Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

G DENGAN DIAGNOSA MEDIS


SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom) DI RUANG
FLAMBOYAN RSUD DR. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH:
Natasia Lusiana
NIM: 20231490104052

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AJARAN
2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Natasia Lusiana
NIM : 20231490104052
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada An. G.Dengan Diagnosa Medis
SISR (Systemic Inflammatory Response Syndrom) Di Ruang
Flamboyan RSUD dr. Doris Slyvanus Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Klinik Keperawatan Dasar Profesi Program Studi Profesi
Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Septian Mugi Rahayu, Ners.,M.Kep Listbeth Edelina Siahaan, S.Kep., Ners

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. G.Dengan Diagnosa
Medis SISR (Systemic Inflammatory Response Syndrom) Di Ruang Flamboyan
RSUD dr. Doris Slyvanus Palangka ..Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun
guna melengkapi tugas Profesi Ners.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Septian Mugi Rahayu, Ners.,M.Kep selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Listbeth Edelina Siahaan, S.Kep.,Ners, selaku pembimbing lahan yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Program Studi Profesi Ners.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 15 November 2023

Natasia Lusiana

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
1.4 Manfaat........................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Konsep Anak................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Anak...........................................................................................3
2.1.2 Kebutuhan Dasar..........................................................................................4
2.1.3 Tingkat Perkembangan.................................................................................4
2.1.4 Tugas Perkembangan Anak..........................................................................5
2.2 Konsep Dasar Penyakit................................................................................6
2.2.1 Definisi SIRS...............................................................................................6
2.2.2 Anatomi Fisiologi.........................................................................................8
2.2.3 Etiologi.........................................................................................................9
2.2.4 Klasifikasi....................................................................................................9
2.2.5 Patofisiologi...............................................................................................10
2.2.6 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)......................................................12
2.2.7 Komplikasi.................................................................................................13
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................14
2.2.9 Penatalaksanaan Medis..............................................................................15
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................16
2.3.1 Pengkajian Keperawatan............................................................................16
2.3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................16
2.3.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................18
2.3.4 Implementasi Keperawatan........................................................................22
2.3.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................22
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................23
3.1 Analisis Data....................................................................................................29
3.2 Prioritas Masalah..............................................................................................30
3.3 Rencana Keperawatan......................................................................................31
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan.......................................................33
DAFTAR PUSTAKA
2

BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa yang
diakibatkan oleh disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Infeksi yang
ditimbulkan oleh sepsis bersifat sistemik. Infeksi ini ditandai dengan adanya
systemic inflammatory response syndrome (SIRS).

SIRS ditandai oleh beberapa variabel yakni : temperatur, denyut nadi,


frekuensi pernapasan, dan temperatur. Beratnya respon SIRS yang terjadi sejalan
dengan peningkatan mortalitas pada pasien sepsis. Kegagalan organ pada pasien
sepsis dinilai dengan menggunakansequential (sepsis-related) organ failure
assessment (qSOFA) bernilai ≥2 atau pediatric logistic organ dysfunction
(PELOD-2) bernilai ≥11 (≥7 untuk RS tipe B-C), dengan tingkat mortalitas lebih
dari 10% di rumah sakit. Disfungsi organ yang terjadi pada pasien sepsis pada
umumnya terjadi secara multi organ, dimana ketika satu organ mengalami
disfungsi maka organ lainnya juga memiliki resiko yang serupa. Disfungsi multi
organ ini ditandai olehmultiple organ dysfunction syndrome (MODS). Organ
paru, jantung, dan ginjal merupakan organ yang cenderung mengalami kerusakan
pada pasien sepsis, dimana kerusakan yang terjadi sejalan dengan peningkatan
mortalitas pada pasien sepsis. Hingga saat ini sepsismasih merupakan salah satu
penyebab utama serta mortalitas di intensive care unit (ICU), dan mereka yang
selamat dari sepsis cenderung memiliki cacat fisik, psikologis, dan kognitif jangka
panjang.

Laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2016, dari 5,9 juta
kematian anak tahun 2015, di dapatkan beberapa penyebab utama kematian
diantaranya pneumonia (17 %), preterm birth complications (16 %), intrapartum
neonatal-related complications (11 %), diarrhoea (8 %), neonatal sepsis (7 %),dan
malaria (5 %). Dari data tersebut didapatkan 413.000 anak dari 5,9 juta anak
secara globalterdiagnosa mengalami sepsis, dan dinyatakan meninggal dunia pada
tahun 2015. Sedangkan Berdasarkan data hasil penelusuran Departemen Ilmu
Kesehatan Anak (IKA) terhadap rekam medik internal divisi Pediatrik Gawat
Darurat (PGD) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2009,
menemukan persentase kejadian sepsis 19,3% dari 502 pasien anak yang dirawat
di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSCM dengan angka mortalitas 10%.
Laporan lainnya yang berdasarkan kepada data yang diperoleh peneliti dalam
rentang waktu 4 tahun terakhir di RSUD Dr. Pirngadi kota Medan, terhitung 584
pasien anak terdiagnosa sepsis dan 194 pasien anak diantaranya meninggal dunia.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalahnya adalah
Bagaimana Pemberian Asuhan Keperawatan Pada Klien An.G Dengan SIRS
(Systemic Inflammatory Response Syndrom) Di Ruang Flamboyan RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien An. G
Dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom).

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk mengembangkan wawasan dari ilmu keperawatan khususnya SIRS
(Systemic Inflammatory Response Syndrom) dan pengalaman langsung dalam
melakukan penelitian.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Menambah informasi mengenai penyakit SIRS (Systemic Inflammatory
Response Syndrom) dan pengobatannya sehingga dapat digunakan untuk
membantu progam pemerintah dalam pemberantasan SIRS (Systemic
Inflammatory Response Syndrom).
1.4.3 Untuk Institusi
Sebagai bahan atau sumber data bagi peneliti berikutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian sejenis dan
untuk publikasi ilmiah baik jurnal nasional maupun internasional.
1.4.4 Untuk IPTEK
Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama
dalam keperawatan anak yang menjadi masalah kesehatan pada masyarakat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Anak


1.1.1 Pengertian Anak
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah anak yang
diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun
dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan khusus yaitu kebutuhan fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Anak merupakan individu yang berada dalam satu
rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam
proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan
perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisiknya
sama, demikian pula pada perkembangan kognitif adakalanya cepat atau lambat.
Perkembangan konsep diri sudah ada sejak bayi akan tetapi belum
terbentuk sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring bertambahnya
usia anak. Pola koping juga sudah terbentuk sejak bayi di mana bayi akan
menangis saat lapar. Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang
terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan respons
emosi terhadap penyakit bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas
perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan dengan orang tua maka
responsnya akan menangis, berteriak, menarik diri dan menyerah pada situasi
yaitu diam.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu diutamakan,
mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih dalam proses
kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena struktur fisik anak dan
dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran hingga aspek kematangan fisik.
Proses fisiologis anak dengan dewasa mempunyai perbedaan dalam hal fungsi
tubuh dimana orang dewasa cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan
berpikir anak dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang
sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian pula dalam
tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak cenderung kepada
dampak psikologis yang apabila kurang mendukung maka akan berdampak pada
tumbuh kembang anak sedangkan pada dewasa cenderung sudah mempunyai
mekanisme koping yang baik dan matang (Yuliastuti&Nining, 2019).

1.1.2 Kebutuhan Dasar


Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum digolongkan
menjadi kebutuhan fisik –biomedis (asuh) yang meliputi, pangan atau gizi,
perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yamg layak, sanitasi, sandang,
kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau kasih sayang (Asih), pada
tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu atau
pengganti ibu dengan anak merupakan syarat yang mutlak untuk menjamin
tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Kebutuhan
akan stimulasi mental (Asah), stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam
proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini
mengembangkan perkembangan mental psikososial diantaranya kecerdasan,
keterampilan, kemadirian, kreativitas, agama, kepribadian dan sebagainya.

1.1.3 Tingkat Perkembangan


Menurut Damayanti, karakteristik anak sesuai tingkat perkembangan:
1) Usia bayi (0-1 tahun) Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan
perasaaan dan pikirannya dengan kata kata. Oleh karena itu, komunikasi
dengan bayi lebih banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal.
Pada saat lapar, haus, basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi
hanya bisa mengekspresikan perasaannya dengan menangis. Walaupun
demikian, sebenarnya bayi dapat berespon terhadap tingkah laku orang
dewasa yang berkomunikasi dengan caranya non verbal, misalnya
memberikan sentuhan, dekapan, dan menggendong dan berbicara lemah
lembut. Ada beberapa respon non verbal yang bisa ditunjukan bayi
misalnya menggerakan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama terjadi
pada bayi kurang dari 6 bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Oleh
karena itu, perhatiaan saat berkomunikaasi dengannya jangan langsung
menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan
komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya. Tunjukkanlah bahwa kita ingin
membina hubungan yang baik dengan ibunya.
2) Usia pra sekolah (2-5tahun) Karakteristik pada masa ini terutama pada
anak di bawah 3 tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga
mempunyai perasaan takut pada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi
tahu tentang apa yang akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan di
ukur suhu, anak akan merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke
tubuhnya. Oleh karena itu jelaskan bagaimana akan merasakannnya. Beri
kesempatan padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin
bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya. Dari hal bahasa, anak
belum mampu berbicara fasih. Hal ini disebabkan karena anak belum
mampu berkata kata 900- 1200 kata. Oleh karena itu saat menjelaskan,
gunakan kata kata yang sederhana, singkat dan gunakan istilah yang
dikenalnya. Berkomunikasi dengan anak melalui objek transisional seperti
boneka, berbicara dengan orangtua bila anak malu malu, beri kesempatan
pada yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan orang tua. Satu
hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan dalam
berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah
dicapainya.
3) Usia sekolah (6-12 tahun) Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap
stimulus yang dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh
karena itu, apabila berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan anak di
usia ini harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak dan
berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Anak
usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang dewasa.
Perbendaharaan katanya sudah banyak sekitar 3000 kata dikuasai dan anak
sudah mampu berfikir secara konkret.
4) Usia remaja(13-18 tahun) Fase remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari akhir masa anak anak menuju masa dewasa. Dengan
demikian, pola pikir dan tingkah laku anak merupakan peralihan dari anak
anak menuju dewasa. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar
memecahkan masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau
stress, jelaskan bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang
dewasa yang ia percaya. Menghargai keberadaan identitas diri dan harga
diri merupakan hal yang prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu
bersama dan tunjukan ekspresi wajah bahagia.

