Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DIARE DI PUSKESMAS PAJARAKAN

Dosen Pembimbing : Roisah S.Kep.Ns.M.Kes

Disusun Oleh:
Dian Faqih. Nim : 14201.10.18005

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN PROBOLINGGO
TAHUN AKADEMIK 2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DIARE

DI PUSKESMAS PAJARAKAN

Probolinggo 9 Februari 2021

Mahasiswa

Mengetahui,

CI Akademik CI Klinik

Kepala Ruagan
A. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar sistem pencernaan

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang
tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi
untuk mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan
menelan. Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan
pencerna penting ke dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan
dibatasi selaput lendir (membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir
esofagus, ditambah lapisan-lapisan epitelium (Pearce Evelin C. 2019).
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu (Pearce Evelin C.
2019).
1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air


pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana,
terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya
lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung.
Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Tenggorokan (faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.


Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring
terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang. Ke atas
bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari:
Bagian superior = bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media
= bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang
sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada
nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas
kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut laring gofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring.
3. Kerongkongan (esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang


dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik. Sering juga disebut esofagus.
4. Lambung

Lambung adalah perluasan organ berongga besar menyeupai kantung


dalam peritoneum yang terletak diantara esofagus dan usus halus.
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagman superficial.
Gastroenteritisakut yang ditandai dengan diare dengan beberapa kasus
muntah yang terakibat kehilangan cairan eloktrolit yang menimbulkan
dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan (Bezt & Linda 2019).
Lambung atau bagian dari saluran pencernaan yang tidak mekar paling
banyak terletak terutama di daerah epigastrium diafragma dan didepan
pankreas, dan sebagian di sebelah kiri daerah umbilikus dan dikelilingi oleh
usus besar, panjang usus halus ± 2,5 meter dalam keadaan hidup, dibagi
beberapa bagian yaitu duodenum yang panjangnya ± 25 cm, yeyunum ± 2
meter dan ileum ± 1 meter.
Struktur lambung terdiri dari 4 lapisan yaitu:
1) Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa
2) Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan yaitu :
a) Selaput longitudinal yang tidak dalam dan tidak bersambung
dengan otot oesofagus.
b) Serabut oblig yang terutama pada fundus lambung dan berjalan
dari orifisum kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui
kurvatura minor.
c) Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta
membentuk otot spingter dan berada di bawah lapisan pertama
3) Lapisan sub mukosa yang terdiri dari jaringan areolar berisi pembuluh
darah dan saluran limfe.
4) Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal yang terdiri dari
atas banyak kerutan dan rugae yang hilang bila organ itu mengembang
oleh karena berisi makanan
Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak cairan limfe.
Fungsi lambung terdiri dari :
(1) Fungsi motorik yaitu sebagai tempat penyimpanan makanan sampai
makanan tersebut sedikit-sedikit dicerna.
(2) Fungsi sekresi dan pencernaan yaitu mengeluarkan sekret cairan
pencernaan, getah lambung (HCl) yang mengasamkan semua
makanan dan bekerja sebagai zat antiseptik dan desinfektan sehingga
banyak organisme yang ikut masuk bersama makanan dan tidak
berbahaya. Beberapa enzim pencernaan yang terdapat dalam getah
lambung diantaranya adalah pepsin yang akan memecahkan lemak
menjadi asam lemak dan gliserol.
5. Usus halus( usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat
yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir
(yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-
pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus
yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus
dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus
halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum
akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa,
panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian
usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus
buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan
berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
6. Usus besar (kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
(1)Kolon asendens (kanan)
(2)Kolon transversum
(3)Kolon desendens (kiri)
(4)Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,
seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.
Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
(1) Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.
(2) Appendix
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai
cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah
dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis
(infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau
dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix)
adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi
ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang
(pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya
umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian
yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai
appendektomi.
7. Rektum

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah


sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.
Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka
timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu
sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus
besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.
Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.
8. Anus

Anus adalah sebuah kata bahasa latin anus adalah sebuah bukaan
dari rektum ke lingkungan luar tubuh. Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. otot
sphinkter merupakan otot polos yang bekerja tanpa perintah,sedangkan
lainnya merupakan otot rangka. Anus manusia teletak bagman tenga
bokong, bagman posterior dan peritonium.Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar), yang merupakan fungsi utama
anus.
B. DEFINISI
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
> 3 kali / hari, serta perubahan isi / volume (>200 gr/hari) dan konsistensi
feses cair (Nethina dkk, 2018).
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan
atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih
banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi.Diare adalah
buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah
diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam
atau beberapa hari (etz Cecily, 2019).
Diare merupakan situasi dimana seorang individu mengalami sensasi rasa
sakit perut seperti melilit atau mulas kemudian defekasi  berupa feses yang
encer atau lunak dan tidak berbentuk serta dikeluarkan secara terus- menerus
dengan frekuensi lebih dari 3 kali.
Diare dibagi menjadi dua yaitu:
1. Diare Akut
Diare akut dikarakteristikkan oleh perubahan tiba-tiba dengan
frekuensi dan kualitas defekasi. Diare yang awalnya mendadak dan
berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
Penyebab utamanya adalah bakteri, parasit maupun virus. Penyebab
lain: toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama,
kemoterapi dan berbagai kondisi lainnya.
2. Diare Kronis
Diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku
bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas
waktu dua minggu. Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok,
yaitu konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat
pengaruh keduanya (Lynda Juall, 2012).
C. ETIOLOGI
Faktor predisposisi diare antara lain, usia yang masih kecil, malnutrisi,
penyakit kronis, penggunaan antibiotik, air yang terkontaminasi, sanitasi atau
higiene buruk, pengolahan dan penyimpanan makanan yang tidak tepat.
1. Infeksi virus (Rotavirus, Adenovirus), bakteri (E. Colli, Salmonella,
Shigella, Vibrio dll), parasit (protozoa : E. hystolitica, G. lamblia;
cacing : Askaris, Trikurus; Jamur : Kandida) melalui fecal oral :
makanan, minuman,yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan
tinja penderita.
2. Malabsorbsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak atau protein.
3. Makanan : alergi makanan, basi atau keracunan makanan
4. Imunodefisiensi / imunosupresi (kekebalan menurun) : Aids dll
5. Faktor lingkungan dan perilaku
6. Psikologi : rasa takut dan cemas
Terdapat 2 bahan dalam etiologi diare pada anak (Mary E. Muscari, 2015).
1. Diare Akut
Diare akut dapat disebabkan karena adanya bakteri, nonbakteri maupun
adanya infeksi.
a. Bakteri penyebab diare akut antara lain organisme Escherichia coli dan
Salmonella serta Shigella. Diare akibat toksin Clostridium difficile dapat
diberikan terapi antibiotik.
b. Rotavirus merupakan penyebab diare nonbakteri (gastroenteritis) yang
paling sering.
c. Penyebab lain diare akut adalah infeksi lain (misal, infeksi traktus
urinarius dan pernapasan atas), pemberian makan yang berlebihan,
antibiotik, toksin yang teringesti, iriitable bowel syndrome, enterokolitis,
dan intoleransi terhadap laktosa.
2. Diare kronis biasanya dikaitkan dengan satu atau lebih penyebab berikut ini
Sindrom malabsorpsi, Defek anatomis, Reaksi alergik,Intoleransi
laktosa, Respons inflamasi, Imunodefisiensi, Gangguan motilitas,
Gangguan endokrin, Parasit dan Diare nonspesifik kronis.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare akut
- Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.
- Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas-gas dalam
perut, rasa tidak enak, nyeri perut.
- Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut.
- Demam.
2. Diare kronik
- Serangan lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang.
- Penurunan BB dan nafsu makan.
- Demam indikasi terjadi infeksi.
- Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardi, denyut lemah(Elizabeth J.
Corwin, 2017).
Bentuk klinis diare
Diagnose Didasarkan Pada Keadaan
Diare cair akut a. Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14
hari
b. Tidak mengandung darah
Kolera a. Diare air cucian beras yang sering ada banyak dan cepat
menimbulkan dehidrasi berat, atau
b. Diare dengan dehidrasi berat selama terjadinya KLB
kolera, atau
c. Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V cholers 01
atau 0139
Disentri Diare berdarah (dilihat atau dilaporkan)
Diare persisten Diare yang berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk Diare apapun yang disertai gizi buruk
Diare terkait antibiotika Mendapat pengobatan antibiotic oral spectrum luas
(Antibiotic Associated
Diarrhea)
Invaginasi a. Dominan darah dan lender dalam tinja
b. Massa intra abdominal (abdominal mass)
c. Tangisan keras dan kepucatan pada bayi
Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare
Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan
Dehidrasi berat Terdapat 2 atau lebih tanda: Beri cairan untuk diare
a. Letargis/tidak sadar dengan dehidrasi berat
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum atau malas
minum
d. Cubitan perut kembali sangat
lambat (≥ 2 detik)
Dehidrasi Terdapat 2 atau lebih tanda: a. Beri anak dengan cairan
ringan atau a. Rewel gelisah dengan makanan untuk
sedang b. Mata cekung dehidrasi ringan
c. Minum dengan lahap atau haus b. Setelah rehidrasi,
d. Cubitan kulit kembali dengan nasehati ibu untuk
lambat penangan dirumah dan
kapan kembali segera
Tanpa dehidrasi Tidak terdapat cukup tanda untuk a. Beri cairan dan makanan
diklasifikasikan sebagai dehidrasi untuk menangani diare
ringan atau berat dirumah
b. Nasehati ibu kapan
kembali segera
c. Kunjungan ulang dalam
waktu 5 hari jika tidak
membaik

E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi bergantung pada penyebab:
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan
kapasitas untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus
yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh
gangguan malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis,
misalnya ketakutan atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui
stimulasi usus oleh saraf parasimpatis.Juga terdapat jenis diare yang ditandai
oleh pengeluaran feses dalam jumlah sedikit tetapi sering. Penyebab diare
jenis ini antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan penyakit Crohn. Kedua
penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikogenik.
F. PATHWAY
Pathway diare

Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang di usus Toksik tidak dapat diserap Ansietas

Hipersekresi air &


elektrolit
Hiperperistaltik

Isi usus
Penyerapan makanan di
usus

Diare

Frekuensi BAB Distensi abdomen

Mual muntah
Hilang cairan & elektrolit
berlebihan

Nafsu makan
Kerusakan integritas
Gangguan keseimbangan
kulit
cairan dan elektrolit

Ketidakseimbangan
Dehidrasi nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Kekurangan volume Resiko syok (Nurarif, Amin &


cairan (hipovolemik) Kusuma, H., 2013)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan
menyembuhkan penyakit yang mendasari (Baughman, 2020).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin
diresepkan glukosa oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan
loperamid (Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-
infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau
diare memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat
muda atau lansia.
Penatalaksanaan diare akut pada anak:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
a. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena
tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah
bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat
diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1
ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk
mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
b. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan
harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah
kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
x BB x 4 ml
0,001
Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
- Diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
- Diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
- Diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
Metode Perbandingan BB dan Umur
Total
BB (kg) Umur PWL NWL CWL Kehilangan
Cairan
<3 < 1 bln 150 125 25 300
3-10 1 bln-2 thn 125 100 25 250
10-15 2-5 thn 100 080 25 205
15-25 5-10 thn 080 025 25 130
Keterangan:
PWL: Previus Water Lose (ml/kgBB) = cairan muntah.
NWL: Normal Water Lose (ml/kgBB) = cairan diuresis, penguapan,
pernapasan
CWL : Concomitant Water Lose (ml/KgBB) = cairan diare dan muntah yang
terus menerus.
1) Cairan per oral
Pada klieg demean dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa.
Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90
mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-
sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit,
sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak
lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sucrose.
2) Cairan parental
pemberian pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:
- Untuk anak umur 1 bl -2 tahun berat badan 3-10 kg :
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset
berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20
tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit.
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg :
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts
atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg :
2 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts
atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts
atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg :
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam,
jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit
(1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
- Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian
glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak
tak jenuh.
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang
berantai sedang atau tak jenuh.
Standar Nutrisi parenteral untuk anak diare adalah didasarkan atas
kebutuhan kalori, kebutuhan asam amino, dan kebutuhan mikronutrien.
Kebutuhan kalori.
a. BBLR : 150 Kkal/ Kg BB
b. BBL C: 120 Kkal/ Kg BB/bulan
c. BB 0- 10 Kg : 100Kkal/ Kg BB
d. BB 11- 20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kkal x (BB -10)
e. BB > 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB – 20)
Kebutuhan Asam amino
a. BBLR 2,5 – 3/ Kg BB
b. Usia 0 -1 tahun : 2,5 g/ Kg BB
c. Usia 2 -13 tahun 1,5 -2g/ kg BB
Kebutuhan Mikronutrien
a. Kalium 1,5 – 2,5 meq/ kg BB
b. Natrium 2,5 – 3,5 meq/ kg BB
Salah satu contoh makanan untuk anak dengan diare adalah bubur
tempe yang bertujuan untuk memberikan diet kepada anak dengan diare.
Adapun sasaran dan kegunaannya adalah untuk meringankan kerja usus
bagi penderita diare dan diberikan kepada anak usia 6 -12 bulan dan anak
usia 1 -5 tahun. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah tepung beras 30
gram, tempe 50 gram, margarine 10 gram dan gula pasir 20 gram, serta air
200 ml. Adapun caranya ada 2 yaitu cara pertama: tempe di blender
ditambah 20 cc, campurkan tempe yang sudah diblender dengan tepung
beras, gula pasir, margarine dan air sebanyak 200 cc, aduk hingga rata, lalu
mask diatas api sampai mengental dan siap disajikan. Cara kedua: tempe
direbus lalu dihaluskan, campur tempe , tepung beras, margarine, gula pasir
dengan sisa rebusan tempe sebanyak 200 cc. Masak diatas api sampai
mengental kemudian disaring dan siap untuk disajikan.
3. Obat-obatan
Tabel anti diare
Pemakaian dan
Obat Dosis
pertimbangan
Opiat
Tingfur opium TR: D: PQ: 0,6 mL atau 10 Untuk diare akut dan
tts, q.i.d. dicampur dengan nonspesifik. Obat golongan
air II
Camphorated: 5-10 mL, 1-4
kali/ hari
Paregorik D: PO: 5-10 mL, 1-4 kali/ Untuk diare. Obat
hari golongan III
A: PO: 0,25-0,5 mL, 1-4
kali/ hari
Kodein D: PO: 15-30 mg, q.i.d. Untuk diare
Agen-agen opiat
related
Difenoksilat dengan D: PO: 2,5-5 mg, b.i.d,q.i.d. Untuk diare akut,
atropin (Lomotil) nonspesifik. Obat golongan
Anak >2 thn: 0,3-0,4 mg/kg, V.
setiap hari dalam dosis Dosis untuk anak
terbagi 4 atau 2 mg, 3-5 bervariasi sesuai dengan
kali setiap hari umur.
Loperamid (Imodium) D: PO: M: 4 mg, kemudian Untuk diare. Obat bebas
2 mg setelah buang air cair. terbaru. Kategori
Tidak melebihi 16 mg/ hari. kehamilan B. Tidak
A (5-8 thn) PO: 2 mgg, mempengaruhi SSP.
dosis dapat diulangi, tidak Kurang dari 1% yang
melebihi 4 mg/ hari mencapai sirkulasi
sistemik.
Adsorben
Kaolin-Pektin Sesuai dengan label Untuk diare. Diberikan
(Kaopectate) setelah setiap kali buang
air cair. Obat bebas.
Garam-garam bismut Sesuai dengan label Untuk diare, gangguan
(Pepto-Bismol) lambung. Dalam bentuk
cair atau tablet.
Kombinasi
Difenoksilat dengan Lihat agen-agen opiat Lihat agen-agen opiat
atropin (Lomotil) related related
Parepektolin Sesuai dengan label Mengandung paregorik
dan kaopecatate
Donnagel D: PO: M: 30 mg, kemudian Mengandung atropin dan
15-30 mg setelah setiap kaopectate
kali buang air cair
A: PO: 5-10 mg setelah
setiap kali buang air cair
Donnagel P-G D: PO: 15 mg, setiap 3 jam Mengandung opium,
atropin, dan kaopectate

Kunci:
- D: Dewasa
- A: Anak-anak
- PO: Per Oral
- M: Mula-mula
- TR: tingtur
- >: lebih dari
- tts: tetes.
H. KOMPLIKASI
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan komplikasi yang bisa terjadi
pada diare:
a. Dehidrasi.
b. Renjatan hipovolemik.
c. Kejang.
d. Bakterimia.
e. Mal nutrisi.
f. Hipoglikemia.
g. Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis
mengarahkan dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa
menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C. Difficile
ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan
berdasarkan ditemukannya organisme saja.
- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih
berdasarkan prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin:
- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED,
biokimiawi darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum,
vitamin B12 dan folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit
siliaka.
- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum
menyingkirkan giardiasis.
- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja
dengan Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada
kasus yang lebih sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk
pengukuran ini dibutuhkan diet yang terstandardisasi.
- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi
pankras, sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dan/atau CT pankreas.
- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan
penyakit seliaka dan giardiasis.
- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah
lebih menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras
karena, bahkan ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa
ditemukan kolitis mikroskopik (misalnya kolistik limfositik, kolitis
kolagenosa).
- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan
berlebihan bakteri pada usus halus (laktulosa).
- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit
Crohn atau bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan
terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan
cara paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.
- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi
hormonharus dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2017) jika merupakan episode akut tunggal
dan belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan
berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah
untuk Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila
ada riwayat perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit
(ameba, Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter,
Clostridium difficile).
c. Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau
kangkaer (atau kolitis ameba). Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai
diasnostik.
J. ASKEP TEORI
A. PENGKAJIAN
1. Identitas : umur, alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) :
muntah, diare, kembung, demam.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit)
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) : diare, alergi
makanan, intoleransi, riwayat operasi.
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak)
e. Riwayat Imunisasi : imunisasi campak ?
f. Riwayat tumbuh kembang
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (BB, PB, Usia)
b. Pemeriksaan persistem :
1) Sistem persepsi sensori :
a) Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal
b) Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, lidah lembab / kering.
2) Sistem persyarafan : kesadaran, kejang.
3) Sistem pernafasan : kusmaul, sianosis, cuping hidung
4) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak
teraba, kapilary refill lambat, akral hangat/dingin, sianosis perifer.
5) Sistem Gastrointestinal :
a) Mulut : membrane mukosa lembab/kering, bibir lembab/kering
b) Perut : turgor, kembung / meteorismus, distensi, peristaltik
meningkat, nyeri
c) Informasi tentang tinja : warna, volume, bau, konsistensi, lendir,
darah, sisa makanan
6) Sistem integumen : kulit kering/lembab, ubun-ubun cekung/tidak,
turgor, bibir kering/tidak, diaper rash/iritasi di daerah perineal, ada
lipatan kulit/keriput ?
7) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
4. Pola Fungsi Kesehatan
a.Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di wc /
jamban / sungai / kebun, personal hygiene, sanitasi, sumber air
minum.
b.Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, makanan /
minuman terakhir yang dimakan, makan makanan yang tidak biasa /
belum pernah dimakan, alergi, minum ASI atau susu formula, baru
saja ganti susu, salah makan, makan berlebihan, efek samping
obat, jumlah cairan yang masuk selama diare, makan / minum di
warung ?
c.Pola eleminasi
a) Bab : frekuensi, warna, konsistensi, bau, lendir, darah
b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir, oliguria, anuria.
5. Pola aktifitas dan latihan : travelling
6. Pola tidur dan istirahat
7. Pola kognitif dan perceptual
8. Pola toleransi dan koping stress
9. Pola nilai dan keyakinan
10. Pola hubungan dan peran
11. Pola persepsi diri dan konsep diri
12. Pola seksual dan reproduksi
B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
Diagnosa keperawatan adalah respon individu, keluarga dan
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual, potensial yang merupakan dasar untuk memilih Intervensi
keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab
perawat (darmawan, 2012).
Masalah keperawatan yang lazim muncul menurut SDKI:
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
4. Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi, peroses penyakit.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristalti
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan, kapan dilakukan,siapa yang melakukan dan semua
tindakan keperawatan (Dermawan, 2013).
Kriteria hasil
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktin
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x8jam diharapkan masalah
hipovolemia teratasi dengan kriteria hasil:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia,BB.
b. Nadi, suhu tubuh dan tekanan darah normal.
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi
a. Monitor status dehidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan.
b. Monitor vital sign.
c. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan.
d. Monitor tingkat hb dan hematokrit.
e. Monitor berat badan
f. Dorong orangtua pasien untuk meningkatkan intake oral
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan yang ditandai dengan dehidrasi, muntah,
dan diare lebih 3-6x sehari. Penurunan tekanan nadi, Penurunan turgor
kulit. , Membran mukosa kering, Peningkatan suhu tubuh, Penurunan
berat badan, Haus, Kelemahan Batasan Karakteristik: Fluid balance,
Hydration, Nutrition status dan Intake.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 6 hari masalah resiko
ketidakseimbangan elektrolit menjadi efektif.
Kriteria hasil:
a. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan.
b. Frekuensi muntah atau mual berkurang.
c. Tidak ada tanda dehidrasi.
d. Tekanan nadi dan suhu tubuh dalam batas normal.
Evaluasi :
a. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi kuat)
jika diperlukan.
b. Monitor vital sign.
c. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori.
d. Kolabirasi pemberian cairan IV.
e. Monitor status nutrisi.
f. Dorong masukan oral.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam kemungkinan tranfusi.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang
ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang
ideal. Batasan karakteristik: Nyeri abdomen, Berat badan 20% atau
lebih dibawah berat badan ideal, Diare, Bising usus hiperaktif, Kurang
asupan makanan, Kesalahan konsepsi, Kesalahan informasi,
Membran mukosa pucat dan Tonus otot menurun.Status nutrisi,
Pemasukan nutrisi dan Berat badan terkontrol. Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 6 hari masalah defisit nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
b. Berat badan sesuai dengan usia anak.
c. Tidak ada tanda malnutrisi.
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Intervensi:
a. Kaji adanya alergi.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan.
c. Beri diet tinggi serat untuk mengurangi konstipasi.
d. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
e. Kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
sesuai.
f. Berat badan dalam batas normal.
g. Monitor adanya mual dan muntah.
4. Hipertermia berhubugan dengan dehidrasi, proses penyakit. Batasan
Karakteristik:Konvulsi, Kulit kemerahan, Peningkatan suhu tubuh
diatas kisaran normal dan Kejang , Takikardi, Takipnea dan Kulit
terasa hangat.
Pengaturan suhu
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8jam masalah
hipertermi dapat teratasi dengan
Kriteria hasil:
a. Suhu tubuh dalam rentang normal.
b. Nadi dan respirasi dalam rentng normal.
c. Tidak ada perubahan warna kulit.
Evaluasi :
a. Monitor suhu tubuh.
b. Lakukan kolaborasi dalam pemberian anti piretik.
c. Lakukan kompres hangat saat anak mengalami demam.
d. Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan dan nutrisi.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperpristaltik
yang ditandai dengan anak tampak gelisah, sulit tidur dan menangis.
Batasan Karakteristik: Perubahan selera makan,Mengekspresikan
perilaku, Gangguan tidur, Dilatasi pupil, Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri.  Kontrol nyeri.  Skala nyeri. Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 6 hari masalah nyeri akut berkurang.
Kriteria hasil:
a. Merasa nyaman setelah nyeri berkurang.
b. Wajah lebih tenang.
c. Frekuensi menangis anak berkurang.
d. Tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
Evaluasi :
a. Kaji skala nyeri.
b. Monitor status pernafasan
c. Monitor vital sign
d. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
e. Bantu keluaga memberikan rasa nyaman pada anak
f. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan dan kebisingan.
g. Lakukan kolaborasi pemberian analgesik untuk meredakan nyeri.
D. Implementasi
Tahap proses keperawatan dengan melakukan berbagai strategi
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Dalam masalah
keperawatan gastroenteritis akan dilakukan implementasi:
1. Melakukan pengkajian terhadap asupan nutrisi.
2. Melakukan pengkajian terhadap asupan yang dikonsumsi.
3. Menjelaskan pentingnya pemberian asupan nutrisi yang sesuai pada
anak 0-5 tahun.
4. Menciptakan lingkungan yang nyaman.
E. Evaluasi
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan
perbaikan, bagaimana reaksi pasien dan keluarga terhadap
perencanaan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi
sasaran dari perencanaan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, M. Rudolph (2018). Buku Ajar Pediatri. Volume 2. Jakarta: EGC.
Baughman, Diane C. 2020. Keperawatan Medikal – Bedah : Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth.Jakarta : EGC.
Behrman, Richard E, dkk. 2019. Ilmu Kesehatan dan Anak Nelson, Volume 2.Edisi
15.Alih Bahasa A. Samik Wahab.Jakarta : EGC.
Betz dan linda (2009). buku saku keperawatan pediatri Ed. Revisi jilid5.
Jakarta:EGC.
Dinas Kesehatan Kota Samarinda (2015). Angkat kejadian diare di samarinda
menurut golongan usia. Dinas Kesehatan Kota Samarinda. Samarinda.
Muttaqin dan kumala (2011). gagguan gastroentestinal-aplikasi asuhan keperawatan
medikal bedah. Jakarta: Salemba medika.
Qauliyah, Asta. (2010). Patofisiologi, Gejala Klinik dan Penatalaksanaan Diare.
Artikel Kedokteran.
Sodikin ( 2012). Keperawatan anak: Gangguan pencernaan. Jakarta: EGC.
Sodikin (2019). Asuhan keperawatan anak: gangguan sistem gastrointestinal dan
hepatobilier.Jakarta: salemba medika.
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed.8, Vo.2,
EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai