Anda di halaman 1dari 27

A.

Anatomi Fisiologi
Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15% dari
curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400
kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam
sensasi atau rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-
gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses
mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensi, berkomuniasi, sifat
atau kepribadian, dan pertimbangan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi
lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah
(mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J.
Greene and Norman D.Harris, 2018 ).

1. Otak Besar (Serebrum)


Merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar
mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan
kepandaian (intelegensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar
terdiri atlas Lobus Oksipitalis sebagai pusat pendengaran, dan Lobus.
2. Otak Kecil (Serebelum)
Mempunyai fungsi utama dalam koordinasi terhadap otot dan tonus otot,
keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada rangsangan yang merugikan atau berbahaya
maka gerakan sadar yang normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi
mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.
3. Otak Tengah (Mesensefalon)
Terletak di depan otak kecil dan jembatan varol. Otak tengah berfungsi penting
pada refleks mata, tonus otot serta fungsi posisi atau kedudukan tubuh.
4. Otak Depan (Diensefalon)
Terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang berfungsi menerima semua rangsang
dari reseptor kecuali bau, dan hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu,
pengaturan nutrien, penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.
5. Jembatan Varol (Pons Varoli)
Merupakan serabut saraf yang menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan.
Selain itu, menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.
B. Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan
kematian (Muttaqin, 2019).   

CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena
trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang
jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria
karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari
lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2020).
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2018)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi
karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang
dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2020) :
a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2018) :
a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit
f. Diabetes Melitus
g. Merokok
D. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 2020).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2020).
b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub
arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf
Indonesia, Siti Rohani, 2020).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

2. Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Perbedaan CVA infark dan haemoragie :
Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan
Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak
Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas
Peringatan + 50% TIA -
Nyeri Kepala +/- +++
Kejang - +
Muntah - +
Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++


Kaku kuduk - ++
Kernig - +
pupil edema - +
Perdarahan Retina - +
Bradikardia hari ke-4 sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis di retina, aterosklerosis, HHD
koroner, perifer. Emboli
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis
Pemeriksaan:
Darah pada LP - +
X foto Skedel + Kemungkinan pergeseran
glandula pineal
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma. AVM. massa
intra hemisfer/ vaso-
spasme.
CT Scan Densitas berkurang Massa intrakranial
(lesi hypodensi) densitas bertambah.
(lesi hyperdensi)
Opthalmoscope Crossing phenomena Perdarahan retina atau
Silver wire art corpus vitreum
Lumbal pungsi :
 Tekanan Normal Meningkat
 Warna Jernih Merah

 Eritrosit < 250/mm3 >1000/mm3

Arteriografi oklusi ada shift

EEG di tengah shift midline echo


Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
1. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
2. Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
3. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
E. Tanda Dan Gejala
Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (2020), yaitu:
1. Lobus Frontal
a. Defisit Kognitif : kehilangan memori, rentang perhatian singkat, peningkatan
distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak mampu menghitung, memberi
alasan atau berpikir abstrak.
b. Defisit Motorik : hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot bicara),
disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
c. Defisit aktivitas mental dan psikologi antara lain : labilitas emosional, kehilangan
kontrol diri dan hambatan soaial, penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan,
permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri,
isolasi, depresi.
2. Lobus Parietal
a.   Dominan :
1. Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri,
tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan
tentang posisi bagian tubuh).
2. Defisit bahasa/komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang
dapat dipahami)
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
 Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)\
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan).
b. Non Dominan
Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi
diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas
yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan obyak-obyak dengan
tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
 Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital
Defisit lapang penglihatan penurunan ketajaman penglihatan,
diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal
Defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
F. Patofisiologi
Faktor resiko stroke seperti gaya hidup, Diabetes Melitus, riwayat penyakit
jantung dan sebagainya dapat menyebabkan kerja norepinefrin dipembuluh darah
meningkat sehingga tekanan darah meningkat atau hipertensi akut. Hipertensi yang terus
menerus dapat mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah
yang dapat menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan
cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perubahan yang terus berlanjut ini dapat menyebabkan pembuluh darah otak (serebral)
pecah sehingga terjadi stroke hemoragik (Rahmayanti, 2019).
Mekanisme yang sering terjadi pada stroke perdarahan intraserebral adalah faktror
dinamik yang berupa peningkatan tekanan darah. Kenaikan tekanan darah secara
mendadak ini dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah. Jika pembuluh darah
tersebut pecah, maka akan menyebabkan perdarahan. Pecahnya pembuluh darah otak
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
Transient Iskemic Attack (TIA) yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan Intraserebral sering dijumpai di daerah
pituitary glad, thalamus, subkartikal,lobus parietal, nucleus kaudatus, pons, dan
cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding pembuluh
darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid (Perdana,2017).
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang mengacu pada perdarahan otak di bawah
arachnoid, sering menyebabkan onset cepat defisit neurologis dan hilangnya kesadaran.
Perdarahan subarachnoid ini akan direspon tubuh dengan cara mengkonstraksi pembuluh
darah (vasokonstriksi atau vasospasme) yang diransang oleh zat-zat yang bersifat
vasokonstriksi seperti serotonin, prostaglandin, dan produk pecahan darah lainnya.
Keadaan ini akan memicu ion kalsium untuk masuk kedalam sel otot polos pembuluh
darah. Akibatnya konstraksi atau spasme akan semakin hebat dan lambat laun, yaitu
sekitar hari kelima setelah perdarahan, kontraksi akan mencapai puncaknya sehingga
terjadi penutupan lumen atau saluran pembuluh darah secara total dan darah tidak dapat
mengalir lagi ke sel saraf yang bersangkutan. Akhirnya terjadi kematian pada sel saraf
dan menyebabkan kehilangan control mengakibatkan terjadinya hemiplegi dan
hemiparesis. Hemiplegi dan hemiparesis dapat mengakibatkan kelemahan pada alat gerak
dan menyebabkan keterbatasan dalam pergerakan fisik pada ekstremitas sehingga muncul
masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik (Black dan Hawks, 2014)
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM (Arteriovenous
Malformati). Aneurisma paling sering di dapat pada percabangan pembuluh darah besar
di sirkulasi willis sedangkan AVM (Arteriovenous Malformatio) dapat dijumpai pada
jaringan otak di permukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak
dan ruang subarachnoid. Aneurisma merupakan lesi yang didapatkan karena berkaitan
dengan tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Prekursor
awal aneurisma adalah adanya kantong kecil melalui arteri media yang rusak. Kerusakan
ini meluas akibat tekanan hidrostatik dari aliran darah pulsatif dan turbulensi darah, yang
paling besar berada di bifurcatio atrei. Suatu anuerisma matur memiliki sedikit lapisan
media, diganti dengan jaringan ikat, dan mempunyai lamina elastika yang terbatas atau
tidak ada sehingga mudah terjadi ruptur. Saat aneurisma ruptur, terjadi ekstravasasi darah
dengan tekanan arteri masuk ke ruang subarachnoid dan dengan cepat menyebar melalui
cairan serebrospinal mengelilingi otak dan medulla spinalis. Ekstravasasi darah
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK) global dan mengiritasi meningeal
(Munir, 2018).
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarachnoid dapat mengakibatkan
vasopasme pembuluh darah serebral. Vasopasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah
timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasopasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang
berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh
darah arteri di ruang subarachnoid. Ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia,
dan lain-lain) (Wati, 2019).
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan
VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet
Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2018)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark
mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah
(LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah
mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang.
Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama, misalnya artritis,
panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l),
klorida,) (Prince, dkk ,2019)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Muttaqin, 2018).

3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali)   


dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2020)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran
darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa  stroke (Prince,dkk ,2018).
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara  Spesifik
seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia  fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis
dan   pembentukan thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2019).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa
besar suatu daerah di otak menerima dan  memetabolisme glukosa serta luas cedera
(Prince, dkk ,2018)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus  potensial
(Prince, dkk ,2020).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik  untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya
daerah infark (Muttaqin, 2018).

I. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2018):
1.   Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan Darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau
embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
1.Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2. Osmoterapi antara lain :
- Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-
30 menit, 4-6 kali/hari.
- Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3.    Posisi kepala head up (15-30⁰
4. Menghindari mengejan pada BAB
5.   Hindari batuk
6. Meminimalkan lingkungan yang panas
J. Farmakologi
1. Terapi farmakologi untuk stroke hemoragik
a. Obat analgesik, antipiretik, AINS,anti pirai.
Dengan pilihan obat paracetamol yang paling banyak digunakan. Penggunaan
paracetamol ini disebabkan karena pasien stroke juga disertai demam (hipertemi)
yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh mencapai 37,5 0C setelah 48 jam onset
stroke. Hipertemi diatasi dengan pemberian antipiretik, dosis yang diberikan adalah
500 mg hingga 4 kali sehari bila perlu.
b. Anti alergi dan obat untuk anafilaksis
dexamethasone yang digunakan untuk menghambat pembentukan edema akibat
cedera kepala pada perdarahan serebral yang diantaranya subdural, epidural,
intraserebral, dan batang otak.
c. Antiepilepsi dan antikonvulsi
obat fenitoin yang paling banyak digunakan untuk hampir semua jenis epilepsi atau
kejang, kecuali bangkitan lena. Kejang merupakan gejala neurologis paling umum
terjadi pada penderita stroke usia lanjut. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan
malformasi arteriovenosa, stroke batang otak, perdarahan subarakhnoid atau riwayat
kejang atau epilepsi.
d. Obat yang mempengaruhi darah
Asam traneksamat. Digunakan untuk mencegah terjadinya perdarahan ulang pasca
serangan stroke perdarahan. Perdarahan ulang ini berdampak buruk karena dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran bahkan kematian.
e. Antidiabetes parenteral
Novorapid merupakan insulin yang memiliki waktu kerja sangat cepat sekitar 3-5 jam
yang digunakan untuk pasien stroke hemoragik dengan penyakit diabetes melitus tipe
2. Mempertahankan kondisi normoglikemia menjadi bagian yang penting dalam
penatalaksanaan stroke. Kadar gula darah diusahakan secepat mungkin dikontrol
dalam rentang 100-150 mgl/dL. Sedangkan untuk penderita diabetes melitus,
disarankan target gula darah antara 100-200 mg/dL.
f. Obat kardiovaskular
Obat amlodipin paling banyak digunakan untuk menurunkan tekanan darah pada
pasien stroke hemoragik. Pemantauan tekanan darah pasien sangat diperlukan untuk
membantu pengambilan keputusan bagi para klinis untuk memberikan terapi
antihipertensi.
g. Larutan elektrolit, nutrisi, dan lainlain
larutan elektrolit NaCL yang paling banyak digunakan sebagai penanganan pertama
pada pasien stroke hemoragik untuk menghindari terjadinya dehidrasi yang akan
meningkatkan viskositas darah.
h. Obat saluran cerna
ranitidine yang paling banyak digunakan. Karena, pasien stroke hemoragik ada yang
memiliki masalah pada lambung. Selain itu juga, untuk mencegah terjadinya stress
ulcer, serta mengatasi obat-obat yang berefek samping pada lambung, akibat
pemakaian antiplatelet dan obat non steroid.
i. Vitamin dan mineral
vitamin C. Karena penggunaan vitamin pada pasien stroke berhubungan dengan kadar
homosistein dalam darah. Homosistein merupakan salah satu faktor risiko stroke yang
apabila kadarnya didalam darah tinggi maka risiko stroke akan meningkat.( Nony
L.dkk 2020)
Stroke iskemik
Pendekatan terapi pada stroke akut adalah menghilangkan sumbatan pada aliran darah
dengan menggunakan obat. Terapi yang dilakukan antara lain:

a. Trombolitik Intravena
1) Trombolitik Intravena
Terapi trombolitik intravena terdiri dari pemberian Recombinant Tissue
Plasminogen Activator (rtPA), pemberian agen trombolitik lain dan enzim
defibrogenating. Pemberian rtPA dapat meningkatkan perbaikan outcome dalam 3
bulan setelah serangan stroke apabila diberikan pada golden period yaitu dalam
onset 3 jam.
2) Trombolitik Intraarterial
Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan outcome terapi stroke dengan perbaikan
kanal middle cerebral artery (MCA). Contoh agen trombolitik intraarterial adalah
prourokinase.
b. Terapi Antiplatelet
Terapi antiplatelet bertujuan untuk meningkatkan kecepatan rekanalisasi (pembukaan
kembali pembuluh darah yang tersumbat) spontan dan perbaikan mikrovaskuler
(pembuluh darah berukuran kecil). Contoh agen antiplatelet oral yaitu aspirin,
clopidogrel, dipiridamol-aspirin (ASA), tiklopidin. Agen antiplatelet intravena adalah
platelet glikopotein IIb/IIIa, abciximab intravena (Ikawati, 2014)
K. Diet/Nutrisi
Berikut adalah jenis-jenis bahan makanan yang dianjurkan dan dibatasi untuk para
penderita stroke:

Golongan Bahan Dianjurkan Tidak Dianjurkan


Makanan
Sumber Beras, kentang, ubi, Produk olahan yang dibuat
Karbohidrat singkong, terigu, hunkwe, dengan garam dapur,
tapioka, sagu, gula, madu soda/baking powder, kue-kue
yang terlalu manis

Sumber Protein Daging sapi dan ayam tidak Daging sapi dan ayam
Hewani berlemak, ikan, telur, susu berlemak, jerohan, otak, hati,
skim, dan susu penuh ikan banyak duri, susu penuh,
dalam jumlah terbatas keju, es krim, dan produk
olahan protein hewani yang
diawet seperti daging asap dan
dendeng
Sumber Protein Semua kacang-kacangan Semua produk olahan kacang-
Nabati dan produk olahan yang kacangan yang diawet dengan
dibuat dengan garam dapur, garam natrium atau digoreng
dalam jumlah terbatas
Sayuran Sayuran berserat sedang Sayuran menimbulkan gas
dimasak, seperti bayam, (sawi, kol, kembang kol,
kangkung, kacang panjang, lobak), sayuran berserat tinggi
labu siam, tomat, taoge, (daun singkong, katuk,
dan wortel melinjo, dan sayuran mentah

Buah-buahan Buah segar, dibuat jus atau Buah yang menimbulkan gas
disetup seperti pisang, seperti nangka dan durian,
pepaya, jeruk, mangga, buah yang diawet dengan
nenas, dan jambu biji natrium seperti buah kaleng
(tanpa bahan pengawet) dan asin
Sumber Lemak Minyak jagung dan minyak margarin atau mentega, santal
kedelai, minyak nabati kental, dan gorengan

Minuman Teh, kopi, cokelat dalam Teh, kopi, cokelat dalam


jumlah terbatas jumlah tak terbatas, minuman
bersoda dan alkohol
Prinsip Diet pada penyakit stroke sebagai berikut : 
 Prinsipnya penatalaksanaan gizi pada pasien stroke adalah mengoptimalkan pemenuhan
energi dalam mencegah katabolisme. Kebutuhan energi 25 – 45 kkal/kgBB (Berat badan
ideal), pada kondisi akut 1100 – 1500 kkal/hari, dinaikkan bertahap sesuai kondisi pasien
 Protein 0,8 – 1,5 g/kg berat badan ideal per hari (normal).
 Lemak 20 – 35% dari total kebutuhan energi. Hindari penggunaan margarin atau
mentega, santal kental, dan gorengan, disarankan untuk menggunakan minyak nabati
 Karbohidrat 60 – 70% dari total kebutuhan energi, diberikan cukup terutama karbohidrat
kompleks dan karbohidrat dengan indeks glikemik rendah seperti labu, ubi, singkong,
beras merah
 Serat 25 – 30 g/hari
 Cairan 1500 – 2000 ml/hari
 Kolesterol <200 mg/hari
 Vitamin dan mineral pemecah homosistein seperti vitamin A, B2, B6, B12, B9, C dan E.
Mineral diberikan cukup terutama kalsium, magnesium, dan natrium. Sumber diperoleh
dari sayuran dan buah – buahan. (Suharyanti S.2020)
L. Teori Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai berikut :
1. Anamnesis (Khaira, 2018)
a. Identitas Klien
b. Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai pada populasi usia
tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh
tahun. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral lebih sering ditemukan
pada usia 45-60 tahun, sedangkan stroke hemoragik dengan perdarahan subarachnoid
lebih sering ditemukan pada usia 20-40 tahun.
c. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi dibandingkan wanita, dengan
perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak
berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan hidup sampai 85 tahun
kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko bagi wanita hanya 20%. Pada
laki-laki cenderung terkena stroke iskemik sedangkan wanita lebih sering menderita
stroke hemoragic subarachnoid dan kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan
laki-laki.
d. Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jenis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli menyebutkan
bahwa stroke cenderung diderita oleh golongan dengan sosial ekonomi yang tinggi
karena berhubungan dengan pola hidup, pola makan, istirahat dan aktivitas. Hasil
penelitian menunjukkan sebagaian besar (50%) berpendidikan sarjana, yang memiliki
kecenderungan adanya perubahan gaya dan pola hidup yang dapat memicu terjadinya
stroke
2. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik,
kejang, penurunan kesadaran (Gefani, 2017).
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada saat pasien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain (Rahmayanti, 2019).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan. Selain itu, pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan
riwayat tinggi kolesterol, merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai
hipertensi dan meningkatnya kadar estrogen, dan riwayat konsumsi alcohol (Khaira,
2018).
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu (Khaira, 2018).
6. Pola Fungsi Kesehatan (Wati, 2019)
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan
Berkaitan dengan fungsi peran yang tergambar dari penyesuaian atau pencerminan
diri yang tidak adekuat terhadap peran baru setelah stroke serta masih menerapkan
pola tidak sehat yang dapat memicu serangan stroke berulang. Pengkajian perilaku
adaptasi interdependen pada pasien paska stroke antara lain identifikasi sistem
dukungan sosial pasien baik dari keluarga, teman, maupun masyarakat

b. Pola Nutrisi dan Metabolisme


Pasien stroke sering mengalami disfagia yang menyebabkan gangguan intake dan
pola nutisi. Respons adaptasi tidak efektif yang sering ditunjukkan pasien antara lain
mual, muntah, penurunan asupan nutrisi dan perubahan pola nutrisi. Stimulus fokal
yang sering menyebabkan respons adaptasi tidak efektif pada pola nutrisi pasien
stroke yaitu disfagia dan penurunan kemampuan mencerna makanan. Stimulus
konstekstual yaitu kelumpuhan saraf kranial, faktor usia dan kurangnya pengetahuan
tentang cara pemberian makanan pada pasien stroke yang mengalami disfagia.
Stimulus residual yaitu faktor budaya serta pemahaman pasien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi bagi tubuh.
c. Pola Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi BAB dan BAK, konsistensi feses, jumlah dan warna
urin, inkontinensia urin, inkontinensia bowel, dan konstipasi. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus otot, gangguan
tingkat kesadaran.
e. Pola Tidur dan Istirahat
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
f. Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara
g. Pola Sensori dan Kognitif
Sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau ganda, hilang
rasa sensorik kontralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak sama
7. Pemeriksaan Fisik (Amanda, 2018)
a. Keadaan Umum
Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan yang menyebabkan
kerusakan otak kemudian menekan batang otak. Evaluasi tingkat kesadaran secara
sederhana dapat dibagi atas :
b. Tanda-Tanda Vital
Ditemukan nafas cepat dan tekanan darah tinggi
c. Pemeriksaan Head To Toe
1) Pemeriksaan Kepala
a) Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien stroke normocephalik
b) Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien
c) Wajah : Biasanya pada wajah klien stroke terlihat miring kesalah satu sisi.
2) Pemeriksaan Integumen
a) Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek.
b) Kuku : Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilarry refill timenya < 3
detik bila ditangani secara cepat dan baik
3) Pemeriksaan Dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Pada auskultasi biasanya terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada
klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesdaran compos mentis, pada pengkajian inspeksi
biasanya pernafasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan fremitus kiri
dan kanan, dan pada ausklutasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan
4) Pemeriksaan Abdomen
Biasanya pada klien stroke didapatkan distensi pada abdomen, dapatkan
penurunan peristaltik usus, dan kadang-kadang perut klien terasa kembung.
5) Pemeriksaan Genitalia
Biasanya klien stroke dapat mengalami inkontinensia urinarius sementara karena
konfusi dan ketidakmampuan mengungkapkan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk menggunakan urinal karena kerusakan control motorik dan postural.
Kadang- kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril,
inkontenesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya normal yaitu <
2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat.
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa
dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan
tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Ekstremitas Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada
saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi
atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek
patella (+)).
7) Pemeriksaan Neurologis
Biasanya ada gangguan di nervus IV yaitu penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah.
Diagnosa keperawatan
1. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d aneurisma serebri

2. Pola nafas tidak efektif b.d depresi pusat pernafasan d.d pola nafas abnormal (takipneu,
bradipneu)

3. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri atau vena d.d nadi perifer menurun

4. Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran

5. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan d.d otot menelan lemah

6. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot d.d kekuatan otot menurun

7. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuscular d.d afasia


Intervensi
1. Perfusi perifer Perfusi perifer Perawatan sirkulasi
tidak efektif
b.d penurunan Observasi
aliran arteri  Periksa sirkulasi perifer
atau vena d.d  Identifikasi faktor resiko gangguan
nadi perifer sirkulasi ( mis. hipertensi)
INDIKATOR S S Terapeutik
menurun
A T
 Lakukan pencegahan infeksi
Denyut nadi perifer 5  Lakukan hidrasi
Edukasi
Edema perifer 5

Kelemahan otot 5  Anjurkan berolahraga rutin


 Anjurkan menggunakan obat
Tekanan darah 5 penurun tekanan darah, dll, jika
sistolik perlu
 Anjurkan minum obat pengontrol
Tekanan darah 5 tekanan darah secara teratur
distolik  Anjurkan program rehibilitasi
vascular
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi ( mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan, dll)
2. Resiko perfusi Perfusi serebral Manajemen peningkatan tekanan
serebral tidak intracranial
efektif b.d
aneurisma Observasi
INDIKATOR S S
serebri A T  Identifikasi penyebab peningkatan
TIK (mis. edema serebral)
Tingkat kesadaran 5  Monitor tanda/gejala peningkatan
TIK (mis. tekanan darah meningkat,
Tekanan intra 5 kesadaran menurun,dll)
kranial  Monitor ICP ( intra cranial
pressure), jika perlu
Sakit kepala 5  Monitor CPP ( cerebral perfusion
preasure)
Nilai rata-rata 5
Terapeutik
tekanan darah
 Minimalkan stimulus dengan
Kesadaran 5
menyediakan lingkungan yang
tenang
 Cegah terjadinya kejang
 Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi dan


anti konvulsan, jika perlu
3. Pola nafas Pola napas Pemantauan respirasi
tidak efektif
b.d depresi Observasi
pusat INDIKATOR S S  Monitor frekuensi,
pernafasan d.d A T irama,kedalaman dan upaya nafas
pola nafas  Monitor pola nafas ( mis.
abnormal Kapasitas vital 5 bradipneu, takipneu, dll)
(takipneu,  Monitor adanya sumbatan jalan
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, A., Irwandy, F., & Linggi, E. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Perawatan Pasien Stroke Di Rumah Terhadap Tingkat Pengetahuan Keluarga. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 11(1 SE-Articles).https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.299

Hardianto, Y., Rijal, R., & Adliah, F. (2020). Gambaran Efektivitas Penerapan Program
Rehabilitasi Stroke Berbasis Rumah di Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 11(1), 18–23.

Nony L. Poana, Weny I. Wiyono, Deby A. Mpila (2020) Pola Penggunaan Obat Pada Pasien
Stroke Hemoragik Di Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado Periode Januaridesember 2018
Suharyanti S, Hartati S, Kresnawan T, Sunarti S, Hudayani F, Darmarini F. 2020. Penuntun Diet
Dan Terapi Gizi. 4th ed. EGC
Syah Reza Manefo, Endang Budiati, Dwi Yulia Maritasari. 2021. Karakteristik Pasien
Berdasarkan Indikasi Pembedahan Penderita Stroke Hemoragik. Jurnal Ilmiah Permas:
Jurnal Ilmiah Stikes Kendal. Vol.11. No.2

Umi Faridah, Sukarmin, Sri Kuati. 2018. Pengaruh Rom Exercise Bola Karet Terhadap
Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke Di Rsud Raa Soewondo Pati. Indonesia Jurnal
Perawat Vol.3 No.1

Anda mungkin juga menyukai