Oleh :
Nama : Kiki Saputra
NIM : 2022–04–14901–036
Otak adalah suatu organ terpenting pada tubuh manusia yang merupakan
pusat dari sistem syaraf. Volume otak berkisar 1.350 cc dan mempunyai
100.000.000 sel syaraf atau neuron untuk menunjang fungsinya. Macam-macam
otak ada 4 diantaranya:
1. Cerebrum (Otak Besar) Otak ini otak yang paling besar. Otak ini berfungsi
untuk berfikir, mengendalikan pikiran, bicara, mengingat, bahkan berbicara.
2. Cerebellum (Otak Kecil) Otak ini berada dibawah lobis occipital otak besar
berada di belakang kepala, dan berhubunga dengan leher. Fungsinya otak
kecil (Cerebellum) ini adalah gerakan manusia, seperti mengontrol gerak
koordinasi antar otot, mengatur keseimbangan tubuh, dan mengatur sikap
dan posisi tubuh.
3. Brainteam (Batang Otak) Batang otak (Brainsteam) ini funginya sebagai
mengatur proses pernafasan, proses denyut jantung, proses kerja ginjal, dan
hal lain yang vital bagi manusia.
4. Sistem limbik (Limbik Sistem)
Fungsi dari sistem limbik ini untuk mengatur emosi manusia, pusat data,
pusat lapar, pusat dorongan seks
1.1.3 Etiologi
Etiologi cedera otak menurut Amin & Hardhi, (2013) yaitu:
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak
bergerak
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan menyebabkan otak berputar dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron
dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.
1.1.4 Klasifikasi
Cedera otak dapat dibagi menjadi 3 menurut Prasetyo, (2016) yaitu :
1. Cedera Otak Ringan Glaslow Coma Scale > 12, tidak ada kelainan dalam
CT-Scan, tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit.
Trauma otak ringan atau cedera otak ringan adalah hilangnya fungsi
neurologi atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan
lainnya. Cedera otak ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar
penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,
hematoma, laserasi dan abrasi. Cedera otak ringan adalah cedera otak karena
tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera otak ringan adalah cedera otak
tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. Pada suatu
penelitian kadar laktat rata-rata pada penderita cedera otaka ringan 1,59
mmol/L.
2. Cedera Otak Sedang Glaslow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan
abnormalitas dalam CT-Scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit.
Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk
mengikuti perintah sederhana (GCS 9-13). Pada suatu penelitian cedera otak
sedang mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L.
3. Cedera Otak Berat Glaslow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di
Rumah Sakit. Hampir 100% cedera otak berat dan 66% cedera otak sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya
cedera otak primer sering kali disertai cedera otak sekunder apabila proses
patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan.
Penelitian pada penderita cedera otak secara klinis dan eksperimental
menunjukan bahwa pada cedera otak berat dapat disertai dengan
peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis
(CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak. Pada suatu penelitian
penderita cedera otak berat menunjukan kadar rata-rata asam laktat 3,25
mmol/L.
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Kompresi pada Peningkatan
batang otak Cedera kepala Pada cedera Terjadi penurunan Pasien cedera kepala
tekanan intrakranial
kepala fungsi penceernaan
Gangguang irama Berbagai defisit Dalam keadaan
jatung Tekanan pada pusat neurologis Terjadi gangguan Bising usus lemah parese, paraplegi
vasokomotormeningkat berupa retensi
1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di rumah sakit menurut Pretyana D A, (2017),
adalah :
1. Berikan infuse dengan cairan non osmotik (kecuali dextrose oleh karena
dexstrose cepat dimetabolisme menjadi H2O+CO2 sehingga dapat
menimbulkan edema serebri)
2. Diberikan analgesia atau anti muntah secara intravena
3. Berikan posisi kepala dengan sudut 15-45 derajat tanpa bantal kepala, dan
posisi netral, karena dengan posisi tersebut dari kaki dapat meningkatkan
dan memperlancar aliran balik vena kepala sehingga mengurangi kongesti
cerebrum dan mencegah penekanan pada syaraf medula spinalis yang
menambah TIK.
1.2.4 Patofisiologi
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yangdimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikitatau bahkan tidak memiliki myelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya padavisera, persendian dinding arteri,
hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikanrespons akibat
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat
kimiawiseperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam asam yang
dilepas apabila terdapatkerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi.
