Anda di halaman 1dari 10

Usulan Penelitian

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN VENTILASI DENGAN TERAPI


OKSIGEN MELALUI NASAL KANUL DI RUANG IGD RSU KAREL SADSUITUBUN
LANGGUR

Disusun Oleh:

Muhammad Fadhil Rahadat


NIM. P07120219077
BAB 1
PENDAHULUAN
• Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia, bahwa kebutuhan dasar manusia
tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang
kebutuhan dapat di penuhi hanya kalau jenjang sebelumnya
telah (relative) terpuaskan. Kebutuhan dasar tersebut adalah
kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan
keamanan (safety needs), kebutuhan di miliki dan cinta
(belonging and love needs), kebutuhan harga diri (selft esteem
needs), (Setiadi, 2017). Sedangkan menurut Henderson salah
satu kebutuhan dasar adalah kebutuhan oksigenasi yaitu
tentang bernapas yang normal. Dalam pemenuhan kebutuhan
oksigen ini diperlukan oksigen yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia ini (Perry & Potter, 2012).
LANJUTAN
Terapi oksigen merupakan terapi yang umum digunakan pada praktik klinis, yang
tentunya diharapkan dapat memberiktabung oksigen. Pasien dengan penyakit akut
dan dalam pengobatan perioperatif termasuk kelompok pasien yang seringkali
menerima terapi ini (Siemieniuk dkk., 2018).
Oksigen sekarang juga dianggap sebagai terapi penting untuk penanganan
hipoksemia dan beberapa penyakit lain yang ditandai dengan kondisi hipoksia,
termasuk penyakit paru dan non-paru sebagai terapi definitif, terapi tambahan, atau
terapi paliatif (Jindal, 2008). Penggunaan terapi oksigen harus diperhatikan dengan
cermat, karena dapat membahayakan apabilan efek perbaikan kondisi atau
mendukung proses penyembuhan bagi penerimanya Cousins dkk. Terapi oksigen
adalah pemberian oksigen (O2) yang berasal dari sentral atau a digunakan secara
tidak tepat (Blakeman, 2013). Terapi oksigen dapat diberikan melalui berbagai alat
termasuk nasal kanul, masker oksigen, dan face tent. Penggunaan nasal kanul
diketahui efektif untuk pemberian oksigen dengan tekanan berkisar pada 1-6L/menit
(Treas, 2014).
Pemberian terapi oksigen dapat diberikan dengan penambahan perangkat pelembab
yang disebut humidifier. Humidifier menambah uap air ke udara yang akan diinspirasi
melalui nasal kanula, terutama untuk pemberian terapi oksigen dengan tekanan lebih
dari 2 L/menit (Kozie dkk.
LANJUTAN

pemberian terapi oksigen dengan tekanan lebih dari 2


L/menit (Kozie dkk.
Humidifier bertujuan untuk mencegah selaput lendir
mengering dan teriritasi, dan melonggarkan sekresi
agar lebih mudah untuk dikeluarkan (Berman dkk,
2016). Humidifier diperlukan karena oksigen yang
berasal dari tabung oksigen atau sentral merupakan
oksigen murni dan bersifat sangat kering, sehingga
humidifikasi direkomendasikan. Terapi oksigen dengan
kadar yang sangat rendah, misalnya 1 hingga 2 L/menit
dengan nasal cannula tidak memerlukan proses
humidifikasi (Kozier dkk, 2018).
Lanjutan

Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti


adanya peradangan, obstruksi, trauma, kanker, dan lain-lain yang
dapat menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak
terpenuhi secara adekuat sehingga akan muncul beberapa tanda dan
gejala seperti: dispnea, pernapasan cuping hidung, sesak napas, pola
napas yang cepat/lambat dan lain sebagainya (Ambarwati, 2014).
World Health Organization (2018), menyatakan bahwa sepertiga
penduduk dunia telah mengalami gangguan ventilasi yang
disebabkan oleh beberapa penyakit antara lain: asma, bronkitis dan
lain sebagainya (AHA, 2018). Berdasarkan laporan Riskesdas RI
(2018), prevalensi penduduk Indonesia yang di dianognis mengalami
gangguan oksigenasi sebesar adalah 0,4%, tidak berbeda dengan
tahun 2015 yaitu 0,4%. Provinsi dengan prevalensi gangguan
oksigenasi tertinggi adalah provinsi Banten (0,8%), sedangkan
Maluku berada pada urutan terendah (0,2%).
LANJUTAN
Data profil Dinas Kesehatan Maluku Tenggara jumlah pasien
dengan gangguan oksiginasi dalam tiga tahun terakhir dengan
berbagai penyakit, dimana pada tahun 2018 ada 113 dengan
kasus asma dan bronkitis, 2019 ada sebanyak 122 dengan
kasus asma, TBC dan bronkitis, 2020 ada sebanyak 144 dengan
kasus pneumonia, bronkitis dan hipertensi pulmonal, dengan
jumlah keseluruhan mencapai 379 kasus yang mengalami
gangguan oksiginasi. Sedangkan data awal yang peneliti
dapatkan di Ruang Pria RSU Karel Sadsuitubun Langgur selama
periode 3 tahun terakhir menunjukkan jumlah pasien dengan
gangguan oksiginasi dengan berbagai penyakit, dimana pada
tahun 2018 ada 44 dengan kasus asma dan bronkitis, 2021 ada
sebanyak 34 dengan kasus asma, dan bronkitis, 2022 ada
sebanyak 29 kasus asma (Riskesdas RI, 2018).
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan Studi Kasus
1.4.Tujuan Studi Kasus
1.5.Manfaat Studi Kasus
1.5.1 Bagi Pasien dan Keluarga
1.5.2Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi
Keperawatan
1.5.3Bagi Peneliti
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Ventilasi Kebutuhan


Oksigenasi
2.1.1. Pengkajian Keperawatan
2.1.2 Diagnosa Keperawatan
2.1. 3 Intervensi Keperawatan
2.1.4 Implementasi Keperawatan
2.1. 5 Evaluasi Keperawatan

B. Konsep Kebutuhan Oksigenasi

C. Teknik Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi


BAB 3
METODOLOGI PENULISAN

1.Rancangan Studi Kasus


2.Subjek studi kasus
3.Fokus Studi Kasus
4.Defenisi Operasional
5.Instrumen Studi Kasus
6.Tempat dan Waktu Penelitian
7.Metode Pengumpulan Data.
8.Penyajian data.
9.Etika Studi Kasus.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai