Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN PENDAHULUAN

(SUBARACHNOID HEMORRAHGE)

ELIS SETIARI

(2302032485)

PEMBIMBIMBING :
Trijati Puspita, S.kep., Ns

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN

TAHUN 2022/2023
2

BAB 1

KONSEP MEDIS

1.1 DEFINISI
Pendarahan Subarakhnoid (PSA) adalah keadaan terdapatnya atau
masuknya darah kedalam ruangan subarakhnoid. (Dr.Hartono, Kapita
Selekta Neurologi). Perdarahan Subarakhnoid (Subarachnoid
Hemorrhage) adalah pecahnya aneurisme intrakranial sehingga dapat
menyebakan darah masuk ke dalam ruang subaraknoid. Perdarahan
subarakhnoid biasanya berasal dari aneurisme yang pecah atau
malformasi vaskuler. Aneurisma (distensi abnormal dari pembuluh
lokal) mungkin bawaan (berry aneurisma) atau infeksi (aneurisma
mikotik). Salah satu komplikasi perdarahan subarachnoid, kejang
arteri, dapat menyebabkan infark (Setiawan, 2021).
Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang sering pada
trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya
pembuluh darah leptomeningeal pada vertex dimana terjadi
pergerakan otak yang besar sebagai dampak , atau pada sedikit kasus,
akibat rupturnya pembuluh darah serebral major ( Sitorus,
SistemVentrikel dan Liquor Cerebrospinal ) (Setiawan, 2021).
1.2 ETIOLOGI
Menurut (Setiawan, 2021) etiologi Subarachnoid hemoragik(SAH) antara
lain:
1. Aneurisma pecah ( 50% )
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi
dan cabang – cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak ( Juwono,
1993 )
2. Pecahnya malformasi Arterio Venosa ( MAV ) ( 5% )
Terjadi kebocoran arteri venosa secara nontraumatik pada sirkulasi arteri
serebral.
3

3. Penyebab yang lebih jarang


a. Trauma
b. Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septik dari
endokarditis infektif ( aneurisma mikotik )
c. Koagulapati
d. Gangguan lain yang mempengaruhi vessels
e. Gangguan pembuluh darah pada sum- sum tulang belakang dan
berbagai jenis tumor
(Garg & Biller, 2022).
1.3 MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10 % sementara
90% lainnya tanpa keluhan sakit kepala.
2. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar,
sedikit delirium sampai koma.
3. Gejala / tanda rangsangan: kaku kudug, tanda kernig ada.
4. Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil, beberapaa jam
setelah perdarahan. Sering terdapat perdarahan subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karortis
interna.
5. Gejala – gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi lesi.
6. Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan
karena rangsangan mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus.
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena (
stress ulcer ), dan seringkali disertai peninggian kadar gula darah,
glukosuria, albuminuria, dan
perubahan pada EKG ( Dr.hartono,KapitaSelektaNeurologi,
(Garg & Biller, 2022).
1.4 PATOFISIOLOGI
Subarachnoid hemoragik(SAH) adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.Subarachnoid
hemoragik terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah,
sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan
4

subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau


perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM). Subarachnoid
hemoragikdisertai oleh meningitis aseptik dan gangguan aktifitas
serebrovaskuler. Defisit neurologis yang terjadi merupakan akibat dari
perusakan jaringan otak oleh darah atau akibat adanya darah di dalam ruang
subarakhnoid. Darah di dalam ruang subarakhnoid, khususnya di sisterna
basalis, dapat menginduksi terjadinya vasospasme. Vasospasme yang berlanjut
dapat menyebabkan terjadinya infark serebri sekunder, yang mengakibatkan
semakin luasnya kerusakan jaringan otak (Setiawan, 2021).
Aneurisma merupakan salah satu penyebab terjadinya subarachnoid
hemoragik. Dimana aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena
tekanan hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan.
Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena
dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor
adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian tambahan
yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.Penyebab tersering
subarachnoid hemoragikspontan adalah rupturnya suatu aneurisma sakular.
Dinding aneurisme sakular terdiri atas jaringan padat kaya kolagen yang
berasal dari tunika intima dan adventisia pembuluh asal. Tunika media
biasanya berakhir mendadak di leher aneurisma. Lumen aneurisma mungkin
mengandung thrombus. Aneurisma dapat menekan struktur di
dekatnya dan menimbulkan gejala yang berkaitan dengan efek masa lokal.
Rupturnya aneurisma sakular biasanya terjadi di fundus yang berdidinding
tipis. Bergantung pada lokasinya, ruptur dapat menyebabkan perdarahan
kedalam ruang subaracnoid dan parenkim otak disekitarnya. Infark parenkim
otak juga dapat terjadi pada kasus perdarahan subaracnoid yang mungkin
disebabkan akibat spasme arteri(Setiawan, 2021).
5

1.5 WOC

Hipertensi Aterosklerosis Cedera kepalah MAV

Aliran darah Kerusakan dinding Volume darah Artei menerima darah


meningkat pembuluh darah meningkat dalam jumlah besar

Aneurisme intrakranial

Pelebaran dan tekanan pada daerah sekitar saraf intrakranial

Pendarahan dalam otak/ pada ruang subarachoid

Kerusakan Sirkulasi Aliran Darah ke otak


CSS menurun
Ganguan Neurologis Ganguan Neurologis

Peningkatan TIK Suplai Oksigen di


Ganguan mototorik otak menurun
Hambatan upaya
Perfusi jaringan otak Nafas
menurun Koordinasi Metabolisme
pergerakan Anaerob
tubuh Pola Nafas tidak
Iskemia jaringan otak Merangsang
terganggu efektif
Reseptor Nyeri
Edema Serebral
Kelumpuhan
Nyeri Akut
Penurunan Kapasitas
adatif intracranial Ganguan
Mobilitas Fisik

Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
6

1.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa
intracranial pada pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (
densitas tinggi ) dalam ventrikel atau dalam ruang subarachnoid.
2. MRI
Hasil tahapan control perdarahan subarachnoid kadang – kadang tampak
MRI lapisan tipis pada sinyal rendah.
3. Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal
selama diyakini tidak ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan
tidak kelainan perdarahan.
4. EKG dan Foto Thorax
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada.Kadang
terjadi glikosuria.
1.7 PENATALAKSANAAN
1. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat.
2. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
3. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi
tekanan.
4. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa
mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
5. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan
pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda
pembedahan sampai 10 hari atau lebih dapat memungkinkan terjadinya
perdarahan hebat.
6. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam
ruang perawatan intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana nyeri
sementara menunggu perbaaikan aneurisma defisit.
7. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan
bloker kanal kalsium untuk vasospasme.
7

8. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan


perdarahan ulang.
9. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
10. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini
perdarahan subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai akibat
obstruksi aliran cairan serebrospinal oleh bekuaan darah.
11. Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka
pemeriksaan sumber perdarahan dilakukan angiografi serebral.
12. Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin,
dilakukannya intervensi jepitan ( clipping ) leher aneurisma, atau jika
mungkin membungkus ( wropping ) aneurisma tersebut.
13. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan,
misalnya epilepsi biasanya tidak ditangani dengan pembedahan
1.8 KOMPLIKASI

Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.Pada kasus


lain, terutama dengan penundaan diagnosis, pasien mungkin
mengalami perjalanan penyakit yang dipersulit oleh perdarahan
ulang ( 4 % hidrosefalus, serangan kejang atau vasospasme.
Perdarahan ulang dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar
70% dan merupakan komplikasi segera yang paling memprihatinkan
8

BAB 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien

Tanyakan pada pasien tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,


agama, suku, tanggal masuk RS dan lainnya mengenai identitas klien.
a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan pasien untuk meminta


pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang meliputi pertanyaan berupa kapan
gejala mulai muncul, apakah mendadak atau bertahap, berapa kali
masalah terjadi, lokasi gangguan yang pasti, karakter keluhan.
Serangan stroke infark sering kali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan
9

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
d. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos
mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Pemeriksaan 12 Saraf kranial :
1) Saraf Olfaktorius (N. I) : saraf sensorik, untuk penciuman.
2) Saraf Optikus (N. II) : saraf sensorik, untuk penglihatan.
3) Saraf Okulomotorius (N. III) : saraf motorik, untuk
mengangkat kelopak mata dan kontraksi pupil.
4) Saraf troklearis (N. IV) : saraf motorik, untuk pergerakan bola
mata.
5) Saraf Trigeminalis (N. V) : saraf motorik, gerakan
mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, reflek kornea dan
reflek berkedip.
10

6) Saraf Abdusen (N. VI) : saraf motorik, pergerakan bola mata


kesamping melalui otot lateralis.
7) Saraf Fasialis (N. VII) : saraf motorik, untuk ekspresi wajah.
8) Saraf Vestibulokoklear (N. VIII) : saraf sensorik, untuk
pendengaran dan keseimbangan.
9) Saraf Glosofaringeus (N. IX) : saraf sensorik dan motorik,
untuk sensasi rasa.
10) Saraf Vagus (N. X) : saraf sensorik dan motorik, reflek muntah
dan menelan.
11) Saraf Asesorius (N. XI) : saraf motorik, untuk menggerakan
bahu.
12) Saraf Hipoglosus (N. XII) : saraf motorik, untuk menggerakan
lidah.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol
sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6) B6 (Bone)
11

Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan


sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan
masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
12

2.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN (SESUAI SDKI)


1. Penurunan kapasitas adaptif intracranial berhubungan dengan edema
serebral
2. Nyeri akut b/d Agen Pencederaan fisik
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot
(SDKI D0054)

2.3 RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (SESUAI SLKI DAN SIKI)


Diagnosis Tujuan dan Intervensi Keperawatan (SIKI)
Keperawatan Kriteria Hasil
(SDKI) (SLKI)
Penurunan Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
kapasitas adaptif Intervensi selama tekanan intracranial (I. 06194)
intracranial 3x24 jam, maka Observasi
berhubungan Kapasitas adaptif 1. Identifikasi Penyebab
dengan edema Intrakranial Peningkatan TIK (mis:
serebral meningkat: Lesi, Ganguan
Kriteria hasil Metabolisme, edema
(L.06049): serebral )
1. Tingkat 2. Monitor tanda/gejala
kesadaran peningkatan TIK (misal
meningkat (5) tekanan darah meningkat,
2. Tekana darah tekanan nadimelebar,
membaik (5) bradikardia, pola nafas
3. Respon pupil ireguler,
membaik (5) kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure)
4. Monitor CVP (central
Venous Pressure), Jika Perlu
13

5. Monitor PAWP
6. Monitor PAP
7. Monitor ICP
8. Monitor Intake Ouput
9. Monitor Status Pernafasan
10. Monitor Caira Serebro
Spinalis (mis: Warna
Kositensi)
Terapiutik
1. Monitor stimulus dengan
Menyediakan lingkungan
yangtenang
2. Berikan posisi semifowler
3. Hidari Meneuver Valsava
4. Cegah terjadi kejang
5. Hindari Mengunakan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV
hipotonik
7. Pertahankan suhu tubuh
normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberiananti
konvulsan
2. Kolaborasi pemberian
Deuretik Osmosis
3. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja
Nyeri akut b/d Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
Agen Intervensi selama Observasi
Pencederaan fisik 3x24 jam, di 1. Identifikasi lokasi,
harapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri Menurun: frekuensi, kualitas, intensitas
14

Kriteria hasil nyeri


1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun (5) 3. Identifikasi faktor yang
2. Meringis memperberat nyeri dan
menurun (5) memperingn nyeri
3. Sikap protektif 4. Identifikasi pengetahuan dan
menurun (5) keyakinan nyeri
4. Gelisah menurun 5. Identifikasi respon nyeri non
(5) verbal
5. Kesulitan tidur 6. Identifikasi Pengaruh nyeri
menurun (5) pada kualitas hidup
6. Berfokus pada 7. Monitor efek samping
diri sendiri pengunaan analgesik
menurun (5) Terapeutik
1. Berikan teknik non
famakologi untuk
menggurangi rasa nyeri
destraksi relaksasi
Edukasi
1. Anjurkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, priode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
15

nyeri
3. Anjurkan monior yeri secara
mandarin
4. Anjurkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik

Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (SIKI :


mobilitas fisik tindakan 1.06171)
berhubungan keperawatan Observasi
dengan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi adanya nyeri atau
penurunan diharapkan keluhan fisik lainnya
massa otot mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik
(SDKI D0054) meningkat, dengan melakukan ambulasi
kriteia 3. Monitor frekuensi jantung
hasil : dan tekanan darah sebelum
1. Pergerakan memulai ambulasi
ekstremitas 4. Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan ambulasi
2. Kekuatan otot Terapeutik
meningkat 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
3. Rentang gerak dengan alat bantu (mis.
(ROM) meningkat tongkat, kruk)
4. Kelemahan 2. Fasilitasi melakukan
fisik berkurang mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
(SLKI L.05042) membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
16

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi).

2.4 EVALUASI
Setela tindakan keperawatan di laksanakan evaluasi proses dan hasil
mengacuh pada kriteria evaluasi yang telah di tentukan pada masing masing
diagnoa keperawatan sehingga:
1. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervnsi di hentikan)
2. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi di lanjutkan )
3. Maalah teratasi atau tujuan tidak tercapai (perlu di lakukan pengkajian
ulang dan intervensi dirubah)
17

DAFTAR PUSTAKA

Artanti, Kurnia Dwi. 2021. “Faktor Risiko Berdasarkan Tipe Stroke Di RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya, Indonesia Unair News.”
http://news.unair.ac.id/2021/06/24/faktor-risiko-berdasarkan-tipe-stroke-
di-rsud- dr-soetomo-surabaya-indonesia/ (February 4, 2022).

Setiadi. 2016. Dasar – Dasar Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta :


Indomedia Pustaka Nurafif & Kusuma. 2015 Aplikasi: Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC Jilid 1:
Media Action

Mega. 2021. “Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Ganguan Mobilitas


Fisik Pada Diagnosa Medis CVA Infark Di Desa Kepel Bugul Kidul
Pasuruan.”

Muliati. 2018. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.E Dengan Stroke Non
Hemoragik Di Wilayah Kerja Puskesmas Kuto Baru Tahun 2018.” : 1–
104.

RI, Kemenkes. 2020. “Kenali Gejala Dan Tanda-Tanda Stroke, SeGeRa Ke RS -


Direktorat P2PTM.” http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic/kenali-gejala-
dan- tanda-tanda-stroke-segera-ke-rs (February 4, 2022).

Denny Pratama, Aditya. 2021. “Pengaruh Pemberian Dual Task Training


Terhadap Penurunan Risiko Jatuh Pada Kasus Stroke Iskemik.” Jurnal
Sosial Humaniora Terapan 3(2): 2021.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
18

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai