Anda di halaman 1dari 46

Case Report Session (CRS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218002

** Pembimbing/ dr. Mirna Iskandar, Sp.S.

STROKE NON HEMORAGIK

Helena Claudia Putri, S.Ked*

dr. Mirna Iskandar , Sp.S.**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session (CRS)

STROKE NON HEMORAGIK

DISUSUN OLEH

Helena Claudia Putri, S.Ked

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, Desember 2020

PEMBIMBING

dr. Mirna Iskandar , Sp.S.

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab
karena kasih-Nya, laporan kasus atau case report sesion (CRS) yang berjudul “Stroke
Non Hemoragik” ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat agar penulis dan
teman–teman sesama koas periode ini dapat memahami tentang gejala klinis dan
bagaimana alur penegakan diagnose serta tatalaksana pada pasien stroke non
hemoragik (SNH). Selain itu case report sesion (CRS) ini dibuat sebagai tugas dalam
menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Saraf RSUD Raden
Mattaher Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mirna iskandar, Sp.S selaku
pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya pembimbing dalam
laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata,
semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi
serta pengetahuan kita.

Jambi, Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan


kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Riset kesehatan dasar
tahun 2013 didapatkan prevalensi stroke di Indonesia sebesar 7 per mil dan yang
terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi penyakit
stroke pada kelompok yang telah didiagnosis meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1% dan 67,0%).1 Insidensi
stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga
lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat.

Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan


pada usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Di Indonesia,
penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological
Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Dari 2.065 pasien stroke
akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus
pada pria lebih banyak dari pada wanita.2 Stroke adalah suatu sindrom klinis
gangguan fungsi saraf akut oleh karena terganggunya sirkulasi darah cerebri yang
bersifat mendadak (menit-jam) yang dapat menyebabkan gangguan fungsi fokal
maupun global. Stroke dapat disebabkan baik oleh perdarahan spontan atau suplai
darah yang tidak adekuatnya ke suatu bagian otak sebagai akibat aliran darah yang
rendah, trombosis, dan emboli yang berhubungan dengan suatu penyakit pembuluh
darah, jantung atau darah (stroke iskemik atau infark serebri).2 Stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Sebagian besar
(80%) disebabkan oleh stroke non hemoragik.3
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT.13 Buluran, Jambi
Pekerjaan : IRT
MRS : 29 November 2020
Daftar Masalah
Masalah
No Masalah Aktif Tanggal Tanggal
Pasif
1 Kelemahan anggota 29 November
gerak sebelah kanan 2020
2 Diabetes Melitus 10 Tahun yang - -
Tipe 2
Lalu

II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 29 november 2020)


Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama:
Kelemahan anggota gerak sebelah kanan sejak ± 1 Minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Awalnya keluhan dirasakan mendadak saat pasien baru selesai aktifitas rumah,
Tangan kanan dan kaki kanannya terasa lemah dan terasa berat untuk
digerakkan. Pasien masih dalam keadaan sadar pada saat kejadian.
Pada saat kejadian tidak ada keluhan mulut mencong atau bicara pelo pada
pasien. Kemudian pasien dibawa ke prakter dokter , dan disarankan rawat inap
selama 1 hari tetapi pasien menolak.

1 hari smrs keluhan makin memberat , pasien tidak dapat menggerakkan


tangan dan kaki kanan. Keluhan disertai dengan kesemutan dan kebas pada
anggota gerak kanan pasien. Pasien tidak mengeluhkan adanya jantung
berdebar-debar, sesak nafas, demam, dan nyeri perut disangkal, sesak nafas,
demam, dan nyeri perut disangkal. Tidak ada gangguan pada BAK, sulit BAB
tidak ada. Keluhan mual muntah, nyeri kepala, pandangan kabur, dan kejang
juga disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat keluhan serupa tidak ada.
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat Trauma fisik tidak ada
- Riwayat DM (+) sejak 10 tahun yang lalu, tidak terkontrol, minum obat tidak
rutin, nama obat glimepiride 1 m g
- Riwayat Penyakit Jantung disangkal
- Riwayat kolesterol dan asam urat disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Riwayat penyakit hipertensi pada kakak pasien sejak 10 tahun yang lalu,
riwayat penyakit stroke, diabetes mellitus, penyakit pada keluarga
disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi:
 Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga
 Pasien suka memakan bersantan dan makanan berlemak.
III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2020
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
 Kesadaran : Compos mentis GCS : 15 ( E4V5M6)
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Nadi :78kali/ menit
 Respirasi : 22 kali/menit, pernapasan regular
 Suhu : 36,5°C
2. Status Generalis
 Kepala : Normocephal (+)
 Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,  ± 3 mm/± 3
mm, refleks cahaya (+/+), papil edema(-)
 THT : Dalam batas normal
 Mulut : Mulut mencong ke kiri(-), Bibir sianosis (-), mukosa
kering (-), lidah hiperemis (-), T1-T1, faring
hiperemis (-).
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
 Dada : Simetris kanan dan kiri
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-), murmur (-)
 Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), CRT < 2 dtk

3. Status Neurologi
1. Kesadaran kualitatif : Compos Mentis
2. Kesadaran kuantitatif (GCS) :15 (E4M6V5)
3. Tanda Rangsang meningeal
a. Kaku kuduk :-
b. Brudzinsky 1 :-
c. Brudzinsky 2 :-
d. Brudzinsky 3 : -|-
e. Brudzinsky 4 : -|-
4. Tanda Rangsang Radikuler :
a. Laseque : -/-
b. Kontra laseque : -/-
c. Pattrick : -/-
d. Kontra Patrick : -/-
5. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Objektif (dengan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
bahan)
N II (Optikus)
Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk Bulat, isokor,  3 Bulat, isokor,  3
reflex cahaya mm mm
+ +
langsung dan tidak + +
langsung)
reflex konvergensi + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Maksila Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mandibula Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Senyum Normal Normal
Sensasi lidah 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan
depan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Baik
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah -
dijulurkan
Atropi papil -
Disartria -
Tremor -

b. Badan dan Anggota Gerak


1. Badan
Motorik Kanan Kiri
Respirasi Simetris Simetris
Duduk Simetris simetris
Bentuk kolumna Normal Normal
Vertebralis
Sensibilitas
Raba dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal
Thermi tidak dilakukan
Refleks
Reflek kulit perut atas Tidak dilakukan
Reflek kulit perut tengah Tidak dilakukan
Reflek kulit perut bawah Tidak dilakukan
Reflek kremaster Tidak dilakukan

2. Anggota Gerak atas


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Terbatas normal
Kekuatan 1 5
Tonus Normal normal
Sensibilitas
Raba dalam batas normal dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal dalam batas normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Biseps Normal Normal
Triseps Normal Normal
Radius Normal Normal
Ulna Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner Normal Normal

3. Anggota gerak bawah


Motorik Kanan Kiri
Pergerakan Terbatas normal
Kekuatan 1 5
Tonus Normal normal
Lateralisasi (+) (-)

Sensibilitas
Raba dalam batas normal dalam batas normal
Nyeri dalam batas normal dalam batas normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks Fisiologis
Patella Hiperrefleks normal
Achilles Normal normal

Refleks Patologis
Babinsky + -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Bing - -
Mendel battraw - -

a. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
b. Alat Vegetatif
Miksi : Tidak ada kelainan
Defekasi : Tidak ada kelainan
c. Koordinasi, gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokines is : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan
e. Pemeriksaan Penunjang : Belum dilakukan
d. Diagnosa Klinis : Hemiparesis dextra, parestesia ,Hipostesia Diabetes
Melitus Tipe 2
Diagnosa Topis : Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosa Etiologi : Vaskular (susp Stroke Non Hemoragik)
Diagnosa sekunder : Diabetes Melitus Tipe 2
Diagnosa banding : Stroke hemoragik, edema cerebri, abses cerebri,
meningoenchepalitis, meningitis bakteri, meningitis
virus, meningitis TB, meningitis fungal, Brain Tumor
Siriraj Stroke Score (SSS)
Variabel Gambaran Klinis Skor
Kesadaran Compos Mentis 0
Muntah Tidak 0
Nyeri Kepala Tidak ada 0
Tanda Ateroma Tidak ada 0

Jumlah : [(2,5 x 0) + (2x0) + (2x0)] + [0,1x 70] – [3x0] -12 = -5


Interpretasi skor : -5 (< -1)  Stroke Non Hemoragik/SNH (Infark cerebri)

TATALAKSANA
Non Medikamentosa :
 Pemantuan tanda vital dan gejala defisit neurologis
 Latihan menggerakkan anggota gerak 10 kali diangkat kedepan, keatas, kekanan,
kekiri, kebelakang, latihan menggerakkan jari, latihan berjinjit dan melangkah
sesering mungkin untuk melatih otot yang mengalami kelemahan.
 Mengatur pola hidup yang baik dengan makanan bergizi, mengurangi kebiasaan
makan gorengan, dan makanan berlemak, serta berolahraga

Medikamentosa :
Aspilet 1x 80 mg

Citicolin 2x 1000 mg
Ranitidine 2 x 150 mg
Metformin 3 x 500mg

Saran : 1. CT scan Non Contrast untuk memastikan stroke pada pasien


2. HBAIC untuk menilai DM terkontrol atau tidak terkontrol

V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Otak

Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua bagian system saraf
pusat (SSP) diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum cerebellum,
brainstem, dan limbic system. Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu
sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST).
Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan
bagian tubuh lainnya.

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen bagiannya
adalah:

1. Cerebrum
Bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan dan kiri dan
tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a. Lobus Frontalis
b. Lobus Temporalis
c. Lobus parietalis
d. Lobus oksipitalis
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima,
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum merupakan pusat
koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot
volunter secara optimal.

3. Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan
dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan
12 pasang saraf cranial.Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial
III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial (CN)
V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak
yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak juga
di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan medulla,
sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan medulla.1

Vaskularisasi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak
melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri
oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri
anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus
frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis.7
- Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
- Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan
membentuk sirkulus Willisi.
- Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang
sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan
bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.4
- Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh
darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah
dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).4
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua
faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-
kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga,
adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan
untuk membeku).4
Stroke Non Hemoragik
definisi
Stroke merupakan gangguan fungsi saraf akut karena gangguan sirkulasi
darah serebral yang terjadi dalam beberapa detik sampai beberapa jam sehingga
menimbulkan gejala defitisit neurologi fokal/global sesuai daerah yang terkena.
Stroke non hemoragik merupakan stroke yang diawali oleh adanya sumbatan
pembuluh darah oleh trombus atau emboli yang mengakibatkan sel otak mengalami
gangguan metabolisme karena tidak mendapatkan suplai darah, oksigen dan energi
yang cukup.1
3.2.2 etiologi dan klasifikasi
Pada dasarnya, proses terjadinya stroke iskemik diawali dengan adanya
sumbatan pembuluh darah oleh adanya trombus atau emboli yang mengakibatkan sel
otak mengalami gangguan metabolisme, karena tidak mendapatkan darah, oksigen
dan energi. Sehingga stroke non hemoragik dibagi menjadi stroke embolik dan stroke
trombotik.1
Pada stroke trombosis disebabkan oleh oklusi mendadak pembuluh darah
yang mensuplai otak. Oklusi terjadi baik karena suatu trombus yang terbentuk
langsung di lokasi oklusi. Stroke trombosis dapat dibagi menjadi stroke pada
pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior).1,5
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak),
dan perlengketan platelet.1,5
Stroke emboli adalah jenis stroke iskemik yang disebabkan oleh bekuan darah
yang disebabkan proses emboli. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Sumber emboli antara lain :
1. Emboli dapat berasal dari trombus di jantung, terutama dalam kondisi berikut:
 Atrial fibrilasi
 Penyakit jantung rematik : mitral stenosis
 Paska miocard infark
 Vegetasi pada katup jantung pada bakteri atau marantic endokarditis
 Katup jantung prostetik
2. Operasi jantung terbuka atau atheromas di arteri lehet atau di atkus aorta. Setelah
prosedut invasif pada kardiovaskular (misal : kateterisasi)
3. Emboli lemak : fraktur tulang panjang
4. Emboli udara : kasus dekompresi1,5
Pembagian stroke bedasarkan manifestasi klinisnya :
1. TIA ( Transient ischemic attack)
Serangan akut defisit neurologi focal yang berlangsung singkat, kurang dari 24
jam dan sembuh tanpa gejala sisa
2. RIND ( residual ischemic neurological defisit)
Sama dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna
dalam waktu kurang dari 3 minggu
3. completed stroke
stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap dalam waktu jam dengan
penyembuhan tidak sempurna dalam waktu lebih dari 3 minggu
4. stroke dengan defisit neurologis fokal yang terjadi bertahap dan mencapai
puncaknya dalam waktu 24-48 jam atau 96 jam dengan penyembuhan tidak
sempurna dalam waktu 3 minggu.5
faktor resiko
Secara umum, faktor resiko stroke dibagi menjadi dua, yaitu
1. faktor resiko yang dapat dimodifikasi : hipertensi, diabetes melitus, merokok,
obesitas, asam urat, dislipidemia, penyakit jantung
A. Hipertensi
Merupakan faktor resiko tersering, sebanyak 60% penyandang
hipertensi akan mengalami stroke. Hipertensi dapat menimbulkan stroke
iskemik (50%) maupun stroke perdarahan (60%). Data menunjukkan bahwa
stroke trombotik pada penyandang hipertensi sekitar 4,5 kali lebih tinggi
dibandingkan normotensi
Patofisiologi hipertensi menyebabkan terjadinya perubahan pada pembuluh
darah. Perubahan dimulai dari penebalan tunika intima dan peningkatan
permeabilitas endotel oleh hipertensi yang lama. Proses akan berlanjut dengan
terbentuknya deposit lipid terutama kolesterol dan kolesterol oleat pada tunika
muskularis yang menyebabkan lumen pembuluh darah menyempit serta
berkelok-kelok. Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis fibrinoid yang
menyebabkan kelemahan dan herbiasi dinding arterior serta ruptu tunika
intima, sehingga terbentuk suatu mikroneurisma yang disebut charcot-
boucard.
Pergeseran pembuluh darah mengakibatkan gangguan autoregulasi,
berupa kesulitan untuk berkontraksi atau berdilatasi terhadap perubahan
tekanan darah sistemik. Jika terjadi penurunan tekanan darah sistemik
mendadak, tekanan perfusi otak menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan
iskemik jaringan otak. Sebaliknya, jika terjadi peningkatan tekanan darah
sistemik, maka akan terjadi peningkatan tekanan perfusi yang hebat yang akan
menyebabkan hiperemia, edema dan perdarahan.
B. Diabetes melitus
Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat mengalami stroke.
Penelitian menunjukkan adanya peranan hiperglikemia dalam proses
arterosklerosis, yaitu gangguan metabolisme berupa akumulasi sorbitol di
dinding pembuluh darah arteri. Hal ini menyebabkan gangguan osmotik dan
bertambahnya kandungan air di dalam sel yang dapat mengakibatkan
kurangnya oksigenisasi. Selain itu Penyandang DM sering disertai denga
nhiperlipidemia yang merupakan faktor resiko terjadinya proses
arterosklerosis.
C. Merokok
Secara prospektif merokok disebabkan oleh beberapa mekanisme.
Pertama, akibat derivat rokok yang sangat berpengaruh pada sistem saraf
simpatis dan proses trombotik. Dengan adanya nikotin, kerja saraf simpatis
akan meningkat, termasuk jalur simpatis sistem kardiovaskular, sehingga kan
terjadi peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan peningkatkan aliran
darah ke otak.
Pengaruh nikotin terhadap proses trombotik melalui enzim
siklooksigenase, yang menyebabkan penurunan produksi prostasiklin dan
tromboksan. Hal ini mengakibatkan peningkatan agregrasi trombosit dan
penyempitan lumen pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya stroke
iskemik. Selain ini, merokok dalam waktu yang lama akan meningkatkan
aregrasi trombosit, kadar fibrinogen dan visositas darah serta menurunkan
aliran darah ke otak yang menyababkan stroke iskemik.
Karbondioksida juga dipikirkan memiliki pengaruh, ikatan
karbondioksida dalam darah 200 kali lebih tinggi dibandingkan oksigen,
sehingga seolah-olah oksigen dalam darah sedikit. Hal ini menyebabkan
peningkatan produksi eritrosit oleh tubuh, sehingga komposisi eritrosit plasma
tinggi yang terlihat sebagai peningkatan nilai hematokrit yang disebut
polisitemia sekunder.
D. Asam urat
Salah satu penelitian di jepang terhadapt usia 50-79 tahun selama 8
tahun menunjukkan hiperurisemia merupakan faktor resiko penting terjadinya
stroke. Penelitian kohort di Honolulu dengan rentang usia 55-64 tahun selama
23 tahun memperlihatkan hubungan bermakna antara asam urat, kadar
kolesterol, tekanan darah sistolik dan kadar trigliserida terhadap kejadian
aterosklerosis berupa penyakit jantung dan stroke. Kondisi hiperurisemia
diduga merupakan salah satu faktor yang meningkatkan agrefrasi trombosit.
E. Dislipidemia
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan sebagai penyebab penyakit
jantung, salah satu penelitian observasional menunjukkan hubungan
peningkatan kadar lipid plasma dan kejadian stroke iskemik. Meta analisis
terhadap studi kohort juga menunjukkan kekuatan hubungan antara
hiperlipidemia dan stroke. Komponen dislipidemia yang diduga berperan,
yakni kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang tinggi. Kedua hal tersebut
mempercepat arterosklorosis pembuluh darah koroner dan serebral.
F. Penyakit jantung
Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang fungsi
jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular aterosklerotik
dan potensi sumberemboli dari thrombi mural karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan stroke, seperti prolaps
katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium, aneurisma septum
atrium,dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
2. faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi, seperti usia, jenis kelamin dan etnis,
riwayat keluarga dan genetik
a. Usia, jenis kelamin, ras/suku bangsa
Angka kejadian stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia,
yaitu 0,4% (usia 18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun) hingga 9,7% (usia 75
tahun atau lebih), sesuai dengan studi framingham yang berskala besar. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan terjadinya arterosklerosis seiring peningkatan
usia yang dihubungkan pula dengan faktor risiko stroke lainnya, seperti artrial
fibrilasi dan hipertensi. AF dan hipertensi sering dijumpai pada usia lanjut.
Laki-laki memiliki risiko stroke 1,25-2,5% kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Namun, angka ini bereda pada usia lanjut.
Prevalensi stroke pda penduduk amerika perempuan berusia > 75 tahun lebih
tinggi dibandingkan laki-laki.
Data pasien stroke di Indonesai juga menunjukkan rerata usia
perempuan lebih tua dibandingkan laki-laki. Hal ini dipikirkan berhubungan
dengan estrogen. Estrogen berpean dalam pencegahan plak arterosklerosis
seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral. Dengan
demikian, perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap kejadian
penyakit vaskular dan arterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih
rendah dibandingkan laki-laki. Namun, pada keadaan premenopause dan
menopause yang terjadi pada usia lanjut, produksi estrogen menurun hingga
menurunkan efek proteksi tersebut.
Berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam amerika
mengalami resiko stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih.
A. Riwayat keluarga
Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara kembar
monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-laki dizigotik
yangmenunjukkan kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali lipatpeningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yangibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpariwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknyaberperan dalam kematian stroke antara
populasi Kaukasia kelas menengah atas di California.

Patofisologi Dan Patogenesis


Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke non hemoragik, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi
serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan ( trombus ) yang terbentuk di
dalam suatu pembuluh darah otak atau pembuluh organ distal. Pada trombus vaskular
distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti
jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu emobolus.
Terdapat beragam penyebab strok trombotik dan embolik primer, termasuk
arterosklerosis merupakan penyebab sebagian besar kasus stroke trombotik dan
embolik dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab tersering stroke
embolik.
Secara patofisiologi arterosklerosis adalah sekumpulan proses yang komplek
yang melibatkan darah dan material yang dikandungnya. Proses diawali dari
berubahnya K-LDL menjadi lebih aterogenik mungkin setelah proses oksidasi dan
berubah menjadi LDL yang teroksidasi. Disisi lain pada daerah-daerah rawan
arterosklerosis endotel bisa mengalami gangguan ( intak tetapi bocor ) sehingga
menjadi aktif dan terjadi gangguan fungsi, lama kelamaan bisa terjadi deendotelisasi
dengan atau tanpa disertai proses adesi trombosit. Berdasarkan ukuran dan
konsentrasinya molekul plasma dan partikel lipoprotein lain bisa melakukan
ekstravasasi melalui endotel yang rusak/bocor dan masuk ke ruang subendotelial.

Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke


pada orang, berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arterosklerosis
di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteria karotis
interna merupakan tempat tersering tempat terbentuknya arterosklerosis. Adapun
subtipe dari stroke non hemoragik adalah :

1. Trombus
Trombus adalah bekuan darah yang menempel dinding vaskuler, proses
terbentuknya trombus disebut dengan trombosis. Trombus mulai terbentuk karena
permukaan tempat darah mengalir yaitu endotel mengalami kerusakan yang dikenal
sebagai disfungsi endotel. Adanya disfungsi endotel ini akan mengundang trombosit
untuk melakukan adhesi dan selanjutnya dengan bantuan faktor-faktor pembekuan
darah akan terjadi agregasi trombosit dan terbentuklah bekuan darah yang komponen
utamanya berupa trombosit. Adanya trombus yang masih melekat pada dinding ini
akan mengakibatkan gangguan aliran karena trombus tersebut berpotensi untuk
membesar dan sewaktu-waktu trombus tersebut dapat terlepas dari tempat
perlekatannya dan berjalan mengikuti aliran darah yang disebut sebagai embolus.
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia.
Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu
atau lebih pembuluh darah lokal.

2. Embolus
Embolus adalah suatu benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam
sirkulasi darah. Benda tersebut ikut terbawa oleh aliran darah dan berasal dari suatu
tempat lain pada sirkulasi darah. Embolus 95 % berasal dari trombus. Embolus akan
menimbulkan gangguan apabila diameter pembuluh darah yang dilalui lebih kecil
daripada diameter embolus tersebut sehingga terjadilah oklusi pembuluh darah secara
mendadak. Apabila embolus sudah menyumbat arteri ke otak, maka aliran darah akan
terhenti dan mengakibatkan infark jaringan otak. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.11

Penegakkan Diagnosa
Kriteria penegakkan stroke iskemik adalah terdapat gejala defisit neurologis
fokal/global yang terjadi secara mendadak dengan bukti gambaran pencitraan otak.
Didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,5
3. Anamnesis : terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologis yang
mendadak. Tanpa truma kepala dan adanya faktor risiko stroke
4. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan vital sign, adanya defisit neurologik fokal,
ditemukan faktor resiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan
pembuluh darah lainnya.
Gejala dan tanda klinis yang dapat ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik :
Tanda dan gejala klinis stroke sangat mudah dikenali. Hal ini secara praktis mengacu
pada definisi stroke. Gejala gangguan fungsi otak pada stroke sangat tergantung pada
daerah otak yang terkena. Defisit neurologis yang ditimbulkan dapat
bersifat fokal maupun global, yaitu :
a. Kelumpuhan satu sisi, kedua sisi, kelumpuhan satu ekstremitas,
kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, kelumpuhan otot-otot
untuk proses menelan, bicara dan sebagainya
b. Gangguan fungsi keseimbangan
c. Gangguan fungsi penghidu
d. Gangguan fungsi penglihatan
e. Gangguan fungsi pendengaran
f. Gangguan fungsi somatik sensoris
g. Gangguan fungsi kognitif
h. Gangguan global berupa gangguan kesadaran
Pemeriksaan sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke yang disusun
oleh cincinnati menggunakan singkatan FAST, mencakup F yaitu facial droop, A
yaitu arm weakness, S yaitu speech difficulties, T yaitu time to seek medical
help.Tanda klinis stroke juga dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik
neurologi untuk mengkonfirmasi kembali tanda dan gejala yang didapatkan
berdasarkan anamnesis. Pemeriksaan fisik yang utama meliputi kesadaran, saraf
kranialis, motorik, sensorik, otonom, fungsi kognitif, refleks dan lain-lain.
5. Pemeriksaan penunjang :
Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis serta untuk
mengeksplorasi faktor resiko dan etiologi stroke iskemik berupa :
A. EKG
B. Pencitraan otak : CT Scan non kontras, CT angiografi atau MRI atau MRA
CT scan sangat membantu diagnosa dan membedakan dengan perdarahan terutama
pada fase akut. Pada stroke non hemoragik berupa gambaran hipodens. Angiografi
serebral untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu. CT scan juga dapat menentukan jenis patologi, lokasi lesi, ukuran lesi dan
menyingkirkan lesi jenis non vaskular.
C. Doppler carotis dan vertebralis. suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau
penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan
penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher
yang mensuplai darah ke otak).
D. Doppler trankranial
E. Foto thoraks : Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi
kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan
memperburuk prognosis.
F. Pemeriksaan laboratrium
Pemeriksaan laboratorium di IGD yakni hematologi rutin, glukosa darah
sewaktu dan fungsi ginjal. Selanjutnya di ruang perawatan dilakukan
pemeriksaan rutin glukosa darah puasa dan 2 jam pascaprandial, HbA1c,
profil lipid, CRP, dan LED.. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.

ASPEK KLINIS
Kelainan yang letak atau topisnya di otak mempunyai karakteristik yakni
didapatkan gejala yang kontraleral dari lesi di otak karena umumnya terjadi
penyilangan traktus baik yang desenden maupun asenden. Kelainan yang letaknya di
daerah basal ganglia akan terjadi gejala kelainan gerak seperti : tremor, chorea,
atethosis, hemibalismus, hipertonus dan lain-lain.
Perbedaan Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik
ALGORITMA GAJAH MADA DAN SIRIRAJ STROKE SCORE
SIRIRAJ STROKE SCORE

Interpretasi:
- Skor < -1 : Curiga SNH
- -1 s/d 1 : Ragu-ragu
- ≥1 : SH

Tatalaksana1
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak
semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal mungkin.
Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting
adalah menyelamatkan daerah di sekitar infark yang disebut daerah penumbra.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi
tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah yang
harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan tersebut maka
aliran darah di daerah tersebut harus diperbaiki.
Menurut hukum Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peranan
penting. Viskositas darah dipengaruhi oleh :
 Hematokrit
 Plasma fibrinogen
 Rigiditas eritrosit
 Agregasi trombosit
1. Trombolisis
Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah pemakaian r-TPA
(Recombinant - Tissue Plasminogen Activator) yang diberikan pada penderita stroke
iskemik dengan syarat tertentu baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang dari 4,5
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,6 - 0,9 mg/kg (max 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan bolus IV sedangkan sisanya diberikan dalam 1 jam.
2. Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Efek
antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah atau
memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi trombus. Antikoagulansia
mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi trombus. Antikoagulansia masih
sering digunakan pada penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat
menimbulkan embolus. Warfarin dapat mencegah terjadinya stroke emboli
kardiogenik dan mencegah emboli berulang pada keadaan resiko mayor dapat dimulai
dari dosis 2 mg per hari dengan target INR 2,0-3,0.
3. Anti agregasi trombosit
Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah
terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat ini dapat
digunakan pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan
dosis 40 mg – 1,3 gram/hari dimana dosis awal 325 mg dalam 12 jam setelah onset
stroke. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.
3. Neuroprotektor
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel terutama
di daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas
neuronal yang terganggu akibat ischemic cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam,
citikolin, nimodipin, pentoksifilin.
4. terapi endovaskular
adalah terapi yang menggunakan kateterisasi untuk melenyapkan trombus di
pembuluh darah dengan cara melisiskan trombus secara langsung atau dengan
menarik trombus yang menyumbat dengan alat khusus yaitu tromboektomi mekanik.

Penatalaksanaan Darurat Hipertensi Pada Pasien Stroke Akut.


Penurunan tekanan darah pada stroke akut akan memperkecil kemungkinan
terjadinya edema serebral, transformasi perdarahan, mencegah kerusakan vaskular
lebih lanjut dan terjadinya serangan stroke ulang (early recurrent stroke). Akan tetapi,
disisi lain, penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat mengakibatkan penurunan
perfusi serebral sehingga kerusakan daerah iskemik di otak akan menjadi semakin
luas. Terlebih pada hipertensi kronik dengan kurva perfusi (tekanan darah – aliran
darah ke otak) bergeser ke kanan, Penurunan tekanan darah pada kondisi seperti ini
akan semakin mengakibatkan penurunan perfusi serebral.
Atas dasar itu, dalam batas-batas tertentu, penurunan tekana darah pada pasien
stroke fase akut dengan kondisi darurat emergensi sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena dapat memperburuk kondisi pasien, menimbulkan kecacatan dan
kematian. Sementara itu, pada banyak pasien stroke akut, tekanan darah akan turun
dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan stroke.
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke
Tahun 2011 perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia, dilakukan secara hati-hati
dengan memperhatikan beberapa kondisi dibawah ini :
1) Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik > 120
mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang diberi terapi trombolitik
(rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga < 185 mmHg dan
tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.
2) Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah
sistolik > 200 mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg,
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5
menit.
3) Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg
disertai dengan gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial,
dilakukan pemantauan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.
4) Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa
disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah
diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah
setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90
mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah sistole
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
5) Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus
dipantau dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral
untuk mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta
perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan subaraknoid
berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah
diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 – 160 mmHg. Sedangkan
tekanan darah sistole 160 – 180 mmHg sering digunakan sebagai target
tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme,
namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat
ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.
6) Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam
target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema
paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan
tersebut adalah 15 – 25% pada jam pertama dan tekanan darah sistolik
160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Pada stroke iskemik akut, hipertensi yang tidak di kelola dengan baik dapat
berakibat meluasnya area infark (reinfark), edema serebral serta transformasi
perdarahan, sedangkan pada stroke perdarahan, hipertensi dapat mengakibatkan
perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).
Penurunan tekanan darah pada stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-
hati. Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kerusakan semakin parah dan memperburuk keadaan klinik neurologik pasien. Oleh
karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah yang dapat
dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman
penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut :
1) Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting
agent)
2) Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3) Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat
mengakibatkan penurunan aliran darah otak
4) Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5) Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang
akan dicapai.20

Komplikasi
Komplikasi stroke:5,6
- Infeksi: Infeksi sering terjadi pada pasien stroke dan sering berhubungan
dengan keparahan klinis stroke. Imunosupresi pasca stroke mungkin
menyebabkan aktivasi asympathico-adrenal yang dapat dijumpai setelah
stroke yang berat dan berkontribusi menyebabkan infeksi pada pasien stroke.
Infeksi yang paling sering adalah ISK dan Pneumonia.
- Tromboemboli vena (Deep venous thromboembolism and pulmonary
embolism): frekuensi dan penyebab DVT dilaporkan terjadi pada 10-15%
pasien dan emboli pulmonal pada 3-4% pasien setelah stroke. Sejumlah faktor
yang meningkatkan resiko tromboemboli vena adalah imobilisasi, dan juga
komorbiditas yang meningkatkan resiko termasuk kondisi neoplastik serta
predisposisi genetik untuk tromboemboli vena.
- Komplikasi pada jantung: Komplikasi jantung adalah komplikasi yang paling
umum terjadi setelah stroke, seperti aritmia, dalam bentuk atrial fibrilasi,
penyakit jantung iskemik dan gagal jantung kongestif.
- Resiko jatuh: pasien dengan stroke beresiko tinggi untuk jatuh. Usia tua,
infeksi, gangguan kognitif, depresi, gangguan penglihatan, gangguan
keseimbangan, tungkai yang lemah, gangguan sensorik dapat meningkatkan
resiko jatuh.
- Depresi: hilangnya harapan, hilangnya kesenangan, kesulitan tidur dan merasa
bersalah akan kondisi dirinya dan selalu menyendiri.
- Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan
herniasi atau kompresi batang otak
- Kejang
- Gangguan daily life activity
Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-
hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuh 20 secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke. Sekitar 30-
60 % penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek
aktivitas hidup sehari-hari.Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik dan
fungsi aktivitas hidup sehari-hari pasca stroke menurut waktu cukup
bervariasi. Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu
pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.

Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang
terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya
outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta
mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke
batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke
minor. Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam sebuah penelitian sebesar 4,8 %
dalam 1 tahun dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.12
BAB IV
ANALISA KASUS
ANALISA MASALAH PEMBAHASAN
Kelemahan angora gerak sebelah - Kelemahan anggota gerak tubuh baik
kanan ± 1 Minggu SMRS. sesisi maupun kedua sisi (parese/plegi)
menunjukkan adanya defisit neurologis
fokal. Kelemahan anggota gerak bisa
disebabkan oleh lesi upper motor
neuron (UMN) dan motor unit. Lesi
UMN dibagi lagi menjadi lesi di cortex,
subkorteks, brainstem, dan spinal cord.
Lesi motor unit dibagi dari spinal motor
neuron, spinal root, saraf tepi,
neuromuscular junction, dan otot.
- Keluhan yang terjadi ±1 Minggu SMRS
menunjukkan onset perjalanan penyakit
yang menunjukkan saat ini berada di
fase Akut (12 jam - 1 bulan)
Mendadak dalam hal ini penting untuk
Awalnya keluhan dirasakan mendadak
mengetahui apakah kelemahan terjadi
saat pasien baru selesai aktifitas rumah,
secara mendadak atau progresif.
Tangan kanan dan kaki kanannya terasa
.Kelemahan anggota gerak mendadak
lemah dan terasa berat untuk digerakkan
hanya dapat berasal dari dua etiologi yaitu
trauma atau vaskuler. Pada pasien ini tidak
ada riwayat trauma sehingga diagnosis
banding teratas adalah stroke.
Pasien masih dalam keadaan sadar  Tidak adanya penurunan kesadaran
pada saat terjadinya kejadian. menendakan tidak adanya terjadi defisit
neurologis global.
 Kesadaran menjadi salah satu factor
penting dalam membedakan pasien
stroke non hemoragik atau stroke
hemoragik. Pada umumnya, pasien
stroke non hemoragik tidak mengalami
penurunan kesadaran, sedangkan pasien
dengan stroke hemoragik mengalami
penurunan kesadaran.
 Keluhan disertai dengan kesemutan  Adanya keluhan yang dirasakan pasien
dan kebas pada anggota gerak berupa kesemutan (parastesia) dan
kanan pasien. kebas/baal(hipoestesia) menunjukkan
 Pasien tidak mengeluhkan adanya adanya gangguan fungsi sensoris pada
jantung berdebar-debar, sesak pasien berupa gejala negative.
nafas, demam, dan nyeri perut Terjadinya defisit neurologis juga dapat
disangkal, mual muntah, sesak mengakibatkan terjadinya gangguan
nafas, demam, dan nyeri perut pada berbagai system ditubuh salah
disangkal. Tidak ada gangguan satunya adalah fungsi sensoris.
pada BAK, sulit BAB tidak ada.  Tidak adanya keluhan jantung
 Keluhan mual muntah, nyeri berdebar, sesak nafas, demam, nyeri
kepala, pandangan kabur, dan perut, gangguan BAB dan BAK
kejang juga disangkal menunjukkan pada pasien ini tidak
terjadi gangguan fungsi otonom.
 Tidak adanya keluhan mual muntah,
menjadi salah satu tanda tidak
terjadinya peningkatan TIK secara
klinis oleh pasien ini. Hal ini
dibuktikan dengan tidak disertainya
dengan penurunan kesadaran dan nyeri
kepala pada pasien ini.
Hal ini menunjukkan bahwa saat fase
Pasien dibawa ke prakter dokter , dan
hiperakut-akut pasien mendapat
disarankan rawat inap selama 1 hari
pertolongan awal yang tepat untuk
tetapi pasien menolak.
penanganan keluhannya.
Riwayat penyakit dahulu: Diabetes Hipertensi menjadi salah satu faktor resiki
Melitus tipe 2 ± 10 tahun yang lalu, yang bisa dimodifikasi penyebab terjadinya
minum obat tetapi tidak rutin, obat yang penyakit vascular salah satunya stroke.
diminum yaitu glimepirid 1 mg Dalam kasus ini pasien mengalami DM
tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu .
Sebanyak 10-30% penyandang DM dapat
mengalami stroke. Penelitian menunjukkan
adanya peranan hiperglikemia dalam proses
arterosklerosis, yaitu gangguan metabolisme
berupa akumulasi sorbitol di dinding
pembuluh darah arteri. Hal ini menyebabkan
gangguan osmotik dan bertambahnya
kandungan air di dalam sel yang dapat
mengakibatkan kurangnya oksigenisasi.
Selain itu Penyandang DM sering disertai
dengan hiperlipidemia yang merupakan
faktor resiko terjadinya proses
arterosklerosis.

Pasien memiliki kebiasaan suka pola makan yang kurang sehat menjadi
memakan santan dan makanan salah satu hal yang dapat menjadi pemicu
berlemak. terjadinya stroke pada pasien.
Dari pemeriksaan status neurologis 1. Reflek patella hiperreflek dan reflek
pasien ditemukan: patologis (+) menunjukkan
1. reflek patella hiperrefleks dan adanya lesi upper motor neuron
reflek patologis Babinski (+) (UMN) pada pasien
pada anggota gerka kanan. 2. Kelemahan anggota gerak sesisi
2. Anggota gerak atas dan bawah tubuh (hemiparese) dibuktikan
sebelah kanan pada dengan kekuatan motorik dibawah
pemeriksaan motorik normal <5, dimana kelemahan ini
gerakkannya terbatas dengan menunjukkan adanya lesi UMN
kekuatan 1 seperti stroke pada pasien ini.
Diagnosis klinis: hemiparesis dextra, Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis
parestesia, hipoestesia, hipertensi grade yang diperoleh lewat anamnesis dan
1 pemeriksaan klinis.
Karena belum adanya pemeriksaan
penunjang berupa CT-Scan yang menjadi
diagnosis pasti dari stroke, namun
berdasarkan siriraj stroke score (SSS)
dengan nilai -3 maka dapat ditegakkan
suspek SNH pada pasien ini sambil
menunggu dilakukannya pemeriskaan
penunjang CT-Scan.
Tatalaksana: Nonmedikamentosa:
 Non medikamentosa Hal ini bertujuan untuk memperbaiki
kualitas hidup pasien seperti dengan
banyak latihan menggerakkan anggota
gerak yang mengalami kelemahan agar
dapat membaik jika terus dilatih dan juga
memperbaiki pola fikir dan hidup yang
sehat.

 Medikamentosa Medikamentosa:
a. Aspilet 1x 80 mg  Aspilet antiplatelet, merupakan
b. Citicolin 2 x 1000mg terapi untuk pasien dengan stroke
c. Ranitidin 2 x 150 mg iskemik/SNH ditujukan untuk
d. Metformin 3 x 500mg mencegah dan menurunkan resiko
stroke kardio-emboli. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat
agregasi trombosit sehingga dapat
menghambat pembentukan
thrombus.

 Citicoline -> Mencegah dan


memblok proses yang menyebabkan
kematian sel-sel terutama di daerah
penumbra. Berperan dalam
menginhibisi dan mengubah
reversibilitas neuronal yang
terganggu akibat ischemic cascade.
 Ranitidine  golongan Anti
Histamin2. Penggunaan obat ini
dikarenakan pasien yang mungkin
mengalami
stress ulcer selama perawatan
stroke, dan mampu mengurangi
resiko tukak gaster akibat
pemakaian obat antiplatelet.

 Metformin -> Dipilih sebagai terapi


oral diabetes tipe 2. first of choice
BAB V
PENUTUP

Stroke Non Haemoragik (SNH) adalah stroke yang disebabkan peredaran


darah ke sebagian jaringan otak terhenti karena sumbatan thrombus dan embolus
yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial yang menyebabkan sumbatan di
satu atau beberapa arteri intrakranial. Stoke non hemoragik trombotik merupakan
yang tersering yaitu 80%, diikuti stroke emboli 5% dan stroke hemoragik 15%.
Gejala klinis yang sering ditemukan yang diperoleh dari anamnesis terutama
terjadinya keluhan/gejala defisit neurologis yang mendadak. Tanpa truma kepala dan
adanya faktor risiko stroke. Dari pemeriksaan fisik : pemeriksaan vital sign, adanya
defisit neurologik fokal, ditemukan faktor resiko seperti hipertensi, kelainan jantung
dan kelainan pembuluh darah lainnya.
Gejala muncul dapat dikarenakan adanya sumbatan pada pembuluh darah otak
yang dapat disebabkam karena adanya trombosis dan emboli. Sumbatan dapat muncul
karena adanya faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung
dan faktro resiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Aninditha,Tiara. Buku ajar neurologi edisi 2. Jakarta:FKUI.2017


2. Depkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar. diunduh dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf.
3. Sarini & Suharyo. Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan dengan
Kejadian Stroke (Studi Kasus di RSUP dr. Kariadi Semarang).Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional 3(2):153-164. 2008.
4. Baehr M, Frotcsher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi, Fisiologi,
Tanda, Gejala. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.
5. Munir,Badrul. Neurologi Dasar edisi kedua. Malang:Sagung Seto;2017.
6. Norrving, B0. Stroke and Cerebrovascular Disorders. United Kingdom:
Oxford University Press; 2014.
7. Pudjiastuti, Ratna Dewi. Penyakit Pemicu Stroke. Jogjakarta: Nuha Medika.
2011. h. 152, 165-167.:

8. PERDOSI. Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur


Operasional (SPO) Neurologi.2006.
9. Duus P Signs and síndromes of cerebral circulatory deficiencias. Dalam:
Duus P. Topical diagnosis in neurology: anatomy-physiology-signs-symptoms
(2nd revised.). New York: Thieme Medical Publishers, Inc. 1989.h. 298-300.
10. Guideline Stroke, 2011, Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai