Pengaruh Faktor Ibu dan Pola Menyusui Terhadap Stunting Baduta 6-23 Bulan
Di Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah
Sumiaty ......................................................................................................................................................................................... 1
Pentingnya Melakukan Pengukuran Suhu Pada Bayi Baru Lahir Untuk
Mengurangi Angka Kejadian Hipotermi
Paula Vivi Fridely.................................................................................................................................................................... 9
Penguatan Peran Bidan Dalam Pemberdayaan Perempuan Untuk Mendukung
Program Sustainable Development Goal’s
Fatiah Handayani.......................................................................................................................................................... 13
Evaluasi Sistem Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit Di Piskesmas
Kecamatan Wilayah Pesisir Jakarta Utara Tahun 2015
Herlina Mansur...................................................................................................................................................................... 19
Perbedaan Perkembangan Motorik Kasar Bayi 0-6 Bulan yang Diberi ASI Eksklusif dan
Non ASI Eksklusif Di Kelurahan Mulyorejo Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya
Riana Trinovita Sari1, Juniasturi 2, Dominicus Husada 3, Sri Utami 4.......................................................... 26
Efektivitas Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group Terhadap Tingkat
Pengetahuan dan Sikap Personal Hygiene Saat Menstruai
Siti Rofi’ah, SriWidatiningsih, Dessy Vitaningrum................................................................................................ 31
Kemitraan Bidan dan BKKBN Dalam Upaya Peningkatan Pelayanan Kontrasepsi Di
Daerah Istimewa Yogyakarta
Istri Bartini 1, Fitriani Mediastuti 2.................................................................................................................................. 37
Proses Pembelajaran Manajemen Aktif Kala III Mahasiswa Diploma III Kebidanan
Akademi Kebidanan Yogyakarta Tahun 2016
Retno Heru Setyaorini......................................................................................................................................................... 45
Perbedaan Efektifitas Daun Kubis Dingin (Brassica Ileracea Var. Capitata) Dengan
Perawatan Payudara Dalam Mengurangi Pembengkakan Payudara (Breast
Engorgement) Di Kabupaten Pekalongan
Nina Zuhara............................................................................................................................................................................ 51
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita sekalian,
sehingga kita dapat menerbitkan Jurnal Ilmiah Bidan volume II nomor 2 di tahun 2017 sebagai kontribusi
ilmiah yang signifikan Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI). Jurnal Ilmiah Bidan merupakan
salah satu sarana untuk menyajikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pelayanan
kebidanan.
Jurnal Ilmiah Bidan dapat dimanfaatkan oleh semua pihak, baik para bidan akademisi, bidan di
fasilitas pelayanan kesehatan, bidan yang ada di birokrasi dan di lembaga lainnya, mahasiswa kebidanan
maupun masyarakat umum yang tertarik dengan hal seputar kebidanan. Jurnal ini dapat menjadi wadah
berbagi ilmu teman sejawat bidan, sehingga kita dapat menjadi bidan yang profesional sebagaimana
diharapkan oleh masyarakat.
PP IBI mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak dalam menjaga eksistensi
dan keberlanjutan penerbitan jurnal ini. PP IBI menghimbau teman sejawat bidan agar menjadikan jurnal
ini sebagai media untuk membudayakan menulis ilmiah dengan berpartisipasi aktif mengirimkan tulisan
ilmiah sehingga dapat menjadi acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan pendidikan kebidanan.
Semoga jurnal ini secara terus menerus meningkat kinerjanya ditinjau dari kuantitas maupun kualitas
makalah yang dimuat. Semoga bidan bertambah maju.
Sumiaty
(Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palu)
sumiatyakbid@yahoo.com
ABSTRACT
The success of national development can not be separated from the availability of qualified human
resources. Malnutrition can damage the quality of human resources, one of which is stunting. Basic Health
Research (Riskesdas) The Ministry of Health in Indonesia reported a prevalence of stunting in 2013 is
37.2%, an increase compared to 2010 (35.6%) and 2007 (36.8%). Total stunting in Central Sulawesi in
2013 by 41% and in the city of Palu at 21.42%. Stunting risk factors include household and family factors,
complementary feeding and breastfeeding practices were inadequate, and infection. This study aims to
determine the effect of maternal factors and patterns of breastfeeding against stunting in baduta 6-23
months in Palu, Central Sulawesi Province.
This research was conducted in the city of Palu for three months from August to November 2015.
Retrospective cohort study design, the total sample of 65 households using sampling techniques “purposive
sampling”. Measuring instruments used prior trials conducted to standardize the instrument. Data was
analyzed by univariate, bivariate and multivariate analyzes.
Results of multivariate analysis (OR, 95% CI) showed that the factors that influence stunting in this
study was not done antenatal care with OR = 4.57 (3.05 to 6.85), maternal height <150 cm with OR = 3.57
(2.47 to 5.16), no early initiation of breastfeeding with OR = 3.04 (2.71 to 3.40) and distance Birth <3
years OR = 2.81 (1.78 to 4, 42).
The conclusion that the risk factors for stunting is high maternal weight, birth spacing, no early
initiation of breastfeeding and did Antenatal Care.
Keywords : Stunting, Maternal Factors, Breastfeeding.
ABSTRAK
Keberhasilan pembangunan Nasional tidak terlepas dari ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas sumber daya manusia, salah satunya adalah stunting.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan prevalensi
stunting tahun 2013 adalah 37,2%, terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
Total stunting di Sulawesi Tengah tahun 2013 sebesar 41% dan di Kota Palu sebesar 21,42%. Faktor risiko
Stunting meliputi faktor rumah tangga dan keluarga, makanan pendamping ASI dan praktek pemberian ASI
yang tidak memadai, serta infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor ibu dan pola
menyusui terhadap stunting pada BADUTA 6-23 bulan di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Palu selama 3 bulan mulai bulan Agustus sampai dengan Nopember
2015. Desain penelitian Kohort Retrospective, jumlah sampel sebanyak 65 Rumah Tangga dengan teknik
pengambilan sampel “purposive sampling”. Alat ukur yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba
untuk standarisasi instrumen. Data dianalisis secara Univariat, Bivariat dan Multivariat.
Hasil analisis multivariat (OR ; 95% CI) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap
stunting dalam penelitian ini adalah tidak melakukan antenatal care dengan OR=4,57 (3,05-6,85), tinggi
badan ibu <150 cm dengan OR=3,57 (2,47-5,16), tidak inisiasi menyusu dini dengan OR=3,04 (2,71-3,40)
dan Jarak Kelahiran <3 tahun OR=2,81 (1,78-4,42).
Kesimpulan bahwa faktor risiko stunting adalah tinggi badan ibu, jarak kelahiran, tidak inisiasi
menyusu dini dan tidak melakukan Antenatal Care.
Kata Kunci: Stunting, Faktor ibu, Menyusui.
satu risiko stunting anak usia 0-23 bulan di Bali, Populasi penelitian ini adalah semua anak
Jabar dan NTT. usia 6–23 bulan di daerah penelitian. Besar
Penelitian di Ethiopia menunjukkan faktor populasi BADUTA di wilayah Kota Palu adalah
risiko stunting antara lain usia ibu >30 tahun, ibu 15.897 orang dengan prevalensi stunting adalah
tanpa pendidikan formal, ibu yang bekerja setiap 21,4%, sehingga sampel dalam penelitian ini
hari, ibu yang tidak melakukan PNC serta ibu adalah sebagian anak usia 6–23 bulan yang terpilih
yang sakit dalam masa kehamilannya (Agedew & dari rumah tangga yang memiliki baduta sebesar 65
Chane, 2015). Penelitian di Bhutan menunjukkan anak usia 6-23 bulan.
faktor risiko stunting pada anak 6-23 bulan adalah Teknik pengambilan sampel secara
faktor ANC ≤3 kali, tidak melakukan ANC pada purposive sampling. Data diolah dan dianalisis
dokter, perawat dan Bidan serta Ibu berusia <18 dengan analisis univariat, bivariat dan multivariat.
tahun. Adapun status menyusui merupakan faktor
protektif stunting (Aguayo et al, 2015). HASIL
Penelitian di Malawi menunjukkan bahwa
prevalensi stunting sebesar 39% ASI Eksklusif Hasil analisis univariat pada penelitian ini
43%. Terdapat perbedaan rerata TB/U (-1,13) diperoleh bahwa jumlah stunting sebanyak 17
pada anak yang menyusu dibanding yang tidak anak (26,2%), ibu yang menderita KEK sebesar
tidak menyusu eksklusif (-1,59) (Kuchenbecker 20% dan ibu yang memiliki tinggi badan ≤150
et al, 2015). Penelitian di Zambia menunjukkan cm sebesar 63,1%. Responden yang melakukan
faktor risiko stunting adalah usia ibu, anak yang Inisiasi Menyusui Dini sebanyak 49,2%,
tidak menyusu sedangkan faktor protektifnya memberikan Kolostrum pada responden sebanyak
adalah kunjungan ANC dan asupan Tablet Fe ibu 70,8%, memberikan makanan pralakteal 15,4%,
selama kehamilan (Bwalya et al, 2015). Jarak yang menyelesaikan pemberian ASI Ekslusif
persalinan yang dekat meningkatkan risiko untuk sebanyak 70,8%. Saat ini responden yang masih
menghabiskan cadangan ibu pada kehamilan menyusu anaknya sebanyak 70,8%. Responden
berikutnya dan memberi konsekuensi negatif bagi yang menyatakan Durasi Menyusu <6 kali/sehari
ibu dan anak (Dewey & Begum, 2011). sebanyak 12,3% dan lama menyusu <10 Menit/
sekali menyusu sebanyak 98,5%.
TUJUAN PENELITIAN Responden yang memperoleh akses
pelayanan kesehatan seperti pelayanan ANC
Tujuan penelitian ini adalah untuk sebanyak 84,6%, pelayanan PNC sebanyak 72,3%.
mengetahui bagaimana pengaruh faktor ibu dan Mengikuti Kelas ibu hamil sebanyak 29,2%,
pola menyusui pada bayi dibawah dua tahun memperoleh asupan Tablet Fe sebanyak 87,7%.
(BADUTA) 6-23 bulan di Kota Palu Sulawesi Responden yang memperoleh asupan Tablet
Tengah. Kalsium sebanyak 81,5%. Hasil analisis bivariat
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
METODE PENELITIAN Analisis multivariat yang digunakan adalah
regresi logistik dengan tujuan untuk melihat
Jenis penelitian ini adalah observasional pengaruh masing-masing variabel independen
analitik dengan desain Kohort Retrospective. dengan variabel dependen secara bersamaan.
Penelitian dilaksanakan di Kota Palu dengan Hasil analisis multivariat menunjukkan
pertimbangan berdasarkan data Riskesdas 2013 bahwa faktor yang berpengaruh terhadap stunting
bahwa Kota Palu memiliki prevalensi balita dalam penelitian ini adalah (OR ; 95% CI) : tidak
stunting yang cukup tinggi yakni 21,4%. melakukan antenatal care dengan OR=4,57 (3,05-
Tabel. Hubungan Faktor Ibu, Pola Menyusui dan Akses Pelayanan Kesehatan dengan
kejadian Stunting Anak Usia 6-23 Bulan di Kota Palu Tahun 2015
Normal Stunting
N % N %
Pendidikan Ibu
< 9 tahun 11 64,7 6 35,5 17 0,318
≥ 9 tahun 37 77,1 11 22,9 48
ASI Eksklusif
Ya 34 73,9 12 26,1 46 0,985
Tidak 14 73,7 5 26,3 19
Usia Melahirkan
18-30 Tahun 32 78,0 9 22,0 41 0,314
<18 &> 30 Tahun 16 66,7 8 33,3 24
Usia Kehamilan
≥ 37 Minggu 47 81,0 11 19,0 58 0,000*
< 37 Minggu 1 14,3 6 85,7 7
Jarak Kelahiran
≥ 3 tahun 45 81,8 10 18,2 55 0,001*
< 3 tahun 3 30,0 7 70,0 10
Hipertensi Kehamilan
Tidak 46 76,7 14 23,3 60 0,073
Ya 2 40,0 3 60,0 5
Diabetes Kehamilan
Tidak 47 75,8 15 24,2 62 0,102
Ya 1 33,3 2 66,7 3
Paritas
< 3 anak 45 76,3 14 23,7 59 0,163
≥ 3 anak 3 50,0 3 50,0 6
Kolostrum
Ya 27 65,9 14 34,1 41 0,055
Tidak 21 87,5 3 12,5 24
Makanan Pralakteal
Tidak 44 80,0 11 20,0 55 0,008
Ya 4 40,0 6 60,0 10
Durasi Menyusu
≥ 6 kali sehari 47 82,5 10 17,5 57 0,000*
< 6 kali sehari 1 12,5 7 87,5 8
Lama Menyusu
≥ 10 Menit 17 94,4 1 5,6 18 0,019*
< 10 Menit 31 66,0 16 34,0 47
Asupan Fe
Ya 47 82,5 10 17,5 57 0,000*
Tidak 1 12,5 7 87,5 8
Tabel. Analisis Multivariat Faktor Risiko Stunting (Faktor Ibu, Pola Menyusui, Akses
Pelayanan Kesehatan) pada anak usia 6-23 bulan di Kota Palu.
Faktor Ibu:
Tinggi badan Ibu
>=150cm 1 1 0,009*
<150cm 6,346 (1,306-30,837) 3,574 (2,473-5,166)
Jarak Kelahiran
≥ 3 tahun 1 1 0,018*
< 3 tahun 10,50 (2,30-47,82) 2,811 (1,78-4,422)
≥ 3 anak 3,214 (0,582-17,754)
Pola Menyusui:
IMD
Ya 1 1 0,006*
Tidak 12,50 (2,55-61,10) 3,041 (2,718-3,403)
Akses Yankes:
Antenatal Care (ANC)
Ya 1 1 0,006*
Tidak 10,50 (2,30-47,82) 4,578 (3,059-6,854)
dengan stunting menunjukkan bahwa p-value tahun adalah sebesar 2,8 kali dibanding ibu yang
sebesar 0,012. Risiko ibu yang memiliki tinggi memiliki jarak kelahiran ≥3 tahun .
badan ibu <150 cm untuk menyebabkan anak Penelitian Bwalya et al, 2015 di Zambia
menjadi stunting sebesar 3,5 kali dibanding ibu yang bahwa jarak kelahiran >2 tahun merupakan faktor
memiliki tinggi badan ≥150cm. Hasil penelitian protektif terjadinya stunting dengan OR=0,827
ini didukung oleh penelitian Nadiyah (2013) yang (0,05-13,775). Meta analisis Dewey (2007)
menemukan bahwa TB ibu <150 cm merupakan memperkirakan penurunan kejadian stunting pada
faktor risiko stunting pada anak usia 0-23 bulan anak berkaitan dengan jarak kelahiran ≥3 tahun
dengan OR=1,77 dan proporsi baduta stunting yang berkisar antara 10% hingga 50%. Asfaw
pada ibu yang memiliki TB <150 cm ditemukan (2015) meneliti di Ethopia Selatan melaporkan
20,2% lebih tinggi daripada baduta yang memiliki bahwa ibu yang tidak ber-KB berisiko melahirkan
ibu dengan TB ≥150 cm. Hasil penelitian Zottarelli anak stunting 2.3 kali (1.7-3.1) dibanding ibu yang
(2007) di Mesir juga menunjukkan bahwa anak ber-KB.
yang lahir dari ibu yang tinggi badan <150 cm
memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh menjadi KESIMPULAN
stunting.
Perilaku memberikan kesempatan IMD pada Faktor Ibu yang berpengaruh terhadap
bayi akan mengurangi kejadian penyakit infeksi dan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan
menyukseskan pemberian ASI eksklusif. Penelitian di Kota Palu adalah tinggi badan ibu <150 cm
ini juga menunjukkan bahwa faktor tidak IMD sedangkan Pola menyusu dan Akses kesehatan
merupakan faktor risiko kejadian stunting pada yang berpengaruh terhadap kejadian stunting pada
anak 6-23 bulan di Kota Palu. Faktor risiko yang anak usia 6-23 bulan di Kota Palu adalah tidak
diperoleh sebesar OR=3,04 (2,71-3,40). melakukan antenatal care, tidak menginisiasi
Menurut analisis Black (2013) melaporkan menyusu dini dan jarak kelahiran < 3 tahun. Maka
bahwa perilaku IMD tertinggi di Amerika Latin saran dari penelitian ini antara lain; (1) program
(rata-rata 58%, 95% CI 50–67), menyusul di mengatasi stunting perlu dimulai dari peningkatan
Africa (50%, 45–55) dan di Asia (50%, 42–58), kualitas antenatal care dengan memperbaiki
dan paling rendah di Eropa Barat (36%, 23–50). manajemen perencanaan, pengadaan, distribusi,
IMD merupakan faktor protektif kematian neonatal dan pengawasan pelaksanaan bantuan suplemen
dengan RR 0,56 (95% CI 0,46–0,79). tablet besi-folat, dan pendidikan gizi yang intensif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu pada ibu hamil. (2) Kualitas pelayanan kesehatan
yang memiliki jarak kelahiran <3 tahun memiliki neonatus dasar dengan melakukan inisiasi
lebih banyak anak yang stunting yaitu sebanyak 7 menyusu dini serta penyuluhan tentang menyusui
orang (70%) sedangkan ibu yang memiliki jarak secara eksklusif kepada ibu perlu ditingkatkan
kelahiran <3 tahun memiliki anak normal lebih dalam mengurangi masalah pemberian makanan
sedikit yaitu hanya 3 orang (30%). Analisis regresi prelakteal dan (3) pelayanan KB perlu ditingkatkan
logistik menunjukkan bahwa risiko anak menjadi untuk mengatur jarak kelahiran dalam upaya
stunting bila ibunya memiliki jarak kelahiran <3 pencegahan anak stunting di Kota Palu.
Pentingnya Melakukan
Pengukuran Suhu pada Bayi
Baru Lahir untuk Mengurangi
Angka Kejadian Hipotermi
fridelypaula@gmail.com
Abstrak
Angka kematian bayi baru lahir di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkandengan negara-negara
berkembang lainnya. Hipotermi merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian bayi baru lahir di
negara berkembang. Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sangat penting untuk kelangsungan
hidup dan pertumbuhan bayi baru lahir. WHO telah merekomendasikan asuhan untuk mempertahankan
panas dalam asuhan bayi baru lahir, namun hipotermi terus berlanjut menjadi kondisi yang biasa terjadi
pada neonatal, yang tidak diketahui, tidak di dokumentasikan dan kurang memperoleh penanganan. Tujuan
dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pentingnya melakukan pengukuran suhu bayi secara
berkala untuk mengurangi kejadian hipotermi pada bayi baru lahir. Metode penelitian menggunakan
metode deskriptif kuantitatif pada 183 bayi baru lahir yang dirawat pada 18 Mei 2016 – 30 Juli 2016 di
RSIA Budi Kemuliaan Jakarta. Kriteria inklusi yaitu bayi yang lahir secara sectio caesaria. Sedangkan
kriteria eksklusi adalah bayi dengan berat badan lahir rendah. Hasil penelitian bulan mei dari total 40
bayi baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 21 bayi yang hipotermi. Pada bulan juni dari 35 bayi
baru lahir terdapat 19 bayi tidak hipotermi dan 16 bayi hipotermi. Pada bulan juli dari 108 bayi baru
lahir terdapat 99 bayi tidak hipotermi dan 9 bayi hipotermi. Kesimpulan pengukuran suhu secara berkala
terhadap bayi baru lahir sangat berpengaruh terhadap penurunan angka kejadian hipotermi sehingga
dapat menurunkan pula angka kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir.
Kata Kunci : hipotermi, bayi baru lahir, sectio caesaria.
Tabel 4. Distribusi frekuensi kasus hipotermia Jurnal kesehatan Andalas. 2014. Pengaruh
pada bayi baru lahir di RSIA Budi Kemuliaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Suhu
pada bulan Juli tahun 2016 danKehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/
Variabel Jumlah Persentase Saifudin, AB. 2002. Buku Panduan Praktis
Palayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Hipotermia 9 8%
Jakarta: YBP-SP
Tidak Hipotermia 99 92%
Saifudin,Abdul Bari, George Adriaansz,Gulardi
Total 108 100% Hanifa Wiknjosastro,Djoko Waspodo.2009.
”Acuan Nasional PelayananKesehatan
Pada tabel 4. Tampak hasil analisis univariat Maternal dan Neonatal.Jakarta
dari frekuensi kasus hipotermia di RSIA Budi (halaman372-374).
Kemuliaan pada bulan Juli tahun 2016 sebanyak Vivian, Nanny Lia Dewi. 2011. Asuhan Neonatus
9 bayi (8%) dan kasus tidak hipotermiasebanyak Bayi dan Balita. Jakarta : Salemba Medika
99 bayi (92%). Berdasarkan data dari tabel 4 Wiknjosastro,Gulardi H,George Adriaansz,Omo
didapatkan dari 108 bayi yang dirawat terdapat 8% Abdul Madjid,R.Soerjo Hardjono,J.M.Seno
bayi dengan hipotermia. Adjie.2008. ”Asuhan Persalinan Normal”.
Jakarta( Halaman 123-126)
Kesimpulan
Fatiah Handayani
STIKes ‘Aisyiyah Bandung, Jl.KH.Ahmad Dahlan Dalam no.6 Bandung
Email: fatiah79@gmail.com
CP: 0813-2233-6923
Abstract
Maternal Mortality Rate is still becoming main problem in sustainable development goals which
targetting Maternal Mortality Rate 70/100.000 birth life in 2030. Beside that, highly unmet need also indicate
one of the problem women empowerless to family planning. Therefore, midwives should optimalizing her
role and contribute for solving problem.
This review article goal is to analyze: (midwife role); (2) women empowerment and its link to
sustainable development goals; (3) midwives role on women empowerment for supporting sustainable
development goals.
The method of this review article is using literature study from a lot of source including tect book,
journals and other reference.
Review article results show that midwives role are as a manager, care provider, educator and
researcher. In giving midwifery care, midwives should have a strengthening from the other. Midwives
optimalize her role so the women can empower her self for making decision about reproduction rights, its
done by midwives with good knowledge and skill about society around.
For better result, Sustainable development goals are becoming midwives task and cross-sector and
cross program. Strengthening midwives role should keep straight in her authority and based on knowledge
about community around.
Key words: Midwife Role, Women Empowerment, Sustainable Development Goals
Abstrak
Angka kematian Ibu masih menjadi masalah utama dalam tujuan pembangunan berkelanjutan yang
menargetkan Angka Kematian Ibu sebanyak 70/100.000 KH pada tahun 2030. Selain itu, tingginya angka
unmet need mengindikasikan kurangnya pemberdayaan perempuan dalam masalah perencanaan keluarga.
Kondisi tersebut, menuntut bidan semakin mengoptimalkan perannya untuk ikut mengatasi masalah yang
terjadi.
Telaah artikel ini bertujuan untuk menganalisis : (1) peran bidan; (2) pemberdayaan perempuan dan
program pembangunan berkelanjutan/; serta (3) Peran Bidan dalam pemberdayaan perempuan dalam upaya
mendukung program pembangunan berkelanjutan.
Metode penulisan telaah artikel ini menggunakan studi literatur dari berbagai sumber penelusuran
meliputi text book, journal dan referensi lainnya.
Hasil telaah artikel menunjukkan peran bidan sebagai pengelola, pelaksana, pendidik dan peneliti
memberikan asuhan kebidanan kepada perempuan sebagai fokus utama asuhan harus mendapat penguatan
dari berbagai pihak. Bidan mengoptimalkan perannya agar perempuan dapat lebih berdaya/ mempunyai
kekuatan untuk mengambil keputusan untuk dirinya terutama terkait hak-hak reproduksi. Penguatan peran
bidan dilakukan melalui pengetahuan dan ketrampilan yang baik mengenai situasi masyarakat sekitar.
Pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan disamping tugas bidan juga merupakan tugas lintas
sektor dan lintas program. Untuk hasil yang optimal, maka penguatan peran bidan harus tetap berdasarkan
kewenangannya juga diiringi pengetahuan tentang masyarakat sekitar untuk hasil yang optimal.
Kata Kunci : Peran Bidan, Pemberdayaan Perempuan, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
Latar Belakang 2,6. Target 2.1 pada tahun 2014 yang dirumuskan
sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka
Kondisi sosial, budaya, agama, politik, Menengah Nasional (RPJMN) sulit tercapai.
ekonomi, pendidikan, gender dan lainnya Meningkatnya fertilitas mengindikasikan adanya
memberikan pengaruh terhadap pandangan kegagalan program KB juga, dari hasil survey
perempuan akan posisi dan perannya didalam terlihat angka kesertaan ber-KB (Contraception
keluarga dan masyarakat. Berbagai nilai yang Prevalence Rate) metode modern hanya meningkat
berlaku di masyarakat mulai mengalami pergeseran sedikit dari 57,4% menjadi 57,9%.(2)
atau perubahan. Pandangan terhadap laki-laki dan Kondisi diatas, menjadi agenda pembangunan
perempuan pun berbeda dari masa sebelumnya, yang harus diselesaikan dan masih menjadi
terutama di perkotaan. Oleh karena itu keinginan target pencapaian dalam Tujuan Pembangunan
untuk mempunyai anak, mengatur kehamilan Bekelanjutan (Sustainable Development Goals/
dan sebagainya sedikit banyak dipengaruhi oleh SDGs). Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai
berbagai tata nilai atau pandangan yang berlaku di upaya sistematis perlu dilakukan untuk mengatasi
masyarakat tersebut.(1) permasalahan. Program-program pemberdayaan
Hasil Survey Demografi Kesehatan perempuan pada derajat tertentu telah berhasil
Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan angka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran para
kematian ibu meningkat pada tahun 2012 menjadi penentu kebijakan, pelaksana kebijakan serta
359/100.000 KH dibandingkan pada tahun 2007 masyarakat umumnya tentang kesetaraan.
yaitu 208/100.000 KH. Selain itu, terjadi juga Komitmen pemerintah terhadap upaya
peningkatan fertilitas di Indonesia, dari 2,41 menjadi pemberdayaan peremuan telah dimulai sejak tahun
indikator dan dari 9 indikator tersebut, maka point indikator tujuan global terutama tujuan kelima.
5.6 menjadi tugas yang dapat diperankan oleh Optimalisasi program Keluarga Berencana
bidan. Bidan harus senantiasa mengupayakan ternyata terkait dengan semua tujuan global,
akses terhadap kesehatan seksual dan hak serta mulai dari tujuan kesatu sampai tujuan ketujuh.
kesehatan reproduksi termasuk pelayanan Keluarga Penelitian yang dilakukan oleh Ellen Starbird, et al
Berencana untuk setiap perempuan. Indikator memaparkan dengan jelas bagaimana keterkaitan
yang ingin dicapai pada tujuan tersebut adalah : (1) program Keluarga Berencana dengan tujuan
Tingkat kebutuhan pelayanan KB yang terpenuhi global yang mengusung lima tema utama yaitu
dan belum terpenuhi; (2) Tingkat kesuburan; (3) kemanusiaan, planet atau lingkungan sebagai temat
Angka kelahiran remaja usia 15-19 tahun; (4) Angka tinggal, kesejahteraan, kedamaian dan jalinan mitra
pemakaian kontrasepsi; (5) Presentase kunjungan kerja. Pemaparan ini menekankan bahwa program
neonatal pertama; (6) Presentase kunjungan ibu KB sangat berhubungan dan berperan dalam
hamil yang keempat (K4); (7) Presentase kesertaan pemenuhan (1) Hak Asasi Manusia, kesetaraan
KB pria; (8) Presentase perempuan dan anak gender dan pemberdayaan; (2) kesehatan ibu, bayi
perempuan yang membuat keputusan tentang baru lahir, anak dan remaja; (3) perkembangan
kesehatan mereka sendiri seksual dan reproduksi ekonomi, politik dan lingkungan masa depan.(6)
serta hak reproduksi.(7) Melihat hasil pemaparan ini maka sekali
Sebagai pelaksana, dan pengelola bidan lagi bidan dituntut menjalankan perannya terutama
melaksanakan tugasnya sebagai pemberi asuhan dalam program Keluarga Berencana. Penguatan
terutama asuhan kehamilan, saat persalinan, masa bidan tentu saja berdampak pada pelaksanaan
nifas dan asuhan pada bayi baru lahir serta balita peran bidan yang harus dibantu oleh pihak lain
dan pemberian layanan keluarga Berencana. baik lintas program maupun lintas sektoral.
Dalam memberikan asuhannya, bidan senantiasa Kontribusi unik dari seorang bidan dibidang
melibatkan ibu dan keluarganya sebagai satu kesehatan masyarakat adalah bahwasanya bidan
kesatuan, agar terbentuk lingkungan keluarga yang bekerja dengan perempuan, suami dan keluarganya
sehat dan berdaya, menunjang pada kehidupan selama melewati masa kehamilan, persalinan dan
selanjutnya. masa nifas untuk memberikan asuhan yang aman
Bidan mengupayakan pemenuhan kebutuhan dan holistik. Untuk mengoptimalkan pengaruhnya,
metode kontrasepsi sesuai dengan kewenangannya. maka bidan harus mempunyai pengetahuan tentang
Penekanan saat ini mengharapkan bidan mampu kondisi sosial dan kesehatan masyarakat sekitar
untuk mengajak calon peserta KB memilih metode dan kebutuhannya, mempunyai jejaring kerja yang
kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti IUD baik dengan sistem kesehatan dan sosial, pro aktif
dan Implant karena metode-metode ini efektif dalam mengidentifikasi risiko kesehatan, menyatu
mencegah kehamilan 99%. dengan perempuan, keluarga dan sistem pelayanan
Bidan sebagai peneliti menuntut kompetensi sebaik mungkin.
yang mumpuni untuk melakukan penelitian agar
hasilnya bisa dimanfaatkan sebagai landasan Kesimpulan
praktik berbasis bukti. Dalam kapasitas sebagai
peneliti, bidan mengupayakan dan membuat sebuah 1. Peran bidan dalam memberikan asuhan
peta jalan (road map) permasalahan kesehatan kebidanannya adalah sebagai pelaksana,
masyarakat khususnya isu kesehatan ibu dan anak pengelola, pendidik dan peneliti.
agar menjadi pijakan penelitian. Road Map yang 2. Upaya mencapai tujuan global ke-lima maka
dibuat harapannya akan berkontribusi terhadap perempuan harus mempunyai kapasitas dan
pemecahan masalah yang ada dalam indikator- kemampuan agar pemberdayaan perempuan
082114969398/herlinamansur@yahoo.co.id
ABSTRACT
ABSTRAK
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Integrated Management
of ChildhoodIllness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalam
tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi
penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang
diberikan.Cakupan Bayi dan Balita (0-5 tahun) yang mendapatkan pelayanan MTBS pada tahun 2014 di
Puskesmas Kecamatan wilayah pesisir jakarta utara, Puskesmas kecamatan Penjaringan sebanyak 88%
dan Puskesmas kecamatan Cilincing sebanyak 43%masih ada yang belum mencapai target dimana semua
balita sakit mendapat pelayanan MTBS. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.
Informan dalam penelitian ini adalah Bidan Koordinator KIA, Petugas Pelaksana MTBS, petugas seksi
kesehatan keluarga Dinas Kesehatan Jakarta Utara dan kader. FGD dilakukan pada ibu yang membawa
balita yang sakit untuk berobat di Puskesmas. Variabel dalam penelitian ini adalah input, proses dan
output.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem pelaksanaan MTBS yang dilakukan di Puskesmas
Kecamatan wilayah pesisir Jakarta utara termasuk puskesmas kecamatan yang melaksanakan MTBS. Dimana
faktor Input dalam sistem pelaksanaan MTBS termasuk sumber daya manusia, menganggap walaupun SDM
kurang karena belum semua petugas mendapatkan pelatihan MTBS tetapi dalam melaksanakan MTBS
tetap berjalan dengan baik walaupun dengan waktu yang terbatas, tidak ada dana khusus dalam pelaksanaan
MTBS, sarana dan prasarana dalam pelaksanaan MTBS di siapkan oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas
Kecamatan, serta metode dalam melaksanakan MTBS mengikuti SOP walaupun tidak semua petugas
menggunakannya dalam melaksanakan program MTBS yang ada di puskesmas kecamatan jakarta utara.
Faktor proses dalam sistem pelaksanaan MTBS mempunyai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan
dan evaluasi serta pengawasan. Faktor Output terdiri dari kepuasan orang tua dalam menerima pelayanan
MTBS yang diberikan oleh puskesmas kecamatan dan cakupan yang didapat puskesmas kecamatan dalam
memberikan pelayanan MTBS.
Kata Kunci: Evaluasi MTBS
proses, output, aspek input menunjukkan hasil serta masi ada petugas pelaksana MTBS yang
yang belum baik, aspek proses belum sesuai belum mengikuti pelatihan.Hal ini sesuai dengan
dengan pedoman MTBS yang telah ditetapkan jawaban yang disampaikan oleh salah satu petugas
oleh Kemenkes RI, aspek output belum memenuhi MTBS sebagai berikut:
kriteria menggunakan MTBS pada minimal 60%
dari jumlah kunjungan balita sakit di Puskesmas.3 “.... Mengingat jumlah pasien yang banyak
dan dalam memberikan pelayanan MTBS
Tujuan itu dibutuhkan waktu sekitar 10 menit jadi
kalau hanya berdua saja saya rasa kurang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan Kalau untuk tenaga kesehatan yang
bagaimana Evaluasi Sistem Pelaksanaan mendapatkan pelatihan MTBS setahu
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di saya kalo dipuskesmas kecamatan ini
puskesmas kecamatan daerah pesisir Wilayah belum ada yang mendapatkan pelatihan
Jakarta Utara. MTBS hanya sosialisasi saja dari teman
yang sudah mengikuti pelatihan....”
Metode
Hal ini sesuai dengan pernyataan Departemen
Penelitian ini merupakan jenis penelitian Kesehatan Republik Indonesia4 yang menyatakan
kualitatif deskriptif, metode yang digunakan adalah bahwa kemampuan dan keterampilan tenaga
purposive sampling. Sebagai informan adalah pemeriksa antara lain ditentukan oleh pelatihan.
petugas MTBS di puskesmas kecamatan wilayah Terkait dengan dana diketahui bahwa
pesisir sedangkan metode triangulasi adalah orang dana yang mendukung Pelaksanaan MTBS di
tua atau wali yang datang ke puskesmas kecamatan Puskesmas tidak ada secara khusus dari Dinas
wilayah pesisir berjumlah 12 orang. Variabel dalam Kesehatan jakarta utara. Pihak dinas kesehatan
penelitian ini adalah faktor input, proses dan output. sendiri berharap puskesmas masing-masing yang
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menyediakan dana untuk pelaksanaannya. Secara
mendalam (indepth interview) dan telaah dokumen. umum, karena MTBS merupakan perpaduan dari
berbagai program di puskesmas sehingga dananya
Hasil Penelitian berasal dari program yang bersangkutan yang
berasal dari BLUD Puskesmas.Menurut A. A. Gde
Komponen Input Muninjaya5, bahwa dana operasional diarahkan
Penelitian yang dilakukan dalam program untuk menunjang pelaksanaan kegiatan program
MTBS meliputi faktor input yang terdiri dari oleh masing-masing staf pelaksana program.
SDM, Dana, Sarana Prasarana dan metoda untuk Alokasinya digunakan untuk biaya kunjungan
mengetahui sejauh mana pelaksanaan program pembinaan ke lapangan, pemeliharaan, dan
MTBS yang telah dilaksanakan. Sumber daya pembelian alat penunjang kegiatan rutin program
manusia sangat penting dalam kegiatan pelaksanaan dan sebagainya
manajemen terpadu balita sakit semua informan Ketersediaan sarana dan prasarana dalam
dan informan triangulasi memberikan jawaban melaksanakan pelayanan MTBS di puskesmas
yang sama bahwa jumlah petugas puskesmas yang kecamatan diketahui bahwa segala sarana dan
menjalankan MTBS berjumlah 2 orang yang terdiri prasarana disediakan oleh dinas kesehatan dan
dari dokter umum dan perawat. Hal ini masih puskesmas karena sumberdaya atau sarana untuk
dikatakan kurang dikarenakan jumlah pasien yang kegiatan MTBS bukan merupakan barang atau
banyak dan petugas kesehatannya hanya 2 orang alat bantu sudah tercakup dalam sarana essensial
maka prinsip kerjasama staf yang bersifat integratif balita sakit harus dilakukan pendekatan MTBS. Hal
perlu diterapkan. Pendelegasian wewenang juga ini berdasarkan penjelasan dari informan:
sangat penting dilakukan secara kontinu untuk
menyeimbangkan wewenang dan tanggung jawab “untuk perencanaan SDM, termasuk
dalam pembagian tugas staf. obat, alat maupun formulir atau sarana
Penggerakkan Merupakan upaya untuk dan prasarana yang kita butuhkan untuk
menggerakkan bawahan atau orang-orang untuk pelayanan MTBS selalu kami anggarkan...”
mau bekerja dengan sendiri atau penuh kesadaran
sendiri baik dilaksanakan bersama-sama maupun Menurut Depkes,10 manajemen Terpadu
sendiri untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Balita Sakit adalah manajemen untuk menangani
mengenai pengorganisasian untuk kepemimpinan balita sakit yang bersifat terpadu yang datang ke
kepala puskesmas dalam melaksanakan pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan. Terpadu berarti
MTBS di puskesmas kecamatan diketahui bahwa mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan
kedua puskesmas sama-sama mengatakan bahwa MTBS untuk beberapa penyakit yang menyebabkan
dalam kepemimpinan kepala puskesmas dalam kematian bayi dan balita seperti pneumonia, diare,
pelaksanaan MTBS mempunyai strategi dengan malaria, campak, gizi buruk dan masalah lainnya
motivasi staff, kesempatan untuk mengikuti ke dalam satu episode pemeriksaan.
kegiatan dan memberikan perhatian dan semangat
dalam pekerjaan dan bersikap ramah. “Kalau untuk cakupan MTBS saya tidak
Evaluasi yang dilakukan Kepala puskesmas mengetahui apakah cakupannya sudah
memegang peranan yang sangat penting dalam sesuai target atau belum hanya puskesmas
rangka evaluasi pelaksanaan tatalaksana pemeriksaan kami kalau ada balita sakit yang datang
terhadap balita sakit dengan menggunakan pendekatan kami layani dengan pendekataan MTBS...”
MTBS, oleh karena kepala puskesmaslah yang
berhubungan langsung dengan petugas pelaksana. Berdasarkan hasil FGD dengan ibu dari
Evaluasi ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan balita yang membawa anaknya untuk berobat ke
MTBS telah berjalan bergantung pada petugas Puskesmas tentang prosedur layanan yang diberikan
yang sudah pernah dilatih. Kinerja petugas dalam oleh petugas puskesmas kecamatan mengatakan
pemeriksaan proses MTBS meliputi kelengkapan bahwa masih ada beberapa pelayanan yang perlu
pengisian formulir tatalaksana MTBS dan pembuatan diperhatikan atau dibenahi sedangkan untuk prosedur
klasifikasi keluhan pada balita yang sakit. layanan dalam poliklinik MTBS petugas baru
menerapkan langkah: penilaian, klasifikasi penyakit
Komponen Output dan tindakan/pengobatan sedangkan nasehat bagi
Berdasarkan dari hasil wawancara dengan ibu dan tindak lanjut tidak semua pasien diberikan.
beberapa informan mengatakan bahwa cakupan Berikut ini penjelasan dari informan:
MTBS tidak ada target hanya diharapkan agar
balita sakit yang datang kepuskesmas yang telah
“Kalau untuk saya tadi dari pendaftaran
melaksanakan MTBS diharapkan memberikan
sampai dapat obat, yang lama itu ditempat
pelayanan MTBS. Dapat diketahui bahwa
menunggu obat karena antriannya panjang
Puskesmas kecamatan wilayah jakarta utara sudah
tapi kalau di ruang periksa juga gak terlalu
menerapkan pendekatan menggunakan MTBS
lama banget sama saya juga ditanya sama
kepada balita sakit yang datang ke puskesmas
dokternya anak nya sakit apa abis itu
tersebut, ini berarti dapat dikatakan bahwa target
diperiksa terus di kasih resep obat...”
pencapaian MTBS adalah 100% yang artinya setiap
Hal ini tidak sesuai dengan Depkes RI,11 MTBS menggunakan SOP melaluibagan MTBS.
yang mengatakan bahwa untuk indikator kepuasan Perencanaan SDM kesehatan ditujukan
ibu balita atau pendampingnya, meliputi indikator pada perhitungan kebutuhan SDM kesehatan
gizi terkait pemberian ASI eksklusif, pemberian untuk memenuhi kebutuhan pada sarana pelayanan
makanan tambahan, aspek pemberian imunisasi sedangkan untuk perencanaan kebutuhan obat
campak. Sementara untuk perawatan di rumah dan alat disesuaikan dengan pedoman pengobatan
pada anak yang sakit mendapatkan cairan yang rasional, penyesuaian dana dengan kebutuhan, status
lebih banyak dan melanjutkan pemberian makanan. kunjungan dan status penyakit. Pengorganisasian
Juga memastikan bahwa pembawa balita sakit dalam tugas dan wewenang dalam melaksanakan
harus mengetahui, minimal dua tanda kapan harus pelayanan MTBS di puskesmas dilakukan
kembali segera membawa anaknya ke pelayanan secara intern atau langsung menginformasikan
kesehatan. langsung ke teman yang biasa menangani
MTBS.kepemimpinan kepala puskesmas dalam
Kesimpulan pelaksanaan MTBS mempunyai strategi dengan
motivasi staff, kesempatan untuk mengikuti
Pengembangan terhadap kualifikasi SDM kegiatan dan memberikan perhatian dan semangat
yang berkaitan dengan kualifikasi pelaksanaan dalam pekerjaan dan bersikap ramah.Melalui
sistem manajemen terpadu balita sakit belum supervisi dapat diketahui bagaimana petugas
dilaksanakan secara maksimal hal ini terlihat yang sudah dilatih dan yang telah mendapatkan
dari belum semua petugas pemberi pelayanan sosialisasi pelatihan MTBS tersebut menerapkan
MTBS yang mendapatkan pelatihan MTBS, untuk semua pengetahuan dan keterampilannya dalam
pembiayaan pelaksanaan MTBS tidak ada anggaran memberikan pelayanan MTBS di puskesmas
khusus untuk MTBSnamun untuk pembiayaan kecamatan
yang berhubungan dengan pelaksanaan dengan dalam memberikan pelayanan kepada balita
MTBS puskesmas kecamatan memiliki mekanisme sakit yang datang ke puskesmas semua balita sakit
tersendiri untuk mengatur bagaimana caranya agar mendapatkan pelayanan dengan MTBS sesuai
pelaksanaan MTBS dapat berjalan dengan baik. dengan bagan MTBS yaitu dimulai dari penilaian
Untuk sarana dan prasarana dalam pelaksanaan berupa pemeriksaan gejala dan tanda-tanda
MTBS yang berjalan dipuskesmas Kecamatan yang muncul, pembuatan klasifikasi, pemberian
disediakan oleh BLUD Puskesmas.metode yang tindakan dan kemudian diakhiri dengan melakukan
digunakanolehpetugas MTBS untukmelaksanakan konseling.
PERBEDAAN PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR BAYI 0 – 6 BULAN
YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF DAN
NON ASI EKSKLUSIF DI KELURAHAN
MULYOREJO WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MULYOREJO SURABAYA
085735162526 / rianats@gmail.com
ABSTRAK
ASI eksklusif adalah pemberian ASI secara penuh selama 6 bulan pertama tanpa pemberian
makanan atau minuman lain kepada bayi. Kandungan ASI diantaranya AA dan DHA berguna dalam
mempercepat myelinisasi. ASI mempunyai efek yang menguntungkan terhadap perkembangan motorik
kasar. Berkembangnya produk susu formula telah merubah pola pemberian susu. Cakupan pemberian
ASI eksklusif wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Surabaya yaitu 63,78% (2011), masih dibawah target
pemerintah (80%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan perkembangan motorik kasar
bayi umur 0 – 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non ASI eksklusif.
Penelitian menggunakan metode analitik cross sectional. Populasinya adalah seluruh bayi usia 0 – 6
bulan di Kelurahan Mulyorejo yang datang Posyandu bulan Juni-Juli 2013. Pengambilan sampel dengan
teknik consecutive sampling. Besar sampel 46 responden. Variabel bebasnya pemberian ASI eksklusif dan
non ASI eksklusif. Variabel terikatnya perkembangan motorik kasar bayi. Instrument menggunakan lembar
wawancara dan Denver II. Sumber data dari wawancara dan pemeriksaan. Analisis data menggunakan
uji Fisher.
Hasil penelitian dari 46 responden, lebih dari separuh bayi (65,2%) diberi non ASI eksklusif,
perkembangan motorik kasarnya sebagian besar normal (78,3%). Hasil uji Fisher p = 0,130. Sehingga p
> α, berati tidak ada perbedaan pemberian ASI dengan perkembangan motorik kasar bayi.
Kesimpulan penelitian ini, sebagian besar responden memiliki perkembangan motorik kasar normal,
kebanyakan diberi ASI non eksklusif dan tidak ada perbedaan perkembangan motorik kasar bayi usia 0 –
6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non ASI eksklusif. Namun pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama penting diutamakan karena keunggulan yang dimiliki.
Kata kunci : pemberian ASI, motorik kasar
Pustaka : 19 buku, 7 jurnal ilmiah dan 4 artikel internet
batas waktu biasanya dalam sehari diberikan antara proses pembelajaran dan pencapaian secara
5 – 7 kali dengan total jumlah ASI perhari 720 – 960 optimal. Stimulasi adalah perangsangan dan latihan
ml, sedangkan jumlah ASI yang diberikan untuk terhadap kepandaian anak yang datangnya dari
setiap kali bayi disusui berjumlah 100 – 200 ml.10 lingkungan diluar anak.12 Stimulasi dapat berupa
ASI mengandung banyak zat gizi. Keseimbangan latihan atau bermain.5 Stimulasi perkembangan
zat-zat gizi dalam air susu ibu berada pada tingkat anak ini bertujuan untuk membantu anak agar
terbaik dan air susu memiliki bentuk paling baik mencapai tingkat perkembangan yang baik dan
bagi tubuh bayi yang masih muda. ASI sangat lebih optimal. Stimulasi terbaik diberikan saat
kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat kondisi fisik maupun mental anak telah siap
pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem menerima stimulasi sesuai dengan umur dan
saraf.11 Kandungan ASI diantaranya karbohidrat, tahapan perkembangannya. Stimulasi dilakukan
taurin, DHA dan AA. AA dan DHA adalah asam secara bertahap dan berkelanjutan dimulai dari
lemak tak jenuh berantai panjang yang diperlukan kemampuan perkembangan yang telah dimiliki
untuk pembentukan sel-sel otak secara optimal dan oleh anak kemudian dilanjutkan pada kemampuan
berguna dalam proses myelinisasi.6 perkembangan yang seharusnya dicapai pada usia
Hasil uji statsistik pada penelitian ini sama tersebut.6
dengan penelitian Pratama dan Noor tentang Kebutuhan bayi akan rangsangan memacu
kemampuan lokomotorik anak batita yang semua kerja sistem sensorik dan motoriknya.
mengkonsumsi ASI dan yang mengkonsumsi susu Bila stimulasi dalam interaksi sehari-hari kurang
formula dengan menggunakan instrumen Denver II, bervariasi, perkembangan kecerdasannya juga
didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna.7 akan kurang bervariasi.13 Aktivitas sensori motor
Nilai signifikansi uji beda Kruskal wallis terhadap merupakan bagian yang berkembang paling
3 kelompok diperoleh sebesar 0,078. Nilai ini dominan pada masa bayi. Perkembangan sensori
lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan motor ini didukung oleh stimulasi visual, stimulasi
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan), dan
3 kelompok uji berdasarkan pola pemberian susu stimulasi kinetik. Stimulus sensorik yang diberikan
terhadap perkembangan motorik. Beberapa faktor oleh lingkungan anak akan direspons dengan
lain disamping pola pemberian susu seperti tingkat memperlihatkan aktivitas-aktivitas motoriknya.6
pendidikan orang tua, cara penyajian susu, cara Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin
mengasuh anak (hubungan orang tua dengan anak) sedini mungkin dan terus menerus pada setiap
dan ekonomi akan memberi pengaruh yang besar kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak
pada perkembangan anak, terutama dalam hal ini dapat dilakukan oleh ibu, ayah, pengganti orang
adalah perkembangan motorik. tua/pengasuh anak, anggota keluarga lain atau
Selain nutrisi, hal-hal yang mempengaruhi kelompok masyarakat di lingkungan rumah tangga
perkembangan motorik kasar bayi adalah faktor masing-masing dan dalam kehidupan sehari-hari.14
sosial ekonomi, posisi anak dalam keluarga, dan Kurangnya rangsangan lingkungan pada anak telah
stimulasi. Dilihat dari tabel 5.1 tentang status diketahui dapat menyebabkan keterlambatan dan
pekerjaan ibu, diketahui bahwa sebagian besar gangguan perkembangan pada anak. Oleh karena
adalah ibu yang tidak bekerja atau ibu rumah itu, anak perlu mendapatkan rangsangan sejak awal
tangga yaitu sebanyak 37 ibu (84,1%). Menurut untuk perkembangannya.6
peneliti, ibu rumah tangga mempunyai banyak Penelitian ini memiliki keterbatasan. Peneliti
waktu untuk berinteraksi dengan bayi. Interaksi hanya menyoroti pemberian nutrisi saja. Banyak
yang dilakukan sekaligus sebagai stimulus yang faktor seperti stimulasi, sosial ekonomi, dan posisi
diterima bayi. Stimulasi sangat membantu dalam anak dalam keluarga yang tidak dilakukan penelitian
yang mungkin saja menimbulkan bias. Instrumen Jawa Timur. 2012.Diakses 11 Maret 2013.http://
penelitian yang digunakan yaitu Denver II tidak dinkes.jatimprov.go.id/userimage/WBW%20
hanya menguji perkembangan motorik kasar, tetapi 2012%20dan%20Realisasi%20di%20Dinas%20
juga menguji 3 aspek perkembangan lain yaitu Kesehatan%20Provinsi%20Jawa%20Timur.pdf.
perkembangan motorik halus, bahasa, dan personal 4. Depkes. Kinerja kegiatan pembinaan gizi tahun
sosial sehingga mungkin analisa lebih akurat jika 2011.2012. Diakses 11 Maret 2013.http://gizi.
menguji 4 aspek perkembangan tersebut. depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/08/Buku-
Laptah-2011.pdf.
Kesimpulan 5. Hidayat AA. Pengantar ilmu kesehatan anak
untuk pendidikan kebidanan. 1st. ed. Jakarta:
Sebagian besar bayi usia 0 – 6 bulan memiliki Salemba Medika; 2009.Halaman 33.
perkembangan motorik kasar normal. Lebih dari 6. Riksani R. Keajaiban ASI. 1st. ed. Jakarta: Dunia
separuh bayi usia 0 – 6 bulan diberi non ASI eksklusif Sehat; 2012. Halaman 12, 22, 24, 112.
(ASI + PASI dan PASI). Tidak ada perbedaan 7. Pratama AA, Noor Z. Perbedaan kemampuan
signifikan antara perkembangan motorik kasar bayi lokomotorik anak batita yang mengkonsumsi
usia 0 – 6 bulan yang diberi ASI eksklusif dan non ASI dan yang mengkonsumsi susu formula.
ASI eksklusif. Bagaimanapun ASI mempunyai Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.2007:
kelebihan dibanding susu formula maupun PASI 1-2.
lain. Kegiatan edukasi, sosialisasi, dan kampanye 8. Khamzah SN. Segudang keajaiban ASI yang
pemberian ASI eksklusif perlu dioptimalkan harus anda ketahui. 1st. ed. Jogjakarta:
terkait masih kurangnya pemahaman masyarakat FlashBooks; 2012.Halaman 19.
tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI 9. Yuliarti N. Keajaiban ASI makanan terbaik
eksklusif kepada bayi usia 0 – 6 bulan dilihat dari untuk kesehatan, kecerdasan dan kelincahan.
sedikitnya jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif. Yogyakarta: ANDI; 2010. Halaman 17-8.
Penggunaan susu formula perlu dipertimbangkan 10. Sulistyoningsih H. Gizi untuk kesehatan ibu dan
karena di sisi lain bisa menimbulkan diare dan dapat anak. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. Halaman
menimbulkan alergi.Penelitian ini hanya meneliti 165.
tentang pemberian ASI sehingga belum menjelaskan 11. PPPAKB Grobogan. Peranan ASI eksklusif bagi
secara lebih mendalam mengenai faktor lain yang ibu dan anak. 2011. Diakses 17 April 2013. http://
mempengaruhi perkembangan motorik kasar bayi. pppakb.grobogan.go.id/berita/61-peranan-asi-
Maka masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut. eksklusif-bagi-ibu-dan-anak.html.
12. NursalamRS, Utami S. Asuhan keperawatan
Daftar Pustaka bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika; 2005.
Halaman 41.
1. Fikawati S, Syafiq A. Kajian implementasi dan 13. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak dan
kebijakan ASI eksklusif dan inisiasi menyusui dini remaja. Narendra MB, Sularyo TS, Suyitno H, et
di Indonesia. Universitas Indonesia. 2010. 14: al, editor. Jakarta: Sagung Seto; 2008. Halaman
17-24. 131.
2. Sacker A, Kelly YJ, Quigley, MA. Breastfeeding 14. Depkes. Stimulasi deteksi dini intervensi dini
and developmental delay: findings from the tumbuh kembang anak. 2011. Diakses 12 Maret
millenium cohort study. Pediatrics. 2006. 118: 2013. http://www.kesehatananak.depkes.go.id/
682-89. index.php?option=com_content&view=article&
3. Dinkes Jatim. Pekan ASI sedunia (WBW) 2012 id=49:stimulasi-deteksi-intervensi-dini-tumbuh-
dan realisasinya di Dinas Kesehatan Provinsi kembang-anak&catid=37:subdit-2&Itemid=80.
EFEKTIVITAS PENDIDIKAN
KESEHATAN METODE PEER GROUP
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN
DAN SIKAP PERSONAL HYGIENE SAAT
MENSTRUASI
Email : nandasheeta@yahoo.com
ABSTRAKS
Tabel. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan dan Sikap Siswi tentang Personal Hygiene Saat
Menstruasi Sebelum dan Sesudah Pendidikan Kesehatan Metode Peer Group
ada perbedaan tingkat pengetahuan sebelum dan Pengetahuan Sindrom Pramenstruasi pada Remaja.
sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Sebelum Perilaku adalah suatu wujud pelaksanaan dari
dilakukan pendidikan kesehatan terdapat beberapa suatu tindakan yang dipengaruhi oleh kehendak,
siswi dengan tingkat pengetahuan kurang. Tingkat kehendak dipengaruhi oleh sikap sedangkan sikap
pengetahuan yang kurang dapat mempengaruhi dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil tindakan
perilaku remaja dalam melakukan personal hygiene yang sudah dilaksanakan pada masa lalu18.
saat menstruasi. Remaja perempuan dianjurkan Perilaku dipengaruhi oleh Predisposing Factors,
agar selalu berperilaku sehat karena lebih mudah Reinforcing Factors, dan Enabling Factor19. Salah
terkena infeksi genital. Perilaku yang kurang baik satu faktor predisposing adanya perilaku personal
dalam menjaga organ genitalia akan memberikan hygiene yang sehat saat menstruasi adalah sikap
efek negatif pada kesehatan reproduksinya. Ada yang mendukung terhadap perilaku tersebut.
hubungan antara pengetahuan kesehatan reproduksi Peningkatan skor sikap remaja putri tentang
dengan kejadian iritasi vagina saat menstruasi pada personal hygiene saat mentruasi sebelum dan
remaja di SMP Negeri 8 Manado10. Dalam upaya sesudah pemberian pendidikan kesehatan dengan
mencegah kejadian tersebut maka remaja perlu metode peer group adalah 2,23. Hasil analisa
mengetahui cara-cara untuk mengurangi risiko statistik juga menunjukkan bahwa ada perbedaan
iritasi vagina sehingga mampu berperilaku yang sikap remaja putri tentang personal hygiene saat
sehat. mentruasi antara sebelum dan sesudah pemberian
Penelitian Maidartati11 menyebutkan bahwa pendidikan kesehatan dengan metode peer group.
ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Sikap adalah tanggapan batin terhadap
dengan perilaku vulva hygiene pada saat menstruasi rangsangan dari luar yang menghendaki respon
pada remaja putri. Pengetahuan merupakan hasil individual sehingga timbul perasaan suka atau
dari “tahu” yang terjadi setelah orang melakukan tidak suka. Sikap merupakan reaksi atau respon
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. yang masih tertutup dari seseorang terhadap
Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan, suatu stimulus atau objek12,13. Manifestasi sikap
pengalaman diri dan orang lain, media massa itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat
maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang
merupakan domain yang sangat penting untuk tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
terbentuknya tindakan seseorang12,13. adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu
Pendidikan kesehatan metode peer group/ yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan
teman sebaya akan memberikan efek yang lebih reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
positif. Dengan teman sebaya, remaja akan sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan
lebih terbuka dan lebih mudah berkomunikasi atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi
dibandingkan dengan orang tua dan guru14. tindakan suatu perilaku. Teori Green menyebutkan
Informasi yang sensitif dan kurang nyaman jika bahwa sikap merupakan faktor predisposisi
disampaikan oleh orang dewasa dapat tersampaikan yang mempengaruhi perilaku seseorang19. Sikap
oleh teman sebaya dengan menggunakan bahasa remaja yang mendukung merupakan perasaan
sesuai usianya. Dengan demikian, informasi lebih memihak terhadap personal hygiene yang sehat
lengkap, mudah dipahami dan pada akhirnya saat menstruasi sehingga akan membentuk
tujuan dapat dicapai. Selain itu, sebagai peer perilaku yang sesuai dengan sikapnya tersebut.
educator teman sebaya tidak hanya memberikan Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Putri3 yang
informasi namun juga sebagai role model dalam menyebutkan bahwa ada hubungan sikap tentang
berperilaku yang sehat15,16. Hal ini sesuai penelitian personal hygiene menstruasi terhadap perilaku
Amelia17 yaitu Pendidikan Sebaya Meningkatkan personal hygiene remaja putri saat menstruasi di
Kelompok. Malang: UN 14. Mellanby AR. Phelps FA. Crichton NJ. And
7. Aisah, Siti. Junaiti Sahar. Sutanto Priyo Trip JH. 1995. School Sex Education : An
Hastono. 2008. Pengaruh Edukasi Kelompok Experimental Programme with Educational
Sebaya terhadap Perubahan Perilaku and Medical Benefit. British Medical Journal.
Pencegahan Anemia Gizi Besi Pada Wanita 15. Backett-Millburn and Wilson S. 2000.
Usia Subur. Jurnal Keperawatan Vol.2 No.1 Understanding Peer Education : Insights
Oktober 2008. from a Process Evaluation. Health Education
8. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Research. Vol.15 No.1
Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. 16. Green, J. 2001. Peer Education. Global Health
9. Dahlan, Sopiyudin. 2010. Statistik Untuk Promotion
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba 17. Amelia, Coryna Rizky. 2014. Pendidikan
Medika Sebaya Meningkatkan Pengetahuan Sindrom
10. Winerungan, Ester Maria. Esther Hutagaol. Pramestruasi pada Remaja. Jurnal Kedokteran
Ferdinand Wowiling. 2013. Hubungan Brawijaya Vol.28 No.2 Agustus 2014
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan 18. Rakhmat J. 2001. Psikologi Komunikasi.
Kejadian Iritasi Vagina Saat Menstruasi pada Remaja Rosda Karya. Bandung.
Remaja di SMP Negeri 8 Manado. Ejournal 19. Green, LW. Health Promoting Planning :
Keperawatan Vol.1 No.1 Agt 2013 An Education and Environmental Approach.
11. Maidartati. Sri Hayati. Legi Agus Nurhida. University of Texas Health Science Center at
2016. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Houston. 1991
Vulva Hygiene pada Saat Menstruasi Remaja 20. Sriasih, NGK. NW Ariyani. Juliana Mauliku.
Putri. Jurnal Ilmu Keperawatan Vol. IV No.1 AA Istri Dalem Cinthya Riris. 2013. Pengaruh
April 2016. Pendidikan Seksualitas Remaja oleh Pendidik
12. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Sebaya terhadap Pengetahuan dan Sikap
Kesehatan, Teori dan Aplikasi. Rineka Cipta. Remaja tentang Bahaya Seks Bebas. Jurnal
Jakarta. Skala Husada Vol.1
13. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.
Jakarta.
ABSTRAK
Latar Belakang: Investasi untuk peningkatan kesehatan reproduksi di negara yang sedang
berkembang melalui penggunaan alat kontrasepsi akan menyelamatkan ibu, bayi baru lahir dan keluarga.
Pada tahun 2014 terdapat 225 juta perempuan di dunia tidak mendapatkan pelayanan kontrasepsi modern,
sedangkan di Indonesia hampir 50 % (40,3%) kasus unmeet-need masih ditemukan. Data peserta KB aktif
di DIY cukup tinggi (89.90%), yang sebagian besar dilaksanakan oleh bidan yang telah bermitra dengan
BKKBN dalam pelayanan kontrasepsi melalui pendekatan selama antenatal care dan post natal care.
Namun, apakah model kemitraan antara bidan dan BKKBN dapat ditingkatkan sehingga mampu mengatasi
masalah unmeet-need terhadap kontrasepsi?. Ini menjadi kajian yang menarik untuk peningkatan strategic
plan antara bidan dan BKKBN untuk meningkatkan pelayanan kontrasepsi.
Tujuan: Menganalisis hasil kegiatan kemitraan bidan dan BKKBN serta menunjukkan manfaat,
kendala, tantangan dan peluang peningkatan kemitraan bidan dan BKKBN dalam peningkatan pelayanan
kontrasepsi di DIY.
Metode: Studi deskriptif dengan pendekatann kualitatif terhadap kegiatan kemitraan bidan dan
BKKBN dalam pelayanan kontrasepsi oleh bidan di DIY dilanjutkan eksplorasi berbagai aspek dan
peluang model kemitraan yang dapat dikembangkan. Focus group discussion dan indepth interview akan
dilakukan pada informan baik dari pihak pengurus IBI dan BKKBN maupun bidan yang terlibat langsung
dalam pelayanan kontrasepsi.
Hasil : Bentuk dukungan BKKBN kepada bidan untuk meningkatkan pelayanan kontrasepsi di Daerah
Istimewa Yogyakarta berupa kegiatan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan, dukungan sarana dan
prasarana serta peningkatan jejaring bagi organisasi bidan pada program Keluarga Berencana. Dukungan
yang diberikan dalam kerjasama tersebut saling menguntungkan bagi bidan dan BKKBN, namun pengaruh
program BPJS dan otonomi daerah menyebabkan penurunan pelayanan KB khususnya MKJP dan masih
ditemukan kondisi unmetneed 7,70%.
Saran : Diperlukan naskah kesepahaman atau MoU untuk memperjelas prinsip kemitraan antara
bidan dan BKKBN dan disosialisaikan kepada organisasi IBI di tingkat kabupaten hingga anggotanya.
Koordinasi dengan dinas kesehatan tentang BPJS dan pemerintah daerah agar kebijakan untuk pelayanan
kontrasepsi ditingkatkan .
Kata Kunci : partnership, bidan, BKKBN, kontrasepsi
anak. Sinergi keduanya baik BKKBN dan bidan baik. Suplay dan pengadaan alat kontrasepsi yang
diharapkan dapat membangun masyarakat yang membantu keluarga miskin juga masih dirasakan
sejahtera. Evaluasi diperlukan untuk mencapai kurang. Bidan berharap adanya penyegaran kembali
tujuan program colaborasi antara berbagai pihak, dalam kegiatan-kegiatan antara IBI dan BKKBN.
terutama dalam melakukan pengkajian, sehingga Dari latar belakang inilah, need assessment perlu
dapat memahami keberhasilan dan kegagalan dilakukan untuk menganalisis efektifitas kemitraan
dan tantangan dalam skala yang lebih luas (Kerry antara bidan dan BKKBN.
& Mullan 2013). Partnership atau kemitraan
yang sudah terbangun antara bidan dan BKKBN BAHAN DAN CARA PENELITIAN
memerlukan need assessment yang berkelanjutan.
Hal ini dikuatkan dengan data tentang pemakaian Studi deskriptif dengan pendekatann
alat atau cara kontrasepsi pada wanita yang kualitatif terhadap kegiatan kemitraan bidan
berstatus menikah, metode kontrasepsi modern dan BKKBN dalam pelayanan kontrasepsi oleh
sebayak 59.3 %, dan metode tradisional sebesar bidan di DIY dilanjutkan eksplorasi berbagai
0,4%, sedangkan 40,3 % adalah kondisi unmeet- aspek dan peluang model kemitraan yang dapat
need terhadap alat kontrasepsi (Informasi 2013). dikembangkan. Focus group discussion dilakukan
Peluang terhadap optimalisasi peran bidan dalam pada 2 kelompok yakni; kelompok pengurus IBI
pelayanan kontrasepsi dapat ditemukan di Daerah sebanyak 8 orang (pengurus Daerah dan 5 cabang
Istimewa Yogyakarta. Data tahun 2013, proporsi IBI DI) dan kelompok pejabat BKKBN perwakilan
bidan di DIY adalah 47,7 per 100.000 penduduk. DIY sebanyak 6 orang. Indepth interview dilakukan
Jumlah ini memberikan gambaran terhadap pada 2 informan dari BKKBN dan bidan yang
kemudahan akses masyarakat dalam pelayanan terlibat langsung dalam pelayanan kontrasepsi.
kebidanan. Pelayanan bidan di DIY dapat dilihat Analisis data dilakukan dengan teknik thematic,
dari cakupan pelayanan K4 dan persalinan oleh untuk mendapatkan kesimpulan untuk menjawab
tenaga kesehatan sebanyak 92.02 %, dan sebagian tujuan penelitian.
besar tempat persalinan adalah di bidan yakni
sebesar 68,6%. Untuk angka peserta KB aktif di HASIL DAN PEMBAHASAN
DIY adalah 89.90%, lebih tinggi dibandingkan
angka nasional yakni 76,73 % (Informasi 2013). Penelitian ini menghasilkan 5 thema yang
Hasil study pendahuluan dengan wawancara merefleksikan kegiatan kemitraan bidan dan
dari beberapa bidan yang menyelenggarakan BKKBN yakni:
pelayanan swasta dan juga pada salah satu ketua
IBI (Ikatan Bidan Indonesia) menyampaikan 1. Bentuk kegiatan dalam rangka kemitraan
bahwa kemitraan dengan BKKBN di DIY saat Bidan dan BKKBN berupa kegiatan-kegiatan
ini sudah bagus, namun koordinasi program yang saling mendukung peningkatan program
dari BKKBN kadang-kadang tidak bisa sampai pelayanan kontrasepsi.
hingga lini bawah atau pada bidan yang bekerja di Bentuk kegiatan tersebut berupa pelatihan,
lapangan. Sehingga program kegiatan tidak dapat seminar, bhakti social, dan support dana dan untuk
memberikan output maksimal khususnya pada mendukung kualitas pelayanan kontrasepsi oleh
bidan di lapangan dalam memberikan pelayanan bidan.
kontrasepsi. Informan juga mengatakan bahwa “ya… kita selain pelatihan, seminar, untuk
antusias bidan dalam meningkatkan pengetahuan kerjasama dengan bidan praktik mandiri terutama
dan ketrampilan pelayanan kontrasepsi tinggi, itu kita setiap tahunnya diberikan kesempatan
namun belum difasilitasi oleh pemerintah dengan untuk memfasilitasi baik tempat atau tenaga untuk
pelayanan kontrasepsi, terutama untuk pelayanan “Dari BPM sendiri ini data pada bulan juli
kontraspsi MKJP” (informan-2a). 2015 yangg ikut membantu sebanyak 648 bidan
seluruh DIY, pencapaiannya 8347 dibandingkan
2. Kegiatan kerjasama melibatkan bidan yang total 28222 ini, partisipasi dari bidan 29,58%.
bekerja di Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik Memang rankingnya nomer 3. Yang paling
dan praktik mandiri dengan status Pegawai banyak KKB pemerintah, kemudian KKB swasta,
Negeri Sipil maupun Swasta. kemudian bidan 29,58%, baru yang terakhir
BKKBN menegaskan bahwa sasaran dokter” (Informan 6b).
semua bidan yang melaksanakan pelayanan baik
PNS maupun swasta, meskipun tidak semua 4. Peluang kerjasama dapat dikembangkan
bidan bekerjasama dengan BKKBN. Kerjasama untuk program kesehatan reproduksi dan
tersebut hanya dilaksanakan dengan bidan-bidan pengembangan organisasi IBI
yang melakukan pelayanan kontrasepsi dan sudah Peluang peningkatan kerjasama dapat
teregistrasi, karena pada kenyatannya tidak semua dikembangkan lebih optimal, sebagaimana
bidan anggota IBI melaksanakan praktik kebidanan kegiatan dalam pelayanan kontrasepsi. Kelompok
dan pelayanan kontrasepsi. BKKBN memberikan contoh kegiatan diluar
“Sasaran itu ya semua, ada bidan PNS, peningkatan pelayanan atau pemasangan alat
ada BPM juga, dan terutama kalau kami dalam kontrasepsi. Kegiatan peningkatan kesehatan
pelatihan itu sasaranya juga heterogen, maksudnya reproduksi secara umum dapat dilakukan dalam
tidak hanya PNS saja, justru biasanya bidan yang kerjasama antara bidan dan BKKBN. Kegiatan
swasta, kalau PNS kan lewat puskesmas, dalam khusus tentang kesehatan reproduksi remaja belum
pelatihan itu ee..kami mengutamakan juga yang menjadi kegiatan yang rutin dilaksanakan.
praktik mandiri seperti itu” (Informan 1b). “ …..Artinya apa, sebetulnya dalam program
KB itu, bidan itu tidak harus ada dalam koridor
3. Manfaat kerjasama bagi Bidan dan BKKBN pelayanan kontrasepsi…misalnya memberikan
sangat besar pada peningkatan kualitas dan penyuluhan tentang kespro..” (Informan 1b).
kuantitas pelayanan kontrasepsi
Kerjasama yang dilakukan memberikan 6. Kebijakan Pemerintah Tentang BPJS dan
manfaat bagi kepentingan kedua belah pihak. Otonomi Daerah Menjadi Hambatan dalam
Pencapaian program dari BKKBN sangat terbantu Pelayanan Kontrasepsi serta Kegiatan
dari kerjasma dengan bidan, begitu pula pencapaian Kemitraan Bidan dan BKKBN.
peran dan fungsi bidan kepada keluarga dan FGD pada kelompok bidan menemukan
masyarakat dalam pelayanan kontrasepsi sangat bahwa masih ada bidan yang belum memahami
terbantukan dari hasil kerjasama ini. program pemerintah dan berharap bidan bisa
“.. kalau sy sendiri selaku pelaksana, saya langsung bekerjasama dengan BPJS. Kondisi
merasa itu sangat bermanfaat dg KKB-KKB ini dipicu karena kebijakan atau birokrasi yang
itu, memudahkan masyarakat mendapatkan dianggap bidan tidak jelas tentang pelayanan
layanan, mereka yang tidak bisa ke puskesmas KB yang dilakukan melalui kerjasama dengan
karena misalnya buruh pabrik, mereka bisa BKKBN.
mendapatkan pelayanan di BPM yang berKKB, “Hambatanya mungkin karena tidak adanya
dengan alkont yang di droping. Sehingga mekanisme yang jelas dari BKKBN pusat maupun
mereka juga senang, masyarakat yang tidak perwakilan, sehingga mekanisme yang dijalankan
bisa ke puskesmas bisa ke BPM dengan tarif selama ini hanya sekedar..yaa masih banyak yang
yang rendah gitu..” (Informan 5a). subyektifitas, dan kebijakan local di kabupaten,
Tahun
KABUPATEN
Bantul Sleman Gunung Kidul Kulon Progo Kota Yogya Total DIY
MKJP Non MKJP Non MKJP Non MKJP Non MKJP Non MKJP Non
2012 152,82 93,30 139,31 99,25 108,06 117,41 96,54 104,70 98,26 106,56 120,32 102,49
2013 140,49 103,93 151,91 80,94 142,17 98,12 110,09 85,15 115,10 56,60 134,46 89,88
2014 70,69 278,66 62,18 172,44 80,76 151,83 90,35 129,84 74,39 178,37 72,01 146,793
(Data dalam %)
Sumber : Rekap.Kab/F/II/KB (Pusat Data BKKBN Perwakilan Yogyakarta), 2015
berkurang kalau bidan hanya persalinan saja, Menurunnya pencapaian cakupan pelayanan
tidak KB.(Informan 6b) kontrasepsi terutama MKJP, dipengaruhi pula dari
Permasalahan ini dikaji lebih dalam belum adanya respon yang baik dari bidan praktik
melalui indeptt interview ke salah satu informan mandiri (BPM) pada kebijakan dari BKKBN yang
yang bekerja di dinas kesehatan kabupaten yang hanya melakukan kerjasama dengan bidan yang
dimaksud dan didukung oleh bidan pelaksana di sudah teregister atau menjadi jejaring fasilitas
lapangan. Informasi yang diperoleh menegaskan kesehatan. Hal ini menjadi tantangan bagi BKKBN
bahwa kebijakan tersebut hanya issue yang terlontar dalam menerapkan kebijakan tersebut, harapannya
saat adanya wacana di tahun 2013. BKKBN dapat memberikan suplai alat kontrasespsi
“itu dulu ceritanya dinas kabupaten punya dan BPM dapat memberikan pelayanan IUD dan
wacana untuk persalinan semua di puskesmas, Implant.
tidak boleh di rumah atau di BPM. Jadi kepingin “..untuk yang swasta ini , mulai tanggal 12
niru daerah lain. Tapi saya ya ngotot kalau Februari sampai 12 Agustus kemarin itu alkont
semua persalinan di puskesmas, apa puskesmas yang nota bene kepada BPM yang tidak punya
mampu? Bagaimana masyarakat yang jauh dari jejaring, atau tidak terregister, suplai alkont nya
puskesmas..kalau begitu bidan di puskesmas dihentikan. ……..Otomatis mereka harus mandiri.
tidak usah menolong saja, kalau di BPMnya juga …… Sehingga dimungkinkan kalau misal dia tidak
tidak boleh. …itu tentang persalinan, tapi untuk bisa mendapatkan alkont dari kita, dia mungkin
Tabel 6. Data Jumlah Unmetneed di Daerah Istimewa Yogyakarta Bulan Juli 2015
yang tergolong MKJP, penelitian ini menemukan bidan ternyata belum bisa meningkatkan pelayanan
fakta lain mengenai ketidak mampuan masyarakat peserta baru KB. Padahal bidan mempunyai peluang
mengakses pelayanan KB (unmetneed). Setiap besar dalam pelayanan MKJP jenis IUD. Intergrasi
kabupaten di DIY kurang dari 10% pasangan usia pelayanan keluarga berencana gratis kedalam
subur baik yang ingin menunda kehamilan maupun pelayanan persalinan terbukti efektif dalam upaya
yang tidak menginginkan kehamilan lagi belum untuk mengurangi unmetneed dan risiko kehamilan
menggunakan alat kontrasepsi. tak diinginkan pada tahun pertama post partum
Dua kelompok pada penelitian ini berpikir (Huang et al. 2014). Penguatan dengan pelatihan
kearah perbaikan dan peningkatan kerjsama. dan meng-update pengetahuan secara teratur akan
Kelompok bidan mengusulkan adanya komunikasi mengurangi pengertian yang keliru tentang IUD dan
dan kejelasan kegiatan dan peran masing-masing. metode lainnya (Rupley et al. 2015).
Kejelasan lebih diutamakan tentang peran antara Permasalahan ini tidak lepas bagaimana
BKKBN dan kantor KB di tingkat kabupaten. Perlu upaya provider khususnya bidan dan peran
adanya dokumen resmi yang dijadikan acuan pada BKKBN yang mempunyai program pelayanan
semua kegiatan dan evaluasinya. KB di masyarakat. Meskipun secara umum bidan
“ Usulan urgent adalah MoU, ……. Supaya sangat mendukung kerjasama dengan BKKBN,
gak beda-beda kebijakannya” (informan 1a) menurunya trust dapat menurunkan kinerja bidan
“MoU dari pusat dibreakdown ke daerah dalam pelayanan kontrasepsi. Hal ini dikarenakan
sehingga meminimalisir pransangka-prasangka pula karena kebijakan pihak lain dalam kemitraan
yang kita tidak tahu jawabannya. Karen kebijakan ini yakni tentang BPJS dan otonomi daerah yang
tiap daerah berbeda. “. (Informan 7a) seringkali membuat dualisme kebijakan di tingkat
kabupaten. Orientasi politik juga sebagai hal trust dan komitment dalam kerjasama antara bidan
yang menentukan dari pelaksanaan Private-Public dan BKKBN, terutama menghadapi hambatan-
Partnership (PPPs). Realita ini dapat dijelaskan hambatan yang berasal dari pihak luar.
dengan fakta bahwa PPPs memberikan keuntungan
politik yang melekat pada invetasi infrastuktur dan KESIMPULAN DAN SARAN
pelayanan publik (Mota & Moreira 2015).
Permasalahan muncul saat otonomi daerah Bentuk dukungan BKKBN kepada bidan
menjadi dasar pelaksanaan kegiatan dan tidak untuk meningkatkan pelayanan kontrasepsi di Daerah
adanya koordinasi yang baik, maka birokrasi dan Istimewa Yogyakarta berupa kegiatan peningkatan
mekanisme pelayanan kontrasepsi oleh bidan pengetahuan dan ketrampilan, dukungan sarana dan
banyak yang mengalami kesulitan. Perlu adanya prasarana serta peningkatan jejaring bagi organisasi
pemikiran kritis dan solusi dari berbagai pihak bidan pada program Keluarga Berencana.
untuk memperbaiki pencapaian tujuan program Kerjasama antara bidan dan BKKBN
KB. Prinsip dari PPPs menekankan sebuah inisiasi memberikan manfaat untuk peningkatan kualitas
dan proses perencanaan yang matang dan yang dan kuantitas pelayanan KB di Daerah Istimewa
menjadi penting adalah mengenai key stakeholder Yogyakarta, namun pengaruh pihak luar yakni
(Pinho et al. 2011). Pentingnya melibatkan para kebijakan BPJS dan otonomi daerah menjadi hambatan
stakeholder kunci misalnya pemerintah daerah, untuk mencapai tujuan bersama, salah satunya adalah
dinas kesehatan , BPJS atau lainya pada tahap penurunan pelayanan KB khususnya MKJP dan masih
awal kegiatan kerjasama merupakan upaya untuk ditemukan kondisi unmetneed 7,70%.
mendapatkan penerimaan, membangun kepekaan Peningkatan kegiatan promosi kesehatan
dan mendapatkan kejelasan terhadap harapan reproduksi pada Pasangan Usia Subur (PUS)
dari partner yang lainnya. Banyak kegiatan yang merupakan peluang yang dapat dikembangkan
sudah dilakukan. Ini adalah langkah positif bahwa dalam kemitraan antara bidan dan BKKBN di DIY.
BKKBN turut melibatkan IBI, bahkan dalam Dokumen tertulis atau MoU merupakan solusi
beberapa rapat koordinasi program. Asosiasi bidan alternative untuk peningkatan model kemitraan yang
mempunyai kontribusi penuh untuk mencapai efektif antara bidan dan BKKBN di Provinsi DIY.
tujuan dari universal health coverage pada Audiensi antara IBI dan BKKBN diharapkan
perkembangan kebijakan, dukungan data, bukti- dapat memperjelas tujuan bersama dan peran
bukti dan pengetahuan untuk memperkuat kapasitas masing –masing dalam kemitraan dan dituangkan
dan peran bidan (Titulaer et al. 2015). dalam MoU. Sosialisasi isi kerjasama diharapkan
Penelitian ini juga mendapatkan masukan dapat diterima oleh anggota IBI di tingkat kabupaten
tentang peluang dikembangkannya kerjasama hingga kecamatan. Program promosi kesehatan
antara bidan dan BKKBN lebih meluas ke kesehatan reproduksi hendaknya ditingkatkan, selain pelayanan
reproduksi remaja dan pada pasangan usia subur kontrasepsi. Kebijakan pemerintah daerah kabupaten
yang tergabung dalam kelompok-kelompok yang dan kota harus disinergikan dengan upaya-upaya
ada di masyarakat. Kerjasama semacam ini akan peningkatan pelayanan kontrasepsi.
membentuk kekuatan bersama pada pelayanan
kesehatan di tingkat dasar (Warmelink et al. UCAPAPAN TERIMAKASIH
2015). Peluang pengembangan kerjasama perlu
memperhatikan 4 prinsip kerjasama, yaitu; tujuan Kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan
yang jelas, peran yang jelas, kepercayaan dan Kependudukan, Keluarga Berencana dan keluarga
komitment. (Agarwal et al. 2015). Diperlukan Sejahtera, BKKBN Pusat dan Akademi Kebidanan
solusi yang dapat memperbaiki permasalahan Yogyakarta
retnoheru@yahoo.com/085727558243
ABSTRACT
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui Banyak keuntungan dari metode ceramah,
bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai meskipun juga ada kelemahannya. Kelemahan
keterampilan yang cukup tentang Manajemen dari metode ceramah ini adalah: Membosankan
Aktif Kala III, yaitu ada 117 mahasiswa (61,9%) bila selalu digunakan dan terlalu lama, serta sukar
dan ada 11 (5,8%) mahasiswa yang mempunyai menyimpulkan siswa mengerti dan tertarik pada
keterampilan kurang tentang Manajemen Aktif ceramahnya.
Kala III. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mahasiswa saat dilakukan wawancara. Mahasiswa
pencapaian hasil belajar mahasiswa sehingga tampak terdiam dan kasak kusuk ketika di berikan
mahasiswa masih banyak yang mendapatkan hasil pertanyaan tentang meteri yang diberikan pada
belajar cukup. Hasil penelitian Astuti menunjukkan mata kuliah persalinan normal. Hal tersebut
bahwa ada hubungan yang signifikat antara kemungkinan disebabkan karena mahasiswa belum
motivasi atau motif belajar dengan prestasi belajar memahami tentang materi yang diajarkan.
mahasiswa Hasil penelitian6. Retno Sugesti yang Metode demonstrasi merupakan metode
menunjukkan bahwa faktor ekstern mempunyai mengajar yang sangat efektif, sebab membantu
hubungan dengan prestasi belajar mahasiswa7. para siswa untuk mencari jawaban dengan usaha
Hasil penelitian Mahanani menunjukkan bahwa sendiri berdasarkan fakta yang benar. Mengajar
perhatian orang tua dan lingkungan belajar menggunakan simulasi perlu terjadi secara
mempunyai pengaruh dalam meningkatan prestasi realistis lingkungan sehingga ketika peserta didik
belajar mahasiswa8. Hasil wawancara dengan kembali ke tempat kerja, mereka dapat dengan
responden dosen yang mengatakan bahwa ada mudah menerapkan apa yang dipelajari. Untuk
dosen yang mengajarkan Manajemen Aktif Kala simulasi untuk menjadi sukses, peserta didik
III dengan metode yang tidak sesuai dengan harus menangguhkan realitas dan berinteraksi
kebutuhan belajar mahasiswa. Penelitian Mudayati dengan simulator seolah-olah itu adalah pasien
menunjukkan bahwa pengajar perlu menggunakan nyata10. Ada beberapa kelebihan tetapi ada juga
metode pembelajaran yang tepat dan persiapan kelemahan dari metode demonstrasi ini yaitu:
materi yang baik sehingga bisa menaikan rata-rata memerlukan keterampilan guru secara khusus.
nilai Indeks Prestasi Mahasiswa9. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara
dengan dosen, bahwa penyebab mahasiswa
2. Metode pembelajaran Manajemen Aktif kurang memahami tentang Manajemen Aktif
Kala III Kala III karena dosen belum terampil dan masih
Metode pembelajaran di berikan dengan menggunakan metode lama dalam melakukan
ceramah, demonstrasi, memberikan ilustrasi, dan Manajemen Aktif Kala III.
dengan menayangkan video tentang persalinan. Media pembelajaran film dan video memiliki
Dalam proses pembelajaran, mahasiswa masih banyak manfaat atau keuntungan jika diterapkan
kesulitan dalam mmbedakan antara peregangan dalam pembelajaran11. Arsyad mengatakan bahwa
dengan tanda-tanda pelepasan plasenta. terdapat 7 keuntungan utama menggunakan media
Menurut Responden Dosen, mahasiswa pembelajaran film dan video, keuntungan tersebut
sebenarnya sudah diarahkan bagaimana melakukan antara lain: Film dan video dapat melengkapi
Manajemen Aktif Kala III yang benar, tetapi ada pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika
faktor dari mahasiswa yang sulit untuk memahami mereka membaca, berdiskusi, berpraktik, dan
antara manajemen aktif dan manajemen pasif lain-lain. Film dan video dapat menggambarkan
sehingga betul-betul perlu penekanan ketika suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan
menyampaikan tentang Manajemen Aktif Kala III. secara berulang-ulang jika dipandang perlu.
Selain mendorong dan meningkatkan motivasi, pembelajaran praktikum tentang Manajemen Aktif
film dan video menanamkan sikap dan segi-segi Kala III adalah dengan menggunakan phantom
afektif lainnya. panggul, phantom plasenta. Tidak ada variasi
pelepasan plasenta dalam pembelajaran praktikum
3. Model Pembelajaran Praktikum Manajemen Manajemen Aktif Kala III. Variasi yang dimaksud
Aktif Kala III adalah lamanya plasenta lepas dari dinding
Model pembelajaran praktikum yang endometrium yang memungkinkan mahasiswa
diterima oleh mahasiswa adalah dengan cara memahami bahwa setelah bayi lahir, plasenta tidak
cara praktik langsung dengan menggunakan langsung lepas, tetapi ada beberapa kasus dimana
media phantom. Pembelajaran yang diterapkan plasenta baru lepas setelah beberapa menit setelah
pada saat praktikum, bahwa plasenta tidak bayi lahir.
langsung dilahirkan, tetapi menggunakan proses Menurut Responden dosen, pembelajaran
meregangkan tali pusat. Setelah uterus globuler, praktikum sebaiknya menggunakan media yang
ada semburan darah tiba-tiba, dan tali pusat transparan yang bisa di lihat, sehingga mahasiswa
memanjang, baru dilakukan Penegangan Talipusat lebih mudah memahami. Media yang diperlukan
Terkendali (PTT). tidak perlu yang bagus, yang sederhana, tetapi
Menurut responden dosen, mungkin ada yang bisa membuat mahasiswa paham tentang
beberapa dosen yang mengajarkan Manajemen Manajemen Aktif Kala III.
Aktif Kala III seperti dulu. Menurut responden, Media pembelajaran secara umum adalah
kemungkinan itulah yang diajarkan oleh sebagian alat bantu proses belajar mengajar. Penggunaan
dosen sehingga mahasiswa kurang memahami media akan membuat pembelajaran lebih efektif
tentang bagaimana melakukan Manajemen Aktif dalam penyampaian informasi13. Segala sesuatu
Kala III. yang dapat dipergunakan untuk merangsang
Strategi pembelajaran melalui metodel pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
praktikum merupakan konsep belajar yang bisa ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong
membantu guru menghubungkan antara materi terjadinya proses belajar.14
yang diajarkan dengan realitas dunia nyata siswa Berdasarkan hasil penelitian, media
dan mendorong siswa membuat interaksi antar pembelajaran praktikum yang digunakan adalah
pengetahuan yang dimilikinya. Metode praktikum phantom panggul dan phantom plasenta, tetapi
adalah metode mengajar yang mengajak siswa belum ada seting waktu perbedaan pelepasan
melakukan kegiatan percobaan untuk membuktikan plasenta. Media phantom panggul dan phantom
atau untuk menguji teori yang telah dipelajari plasenta sudah sesuai dengan media yang
memang mimiliki kebenaran. Hal itu sependapat dibutuhkan oleh mahasiswa, karena mahasiswa
dengan pendapat Sagala, yang menjelaskan membutuhkan gambaran plasenta yang menempel
proses belajar mengajar dengan metode praktikum di dinding uterus dan plasenta yang akan
berarti siswa diberi kesempatan untuk mengalami dikeluarkan melalui vagina yang berada di rongga
sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu panggul.
objek, menganalisi, membuktikan, dan menarik
kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan KESIMPULAN
atau proses sesuatu12.
1. Sebagian besar mahasiswa mempunyai
4. Media Yang Digunakan dalam pembelajaran keterampilan yang cukup tentang manajemen
Manajemen Aktif Kala III aktif kala III, yaitu ada 117 mahasiswa (61,9%)
Media yang digunakan dalam proses dan ada 11 (5,8%) mahasiswa yang mempunyai
Mahasiswa Tentang Metode Pembelajaran dan 12. Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna
Penguasaan Materi Dosen Dengan Prestasi Pembelajaran. Bandung. CV Alfabeta
Belajar Mahasiswa Prodi DIII Kebidanan 13. Thalip, SB. 2010. Psikologi Pendidikan
Universitas Tulungagung. Master Tesis. Berbasis Analisis Empiris Aplikastif. Jakarta.
Universitas Sebelas Maret Kencana Prenada Media Group
10. Amanda Wilford, Thomas J Doyle. 2006. 14. Hariyanto. 2012. Pengertian Metode
Integrating Simulation Training Into The Pembelajaran, Available at: http://
Nursing Curriculum. British Journal of belajarpsikologi.com/pengertian-media-
Nursing, 2006, Vol 15, No 1 pembelajaran, 12 Agustus 2016
11. Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran.
Jakarta. Rajawali Press
Nina Zuhana
Prodi DIII Kebidanan STIKES Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan
ABSTRACT
Total 15
perawatan payudara
Total 15
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pekalongan dan perawatan payudara lebih rendah daripada
pada tanggal 6 Januari- 6 Februari 2014. Populasi sebelumnya. Tidak ada responden yang skala
studi dalam penelitian ini adalah semua ibu pembengkakan payudaranya tetap ataupun lebih
postpartum di Kabupaten Pekalongan. Tehnik meningkat.
pengambilan sampel dengan menggunakan non Hasil analisa dengan menggunakan uji paird
probability sampling jenis consecutive sampling t test tidak dapat dilakukan karena data berdistribusi
yaitu didapatkan 30 responden terdiri dari 15 tidak normal sehingga menggunakan uji wilcoxon,
responden kelompok intervensi (diberikan daun diperoleh Z score – 3,624 (< -1,96) dan nilai
kubis dingin kemudian perawatan payudara) dan 15 signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan demikian
responden kelompok kontrol (dilakukan perawatan dapat disimpulkan Ada perbedaan skala
payudara). Analisa data dengan cara kuantitatif pembengkakan payudara sebelum dan
menggunakan uji Wilcoxon untuk menganalisa setelah diberikan daun kubis dingin (Brassica
Oleracea var. capitata) dan perawatan payudara. payudara dan beberapa studi menunjukkan daun
Terdapat 15 responden dengan skala kubis dapat mengurangi pembengkakan payudara
pembengkakan payudara setelah dilakukan dengan cepat.15 Dari hasil penelitian didapatkan
perawatan payudara lebih rendah daripada skala pembengkakan payudara pada kelompok
sebelumnya. Tidak ada responden yang skala intervensi, terjadi kenaikan kembali pada sore
pembengkakan payudaranya tetap ataupun lebih harinya hanya 4 responden berbeda dengan
meningkat. kelompok kontrol. Skala pembengkakan payudara
Hasil analisa dengan menggunakan uji sore hari pre intervensi pada kelompok kontrol
paired t-test tidak dapat dilakukan karena data hampir sebagian besar responden terjadi kenaikan
berdistribusi tidak normal maka menggunakan kembali skala pembengkakan payudaranya. hal ini
uji wilcoxon, diperoleh Z score -3,771 (<-1,96) dapat disebabkan karena daun kubis mempunyai
dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dengan kandungan khusus yang dapat mempercepat
demikian dapat disimpulkan Ada perbedaan skala penurunan skala pembengkakan payudara.
pembembengkakan payudara sebelum dan setelah Kubis mengandung sumber yang baik
dilakukan perawatan payudara dari asam amino glutamine dan diyakini untuk
Dengan menggunakan uji Mann-Whitney mengobati semua jenis peradangan salahsatunya
diperoleh P 0,000. Karena nilai p < 0,05 maka radang payudara.16 Selain itu Kubis berisi minyak
dapat disimpulkan ada perbedaan efektifitas daun mustard, magnesium, oksalat dan sulfur heterosides.
kubis dingin (Brassica Oleracea Var. Capitata) Asam metionin sebagai antibiotik dan anti-iritasi,
dengan perawatan payudara dalam mengurangi yang pada gilirannya menarik aliran tambahan
pembengkakan payudara (Breast Engorgement). darah ke daerah tersebut. Hal Ini dapat melebarkan
pembuluh kapiler dan bertindak sebagai iritan
PEMBAHASAN counter, sehingga menghilangkan pembengkakan
dan peradangan serta memungkinkan ASI keluar
Hasil analisa dengan menggunakan uji Mann- dengan lancar.17,18
Whitney didapatkan nilai significancy 0,000 (p < Roberts KL dkk juga membandingkan
0,05) yang berarti ada perbedaan efektifitas daun efektifitas ekstrak daun kubis dengan yang dari
kubis dingin (Brassica Oleracea var. Capitata) dan plasebo dalam pengobatan pembengkakan payudara
perawatan payudara dengan perawatan payudara pada wanita menyusui, menyimpulkan bahwa
dalam mengurangi pembengkakan payudara. kedua kelompok menerima bantuan yang sama dari
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat kekerasan dan ketidaknyamanan dalam jaringan
Edith Kernerman bahwa daun kubis dapat payudara berkurang secara substansial . Penelitian
digunakan untuk mengurangi pembengkakan ini juga mendukung temuan Hill PD dan Humenick
Total 30
email : nandasheeta@yahoo.com
Alamat : Jln. Perintis Kemerdekaan Magelang Jawa Tengah
Hp : 082242517145/ 085228569458
ABSTRACT
Tabel.1 menunjukkan hasil bahwa sebagian jahe sereh sebagian besar pada tingkat ringan/ mild.
besar responden sebelum mengkonsumsi jahe Efek farmakologis jahe adalah menambah nafsu
mengalami mual muntah pada derajat sedang/ makan, memperkuat lambung, peluruh kentut,
moderate. Sesudah mengkonsumsi jahe sebagian peluruh keringat, pelancar sirkulasi darah, penurun
besar ibu hamil mengalami mual muntah derajat kolesterol, anti muntah, anti radang, anti batuk,
ringan/ mild. Kejadian morning sickness pada dan memperbaiki pencernaan8, sedangkan sereh
ibu hamil sering terjadi dalam kehamilan, karena menurut Akbar7 bermanfaat untuk meredakan rasa
adanya peningkatan hormon estrogen dan hCG nyeri ketika haid dan meredakan timbulnya rasa mual
dengan gejala klinis mual dan muntah10. Mual bagi wanita, memperkuat dan meningkatkan fungsi
muntah bervariasi dari mual ringan sampai mual sistem saraf, menghangatkan dan melemaskan
dan muntah yang tidak tertahankan sepanjang hari. otot, meredakan kejang-kejang, meredakan infeksi
Ini terjadi antara minggu keempat sampai ketujuh kulit, lambung, usus, saluran kemih, dan luka,
setelah periode menstruasi terakhir dan berkurang menyegarkan kulit, menghilangkan jerawat, serta
pada minggu ke-20 setelah masa kehamilan pada menghilangkan bau badan tak sedap.
hampir semua wanita hamil11. Kejadian morning sickness sebelum dan
Jahe merupakan salah satu rempah-rempah sesudah mengkonsumsi sereh sebagian besar ibu
yang banyak digunakan untuk konsumsi dan hamil pada derajat sedang/ moderate. Mual muntah
juga untuk kesehatan salah satunya adalah untuk merupakan keluhan yang sering muncul dan dapat
mengatasi mual muntah. Jahe merupakan bahan bervaiasi dari mual ringan saat bangun tidur
yang mampu mengeluarkan gas dari dalam perut. hingga muntah terus menerus sepanjang hari13.
Jahe juga merupakan stimulan aromatik yang kuat, Muntah yang terus menerus disertai dengan kurang
disamping dapat meningkatkan gerakan peristaltik minum yang berkepanjangan dapat menyebabkan
usus. Sekitar 6 senyawa di dalam jahe telah terbukti terjadinya syok, dan dehidrasi yang berkepanjangan
memiiki aktivitas anti emetik yang manjur. Kerja dapat dipastikan akan menghambat tumbuh
kembang janin. Nutrisi yang adekuat selama sering menyebabkan terjadinya infeksi10,12. Jahe
kehamilan sangat diperlukan untuk kesehatan janin merupakan jenis complement nutrisi yang sudah
dan ibu hamil. Berat badan bayi baru lahir dan diakui oleh Food and Drug Administration (FDA)
usia kehamilan terutama pada kelahiran prematur Amerika, juga telah termasuk kedalam daftar obat
berisiko menyebabkan kematian bayi baru lahir10. herbal monograf WHO. Ibu dapat mengkonsumsi
Dengan demikian, muntah pada kehamilan perlu jahe dalam bentuk apapun selama ibu menyukainya.
diatasi salah satunya dengan herbal. Kandungan Penelitian Ardani15 menyebutkan bahwa pemberian
minyak astiri dalam sereh dapat bermanfaat untuk jahe dan kapulaga efektif untuk mengatasi morning
mencegah muntah, mencegah masuk angin, dan sickness pada ibu hamil trimester I. Penelitian lain
melancarkan sirkulasi cairan limpa dan darah14. dilakukan oleh Aini16 dengan hasil ada pengaruh
Namun dengan bau yang menyengat menyebabkan pemberian air rebusan jahe terhadap mual muntah
ibu hamil tidak mampu merespons efek anti muntah pada ibu yang mengalami emesis gravidarum. Hasil
yang dikeluarkan dari sereh tersebut. penelitian Saswita17 juga menyebutkan bahwa
minuman jahe efektif dalam mengurangi emesis
Efektivitas Konsumsi Jahe dan Sereh dalam gravidarum pada ibu hamil trimester I.
Mengatasi Morning Sickness pada Ibu Hamil Jahe sereh efektif untuk mengatasi morning
Trimester I sickness, hal ini didukung data yang menyatakan
Tabel 2. Efektivitas Konsumsi Jahe dan Sereh dalam Mengatasi Morning Sickness
Kejadian Morning Sickness
Hasil penelitian menyebutkan bahwa jahe semua responden mengalami penurunan derajar
efektif untuk mengatasi morning sickness. Analisa morning sickness. Sebagai obat herbal, jahe
deskriptif juga menyebutkan bahwa sebagian besar digunakan untuk mencegah motion sickness dan
responden mengalami penurunan derajat morning sebagai anti muntah. Khasiatnya sebagai anti-
Sickness. Akar jahe/ Zingiber Officinale Rhizome muntah mulai banyak digunakan tidak hanya untuk
mengandung bahan aktif gingerol yang dapat penderita gastritis, tetapi juga oleh kalangan ibu
menghambat pertumbuhan galur H. Pylori terutama hamil, karena dianggap mempunyai efek samping
galur Cytotoxin Associated Gene (Cag) A+ yang yang lebih ringan dibanding obat-obat anti muntah
Jumlah 30
19. Sripramote, dkk. (2006). A randomized 21. Kurniasari. 2008. Kajian Ekstraksi Minyak Jahe
comparison of ginger and vitamin b6 in the Menggunakan Microwave Assisted Axtraction.
treatment of nausea and vomiting of pregnancy. Momentum Vol. 4 No.2. Oktober 2008
Obstet Gynecol 2006;97: 111– 182. © 2006 by 22. Arianto, K. 2008. Keefektifan Pemberian
The American College of Obstetricians and Ekstrak Jahe dan Kombinasi Ekstrak Jahe
Gynecologists. dengan Piridoksin untuk Mual dan Muntah
20. Gunanegara. 2009. Perbandingan Efektivitas pada Emesis Gravidarum [Tesis]. Fakultas
Kombinasi Ekstrak Jahe dan Piridoksin dengan Ilmu Kedokteran. Universitas Gadjah Mada.
Piridoksin Saja dalam Mengurangi Keluhan Jogjakarta
Mual Muntah pada Wanita Hamil. JKM. Vol.9
No.1 Juli 2009: 24-33
Abstrak
Pendahuluan: Dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan rujukan emergensi maternal dan
neonatal secara konsisten dan berkesinambungan serta menurunkan kematian ibu dan bayi baru lahir,
program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) memperkenalkan penggunaan Lembar
Stabilisasi Rujukan di Puskesmas. Pada daerah intervensi EMAS fase 1 dan 2 lembar stabilisasi rujukan
Puskesmas telah digunakan dengan dukungan dari Dinas Kesehatan kabupaten terutama pada pukesmas
full support dan sebagian di Puskesmas replikasi EMAS (Karawang dan Tangerang).
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan lembar rujukan maternal dan kaitannya
dengan output ibu.
Metode: Disain penelitian yang digunakan cross sectional pada 39 kasus rujukan maternal di
Karawang. Sebanyak 25 kasus rujukan diambil sebagai sampel dari Puskesmas Klari yang dirujuk ke
RSUD karawang serta dilengkapi lembar stabilisasi kemudian dibandingkan dengan 14 kasus rujukan
tanpa lembar stabilisasi yang ada RSUD Karawang. Kriteria inklusi yaitu melahirkan pada periode
Januari-Juli 2016 dengan diagnosa preeklampsia, sedangkan kriteria eksklusi yaitu data output pasien
tidak lengkap. Instrumen yang digunakan berupa lembar stabilisasi rujukan dan buku register rumah sakit.
Data dianalisa menggunakan uji chi square.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan dari 39 kasus rujukan, rujukan yang dilengkapi dengan lembar
stabilisasi mempunyai output yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Dari 25 rujukan yang dilengkapi dengan
lembar stabilisasi sebanyak 21(84%) pulang sehat, 3(12,0%) kasus nearmiss, dan 1(12,0%) kematian ibu.
Sedangkan dari 14 rujukan tanpa lembar stabilisasi didapatkan 0(0%) pulang sehat, 5(35,7%) kasus nearmiss, dan
9 (64,3%) kematian ibu. Ada hubungan signifikan antara lembar stabilisasi rujukan dengan output ibu (p=0,0005).
Kesimpulan: Penggunaan lembar stabilisasi rujukan sangat membantu dalam pengambilan
keputusan klinis yang cepat pada fasilitas dampingan Program EMAS di kabupaten Karawang. Lembar
stabiliasasi maternal berisi informai lengkap mengenai identitas pasien, keadaan umum, komplikasi,
tindakan pra rujukukan, diagnosa, identitas pengirim dan penerima, serta monitoring perjalanan. Tujuan
akhir dari penggunaan lembar ini adalah membantu menurunkan kasus nearmiss dan kematian ibu.
Kata Kunci : Lembar stabilisasi rujukan, Puskesmas, Program EMAS, Rujukan