Anda di halaman 1dari 88

PRAKTIK KLINIK

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


TAHUN AKADEMIK 2021 – 2022

DISUSUN OLEH :
NAMA : SEVINA PUTRI ANGGRAENI
NPM : 2018720096
KELAS : 7.B REGULER

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN DI ICU/HCU/ICCU
KASUS : ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATAN
PASEIN DENGAN STORE

A. Pengertian

Stroke adalah cedera vascular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke

adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh

darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah,

penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau

pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya

pasokan darah yang memadai. Stroke mungkin menampakan gejala,

mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent stroke),

tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan. (valery feigin, 2002).

Menurut Ir. B Mahendra dan dr. Evi Rachmawati N.H. Stroke

iskemik merupakan 80% dari semua kejadian stroke. Stroke iskemik

dapat terjadi bila asupan darah ke otak berkurang atau terhenti.

Derajat dan gangguan dari otak berfariasi tergantung dari pembuluh

darah yang terkena dan luas daerah yang dialiri darah oleh pembuluh

darah tersebut. Bila stroke terjadi, otak akan mengalami gangguan

homeostasis (keseimbangan dalam pengaturan cairan dan elektrolit),

terjadi penimbunan cairan dalam sel dan ion-ion kalsium serta kalium

yang berlebihan didalam sel otak. Akibatnya, otak akan membengkak

dan terjadilah udema otak. Udema otak ini sangat berbahaya jika tidak

di tangani karna dapat menyebabkan kematian, Stroke non hemoragik


atau disebut juga dengan stroke iskemik atau stroke infark biasanya

terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari.

Namun menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema

sekunder. (Wijaya, 2013).

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke iskemik adalah terjadi

ketika terdapat sumbatan bekuan darah dalam pembuluh darah di otak

atau arteri yang menuju ke otak, sindroma klinis yang awalnya timbul

mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global

yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul kematian

yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik.


B. Etiologi

Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian :

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau

leher)

2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang

dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain)

3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)

4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang

menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir,

memori bicara, atau sensasi. Trombosis serebral. Arteosklerosis

serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama

trombosis serebral, yang adalah penyebab paling umum stroke.

Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan

yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing,

perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang

tidak dapat dibedakan dari hemoragi intracerebral tidak terjadi dengan

tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia

pada setengah tubuh dapat mendahului awitan pralisis berat pada

beberapa jam atau hari Embolisme serebral.

Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infektif,

penyakit jantung reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal,


adalah tempat-tempat di asal emboli. Mungkin saja bawah

pemasangan katup jantung prostetik dapat mencetuskan stroke,

karena terdapat peningkatan insiden embolisme setelah prosedur ini.

(Brunner & suddarth edisi 8).

C. Patofisiologi dan WOC

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan

besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap

area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah

ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal

(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).

Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak.

Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku

pada area yang stenosis, tem pat aliran darah mengalami pelambatan

atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh

darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus

mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah

yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area

edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area

infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau

kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema

klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena itu thrombosis

biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.


(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena

gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).

Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus

menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik

infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi

abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh

darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh

darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma

pecah atau rupture Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur

arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.

Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering

menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebro

vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,

peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat

menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen

magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,

hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi

perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi

pada sepertiga kasus peradarahan otak di nekleus kaudatus, talamus,

dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia

serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat

reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan inversibel jika anoksia

lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain

kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif

banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan

penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-

elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena

dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013).


WOC Factor-faktor risiko stroke

Aterosklerosis, Katup jantung rusak, miokard infark, Aneurisma, malformasi, arteriovenous


hiperkoagulasi,artesis endokarditis
2.1
Pendarahan intarserebral
Thrombosis serebral Penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara
Perembesan darah ke dalam
Emboli serebral 2.1 otak
parenkim
2.1. darah oklusi
Pembuluh
8 jaringan otak
Iskemik
Edema dan kongesti jaringan Stroke (cerebrovaskular accident)
2.1. Penekanan jaringan otak
sekitar
9
2.1. Deficit neurologis
10
Infark otak, edema dan henrniasi otak
2.1.

Infark serebral Kerusakan terjadi pada


Kehilangan control MK.Risiko peningkatan lobus frontal kapasitas,
Disfungsi bahasa dan
volunter komunikasi
TIK memori, atau fungsi
intelektual kortikal

MK.Ketidak
Hemiplagi Kompresi batang Disatria, disfasia,
efektifan
otak Kerusakan fungsi afasia apraksia
perfusi dan
Intake nutrisi tidak dan efek psikologis
adekuat jaringan hemiparesis
seserebral

MK.Hambatan
MK. Koping individu
mobilitas fisik MK.Hambatan
MK.Ketidaks eimbangan Lapangtidak efektif
perhatian
nutrisi Depresi saraf terbatas, kesulitan dalam komunikasi verbal
kardiovaskuler dan MK. Perubahan
pemahaman proses
lupa, kurang
koma fikir
pernapasan mtivasi,
Gangguan menelan

Kurang pengetahuan
Referensi dan masalah keperawatan nanda (Arif Mutakin,2013)

Kelemahan fisik Kegagalan


kardiovaskuler dan
umum
pernafasan
D. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
MK.Defisit Perawatan
Diri ( ADL) kematian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses

keperawatan. Hasil dari pengkajian adalah terkumpulnya data,

sehingga proses ini sangat penting dalam terkumpulnya data, sehingga

proses ini sangat penting dalam akurasi data yang dikumpulkan. Data

yang terkumpulkan meliputi : Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang (test diagnostik, laboratorium)

2. Riwayat kesehatan

Beberapa hal yang harus dikaji dalam riwayat kesehatan pada

gangguan sistem persarafan diantaranya adalah data umum pasien,

keluhan utama pasien, riwayat penyakit yang lalu dan riwayat

kesehatan keluarga.

3. Data umum pasien

Data umum pasien yang perlu dikaji diantaranya :

a. Data demografi meliputi : Nama, umur, jenis kelamin,

agama, alamat rumah.

b. Pekerjaan : jelaskan aktivitas sehari-hari pasien, jenis

pekerjaan.

c. Lingkungan : apakah terekpos pencemaran lingkungan

seperti bahan kimia, listrik, polusi udara, dll.

d. Tingkat intelektual : riwayat pendidikan, pola komunikasi

e. Status emosi : ekspresi wajah, perasaan tentang dirinya,

keluarga pemberi pelayanan kesehatan, penrimaan stres dan

koping mekanisme.

4. Riwayat pengobatan : obat-obatan yang pernah diberikan (nama,

penggunaan, dosis, berapa lama), keadaan setelah pengobatan,

alergi obat dan makanan. Kebiasaan minum alkohol, obat-obatan,

rokok. Pelayanan kesehatan : puskesmas, klinik, dokter praktek.

Keluhan utama

a. Trauma : urutan kejadian, waktu kejadian, siapa yang

menangani, pengobatan yang diberikan, keadaan trauma.


b. Infeksi akut : kejadian, tanda dan gejala kejang, tempat

infeksi, sumber infeksi, penanganan yang sudah diberikan

dan responya.

c. Kejang : urutan kejadian, karakter dari gejala kejang,

kemungkinan faktor pencetus, riwayat kejang, penggunaan

obat kejang.

d. Nyeri : lokasi, kualitas, intensitas, lamanya, menetap atau

tidak penanganan sebelumnya.

e. Gaya berjalan : seimbang, kaki diseret, gangguan aktivitas.

f. Vertigo : kejadian, faktor pencetus, mual dan muntah, tinitus,

perubahan kognitif, perubahan penglihatan, nyeri dada.

g. Kelemahan : kejadian, lamanya, reflek menelan, adakah

batuk, bagaimana jika menelan air atau lebih padat.


5. Riwayat kesehatan yang lalu

a. Apakah ada trauma : kepala, tulang belakang, spinal cord,

trauma lahir, trauma saraf.

b. Apakah ada kelainan kongenital, deformitas/kecacatan.

c. Adakah penyakit stroke.

d. Adakah enchephalitis dan meningitis.

e. Adakah gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aneurisma,

disritmia, pembedahan jantung, tromboenboli.

6. Riwayat keluarga

Epilepsi dan kejang, Nyeri kepala, Retardasi mental, Stroke,

Gangguan psikiatri, Penggunaan alkohol, rokok, dan obat-obatan

terlarang, Penyakit keturunan : DM, muskular distropi.

7. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan dari

fungsi neurologi. Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi : tanda

vital, status mental, pemeriksaan kepala, leher dan punggung,

saraf kranial, saraf sensorik, saraf motorik, refleks dan sistem saraf

otonom.
8. Tanda vital

Sebelum melakukan tindakan yang lain, yang harus diperhatikan

adalah tanda vital, karena sangat berhubungan dengan fungsi

kehidupan dan tanda-tanda lain yang berkaitan dengan masalah

yang terjadi. Misalnya, pada pasien dengan spinal cord injury akan

ditemukan masalah klasik hipotensi, bradikardia, dan hiportemia

karena hilangnya fungsi saraf simpatis. Tidak adekuatnya perfusi

organ vital dapat diakibatkan oleh tekanan darah yang tidak

adekuat. Perubahan tanda vital dapat pula terjadi pada peningkatan

tekanan intrakranial. Tubuh akan berusaha untuk mencukupi

kebutuhan oksigen dan glukosa di otak dengan meningkatkan

aliran darah ke otak sebagai akibat meningkatnya tekananan

intrakranial. Demikian juga dengan respirasi rate juga terganggu

jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.


9. Status mental

Tingkat Kesadaran : GCS

Respon Membuka Mata Nilai


Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan membingungkan 4
Penggunaan kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat rangsangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ektensi abnormal 2
Tidak ada respon 1

Kekuatan Otot

Respon Nilai
Tidak ada kontraksi otot. 0
Ada tanda dari kontraksi. 1
Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi. 2
Beregerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak 3
dapat melawan tahanan otot pemeriksa.
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot 4
pemeriksa
Dapat menahan tahan dari otot periksa

Kekuatan dan rangsangan yang normal. 5


Pemeriksaan Saraf Kranial

NO. Syaraf Kranial Cara Pemeriksaan


1. N. Olfactori Pasien memejamkan mata,disuruh
Saraf sensorik membedakan bau yang
Untuk penciuman. dirasaka(kopi, teh, dll)

2. N. Optikus Dengan snelend card, dan


Saraf sensorik. Untuk penglihatan. periksa lapang pandang.

3. N. Okulomotoris Tes putaran bola


Saraf motorik. mata,menggerakan konjungtiva,
Untuk mengangkat kelopak mata refleks pupil dan inspeksi kelopak
keatas, kontraksi pupil,dan sebagian mata.
gerak ekstraokuler.

4. N. Trochlearis. Sama seperti nervus III


Saraf motorik.
Gerakan mata ke bawah dan ke dalam.

5. N. Trigeminus. Menggerakan rahang kesemua sisi,


Saraf motorik.
Gerakan mengunyah, sensasi wajah, pasien memejamkan mata, sentuh
lidah dan gigi, refleks kornea dan dengan kapas pada dahi atau pipi,
refleks kedip. menyentuh permukaan kornea
dengan kapas.

6. N. Abdusen Sama seperti nervus III


Saraf motorik.
Deviasi mata kelateral.

7. N. Fasialis. Senyum, bersiul, mengangkat


Saraf motorik. alis,mata, menutup kelopak mata
Untuk ekspresi, wajah. dengan tahanan, menjulurkan lidah
untuk membedakan gula dan
garam.

8. N. Verstibulocochlearis. Test webber dan rinne.


Saraf sensorik.
Untuk pendengaran dan keseimbangan.

9. N. Glosofaringeus. Membedakan rasa manis dan asam.


Saraf sensorik dan motorik, Untuk
sensasi rasa.
10. N. Vagus. Menyentuh faring posterior, pasien
Saraf sensorik dan motoric. Refleks menelan saliva, disuruh
muntah dan menelan. mengucap
ah…

11. N. Asesoris. Suruh pasien untuk menggerakan


Saraf motori bahu dan lakukan tahanan
Untuk menggerakan bahu. sambil
pasien melawan tahanan tersebut.

12. N. Hipoglosus. Pasien disuruh menjulurkan lidah


Saraf motoric. dan menggerakan dari sisi ke sisi.
Untuk gerakan lidah.

10. Pemeriksaan Fungsi Refleks

a. Refleks Bisep

1) Pasien duduk dilantai

2) Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan

sedikit pronasi, lengan diletakkan diatas lengan

pemeriksa

3) Stimulus: ketokan pada jari pemeriksa pada tendon

m. biceps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada

sendi siku.

4) Respon: fleksi lengan pada sendi siku.

b. Refleks Trisep

1) Pasien duduk dengan rileks

2) Lengan pasien diletakan diatas lengan pemeriksa

3) Pukul tendon trisep melalui fosa olekrani

4) Stimulus: ketukan pada tendon otot triceps brachii,

posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.


5) Respon: ekstensi lengan bawah disendi siku.

c. Refleks Patella

1) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai

2) Raba daerah kanan-kiri tendon untuk menentukan

daerah yang tepat.

3) Tangan pemeriksa memegang paha pasien

4) Ketuk tendon patella dengan palu refleks

menggunakan tangan yang lain.

5) Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot

kuadrisep, ekstensi tungkai bawah

6) Stimulus: ketukan pada tendon patella

7) Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi

m.quadrisep femoris.

d. Refleks Babinski

Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah

jari melalui sisi lateral. Orang normal akan memberikan

respon fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada lesi UMN

maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi,

sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau membuka.

Normal pada bayi masih ada.

e. Refleks Achilles

Ketukan pada tendon Achilles. Respon: plantar fleksi

longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.


f. Refleks Kornea

Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif

bila mengedip N IV & X).

g. Refleks Faring

Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi

muntahanm (N IX & X).

2. Kemungkinan Diagnosa yang muncul

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan

infark jaringan otak.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna

makanan, penurunan fungsi nerfus hipoglosus dan vagus.

3. Hambatan mobilitas tempat di tidur berhubungan dengan

neuromuskuler.

4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting

berhubungan kelemahan neuromuskuler.

5. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan

penurunan fungsi

6. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf

cranial.

7. Kurangnyapengetahuan
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana Asuhan Keperawatan Teoritis

No SDKI SLKI SIKI

1 Ketidak Setelah O:

efektifan dilakukan - identifikasi peningkantan

perfusi pengkajian tekanan intracranial.

jaringan selama 1x24 - monitor peningkatan TD.

serebral jam di dapatkan - monitor penurunan frekuensi

berhubungan kriteria hasil : jantung

dengan infark -tingkat - monitor ireguleritas irama nafas

jaringan otak kesadaran - monitor penurunan tingkat

meningkat. kesadaran.

-gelisah - monitor perlambatan atau

menurun. ketidak simetrisan respon pupil.

-tekanan darah - monitor kadar CO2 dan

membaik pertahankan dalam rentang yang

diindikasikan

- monitor tekanan perfusi serebral

- monitor jumlah kecepatan,dan

karakteristik,drainase cairan

serebrospinal

- -monitor efek stimulus


T:

- ambil sampel drainase cairan

serebrospinal.

- kalibrasi transduser.

- pertahankan sterilitas system

pemantauan .

- pertahankan posisi kepala dan

leher netral.

- dokumentasikan hasil

pemantauan,jika perlu.

- atur interval pemantauan sesuai

kondisi pasien.

- doumentasi hasil pemantauan.

E:

- -jelaskan tujuan dan prosedur

pemantauan.

No SDKI SLKI SIKI

2 Gangguan Setelah O:

mobilitas fisik dilakukan - Identifikasi adanya nyeri atau

berhubungan pengkajian keluhan fisik lainnya

dengan selama 1x24 - Identifikasi toleransi fisik

neuromukuler jam didapatkan melakukan pergerakan


hasil: - Monitor frekuensi jantung dan

-pergerakan tekanan darah sebelum

esktremitas memulai mobilisasi

meningkat - Monitor kondisi umum selama

-kekuatan otot melakukan mobilisasi

meningkat T:

-nyeri menurun - Fasilitasi aktivitas mobilitas

-kecemasan dengan alat bantu

menurun - Fasilitasi melakukan

pergerakan

- Libatkan kelurga untuk

membantu pasien dalam

meningkatkan pergerakan

E:

- Jelaskan tujuan dan prosedur

mobilisasi

- Anjurkan melakukan

mobilisasi dini

- Anjurkan mobilisasi sederhana

yang harus dilakukan (mis.

duduk ditempat tidur).

K:

Konsultasi kesehatan
No SDKI SLKI SIKI

3 Gangguan Setelah O:

menelan dilakukan - Periksa posisi NGT dengan

berhubungan pengkajian 1x24 memeriksa residu lambung

dengan jam di dapatkan atau mengakultasi hembusan

gangguan saraf hasil: udara

cranial -reflek menelan - Monitor tetesan makanan pada

meningkat pompa setiap jam

-kemampuan - Monitor rasa penuh,mual,dan

mengunyah muntah.

meningkat - Monitor residu lambung tiap

-batuk menurun 4-6 jam selama 24 jam

-gelisah pertama, kemudian tiap 8 jam

menurun selama pemberian makan via

-muntah enteral,jika perlu

menurun - Monitor pola buang air besar

-penerimaan setiap 4-8 jam,jia perlu

makanan T:

membaik - Gunakan teknik bersih dalam

pemberian makanan via

selang

- Berikan tanda pada selang


untuk mempertahankan lokasi

yang tepat

- Tinggikan kepala tempat tidur

30-45 derajat selama

pemberian makan

- Irigasi selang dengan 30 ml

air setiap 4-6 jam selama

pemberian makan dan setelah

pemberian makan intermitan

- Hindari pemberian makan

lewat selang 1 jam sebelum

prosedur atau pemindahan

pasien

- Hindari pemberian makan jika

residu lebih dari 150 cc atau

lebih dari 100-200 persen dari

jumlah makanan taip jam

E:

- Jelaskan tujuan dan langkah-

langkah prosedur

K:

- Kolaborasi pemberian sinar X

untuk konfirmasi posisi

selang,jika perlu
- Kolaborasi pemilihan jenis dan

jumlah makanan enteral

No SDKI SLKI SIKI

4 Konstipasi Sestelah O:

berhungan dilakukan - Pemeriksa tanda dan gejela

dengan pengajian 1x24 konstipasi

kurangnya jam di - pemeriksaan pergerakan usus,

aktifitas fisik dapatkan hasil: karateristik fases

-tingkat - identifiasi faktor resiko konstipasi

kesadaran (mis:obat-obatan, tirah baring,

meningkat dan diet rendah serat)

-memori - monitor tanda dan gejala rupture

jangka panjang usus dan peritonitis.

meningat T:

-memori - anjuran diet tinggi serat

jangka pendek - lakukan masase abdomen,jika

meningkat perlu

-perilaku - lakukan evakuasi fases secara

halusinasi manual

menurun - berikan enema atau irigasi,jika

-gelisah perlu
menurun E:

-fungsi otak - jelaskan etiologi masalah dan

membaik alasan tindakan

- anjurkan peningkatan asupan

cairan

- latih buang air besar secara teratur

- anjurkan cara mengatasi

konstipasi.

K:

- kolaborasi dengan tim medis

tentang penurunan/peningkatan

freuensi usus

- -kolaborasi penggunaan obat

pencahar,jika perlu

No SDKI SLKI SIKI

5 Defisit Setelah dilakukan O:

perawatan diri pengkajian selama - identifikasi usia dan

berhubungan 1x24 jam di budaya dalam membantu

dengan dapatkan hasil : kebersihan diri

kelemahan -kemampuan - identifikasi jenis bantuan

neuromuskuler. makan meningkat yang di butuhkan


-mempertahankan - monitor kebersihan tubuh

kebersihan mulut - monitor integritas kulit

-minat melakukan T:

perawatan diri - sediakan peralatan mandi

meningkat - sediakan lingkungan yang

aman dan nyaman

- fasilitas menggosok

gigi,sesuai kebutuhan

- fasilitas mandi,sesuai

kebutuhan

- pertahankan kebiasaan

kebersihan diri

- berikan bantuan sesu ai

tingkat kemandirian

E:

- Jelaskan manfaat mandi

dan dampak tidak mandi

terhadap kesehatan

- ajarkan kepada keluarga

cara memandikan pasien


No SDKI SLKI SIKI

6 Hambatan Setelah dilakukan O:

komunikasi pengkajian selama - monitor

verbal 1x24 jam di kecepatan,tekanan,

berhubungan dapatkan hasil kuantitasvolume,dan diksi

dengan sebagai berikut: bicara

gangguan saraf -kemampuan - monitor proses

cranial berbicara koknitif,anatomis dan

meningkat fisiologis yang berkaitan

-kemampuan dengan

mendengar bicara(mis,memori,penden

meningkat garan dan bahasa)

-kesesuaian - monitor frustasi,marah

ekspresi depresi atau hal lain yang

wajah/tubuh mengganggu bicara

meningkat - identifikasi perilaku

-kontak mata emosional dan fisik

meningkat sebagai bentuk

-pemahaman komunikasi

komunikasi T:

membaik - gunakan metode

komunikasi alternative

- sesuaikan gaya

komunikasi dengan
kebutuhan(mis,berdiri di

depan pasien,dengarkan

secara seksama )

- modifikasi lingkungan

untuk meminimalkan

bantuan

- ulangi apa yang di

sampaikan pasien

- berikan dukungan

psikologis

- gunakan juru bicara,jika

perlu

E:

- anjurkan berbicara

perlahan

- ajarkan pasien dan

keluarga proses

kognitif,anatomis,dan

fisiologisyang

berhubungan dengan

kemampuan berbicara

k:

- rujuk ke ahli patologi

bicara atau terapis


No SDKI SLKI SIKI

7 Kurangnya Setelah dilakukan O:

pengetahuan pengkajian selama - identifikasi kesiapan dan

1x24 jam di kemampuan menerima

dapatkan hasil informasi

sebagai berikut: - identifikasi faktor-faktor

-perilaku sesuia yang dapat meningkatkan

anjuran meningkat dan menurunkan motivasi

-verbalisasi minat dan menurunkan motivasi

dalam belajar perilaku hidup bersih dan

meningkat sehat

-kemampuan T:

menjelaskan - sediakan materi dan

pengetahuan media pendidikan

tentang suatu topic esehatan

meningkat - jadwalkan pendidikan

-perilaku sesuai esehatan sesuai

dengan kesepakatan

pengetahuan - berikan kesempatan

meningkat untuk bertanya

-pertanyaan E:

tentang masalah - jelaskan faktor risiko yang

yang di hadapi dapat mempengaruhi

menurun kesehatan
-persepsi yang - ajarkan perilaku hidup

keliru terhadap bersih dan sehat

masalah menurun - ajarkan strategi yang

-menjalani dapat digunakan untuk

pemeriksaan yang meningkatkan perilaku

tidak tepat hidup bersih dan sehat

menurun.
DAFTAR PUSTAKA

 Canadia Best Practice Recommendation For Stroke Care. (2013). Diunduh pada

tanggal 11 Desember 2021 dari http://www.strokebestpratice.ca/

 Depkes RI. (2013). Pola pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha. Jakarta :

Directorat Bina Kesehatan Keluarga

 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES). (2014). Profil kesehatan

indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

 Lemone, P., & Burke, K. (2004). Medical surgical nursing: assement & management

of clinical problem. 7th Edition. St. Louis: Missouri. Mosby-Year Book, Inc

 Mutaqqin, A. (2013). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

persarafan
STANDAR OPERATING PROSEDURE DI ICU

ETT SUCTION

1. Pengertian
Suction ETT yaitu membersihkan sekret dari saluran endotracheal disamping membersihkan
sekret, suction juga merangsang reflek batuk. Suction endotrakeal merupakan prosedur penting
dan sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis. Tindakan suction
endotrakeal disarankan untuk menggunakan kateter dengan ukuran yang kecil bila
memungkinkan, karena tekanan hisap akan memiliki pengaruh sedikit pada volume paru.
Ukuran yang ideal adalah kurang dari setengah diameter tabung endotrakeal. Untuk diameter
tertentu selang endotrakeal (ETT), tingkat tekanan negatif ditentukan oleh kombinasi dari
ukuran kateter dan tekanan hisap (Ruben, 2010).

2. Tujuan ETT Suction


Untuk mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas
yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri.

3. Indikasi ETT Suction


Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele (2002) antara lain :
• Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan
lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker
nasal.
• Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di
arteri.
• Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial
toilet.
• Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

4. Komplikasi
a. Hipoksemia
b. Trauma Jaringan : Suncioning dapat menyebabkan trauma jaringan, iritasi dan pendarahan
c. Atelektasis : dapat terjadi bila pemakaian kateter sunction yang terlalu besar dan vacuum
suction yang terlalu kuat sehingga terjadi collaps paru (atelektasis)
d. Hipotensi : biasanya terjadi karena vagal stimulasi, batuk dan hipoxemia
e. Airways Contriction : terjadi karena adanya rangsangan mekanik langsung dari suction
terhadap mukosa saluran nafas

5. Prinsip – prinsip ETT


Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000)
biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :
1. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap
2. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis
dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih
lebar selama intubasi
3. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi
4. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth)
5. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi
temporomandibuler, spondilitis servical spine
6. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di
sendi atlantooccipital
7. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher

6. Prosedur
Pelaksanaan tindakan suction endotrakeal semestinya mengikuti standar dan prosedur yang
telah ditetapkan. Adapun Standar Prosedur Operasional yang telah ditetapkan meliputi :
a. Standar alat:
1) Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai
2) Sarung tangan
3) Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa
4) Pinset steril atau sarung tangan steril
5) Cuff inflator atau spuit 10 cc
6) Klem arteri
7) Alas dada atau handuk
8) Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam alat
9) Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter
10) Cairan deinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang telah digunakan
11) Ambubag/ air viva dan selang O2
12) NaCl 0,9 %

b. Standar pasien
1) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.

c. Prosedur
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan
3) Sebelum dilakukan penghisapan sekresi : Memutar tombol oksigen menjadi100%
4) Menggunakan air viva dengan memompa 4-5 kali dengan oksigen 10 liter/menit
5) Menghidupkan mesin penghisap sekresi
6) Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan-lahan dimasukkan ke
dalam selang pernapasan melalui selang endotrakeal (ETT)
7) Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT
8) Menarik kateter penghisap kira-kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk mencegah
trauma pada carina
9) Menutup lubang dengan melipat pangkal kateter penghisap kemudian kateter penghisap
ditarik dengan gerakan memutar
10) Mengobservasi hemodinamik pasien
11) Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara bagging
12) Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernapas 3-7 kali
13) Melakukan bagging
14) Mengempiskan cuff, sehinggaa sekresi yang lengket disekitar cuff dapat terhisap
15) Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff inflator setelah ventilator dipasang
kembali
16) Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan desinfektan
dalam tempat yang telah disediakan
17) Mengobservasi dan mencatat :
a) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan
b) Hipoksia
c) Tanda perdarahan, warna bau, konsentrasi
d) Disritmia
7. Hal-hal penting yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan
tindakan
a. Sebelum suction, pasien harus diberi oksigen yang adekuat (pre oxygenasi) sebab oksigen
akan menurun selama proses pengisapan
b. Proses suction tidak boleh melebihi 10-15 detik di lumen artificial airway, total proses
suction jangan melebihi 20 detik.
c. Bila hendak mengulangi suction harus diberikan pre-oksigenasi kembali 6-10 kali ventilasi
dan begitu seterusnya sampai jalan nafas bersih
d. Jangan lupa monitor vital sign, ECG monitor ,sebelum melanjutkan suction, bila terjadi
dysritmia atau hemodinamik tidak stabil, hentikan suction sementara waktu
e. Suction harus hati-hati pada kasus-kasus tertentu misalnya penderita dengan orde paru yang
berat dengan memakai respirator dan PEEP, tidak dianjurkan melakukan
f. suction untuk sementara waktu sampai oedem parunya teratasi
g. Bila sputum kental dan sulit untuk dikeluarkan dapat dispooling dengan cairan NaCl 0,9%
sebanyak 5-10 ml dimasukkan ke dalam lumen artificial airway sebelum disuction, untuk
bayi cukup beberapa tetes saja
h. Dianjurkan setiap memakai artificial airway harus menggunakan humidifier dengan
kelembaban I 100% pada temperatur tubuh untllk mengencerkan dan memudahkan
pengeluaran sputum.

8. Hal-hal penting yang harus dicatat dan dilaporkan setelah tindakan


Catat tindakan dalam dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik Sputum (jumlah,
warna, konsistensi, bau, adanya darah ) dan respon
Jurnal dari LP Stroke :
PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR ENDOTRAKEAL
TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI OKSIGEN PADA
PASIEN YANG DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU MANADO
Berty Irwin Kitong
Mulyadi
Reginus Malara

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran


Universitas Sam Ratulangi Manado
Email : juven_chester@yahoo.co.id

ABSTRACT : Success of the treatment in patients with respiratory failure isn’t only depends
of early detection, but also understanding the cause of the mechanism. One of the conditions
that can lead to respiratory failure is obstruction of the airway, including obstruction of the
endotracheal tube (ETT). An easy way to know of hypoxemia by monitoring of the oxygen
saturation levels (SpO2). This study aims to determine the effect of Endotracheal Tube (ETT )
slime suction action against Oxygen Saturation Levels In Patients treated at ICU department
of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This research uses a method of pre experiments
using research design One - Group Pretest - Posttest Design. The samples done by purposive
sampling, with a total sample of 16 people. Data analysis was performed using t - test with
95% confidence interval and the value of α = 0.05. The results obtained from this study
showed a difference in oxygen saturation levels before and after the slime suction action
where there is a difference in value of the oxygen saturation level of 5.174 % and p-value =
0.000 (α < 0.05). The conclusion, there is the influence of the ETT slime suction action of the
oxygen saturation levels. Suggestions, for health personnel in order to ETT slime suction
action done with the standard, For Health Institutions need for supervision of nursing
personnel in doing the implementation with the standards and need an inhouse and exhouse
training for the nurses to hone skills and update the new health sciences.
Keywords : ETT Suction, oxygen saturation.
PENDAHULUAN infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk
tidak efektif karena penyakit persyarafan
Intensive Care Unit (ICU) merupakan seperti cerebrovaskular accident (CVA),
ruang rawat rumah sakit dengan staf dan efek pengobatan sedatif, dan lain – lain
perlengkapan khusus ditujukan untuk (Hidayat, 2005).
mengelola pasien dengan penyakit, trauma
atau komplikasi yang mengancam jiwa. Penangganan untuk obstruksi jalan
Peralatan standar di Intensive Care Unit napas akibat akumulasi sekresi pada
(ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk Endotrakeal Tube adalah dengan
membantu usaha bernafas melalui melakukan tindakan penghisapan lendir
Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. (suction) dengan memasukkan selang
Salah satu indikasi klinik pemasangan alat kateter suction melalui
ventilasi mekanik adalah gagal nafas hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT)
(Musliha,2010). yang bertujuan untuk membebaskan jalan
nafas, mengurangi retensi sputum dan
Gagal napas terjadi bilamana mencegah infeksi paru. Secara umum
pertukaran oksigen terhadap karbon pasien yang terpasang ETT memiliki respon
dioksida dalam paru – paru tidak dapat tubuh yang kurang baik untuk
memelihara laju konsumsi oksigen (O2) dan mengeluarkan benda asing, sehingga sangat
pembentukan karbon dioksida (CO2) dalam diperlukan tindakan penghisapan lendir
sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan (suction) (Nurachmah & Sudarsono, 2000).
tekanan oksigen arteri kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan Menurut Wiyoto (2010), apabila
tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 tindakan suction tidak dilakukan pada
mmHg (Hiperkapnia).Walaupun kemajuan pasien dengan gangguan bersihan jalan
teknik diagnosis dan terapi intervensi telah nafas maka pasien tersebut akan mengalami
berkembang dengan pesat, namun gagal kekurangan suplai O2(hipoksemia), dan
napas masih menjadi penyebab angka apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam
kesakitan dan kematian yang tinggi di waktu 4 menit maka dapat menyebabkan
ruang perawatan intensif (Brunner& kerusakan otak yang permanen. Cara yang
Suddarth, 2002). mudah untuk mengetahui hipoksemia
adalah dengan pemantauan kadar saturasi
Keberhasilan pengobatan pada oksigen (SpO2) yang dapat mengukur
penderita dengan gagal nafas tidak hanya seberapa banyak prosentase O2 yang
tergantung pada deteksi keadaan ini sejak mampu dibawa oleh hemoglobin.
dini, tetapi juga dari pemahaman akan Pemantauan kadar saturasi oksigenadalah
mekanisme penyebabnya. Langkah pertama dengan menggunakan alat oksimetri nadi
yang penting untuk mengenali bakal (pulse oxymetri). Dengan pemantauan kadar
terjadinya gagal nafas adalah kewaspadaan saturasi oksigen yang benar dan tepatsaat
terhadap keadaan dan situasi yang dapat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir,
menimbulkan gagal nafas (Price& Wilson, maka kasus hipoksemia yang dapat
2005). menyebabkan gagal nafas hingga
mengancam nyawa bahkan berujung pada
Salah satu kondisi yang dapat kematian bisa dicegah lebih dini.
menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi
jalan nafas, termasuk obstruksi pada Berdasarkan data peringkat 10 penyakit
Endotrakeal Tube (ETT).Obstruksi jalan tidak menular (PTM) yang terfatal
nafas merupakan kondisi yang tidak normal menyebabkan kematian berdasarkan Case
akibat ketidakmampuan batuk secara Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal
kental atau berlebihan akibat penyakit napas menempati peringkat kedua yaitu
sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan tidaknya pengaruh antara nilai (O2 – O1 )
RI, 2012). dengan menggunakan uji statistik t-test.

Data yang diperoleh dari buku Penelitian telah dilaksanakan pada


registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. bulan Desember 2013 – Januari 2014 di
Kandou Manado mulai dari bulan Januari- ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Oktober 2013 total pasien yang dirawat di Manado. Populasi pada penelitian ini yaitu
ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang seluruh penderita di ruang ICU yang sedang
mengalami kejadian gagal napas sebanyak terpasang ETT dengan Sampel penelitian
132 pasien (32,1 %). Rata – rata pasien adalah penderita yang sedang terpasang
yang dirawat di ICU adalah 41-42 ETT dan terdapat lendir.
pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami
kejadian gagal napas adalah 13-14 Kriteria Inklusi dalam penelitian ini
pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan adalah pasien yang sedang dirawat di ICU
meninggal akibat gagal napas. RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
terpasang ETT, berlendir/sekret dan akan
Mengingat pentingnya pelaksanaan dilakukan tindakan suction. Sedangkan
tindakan penghisapan lendir (suction) agar kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
kasus gagal nafas yang dapat menyebabkan pasien yang sedang dilakukan tindakan
kematian dapat dicegah maka sangat Resusitasi Jantung Paru (RJP).
diperlukan pemantauan kadar saturasi
oksigen yang tepat. Hal inilah yang Instrumen yang digunakan dalam
mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini yaitu lembar observasi yang
penelitian tentang pengaruh tindakan terdiri dari identitas umum responden yang
penghisapan lendir Endotrakeal Tube terdapat pada bagian atas lembar observasi.
(ETT) terhadap kadar saturasi oksigen pada Sedangkan pada bagian bawah terdapat
pasien yang dirawat di ruang ICU RSUP hasil penilaian pretest dan posttest terhadap
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. tindakan pengisapan lendir (suction) yang
dilakukan.
METODE PENELITIAN
Prosedur dalam penelitian ini, data-data
Metode yang digunakan pada awal tentang kadar saturasi oksigen
penelitian ini yaitu metode Pre-eksperimen dikumpulkan melalui pre test. Meliputi
dengan menggunakan desain penelitian nilai dari hasil pengukuran dengan
One-Group Pretest-Posttest Design, yang menggunakan alat oksimetri. Selanjutnya
mengungkapkan sebab akibat dengan cara responden akan diberikan tindakan
melibatkan satu kelompok subyek. Suatu pengisapan lendir (suction). Setelah
kelompok diberi perlakuan, tetapi melakukan tindakan melalui perlakuan, data
sebelumnya diberikan pre-test, setelah itu akhir penelitian ini diambil melalui post test
dilakukan post-test (Wasis, 2006). meliputi data-data mengenai kadar saturasi
oksigen dengan pemantauan menggunakan
Desain penelitian merupakan alat oksimetri.
rancangan bagaimana penelitian
dilaksanakan. Desain ini digunakan sesuai Teknik pengolahan data pada penelitian
dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu ini terdiri dari editing, coding, cleaning,
ingin mengetahui peningkatan saturasi tabulating dan describing. Sedangkan
oksigen setelah diberikan tindakan analisa data dilakukan dengan pengujian
pengisapan lendir (suction) endotrakeal univariat dan bivariat.
tube. Dalam penelitian ini akan dilakukan Setelah mendapat persetujuan kegiatan
uji statistik untuk mengetahui ada atau pengumpulan data bisa dilaksanakan
dengan menekankan pada masalah etika
penelitian, antara lain Informed Consent, Tabel 5.5 Nilai Kadar Saturasi Oksigen Pre
Anonimity, Confidentiality, Benefinence. dan Post Suction

HASIL dan PEMBAHASAN Saturasi (%)


Responden
pre suction post suction
Tabel 5.1. Karakteristik Responden 1. 98 94
Berdasarkan Jenis Kelamin 2. 97 93
Jenis Kelamin N % 3. 98 92
Laki-Laki 12 75 4. 98 93
Perempuan 4 25 5. 99 94
Jumlah 16 100 6. 97 92
Sumber : Data Primer 2013 7. 96 93
8. 98 96
Tabel 5.2. Karakteristik Responden 9. 100 95
Berdasarkan Umur 10. 96 90
Umur N % 11. 100 96
15-24 Tahun 4 25 12. 99 94
25-34 Tahun 1 6
13. 97 90
35-44 Tahun 4 25
44-54 Tahun 7 44 14. 98 94
Jumlah 16 100 15. 99 96
Sumber : Data Primer 2013 16. 100 96
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 5.3. Karakteristik Responden
Berdasarkan Pendidikan Terakhir Tabel 5.6. Hasil Uji Statistik Pengaruh
Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal
Tingkat Tube (ETT) Terhadap Kadar Saturasi
N %
Pendidikan Oksigen Pada Pasien Yang Dirawat Di
Tidak Tamat SD - - Ruang ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
SD - - Manado.
SMP 3 19
Std
SMA 11 69 Variabel Mean Std. P
Deviation Error N
DIII - - t Value
S1/S2/S3 2 12
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer 2013 Pre
98.13 1.310 .328 16
Suction
14.230 .000
Tabel 5.4. Karakteristik Responden Post
93.63 1.962 .491 16
Suction

Berdasarkan Jenis Pekerjaan Sumber : Data Primer 2013


Tingkat
N %
Pendidikan
PNS 2 12.5
Swasta 3 18.7
Wiraswasta 2 12.5
POLRI 1 6.3
Petani 2 12.5
Buruh 2 12.5
IRT 2 12.5
Pelajar 2 12.5
Jumlah 16 100
Sumber : Data Primer 2013 empisema”.