Stimulasi yang lain dapat berupatermal, listrik atau mekanis.Selanjutnya stimulasi
yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan ke serabut C.serabut-serabut
aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps padadorsal
horn. Dorsal horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling
bertautan.Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa yang
merupakan saluran utamaimpuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum
tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang
paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus tract
(SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses
transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan
jalur non-opiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang
terdiri atas jalurspinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan
medulla ke tanduk dorsal darisumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan
nociceptor impuls supresif. Serotoninmerupakan neurotransmitter dalam impuls
supresif. System supresif lebih mengaktifkanstimulasi nociceptor yagn
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-opiate merupakan jalur desendens yang
tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak
diketahuimekanismenya. (Barbara 1989 dalam Ilmiyatus 2015).
1. Pola nafas tidak efektif Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Terapi aktifitas :SIKI (I. 010011) Hal. 186
berhubungan dengan Selama 3 X 24 Jam Diharapkan Pola Nafas
asidaosis metabolic :SDKI Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil SLKI Observasi :
(D.0005) Hal.26
( L.01004) Hal 95 1. Monitor Pola Nafas (Frekuensi,Kedalaman,
Usahanapas)
1. Frekuensi Nafas Cukup Membaik
2. Monitor Bunyi Nafas Tambahan
Dengan Nilai 4,
3. Monitor Sputum
2. Penggunaan Otot Bantu Napas Cukup
Terapeutik :
Menurun Dengan Nilai 4,
3. Dyspnea Menurun Dengan Nilai 5 1. Pertahankan Kepatenan Jalan Nafas Dengan Head
Tilt Ddan Chin-Lift
2. Posisikan Semi Fowler Atau Fowler
3. Berikan Minum Hangant
4. Lakukan Fisioterapi Dada, Jika Perlu
5. Penghisapan Lendir Kurang Dari 15 Detik
6. Berikan Oksigen
Edukasi :
1. Anjurkan Asupan Cairan 2000 Ml/Hari Jika Tidak
Kontraindikasi
2. Ajarkan Teknik Batuk Efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi Pemberian Bronkodilator Ekspektoran,
Mukolitik, Jika Perlu
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
2. Nyeri akut
berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Terapi Aktifitas : SIKI (I. 08238)
dengan tekanan osmotic Selama 3 X 24 Jam Diharapkan Nyeri Observasi :
Menurun Dengan Kriteria Hasil SLKI
meningkat SDKI (D.0077)
(L.08066) Hal .145 1. Identifikasi Lokasi, Karakteristik, Durasi, Frekuensi,
Hal. 172 Kualitas, Intensitas Nyeri
1. Keluhan Nyeri Cukup Menurun Dengan 2. Identifikasi Skala Nyeri
Nilai 4, 3. Identifikasi Respon Non Verbal
4. Identifikasi Factor Yang Memperberat Dan
2. Meringis Cukup Menurun Dengan Nilai Memperingan Nyeri
4 Terapeutik :
1. Berikan Teknin Nonfarmakologi Untuk Mengurangi
Rasa Nyeri
2. Fasilitasi Istirahat Dan Tidur
Edukasi :
1. Jelaskan Penyebab, Periode, Dan Pemicu Nyeri
2. Ajarkan Teknik Nonfarmakologi Untuk Mengurangi
Rasa Nyrei
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
3. Gangguan perfusi (SLKI L.02014. Hal 86) (SIKI I. 06194. Hal 512)
jaringan serebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Manajemen peningkatan tekanan intracranial
berhubungan peningkatan selama 3x24 jam diharapakan gangguan 1. Observasi
tekanan intracranial
perfusi jaringan serebral dapat - Identifikasi penyebab peningkatan TIK
(SDKI D.0017. Hal 51)
teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK
1. Tingkat kesadaran meningkat dengan (misalnya tekanan darah
skor (5) meningkat, tekanan nadi melebar,
2. Tekanan intracranial meningkat bradikardia, pola nafas ireguler,
dengan skor (5) kesadaran menurun)
3. Sakit kepala menurun dengan 2) Terapeutik
skor (5) - Meminimalkan stimulus dengan
4. Kecemasan menurun dengan skor menyediakan lingkungan yang
(5) tenang
5. Demam menurun dengan skor (5) - Hindari penggunaan cairan IV hipotonik
6. Tekanan darah Kolaborasi
sistolik dan diastolik membaik - Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
dengan skor (5) konvulsan, jika perlu
Reflek saraf membaik dengan - Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
skor (5)
2.3.1 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).