Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TERAPI OKSIGEN PADA PASIEN KRITIS

DISUSUN OLEH :

1. SITI MUNTOHAROH 1711102416O1O


2. SITTI RAHMAWATI 17111024160104
3. SRI MAULIDA 17111024160105
4. TRIO RAHMADANI 17111024160111
5. SYARWANI 17111024160110

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini” Karena  keterbatasan
kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman penulis, maka penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat kami harapkan.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan


dari berbagai pihak dan dari daftar pustaka sehingga makalah ini dapat terbentuk
dalam bentuk seperti  ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi dunia kebidanan dan bagi dunia
kesehatan pada umumnya. Dan semoga semua pihak yang telah membantu dan
bimbingan kepada kami, mendapatkan pahala dari Allah SWT. Amien.

Samarinda, 17 september 2019

Kelompok 10

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4

a. Latar belakang.........................................................................................................4
b. Rumusan masalah....................................................................................................4
c. Tujuan khusus..........................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian................................................................................................................6
b. Penilaian Kondisi Fsik Pasien .................................................................................7
c. Tujuan Pemberian Oksigen.....................................................................................8
d. Indikasi Pemberian oksigen.....................................................................................9
e. Kontra Indikasi Pemberian Oksigen........................................................................10
f. Implementasi Pemberian Oksigen...........................................................................11
g. Observasi Keadaan Pasien ......................................................................................12
h. Bahaya Pemberian OksigenDua dari tiga ...............................................................13

KESIMPULAN & SARAN.................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Manajemen keperawatan
adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan keperawatan yang menerapkan
fungsifungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian
efektif dan efisien. Penelitian ini adalah untuk mengetahui manajemen
pemberian terapi oksigen oleh perawat di ruang Instalasi Gawat Darurat
RSUD Karanganyar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan
menggunakan pendekatan deskriptif fenomenology, teknik analisa yang
digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode Collaizi. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive
sampling dengan kriteria informan perawat dengan kriteria bekerja di IGD
minimal selama 3 tahun, Perawat dalam kondisi fisik dan psikologis yang
baik, bersedia menjadi partisipan. Sampel dihentikan setelah data tersaturasi
dengan jumlah Informan sebanyak 3 Informan. Simpulan berdasarkan analisis
tematik dihasilkan tema berdasarkan
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian oksigen?
2. Bagaimana metode pemberian oksigen?
3.

C. TUJUAN KHUSUS
1) Mengetahui pengertian terapi oksigen
2) Mengetahui prosedur pemasangan terapi oksigen
3) Mengidentifikasi saturasi oksigen pada pasien kritis

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat berperan dalam
proses metabolisme tubuh untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel tubuh secara normal. Oksigen diperoleh dengan cara menghirup

5
udara bebas dalam setiap kali bernafas, dengan bernafas setiap sel tubuh
menerima oksigen, dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya
(Suciati, 2010). Pemenuhan kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan
fisiologi menurut hierarki Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk
proses kehidupan. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi karena apabila kebutuhan
oksigen dalam tubuh berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan
otak dan apabila hal
tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam
proses pemenuhan kebutuhan oksigen adalah sistem pernafasan, persarafan,
dan kardiovaskuler (Alimul & Uliyah, 2005). Pemenuhan kebutuhan oksigen
salah satunya dapat diberikan melalui terapi oksigen. Terapi oksigen adalah
memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan
dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan Terapi oksigen dalam
kegawatdaruratan sangat berperan untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang
adekuat dalam jaringan tubuh. Seseorang yang lebih dari empat menit tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak
dapat diperbaiki dan pasien akan meninggal (Asmadi, 2009). Peranan penting
oksigen pada kegawatdaruratan dapat dilihat dalam kasus Infark Miokard
Akut, salah satu tindakan untuk mencegah perluasan infark miokard adalah
terapi oksigen. Terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi
jaringan tetap adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat
kekurangan suplai oksigen (Harahap, 2004). Pemberian terapi oksigen dalam
asuhan keperawatan, memerlukan dasar pengetahuan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi masuknya oksigen dari atmosfir hingga sampai ke
tingkat sel melalui alveoli paru dalam proses respirasi. Perawat harus
memahami indikasi pemberian oksigen, metode pemberian oksigen dan
bahaya-bahaya pemberian oksigen (Harahap, 2004)., didapatkan satu dari tiga
pasien yang menggunakan terapi oksigen, pemberian air steril dalam

6
humidifier masih kurang dari batas yang ditentukan, hal tersebut tentu tidak
sesuai dengan SOP pemberian oksigen. Oksigen yang digunakan masih dalam
tabung belum menggunakan oksigen sentral, penataan oksigen tidak tertata
rapi sehingga akan sangat membahayakan pasien jika tabung oksigen sampai
terjatuh, masih dijumpai satu humidifier dipakai untuk beberapa pasien.
Belum adanya SOP terapi oksigen di ruang IGD menyebabkan tidak adanya
standar pelayanan yang sama antara perawat satu dengan yang lain.
Pengkajian yang dilakukan sebelum pemberian terapi oksigen tidak dilakukan
secara lengkap, setelah melakukan tidak melakukan evaluasi kembali.
penelitian ini untuk mengidentifikasi manajemen pemberian terapi oksigen
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, dan
wawasan perawat mengenai manajemen perawat dalam pemberian terapi
oksigen di ruang Instalasi Gawat Darurat.

B. Metode pemberian oksigen Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam


seperti dibawah ini (Potter, 2005):
a. Melalui inkubator
b. Head box
c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)
d. Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)
e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)
f. Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube)

1) Penilaian Kondisi Fsik Pasien


Hasil wawancara dapat disimpulkan penilaian kondisi pasien meliputi
pengkajian pola pernafasan dan warna kulit, seperti berikut: nafasnya itu tidak
teratur normalnyakan 20X per menit, tapi dia pola nafasnya lebih cepat
sehingga suplai oksigen berkurang pada pasien tersebut” (I2). Ya nafasnya
cepet, tersengal-sengal… terus RR nya itu bisa lebih dari 20X per menit

7
normalnya kan 16-20 an kan
“…pasien itu sendiri dilihat seperti tanda-tanda kulit kebiruan ya to…” Hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Wilkinson & Skinner (2000)
Asuhan keperawatan gawat darurat yang berkaitan dengan terapi oksigen yang
masuk dalam pengkajian primer yaitu breathing(pernafasan). Pengkajian pada
pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada pasien. Langkah yang harus dipertimbangkan jika pernafasan
pada pasien tidak memadai adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan
(Wilkinson & Skinner, 2000). Berdasarkan pernyataan informan bahwa
penilaian kondisi pasien yang kedua yaitu warna kulit. Hal tersebut sesuai
dengan Wilkinson & Skinner (2000) bahwa pengkajian breathing pada pasien
yang perlu diperhatikan meliputi :
1. inspeksi: inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : sianosis atau warna kebiruan pada kulit
terutama di daerah perife dan mukosa mulut, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
2. palpasi: palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema.
3. perkusi: perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks.
4. auskultasi: auskultasi untuk adanya: suara abnormal pada dada.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi perencanaan
berkaitan dengan pengkajian oleh perawat dalam pemberian terapi
oksigen.

2). Tujuan Pemberian Oksigen


Hasil wawancara terhadap 3 informan dapat disimpulkan bahwa tujuan
pemberian terapi oksigen adalah untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada

8
pasien, seperti berikut:
“…untuk memenuhi kebutuhan oksigen didalam tubuh untuk memenuhi
kebutuhan oksigen, karena orang dengan keadaan sesek itu kan kebutuhan
oksigennya meningka“…agar sirkulasi oksigen pada pasien terpenuhi…Hal
ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Alimul & Uliyah (2005) bahwa
tujuan pemberian terapi oksigen meliputi:

1) Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pasien,


2) Mencegah terjadinya hipoksia,
3) Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard,
4) Serta Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa
Gas Darah. Proses respirasi merupakan proses pertukaran gas yang masuk
dan keluar melalui kerjasama dengan sistem kardiovaskuler dan kondisi
hematologis. Oksigen diatmosfir mengandung konsentrasi sebesar 20,9%
atau 21% dan merupakan kebutuhan normal tubuh terhadap oksigen.
Kondisi tubuh berespon seperti sesak (dypsnoe), sianosis, hasil analisa
gas darah menunjukkan gangguan maka tubuh perlu terapi oksigen.
Terapi oksigen paling sederhana menggunakan kanul nasal, pemberian 1
liter/menit mengandung konsentrasi 24 % dan setiap kenaikan 1
liter/menit maka konsentrasi naik 4% (Potter & Perry, 2010 ).

3). Indikasi Pemberian oksigen


Dari tema ini didapatkan kategori Kebutuhan Oksigen Kurang. Ketiga
informan menyatakan indikasi pemberian oksigen meliputi kebutuhan oksigen
yang kurang pada pasien, seperti pernyataan berikut:
“…pasien itu sendiri pengambilan oksigen kurang tidak bisa memenuhi
kebutuhan maka diberikan bantuan dengan oksige“…penyakit sesek terutama
untuk dypnea, sesek, bronchitis terus PPOK…keadaan sesek, asma, bronchitis
terus pasien jantung…Hasil wawancara Informan 1 mengungkapkan bahwa

9
indikasi pemberian oksigen ke pasien itu jika sesak nafas maka pengambilan
oksigen kurang dan tidak bisa memenuhi kebutuhan maka diberikan bantuan
dengan oksigen. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan oleh Tarwoto &
Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen efektif diberikan pasien yang
mengalami perubahan pola nafas seperti sesak. Informan ke 2 mengatakan
bahwa indikasi pemberian oksigen meliputi penyakit sesak terutama untuk
dypnea, sesak, bronchitis, terus PPOK. Hal ini sangat senada dengan yang
diungkapkan oleh Potter & Perry (2010) bahwa indikasi pemberian terapi
oksigen terutama dengan nasal kanul efektif diberikan pada pasien dengan
gangguan oksigenasi seperti klien dengan asthma, PPOK, atau penyakit paru
yang lain. Penyakit asma,emfisema dan PPOK dimana paru-paru tidak mampu
mengeluarkan karbondioksida secara adekuat sehingga membuat sesak nafas.
Informan ke 3 mengungkapkan bahwa indikasi pemberian oksigen salah
satunya untuk pasien gangguan jantung. Hal ini sama dengan yang
diungkapkan oleh Tarwoto & Wartonah (2010) bahwa terapi oksigen efektif
diberikan pasien yang mengalami gangguan jantung. Pasien dengan gangguan
jantung curah jantung atau cardiac output menurun sehingga volume darah
terpompa menurun sehingga hemoglobin yang mengikat oksigen juga
menurun,akibatnya pasien sesak nafas.

4). Kontra Indikasi Pemberian Oksigen


Hasil wawancara kepada ke 3 informan dapat disimpulkan bahwa kontra
indikasi pemberian terapi oksigen adalah pasien dengan kelainan
hidung,seperti berikut:
“…kelainan pada hidungkemungkinankan tidak bisa kita lakukan pakai…
kemudian seperti ada gangguan dalam saluran pernafasan…”ya misalnya
pembengkakan saluran pernafasan, kayak polip, atau seperti tumor
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Aryani (2009) bahwa Pada klien
dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas

10
spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing
dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan
jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen
dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-95%.Face mask tidak
dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah. Hindari pemakaian
nasal kanul jika klien terdapat obstruksi nasal. Sehingga dapat lebih diperjelas
bahwa pemberian oksigen dengan metode tertentu sangat berbahaya pada
keadaan pasien tertentu.Berdasarkan teori diatas maka dapat diartikan bahwa
terapi oksigen pada pasien yang mengalami gangguan pernafasan mampu
memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan
membantu transport mukosilier dan pembersihan. Pemberiaan terapi oksigen
diberikan dengan hati-hati karena masing-masing metode terapi oksigen
mempunyai cara yang berbeda dan ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi
sebelum melakukan terapi oksigen yaitu diagnosis yang tepat, pengobatan
optimal dan indikasi yang tepat pada pemberian terapi oksigen itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengorganisasian
berkaitan dengan tujuan, indikasi dan intervensi oleh perawat dalam
pemberian terapi oksigen
.
5). Implementasi Pemberian Oksigen
Informan 2 dan 3 mengungkapkan bahwa implementasi pemberian oksigen
yaitu mempersiapkan alat-alat, Informan 1 mengungkapkan bahwa tahap
implementasi pemberian oksigen mengatur posisi pasien baru diberikan
oksigen sesuai indikasi yang ada. seperti tabung oksigen, manometer. “…
alat-alatnya di cepakne, tabung oksigen dan manometer kemudian kita pasang
selang pada hidung pasien kemudian kita atur pemberiannya…”(I2).
“… dimana harus ada tabung oksigennya terus ada air aquades,air itu untuk
melembabkan ada humidifier dan ada manometernya…” (I3).

11
“… kita harus melakukan atur posisi dulu pasien bila sesak nafas itu jangan
tertidur terlentang sesak nafasnya karena sesak nafas karena asma itu
duduknya harus setengah duduk atau semifowler tapi dengan pasien yang
tidak sadar, datang dengan tidak sadar kita harus ditidurkan terlentang dengan
kepala ekstensi…” ( I1).

