Anda di halaman 1dari 14

1.

Pengaruh Nesting terhadap Saturasi Oksigen dan Berat Badan pada Bayi Prematur di Ruang Perinatologi
RSUP dr Hasan Sadikin Bandung
Sofariah Rahmawaty, Ayu Prawesti, Sari Fatimah

2. Kualitas Hidup Lanjut Usia yang Bekerja di Bandung


Upik Rahmi, Eva Ashriprillia

3. Penerapan Teknik Pijat Effleurage terhadap Penurunan Skala Nyeri Saat Menstruasi (Dismenorea) pada
Siswi Kelas XI di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bandung
Astri Dwi Lestari, Nandang J N, Sajodin, Heri Kurniawan

4. Kesiapan Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung dalam Menghadapi
Bencana
Diah Ayu Sri Lestari, Ayu Prawesti Priambodo, Valentina Belinda Marlianti Lumbantobing

5. Pengaruh Metoda Ceramah dan Demonstrasi terhadap Pengetahuan Kader Kesehatan mengenai
Perawatan Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) dan Deteksi Dini Pneumonia pada Balita
Fanny Adistie, Ikeu Nurhidayah, Ai Mardhiyah, Sri Hendrawati, Nenden Nur Asriyani Maryam

6. Dampak Kemoterapi pada Anak Penderita Kanker di Rumah Cinta Bandung


Ridha Ranailla, Ai Mardhiyah, Nur Oktavia Hidayati

7. Kebutuhan Psikososial Pasien Paska Stroke pada Fase Rehabilitasi


Sri Hartati Pratiwi, Eka Afrima Sari, Ristina Mirwanti

8. Pengaruh Edukasi terhadap Tingkat Pengetahuan Kader Kesehatan dalam Pencegahan Gangguan Gizi
Balita
Tetti Solehati, Nuroktavia Hidayati, Cecep Eli Kosasih

9. Pengaruh Patient Safety Human Patient Simulation (PS-HPS) terhadap Capaian Pembelajaran Keselamatan
Pasien pada Mahasiswa Profesi Ners STIKep PPNI Jabar
Eva Supriatin, Suci Noor Hayati

10. Implementasi Fungsi Keluarga dan Self Care Behavior Lanjut Usia Penderita Hipertensi
Inggriane Puspita Dewi, Salami, Sajodin

Alamat Redaksi:
STIKes ‘Aisyiyah Bandung
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6 Bandung 40264 Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017
Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269
DEWAN REDAKSI

JURNAL KEPERAWATAN ‘AISYIYAH (JKA)


Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017

Pelindung:
Ketua STIKes ‘Aisyiyah Bandung

Penanggung Jawab:
Santy Sanusi, S.Kep.Ners., M.Kep.

Ketua:
Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO.

Sekretaris/Setting/Layout:
Aef Herosandiana, S.T., M.Kom.

Bendahara:
Riza Garini, A.Md.

Penyunting/Editor :
Perla Yualita, S.Pd., M.Pd.
Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep.

Pemasaran dan Sirkulasi :


Nandang JN., S.Kp., M.Kep.,Ns., Sp.Kep., Kom.

Mitra Bestari :
Dewi Irawati, MA., Ph.D.
Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D.
DR. Kusnanto, S.Kp., M.Kes.
Iyus Yosep, S.Kp., M.Si., MN.
Irna Nursanti, M.Kep., Sp. Mat.
Erna Rochmawati, SKp., MNSc., M.Med.Ed. PhD.
Mohammad Afandi, S.Kep., Ns., MAN.

Alamat Redaksi:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung
Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269
e-mail: jka.aisyiyahbdg@gmail.com
DAFTAR ISI

1. Pengaruh Nesting terhadap Saturasi Oksigen dan Berat Badan pada Bayi Prematur
di Ruang Perinatologi RSUP dr Hasan Sadikin Bandung
Sofariah Rahmawaty, Ayu Prawest, Sari Fatimah ............................................................ 1-8

2. Kualitas Hidup Lanjut Usia yang Bekerja di Bandung


Upik Rahmi, Eva Ashriprillia ...................................................................................................... 9 - 15

3. Penerapan Teknik Pijat Effleurage terhadap Penurunan Skala Nyeri Saat Menstruasi
(Dismenorea) pada Siswi Kelas XI di Madrasah Aliyah Negeri 1 Kota Bandung
Astri Dwi Lestari, Nandang J N, Sajodin, Heri Kurniawan ........................................ 17 - 22

4. Kesiapan Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung
dalam Menghadapi Bencana
Diah Ayu Sri Lestari, Ayu Prawesti Priambodo, Valentina Belinda Marlianti
Lumbantobing ....................................................................................................................................... 23 - 31

5. Pengaruh Metoda Ceramah dan Demonstrasi terhadap Pengetahuan Kader


Kesehatan mengenai Perawatan Infeksi Saluran Nafas Akut (ISPA) dan Deteksi Dini
Pneumonia pada Balita
Fanny Adistie, Ikeu Nurhidayah, Ai Mardhiyah, Sri Hendrawati, Nenden Nur
Asriyani Maryam ..................................................................................................................................... 33 - 40

6. Dampak Kemoterapi pada Anak Penderita Kanker di Rumah Cinta Bandung


Ridha Ranailla, Ai Mardhiyah, Nur Oktavia Hidayati .................................................. 41 - 53

7. Kebutuhan Psikososial Pasien Paska Stroke pada Fase Rehabilitasi


Sri Hartati Pratiwi, Eka Afrima Sari, Ristina Mirwanti .................................................. 55 - 61

8. Pengaruh Edukasi terhadap Tingkat Pengetahuan Kader Kesehatan dalam


Pencegahan Gangguan Gizi Balita
Tetti Solehati, Nuroktavia Hidayati, Cecep Eli Kosasih ..................................................... 63 - 69

9. Pengaruh Patient Safety Human Patient Simulation (PS-HPS) terhadap Capaian


Pembelajaran Keselamatan Pasien pada Mahasiswa Profesi Ners STIKep PPNI Jabar
Eva Supriatin, Suci Noor Hayati .................................................................................................... 71 - 77

10. Implementasi Fungsi Keluarga dan Self Care Behavior Lanjut Usia Penderita
Hipertensi
Inggriane Puspita Dewi, Salami, Sajodin ............................................................................... 79 - 85
JKA.2017;4(2): 23-31 ARTIKEL PENELITIAN

KESIAPAN PERAWAT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN BANDUNG DALAM MENGHADAPI BENCANA

Diah Ayu Sri Lestari 1, Ayu Prawesti Priambodo 2,


Valentina Belinda Marlianti Lumbantobing 3

ABSTRAK

Bencana merupakan peristiwa yang mengancam serta mengganggu kehidupan masyarakat.


Respon cepat dalam situasi tanggap bencana merupakan hal penting yang dilakukan oleh
seorang first responder untuk meminimalisir korban jiwa. Kesiapan perawat merupakan
hal krusial, termasuk kesiapan perawat sebagai first responder bencana dalam fase tanggap
darurat. Sementara dalam pelaksanaannya, perawat tidak melakukan implementasi secara
maksimal. Hal ini diperkuat oleh sebuah penelitian yang mengatakan bahwa perawat tidak
memiliki persiapan yang baik dalam penanganan bencana. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kesiapan perawat gawat darurat RSUD Kabupaten Bandung dalam menghadapi
bencana. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan jumlah populasi
sebanyak 33 perawat IGD RSUD Soreang dan RSUD Majalaya dengan menggunakan teknik
total sampling. Penelitian menggunakan instrumen Emergency Preparedness Information
Questionnaire (EPIQ) yang membagi kesiapan perawat menjadi 8 dimensi dengan jumlah
24 item pernyataan diukur menggunakan skala likert dan hasil pengukurannya dihitung
dengan menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak
85% perawat memiliki kesiapan sedang dalam menghadapi bencana, dengan skor mean
tertinggi (3,16) berada pada dimensi sistem komando kejadian dan terendah (2,80) berada
pada populasi khusus. Kesiapan perawat berada dalam kesiapan sedang berarti dikatakan
sudah cukup siap terlebih dalam sistem komando kejadian. Meskipun ada dimensi yang
masih kurang, yaitu populasi khusus. Hal ini dapat dikarenakan penanganan pada populasi
khusus paling banyak memerlukan perhatian pada perawatannya dan kegagalan dalam
penanganannya akan berdampak kurang baik bagi kehidupan mereka selanjutnya. Maka
untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat dilakukan program pelatihan penanganan
populasi khusus.

Kata kunci : bencana, EPIQ, kesiapan perawat

Abstract

Disaster is an event that threatens and disrupts people’s lives. Rapid response in disaster
response situations is important for a first responder to minimize casualties. The nurse’s
readiness is crucial, including the nurse’s preparedness as a first-responder of disaster in
the emergency response phase. While in the implementation, the nurse does not implement
maximally. This is strengthened by a study that says nurses do not have good preparations for
disaster management. This study aims to determine the preparedness of emergency nurses
RSUD Bandung Regency in facing disaster. This research uses quantitative descriptive method
with total population of 33 nurses of IGD RSUD Soreang and Majalaya Hospital, using total
sampling technique. The study used an Emergency Preparedness Information Questionnaire
(EPIQ) instrument that divided the nurse’s readiness into 8 dimensions with 24 item statements
measured using Likert scale, and the measurement result was calculated using descriptive
analysis. The results of this study indicate that 85% of nurses have a moderate preparedness
in facing disaster, with the highest mean score (3.16) is in the dimension of order command
system, and the lowest mean score (2.80) is in the special population. The readiness of the
nurse being in moderate readiness means that they are sufficiently prepared, especially in
the event command system. Although there are dimensions that are still lacking, such as the
special population. This happens because handling the special populations requires the most
attention to care, and failure in handling will have an adverse effect on the patient’s next life.

23
24 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

To meet these needs, providing some training programs to handle special population may be
a proper way to do.

Keywords: disaster, EPIQ, readiness of emergency nurses


1,2,3
Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

LATAR BELAKANG 2009). Menurut data yang peneliti dapatkan


dari BPBD Kabupaten Bandung, pada beberapa
Indonesia juga memiliki iklim tropis
daerah cakupan RSUD Soreang dan Majalaya
dengan dua musim yaitu musim panas dan hujan
ini adalah daerah yang sering terkena bencana
dimana didalamnya terdapat perubahan cuaca,
banjir dan longsor menjadi rumah sakit rujukan
suhu, dan arah angin yang ekstrim. Kondisi
untuk para korban bencana. Perawat di Instalasi
tersebut menyebabkan Indonesia mempunyai
Gawat Darurat rumah sakit tentu memegang
potensi bagus dalam perekonomian sekaligus
peran penting karena Instalasi Gawat Darurat
rawan dengan bencana. Undang-Undang Nomor
merupakan pintu gerbang rumah sakit yang
24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
berfungsi dalam memberikan perawatan awal
mendefinisikan bencana sebagai peristiwa yang
pada setiap korban (Hidayati, 2008).
mengancam dan mengganggu kehidupan serta
penghidupan masyarakat yang disebabkan Respon cepat dalam situasi tanggap darurat
oleh faktor alam (natural disaster), non alam, bencana merupakan hal penting yang dilakukan
maupun faktor manusia (man-made disaster) oleh first responder untuk meminimalisir korban
yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa, jiwa (Wijaya, Andarini, & Setyoadi, 2015). Perawat
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta menjadi profesi dengan jumlah terbanyak dalam
timbulnya dampak psikologis (Badan Nasional sistem kesehatan dan keberadaannya penting
Penanggulangan Bencana, 2016). Jawa Barat sebagai first responder (Johnstone & Turale,
merupakan salah satu provinsi yang disoroti akibat 2011). Kegiatan keperawatan banyak diperlukan
bencana yang terus menerus terjadi. Menurut termasuk pencegahan, kesiapsiagaan, respon,
Rencana Kontijensi Banjir Kabupaten Bandung, pemulihan, dan rekonstruksi atau rehabilitasi.
terdapat 6 potensi bencana yang teridentifikasi di Kesiapan merupakan hal yang krusial, termasuk
kabupaten Bandung. Potensi tersebut diantaranya kesiapan tenaga perawat sebagai first responder
yaitu bencana banjir, cuaca ekstrim, epidemi dan bencana dalam fase tanggap darurat (Wijaya,
wabah penyakit, gempa bumi, kekeringan serta Andarini, & Setyoadi, 2015). Sementara dalam
tanah longsor (BPBD Kabupaten Bandung, 2014). pelaksanaannya, perawat tidak maksimal dalam
melakukan implementasi. Hal ini diperkuat
Setiap bencana terjadi, institusi kesehatan
dengan penelitian Fung (2008) yang menyatakan
terutama Rumah Sakit memiliki peran yang
bahwa 97% perawat tidak mempunyai persiapan
sangat penting. Rumah sakit yang sudah biasa
yang baik dalam penanganan bencana. Respon dini
menghadapi emergency sehari-hari belum tentu
sangat diperlukan untuk menyelamatkan nyawa
dapat menangani bencana sesungguhnya, yang
sebanyak mungkin, memberikan perawatan
mungkin akan berbeda karena hal-hal lain
untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak dan
seperti terputusnya komunikasi, kerusakan rute
mengurangi dampak kesehatan jangka panjang
transportasi, dan tidak berfungsinya fasilitas
dari bencana (Chapman & Arbon, 2008).
lain (Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik,

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


Kesiapan Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung 25
dalam Menghadapi Bencana

Peran kunci perawat dapat tercermin sebagai tenaga perawat di IGD RSUD Soreang
dalam manajemen bencana yaitu pada saat pra dan RSUD Majalaya. Sampel pada penelitian
bencana, saat bencana terjadi, dan paska bencana ini merupakan total populasi karena peneliti
(Ramli, 2011). Kesiapsiagaan seorang perawat menggunakan teknik total sampling. Penelitian
dapat meminimalkan dampak dari bencana. ini menggunakan kuesioner dalam pengambilan
Pertolongan korban bencana dimulai dari tahap data. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
pre hospital emergency care, hospital stage, ini adalah EPIQ (Emergency Preparedness
dan rehabilitation (Danismaya, 2012). Tetapi Information Questionnaire) terdiri 8 komponen
menurut Supriyantoro (2011) sistem yang sering kesiapan yaitu (1) Sistem Komando Kejadian, (2)
terlupakan dalam SPGDT adalah pre hospital Triase, (3) Epidemiologi dan Pengawasan, (4)
emergency care atau pelayanan kesehatan yang Dekontaminasi, (5) Komunikasi dan Konektivitas,
dilakukan diluar rumah sakit. (6) Masalah Psikologi, (7) Populasi Khusus, dan
(8) Akses Sumber Daya Kritis. Kuesioner pada
Penelitian kesiapan perawat dalam
penelitian ini terdiri dari 24 item pernyataan.
menghadapi bencana ini telah juga dilakukan
Instrumen EPIQ yang digunakan oleh peneliti
di Indonesia. Kesiapan ini diukur di Puskesmas
telah digunakan sebelumnya di Indonesia, dengan
Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember,
hasil uji validitas dan reliabilitas dari instrument
didapatkan hasil bahwa faktor yang paling dominan
didapatkan nilai Cronbach Alpha 0,812. Peneliti
mempengaruhi kesiapsiagaan perawat adalah
kemudian melakukan face validity pada
faktor lama kerja (Wahidah, 2016). Penelitian
instrumen tersebut. Kuesioner ini diukur dengan
kesiapan perawat juga telah dilakukan di Rumah
menggunakan Skala Likert 1-4 (favorable dan
Sakit Universitas Tabriz, hasilnya menunjukkan
unfavorable) kemudian dianalisis menggunakan
44% dari perawat tidak memiliki pengalaman
analisa deskriptif.
pelatihan khusus dalam situasi darurat serta
perawat di IGD tidak cukup siap untuk merespon HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dengan tepat dalam situasi kritis (Hasankhani,
Analisis karakteristik subyek penelitian
Abdollahzadeh, Shams, Dehghannejad, &
menunjukkan bahwa sebanyak 33 responden
Dadashzadeh, 2012). Penelitian lain di Negara
yang merupakan perawat gawat darurat di
Filipina juga menunjukkan tiga perempat dari
RSUD Soreang dan RSUD Majalaya, sebanyak 18
responden (n = 136, 80%) menunjukkan perawat
responden (55%) berusia pada kisaran 31-40
tidak sepenuhnya siap dalam merespon bencana.
tahun, sebanyak 18 responden (55%) berjenis
Lebih dari separuh responden (n = 98, 57,7%)
kelamin pria, sebanyak 26 responden (79%)
tidak menyadari protokol penanggulangan
memiliki pendidikan terakhir DIII Keperawatan,
bencana yang ada di tempat kerja (Labrague,
sebanyak 17 responden (52%) bekerja di rumah
Yboa, M., Lobrino, & Brennan, 2015).
sakit selama lebih dari 10 tahun, sebanyak 12
METODOLOGI responden (36%) bekerja di IGD selama 2-5 tahun,
sebanyak 14 responden (42%) telah mengikuti
Penelitian ini menggunakan metode
pelatihan BTCLS. Hal ini dapat dilihat pada table 1.
deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian
ini adalah sebanyak 33 perawat yang terdaftar

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


26 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Tabel 2. Distribusi frekuensi tingkat kesiapan


Demografi Perawat Gawat Darurat Rumah perawat gawat darurat Rumah Sakit
Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung Umum Daerah Kabupaten Bandung dalam
(n=33) Menghadapi Bencana (n=33)

Karakteristik Responden F % Kategori F %


Usia Kesiapan Tinggi 5 15
21-30 tahun 10 30 Kesiapan Sedang 28 85
31-40 tahun 18 55
41-50 tahun 4 12 Kesiapan Rendah 0 0
51-60 tahun 1 3 Total 33 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 18 55 Diketahui subvariabel kesiapan perawat
Perempuan 15 45 dari 8 dimensi didapatkan skor mean tertinggi
Pendidikan Terakhir (3,16) yaitu sistem komando kejadian, dan skor
D3 Keperawatan 26 79 mean terendah (2,80) yaitu populasi khusus.
S1 Keperawatan 5 15
S1 Ners 2 6 Semakin tinggi skor mean maka dikatakan
Lama Kerja di Rumah Sakit semakin siap dalam subvariabel tersebut. Nilai
≤ 1 tahun 6 18 standar deviasi menunjukkan semakin besar nilai
2 – 5 tahun 7 21 standar deviasinya maka keragaman sampelnya
6 – 10 tahun 3 9
semakin besar. Hal ini dapat dilihat di tabel 3.
> 10 tahun 17 52
Lama Kerja di IGD Tabel 3. Skor Mean dari 8 Dimensi Kesiapan
≤ 1 tahun 9 27
Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit
2 – 5 tahun 12 36
Umum Daerah Kabupaten Bandung dalam
6 – 10 tahun 9 27
Menghadapi Bencana
> 10 tahun 3 9
Pengalaman Pelatihan
BTCLS 14 42 Subvariabel Mean SD
PPGD, BTCLS 12 36 Sistem Komando Kejadian 3,16 0,630
BTCLS, PPGD, dan 7 21 Triase 2,88 0,882
pelatihan lainnya
Epidemiologi dan 2,97 0,560
Pengawasan
Penelitian ini menunjukkan bahwa
Dekontaminasi 2,95 0,666
tingkat kesiapan perawat gawat darurat Rumah
Komunikasi dan 2,90 0,593
Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung dalam
Konektivitas
menghadapi bencana secara keseluruhan
Masalah Psikologi 3,05 0,470
dinilai dari 8 dimensi kesiapan yang ada: dari
Populasi Khusus 2,80 0,657
33 responden, 85% perawat (28 responden)
Akses Sumber Daya Kritis 2,86 0,534
memiliki tingkat kesiagaan yang sedang. Hal ini
dapat dilihat di tabel 2. Diketahui skor mean terendah (3,06) dari
subvariabel sistem komando kejadian adalah
pernyataan “Bila bencana mengakibatkan tidak

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


Kesiapan Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung 27
dalam Menghadapi Bencana

berjalannya fungsi pelayanan kesehatan di tempat komunikasi dan konektivitas ada pada pernyataan
anda bekerja, kendali operasional diambil alih “Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri
secara berjenjang ke tempat yang lebih tinggi”. tidak perlu mengikuti standar dan prosedur yang
Skor mean terendah (2,52) subvariabel triase ada dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik
pada pernyataan “Pemberian pelayanan dapat Indonesia”. Skor mean terendah (2,97) subvariabel
dibedakan berdasarkan etnik, legal, budaya, masalah psikologi ada pada pernyataan “Pos
dan keamanan saat terjadi bencana”. Skor mean kesehatan untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya
terendah (2,82) subvariabel epidemiologi dan diperuntukkan bagi korban bencana dengan
pengawasan ada pada pernyataan “Memberikan kasus berat dirujuk ke Rumah Sakit terdekat yang
pedoman dan pengarahan terhadap usaha melayani kesehatan jiwa”. Skor mean terendah
penanggulangan bencana serta penanganan (2,30) subvariabel populasi khusus ada pada
tanggap darurat kepada tenaga kesehatan adalah pernyataan “Menyediakan perawatan bagi pasien
tugas BPBD Kabupaten Bandung”. Skor mean kelompok sensitif/rentan (seperti lansia, wanita
terendah (2,67) subvariabel dekontaminasi hamil, wanita, dan orang cacat) selama terjadinya
ada pada pernyataan “Pengelolaan lingkungan, bencana yang tidak dipungut biaya”. Skor mean
pengendalian insektisida, serta pengawasan terendah (2,27) subvariabel akses sumber daya
makanan dan minuman di tempat pengungsian kritis ada pada pernyataan “Tempat penerimaan
bukan merupakan tugas tenaga kesehatan yang korban di rumah sakit adalah tempat dimana
bertugas di pos pelayanan kesehatan tempat langsung diberi pelayanan lanjutan dan tidak
terjadinya bencana”. dilakukan triase ulang”. Hal ini dapat dilihat di

Skor mean terendah (2,52) subvariabel tabel 4.

Tabel 4. Skor Mean Terendah dari Setiap Pernyataan 8 Dimensi Kesiapan Perawat Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung dalam Menghadapi Bencana

Dimensi Pernyataan Mean SD


Sistem Komando Bila bencana mengakibatkan tidak berjalannya fungsi 3,06 0,429
Kejadian pelayanan kesehatan di tempat anda bekerja, kendali
operasional diambil alih secara berjenjang ke tempat
yang lebih tinggi.
Triase Pemberian pelayanan dapat dibedakan berdasarkan 2,52 0,972
etnik, legal, budaya, dan keamanan saat terjadi ben-
cana.
Epidemiologi dan Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap 2,82 0,635
Pengawasan usaha penanggulangan bencana serta penanganan
tanggap darurat kepada tenaga kesehatan adalah tu-
gas BPBD Kabupaten Bandung.
Dekontaminasi Pengelolaan lingkungan, pengendalian insektisida, 2,33 0,736
serta pengawasan makanan dan minuman di tempat
pengungsian bukan merupakan tugas tenaga keseha-
tan yang bertugas di pos pelayanan kesehatan tempat
terjadinya bencana.
Komunikasi dan Bantuan kesehatan dari dalam maupun luar negeri 2,52 0,667
Konektivitas tidak perlu mengikuti standar dan prosedur yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


28 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

Dimensi Pernyataan Mean SD


Masalah Psikologi Pos kesehatan untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya 2,97 0,394
diperuntukkan bagi korban bencana dengan kasus
berat dirujuk ke Rumah Sakit terdekat yang melayani
kesehatan jiwa.
Populasi Khusus Menyediakan perawatan bagi pasien kelompok 2,30 0,728
sensitif/rentan (seperti lansia, wanita hamil, wanita,
dan orang cacat) selama terjadinya bencana yang
tidak dipungut biaya'
Akses Sumber Daya Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah 2,27 0,839
Kritis tempat dimana langsung diberi pelayanan lanjutan
dan tidak dilakukan triase ulang.

Berdasarkan hasil penelitian kepada 33 berbanding terbalik dengan penelitian ini, yang
responden yang merupakan perawat Instalasi mana subvariabel sistem komando kejadian
Gawat Darurat RSUD Soreang dan Majalaya dapat memiliki skor mean paling tinggi diantara
diketahui bahwa sebanyak 28 responden (85%) subvariabel lainnya. Sistem komando kejadian
memiliki kesiapan sedang dalam menghadapi adalah standar sistem manajemen yang dirancang
bencana. Pada kesiapan sedang, perawat dikatakan efektif, manajemen insiden yang efisien dalam
sudah cukup siap meskipun ada beberapa dimensi sebuah struktur organisasi. Hal ini menunjukkan
yang masih kurang, pada penelitian ini dimensi bahwa sebagian besar responden pada penelitian
yang masih kurang adalah pada penanganan ini mengetahui protokol serta koordinasi ketika
populasi khusus. Penelitian ini mendukung terjadinya bencana.
penelitian yang dilakukan oleh Hidayati pada tahun
2008 dengan judul Pengetahuan Perawat Instalasi Berdasarkan usia, hasil penelitian
Rawat Darurat RSUP Dr. Sardjito dalam Kesiapan menunjukkan bahwa (55%) atau 18 perawat
Menghadapi Bencana pada Tahap Preparedness berada pada rentang usia 31-40 tahun. Rentang
mengemukakan bahwa dari 45 perawat yang usia tersebut menurut Badan Pusat Statistik
dijadikan sampel penelitian didapatkan hasil (BPS) merupakan usia yang sangat produktif.
pengetahuan perawat dalam menghadapi bencana Perawat yang berada di usia tersebut diharapkan
dikategorikan baik yaitu sekitar 82%. Kesiapan berkualitas tinggi sehingga dapat menguntungkan
perawat dalam menghadapi bencana tentu negara khususnya dalam penanganan kebencanaan
tidak sama satu sama lainnya, kesiapan perawat di Indonesia. Berdasarkan faktor lama kerja, hasil
kemungkinan dapat dipengaruhi berbagai aspek penelitian Wahidah (2016) tentang kesiapan
kesiapan. perawat di Puskesmas Kecamatan Gumukmas
Kabupaten Jember memperkuat bahwa faktor
Penelitian lain di Negara Filipina juga paling dominan yang mempengaruhi kesiapsiagaan
menunjukkan tiga perempat dari responden perawat adalah faktor lama kerja. Pada penelitian
(n = 136, 80%) menunjukkan perawat tidak ini didapatkan sebanyak 12 perawat (36%)
sepenuhnya siap dalam merespon bencana. Lebih telah bekerja selama 2-5 tahun di IGD. Menurut
dari separuh responden (n = 98, 57,7%) tidak Mulyaningsih (2013) masa kerja yang lebih
menyadari protokol penanggulangan bencana yang lama pada seseorang menunjukkan pengalaman
ada di tempat kerja (Labrague, Yboa, M., Lobrino, yang lebih dibandingkan dengan rekan kerjanya
& Brennan, 2015). Hasil penelitian tersebut juga yang lain. Perawat yang telah bekerja 2-5 tahun

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


Kesiapan Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung 29
dalam Menghadapi Bencana

di IGD tentu sudah memiliki pengalaman yang dengan penelitian Knebel, Toomey, & Libby,
cukup banyak dalam bidang gawat darurat, dan (2012) bahwa para korban melihat perawat tidak
dirasa sudah cukup kompeten di bidangnya. Dari hanya melakukan bantuan klinis selama bencana,
keseluruhan responden, perawat laki-laki pada tetapi juga memberikan support. Red Cross and Red
penelitian ini lebih mendominasi yaitu 55% atau Crescent (dalam Nilsson, et al., 2015) menyatakan
sebanyak 18 responden. Perawat laki-laki dalam bahwa perawat tidak sepenuhnya menunjukkan
situasi bencana kemungkinan lebih diperlukan kompetensi yang siap dalam menghadapi atau
daripada perawat perempuan. merespon bencana. Penelitian ini menunjukkan
meski sudah dilakukan pelatihan, namun tetap
Sebagian besar pendidikan terakhir adalah
saja terdapat kekurangan pada salah satu dimensi
perawat lulusan DIII Keperawatan sebanyak 25
yaitu populasi khusus yang mendapatkan nilai
perawat (76%), perawat lulusan S1 Keperawatan
mean paling rendah yaitu 2,80.
sebanyak 6 perawat (15%), perawat lulusan S1
Ners sebanyak 2 (6%). Pendidikan adalah indikator Populasi khusus termasuk didalamnya
yang dapat mencerminkan kemampuan seseorang adalah individu dengan kecacatan fisik serta
untuk dapat menyelesaikan pekerjaan (Astuty, mental, lansia, wanita hamil, anak-anak, tahanan,
2011). Pendidikan memang mempengaruhi orang dengan ekonomi yang rendah, pekerja
pengetahuan seorang perawat dalam manajemen yang tidak tetap, dan orang-orang yang kesulitan
bencana. berbahasa. Selama keadaan darurat, populasi
khusus adalah yang paling banyak memerlukan
Berdasarkan hal tersebut, hasil penelitian
perhatian. Kenyataannya kemajuan dalam
perawat yang berada dalam kesiapan sedang juga
kebutuhan populasi khusus masih lambat dan
dapat dikarenakan perawat pelaksana di IGD
kurang siap. Kegagalan dalam penanganan
RSUD Soreang dan Majalaya telah mendapatkan
populasi khusus ketika bencana akan berdampak
pelatihan-pelatihan. Berdasarkan hasil penelitian
pada hilangnya kemampuan untuk bekerja
pada tabel 4.1 didapatkan sebanyak 14 perawat
atau hidup mandiri, cedera permanen, bahkan
(42%) sudah mengikuti pelatihan Basic Trauma
kematian (Hoffman, 2009).
Cardiovascular Life Support (BTCLS). Beberapa
kemampuan yang harus dimiliki yaitu manajemen SIMPULAN DAN SARAN
bencana, manajemen rumah sakit lapangan,
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat
emergency nursing, Advanced Trauma Life Support
disimpulkan bahwa 85% perawat memiliki
(ATLS), serta Advanced Cardiovascular Life
kesiapan sedang dalam menghadai bencana. Nilai
Support (ACLS) (Raharja, 2010). Pengetahuan
mean tertinggi (3,16) berada pada subvariabel
dan kemampuan yang ada hubungannya dengan
sistem komando kejadian dan skor mean terendah
BTCLS merupakan suatu syarat yang harus
(2,80) terdapat pada subvariabel populasi khusus.
dimiliki perawat saat bekerja di layanan kesehatan
Nilai mean tersebut menunjukkan semakin besar
(Nihayati, 2017).
nilai yang diperoleh pada setiap dimensi, maka
Peran perawat menjadi lebih kritis ketika dapat dikatakan dimensi tersebut semakin siap
menghadapi sebuah bencana, atau dapat di artikan menghadapi bencana.
ketika harus menghadapi suatu situasi yang
Perawat dalam ranah keperawatan gawat
paling rentan dari biasanya. Perawat merupakan
darurat diharapkan meningkatkan kemampuan
tenaga kesehatan yang paling dipercaya dari
dalam setiap dimensi kesiapan. Terlihat masih ada
semua profesi kesehatan lainnya, hal ini didukung

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


30 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

beberapa kekurangan dalam hal kesiapan pada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
masing-masing dimensinya. Pada dimensi sistem (2009). Pedoman Perencanaan Penyiagaan
komando yang memiliki nilai tertinggi perawat Bencana Bagi Rumah Sakit. Jakarta:
dapat lebih meningkatkan kualitasnya dalam Departemen Kesehatan RI.
sistem komando dilapangan ketika terjadinya
Fung. (2008). Disaster Preparedness among
bencana, sedangkan dimensi yang paling rendah
Hongkong Nurses. Journal of Advance
yaitu populasi khusus perawat diharapkan
Nursing 62 , 698-703.
mampu memberikan penatalaksanaan yang
tepat kepada orang-orang dalam populasi khusus Hasankhani, H., Abdollahzadeh, F., Shams, S.
tersebut yang memiliki kekurangan dalam V., Dehghannejad, J., & Dadashzadeh, A.
pemenuhan kebutuhan ketika terjadinya bencana. (2012). Educational Needs of Emergency
. Maka dalam usaha memberikan intervensi Nurses According to the Emergency
yang tepat, diperlukan pemahaman lebih dalam Condition Preparedness Criteria in
terkait populasi khusus misalnya bagi perawat Hospitals of Tabriz University of Medical
dapat dilakukan program pelatihan penanganan Sciences. Critical Care Nursing , 159-165.
populasi khusus saat bencana.
Hidayati, L. N. (2008). Pengetahuan Perawat
DAFTAR PUSTAKA Instalasi Rawat Darurat RSUP Dr. Sardjito
dalam Kesiapan Menghadapi Bencana
Astuty. (2011). Hubungan Pelaksanaan Fungsi
pada Tahap Preparedness. Yogyakarta:
Pengarahan Kepala Ruangan dengan
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
Kedokteran Universitas Gajah Mada.
di Rumah Sakit Haji Jakarta. Jakarta:
Universitas Indonesia. Hoffman, S. (2009). Preparing for Disaster:
Protecting the Most Vulnerable in
Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Emergencies . University of California,
(2016). Siaga Bencana. Retrieved
Davis , 1491-1547.
November 17, 2016, from Badan Nasional
Penanggulangan Bencana: http://www. Johnstone, M., & Turale, S. (2011). Nurses’
bnpb.go.id/pengetahuan-bencana/ Experiences of Ethical Prepaedness for
definisi-dan-jenis-bencana Catastrophic Public Health Emergencies
an Health Care Disaster, a Systematic
BPBD Kabupaten Bandung. (2014). Dokumen
Review of Qualitative Evidence.
Rencana Kontijensi Menghadapi Banjir.
Bandung: BPBD Kabupaten Bandung. Knebel, A. R., Toomey, L., & Libby, M. (2012). Nursing
Leadership in Disaster Preparedness
Chapman, K., & Arbon, P. (2008). Are nurses ready?
and Response. Annual Review of Nursing
Disaster Preparedness in the acute setting.
Research , Springer Publishing Company.
Literature Riview. Australasian Emergency
Nursing Journal 11 , 135-144. Labrague, L. J., Yboa, B. C., M., D., Lobrino, L.
R., & Brennan, M. G. (2015). Disaster
Danismaya. (2012). Pelayanan Gawat Darurat
Preparedness in Philippine Nurses. Journal
di Indonesia. Jakarta: Fakultas Ilmu
of Nursing Scholarship , 98-105.
Keperawatan Universitas Indonesia.
Mulyaningsih. (2013). Peningkatan Kinerja

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017


Kesiapan Perawat Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bandung 31
dalam Menghadapi Bencana

Perawat dalam Penerapan MPKP dengan Ramli, S. (2011). Pedoman Praktis Manajemen
Supervisi oleh Kepala Ruang di RSJD Bencana (Disaster Management). Jakarta:
Surakarta. Gaster , 57-70. Dian Rakyat.

Nihayati, D. H. (2017, February 16). Pelatihan Supriyantoro. (2011). Kebijakan Kemenkes dalam
Basic Trauma Cardiac Life Suport (BTCLS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Retrieved July 30, 2017, from Universitas Terpadu (SPGDT) dan Bencana.
Airlangga Fakultas Keperawatan: http://
Wahidah, D. A. (2016). Faktor-faktor yang
ners.unair.ac.id/site/index.php/news-
Mempengauhi Kesiapsiagaan Pearawat
fkp-unair/99-pelatihan-basic-trauma-
dalam Menghadapi Bencana Banjir di
cardiac-life-support-btcls
Kecamatan Gumukmas Kabupaten Jember.
Raharja, E. (2010). Pengaruh Kompetensi
Wijaya, S., Andarini, S., & Setyoadi. (2015).
Kepemimpinan dalam Pengorganisasian
Pengalaman Perawat Sebagai Survivor
Kesiapsiagaan dan Penggerakan
dan Pemberi Pertolongan Kesehatan Saat
Kegawatdaruratan Bencana Terhadap
Respon Tanggap Darurat pada Korban
Kinerja Petugas Pusat Penanggulangan
Bencana Tsunami Tahun 204 di Lhoknga
Ksrisis Kesehatan Regional Sumatra Utara.
dan Lhoong Aceh Besar. Jurnal Kesehatan
Medan: Universitas Sumatera Utara.
“Wiraraja Medika” , 108-117.

JKA | Volume 4 | Nomor 2 | Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai