DI BUAT OLEH
NIM: 1409120024
TAHUN 2020/2021
A. Definisi
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah
di otak dan kemudian merusaknya. (Adib, M, 2009)
B. Etiologi
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra cranial
dengan gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg pada hipertonik dan
180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah keunguan, sianosis, dan
pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu:
a. Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak.
b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah otak.
c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. (Batticaca, 2008)
C. Faktor Resiko
Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit jantung
iskemik :
1. Usia
2. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada wanita
post monophous sama resiko dengan pria
3. Hipertensi
4. DM
5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
6. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain
hiperfibrinogenia
7. Keturunan
8. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)
Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :
1. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
D. klasifikasi
Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:
a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub arachnoid
(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi
otak). (Nurarif & kusuma,2013)
E. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan
tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman
kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya
hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil
dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya
bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus
willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah
otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena
kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu
rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit
dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya
rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Sylvia &
Lorraine 2006).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat
lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya
perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus
otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi
sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya
penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung
beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan
atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam
waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau
mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Smletzer
& Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.
Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah
dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang
pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu
aneurisma (Black & Hawk, 2005).
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan
otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di
daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Mungkin terdapat sirkulasi
kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit
pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya
dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat
gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan
aliran darah akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular
dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).
Pathway
Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
Peningkatan Thrombus/Emboli
tekanan sistemik di serebral
Kurang
pengetauhan
N
Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
O
1. Resiko jatuh b/d Tupan : setelah diberikan 1. Identifikasi kekurangan baik 1. Untuk mencegah resiko jatuh pada
penurunan kekuatan otot tindakan keperawatan kongnitif atau fisik dari klien yang klien
3x24 jam diharapkan
tubuh. mungkin meningkatkan potensi jatuh 2. Untuk memberikan kenyaman
mobilisasi resiko jatu
pada klien tidak terjadi pada lingkungan tertentu bagi klien dalam beraktifitas
Tupen : setelah dilakukan 2. Identifikasi lingkungan yang dapat 3. Untuk mengetauhi dan mencegah
tindakan keperawatan
membahayakan klien resiko jatuh pada klien
selama 2x24 jam
diharapkan resiko jatu 3. Kaji faktor penduung terjadinya 4. Untuk menghindari terjadinya
dapat teratasi, dengan jatuh seperti kondisi klien resiko jatuh pada klien
kriteria hasil :
4. Bantu klien dalam berpinda dan 5. Untuk membantu klien dalam
1). Tidak ada laporan
klien jatuh ambulasi melakukan gerakan ringan baik
2). Tidak terdapat tanda- 5. Dorong klien untuk latihan ROM secara pasif/aktif
tanda potensial klien aktif/pasief 6. Untuk melatih dan memperbaiki
jatuh
6. Kolaborasi dengan tenaga medis dan kekuatan pada klien.
fisioterapi untuk melatih dan
merawat klien
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
O Keperawatan
2. Gangguan mobilitas Tupan : setelah diberikan 1. Kaji tanda-tanda vital dalam btas 1. Untuk menilai keadaan umum pada
fisik b/d kerusakan tindakan keperawatan 3x24 normal klien
jam diharapkan mobilisasi
neuromuscular. 2. Kaji kemampuan secara 2. Mengidentifikasi
klien mengalami peningkatan
atau perbaikan. fungsional/luasnya kerusakan kekuatan/kelemahan dan dapat
Tupen : setelah dilakukan awal. memberikan informasi mengenai
tindakan keperawatan selama
pemulihan.
2x24 jam diharapkan
mobilitas klien membaik atau 3. Ubah posisi minimal setiap2 jam 3. Menurunkan resiko terjadinya
teratasi, dengan kriteria hasil : trauma/iskemia jaringan.
1) Mempertahankan posisi
4. Latihan rentang gerak/ROM 4. Meminimalkan kekuatan otot,
optimal.
2) Mempertahankan meminimalkan sirkulasi, dan
kekuatan dan fungsi mencegah kontraktur
bagian tubuh yang 5. Kolaborasi dengan tenaga 5. Untuk melatin dan memberikan
mengalami hemiparese.
3) Pergerakan atau ROM kesehatan dan fisioterapi perawatan sesuai dengan instruksi
normal. dokter
4) Tanda-tanda vital dalam 6. Kolaborasi dalam pemberian obat 6. Untuk mengontrol klien dalam
batas normal.
pada klien mobilisasi.
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
O Keperawatan
3. Kurang pengetauhan Tupan : setelah diberikan 1. Berikan penilaian tentang tingkat 1. Untuk mengetauhi tingkat
b/d informasi tidak tindakan keperawatan 2x24 pengetauhan klien tentang proses pengetauhan pada klien
adekuat jam diharapkan pengetauhan penyakinya
klien membaik 2. Sediakan informasi pada klien 2. Untuk memenuhikebutuhan informasi
Tupen : setelah dilakukan tentang kondisinya dengan cara klien
tindakan keperawatan selama yang tepat
1x24 jam diharapkan 3. Sediakan bagi keluarga tentang 3. Untuk memenuhi kebutuhan
pengetauhan klien bertamba, informasi kemajuan keadaan informasi keluarga
dengan kriteria hasil : klien
1). Klien dapat memahami 4. diskusikan dalam pemilihan
4. Melibatkan klien dan keluarga dalam
informasi yang diberikan terapi atau penanganan terhadap
pengambilan keputusan
2). Klien dapat mengerti klien
tentang masalah kesehatan 5. kolaborasi untuk pemberian
yang di alaminya. informasi yang dapat membuat
5. Untuk membantu klien dalam proses
klien bersemangat
penyembuhan
Intervensi Keperawatan
N Diagnosa
Tujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional
O Keperawatan
4. Resiko gangguan Tupan : setelah diberikan 1. Anjurkan untuk melakukan 1. Untuk meningkatkan aliran darah ke
integritas kulit b/d tindakan keperawatan 2x24 latihan ROM jika memungkinkan semua daerah
tira baring lama jam diharapkan tidak terjadi 2. Ubah posisi tiap 2 jam 2. Menghindari tekanan dan
kerusakan kulit 3. Gunakan bantal air atau meningkatkan aliran darah
Tupen : setelah dilakukan pengganja yang lunak dibawah 3. Menghindari tekanan yang berlebihan
tindakan keperawatan selama daerah yang menonjol atu luka. pada daerah yang menonjol atau luka
1x24 jam diharapkan kulit 4. Observasi kepucatan dan eritema 4. Hangat dan pelunak adalah tanda
klien tampak membaik, dan palpasi terhadap keangatan, kerusakan jaringan
dengan kriteria hasil : lunak tiap ubah posisi. 5. Mempertahankan keutuhan kulit.
1). Tidak ada tanda-tanda 5. Jaga kebersihan kulit seminimal 6. Untuk mengurangi atau mengatasi
kemerahan mungkin, hindari trauma panas, terjadinya kerusakan kulit
2). Tidak ada luka, lecet pada terhadap kulit.
kulit klien. 6. Kolaborasi dalam pemberian obat
3). Kulit tampak membaik atau salap
dan bersih.
DAFTAR PUSTAKA