Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE DAN HIPERTENSI

OLEH :
SAIDAH
19149011100071

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
BANJARMASIN, 2020
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE
A. Definisi
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, karena tersumbat atau pecahnya
pembuluh darah ke otak sehingga pasokan darah dan oksigen ke otak berkurang yang
dapat menyebabkan gangguan fisik atau diasabilitas (Ghani dkk, 2016).

B. Klasifikasi
Stroke dibagi 2 jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik (Nurarif &
Kusuma, 2015).
1. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% adalah
stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi 3, yaitu :

a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat


penggumpalan.
b. Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
a. Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Hemoragik subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak).

C. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke (Nurarif & Kusuma, 2015):
1. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
a. Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita.
b. Umur : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
c. Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
2. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
a. Hipertensi,
b. Penyakit jantung,
c. Kolestrol tinggi,
d. Obesitas,
e. Diabetes Melitus.
f. Polisetemia,
g. Stress emosional.
3. Kebiasaan hidup.
a. Merokok,
b. Peminum alkohol,
c. Obat-obatan terlarang,
d. Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolestrol.

D. Patofisiologi
Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang
menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama dapat menyebakan
iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit
dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik
yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan
mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang
terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh darah otak yang
terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral
tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien
pertama kali mengalami iskemik otak total yang dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli,
maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan okigen
dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan
kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan
nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme
sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu menyimpan glikogen sehingga
kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa  dan oksigen yang terdapat pada
arteri-arteri menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan timbulnya penebalan dan
degeneratif pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga
perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi
pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit
dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu, darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan
merupakan resiko serius yang terjadi sekitar  7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu,
menimbulkan gegar otak dan kehilagan kesadaran, peningkatan tekanan cairan
serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut).
Perdarahan mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan
tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa dengan cepat. Peningkatan tekanan
intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum.
Disamping itu, terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat
mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas
mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri
atau vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya
perdarahan dan menyebabkan vasokonstriksi arteri otak. Vasospasme merupakan
kompikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskmik otak
dan infark.

PATHWAY

Faktor Pencetus/Penyebab

Terjadi trombus

Emboli di cerebral Pembuluh darah menjadi Penyempitan pembuluh


kaku dan pecah darah

Stroke non Aliran darah tersumbat


hemoragik Stroke hemoragik
Peningkatan TIK
Edema cerebral

Proses metabolism dalam otak terganggu

Resiko
Suplai jaringan
darah dan O2 keotak
cerebral tidak efektif
menurun Penurunan kapasitas Penekanan
adaptif intrakranial saluran
pernafasan

Iskemik/infark
Pola nafas
tidak efektif
Area brocca Defisit neurologis

Nyeri akut
Kerusakan N. VII Disfungsi N.XI
dan N. IX

Hemisfer kiri/kanan
Gangguan
komunikasi verbal
Hemiparese/plegi Hambatan
kanan&kiri mobilitas fisik
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke (Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul
mendadak,
2. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik),
3. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
4. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
5. Gangguan penglihatan,
6. Gangguan daya ingat,
7. Bicara pelo atau cadel,
8. Mual dan muntah,
9. Nyeri kepala hebat,
10. Vertigo
11. Gangguan fungsi otak.

F. Komplikasi
1. Kecacatan fisik
2. Kelumpuhan
3. Mata tidak tertutup rapat
4. Sering tersedak saat makan
5. Bicara cadel
6. Kematian (Sulansi, 2015).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada stroke, meliputi:
1. Angiografi serebral: membantu menemukan penyebab stroke secara spesifik,
seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur.
2. CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intrakranial. Kadar
protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imagging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, malformasi arterivena (MAV).
5. Utrasono Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis [aliran darah atau muncul plak], arteriosklerotik).
6. EEG (Elektroensefalogram): mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subaraknoid.
8. Diffusion-weighted imaging (DWI): memperlihatkan daerah- daerah yang
mengalami infark sebagai daerah putih terang.
9. Perfussion-weight imaging (PWI): pemindaian sekuansial selama 30 detik setelah
penyuntikan gadolinium. Daerah-daerah otak yang kurang mendapatkan perfusi
akan lambat memperlihatkan pemunculan zat warna kontras yang disuntikan
tersebut, dan aliran darah yang lambat tampak putih. Pemindahan serial dapat
mengungkapkan tiga tipe pola yang berlainan: repefusi dini, reperfusi lambat dan
defisit perfusi persisten.
10. Pemeriksaan laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL, laju endap darah
(LED), panel metabolik dasar (natrium, kalium, klorida, bikarbonat, glukosa, dan
serologi untuk sifilis. Pada klien yang dicurigai mengalami stroke iskemik, panel
laboratorium mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk perawatan dasar.
Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protombin dengan rasio normalisasi
internasional (INR), waktu tromboplastin parsial; dan hitung trombosit.
Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah antibody antikardiolipin, protein
C dan S, antitrombin III, plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protei C
aktif.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat meliputi:
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik
harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita
saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar,
kejang, gangguan visual, penuruanan kesadaran, serta factor resiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh.
Pemeriksaan kepala dan leher, misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang,
bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan thorax (jantung dan paru), abdomen, kulit, dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Pemeriksaan neurologic terutama
pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningen, system motorik, sikap dan cara
jalan, reflex, koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang
dianjurkan saat in adalah NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale)
d. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit
darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR,
aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
1) Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
2) Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
1) Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
2) Optimalisasi tekanan darah
3) Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor.
4) Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
5) Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
1) Tekanan darah
2) Pemeriksaan jantung
3) Pemeriksaan neurologi umum awal
a) Derajat kesadaran
b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c) Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
1) Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama
stroke
2) Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
3) Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
4) Elevasi kepala 20-30º.
5) Hindari penekanan vena jugulare
6) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
7) Hindari hipertermia
8) Jaga normovolemia
9) Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial
1 mg/kgBB IV.
10) Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
11) Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar

e. Pengendalian Kejang
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin
loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
2) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila
kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
1) Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika
dan diatasi penyebabnya.
2) Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

I. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan Peningkatan TIK
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan Peningkatan
TIK
3. Gangguan mobilitas fisik  berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Peningkatan TIK
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
6. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injury biologis (Peningkatan TIK)
J. Penatalaksanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Penuruna Setelah dilakukan tindakan Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring
kapasitas keperawatan selama 3x 24 (monitor tekanan intracranial) :
adaptif jam, diharapkanmasalah  Berikan informasi kepada keluarga
intrakranial teratasi, dengan kriteria  Monitor tekanan perfusi serebral
b.d. hasil:  Catat respon pasien terhadap stimulasi
Peningkatan Circulation status  Monitor tekanan intracranial dan respon
TIK Tissue Prefusion : neurology terhadap aktivitas
Cerebral  Monitor jumlah drainage cairan
 Mendemonstrasikan cerebrospinal
status sirkulasi yang  Monitor intake dan output cairan
ditandai dengan :  Monitor suhu dan angka WBC
 Tekanan systole dan  Kolaborasi pemberian antibiotik
diastole dalam rentang
 Posisikan pasien pada posisi semi fowler
yang diharapkan
 Minimalkan stimulus dari lingkungan
120/80 mmHg
Peripheral sensation management
 Tidak ada ortostatik
(manajemen sensasi perifer) :
hipertensi
 Monitor adanya daerah tertentu yang hanya
 Tidak ada tanda-tanda
peka terhadap panas atau dingin, tajam atau
peningkatan tekanan
tumpul
intrakranial (tidak
 Monitor adanya paretese
lebih dari 15 mmHg)
 Instruksikan keluarga untuk mengobservasi
 Mendemonstrasikan
kulit jika ada isi atau laserasi
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan :  Gunakan sarung tangan untuk proteksi
 Berkomunikasi  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
dengan jelas dan punggung
sesuai dengan  Monitor kemampuan BAB
kemampuan  Kolaborasi pemberian analgesik
 Menunjukkan  Monitor adanya tromboplebitis
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuka keputusan
dengan benar
 Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
 Tingkat kesadaran
membaikTidak ada
gerakan involunter
2 Resiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation Management
jaringan keperawatan selama 3x 24 (Manajemen sensasi perifer)
serebral tidak jam, diharapkanmasalah  Monitor adanya daerah tertentu yang
efektif b.d. teratasi, dengan kriteria hanya peka terhadap
Peningktan hasil: panas/dingin/tajam/tumpul
TIK NOC :  Monitor adanya paretese
Circulation status  Instruksikan keluarga untuk
Tissue perfusion : mengobservasi kulit jika ada Isi atau
cerebral laserasi
 Mendemonstrasikan  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
status sirkulasi yang  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
ditandai dengan : punggung
 Tekanan systole dan  Monitor kemampuan BAB
diastole dalam rentang  Kolaborasi pemberian analgetik
yang diharapkan  Monitor adanya tromboplebitis
 Tidak ada ortostatik  Diskusikan menganai penyebab perubahan
hipertensi sensasi
 Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
 Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar
 Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan NIC :
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 Exercise therapy : ambulation
b.d Kerusakan jam, diharapkan klien dapat  Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
neurovaskuler melakukan pergerakan fisik dan lihat respon pasien saat latihan
dengan kriteria hasil :  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
1. Joint Movement : rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Active  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat
 Mampu berjalan dan cegah terhadap cedera
menggerakan  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
rahang tentang teknik ambulasi
 Mampu  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
menggerakan leher  Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
 Mampu ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
menggerakan  Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
tulang belakang dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
 Mampu  Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
menggerakan jari  Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
kanan dan kiri dan berikan bantuan jika diperlukan
2. Mobility Level
 Keseimbangan
 Koordinasi
 Gaya berjalan
3. Self care : ADLs
 Mampu makan
sendiri
 Mampu berpakaian
sendiri
 Mampu toileting
sendiri
4. Transfer performance
 Berpindah dari satu
tempat ke tempat
lainnya
 Berpindah dari
tempat tidur ke
kursi
4 Pola nafas Setelah dilakukan tindakan Airway Management
tidak efektif perawatan selama 3 x 24  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
berhubungan jam, diharapkan pola nafas atau jaw thrust bila perlu
dengan pasien efektif dengan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
penurunan kriteria hasil : ventilasi
kesadaran 1. Respiratory status :  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Ventilation jalan nafas buatan
 Tinkat pernafasan  Pasang mayo bila perlu
membaik  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Ritme pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
membaik  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Kapasitas vital tambahan
membaik  Lakukan suction pada mayo
2. Respiratory status :  Berikan bronkodilator bila perlu
Airway patency
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
 Kedalaman Lembab
inspirasi
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Mampu untuk keseimbangan.
membersihkan
 Monitor respirasi dan status O2
sekresi
3. Vital sign Status
Oxygen Therapy
 Tanda tanda vital
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
dalam rentang
 Pertahankan jalan nafas yang paten
normal
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
5 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Comunication enchancement : Speech deficit
komunikasi keperawatan selama  3 x 24  Libatkan keluarga untuk membantu
verbal b.d jam, diharapkan klien memahami / memahamkan informasi dari /
Penurunan mampu untuk ke klien
sirkulasi berkomunikasi lagi dengan  Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
keotak kriteria hasil: perhatian
1. Anxiety self control  Gunakan kata-kata sederhana dan pendek
 Memantau inten dalam komunikasi dengan klien
sitas kecemasan  Dorong klien untuk mengulang kata-kata
 Menghilangkan  Berikan arahan / perintah yang sederhana
precursor setiap interaksi dengan klien
kecemasan  Programkan speech-language teraphy
 Menggunakan  Lakukan speech-language teraphy setiap
strategi koping interaksi dengan klien
yang efektif
2. Coping
 Identifikasi pola
coping yang
efektif
 Identifikasi pola
coping yang
inefektif
 Melaporkan
penurunan stres
3. Sensory function:
hearing dan vision
 Ketajaman
pendengaran
kanan kiri
 Konduksi suara
udara kanan kiri
 Respon terhadap
stimulasi
pendengaran
4. Fear self control
 Monitor
intensitas
ketakutan
 Menghilangkan
precursor
ketakutan
 Control respon
ketakutan
6 Nyeri akut b.d. Setelah dilakukan tindakan NIC : Pain Management
Agen injury perawatan selama 3 x 24  Lakukan pengkajian nyeri secara
biologis jam, diharapkan pasien komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
(Peningkatan mampu mengetahui dan  durasi frekuensi, kualitas dan faktor
TIK) mengontrol resiko dengan presipitasi
kriteria hasil :  Observasi reaksi nonverbal dan
Pain Level, ketidaknyamanan
Pain control  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
Comfort level mengetahui pengalaman nyeri pasien
 Mampu mengontrol  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nyeri (tahu penyebab  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri, mampu  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
menggunakan tehnik lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
nonfarmakologi untuk masa Iampau
mengurangi nyeri,  Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari
mencari bantuan) dan menemukan dukungan
 Melaporkan bahwa  Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri berkurang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
dengan menggunakan pencahayaan dan kebisingan
manajemen nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Mampu mengenali  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nyeri (skala, (farmakologi, non farmakologi dan inter
intensitas, frekuensi personal)
dan tanda nyeri)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Menyatakan rasa menentukan intervensi
nyaman setelah nyeri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
berkurang  Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala

DAFTAR PUSTAKA

Arofah, Annisa Nurul, 2011. Penatalaksanaan Stroke Trombotik: Peluang Peningkatan


Prognosis Pasien. Vol. 07 No. 14 : 65-70.