Hal ini sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) oksigenasi bahwa
pelaksanaanya meliputi persiapan alat yang terdiri dari tabung oksigen
lengkap dengan manometer tabung oksigen lengkap dengan flow meter dan
humidifier, kateter nasal, kanul nasal, atau masker, tanda “dilarang merokok’’,
vaselin/jeli, spatel lidah. Informan 1 mengungkapkan bahwa tahap
implementasi pemberian oksigen mengatur posisi pasien baru diberikan
oksigen sesuai indikasi yang ada. Hal ini sesuai dengan SOP oksigenasi tahap
kerja yang disampaikan Murwani (2008), bahwa yaitu atur posisi klien semi-
fowler, Atur aliran sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-6
liter/menit. observasi humidifier dengan melihat air bergelembung,
memastikan volume air steril dalam tabung pelembab sesuai ketentuan,
menghubungkan selang dari kanul nasal ke tabung pelembab, memeriksa
apakah oksigen keluar dari kanul, pasang kanula nasal pada hidung dan atur
pengikat untuk kenyamanan klien, periksa kanula tiap 6-8 jam, kaji cuping,
sputum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran oksigen tiap 6-8
jam. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengarahan
berkaitan dengan pelaksanaan/implementasi oleh perawat dalam pemberian
terapi oksigen.

6). Observasi Keadaan Pasien


Informan 1 mengungkapan bahwa cara mengobservasi keadaan pasien yaitu
dengan melihat warna kulit terutama daerah bibir, Informan 2 dan 3

12
mengungkapkan mengobservasi keadaan pasien dengan cara memeriksa status
pernafasaannya mukosa mulut dan kuku, seperti berikut:
…saya lihat dengan warna kulit, bibir ya to, pada ujung kuku lha kita setelah
melihat diobservasi pasien…yaitu kita lihat keadaan pasien apakah masih
sesek atau bagaimana gitu“… kita observasi keadaanya, RR nya apa masih
tinggi nggak, masih sesek apa nggak…” Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Wilkinson & Skinner (2000) pengkajian pernafasan dengan
inspeksi yang perlu diperhatikan adalah tanda-tanda sebagai berikut :
cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.Informan 2 dan 3 mengungkapkan
mengobservasi keadaan pasien dengan cara memeriksa status pernafasaannya,
apakah masih sesak atau respirasi rate nya masih tinggi dimana respirasi
normal orang dewasa antara 16-20 x/menit.

7). Bahaya Pemberian OksigenDua dari tiga


informan menyatakan pengawasan dalam pemberian terapi oksigen meliputi
keracunan oksigen, seperti berikut:
“…kayak misalnya itu keracunan oksigen itu karena oksigen yang diberikan
terlalu banyak“…malah keracunan oksigen atau bisa jadi sesek soalnya
alirannya kebanteren. (Hal ini sesuai dengan Aryani (2009) pemberian terapi
oksigen bukan hanya memberikan efek terapi tetapi juga menimbulkan efek
merugikan. Perlu evaluasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya
kebakaran, oksigen memang bukan zat pembakar tetapi merupakan zat yang
memudahkan terjadinya kebakaran, sehingga pasien yang mendapat terapi
oksigen harus menghindari merokok, menghindari menggunakan alat listrik
tanpa ground. Efek kedua yaitu bisa terjadi depresi ventilasi; pemberian
oksigen yang tidak dimonitor konsentrasi dan aliran yang tetap akan
menimbulkan retensi CO2 sehingga dapat menimbulkan depresi ventilasi.
Efek ketiga yaitu bisa keracunan O2;terjadi bila pemberian terapi oksigen

13
diberikan dengan konsentrasi tinggi dan jangka waktu lama, keadaan ini dapat
merusak struktur jaringan paru seperti atelektasis dan surfaktan yang akan
mengganggu proses difusi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa fungsi pengawasan berkaitan dengan evaluasi oleh perawat
dalampemberian terapi oksigen.

B. PENATALAKSANAAN

14
KESIMPULAN

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Fungsi perencanaan perawat dalam


pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk penilaian kondisi fisik
pasien.
2) Fungsi pengorganisasian perawat dalam
pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk tujuan pemberian
oksigen, indikasi pemberian oksigen, dan kontra indikasi pemberian oksigen.
3) Fungsi pengarahan perawat dalam
pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk implementasi pemberian
terapi oksigen.
4) Fungsi pengawasan perawat dalam
pemberian terapi oksigen diwujudkan dalam bentuk observasi keadaan pasien
dan bahaya pemberian oksigen.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alimul & Uliyah. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar manusia.
Jakarta. EGC. Andarmoyo. 2012. Personal Hygiene; Konsep, Proses, dan
Aplikasi dalam Praktik peperawatan, Edisi Pertama.,

Yogyakarta: Graha Ilmu. Aryani, R. 2009. Prosedur Klinik Keperawatan Pada


Mata Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : C.V. Trans Info Media.

Asmadi. 2008. Konsep Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC. Marquis, B &


Huston. 2010. Leadership Roles

16

Anda mungkin juga menyukai