Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di
butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya.
Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut.
( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik
DapertemenKesehatan,2007)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya
terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada
negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat
pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan
masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4 % dari
jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk
penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah
penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat,
diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami
gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi
selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai
berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340
orang (52%), tahun 2007 jumlah
pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-
maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku
kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan
keperawatan yang berkesinambungan.
Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah
masyarakat, menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus
bertambah. Selama tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien
gangguan jiwa.
Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri
yang mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada
diruangan, di merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien
halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7
pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas
halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk
menyelesaikan praktek klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.

1.2 Tujuan

1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ
Tampan Pekanbaru.

2.Tujuan khusus

a.Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi


pendengaran
b,Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi
a. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi
sensori:halusinasi pendengaran
b. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran
c. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran
d. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran
e. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis
dapatka
a. Studi kepustakaan : kelompok mempelajari sumber-sumber pemeriksaan
fisik yang dilakukan secara bertahap

b. Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan


keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut( kliat, 2006 )
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun
(maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca
indra pendengaran (isaac,2002).
2. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

a. faktor predisposisi

1) biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang
maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a) penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofren
b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi

b. faktor presipitasi

secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat
mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi
dengar:
Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
 Mengatakan mendengar suara.
 Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
 Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
 Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
 Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
 Sikap curiga dan bermusuhan.
 Menarik diri, menghindar dari orang lain.
 Sulit membuat keputusan.
 Ketakutan
 Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.

 Menyalahkan diri sendiri / orang lain.

 Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.

 Muka merah kadang pucat.

 Ekspresi wajah tegang

 Tekanan sdarah meningkat.

 Nadi cepat.

 Banyak keringat.
4. Jenis halusinasi
menurut stuart (2007) halusinasi terdiri dari dua jenis:
a. pendengaran
mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara
berbentuk kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang
klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien
disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b. penglihatan
stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun,
bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau
menakut ksn seperti melihat monster.

c. penghidu

membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan
yang tidak menyenang kan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang ,
atau dimensia.

d. Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

e. perabaan

mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan
atau pembentukan urine.

g. Kinistetik

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.


5. Tahapan halusinasi
a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan
untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda- tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
6. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada
di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai
banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah
masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal
melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu
diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan
atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau
berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum
yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien
dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya
stimulas itu tidak ada.
7. pohon masalah
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi defisit perawatan diri
Isolasi sosial : menarik diri

kurang motivasi
Gangguan konsep diri : HDR
B. Asuhan Keperawatan
a. faktor predisposisi
1) faktor perkembangan telambat
a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan
rasa aman b.) usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan
otonomi.
c.) usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2) faktor komunikasi dalam
keluarga a.) komunikasi peran
ganda
b.) tidak ada
komunikasi c.) tidak
ada kehangatan
d.) komunikasi dengan emosi
berlebihan e.) komunikasi tertutup
f.) orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan
komplik orang tua.
3) Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu
tinggi.
a. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri
tinggi, harga diri rendah, idintitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping deskruptif.
b. Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran Vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel bentuk sel korteks dan limbik.
c. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui kromosom
tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen
skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4,
8, 5, dan 22. anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar
50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya
sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka perluangnya menjadi 35% .
b. faktor presipitasi
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan
infeksi, obat- obatan, system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan
kerja ( kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat
tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri),
merasa gagal ( kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan
kendali diri ( demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,, merasa malang
( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak seperti orang lain dari
segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif,
prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan
gejala
c. prilaku
respon prilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang
nyata dengan yang tidak nyata.Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan suara
itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh jika
halusinasii perabaan
b. Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali
sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c. Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien
menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan klien.
d. Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
d.Mekanisme koping
1) regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2) proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
3) menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal
e.Masalah keperawatan
1). Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2). Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan 3). isolasi sosial: menarik diri
4). Gangguan konsep diri:
HDR 5). Intoleransi aktivitas
6). Difisit perawatan diri
f.Diagnosa Keperawatan
1). perubahan persepsi sensori: halusinasi
2). Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan 3). isolasi sosial: menarik diri
4). Gangguan konsep diri:
HDR 5). Defisit perawatan
diri
g.Intervensi Keperawatan
diagnosa: perubahan persepsi sensori halusinasi:
pendengaran Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu perubahan persepsi sensori:
halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
intervensi
1). Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan komunikasi
teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verabal.
Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang
disenangi klien, buat kontrak dengan jelas tujukan sikap jujur dengan menepati janji
setiap kali interaksi.
2). Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
3). Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya( halusinasi pendengaran ),
4). Diskuaikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya
halusinasi 5). Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk
mengatasi perasaan tersebut
6). Diskusikan tentang dampak yang akan dialami bila klien menikmati
halusinasinya 7). Identifikas dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan
jika terjadi halusinasi
- klien menyebutkan cara baru mengontrol
halusinasi Intervensi
1). Diskusikan cara yang digunakan klien
-klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi
halusinasinya: 1). Diskkusikan cara baru mengontrol halusinasi
-klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya 1). Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih
untuk mencobanya
-klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
1). Beri kesempatan klien untuk memilih cara mengontrol
halusinasi 2). Pantau pelaksanaan cara yang dipilih jika
berhasil beri pujian
3). Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
4). Buat kontrak yang jelas untuk pertamuan( waktu, tempat, dan topik)
-Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda gejala, prosos terjadinya halusinasi dan
tindakan untuk mengendalikan halusinasi
1). Diskusikan dengan keluarga
2). Diskusikan klien tentang manfaat dan erugian jika tidak minum obat , nama,
warna, dosis, cara, efek, terapi dan efek samping pengobatan
-klien mendemonstrasikan penggunaan obat
dengan benar 1). Pantau kllien saat minum obat
-klien dapat menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
dengan
dokter 1). Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
2). Diskusikan akibat berhenti minum obot tanpa konsultasi
3). Anjurkan klien untuk konsultasi dengan dokter jika ingin berhenti minum obat
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses
keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh
perawat dan peserta didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan
otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan
tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu
klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khusus nya pada
klien halusinasi, maka dapatdi ambil ksimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pngkajian teoritis
maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.
2. Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan
keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
3. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan
dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.
4. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien tidak
teratasi semua sesuai dengan masalah klien.

B.SARAN
Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari
protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik
diakademik maupun dilapangan praktek.
2. keluarga.
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan
gangguan persepsi sensori:halusinasi pendengaran dirumah.
3. ruang rawat inap
meningkatkan perlatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat
meningkatkan proses penyembuhan kllien.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat,2006 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-


halusinasi di ambil tanggal 04 november 2010
Keliat, budi anna.(2006) proses keperawatan kesehatan jiwa.jakarta:penerbit buku
kedokteran EGC
Diktat Panduan Pengkajian Keperawatan dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Praktek Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III di RSJ Tampan Propinsi
Riau.
Marlyyn E. Doengos Rencana Asuhan Keperawatan psikiatri editor bahasa
indonesia, Monica ester. Jakarta: EGC 2006

Anda mungkin juga menyukai