Anda di halaman 1dari 70

DEWAN REDAKSI JURNAL ILMIAH BIDAN

Penanggung Jawab / : Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes


Pimpinan Umum

Pemimpin Redaksi : Dr. Indra Supradewi, SKM., MKM

Dewan Redaksi : 1. Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes


2. Dr. Indra Supradewi, SKM., MKM
3. Laurensia Lawintono, MSc
4. Herlyssa, STT., M.Kes
5. Juli Oktalia, M.Keb
6. Bintang Petralina, SST., M.Keb
7. Zulvi Wiyanti, STT., MKM

Sekretaris Redaksi : 1. Ike Kurnia, S.Keb., Bd.


2. Siti Fatimah, S.Keb., Bd

Alamat Redaksi : Jl. Johar Baru V No. D13


Johar Baru, Jakarta Pusat
Telp. 021 – 424 77 89
Fax. 021 – 424 42 14
Email : jurnal@ibi.or.id

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 1i


DA F TA R I S I

Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui Terhadap Stunting Baduta 6-23 Bulan
Di Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah
Sumiaty ......................................................................................................................................................................................... 1
Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir Untuk
Mengurangi Angka Kejadian Hipotermi
Paula Vivi Fridely.................................................................................................................................................................... 9
Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan Untuk Mendukung
Program Sustainable Development Goal’s
Fatiah Handayani.......................................................................................................................................................... 13
Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit Di Piskesmas
Kecamatan Wilayah Pesisir Jakarta Utara Tahun 2015
Herlina Mansur...................................................................................................................................................................... 19
Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi 0-6 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan
Non ASI Eksklusif Di Kelurahan Mulyorejo Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya
Riana Trinovita Sari1, Juniasturi 2, Dominicus Husada 3, Sri Utami 4.......................................................... 26
Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Saat Menstruai
Siti Rofi’ah, SriWidatiningsih, Dessy Vitaningrum................................................................................................ 31
Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi Di
Daerah Istimewa Yogyakarta
Istri Bartini 1, Fitriani Mediastuti 2.................................................................................................................................. 37

Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III Mahasiswa Diploma III Kebidanan
Akademi Kebidanan Yogyakarta Tahun 2016
Retno Heru Setyaorini......................................................................................................................................................... 45

Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Ileracea Var. Capitata) Dengan
Perawatan Payudara Dalam Mengurangi Pembengkakan Payudara (Breast
Engorgement) Di Kabupaten Pekalongan
Nina Zuhara............................................................................................................................................................................ 51

Efektivitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness


Siti Rofi’ah, Esti Handayani, Tety Rahmawati......................................................................................................... 57

Penggunaan Lembaran Stabilisasi Rujukan Untuk Meningkatkan Kualitas Rujukan Di


Pukesmas Dampingan Program EMAS Kabupaten Karawang
Ema Sismadi 1, Dini Kurniawati 2................................................................................................................................... 64

ii2 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


SAMBUTAN
KETUA UMUM IKATAN BIDAN INDONESIA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian,
sehingga kita dapat menerbitkan Jurnal Ilmiah Bidan volume II nomor 2 di tahun 2017 sebagai kontribusi
ilmiah yang signifikan Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI). Jurnal Ilmiah Bidan merupakan
salah satu sarana untuk menyajikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan
kebidanan.

Jurnal Ilmiah Bidan dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, baik para bidan akademisi, bidan di
fasilitas pelayanan kesehatan, bidan yang ada di birokrasi dan di lembaga lainnya, mahasiswa kebidanan
maupun masyarakat umum yang tertarik dengan hal seputar kebidanan. Jurnal ini dapat menjadi wadah
berbagi ilmu teman sejawat bidan, sehingga kita dapat menjadi bidan yang profesional sebagaimana
diharapkan oleh masyarakat.

PP IBI mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak dalam menjaga eksistensi
dan keberlanjutan penerbitan jurnal ini. PP IBI menghimbau teman sejawat bidan agar menjadikan jurnal
ini sebagai media untuk membudayakan menulis ilmiah dengan berpartisipasi aktif mengirimkan tulisan
ilmiah sehingga dapat menjadi acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan pendidikan kebidanan.

Semoga jurnal ini secara terus menerus meningkat kinerjanya ditinjau dari kuantitas maupun kualitas
makalah yang dimuat. Semoga bidan bertambah maju.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat.

Wa’alaikumsalam, Wr. Wb.

Jakarta, Juli 2017

Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 iii


3
Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

PENGARUH FAKTOR IBU DAN POLA


MENYUSUI TERHADAP STUNTING
BADUTA 6-23 BULAN DI KOTA PALU
PROPINSI SULAWESI TENGAH

Sumiaty
(Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu)

sumiatyakbid@yahoo.com

ABSTRACT

The success of national development can not be separated from the availability of qualified human
resources. Malnutrition can damage the quality of human resources, one of which is stunting. Basic Health
Research (Riskesdas) The Ministry of Health in Indonesia reported a prevalence of stunting in 2013 is
37.2%, an increase compared to 2010 (35.6%) and 2007 (36.8%). Total stunting in Central Sulawesi in
2013 by 41% and in the city of Palu at 21.42%. Stunting risk factors include household and family factors,
complementary feeding and breastfeeding practices were inadequate, and infection. This study aims to
determine the effect of maternal factors and patterns of breastfeeding against stunting in baduta 6-23
months in Palu, Central Sulawesi Province.
This research was conducted in the city of Palu for three months from August to November 2015.
Retrospective cohort study design, the total sample of 65 households using sampling techniques “purposive
sampling”. Measuring instruments used prior trials conducted to standardize the instrument. Data was
analyzed by univariate, bivariate and multivariate analyzes.
Results of multivariate analysis (OR, 95% CI) showed that the factors that influence stunting in this
study was not done antenatal care with OR = 4.57 (3.05 to 6.85), maternal height <150 cm with OR = 3.57
(2.47 to 5.16), no early initiation of breastfeeding with OR = 3.04 (2.71 to 3.40) and distance Birth <3
years OR = 2.81 (1.78 to 4, 42).
The conclusion that the risk factors for stunting is high maternal weight, birth spacing, no early
initiation of breastfeeding and did Antenatal Care.
Keywords : Stunting, Maternal Factors, Breastfeeding.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 1


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

ABSTRAK

Keberhasilan pembangunan Nasional tidak terlepas dari ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas sumber daya manusia, salah satunya adalah stunting.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan prevalensi
stunting tahun 2013 adalah 37,2%, terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
Total stunting di Sulawesi Tengah tahun 2013 sebesar 41% dan di Kota Palu sebesar 21,42%. Faktor risiko
Stunting meliputi faktor rumah tangga dan keluarga, makanan pendamping ASI dan praktek pemberian ASI
yang tidak memadai, serta infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor ibu dan pola
menyusui terhadap stunting pada BADUTA 6-23 bulan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palu selama 3 bulan mulai bulan Agustus sampai dengan Nopember
2015. Desain penelitian Kohort Retrospective, jumlah sampel sebanyak 65 Rumah Tangga dengan teknik
pengambilan sampel “purposive sampling”. Alat ukur yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba
untuk standarisasi instrumen. Data dianalisis secara Univariat, Bivariat dan Multivariat.
Hasil analisis multivariat (OR ; 95% CI) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap
stunting dalam penelitian ini adalah tidak melakukan antenatal care dengan OR=4,57 (3,05-6,85), tinggi
badan ibu <150 cm dengan OR=3,57 (2,47-5,16), tidak inisiasi menyusu dini dengan OR=3,04 (2,71-3,40)
dan Jarak Kelahiran <3 tahun OR=2,81 (1,78-4,42).
Kesimpulan bahwa faktor risiko stunting adalah tinggi badan ibu, jarak kelahiran, tidak inisiasi
menyusu dini dan tidak melakukan Antenatal Care.
Kata Kunci: Stunting, Faktor ibu, Menyusui.

PENDAHULUAN terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010


(35,6%) dan 2007 (36,8%). Total stunting di
Keberhasilan pembangunan nasional tidak Sulawesi Tengah tahun 2013 sebesar 41% dan di
terlepas dari ketersediaan sumber daya manusia Kota Palu sebesar 21,42%. Tingginya prevalensi
(SDM) yang berkualitas. Gizi merupakan salah stunting adalah masalah kesehatan. Riskesdas 2013
satu komponen sangat penting yang berkontribusi juga menunjukkan prevalensi stunting meningkat
dalam mewujudkan sumber daya manusia yang seiring usia.
berkualitas. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas Penelitian di India dan Guatemala
SDM (Atmarita & Falah 2004). Berdasarkan baku menyebutkan bahwa ibu yang pendek (<150 cm),
rujukan pertumbuhan WHO, Stunting atau pendek IMT rendah (<18.5 kg/m2) dan berusia muda (≤
adalah hambatan pertumbuhan linier dengan 18 tahun) berisiko meningkatkan kejadian stunting
panjang badan <-2sd menurut usia (Kemenkes, (Martorell & Young 2012). Ibu yang pendek
2010). sekalipun ayah normal masih dapat memiliki
Meskipun masalah stunting telah menurun, anak yang stunting (Kemenkes 2010). Penelitian
namun pada tahun 2013 masih terdapat 161 juta anak Zottarelli et al, (2007) di Egypt menunjukkan bahwa
stunting di bawah usia lima tahun dan malnutrisi tinggi badan ibu <150 cm cenderung memiliki anak
akut (wasting) diderita 51 juta anak di bawah usia yang stunting.
lima tahun; (IFPRI, 2014). Riset Kesehatan Dasar Penelitian Hayati (2013) menunjukkan
(Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik bahwa risiko stunting lebih tinggi dijumpai dari ibu
Indonesia melaporkan prevalensi stunting secara yang pendek (145 cm). Nadiyah (2013) menyatakan
nasional tahun 2013 adalah 37,2%, yang berarti bahwa tinggi badan ibu <150 cm merupakan salah

2 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

satu risiko stunting anak usia 0-23 bulan di Bali, Populasi penelitian ini adalah semua anak
Jabar dan NTT. usia 6–23 bulan di daerah penelitian. Besar
Penelitian di Ethiopia menunjukkan faktor populasi BADUTA di wilayah Kota Palu adalah
risiko stunting antara lain usia ibu >30 tahun, ibu 15.897 orang dengan prevalensi stunting adalah
tanpa pendidikan formal, ibu yang bekerja setiap 21,4%, sehingga sampel dalam penelitian ini
hari, ibu yang tidak melakukan PNC serta ibu adalah sebagian anak usia 6–23 bulan yang terpilih
yang sakit dalam masa kehamilannya (Agedew & dari rumah tangga yang memiliki baduta sebesar 65
Chane, 2015). Penelitian di Bhutan menunjukkan anak usia 6-23 bulan.
faktor risiko stunting pada anak 6-23 bulan adalah Teknik pengambilan sampel secara
faktor ANC ≤3 kali, tidak melakukan ANC pada purposive sampling. Data diolah dan dianalisis
dokter, perawat dan Bidan serta Ibu berusia <18 dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
tahun. Adapun status menyusui merupakan faktor
protektif stunting (Aguayo et al, 2015). HASIL
Penelitian di Malawi menunjukkan bahwa
prevalensi stunting sebesar 39% ASI Eksklusif Hasil analisis univariat pada penelitian ini
43%. Terdapat perbedaan rerata TB/U (-1,13) diperoleh bahwa jumlah stunting sebanyak 17
pada anak yang menyusu dibanding yang tidak anak (26,2%), ibu yang menderita KEK sebesar
tidak menyusu eksklusif (-1,59) (Kuchenbecker 20% dan ibu yang memiliki tinggi badan ≤150
et al, 2015). Penelitian di Zambia menunjukkan cm sebesar 63,1%. Responden yang melakukan
faktor risiko stunting adalah usia ibu, anak yang Inisiasi Menyusui Dini sebanyak 49,2%,
tidak menyusu sedangkan faktor protektifnya memberikan Kolostrum pada responden sebanyak
adalah kunjungan ANC dan asupan Tablet Fe ibu 70,8%, memberikan makanan pralakteal 15,4%,
selama kehamilan (Bwalya et al, 2015). Jarak yang menyelesaikan pemberian ASI Ekslusif
persalinan yang dekat meningkatkan risiko untuk sebanyak 70,8%. Saat ini responden yang masih
menghabiskan cadangan ibu pada kehamilan menyusu anaknya sebanyak 70,8%. Responden
berikutnya dan memberi konsekuensi negatif bagi yang menyatakan Durasi Menyusu <6 kali/sehari
ibu dan anak (Dewey & Begum, 2011). sebanyak 12,3% dan lama menyusu <10 Menit/
sekali menyusu sebanyak 98,5%.
TUJUAN PENELITIAN Responden yang memperoleh akses
pelayanan kesehatan seperti pelayanan ANC
Tujuan penelitian ini adalah untuk sebanyak 84,6%, pelayanan PNC sebanyak 72,3%.
mengetahui bagaimana pengaruh faktor ibu dan Mengikuti Kelas ibu hamil sebanyak 29,2%,
pola menyusui pada bayi dibawah dua tahun memperoleh asupan Tablet Fe sebanyak 87,7%.
(BADUTA) 6-23 bulan di Kota Palu Sulawesi Responden yang memperoleh asupan Tablet
Tengah. Kalsium sebanyak 81,5%. Hasil analisis bivariat
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
METODE PENELITIAN Analisis multivariat yang digunakan adalah
regresi logistik dengan tujuan untuk melihat
Jenis penelitian ini adalah observasional pengaruh masing-masing variabel independen
analitik dengan desain Kohort Retrospective. dengan variabel dependen secara bersamaan.
Penelitian dilaksanakan di Kota Palu dengan Hasil analisis multivariat menunjukkan
pertimbangan berdasarkan data Riskesdas 2013 bahwa faktor yang berpengaruh terhadap stunting
bahwa Kota Palu memiliki prevalensi balita dalam penelitian ini adalah (OR ; 95% CI) : tidak
stunting yang cukup tinggi yakni 21,4%. melakukan antenatal care dengan OR=4,57 (3,05-

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 3


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

Tabel. Hubungan Faktor Ibu, Pola Menyusui dan Akses Pelayanan Kesehatan dengan
kejadian Stunting Anak Usia 6-23 Bulan di Kota Palu Tahun 2015

Variabel Independen Variabel Dependen Total ρ-value

Normal Stunting
N % N %

Status Gizi Ibu


Normal 38 73,1 14 26,9 52 0,778
KEK 10 76,9 3 23,1 13

Pendidikan Ibu
< 9 tahun 11 64,7 6 35,5 17 0,318
≥ 9 tahun 37 77,1 11 22,9 48

ASI Eksklusif
Ya 34 73,9 12 26,1 46 0,985
Tidak 14 73,7 5 26,3 19

Tinggi badan Ibu


>=150cm 22 91,7 2 8,3 24 0,012*
<150cm 26 63,4 15 36,6 41

Usia Melahirkan
18-30 Tahun 32 78,0 9 22,0 41 0,314
<18 &> 30 Tahun 16 66,7 8 33,3 24

Usia Kehamilan
≥ 37 Minggu 47 81,0 11 19,0 58 0,000*
< 37 Minggu 1 14,3 6 85,7 7

Jarak Kelahiran
≥ 3 tahun 45 81,8 10 18,2 55 0,001*
< 3 tahun 3 30,0 7 70,0 10

Hipertensi Kehamilan
Tidak 46 76,7 14 23,3 60 0,073
Ya 2 40,0 3 60,0 5

Diabetes Kehamilan
Tidak 47 75,8 15 24,2 62 0,102
Ya 1 33,3 2 66,7 3

Paritas
< 3 anak 45 76,3 14 23,7 59 0,163
≥ 3 anak 3 50,0 3 50,0 6

4 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

Variabel Independen Variabel Dependen Total ρ-value


Normal Stunting
N % N %
IMD
Ya 30 93,8 2 6,2 32 0,000*
Tidak 18 54,5 15 45,5 33

Kolostrum
Ya 27 65,9 14 34,1 41 0,055
Tidak 21 87,5 3 12,5 24

Makanan Pralakteal
Tidak 44 80,0 11 20,0 55 0,008
Ya 4 40,0 6 60,0 10

Status Menyusu kini


Ya 30 65,2 16 34,8 46 0,031*
Tidak 18 94,7 1 5,3 19

Durasi Menyusu
≥ 6 kali sehari 47 82,5 10 17,5 57 0,000*
< 6 kali sehari 1 12,5 7 87,5 8

Lama Menyusu
≥ 10 Menit 17 94,4 1 5,6 18 0,019*
< 10 Menit 31 66,0 16 34,0 47

Antenatal Care (ANC)


Ya 45 81,8 10 18,2 55 0,001*
Tidak 3 30,0 7 70,0 10

Post Natal Care PNC


Ya 40 85,1 7 14,9 47 0,001*
Tidak 8 44,4 10 55,6 18

Kelas Ibu Hamil


Ya 15 78,9 4 21,1 19 0,548
Tidak 3 71,7 13 28,3 46

Asupan Fe
Ya 47 82,5 10 17,5 57 0,000*
Tidak 1 12,5 7 87,5 8

Asupan Tablet Kalsium


Ya 42 79,2 11 20,8 53 0,037
Tidak 6 50,0 6 50,0 12
Sumber: Data Primer, 2015

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 5


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

Tabel. Analisis Multivariat Faktor Risiko Stunting (Faktor Ibu, Pola Menyusui, Akses
Pelayanan Kesehatan) pada anak usia 6-23 bulan di Kota Palu.

Variabel Crude OR (95% CI) Adjusted OR (95% CI) ρ value

Faktor Ibu:
Tinggi badan Ibu
>=150cm 1 1 0,009*
<150cm 6,346 (1,306-30,837) 3,574 (2,473-5,166)

Jarak Kelahiran
≥ 3 tahun 1 1 0,018*
< 3 tahun 10,50 (2,30-47,82) 2,811 (1,78-4,422)
≥ 3 anak 3,214 (0,582-17,754)

Pola Menyusui:
IMD
Ya 1 1 0,006*
Tidak 12,50 (2,55-61,10) 3,041 (2,718-3,403)

Akses Yankes:
Antenatal Care (ANC)
Ya 1 1 0,006*
Tidak 10,50 (2,30-47,82) 4,578 (3,059-6,854)

Sumber: Data Primer, 2015


6,85) tinggi badan ibu <150 cm dengan OR=3,57 melakukan ANC dan anaknya berstatus stunting
(2,47-5,16), tidak inisiasi menyusu dini dengan sebanyak 7 orang (70%) sedangkan ibu yang tidak
OR=3,04 (2,71-3,40) dan Jarak Kelahiran <3 tahun melakukan ANC namun anaknya berstatus normal
OR=2,81 (1,78-4,42). Dengan demikian, yang lebih rendah yaitu hanya 3 orang (30%) diperoleh
merupakan faktor risiko stunting dari faktor ibu nilai p-value pada uji chi-squre sebesar 0,001.
adalah tinggi badan ibu dan jarak kelahiran dan dari Pada penelitian Asfaw (2015) di Ethopia
pola menyusui adalah tidak inisiasi menyusu dini Selatan pada 778 anak melaporkan bahwa risiko
(IMD) serta dari faktor akses pelayanan kesehatan stunting pada ibu yang tidak melakukan ANC
adalah tidak melakukan antenatal care. sebesar 2,1(1,5-2,9) dibandingkan ibu yang
Antenatal care (ANC) adalah suatu melakukan ANC. Penelitian Bwalya et al, 2015
pelayanan kebidanan kepada ibu hamil yang di Zambia dengan prevalensi stunting 44,5%,
bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan melaporkan bahwa jumlah ANC mempengaruhi
memastikan kelahiran dapat berjalan normal yang risiko stunting dimana bila kunjungan antenatal
minimal dilakukan 4 kali sebelum persalinan. Hasil care ≤3 kali dapat mencegah terjadinya stunting
penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang dengan OR=0,562 (0,294-1,074) p value=0,081
tidak melakukan ANC berisiko 4,5 kali memiliki sedangkan bila kunjungan antenatal ≥4 kali maka
anak stunting dibanding ibu yang melakukan ANC akan mencegah stunting lebih baik lagi dengan
(p-value=0,006). Tabulasi silang antara ANC OR=0,483(0,255-0,917) p-value=0,026.
dengan stunting menunjukkan bahwa ibu yang tidak Analisis bivariat antara tinggi badan ibu

6 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

dengan stunting menunjukkan bahwa p-value tahun adalah sebesar 2,8 kali dibanding ibu yang
sebesar 0,012. Risiko ibu yang memiliki tinggi memiliki jarak kelahiran ≥3 tahun .
badan ibu <150 cm untuk menyebabkan anak Penelitian Bwalya et al, 2015 di Zambia
menjadi stunting sebesar 3,5 kali dibanding ibu yang bahwa jarak kelahiran >2 tahun merupakan faktor
memiliki tinggi badan ≥150cm. Hasil penelitian protektif terjadinya stunting dengan OR=0,827
ini didukung oleh penelitian Nadiyah (2013) yang (0,05-13,775). Meta analisis Dewey (2007)
menemukan bahwa TB ibu <150 cm merupakan memperkirakan penurunan kejadian stunting pada
faktor risiko stunting pada anak usia 0-23 bulan anak berkaitan dengan jarak kelahiran ≥3 tahun
dengan OR=1,77 dan proporsi baduta stunting yang berkisar antara 10% hingga 50%. Asfaw
pada ibu yang memiliki TB <150 cm ditemukan (2015) meneliti di Ethopia Selatan melaporkan
20,2% lebih tinggi daripada baduta yang memiliki bahwa ibu yang tidak ber-KB berisiko melahirkan
ibu dengan TB ≥150 cm. Hasil penelitian Zottarelli anak stunting 2.3 kali (1.7-3.1) dibanding ibu yang
(2007) di Mesir juga menunjukkan bahwa anak ber-KB.
yang lahir dari ibu yang tinggi badan <150 cm
memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh menjadi KESIMPULAN
stunting.
Perilaku memberikan kesempatan IMD pada Faktor Ibu yang berpengaruh terhadap
bayi akan mengurangi kejadian penyakit infeksi dan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan
menyukseskan pemberian ASI eksklusif. Penelitian di Kota Palu adalah tinggi badan ibu <150 cm
ini juga menunjukkan bahwa faktor tidak IMD sedangkan Pola menyusu dan Akses kesehatan
merupakan faktor risiko kejadian stunting pada yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
anak 6-23 bulan di Kota Palu. Faktor risiko yang anak usia 6-23 bulan di Kota Palu adalah tidak
diperoleh sebesar OR=3,04 (2,71-3,40). melakukan antenatal care, tidak menginisiasi
Menurut analisis Black (2013) melaporkan menyusu dini dan jarak kelahiran < 3 tahun. Maka
bahwa perilaku IMD tertinggi di Amerika Latin saran dari penelitian ini antara lain; (1) program
(rata-rata 58%, 95% CI 50–67), menyusul di mengatasi stunting perlu dimulai dari peningkatan
Africa (50%, 45–55) dan di Asia (50%, 42–58), kualitas antenatal care dengan memperbaiki
dan paling rendah di Eropa Barat (36%, 23–50). manajemen perencanaan, pengadaan, distribusi,
IMD merupakan faktor protektif kematian neonatal dan pengawasan pelaksanaan bantuan suplemen
dengan RR 0,56 (95% CI 0,46–0,79). tablet besi-folat, dan pendidikan gizi yang intensif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu pada ibu hamil. (2) Kualitas pelayanan kesehatan
yang memiliki jarak kelahiran <3 tahun memiliki neonatus dasar dengan melakukan inisiasi
lebih banyak anak yang stunting yaitu sebanyak 7 menyusu dini serta penyuluhan tentang menyusui
orang (70%) sedangkan ibu yang memiliki jarak secara eksklusif kepada ibu perlu ditingkatkan
kelahiran <3 tahun memiliki anak normal lebih dalam mengurangi masalah pemberian makanan
sedikit yaitu hanya 3 orang (30%). Analisis regresi prelakteal dan (3) pelayanan KB perlu ditingkatkan
logistik menunjukkan bahwa risiko anak menjadi untuk mengatur jarak kelahiran dalam upaya
stunting bila ibunya memiliki jarak kelahiran <3 pencegahan anak stunting di Kota Palu.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 7


Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui

DAFTAR PUSTAKA 10. Aguayo, Badgaiyan and Paintal,2015,


Determinants of child stunting in the Royal
1. Atmarita, Fallah. 2004. Analisis situasi gizi Kingdom of Bhutan: an in-depth analysis of
dan kesehatan masyarakat. Dalam Soekirman nationally representative data, Maternal &
et al,, editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Child Nutrition published by JohnWiley & Sons
Gizi VIII “Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Ltd Maternal and Child Nutrition (2015), 11,
Otonomi Daerah dan Globalisasi”; Jakarta pp. 333–345
17-19 Mei 2004.Jakarta : LIPI. 11. Kuchenbecker et al, 2015, Exclusive
2. Kementerian Kesehatan, 2010, breastfeeding and its effect on growth of
Kepmenkes1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Malawian infants: results from a cross-
Standar Antropometri Penilaian Statsu Gizi sectional study, Paediatrics and International
Anak, Jakarta. Child Health 2015 VOL. 35 NO. 1
3. IFPRI (2014) Global Nutrition Report 2014: 12. Bwalya, Lemba, Mapoma & Mutombo, 2015,
Action and Accountability to Accelerate the Factors Associated with Stunting among
World’s Progress on Nutrition. International Children Aged 6-23 Months in Zambian:
Food Policy Research Instite. Washington DC. Evidence from the 2007 Zambia Demographic
4. Badan Penelitian dan Pengembangan and Health Survey, International Journal of
Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar tahun Advanced Nutritional and Health Science
2013 dalam Angka dan Buku, Kementerian 2015, Volume 3, Issue 1, pp. 116-131
Kesehatan. Jakarta. 13. Dewey K.G. & Begum K. (2011) Long-term
5. Martorell R, Young MF. 2012. Patterns of consequences of stunting in early life. Maternal
stunting and wasting: potential explanatory & Child Nutrition 7 (Suppl. 3), 5–18.
factors. Advances in Nutrition. 3:227-233. 14. Asfaw, Wondaferash, Taha and Dube,
6. Zottarelli LK, Sunil TS, Rajaram S. 2007. 2015 Prevalence of undernutrition and
Influence of parenteral and socio economic associatedfactors among children aged
factors on stunting in children under 5 years in between six to fiftynine months in Bule Hora
Egypt. La Revue de Santela de la Mediterranee district, South Ethiopia, BMC Public Health
Orientale. 13(6): 1330-1342. (2015) 15:41
7. Hayati A.W, Hardinsyah, Jalal F, Madanijah, 15. Black R.E., Allen L.H., Bhutta Z.A., Caulfield
Briawan D, 2013, Faktor-faktor Risiko L.E., de Onis M., Ezzati M. et al, (2013)
Stunting, Pola Asupan Pangan, Asupan Energi Maternal and child undernutrition: global and
dan Zat Gizi Anak 0-23 Bulan, Jurnal Forum regional exposures and health consequences.
Pascasarjana 2013, 36(2) Lancet 371, 243–260.
8. Nadiyah, 2013, Faktor Risiko Stunting Pada 16. Dewey K.G. & Adu-Afarwuah S. (2007)
Anak Usia 0-23 Bulan Di Provinsi Bali, Jawa Systematic review of the efficacy and
Barat Dan Nusa Tenggara Timur, Tesis, Sekolah effectiveness of complementary feeding
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor. interventions in developing countries. Maternal
9. Agedew & Chane, 2015, Prevalence of Stunting & Child Nutrition 4 (Suppl. 1), 24–85.
among Children Aged 6–23 Months in Kemba
Woreda, Southern Ethiopia: A Community
Based Cross-Sectional Study Hindawi
Publishing Corporation Advances in Public
Health, Volume 2015,

8 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir

Pentingnya Melakukan
Pengukuran Suhu pada Bayi
Baru Lahir untuk Mengurangi
Angka Kejadian Hipotermi

Paula Vivi Fridely, AmKeb

fridelypaula@gmail.com

Abstrak

Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkandengan negara-negara
berkembang lainnya. Hipotermi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian bayi baru lahir di
negara berkembang. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sangat penting untuk kelangsungan
hidup dan pertumbuhan bayi baru lahir. WHO telah merekomendasikan asuhan untuk mempertahankan
panas dalam asuhan bayi baru lahir, namun hipotermi terus berlanjut menjadi kondisi yang biasa terjadi
pada neonatal, yang tidak diketahui, tidak di dokumentasikan dan kurang memperoleh penanganan. Tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya melakukan pengukuran suhu bayi secara
berkala untuk mengurangi kejadian hipotermi pada bayi baru lahir. Metode penelitian menggunakan
metode deskriptif kuantitatif pada 183 bayi baru lahir yang dirawat pada 18 Mei 2016 – 30 Juli 2016 di
RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Kriteria inklusi yaitu bayi yang lahir secara sectio caesaria. Sedangkan
kriteria eksklusi adalah bayi dengan berat badan lahir rendah. Hasil penelitian bulan mei dari total 40
bayi baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 21 bayi yang hipotermi. Pada bulan juni dari 35 bayi
baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 16 bayi hipotermi. Pada bulan juli dari 108 bayi baru
lahir terdapat 99 bayi tidak hipotermi dan 9 bayi hipotermi. Kesimpulan pengukuran suhu secara berkala
terhadap bayi baru lahir sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian hipotermi sehingga
dapat menurunkan pula angka kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir.
Kata Kunci : hipotermi, bayi baru lahir, sectio caesaria.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 9


Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir

Latar Belakang aman. Tetapi pengukuran melalui rektal sangat


dianjurkan untuk dilakukan pertama kali pada semua
Hipotermi pada neonatus merupakan BBL, oleh karena sekaligus sebagai tes skrining
kejadian umum di seluruh dunia. Di rumah sakit untuk kemungkinan adanya anus imperforatus.
Ethiopia, 67% bayi dengan berat badan lahir Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagai
rendah dan beresiko tinggi dari luar rumah sakit prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada
yang dimasukkan ke dalam unit perawatan khusus bayi-bayi sakit.
adalah bayi yang hipotermia. Sama halnya dengan Menurut Vivian, Nanny, (2011), Bayi
India, angka kematian karena hipotermia mencapai Baru Lahir dapat mengalami Hipotermi melalui
dua kali lipat angka kematian bayi yang tidak beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan
mengalami hipotermia. Ada bukti yang cukup untuk kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan
menyimpulkan bahwa hipotermia pasca kelahiran antara produksi panas dan kehilangan panas,
yang cepat sangat berbahaya bagi bayi baru lahir yaitu: 1) Penurunan produksi panas : Hal ini dapat
karena dapat meningkatkan resiko kesakitan dan disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin
kematian. dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh,
Hipotermi terjadi karena penurunan suhu sehingga timbul proses penurunan produksi
tubuh yang disebabkan oleh berbagai keadaan, panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar
terutama karena tingginya kebutuhan oksigen dan tiroid, adrenal ataupun pituitary. 2) Kegagalan
penurunan suhu ruangan. Mempertahankan suhu Termoregulasi: Kegagalan termoregulasi secara
tubuh dalam batas normal sangat penting untuk umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
kelangsungan hidup dan pertumbuhan bayi baru menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai
lahir. Pengaturan suhu tubuh tergantung pada faktor penyebab.
penghasil panas dan pengeluarannya, sedangkan Dampak dari hipotermi yang akan terjadi
produksi panas sangat tergantung pada oksidasi pada bayi baru lahir apabila tidak segera ditangani
biologis dan aktifitas metabolisme dari sel-sel yaitu: 1) Hipoglikemi asidosis metabolik karena
tubuh waktu istirahat (Jensen,2005). vasokonstriksi perifer dengan metabolisme
Menurut data dari organisasi kesehatan dunia anaerob. 2) Kebutuhan oksigen yang meningkat.
( WHO ), pada tahun 1995 hampir semua (98%) 3) metabolisme meningkat sehingga metabolisme
dari 5 juta kematian neonatal terjadi di negara terganggu. 4) gangguan pembekuan darah sehingga
berkembang. Lebih dari 2/3 kematian itu terjadi meningkatkan pulmonal yang menyertai hipotermia
pada periode neonatal dini. Umumnya karena berat berat. 5) Shock. 6) Apnea. 7) perdarahan intra
badan lahir <2500 gram. Menurut WHO, 17% dari ventrikuler. 8) Hipoksemia dan berlanjut dengan
25 juta persalinan pertahun adalah BBLR (berat kematian (Saifudin, 2002).
badan lahir rendah) dan hampir semuanya terjadi Menurut Yaniedu (2011) penurunan suhu
pada negara berkembang. ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
Menurut (Yunanto,2008:41) diagnosis lingkungan, syok, infeksi, kurang gizi, obat-obatan
hipotermia dapat ditegakkan dengan pengukuran dan cuaca.Sehingga bayi mengalami mekanisme
suhu baik suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran hilangnya panas seperti konduksi, konveksi,
suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu evaporasi dan radiasi yang menyebabkan bayi
petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu mengalami hipotermia. Dan disertai dengan tanda-
penyakit, dan pengukuranya dapat dilakukan tanda hipotermia, seperti: bayi menggigil, aktivitas
melalui aksila, rektal atau kulit. Melalui aksila berkurang, tangisan melemah, kulit tubuh bayi
merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang berwarna tidak merata (cutis marmorata), kaki
dianjurkan, oleh karena mudah, sederhana dan teraba dingin.

10 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir

Tujuan Pada tabel 1. tampak hasil analisis univariat


a. Tujuan Umum: dari frekuensi kasus hipotermia di RSIA Budi
Untuk mengetahui pentingnya melakukan Kemuliaan pada periode 18 Mei- 30 Juli 2016
pengukuran suhu bayi secara berkala untuk sebanyak 49 bayi (23%) dan kasus tidak hipotermia
mengurangi kejadian hipotermia pada bayi baru sebanyak 134 bayi (77%). Berdasarkan data dari
lahir. tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kasus hipotermia
pada 183 bayi baru lahir yang dirawat di RSIA Budi
b. TujuanKhusus : Kemuliaan lebih rendah dibandingkan dengan bayi
- Untuk mengetahui angka kejadian bayi dengan tidak hipotermia.
hipotermia di RSIA Budi Kemuliaan.
- Untuk mengetahui angka kejadian bayi tidak Tabel 2. Distribusi frekuensi kasus hipotermia
hipotermia di RSIA Budi Kemuliaan. pada bayi baru lahir di RSIA Budi Kemuliaan
pada bulan Mei tahun 2016
Rancangan / Metode
Variabel Jumlah Persentase
Metode penelitian menggunakan metode
Hipotermia 21 52%
deskriptif kuantitatif yang menggambarkan
Tidak Hipotermia 19 48%
keadaan bayi hipotermia di RSIA Budi Kemuliaan
pada bayi baru lahir dengan cara sectio caesaria. Total 40 100%
Penelitian ini dilakukan pada periode 18 Mei
2016 - 30Juli 2016 dan didapatkan 183 sample. Pada tabel 2. Tampak hasil analisis univariat
Kriteria inklusi yaitu bayi yang lahir secara sectio dari frekuensi kasus hipotermia di RSIA Budi
caesaria. Sedangkan kriteria eksklusi adalah bayi Kemuliaan pada bulan Mei tahun 2016 sebanyak
dengan berat badan lahir rendah. Pengumpulan 21 bayi (52%) dan kasus tidak hipotermia sebanyak
data menggunakan data sekunder yang diperoleh 19 bayi (48%). Berdasarkan data dari tabel 2
dari status rekam medis pasien. Data dientri dengan didapatkan dari 40 bayi yang dirawat terdapat 52%
tabular. Analisis univariat untuk melihat distribusi bayi dengan hipotermia.
frekuensi dan persentase pada masing-masing
variabel yang akan diteliti. Tabel 3. Distribusi frekuensi kasus hipotermia
pada bayi baru lahir di RSIA Budi Kemuliaan
Hasil Penelitian pada bulan Juni tahun 2016

Distribusi frekuensi kasus hipotermia Variabel Jumlah Persentase


Hipotermia 19 54%
Tabel 1. Distribusi frekuensi kasus hipotermia Tidak Hipotermia 16 46%
pada bayi baru lahir yang dirawat di RSIA Budi
Kemuliaan pada periode 18 Mei 2016 – 30 Juli Total 35 100%
2016
Pada tabel 3. Tampak hasil analisis univariat
Variabel Jumlah Persentase dari frekuensi kasus hipotermia di RSIA Budi
Kemuliaan pada bulan Juni tahun 2016 sebanyak
Hipotermia 49 23% 19 bayi (54%) dan kasus tidak hipotermia sebanyak
Tidak Hipotermia 134 77% 16 bayi (46%). Berdasarkan data dari tabel 3
Total 183 100% didapatkan dari 35 bayi yang dirawat terdapat 54%

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 11


Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir

bayi dengan hipotermia. Daftar Pustaka

Tabel 4. Distribusi frekuensi kasus hipotermia Jurnal kesehatan Andalas. 2014. Pengaruh
pada bayi baru lahir di RSIA Budi Kemuliaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Suhu
pada bulan Juli tahun 2016 danKehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/
Variabel Jumlah Persentase Saifudin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis
Palayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Hipotermia 9 8%
Jakarta: YBP-SP
Tidak Hipotermia 99 92%
Saifudin,Abdul Bari, George Adriaansz,Gulardi
Total 108 100% Hanifa Wiknjosastro,Djoko Waspodo.2009.
”Acuan Nasional PelayananKesehatan
Pada tabel 4. Tampak hasil analisis univariat Maternal dan Neonatal.Jakarta
dari frekuensi kasus hipotermia di RSIA Budi (halaman372-374).
Kemuliaan pada bulan Juli tahun 2016 sebanyak Vivian, Nanny Lia Dewi. 2011. Asuhan Neonatus
9 bayi (8%) dan kasus tidak hipotermiasebanyak Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba Medika
99 bayi (92%). Berdasarkan data dari tabel 4 Wiknjosastro,Gulardi H,George Adriaansz,Omo
didapatkan dari 108 bayi yang dirawat terdapat 8% Abdul Madjid,R.Soerjo Hardjono,J.M.Seno
bayi dengan hipotermia. Adjie.2008. ”Asuhan Persalinan Normal”.
Jakarta( Halaman 123-126)
Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan


bahwa kejadian hipotermia yang terjadi pada
bayi yang dirawat di RSIA Budi Kemuliaan
pada periode 18 Mei 2016 – 30 Juli 2016 setiap
bulannya mengalami penurunan angka hipotermia
dikarenakan petugas melakukan deteksi dini untuk
mencegah terjadinya hipotermia dengan cara
mengukur suhu tubuh bayi setiap saat bayi akan
dipindahkan antar ruangan. Jika suhu tubuh bayi
saat akan dipindahkan mengalami hipotermia,
maka bayi akan dihangatkan terlebih dahulu di
inkubator hingga suhu tubuh bayi kembali normal.

12 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan

Penguatan Peran Bidan Dalam


Pemberdayaan Perempuan
Untuk Mendukung Program
Sustainable Development Goal’s

Fatiah Handayani
STIKes ‘Aisyiyah Bandung, Jl.KH.Ahmad Dahlan Dalam no.6 Bandung

Email: fatiah79@gmail.com
CP: 0813-2233-6923

Abstract

Maternal Mortality Rate is still becoming main problem in sustainable development goals which
targetting Maternal Mortality Rate 70/100.000 birth life in 2030. Beside that, highly unmet need also indicate
one of the problem women empowerless to family planning. Therefore, midwives should optimalizing her
role and contribute for solving problem.
This review article goal is to analyze: (midwife role); (2) women empowerment and its link to
sustainable development goals; (3) midwives role on women empowerment for supporting sustainable
development goals.
The method of this review article is using literature study from a lot of source including tect book,
journals and other reference.
Review article results show that midwives role are as a manager, care provider, educator and
researcher. In giving midwifery care, midwives should have a strengthening from the other. Midwives
optimalize her role so the women can empower her self for making decision about reproduction rights, its
done by midwives with good knowledge and skill about society around.
For better result, Sustainable development goals are becoming midwives task and cross-sector and
cross program. Strengthening midwives role should keep straight in her authority and based on knowledge
about community around.
Key words: Midwife Role, Women Empowerment, Sustainable Development Goals

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 13


Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan

Abstrak

Angka kematian Ibu masih menjadi masalah utama dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yang
menargetkan Angka Kematian Ibu sebanyak 70/100.000 KH pada tahun 2030. Selain itu, tingginya angka
unmet need mengindikasikan kurangnya pemberdayaan perempuan dalam masalah perencanaan keluarga.
Kondisi tersebut, menuntut bidan semakin mengoptimalkan perannya untuk ikut mengatasi masalah yang
terjadi.
Telaah artikel ini bertujuan untuk menganalisis : (1) peran bidan; (2) pemberdayaan perempuan dan
program pembangunan berkelanjutan/; serta (3) Peran Bidan dalam pemberdayaan perempuan dalam upaya
mendukung program pembangunan berkelanjutan.
Metode penulisan telaah artikel ini menggunakan studi literatur dari berbagai sumber penelusuran
meliputi text book, journal dan referensi lainnya.
Hasil telaah artikel menunjukkan peran bidan sebagai pengelola, pelaksana, pendidik dan peneliti
memberikan asuhan kebidanan kepada perempuan sebagai fokus utama asuhan harus mendapat penguatan
dari berbagai pihak. Bidan mengoptimalkan perannya agar perempuan dapat lebih berdaya/ mempunyai
kekuatan untuk mengambil keputusan untuk dirinya terutama terkait hak-hak reproduksi. Penguatan peran
bidan dilakukan melalui pengetahuan dan ketrampilan yang baik mengenai situasi masyarakat sekitar.
Pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan disamping tugas bidan juga merupakan tugas lintas
sektor dan lintas program. Untuk hasil yang optimal, maka penguatan peran bidan harus tetap berdasarkan
kewenangannya juga diiringi pengetahuan tentang masyarakat sekitar untuk hasil yang optimal.
Kata Kunci : Peran Bidan, Pemberdayaan Perempuan, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

Latar Belakang 2,6. Target 2.1 pada tahun 2014 yang dirumuskan
sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka
Kondisi sosial, budaya, agama, politik, Menengah Nasional (RPJMN) sulit tercapai.
ekonomi, pendidikan, gender dan lainnya Meningkatnya fertilitas mengindikasikan adanya
memberikan pengaruh terhadap pandangan kegagalan program KB juga, dari hasil survey
perempuan akan posisi dan perannya didalam terlihat angka kesertaan ber-KB (Contraception
keluarga dan masyarakat. Berbagai nilai yang Prevalence Rate) metode modern hanya meningkat
berlaku di masyarakat mulai mengalami pergeseran sedikit dari 57,4% menjadi 57,9%.(2)
atau perubahan. Pandangan terhadap laki-laki dan Kondisi diatas, menjadi agenda pembangunan
perempuan pun berbeda dari masa sebelumnya, yang harus diselesaikan dan masih menjadi
terutama di perkotaan. Oleh karena itu keinginan target pencapaian dalam Tujuan Pembangunan
untuk mempunyai anak, mengatur kehamilan Bekelanjutan (Sustainable Development Goals/
dan sebagainya sedikit banyak dipengaruhi oleh SDGs). Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai
berbagai tata nilai atau pandangan yang berlaku di upaya sistematis perlu dilakukan untuk mengatasi
masyarakat tersebut.(1) permasalahan. Program-program pemberdayaan
Hasil Survey Demografi Kesehatan perempuan pada derajat tertentu telah berhasil
Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan angka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para
kematian ibu meningkat pada tahun 2012 menjadi penentu kebijakan, pelaksana kebijakan serta
359/100.000 KH dibandingkan pada tahun 2007 masyarakat umumnya tentang kesetaraan.
yaitu 208/100.000 KH. Selain itu, terjadi juga Komitmen pemerintah terhadap upaya
peningkatan fertilitas di Indonesia, dari 2,41 menjadi pemberdayaan peremuan telah dimulai sejak tahun

14 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan

1978 yang dimulai dengan konsep Women In Development Goals (SDGs).


Development atau Perempuan dalam Pembangunan. 3. Menganalisis Peran Bidan dalam pemberdayaan
Pembangunan dengan pendekatan Women in perempuan dan keluarga untuk mendukung
Development belum mampu membawa kemajuan program SDGs
yang berarti bagi perempuan sehingga hasil yang
diperoleh belum optimal bagi pengembangan dan Metode
kemajuan pemberdayaan perempuan dalam segala
bidang. Penelitian ini merupakan penelitian studi
Disamping itu, beberapa data masih literasi yang bersumber dari teori maupun hasil
menunjukkan ketimpangan terkait kesetaraan penelitian sebelumnya yang didapat dari hasil
gender, diantaranya Indeks Pembangunan Gender penelusuran dari buku, ebook maupun ejournal.
(IPG) yang diukur dengan melihat kesenjangan
gender antara perempuan dan laki-laki di bidang Hasil dan Pembahasan
pendidikan, kesehatan dan ekonomi, menempatkan
negara Indonesia pada urutan ke-92 dunia dan Berdasarkan hasil penelusuran dari
tertinggal jauh dari beberapa negara ASEAN. beberapa literatur, maka dapat dijelaskan hasil dan
Demikian pula halnya IPG yang mengukur pembahasan berikut ini :
partisipasi perempuan dalam kegiatan politik dan
ekonomi termasuk dalam bidang pengambilan Peran Bidan
keputusan masih rendah dan menempatkan Asrinah, dkk menuliskan, bahwa peran
Indonesia dalam ranking 71 Dunia.(3) bidan dibagi menjadi empat yaitu (1) bidan sebagai
Kelemahan dalam pengambilan keputusan pelaksana, (2) bidan sebagai pengelola, (3) bidan
salah satunya tentang pemilihan dan penggunaan sebagai pendidik dan (4) bidan sebagai peneliti.(4).
kontrasepsi. Perempuan belum bisa mengatur Sumber lain mengatakan bahwa bidan mempunyai
atau mempunyai kekuatan untuk bernegosiasi peran sebagai fasilitator, motivator, educator dan
dengan pasangannya terkait perencanaan keluarga. advocator. Perbedaan peran ini tidak menjadi
(2).
Pemaparan data dan teori tersebut, menggugah perbedaan yang signifikan karena masing-masing
profesi bidan untuk ikut andil menyelesaikan saling melengkapi dan melekat pada bidan. (4)
permasalahan yang dihadapi. Bidan sebagai pengelola dan pelaksana
Berdasarkan pemaparan diatas, maka memberikan asuhan kebidanan pada perempuan
penulisan artikel telaah ini mencoba memaparkan sesuai dengan kewenangannya selama siklus
keterkaitan peran bidan dalam pemberdayaan reproduksi, dan bidan sebagai pendidik
perempuan dan keluarga sebagai bagian dari mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan
dukungan terhadap pencapaian SDGs terutama kesehatan kepada perempuan dan masyarakat agar
pada tujuan ke-5 yaitu “tercapainya kesetaraan pengetahuan, sikap dan perilaku yang tidak sehat
gender dan pemberdayaan perempuan dan anak bisa berubah. Selain itu juga bidan harus mampu
perempuan.” untuk memberikan bimbingan pada kader sebagai
mitra kerjanya.
Tujuan Bidan sebagai advocator adalah seseorang
yang mampu mempengaruhi dan memperbaiki
Tujuan penulisan telaah artikel ini adalah : sistem kesehatan dan kesejahteraan perempuan,
1. Menganalisis peran bidan pasangan dan keluarganya termasuk dalam
2. Menganalisis pemberdayaan perempuan dan bidang ekonomi sampai akhirnya bidan mampu
keluarga ditinjau dari program Sustainable berkontribusi pada tahap kebijakan dan strategi,

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 15


Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan

politik dan tingkat internasional. menjamin akses perempuan terhadap pemilihan


Dengan pemahaman pembelajaran seumur metode kontrasepsi dan kemampuannya untuk
hidup, bidan sebaiknya terus mengembangkan dan bernegosiasi dalam penggunaannya.(6)
memperbarui praktiknya, berpikir inovatif sebagai Hasil survey pada tahun 2014 terhadap
pemimpin dan berkontribusi pada pembuatan 46 negara, didapatkan bahwa kurang dari 50%
sistem dan pemberian pelayanan. Bidan merupakan perempuan yang baru menikah menggunakan
praktisi yang otonomi, dan dalam menjalankan kontrasepsi modern terdapat di 37 negara, kemudian
tugasnya maka pendidikan, ketrampilan dan dari 46 negara tersebut, didapatkan 21 negara yang
penelitian terintegrasi secara efektif. perempuannya tidak menggunakan kontrasepsi
sebanyak lebih dari 25%. Tingginya angka unmet
Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga pada need mengindikasikan bahwa para perempuan tidak
Pembangunan Berkelanjutan mempunyai kekuatan/berdaya untuk menggunakan
Konsep Pembangunan berkelanjutan kontrasepsi yang disebabkan oleh kurangnya akses
diidentikkan sebagai kerangka ideal dan menuju layanan kesehatan, atau tidak mampu
strategis pengelolaan lingkungan. Pembangunan untuk bernegosiasi dengan pasangannya terkait
berkelanjutan secara sederhana merupakan perencanaan keluarga. Peningkatan kemampuan
pendekatan pembangunan untuk mencapai taraf perempuan untuk memilih jumlah, waktu dan jarak
hidup yang lebih baik untuk masa kini dan masa kelahiran atau kemampuan untuk memutuskan
mendatang. Dalam pelaksanaannya, pembangunan tidak merawat anaknya sekalipun merupakan
berkelanjutan senantiasa berlandaskan pada tiga suatu hal yang mendasar pada perempuan untuk
pilar utama yaitu pilar ekonomi, pilar sosial dan dapat mengontrol kehidupannya terlepas dari
pilar lingkungan. Secara simultan, setiap kegiatan keadaannya, dan hal ini penting untuk pencapaian
pembangunan harus layak secara ekonomi, dapat pembangunan berkelanjutan tujuan ke-lima.(6)
diterima secara sosial serta tidak mengganggu atau Meskipun program KB bukanlah satu-
merusak lingkungan. satunya yang dapat berkontribusi terhadap
Konsep pembangunan berkelanjutan yang pemberdayaan, kesetaraan dan pendidikan, tetapi
telah disepakati oleh beberapa negara, dalam proses bukti menunjukkan bahwa program KB dapat
pencapaian tujuannya memerlukan aktifitas yang memberikan kontribusi penting mencapai tujuan
harus dilakukan baik individu maupun keseluruhan global.
mulai dari pemerintah, pihak swasta dan masyarakat
lainnya yag harus diberdayakan.(5) Kesetaraan dan Peran Bidan dalam Pemberdayaan Perempuan
pemberdayaan gender mengarah pada adanya dan Keluarga untuk Mendukung Pembangunan
akses yang sama terhadap sumber, pelayanan dan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals
kesempatan. Kesetaraan gender mengarah pada (SDGs).
kesetaraan yang menyenangkan terhadap Hak Bidan dengan peran dan kewenangan yang
Asasi Manusia, sarana prasarana, kesempatan dimiliki serta filosofi profesi yang dimilikinya
dan pelayanan antara laki-laki dan perempuan. memainkan peranan kritis untuk pencapaian tujuan.
Sementara itu, pemberdayaan mengarah pada Dalam ruang lingkup asuhan kebidanan, bidan
perluasan kapasitas seseorang untuk berbuat dan memberikan asuhan kebidanan kepada perempuan
bertindak atas dasar keputusannya sendiri, dalam sepanjang siklus kehidupan reproduksinya dan
hal ini mengarah pada hambatan yang dihadapi melibatkan perempuan itu sendiri serta keluarganya
perempuan untuk mengambil keputusan terkait sesuai kebutuhan.
kehidupannya sendiri. Kesetaraan gender dan Berdasarkan tujuan pembangunan
pemberdayaan perempuan sangat diperlukan untuk berkelanjutan yaitu tujuan ke-lima, terdapat 9

16 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan

indikator dan dari 9 indikator tersebut, maka point indikator tujuan global terutama tujuan kelima.
5.6 menjadi tugas yang dapat diperankan oleh Optimalisasi program Keluarga Berencana
bidan. Bidan harus senantiasa mengupayakan ternyata terkait dengan semua tujuan global,
akses terhadap kesehatan seksual dan hak serta mulai dari tujuan kesatu sampai tujuan ketujuh.
kesehatan reproduksi termasuk pelayanan Keluarga Penelitian yang dilakukan oleh Ellen Starbird, et al
Berencana untuk setiap perempuan. Indikator memaparkan dengan jelas bagaimana keterkaitan
yang ingin dicapai pada tujuan tersebut adalah : (1) program Keluarga Berencana dengan tujuan
Tingkat kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi global yang mengusung lima tema utama yaitu
dan belum terpenuhi; (2) Tingkat kesuburan; (3) kemanusiaan, planet atau lingkungan sebagai temat
Angka kelahiran remaja usia 15-19 tahun; (4) Angka tinggal, kesejahteraan, kedamaian dan jalinan mitra
pemakaian kontrasepsi; (5) Presentase kunjungan kerja. Pemaparan ini menekankan bahwa program
neonatal pertama; (6) Presentase kunjungan ibu KB sangat berhubungan dan berperan dalam
hamil yang keempat (K4); (7) Presentase kesertaan pemenuhan (1) Hak Asasi Manusia, kesetaraan
KB pria; (8) Presentase perempuan dan anak gender dan pemberdayaan; (2) kesehatan ibu, bayi
perempuan yang membuat keputusan tentang baru lahir, anak dan remaja; (3) perkembangan
kesehatan mereka sendiri seksual dan reproduksi ekonomi, politik dan lingkungan masa depan.(6)
serta hak reproduksi.(7) Melihat hasil pemaparan ini maka sekali
Sebagai pelaksana, dan pengelola bidan lagi bidan dituntut menjalankan perannya terutama
melaksanakan tugasnya sebagai pemberi asuhan dalam program Keluarga Berencana. Penguatan
terutama asuhan kehamilan, saat persalinan, masa bidan tentu saja berdampak pada pelaksanaan
nifas dan asuhan pada bayi baru lahir serta balita peran bidan yang harus dibantu oleh pihak lain
dan pemberian layanan keluarga Berencana. baik lintas program maupun lintas sektoral.
Dalam memberikan asuhannya, bidan senantiasa Kontribusi unik dari seorang bidan dibidang
melibatkan ibu dan keluarganya sebagai satu kesehatan masyarakat adalah bahwasanya bidan
kesatuan, agar terbentuk lingkungan keluarga yang bekerja dengan perempuan, suami dan keluarganya
sehat dan berdaya, menunjang pada kehidupan selama melewati masa kehamilan, persalinan dan
selanjutnya. masa nifas untuk memberikan asuhan yang aman
Bidan mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan holistik. Untuk mengoptimalkan pengaruhnya,
metode kontrasepsi sesuai dengan kewenangannya. maka bidan harus mempunyai pengetahuan tentang
Penekanan saat ini mengharapkan bidan mampu kondisi sosial dan kesehatan masyarakat sekitar
untuk mengajak calon peserta KB memilih metode dan kebutuhannya, mempunyai jejaring kerja yang
kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti IUD baik dengan sistem kesehatan dan sosial, pro aktif
dan Implant karena metode-metode ini efektif dalam mengidentifikasi risiko kesehatan, menyatu
mencegah kehamilan 99%. dengan perempuan, keluarga dan sistem pelayanan
Bidan sebagai peneliti menuntut kompetensi sebaik mungkin.
yang mumpuni untuk melakukan penelitian agar
hasilnya bisa dimanfaatkan sebagai landasan Kesimpulan
praktik berbasis bukti. Dalam kapasitas sebagai
peneliti, bidan mengupayakan dan membuat sebuah 1. Peran bidan dalam memberikan asuhan
peta jalan (road map) permasalahan kesehatan kebidanannya adalah sebagai pelaksana,
masyarakat khususnya isu kesehatan ibu dan anak pengelola, pendidik dan peneliti.
agar menjadi pijakan penelitian. Road Map yang 2. Upaya mencapai tujuan global ke-lima maka
dibuat harapannya akan berkontribusi terhadap perempuan harus mempunyai kapasitas dan
pemecahan masalah yang ada dalam indikator- kemampuan agar pemberdayaan perempuan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 17


Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan

dan anak perempuan serta kesetaraan gender dan Kependudukan. 2013;2(2):167-72.


tercapai. 2. Surjadi C, Santi BT, Indonesia. Tantangan
3. Penguatan peran bidan harus didukung dari Program Kependudukan dan Keluarga
berbagai pihak, lintas sektor dan lintas program Berencana di Indonesia. CDK216/vol41 no 5
dan peningkatan kapasitas bidannya sendiri 2014;41(5).
mulai dari pengetahuan yang baik sampai 3. Ani Purwanti PKRpdIdI. Pengaturan Kesehatan
kemampuan menjadi advocator. Reproduksi perempuan dan Implementasinya
di Indonesia. Palastren. 2013;6(1).
Kata Kunci 4. Asrinah, Putri SS, Sulistyorini D, M IS, Sari
DN. Konsep Kebidanan. 1, editor. Yogyakarta:
Peran bidan, pemberdayaan perempuan, Graha Ilmu; 2010.
tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable 5. Dewi YS. Peran Perempuan dalam
Development Goals/SDGs). Pembangunan Berkelanjutan 2011;XII(02).
6. Starbird E, Norton M, Marcusa R. Investing
Daftar Pustaka in Family Planning: Key to Achieving the
Sustainable Development Goals. Glob Health
1. Sulistyorini Y, Puspitasari N, Indriani D. Sci Pract Advance 2016.
Peningkatan Peran Wanita di Masyarakat 7. Vera. Indicators and Data Mapping to Measure
terhadap Hak Reproduksi pada Wanita Usia Sustainable Development Goals (SDGs)
Subur di Kota Surabaya. Jurnal Biometrika Targets. Jakarta: UNDP UNEP, 2015.

18 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

EVALUASI SISTEM PELAKSANAAN


MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT
DI PUSKESMAS KECAMATAN WILAYAH
PESISIR JAKARTA UTARA
TAHUN 2015

Herlina Mansur, MKM


Akademi Kebidanan Sismadi. Jl. Cumi no 37
Tanjung Priok Jakarta Utara

082114969398/herlinamansur@yahoo.co.id

ABSTRACT

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) in English named Integrated Management of


ChildhoodIllness (IMCI) is a management through an integrated approaches based on the treatment for
childhood illness who come to health service, either on some classifications of disease, nutritional status,
immunization status or handling of childhood illness and counseling who was given. Coverage of infants
and toddlers (0-5 years) who received IMCI services in 2014 at North Jakarta Public Health Center District
Coastal Region, at Penjaringan as much as 88% and Cilincing as much as 43% still haven’t reached the
target where all childhood illness get IMCI services. The method used is descriptive qualitative method.
Informant in this study is KIA’s Coordinating Midwife, IMCI’s Executive Officer, family health section
officer of North Jakarta Health Office and cadres. FGD were conducted in mother who carrying the sick
infants for medical treatment at the Public Health Center. The variable in this study is the input, process,
and output.
This study can be concluded that IMCI system conducted in North Jakarta Public Health Center
District Coastal Region including several district public health services that implement IMCI. Input factor
where IMCI’s implementation system including human resources, considers spite of a lack of Human
Resource because not all officers received training eventhough implementing IMCI still runs well even with
limited time, no special funds in execution of IMCI, facilities and infrastructures in the IMCI prepared by
the Department of Health District Public Health Center, as well as methods to implement IMCI following
the SOP although not all officers to use it in implementing the IMCI program at North Jakarta Public Health
Center District. Factors of processes in the implementation system of IMCI have planning, organizing,
actualization, evaluation and monitoring. Output factor consists of the satisfaction of parents in accepting
IMCI services provided by Public Health Center District and gained coverage in providing services IMCI.
Key Words : Evaluation of IMCI
Contact : 10 books, 5 journals, 5 internet articles

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 19


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

ABSTRAK

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated Management
of ChildhoodIllness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam
tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi
penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang
diberikan.Cakupan Bayi dan Balita (0-5 tahun) yang mendapatkan pelayanan MTBS pada tahun 2014 di
Puskesmas Kecamatan wilayah pesisir jakarta utara, Puskesmas kecamatan Penjaringan sebanyak 88%
dan Puskesmas kecamatan Cilincing sebanyak 43%masih ada yang belum mencapai target dimana semua
balita sakit mendapat pelayanan MTBS. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Informan dalam penelitian ini adalah Bidan Koordinator KIA, Petugas Pelaksana MTBS, petugas seksi
kesehatan keluarga Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan kader. FGD dilakukan pada ibu yang membawa
balita yang sakit untuk berobat di Puskesmas. Variabel dalam penelitian ini adalah input, proses dan
output.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem pelaksanaan MTBS yang dilakukan di Puskesmas
Kecamatan wilayah pesisir Jakarta utara termasuk puskesmas kecamatan yang melaksanakan MTBS. Dimana
faktor Input dalam sistem pelaksanaan MTBS termasuk sumber daya manusia, menganggap walaupun SDM
kurang karena belum semua petugas mendapatkan pelatihan MTBS tetapi dalam melaksanakan MTBS
tetap berjalan dengan baik walaupun dengan waktu yang terbatas, tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan
MTBS, sarana dan prasarana dalam pelaksanaan MTBS di siapkan oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Kecamatan, serta metode dalam melaksanakan MTBS mengikuti SOP walaupun tidak semua petugas
menggunakannya dalam melaksanakan program MTBS yang ada di puskesmas kecamatan jakarta utara.
Faktor proses dalam sistem pelaksanaan MTBS mempunyai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
dan evaluasi serta pengawasan. Faktor Output terdiri dari kepuasan orang tua dalam menerima pelayanan
MTBS yang diberikan oleh puskesmas kecamatan dan cakupan yang didapat puskesmas kecamatan dalam
memberikan pelayanan MTBS.
Kata Kunci: Evaluasi MTBS

Latar Belakang Priok sebanyak 82%, Puskesmas kecamatan


Penjaringan sebanyak 88%, Puskesmas kecamatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Koja sebanyak 85%, Puskesmas kecamatan Kelapa
merupakan suatu manajemen yang dilakukan Gading sebanyak 97% dan Puskesmas kecamatan
melalui pendekatan terintegrasi atau terpadu dalam Cilincing sebanyak 43%. 2
tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan Namun dalam pelaksanaan MTBS yang
kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi standar masih mengalami kendala dilapangan,
penyakit, status gizi, status imunisasi maupun salah satu faktor penyebab yaitu masih kurangnya
penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tenaga
diberikan.1 Wilayah Jakarta Utara terbagi menjadi di Puskesmas dalam menangani bayi atau anak
6 Kecamatan yaitu Kecamatan Penjaringan, balita yang sakit secara optimal. MTBS memerlukan
Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading waktu dalam memberikan pelayanan yang lengkap
dan Cilincing. Cakupan Bayi dan Balita (0-5 tahun) dan berkesinambungan, juga membuat pencatatan
yang mendapatkan pelayanan MTBS pada tahun serta pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan
2014 pada Puskesmas kecamatan pademangan Kota/Kabupaten.
sebanyak 61%, Puskesmas kecamatan Tanjung Hal ini dapat terlihat dari aspek input,

20 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

proses, output, aspek input menunjukkan hasil serta masi ada petugas pelaksana MTBS yang
yang belum baik, aspek proses belum sesuai belum mengikuti pelatihan.Hal ini sesuai dengan
dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan jawaban yang disampaikan oleh salah satu petugas
oleh Kemenkes RI, aspek output belum memenuhi MTBS sebagai berikut:
kriteria menggunakan MTBS pada minimal 60%
dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas.3 “.... Mengingat jumlah pasien yang banyak
dan dalam memberikan pelayanan MTBS
Tujuan itu dibutuhkan waktu sekitar 10 menit jadi
kalau hanya berdua saja saya rasa kurang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan Kalau untuk tenaga kesehatan yang
bagaimana Evaluasi Sistem Pelaksanaan mendapatkan pelatihan MTBS setahu
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di saya kalo dipuskesmas kecamatan ini
puskesmas kecamatan daerah pesisir Wilayah belum ada yang mendapatkan pelatihan
Jakarta Utara. MTBS hanya sosialisasi saja dari teman
yang sudah mengikuti pelatihan....”
Metode
Hal ini sesuai dengan pernyataan Departemen
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Kesehatan Republik Indonesia4 yang menyatakan
kualitatif deskriptif, metode yang digunakan adalah bahwa kemampuan dan keterampilan tenaga
purposive sampling. Sebagai informan adalah pemeriksa antara lain ditentukan oleh pelatihan.
petugas MTBS di puskesmas kecamatan wilayah Terkait dengan dana diketahui bahwa
pesisir sedangkan metode triangulasi adalah orang dana yang mendukung Pelaksanaan MTBS di
tua atau wali yang datang ke puskesmas kecamatan Puskesmas tidak ada secara khusus dari Dinas
wilayah pesisir berjumlah 12 orang. Variabel dalam Kesehatan jakarta utara. Pihak dinas kesehatan
penelitian ini adalah faktor input, proses dan output. sendiri berharap puskesmas masing-masing yang
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menyediakan dana untuk pelaksanaannya. Secara
mendalam (indepth interview) dan telaah dokumen. umum, karena MTBS merupakan perpaduan dari
berbagai program di puskesmas sehingga dananya
Hasil Penelitian berasal dari program yang bersangkutan yang
berasal dari BLUD Puskesmas.Menurut A. A. Gde
Komponen Input Muninjaya5, bahwa dana operasional diarahkan
Penelitian yang dilakukan dalam program untuk menunjang pelaksanaan kegiatan program
MTBS meliputi faktor input yang terdiri dari oleh masing-masing staf pelaksana program.
SDM, Dana, Sarana Prasarana dan metoda untuk Alokasinya digunakan untuk biaya kunjungan
mengetahui sejauh mana pelaksanaan program pembinaan ke lapangan, pemeliharaan, dan
MTBS yang telah dilaksanakan. Sumber daya pembelian alat penunjang kegiatan rutin program
manusia sangat penting dalam kegiatan pelaksanaan dan sebagainya
manajemen terpadu balita sakit semua informan Ketersediaan sarana dan prasarana dalam
dan informan triangulasi memberikan jawaban melaksanakan pelayanan MTBS di puskesmas
yang sama bahwa jumlah petugas puskesmas yang kecamatan diketahui bahwa segala sarana dan
menjalankan MTBS berjumlah 2 orang yang terdiri prasarana disediakan oleh dinas kesehatan dan
dari dokter umum dan perawat. Hal ini masih puskesmas karena sumberdaya atau sarana untuk
dikatakan kurang dikarenakan jumlah pasien yang kegiatan MTBS bukan merupakan barang atau
banyak dan petugas kesehatannya hanya 2 orang alat bantu sudah tercakup dalam sarana essensial

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 21


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

Puskesmas, kecuali untuk formulir tatalaksana


MTBS dan Kartu Nasehat Ibu (KNI) yang “Kalau perencanaan untuk penambahan
memerlukan penggandaan secara khusus oleh tenaga MTBS sepertinya sampai saat
puskesmas.Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini kami berencana permintaan untuk
Djoko Mardijanto dan Mubasysyir Hasan basri6, menambah tenaga dan untuk perencanaan
yang hasil penelitiannya menyebutkan bahwa obat dan alat tiap tahun kita merencanakan
Sarana penunjang cukup tersedia sehingga barang dan obat apa saja yang dibutuhkan
penatalaksanaan balita sakit dengan MTBS dan berapa jumlah yang dibutuhkan dalam
dapat berjalan baik. Sarana tersebut meliputi satu tahun kedepannya...”
tenaga paramedis dan medis terlatih MTBS yang
mengerjakan tatalaksana MTBS, alat bantu hitung Perencanaan SDM kesehatan ditujukan
napas, barang cetakan yang antara lain meliputi pada perhitungan kebutuhan SDM kesehatan
formulir MTBS dan Kartu Nasehat Ibu serta obat- untuk memenuhi kebutuhan pada sarana
obatan. pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah
Metode dalam MTBS bertujuan sebagai sakit, poliklinik, dan lain-lainnya. Hal ini sejalan
pedoman atau acuan petugas dalam melaksanakan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih8
praktik MTBS. Merupakan cara-cara yang yang mengatakan bahwa analisis beban kerja
dijalankan puskesmas untuk mencapai tujuan dilaksanakan untuk mengukur dan menghitung
organisasi atau misi puskesmas, merujuk beban kerja setiap jabatan atau unit kerja dalam
pada metode atau prosedur sebagai panduan rangka efisien dan efektivitas pelaksanaan tugas
pelaksanaan kegiatan suatu perusahaan atau dan meningkatkan kapasitas organisasi yang
organisasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian profesional, transparant, proporsional dan rasional.
Diah Puspitarini dan Lucia Yovita Hendrati7, Sedangkan Untuk proses perencanaan
yang hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kebutuhan obat puskesmas menggunakan data
semua mempunyai petunjuk teknis (Juknis) pemakaian obat yang dikeluarkan berdasarkan
pelaksanaan MTBS yaitu pada modul 7 pelatihan penulisan resep dokter dan berdasarkan pemakaian
MTBS. Pelaksanaan MTBS selama ada pegangan obat di puskesmas tahun sebelumnya.
maka langkah-langkah dalam MTBS tidak akan Pengorganisasian tingkat puskesmas sebagai
terlewatkan. proses penetapan pekerjaan-pekerjaan pokok untuk
dikerjakan, pemgelompokkan pekerjaan, pendistribusian
Komponen Proses otoritas atau wewenang dan pengintegrasian semua
Perencanaan adalah sebuah proses yang tugas-tugas dan sumber daya untuk mencapai tujuan
dimulai dengan merumuskan tujuan, menyusun puskesmas yang efektif dan efisien.
dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk Berdasarkan hasil penelitian kepada sumber
mencapainya. Berdasarkan wawancara mendalam informan dengan wawancara mendalam kepada
dengan informan selain perencanaan kebutuhan informan semua mengatakan bahwa mekanisme
tenaga didalam proses pelaksanaan MTBS pelimpahan tugas dan wewenang dilakukan secara
dibutuhkan juga perencanaan kebutuhan obat dan intern atau langsung menginformasikan langsung
alat dimana puskesmas kecamatan jakarta utara keteman yang biasa menangani MTBS. Menurut
dalam melakukan perencanaan untuk kebutuhan M. Fais Sastrianegara9 tugas-tugas staf dan
obat dan alat adalah dengan melihat kebutuhan mekanisme pelimpahan wewenang dalam sebuah
dan pemakaian obat dan alat tahun sebelumnya organisasi pelayanan kesehatan seperti puskesmas
kemudian menganggarkannya. Berikut adalah yang mempunyai jumlah tenaga terbatas, ruang
penjelasan dari informan: lingkup kerja dan kegiatannya yang cukup luas,

22 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

maka prinsip kerjasama staf yang bersifat integratif balita sakit harus dilakukan pendekatan MTBS. Hal
perlu diterapkan. Pendelegasian wewenang juga ini berdasarkan penjelasan dari informan:
sangat penting dilakukan secara kontinu untuk
menyeimbangkan wewenang dan tanggung jawab “untuk perencanaan SDM, termasuk
dalam pembagian tugas staf. obat, alat maupun formulir atau sarana
Penggerakkan Merupakan upaya untuk dan prasarana yang kita butuhkan untuk
menggerakkan bawahan atau orang-orang untuk pelayanan MTBS selalu kami anggarkan...”
mau bekerja dengan sendiri atau penuh kesadaran
sendiri baik dilaksanakan bersama-sama maupun Menurut Depkes,10 manajemen Terpadu
sendiri untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Balita Sakit adalah manajemen untuk menangani
mengenai pengorganisasian untuk kepemimpinan balita sakit yang bersifat terpadu yang datang ke
kepala puskesmas dalam melaksanakan pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan. Terpadu berarti
MTBS di puskesmas kecamatan diketahui bahwa mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan
kedua puskesmas sama-sama mengatakan bahwa MTBS untuk beberapa penyakit yang menyebabkan
dalam kepemimpinan kepala puskesmas dalam kematian bayi dan balita seperti pneumonia, diare,
pelaksanaan MTBS mempunyai strategi dengan malaria, campak, gizi buruk dan masalah lainnya
motivasi staff, kesempatan untuk mengikuti ke dalam satu episode pemeriksaan.
kegiatan dan memberikan perhatian dan semangat
dalam pekerjaan dan bersikap ramah. “Kalau untuk cakupan MTBS saya tidak
Evaluasi yang dilakukan Kepala puskesmas mengetahui apakah cakupannya sudah
memegang peranan yang sangat penting dalam sesuai target atau belum hanya puskesmas
rangka evaluasi pelaksanaan tatalaksana pemeriksaan kami kalau ada balita sakit yang datang
terhadap balita sakit dengan menggunakan pendekatan kami layani dengan pendekataan MTBS...”
MTBS, oleh karena kepala puskesmaslah yang
berhubungan langsung dengan petugas pelaksana. Berdasarkan hasil FGD dengan ibu dari
Evaluasi ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan balita yang membawa anaknya untuk berobat ke
MTBS telah berjalan bergantung pada petugas Puskesmas tentang prosedur layanan yang diberikan
yang sudah pernah dilatih. Kinerja petugas dalam oleh petugas puskesmas kecamatan mengatakan
pemeriksaan proses MTBS meliputi kelengkapan bahwa masih ada beberapa pelayanan yang perlu
pengisian formulir tatalaksana MTBS dan pembuatan diperhatikan atau dibenahi sedangkan untuk prosedur
klasifikasi keluhan pada balita yang sakit. layanan dalam poliklinik MTBS petugas baru
menerapkan langkah: penilaian, klasifikasi penyakit
Komponen Output dan tindakan/pengobatan sedangkan nasehat bagi
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu dan tindak lanjut tidak semua pasien diberikan.
beberapa informan mengatakan bahwa cakupan Berikut ini penjelasan dari informan:
MTBS tidak ada target hanya diharapkan agar
balita sakit yang datang kepuskesmas yang telah
“Kalau untuk saya tadi dari pendaftaran
melaksanakan MTBS diharapkan memberikan
sampai dapat obat, yang lama itu ditempat
pelayanan MTBS. Dapat diketahui bahwa
menunggu obat karena antriannya panjang
Puskesmas kecamatan wilayah jakarta utara sudah
tapi kalau di ruang periksa juga gak terlalu
menerapkan pendekatan menggunakan MTBS
lama banget sama saya juga ditanya sama
kepada balita sakit yang datang ke puskesmas
dokternya anak nya sakit apa abis itu
tersebut, ini berarti dapat dikatakan bahwa target
diperiksa terus di kasih resep obat...”
pencapaian MTBS adalah 100% yang artinya setiap

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 23


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI,11 MTBS menggunakan SOP melaluibagan MTBS.
yang mengatakan bahwa untuk indikator kepuasan Perencanaan SDM kesehatan ditujukan
ibu balita atau pendampingnya, meliputi indikator pada perhitungan kebutuhan SDM kesehatan
gizi terkait pemberian ASI eksklusif, pemberian untuk memenuhi kebutuhan pada sarana pelayanan
makanan tambahan, aspek pemberian imunisasi sedangkan untuk perencanaan kebutuhan obat
campak. Sementara untuk perawatan di rumah dan alat disesuaikan dengan pedoman pengobatan
pada anak yang sakit mendapatkan cairan yang rasional, penyesuaian dana dengan kebutuhan, status
lebih banyak dan melanjutkan pemberian makanan. kunjungan dan status penyakit. Pengorganisasian
Juga memastikan bahwa pembawa balita sakit dalam tugas dan wewenang dalam melaksanakan
harus mengetahui, minimal dua tanda kapan harus pelayanan MTBS di puskesmas dilakukan
kembali segera membawa anaknya ke pelayanan secara intern atau langsung menginformasikan
kesehatan. langsung ke teman yang biasa menangani
MTBS.kepemimpinan kepala puskesmas dalam
Kesimpulan pelaksanaan MTBS mempunyai strategi dengan
motivasi staff, kesempatan untuk mengikuti
Pengembangan terhadap kualifikasi SDM kegiatan dan memberikan perhatian dan semangat
yang berkaitan dengan kualifikasi pelaksanaan dalam pekerjaan dan bersikap ramah.Melalui
sistem manajemen terpadu balita sakit belum supervisi dapat diketahui bagaimana petugas
dilaksanakan secara maksimal hal ini terlihat yang sudah dilatih dan yang telah mendapatkan
dari belum semua petugas pemberi pelayanan sosialisasi pelatihan MTBS tersebut menerapkan
MTBS yang mendapatkan pelatihan MTBS, untuk semua pengetahuan dan keterampilannya dalam
pembiayaan pelaksanaan MTBS tidak ada anggaran memberikan pelayanan MTBS di puskesmas
khusus untuk MTBSnamun untuk pembiayaan kecamatan
yang berhubungan dengan pelaksanaan dengan dalam memberikan pelayanan kepada balita
MTBS puskesmas kecamatan memiliki mekanisme sakit yang datang ke puskesmas semua balita sakit
tersendiri untuk mengatur bagaimana caranya agar mendapatkan pelayanan dengan MTBS sesuai
pelaksanaan MTBS dapat berjalan dengan baik. dengan bagan MTBS yaitu dimulai dari penilaian
Untuk sarana dan prasarana dalam pelaksanaan berupa pemeriksaan gejala dan tanda-tanda
MTBS yang berjalan dipuskesmas Kecamatan yang muncul, pembuatan klasifikasi, pemberian
disediakan oleh BLUD Puskesmas.metode yang tindakan dan kemudian diakhiri dengan melakukan
digunakanolehpetugas MTBS untukmelaksanakan konseling.

24 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit

Daftar Pustaka 7. Diah dkk.. 2013. Evaluasi Pelaksanaan


MTBS pneumonia di puskesmasdi kabupaten
1. Departemen Kesehatan RI. 2008. Modul MTBS lumajang. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1,
revisi tahun 2008 No. 2 September 2013: 291–301
2. Profil Kesehatan Sudinkes Jakarta Utara 2014 8. Ningsih D.W.2012. Perencanaan Kebutuhan
3. Husni, dkk. 2012. Gambaran Pelaksanaan Petugas Rekam Medis Berdasarkan Uraian
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Umur Pekerjaan Sebagai Dasar Pengambilan
2 Bulan- 5 Tahun Puskesmas Di Kota Makassar Keputusan di Rumah sakit Grhasia Yogyakarta
Tahun 2012. Unhas Jurnal e-Repository. tahun 2012. Tugas akhir. D3 Rekam Medis
4. Departemen kesehatan RI. 2002, Pedoman Sekolah Vokasi UGM.
Perencanaan Penerapan MTBS, Jakarta 9. Satrianegara, M,F. 2014. Organisasi dan
5. A. A. Gde Muninjaya. 2004. Manajemen Manajemen pelayanan Kesehatan. Jakarta:
Kesehatan Edisi 1, Jakarta: Buku Kedokteran Salemba Medika
EGC. 10. Depkes RI. 2000. Pedoman Manajemen
6. Djoko Mardijanto dan Mubasysyir Hasanbasri, Terpadu Balita Sakit.
2005, Evaluasi Manajemen Terpadu Balita 11. Depkes RI. 2000. Pedoman Manajemen
Sakit Di Kabupten Pekalongan, JMPK Vol. 08/ Terpadu Balita Sakit
No.01/Maret/2005.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 25


Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi

PERBEDAAN PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR BAYI 0 – 6 BULAN
YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN
NON ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN
MULYOREJO WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MULYOREJO SURABAYA

Riana Trinovita Sari1, Juniastuti2,


Dominicus Husada3, Sri Utami4

085735162526 / rianats@gmail.com

ABSTRAK

ASI eksklusif adalah pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan pertama tanpa pemberian
makanan atau minuman lain kepada bayi. Kandungan ASI diantaranya AA dan DHA berguna dalam
mempercepat myelinisasi. ASI mempunyai efek yang menguntungkan terhadap perkembangan motorik
kasar. Berkembangnya produk susu formula telah merubah pola pemberian susu. Cakupan pemberian
ASI eksklusif wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya yaitu 63,78% (2011), masih dibawah target
pemerintah (80%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perkembangan motorik kasar
bayi umur 0 – 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non ASI eksklusif.
Penelitian menggunakan metode analitik cross sectional. Populasinya adalah seluruh bayi usia 0 – 6
bulan di Kelurahan Mulyorejo yang datang Posyandu bulan Juni-Juli 2013. Pengambilan sampel dengan
teknik consecutive sampling. Besar sampel 46 responden. Variabel bebasnya pemberian ASI eksklusif dan
non ASI eksklusif. Variabel terikatnya perkembangan motorik kasar bayi. Instrument menggunakan lembar
wawancara dan Denver II. Sumber data dari wawancara dan pemeriksaan. Analisis data menggunakan
uji Fisher.
Hasil penelitian dari 46 responden, lebih dari separuh bayi (65,2%) diberi non ASI eksklusif,
perkembangan motorik kasarnya sebagian besar normal (78,3%). Hasil uji Fisher p = 0,130. Sehingga p
> α, berati tidak ada perbedaan pemberian ASI dengan perkembangan motorik kasar bayi.
Kesimpulan penelitian ini, sebagian besar responden memiliki perkembangan motorik kasar normal,
kebanyakan diberi ASI non eksklusif dan tidak ada perbedaan perkembangan motorik kasar bayi usia 0 –
6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non ASI eksklusif. Namun pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama penting diutamakan karena keunggulan yang dimiliki.
Kata kunci : pemberian ASI, motorik kasar
Pustaka : 19 buku, 7 jurnal ilmiah dan 4 artikel internet

26 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi

Latar Belakang 0 – 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dengan non


ASI eksklusif di Kelurahan Mulyorejo wilayah
ASI eksklusif (menurut WHO) adalah kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya.
pemberian ASI saja tanpa cairan lain atau makanan
padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat Metode
dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan.1
ASI mempunyai efek yang menguntungkan Penelitian ini merupakan jenis penelitian
terhadap perkembangan motorik kasar pada masa analitik dengan pendekatan cross sectional.
bayi.2 Berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi
Jawa Timur didapatkan cakupan pemberian ASI usia 0 – 6 bulan di Kelurahan Mulyorejo yang
Eksklusif di tingkat provinsi pada tahun 2010 datang Posyandu bulan Juni-Juli 2013. Besar
31,21% naik menjadi 61,52% pada tahun 2011.3 sampel sebanyak 46 yang sesuai dengan kriteria
Cakupan ASI eksklusif di Kota Surabaya didapatkan sampel, diambil secara consecutive sampling.
61,39% pada tahun 2010 turun menjadi 54,29% di Variabel independent dalam penelitian ini
tahun 2011. Data cakupan ASI eksklusif di wilayah yaitu pemberian ASI eksklusif dan non ASI eksklusif.
kerja Puskesmas Mulyorejo pada tahun 2011 yaitu Pemberian non ASI eksklusif dibagi menjadi ASI
63,78%. Hal ini masih jauh dari target indikator + PASI dan PASI saja. Variabel dependent adalah
yang ditetapkan pemerintah yaitu 80%.4 perkembangan motorik kasar bayi. Penelitian ini
Perkembangan dipengaruhi oleh banyak dilakukan pada bulan Juni – Juli 2013.
faktor. Salah satu faktor yang penting dalam Data diperoleh dari wawancara untuk
menunjang keberlangsungan proses pertumbuhan dan mengetahui karakteristik responden, kesehatan
perkembangan adalah nutrisi.5 Pada 6 bulan pertama anak, dan pemberian ASI serta pemeriksaan
bayi paling tepat mengkonsumsi ASI saja atau untuk mengetahui perkembangan motorik kasar
disebut ASI eksklusif.6 Berkembangnya bermacam- bayi. Instrument yang digunakan adalah lembar
macam produk susu formula yang menyajikan wawancara dan Denver II.
banyak kandungan nutrisi telah banyak merubah pola Data yang telah dikumpulkan diolah dan
pemberian susu pada anak.7 Pada pemberian susu dianalisis. Analisis univariat dilakukan untuk
formula, kandungan gizinya tidak sempurna.6 melihat distribusi frekuensi setiap variabel. Analisis
Kandungan ASI diantaranya DHA dan AA bivariat dilakukan terhadap dua variabel yaitu
berguna dalam prosespembentukan selaput khusus pemberian ASI eksklusif dan non ASI eksklusif
dalam saraf otak yang dapat mempercepat alur kerja dengan perkembangan motorik kasar bayi. Uji
saraf (myelinisasi). Jika pembentukan ini sukses, saraf statistik yang digunakan adalah uji Fisher.
bayi dapat bekerja dengan lancar dan baik sehingga
sinyal tubuh yang dikendalikan otak akan bekerja Hasil
secara baik.6 Kandungan AA dan DHA pada susu Karakteristik responden
formulaberbeda dengan yang ada di ASI.6 Meskipun
produsen susu formula mencoba menambahkan DHA, Tabel 1. Karakteristik ibu berdasarkan status
namun hasilnya tetap tidak bisa menyamai kandungan pekerjaan di Kelurahan Mulyorejo Surabaya
gizi yang terdapat dalam ASI.8 AA dan DHA pada ASI
jauh lebih mudah diserap usus bayi.9 Status pekerjaan Frekuensi Presentase
Tidak bekerja 37 84,1%
Tujuan
Bekerja 7 15,9%
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan perkembangan motorik kasar bayi umur Total 44 100%

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 27


Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa Tabel 4. Karakteristik bayi berdasarkan


sebagian besar 37 (84,1%) adalah ibu yang tidak perkembangan motorik kasar di Kelurahan
bekerja atau ibu rumah tangga. Jumlah ibu tidak Mulyorejo Surabaya
sama dengan jumlah bayi karena ada 1 ibu yang
mempunyai 3 anak kembar. Perkembangan motorik kasar Frekuensi Presentase

Tabel 2. Karakteristik bayi berdasarkan Normal 36 78,3%


pemberian ASI di Kelurahan Mulyorejo Surabaya Dicurigai ada keterlambatan 10 21,7%

Status pekerjaan Frekuensi Presentase Total 46 100%

ASI eksklusif 16 34,8% Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa


sebagian besar 36 (78,3%) perkembangan motorik
Non ASI eksklusif
kasar bayi adalah normal.
1.ASI + PASI 20 43,5%
Tabel 5. Distribusi frekuensi pemberian ASI
2.PASI 10 21,7%
dengan perkembangan motorik kasar
Total 46 100%
Perkembangan motorik kasar
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa Normal Dicurigai ada p
lebih dari separuh bayi diberi non ASI eksklusif. Pemberian ASI keterlambatan
Non ASI eksklusif terdiri dari pemberian ASI + n % n %
PASI dan PASI saja.. Dalam hal ini, jenis PASI
berupa susu formula ataupun bubur. Ada 1 bayi ASI eksklusif 15 12,5 1 3,5 0,130
yang diberikan ASI + PASI dan jenis PASI Non ASI eksklusif 21 23,5 9 6,5
yang diberikan adalah susu formula dan bubur.
Sedangkan bayi yang diberikan PASI saja, Total 36 36,0 10 10,0
jenisnya adalah susu formula.
Uji Fisher
Tabel 3. Karakteristik jumlah pemberian ASI Tabel 5 menunjukkan analisis perbedaan
+ PASI pada non ASI eksklusif di Kelurahan pemberian ASI dengan perkembangan motorik
Mulyorejo Surabaya kasar dan diperoleh nilai p = 0,130. Sehingga p >α,
maka H0 gagal ditolak, berarti tidak ada perbedaan
Pemberian ASI + PASI Frekuensi Presentase yang signifikan antara pemberian ASI dengan
perkembangan motorik kasar bayi.
ASI > PASI 15 75% Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ASI = PASI 1 5% tidak ada perbedaan perkembangan motorik kasar
PASI > ASI 4 20% bayi usia 0 – 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan
non ASI eksklusif. Tidak adanya perbedaan dalam
Total 20 100% penelitian ini, kemungkinan disebabkan karena
pada jumlah bayi yang diberi ASI + PASI lebih dari
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat pada separuh diberikan ASI yang lebih banyak daripada
pemberian ASI + PASI lebih dari separuh 15 (75%) PASI yaitu sebanyak 15 bayi (75%) (tabel 5.5).
bayi diberi ASI > PASI. Pemberian ASI dilakukan sesering mungkin tanpa

28 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi

batas waktu biasanya dalam sehari diberikan antara proses pembelajaran dan pencapaian secara
5 – 7 kali dengan total jumlah ASI perhari 720 – 960 optimal. Stimulasi adalah perangsangan dan latihan
ml, sedangkan jumlah ASI yang diberikan untuk terhadap kepandaian anak yang datangnya dari
setiap kali bayi disusui berjumlah 100 – 200 ml.10 lingkungan diluar anak.12 Stimulasi dapat berupa
ASI mengandung banyak zat gizi. Keseimbangan latihan atau bermain.5 Stimulasi perkembangan
zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat anak ini bertujuan untuk membantu anak agar
terbaik dan air susu memiliki bentuk paling baik mencapai tingkat perkembangan yang baik dan
bagi tubuh bayi yang masih muda. ASI sangat lebih optimal. Stimulasi terbaik diberikan saat
kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat kondisi fisik maupun mental anak telah siap
pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem menerima stimulasi sesuai dengan umur dan
saraf.11 Kandungan ASI diantaranya karbohidrat, tahapan perkembangannya. Stimulasi dilakukan
taurin, DHA dan AA. AA dan DHA adalah asam secara bertahap dan berkelanjutan dimulai dari
lemak tak jenuh berantai panjang yang diperlukan kemampuan perkembangan yang telah dimiliki
untuk pembentukan sel-sel otak secara optimal dan oleh anak kemudian dilanjutkan pada kemampuan
berguna dalam proses myelinisasi.6 perkembangan yang seharusnya dicapai pada usia
Hasil uji statsistik pada penelitian ini sama tersebut.6
dengan penelitian Pratama dan Noor tentang Kebutuhan bayi akan rangsangan memacu
kemampuan lokomotorik anak batita yang semua kerja sistem sensorik dan motoriknya.
mengkonsumsi ASI dan yang mengkonsumsi susu Bila stimulasi dalam interaksi sehari-hari kurang
formula dengan menggunakan instrumen Denver II, bervariasi, perkembangan kecerdasannya juga
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna.7 akan kurang bervariasi.13 Aktivitas sensori motor
Nilai signifikansi uji beda Kruskal wallis terhadap merupakan bagian yang berkembang paling
3 kelompok diperoleh sebesar 0,078. Nilai ini dominan pada masa bayi. Perkembangan sensori
lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan motor ini didukung oleh stimulasi visual, stimulasi
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan), dan
3 kelompok uji berdasarkan pola pemberian susu stimulasi kinetik. Stimulus sensorik yang diberikan
terhadap perkembangan motorik. Beberapa faktor oleh lingkungan anak akan direspons dengan
lain disamping pola pemberian susu seperti tingkat memperlihatkan aktivitas-aktivitas motoriknya.6
pendidikan orang tua, cara penyajian susu, cara Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin
mengasuh anak (hubungan orang tua dengan anak) sedini mungkin dan terus menerus pada setiap
dan ekonomi akan memberi pengaruh yang besar kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak
pada perkembangan anak, terutama dalam hal ini dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengganti orang
adalah perkembangan motorik. tua/pengasuh anak, anggota keluarga lain atau
Selain nutrisi, hal-hal yang mempengaruhi kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga
perkembangan motorik kasar bayi adalah faktor masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.14
sosial ekonomi, posisi anak dalam keluarga, dan Kurangnya rangsangan lingkungan pada anak telah
stimulasi. Dilihat dari tabel 5.1 tentang status diketahui dapat menyebabkan keterlambatan dan
pekerjaan ibu, diketahui bahwa sebagian besar gangguan perkembangan pada anak. Oleh karena
adalah ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah itu, anak perlu mendapatkan rangsangan sejak awal
tangga yaitu sebanyak 37 ibu (84,1%). Menurut untuk perkembangannya.6
peneliti, ibu rumah tangga mempunyai banyak Penelitian ini memiliki keterbatasan. Peneliti
waktu untuk berinteraksi dengan bayi. Interaksi hanya menyoroti pemberian nutrisi saja. Banyak
yang dilakukan sekaligus sebagai stimulus yang faktor seperti stimulasi, sosial ekonomi, dan posisi
diterima bayi. Stimulasi sangat membantu dalam anak dalam keluarga yang tidak dilakukan penelitian

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 29


Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi

yang mungkin saja menimbulkan bias. Instrumen Jawa Timur. 2012.Diakses 11 Maret 2013.http://
penelitian yang digunakan yaitu Denver II tidak dinkes.jatimprov.go.id/userimage/WBW%20
hanya menguji perkembangan motorik kasar, tetapi 2012%20dan%20Realisasi%20di%20Dinas%20
juga menguji 3 aspek perkembangan lain yaitu Kesehatan%20Provinsi%20Jawa%20Timur.pdf.
perkembangan motorik halus, bahasa, dan personal 4. Depkes. Kinerja kegiatan pembinaan gizi tahun
sosial sehingga mungkin analisa lebih akurat jika 2011.2012. Diakses 11 Maret 2013.http://gizi.
menguji 4 aspek perkembangan tersebut. depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/08/Buku-
Laptah-2011.pdf.
Kesimpulan 5. Hidayat AA. Pengantar ilmu kesehatan anak
untuk pendidikan kebidanan. 1st. ed. Jakarta:
Sebagian besar bayi usia 0 – 6 bulan memiliki Salemba Medika; 2009.Halaman 33.
perkembangan motorik kasar normal. Lebih dari 6. Riksani R. Keajaiban ASI. 1st. ed. Jakarta: Dunia
separuh bayi usia 0 – 6 bulan diberi non ASI eksklusif Sehat; 2012. Halaman 12, 22, 24, 112.
(ASI + PASI dan PASI). Tidak ada perbedaan 7. Pratama AA, Noor Z. Perbedaan kemampuan
signifikan antara perkembangan motorik kasar bayi lokomotorik anak batita yang mengkonsumsi
usia 0 – 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non ASI dan yang mengkonsumsi susu formula.
ASI eksklusif. Bagaimanapun ASI mempunyai Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.2007:
kelebihan dibanding susu formula maupun PASI 1-2.
lain. Kegiatan edukasi, sosialisasi, dan kampanye 8. Khamzah SN. Segudang keajaiban ASI yang
pemberian ASI eksklusif perlu dioptimalkan harus anda ketahui. 1st. ed. Jogjakarta:
terkait masih kurangnya pemahaman masyarakat FlashBooks; 2012.Halaman 19.
tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI 9. Yuliarti N. Keajaiban ASI makanan terbaik
eksklusif kepada bayi usia 0 – 6 bulan dilihat dari untuk kesehatan, kecerdasan dan kelincahan.
sedikitnya jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif. Yogyakarta: ANDI; 2010. Halaman 17-8.
Penggunaan susu formula perlu dipertimbangkan 10. Sulistyoningsih H. Gizi untuk kesehatan ibu dan
karena di sisi lain bisa menimbulkan diare dan dapat anak. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. Halaman
menimbulkan alergi.Penelitian ini hanya meneliti 165.
tentang pemberian ASI sehingga belum menjelaskan 11. PPPAKB Grobogan. Peranan ASI eksklusif bagi
secara lebih mendalam mengenai faktor lain yang ibu dan anak. 2011. Diakses 17 April 2013. http://
mempengaruhi perkembangan motorik kasar bayi. pppakb.grobogan.go.id/berita/61-peranan-asi-
Maka masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut. eksklusif-bagi-ibu-dan-anak.html.
12. NursalamRS, Utami S. Asuhan keperawatan
Daftar Pustaka bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika; 2005.
Halaman 41.
1. Fikawati S, Syafiq A. Kajian implementasi dan 13. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak dan
kebijakan ASI eksklusif dan inisiasi menyusui dini remaja. Narendra MB, Sularyo TS, Suyitno H, et
di Indonesia. Universitas Indonesia. 2010. 14: al, editor. Jakarta: Sagung Seto; 2008. Halaman
17-24. 131.
2. Sacker A, Kelly YJ, Quigley, MA. Breastfeeding 14. Depkes. Stimulasi deteksi dini intervensi dini
and developmental delay: findings from the tumbuh kembang anak. 2011. Diakses 12 Maret
millenium cohort study. Pediatrics. 2006. 118: 2013. http://www.kesehatananak.depkes.go.id/
682-89. index.php?option=com_content&view=article&
3. Dinkes Jatim. Pekan ASI sedunia (WBW) 2012 id=49:stimulasi-deteksi-intervensi-dini-tumbuh-
dan realisasinya di Dinas Kesehatan Provinsi kembang-anak&catid=37:subdit-2&Itemid=80.

30 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN
KESEHATAN METODE PEER GROUP
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
DAN SIKAP PERSONAL HYGIENE SAAT
MENSTRUASI

Siti Rofi’ah, Sri Widatiningsih, Dessy Vitaningrum


Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi Kebidanan Magelang

Email : nandasheeta@yahoo.com

ABSTRAKS

Kata Kunci : Peer Group, Personal Hygiene saat menstruasi

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 31


Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

LATAR BELAKANG Informasi tentang personal hygiene


dapat diperoleh dari teman sebaya atau peer
Remaja adalah masa transisi dari masa group. Pendidikan oleh kelompok sebaya (peer
anak-anak ke masa remaja, individu mulai education) adalah suatu proses komunikasi,
mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri informasi dan edukasi (KIE) yang dilakukan oleh
menjadi lebih berbeda. Batasan usia remaja adalah dan untuk kalangan sebaya. Edukasi peer group
10-24 tahun, ditandai adanya perubahan fisik, merupakan upaya perubahan perilaku kesehatan
emosi dan psikis. Masa remaja merupakan suatu melalui kelompok sebaya yang menekankan
periode pematangan organ reproduksi manusia pada perubahan perilaku6. Pada metode ini terjadi
dan sering disebut masa pubertas1. Masa remaja interaksi dalam kelompok, individu akan merasa
merupakan persiapan menjadi orang tua, untuk ada kesamaan satu dengan lain, dan individu
itu perlu memiliki kesehatan reproduksi prima akan mengembangkan rasa sosial sesuai dengan
sehingga dapat mencetak generasi yang sehat2. perkembangan kepribadian.
Salah satu penyebab masalah kesehatan Pengetahuan dapat membentuk sikap
yang sering timbul pada remaja adalah personal yang mendukung dan akan mempengaruhi
hygiene yang buruk. Personal hygiene yang sehat motivasi remaja untuk berperilaku sehat terutama
saat menstruasi sangat penting dilakukan dalam dalam menjaga kebersihan diri saat menstruasi.
upaya mencegah gangguan pada saat menstruasi. Pengetahuan dapat ditingkatkan dengan proses
Dalam upaya melakukan personal hygiene yang pembelajaran berkelompok bersama teman
sehat diperlukan pengetahuan yang baik tentang sebaya (peer group). Aisah7 menyebutkan bahwa
personal hygiene saat menstruasi. Pengetahuan ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai
diperlukan untuk mendorong seseorang secara pengetahuan, sikap, ketrampilan dalam pencegahan
psikis dalam menumbuhkan rasa percaya diri. anemia gizi besi pada kelompok yang diberikan
Selain itu pengetahuan akan memberikan motivasi edukasi dengan peer group.
kepada seseorang untuk bersikap dan melakukan Survey pendahuluan yang dilakukan oleh
perilaku yang sesuai dengan pengetahuan yang peneliti pada tanggal 16 Januari 2016 dengan
dimiliki. Putri3 dalam penelitiannya menyebutkan membagikan kuesioner pada 35 siswi SMP IT
bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan sikap Ihsanul Fikri diperoleh tingkat pengetahuan siswi
terhadap perilaku personal hygiene menstruasi. tentang personal hygiene saat menstruasi 28 (80%)
Pendidikan tentang kesehatan reproduksi perlu sudah cukup baik, namun sikap terhadap personal
mendapatkan perhatian terutama tenaga kesehatan. hygiene saat menstruasi 24 (65,5%) masih kurang
Tidak tersedianya informasi yang akurat dan benar mendukung. Sebagian besar 31 (88,7%) remaja
tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja juga belum pernah mendapatkan informasi tentang
untuk mencari akses dan melakukan eksplorasi personal hygiene yang sehat. Hasil wawancara
sendiri. Hal ini dapat menyebabkan remaja mencari dengan guru Bimbingan Konseling (BK) SMP
informasi yang belum tentu benar keakuratannya, IT Ihsanul Fikri menyatakan bahwa belum ada
akhirnya remaja dapat terjerumus pada kesehatan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan siswi
reproduksi yang tidak sehat4. Remaja perlu dalam melakukan personal hygiene sehat saat
pendampingan agar tidak menerima informasi yang menstruasi.
kurang tepat sehingga berdampak pada kesehatan Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti
seksual dan reproduksinya, terutama infeksi tertarik melakukan penelitian tentang “Efektifitas
saluran reproduksi pada remaja perempuan karena Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group
perempuan cenderung lebih rentan dibandingkan terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Personal
dengan pria5. Hygiene Saat Menstruasi”.

32 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

TUJUAN penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitas


pada siswi SMP Negeri I Mungkid. Pengolahan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui data menggunakan uji Wilcoxon9.
efektifitas pendidikan kesehatan metode peer
group terhadap tingkat pengetahuan dan sikap HASIL
personal hygiene saat menstruasi.
Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap
RANCANGAN/ METODE Siswi tentang Personal Hygiene Saat Menstruasi
Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan
Jenis penelitian ini Pre Experimental Kesehatan Metode Peer Group.

Tabel. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi tentang Personal Hygiene Saat
Menstruasi Sebelum dan Sesudah Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

Personal Hygiene Saat Mnstruasi


Pend Kes Tingkat Pengetahuan Sikap
Metode Baik Kurang Baik Jumlah Mendukung Kurang Jumlah
Peer
Group Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %

Sebelum 45 66.2 23 33.8 68 100 34 50 34 50 68 100
Sesudah 67 98.5 1 1.5 68 100 64 94.1 4 5.9 68 100

p value : 0.0001 p value : 0.0001

dengan rancangan One Group pretest-postest Hasil penelitian menunjukkan sebelum


Design8. Penelitian dilakukan bulan Februari- diberikan pendidikan kesehatan dengan metode
Juni 2016 di SMP IT Ihsanul Fikri, Mungkid, peer group sebanyak 33,8% siswi memiliki
Magelang. Populasi dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang personal hygiene
seluruh siswi kelas VII tahun ajaran 2015/2016 saat menstruasi pada kategori kurang baik dan
sebanyak 107 siswi. Pengambilan sampel dengan 50% sikap kurang mendukung. Namun, setelah
teknik Purposive Sampling8 berdasarkan kriteria diberikan pendidikan kesehatan dengan metode
inklusi yaitu siswi yang sudah menstruasi, peer group terjadi peningkatan baik pada tingkat
mengikuti keseluruhan proses kegiatan peer pengetahuan dan sikap yaitu sebanyak 98,5% siswi
group dan bersedia menjadi responden, sedangkan memiliki tingkat pengetahuan tentang personal
kriteria eksklusinya adalah tidak berada di tempat hygiene saat menstruasi pada kategori baik dan
saat pengambilan data. Berdasarkan kriteria 94,1 % memiliki sikap mendukung.
tersebut diperoleh sampel sejumlah 68 responden. Peningkatan tingkat pengetahuan remaja
Penelitian ini dilakukan dengan mengukur putri tentang personal hygiene saat mentruasi
perubahan tingkat pengetahuan dan sikap personal sebelum dan sesudah pemberian pendidikan
hygiene saat mestruasi antara sebelum dan kesehatan dengan selisih rata-rata 3,4. Hal ini
sesudah dilakukan kegiatan peer group. Instrumen didukung analisa statistik yang menyebutkan bahwa

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 33


Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan Pengetahuan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja.
sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Sebelum Perilaku adalah suatu wujud pelaksanaan dari
dilakukan pendidikan kesehatan terdapat beberapa suatu tindakan yang dipengaruhi oleh kehendak,
siswi dengan tingkat pengetahuan kurang. Tingkat kehendak dipengaruhi oleh sikap sedangkan sikap
pengetahuan yang kurang dapat mempengaruhi dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil tindakan
perilaku remaja dalam melakukan personal hygiene yang sudah dilaksanakan pada masa lalu18.
saat menstruasi. Remaja perempuan dianjurkan Perilaku dipengaruhi oleh Predisposing Factors,
agar selalu berperilaku sehat karena lebih mudah Reinforcing Factors, dan Enabling Factor19. Salah
terkena infeksi genital. Perilaku yang kurang baik satu faktor predisposing adanya perilaku personal
dalam menjaga organ genitalia akan memberikan hygiene yang sehat saat menstruasi adalah sikap
efek negatif pada kesehatan reproduksinya. Ada yang mendukung terhadap perilaku tersebut.
hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi Peningkatan skor sikap remaja putri tentang
dengan kejadian iritasi vagina saat menstruasi pada personal hygiene saat mentruasi sebelum dan
remaja di SMP Negeri 8 Manado10. Dalam upaya sesudah pemberian pendidikan kesehatan dengan
mencegah kejadian tersebut maka remaja perlu metode peer group adalah 2,23. Hasil analisa
mengetahui cara-cara untuk mengurangi risiko statistik juga menunjukkan bahwa ada perbedaan
iritasi vagina sehingga mampu berperilaku yang sikap remaja putri tentang personal hygiene saat
sehat. mentruasi antara sebelum dan sesudah pemberian
Penelitian Maidartati11 menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode peer group.
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Sikap adalah tanggapan batin terhadap
dengan perilaku vulva hygiene pada saat menstruasi rangsangan dari luar yang menghendaki respon
pada remaja putri. Pengetahuan merupakan hasil individual sehingga timbul perasaan suka atau
dari “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan tidak suka. Sikap merupakan reaksi atau respon
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. yang masih tertutup dari seseorang terhadap
Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan, suatu stimulus atau objek12,13. Manifestasi sikap
pengalaman diri dan orang lain, media massa itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat
maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
merupakan domain yang sangat penting untuk tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
terbentuknya tindakan seseorang12,13. adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
Pendidikan kesehatan metode peer group/ yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
teman sebaya akan memberikan efek yang lebih reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
positif. Dengan teman sebaya, remaja akan sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan
lebih terbuka dan lebih mudah berkomunikasi atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi
dibandingkan dengan orang tua dan guru14. tindakan suatu perilaku. Teori Green menyebutkan
Informasi yang sensitif dan kurang nyaman jika bahwa sikap merupakan faktor predisposisi
disampaikan oleh orang dewasa dapat tersampaikan yang mempengaruhi perilaku seseorang19. Sikap
oleh teman sebaya dengan menggunakan bahasa remaja yang mendukung merupakan perasaan
sesuai usianya. Dengan demikian, informasi lebih memihak terhadap personal hygiene yang sehat
lengkap, mudah dipahami dan pada akhirnya saat menstruasi sehingga akan membentuk
tujuan dapat dicapai. Selain itu, sebagai peer perilaku yang sesuai dengan sikapnya tersebut.
educator teman sebaya tidak hanya memberikan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Putri3 yang
informasi namun juga sebagai role model dalam menyebutkan bahwa ada hubungan sikap tentang
berperilaku yang sehat15,16. Hal ini sesuai penelitian personal hygiene menstruasi terhadap perilaku
Amelia17 yaitu Pendidikan Sebaya Meningkatkan personal hygiene remaja putri saat menstruasi di

34 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

SMP Patriot Kranji. peer group, 33,8% tingkat pengetahuan remaja


Sikap dalam kaitannya dengan pendidikan putri tentang personal hygiene saat menstruasi
adalah tanggapan peserta didik dalam hal ini siswi pada kategori kurang baik dan 50% sikap kurang
SMP IT Ihsanul Fikri terhadap materi pendidikan mendukung. Setelah diberikan pendidikan
kesehatan yang diberikan. Pendidikan kesehatan kesehatan dengan metode peer group, 98,5%
adalah semua kegiatan untuk memberikan dan atau tingkat pengetahuan remaja putri tentang personal
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktek hygiene saat menstruasi pada kategori baik dan
baik individu, kelompok atau masyarakat dalam 94,1 % memiliki sikap mendukung. Pendidikan
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka kesehatan dengan metode peer group efektif
sendiri12. Pendidikan kesehatan menggunakan terhadap tingkat pengetahuan (p value 0,0001) dan
metode peer group dapat membentuk sikap sikap (p value 0,0001) tentang personal hygiene
remaja dalam melakukan personal hygiene saat menstruasi. Disarankan pada guru BK SMP
saat menstruasi. Sriasih20 menyebutkan bahwa IT Ihsanul Fikri dan petugas kesehatan yang
pendidikan seksualitas remaja oleh pendidik bertugas dalam promosi kesehatan reproduksi di
sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap sekolah agar menggunakan metode peer group
pengetahuan dan sikap remaja terhadap bahaya untuk meningkatkan tingkat pengetahuan dan sikap
seks bebas. Dengan adanya perilaku personal personal hygiene remaja putri saat menstruasi.
hygiene remaja saat menstruasi yang sehat setelah
adanya pendidikan kesehatan metode peer group DAFTAR PUSTAKA
merupakan indikasi bahwa responden memiliki
pengetahuan dan kesadaran yang baik untuk 1. Ramauli, S, dan Vindari, A. V. 2011. Kesehatan
menghindari dampak negatif dari perilaku personal Reproduksi Buat Mahasiswi Kebidanan.
hygiene yang kurang baik. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika.
Pendidikan kesehatan metode peer group 2. Proverawati. 2010. Menarche Menstruasi
dapat memperbaiki pengetahuan remaja tentang Pertama Penuh Makna. Yogyakarta. Nuha
personal hygiene saat menstruasi sehingga dapat Medika
memperbaiki antusiame remaja untuk melakukan 3. Putri, Nicky Antika. Ajeng Setianingsih. 2014.
personal hygiene saat menstruasi setelah terjadi Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap
perubahan sikap. Hal ini memerlukan kegiatan Perilaku Personal Hygiene Menstruasi. Artikel
yang baik dari pihak sekolah khususnya guru BK Penelitian. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat
untuk mendukung terbentuknya sikap mendukung Vol.5 No. 01 Maret 2016.
remaja putri dalam melakukan personal hygiene 4. Irawati, Nyorong. Riskiyani, 2013. Studi Akses
saat menstruasi. Oleh karena itu, guru BK di Terhadap Media Kesehatan Reproduksi Pada
SMP IT Ihsanul Fikri Kecamatan Mungkid dan Kalangan Remaja Di Sma Negeri 9 Bulukumba
petugas kesehatan yang bertugas dalam promosi Kabupaten Bulukumba. Diakses tanggal 11
kesehatan reproduksi di sekolah, berupaya untuk September 2016 on ://repository.unhas.ac.id/
meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja bitstream/handle/=1
terhadap personal hygiene saat menstruasi, salah 5. Rahayu, Aminoto, Madkhan. 2011. Efektivitas
satunya metode peer group. Penyuluhan Peer Group Dengan Penyuluhan
Oleh Petugas Kesehatan Terhadap Tingkat
KESIMPULAN Pengetahuan Tentang Menarche. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Keperawatan. Volume 7. Gombong:
Hasil penelitian menunjukkan sebelum STIKES Muhammadiyah
diberikan pendidikan kesehatan dengan metode 6. Romlah, T. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 35


Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group

Kelompok. Malang: UN 14. Mellanby AR. Phelps FA. Crichton NJ. And
7. Aisah, Siti. Junaiti Sahar. Sutanto Priyo Trip JH. 1995. School Sex Education : An
Hastono. 2008. Pengaruh Edukasi Kelompok Experimental Programme with Educational
Sebaya terhadap Perubahan Perilaku and Medical Benefit. British Medical Journal.
Pencegahan Anemia Gizi Besi Pada Wanita 15. Backett-Millburn and Wilson S. 2000.
Usia Subur. Jurnal Keperawatan Vol.2 No.1 Understanding Peer Education : Insights
Oktober 2008. from a Process Evaluation. Health Education
8. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Research. Vol.15 No.1
Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. 16. Green, J. 2001. Peer Education. Global Health
9. Dahlan, Sopiyudin. 2010. Statistik Untuk Promotion
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba 17. Amelia, Coryna Rizky. 2014. Pendidikan
Medika Sebaya Meningkatkan Pengetahuan Sindrom
10. Winerungan, Ester Maria. Esther Hutagaol. Pramestruasi pada Remaja. Jurnal Kedokteran
Ferdinand Wowiling. 2013. Hubungan Brawijaya Vol.28 No.2 Agustus 2014
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan 18. Rakhmat J. 2001. Psikologi Komunikasi.
Kejadian Iritasi Vagina Saat Menstruasi pada Remaja Rosda Karya. Bandung.
Remaja di SMP Negeri 8 Manado. Ejournal 19. Green, LW. Health Promoting Planning :
Keperawatan Vol.1 No.1 Agt 2013 An Education and Environmental Approach.
11. Maidartati. Sri Hayati. Legi Agus Nurhida. University of Texas Health Science Center at
2016. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Houston. 1991
Vulva Hygiene pada Saat Menstruasi Remaja 20. Sriasih, NGK. NW Ariyani. Juliana Mauliku.
Putri. Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. IV No.1 AA Istri Dalem Cinthya Riris. 2013. Pengaruh
April 2016. Pendidikan Seksualitas Remaja oleh Pendidik
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap
Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Remaja tentang Bahaya Seks Bebas. Jurnal
Jakarta. Skala Husada Vol.1
13. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.
Jakarta.

36 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

KEMITRAAN BIDAN DAN BKKBN


DALAM UPAYA PENINGKATAN
PELAYANAN KONTRASEPSI DI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Istri Bartini1, Fitriani Mediastuti1


Akademi Kebidanan Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang: Investasi untuk peningkatan kesehatan reproduksi di negara yang sedang
berkembang melalui penggunaan alat kontrasepsi akan menyelamatkan ibu, bayi baru lahir dan keluarga.
Pada tahun 2014 terdapat 225 juta perempuan di dunia tidak mendapatkan pelayanan kontrasepsi modern,
sedangkan di Indonesia hampir 50 % (40,3%) kasus unmeet-need masih ditemukan. Data peserta KB aktif
di DIY cukup tinggi (89.90%), yang sebagian besar dilaksanakan oleh bidan yang telah bermitra dengan
BKKBN dalam pelayanan kontrasepsi melalui pendekatan selama antenatal care dan post natal care.
Namun, apakah model kemitraan antara bidan dan BKKBN dapat ditingkatkan sehingga mampu mengatasi
masalah unmeet-need terhadap kontrasepsi?. Ini menjadi kajian yang menarik untuk peningkatan strategic
plan antara bidan dan BKKBN untuk meningkatkan pelayanan kontrasepsi.
Tujuan: Menganalisis hasil kegiatan kemitraan bidan dan BKKBN serta menunjukkan manfaat,
kendala, tantangan dan peluang peningkatan kemitraan bidan dan BKKBN dalam peningkatan pelayanan
kontrasepsi di DIY.
Metode: Studi deskriptif dengan pendekatann kualitatif terhadap kegiatan kemitraan bidan dan
BKKBN dalam pelayanan kontrasepsi oleh bidan di DIY dilanjutkan eksplorasi berbagai aspek dan
peluang model kemitraan yang dapat dikembangkan. Focus group discussion dan indepth interview akan
dilakukan pada informan baik dari pihak pengurus IBI dan BKKBN maupun bidan yang terlibat langsung
dalam pelayanan kontrasepsi.
Hasil : Bentuk dukungan BKKBN kepada bidan untuk meningkatkan pelayanan kontrasepsi di Daerah
Istimewa Yogyakarta berupa kegiatan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, dukungan sarana dan
prasarana serta peningkatan jejaring bagi organisasi bidan pada program Keluarga Berencana. Dukungan
yang diberikan dalam kerjasama tersebut saling menguntungkan bagi bidan dan BKKBN, namun pengaruh
program BPJS dan otonomi daerah menyebabkan penurunan pelayanan KB khususnya MKJP dan masih
ditemukan kondisi unmetneed 7,70%.
Saran : Diperlukan naskah kesepahaman atau MoU untuk memperjelas prinsip kemitraan antara
bidan dan BKKBN dan disosialisaikan kepada organisasi IBI di tingkat kabupaten hingga anggotanya.
Koordinasi dengan dinas kesehatan tentang BPJS dan pemerintah daerah agar kebijakan untuk pelayanan
kontrasepsi ditingkatkan .
Kata Kunci : partnership, bidan, BKKBN, kontrasepsi

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 37


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

LATAR BELAKANG al. n.d.). Di Indonesia, cakupan pencapaian UHC


masih 68% dengan proteksi pembiayaan sebesar
The Costs and Benefits of Investing in Sexual 30,1%. Meskipun kebijakan yang mendukung
and Reproductive Health 2014, menegaskan bahwa UHC telah ada, namun karena rendahnya
investasi untuk peningkatan kesehatan reproduksi pendapatan perkapita dan subsidi pemerintah untuk
di negara yang sedang berkembang melalui keluarga miskin hanya 6 $ per tahun (Mukti, 2015).
penggunaan alat kontrasepsi akan menyelamatkan Implementasi UHC atau dalam JKN di Indonesia
ibu, bayi baru lahir dan keluarga. Berdasarkan dikenal adanya program jaminan kesehatan oleh
analisis ini hanya dibutuhkan sekitar 25 dollar BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial).
per-tahun untuk memenuhi kebutuhan akan salah Menurut data dari BPJS Kesehatan DIY, data
satu alat kontrasepsi bagi setiap perempuan, kapitasi jaminan kesehatan 2015 menunjukkan
yang mampu mencegah beberapa masalah yakni; bahwa distribusi usia reproduksi antara 16 tahun-45
kejadian kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak tahun sebesar 33,63%. Data ini tentu masih dapat
52 juta, kasus abortus yang tidak aman sebanyak bertambah seiring peningkatan jumlah peserta JKN
14,9 juta kasus, sebanyak 194.000 kasus kematian yang memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi
ibu dan 2,2 juta kasus kematian bayi baru lahir (Ulfah, 2015). Bidan penyelenggara pelayanan
dapat dicegah dan 121.000 kasus infeksi HIV dapat kebidanan sebagai jejaring Fasilitas Kesehatan
dicegah (Singh et al. 2014). Tingkat Pratama (FKTP) diharuskan bekerjasama
World Health Organisation (WHO, dengan BPJS, dimana dalam peraturan Menteri
2013) menyatakan bahwa Keluarga Berencana Kesehatan no.71 tahun 2013 FKTP yang bekerja
(Family Planning) memberikan banyak manfaat sama dengan BPJS harus menyelenggarakan
untuk mencegah kehamilan pada wanita yang pelayanan kesehatan komprehensif, termasuk
berisiko, mencegah kematian bayi, membantu pelayanan kebidanan (pemeriksaan ibu hamil,
pencegahan terhadap infeksi HIV/AIDS, bersalin, nifas dan pelayanan KB). IBI sebagai
memberdayakan penduduk dan meningkatkan organisasi bidan diharapkan bisa bergabung dalam
pendidikan, mengurangi kehamilan pada remaja, satgas organisasi profesi dalam program JKN
dan memperlambat laju pertumbuhan penduduk. sebagai tim kendali mutu dan biaya, menyusun
Pada statement lainnya, (WHO, 2014) disebutkan rancangan kerjasama sebagai jejaring FKTP BPJS
bahwa bidan juga memberikan pelayanan setelah Kesehatan, koordinasi pelayanan bidan jejaring dan
persalinan untuk ibu dan bayi baru lahir. Bidan peningkatan kualitas pelayanan kebidanan dengan
memeriksa kesehatan bayi dan memberikan pemantapan bidan Delima, pelatihan kesehatan
konseling perawatan bayi, penundaan kehamilan reproduksi dan KB serta peningkatan kualitas
dan keluarga berencana. pendidikan bidan (Ulfa, 2015). Bertolak dari
Disamping adanya peluang yang potensial kondisi ini, kerjasama antara bidan dan BKKBN
dikembangkan dalam pelayanan kebidanan, terdapat sebagai lembaga pemerintah yang mensuplai alat
pula tantangan dalam pelayanan kontrasepsi oleh kontrasepsi sangat diperlukan.
bidan dalam system kesehatan terkini yang lebih Upaya pemerintah melalui lembaga BKKBN
dikenal dengan era jaminan kesehatan (JKN). yang mempunyai misi untuk menyelenggarakan
System kesehatan dalam JKN atau Universal Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi,
Health Couverage (UHC) bertujuan bahwa semua serta mengembangkan jejaring kemitraan dalam
orang dapat menerima pelayanan kesehatan sesuai pengelolaan kependudukan, Keluarga Berencana
kebutuhan mereka tanpa beban pembiayaan, dan pembangunan keluaga (BKKBN, 2011). Ini
yang meliputi pelayanan promotif, preventif, merupakan strategi yang searah dengan pelayanan
pengobatan, rehabilitatif dan paliatif (Salenga et kebidanan untuk meningkatakan kesehatan ibu dan

38 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

anak. Sinergi keduanya baik BKKBN dan bidan baik. Suplay dan pengadaan alat kontrasepsi yang
diharapkan dapat membangun masyarakat yang membantu keluarga miskin juga masih dirasakan
sejahtera. Evaluasi diperlukan untuk mencapai kurang. Bidan berharap adanya penyegaran kembali
tujuan program colaborasi antara berbagai pihak, dalam kegiatan-kegiatan antara IBI dan BKKBN.
terutama dalam melakukan pengkajian, sehingga Dari latar belakang inilah, need assessment perlu
dapat memahami keberhasilan dan kegagalan dilakukan untuk menganalisis efektifitas kemitraan
dan tantangan dalam skala yang lebih luas (Kerry antara bidan dan BKKBN.
& Mullan 2013). Partnership atau kemitraan
yang sudah terbangun antara bidan dan BKKBN BAHAN DAN CARA PENELITIAN
memerlukan need assessment yang berkelanjutan.
Hal ini dikuatkan dengan data tentang pemakaian Studi deskriptif dengan pendekatann
alat atau cara kontrasepsi pada wanita yang kualitatif terhadap kegiatan kemitraan bidan
berstatus menikah, metode kontrasepsi modern dan BKKBN dalam pelayanan kontrasepsi oleh
sebayak 59.3 %, dan metode tradisional sebesar bidan di DIY dilanjutkan eksplorasi berbagai
0,4%, sedangkan 40,3 % adalah kondisi unmeet- aspek dan peluang model kemitraan yang dapat
need terhadap alat kontrasepsi (Informasi 2013). dikembangkan. Focus group discussion dilakukan
Peluang terhadap optimalisasi peran bidan dalam pada 2 kelompok yakni; kelompok pengurus IBI
pelayanan kontrasepsi dapat ditemukan di Daerah sebanyak 8 orang (pengurus Daerah dan 5 cabang
Istimewa Yogyakarta. Data tahun 2013, proporsi IBI DI) dan kelompok pejabat BKKBN perwakilan
bidan di DIY adalah 47,7 per 100.000 penduduk. DIY sebanyak 6 orang. Indepth interview dilakukan
Jumlah ini memberikan gambaran terhadap pada 2 informan dari BKKBN dan bidan yang
kemudahan akses masyarakat dalam pelayanan terlibat langsung dalam pelayanan kontrasepsi.
kebidanan. Pelayanan bidan di DIY dapat dilihat Analisis data dilakukan dengan teknik thematic,
dari cakupan pelayanan K4 dan persalinan oleh untuk mendapatkan kesimpulan untuk menjawab
tenaga kesehatan sebanyak 92.02 %, dan sebagian tujuan penelitian.
besar tempat persalinan adalah di bidan yakni
sebesar 68,6%. Untuk angka peserta KB aktif di HASIL DAN PEMBAHASAN
DIY adalah 89.90%, lebih tinggi dibandingkan
angka nasional yakni 76,73 % (Informasi 2013). Penelitian ini menghasilkan 5 thema yang
Hasil study pendahuluan dengan wawancara merefleksikan kegiatan kemitraan bidan dan
dari beberapa bidan yang menyelenggarakan BKKBN yakni:
pelayanan swasta dan juga pada salah satu ketua
IBI (Ikatan Bidan Indonesia) menyampaikan 1. Bentuk kegiatan dalam rangka kemitraan
bahwa kemitraan dengan BKKBN di DIY saat Bidan dan BKKBN berupa kegiatan-kegiatan
ini sudah bagus, namun koordinasi program yang saling mendukung peningkatan program
dari BKKBN kadang-kadang tidak bisa sampai pelayanan kontrasepsi.
hingga lini bawah atau pada bidan yang bekerja di Bentuk kegiatan tersebut berupa pelatihan,
lapangan. Sehingga program kegiatan tidak dapat seminar, bhakti social, dan support dana dan untuk
memberikan output maksimal khususnya pada mendukung kualitas pelayanan kontrasepsi oleh
bidan di lapangan dalam memberikan pelayanan bidan.
kontrasepsi. Informan juga mengatakan bahwa “ya… kita selain pelatihan, seminar, untuk
antusias bidan dalam meningkatkan pengetahuan kerjasama dengan bidan praktik mandiri terutama
dan ketrampilan pelayanan kontrasepsi tinggi, itu kita setiap tahunnya diberikan kesempatan
namun belum difasilitasi oleh pemerintah dengan untuk memfasilitasi baik tempat atau tenaga untuk

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 39


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

pelayanan kontrasepsi, terutama untuk pelayanan “Dari BPM sendiri ini data pada bulan juli
kontraspsi MKJP” (informan-2a). 2015 yangg ikut membantu sebanyak 648 bidan
seluruh DIY, pencapaiannya 8347 dibandingkan
2. Kegiatan kerjasama melibatkan bidan yang total 28222 ini, partisipasi dari bidan 29,58%.
bekerja di Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik Memang rankingnya nomer 3. Yang paling
dan praktik mandiri dengan status Pegawai banyak KKB pemerintah, kemudian KKB swasta,
Negeri Sipil maupun Swasta. kemudian bidan 29,58%, baru yang terakhir
BKKBN menegaskan bahwa sasaran dokter” (Informan 6b).
semua bidan yang melaksanakan pelayanan baik
PNS maupun swasta, meskipun tidak semua 4. Peluang kerjasama dapat dikembangkan
bidan bekerjasama dengan BKKBN. Kerjasama untuk program kesehatan reproduksi dan
tersebut hanya dilaksanakan dengan bidan-bidan pengembangan organisasi IBI
yang melakukan pelayanan kontrasepsi dan sudah Peluang peningkatan kerjasama dapat
teregistrasi, karena pada kenyatannya tidak semua dikembangkan lebih optimal, sebagaimana
bidan anggota IBI melaksanakan praktik kebidanan kegiatan dalam pelayanan kontrasepsi. Kelompok
dan pelayanan kontrasepsi. BKKBN memberikan contoh kegiatan diluar
“Sasaran itu ya semua, ada bidan PNS, peningkatan pelayanan atau pemasangan alat
ada BPM juga, dan terutama kalau kami dalam kontrasepsi. Kegiatan peningkatan kesehatan
pelatihan itu sasaranya juga heterogen, maksudnya reproduksi secara umum dapat dilakukan dalam
tidak hanya PNS saja, justru biasanya bidan yang kerjasama antara bidan dan BKKBN. Kegiatan
swasta, kalau PNS kan lewat puskesmas, dalam khusus tentang kesehatan reproduksi remaja belum
pelatihan itu ee..kami mengutamakan juga yang menjadi kegiatan yang rutin dilaksanakan.
praktik mandiri seperti itu” (Informan 1b). “ …..Artinya apa, sebetulnya dalam program
KB itu, bidan itu tidak harus ada dalam koridor
3. Manfaat kerjasama bagi Bidan dan BKKBN pelayanan kontrasepsi…misalnya memberikan
sangat besar pada peningkatan kualitas dan penyuluhan tentang kespro..” (Informan 1b).
kuantitas pelayanan kontrasepsi
Kerjasama yang dilakukan memberikan 6. Kebijakan Pemerintah Tentang BPJS dan
manfaat bagi kepentingan kedua belah pihak. Otonomi Daerah Menjadi Hambatan dalam
Pencapaian program dari BKKBN sangat terbantu Pelayanan Kontrasepsi serta Kegiatan
dari kerjasma dengan bidan, begitu pula pencapaian Kemitraan Bidan dan BKKBN.
peran dan fungsi bidan kepada keluarga dan FGD pada kelompok bidan menemukan
masyarakat dalam pelayanan kontrasepsi sangat bahwa masih ada bidan yang belum memahami
terbantukan dari hasil kerjasama ini. program pemerintah dan berharap bidan bisa
“.. kalau sy sendiri selaku pelaksana, saya langsung bekerjasama dengan BPJS. Kondisi
merasa itu sangat bermanfaat dg KKB-KKB ini dipicu karena kebijakan atau birokrasi yang
itu, memudahkan masyarakat mendapatkan dianggap bidan tidak jelas tentang pelayanan
layanan, mereka yang tidak bisa ke puskesmas KB yang dilakukan melalui kerjasama dengan
karena misalnya buruh pabrik, mereka bisa BKKBN.
mendapatkan pelayanan di BPM yang berKKB, “Hambatanya mungkin karena tidak adanya
dengan alkont yang di droping. Sehingga mekanisme yang jelas dari BKKBN pusat maupun
mereka juga senang, masyarakat yang tidak perwakilan, sehingga mekanisme yang dijalankan
bisa ke puskesmas bisa ke BPM dengan tarif selama ini hanya sekedar..yaa masih banyak yang
yang rendah gitu..” (Informan 5a). subyektifitas, dan kebijakan local di kabupaten,

40 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

bahkan di kecamatan sendiri beda-beda” pelayanan KB tidak ada masalah…dan memang


(Informan 3a) benar dari tahun itu hingga sekarang pelayanan
“……sedang untuk pelayanan kontrasepsi KB di BPM di Bantul memang tampaknya
itu juga entah kenapa dari dinas kesehatan sendiri menurun..” (Informan 9a)
memberikan surat ke salah satu Kabupaten itu Tabel 5 dibawah ini mengambarkan
bahwa itu hanya boleh melayani persalinan prosentase peserta baru MKJP di 3 kabupaten
saja, jadi tidak boleh pelayanan KB. Otomatis ( Bantul, Sleman dan Gunung Kidul) Data ini
bagi kita itukan permasalahan. Imbas kebijakan berbanding terbalik dengan peserta baru KB non
dari instansi yang lain, pelayan KB kita jadi MKJP.

Tabel 5. Data Pencapaian Peserta KB baru berdasarkan MKJP dan


Non MKJP Tahun 2012- 2014

Tahun
KABUPATEN

Bantul Sleman Gunung Kidul Kulon Progo Kota Yogya Total DIY
MKJP Non MKJP Non MKJP Non MKJP Non MKJP Non MKJP Non

2012 152,82 93,30 139,31 99,25 108,06 117,41 96,54 104,70 98,26 106,56 120,32 102,49
2013 140,49 103,93 151,91 80,94 142,17 98,12 110,09 85,15 115,10 56,60 134,46 89,88
2014 70,69 278,66 62,18 172,44 80,76 151,83 90,35 129,84 74,39 178,37 72,01 146,793

(Data dalam %)
Sumber : Rekap.Kab/F/II/KB (Pusat Data BKKBN Perwakilan Yogyakarta), 2015

berkurang kalau bidan hanya persalinan saja, Menurunnya pencapaian cakupan pelayanan
tidak KB.(Informan 6b) kontrasepsi terutama MKJP, dipengaruhi pula dari
Permasalahan ini dikaji lebih dalam belum adanya respon yang baik dari bidan praktik
melalui indeptt interview ke salah satu informan mandiri (BPM) pada kebijakan dari BKKBN yang
yang bekerja di dinas kesehatan kabupaten yang hanya melakukan kerjasama dengan bidan yang
dimaksud dan didukung oleh bidan pelaksana di sudah teregister atau menjadi jejaring fasilitas
lapangan. Informasi yang diperoleh menegaskan kesehatan. Hal ini menjadi tantangan bagi BKKBN
bahwa kebijakan tersebut hanya issue yang terlontar dalam menerapkan kebijakan tersebut, harapannya
saat adanya wacana di tahun 2013. BKKBN dapat memberikan suplai alat kontrasespsi
“itu dulu ceritanya dinas kabupaten punya dan BPM dapat memberikan pelayanan IUD dan
wacana untuk persalinan semua di puskesmas, Implant.
tidak boleh di rumah atau di BPM. Jadi kepingin “..untuk yang swasta ini , mulai tanggal 12
niru daerah lain. Tapi saya ya ngotot kalau Februari sampai 12 Agustus kemarin itu alkont
semua persalinan di puskesmas, apa puskesmas yang nota bene kepada BPM yang tidak punya
mampu? Bagaimana masyarakat yang jauh dari jejaring, atau tidak terregister, suplai alkont nya
puskesmas..kalau begitu bidan di puskesmas dihentikan. ……..Otomatis mereka harus mandiri.
tidak usah menolong saja, kalau di BPMnya juga …… Sehingga dimungkinkan kalau misal dia tidak
tidak boleh. …itu tentang persalinan, tapi untuk bisa mendapatkan alkont dari kita, dia mungkin

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 41


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

lebih banyak mandirinya ke suntik & pil, meski PEMBAHASAN


itu mendongkrak pelayanan KB, tapi hanya
didominasi suntik dan pil. Kita agak berlawanan… Permasalahan yang menarik dalam penelitian
ini.. kendala juga ini.” (informan 5b) ini adalah menurunnya cakupan pelayanan kontrasepsi
Penurunan pelayanan bidan pada peserta baik dari menurunya jumlah peserta baru KB
KB baru gambaran dari permasalahan aksesibilitas maupun menurunnya pemakaian MKJP serta masih
masyarakat terhadap program KB. Terlepas dari ditemukannya 7.70 kondisi unmetneed di masyarakat
program peningkatan pelayanan alat kontrasepsi DIY. Pelatihan CTU yang dilaksanakan untuk

Tabel 6. Data Jumlah Unmetneed di Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Juli 2015

No Kabupaten Jumlah PUS PUS Bukan Peserta KB % Unmetneed


IAT TIAL Jumlah

1 Kulon Progo 67.854 2.362 2.663 5.025 7,41


2 Bantul 149.310 4.736 4.258 8.994 6,02
3 Gunung Kidul 126.987 5.063 5.034 10.097 7,95
4 Sleman 154.668 6.321 7.035 13.356 8,64
5 Kota Yogyakarta 46.186 1.961 2.549 4.510 9,76

6 Total DIY 545.005 20.443 21.539 41.982 7,70

Sumber: Rek.Kab,F/I/Da/13, (Pusat Data BKKBN Perwakilan Yogyakarta), 2015

yang tergolong MKJP, penelitian ini menemukan bidan ternyata belum bisa meningkatkan pelayanan
fakta lain mengenai ketidak mampuan masyarakat peserta baru KB. Padahal bidan mempunyai peluang
mengakses pelayanan KB (unmetneed). Setiap besar dalam pelayanan MKJP jenis IUD. Intergrasi
kabupaten di DIY kurang dari 10% pasangan usia pelayanan keluarga berencana gratis kedalam
subur baik yang ingin menunda kehamilan maupun pelayanan persalinan terbukti efektif dalam upaya
yang tidak menginginkan kehamilan lagi belum untuk mengurangi unmetneed dan risiko kehamilan
menggunakan alat kontrasepsi. tak diinginkan pada tahun pertama post partum
Dua kelompok pada penelitian ini berpikir (Huang et al. 2014). Penguatan dengan pelatihan
kearah perbaikan dan peningkatan kerjsama. dan meng-update pengetahuan secara teratur akan
Kelompok bidan mengusulkan adanya komunikasi mengurangi pengertian yang keliru tentang IUD dan
dan kejelasan kegiatan dan peran masing-masing. metode lainnya (Rupley et al. 2015).
Kejelasan lebih diutamakan tentang peran antara Permasalahan ini tidak lepas bagaimana
BKKBN dan kantor KB di tingkat kabupaten. Perlu upaya provider khususnya bidan dan peran
adanya dokumen resmi yang dijadikan acuan pada BKKBN yang mempunyai program pelayanan
semua kegiatan dan evaluasinya. KB di masyarakat. Meskipun secara umum bidan
“ Usulan urgent adalah MoU, ……. Supaya sangat mendukung kerjasama dengan BKKBN,
gak beda-beda kebijakannya” (informan 1a) menurunya trust dapat menurunkan kinerja bidan
“MoU dari pusat dibreakdown ke daerah dalam pelayanan kontrasepsi. Hal ini dikarenakan
sehingga meminimalisir pransangka-prasangka pula karena kebijakan pihak lain dalam kemitraan
yang kita tidak tahu jawabannya. Karen kebijakan ini yakni tentang BPJS dan otonomi daerah yang
tiap daerah berbeda. “. (Informan 7a) seringkali membuat dualisme kebijakan di tingkat

42 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

kabupaten. Orientasi politik juga sebagai hal trust dan komitment dalam kerjasama antara bidan
yang menentukan dari pelaksanaan Private-Public dan BKKBN, terutama menghadapi hambatan-
Partnership (PPPs). Realita ini dapat dijelaskan hambatan yang berasal dari pihak luar.
dengan fakta bahwa PPPs memberikan keuntungan
politik yang melekat pada invetasi infrastuktur dan KESIMPULAN DAN SARAN
pelayanan publik (Mota & Moreira 2015).
Permasalahan muncul saat otonomi daerah Bentuk dukungan BKKBN kepada bidan
menjadi dasar pelaksanaan kegiatan dan tidak untuk meningkatkan pelayanan kontrasepsi di Daerah
adanya koordinasi yang baik, maka birokrasi dan Istimewa Yogyakarta berupa kegiatan peningkatan
mekanisme pelayanan kontrasepsi oleh bidan pengetahuan dan ketrampilan, dukungan sarana dan
banyak yang mengalami kesulitan. Perlu adanya prasarana serta peningkatan jejaring bagi organisasi
pemikiran kritis dan solusi dari berbagai pihak bidan pada program Keluarga Berencana.
untuk memperbaiki pencapaian tujuan program Kerjasama antara bidan dan BKKBN
KB. Prinsip dari PPPs menekankan sebuah inisiasi memberikan manfaat untuk peningkatan kualitas
dan proses perencanaan yang matang dan yang dan kuantitas pelayanan KB di Daerah Istimewa
menjadi penting adalah mengenai key stakeholder Yogyakarta, namun pengaruh pihak luar yakni
(Pinho et al. 2011). Pentingnya melibatkan para kebijakan BPJS dan otonomi daerah menjadi hambatan
stakeholder kunci misalnya pemerintah daerah, untuk mencapai tujuan bersama, salah satunya adalah
dinas kesehatan , BPJS atau lainya pada tahap penurunan pelayanan KB khususnya MKJP dan masih
awal kegiatan kerjasama merupakan upaya untuk ditemukan kondisi unmetneed 7,70%.
mendapatkan penerimaan, membangun kepekaan Peningkatan kegiatan promosi kesehatan
dan mendapatkan kejelasan terhadap harapan reproduksi pada Pasangan Usia Subur (PUS)
dari partner yang lainnya. Banyak kegiatan yang merupakan peluang yang dapat dikembangkan
sudah dilakukan. Ini adalah langkah positif bahwa dalam kemitraan antara bidan dan BKKBN di DIY.
BKKBN turut melibatkan IBI, bahkan dalam Dokumen tertulis atau MoU merupakan solusi
beberapa rapat koordinasi program. Asosiasi bidan alternative untuk peningkatan model kemitraan yang
mempunyai kontribusi penuh untuk mencapai efektif antara bidan dan BKKBN di Provinsi DIY.
tujuan dari universal health coverage pada Audiensi antara IBI dan BKKBN diharapkan
perkembangan kebijakan, dukungan data, bukti- dapat memperjelas tujuan bersama dan peran
bukti dan pengetahuan untuk memperkuat kapasitas masing –masing dalam kemitraan dan dituangkan
dan peran bidan (Titulaer et al. 2015). dalam MoU. Sosialisasi isi kerjasama diharapkan
Penelitian ini juga mendapatkan masukan dapat diterima oleh anggota IBI di tingkat kabupaten
tentang peluang dikembangkannya kerjasama hingga kecamatan. Program promosi kesehatan
antara bidan dan BKKBN lebih meluas ke kesehatan reproduksi hendaknya ditingkatkan, selain pelayanan
reproduksi remaja dan pada pasangan usia subur kontrasepsi. Kebijakan pemerintah daerah kabupaten
yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang dan kota harus disinergikan dengan upaya-upaya
ada di masyarakat. Kerjasama semacam ini akan peningkatan pelayanan kontrasepsi.
membentuk kekuatan bersama pada pelayanan
kesehatan di tingkat dasar (Warmelink et al. UCAPAPAN TERIMAKASIH
2015). Peluang pengembangan kerjasama perlu
memperhatikan 4 prinsip kerjasama, yaitu; tujuan Kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan
yang jelas, peran yang jelas, kepercayaan dan Kependudukan, Keluarga Berencana dan keluarga
komitment. (Agarwal et al. 2015). Diperlukan Sejahtera, BKKBN Pusat dan Akademi Kebidanan
solusi yang dapat memperbaiki permasalahan Yogyakarta

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 43


Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi

DAFTAR PUSTAKA qualitative data. Social Science & Medicine,


73(7), pp.986–994. Available at: http://dx.doi.
Agarwal, K., Caiola, N. & Gibson, A., 2015. org/10.1016/j.socscimed.2011.06.059.
International Journal of Gynecology and Rupley, D.M. et al., 2015. Maternity care
Obstetrics Best practices for a successful provider knowledge, attitudes, and practices
MNCH partnership that an external evaluation regarding provision of postpartum intrauterine
could never fi nd : Experiences from the contraceptive devices at a tertiary center in
Maternal and Child Health Integrated Ghana. International Journal of Gynecology
Program. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 128(2), pp.137–140. Available
and Obstetrics, 130, pp.S11–S16. Available at: at: http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijgo.2015.04.001. S0020729214005487.
Ten Hoope-Bender, P. et al., 2014. Improvement Salenga, R.L., Medicine, E. & Technologies, H.,
of maternal and newborn health through Patient Safety in the Era of Universal Health
midwifery. The Lancet, 384(9949), pp.1226– Care: The Case of Developing Countries.
1235. Available at: http://dx.doi.org/10.1016/ Singh, S. et al., 2014. Made possible by The
S0140-6736(14)60930-2. Costs and Benefits of Investing in Sexual and
Huang, Y. et al., 2014. The free perinatal/postpartum Reproductive Health 2014.
contraceptive services project for migrant Titulaer, P. et al., 2015. The involvement of midwives
women in Shanghai: Effects on the incidence associations in policy and planning about the
of unintended pregnancy. Contraception, midwifery workforce : A global survey.
89(6), pp.521–527. Available at: http://dx.doi. Warmelink, J.C. et al., 2015. An explorative study
org/10.1016/j.contraception.2014.03.001. of factors contributing to the job satisfaction
Informasi, P.D.D., 2013. Profil Kesehatan Indonesia of primary care midwives. Midwifery, 31(4),
2012, Available at: http://www.kemkes.go.id. pp.482–488. Available at: http://linkinghub.
Kerry, V.B. & Mullan, F., 2013. Global Health elsevier.com/retrieve/pii/S0266613814002988.
Service Partnership: building health Zapata, L.B. et al., 2015. Contraceptive counseling
professional leadership. The Lancet, and postpartum contraceptive use. American
383(9929), pp.1688–1691. Available at: http:// Journal of Obstetrics and Gynecology,
dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(13)61683-9. 212(2), pp.171.e1–171.e8. Available at:
Mota, J. & Moreira, A.C., 2015. ScienceDirect The http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/
importance of non- fi nancial determinants on S0002937814008084.
public – private partnerships in Europe. JPMA, Paramita, Niken. 2014, BKKBN Kembali Pegang
33(7), pp.1563–1575. Available at: http:// Kendali Kependudukan, Republika Online,
dx.doi.org/10.1016/j.ijproman.2015.04.005. http://www.republika.co.id/berita/nasional/
Ng, M. et al., 2013. Initial results on the impact politik/ diakses 4 April 2015
of Chiranjeevi Yojana: a public–private WHO, 2013, Family Planning, http://www.who.
partnership programme for maternal health int/mediacentre/factsheets/fs351/en/ diakses 2
in Gujarat, India. The Lancet, 381, p.S98. April 2015
Available at: http://linkinghub.elsevier.com/ WHO, 2014, 10 Facts on Midwifery, http://www.
retrieve/pii/S0140673613613525. who.int/features/factfiles/midwifery/en/,
Pinho, K. De, Norman, C.D. & Jadad, A.R., diakses 2 April 2015
2011. Social Science & Medicine Product Yin, Robert K (2006) Studi Kasus Desain dan
development public e private partnerships Metode. Revisi Buku Perguruan Tinggi. PT
for public health : A systematic review using Raja Grafindo Persada. Jakarta.

44 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III

PROSES PEMBELAJARAN MANAJEMEN


AKTIF KALA III MAHASISWA DIPLOMA
III KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN
YOGYAKARTA TAHUN 2016

Retno Heru Setyorini, SST.Keb., MPH


Akademi Kebidanan Yogyakarta

retnoheru@yahoo.com/085727558243

ABSTRACT

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 45


Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III

LATAR BELAKANG program DIII Kebidanan untuk menghasilkan tenaga


ahli madya kebidanan yang profesional dan mandiri.
Manajemen aktif kala III (MAK III) Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
dianggap penting sebagai langkah penting pada mahasiswa semester IV yang akan melakukan
dalam mencegah perdarahan post partum Praktik Klinik Kebidanan I (PKK I), masih banyak
yang menyebabkan kematian ibu1. Menurut mahasiswa di Akademi Kebidanan Yogyakarta yang
International Confederation of Midwives dan belum menguasai keterampilan dalam melakukan
International Federation of Gynecology dan Manajemen Aktif Kala III. Penelitian ini bertujuan
Obstetri manajemen aktif harus diberikan kepada untuk mengetahui proses pembelajaran tentang
semua wanita, termasuk administrasi uterotonics, Manajemen Aktif Kala III pada mahasiswa semester
(tertunda) penjepitan tali pusat, penegangan tali IV.
pusat terkendali dan pijat rahim.
Pelayanan kebidanan yang optimal METODE PENELITIAN
adalah salah satu cara yang paling efektif dalam
menyediakan berkualitas tinggi ibu, perawatan Metode penelitian yang digunakan
bayi baru lahir dan dengan demikian mengurangi adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan
kematian ibu dan kematian bayi terutama di negara- menggunakan rancangan studi kasus dan bersifat
negara berkembang2. deskriptif5. Penelitian akan dilaksanakan pada
Perdarahan pasca persalinan atau perdarahan mahasiswa semester IV dan dosen di Akademi
post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 Kebidanan Yogyakarta, dilaksanakan pada bulan
ml yang terjadi setelah bayi lahir. Perdarahan Mei sampai dengan bulan Juli 2016. Unit analisis
pasca persalinan bisa disebabkan oleh retensio pada penelitian ini adalah pada tingkat individu.
plasenta dan retensio sisa plasenta, sehingga salah Penelitian ini dilakukan terhadap 189 mahasiswa
satu upaya untuk mencegah terjadinya perdarahan Akademi Kebidanan Yogyakarta semester IV dan
pasca persalinan yang disebabkan karena retensio 4 dosen pengampu mata kuliah persalinan normal.
plasenta maupun retensio sisa plasenta dilakukan Penelitian pada mahasiswa dengan menggunakan
Manajemen Aktif Kala III. Beberapa penyebab kuesioner dan wawancara mendalam, sedangkan
tersebut dapat dicegah oleh bidan yang kompeten3. penelitian pada dosen dilakukan terhadap 4 orang
Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan dengan wawancara mendalam.
yang memberikan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan kebidanan. Bidan mempunyai 9 HASIL DAN PEMBAHASAN
kompetensi yang harus dikuasai dan salah satu 1. Tingkat Keterampilan Mahasiswa dalam
kompetensi bidan adalah memberikan pertolongan Melakukan Manajemen Aktif Kala III
persalinan normal yang didalamnya ada keterampilan
dalam melakukan Manajemen Aktif Kala III4. Tabel 4.1 Tingkat Keterampilan Mahasiswa
Kejadian kematian Ibu sangat ditentukan dalam Melakukan Manajemen Aktif Kala III
dari kualitas pelayanan yang diberikan tenaga
kesehatan, sehingga petugas kesehatan harus Keterampilan Mahasiswa N %
mempunyai kapasitas dan kemampuan dalam
melakukan pelayanan kesehatan selama kehamilan Baik 61 32,3
dan persalinan. Seseorang harus mendapatkan Cukup 117 61,9
pendidikan agar mempunyai kompetensi dalam Kurang 11 5,8
memberikan pertolongan persalinan.
Akademi Kebidanan Yogyakarta melaksanakan Jumlah 189 100

46 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui Banyak keuntungan dari metode ceramah,
bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai meskipun juga ada kelemahannya. Kelemahan
keterampilan yang cukup tentang Manajemen dari metode ceramah ini adalah: Membosankan
Aktif Kala III, yaitu ada 117 mahasiswa (61,9%) bila selalu digunakan dan terlalu lama, serta sukar
dan ada 11 (5,8%) mahasiswa yang mempunyai menyimpulkan siswa mengerti dan tertarik pada
keterampilan kurang tentang Manajemen Aktif ceramahnya.
Kala III. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mahasiswa saat dilakukan wawancara. Mahasiswa
pencapaian hasil belajar mahasiswa sehingga tampak terdiam dan kasak kusuk ketika di berikan
mahasiswa masih banyak yang mendapatkan hasil pertanyaan tentang meteri yang diberikan pada
belajar cukup. Hasil penelitian Astuti menunjukkan mata kuliah persalinan normal. Hal tersebut
bahwa ada hubungan yang signifikat antara kemungkinan disebabkan karena mahasiswa belum
motivasi atau motif belajar dengan prestasi belajar memahami tentang materi yang diajarkan.
mahasiswa Hasil penelitian6. Retno Sugesti yang Metode demonstrasi merupakan metode
menunjukkan bahwa faktor ekstern mempunyai mengajar yang sangat efektif, sebab membantu
hubungan dengan prestasi belajar mahasiswa7. para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha
Hasil penelitian Mahanani menunjukkan bahwa sendiri berdasarkan fakta yang benar. Mengajar
perhatian orang tua dan lingkungan belajar menggunakan simulasi perlu terjadi secara
mempunyai pengaruh dalam meningkatan prestasi realistis lingkungan sehingga ketika peserta didik
belajar mahasiswa8. Hasil wawancara dengan kembali ke tempat kerja, mereka dapat dengan
responden dosen yang mengatakan bahwa ada mudah menerapkan apa yang dipelajari. Untuk
dosen yang mengajarkan Manajemen Aktif Kala simulasi untuk menjadi sukses, peserta didik
III dengan metode yang tidak sesuai dengan harus menangguhkan realitas dan berinteraksi
kebutuhan belajar mahasiswa. Penelitian Mudayati dengan simulator seolah-olah itu adalah pasien
menunjukkan bahwa pengajar perlu menggunakan nyata10. Ada beberapa kelebihan tetapi ada juga
metode pembelajaran yang tepat dan persiapan kelemahan dari metode demonstrasi ini yaitu:
materi yang baik sehingga bisa menaikan rata-rata memerlukan keterampilan guru secara khusus.
nilai Indeks Prestasi Mahasiswa9. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara
dengan dosen, bahwa penyebab mahasiswa
2. Metode pembelajaran Manajemen Aktif kurang memahami tentang Manajemen Aktif
Kala III Kala III karena dosen belum terampil dan masih
Metode pembelajaran di berikan dengan menggunakan metode lama dalam melakukan
ceramah, demonstrasi, memberikan ilustrasi, dan Manajemen Aktif Kala III.
dengan menayangkan video tentang persalinan. Media pembelajaran film dan video memiliki
Dalam proses pembelajaran, mahasiswa masih banyak manfaat atau keuntungan jika diterapkan
kesulitan dalam mmbedakan antara peregangan dalam pembelajaran11. Arsyad mengatakan bahwa
dengan tanda-tanda pelepasan plasenta. terdapat 7 keuntungan utama menggunakan media
Menurut Responden Dosen, mahasiswa pembelajaran film dan video, keuntungan tersebut
sebenarnya sudah diarahkan bagaimana melakukan antara lain: Film dan video dapat melengkapi
Manajemen Aktif Kala III yang benar, tetapi ada pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika
faktor dari mahasiswa yang sulit untuk memahami mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan
antara manajemen aktif dan manajemen pasif lain-lain. Film dan video dapat menggambarkan
sehingga betul-betul perlu penekanan ketika suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan
menyampaikan tentang Manajemen Aktif Kala III. secara berulang-ulang jika dipandang perlu.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 47


Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III

Selain mendorong dan meningkatkan motivasi, pembelajaran praktikum tentang Manajemen Aktif
film dan video menanamkan sikap dan segi-segi Kala III adalah dengan menggunakan phantom
afektif lainnya. panggul, phantom plasenta. Tidak ada variasi
pelepasan plasenta dalam pembelajaran praktikum
3. Model Pembelajaran Praktikum Manajemen Manajemen Aktif Kala III. Variasi yang dimaksud
Aktif Kala III adalah lamanya plasenta lepas dari dinding
Model pembelajaran praktikum yang endometrium yang memungkinkan mahasiswa
diterima oleh mahasiswa adalah dengan cara memahami bahwa setelah bayi lahir, plasenta tidak
cara praktik langsung dengan menggunakan langsung lepas, tetapi ada beberapa kasus dimana
media phantom. Pembelajaran yang diterapkan plasenta baru lepas setelah beberapa menit setelah
pada saat praktikum, bahwa plasenta tidak bayi lahir.
langsung dilahirkan, tetapi menggunakan proses Menurut Responden dosen, pembelajaran
meregangkan tali pusat. Setelah uterus globuler, praktikum sebaiknya menggunakan media yang
ada semburan darah tiba-tiba, dan tali pusat transparan yang bisa di lihat, sehingga mahasiswa
memanjang, baru dilakukan Penegangan Talipusat lebih mudah memahami. Media yang diperlukan
Terkendali (PTT). tidak perlu yang bagus, yang sederhana, tetapi
Menurut responden dosen, mungkin ada yang bisa membuat mahasiswa paham tentang
beberapa dosen yang mengajarkan Manajemen Manajemen Aktif Kala III.
Aktif Kala III seperti dulu. Menurut responden, Media pembelajaran secara umum adalah
kemungkinan itulah yang diajarkan oleh sebagian alat bantu proses belajar mengajar. Penggunaan
dosen sehingga mahasiswa kurang memahami media akan membuat pembelajaran lebih efektif
tentang bagaimana melakukan Manajemen Aktif dalam penyampaian informasi13. Segala sesuatu
Kala III. yang dapat dipergunakan untuk merangsang
Strategi pembelajaran melalui metodel pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
praktikum merupakan konsep belajar yang bisa ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong
membantu guru menghubungkan antara materi terjadinya proses belajar.14
yang diajarkan dengan realitas dunia nyata siswa Berdasarkan hasil penelitian, media
dan mendorong siswa membuat interaksi antar pembelajaran praktikum yang digunakan adalah
pengetahuan yang dimilikinya. Metode praktikum phantom panggul dan phantom plasenta, tetapi
adalah metode mengajar yang mengajak siswa belum ada seting waktu perbedaan pelepasan
melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan plasenta. Media phantom panggul dan phantom
atau untuk menguji teori yang telah dipelajari plasenta sudah sesuai dengan media yang
memang mimiliki kebenaran. Hal itu sependapat dibutuhkan oleh mahasiswa, karena mahasiswa
dengan pendapat Sagala, yang menjelaskan membutuhkan gambaran plasenta yang menempel
proses belajar mengajar dengan metode praktikum di dinding uterus dan plasenta yang akan
berarti siswa diberi kesempatan untuk mengalami dikeluarkan melalui vagina yang berada di rongga
sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu panggul.
objek, menganalisi, membuktikan, dan menarik
kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan KESIMPULAN
atau proses sesuatu12.
1. Sebagian besar mahasiswa mempunyai
4. Media Yang Digunakan dalam pembelajaran keterampilan yang cukup tentang manajemen
Manajemen Aktif Kala III aktif kala III, yaitu ada 117 mahasiswa (61,9%)
Media yang digunakan dalam proses dan ada 11 (5,8%) mahasiswa yang mempunyai

48 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III

keterampilan kurang tentang manajemen aktif DAFTAR PUSTAKA


kala III
2. Penyampaian materi tentang Manajemen 1. Lalonde, A., Daviss, B.A., Acosta, A., and
Aktif Kala III dengan ceramah, demonstrasi, Herschderfer, K. Postpartum hemorrhage
memberikan ilustrasi, dan dengan video tentang today: ICM/FIGO initiative 2004–2006.
persalinan International Journal of Gynecology and
3. Pembelajaran praktikum dilakukan dengan cara Obstetrics. 2006; 94: 243–253
praktik langsung dengan menggunakan media 2. Renfrew, M.J., McFadden, A., Bastos, M.H.,
phantom, tetapi tidak ada variasi pelepasan Campbell, J., Channon, A.A., Cheung, N.F.,
plasenta dalam pembelajaran praktikum Silva,D.R.A.D., Downe, S., Kennedy, H.P.,
Manajemen Aktif Kala III, dan tidak ada Malata, A., McCormick, F., Wick, L., Declercq,
beberapa dosen yang mengajarkan Manajemen E.,2014. Midwifery and quality care: findings
Aktif Kala III seperti dulu. from a new evidence-informed frameworkfor
4. Media yang digunakan dalam proses maternal and newborn care. Lancet 384
pembelajaran praktikum tentang Manajemen (9948), 1129–1145. http://dx.doi.org/10.1016/
Aktif Kala III adalah dengan menggunakan S01406736(14)60789-3
phantom panggul, phantom plasenta, tetapi 3. WHO, 2014a. International day of the Midwife,
belum ada media yang mampu membuat 5 May 2012. SEARO (Retrieved from World
mahasiswa memahami dengan baik tentang Health Organization website). http://www.
Manajemen Aktif Kala III searo.who.int/entity/nursing_midwifery/events/
international_midwife_day/en/
Saran 4. WHO. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
1. Bagi Institusi 5. Yin, Robert K. 2006. Studi Kasus Desain dan
Agar melakukan penyamaan persepsi Metode. Divisi Buku Perguruan Tinggi Jakarta,
tentang mata kuliah persalinan sebelum proses PT Raja Grafindo Persada
belajar mengajar dilaksanakan, menambah media 6. Astuti, H.P. 2013. Pengaruh Pemanfaatan
untuk pembalajaran praktikum yang trasparan yang Sumber Belajar dan Motivasi Dengan Prestasi
mampu membuat mahasiswa memahami proses Belajar Mata Kuliah Askeb II Mahasiswa
pelaksanaan Manajemen Aktif Kala III Prodi D-III Kebidanan Stikes Kusuma Husada
Surakarta. Jurnal Kesmadaska Vo. 4. No. 1
2. Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah Januari 2013
Persalinan 7. Sugesti, Retno. 2015. Hubungan Faktor
Agar meningkatkan pengetahuan tentang Ekstern Terhadap Prestasi Belajar Mata
ilmu-ilmu baru tentang Manajemen Aktif Kala III, Kuliah Kesehatan Reproduksi D-IV Kebidanan
membuat variasi dalam pembelajaran praktikum STIKIM. Journal Ilmu Kebidanan. Vol. 05.
agar lebih mudah dipahami mahasiswa No.02, Juni 2015
8. Mahanani. 2013. Pengaruh Minat Masuk
3. Bagi Mahasiswa Program Stusi Kebidanan, Perhatian Orang
Agar meningkatkan minat dan konsentrasi Tua, dan Lingkungan Belajar Terhadap Prestasi
dalam pembelajaran Manajemen Aktif Kala III, Belajar Mahasiswa di Akademi Kebidanan
meningkatkan kretifitas dalam menciptakan media Giri Satria Husada Wonogiri. Jurnal Medika
pembelajaran untuk Manajemen Aktif Kala III. Respati Vol. 8 No. 4. 2013
9. Mudayati, Hanik .2008. Hubungan Persepsi

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 49


Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III

Mahasiswa Tentang Metode Pembelajaran dan 12. Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna
Penguasaan Materi Dosen Dengan Prestasi Pembelajaran. Bandung. CV Alfabeta
Belajar Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan 13. Thalip, SB. 2010. Psikologi Pendidikan
Universitas Tulungagung. Master Tesis. Berbasis Analisis Empiris Aplikastif. Jakarta.
Universitas Sebelas Maret Kencana Prenada Media Group
10. Amanda Wilford, Thomas J Doyle. 2006. 14. Hariyanto. 2012. Pengertian Metode
Integrating Simulation Training Into The Pembelajaran, Available at: http://
Nursing Curriculum. British Journal of belajarpsikologi.com/pengertian-media-
Nursing, 2006, Vol 15, No 1 pembelajaran, 12 Agustus 2016
11. Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran.
Jakarta. Rajawali Press

50 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

PERBEDAAN EFEKTIFITAS DAUN


KUBIS DINGIN (Brassica Oleracea
Var. Capitata) DENGAN PERAWATAN
PAYUDARA DALAM MENGURANGI
PEMBENGKAKAN PAYUDARA (Breast
Engorgement) DI KABUPATEN
PEKALONGAN

Nina Zuhana
Prodi DIII Kebidanan STIKES Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan

ABSTRACT

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 51


Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

Latar Belakang 10,11 dan kandungan lain seperti sinigrin (


Allylisothiocyanate), minyak mustard, magnesium,
Masalah menyusui yang dapat timbul Oxylate heterosides belerang, hal ini dapat
pada masa pasca persalinan dini (masa nifas atau membantu memperlebar pembuluh darah kapiler
laktasi) adalah pembengkakan payudara (breast sehingga meningkatkan aliran darah untuk
engorgement) atau disebut juga bendungan keluar masuk dari daerah tersebut, sehingga
ASI.1 Pembengkakan payudara merupakan memungkinkan tubuh untuk menyerap kembali
pembendungan air susu karena penyempitan duktus cairan yang terbendung dalam payudara tersebut.
laktiferus atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak Selain itu daun kubis juga mengeluarkan gel dingin
dikosongkan dengan sempurna.2 payudara akan yang dapat menyerap panas yang ditandai dari
terasa sakit, panas, nyeri pada perabaan, tegang, klien merasa lebih nyaman dan daun kubis menjadi
bengkak yang terjadi pada hari ketiga sampai layu/matang setelah 30 menit penempelan.
hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara Berdasarkan penelitian Cochrane systematic
normal dihasilkan.3,4 review, Snowden HM. 2007. Dari 8 uji coba yang
Tingkat pembengkakan antara 20% sampai melibatkan 424 wanita dengan tiga studi yang
dengan 85% dan biasanya terjadi pada hari-hari berbeda yaitu daun kubis atau ekstrak daun kubis,
pertama pasca persalinan.5 Sebanyak 10% wanita terapi ultrasound dan penggunaan danzen (obat
mengalami nyeri berat hingga 14 hari post partum anti inflamasi) diidentifikasi bahwa ketiga studi
dan seperempat sampai setengah dari wanita tersebut secara efektif dapat memberikan manfaat
tersebut mengkonsumsi analgesik untuk meredakan untuk penanganan pembengkakan payudara.12
nyeri payudara.2 Kejadian Pembengkakan payudara Penelitian yang dilakukan Arora
43,4% dari 145 ibu nifas dan pembengkakan terjadi dkk.2008 tentang perbadaan daun kubis dengan
253 kali (48%) lebih tinggi pada primipara.6 kompres hangat dan dingin untuk pengobatan
Intervensi untuk meringankan gejala pembengkakan payudara didapatkan hasil daun
pembengkakan payudara sangat dibutuhkan. kubis dingin serta alternatif kompres panas
Strategi untuk mengurangi pembengkakan dan dingin keduanya dapat digunakan dalam
payudara secara non farmakologis dapat dilakukan pengobatan pembengkakan payudara.13 Mangesi
dengan akupuntur, perawatan payudara tradisional L, penelitian Cochrane systematic review. 2010.
(kompres panas dikombinasikan dengan pijatan), dari 8 studi yang melibatkan 744 wanita. Dengan
daun kubis, kompres panas dan dingin secara uji klinis dari perawatan pembengkakan payudara
bergantian, kompres dingin, dan terapi ultrasound.7,8 yang berbeda yaitu akupunktur (dua studi), daun
Perawatan payudara masa nifas dapat kubis (dua studi), gel packs dingin (satu penelitian),
membantu memperlancar pengeluaran ASI. pengobatan farmakologis (dua studi) dan USG (satu
Perawatan payudara juga dapat dilakukan untuk penelitian). Untuk beberapa intervensi (USG, daun
mencegah dan menangani masalah menyusui seperti kubis, dan oksitosin) tidak ada bukti yang signifikan
pembengkakan payudara. Sebelum melakukan secara statistik bahwa intervensi dikaitkan dengan
perawatan payudara dibutuhkan persiapan dan resolusi lebih cepat dari gejala.14
peralatan serta ibu harus membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk mengompresan dan pengurutan Tujuan Penelitian
atau pemijatan setiap tahapnya.9
Kubis dapat digunakan untuk terapi Untuk mengetahui Perbedaan Efektifitas
pembengkakan. Kubis (Brassica Oleracea Var. Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var.
Capitata) diketahui mengandung asam amino Capitata) Dengan Perawatan Payudara Dalam
metionin yang berfungsi sebagai antibiotic Mengurangi Pembengkakan Payudara (Breast

52 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

Tabel 1. Perbedaan skala pembengkakan payudara sebelum dan sesudah diberikan


daun kubis dingin (Brassica oleracea var. Capitata)

Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Z P

bengkak setelah Negative Ranks 15a 8.00 120.00 -3.624a .000


kubis-bengkak Positive Ranks 0b .00 .00
sebelum kubis Ties 0c

Total 15

Engorgement) Di Kabupaten Pekalongan. perbedaan sebelum dan sesudah intervensi,


untuk menganalisa perbedaan efektifitasnya
Metode Penelitian menggunakan uji Mann-Whitney dengan Confident
Interval 95%.
Jenis Penelitian ini menggunakan studi quasi
eksperimental. Jenis desain yang digunakan adalah Hasil Penelitian
desain parallel dalam dua kelompok. Instrument
penelitian menggunakan Checklist yaitu penilaian Terdapat 15 responden dengan Skala
langsung kejadian pembengkakan payudara pembengkakan payudara setelah diberikan daun
menggunakan six Point Engorgement Scale (SPES) kubis dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

Tabel 2. Perbedaan skala pembengkakan payudara sebelum dan sesudah


dilakukan perawatan payudara

Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Z P

Bengkak setelah Negative Ranks 15a 8.00 120.00 -3.771a .000


perawatan payudara- Positive Ranks 0b .00 .00
bengkak sebelum Ties 0c

perawatan payudara

Total 15

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pekalongan dan perawatan payudara lebih rendah daripada
pada tanggal 6 Januari- 6 Februari 2014. Populasi sebelumnya. Tidak ada responden yang skala
studi dalam penelitian ini adalah semua ibu pembengkakan payudaranya tetap ataupun lebih
postpartum di Kabupaten Pekalongan. Tehnik meningkat.
pengambilan sampel dengan menggunakan non Hasil analisa dengan menggunakan uji paird
probability sampling jenis consecutive sampling t test tidak dapat dilakukan karena data berdistribusi
yaitu didapatkan 30 responden terdiri dari 15 tidak normal sehingga menggunakan uji wilcoxon,
responden kelompok intervensi (diberikan daun diperoleh Z score – 3,624 (< -1,96) dan nilai
kubis dingin kemudian perawatan payudara) dan 15 signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian
responden kelompok kontrol (dilakukan perawatan dapat disimpulkan Ada perbedaan skala
payudara). Analisa data dengan cara kuantitatif pembengkakan payudara sebelum dan
menggunakan uji Wilcoxon untuk menganalisa setelah diberikan daun kubis dingin (Brassica

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 53


Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

Oleracea var. capitata) dan perawatan payudara. payudara dan beberapa studi menunjukkan daun
Terdapat 15 responden dengan skala kubis dapat mengurangi pembengkakan payudara
pembengkakan payudara setelah dilakukan dengan cepat.15 Dari hasil penelitian didapatkan
perawatan payudara lebih rendah daripada skala pembengkakan payudara pada kelompok
sebelumnya. Tidak ada responden yang skala intervensi, terjadi kenaikan kembali pada sore
pembengkakan payudaranya tetap ataupun lebih harinya hanya 4 responden berbeda dengan
meningkat. kelompok kontrol. Skala pembengkakan payudara
Hasil analisa dengan menggunakan uji sore hari pre intervensi pada kelompok kontrol
paired t-test tidak dapat dilakukan karena data hampir sebagian besar responden terjadi kenaikan
berdistribusi tidak normal maka menggunakan kembali skala pembengkakan payudaranya. hal ini
uji wilcoxon, diperoleh Z score -3,771 (<-1,96) dapat disebabkan karena daun kubis mempunyai
dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan kandungan khusus yang dapat mempercepat
demikian dapat disimpulkan Ada perbedaan skala penurunan skala pembengkakan payudara.
pembembengkakan payudara sebelum dan setelah Kubis mengandung sumber yang baik
dilakukan perawatan payudara dari asam amino glutamine dan diyakini untuk
Dengan menggunakan uji Mann-Whitney mengobati semua jenis peradangan salahsatunya
diperoleh P 0,000. Karena nilai p < 0,05 maka radang payudara.16 Selain itu Kubis berisi minyak
dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas daun mustard, magnesium, oksalat dan sulfur heterosides.
kubis dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata) Asam metionin sebagai antibiotik dan anti-iritasi,
dengan perawatan payudara dalam mengurangi yang pada gilirannya menarik aliran tambahan
pembengkakan payudara (Breast Engorgement). darah ke daerah tersebut. Hal Ini dapat melebarkan
pembuluh kapiler dan bertindak sebagai iritan
PEMBAHASAN counter, sehingga menghilangkan pembengkakan
dan peradangan serta memungkinkan ASI keluar
Hasil analisa dengan menggunakan uji Mann- dengan lancar.17,18
Whitney didapatkan nilai significancy 0,000 (p < Roberts KL dkk juga membandingkan
0,05) yang berarti ada perbedaan efektifitas daun efektifitas ekstrak daun kubis dengan yang dari
kubis dingin (Brassica Oleracea var. Capitata) dan plasebo dalam pengobatan pembengkakan payudara
perawatan payudara dengan perawatan payudara pada wanita menyusui, menyimpulkan bahwa
dalam mengurangi pembengkakan payudara. kedua kelompok menerima bantuan yang sama dari
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat kekerasan dan ketidaknyamanan dalam jaringan
Edith Kernerman bahwa daun kubis dapat payudara berkurang secara substansial . Penelitian
digunakan untuk mengurangi pembengkakan ini juga mendukung temuan Hill PD dan Humenick

Tabel 3. Perbedaan skala pembengkakan payudara daun


kubis dingin (Brassica Oleracea Var. capitata) dengan perawatan payudara

Intervensi N Mean Sum of Mann- Wilcox Z P


Rank Ranks Whitney on WU

Skala Kubis & PD 15 21.47 322.00 23.000 143.000 -3.909 .000


Pembengkakan Perawatan
payudara payudara 15 9.53 143.00

Total 30

54 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

SS yang melaporkan bahwa jenis persalinan dan KESIMPULAN DAN SARAN


paritas bukan merupakan variabel penting dalam
memprediksi pembengkakan payudara.19 1. Skala pembengkakan payudara setelah
Perempuan beranggapan bahwa diberikan daun kubis dingin (Brassica
pembengkakan payudara merupakan hal yang Oleracea Var. Capitata) dan perawatan
sudah biasa terjadi pada masa nifas terutama payudara lebih rendah daripada sebelumnya.
mulai 3 sampai 6 hari pasca salin. Ibu nifas tidak Tidak ada responden yang skala pembengkakan
tidak segera memberikan ASI sejak hari pertama payudaranya tetap ataupun lebih meningkat.
dan memberikan susu formula pada bayinya Ada perbedaan skala pembengkakan payudara
sebagai pendamping ASI. Hal ini menjadi pemicu sebelum dengan setelah diberikan daun kubis
terjadinya pembengkakan payudara karena tidak dingin (Brassica oleracea Var. capitata) dan
adekuatnya pengosongan payudara oleh bayi dan perawatan payudara P : 0,0001
rasa nyeri saat menyusui mempengaruhi keinginan 2. Skala pembengkakan payudara setelah
ibu untuk menyusui. dilakukan perawatan payudara lebih rendah
Penelitian Arora menunjukkan fakta bahwa daripada sebelumnya. Tidak ada responden
kebanyakan wanita menyusui mempertimbangkan yang skala pembengkakan payudaranya tetap
masalah menyusui menjadi sesuatu yang normal ataupun lebih meningkat Ada perbedaan skala
karena sebagian besar kondisi ini dapat diobati. pembengkakan payudara sebelum dengan
Sebuah studi kualitatif tentang makna perempuan setelah dilakukan perawatan payudara. P :
beranggapan bahwa pembengkakan payudara 0,000.
merupakan budaya seperti payudara yang terisi 3. Terdapat perbedaan efektifitas daun kubis
penuh dengan ASI dapat mengagungkan wanita dingan (Brassica Oleracea Var. capitata)
dan ciri mereka sebagai seorang wanita menyusui dengan perawatan payuadara dalam
dan tidak menunjukkan kelainan apapun.13 megurangi pembengkakan payudara (Breast
Hasil penelitian ini juga mendukung Engorgement).
Anggraeni bahwa perawatan payudara masa Saran dalam penelitian ini agar dapat
nifas sebagai penanganan standar yang sering disosialisasikan khususnya organisasi profesi
dilakukan untuk mencegah dan menangani melalui seminar, atau loka karya agar dapat
masalah menyusui seperti pembengkakan digunakan sebagai salah satu sumber Evidence
payudara. sebelum melakukan perawatan payudara Based Practice dalam ilmu kebidanan
dibutuhkan persiapan dan peralatan serta ibu harus khususnya pengembangan tehnik-tehnik dalam
membutuhkan waktu untuk mengompresan dan penatalaksanaan kebidanan mandiri untuk
pengurutan atau pemijatan setiap tahapnya.9 menangani pembengkakan payudara.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 55


Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata)

Daftar Pustaka 9. Anggraini Y. Asuhan Kebidanan Masa Nifas.


Pustaka Rihama. Yogyakarta. 2010;147-149
1. Prawirohardjo, Sarwono Ilmu kebidanan. 10. Noor suraya desa. 1001 Misteri Alam :
Yayasan bina Pustaka. Jakarta. 2014 ; 700 menyikap 1001 Khasiat Misteri Alam. Buku
2. Cunningham. William Obstetri. EGC. Jakarta. prima. Malaysia. 2008 ; 117
2013; 744 11. Lees, M. Cabbage Leaves for Engorment,
3. Saifudin, Abdul Bari. Panduan Praktis online at http://www.gentlebirth.org/archives/
pelayanan kesehatan maternal neonatal. bestfeed.html#Engorgement
yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo. 12. Snowden HM, Renfrew MJ, Woolridge
Jakarta. 2008; 262; N-27 MW WITHDRAWN: Treatments for breast
4. Myles. Buku Ajar Kebidanan.EGC. Jakarta. engorgement during lactationCochrane
2010; 629 Database Syst Rev. 2007 Jul 18;(2):CD000046.
5. Kiranmalanchanu, Takhellambam. 2008. a 13. Arora S, Vatsa M, Dadhwal. A comparison of
study to evaluate the effectiveness of warm cabbage leaves vs Hot and cold Compresses in
compress on reduction of breast engorgement the treatment of breast engorgement. Indian J
among primi posnatal mothers admitted in Community Med.2008;33(3):160-2
selected hospitals at kolar district, Karnataka 14. Mangesi L, Dowswell T. Treatments for
6. Keila Formiga de Castro, Telma Ribeiro engorgement during lactation. Cochrane
Garcia, Cláudia Maria Ramos Medeiros Souto. Database Syst Rev. 2010;(9):CD006946
Intercorrências mamárias relacionadas à 15. Edith Kernerman. Enggorgement. International
lactação: estudo envolvendo puérperas de uma breastfeeding center. 2009. www.nbci.ca/index.
maternidade pública de João Pessoa, PBMundo php?option=com_content&id=83:engorgemen
da Saúde, São Paulo: 2009;33(4):433-439. t&Itemid=17
7. Artigo De Revisao A. Non pharmacologic 16. Agung dan tinton, Buku Pintar Tanaman Obat.
treatment to relieve breast engorgement during Agromedia. Jakarta. 2008 ; 152
lactation: an integrative literature review. Rev. 17. Noor suraya desa. 1001 Misteri Alam :
Esc. Enferm. USP vol. 46 no.2 Sao Paulo Apr. menyikap 1001 Khasiat Misteri Alam. Buku
2012 prima. Malaysia. 2008 ; 117
8. Ligia de Sousa, Mariana Lourenço Haddad, 18. Lees, M. Cabbage Leaves for Engorment,
Ana Márcia Spanó Nakano, Flávia Azevedo online at http://www.gentlebirth.org/archives/
Gomes. Terapêutica não-farmacológica para bestfeed.html#Engorgement
alívio do ingurgitamento mamário durante a 19. Roberts KL, Reiter M, Schuster D. Effects of
lactação: revisão integrativa da literature. Rev cabbage leaf extract on breast engorgement. J
Esc Enferm USP 2012; 46(2):472-www.ee.usp. Hum Lactation 1998;14:231-6.
br/reeusp/

56 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

EFEKTIVITAS KONSUMSI JAHE


DAN SEREH DALAM MENGATASI
MORNING SICKNESS

Siti Rofi’ah, Esti Handayani, Tety Rahmawati


Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi Kebidanan Magelang

email : nandasheeta@yahoo.com
Alamat : Jln. Perintis Kemerdekaan Magelang Jawa Tengah
Hp : 082242517145/ 085228569458

ABSTRACT

Kata Kunci: Jahe, Sereh, Morning Sickness

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 57


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

LATAR BELAKANG pada 2 (dua) Puskesmas di Kabupaten Temanggung


diperoleh hasil pada bulan Januari 2015 sebanyak
Kehamilan merupakan kondisi krisis yang 54 ibu hamil, dengan 33 (60%) ibu hamil
memerlukan adaptasi psikologis dan fisiologis diantaranya mengalami mual muntah. Pengobatan
terhadap hormon kehamilan dan tekanan mekanis yang diberikan adalah vitamin B6, tidak ada
akibat pembesaran uterus dan jaringan lain1. satupun yang diberikan terapi lain seperti anjuran
Tiga hormon yang berperan pada perubahan minum minuman jahe atau sereh. Berdasarkan
fisiologi gastrointestinal adalah hormon hCG uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
(human chorionic gonadotropin), progesteron secara langsung tentang efektivitas konsumsi jahe
dan estrogen2. Mual dan muntah terjadi karena dan sereh dalam mengatasi morning sickness pada
pengaruh hCG, tonus otot-otot traktus digestivus ibu hamil trimester I.
menurun sehingga kemampuan bergerak seluruh
traktus digestivus juga berkurang3. TUJUAN
Secara psikologis, mual dan muntah selama
kehamilan mempengaruhi lebih dari 80% wanita Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hamil serta menimbulkan efek yang signifikan efektivitas konsumsi jahe dan sereh dalam mengatasi
terhadap quality of life4. Sebagian ibu hamil morning sickness pada ibu hamil trimester I.
merasakan mual dan muntah merupakan hal yang
biasa terjadi selama kehamilan. Sebagian lagi RANCANGAN/ METODE
merasakan sebagai sesuatu yang tidak nyaman dan
mengganggu aktivitas sehari-hari, bahkan banyak Jenis penelitian ini Pre Experimental dengan
wanita hamil yang harus mengkonsumsi obat- rancangan Pretest-Postest Control Group Design.
obatan atau tindakan alternatif lain untuk mengatasi Pada rancangan ini kelompok 1 (eksperimen) diberi
mual dan muntah. Obat anti mual yang sering perlakuan mengkonsumsi jahe sereh sedangkan
diberikan pada wanita hamil adalah vitamin B6. kelompok 2 (kontrol) diberikan perlakuan
Namun obat ini dilaporkan memiliki efek samping mengkonsumsi jahe dan kelompok 3 (kontrol)
seperti sakit kepala, diare, dan mengantuk5. mengkonsumsi sereh selama 7 hari. Pada ketiga
Terapi awal pada emesis sebaiknya kelompok diawali dengan pre test dan sesudah
konservatif disertai dengan perubahan diet, intervensi dilakukan post test terhadap derajat mual
dukungan emosional, dan terapi alternatif seperti muntah menggunakan Indeks Pregnancy-Unique
herbal. Ramuan tradisional bisa digunakan dengan Quantification of Emesis/Nausea (PUQE). Sampel
meminum secangkir jahe hangat. Di India, jahe dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil
dibuat sebagai minuman untuk mengatasi rasa trimester I yang mengalami mual muntah sebanyak
mual pada wanita hamil. Jahe dapat dikonsumsi 39 responden yang memenuhi kriteria keadaan
dalam berbagai bentuk seperti minuman, permen, umum baik, tidak mengalami gastroenteritis, tidak
atau manisan6. Selain jahe, sereh menurut Akbar7 memiliki riwayat keguguran, tidak mengalami
bermanfaat untuk meredakan timbulnya rasa mual stress/ tekanan jiwa, tidak mengkonsumsi obat anti
bagi wanita. Kandungan kimia sereh antara lain mual serta mengkonsumsi jenis intervensi yang
adalah minyak astiri dengan komponen-komponen diberikan secara rutin. Penelitian ini menggunakan
citronefral, citral, geraniol, metil-heptonone, checklist derajat mual dan muntah berisi intensitas
eugenol-metil eter, dipenten, eugenol, kadinen, mual dan muntah ibu hamil dengan indeks
kadinol dan limonene yang dapat digunakan untuk Pregnancy-Unique Quantification of Emesis/
mengatasi mual muntah8. Nausea (PUQE). Analisa data menggunakan uji
Studi pendahuluan yang dilakukan penulis Wilcoxon9.

58 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

HASIL senyawa-senyawa yang terkandung pada jahe lebih


mengarah pada dinding lambung daripada sistem
Kejadian Morning Sickness pada Ibu syaraf pusat12.
Hamil Trimester I Sebelum dan Sesudah Sebelum mengkonsumsi jahe sereh sebagian
Mengkonsumsi Jahe besar ibu hamil mengalami mual muntah pada
derajat sedang/ moderate, sesudah mengkonsumsi
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kejadian Morning Sickness pada Ibu Hamil
Trimester I Sebelum dan Sesudah Mengkonsumsi Jahe dan Sereh

Kategori Kejadian Morning Sickness pada Ibu hamil


Jahe Jahe Sereh Sereh
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Frek % Frek % Frek % Frek % Frek % Frek %

Mild 5 38,5 12 92,3 0 0 12 92,3 0 0 2 15,4


Moderate 8 61,5 1 7,7 11 84,6 1 7,7 12 92,3 10 76,9
Severe 0 0 0 0 2 15,4 0 0 1 7,7 1 7,7
Jumlah 13 100 13 100 13 100 13 100 13 100 13 100

Tabel.1 menunjukkan hasil bahwa sebagian jahe sereh sebagian besar pada tingkat ringan/ mild.
besar responden sebelum mengkonsumsi jahe Efek farmakologis jahe adalah menambah nafsu
mengalami mual muntah pada derajat sedang/ makan, memperkuat lambung, peluruh kentut,
moderate. Sesudah mengkonsumsi jahe sebagian peluruh keringat, pelancar sirkulasi darah, penurun
besar ibu hamil mengalami mual muntah derajat kolesterol, anti muntah, anti radang, anti batuk,
ringan/ mild. Kejadian morning sickness pada dan memperbaiki pencernaan8, sedangkan sereh
ibu hamil sering terjadi dalam kehamilan, karena menurut Akbar7 bermanfaat untuk meredakan rasa
adanya peningkatan hormon estrogen dan hCG nyeri ketika haid dan meredakan timbulnya rasa mual
dengan gejala klinis mual dan muntah10. Mual bagi wanita, memperkuat dan meningkatkan fungsi
muntah bervariasi dari mual ringan sampai mual sistem saraf, menghangatkan dan melemaskan
dan muntah yang tidak tertahankan sepanjang hari. otot, meredakan kejang-kejang, meredakan infeksi
Ini terjadi antara minggu keempat sampai ketujuh kulit, lambung, usus, saluran kemih, dan luka,
setelah periode menstruasi terakhir dan berkurang menyegarkan kulit, menghilangkan jerawat, serta
pada minggu ke-20 setelah masa kehamilan pada menghilangkan bau badan tak sedap.
hampir semua wanita hamil11. Kejadian morning sickness sebelum dan
Jahe merupakan salah satu rempah-rempah sesudah mengkonsumsi sereh sebagian besar ibu
yang banyak digunakan untuk konsumsi dan hamil pada derajat sedang/ moderate. Mual muntah
juga untuk kesehatan salah satunya adalah untuk merupakan keluhan yang sering muncul dan dapat
mengatasi mual muntah. Jahe merupakan bahan bervaiasi dari mual ringan saat bangun tidur
yang mampu mengeluarkan gas dari dalam perut. hingga muntah terus menerus sepanjang hari13.
Jahe juga merupakan stimulan aromatik yang kuat, Muntah yang terus menerus disertai dengan kurang
disamping dapat meningkatkan gerakan peristaltik minum yang berkepanjangan dapat menyebabkan
usus. Sekitar 6 senyawa di dalam jahe telah terbukti terjadinya syok, dan dehidrasi yang berkepanjangan
memiiki aktivitas anti emetik yang manjur. Kerja dapat dipastikan akan menghambat tumbuh

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 59


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

kembang janin. Nutrisi yang adekuat selama sering menyebabkan terjadinya infeksi10,12. Jahe
kehamilan sangat diperlukan untuk kesehatan janin merupakan jenis complement nutrisi yang sudah
dan ibu hamil. Berat badan bayi baru lahir dan diakui oleh Food and Drug Administration (FDA)
usia kehamilan terutama pada kelahiran prematur Amerika, juga telah termasuk kedalam daftar obat
berisiko menyebabkan kematian bayi baru lahir10. herbal monograf WHO. Ibu dapat mengkonsumsi
Dengan demikian, muntah pada kehamilan perlu jahe dalam bentuk apapun selama ibu menyukainya.
diatasi salah satunya dengan herbal. Kandungan Penelitian Ardani15 menyebutkan bahwa pemberian
minyak astiri dalam sereh dapat bermanfaat untuk jahe dan kapulaga efektif untuk mengatasi morning
mencegah muntah, mencegah masuk angin, dan sickness pada ibu hamil trimester I. Penelitian lain
melancarkan sirkulasi cairan limpa dan darah14. dilakukan oleh Aini16 dengan hasil ada pengaruh
Namun dengan bau yang menyengat menyebabkan pemberian air rebusan jahe terhadap mual muntah
ibu hamil tidak mampu merespons efek anti muntah pada ibu yang mengalami emesis gravidarum. Hasil
yang dikeluarkan dari sereh tersebut. penelitian Saswita17 juga menyebutkan bahwa
minuman jahe efektif dalam mengurangi emesis
Efektivitas Konsumsi Jahe dan Sereh dalam gravidarum pada ibu hamil trimester I.
Mengatasi Morning Sickness pada Ibu Hamil Jahe sereh efektif untuk mengatasi morning
Trimester I sickness, hal ini didukung data yang menyatakan

Tabel 2. Efektivitas Konsumsi Jahe dan Sereh dalam Mengatasi Morning Sickness

Kejadian Morning Sickness

Jahe Jahe Sereh Sereh


Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

Mean 7.923 4.615 10.308 4.385 10.231 9.231


Standar Deviasi 2.722 1.502 1.888 1.387 1.536 2.522
Range 8 6 6 4 5 9
Minimum 4 2 8 3 8 4
Maksimum 12 8 14 7 13 13
Varian 7.410 2.256 3.564 1.923 2.359 6.359
p value 0.002 0.001 0.068
perubahan Tetap 1 Tetap 0 Tetap 9
Turun 12 Turun 13 Turun 4

Jumlah 13 Jumlah 13 Jumlah 13

Hasil penelitian menyebutkan bahwa jahe semua responden mengalami penurunan derajar
efektif untuk mengatasi morning sickness. Analisa morning sickness. Sebagai obat herbal, jahe
deskriptif juga menyebutkan bahwa sebagian besar digunakan untuk mencegah motion sickness dan
responden mengalami penurunan derajat morning sebagai anti muntah. Khasiatnya sebagai anti-
Sickness. Akar jahe/ Zingiber Officinale Rhizome muntah mulai banyak digunakan tidak hanya untuk
mengandung bahan aktif gingerol yang dapat penderita gastritis, tetapi juga oleh kalangan ibu
menghambat pertumbuhan galur H. Pylori terutama hamil, karena dianggap mempunyai efek samping
galur Cytotoxin Associated Gene (Cag) A+ yang yang lebih ringan dibanding obat-obat anti muntah

60 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

Tabel 7. Efektivitas Jahe dan Sereh dalam Mengatasi Morning Sickness

Kelompok n Mean sebelum Mean sesudah Selisih Nilai p Nilai Z


perlakuan perlakuan Nilai Mean value

Jahe 13 7.923 4.615 3.308 0.002 -3.086


Jahe Sereh 13 10.308 4.385 5.923 0.001 -3.195
Sereh 13 10.231 9.231 7 0.068 -1,826

Jumlah 30

yang beredar di masyarakat11. bermanfaat untuk mencegah muntah, mencegah


Sereh memiliki banyak sekali kegunaan bagi masuk angin, dan melancarkan sirkulasi cairan
kesehatan, dengan kandungan sereh yaitu minyak limpa dan darah18. Tidak efektifnya sereh untuk
atsiri yang terdiri atas sitrat, sitronelol, a-pinen, mengatasi morning sickness karena bau sereh yang
kamfen, sabinen, mirsen, felandren beta, p-simen, menyengat. Ibu hamil cenderung sensitif terhadap
limonene, cis-osimen, terpinol, sitronelal, borneol, bau sehingga efektivitas sereh dalam mengatasi
terpinen-4-ol, a-terpineol, geraniol, farnesol, morning sickness menjadi berkurang.
metil heptanenon, bornilasetat, geranilformat, Konsumsi Jahe Sereh Paling Efektif dalam
terpinil astet, sitronil asetat, geranial asetat, bête- Mengatasi Morning Sickness pada Ibu Hamil
elemen, beta-kariofilen, beta-bergamoten, trans- Trimester I
metilsoegenol, beta-kadinen, elemol, kariofilen Analisis data dengan memperhatikan
oksida7. Senyawa lain adalah geranial, geranil selisih rata-rata sebelum dan sesudah memperoleh
butirat, lomonen, eugenol dan metileugenol18. intervensi diperoleh hasil jahe sereh paling efektif
Penggunaan sereh yang dikombinasikan untuk mengatasi morning sickness pada ibu hamil
dengan jahe untuk mengatasi mual dan muntah trimester I. Kombinasi kandungan zat yang terdapat
sebelumnya belum pernah dilakukan. Namun pada jahe dan sereh semakin memperkuat efeknya
Sripramote19 pernah meneliti tentang pemberian dalam menurunkan derajat mual muntah. Aroma
jahe dan vitamin B6 terhadap mual muntah pada sereh yang menyengat dapat ternetralisir dengan
ibu hamil dengan hasil jahe lebih efektif untuk aroma jahe yang lebih menyenangkan bagi ibu
mengurangi mual dan muntah selama hamil. hamil. Hal ini dapat disebabkan karena komponen
Penggunaan kombinasi rempah-rempah untuk utama minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau
mengatasi mual dan muntah pada ibu hamil harum adalah zingiberen dan zingiberol21.
sebelumnya pernah dilakukan oleh Gunanegara20 Jahe bekerja menghambat reseptor serotonin
yang menyatakan bahwa kombinasi ekstrak jahe dan menimbulkan efek anti emetik pada sistem
dengan piridoksin dapat meringankan gejala mual gastrointestinal dan sistem susunan saraf pusat.
muntah lebih baik daripada hanya menggunakan Galanolakton, merupakan unsur lain yang
piridoksin saja terkandung pada jahe, adalah suatu antagonis
Sereh tidak efektif untuk mengatasi morning kompetitif pada ileus 5-HT reseptor, yang
sickness, hal ini didukung dengan analisa deskriptif menimbulkan efek anti-emetik. Efek jahe pada
yang menyatakan hanya 30% responden yang susunan saraf pusat ditunjukkan pada percobaan
mengalami penurunan derajat morning sickness. binatang dengan gingerol, terdapat pengurangan
Kandungan minyak astiri dalam sereh seperti citral, frekuensi muntah11.
geraniol, citonellal, metil heptanenon, dipenten, Hasil penelitian ini sesuai hasil penelitian
eugenol kadinen, kadinol dan limonene dapat Arianto22 yang menyatakan bahwa ekstrak jahe

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 61


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

lebih efektif daripada plasebo dan kombinasi 6 September 2015


ekstrak jahe dengan piridoksin lebih efektif 7. Akbar. 2015. Aneka Tanaman Apotek Hidup di
daripada plasebo dalam menurunkan derajat mual Sekitar Kita. Jakarta : One Book.
dan episode muntah pada emesis gravidarum, 8. Hariana. 2015. 262 Tumbuhan Obat dan
sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunakan Khasiatnya. Jakarta : penebar Swadaya.
kombinasi 2 jenis atau lebih rempah-remah dapat 9. Dahlan. S. Statistik Untuk Kedokteran Dan
lebih efektif untuk mengatasi morning sickness Kesehatan. Edisi 5. Salemba Medika. Jakarta.
pada ibu hamil trimester I. 2011
10. Wiknjosastro. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta :
KESIMPULAN Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
11. Wiraharja, Regina Satya. Heidy, Selfi Rustam,
Penelitian ini diperoleh hasil bahwa jahe Marissa Iskandar. 2011. Kegunaan Jahe Untuk
sereh paling efektif dalam mengatasi morning Mengatasi Gejala Mual dalam Kehamilan.
sickness pada ibu hamil trimester I. Jahe efektif DAMIANUS Journal of Medicine. Vol. 10,
dalam mengatasi morning sickness, sedangkan No.3, Oktober 2011 hal 161-170
sereh tidak efektif dalam mengatasi morning 12. Linda B. White, M.D, The herbal drug store,
sickness. Rodale, 2000
Disarankan pada ibu hamil agar 13. Tiran. 2009. Asuhan Kehamilan Mual dan
mengkonsumsi jahe sereh untuk mengatasi morning Muntah. Jakarta : EGC
sickness. Bagi bidan agar menyarankan pada ibu 14. Melcher. 2004. Gempur Penyakit dengan
hamil untuk mengkonsumsi jahe sereh untuk Minyak Herbal Papua. Jakarta : Bukukita
mengatasi morning sickness serta menjelaskan 15. Ardani, Ayu. 2014. Perbandingan Efektifitas
dosis serta efek samping yang mungkin dapat Pemberian Terapi Minuman Jahe dengan
ditimbulkan. Minuman Kapulaga terhadap Morning
Sickness pada Ibu Hamil Trimester I di
DAFTAR PUSTAKA Kelurahan Ngempon Kecamatan Bergas
Kabupaten Semarang. on http://perpusnwu.
1. Bobak, Lowdermilk, & Jensen. (2005). Buku web.id/karyailmiah/documents/3657.pdf. 17
ajar keperawatan maternitas (Maria A. Juli 2016
Wijayarini, et.al. Terj). Jakarta: EGC. 16. Aini, Zahrotul. Wiwi Kanarsih. 2010. Pengaruh
2. Firmansyah. 2014. Penatalaksanaan Gangguan pemberian air rebusan jahe terhadap mual
Saluran Cerna dalam Kehamilan. Medicinus, muntah pada ibu yang mengalami emesis
Vol. 27, No. 1 April 2014. gravidarum di wilayah kerja Puskesmas
3. Kusmiyati & Wahyuningsih. 2015. Perawatan Wirobrajan Yogyakarta. on http://opac.
Ibu Hamil asuhan Ibu Hamil. Yogyakarta: unisayogya.ac.id/1839/1/NASPUb.pdf. 17 Juli
Fitramaya. 2016
4. Hollyer et al; licensee BioMed Central Ltd. The 17. Saswita. (2006). Efektifitas jahe dalam
use of CAM by women suffering from nausea mengurangi emesis gravidarum pada ibu hamil
and vomiting during pregnancyAntihistamines trimerster I. Jurnal Ners Indonesia, 2,1 (2087-
for Morning Sickness, 2002 2763). Di peroleh tanggal 17 Juli 2016 dari
5. Laura horne (2006). Treatment Option for http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JNI/arti
Nausea and Vomiting During Pregnancy. cle/download/634/627
6. Dechacare. (2009). Tips mengusir morning 18. Hidayat. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta
sickness. http://www.dechacare.com.indx.php : Agriflo

62 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Efektifitas Konsumsi Jahe dan Sereh Dalam Mengatasi Morning Sickness

19. Sripramote, dkk. (2006). A randomized 21. Kurniasari. 2008. Kajian Ekstraksi Minyak Jahe
comparison of ginger and vitamin b6 in the Menggunakan Microwave Assisted Axtraction.
treatment of nausea and vomiting of pregnancy. Momentum Vol. 4 No.2. Oktober 2008
Obstet Gynecol 2006;97: 111– 182. © 2006 by 22. Arianto, K. 2008. Keefektifan Pemberian
The American College of Obstetricians and Ekstrak Jahe dan Kombinasi Ekstrak Jahe
Gynecologists. dengan Piridoksin untuk Mual dan Muntah
20. Gunanegara. 2009. Perbandingan Efektivitas pada Emesis Gravidarum [Tesis]. Fakultas
Kombinasi Ekstrak Jahe dan Piridoksin dengan Ilmu Kedokteran. Universitas Gadjah Mada.
Piridoksin Saja dalam Mengurangi Keluhan Jogjakarta
Mual Muntah pada Wanita Hamil. JKM. Vol.9
No.1 Juli 2009: 24-33

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 63


Penggunaan Lembar Stabilisasi Rujukan Untuk Meningkatkan Kualitas Rujukan

Penggunaan Lembar Stabilisasi


Rujukan untuk Meningkatkan
Kualitas Rujukan di Puskesmas
dampingan Program EMAS
Kabupaten Karawang

Ema Sismadi1, Dini Kurniawati2


Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS)
Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan Jakarta

Alamat Korespondensi: Tel: +6281584136988,


Email: e.sismadi@yahoo.com

Abstrak

Pendahuluan: Dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan rujukan emergensi maternal dan
neonatal secara konsisten dan berkesinambungan serta menurunkan kematian ibu dan bayi baru lahir,
program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) memperkenalkan penggunaan Lembar
Stabilisasi Rujukan di Puskesmas. Pada daerah intervensi EMAS fase 1 dan 2 lembar stabilisasi rujukan
Puskesmas telah digunakan dengan dukungan dari Dinas Kesehatan kabupaten terutama pada pukesmas
full support dan sebagian di Puskesmas replikasi EMAS (Karawang dan Tangerang).
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan lembar rujukan maternal dan kaitannya
dengan output ibu.
Metode: Disain penelitian yang digunakan cross sectional pada 39 kasus rujukan maternal di
Karawang. Sebanyak 25 kasus rujukan diambil sebagai sampel dari Puskesmas Klari yang dirujuk ke
RSUD karawang serta dilengkapi lembar stabilisasi kemudian dibandingkan dengan 14 kasus rujukan
tanpa lembar stabilisasi yang ada RSUD Karawang. Kriteria inklusi yaitu melahirkan pada periode
Januari-Juli 2016 dengan diagnosa preeklampsia, sedangkan kriteria eksklusi yaitu data output pasien
tidak lengkap. Instrumen yang digunakan berupa lembar stabilisasi rujukan dan buku register rumah sakit.
Data dianalisa menggunakan uji chi square.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan dari 39 kasus rujukan, rujukan yang dilengkapi dengan lembar
stabilisasi mempunyai output yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Dari 25 rujukan yang dilengkapi dengan
lembar stabilisasi sebanyak 21(84%) pulang sehat, 3(12,0%) kasus nearmiss, dan 1(12,0%) kematian ibu.
Sedangkan dari 14 rujukan tanpa lembar stabilisasi didapatkan 0(0%) pulang sehat, 5(35,7%) kasus nearmiss, dan
9 (64,3%) kematian ibu. Ada hubungan signifikan antara lembar stabilisasi rujukan dengan output ibu (p=0,0005).
Kesimpulan: Penggunaan lembar stabilisasi rujukan sangat membantu dalam pengambilan
keputusan klinis yang cepat pada fasilitas dampingan Program EMAS di kabupaten Karawang. Lembar
stabiliasasi maternal berisi informai lengkap mengenai identitas pasien, keadaan umum, komplikasi,
tindakan pra rujukukan, diagnosa, identitas pengirim dan penerima, serta monitoring perjalanan. Tujuan
akhir dari penggunaan lembar ini adalah membantu menurunkan kasus nearmiss dan kematian ibu.
Kata Kunci : Lembar stabilisasi rujukan, Puskesmas, Program EMAS, Rujukan

64 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017


Penggunaan Lembar Stabilisasi Rujukan Untuk Meningkatkan Kualitas Rujukan

Latar Belakang bidan koordinator berperan serta dalam upaya


perbaikan dan peningkatan kualitas rujukan
Dalam rangka meningkatkan kinerja emergensi obstetrik dan Neonatus melalui
pelayanan rujukan emergensi obstetrik dan evaluasi umpan balik rujukan dari RS, pertemuan
neonatus secara konsisten dan berkesinambungan dengan Dinas Kesehatan dan pembahasan kasus-
untuk menurunkan kematian ibu dan neonatal kasus nearmiss dan kematian.
maka Program EMAS (Expanding Maternal and
Neonatal Survival) memperkenalkan penggunaan Tujuan
lembar stabilisasi Rujukan di Puskesmas. a. Tujuan Umum
Pada daerah intervensi EMAS fase 1 dan Mengetahui penggunaan lembar stabilisasi
2 telah berjalan penggunaan lembar stabilisasi rujukan di Puskesmas.
rujukan Puskesmas dengan dukungan dari Dinas
Kesehatan kabupaten terutama pada pukesmas full b. Tujuan Khusus
support dan sebagian di Puskesmas replikas EMAS 1. Mengetahui penggunaan lembar stabilisasi
(Karawang dan Tangerang). rujukan di Puskesmas Klari Karawang.
Namun masih banyak tantangan dan 2. Mengetahui output pasien yang dirujuk ke
kendala dalam implementasi di lapangan antara RSUD Karawang dari Puskesmas Klari.
Dinas Kesehatan – Puskesmas- RSUD dalam 3. Mengetahui kondisi akhir pasien yang di rujuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan dari Puskesmas Klari ke RSUD Karawang
rujukan emergensi Obstetri dan Neonatus. dengan lembar stabilisasi rujukan Puskesmas
Penggunaan lembar stabilisasi rujukan maternal 4. Mengetahui kondisi akhir pasien yang di rujuk
di Puskesmas dikembangkan untuk membantu di RSUD Karawang tanpa lembar stabilisasi
tenaga kesehatan khusunya bidan di Puskesmas rujukan Puskesmas.
dalam pengambilan keputusan klinik dalam
melakukan stabilisasi rujukan berdasarkan Rancangan/Metode
standar penatalaksanaan kasus rujukan, sehingga
komplikasi berat bahkan kematian dapat Penelitian ini merupakan cross sectional
dihindari termasuk RSUD dalam membantu yang menggambarkan penggunaan lembar
memperpendek jarak respon time. stabilisasi rujukan maternal Pre Eklampsi Berat di
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Puskesmas Klari. Kasus rujukan yang dijadikan
semua petugas kesehatan, ibu, suami, keluarga dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh kasus
masyarakat harus mendapat informasi dan dibina rujukan Pre Eklampsi Berat pada periode bulan
agar dapat secara terpadu melaksanakan rujukan Januari s.d Juli 2016 sebanyak 39 kasus (total
yang efektif, efisien dan berkesinambungan. sampling).
Pendekatan Program EMAS fase 2 pendekatan Data menggunakan data sekunder yang
Pemantapan Jejaring Sistim Rujukan dibangun diperoleh dari lembar rujukan Puskesmas dengan
secara keseluruhan melibatkan semua fasilitas kasus Pre Eklampsi Berat, dan buku register di
pemberi layanan yang ada dari tingkat desa, BPS, RSUD. Data diolah menggunakan SPSS dan
puskesmas, klinik dan rumah sakit public maupun dianalisa menggunakan uji chi square. Analisis
swasta, maka diperlukan suatu strategi untuk univariat dilakukan untuk mendiskripsikan
implementasinya termasuk dalam penggunaan karakteristik masing-masing variable yang diteliti
lembar stabilisasi rujukan Puskesmas ini. dan analisis Bivariat melihat hubungan dan
Sebagai faktor kunci keberhasilan maka tim persentase pada masing-masing variabel yang akan
puskesmas yang terdiri dari kepala puskesmas, diteliti.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017 65


Penggunaan Lembar Stabilisasi Rujukan Untuk Meningkatkan Kualitas Rujukan

Hasil Penelitian Tabel 2. Penggunaan lembar stabilisasi rujukan


Tabel 1. Karakteristik Responden dengan Output Ibu periode bulan Januari-Juli
2016
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Lembar Pulang sehat Nearmiss Meninggal p
Usia Rujukan n ( %) n ( %) n (%)
<20 th 4 10,3
20-35 th 21 53,8 Ya 21(84,0) 3(12,0) 1(4,0) 0,0005
>35 th 12 30,8 Tidak 0(0) 5(35,7) 9(64,3)
Missing Data 2 5,1
sebanyak 21(84,0%) pulang sehat, 3(12,0 %) kasus
Gravida nearmiss, dan 1(4,0%) kematian ibu. Sedangkan
1 10 25,6 dari 14 rujukan tanpa lembar stabilisasi didapatkan
2 11 28,2 0(0%) pulang sehat, 5(35,7%) kasus nearmiss, dan
3 11 28,2 9 (64,3%) kematian ibu.
>3 7 18,0 Hasil menunjukkan ada hubungan yang
Kondisi Awal signifikan antara penggunaan lembar rujukan
Kurang Sadar 5 12,8 Puskesmas dengan output Ibu (p=0,0005)
Sadar 32 82,1
Tidak Sadar 2 5,1 Kesimpulan

Respon Time Penggunaan lembar stabilisasi rujukan


≤60 menit 9 23,1 sangat membantu dalam pengambilan keputusan
>60 menit 21 53,8 klinis yang cepat pada fasilitas dampingan Program
Missing data 9 23,1 EMAS di kabupaten Karawang. Lembar stabilisasi
maternal berisi informasi lengkap mengenai
Lembar Rujukan identitas pasien, keadaan umum, komplikasi,
Ya 25 64,1 tindakan pra rujukkan, diagnosa, identitas pengirim
Tidak 14 35,9 dan penerima, serta monitoring perjalanan. Tujuan
Output Ibu akhir dari penggunaan lembar ini adalah membantu
Meninggal 10 25,6 menurunkan kasus nearmiss dan kematian ibu.
Nearmiss 8 20,5
Pulang sehat 21 53,9 Daftar Pustaka

Berdasarkan tabel 1 diatas karakteristik Departemen Kesehatan RI, 2009.Paket Pelatihan


responden usia 20-35 tahun sebanyak 21(53,8%), Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif.
kehamilan 2-3 sebanyak 11(28,2%), kondisi awal Jakarta
sebelum dirujuk sadar 32 (82,1%) respon time dari Legawati, Noordiati, Asil Rusman Jurnal Forum
rujukan di tatalaksana di RSUD ≥ 60 menit 21(53,8%) Kesehatan Vol IV nomor 7 Februari 2014
yang memakai lembar rujukan sebanyak 25 (64,1%) Manual of Gynecology and Obstetrics, Jhon Hopkins, 2011
serta output ibu yang pulang sehat 21(53,9%), Mariati.U. 2010. Jurnal Kesehatan Masyarakat
nearmiss 8(20,5%) serta kematian ibu 10 (25,6%) Nasional : Volume 5, No 6Komponen 1 EMAS
Berdasarkan tabel diatas dari 25 rujukan (Expanding Maternal and Neonatal Survival).2013.
yang dilengkapi dengan lembar stabilisasi Alat Pennjang Keputusan Klinik

66 JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.II, NO.2, 2017

Anda mungkin juga menyukai