Penelitian dilakukan di ICU RSUP Price & Wilson (2005) mengatakan bahwa
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan hanya gagal napas merupakan tahap akhir dari
melibatkan satu kelompok eksperimen penyakit kronik pada sistem pernapasan.
yaitu pasien – pasien yang dirawat di Pada responden no.13 ini yang terjadi adalah
ruangan ICU RSUP Prof. Dr. R. D. gagal napas kronik, sebab terjadi akibat dari
Kandou Manado dan diberikan intervensi penyakit paru kronik yaitu empisema
berupa tindakan pengisapan lendir (Muttaqin, 2008). Pasien yang mengalami
(suction) ETT sebanyak satu kali tindakan. masalah pada sistem pernapasan terutama
Responden dalam penelitian ini adalah iritasi kronis pada saluran pernapasan dapat
sebanyak 16 orang dengan menggunakan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
metode purposive sampling berdasarkan sel-sel globet penghasil mucus/ lendir
kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil sehingga dapat meningkatkan jumlah mucus
penelitian jumlah pada pasien yang mengalami masalah sistem
responden terbanyak berjenis kelamin laki- pernapasan oleh karena itu sangat diperlukan
laki yaitu 12 orang atau 75 % dan responden tindakan penghisapan lendir.
perempuan 4 orang atau 25 %. Penelitian ini
menunjukkan jumlah responden terbanyak Dalam Saskatoon Health Regional
berumur antara 45-54 tahun yaitu 7 orang Authority (2010) mengatakan bahwa
atau 44%, 15–24 tahun komplikasi yang mungkin muncul dari
4 orang atau 25%, 35-44 tahun 4 orang atau tindakan penghisapan lendir salah satunya
25%, dan responden paling sedikit yaitu adalah hipoksemia/hipoksia. Serta
dengan umur antara 25-34 tahun yaitu 1 diperkuat oleh Maggiore et al,. (2013)
orang atau 6%. Menurut Kozier dan Erb tentang efek samping dari penghisapan
tahun 2009, nilai saturasi oksigen yang lendir ETT salah satunya adalah dapat
normal untuk orang dewasa baik laki-laki terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
maupun perempuan adalah 95-100%. lebih dari 5%. Sehingga pasien yang
menderita penyakit pada sistem
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati pernapasan akan sangat rentan mengalami
bahwa kadar saturasi oksigen setelah penurunan nilai kadar saturasi oksigen
dilakukan tindakan suction mengalami yang signifikan pada saat dilakukan
penurunan nilai kadar saturasi oksigen. Hal tindakan penghisapan lendir.
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Maggiore, et all (2013) dimana 46,8% Hasil yang diperoleh dari penelitian
responden yang ditelitinya mengalami ini menunjukkan adanya perbedaan kadar
penurunan saturasi oksigen. Maggiore juga saturasi oksigen sebelum dan sesudah
menyatakan bahwa tindakan suction ETT diberikan tindakan penghisapan lendir.
dapat memberikan efek samping antara lain Hasil menunjukkan terjadi penurunan
terjadi penurunan kadar saturasi oksigen kadar saturasi oksigen dari responden
>5%. yaitu adanya selisih nilai kadar saturasi
oksigen sebesar 5,174 %. Selain itu dari
Sebagian besar responden yang hasil uji statistik t-Test pada responden
mengalami penurunan kadar saturasi oksigen yaitu terdapat pengaruh yang signifikan
secara signifikan pada saat dilakukan dimana nilai p-value =0,000 (α< 0.05).
tindakan penghisapan lendir ETT yaitu
terdiagnosis dengan penyakit pada sistem
pernapasan, terlebih pada responden nomor
urut 13 yang mengalami penurunan sebesar
7% nilai kadar saturasi oksigen terdiagnosis
secara medis dengan “gagal napas ec.
Hasil penelitian ini sesuai juga Maggiore, et al
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(2013), tentang Decreasing the Suctioning During Mechanical
Adverse Effects of Endotracheal
Ventilation by Changing Practice, tersebut dapat memberikan dampak yang
dimana 46,8% responden mengalami buruk bagi pasien yang sementara dirawat.
penurunan saturasi oksigen dan 6,5% Salah satunya bisa terjadi penurunan kadar
disebabkan karena tindakan suction. oksigen dan jika petugas kesehatan/ perawat
Berdasarkan penelitian tersebut dapat tidak peka terhadap masalah yang muncul
disimpulkan bahwa tindakan suction dapat bisa mengakibatkan pasien mengalami gagal
menyebabkan terjadi penurunan kadar napas bahkan sampai kepada kematian.
saturasi oksigen.
Hal ini dapat terlihat dari penelitian
Adapun hambatan yang terjadi dalam yang dilakukan dimana semua tindakan
penelitian ini adalah tidak adanya penghisapan lendir telah dilakukan sesuai
keseragaman dalam menggunakan ukuran dengan SPO yang berlaku namun tetap
kanul suction. Sebab ukuran dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen yang
mempengaruhi dan memberikan signifikan, apalagi ketika petugas kesehatan/
perbedaan pada nilai saturasi oksigen pada perawat tidak melakukan tindakan sesuai
pasien dengan SPO, tentunya bisa sangat
yang dilakukan tindakan suctioning. Menurut membahayakan nyawa pasien.
Muhamat Nofiyanto dalam penelitiannya SIMPULAN
tentang “Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Kesimpulan dari penelitian ini adalah
Berdasarkan Ukuran Kateter Suction Pada terdapat pengaruh tindakan penghisapan
Tindakan Open Suction Di Ruang General lendir endotrakeal tube (ETT) terhadap
Intensive Care Unit RSUP Dr. Hasan Sadikin kadar saturasi oksigen pada pasien yang
Bandung” menyimpulkan bahwa ukuran dirawat di ruang ICU RSUP Prof. Dr. R.
kanul suction yang lebih besar (14 Fr) dapat D. Kandou Manado serta terdapat
menurunkan Kadar Saturasi Oksigen lebih perbedaan kadar saturasi oksigen sebelum
banyak dibandingkan dengan ukuran yang dan sesudah diberikan tindakan
lebih kecil (12 Fr). penghisapan lendir.

Hambatan lain juga yang penulis temui DAFTAR PUSTAKA


dan tidak dibahas secara mendalam dalam
penelitian ini yaitu mengenai tingkat Asmadi. 2008. Teknik Prosedural
pendidikan dan masa kerja perawat yang Keperawatan – Konsep dan Aplikasi
melakukan tindakan suctioning tidak Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
memiliki keseragaman. Sebab hal tersebut Penerbit Salemba Medika
bisa memberikan pengaruh secara tidak
langsung terhadap ketrampilan perawat Bayuningsih, R. 2011. Efektivitas
dalam melakukan suatu tindakan. Penggunaan Nesting Dan Prone
Terhadap Saturasi Oksigen Dan
Mengingat tindakan suction ini dapat Frekuensi Nadi Pada Bayi
menyebabkan bahaya, maka sangat Premature Di RSUD Kota Bekasi.
diperlukan kewaspadaan yang dini, Depok : FKUI
kepatuhan untuk melakukan tindakan sesuai
dengan SPO yang benar dan ketrampilan BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou. 2011.
yang baik bagi petugas kesehatan yang akan Standar Prosedur Operasional
melakukan tindakan tersebut, terlebih khusus (SPO) BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
bagi tenaga perawat. Sebab tanpa hal-hal Kandou. Manado
Boswick, J.A. 1988. Perawatan Gawat
Darurat. Jakarta : EGC

Brooker, C. 2001. Kamus Saku


Keperawatan. Edisi 31. Jakarta :
EGC 2008. Ensiklopedia
Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar


Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Jakarta : EGC

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi


(Respiratory Medicine). Jakarta :
EGC

Dobson, M.B. 1994. Penuntun Praktis


Anestesi. Jakarta : EGC

Hidayat, A.A.A. 2005. Pengantar


Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2.
Jakarta : Penerbit Salemba Medika
STANDAR OPERATING PROSEDURE DI UGD

Nama Prosedur/Tindakan: EKG

SOP TINDAKAN ELEKTROKARDIOGRAFI

DEFINISI
Elektrokardiogram atau EKG adalah tes untuk mengukur dan merekam aktivitas listrik
jantung menggunakan mesin pendeteksi impuls listrik (elektrokardiograf). Alat ini
menerjemahkan impuls listrik menjadi grafik yang ditampilkan pada layar pemantau.

INDIKASI
1. Gangguan irama jantung 
2. Sinkop/ pra sinkop
3. Hipertensi
4. Dicurigai PJK
5. Dicurigai kelainan kongenital 
6. Kelainan Katup 

SANDAPAN EKG (ECG LEADS)


Untuk Rekaman rutin terdapat 12 sandapan yaitu :
1. Tiga buah sandapan bipolar standar (I,II,dan III)
2. Tiga buah sandapan unipolar eksremitas (Avr,Avl,aVF)
3. Tiga buah sandapan unipolar prekordial (VI sampai dengan V6)

LEAD BIPOLAR : MEREKAM PERBEDAAN POTENSIAL DARI 2 ELEKTRODE


 Lead I: merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan kiri (LA)
yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan tangan kiri bermuatan (+).
 Lead II: merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki kiri (LF)
yang mana tangan kanan bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+).
 Lead III : merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri (LF)
yang mana tangan kiri bermuatan (-) dan kaki kiri bermuatan (+)

Lead unipolar: Merekam beda potensial lebih dari 2 elektode. 


Dibagi 2 : lead unipolar ekstremitas dan lead unipolar prekordial
1. Lead unipolar ekstremitas
 Lead aVR : merekam beda potensial pada tangan kanan (RA) dengan tangan
kiri dan kaki kiri yang mana tangan kanan bermuatan (+)
 Lead aVL : merekam beda potensial pada tangan kiri (LA) dengan tangan
kanan dan kaki kiri yang mana tangan kiri bermuatan (+)
 Lead aVF : merekam beda potensial pada kaki kiri (LF) dengan tangan
kanan dan tangan kiri yang mana kaki kiri bermuatan (+)

2. Lead unipolar prekordial 


Merekam beda potensial lead di dada dengan ketiga lead ekstremitas. Yaitu V1 s/d
V6. 