Ghani, Lannywati, Delima dan Mihardja, Laurentia K. 2016. Faktor Risiko Dominan
Penderita Stroke di Indonesia. Vol. 44 No. 01 : 49-58.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3.
Mediaction. Yogyakarta.
Sulansi, 2015. Stroke Menurut Pasien di RSUD Ende. Vol. 07 No. 03 : 22-30.

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

1. Konsep Penyakit
1.1 Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.
Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140


mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman
Sorensen,1996).

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 –


104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan
114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg
atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom,
1995).

1.2 Etiologi
a. Usia
Hipertensi akan makin meningkat dengan meningkatnya usia
hipertensi pada yang berusia dari 35 tahun dengan jelas menaikkan
insiden penyakit arteri dan kematian premature.
b. Jenis Kelamin
Berdasar jenis kelamin pria umumnya terjadi insiden yang lebih
tinggi daripada wanita. Namun pada usia pertengahan, insiden pada
wanita mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insiden
pada wanita lebih tinggi.
c. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya pada
yang berkulit putih.
d. Pola Hidup
Faktor seperti halnya pendidikan, penghasilan dan faktor pola hidup
pasien telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah,
tingkat pendidikan rendah dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh
stress agaknya berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih
tinggi. Obesitas juga dipandang sebagai faktor resiko utama.
Merokok dipandang sebagai faktor resiko tinggi bagi hipertensi dan
penyakit arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia
adalah faktor faktor utama untuk perkembangan arterosklerosis yang
berhubungan dengan hipertensi.

Berdasarkan penyebab, hipertensi di bagi dalam 2 golongan :


1) Hipertensi primer / essensial
Merupakan hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui,
biasanya berhubungan dengan faktor keturunan dan lingkungan.
2) Hipertensi sekunder
Merupakan hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui secara
pasti, seperti gangguan pembuluh darah dan penyakit ginjal

1.3 Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang dapat timbul oleh penyakit hipertensi adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri kepala
b. Nyeri atau tengkuk terasa berat
c. Susah tidur
d. Mudah lelah dan emosional
e. Gemetar
f. Nadi cepat setelah aktivitas
g. Terkadang juga disertasi mual, muntah, sesak hingga epistaksis

1.4 Patofisiologi
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis Mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang


pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal,


menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional


pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Brunner & Suddarth, 2002).

1.5 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Gagal jantung
b. Stroke
c. Hipertensi maligna
d. Hipertensi ensefalopati
e. Gagal ginjal

1.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan atau pengobatan hipertensi adalah pengobatan
atau perawatan jangka panjang atau bahkan bisa seumur hidup. Jika
hipertensi jenis sekunder biasanya pengobatan dilakukan dengan
mengobati faktor penyebabnya dahulu kemudian hipertensinya.
Sedangkan untuk hipertensi esensial biasanya akan menggunakan
bantuan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah tinggi.

Berikut adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan standar


triple therapy, diantaranya adalah:
a. Diuretik, seperti furosemid, tiazid dan hidrokortiazid
b. Betablocker, seperti metildopa dan reserpin
c. Vasodilator seperti dioksid, pranosin dan hidralasin
d. ACE inhibitor

Penatalaksanaan yang perlu dilakukan selanjutnya adalah merubah gaya


hidu anda seperti di bawah ini agar hipertensi dapat dikontrol dan
dicegah, antara lain:
a. Turunkan berat badan
b. Kurangi konsumsi alkohol
c. Beraktivitas secara teratur
d. Mengurang konsumsi natrium berlebihan
e. Kurangi atau bahkan berhenti merokok
1.7 Patwhay

2. Konsep Asuhan Klien Dengan Hipertensi


2.1 Pengkajian
2.1.1   Identitas Klien
Meliputi nama, umur(kebanyakan terjadi pada usia  tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register dan diagnosis medis

2.1.2 Riwayat Keperawatan


a. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah sakit kepala disertai rasa berat di tengkuk,
sakit kepala berdenyut.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan
gejala. Gejala yang dimaksud adalah sakit di kepala,
pendarahan di hidung, pusing, wajah kemerahan, dan
kelelahan yang bisa saja terjadi pada penderita hipertensi.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak di obati, bisa
timbul gejala sakit kepala, kelelahan, muntah, sesak napas,
pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya
kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang
penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran
dan bahkan koma.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Apakah ada riwayat hipertensi sebelumnya, diabetes militus,
penyakit ginjal, obesitas, hiperkolesterol, adanya riwayat
merokok, penggunaan alcohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral, dan lain-lain.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi.
2.1.3 Sirkulasi
Gejala : riwayat TD, hipotensi postural, takikardi,  perubahan warna
kulit, suhu  dingin.
2.1.4 Integritas Ego
Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,
faktor stress multiple
Tanda : letupan suasana hati, gelisah, peyempitan kontineu
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan
menghela, peningkatan pola bicara
2.1.5 Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
2.1.6 Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
2.1.7 Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : Perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optik
2.1.8 Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
2.1.9 Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,
dispnea nocyural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat merokok
Tanda : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan,
bunyi napas tambahan, sianosis
2.1.10 Keamanan
 Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
2.1.11 Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga : hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM, penyakit ginjal, factor resiko etnik : penggunaan pil
KB atau hormone.

2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa 1 : nyeri akut
2.2.1 Definisi
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul dari kerusakan jaringan baik secara aktual atau potensial
atau merupakan kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional) yang
terjadi secara tiba-tiba atau dengan waktu yang lama dengan
intensitas ringan sampai berat dan dapat diantisipasi atau
diprediksikan dan lamanya kurang dari 6 bulan.
2.2.2 Batasan Karakteristik
 Laporan secara verbal atau non verbal
 Fakta dari observasi
 Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
 Gerakan melindungi
 Tingkah laku berhati-hati
 Muka topeng
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
 Terfokus pada diri sendiri
 Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan
proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan
lingkungan)
 Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang
lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
 Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan
darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
 Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
 Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
 Perubahan dalam nafsu makan dan minum
2.2.3 Faktor Yang Berhubungan
 Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
 Analgesic Administration
Diagnosa 2 : Intoleransi Aktifitas
2.2.4 Definisi
Penurunan kapasitas fisiologi seseorang atau energi fisiologis
untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau
yang dibutuhkan
2.2.5 Batasan Karakteristik
 Tekanan darah menjadi abnormal setelah aktivitas
 Denyut jantun menjadi abnormal setelah aktivitas
 Perubahan EKG (aritmia)
 Perubahan EKG menggambarkan iskemia
 Dispnea
 Fatigue
 Ketidaknyamanan
 Kelemahan
2.2.6 Faktor Yang Berhubungan
 Bedres
         Kelemahan secara umum
         Ketidakseimbangan oksigen
         Imobilisasi
         Gaya hidup santai

2.3 Perencanaan Keperawatan


Diagnosa 1 : nyeri akut
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcome criteria)
NOC
 Pain Level
 Pain control
 Comfort level
Kriteria Hasil
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
 Tanda vital dalam rentang normal
2.3.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional
 Kaji saka nyeri
Rasional: Menentukan tingkat nyeri, untuk menentukan
tindakan yang tepat.
 Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul
nyeri.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
 Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan keinginan
pasien.
Rasional: Memberikan rasa nyaman.
 Observas itanda-tanda vital
Rasional: Identifikasi dini komplikasi nyeri ditandai dengan
peningkatan tekanan darah.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
 Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
Rasional: Mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa 2 : Intoleransi aktivitas
2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil (outcome criteria)
NOC
 Aktivitas pasien terpenuhi.

Kriteria Hasil
 Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan /
diperlukan
 Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat
diukur
2.3.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional
1. Kaji respon klien terhadap aktifitas catat : denyut nadi, keluhan
sesak  napas, nyeri dada, keletihan yang sangat, diaphoresis.
R/ Tanda dan gejala tersebut mengindikasikan penurunan curah
jantung da perfusi jaringan , akibat peningkatan preload dan
afterload ventrikel kiri.
2. Berikan dorongan untuk aktivitas / perawatan diri bertahap jika
dapat ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan
R : kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja
jantung tiba – tiba, memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan
aktivitas.
3. Instruksikan pasien tentang tekhnik penghematan energy
R : tekhnik menghemat energy mengurangi penggunaan energy,
dan juga membantu kesimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Beri jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan
waktu istirahat sepanjang siang dan sore
 R : istirahat memungkinkan penghematan energy
5. Kolaborasi pemberian obat digixin
 R : pemberian digoxin untuk memperkuat kerja jantung.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol
2, Jakarta, EGC,
Hamzah, : Ensiklopedia Artikel Indonesia, Surabaya.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In:
Webb NJA, Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric
Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika.
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta.
Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta.
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

Anda mungkin juga menyukai