Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CVA (Cerebro Vascular Accident)

DISUSUN OLEH
SRI KURNIAWATI
090STYJ19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2020
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN CVA (Cerebro Vascular Accident)

A. Pengertian
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat
dengan istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA. Kelainan ini
terjadi pada organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah
Otak. Berupa penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan
angka kematian yang tinggi. Kejadian sebagian besar dialami oleh kaum lai-
laki daripada wanita (selisih 19 % lebih tinggi)dan usia umumnya di atas 55
tahun.
Gangguan peredaran darah ke otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo,
2009).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C.
Suzanne, 2002).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak. (Corwin, 2002).

B. Etiologi
Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya
kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan darah yang
tinggi pembuluh darah mudah pecah.
Faktor resiko terjadinya stroke ada 2 :
1. Faktor resiko yang dapat diobati / dicegah :
a. Perokok.
b. Penyakit jantung ( Fibrilasi Jantung )
c. Tekanan darah tinggi.
d. Peningkatan jumlah sel darah merah ( Policitemia).

1
e. Transient Ischemic Attack ( TIAs)
2. Faktor resiko yang tak dapat di rubah :
a. Usia di atas 65.
b. Peningkatan tekanan karotis ( indikasi terjadinya artheriosklerosis
yang meningkatkan resiko serangan stroke).
c. DM.
d. Keturunan ( Keluarga ada stroke).
e. Pernah terserang stroke.
f. Race ( Kulit hitam lebih tinggi )
g. Sex ( laki-laki lebih 30 % daripada wanita )
Penyebab utamanya dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah
arterosklerosis (trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan
pendarahan srebral dan ruptur aneurisme sekular. Stroke biasanya disertai
satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung,
peningkatan lemak di dalam darah, DM atau penyakit vasculer perifer . Selain
itu, ada beberapa faktor resiko lain yang dapat menjadi penyebab dari
cva/stroke, antara lain :
 Trombosis : Bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher:
Arteriosklerosis serebral.
 Embolisme serebral : Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung reumatik,
infeksi polmonal.
 Iskemia : Penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada
arteri.
 Hemoragi Serebral: Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan
kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak

C. Manifestasi Klinis
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
2. Tiba-tiba hilang rasa peka
3. Bicara cedel atau pelo

2
4. Gangguan bicara dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadaran menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak

D. Klasifikasi
Penyakit Stroke dibagi 2 jenis yaitu:
a. Stroke Iskemik
Terjadi akibat terjadi penyumbatan di sel-sel syaraf otak.Hampir
kebanyakan pasien Stroke sebanyak 83% adalah pengidap stroke iskemik.
Stroke Iskemik dibagi menjadi 3 jenis:
1) Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat
penggumpalan.
2) Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian
tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke Hemorragik
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah sehingga menghambat aliran
darah yang normal.akibatnya darah merembes ke suatu daerah otak dan
merusaknya. Stroke Hemorragik dibagi 2 jenis:
1) Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan
otak.
2) Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak).

E. Patofisiologis

3
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung.
Arterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar dari pada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien menunjukkan perbaikan.
Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan
massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau encephalitis, atau
jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arterosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian yang disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

4
Pembesaran darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nucleus kaudatus, thalamus dan pons. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan
ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi
(Muttaqin Arif, 2012).

F. WOC
- Faktor pencetus: hipertensi, DM, penyakit jantung
- Merokok, stress, gaya hidup yg tidak baik
- Faktor obesitas & kelosterol yg meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yg meningkat dalam darah


Lemak yg sudah nekrotik & berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (trombus)

Arteriosclerosis Pembuluh darah menjadi kaku Penyempitan pembuluh darah


(okulasi vaskuler)
Pembuluh darah menjadi pecah
Aliran darah lambat
Thrombus Mengikuti aliran
cerebral darah Stroke hemoragik Kompresi Turbulensi
jaringan otak
Stroke non Emboli Aritrosit bergumpal
Hemoragic
Endotil rusak
Gangguan perfusi jaringan
Proses metabolisme dalam serebral
otak terganggu
Peningkatan TIK
Penurunan suplai darah & O2
ke otak

5
Arteri Arteri carotis Arteri cerebri
vertebra interna media
basilasris
Disfungsi N.II Disfungi N.XI
Disfungs Kerusakan Kerusakan Penurunan fungsi
i N.XI neurocerebrospin neurologis, N.X,IX Penurunan Kegagalan
(assesori al deficit aliran darah ke menggerakkan
s) N.VII,IX,XII N.I,II,IV,XII Proses menelan retina anggota tubuh
tidak efektif
Kelemah Kehilangan fungsi Perubahan Kebutaan Hambatan
an tonus otot ketajaman Intake nutrisi mobilitas fisik
anggota sensori, berkurang Resiko cedera
gerak Gangguan penghidu, Kemampuan
komunikasi pengelihatan & Ketidakseimban melakukan
Hambat verbal pengecapan gan nutrisi ADL &
an kurang dari perawatan diri
mobilita Gangguan kebutuhan berkurang
s fisik persepsi sensori
Deficit
perawatan diri

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi cerebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik oklusi atau
ruptur.
2. CT Scan : memperlihatkan adanya oedem
3. MRI : mewujudkan daerah yang mengalami infark
4. Penilaian kekuatan otot
5. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak

H. Komplikasi
1. Depresi
Inilah dampak yang paling menyulitkan penderitaan dan orang-orang
yang berada di sekitarnya.oleh karena itu terbatasnya akibat lumpuh sulit
berkomunikasi dan sebagianya,penderita stroke sering mengalami depresi.
2. Darah beku
Darah beku mudah berbentuk pada jaringan yang lumpuh terutama pada
kaki sehingga menyebabkan pembengkakan yang menggangu,selain itu
pembekuaan darah juga dapat terjadi pada arteri yang mengalirkan darah

6
ke paru-paru(embelio paru-paru)sehingga penderita sulit bernafas dan
dalam beberapa kasus mengalami kematian.
3. Otot mengerut dan sendi kaku
Kurang gerak dapatr menyebabkan sendi menjadi kaku dan
nyeri.misalnya jika otot-otot betis mengerut kaki terasa sakit ketika harus
berdiri dengan rumit menyentuh lantai.hal ini biasanya di tangani
fisioterapi.

I. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

7
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian
1. Data umum:
1) Identitas Klien
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia ≥ 60 tahun
dan umunya adalah DM tipe II (non insulin dependen) atau tipe
DMTTI.
Meliputi: Nama KK, usia KK, alamat dan No.telp, pekerjaan KK,
pendidikan KK, komposisi keluarga (hubungan keluarga ditulis
dengan menggunakan tabel: nama, jenis kelamin, hubungan,
pendidikan, pekerjaan, status, dan imunisasi (jika perlu)).
2) Genogram
3) Tipe Keluarga
4) Suku Bangsa
5) Agama
6) Status sosial ekonomi
7) Aktivitas rekreasi keluarga
2. Tahap perkembangan keluarga
8) Tahap perkembangan keluarga saat ini
9) Tahap perkembangan yang belum terpenuhi
10) Riwayat keluarga inti
11) Riwayat keluarga sebelumnya
3. Lingkungan
12) Karakteristik rumah (menyertakan denah)
13) Karakteristik tetangga dan komunitas

8
14) Mobilitas geografis keluarga
15) Perkumpulan keluarga dari interaksi dengan masyarakat
16) Sistem pendukung keluarga
17) Pola komunikasi keluarga
4. Struktur keluarga
18) Pola komunikasi keluarga
19) Struktur kekuatan keluarga
20) Struktur peran
21) Nilai & norma keluarga
5. Fungsi Keluarga
22) Fungsi afektif
23) Fungsi sosial
24) Fungsi perawatan kesehatan
25) Fungsi reproduksi
26) Fungsi ekonomi
27) Stress dan koping keluarga
28) Stress jangka pendek dan jangka panjang
29) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi stressor
30) Strategi koping yang digunakan
31) Strategi adaptasi disfungsional
7. Harapan keluarga
8. Pola Fungsional Callista Roy
a) Fisiologis-Fisik
1) Oksigenasi: pasien DM dengan ketoasidosis diabetikum terdapat
respon hiperventilasi, respirasi kussmaul, napas bau keton, dan
perubahan status mental. Komplikasi DM dengan gangguan arteri
perifer yang dapat dikaji dari respon intermitten claudication,
penurunan nadi perifer, tanda insufiensi vaskuler (Smeltzer, Bare,
Hinkle & Cheever, 2010).
2) Nutrisi: meliputi berat badan, nafsu makan, jumlah dan tipe
asupan makanan merupakan respon kebutuhan nutrisi pada pasien
DM (Roy & Andrews, 2009). Pasien dengan ketoasidosis

9
menimbulkan respon mual, muntah bahkan nyeri perut sehingga
asupan nutrisi berkurang (Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, &
Camera, 2011)
3) Eliminasi: meliputi perilaku berkemih maupun fekal baik secara
jumlah dan karakteristik sehunbungan dengan respon dari
indikator pasien DM seperti poliuri maupun dengan komplikasi
pada pasien neufropati (Roy & Andrews, 2009). Pasien dengan
ketoasidosis diabetikum maka akan ditemukan adanya respon
poliuria dan kandungan keton dalam urin (Mazze, Strock,
Simonson, & Bergenstal, 2006)
4) Aktivitas dan istirahat: meliputi respon dari tingkat energi,
gangguan tidur dan koordinasi tubuh perlu dilakukan pengkajian.
Secara umum pada pasien dengan gangguan insulin melaporkan
adanya kelemahan (Roy & Andrews, 2009)
5) Integritas kulit: dapat dilihat dari karakteristik kulit, rambut, dan
kuku. Pada pasien DM yang mengalami insufiensi vaskuler akan
mengalami pertumbuhan rambut jarang, kulit menipis, mengkilap,
kering dan pecah-pecah. Komplikasi adanya gangguan sensori
neurophaty mengakibatkan adanya ulserasi pada kaki. (Lewis,
Dirksen, Heitkemper, Bucher & Camera, 2011)
6) Rasa/Sensasi: DM dengan komplikasi retinopati mengakibatkan
pasien sering mengeluhkan pandangan tidak jelas bahkan hingga
kebutaan. Prevalensi terbesar juga pasien DM sering dijumpai
gangguan pendengaran. Prilaku dimana tidak merasakan adanya
nyeri, perubahan suhu, rasa baal, mengidentifikasikan terjadinya
komplikasi neuropati (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010)
7) Cairan dan elektrolit: perilaku pasien yang menunjukkan adanya
diaphoresis dan edema. Pada pasien ketoasidosis diabetik, kondisi
keseimbangan asam basa menjadi salah satu krisis pada pasien
DM (Roy & Andrews, 2009)
8) Fungsi neurologis: mengkaji perilaku dari tingkat kesadaran,
terutama dalam kondisi kritis seperti ketoasidosis/hipoglikemi.

10
Pada jantung akan memunculkan gejala nyeri dada, irama jantung
takikardi, iskemi hingga infark. Pada sistem GI dapat muncul
adanya mual muntah akibat keterlambatan dalam pengosongan
lambung serta adanya konstipasi/diare diabetik.(Smeltzer, Bare,
Hinkle & Cheever, 2010)
9) Fungsi endokrin: dapat terjadi hiperglikemi, selain itu dapat
terjadi hipoglikemi.
b) Konsep Diri (Psikis)
Model konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan dan
emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Pasien DM
memiliki konsep diri rendah, dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti hipoglikemi, ulkus kaki diabetik dan perawatan di rumah
sakit.
c) Fungsi Peran (Sosial)
Pada kelompok dengan usia 41-60 tahun dengan pendapatan yang
rendah dan edukasi yang rendah mengungkapkan DM memberikan
efek negatif terhadap peran mereka di keluarga dan masyarakat
karena seluruh peran diambil oleh keluarga muda, hal ini
mengakibatkan pasien DM merasa tidak dikenal oleh orang lain,
kehilangan bagian dari hubungan sosial mereka, dan memiliki lebih
sedikit energi untuk menjaga hubungan sosial mereka.
d) Interdependent
Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan,
cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan
interpersonal terhadap individu maupun kelompok.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan insulin.
3. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan
berhubungan dengan gangguan mikrovaskular.

11
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang
mengingat intervestasi informasi.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leukosit/
gangguan sirkulasi

III. Intervensi Keperawatan


1) Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x24 jam diharapkan
adanya keseimbangan volume cairan dan tidak teijadi syok
hipovelemik.
Kriteria hasil: TTV stabil (N.80-88 x/menit, TD: 100-140/80-90 mmHg,
S: 36,5- 37°C, RR: 16-22 x/menit), nadi perifer teraba, turgor
kulit baik, CRT < 2 detik, saluaran urine >1500-1700 cc/hari,
kadar elektrolit urin dalam batas normal.
1. Pantau TTV, catat adanya perubahan TD.
R/ penurunan volume cairan darah akibat diuresis osmotik dapat
dimanifestasikan oleh hipotensi, takikardi, nadi teraba lemah.
2. Kaji suhu, warna, turgor kulit dan kelembaban, pengisian kapiler dan
membran mukosa.
R/ dehidrasi yang disertai demam akan teraba panas, kemerahan dan
kering di kulit sebagai indikasi penurunan volume pada sel.
3. Pantau masukan dan pengeluaran, catat balance cairan.
R/ memberikan perkiraan kebutuhan cairan tubuh (60-70% BB
adalah air).
4. Berikan cairan 1500-2500 ml dalam batas yang dapat ditoleransi
jantung.
R/ mempertahankan komposisi cairan tubuh, volume sirkulasi dan
menghindari overload jantung.
5. Batasi intake cairan yang mengandung gula dan lemak misalnya
cairan dari buah yang manis.

12
R/ menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan
osmosis.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masa otot.
Tujuan: setelahh diberikan tindakan ...x24 jam diharpakan nutrisi
terpenuhi.
Kriteria hasil: peningkatan masa otot, nilai Hb normal, dapat
menghabiskan porsi makanan yang dihidangkan.
1. Timbang berat badan.
R/ mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan
menentukan jumlah kalori yang harus dikonsumsi penderita DM.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar
gula.
R/ menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan sel untuk
mengambil glukosa.
3. Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan Jumlah
nutrisi.
R/ meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan
nutrisi.
4. Kolaborasi pengobatan insulin secara teratur dan intermiten.
R/ insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat
pula dapat membantu memindahkan ke dalam sel.
5. Kolaborasi dengan ahli diet.
R/ Kebutuhan diet penderita harus disesuaikan dengan jumlah kalori
karena kalau tidak terkontrol akan beresiko hiperglikemia.
3) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori penglihatan
berhubungan dengan perubahan kimia endogen.
Tujuan: setelah diberikan tindakan selama ...x24 jam diharapkan tidak
terjadi perubahan persepsi sensori penglihatan.
Kriteria hasil: pasien tidak mengeluh penglihatannya kabur atau
diplopia, visus 6/6, nilai laboratorium terkait eksitasi

13
persarafan dalam batas: natrium: 135-147 meq/l, kalsium: 9-11
mg/dl, kalium: 3,5-5,5 meq/l, klorida: 100-106 meq/l.
1. Pantau TTV dan status mental.
R/ sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti
suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
2. Kaji status persepsi penglihatan seperti menggunakan test visus
dengan snellen card (apabila memungkinkan).
R/ untuk mengkaji status persepsi pasien.
3. Pantau pemasukan elektrolit melalui makanan maupun minuman
seperti buah pisang dan makanan yang mengandung garam.
R/ meningkatkan eksitasi persarafan dan mencegah kelebihan
elektrolit seperti natrium berdampak pada peningkatan ikatan cairan.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama ...x24 jam diharapkan
integritas kulit membaik dan tidak teijadi perluasan
kerusakan.
Kriteria hasil: teijadi perbaikan status metabolik yang dibuktikan oleh
gula darah dalam batas normal, bebas dari drainase purulen,
menunjukkan tanda-tanda penyembuhan dengan tepi luka
bersih, tidak terdapat pembengkakan pada luka.
1. Dapatkan kultur dari drainase luka saat masuk.
R/ mengidentifikasi patogen penyebab disintegrasi kulit dan terapi
pilihan.
2. Kaji area luka setiap kali merawat luka dan mengganti balutan.
R/ mengidentifikasi tingkat sirkulasi pada luka.
3. Balut luka dengan kasa steril
R/ meminimalkan kontaminasi mikroorganisme.
4. Kolaborasi pemberian antibiotik.
R/ Pengobatan infeksi dan pencegahan komplikasi.
5) Kurang pengetahuan mengenai penyakit berhubungan dengan kurang
mengingat intervestasi informasi.

14
Tujuan: setelah dilakukan tindakan ...x24 jam diharapkan informasi
mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit misalnya
dapat menyebutkan penyakit, dapat mengidentifikasi hubungan
tanda dan gejala dengan proses penyakit.
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit, prognosa, dan
pengobatannya
R/ untuk memberikan informasi yang tepat pada pasien dan
menghindari kejemuan informasi.
2. Lakukan pemberian pendidikan kesehatan secara bertahap dan sesuai
rencana pada satuan acara pembelajaran (SAP).
R/ memberikan informasi yang akurat dan bermakna bagi pasien dan
bagi perawat dapat mengetahui perkembangan pengetahuan pasien
dengan pasti.
3. Diskusikan bersama pasien tentang penyakitnya.
R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien cepat membuat
pertimbangan dalam memilih gaya hidup.
4. Tinjau ulang program pengobatan.
R/ pemahaman tentang semua aspek penggunaan obat meningkatkan
penggunaan yang tepat.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leukosit/
gangguan sirkulasi
Tujuan: setelah dilakukan tindakan ...x24 jam diharapkan klien tidak
menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi.
Kriteria Hasil: Luka sembuh, tidak ada edema sekitar luka, dan tidak
terdapat pus, luka cepat mongering.
1. Kaji keadaan kulit yang rusak.
R/ Mengetahui keadaan peradangan untuk membantu dalam
menanggulangi atau dapat dilakukan pencegahan.
2. Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic.
R/ Mencegah terjadinya inteksi sekunder pada anggota tubuh yang
lain.

15
3. Kompres luka dengan larutan Nacl.
R/ Selain untuk membersihkan luka dan juga untuk mempercepat
pertumbuhan jaringan.
2. Anjurkan pada klien agar menjaga predisposisi terjadinya lesi.
R/ Kelembaban dan kulit kotor sebagai predisposisi terjadinya lesi.
5. Pemberian obat antibiotic.
R/ Antibiotik untuk membunuh kuman

DAFTAR PUSTAKA

1. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing


Diagnosis: Definitions & Clasification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell
2. Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi
Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
3. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
4. Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
5. Tambayong, Jan, dr. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

16
17

Anda mungkin juga menyukai