Persiapan Alat  
1. Mesin EKG, yang dilengkapi : 
 Kabel untuk sumber listrik 
 Kabel elektroda ektremitas dan dada
 Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat 
 Balon penghisap elektroda dada
 Jelly 
 Tissue 
 Kapas alcohol 
 Kertas EKG
 Spidol 

2. Pasien

Penjelasan (informed consent)


 Tujuan pemeriksaan 
 Hal – hal yang perlu diperhatikan saat perekaman 
 Dinding dada harus terbuka dan tidak ada perhiasan logam yang melekat
 Pasien diminta tenang atau tidak bergerak saat perekaman EKG

Cara Memasang Ekg


1. Pasang semua komponen/ kabel – kabel pada mesin EKG 
2. Nyalakan  mesin EKG 
3. Baringkan pasien dengan tenang ditempat tidur. Tangan dan kaki tidak saling
bersentuhan 
4. Bersihkan dada, kedua pergelangan kaki dan tangan dengan kapas alcohol
5. Keempat elektroda ekstremitas diberi jelly
6. Pasangkan keempat elektroda ekstremitas tersebut pada kedua pergelangan tangan
dan kaki. Untuk tangan kanan berwarna merah, untuk tangan kiri berwarna kuning,
kaki kiri berwarna hijau dan kaki kanan berwarna hitam 
7. Dada diberi jelly sesuai dengan lokasi elektroda V1 s/d V6
 V1 di garis parasternal kanan sejajar dengan ICS 4 berwarna merah 
 V2 di garis parasternal kiri sejajar dengan ICS 4 berwarna kuning 
 V3 di antara V2 dan V4 berwarna hijau
 V4 di garis mid klavikula kiri sejajar ICS 5 berwarna coklat 
 V5 di garis aksila anterior kiri sejajar dengan ICS 5 berwarna hitam
 V6 di garis mid aksila kiri sejajar ICS 5 berwarna ungu
8. Pasang elektroda dada dengan menekan karet penghisap 
9. Buat kalibrasi
10. Rekam setiap lead 3-4 beat (gelombang), kalau perlu lead II panjang (minimal 6
beat) 
11. Kalau perlu buat kalibrasi setelah selesai perekaman
12. Semua elektroda di lepas 
13. Jelly dibersihkan dari tubuh pasien 
14. Beritahu pasien bahwa perekaman sudah selesai 
15. Matikan mesin EKG 
16. Tulis pada hasil perekaman : nama, umur, jenis kelamin, jam tanggal, bulan dan
tahun pembuatan, nama masing – masing lead serta nama orang yang merekam 
17. Bersihkan dan rapikan alat 

Yang Perlu Diperhatikan 


1. Sebelum melakukan perekaman EKG , periksa kecepatan mesin 25 mm/detik dan
voltase 10 mm. jika kertas tidak cukup kalibrasi voltase diperkecil menjadi ½ kali
atau 5 mm. Jika gambaran EKG kecil, kalibrasi voltase diperbesar menjadi 2 kali
atau 20 mm
2. Hindari gangguan listrik dan mekanik saat perekaman 
3. Saat merekam operator harus menghadap pasien.

INTERPRETASI
Kertas EKG 
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan vertikal
berbentuk bujur angkar gan jara 1 mm. Garis yang lebih tebal (kotak besar) terdapat pada
setiap 5 mm. Garis horizontal menggambarkan waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak
kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1 kotak besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan
voltase yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,1 mV.

Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium dan ventrikel. Proses
listrik terdiri dari :
 Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)

 Repolarisasi atrium (tidak tampak di EKG karena bersamaan dengan depolarisasi


ventrikel)

 Depolarisasi ventrikel (tampak dari kompleks QRS)

 Repolarisasi ventrikel (tampak dari segmen ST)


Kurva EKG normal terdiri dari gelombang P,Q,R,S dan T kadang-kadang tampak
gelombang U.

EKG 12 Lead
 Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung

 Lead II, III, aVF menunjukkan bagian inferior jantung 

 Lead V1 s/d V4 menunjukkan bagian anterior jantung 

 Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG sudah benar

Aksis Jantung
Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horizontal.
Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal
dengan melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal
berkisar -30 s/d +110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke
kanan antara +110 s/d -180 derajat.

EKG Normal
Gelombang P
Nilai normal :
 Lebar < 0,12 detik

 Tinggi s 0,3 mV

 Selalu (+) di lead II

 Selau (-) di lead aVR

Interval PR
Diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal
berkisar 0,12-0,20 detik.
Gelombang QRS (kompleks QRS)
Nilai normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead.
Gelombang Q: defleksi negatif pertama gelombang QRS
Nilai normal : lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R. Jika dalamnya > 1/3 tinggi U
mbang R berarti Q patologis.
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Umumnya di Lead
aVR, V1 dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6 makin
menghilang atau berkurang dalamnya.
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T positif, di
hampir semua lead kecuali di aVR.
Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya.
Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga timbul akibat
repolarisasi lambat sistem konduksi Interventrikuler.
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai
normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
depolarisasi Atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi
Ventrikuler.
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T. segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat berpariasi dari – 0,5 sampai
+2mm. segmen ST yang naik diatas garis isoelektris disebut ST eleveasi dan yang turun
dibawah garis isoelektris disebut ST depresi

Cara menilai EKG


 Tentukan apakah gambaran EKG layak dibaca atau tidak

 Tentukan irama jantung (“Rhytm")

 Tentukan frekwensi ("Heart rate")

 Tentukan sumbu jantung ("Axis")

 Tentukan ada tidaknya tanda tanda hipertrofi (atrium / ventrikel)

 Tentukan ada tidaknya tanda tanda kelainan miokard (iskemia/injuri/infark)

 Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan
keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang
pacu jantung)

Menentukan Frekwensi Jantung


Cara menentukan frekwensi melalui gambaran EKG dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
a. 300 dibagi jumlah kotak besar antara R-R'

b. 1500 dibagi jumlah kotak kecil antara R - R'

c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik tsb
kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5.

Menentukan Irama Jantung


Dalam menentukan irama jantung urutan yang harus ditentukan adalah sebagai berikut
 Tentukan apakah denyut jantung berirama teratur atau tidak

 Tentukan berapa frekwensi jantung (HR)

 Tentukan gelombang Pada/tidak dan normal/tidak


 Tentukan interval PR normal atau tidak

 Tentukan gelombang QRS normal atau tidak.

Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya
disebut dengan Irama Sinus ("Sinus Rhytem")
Kriteria Irama Sinus adalah :
 Iramanya teratur

 frekwensi jantung (HR) 60 100 x/menit

 Gelombang P normal, setiap gelombang P selalu diikuti gel QRS, T

 Gelombang QRS normal (0,06 <0,12 detik)

 PR interval normal (0,12-0,20 detik)

Irama yang tidak mempunyai criteria tersebut di atas kemungkinan suatu kelainan.

Sumber :
https://www.youtube.com/watch?v=3NsKliiBgy8
RSIJ, cempaka putih. 2012. Elektrikardiografi. https://www.rsi.co.id/fasilitas/penunjang-
medis/elektrokardiografi-ekg . diakses tgl 08/12/2021.
LAPORAN PENDAHULUAN IGD
KASUS PNEUMOTHORAX

A. DEFINISI
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003).

Pneumothorak ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2000).
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (W.
Sudoyo, 2006).

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura.


Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumotoraks terbuka, pneumotoraks
tertutup dan pneumotoraks ventil.
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura
dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra pleura sana
dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0) sesuai
dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada
waktu ekspirasi tekanannya positif.
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar. Udara yg
dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi
negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga
pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya
fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus
kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi,
udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.

B. ETIOLOGI
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab
tersaring terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya
obstruksi empisema.
 Infeksi saluran napas
 Trauma dada
 Cedera paru akut yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia
 Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
 Keganasan

C. PATOFISIOLOGI
D. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fisik (warna, nadi, pernafasan, TD, auskultasi dada )
2. Keadaan Umum
a. Kesadaran :
b. TTV : TD, N, RR, S, BB
B1(Breathing)
 Inspeksi : Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
 Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu,
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa saja normal atau
melebar.
 Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani,
dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan semakin tipis,
sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel brongkhopleura yang
cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
B2 (Blood)
 Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan pengisian
kapiler darah.
B2 (Brain)
 Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen atau koma.
B4 (Bladder)
 Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria. Oliguria merupakan
tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
 Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
 B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot
dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara
umum.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)
 Nyeri akut (D.0077)
 Intoleransi aktifitas (D.0056)

F. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan
standard intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas.
(D.0005)
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pola nafas membaik.
2) Kriteria hasil
 Dyspnea menurun
 Penggunaan otot bantu nafas menurun
 Pemanjangan fase ekspirasi menurun
 Otopnea menurun
 Pernapasan pursed-lip menurun
 Frekuensi nafas membaik

3) Intervensi

Observasi
 Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
 Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing
,ronchi kering)

Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma sevikal)
 Posisikan semi-fowler atau fowler
 Berikan oksigen jika perlu

Edukasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik,


jika perlu.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (
inflamasi, iskemia, neoplasma) (D.0077)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri menurun
2) Kriteria hasil :
 Keluhan nyeri menurun
 Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
 Meringis menurun
 Penggunaan analgetik menurun
 Tekanan darah membaik

3) Intervensi
Observasi
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Terapeutik
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
 Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyer
Kolaborasi
 Pemberian analgetik, jika perlu

c. Intoleransi aktifitas (D.0056)

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan akitifitas


pasien meingkat Kriteria hasil
 Kemudahan melakukan aktifitas
 Dyspnea saat beraktifitas menurun
 Dspnea setelah beraktifitas menurun
 Perasaan lemah menurun
 Tekanan darah membaik
 Frekueni nadi membaik
2) Intervensi

Observasi
 Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
 Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktifitas

Terapeutik
 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
suara, kunjungan)
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Melakukan aktvitas secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA
 Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
 PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
 Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
 Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
FORMAT PENGKAJIAN KGD DI RUANG UGD
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Nama Tn. Tohari


Usia, Jenis Kelamin 32 (Th/Bulan); L/P
Tgl masuk RS 15 Desember 2021
Diagnosa medik Abdominal Pain
Nyeri perut kiri bawah kurang lebih 2 hari
Keluhan utama

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kiri bawah sejak kurang
Riwayat lebih 2 hari, terus menerus, terasa enakan pada saat posisi
perjalanan terlentang. 3 hari yang lalu ada BAB darah warna merah
penyakit segar,BAK tidak ada keluhan, demam (-) , mual (-), muntah (-)
pasien sudah berobat dan diberikan obat anti nyeri namun tidak
membantu.

Survey primer: Airway : Bebas

Breathing : Normal, tidak ada kelainan suara napas.

Circulation : Nadi kuat, suara jantung 1 dan 2 reguller


Survey Sekunder Kepala : Tidak dikaji

Wajah : Tidak dikaji

Mata : CA-1, SI-/-

Telinga : Tidak dikaji

Hidung : Sekret tidak ada

Mulut : Sianosis

Leher : KGB dbn

Dada : Simetris

Abdomen : BU (+), Nyeri Tekanan (+)

Genitourinari: dbn

Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2detik

Integumen: dbn

Daftar masalah 1. Nyeri Akut


2. Intoleransi Aktifitas

Diagnosa Nyeri Akut Rasional (dg patoflow/concept map):


keperawatan
(prioritas) Peradangan mukosa lambung

Respon saraf lokal dari


peradangan mukosa lambung

Iritasi mukosa lambung

Nyeri Epigastrium

Nyeri akut
Intervensi
Mandiri:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri.
 Identifikasi skala nyeri : skala nyeri 7
 Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik :
Implementasi Mandiri:
 Melakukan observasi tanda – tanda vital
TD : 110/70 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36’c
GCS : 15

 Memberikan Posisi nyaman (posisi Sim)


 Melakukan observasi Nyeri
 Mengajarkan tehnik relaksasi napas dalam

Kolaboratif:
- Memberikan obat – obat sesuai dengan intruksi dokter :
 Memberikan injeksi Ketorolac 1amp IV
Terapi Oral
 Omeprazole 3x1
 Iburofen 2x1
Evaluasi (SOAP) S : pasien mengeluh nyeri perut kiri sampai pinggang

O : Pasien meringis kesakitan

A : Manajemen Nyeri

P : Nyeri berkurang, pasien dianjurkan rawat jalan

Jakarta, 1 6 D e s e m b e r 2 0 2 1

Tanda tangan:

Nama Mhs : Sevina Putri Anggraeni


PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Di Ruang ICU/ICCU/HCU

I. Identitas Klien
Nama : Tn. Wahyu
No MR : 00236335
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Hari Rawat ke : 2 dua
Status : Menikah
BB/TB : 60 Kg
Tanggal: 05 Desember 2021
Agama : Islam
Alergi : Tidak Ada
Alamat Rumah : Jl. Kp Warung Jengkel No.13 Kel. Pengangsaan
2
Diagnosa Medis : Hemiparase sin e.c SNH dd SH

II. Alasan di rawat di ICU/ICCU/HCU (termasuk riwayat sakit)


Pasien masuk ke ICU pada tanggal 06 Desember 2021 pindahan
dari IGD, pasien dipindahkan ke ICU karna mengalami
penurunan Kesadaran GCS ( E : 1 ; M : 6 ; V : 5 ) TD : 88/71
mmHg, N : 92 x/mnt, S : 36’C, RR : 24 x/mnt.

III. Pengkajian fisik dan pengkajian umum

Pernapasan Airway:
Adanya sumbatan berupa sputum, suara napas ngorok/ gurgling

Breathing :
Tidak ada retraksi dinding dada, bentuk dada simetris.
Suara napas wheezing.
Kardiovaskuler Circulasi :
Nadi lemah, kulit pucat, turgor kulit inelastis, CRT >2 detik.

Disabelity GCS :
E:1
M:5
V:5
Kesadaran Delirium, Pupil Miosis, Reflek Cahaya +/+
Motorik Hemiparase
Neurologi Adanya kelemahan anggota gerak ekstremitas atas dan bawah sebelah
kiri.

Gastro enterologi Saat pertama masuk ICU terdapat cairan hitam dari selang makan
( NGT ) setelah rawatan kedua di ICU cairan hitam sudah tidak ada

Endokrin Tidak di kaji


Muskuloskeletal Tidak terdapat fraktur
Integumen Terdapat luka decubitus kecil di bokong kiri pasien
Nutrisi Pemasukan nutrisi pasien melalu selang makan (NGT).
Cairan Cairan infuse RL / 42 tts/jam
Terpasang Foley Catether

Istirahat-tidur Keseharian pasien selalu tidur.


pasien sering mengigau

Psikososial Tidak dikaji


Spiritual Pasien beragama Islam
Hasil Hematologi :
lab/diagnostik  Hemoglobin : 13.3
 Leukosit : 10.420/mm3
 Basofil : 1 %
 Eosinofil : 6%
 Neutrofil : 71 %
 Limfosil : 12
 Monosit : 10 %
 Trombosit 168 ribu/mm3
 Hematokrit : 39.0 %
Renal Profil :
 Ureum : 22 mg/dl
 Creatinin : 0.8 mg/dl
Elektrolit :
 Natrium : 136 meq/L
 Kalium : 4,1 meq/L
 Klorida : 103 meq/L
Program terapi Pemasangan infus :
 Vascon 0,5mg/23ml/12jam
 RL 500/42 ml/4jam

Obat Oral :
 Asam Folat 1x1
 Vitamin B complek 1x1
 Simvastatin 20 mg 1x1
 Sucralfat syr 4 x 15 ml
 Bisoprolol 2,5mg 1x1
 Paracetamol 3x1

Obat Injeksi :
 Injeksi kalnex 3x500
 Injeksi Omeprazole 3x1
 Levofloxacin 750mg 1x1
 Ceftriaxone 2gr 1x1
IV. Analisa Data

No Data Fokus Problem Etiologi


1 Data Subjektif : Perfusi jaringan Infark pada
 Keluarga pasien mengatakan pasien serebral jaringan otak
mengalami kelemahan pada anggota
gerak bagian kiri.
 Keluarga pasien mengatakan pasien
mempunyai penyakit DM, jantung
dan paru-paru.

Data Objektif :
 Pasien mengalami penurunan
kesadaran
 Keadaan umum pasien lemah
 Pasien mengalami kelumpuhan
anggota gerak ekstermitas atas dan
bawah sebelah kiri
 Hasil AGD pasien
O2 sat :
97.5%
Hco3 : 21,9
mmol/L
Po2 : 93.6
mmhg
2 Data Subjektif : - Bersihan Jalan Spasme jalan
Napas napas dan secret
Data Objektif : yang tertahan
 Tampak terpasang O2
 RR : 26 x/menit
 SPO2 : 97%
 Suara nafas gurgling

V. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Perfusi jaringan cerebral
2. Bersihan jalan napas
VI. Diagnosa dan Perencanaan (3 dx prioritas
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan perfusi Setelah dilakukan Observasi
cerebral asuhan selama 3x24  Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
jam diharapakan Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)
kondisi klien  Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
membaik dengan
 Monitor status pernapasan
kriteria hasil:
1. Tingkat kesadran  Monitor intake dan output cairan
klien meningkat
2. Tekanan darah Terapeutik
klien dalam rentang  Minimalkan stimulus dengan menyediakan
normal lingkungan yang tenang
3 Reflek saraf klien  Berikan posisi semi fowler
membaik  Cegah terjadinya kejang
 Pertahankan suhu tubuh normal

Kolaborasi
 Pemberian infus dripp vascon 0,5 mg/23ml
 Pemberiant terapi injeksi paracetamol 500mg
3x1
 kalnex 500mg 3x1
 Asam folat 1x1 tab
 Vitamin B complex 1x1 Simvastatin
20mg 1x1
 Bisoprolol 2,5 mg 1x1
 NaCl capsul 1x1
2 Bersihan jalan Setelah dilkukan Observasi:
nafas tidak efektif asuhan keperawatan  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
selama 3x24 jam usaha napas)
diharapkan kondisi  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
klien membaik mengi, weezing, ronkhi kering)
dengan kriteria
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
hasil:
1. Produksi sputum
Terapeutik:
menurun
2. Tidak ada suara  Posisikan semi-Fowler atau Fowler
nafas tambahan  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
3. Dyspnea detik
menurun  Berikan oksigen
4. Sulit bicara
menurun Kolaborasi:
5. Frekuensi napas  levofloxacin 750mg 1x1
membaik  cefrtriaxone 2gr 1x1
6. Pola nafas
membaik
Dx Tgl/jam Implementasi dan respon Paraf Evaluasi (SOAP) Paraf
Ganggua 10-12-  memonitor MAP (Mean S: -
n perfusi 21 Arterial Pressure)
cerebral 06.00 (08.00) O: klien dapat menggerakan
 memonitor status extremitas sebelah kanan
pernapasan(08.00) dengan perintah
Ttv (Td:102/65mmhg
 memonitor intake dan
N:82x/mnt RR:21x/mnt
output cairan (08.00)
S:37x/mnt SpO2:100%)
 meminimalkan stimulus MAP: 77,3
dengan menyediakan Ku: dellirium
lingkungan yang tenang
(08.00) A: masalah belum teratasi
 Monitor ttv klien
(08.00) P: intervensi dilanjutkan
 Td: 99/67mmhg,
N:97x/mnt
RR:27x/mnt S:36,8C
SpO2:100%
 Monitor ttv klien(09.00)
 Td:100/74mmHg
N:102x/mnt RR:
27x/mnt S:36,5C
SpO2: 100%
 Mengganti cairan infus
klien nacl 42ml/4 jam
 Monitor ttv klien
(10.00)
 Td:102/72mmhg
N:93x/mnt RR:26x/mnt
S:36C SpO2: 100%
 Monitor ttv klien
(11.00)
 Td:105/65mmHg
N:88x/mnt RR:24x/mnt
S:36C SpO2:100%
 Monitor ttv klien
(12.00)
 Td:100/62mmHg
N:112x/mnt
RR:29x/mnt S:36.8C
SpO2:99%
Memberikan terapi oral
sucralfate 15ml
 Monitor ttv klien
(13.00)
 Td:102/65mmhg
N:82x/mnt RR:21x/mnt
S:37x/mnt SpO2:100%
 Mengganti cairan infus
Bersihan pagi  Monitor pola napas S:-
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas) (08.00) O: RR:21x/mnt
tidak  Monitor bunyi napas Klien tidak menggunakan otot
efektif tambahan (mis. bantu napas tambahan
Gurgling, mengi, Terdengar suara weezing saat
weezing, ronkhi kering) dikaji.
(08.00) Saat di suction secret klien
berwarna putih, sedikit, dan
 Monitor sputum
berledir.
(jumlah, warna, aroma)
(08.00)
A: masalah belum teratasi
Terapeutik:
P: intervensi dilanjutkan
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Melakukan suction
(12.00)
 Berikan oksigen 5Lpm
Ganggua 10-12-  Monitor MAP (Mean S: -
n perfusi 21 Arterial Pressure)
cerebral siang  Monitor stspernapasan O: Td:98/62mmHg N:103x/mnt
RR:24x/mnt S:37C SpO2:100%
 Monitor intake dan
MAP: 74
output cairan
Klien dapat menggerakan
 Minimalkan stimulus extremitas sebelah kanan
dengan menyediakan dengan perintah
lingkungan yang tenang KU: dellirium
 Berikan posisi semi
fowler A:maslah belum teratasi
 Cegah terjadinya kejang
 Pertahankan suhu tubuh P:intervensi dilanjutkan
normal
 Pemberiant terapi oral
paracetamol 500mg 3x1
(14.00)
 kalnex 500mg 3x1
(14.00)
 memberikan terapi
injeksi omeprazole 3x1
(14.00)
 monitor ttv (14.00)
 TD:98/68mmHg
N:95x/mnt RR:24x/mnt
S:36,8C SpO2:99%
 Monitor ttv (15.00)
 Td:100/75mmHg
N:111x/mnt
RR:21x/mnt S:36.8C
SpO2:99%
 Monitor ttv (16.00)
 Td:98/66mmHg
N:98x/mnt RR:22x/mnt
S:37C SpO2:100%
 Membantu kebersihan
diri klien (mandi)
 Monitor ttv: (17.00)
 Td:88/55mmHg
N:115x/mnt
RR:23x/mnt S:37,2C
SpO2:100%
 Monitor ttv (18.00)
 Td:95/75mmHg
N:98x/mnt RR:23x/mnt
S:37C SpO2:100%
 Mengganti infus dripp
vascon 23ml/jam/12jam
(18.00)
 Memberikan asupan
nutrisi diit susu 100ml
 Memberikan terapi oral
 sucralfate 15ml
 Pemberian infus dripp
vascon 0,5 mg/23ml
 Monitor ttv: (19.00)
 Td:98/65mmHg
N:120x/mnt
RR:23x/mnt S:37C
SpO2:100%
 Monitor ttv (20.00)
 Td:98/62mmHg
N:103x/mnt
RR:24x/mnt S:37C
SpO2:100%
Bersihan siang  Monitor pola napas S:-
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas) O: RR:24x/mnt
tidak  Monitor bunyi napas Klien tidak menggunakan otot
efektif tambahan (mis. bantu napas tambahan
Gurgling, mengi, Terdengar suara weezing saat
weezing, ronkhi kering) dikaji.
Klien tampak sesak
Terapeutik: Terpasang O2 5lpm
 Posisikan semi-Fowler
A: masalah belum teratasi
atau Fowler
 Berikan oksigen P: intervensi dilanjutkan

Ganggua 10-12-  Monitor MAP (Mean


n perfusi 21 Arterial Pressure)
cerebral Malem  Monitor status
pernapasan
 Monitor intake dan
output cairan
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi
fowler
 Cegah terjadinya kejang
 Pertahankan suhu tubuh
normal
 Monitor ttv (21.00)
Td:97/65mmHg N:101x/mnt
RR:23x/mnt S:37C SpO2:99%
 Mengganti cairan infus
pasien Rl
500ml/42ml/4jam
(21.00)
 Pemberian terapi oral
 Monitor ttv : (22.00)
Td:98/65mmHg N:98x/mnt
RR:22x/mnt S:37C SpO2:100%
 paracetamol 500mg 3x1
(22.00)
 Pemberian terapi injeksi
kalnex 500x3/8jam
(22.00)
 Pemberian terapi injeksi
omeprazole 3x1/8jam
(22.00)
 Monitor ttv (23.00)
Td:98/62mmHg N:103x/mnt
RR:24x/mnt S:37C SpO2:100%
 Monitor ttv (00.00)
Td:97/65mmHg N:100x/mnt
RR:21x/mnt S:37C SpO2:100%
 Mengganti cairan infus
pasien Rl
500ml/42ml/4jam
(01.00)
 Monitor ttv (01.00)
Td:96/67mmHg N:98x/mnt
RR:21x/mnt S:37C SpO2:100%
 M Td:99/70mmHg
Bersihan malam  N:102x/mnt
Monitor pola napas
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak  Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen

Kolaborasi:
 levofloxacin 750mg 1x1
(06.00)
 cefrtriaxone 2gr 1x1
(06.00)
Bersihan Siang  Monitor pola napas
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak
efektif

 Monitor bunyi napas


tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen

Bersihan Malam  Monitor pola napas


jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak  Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen

Kolaborasi:
 levofloxacin 750mg 1x1
(06.00)
 cefrtriaxone 2gr 1x1
(06.00)
Bersihan Pagi  Monitor pola napas
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak  Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen

Bersihan Siang  Monitor pola napas


jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak  Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen
Bersihan 12-12-  Monitor pola napas
jalan 21 (frekuensi, kedalaman,
nafas Malem usaha napas)
tidak  Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen

Kolaborasi:
 levofloxacin 750mg 1x1
(06.00)
 cefrtriaxone 2gr 1x1
(06.00)

Bersihan 13-12-  Monitor pola napas


jalan 21 (frekuensi, kedalaman,
nafas Pagi usaha napas)
tidak  Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
 Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen
 Dilakukan pemasangan
ventilator (08.00)

Bersihan 13-12-  Monitor pola napas S


jalan 21 (frekuensi, kedalaman, O
nafas Siang usaha napas) A: masalah tidak teratasi
tidak  Monitor bunyi napas P: klien meninggal (+)
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
 Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik:
 Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
 Berikan oksigen

Ganggua 13-12- S
n perfusi 21 O
cerebral Siang A: masalah tidak teratasi
P: klien meninggal (+)
FORMAT PENILAIAN PRESENTASI KASUS/SEMINAR

Topik : ...........................................................................................................................
Hari/tgl/jam : ...........................................................................................................................

Skor: 1-2-3-4
Aspek yang Dinilai Bobot Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Persiapan
1. Makalah yg dipresentasikan (sistematika
penulisan, aspek bahasa dan kalimat 25%
bahasa, tehnik penulisan, kepustakaan)
2. Media presentasi
Pembukaan
(cara membuka, penyampaian tujuan, 10%
pembagian waktu)
Pelaksanaan
(sistematika penyampaian, kejelasan
penyampaian, penguasaan materi, peguasaan
situasi, penguasaan emosi, bahasa dan cara 40%
bicara, antusiasme, tanggapan atas
pertanyaan, keterbukaan dan penghargaan
atas ide/gagasan orang lain)
Penutup
(Perumusan kesimpulan, identifikasi aspek 25%
yang perlu perbaikan, cara menutup
seminar)
Total nilai 100%

Nama Mahasiswa/Persepti (Tuliskan disini)


1. …………………….. 6. …………………….. Jakarta, …………………..
2. …………………….. 7. …………………….. Fasilitator/pembimbing/peer
3. …………………….. 8. ……………………..
4. …………………….. 9. ……………………..
5. …………………….. 10. ……………………..

(…………………………………..)
FORMAT PENILAIAN KINERJA PROFESIONALITAS INDIVIDU

Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................

Skor: 1-2-3-4
No Kinerja Bobot Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Interpersonal
- Komunikasi antar teman
- Komunikasi antar tim kesehatan 20%
- Melakukan operan dengan petugas
kesehatan
2 Knowledge
- Pengetahuan dalam mengkaji
- Kemampuan dalam analisa masalah
- Kemampuan mengaitkan rencana
intervensi dengan masalah 30%
- Kemampuan menganalisa terhadap
tindakan
- Menggunakan konsep dan teori
3 Skill
- Kemampuan komunikasi dengan klien
- Ketrampilan melakukan prosedur
(persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi)
- Kemampuan menyampaikan data 30%
verbal dan tertulis dengan formulasi
yang logis dan baik
4 Etika/legal
- Disiplin, Etis
- Melakukan pencatatan dan pelaporan
- Bertanggung jawab
- Segera menyampaikan masalah yang
dihadapi saat ada kesulitan/kesalahan 20%
Nilai 100%

Nilai= Jumlah dari skor x bobot = ....................

Nama Mahasiswa/Persepti (Tuliskan disini)

1. ……………………..
2. ……………………..
3. ……………………..
4. ……………………..
5. ……………………..
FORMAT PENILAIAN PRE DAN POST KONFERENSI
Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................

Skor: 1-2-3-4
No Kinerja Bobot Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pembuatan laporan pendahuluan
• Ruang rawat IGD
a. Kelengkapan patofisiologi
b. Kelengkapan pemeriksaan
penunjang
c. Dx keperawatan sesuai prioritas
d. Rencana tindakan
e. Kelengkapan referensi 15%
• Ruang rawat ICU
a. Kelengkapan aspek-aspek pada
klien yang menggunakan ventilator
b. Kelengkapan masalah-masalah
keperawatan yang mungkin timbul
pada klien dengan ventilator
c. Kelengkapan Patofisiologi
d. Kelengkapan referensi
2 Penyampaian hasil dari asuhan
keperawatan yang telah dilakukan 30%
3 Pemberian masukan (tanggapan,
pendapat, ide terhadap hal yang 30%
didiskusikan)
4 Pemberian respon (kognitif dan aktif)
terhadap masukan yang diberikan 25%
Jumlah 100%

Nilai= Jumlah dari skor x bobot = ....................

Nama Mahasiswa/Persepti (Tuliskan disini)

1. ……………………..
2. ……………………..
3. ……………………..
4. ……………………..
5. ……………………..
FORMAT PENILAIAN LAPORAN KASUS KELOLAAN
Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................

Skor: 1-2-3-4
No Kriteria Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pengkajian yang akurat, meliputi:
- Identitas klien
- Alasan dirawat di ICU/HCU/ICCU
- Pengkajian fisik dan umum
- Lab dan diagnostik
- Program terapi
2 Melakukan analisa data
3 Menetapkan diagnosa keperawatan utama
4 Kesesuaian data dengan diagnosa
5 Menyusun rencana tindakan (intervensi)
6 Rasional tindakan sesuai dengan patofisiologi
Penyakit
7 Tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi
8 Memperhatikan kondisi klien
9 Modifikasi rencana sesuai hasil evaluasi
10 Menuliskan tindakan keperawtan yang telah
Dilakukan
Jumlah skor

Nilai= jumlah score = .......................


10
FORMAT PENILAIAN LAPORAN KASUS RESUME
Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................

Skor: 1-2-3-4
No Kriteria Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Mengkaji identitas pasien
2 Mengkaji keluhan utama
3 Mengkaji riwayat perjalanan penyakit
4 Melakukan survey primer (ABCDE)
5 Melakukan survey sekunder (head to toe)
6 Mengkaji hasil lab/diagnostik
7 Merumuskan diagnosa keperawatan prioritas
8 Menyusun intervensi untuk diagnosa prioritas
9 Intervensi bersifat mandiri dan kolaboratif
10 Melakukan evaluasi hasil tindakan (SOAP)
Total skor

Nilai= jumlah score = .......................


10

Anda mungkin juga menyukai