Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS)

Disusun Oleh:
DEWI RATNASARI
4338114901220119

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN HORIZON KARAWANG
Jl. Pangkal Perjuangan KM. 1 By Pass Karawang Barat
Telp. (0267) 412480, Fax: (0267) 410842
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
PERDARAHAN INTRASEREBRAL
(PIS)

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada
jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam
jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran
yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan
didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika
Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah,
Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan
neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang
menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009).
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak
.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto,
2009).
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak
itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau
cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita
stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)

2. ETIOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok

3. MANIFESTASI KLINIK
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar
setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali
selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala
kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi
otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan
mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang
kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan
kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang
berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau
kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan
bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009)
manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring
dengan membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra
cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara
dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.

4. PATOFISIOLOGI
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur
arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi.
Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada
jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh
darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada
arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer
otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan
lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat
yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah
saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa
jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak.
Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan
otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur
sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung
pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik
akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan
tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan
ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal.
Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)
5. PATHWAYS

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Penatalaksanaan : Darah membentuk massa


Kraniotomi atau hematoma

Luka insisi Penekanan pada jaringan


Port d’entri
pembedahan otak
Mikroorganisme

Resiko infeksi Peningkatan Tekanan


Intracranial

Sel melepaskan Metabolisme


mediator nyeri : anaerob Gangguan aliran darah Fungsi otak menurun
prostaglandin, dan oksigen ke otak
sitokinin Refleks menelan
Vasodilatasi Kerusakan
Ketidakefektifan menurun
pembuluh darah neuromotorik
perfusi jaringan
Impuls ke pusat cerebral
Kelemahan otot Anoreksia
nyeri di otak
progresif
(thalamus)
Ketidakseimbangan
ADL dibantu Kerusakan kebutuhan nutrisi
Impuls ke pusat mobilitas
nyeri di otak fisik
Gangguan
pemenuhan
Somasensori korteks
kebutuhan ADL
otak : nyeri
dipersepsikan

Nyeri
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut
Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG

7. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal
dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan
catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi
yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar
meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya
kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu.
Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang
hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke
ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan
trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan
karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan
antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa
memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel
darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di
dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor
penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan
tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan
hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga,
pengangkatan penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih
lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun
begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar
pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang
baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra
Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi
hematom secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau
kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya
hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya
hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang
disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat
dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat
adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan
yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas
dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar
untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera
servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda
asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan
lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS
(Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9
dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan
yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah pernapasan yang
tersumbat.
c) Feel (raba)
2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak

adekuat
a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris
menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan tiap
pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap
oksigenasi penderita dan harus segera di evaluasi. Evaluasi
tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan
dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya
darah atau udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi
dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas pada satu
atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya cedera dada.
Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang cepat-takipneu
mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang
adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi
untuk mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum
menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi

(tekanan sistolik-tekanan diastolik)


c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan

lagi, maka timbullah hipotensi


d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan

dengan balut tekan pada daerah tersebut


e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan
sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau
kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir keluar, karena
hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra
Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk
menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama
jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau
tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian
yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada cedera
terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung
harus dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari
terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan
distribusi rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak,
kulit kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada
bayi)). Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan,
jaringan parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar
tiroid, trakea),
mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan
kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baik pada saat dada bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu
dilakukan pengamatan pergerakan pernapasan. Pengamatan dada
saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi,
sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada
dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi,
dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan
melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang
terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang
trakeobronkeal dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi paru-paru dan
rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara
stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti
struktur anatomi jantung mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung.
Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area
jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada
hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas

bersangkutan, antara lain :


a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh
darah ;infark
b. Resiko: Defisit nutrisi b.d anoreksia
c. Gangguan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
d. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi MO.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Peningkatan perfusi serebral
perfusi jaringan tindakan keperawatan  Kaji kesadaran klien
cerebral b.d Tahanan …… jam diharapkan  Monitor status respirasi
 Kolaborasi obat-obatan
pembuluh darah perfusi jaringan efektif
untuk memepertahankan status
;infark dg KH:
hemodinamik.
Perfusi jaringan  Monitor laboratorium utk
cerebral: status oksigenasi: AGD
 Fungsi
neurology meningkat Monitor neurology
 TIK dibawah  Monitor pupil: gerakan,
batas normal kesimetrisan, reaksi pupil
 Kelemahan  Monitor kesadaran,orientasi,
berkurang GCS dan status memori.
 Ukur vital sign
Status neurology:  Kaji peningkatan
 Kesadaran kemampuan motorik, persepsi
meningkat sensorik ( respon babinski)
 Fungsi motorik  kaji tanda-tanda
meningkat keadekuatan perfusi
 Fungsi persepsi jaringan
sensorik meningkat cerebral
 Komunikasi  Hindari aktivitas yg dapat
kognitif meningkat meningkatkan TIK
 Tanda vital  Laporkan pada dokter ttg
stabil perubahan kondisi klien
2 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan askep Managemen nutrisi
anoreksia .. jam terjadi  Kaji pola makan klien
peningkatan status  Kaji kebiasaan makan klien

nutrisi dg KH: dan makanan kesukaannya


 Anjurkan pada keluarga
 Mengkonsumsi
untuk meningkatkan intake
nutrisi yang adekuat.
 Identifikasi nutrisi dan cairan
 Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan nutrisi.
 Bebas dari tentang kebutuhan kalori dan tipe

tanda malnutrisi. makanan yang dibutuhkan


 Tingkatkan intake protein,
zat besi dan vit c
 Monitor intake nutrisi dan
kalori
 Monitor pemberian masukan
cairan lewat parenteral.

Nutritional terapi
 Kaji kebutuhan untuk
pemasangan NGT
 Berikan makanan melalui
NGT k/p
 Berikan lingkungan yang
nyaman dan tenang untuk
mendukung makan
 Monitor penurunan dan
peningkatan BB
 Monitor intake kalori dan
gizi
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Latihan : gerakan sendi (ROM)
fisik b.d Kelemahan Askep...jam diharapkan  Kaji kemampuan klien
neutronsmiter terjadi peningkatan dalam melakukan mobilitas fisik
mobilisasi, dengan  Jelaskan kepada klien dan

criteria: keluarga manfaat latihan


 Kolaborasi dg fisioterapi utk
Level mobilitas :
program latihan
 Peningkatan  Kaji lokasi nyeri/
fungsi dan kekuatan ketidaknyamanan selama latihan
otot  Jaga keamanan klien
 ROM aktif /  Bantu klien utk
pasif meningkat mengoptimalkan gerak sendi
 Perubahan pasif manpun aktif.
pposisi adekuat.  Beri reinforcement ppositif
 Fungsi motorik setipa kemajuan
meningkat. Terapi latihan : kontrol otot
 ADL optimal
 Kaji kesiapan klien utk
melakukan latihan
 Evaluasi fungsi sensorik
 Berikan privacy klien saat
latihan
 Kaji dan catat kemampuan
klien utk keempat ekstremitas,
ukur vital sign sebelum dan
sesudah latihan
 Kolaborasi dengan
fisioterapi
 Beri reinforcement ppositif
setipa kemajuan
4 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan askep Self-care assistant :
b.d kelemahan fisik …jam, self-care optimal  Kaji kemampuan klien
dg kriteria : dalam pemenuhan kebutuhan
 Mandi teratur. sehari – hari
 Kebersihan  Sediakan kebutuhan yang
badan terjaga diperlukan untuk ADL
 kebutuhan  Bantu ADL sampai mampu
sehari-hari (ADL) mandiri.
terpenuhi  Latih klien untuk mandiri
jika memungkinkan.
 Anjurkan, latih dan libatkan
keluarga untuk membantu
memenuhi kebutuhan klien
sehari-hari
 Berikan reinforcement
positif atas usaha yang telah
dilakukan klien.
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep Konrol infeksi :
berhubungan dengan … jam tidak terdapat  Bersihkan lingkungan
invasi MO faktor risiko infeksi setelah dipakai pasien lain.
pada klien dengan KH:  Pertahankan teknik isolasi.
 Batasi pengunjung bila
 Tidak ada
perlu.
tanda-tanda infeksi  Intruksikan kepada keluarga
 Status imune
untuk mencuci tangan saat kontak
klien adekuat
dan sesudahnya.
 V/S dbn,
 Gunakan sabun anti miroba
 AL dbn
untuk mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan
sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung
tangan sebagai alat pelindung.
 Pertahankan lingkungan
yang aseptik selama pemasangan
alat.
 Lakukan dresing infus, DC
setiap hari.
 Tingkatkan intake nutrisi
dan cairan
· berikan antibiotik sesuai
program.

Proteksi terhadap infeksi


 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal.
 Monitor hitung granulosit
dan WBC.
 Pertahankan teknik aseptik
untuk setiap tindakan.
 Pertahankan teknik isolasi
bila perlu.
 Inspeksi kulit dan mebran
mukosa terhadap kemerahan,
panas.
 Dorong istirahat yang
cukup.
 Monitor perubahan tingkat
energi.
 Dorong peningkatan
mobilitas dan latihan.
 Instruksikan klien untuk
minum antibiotik sesuai program.
 Ajarkan keluarga/klien
tentang tanda dan gejala infeksi.
 Laporkan kecurigaan
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman & Diane, C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C and J. E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC

Japardi I. Anatomi Tulang Tengkorak. Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
USU Digital Library. 2003:1-7.
Ngoerah, I Gst Ng Gd. Dasar – dasar ilmu penyakit saraf.Airlangga University
Press:Surabaya.1991.
Price, Sylvia dan Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
hal 1174-1176. Jakarta: EGC.
Rosner MJ, Rosner SD, Johnson AH. Cerebral perfusion pressure: management protocol and
clinical results. J Neurosurg. 1995;83:949-962.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia’. Jakarta:
DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai