PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme. Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anak-
anak sampai orang dewasa. Pada bayi dan anak kecil ,ensefalitis dapat terjadi
akibat komplikasi dari meningitis bakterial (jarang pada dewasa), otitis
media,mastoiditis, sinusitis. Anak dibawah 15 tahun, kejadian ensefalitis paling
sering terjadi karena frekuensi sinusitis dan mastoiditis masih tinggi. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan
protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Bakteri penyebab
meningitis bacterial pada golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan
oleh H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20
tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan
Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh
Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria. Jika
tidak diobati, meningitis meningokokus berakibat fatal pada 50% pasien kasus
dan dapat menyebabkan kerusakan otak, gangguan pendengaran atau kecacatan
pada 10 sampai 20% orang yang selamat. Perkiraan tingkat insiden meningitis
karena Hib adalah 31 kasus per 100.000 dan S. pneumoniae adalah 17 kasus per
100.000 populasi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.1,2,3
2.1.2 Diagnosis
a. Anamnesis
Demam tinggi
Mual dan muntah
Sakit kepala
Kejang
Leher kaku
Nafsu makan dan minum berkurang
Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, bahkan koma.
Biasanya diawali dari infeksi saluran pernafasan bagian atas saluran cerna
1,2,4,5
b. Pemeriksaan Fisik
Penekanan pada simfisis pubis . Tanda ini positif (+) jika terjadi gerakan
fleksi reflektorik pada ekstremitas inferior (kaki). 2,4,5,6
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
3. Pemeriksaan Radiologis
4.Pemeriksaan EEG
Dapat mengetahui adanya edema otak, hidrosefalus atau massa otak yang
menyertai meningitis. MRI adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif,
karena keberadaan dan luasnya perubahan inflamasi pada meninges, serta
komplikasi, dapat dideteksi. MRI lebih unggul dari CT scan dalam mengevaluasi
pasien dengan dugaan meningitis, serta dalam menunjukkan penyangatan
leptomeningeal. 4,5,7
Gambar 2.1 Gambaran MRI kepala potongan Axial dengan kontras pada
meningitis bacterial akut, tampak penyangatan Leptomeningens (lapiran araknoid
dan piamater) yang di tunjukkan oleh panah7
6. Pemeriksaan lain
2.1.3 Tatalaksana
Tatalaksana umum
Antibiotik Empiris
Usia -3 bulan :
Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit > 3 minggu dan
dapat diterapi dengan asetazolamid 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Perlu dilakukan pemantauan terhadap asidosis metabolik pada pemberian
asetazolamid. Beberapa ahli hanya merekomendasikan tindakan VP-shunt jika
terdapat hidrosefalus obstruktif dengan gejala ventrikulomegali disertai
peningkatan tekanan intraventrikel atau edema periventrikuler.5
2.2 Ensefalitis
2.2.1 Definisi
Ensefalitis adalah kondisi disfungsi neurologis yang cukup jarang, tetapi
serius, karena peradangan dari jaringan parenkim serebri. Istilah ensefalitis
mengacu pada peradangan otak parenkim, dan menyiratkan perlunya pemeriksaan
histopatologi untuk menentukan diagnosis. Berbagai macam etiologi infeksi dan
non-infeksi terkait dengan ensefalitis, meskipun penyebab pada lebih dari
setengah kasus tidak dapat dijelaskan meskipun dengan pemeriksaan ekstensif.
Presentasi awal ensefalitis pada anak termasuk kejang, sakit kepala, paresis,
kehilangan penglihatan, masalah pendengaran, dan perubahan perilaku. 2,4
Insiden tahunan ensefalitis adalah 5-10 kasus per 100.000 penduduk, lebih
sering terjadi pada anak-anak dan orang tua. Di negara industri, ensefalitis HSV
adalah yang paling sering terdiagnosis, dengan insiden 1 kasus per tahun 250.000-
500.000.8 Menurut Jain et al., 9 beberapa penelitian dilakukan di India, Kuwait
dan negara-negara Eropa melaporkan prevalensi yang tinggi ensefalitis
enterovirus, mencapai 22% di daerah endemis. Penyakit ini dapat dijumpai pada
semua umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Pada bayi dan anak kecil
,ensefalitis dapat terjadi akibat komplikasi dari meningitis bakterial (jarang pada
dewasa), otitis
media,mastoiditis, sinusitis. Anak dibawah 15 tahun, kejadian ensefalitis paling
sering terjadi karena frekuensi sinusitis dan mastoiditis masih tinggi.8,9
2.2.2 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan gejala klasik ensefalitis virus datang dengan gejala demam
tinggi, sakit kepala, muntah, dan perubahan tingkat kesadaran, yang mungkin
terkait dengan tanda-tanda neurologis fokal. Pada anak-anak, diagnosis ensefalitis
mungkin lebih sulit. Iritabel, lesu, nafsu makan menurun adalah tanda peringatan
pertama. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi
umum dan muncul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti : nyeri
kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun. Riwayat kontak hewan dapat membantu mengarahkan pengujian
terhadap virus rabies melalui gigitan hewan (terutama kelelawar, sigung). Riwayat
diet dapat membantu mengarahkan pengujian terhadap patogen yang ditularkan
melalui produk susu yang tidak dipasteurisasi, daging yang kurang matang,
makanan laut, atau sayuran tidak dicuci, seperti Angiostroingilus, Listeria
monocytogenes, Taenia. Juga perlu di tanyakan riwayat vaksinasi, yang
berhubungan dengan Measles, Poliovirus, Mumps.2,8,9
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik harus mencakup penilaian tingkat kesadaran dan
mencari tanda-tanda awal kejang, meningismus, gerakan abnormal, kelemahan,
kehilangan sensorik, dan keterlibatan saraf kranial. Tanda-tanda vital harus
diperiksa, kulit harus diperiksa, dan saluran pencernaan, pernapasan dan
kardiovaskular juga harus dievaluasi. Adanya ruam atau lesi kulit lainnya,
limfadenopati atau hepatomegali mungkin merupakan petunjuk dari etiologi
ensefalitis. Tremor atau gerakan abnormal lainnya mungkin menunjukkan
keterlibatan ganglia basal, umum terjadi pada infeksi WNV atau toksoplasmosis.
Kelemahan ekstremitas atas dan fasikulasi mungkin akibat mielitis serviks yang
disebabkan arbovirus. Neuropati saraf kranial yang berhubungan dengan
ensefalopati onset demam akut disertai mioklonus dapat terjadi pada infeksi
enterovirus atau listeria. Ensefalitis yang dimediasi autoantibodi tidak disertai
adanya demam, perjalanan subakut, serta gangguan psikiatri dan kognitif yang
menonjol, dan gangguan gerakan. 2,5,8,9
Adanya ruam vesikuler harus di curigai adanya infeksi HSV, EV, dan VZV
sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut dengan PCR atau kultur virus dari usap
vesikel dengan CSF untuk memastikan diagnosis. Limfadenopati regional bisa
menjadi sugestif Bartonella henselae, sedangkan adenopati difus mungkin
memerlukan pengujian serologis terhadap virus sistemik seperti HIV, EBV, atau
CMV. Pemeriksaan oftalmologi dapat mendeteksi karakteristik retinitis atau pola
keratitis yang mungkin terjadi pada infeksi WNV, cytomegalovirus, atau
Bartonella henselae. Gejala pernapasan harus segera diuji untuk mengetahui
patogen pernapasan yang berhubungan dengan ensefalitis, termasuk virus
influenza, Mycoplasma pneumoniae, dan adenovirus, banyak di antaranya dapat
dinilai melalui pengujian PCR dari spesimen pernapasan. Parotitis paling sering
ditemukan dengan virus mumps. Hidrofobia dan hipersalivasi bersifat sugestif,
meskipun tidak sensitif terhadap ensefalitis akibat infeksi rabies.8,9
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat diusulkan dalam ensefalitis dalam kaitannya untuk
mencari penyebab, port d’ entre ataupun menemukan komplikasi dari ensefalitis
diantaranya adalah :
Pemeriksaan cairan serobrospinal melalui lumbal pungsi (hati hati jika ada
peningkatan TIK). Pemeriksaan CSF memainkan peran sentral dalam
diagnosis ensefalitis dan harus dikumpulkan secepat mungkin kecuali
kontraindikasi secara klinis. LP sebaiknya dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai ensefalitis viral. Eosinofilia pada CSF selalu merupakan
temuan abnormal dan harus segera dilakukan pengujian terhadap parasit
(mis. Angiostrogylus cantonensis, Taenia solium, Baylisascaris procyonis,
Toxocara canis / catis, Toxoplasma gondii, amoeba), tuberkulosis atau
jamur, jika pasien memiliki factor risiko pajanan.
Pemeriksaan darah lengkap, kultur darah dan PCR untuk mendiagnosis
pasti penyebab bakteri dan uji sensitivitasnya.
Pemeriksaan feses dan urin
Pemeriksaan serologik darah (VDRL, TPHA)
Pemeriksaan titer antibody
Pemeriksaan BUN dan kreatinin , untuk mengetahui status hidrasi pasien
Pemeriksaan liver function test , unutk mengetahui komplikasi pada organ
hepar atau menyesuaikan dosis obat yang diberikan.
EEG, sangat sensitif, tetapi tidak spesifik, sangat penting pada pasien
dengan gejala kronis dan pada pasien dengan manifestasi psikiatri yang
jelas
X-Ray thoraks untuk mendeteksi adanya focus infeksi seperti TB dan
Criptococcus
CT-Scan dengan atau tanpa kontras perlu dilakukan pada semua pasien
ensefalitis. Pada toksoplasma ensefalitis terdapat gambaran nodular atau
ring enhancing lesion. Selain itu ring enhancing lesion juga berhubungan
dengan infeksi jamur, TB, dan Amoeba.
MRI, lebih sensitif dari CT Scan. MRI adalah modalitas pilihan karena
sensitivitasnya yang tinggi terhadap karakteristik perubahan inflamasi
jaringan dari ensefalitis.2,4,5,8,9
2.2.3 Tatalaksana
Ensefalitis virus
Ensefalitis supurativa
Ensefalitis syphilis
Toxoplasmosis
Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
Riketsiosis serebri
2.3.1 Definisi
Malaria serebral adalah malaria berat dengan penurunan kesadaran, koma yang
tidak bisa dibangunkan, jika di nilai dengan skala dari Glasgow Coma Scale
(GCS) < 11, atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang tidak
disebabkan oleh
penyakit lain. Hampir semua malaria cerebral disebabkan Plasmodium
falsiparum (hampir 80 % kasus). Dan merupakan keadaan gawat darurat yang
harus segera ditangani.
2.3.2 Diagnosis
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik
Demam (T ≥ 37,5°C).
Konjunctiva atau telapak tangan pucat.
Pembesaran limpa (splenomegali).
Pembesaran hati (hepatomegali)
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
Temperatur rektal ≥ 40°C.
Nadi cepat dan lemah/kecil.
Tekanan darah sistolik <70mmHg.
Frekuensi nafas > 35 kali per manit pada orang dewasa atau >40 kali per
menit pada balita, anak dibawah 1 tahun >50 kali per menit.
Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda dehidrasi: mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering,
produksi air seni berkurang.
Tanda-tanda anemia berat: konjunktiva pucat, telapak tangan pucat, lidah
pucat.
Terlihat mata kuning atau ikterik.
Adanya ronkhi pada kedua paru
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, reflek patologis.4,10,11,12
1. Kondisi kesadaran atau koma yang berubah (skala GCS pada orang
dewasa atau Blantyre Pada anak-anak). Jika terjadi dengan atau tanpa
kejang, koma akan terus berlanjut selama sekitar 6 jam setelah episode
kejang.
2. Pengecualian terhadap ensefalopati lain atau kondisi yang mirip dengan
klinis malaria serebral (mis. Spectrum ensefalitis, ensefalopati metabolik,
ensefalopati septik, lesi desak ruang intrakranial, toksisitas, dan trauma)
3. Positif terhadap stadium aseksual Plasmodium falciparum dalam hapusan
darah tebal.10
c. Pemeriksaan penunjang
2.2.3 Tatalaksana
2.4.2 Diagnosis
a. Manifestasi Klinis
b. Pemeriksaan Fisik
c. Pemeriksaan Penunjang
2.4.3 Tatalaksana