akan menimbulkan rasa tidak
nyaman dan mengganggu kepercayaan diri penderitanya. jika
infeksi menyebar ke aliran darah dan organ tubuh lain, dapat
terjadi komplikasi berupa sepsis dan gangguan pada organ yang
terinfeksi. pada kasus tertentu, penyebaran candida ke selaput
pembungkus otak akan menyebabkan meningitis.
j. Cara penanganan candidiasis
Terapi obat yang paling sering digunakan ialah antifungi
topikal (ketokonazole, mikonazole) sebanyak 26 pasien (65%).

22
Terapi ini lebih dominan diberikan karena cukup untuk mengatasi
infeksi jamur pada kulit.1,11 Pada beberapa pasien juga
dikombinasikan dengan antibiotik topical (asam fusidat dan
gentamisin) (27,5%).
Pengobatan antibiotik dapat menghambat pertumbuhan dan
membasmi mikroba jenis lain pada kulit yang terinfeksi serta
menghilangkan penyebab infeksi sekunder.
Dari jenis obat yang diberikan pada pasien, yang paling
banyak digunakan yaitu antifungi topikal yaitu sebanyak 39 dari
40 pasien dan 2 pasien diberikan antifungi sistemik. Infeksi jamur
dengan lesi yang tidak luas pada kulit dapat diberikan antifungi
berupa topikal atau oles, sedangkan pemberian antifungi sistemik
atau oral diberikan pada pasien dengan infeksi yang luas.13
Antibiotika topical diberikan pada 11 pasien, karena pada pasien
dengan kandidosis intertriginosa sering didapati terjadinya infeksi
sekunder. Oleh sebab itu, kedua obat ini paling umum diberikan
pada pasien kandidosis intertriginosa.
C. Tinjauan umum tentang Variabel Penelitian
1. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keigintahuan melalui

proses sensories, terutama pada mata da telinga terhadap objek

tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang terpenting

dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open behavior

(Donsu,2017).

b. Faktor – faktor yang dapat mempengeruhi pengetahuan

23
ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

Fitriani, 2015 Berpendapat bahwa faktor faktor tersebut adalah :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

keperibadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah

yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi

proses belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang maka

semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.

Pendidikan tinggi seseorang akan mendapatkan informasi

baik dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak

informasi yang masuk, semakin banyak pula pengetahuan yang

didapat tentang kesehatan. Peningkatan pengetahuan tidak

mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi dapat

diperoleh pada pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung

dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek

ini akan menentukan sikap seseorang terhadap objek tertentu.

Semakin banyak aspek positif dari objek yang diketahui akan

menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.

2) Media Massa / Informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun non formal dapat memberikan pengetahuan jangka

24
pendek (immediate impact), sehingga menghasilkan perubahan

dan peningkatan pengetahuan.

Kemajuan teknologi menyediakan bermacam-macam

media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan

masyarakat tentang informasi baru. Sarana komunikasi seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan, dan lain-lain

pempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang.

3) Sosial Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran apakah yang dilakukan itu baik atau tidak. Status

ekonomi seseorang juga akan menentukan ketersediaan

fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga

status sosial ekonomi akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang

4) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman pribadi ataupun

pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan

5) Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Bertambahnya usia akan semakin berkembang pola pikir dan

25
daya tangkap seseorang sehingga pengetahuan yang diperoleh

akan semakin banyak.

c. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut nursalam 2016 pengetahuan seseorang dapat di

interprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1) pengetahuan baik : 76%-100%

2) pengetahuan cukup : 56%-75%

3) pengetahuan kurang : <56%

2. Kesehatan Lingkungan
Menurut WHO (2016) Kesehatan lingkungan ialah suatu
keseimbangan ekologi yang harus tercipta diantara manusia dengan
lingkungannya agar bisa menjamin keadaan sehat dari manusia.
lingkungan dikatakan baik jika sanitasi dasar dan kesehatan
Rumah sesuai dengan kriteria kesehatan lingkungan.
a. Sanitasi Dasar
sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang diperlukan untuk
menyehatkan lingkungan pemukiman meliputi penyediaan air
bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), dan
pembuangan air limbah .
1) Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak
dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa. Sumber air yang
banyak dipergunakan oleh masyarakat adalah berasal dari :

26
a) Air permukaan , yaitu air yang mengalir di permukaan
bumi akan membentuk air permukaan. Air ini
umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya.
b) Air tanah, secara umum terbagi menjadi : air tanah
dangkal yaitu erjadi akibat proses penyerapan air dari
permukaan tanah, sedangkan air tanah dalam terdapat
pada lapis rapat air yang pertama.
c) Air atmosfer / meteriologi/air hujan, dalam keadaan
murni sangat bersih tetapi sering terjadi pengotoran
karena industri, debu dan lain sebagainya. (Waluyo,
2005)

Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan.


Apabila tidak diperhatikan , maka air yang dipergunakan
masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia. Untuk
mendapatkan air yang baik, sesuai standard tertentu , saat
ini menjadi arang yang mahal karena sudah banyak
tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan
manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah
dari kegiatan industri dan kegiatan- kegiatan lainnya
(Wardhana, 2004).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.


416/Menkes/Per/IX/1990, yang dimaksud air bersih adalah
air yang digunakan unuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum
apabila telah dimasak. Air bersih merupakan salah satu
kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan
manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan
berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap

27
individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di
perdesaan.

Syarat – syarat kualitas air bersih diantaranya adalah


sebagai berikut :

a) Syarat fisik : tidak berbau , tidak berasa


b) Syarat kimia : kadar besi maksimum yang
diperbolehkan 1,0 mg/l, kesadahan maksimal 500 mg/l
c) Syarat mikrobiologis : jumlah total koliform dalam
100 ml air yang diperiksa maksimal adalah 50 untuk
air yang berasal dari bukan perpipaan dan 10 untuk air
yang berasal dari perpipaan

Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan


dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan
dan membagi – bagikan air bersih untuk masyarkat. Jenis
sarana air bersih ada beberapa macam yaitu sumur gali
sumur
pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam,
tempat penampungan air hujan, penampungan mata air dan
perpipaan.
2) Pembuangan Kotoran Manusia ( Jamban)
Yang dimaksud dengan kotoran mausia semua benda
atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan ini berupa tinja (faeces), air seni (urine), dan
CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan.
Pembuangan kotoran manusia dalam ilmu kesehatan
lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja

28
dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban
atau kakus (Notoatmodjo,2003).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari
usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau
dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang
tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama
tanah dan sumber air.
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan
menyebabkan berbagai macam penyakit seperti : thypus,
disentri, kolera, bermacam-macam cacing ( gelang, kremi,
tambang dan pita ), schistosomiasis dan sebagainya.
Kementerian kesehatan telah syarat dalam membuat
jamban sehat. Ada 7 kriteria yang harus dipenuhi :

a) Tidak mencemari air


- Saat menggali tanah untuk lubang kotoran,
usahakan agar dasar lubang kotoran tidak mencapai
permukaan air tanah maksimum. Jika keadaan
terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus
dipadatkan dengan tanah liat atau diplester.
- Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang-kurangnya
10 meter.
- Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak
sumur agar air kotor dari lubang tidak kotoran tidak
merembes dan mencemari sumur.
- Tidak membuang air kotor dan buangan air besa ke
dalam selokan, empang, danau, sungai dan laut.
b) Tidak mencemari tanah permukaan

29
- Tidak buang air besar di sembarang tempat, seperti
kebun, pekarangan , dekat sungai, dekat mata air,
atau pinggir sungai.
- Jamban yang sudah penuh agar segera disedot
untuk dikuras kotorannya , atau dikuras, kemudian
kotoran ditimbun di lubang galian.
c) Bebas dari serangga
- Jika menggunakan bak atau penampungan air,
sebaiknya dikuras setiap minggu .Hal ini penting
untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam
berdarah.
- Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan
yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk.
- Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat
celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau
serangga lainnya.
- Lantai jamban harus selalu kering dan bersih.
- Lubang jamban, khususnya jamban cemplung,
harus tertutup
d) Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
- Jika menggunakan jamban cemplung, lubang
jamban harus ditutup setiap selesai digunakan.
- Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan
leher angsa harus tertutup rapat oleh air
- Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi
dengan pipa ventilasi untuk membuang bau dari
dalam lubang kotoran
- Lantai jamban harus kedap air dan permukaan bowl
licin. Pembersihan harus dilakukan secara priodik

30
e) Aman digunakan oleh pemakainya
- Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat
pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata
atau selongsongan anyaman bambu atau bahan
penguat lain yang terdapat di daerah setempat
f) Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan
bagi pemakainya.
- Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran
lubang kotoran
- Jangan membuang plastik, puntung rokok atau
benda lain ke saluran kotoran karena dapat
menyumbat saluran
- Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau
lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh.
- Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut
mati. Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci.
g) Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
- Jamban harus berdinding dan berpintu
- Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga
pemakainya terhindar dari kehujanan dan
kepanasan
3) Pembuangan Air Limbah
Yang dimaksud dengan air limbah, air kotoran atau air
bekas adalah air yang tidak bersih dan mengandung
berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan
manusia atau hewan, dan lazimnya muncul karena hasil
perbuatan manusia termasuk industrialisasi ( Azwar,
1995). Beberapa sumber air buangan :

31
a) Air buangan rumah tangga (domestic waste water )
Air buangan dari pemukiman ini umumnya mempunyai
komposisi yang terdiri dari ekskreta (tinja dan urin) ,
air bekas cician , dapur dan kamar mandi , dimana
sebagian besar merupakan bahan – bahan oranik.
b) Air buangan kotapraja ( minicipal waste water)
Air buangan ini umumnya berasal dari daerah
perkotaan , perdagangan , selokan, tempat ibadah dan
tempat-tempat umum lainnya.
c) Air buangan industri (industrial waste water)
Air buangan yang berasal dari berbagai macam
industri. Pada umumnya lebih sulit pengolahannya
serta mempunyai variasi yang luas. Zat-zat yang
terkandung
didalamnya misalnya logam berat, zat pelarut, amoniak
dan lain-lain ( entjang, 2000).
Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah
dilakukan dengan cara menyalurkan air limbah tersebut
jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya. Air
buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media
perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva
nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media
transmisi penyakit seperti Cholera, Thypus Abdominalis,
Dysentri Basiler, dan sebagainya.
Menurut Kusnoputranto (2000), pengelolaan air
buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap
lingkungan dan kesehatan masyarakat, yaitu :
a) Terhadap lingkungan

32
Air buangan antara lain mempunyai sifat fisik,
kimiawi, bakteriologis yang dapat menjadi sumber
pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik
akan dapat
menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan,
tanah, atau lingkungan hidup lainnya . Disamping itu
kadang-kadang dapat menimbulkan bau yang tidak
enak serta pemandangan yang tidak menyenangkan
b) Terhadap kesehatan masyarakat
Lingkungan yan tidak sehat akibat tercemar air
buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap
kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi
media tempatb berkembangbiaknya mikroorganisme
pathogen, terutama penyakit – penyakit yang
penularannya melalui air yang tercemar.

b. Rumah sehat
Rumah merupakan salah satu kebutuhan poko manusia,
disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah berfungsi
pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk berlindung
dari gangguan iklim serta makhluk hidup lainnya. Selain itu
rumah juga merupakan tempat berkumpulnya anggota
keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya
(Depkes RI ,2002).
Rumah adalah salah satu syarat pokok bagi kehidupan
manusia (Notoatmodjo, 2007). Rumah harus dapat mewadahi
kegiatan penghuninya dan cukup luas bagi seluruh
pemakainya, sehingga kebutuhan dan aktivitas setiap
penghuninya dapat berjalan dengan baik. Rumah sehat dapat

33
sebagai tempat berlindung, bernaung, dan tempat beristirahat,
sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik,
rohani maupun sosial (Sanropie, dkk, 1989).
Rumah sehat menurut Winslow memiliki kriteria , antara
lain : (Chandra, 2007) :
1) Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis
2) Dapat memenuhi kebutuhan psikologis
3) Dapat menghindarkan terjadinya kecelakaan
4) Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit.
Hal ini sejalan dengan kriteria rumah sehat menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, secara
umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a) Memenuhi fisiologis antara lain pencahayaan,
penghawaan dan ruang gerak yang cukup , terhindar dari
kebisingan yang mengganggu.
b) Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain privasi yang
cukup, komunikasi sehat antar angota keluargamdan
penhuni rumah.
c) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit
antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih,
pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor
penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindunginya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
d) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan
baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam
rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan,

34
kostruksi yang kuat, tidak mudah mudah terbakar, dan
tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Dalam pemenuhan kriteria rumah sehat, ada beberapa variabel
yang harus diperhatikan :
a) Bahan bangunan
b) Ventilasi
c) Pencahayaan
d) Luas bangunan rumah
3. self higiens
Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani, personal yang
artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis Tarwoto & Wartonah
(2010). Menurut Potter & Perry (2005), personal hygiene adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan
untuk dirinya. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia
untuk memelihara kesehatan mereka secara fisik dan psikisnya. Dalam
kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting
dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang.
Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan
kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang
diperhatikan, hal ini terjadi karena kita menganggap masalah
kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan
terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum (Hidayat, 2008).
Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan, dan kesehatan. Seperti pada orang sehat mampu

35
memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau
tantangan fisik memerlukan bantuan perawat untuk melakukan praktik
kesehatan yang rutin.
Tujuan dilakukannya personal hygiene adalah peningkatan
derajat kesehatan, memelihara kesehatan diri, memperbaiki personal
hygiene, mencegah penyakit, meningkatkan kepercayaan diri dan
menciptakan keindahan. Dampak yang sering timbul pada masalah
personal hygiene menurut Ambarawati & Sunarsih, (2011) adalah
sebagai berikut:
a. Dampak fisik, banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik.
Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit,
gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
serta gangguan fisik pada kuku.
b. Masalah psikososial yang berhubungan dengan personal hygiene
adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial (Ambarawati & Sunarsih, 2011). Berdasarkan
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa personal
hygiene adalah suatu aktivitas untuk menjaga serta merawat tubuh
agar tubuh selalu sehat dan bersih serta mampu meningkatkan
derajat kesehatan pada tubuh sehingga masalah kesehatan serta
dampak negatif dari fisik maupun social dapat teratasi dengan baik.
Ada beberapa tipe personal hygiene, menurut Depdikbud (1986)
tipe personal hygiene adalah sebagai berikut:
1) Kesehatan Gigi dan Mulut
Mulut beserta lidah dan gigi merupakan sebagian dari alat
pencerna makanan. Mulut berupa suatu rongga yang dibatasi
oleh

36
jaringan lunak, dibagian belakang berhubungan dengan
tengggorokan dan di depan ditutup oleh bibir. Lidah terdapat di
dasar rongga mulut terdiri dari jaringan yang lunak dan ujung-
ujung syaraf pengecap. Gigi terdiri dari jaringan keras yang
terdapat dirahang atas dan bawah yang tersusun rapi dalam
lengkungan.
Makanan sebelum masuk ke dalam perut, perlu dihaluskan,
maka makanan tersebut dihaluskan oleh gigi dalam rongga
mulut. Lidah berperan sebagai pencampur makanan,
penempatan makanan agar dapat dikunyah dengan baik dan
berperan sebagai indera perasa dan pengecap. Penampilan wajah
sebagian ditentukan oleh tata letak gigi. Seperti halnya dengan
bagian tubuh yang lain, maka mulut dan gigi juga perlu
perawatan yang teratur dan seyogyanya sudah dilakukan sejak
kecil.
Untuk pertumbuhan gigi yang sehat diperlukan sayur-sayuran
yang cukup mineral seperti zat kapur, makanan dalam bentuk
buah-buahan yang mengandung vitamin A atau C sangat baik
untuk kesehatan gigi dan mulut.
Gosok gigi merupakan upaya atau cara yang terbaik untuk
perawatan gigi dan dilakukan paling sedikit dua kali dalam
sehari yaitu pagi dan pada waktu akan tidur. Dengan menggosok
gigi yang teratur dan benar maka plak yang ada pada gigi akan
hilang. Hindari kebiasaan menggigit benda-benda yang keras
dan
makan makanan yang dingin dan terlalu panas.
Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, bercahaya, gigi
tidak berlubang dan didukung oleh gusi yang kencang dan
berwarna merah muda pada kondisi normal, dari gigi dan mulut.

37
2) Kesehatan Rambut dan kulit rambut,
Rambut berbentuk bulat panjang, makin ke ujung makin kecil
dan ujungnya makin kecil. Pada bagian dalam berlubang dan
berisi zat warna. Warna rambut setiap orang tidak sama
tergantung zat warna yang ada didalamnya. Rambut dapat
tumbuh dari pembuluh darah yang ada disekitar rambut. Rambut
merupakan pelindung bagi kulit kepala dari sengatan matahari
dan hawa dingin. Dalam kehidupan sehari-hari sering nampak
pemakaian alat perlindungan lain seperti topi, kain kerudung
dan masih banyak lagi yang lain.
Penampilan akan lebih rapi dan menarik apabila rambut dalam
keadaan bersih dan sehat. Sebaliknya rambut yang dalam
keadaan kotor, kusam dan tidak terawat akan terkesan jorok dan
penampilan tidak menarik. Rambut dan kulit kepala harus selalu
sehat dan bersih, sehingga perlu perawatan yang baik. Untuk
perawatan rambut dapat ditempuh dengan berbagai cara namun
demikian cara yang dilakukan adalah cara pencucian rambut.
Rambut adalah bagian tubuh yang paling banyak mengandung
minyak.
Karena itu kotoran, debu, asap mudah melekat dengan demikian
maka pencucian rambut adalah suatu keharusan. Pencucian
rambut dengan shampo dipandang cukup apabila dilakukan
dua kali dalam seminggu. Rambut yang sehat yaitu tidak mudah
rontok dan patah, tidak terlalu berminyak dan terlalu kering
serta tidak berketombe dan berkutu. Tujuan bagi subjek yang
membutuhkan perawatan rambut dan kulit kepala meliputi
sebagai berikut:
a) pola kebersihan diri subjek normal,

38
b) subjek akan memiliki rambut dan kulit kepala bersih yang
sehat,
c) subjek akan mencapai rasa nyaman dan harga diri,
d) subjek dapat mandiri dalam kebersihan diri sendiri,
e) subjek akan berpartisipasi dalam praktik perawatan rambut.
3) Kesehatan kulit
Kulit terletak diseluruh permukaan luar tubuh. Secara garis
besar kulit dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian luar yang
disebut kulit ari dan bagian dalam yang disebut kulit jangat.
Kulit ari berlapislapis dan secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu lapisan luar yang
disebut lapisan tanduk dan lapisan dalam yang disebut lapisan
malpighi. Kulit jangan terletak di sebelah bawah atau sebelah
dalam dari kulit ari.
Kulit merupakan pelindung bagi tubuh dan jaringan
dibawahnya. Perlindungan kulit terhadap segala rangsangan dari
luar, perlindungan tubuh dari bahaya kuman penyakit, dan
sebagai pelindung cairan-cairan tubuh sehingga tubuh tidak
kekeringan dari cairan.
Melalui kulit rasa panas, dingin dan nyeri dapat dirasakan.
Perawatan kulit dilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari yaitu
pagi dan sore dengan air yang bersih. Perawatan kulit
merupakan keharusan yang mendasar. Kulit yang sehat yaitu
kulit yang selalu bersih, halus, tidak ada bercak-bercak merah,
tidak kaku
tetapi lentur (fleksibel).
4) Kesehatan Telinga
Telinga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu bagian paling
luar, bagian tengah, dan daun telinga. Telinga bagian luar terdiri

39
dari lubang telinga dan daun telinga. Telinga bagian tengah
terdiri dari ruang yang terdiri dari tiga buah ruang tulang
pendengaran. Ditelinga bagian dalam terdapat alat
keseimbangan tubuh yang terletak dalam rumah siput.
Telinga merupakan alat pendengaran, sehingga berbagai macam
bunyi-bunyi suara dapat didengar. Disamping sebagai alat
pendengaran telinga juga dapat berguna sebagai alat
keseimbangan tubuh. Menjaga kesehatan telinga dapat
dilakukan dengan pembersihan yang berguna untuk mencegah
kerusakan dan infeksi telinga. Telinga yang sehat yaitu lubang
telinga selalu bersih untuk mendengar jelas dan telinga bagian
luar selalu bersih.
5) Kesehatan Kuku
Kuku terdapat di ujung jari bagian yang melekat pada kulit
yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup. Bentuk kuku
bermacammacam tergantung dari kegunaannya ada yang pipih,
bulat panjang, tebal dan tumpul. Guna kuku adalah sebagai
pelindung jari, alat kecantikan, senjata, pengais dan pemegang.
Bila untuk keindahan bagi wanita karena kuku harus relatif
panjang, maka harus dirawat terutama dalam hal kebersihannya.
Kuku jari tangan maupun kuku jari kaki harus selalu terjaga
kebersihannya karena kuku yang kotor dapat menjadi sarang
kuman penyakit yang selanjutnya akan ditularkan kebagian
tubuh yang lain.
6) Kesehatan Mata
Pembersih mata biasanya dilakukan selama mandi dan
melibatkan pembersih dengan washlap bersih yang dilembabkan
kedalam air.
7) Kesehatan Hidung

40
Seseorang biasanya mengangkat sekresi hidung secara lembut
dengan membersihkan ke dalam dengan tisu lembut. Hal ini
menjadi hygiene harian yang diperlukan. Perdarahan hidung
adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar, iritasi mukosa,
atau kekeringan.
4. penyakit penyerta
mengenai penyakit penyerta dan kondisi khusus yang ditemui pada
penelitian ini, didapatkan sebanyak 84 pasien tidak disertai penyakit
penyerta atau kondisi lainnya yang dapat menjadi factor predisposisi
terjadinya kandidiasis, namun kebanyakan pasien mempunyai riwayat
diabetes melitus.
Diabetes melitus adalah gangguan endokrin yang umum dengan
penurunan kekebalan host terhadap infeksi. Infeksi oportunistis yang
paling umum pada individu dengan diambetes melitus adalah
kandidiasis, terutama kandidiasis oral. Kandidiasis paling sering
disebabkan oleh Candida albicans. Candida albicans pada individu
sehat diyakini sebagai komensal, tetapi pada pasien diabetes melitus
akan membentuk kolonisasi yang sangat banyak. Kolonisasi subklinis
ini dapat membuat host lebih rentan untuk mengembangkan kolonisasi
mukosa yang lebih dalam dengan penyebaran lebih lanjut melalui
darah.

D. Kerangka Konsep Penelitian

Pada Penelitian ini, Saya Akan Mengidentifikasi “Faktor – faktor yang


Berhubungan dengan Kejadian Kandidiasis Intertrigo pada Lansia di Desa
Pelauw Tahun 2020”. Dalam Penelitian ini yang menjadi Variabel Dependen
(Kejadian Candidiasis Intertrigo Pada Lansia) dan Variabel Independen

41
(Pengetahuan, Lingkungan, Personal Hygien). Di bawah ini adalah Skema
kerangka konsep penelitian

PENGETAHUAN
KEJADIAN
KESEHATAN
CANDIDIASIS
LINGKUNGANI
INTERTRIGO
PADA LANSIA
PERSONAL
HYGIEN

Gambar 1.1 Kerangka konsep Penelitian

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel dependen

E. Hipotesis :
1. Hipotesis Null (HO) :
a. Tidak terdapat hubungan pengetahuan lansia dengan kejadian
kandidiasis intertrigo di desa pelauw Tahun 2020
b. Tidak terdapat hubungan antara Kesehatan lingkungan dengan
kejadian kandidiasis inteetrigo di desa pelauw Tahun 2020
c. tidak terdapat hubungan antara perilaku personal hygiene dengan
kejadian kandidiasis intertrigo di desa pelauw Tahun 2020
2. Hipotesis alternative (HA) :

42
a. Ada hubungan pengetahuan lansia dengan kejadian kandidiasis
intertrigo di desa pelauw Tahun 2020
b. Ada hubungan antara lingkungan dengan kejadian kandidiasis
intertrigo di desa pelauw Tahun 2020
c. Ada hubungan antara perilaku personal hygiene dengan kejadian
kandidiasis intertrigo di desa pelauw Tahun 2020

BAB III

METODE PENELITIAN

I. Jenis Penelitian
Rancangan penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan
menggunakan rancangan Cross Section. Rancangan Cross Section adalah

43
penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan
itu terjadi, kemudian melakukan analisis dinamika korelasi antara fenomena dan
faktor penyebab, dimana pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara
simultan pada satu saat (sekali waktu ) (Notoadmojo, 2018 ).
II. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas perawatan
pelauw yaitu di desa pelauw tahun 2020
2) Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian akan dirancang pada bulan September 2020
III. Populasi Dan Sampel
1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri dari objek atau subjek yang
mempunyai karakteristik dan kualitas ditarik kesimpulannya
(Surjaweni,2015). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di
desa pelauw.
2) Sampel
sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil dari keseluruhan objek
penelitian yang dijadikan bahan penelitian dimana bagian tersebut mewakili
dari seluruh populasi. Teknik penetapan sampel yang digunakan pada
penelitian ini ada accidental sampling adalah penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel (Diah,2019).
Rumus untuk menentukan sampel menggunakan rumus Slovin
(sugiyono,2016) yaitu :
Rumus : n = N/N(d)2 + 1
Keterangan :
n : besar populasi
N : besar sampel

44
d : nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan
dengan menggunakan rumus tersebut maka besar sampel yang diambil
adalah :
950
n=
1+ ( 950 )( 0.10 )2

950
¿
1+ 9.5

950
¿
10,5
n=90.4761904762 dibulatkan menjadi 90
jadi, sampel dalam penelitian ini berjumlah 90 orang

dengan memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi
1) seluruh lansia di Desa Pelauw
2) lansia yang bersedia untuk dijadikan responden
b. Kriteria eklusi
1) lansia yang tidak bersedia menjadi responden
IV. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi 2 (dua) menurut sugiyono (2016) yaitu :
1. Variabel Independen
variable independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
pengetahuan lansia, perilaku kebersihan diri (personal Hygien), air bersih,
dan lingkungan.
2. Variabel Dependen
Variabel Dependen atau Variabel terikat dalam penelitian ini adalah :
Kejadian candiasis pada Lansia.
V. Defenisi Operasional

45
NO Variabel Defenisi Alat Kriteria Skala
Ukur Objektif
Variabel Dependen
Candidiasis kandidiasis Kuesioner 1. Ya : jika Nominal
pada Lansia intertrigo diagnose
merupakan kandidiasis
infeksi pada terdapat oleh
kulit yang dokter dan
disebabkan tercatat pada
oleh candida rekam medik
albican, 2. Tidak : jika
khususnya diagnose
terletak di kandidiasis
antara lipatan tidak terdapat
intertrigenosa oleh dokter dan
kulit yang tercatat pada
berdekatan rekam medik
Variabel Independen
Pengetahuan Pengetahuan Kuesioner 1. Pengetahuan Nominal
Lansia adalah suatu baik :
hasil dari rasa X+1/2SD
keingin
2. Kurang jika
tahuan
<X+1/2SD
melalui
proses
sensories
terutama pada
mata dan

46
telinga
terhadap
objek
tertentu.
pengetahuan
merupakan
domain yang
yang
terpenting
dalam
terbentuknya
perilaku
terbuka atau
open
behavior.
Lingkungan lingkungan Kuesioner 1. Ada pengaruh Nominal
adalah lingkungan :
menciptakan - sanitasi
lingkungan dasar
yang sehat tidak baik
sehingga - kesehatan
tidak mudah rumah
terserang tidak baik
berbagai 2. tidak ada
penyakit pengaruh
seperti lingkungan :
demam - sanitasi
berdarah, dasar

47
muntaber dan baik
lainnya. Ini - kesehatan
dapat dicapai rumah
dengan baik
menciptakan
suatu
lingkungan
yang bersih
indah dan
nyaman.
Self hygiene Self hygiene Kuesioner 1) Ada pengaruh Nominal
berasal dari Personal
bahasa hygien :
Yunani, - kebersihan
personal yang kulit tidak
artinya baik
perorangan - kebersihan
dan hygiene tangan, kaki
berarti sehat. dan kuku
Kebersihan tidak baik
perorangan - kebersihan
adalah suatu rambut tidak
tindakan baik
untuk
memelihara 2) Tidak ada
kebersihan pengaruh
dan kesehatan personal
seseorang hygiene :
kebersihan

48
untuk kulit tidak
kesejahteraan baik
fisik dan - kebersihan
psikis tangan, kaki
Tarwoto & dan kuku
Wartonah tidak baik
(2010). - kebersihan
rambut tidak
baik

VI. Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrument pengumpulan data dalam
bentuk kuesioner berupa lembaran pertanyaan.
VII. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu dengan data
primer maupun data sekunder :
1) Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab
tujuan dari pada penelitian yang telah dirumuskan.
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang memuat
tentang pertanyaan dari variabel independen.
2) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi dimana peneliti
melakukan penelitian. Maka data sekunder diperoleh dari dokumen tertulis
pada Puskesmas Desa pelauw.

49
VIII. Pengolahan Dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
pengolahan data hasil penelitian ini menggunakan bantuan computer.
dalam proses data terdapat langkah – langkah sebagai berikut :
a. Editing.
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat kebenaran
pengisian lembaran observasi.
b. Coding.
Peneliti melakukan pemberian kode pada untuk mempermudah
mengolah data, semua variabel diberi kode.
c. Entri
Entri adalah suatu proses memasukan data kedalam computer untuk
selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan program
komputer.
d. Tabulating (Penyususnan Data)
Penyusunan data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa
agar dengan mudah untuk dijumlahkan, disusun, dan disajikan serta
dianalisis.
2. Analisa Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariate digunakan untuk melihat, menyajikan dan
mendeskripsikan karakteristik data dari variabel dependen yaitu
kejadian kandidiasis intertrigo pada lansia yaitu pengetahuan lansia,
perilaku kebersihan diri (personal Hygien), air bersih, dan lingkungan.

b. Analisis Bivariate
Analisis bivariate dilakukan terhadap variabel independen meliputi
pengetahuan lansia, perilaku kebersihan diri (personal Hygien), air

50
bersih, dan lingkungan. Analisis bivariate dalam penelitian ini
dilakukan dengan uji chi-square untuk semua variabel.
dengan asumsi bahwa batas bermakna α= 0,5, hal ini berarti bahwa jika
nilai p≤0,5 dapat dikatakan mempunyai hubungan bermakna, namun
jika nilai p>0,5, maka dikatakan tidak mempunyai hubungan bermakna.
IX. Etika Penelitian

Saat melakukan penelitian peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari

pihak lain dengan melakukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian

Puskesmas perawatan waai, setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan

penelitian dengan menekankankan pada etika penelitian yang meliputi:

1. Informend Consent ( lembat persetujuan menjadi responden)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang

memenuhi kriteria inklusi disertai judul penelitian, bila responden menolak

maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-hak

responden.

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerasiahaan responden tidak perlu mencantumkan namanya

pada lemba9-r kuesioner, cukup dengan menulis nomor atau inisial saja

untuk menjamin kerahasiaan.

3. Confidelity (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti penyajian data dan

hasil penelitian hanya akan ditampilkan pada forum akademis.

51
DAFTAR PUSTAKA

Kuswadji. Kandidosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin (6th ed). Jakarta: FKUI, 2015; p. 106-9.

52
Siregar RS. Mikosis intermediet: Kandidiasis. In Penyakit Jamur Kulit (2nd ed).
Jakarta: 2005; p. 44-60.

Brown RG, Burns T. Inspeksi Jamur. In: Safitri A, editor, Lectures Notes:
Dermatologi (8th ed). Jakarta, 2005; p. 38-40.

Wowor SR, Pandaleke Herry EJ, Kapantow MG. Profil kandididosis intertrignosa di
poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou priode Januari-Desember
2012. eCl. 2014;2(1).

Scheinfeld NS, Lambiase MC, Lehman DS, Allan JM. Cutaneous Candidiasis. 2015
April 29 [cited 2015 sept 25]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/213853-overview#a7

Dellavalle RP, Rosen T. Candidal intertrigo. 2015 [cited 2015 okt 7]. Available from:
http://www.uptodate.com/contents/candidal-intertrigo#H4

Wolff K, Johnson RA, Saavedra AP. Fungal infection of the skin, hair, and nails. In;
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology (7th ed). Mc Graw-
Hill, 2013; p. 591-3.

Octavia PA, Ramona F, Pramuningtyas R. Hubungan penyakit diabetes mellitus


dengan kejadian kandidiasis di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten [Skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammaduyag; 2014.

Winata SM. obat Antifungal. 2014 [cited 17 Januari 2016]. Available from:
http://www.kerja-obat-antifungal-scribd.com.

Adiguna MS. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. In: Budimulya U,


Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widati S, eds. Dermatomikosis
superfisialis. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 1-6.

Rahmadhani SS, Astari L. Profile of new patients with candida infection in skin and
nail. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 2016; 28(1): 21-9

53
Safira SR, Pandeleke, Suling PL. Profil kandidiasis kutis di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2009-2011. Jurnal e-
Biomedik (eBM) 2013; 1(1): 561-65.

Pallavan B, Ramesh V, Dhanasekarana B, Oza N, Indu S, Govindarajan V.


Comparison and correlation of candida colonization in diabetic patients and normal
individual. J Diabetes Metab Disord. 2014; 13(66): 1-6

Schieke SM, Garg A. Superficial fungal infection. In: wolff K, Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine 8th eds. New York: McGraw Hill Companies; 2012. P. 2298-2299.

Charles RB, Beckmann FW, Roger SP, Barbara B, William NP, Douglas LW.
Obstetrics and Gynecologi. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2010. p. 243.

Ardakani M, Ghaderi N, Kafaii P. The diagnostic accuracy of potassium Hydroxide


test in dermatophytosis. J Basic and clin Med. 2016; 5(2); 4-6.

Sopian I, Ahmed M, Lung L, Sandai D, Shahabudin S. Yeast infection and diabetes


mellitus among pregnant mother in Malaysia. Malays J Med Sci 2016; 23(1) 27-34.

Rahardiyanti DD, Ervianti E. Studi retrospektif; karakteristik dermatofitosis. Berkala


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 2018; 30(1): 66-72.

Levitt JO, Levitt BH, Akhavan A, Yanofsky H. The sensitivity and specificity of
potassium hydroxide smear and fungal culture relative to clinical assessment in the
evaluation of tinea pedis: a pooled analysis. Dermatol Res Pract 2010; 12(1): 1-8

54
Lampiran I

SURAT PERMINTAAN UNTUK MENJADI RESPONDEN

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN


KANDIDIASIS INTERTRIGO PADA LANSIA DI DESA PELAUW

Kepada Yth : Calon Responden Penelitian

Dengan Hormat,

55
Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Maryam Latuconsina

Npm : 12114201160060

adalah mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Universitas Kristen


Indonesia Maluku yang sedang melakukan penelitian dengan judul : “FAKTOR –
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KANDIDIASIS
INTERTRIGO PADA LANSIA DI DESA PELAUW”.

Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudara sebagai
responden, kerahasiaan mengenai semua informasi yang diberikan akan dijaga dan
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila saudara menyetujui untuk
berpartisipasi dalam penelitian saya, mohon kesediaanya untuk menandatangani
persetujan dan menjawab pertanyaan – pertanyaan yang saya buat. atas perhatian dan
kesediaan saudara menjadi responden sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Ambon, oktober 2020

Responden

(……………………………)

Lampiran 2

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

(INFORMED CONSET)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

56
Umur / Jenis kelamin :

Alamat :

Setelah mendapat penjelasan tentang manfaat dan hal – hal yang berhubungan
dengan penelitian mengenai “FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN KANDIDIASIS INTERTRIGO PADA LANSIA DI
DESA PELAUW” dan memahami segala yang akan dilakukan dalam penelitian,
dengan ini saya menyatakan setuju untuk berpartisipasi sebagai responden atau
subjek penelitian dalam penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan UKIM Ambon yang bernama MARYAM LATUCONSINA.
Semua rahasia yang diberikan akan dijaga oleh Penulis dan hanya digunakan untuk
kepentingan Penelitian. Demikian surat persetujuan ini saya buat dalam keadaan baik
dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Ambon, Oktober 2020

Responden

(…………………………….)

Lampiran 3

LEMBAR BIODATA RESPONDEN

Kode Responden

Di isi oleh peneliti

57
Petunjuk pengisian :

a. Bacalah dengan teliti pernyataan yang telah ada


b. jawablah semua pertanyaan yang ada dengan menuliskan jawaban anda dan
memberikan tanda (√) pada jawaban yang anda anggap benar.

Nama : ………………………………………………………………..

Usia : ……………………………………………………………….. Thn

Jenis Kelamin : Laki – Laki / Perempuan

Agama : ………………………………………………………………...

Alamat : ………………………………………………………………...

Pendidikan

a. SD/MI
b. SMP/SLTA
c. SMA/SLTA
d. Perguruan Tinggi
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
KANDIDIASIS INTERTRIGO PADA LANSIA DI DESA PELAUW

Data demografi responden


Nama :
Umur :
Tingkat Pendidikan :
Pekerjaan :

58
I. Kesioner Pengetahuan Lansia

Petunjuk : berilah tanda cek (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai
pendapat saudara yang dianggap benar

NO PERNYATAAN B S
1. Kejadian kandidiasis intertrigo terbanyak disebabkan
oleh candida albican, khususnya terletak di antara
lipatan intertrigenosa kulit yang berdekatan.
2. Seseorang yang mengalami gatal ketika berkeringat
serta gatal paling parah pada lipatan tubuh merupakan
anamnesa seseorang mengalami kandidiasis intertrigo.
3. Penyebab kandidiasis juga karena kurangnya menjaga
kebersihan diri dan lingkungan yang menyebabkan
cepatnya pertumbuhan bakteri dan jamur yang dapat
mempengaruhi kesehatan salah satunya kesehatan
kulit..
4. banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan
dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan membrane
mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga serta
gangguan fisik pada kuku.
5. Masalah psikososial yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan
harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi

59
sosial
6. lingkungan dikatakan baik jika sanitasi dasar dan
kesehatan Rumah sesuai dengan kriteria kesehatan
lingkungan
7. sanitasi dasar yaitu sanitasi minimum yang diperlukan
untuk menyehatkan lingkungan pemukiman meliputi
penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia
(jamban), dan pembuangan air limbah .
8. Rumah harus dapat mewadahi kegiatan penghuninya
dan cukup luas bagi seluruh pemakainya, sehingga
kebutuhan dan aktivitas setiap penghuninya dapat
berjalan dengan baik. Rumah sehat dapat sebagai
tempat berlindung, bernaung, dan tempat beristirahat,
sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna
baik fisik, rohani maupun sosial
9. candidiasis di kulit biasanya akan menimbulkan rasa
tidak nyaman dan mengganggu kepercayaan diri
penderitanya. jika infeksi menyebar ke aliran darah
dan organ tubuh lain, dapat terjadi komplikasi berupa
sepsis dan gangguan pada organ yang terinfeksi. pada
kasus tertentu, penyebaran candida ke selaput
pembungkus otak akan menyebabkan meningitis.

II. Kuesioner Kesehatan Lingkungan


Petunjuk : berilah tanda chek (√) pada kolom yang telah disediakan
sesuai pendapat saudara yang dianggap benar
1. Penyediaan Air Bersih

60
a. Untuk memenuhi air bersih sarana apa yang bapak/ibu gunakan ?
1) [ ] Sumur Gali
2) [ ] SPT (dangkal / dalam)
3) [ ] PAM
4) [ ] Perpipaan
5) [ ] PAH
6) [ ] lain – lain
b. Milik Siapa sarana tersebut ?
1) [ ] Pribadi / Milik sendiri
2) [ ] Pemerintah
3) [ ] Tetangga
4) [ ] Bersama
c. Sejak Kapan sarana tersebut dibangun ? ………………. Tahun
d. Apakah jumlah Air yang di peroleh Tersebut cukup Memenuhi
Kebutuhan untuk ?
1) [ ] Masak/Minum
2) [ ] Mandi/Kakus
3) [ ] Cuci
4) [ ] Lain – Lain
e. Apakah Keluarga disini biasa minum air yang sudah dimasak ?
1) [ ] Selalu
2) [ ] Kadang - kadang
3) [ ] Tidak Pernah
f. Apakah Bapak/Ibu mempunyai kamar mandi ?
1) [ ] Ya
2) [ ] Tidak
2. Jamban Keluarga
a. Apakah Bapak/Ibu buang air besar di kakus ?
1) [ ] Ya

61
2) [ ] Tidak
b. Bila tidak, dimana biasanya buang air besar ?
1) [ ] Pekarangan/kebun
2) [ ] Sawah
3) [ ] Pantai
4) [ ] Lain – lain
c. Mengapa Bapak/Ibu belum/tidak memiliki Kakus ?
1) [ ] Sudah menjadi kebiasaan
2) [ ] Mudah/Praktis
3) [ ] Tidak Mampu membiayai pembuatanya
4) [ ] Lain – lain ……………………………………..
3. Pembuangan Air Limbah
a. Apakah Keluarga sehari – hari membuang air kotor ke pembuangan air
limbah (SPAL) ?
1) [ ] Ya
2) [ ] Tidak

b. Mengapa Bapak/Ibu belum/tidak membuat (SPAL)


1) [ ] Kebiasaan
2) [ ] Tidak terjangkau biaya pembuatanya
3) [ ] Tidak tahu cara/teknik pembuatanya
c. Kondisi Alam :
1) [ ] Tanah mudah meresap
2) [ ] Segera Mengalir ke lembah – lembah
3) [ ] Disamping untuk kepentingan umum
Observasi :
a. SPAL :
1) [ ] SPAL untuk penampungan air kotor dari dapur
2) [ ] SPAL untuk penampungan air kotor dari kamar mandi

62
3) [ ] SPAL untuk penampungan air kotor dari dapur sumur
b. Disatuka dengan dapur dan kamar mandi
1) [ ] Ya
2) [ ] Tidak
c. Kondisi :
1) [ ] Bersih
2) [ ] Terpelihara
3) [ ] Tak Terawat
d. Lokasi : jarak terhadap sumber air : ± ……………………….. meter
4. Pembuangan Sampah :
a. Sehari – hari , bagaiamana keluarga ini membuang sampah
1) [ ] Dibuang di pekarang
2) [ ] Dibuang di lubang galian
3) [ ] Dibakar
4) [ ] Lain – lain

Observasi :

a. Tempat sampah :
1) Di dalam rumah : [ ] Ada [ ] Tidak
2) Di halaman : [ ] Ada [ ] Tidak
3) Kapasitas : ± ………………………… Liter (dihalaman )
4) Konstruksi : [ ] Kedap air [ ] Tidak
5) Kondisi : [ ] Terpelihara [ ] Tidak
6) Penutup : [ ] Ada [ ] Tidak
b. jarak lokasi pembuangan smapah dengan sumber air : ………… meter
5. Rumah (hanya observasi dana tau pengukuran)
a. Macam/jenis rumah :
1) [ ] Rumah batu
2) [ ] Rumah kayu

63
3) [ ] Lain-lain ………………………………………..
b. Konstruksi
1) Atap
a) [ ] Seng
b) [ ] Genteng
c) [ ] Daun nipa
d) [ ] Lain – lain ……………………………………
2) Plafond :
a) [ ] Ada Bahan : …………………………………
b) [ ] Tidak Ada
3) Dinding
a) [ ] Tembok
b) [ ] Seng
c) [ ] Kayu
d) [ ] Bambu
4) Lantai :
a) [ ] Kayu
b) [ ] Plester/tegel
c) [ ] Tanah Stabil
d) [ ] Keramik/Porselin
5) Beranda/teras
a) [ ] Ada
b) [ ] Tidak Ada
6) Luas Bangunan : ± ……………………………….. m2
7) Ventilasi :
a) [ ] Ada [ ] Silang [ ] Balik [ ] Langsung
b) [ ] Tidak ada
8) Apakah luas ventilasi mencukupi ?
a) [ ] Ya

64
b) [ ] Tidak
9) Pencahayaan :
a) [ ] Baik
b) [ ] Sedang/cukup
c) [ ] Buruk/jelek

III. Kuesioner tentang personal hygien


Petunjuk : berilah tanda chek (√) pada kolom yang telah disediakan
sesuai pendapat saudara yang dianggap benar

NO PERNYATAAN Ya Tidak
1. Apakah bapak/ibu pernah mendapatkan
penyuluhan kebersihan diri (personal
hygien) ?
2. Menurut anda apakah kebersihan diri
merupakan Segala upaya yang dilakukan
seseorang untuk memelihara kebersihan
dan kesehatan diri ?
3. Apakah dengan tercapaianya Tujuan dari
personal hygien dapat Meningkatkan
derajat kesehatan seseorang dan
memperbaiki personal hygiene yang
kurang ?
4. Apakah dengan seseorang Mandi; mencuci
tangan menggunakan sabun; menjemur
pakaian di bawah sinar matahari
merupakan perilaku personal hygiene
tentang penyakit
kulit yaitu kandidiasis intertrigo ?

65
5. Apakah dengan Bersentuhan kulit dengan
penderita, melalui pakaian dan handuk
akan mempercepat penularan kandidiasis
intertrigo ?
6. jika tidak memelihara personal hygiene
dengan baik Gampang tertular kandidiasis
intertrigo dan kurang body protection ?
7. Apakah bapak/ibu sering memotong
kuku ?
8. Personal hygien seseorang dikatakn baik
jika kesehatan mulut, mulut, rambut, kulit
rambut, kulit, telinga, kuku, mata, dan
hidung terjaga kebersihannya?
9. Apakah dengan tidak menjaga kebersihan
diri dapat menyebabkan kandidiasis
intertrigo?

IV. Kuesioner kejadian kandidiasis intertrigo


Petunjuk : berilah tanda chek (√) pada kolom yang telah disediakan
sesuai pendapat saudara yang dianggap benar

NO PERNYATAAN Ya Tidak
1. Apakah saudara/saudari mengalami
kandidiasis intertrigo saat ini

66
 

67

Anda mungkin juga menyukai