Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

Tn. H dengan Gangguan Sistem Persyarafan dengan Diagnosa


Medis Stroke Infark di Ruang Darussalam 5 RS Al Islam
Bandung

Nama : Rizkiwati Pattiekon


NPM : PK.12.18.049

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI NERS
STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG
2018
2

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE INFARK DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP TEORI STROKE INFARK (CEREBRO VASCULAR


ACCIDENT INFARK)
1. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja
dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga
menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung
24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan
penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri
yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna
dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung
aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130)
2. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema
dan kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua
3

yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan
elastisitas dinding pembuluh darah
b) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan
menyebabkan viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat
melambatkan aliran darah cerebral
c) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan
darah otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli
berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem
arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a) Penyakit jantung reumatik
b) Infark miokardium
c) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

Faktor resiko stroke, yaitu :


a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan
mengalami kematian.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah
otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak
akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan
4

tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang


pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
c. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke
otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan
yang telah mati ke dalam aliran darah.
d. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian
diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL
dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan
faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
e. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi
cacing.
f. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
g. Merokok
Manifestasi Klinis Merokok merupakan faktor risiko utama untuk
terjadinya infark jantung.
h. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah
dan menimbulkan perdarahan.
i. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi,
merokok, dan kadar estrogen tinggi)
j. Penyalahgunaan obat (kokain)
k. Konsumsi alcohol
5

l. Lain–lain, Lanjut usia, penyakit paru–paru menahun, penyakit


darah, asam urat yang berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko
secara teori.
3. Klasifikasi
Berdasarkan patologi serangannya (Brasherz, 2008: 274)
a. Oklusi aterotrombotik pada arteri ekstra kranial (terutama pada
bitur kasio karotis atau intrakranial).
b. Kardioemboli akibat fibrilasi atrial, infark miokard terbaru
aneurismaventrikel, gagal jantung kongestif/ penyakit vaskular.
c. Lakunar akibat infark cerebral dalam pada arteri lentikulostrista
d. Hemodinamik akibat penurunan perfusi cerebral global.
4. Patofisiologi
Patofisiologi stroke menurut Wartonah (2007 : 85) Otak merupakan
bagian tubuh yang sangat sensitif karena jaringan yang lunak maupun
karena fungsinya yang sangat vital. Untuk melindungi otak ada dua
mekanisme anastomosis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme
anastomosis berhubungan dengan suplay darah ke otak untuk pemenuhan
kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi
adalah bagaiman otak melakukan mekanisme/ usaha sendiri dalam menjaga
keseimbangan.
Menurut Wartonah (2007 : 86) terjadinya stroke sangat erat
hubungannya dengan terjadinya perubahan aliran darah otak, baik karena
sumbatan maupun karena perdarahan pada otak, menimbulkan tidak
adekuatnya suplai oksigen dan glukosa. Berkurangnya oksigen atau
meningkatnya karbondioksida merangsang pembuluh darah untuk
berdilatasi sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan aliran darah
lebih banyak. Sebaliknya keadaan vasodilatasi memberi efek pada
peningkatan tekanan intrakranial.
Menurut Wartonah (2007 : 87) kekurangan oksigen dalam otak
(hipoksia) akan menimbulkan iskemia. Keadaan iskemi yang relatif
pendek / cepat dan dapat pulih kembali disebut transient ischemic attacks.
6

Selama periode anoksia (tidak ada oksigen) metabolisme otak cepat


terganggu. Sel otak akan mati dan terjadi perubahan permanen antara 3-10
menit anoksia.
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan
thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder.
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri
serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
Menurut Sylvia A. Price (2005) dan Smeltzer C. Suzanne (2001), stroke
infark disebabkan oleh trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah
otak) dan embolisme serebral (bekuan darah atau material lain). Stroke
infark yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan disuatu atau lebih arteri
besar pada sirkulasi serebrum dapat disebabkan oleh bekuan (trombus)
yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal.
Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas atau mungkin
terbentuk dalam suatu organ seperti jantung dan kemudian dibawa melalui
sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Sumbatan di arteri karotis
interna sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh
darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Apabila stenosis
mencapai suatu tingkat kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi
disekitar penyumbatan akan menyebabkan penurunan tajam kecepatan
7

aliran darah ke otak akibatnya perfusi otak akan menurun dan terjadi
nekrosis jaringan otak.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001) gejala dari stroke non
hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
a. Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan
pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi
8

neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi
tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh)
b. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi
oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab
afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab menghasilkan bicara.
b) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif.
c) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya.
c. Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan
sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak
menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihata.
d. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu
kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada
lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi
intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan
dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa
dan kurang motivasi.
f. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin
mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol
motorik.
9

6. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)
a. Dalam hal imobilisasi:
a) Infeksi pernafasan (Pneumoni),
b) Nyeri tekan pada dekubitus.
c) Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
a) Nyeri pada punggung
b) Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
a) Epilepsy
b) Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqqin (2008) Periksaan penunjang pada pasien CVA
infark:
a. Laboratorium :
a) Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien
CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit
(TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor
(PAF), fibrinogen.
b) Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien
CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal
60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan
mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung
darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun
LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145
nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,).
10

b. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung


(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal
jantung kongestif.
c. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki
kausa stroke.
d. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke
secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia
fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar.
e. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima
dan memetabolisme glukosa serta luas cedera.
f. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial.
g. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel
atau menyebar ke permukaan otak.
h. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi
dan besar / luasnya daerah infark.
8. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark
(Muttaqin, 2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV
dengan :
a) Mempertahankan saluran nafas yang paten
b) Kontrol tekanan darah
c) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
11

b. Terapi Konservatif
a) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
c) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
d) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
(a) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35
mmHg
(b) Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali
dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30⁰)
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas
g. Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke
infark yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi
aspirasi dan cairan hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah
cedera serebrovaskuler (CVA) sebagai upaya untuk mencegah
edema otak, serta memberikan diet rendah garam dan hindari
makanan tinggi lemak dan kolesterol.
12

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Pengkajian asuhan keperawatan (Doengoes, 2000)
a) Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan
juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga
dapat mempengaruhi.
b) Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain).
e) Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f) Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk
berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan
terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri.
g) Kebutuhan
(a) Nutrisi : Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah,
13

pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan,


obesitas
(b) Eliminasi : Menunjukkan adanya perubahan pola berkemih
seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen
(distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik),
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
(c) Aktivitas : Menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/
hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik
(hemiplegia)
(d) Istirahat : Klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot
b. Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan
kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk
batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik
sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem
respirasi.
b) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
c) Sistem neurologi
(a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
(b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di
otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis
stroke yang ada apakah bleeding atau infark
(c) Pemeriksaan saraf kranial
14

 Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan


pada fungsi penciuman
 Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
 Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
 Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan
kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus
 Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
 Pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
 Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indera pengecapan normal.
d) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine
e) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual
f) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan,
nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin
mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus.
15

h) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol


volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis
atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien stroke untuk
mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges
(1999) adalah sebagai berikut ;
a) Angiografi Serebral : membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik.
b) CT Scan : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
infark.
c) Pungsi lumbal : menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis emboli serebral dan TIA.
d) MRI : menunjukan adanya daerah yang mengalami infark,
haemoragik, malformasi arteriovena.
e) Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasikan penyakit arterivena.
f) EEG : mengidentifikasi masalah yang didasarkan pada gelombang
otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g) Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna dan parsial dinding aneurisma.
16

d. Patofisiologi
17

e. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : - Infark batang otak Bersihan jalan
Do: dyspneu, nafas tidak
ronkhi + Nervus 12 mengalami penurunan efektif

Tersedak

Obstruksi jalan nafas

Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Ds : sesak, Iskemik lobus otak Gangguan perfusi
jaringan serebral
koma
Do : penurunan Metabolisme anaerob
kesadaran,
SPO2 dibawah Peningkatan asam laktat
90%,
Hipertensi Edema serebral

Penurunan perfusi jaringan serebral

Gangguan perfusi jaringan serebral


3. Ds : - Iskemik lobus otak Gangguan
mobilitas fisik
Do :
Hemiplegia, Defisit neurologis
hemiparesis,
kekuatan otot Kehilangan kontrol volunter
menurun,
Hemiplegi dan hemiparesis
18

kesadaran
menurun Kerusakan mobilitas fisik

Gangguan mobilitas fisik


4. Ds : - Iskemik lobus otak Gangguan
komunikasi verbal
Do : Afasia
/ non verbal
Hemisfer kiri mengalami penurunan

Afasia

Kerusakan komunikasi verbal/nonverbal

Gangguan komunikasi verbal/non verbal


5. Ds :- Defisit neurologis Gangguan
persepsi
Do : nervus
3,4, 7, 8 Infark batang otak
mengalami
penurunan Nervus 3,4,6,7,8 mengalami penurunan

Gangguan persepsi
6. Ds : - Hemiplegi dan hemiparesis Gangguan
perawatan diri :
Do :
ADL
hemiplegi, Kerusakan mobilisasi fisik
hemiparesis
Kelelahan fisik

Gangguan perawatan diri : ADL


19

2. Diagnosa Keperawatan
Tanggal Ditemukan
No Diagnosa Keperawatan Tanggal Nama dan
Paraf
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan sekresi secret dan ketidak mampuan batuk efektif
sekunder akibat cedera serebrovoskular yang ditandai dengan
adanya sekret pada saluran pernapasan, suaran napas ronkhi,
adanya suara nafas tambahan
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral,
edema serebral.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia, paralisis.
4. Gangguan komunikasi verbal / non verbal berhubungan dengan
gangguan sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum.
5. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan penerimaan
sensori, transmisi, integrasi, stres psikologik.
6. Gangguan perawatan diri : ADL berhubungan dengan defisit
neuromuskuler, menurunnya kekuatan otot dan daya tahan,
kehilangan kontrol otot, gangguan kognitif.

3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1) Jelaskan kepada 1) Pengetahuan yang diharapkan
nafas tidak tindakan keperawatan klien mengapa membantu mengemba
1x24 jam pasien terdapat kepatuhan klien terhadap re
efektif
menunjukkan bersihan penumpukan terapeutik
berhubungan jalan nafas setelah secret di saluran 2) Membantu pengenceran
dengan dilakukan tindakan pernapasan dan sehingga memperm
keperawatan. kegunaan batuk pemngeluaran
peningkatan
Kriteria Hasil: ronkhi efekif 3) Batuk yang efektif
sekresi secret tidak terdengar Px 2) Beri minum mengeluarkan secret dari s
dan ketidak menunjukkan batuk yang hangat jika pernapasan.
efektif, frekuensi nafas keadaan 4) pengisapan lender dilakukan
mampuan batuk
16- 20 x/menit. memungkinkan mengurangi adanya penump
efektif 3) Ajarkan pasien secret dan durasinya pun
sekunder akibat batuk efektif. dikurangi untuk mencegah b
cedera 4) Lakukan hipoksia.
pengisapan 5) Mengatur ventilasi dan melep
serebrovoskular lender, batasi secret karena relaksasi
yang ditandai durasi brokosposme.
dengan adanya pengisapan 6) Mengetahui keberhasilan tinda
20

sekret pada dengan 15 detik


saluran atau lebih.
5) Kolaborasi
pernapasan,
dalam
suaran napas pemberian
ronkhi, adanya bronkodilator
6) Observasi
suara nafas
keadaan umum
tambahan TTV

2. Gangguan Setelah dilakukan 1) Kaji status 7) Menentukan perubahan


perfusi jaringan tindakan keperawatan neurologik neurologik lebih lanjut.
2x24 jam pasien kembali setiap jam. 8) Tingkat kesadaran meru
serebral
membaik dengan 2) Kaji tingkat indikator terbaik a
berhubungan Kriteria hasil : kesadaran perubahan neurologi.
dengan 1) Pasien dapat dengan GCS. 9) Gangguan motorik dan sensori
mempertahankan 3) Evaluasi terjadi akibat edema otak.
gangguan aliran
tingkat kesadaran, keadaan motorik 10) Adanya perubahan tanda
darah, oklusi, fungsi kognitif, dan sensori seperti respirasi menunj
perdarahan, sensorik dan motorik. pasien. kerusakan pada batang otak.
2) Tanda-tanda vital 4) Monitor tanda 11) Bradikardia dapat diakib
vasospasme
stabil. vital setiap 1 adanya gangguan otak, m
serebral, edema 3) Gangguan lebih lanjut jam. dapat terjadi pada gangguan jan
serebral. tidak terjadi. 5) Hitung irama 12) Ist
denyut nadi, yang cukup dan lingkungan
auskultasi tenang mencegah perda
adanya murmur. kembali.
6) Pertahankan
pasien bedrest,
berikan
lingkungan
tenang, batasi
pengunjung,
atur waktu
istirahat dan
aktivitas.

3. Gangguan Setelah dilakukan 1) Kaji 1) Mengidentifikasi kekuatan


mobilitas fisik tindakan keperawatan kemampuan kelemaham motorik.
berhubungan 3x24 jam pasien kembali motorik. 2) Latihan ROM meningkatkan
dengan membaik dengan 2) Ajarkan pasien tonus, kekuatan otot, perb
gangguan Kriteria hasil : untik fungsi jantung dan pernafaan.
neuromuskuler, 1) Mepertahankan melakukan 3) Mencegah footdrop, men
kelemahan, keutuhan tubuh secara ROM minimal kontraktur fleksi bahu, men
parestesia, optimal seperti tidak 4X perhari bila edema dan kontraktur fleksi
paralisis adanya kontraktur. mungkin pergelangan.
21

2) Mepertahankan 3) Bila klien 4) Daerah yang tertekan mudah


kekuatan / fungsi tubuh ditempat tidur, terjadi trauma
secara optimal. lakukan 5) Mengembangkan program khu
tindakan untuk
meluruskan
postur tubuh (
gunakan papan
kaki, ubah
posisi sendi
bahu tiap 2-4
jam, sanggah
tangan dan
pergelangan
pada kelurusan
alamiah).
4) Observasi
daerah yang
tertekan,
termasuk
warna, edema
atau tanda
lain gangguan
sirkulasi.
5) Konsultasikan
dengan ahli
fisioterapi
4. Gangguan Setelah dilakukan 1) Kaji 1) Mengidentifikasi m
komunikasi tindakan keperawatan kemampuan komunikasi karena gangguan
verbal / non 3x24 jam pasien kembali komunikasi atau gangguan bahasa.
verbal membaik dengan adanya 2) Pasien dapat memperhatikan ek
berhubungan Kriteria hasil : gangguan dan gerakkan bibir lawan
dengan 1) Mampu menggunakan bahasa dan sehingga dapat m
gangguan metode komunikasi bicara. menginterpretasi.
sirkulasi, yang efektif baik verbal 2) Pertahankan 3) Membantu menciptakan komu
gangguan maupun non verbal. kontak mata yang efektif.
neuromuskuler, 2) Mampu dengan pasien 4) Memudahkan penerimaan pasie
kelemahan mengkomunkasikan saat 5) Menunjukan adanya respon da
umum. kebutuhan dasar. berkomunikasi. empati terhadap gangguan
3) Mampu 3) Ciptakan pasien.
mengekspresikan diri lingkungan
dan memahami orang penerimaan dan
lain. privasi ( jangan
terburu – buru,
bicara dengan
perlahan dan
intonasi normal,
kurangi bising
lingkungan,
22

jangan paksa
pasien untuk
berkomunikasi).
4) Gunakan kata-
kata sederhana
secara bertahap
dengan bahasa
tubuh.
5) Berikan respon
terhadap
perilaku non
verbal.

5. Gangguan Setelah dilakukan 1) Kaji kemapuan 1) Mengantisipasi defisit dan


persepsi tindakan keperawatan persepsi pasien perawatannya.
berhubungan 2x24 jam pasien kembali dan penerimaan 2) Menurunkan resiko cidera.
dengan membaik dengan sensorik. 3) Menghindari kebingungan.
gangguan Kriteria hasil: 2) Ciptakan 4) Menghindari kesalahan pe
penerimaan 1) Mempertahankan lingkungan yang terhadap realitas.
sensori, tingkat kesadaran sederhana dan 5) Memenuhi kebutuhan seha
transmisi, dan fungsi persepsi. pindahkan alat- dan mencegah injuri.
integrasi, stres 2) Mendemonstrasikan alat yang
psikologik. tingkah laku untuk berbahaya.
mengkompensasikan 3) Tempatkan
kekurangan. barang pada
tempat semula.
4) Orientasikan
pasien pada
lingkungan , staf,
dan prosedur
tindakan.
5) Bantu pasien
dalam aktivitas
dan mobilitas
untuk mencegah
injuri
6. Gangguan Setelah dilakukan 1) Kaji 1) Membantu merencanakan interv
perawatan diri : tindakan keperawatan kemampuan 2) Menumbuhkan kemandirian
ADL 2x24 jam pasien kembali ADL pasien. perawatan.
berhubungan membaik dengan 2) Anjurkan pasien 3) Meningkatkan harga diri klien.
dengan defisit Kriteria hasil: untuk 4) Perawat konsisten dalam me
neuromuskuler, 1) Mendemonstrasikan melakukan asuhan keperawatan.
menurunnya perubahan dalam sendiri 5) Memenuhi kebutuhan ADL
kekuatan otot merawat diri : mandi, perawatan melatih kemandirian.
dan daya tahan, BAB, BAK, dirinya jika 6) Mengembangkan rencana terapi
kehilangan berpakaian, makan. mampu.
kontrol otot,
23

gangguan 2) Menampilkan 3) Berikan umpan


kognitif. aktivitas perawatan balik positif atas
secara mandiri. usaha klien.
4) Pertahankan
dukungan, sikap
tegas, beri
cukup waktu
untuk
menyelesaikan
tugas pada
klien.
5) Bantu klien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADL
pasien jika klien
tidak mampu.
6) Kolaborasi ahli
fisioterapi.
24

DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga.

Smeltzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2.


Jakarta : EGC.

Wilkinson, judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. salemba medika: jakarta.

Price, Sylvia A.(2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. alih


bahasa Huriawati, Hartanto.(2005). Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai