Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

OLEH :

Urwah Wastu Adiguna


1442020212102

CI LAHAN CI INSTITUSI

(________________) ( ________________)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2021
A. KONSEP MEDIS STROKE
1. Defenisi Stroke
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis yang
disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke otak.Dua tipe
stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik lebih jauh
dibagi menjadi hemoragik intrasrebral dan hemoragik subaraknoid (Weaver &
Terry, 2013)
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam beberapa
detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih dari 24 jam
dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu (Irfan, 2012).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses
berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat
gangguan fungsi otak (Mutaqin, 2011).
2. Etiologi
Stroke dibagi menjadi 2 yaitu : stroke iskemik dan stroke hemorragik.
(NANDA,2016)
a. Stroke iskemik ( non hemoragic ) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80%
stroke adalah stroke iskemik. Stroke iskemik dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1) Stroke trombotik adalah suatu proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
2) Stroke emboli adalah tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
3) Hipoperfusion sistemik adalah berkurangnya aliran darah
keseluruh bagian tubuh karena adanya ganguan denyut jantung.
b. Stroke hemoragik yaitu disebakan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% stoke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroe
hemoragik terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Hemoragik intraserebral adalah perdarahan yang terjadi didalam
jaringan otak.
2) Hemoragik subaraknoid adalah pendarahan yang terjadi pada
ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak).
B. Faktor-faktor yang menyebabkan stroke yaitu :
a. Faktor yang tak bisa diubah :
1) Jenis kelamin
2) Usia
3) Keturunan
b. Fadtor yang dapat diubah :
1) Hepertensi
2) Penyakit jantung
3) Obesitas
4) Stress emosional
c. Kebiasaan hidup :
1) Merokok
2) Peminum alcohol
3) Aktivitas yang tidak sehat
3. Patofisiologi

Menurut (Muttaqin, 2008) Infark serebral adalah berkurangnya suplai


darah ke area tertentu di otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekatnya sirkulasi
kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)
atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung).Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada
otak.Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah
terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan
iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa 31 jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika
tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat .menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro
vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum. Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons . Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
4. Pathway

Hipertensi, Penyekit Jantung, Usia, Rokok

Thrombus, emboli, pendarahan serebral

Ganguan aliran Pecahnya


darah ke otak pembulu darah
otak

Kerusakan Perdarahan intra kranial


neuromotorik Fungsi otak menurun

Darah merembes
ke dalam perenkim
Transisi impuls UMN ke otak
LMN terganggu
Kerusakan pada lobus
frontal /area kroca dan lobus
Penekanan pada temporal/area weriek
jaringanotak

Kelemahan otot
progresif Apasia global
Peningkatan tekanan intra
kranial
Mobilitas terganggu

Gangguan perfusi jaringan Gangguan


otak komuniikasi verbal
hambatan mobilitas
Pasien bedrest
fisik

Penekanan lama pada daerah Suplai nutrisi dan O2 ke daerah


Resiko kerusakan punggung dan bokong tertekan berkurang
integritas kulit
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut (Sasmi et al., 2020) dapat dibagi atas:
a. Kelumpuhan wajah dan anggota badan yang timbul mendadak.
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
c. Perubahan status mental yang mendadak.
d. Afasia (bicara tidak lancar).
e. Ataksia anggota badan.
f. Vertigo, mual, muntah atau nyeri kepala
6. Komplikasi
Komplikasi berdasarkan waktu terjadinya stroke menurut Dellima D R,
(2019) sebagai berikut:
a. Berhubungan dengan imobilisasi
b. Infeksi pernafasan
c. Nyeri berhubungan dengan daerah yang tertekan
d. Konstipasi
e. Tromboflebitis
f. Berhubungan dengan mobilisasi
g. Nyeri daerah punggung
h. Dislokasi sendi
i. Berhubungan dengan kerusakan otak
j. Epilepsi
k. Sakit kepala
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak.Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
4) gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
8. Penatalaksanaan
Penetalaksanaan stroke menurut Esther (2010)
a. Terapi trombolitik
b. Terapi antikoagulan
c. Terapi antitrombosit.
d. Terapi suportif
9. prognosis
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN STROKE
1. Pengkajian Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi
identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke non hemoragik sering kali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, 42 selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada
tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya.
Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari
generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual Pengkajian psikologis klien stroke
meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
rnemperoleh persepsi yang jelas 43 mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga
penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat
serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhankeluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per
sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3
(Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien
dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi 44 toraks didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan
bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung


pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine


sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling
umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien
kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji
tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. 46 Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori
atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran Kualitas kesadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.
Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa
sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam
kewaspadaan dan keterjagaan.Pada keadaan lanjut tingkat
kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien
dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral Pengkajian ini meliputi status mental,
fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien
stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
10) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa Penurunan kemampuan bahasa tergantung
daerah lesi yang memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior
(area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat
mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya
tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan
bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya
h. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini
meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
6) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat. 49
7) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
9) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
10) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan O2 otak
menurun
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot
c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sentral
bicara
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN HASIL
1. Gangguan perfusi Tujuan (NOC) : Intervensi (NIC) 1. Peningkatan tekanan
jaringan serebral Gangguan perfusi 1. Pantau TTV tiap darah sistemik yang
b.d O2 otak jaringan dapat tercapai jam dan catat diikuti dengan penurunan
menurun secara optimal Kriteria hasilnya tekanan darah diastolik
hasil : 2. Kaji respon merupakan tanda
1. Mampu motorik terhadap peningkatan TIK. Napas
mempertahankan perintah sederhana tidak teratur
tingkat kesadaran 3. Pantau status menunjukkan adanya
2. Fungsi sensori dan neurologis secara peningkatan TIK
motorik membaik teratur 2. Mampu mengetahui
4. Dorong latihan kaki tingkat respon motorik
aktif/ pasif pasien
5. Kolaborasi 3. Mencegah/menurunkan
pemberian obat atelektasis
sesuai indikasi 4. Menurunkan statis vena
5. Menurunkan resiko
terjadinya komplikasi
2. Hambatan Tujuan (NOC): 1. bantu klien untuk 1. menurunkan reseki
mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan menggunakan cederada
penurunan tindakan keperawatan tongkat saat 2. membantu pasien untuk
kekuatan otot 1x24 jam diharapkan berjalan dan cegah melakukan ADL mandiri
pasien mampu melakukan terhadap cedera 3. untuk mengetahui
aktivitas secara mandiri 2. latih pasien dalam kemampuan mobilisasi
dengan kriteria hasil : dalam pemenuhan klien
1. klien meningkat kebutuhan ADL 4. untuk membantu klien
dalam aktivitas fisik secara mandiri 5. mebantu pasien dalam
2. mengerti tujuan dari sesuai kemampuan mobilisasi
peningkatan 3. kaji kemampuan
mobilitas klien dalam
3. memperagakan mobilisasi
penggunaan alat 4. damping dan bantu
bantu untuk mobilitas klien saat
mobilisasi
5. berikan alat bantu
jika pasien
memerlukan
3. Risiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien 1. Kulit bisa lembap dan
integritas kulit b.d tindakan keperawatan untuk mungkin merasa tidak
penurunan selama 1x24 jam menggunakan dapat beristirahat atau
mobilitas diharapkan kulit klien pakaian yang perlu untuk bergerak
dalam keadaan baik longgar 2. Menurunkan terjadinya
dengan kriteria hasil : 2. Hindari kerutan risiko infeksi pada
1. Integritas kulit yang pada tempat tidur bagian kulit
baik bisa 3. Jaga kebersihan 3. Cara pertama untuk
dipertahankan kulit agar tetap mencegah terjadinya
(sensasi, elastisitas, bersih dan kering infeksi
temperatur, hidrasi, 4. Mobilisasi pasien 4. Mencegah terjadinya
pigmentasi) (ubah posisi komplikasi selanjutnya
2. b) Tidak ada luka/lesi pasien) setiap dua 5. Mengetahui
pada kulit jam sekali perkembangan terhadap
5. Monitor kulit akan terjadinya infeksi kulit
adanya kemerahan
4. Gangguan Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengcek komunikasi
komunikasi verbal tindakan keperawatan komunikasi dengan klien apakah benar-benar
b.d. kerusakan selama 1x24 jam wajar, bahasa jelas, tidak bisa melakukan
sentral bicara diharapkan komunikasi sederhana dan bila komunikasi
klien dapat berjalan perlu diulang 2. Mengetahui bagaimana
dengan baik dengan 2. Dengarkan dengan kemampuan komunikasi
kriteria hasil : tekun jika pasien klien tsb
1. lisan, tulisan dan non mulai berbicara 3. Mengetahui derajat
verbal meningkat 3. Berdiri di dalam /tingkatan kemampuan
2. mampu lapang pandang berkomunikasi klien
mengkomunikasikan pasien pada saat Menurunkan terjadinya
kebutuhan dengan bicara komplikasi lanjutan
lingkungan sosial 4. Latih otot bicara 4. Keluarga mengetahui &
secara optimal mampu
5. Libatkan keluarga mendemonstrasikan cara
dalam melatih melatih komunikasi
komunikasi verbal verbal pd klien tanpa
pada pasien bantuan perawat
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana
mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda, Hardhi Kusuma. (2016). Nanda Nic-Noc. In Nanda Nic-Noc.
Amir Huda (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-
Noc :Jakarta:Mediaction
Chow, E. O. W., & Nelson-Becker, H. (2010). Spiritual Distress To Spiritual Transformation:
Stroke Survivor Narratives From Hong Kong. Journal Of Aging Studies.
Https://Doi.Org/10.1016/J.Jaging.2010.06.001
Black, J. M. & H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Black Vol 3.Pdf. In 3.
Dellima Damayanti Reicha, 2019, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik
Dengan Masalah Keperawatan Defisit Perawatan Diri (Studi Di Ruang Krissan Rsud
Bangil Pasuruhan), Program Studi Diploma Iii Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
Kementrian Kesehatan Ri (2013).Presiden Resmikan Rs Pusat Otak Nasional.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Nur’aeni Yuliatun Rini, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non Hemoragik
Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di Ruang Kenanga Rsud
Dr. Soedirman Kebumen, Program Studi Diii Akademi Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
Sasmi, P. D. A. W., Isworo, A., & Ridwan, M. (2020). Asuhan Keperawatan Keluarga
Dengan Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas Jurangombokota Magelang. Jurnal
Keperawatan.
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai