DISUSUN OLEH :
NAMA : SEVINA PUTRI ANGGRAENI
NPM : 2018720096
KELAS : 7.B REGULER
A. Pengertian
Stroke adalah cedera vascular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke
darah yang terkena dan luas daerah yang dialiri darah oleh pembuluh
terjadi penimbunan cairan dalam sel dan ion-ion kalsium serta kalium
dan terjadilah udema otak. Udema otak ini sangat berbahaya jika tidak
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari.
atau arteri yang menuju ke otak, sindroma klinis yang awalnya timbul
leher)
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah
ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tem pat aliran darah mengalami pelambatan
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
MK.Ketidak
Hemiplagi Kompresi batang Disatria, disfasia,
efektifan
otak Kerusakan fungsi afasia apraksia
perfusi dan
Intake nutrisi tidak dan efek psikologis
adekuat jaringan hemiparesis
seserebral
MK.Hambatan
MK. Koping individu
mobilitas fisik MK.Hambatan
MK.Ketidaks eimbangan Lapangtidak efektif
perhatian
nutrisi Depresi saraf terbatas, kesulitan dalam komunikasi verbal
kardiovaskuler dan MK. Perubahan
pemahaman proses
lupa, kurang
koma fikir
pernapasan mtivasi,
Gangguan menelan
Kurang pengetahuan
Referensi dan masalah keperawatan nanda (Arif Mutakin,2013)
1. Pengkajian
MK.Defisit Perawatan
Diri ( ADL) kematian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses
proses ini sangat penting dalam akurasi data yang dikumpulkan. Data
2. Riwayat kesehatan
kesehatan keluarga.
pekerjaan.
koping mekanisme.
Keluhan utama
dan responya.
obat kejang.
6. Riwayat keluarga
7. Pemeriksaan Fisik
saraf kranial, saraf sensorik, saraf motorik, refleks dan sistem saraf
otonom.
8. Tanda vital
yang terjadi. Misalnya, pada pasien dengan spinal cord injury akan
Kekuatan Otot
Respon Nilai
Tidak ada kontraksi otot. 0
Ada tanda dari kontraksi. 1
Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi. 2
Beregerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak 3
dapat melawan tahanan otot pemeriksa.
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot 4
pemeriksa
Dapat menahan tahan dari otot periksa
a. Refleks Bisep
pemeriksa
sendi siku.
b. Refleks Trisep
c. Refleks Patella
m.quadrisep femoris.
d. Refleks Babinski
e. Refleks Achilles
g. Refleks Faring
neuromuskuler.
penurunan fungsi
cranial.
7. Kurangnyapengetahuan
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1 Ketidak Setelah O:
meningkat. kesadaran.
diindikasikan
karakteristik,drainase cairan
serebrospinal
serebrospinal.
- kalibrasi transduser.
pemantauan .
leher netral.
- dokumentasikan hasil
pemantauan,jika perlu.
kondisi pasien.
E:
pemantauan.
2 Gangguan Setelah O:
meningkat T:
pergerakan
meningkatkan pergerakan
E:
mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
K:
Konsultasi kesehatan
No SDKI SLKI SIKI
3 Gangguan Setelah O:
mengunyah muntah.
makanan T:
selang
yang tepat
pemberian makan
pasien
E:
langkah prosedur
K:
selang,jika perlu
- Kolaborasi pemilihan jenis dan
4 Konstipasi Sestelah O:
meningat T:
meningkat perlu
halusinasi manual
-gelisah perlu
menurun E:
cairan
konstipasi.
K:
tentang penurunan/peningkatan
freuensi usus
pencahar,jika perlu
-minat melakukan T:
- fasilitas menggosok
gigi,sesuai kebutuhan
- fasilitas mandi,sesuai
kebutuhan
- pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
tingkat kemandirian
E:
terhadap kesehatan
-kemampuan dengan
mendengar bicara(mis,memori,penden
-pemahaman komunikasi
komunikasi T:
komunikasi alternative
- sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan(mis,berdiri di
depan pasien,dengarkan
secara seksama )
- modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
sampaikan pasien
- berikan dukungan
psikologis
perlu
E:
- anjurkan berbicara
perlahan
keluarga proses
kognitif,anatomis,dan
fisiologisyang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
k:
meningkat sehat
-kemampuan T:
dengan kesepakatan
-pertanyaan E:
menurun kesehatan
-persepsi yang - ajarkan perilaku hidup
menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Canadia Best Practice Recommendation For Stroke Care. (2013). Diunduh pada
Depkes RI. (2013). Pola pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha. Jakarta :
Lemone, P., & Burke, K. (2004). Medical surgical nursing: assement & management
of clinical problem. 7th Edition. St. Louis: Missouri. Mosby-Year Book, Inc
Mutaqqin, A. (2013). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan
STANDAR OPERATING PROSEDURE DI ICU
ETT SUCTION
1. Pengertian
Suction ETT yaitu membersihkan sekret dari saluran endotracheal disamping membersihkan
sekret, suction juga merangsang reflek batuk. Suction endotrakeal merupakan prosedur penting
dan sering dilakukan untuk pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis. Tindakan suction
endotrakeal disarankan untuk menggunakan kateter dengan ukuran yang kecil bila
memungkinkan, karena tekanan hisap akan memiliki pengaruh sedikit pada volume paru.
Ukuran yang ideal adalah kurang dari setengah diameter tabung endotrakeal. Untuk diameter
tertentu selang endotrakeal (ETT), tingkat tekanan negatif ditentukan oleh kombinasi dari
ukuran kateter dan tekanan hisap (Ruben, 2010).
4. Komplikasi
a. Hipoksemia
b. Trauma Jaringan : Suncioning dapat menyebabkan trauma jaringan, iritasi dan pendarahan
c. Atelektasis : dapat terjadi bila pemakaian kateter sunction yang terlalu besar dan vacuum
suction yang terlalu kuat sehingga terjadi collaps paru (atelektasis)
d. Hipotensi : biasanya terjadi karena vagal stimulasi, batuk dan hipoxemia
e. Airways Contriction : terjadi karena adanya rangsangan mekanik langsung dari suction
terhadap mukosa saluran nafas
6. Prosedur
Pelaksanaan tindakan suction endotrakeal semestinya mengikuti standar dan prosedur yang
telah ditetapkan. Adapun Standar Prosedur Operasional yang telah ditetapkan meliputi :
a. Standar alat:
1) Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai
2) Sarung tangan
3) Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa
4) Pinset steril atau sarung tangan steril
5) Cuff inflator atau spuit 10 cc
6) Klem arteri
7) Alas dada atau handuk
8) Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam alat
9) Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter
10) Cairan deinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter yang telah digunakan
11) Ambubag/ air viva dan selang O2
12) NaCl 0,9 %
b. Standar pasien
1) Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2) Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan.
c. Prosedur
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan
3) Sebelum dilakukan penghisapan sekresi : Memutar tombol oksigen menjadi100%
4) Menggunakan air viva dengan memompa 4-5 kali dengan oksigen 10 liter/menit
5) Menghidupkan mesin penghisap sekresi
6) Menyambung selang suction dengan kateter steril kemudian perlahan-lahan dimasukkan ke
dalam selang pernapasan melalui selang endotrakeal (ETT)
7) Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT
8) Menarik kateter penghisap kira-kira 2 cm pada saat ada rangsangan batuk untuk mencegah
trauma pada carina
9) Menutup lubang dengan melipat pangkal kateter penghisap kemudian kateter penghisap
ditarik dengan gerakan memutar
10) Mengobservasi hemodinamik pasien
11) Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara bagging
12) Bila melakukan suction lagi beri kesempatan klien untuk bernapas 3-7 kali
13) Melakukan bagging
14) Mengempiskan cuff, sehinggaa sekresi yang lengket disekitar cuff dapat terhisap
15) Mengisi kembali cuff dengan udara menggunakan cuff inflator setelah ventilator dipasang
kembali
16) Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian rendam dengan cairan desinfektan
dalam tempat yang telah disediakan
17) Mengobservasi dan mencatat :
a) Tekanan darah, nadi, dan pernapasan
b) Hipoksia
c) Tanda perdarahan, warna bau, konsentrasi
d) Disritmia
7. Hal-hal penting yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan
tindakan
a. Sebelum suction, pasien harus diberi oksigen yang adekuat (pre oxygenasi) sebab oksigen
akan menurun selama proses pengisapan
b. Proses suction tidak boleh melebihi 10-15 detik di lumen artificial airway, total proses
suction jangan melebihi 20 detik.
c. Bila hendak mengulangi suction harus diberikan pre-oksigenasi kembali 6-10 kali ventilasi
dan begitu seterusnya sampai jalan nafas bersih
d. Jangan lupa monitor vital sign, ECG monitor ,sebelum melanjutkan suction, bila terjadi
dysritmia atau hemodinamik tidak stabil, hentikan suction sementara waktu
e. Suction harus hati-hati pada kasus-kasus tertentu misalnya penderita dengan orde paru yang
berat dengan memakai respirator dan PEEP, tidak dianjurkan melakukan
f. suction untuk sementara waktu sampai oedem parunya teratasi
g. Bila sputum kental dan sulit untuk dikeluarkan dapat dispooling dengan cairan NaCl 0,9%
sebanyak 5-10 ml dimasukkan ke dalam lumen artificial airway sebelum disuction, untuk
bayi cukup beberapa tetes saja
h. Dianjurkan setiap memakai artificial airway harus menggunakan humidifier dengan
kelembaban I 100% pada temperatur tubuh untllk mengencerkan dan memudahkan
pengeluaran sputum.
ABSTRACT : Success of the treatment in patients with respiratory failure isn’t only depends
of early detection, but also understanding the cause of the mechanism. One of the conditions
that can lead to respiratory failure is obstruction of the airway, including obstruction of the
endotracheal tube (ETT). An easy way to know of hypoxemia by monitoring of the oxygen
saturation levels (SpO2). This study aims to determine the effect of Endotracheal Tube (ETT )
slime suction action against Oxygen Saturation Levels In Patients treated at ICU department
of Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Manado. This research uses a method of pre experiments
using research design One - Group Pretest - Posttest Design. The samples done by purposive
sampling, with a total sample of 16 people. Data analysis was performed using t - test with
95% confidence interval and the value of α = 0.05. The results obtained from this study
showed a difference in oxygen saturation levels before and after the slime suction action
where there is a difference in value of the oxygen saturation level of 5.174 % and p-value =
0.000 (α < 0.05). The conclusion, there is the influence of the ETT slime suction action of the
oxygen saturation levels. Suggestions, for health personnel in order to ETT slime suction
action done with the standard, For Health Institutions need for supervision of nursing
personnel in doing the implementation with the standards and need an inhouse and exhouse
training for the nurses to hone skills and update the new health sciences.
Keywords : ETT Suction, oxygen saturation.
PENDAHULUAN infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk
tidak efektif karena penyakit persyarafan
Intensive Care Unit (ICU) merupakan seperti cerebrovaskular accident (CVA),
ruang rawat rumah sakit dengan staf dan efek pengobatan sedatif, dan lain – lain
perlengkapan khusus ditujukan untuk (Hidayat, 2005).
mengelola pasien dengan penyakit, trauma
atau komplikasi yang mengancam jiwa. Penangganan untuk obstruksi jalan
Peralatan standar di Intensive Care Unit napas akibat akumulasi sekresi pada
(ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk Endotrakeal Tube adalah dengan
membantu usaha bernafas melalui melakukan tindakan penghisapan lendir
Endotrakeal Tube (ETT) atau trakheostomi. (suction) dengan memasukkan selang
Salah satu indikasi klinik pemasangan alat kateter suction melalui
ventilasi mekanik adalah gagal nafas hidung/mulut/Endotrakeal Tube (ETT)
(Musliha,2010). yang bertujuan untuk membebaskan jalan
nafas, mengurangi retensi sputum dan
Gagal napas terjadi bilamana mencegah infeksi paru. Secara umum
pertukaran oksigen terhadap karbon pasien yang terpasang ETT memiliki respon
dioksida dalam paru – paru tidak dapat tubuh yang kurang baik untuk
memelihara laju konsumsi oksigen (O2) dan mengeluarkan benda asing, sehingga sangat
pembentukan karbon dioksida (CO2) dalam diperlukan tindakan penghisapan lendir
sel-sel tubuh. Hal ini mengakibatkan (suction) (Nurachmah & Sudarsono, 2000).
tekanan oksigen arteri kurang dari 50
mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan Menurut Wiyoto (2010), apabila
tekanan karbon dioksida lebih besar dari 45 tindakan suction tidak dilakukan pada
mmHg (Hiperkapnia).Walaupun kemajuan pasien dengan gangguan bersihan jalan
teknik diagnosis dan terapi intervensi telah nafas maka pasien tersebut akan mengalami
berkembang dengan pesat, namun gagal kekurangan suplai O2(hipoksemia), dan
napas masih menjadi penyebab angka apabila suplai O2 tidak terpenuhi dalam
kesakitan dan kematian yang tinggi di waktu 4 menit maka dapat menyebabkan
ruang perawatan intensif (Brunner& kerusakan otak yang permanen. Cara yang
Suddarth, 2002). mudah untuk mengetahui hipoksemia
adalah dengan pemantauan kadar saturasi
Keberhasilan pengobatan pada oksigen (SpO2) yang dapat mengukur
penderita dengan gagal nafas tidak hanya seberapa banyak prosentase O2 yang
tergantung pada deteksi keadaan ini sejak mampu dibawa oleh hemoglobin.
dini, tetapi juga dari pemahaman akan Pemantauan kadar saturasi oksigenadalah
mekanisme penyebabnya. Langkah pertama dengan menggunakan alat oksimetri nadi
yang penting untuk mengenali bakal (pulse oxymetri). Dengan pemantauan kadar
terjadinya gagal nafas adalah kewaspadaan saturasi oksigen yang benar dan tepatsaat
terhadap keadaan dan situasi yang dapat pelaksanaan tindakan penghisapan lendir,
menimbulkan gagal nafas (Price& Wilson, maka kasus hipoksemia yang dapat
2005). menyebabkan gagal nafas hingga
mengancam nyawa bahkan berujung pada
Salah satu kondisi yang dapat kematian bisa dicegah lebih dini.
menyebabkan gagal nafas adalah obstruksi
jalan nafas, termasuk obstruksi pada Berdasarkan data peringkat 10 penyakit
Endotrakeal Tube (ETT).Obstruksi jalan tidak menular (PTM) yang terfatal
nafas merupakan kondisi yang tidak normal menyebabkan kematian berdasarkan Case
akibat ketidakmampuan batuk secara Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal
kental atau berlebihan akibat penyakit napas menempati peringkat kedua yaitu
sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan tidaknya pengaruh antara nilai (O2 – O1 )
RI, 2012). dengan menggunakan uji statistik t-test.
Penelitian dilakukan di ICU RSUP Price & Wilson (2005) mengatakan bahwa
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dan hanya gagal napas merupakan tahap akhir dari
melibatkan satu kelompok eksperimen penyakit kronik pada sistem pernapasan.
yaitu pasien – pasien yang dirawat di Pada responden no.13 ini yang terjadi adalah
ruangan ICU RSUP Prof. Dr. R. D. gagal napas kronik, sebab terjadi akibat dari
Kandou Manado dan diberikan intervensi penyakit paru kronik yaitu empisema
berupa tindakan pengisapan lendir (Muttaqin, 2008). Pasien yang mengalami
(suction) ETT sebanyak satu kali tindakan. masalah pada sistem pernapasan terutama
Responden dalam penelitian ini adalah iritasi kronis pada saluran pernapasan dapat
sebanyak 16 orang dengan menggunakan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah
metode purposive sampling berdasarkan sel-sel globet penghasil mucus/ lendir
kriteria inklusi dan eksklusi. Dari hasil sehingga dapat meningkatkan jumlah mucus
penelitian jumlah pada pasien yang mengalami masalah sistem
responden terbanyak berjenis kelamin laki- pernapasan oleh karena itu sangat diperlukan
laki yaitu 12 orang atau 75 % dan responden tindakan penghisapan lendir.
perempuan 4 orang atau 25 %. Penelitian ini
menunjukkan jumlah responden terbanyak Dalam Saskatoon Health Regional
berumur antara 45-54 tahun yaitu 7 orang Authority (2010) mengatakan bahwa
atau 44%, 15–24 tahun komplikasi yang mungkin muncul dari
4 orang atau 25%, 35-44 tahun 4 orang atau tindakan penghisapan lendir salah satunya
25%, dan responden paling sedikit yaitu adalah hipoksemia/hipoksia. Serta
dengan umur antara 25-34 tahun yaitu 1 diperkuat oleh Maggiore et al,. (2013)
orang atau 6%. Menurut Kozier dan Erb tentang efek samping dari penghisapan
tahun 2009, nilai saturasi oksigen yang lendir ETT salah satunya adalah dapat
normal untuk orang dewasa baik laki-laki terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
maupun perempuan adalah 95-100%. lebih dari 5%. Sehingga pasien yang
menderita penyakit pada sistem
Berdasarkan hasil penelitian ini didapati pernapasan akan sangat rentan mengalami
bahwa kadar saturasi oksigen setelah penurunan nilai kadar saturasi oksigen
dilakukan tindakan suction mengalami yang signifikan pada saat dilakukan
penurunan nilai kadar saturasi oksigen. Hal tindakan penghisapan lendir.
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Maggiore, et all (2013) dimana 46,8% Hasil yang diperoleh dari penelitian
responden yang ditelitinya mengalami ini menunjukkan adanya perbedaan kadar
penurunan saturasi oksigen. Maggiore juga saturasi oksigen sebelum dan sesudah
menyatakan bahwa tindakan suction ETT diberikan tindakan penghisapan lendir.
dapat memberikan efek samping antara lain Hasil menunjukkan terjadi penurunan
terjadi penurunan kadar saturasi oksigen kadar saturasi oksigen dari responden
>5%. yaitu adanya selisih nilai kadar saturasi
oksigen sebesar 5,174 %. Selain itu dari
Sebagian besar responden yang hasil uji statistik t-Test pada responden
mengalami penurunan kadar saturasi oksigen yaitu terdapat pengaruh yang signifikan
secara signifikan pada saat dilakukan dimana nilai p-value =0,000 (α< 0.05).
tindakan penghisapan lendir ETT yaitu
terdiagnosis dengan penyakit pada sistem
pernapasan, terlebih pada responden nomor
urut 13 yang mengalami penurunan sebesar
7% nilai kadar saturasi oksigen terdiagnosis
secara medis dengan “gagal napas ec.
Hasil penelitian ini sesuai juga Maggiore, et al
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(2013), tentang Decreasing the Suctioning During Mechanical
Adverse Effects of Endotracheal
Ventilation by Changing Practice, tersebut dapat memberikan dampak yang
dimana 46,8% responden mengalami buruk bagi pasien yang sementara dirawat.
penurunan saturasi oksigen dan 6,5% Salah satunya bisa terjadi penurunan kadar
disebabkan karena tindakan suction. oksigen dan jika petugas kesehatan/ perawat
Berdasarkan penelitian tersebut dapat tidak peka terhadap masalah yang muncul
disimpulkan bahwa tindakan suction dapat bisa mengakibatkan pasien mengalami gagal
menyebabkan terjadi penurunan kadar napas bahkan sampai kepada kematian.
saturasi oksigen.
Hal ini dapat terlihat dari penelitian
Adapun hambatan yang terjadi dalam yang dilakukan dimana semua tindakan
penelitian ini adalah tidak adanya penghisapan lendir telah dilakukan sesuai
keseragaman dalam menggunakan ukuran dengan SPO yang berlaku namun tetap
kanul suction. Sebab ukuran dapat terjadi penurunan kadar saturasi oksigen yang
mempengaruhi dan memberikan signifikan, apalagi ketika petugas kesehatan/
perbedaan pada nilai saturasi oksigen pada perawat tidak melakukan tindakan sesuai
pasien dengan SPO, tentunya bisa sangat
yang dilakukan tindakan suctioning. Menurut membahayakan nyawa pasien.
Muhamat Nofiyanto dalam penelitiannya SIMPULAN
tentang “Perbedaan Nilai Saturasi Oksigen Kesimpulan dari penelitian ini adalah
Berdasarkan Ukuran Kateter Suction Pada terdapat pengaruh tindakan penghisapan
Tindakan Open Suction Di Ruang General lendir endotrakeal tube (ETT) terhadap
Intensive Care Unit RSUP Dr. Hasan Sadikin kadar saturasi oksigen pada pasien yang
Bandung” menyimpulkan bahwa ukuran dirawat di ruang ICU RSUP Prof. Dr. R.
kanul suction yang lebih besar (14 Fr) dapat D. Kandou Manado serta terdapat
menurunkan Kadar Saturasi Oksigen lebih perbedaan kadar saturasi oksigen sebelum
banyak dibandingkan dengan ukuran yang dan sesudah diberikan tindakan
lebih kecil (12 Fr). penghisapan lendir.
DEFINISI
Elektrokardiogram atau EKG adalah tes untuk mengukur dan merekam aktivitas listrik
jantung menggunakan mesin pendeteksi impuls listrik (elektrokardiograf). Alat ini
menerjemahkan impuls listrik menjadi grafik yang ditampilkan pada layar pemantau.
INDIKASI
1. Gangguan irama jantung
2. Sinkop/ pra sinkop
3. Hipertensi
4. Dicurigai PJK
5. Dicurigai kelainan kongenital
6. Kelainan Katup
Persiapan Alat
1. Mesin EKG, yang dilengkapi :
Kabel untuk sumber listrik
Kabel elektroda ektremitas dan dada
Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
Balon penghisap elektroda dada
Jelly
Tissue
Kapas alcohol
Kertas EKG
Spidol
2. Pasien
INTERPRETASI
Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horisontal dan vertikal
berbentuk bujur angkar gan jara 1 mm. Garis yang lebih tebal (kotak besar) terdapat pada
setiap 5 mm. Garis horizontal menggambarkan waktu (detik) yang mana 1 mm (1 kotak
kecil) = 0,04 detik, 5 mm (1 kotak besar) = 0,20 detik. Garis vertical menggambarkan
voltase yang mana 1 mm (1 kotak kecil) = 0,1 mV.
Kurva EKG
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi di atrium dan ventrikel. Proses
listrik terdiri dari :
Depolarisasi atrium (tampak dari gelombang P)
EKG 12 Lead
Lead I, aVL, V5, V6 menunjukkan bagian lateral jantung
Lead aVR hanya sebagai petunjuk apakah pemasangan EKG sudah benar
Aksis Jantung
Sumbu listrik jantung atau aksis jantung dapat diketahui dari bidang frontal dan horizontal.
Bidang frontal diketahui dengan melihat lead I dan aVF sedangkan bidang horisontal
dengan melihat lead-lead prekordial terutama V3 dan V4. Normal aksis jantung frontal
berkisar -30 s/d +110 derajat.Deviasi aksis ke kiri antara -30 s/d -90 derajat, deviasi ke
kanan antara +110 s/d -180 derajat.
EKG Normal
Gelombang P
Nilai normal :
Lebar < 0,12 detik
Tinggi s 0,3 mV
Interval PR
Diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai normal
berkisar 0,12-0,20 detik.
Gelombang QRS (kompleks QRS)
Nilai normal : lebar 0,04 - 0,12 detik, tinggi tergantung lead.
Gelombang Q: defleksi negatif pertama gelombang QRS
Nilai normal : lebar < 0,04 detik, dalam < 1/3 gelombang R. Jika dalamnya > 1/3 tinggi U
mbang R berarti Q patologis.
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Umumnya di Lead
aVR, V1 dan V2, gelombang S terlihat lebih dalam, dilead V4, V5 dan V6 makin
menghilang atau berkurang dalamnya.
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolirisasi Ventrikel. Umumnya gelombang T positif, di
hampir semua lead kecuali di aVR.
Gelombang U
Adalah defleksi positif setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya.
Penyebabnya timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga timbul akibat
repolarisasi lambat sistem konduksi Interventrikuler.
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS. Nilai
normal berkisar antara 0,12 – 0,20 detik ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
depolarisasi Atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi
Ventrikuler.
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang QRS sampai permulaan gelombang T. segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekkordial dapat berpariasi dari – 0,5 sampai
+2mm. segmen ST yang naik diatas garis isoelektris disebut ST eleveasi dan yang turun
dibawah garis isoelektris disebut ST depresi
Tentukan ada tidaknya tanda tanda gangguan lain (efek obat obatan, gangguan
keseimbangan elektrolit, gangguan fungsi pacu jantung pada pasien yang terpasang
pacu jantung)
c. Ambil EKG strip sepanjang 6 detik, hitung jumlah gelombang QRS dalam 6 detik tsb
kemudian dikalikan 10 atau ambil dalam 12 detik, kalikan 5.
Irama EKG yang normal implus (sumber listrik) berasal dari Nodus SA, maka irmanya
disebut dengan Irama Sinus ("Sinus Rhytem")
Kriteria Irama Sinus adalah :
Iramanya teratur
Irama yang tidak mempunyai criteria tersebut di atas kemungkinan suatu kelainan.
Sumber :
https://www.youtube.com/watch?v=3NsKliiBgy8
RSIJ, cempaka putih. 2012. Elektrikardiografi. https://www.rsi.co.id/fasilitas/penunjang-
medis/elektrokardiografi-ekg . diakses tgl 08/12/2021.
LAPORAN PENDAHULUAN IGD
KASUS PNEUMOTHORAX
A. DEFINISI
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003).
Pneumothorak ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2000).
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura (W.
Sudoyo, 2006).
B. ETIOLOGI
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula
yang disebut granulomatus fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab
tersaring terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya
obstruksi empisema.
Infeksi saluran napas
Trauma dada
Cedera paru akut yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan bahan kimia
Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
Keganasan
C. PATOFISIOLOGI
D. PENGKAJIAN
1. Pengkajian fisik (warna, nadi, pernafasan, TD, auskultasi dada )
2. Keadaan Umum
a. Kesadaran :
b. TTV : TD, N, RR, S, BB
B1(Breathing)
Inspeksi : Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu,
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga bisa saja normal atau
melebar.
Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani,
dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat,
apabila tekanan intrapleura tinggi.
Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan semakin tipis,
sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada fistel brongkhopleura yang
cukup besar pada pneumotoraks terbuka.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan pengisian
kapiler darah.
B2 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen atau koma.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria. Oliguria merupakan
tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot
dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-
hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara
umum.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pola Napas Tidak Efektif (D. 0005)
Nyeri akut (D.0077)
Intoleransi aktifitas (D.0056)
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan
standard intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas.
(D.0005)
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pola nafas membaik.
2) Kriteria hasil
Dyspnea menurun
Penggunaan otot bantu nafas menurun
Pemanjangan fase ekspirasi menurun
Otopnea menurun
Pernapasan pursed-lip menurun
Frekuensi nafas membaik
3) Intervensi
Observasi
Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing
,ronchi kering)
Terapeutik
Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jaw-
thrust jika curiga trauma sevikal)
Posisikan semi-fowler atau fowler
Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
3) Intervensi
Observasi
Identifikasi skala nyeri
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyer
Kolaborasi
Pemberian analgetik, jika perlu
Observasi
Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktifitas
Terapeutik
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya,
suara, kunjungan)
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Melakukan aktvitas secara bertahap
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Morton dkk. (2012). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Morton. (2012). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
FORMAT PENGKAJIAN KGD DI RUANG UGD
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kiri bawah sejak kurang
Riwayat lebih 2 hari, terus menerus, terasa enakan pada saat posisi
perjalanan terlentang. 3 hari yang lalu ada BAB darah warna merah
penyakit segar,BAK tidak ada keluhan, demam (-) , mual (-), muntah (-)
pasien sudah berobat dan diberikan obat anti nyeri namun tidak
membantu.
Mulut : Sianosis
Dada : Simetris
Genitourinari: dbn
Integumen: dbn
Nyeri Epigastrium
Nyeri akut
Intervensi
Mandiri:
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri.
Identifikasi skala nyeri : skala nyeri 7
Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
Implementasi Mandiri:
Melakukan observasi tanda – tanda vital
TD : 110/70 mmHg
HR : 82 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36’c
GCS : 15
Kolaboratif:
- Memberikan obat – obat sesuai dengan intruksi dokter :
Memberikan injeksi Ketorolac 1amp IV
Terapi Oral
Omeprazole 3x1
Iburofen 2x1
Evaluasi (SOAP) S : pasien mengeluh nyeri perut kiri sampai pinggang
A : Manajemen Nyeri
Jakarta, 1 6 D e s e m b e r 2 0 2 1
Tanda tangan:
I. Identitas Klien
Nama : Tn. Wahyu
No MR : 00236335
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Hari Rawat ke : 2 dua
Status : Menikah
BB/TB : 60 Kg
Tanggal: 05 Desember 2021
Agama : Islam
Alergi : Tidak Ada
Alamat Rumah : Jl. Kp Warung Jengkel No.13 Kel. Pengangsaan
2
Diagnosa Medis : Hemiparase sin e.c SNH dd SH
Pernapasan Airway:
Adanya sumbatan berupa sputum, suara napas ngorok/ gurgling
Breathing :
Tidak ada retraksi dinding dada, bentuk dada simetris.
Suara napas wheezing.
Kardiovaskuler Circulasi :
Nadi lemah, kulit pucat, turgor kulit inelastis, CRT >2 detik.
Disabelity GCS :
E:1
M:5
V:5
Kesadaran Delirium, Pupil Miosis, Reflek Cahaya +/+
Motorik Hemiparase
Neurologi Adanya kelemahan anggota gerak ekstremitas atas dan bawah sebelah
kiri.
Gastro enterologi Saat pertama masuk ICU terdapat cairan hitam dari selang makan
( NGT ) setelah rawatan kedua di ICU cairan hitam sudah tidak ada
Obat Oral :
Asam Folat 1x1
Vitamin B complek 1x1
Simvastatin 20 mg 1x1
Sucralfat syr 4 x 15 ml
Bisoprolol 2,5mg 1x1
Paracetamol 3x1
Obat Injeksi :
Injeksi kalnex 3x500
Injeksi Omeprazole 3x1
Levofloxacin 750mg 1x1
Ceftriaxone 2gr 1x1
IV. Analisa Data
Data Objektif :
Pasien mengalami penurunan
kesadaran
Keadaan umum pasien lemah
Pasien mengalami kelumpuhan
anggota gerak ekstermitas atas dan
bawah sebelah kiri
Hasil AGD pasien
O2 sat :
97.5%
Hco3 : 21,9
mmol/L
Po2 : 93.6
mmhg
2 Data Subjektif : - Bersihan Jalan Spasme jalan
Napas napas dan secret
Data Objektif : yang tertahan
Tampak terpasang O2
RR : 26 x/menit
SPO2 : 97%
Suara nafas gurgling
Kolaborasi
Pemberian infus dripp vascon 0,5 mg/23ml
Pemberiant terapi injeksi paracetamol 500mg
3x1
kalnex 500mg 3x1
Asam folat 1x1 tab
Vitamin B complex 1x1 Simvastatin
20mg 1x1
Bisoprolol 2,5 mg 1x1
NaCl capsul 1x1
2 Bersihan jalan Setelah dilkukan Observasi:
nafas tidak efektif asuhan keperawatan Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
selama 3x24 jam usaha napas)
diharapkan kondisi Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
klien membaik mengi, weezing, ronkhi kering)
dengan kriteria
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
hasil:
1. Produksi sputum
Terapeutik:
menurun
2. Tidak ada suara Posisikan semi-Fowler atau Fowler
nafas tambahan Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
3. Dyspnea detik
menurun Berikan oksigen
4. Sulit bicara
menurun Kolaborasi:
5. Frekuensi napas levofloxacin 750mg 1x1
membaik cefrtriaxone 2gr 1x1
6. Pola nafas
membaik
Dx Tgl/jam Implementasi dan respon Paraf Evaluasi (SOAP) Paraf
Ganggua 10-12- memonitor MAP (Mean S: -
n perfusi 21 Arterial Pressure)
cerebral 06.00 (08.00) O: klien dapat menggerakan
memonitor status extremitas sebelah kanan
pernapasan(08.00) dengan perintah
Ttv (Td:102/65mmhg
memonitor intake dan
N:82x/mnt RR:21x/mnt
output cairan (08.00)
S:37x/mnt SpO2:100%)
meminimalkan stimulus MAP: 77,3
dengan menyediakan Ku: dellirium
lingkungan yang tenang
(08.00) A: masalah belum teratasi
Monitor ttv klien
(08.00) P: intervensi dilanjutkan
Td: 99/67mmhg,
N:97x/mnt
RR:27x/mnt S:36,8C
SpO2:100%
Monitor ttv klien(09.00)
Td:100/74mmHg
N:102x/mnt RR:
27x/mnt S:36,5C
SpO2: 100%
Mengganti cairan infus
klien nacl 42ml/4 jam
Monitor ttv klien
(10.00)
Td:102/72mmhg
N:93x/mnt RR:26x/mnt
S:36C SpO2: 100%
Monitor ttv klien
(11.00)
Td:105/65mmHg
N:88x/mnt RR:24x/mnt
S:36C SpO2:100%
Monitor ttv klien
(12.00)
Td:100/62mmHg
N:112x/mnt
RR:29x/mnt S:36.8C
SpO2:99%
Memberikan terapi oral
sucralfate 15ml
Monitor ttv klien
(13.00)
Td:102/65mmhg
N:82x/mnt RR:21x/mnt
S:37x/mnt SpO2:100%
Mengganti cairan infus
Bersihan pagi Monitor pola napas S:-
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas) (08.00) O: RR:21x/mnt
tidak Monitor bunyi napas Klien tidak menggunakan otot
efektif tambahan (mis. bantu napas tambahan
Gurgling, mengi, Terdengar suara weezing saat
weezing, ronkhi kering) dikaji.
(08.00) Saat di suction secret klien
berwarna putih, sedikit, dan
Monitor sputum
berledir.
(jumlah, warna, aroma)
(08.00)
A: masalah belum teratasi
Terapeutik:
P: intervensi dilanjutkan
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Melakukan suction
(12.00)
Berikan oksigen 5Lpm
Ganggua 10-12- Monitor MAP (Mean S: -
n perfusi 21 Arterial Pressure)
cerebral siang Monitor stspernapasan O: Td:98/62mmHg N:103x/mnt
RR:24x/mnt S:37C SpO2:100%
Monitor intake dan
MAP: 74
output cairan
Klien dapat menggerakan
Minimalkan stimulus extremitas sebelah kanan
dengan menyediakan dengan perintah
lingkungan yang tenang KU: dellirium
Berikan posisi semi
fowler A:maslah belum teratasi
Cegah terjadinya kejang
Pertahankan suhu tubuh P:intervensi dilanjutkan
normal
Pemberiant terapi oral
paracetamol 500mg 3x1
(14.00)
kalnex 500mg 3x1
(14.00)
memberikan terapi
injeksi omeprazole 3x1
(14.00)
monitor ttv (14.00)
TD:98/68mmHg
N:95x/mnt RR:24x/mnt
S:36,8C SpO2:99%
Monitor ttv (15.00)
Td:100/75mmHg
N:111x/mnt
RR:21x/mnt S:36.8C
SpO2:99%
Monitor ttv (16.00)
Td:98/66mmHg
N:98x/mnt RR:22x/mnt
S:37C SpO2:100%
Membantu kebersihan
diri klien (mandi)
Monitor ttv: (17.00)
Td:88/55mmHg
N:115x/mnt
RR:23x/mnt S:37,2C
SpO2:100%
Monitor ttv (18.00)
Td:95/75mmHg
N:98x/mnt RR:23x/mnt
S:37C SpO2:100%
Mengganti infus dripp
vascon 23ml/jam/12jam
(18.00)
Memberikan asupan
nutrisi diit susu 100ml
Memberikan terapi oral
sucralfate 15ml
Pemberian infus dripp
vascon 0,5 mg/23ml
Monitor ttv: (19.00)
Td:98/65mmHg
N:120x/mnt
RR:23x/mnt S:37C
SpO2:100%
Monitor ttv (20.00)
Td:98/62mmHg
N:103x/mnt
RR:24x/mnt S:37C
SpO2:100%
Bersihan siang Monitor pola napas S:-
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas) O: RR:24x/mnt
tidak Monitor bunyi napas Klien tidak menggunakan otot
efektif tambahan (mis. bantu napas tambahan
Gurgling, mengi, Terdengar suara weezing saat
weezing, ronkhi kering) dikaji.
Klien tampak sesak
Terapeutik: Terpasang O2 5lpm
Posisikan semi-Fowler
A: masalah belum teratasi
atau Fowler
Berikan oksigen P: intervensi dilanjutkan
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Kolaborasi:
levofloxacin 750mg 1x1
(06.00)
cefrtriaxone 2gr 1x1
(06.00)
Bersihan Siang Monitor pola napas
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak
efektif
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Kolaborasi:
levofloxacin 750mg 1x1
(06.00)
cefrtriaxone 2gr 1x1
(06.00)
Bersihan Pagi Monitor pola napas
jalan (frekuensi, kedalaman,
nafas usaha napas)
tidak Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Bersihan 12-12- Monitor pola napas
jalan 21 (frekuensi, kedalaman,
nafas Malem usaha napas)
tidak Monitor bunyi napas
efektif tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi kering)
Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Kolaborasi:
levofloxacin 750mg 1x1
(06.00)
cefrtriaxone 2gr 1x1
(06.00)
Terapeutik:
Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Berikan oksigen
Ganggua 13-12- S
n perfusi 21 O
cerebral Siang A: masalah tidak teratasi
P: klien meninggal (+)
FORMAT PENILAIAN PRESENTASI KASUS/SEMINAR
Topik : ...........................................................................................................................
Hari/tgl/jam : ...........................................................................................................................
Skor: 1-2-3-4
Aspek yang Dinilai Bobot Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Persiapan
1. Makalah yg dipresentasikan (sistematika
penulisan, aspek bahasa dan kalimat 25%
bahasa, tehnik penulisan, kepustakaan)
2. Media presentasi
Pembukaan
(cara membuka, penyampaian tujuan, 10%
pembagian waktu)
Pelaksanaan
(sistematika penyampaian, kejelasan
penyampaian, penguasaan materi, peguasaan
situasi, penguasaan emosi, bahasa dan cara 40%
bicara, antusiasme, tanggapan atas
pertanyaan, keterbukaan dan penghargaan
atas ide/gagasan orang lain)
Penutup
(Perumusan kesimpulan, identifikasi aspek 25%
yang perlu perbaikan, cara menutup
seminar)
Total nilai 100%
(…………………………………..)
FORMAT PENILAIAN KINERJA PROFESIONALITAS INDIVIDU
Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................
Skor: 1-2-3-4
No Kinerja Bobot Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Interpersonal
- Komunikasi antar teman
- Komunikasi antar tim kesehatan 20%
- Melakukan operan dengan petugas
kesehatan
2 Knowledge
- Pengetahuan dalam mengkaji
- Kemampuan dalam analisa masalah
- Kemampuan mengaitkan rencana
intervensi dengan masalah 30%
- Kemampuan menganalisa terhadap
tindakan
- Menggunakan konsep dan teori
3 Skill
- Kemampuan komunikasi dengan klien
- Ketrampilan melakukan prosedur
(persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi)
- Kemampuan menyampaikan data 30%
verbal dan tertulis dengan formulasi
yang logis dan baik
4 Etika/legal
- Disiplin, Etis
- Melakukan pencatatan dan pelaporan
- Bertanggung jawab
- Segera menyampaikan masalah yang
dihadapi saat ada kesulitan/kesalahan 20%
Nilai 100%
1. ……………………..
2. ……………………..
3. ……………………..
4. ……………………..
5. ……………………..
FORMAT PENILAIAN PRE DAN POST KONFERENSI
Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................
Skor: 1-2-3-4
No Kinerja Bobot Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pembuatan laporan pendahuluan
• Ruang rawat IGD
a. Kelengkapan patofisiologi
b. Kelengkapan pemeriksaan
penunjang
c. Dx keperawatan sesuai prioritas
d. Rencana tindakan
e. Kelengkapan referensi 15%
• Ruang rawat ICU
a. Kelengkapan aspek-aspek pada
klien yang menggunakan ventilator
b. Kelengkapan masalah-masalah
keperawatan yang mungkin timbul
pada klien dengan ventilator
c. Kelengkapan Patofisiologi
d. Kelengkapan referensi
2 Penyampaian hasil dari asuhan
keperawatan yang telah dilakukan 30%
3 Pemberian masukan (tanggapan,
pendapat, ide terhadap hal yang 30%
didiskusikan)
4 Pemberian respon (kognitif dan aktif)
terhadap masukan yang diberikan 25%
Jumlah 100%
1. ……………………..
2. ……………………..
3. ……………………..
4. ……………………..
5. ……………………..
FORMAT PENILAIAN LAPORAN KASUS KELOLAAN
Tanggal : ....................................................
Ruangan : ....................................................
Skor: 1-2-3-4
No Kriteria Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pengkajian yang akurat, meliputi:
- Identitas klien
- Alasan dirawat di ICU/HCU/ICCU
- Pengkajian fisik dan umum
- Lab dan diagnostik
- Program terapi
2 Melakukan analisa data
3 Menetapkan diagnosa keperawatan utama
4 Kesesuaian data dengan diagnosa
5 Menyusun rencana tindakan (intervensi)
6 Rasional tindakan sesuai dengan patofisiologi
Penyakit
7 Tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi
8 Memperhatikan kondisi klien
9 Modifikasi rencana sesuai hasil evaluasi
10 Menuliskan tindakan keperawtan yang telah
Dilakukan
Jumlah skor
Skor: 1-2-3-4
No Kriteria Nama Mahasiswa
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Mengkaji identitas pasien
2 Mengkaji keluhan utama
3 Mengkaji riwayat perjalanan penyakit
4 Melakukan survey primer (ABCDE)
5 Melakukan survey sekunder (head to toe)
6 Mengkaji hasil lab/diagnostik
7 Merumuskan diagnosa keperawatan prioritas
8 Menyusun intervensi untuk diagnosa prioritas
9 Intervensi bersifat mandiri dan kolaboratif
10 Melakukan evaluasi hasil tindakan (SOAP)
Total skor