Anda di halaman 1dari 14

A.

Definisi Kebutuhan Rasa Nyaman


Menurut Kolcaba (2012) di dalam buku Haswita dan Reni Sulistyowati
(2017). Kenyamanan suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia.
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transeden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri). Konsep
kenyamanan memiliki subyektifitas yang sama dengan nyeri.
Kenyamanan meski dipandang secara holistik yang mencakup empat
aspek yaitu fisik (berhubungan dengan sensasi tubuh), sosial (berhubungan
dengan hubungan interpersonal, keluarga, sosial), psikospiritual (berhubungan
dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri,
seksualitas, dan makna kehidupan), dan lingkungan (berhubungan dengan latar
belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna,
dan unsur alamiah lainnya) (Potter & Perry, 2006).
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan kurang senang, lega, dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial (Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia,2016).
B. Etiologi Gangguan Rasa Nyaman
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016)
penyebab gangguan rasa nyaman adalah :
1. Gejala penyakit.
2. Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
3. Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial, dan
pengetahuan).
4. Kurangnya privasi.
5. Gangguan stimulasi lingkungan.
6. Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi, dan kemoterapi)
7. Gangguan adaptasi kehamilan.
C. Faktor Yang Mempengaruhi Gangguan Rasa Nyaman
1. Usia
Ini erat kaitannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
individu. Anak-anak biasanya belum mengetahui tingkat kebahayaan dari
suatu lingkungan yang dapat menyebabkan cedera pada mereka. Sedangkan
lansia umumnya akan mengalami penurunan sejumlah fungsi organ yang
dapat menghambat kemampuan mereka untuk melindungi diri, salah satunya
adalah kemampuan persepsi-sensorik.
2. Gaya hidup
Faktor gaya hidup yang menempatkan klien dalam risikobahaya
diantaranya lingkungan kerja yang tidak aman, tinggal di daerah yang tingkat
kejahatan nya tinggi, ketidakcukupan dana untuk membeli perlengkapan
keamanan, adanya akses dengan obat-obatan berbahaya.
3. Mobilisasi dan status kesehatan
Klien dengan kerusakan mobilitas akibat paralis, kelemahan otot,
gangguan keseimbangan/koordinasi memiliki risiko untuk terjadinya cidera.
4. Gangguan sensori persepsi
persepsi yang akurat terhadap stimulus lingkungan sangat penting bagi
kemananan seseorang. Klien dengan gangguan persepsi rasa, dengar, raba,
cium, dan lihat, memiliki risiko tinggi untuk cidera.
5. Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan untuk menerima stimulus lingkungan,
reaksi tubuh dan berespon tepat melalui proses berfikir dan tindakan. Klien
yang mengalami gangguan kesadaran diantaranya klien yang kurang tidur,
klien tidak sadar atau setengah sadar, klien disorientasi, klien yang menerima
obat-obatan tertentu seperti narkotik, sedatif dan hipnotik.
6. Status emosional
Status emosi yang ekstrim dapat mengganggu kemampuan klien menerima
bahaya lingkungan. Contohnya situasi penuh stres dapat menurunkan
konsentrasi dan menurunkan kepekaan pada stimulus eksternal. Klien dengan
depresi cenderung lambat berfikir dan bereaksi terhadap stimulus lingkungan.
7. Kemampuan komunikasi
Klien dengan penurunan kemampuan untuk menerima dan mengemukakan
informasi juga berisiko untuk cidera. Klien afasia, klien dengan keterbatasan
bahasa, dan klien yang buta huruf, atau tidak bisa mengartikan simbol-simbol
tanda bahaya.
8. Pengetahuan pencegahan kecelakaan
Informasi adalah hal yang sangat penting dalam penjagaan keamanan.
Klien yang berada dalam lingkungan asing sangat membutuhkan informasi
keamanan yang khusus. Setiap individu perlu mengetahui cara-cara yang
dapat mencegah terjadinya cidera.
9. Faktor lingkungan
Lingkungan dengan perlindungan yang minimal dapat berisiko menjadi
penyebab cedera baik di rumah, tempat kerja, dan jalanan (Haswita &
Sulistyowati, 2017).
D. Tanda dan Gejala Gangguan Rasa Nyaman
1. Gejala dan tanda mayor :
Gejala dan tanda gangguan rasa nyaman dapat dibagi menjadi 2 (dua)
yaitu sebagai berikut :
Data subjektif
a. Mengeluh tidak nyaman
Data objektif
b. Gelisah
Gejala dan tanda minor
Data subjektif
a. Mengeluh sulit tidur
b. Tidak mampu rileks
c. Mengeluh kedinginan/kepanasan
d. Merasa gatal
e. Mengeluh mual
f. Mengeluh lelah
Data objektif
a. Menunjukkan gejala distres
b. Tampak merintih/menangis
c. Pola eliminasi berubah
d. Postur tubuh berubah
e. Iritabilitas
(SDKI,2016).
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat menegtahui
apakah ada perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat
menyebabkan timbulnya rasa aman dan nyaman seperti :
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Menggunakan skala nyeri
1) Ringan : Skala nyeri 1 – 3 : Secara objektif pasien masih dapat
berkomunikasi dengan baik
2) Sedang : Skala nyeri 4 – 6 : Secara objektif pasien dapt menunjukkan
lokasi nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti instruksi yang
diberikan
3) Berat : Skala nyeri 7 – 9 : Secara objektif pasien masih bisa
merespon, namun terkadang klien tidak mengikuti instruksi yang
diberikan
4) Nyeri sangat berat : Skal 10 : Secara objektif pasien tidak mampu
berkomunikasi dan klien merespon dengan memukul.
F. Penatalaksanaan
a. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi
rasa tidak nyaman atau nyeri stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalam
imajinasi terbimbing klien menciptakan kesan dalam pikiran,
berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap klien dapat
mengurangi rasa nyeri.
b. Teknik imajinasi
Biofedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikan individu informasi tentang respon fisiologis misalnya
tekanan darah. Hipnosis dapat membantu mengubah persepsi melalui
pengaruh sugesti dan dapat mengurangi distraksi. Mengurangi persepsi
adalah cara sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman dengan
membuang atau mencegah stimuus.
c. Teknik distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu distraksi visual
( melihat pertandingan, menonton televisi, dll). distraksi pendengaran
( mendengarkan music, suara gemericik air), distraksi pernafasan
( bernafas ritmik )., distraksi intelektual ( bermain kartun ).
d. Terapi dengan pemberian analgesic
Pemeberian obat analgesic sangat membantu dalam manajemen nyeri
seperti pemberian obat analgesik non opoid ( aspirin, ibuprofen ) yang
bekerja pada saraf perifer di daerah luka dan menurunkan tingkatan
inflamasi, dan analgesic opoid ( morfin, kodein ) yang dapat meningktkan
mood dan perasaan pasien menjadi lebih nyaman.
e. Imobilisasi
Biasanya pasien tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat
kontraktur atau terjadi ketidakseimbangan otot dan mencegah terjadinya
penyakit baru seperti decubitus.
G. Teori Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas:
Umur, jenis kelamin, ras/ suku, pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: klien mengeluh nyeri, gatal- gatal, eritema, edema,
kenaikan suhu tubuh.
b. Riwayat Penyakit Sekarang: pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh,
kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir),
gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba kecil), vesikel
(lepuhan kecil berisi cairan) , skuama (kulit yang bersisik), dan
likenifikasi (penebalan kulit).
c. Riwayat Kesehatan masa lalu:
1) Penyakit yang pernah di derita:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada
kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu
obat.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
1) Kepala
a) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna
rambut hitam, rambut lurus tidak rontok.
c) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, tidak konjungtivis, pupil:
Normal isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak ada
sekret pada mata, kelopak mata normal warna merah muda,
pergerakan mata klien normal, serta lapang pandang normal.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar
mata.
d) Hidung
Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping
hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan
didalam hidung, fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung
simetris dan tidak terjadi pendarahan pada lubang hidung
(epistaksis).
e) Mulut
Inspeksi: Tidak ada perdarahan rahang gigi, warna mukosa
mulut pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, tidak
terdapat benjolan pada lidah, tidak ada karies pada gigi.
f) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga,
tidak ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika
diperiksa dengan otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak
terdapat cairan pada membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran
timpani normal.
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (+).
2) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh,
tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan
pada leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
3) Dada
a) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan,
pola napas pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi
napas pasien reguler, pergerakan otot bantu pernafasan
normal.
b) Jantung
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran
jantung atau tidak ada kardiomegali.
Perkusi: pekak
4) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit
disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak
terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 5-30 x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien (ginjal)
5) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
6) Integumen
Inspeksi: Terdapat kemerahan, edema misalnya pada muka
( terutama palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit, eritema,
papula (lesi teraba kecil), vesikel (lepuhan kecil berisi cairan),
skuama (kulit yang bersisik), dan likenifikasi (penebalan kulit).
7) Persyarafan
a) Tingkat kesadaran: composmentis
b) GCS:
(1) Eye: Membuka secara spontan 4
(2) Verbal: Orientasi baik, nilai 5
(3) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
c) Total GCS: Nilai 15
(1) Reflek: Normal
(2) Tidak ada riwayat kejang
(3) Koordinasi gerak normal
b. ADL (Activitas Daily Living)
1) Pola Persepsi Kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya, vitamin;
jamu, antibiotik.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e) Hygiene personal yang kurang.
f) Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2) Pola Nutrisi Metabolik
a) Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan,
berapa kali sehari makan.
b) Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c) Jenis makanan yang disukai.
d) Nafsu makan menurun.
e) Muntah-muntah.
f) Penurunan berat badan.
g) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h) Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal,
rasa terbakar atau perih.
3) Pola Eliminasi
a) Sering berkeringat.
b) Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
a) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b) Kelemahan umum, malaise.
c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d) Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
e) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5) Pola Tidur dan Istirahat
a) Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
6) Pola Persepsi Kognitif
a) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b) Pengetahuan akan penyakitnya.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b) Perasaan terisolasi.
8) Pola Hubungan dengan Sesama
a) Hidup sendiri atau berkeluarga
b) Frekuensi interaksi berkurang
c) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9) Pola Reproduksi Seksualitas
a) Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b) Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a) Emosi tidak stabil
b) Ansietas, takut akan penyakitnya
c) Disorientasi, gelisah
11) Pola Sistem Kepercayaan
a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b) Agama yang dianut
B. Tindakan keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


.
1. Gangguan rasa nyaman b.d Gejala 1. Status kenyamanan  Terapi relaksasi
penyakit Indikator SA SC Observasi
Kesejahteraan fisik 3 5 1. Mengidentifikasi teknik
Perawatn sesuai 2 5 relaksasi yang pernah efektif
kebutuhan digunakan
Keluhan sulit tidur 1 5 2. Indentifikasi kesediaan,
Gatal 1 5 kemampuan dan penggunaan
teknik relaksasi
2. Pola tidur 3. Monitor respon terhadap
Indikator SA SC terapi relaksasi
Keluhan sulit tidur 2 5 Teraupetik
Keluhan sering terjaga 2 5 4. Ciptakan lingkungan tenang
Keluhan istirahat tidak 2 5 dan tanpa gangguan dengan
cukup suhu ruang nyaman
5. Gunakan pakaian longgar
Edukasi
6. Jelaskan tujuan, manfaat, dan
jenis relaksasi yang tersedia
( mis. Musik, napas dalam ).
7. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
8. 8. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
C. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
atau pelaksanaan tindakan keperawatan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan
keperawatan dapat dilakukan sebagian oleh klien, perawat secara
mandiri atau bekerja sama dengan tim kesehatan lain, dalam hal ini
perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan yaitu memberikan
pelayanan perawatan dengan menggunakan proses keperawatan terdiri
dari tiga tahap yaitu persiapan, pelaksanaan, dan dokumentasi
(Nursalam, 2013).
Tindakan mungkin mandiri atau kolaboratif dan mencakup
pesanan dari keperawatan, kedokteran dan kedisiplinan ilmu, dan
pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana yang telah
disusun pada tahap optimal. Tahap pelaksanaan merupakan bentuk
tindakan yang direncanakan sebelumnya dan disesuaikan dengan waktu
pelaksanaan tindakan (Nursalam, 2013).
Tahap-tahapnya ialah:
1. Mengkaji kembali masalah kesehatan klien
2. Menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada
3. Melakukan tindakan keperawatan.
Prinsip implementasi menurut Nursalam (2013) :
1. Berdasarkan respon pasien
2. Berdasarkan hasil penelitian
3. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
4. Mengerti dengan jelas apa yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan
5. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan pasien untuk
meningkatkan peran serta untuk merawat diri sendiri (self care)
6. Menjaga rasa aman dan melindung pasien
7. Kerjasama dengan profesi lain melakukan dokumentasi.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohma, 2013). Tipe pertanyaan
tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir dengan
menggunakan format perbandingan evaluasi SOAP dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Format evaluasi SOAP menurut Dermawan (2013) yaitu: S
(Subyektif): informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan diberikan. O (Obyektif): informasi yang didapat dari hasil
pengamatan perawat. A (Analisis): membandingkan antara informasi
subyektif dan informasi obyektif dengan tujuan dan kriteria hasil,
kemudian diambil kesimpulan masalah teratasi, teratasi sebagian, atau
tidak teratasi. P (Planning): rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan Analisa.
DAFTAR PUSTAKA

Aninim ( 2016 ). Asuahan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman


Praktik Keterampilan Dasar Dalam Keperawatan.
Kemenekes, ( 2016 ). Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.
Nurarif A.H dan Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatn Praktis. Jakarta:
Mediaction.
Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 cetakan III (revisi). Jakarta
selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Idonesia.

Tim pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi danKiteria Hasil Keperawatan Edisi 1 cetakan II. Jakarta selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Idonesia.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 cetakan II. Jakarta selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Idonesia.

Anda mungkin juga menyukai