1.1.4 Tugas Perkembangan Anak


Tugas perkembangan anak adalah tugas yang harus dilakukan dan dikuasai
individu pada tiap tahap perkembangannya.
1) Tugas perkembangan 0-2 tahun adalah berjalan, berbicara, makan makanan
padat, kestabilan jasmani.
2) Tugas perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah mendapat kesempatan
bermain, bereksperimen dan bereksplorasi, meniru, dan mengenal jenis
kelamin, membentuk pengertian sederhana mengenai kenyataan sosial dan
alam, belajar mengadakan hubungan emosional, belajar membedakan salah
dan benar serta mengembangkan kata hati juga proses sosialisasi.
3) Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar menguasai keterampilan
fisik dan motorik, membentuk sikap yang sehat mengenai diri sendiri, belajar
bergaul dengan teman sebaya, memakai peranan sesuai dengan jenis kelamin,
mengembangkan konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari hari,
mengembangkan keterampilan yang fundamental, mengembangkan
pembentukan kata hati, moral dan skala nilai, mengembangkan sikap yang
sehat terhadap kelompok sosial dan lembaga.
4) Tugas perkembangan anak usia 13 -18 tahun adalah menerima keadaan
fisiknya dan menerima perananya sebagai perempuan dan laki laki,
menyadari hubungan hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua jenis
kelamin, menemukan diri sendiri berkat refklesi dan kritik terhadap diri
sendiri, serta mengembangkan nilai nilai hidup.
1.2 Konsep Dasar Penyakit
1.2.1 Definisi SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom)

Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah suatu bentuk respon


peradangan terhadap adanya infeksi bakteri, fungi, ricketsia, virus, dan protozoa.
Respon peradangan ini timbul ketika sistem pertahanan tubuh tidak cukup
mengenali atau menghilangkan infeksi tersebut. Berdasarkan konsensus
internasional ketiga tentang defenisi sepsis dan syok sepsis, sepsis didefinisikan
sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh disregulasi
respon tubuh terhadap infeksi.

Laporan WHO pada tahun 2016, dari perkiraan 5,9 juta kematian anak
tahun 2015, di dapatkan beberapa penyebab utama kematian diantaranya
pneumonia (17 %), preterm birth complications (16 %), intrapartum neonatal-
related complications (11 %), diarrhoea (8 %), neonatal sepsis (7 %),dan malaria
(5 %).8Dari data tersebut didapatkan 413.000 anak dari 5,9 juta anak secara global
terdiagnosa mengalami sepsis, dan dinyatakan meninggal dunia pada tahun 2015
(WHO, 2017).

1.2.2 Anatomi Fisiologi


1.2.2.1 Anatomi Darah

Darah adalah jaringan cair dan terdiri atas dua bagian, bagian cair yang
disebut plasma dan bagian padat yang disebut sel-sel darah. (Pearce Evelyn,
2012).Sel-sel darah, ada tiga macam yaitu :
a) Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan cakram bikonkaf yang tidak berhenti, ukurannya kira-
kira 8 m, tidak dapat bergerak, banyaknya kira-kira 5 juta dalam
mm3.Fungsi dari eritrosit adalah mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk
dikeluarkan melalui paru-paru. Eristrosit di buat dalam sumsum tulang,
limpa dan hati, yang kemudian akan beredar keseluruh tubuh selama 14-15
hari, setelah itu akan mati. Eritrosit berwarna kuning kemerahan karena
didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Warna ini
akan bertambah merah jika didalamnya banyak mengandung O2.
Hemoglobin adalah protein yang terdapat pada sel darah merah.Berfungsi
sebagai pengangkut oksigen dari Paru-Paru dan dalam peredaran darah
untuk dibawa ke jaringan dan membawa karbon dioksida dari jaringan
tubuh ke Paru-Paru. Hemoglobin mengandung kira-kira 95% Besi ( Fe )
dan berfungsi membawa oksigen dengan cara mengikat oksigen menjadi
Oksihemoglobin dan diedarkan keseluruh tubuh untuk kebutuhan
metabolisme.Disamping Oksigen, hemoglobin juga membawa
Karbondioksida dan dengan Karbon monooksida membentuk ikatan
Karbon Monoksihemoglobin (HbCO), juga berperan dalam keseimbangan
ph darah.
Sintesis hemoglobin terjadi selama proses Eritropoisis, pematangan sel
darah merah akan mempengaruhi fungsi hemoglobin. Proses pembentukan
sel darah merah ( Eritropoeisis) pada orang dewasa terjadi di sumsum
tulang seperti pada tulang tengkorak, vertebra, pelvis, sternum, iga, dan
epifis tulang-tulang panjang. Pada usia 0-3 bulan intrauterine terjadi pada
yolk sac, pada usia 3-6 bulan intrauterine terjadi pada hati dan limpa.
Dalam proses pembentukan sel darah merah membutuhkan bahan zat besi,
vitamin B12, asam folat, vitamin B6 ( piridoksin ), protein dan faktor lain.
Kekurangan salah satu unsur diatas akan mengakibatkan penurunan
produksi sel darah sehingga mengakibatkan Anemia yang ditandai dengan
Kadar hemoglobin yang rendah/kurang dari normal.
b) Leukosit (sel darah putih)
Sel darah yang bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan
perantara kaki palsu (pseudopodia) mempunyai bermacam-macam inti sel
sehingga dapat dibedakan berdasar inti sel. Leukosit berwarna bening
(tidak berwarna), banyaknya kira-kira 4.000-11.000/mm3.Leukosit
berfungsi sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit
penyakit atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh jaringan RES (Retikulo
Endotel Sistem). Fungsi yang lain yaitu sebagai pengangkut, dimana
leukosit mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui
limpa ke pembuluh darah. Sel leukosit selain didalam pembuluh darah
juga terdapat di seluruh jaringan tubuh manusia. Pada kebanyakan
penyakit disebabkan karena kemasukan kuman atau infeksi maka jumlah
leukosit yang ada dalam darah akan meningkat.
c) Plasma darah
Bagian darah encer tanpa sel-sel darah warna bening kekuningan hampir
90% plasma darah terdiri dari :
1) Fibrinogen yang berguna dalam proses pembekuan darah.
2) Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain-lain
yang berguna dalam metabolisme dan juga mengadakan osmotik).
3) Protein darah (albumin dan globulin) meningkatkan viskositas darah dan
juga menimbulkn tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan
cairan dalam tubuh.
4) Zat makanan (zat amino, glukosa lemak, mineral, dan vitamin).
5) Hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh.
1.2.2.2 Fisiologi Darah
Menurut Syaifuddin (2015) fungsi darah terdiri atas :
1. Sebagai alat pengangkut, yaitu :
a. Mengambil O2/zat pembakar dari paru-paru untuk diedarkan keseluruh
jaringan tubuh.
b. Mengangkut CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
c. Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan
dibagikan ke seluruh jaringan/alat tubuh.
d. Mengangkat/mengeluarka zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
2. Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang
akan membinasakan tubuh dengan perantaraan leukosit, antibodi/zat-zat
anti racun
3. Menyebarkan panas ke seluruh tubuh

1.2.3 Etiologi
Penyebab SIRS dapat dikelompokkan menjadi dua yakni SIRS yang
disebabkan oleh infeksi dan SIRS yang disebabkan oleh noninfeksi. Infeksi
bakteri, infeksi pada luka (luka bakar, luka bekas operasi, diabetic foot),
kolesistitis, kolangitis, infeksi saluran cerna, pneumonia, infeksi saluran kencing,
serta meningitis merupakan beberapa penyakit infeksi yang dapat menimbulkan
SIRS. Sindrom respons inflamasi sistemik tidak hanya disebabkan oleh infeksi.
Beberapa keadaan noninfeksi juga dapat menyebabkan SIRS antara lain trauma,
luka bakar, infark myokard, perdarahan, sirosis, penyakit autoimun, serta reaksi
hipersensitivitas baik terhadap obat maupun alergen yang lain.
Sepsis disebabkan oleh disregulasi respon imun tubuh yang dipicu oleh
terjadinya infeksi. Pada umumnya infeksi lokal ataupun infeksi sistemik dapat
berkembang menjadi sepsis sebagai komplikasinya. Infeksi yang terjadi
diakibatkan oleh perkembangan invasi dari bakteri, riketsia, virus, fungi, ataupun
protozoa di dalam tubuh. Organ tersering yang merupakan infeksi primer adalah
paru-paru, otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Invasi ini kemudian akan
menimbulkan SIRS yang dapat menyebabkan disfungsi organ, syok, dan
kematian.Usia infant, anak dengan cedera serius, anak dengan riwayat terapi
antibakterial, anak kurang gizi, anak dengan penyakit kronik, dan anak dalam
kondisi penurunan imun maupun congenital immune deficiencies memiliki faktor
resiko tinggi terjadinya sepsis. Pada neonatal, streptococcus grup B, kuman gram
negatif Escherichia coli, Listeria monocytogenes, dan Haemophilus influenzae,
serta pada golongan virus yakniEnteroviruses, danHerpes simplex virus
merupakan patogen yang paling sering ditemui, sedangkan pada usia anak yang
lebih tua, Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, dan Staphylococcus
aureus adalah penyebab infeksi yang paling sering ditemukan.
1.2.4 Klasifikasi
Keadaan spesifik fisiologis dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi
pasien sepsis yaitu bakterimia, infeksi, Systemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), sepsis, sepsis berat, syok sepsis, atau Multiple Organ
Dysfunction Syndrome (MODS). Klasifikasi sepsis Kondisi Definisi Bakterimia
(fungimia) Keberadaan bakteri (jamur) dalam pembuluh darah. Infeksi Respon
inflamasi untuk mengembalikan jaringan tubuh dalam bentuk normal dari
gangguan mikroorganisme. Systkemic Inflammatory Response Syndrome
Inflamasi sistemik sebagai respon pada etiologi infeksi atau noninfeksi. Sepsis
Respon sekunder dari SIRS. Sepsis berat Sepsis yang berhubungan dengan
kerusakan organ, hipoperfusi, atau hipotensi. Syok sepsis Sepsis dengan hipotensi
yang membutuhkan cairan resusitasi Bersama abnormalitas perfusi. Multiple-
Organ Dysfunction Syndrome Perubahan fungsi organ yang dibutuhkan untuk
mengatur homeostatis.

1.2.5 Patofisiologi
Patofisiologi dari interaksi patogen dalam tubuh manusia sangat
bermacammacam dan kompleks. Mediator proinflamasi yang berperan dalam
perkembangan mikroorganisme diproduksi dan mediator antiinflamasi
mengkontrol mekanisme ini. Respon inflamasi menunjukkan adanya kerusakan di
jaringan tubuh manusia dan respon antiinflamasi menyebabkan leukosit
teraktivasi. Ketika kemampuan tubuh mengurangi perkembangan pathogen
dengan inflamasi local berkurang, inflamasi sistemik merespon dengan mengubah
menjadi sepsis, sepsis berat dan syok sepsis (Birken dan Lena 2017).
Infeksi pada keadaan normal terdapat aktivitas lokal bersamaan dari sistem
imun dan mekanisme down-regulasi untuk mengontrol reaksi. Efek yang
membahayakan dari sindrom sepsis disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi
respons imun terhadap tempat yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan
keseimbangan antara regulator pro-inflamasi dan anti inflamasi selular, serta
penyebarluasan mikroorganisme penyebab infeksi (Caterino dan Khan 2017).
Mikroorganisme

Masuk tubuh manusia

WOC SIRS
SIRS

B1
Ketidakmampuan
B2darah
O2 dalam Maturase B3 B4 B5 B6
Disfungsi Kontraktilitas Gangguan syaraf Pasokan O2 ke jaringan
sel untuk berkurang pembuluh darah
Mengidentifeksi neurologis jantung simpatis dan otot skelet tidak
menggunakan O2
jaringan paru parasimpatis mencukupi
Oedema
membrane alveoli Vasidilatasi Faktor Gangguan
dan kapiler pembuluh darah CO
O2 paru pembekuan mobilitas oksidatif Demand glukosa
berkurang cerebral Peristaltik usus
Abnormalitas
ventilasi-perfusi Kontraktilitas
Pernafasan cepat jantung menurun Pembuluh darah GFR
O2 Terganggunya
mudah pecah pusat Distended abdomen Anaerob glukosa
Apnea termoregulasi gangguan absorsi
Sesak
Aliran darah Oliguria,anuria
perifer terganggu Pendarahan
Terganggu fungsi Penggunaan alat Instabilitas Asam lactat
silia bantu pernafasan termoregulasi MK meningkat
Terganggu fungsi
MK Defisit Nutrisi
Difisiensi
silia Gangguan Pola
Ventilator pertahanan
MK Eliminasi Urin
tubuh Tonus otot
Bersihan Jalan Nafas MK menurun
Tidak Efektif MK Hipertermia
Perifusi perifer MK
tidak efektif Resiko Infeksi
Gangguan
MK
mobilitas fisik
Gangguan
Pertukaran Gas

MK
Resiko Cidera
18

1.2.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi sistemik (yaitu
demam, takikardia, takipnea, leukositosis) dan berkembang menjadi hipotensi
pada kondisi vasodilatasi perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”,
dengan muka kemerahan dan hangat yang menyeluruh serta peningkatan curah
jantung) 11 atau vasokonstriksi perifer (renjatan septik hipodinamik atau “dingin”
dengan anggota gerak yang biru atau putih dingin). Pasien yang semula tidak
memenuhi kriteria sepsis mungkin berlanjut menjadi gambaran sepsis yang
terlihat jelas perubahan status mental seringkali merupakan tanda klinis pertama
disfungsi organ, karena perubahan status mental dapat dinilai tanpa pemeriksaan
laboratorium, tetapi mudah terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien
dengan kemungkinan penyebab perubahan tingkat kesadaran, seperti intoksikasi.
Penurunan produksi urine (≤0,5ml/kgBB/jam) merupakan tanda klinis yang lain
yang mungkin terlihat sebelum hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dan
seharusnya digunakan sebagai tambahan pertimbangan klinis (Caterino dan Khan
2018).

1.2.7 Komplikasi
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, sepsis dapat
menyebabkan kurangnya aliran darah menuju organ-organ vital baik otak, ginjal,
ataupun jantung akibat respon inflamasi yang diakibatkan oleh invasi
mikroorganisme di dalam tubuh. Hilangnya aliran darah ini dapat memicu
terjadinya penggumpalan bahkan perdarahan yang dapat menyebabkankegagalan
organ, gangren, bahkan kematian pada sebagian banyak kasus. Pada dasarnya
prognosis sepsis sangat bergantung kepada seberapa cepat sepsis terdiagnosa serta
seberapa cepat pengobatan yang diberikan, namun pada umumnya buruk. Luaran
pasien sepsis juga sangat bergantung kepada usia, imunitas, penyebab awal
infeksi, serta kegagalan organ yang terjadi.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya, sebagian
besar pasien sepsis berakhir dengan disfungsi multi organ yang secara progresif
berkembang menjadi disfungsi organ lainnya, dan mengalami kecacatan. Dari data
hasil penelitian lainnya juga diperoleh data bahwa mereka yang selamat dari
sepsis cenderung mengalami cacat fisik, psikologis, dan kognitif jangka panjang.

1.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium meliputi
1. DPL dengan hitung jenis (↑ atau ↓ leukosit)
2. Kimia serum, bilirubin, laktat serum (meningkat), pemeriksaan fungsi hati
(abnormal) dan protein C (menurun)
3. Resistensi insulin dengan peningkatan glukosa darah
4. AGD (hipoksemia, asidosis laktat)
5. Kultur urin, sputum, luka, darah
6. Waktu tromboplastin parsial teraktivasi (meningkat), rasio normalisasi
internasional (meningkat) dan D-dimer (meningkat)

1.2.9 Penatalaksanaan medis


1. Suportif
a) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa
b) Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia
c) Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik Hormon)
batasi cairan
d) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
e) Awasi adanya hiperbilirubinemia
f) Lakukan transfuse tukar bila perlu
g) Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi
enteral.
2. Kausatif
Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya
digunakan golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida
seperti Gentamicin. Pada sepsis nasokomial, antibiotic diberikan dengan
mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial
biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin
generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis diberikan
antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi
Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai
untuk Meningitis.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian keperawatan
1) Anamnesa
Pada anamnesa berisi tentang kapan dilakukannya pengkajian, identitas
pasien, identitas penanggung jawab (ayah dan ibu), keluhan utama, riwayat
kesehatan sekaranng, riwayat kesehatan lalu (riwayat prenatal, riwayat
natal, riwayat post natal, penyakit sebelumnya, dan immunisasi), riwayat
kesehatan keluarga, dan genogram (3 generasi).
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksan keadaan umum, TTV,
pemeriksaan kepla dan wajah (ubun-ubun, rambutkepala, mata, telinga
hidung, mulut, gigi), leher tenggorokkan, dada, punggung, abdomen,
ekstremitas (atas dan bawah), dan genetalia.
3) Riwayat pertumbuhan dan pekermbangan
Pengkajian dengan mengamati status gizi, kemandirian dalam bergaul,
motoric halus, kasar, kognitif, bahasa, dan psikososial.
4) Pola aktivitas sehari-hari
Pengkajian pola aktivitas sehari-hari antara lain pola kebiasaan (nutrisi,
eliminasi, istirahat tidur, dan personal hygiene). Pada saat sebelum sakit
dan setelah sakit.
5) Data penunjang
Data penunjang berisi data dari hasil pemeriksaan penunjang contohnya
data analisa darah lengkap dari laboratorium.
6) Penatalaksanaan medis
Penatalkasaan medis yang diberikan pada pasien seperti obat.
2.3.1 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus-kapiler
(SDKI D.0003 Hal.22)
2.3.2.2 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
(D.0001 Hal.18)
2.3.2.3 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran darah
(D.0009 Hal. 37)
2.3.2.4 Risiko infeksi berhubungan dengan penularan infeksi pada anak (D.0142
Hal.304)
2.3.2.5 Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme
penyakit (D.0130 Hal. 284)
2.3.2.6 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorsi nutrient
(D.0019 Hal. 54)
2.3.2.7 Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan imaturitas (D.0040 Hal.96)
2.3.2.8 Resiko cidera berhubungan dengan kejang-kejang (D.0136 Hal. 294)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan asuhan Pemantauan Respirasi (SIKI I.01014 Hal.247)
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan
Observasi :
Pola nafas membaik dengan kriteria hasil :
ketidakseimbangan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
SLKI (L.01003 hal 94) napas
ventilasi-perifer (SDKI 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
1. Tingat kesadaran meningkat (5) hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes,
D.0003 Hal.22)
2. Dyspnea menurun (5) Biot, ataksik
3. Bunyi napas tambahan menurun (5) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Nafas cuping hidung menurun(5) 4. Monitor adanya produksi sputum
5. Pola napas mambaik (5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Sianosis membaik (5) 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10.Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi (SIKI I.01014 Hal.247)
tidak efektif asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
jam diharapkan jalan nafas tidak 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
berhubungan dengan efektif dapat teratasi dengan 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
penumpukan secret Kriteria hasil : hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik
SLKI (L.01001 hal 18) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
(D.0001 Hal.18)
1. Batuk efektif meningkat (5) 4. Monitor adanya produksi sputum
2. Produksi sputum menurun (5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
3. Mengi menurun (5) 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
4. Wheezing menurun (5) 7. Auskultasi bunyi napas
5. Dyspnea menurun(5) 8. Monitor saturasi oksigen
6. Frekuensi nafas meningkat (5) 9. Monitor nilai AGD
7. Pola nafas meningkat (5) 10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik :
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi (SIKI I.02079. HAL. 345)
efektif berhubungan asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
dengan reduksi aliran jam diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema,
darah (D.0009 Hal. 37) tidak efektif teratasi dengan pengisian kapiler, warna, suhu, anklebranchial index)
Kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.
SLKI (L.02011 hal 84) Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar
kolestrol tinggi)
1. Denyut nadi perifer meningkat
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada
(5)
ekstremitas
2. Warna kulit pucat menurun (5) Terapeutik :
3. Edema perifer menurun (5) 1. Hindari pengukuran darah pada eksremitas dengan
4. Tungor kulit membaik (5) keterbatasan perfusi
5. Tekanan darah sistolik 2. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
membaik (5) keterbatasan perfusi
6. Tekanan darah diastolik 3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area
membaik (5) yang cedera
7. Tekanan darah rata-rata 4. Lakukan pencegahan infeksi
membaik (5) 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
8. Indeks ankle-brachial membaik 6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
(5)
1. Anjurkan program rehabilitas vascular
2. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
3. Anjurkan menggunakan obar penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrol, jika perlu
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara
teratur
5. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
6. Anjurkan perawatan kulit yang tepat
7. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan

4. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi. SIKI (I.14539 Hal 278)
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
penularan infeksi pada jam diharapkan resiko infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
bayi sebelum, selama pada klien menurun dengan Terapeutik :
dan sesudah kelahiran kriteria hasil : 1. Batasi jumlah pengunjung
(D.0142 Hal.304) SLKI (L.14128 hal 60) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
1. Kemampuan mencari informasi
lingkungan pasien
tentang factor risiko
4. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien berisiko tinggi
meningkat(5) Edukasi :
2. Kemampuan mengidentifikasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
factor resiko meningkat (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Kemampuan mengenali 3. Ajarkan etika batuk
perubahan status kesehatan 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
meningkat(5) 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Pemantauan status kesehatan 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
meningkat(5) Kolaborasi :
5. Imunisasi meningkat (5) 1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
5. Hipertermia Regulasi temperature (SIKI I.14578 Hal.388)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
asuhan keperawatan selama 1x7 1. Monitor suhu bayi sampai (36,5 oC-37,5 oC)
peningkatan tingkat jam diharapkan hipertermia 2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam,jika perlu
metabolisme penyakit menurun dengan kriteria hasil : 3. Monitor tekanan darah,frekuensi pernapasan dan nadi
SLKI (L.14134 hal 129) 4. Monitor warna dan suhu kulit
(D.0130 Hal. 284) 5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau
1. Mengigil menurun (5)
hipertermia
2. Pucat menurun (5)
Terapeutik :
3. Hipoksia menurun (5)
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu,Jika perlu
4. Suhu tubuh membaik (5) 2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
5. Suhu kulit membaik (5) 3. Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah
6. Pengisian kapiler membaik (5) kehilangan panas
7. Tekanan darah membaik (5) 4. Atur suhu incubator sesuai kebutuhan
5. Hangatkan terlebih dahulu bahan-bahan yang akan kontak
bayi(mis.selimut,kain bedongan,stetoskop)
6. Hindari meletakkan bayi didekat jendela terbuka atau area
aliran pendingin ruangan atau kipas angina
7. Gunakan matras penghangat,selimut hangat,dan
penghangat rungan untuk menaikkan suhu tubuh,jika perlu
8. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi :
1. Jelaskan cara pencegahan hipotermia karena terpapar udara
dingin
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian antipiretik,jika perlu

Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 Hal.200)


6. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
berhubungan dengan asuhan keperawatan selama 1x7 1. Identifikasi status nutrisi
ketidakmampuan jam diharapkan resiko defisit 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
nutrisi menurun dengan kriteria 3. Identifikasi makanan yang di sukai
mengabsorsi nutrient hasil : SLKI (L.14137 hal 139) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
(D.0019 Hal. 54) 1.Porsi makan yang dihabiskan 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
membaik (5) 6. Monitor asupan makan
2.Verbalisasi keinginan untuk 7. Monitor berat badan
meningkatkan nutrisi membaik 8. Monitor hasil laboratorium
(5) Terapeutik :
3.Berat badan membaik(5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
4.Indeks Masaa Tubuh (IMT) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
membaik (5) makanan)
5.Frekuensi makan membaik (5) 3. Sajikan makanan sssecara menarik dan suhu yang sesuai
6.Nafsu makan membaik (5) 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat di toleransi
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang di programkan

Manajemen Eliminasi Urine(SIKI I.04152 Hal.175)


7. Gangguan eliminasi Observasi :
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia
urine berhubungan
asuhan keperawatan selama 1x7 urine
dengan imaturitas jam diharapkan resiko defisit 2. Iden tifikasi penyebabkan retensi atau inkontinensia urine
(D.0040 Hal.96) nutrisi menurun dengan kriteria 3. Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi,
hasil : SLKI (L.06053 hal 120) aroma,volume, dan warna)
1. Tingkat kesadaran meningkat Terapeutik :
(5) 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
2. Control motoric pusat 2. Batasi asupan cairan,jika perlu
meningkat (5) 3. Ambil sampel urine tengah(midstream) atau kultur
3. Frekuensi kejang menurun (5) Edukasi :
4. Hipertermia menurun(5) 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
5. Pucat menurun(5) 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
6. Tekanan darah sistolik 3. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot
membaik(5) panggul/berkemih
7. Pola napas memabaik(5) Kolaborasi:
8. Frekuensi nafas membaik(5) 1. Kolaborasi pemberian obat supositoria,jika perlu
8. Resiko cidera
Manajemen kejang (SIKI I.06193 Hal.189)
berhubungan dengan Observasi :
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor terjadinya kejang berulang
kejang-kejang (D.0136 asuhan keperawatan selama 1x7
2. Monitor karakteristik kejang(mis.aktivitas motoric,dan
Hal.294) jam diharapkan resiko defisit
progresi kejang)
nutrisi menurun dengan kriteria
3. Monitor status neurologis
hasil : SLKI (L.06050 Hal 56)
4. Monitor tanda-tanda vital
1. Kemampuan mengidentifikasi
Terapeutik :
factor risiko/pemicu kejang
1. Baringkan pasien agar tidak terjatuh
meningkat(5)
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Kemampuan mencegah factor
3. Longgarkan pakain,terutama dibagian leher
risiko/pemicu kejang
4. Damping selama periode kejang
meningkat (5)
5. Jauhkan benda-benda berbahaya terutama benda tajam
3. Kemampuan melaporkan efek
6. Catat durasi kejang
samping obat meningkat (5)
7. Dokumentasikan setelah periode kejang
4. Mendapatkan obat yang
Edukasi :
dibutuhkan menurun(5)
1. Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke
5. Melaporkan f)rekuensi kejang
dalam mulut pasien saat periode kejang
menurun (5)
Kolaborasi:
2. Kolaborasi pemberian antikonvulsan,jika perlu
1.3.4 Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Perawat melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien
yang bermasalah kesejajar tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko.

1.3.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya sudah berhasi dicapai. Perawat melakukan evaluasi pada pasien
setelah dilakukan tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Jalil, R. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Influenza Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna.
Lubis, I. P. L. and Ferusgel, A. (2019) ‘Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keberadaan
Perokok dalam Rumah dengan Kejadian Influenza pada Balita di Desa Silo Bonto,
Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan.
Noviantari Dwi. 2018. Gambaran Karakteristik Balita dan Kondisi Lingkungan Dalam Ruangan
Terhadap Keluhan Gejala Influenza dan flu singapura di Taman Penitipan Anak.
Tersedia dalam http://repository.uinjkt.ac.id. Diakses tanggal 11 September 2019.
Tandi, J. (2018). Kajian Peresepan Obat Antibiotik Penyakit Pada Influenza Anak di RSU.
Anutapura. Palu. Tahun. 2017.
Yuliastati, & Nining. (2019). Keperawatan Anak Komprehensif. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
PPNI. 2016. “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 : Cetakan III ( Revisi)”
PPNI. 2018. “ Standar Intervensi Keperawatan Indonseia. Edisi 1 : Cetakan II”
PPNI. 2018. “ Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Edisi 1 : Cetakan I

Anda mungkin juga menyukai