DOSEN PEMBIMBING :
PURBIANTO, M.Kep.,Sp.KMB
TINGKAT 3 REGULER 1
KELOMPOK 6
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia yang diberikan
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Tindakan
Keperawatan Pada Keperawatan Kritis “dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
dengan tujuan untuk menyelesaikan tugas kelompok mata kuliah Keperawatan
Kritis.
Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua yang membacanya dan dapat membantu kita dalam memahami
pembelajaran mengenai mata kuliah Keperawatan Kritis. Kritik dan saran yang
membangun selalu kami harapkan agar dalam pembuatan makalah berikutnya
lebih baik.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
2.1.Terapi Oksigen....................................................................................................3.
2.3. Elektrokardiogram...............................………………………………………………................16
2.9 Pemberian Obat Dan Cairan Melalui Syring Pump atau Infus Pump………..64
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..12
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1
4. Apa saja Obat-Obat di Ruang ICU?
2.1.2 Indikasi
2.1.3 Tujuan
Seperti halnya terapi secara umum, terdapat tujuan dari pemberian
oksigen/terapi oksigen ini. Dimana tujuannya adalah:
1. Mengoreksi hipoksemia Pada keadaan gagal nafas akut, tujuan
dari pemberian oksigen disini adalah upaya penyelamatan
nyawa. Pada kasus lain, terapi oksigen bertujuan untuk
membayar “hulang" oksigen jaringan.
2. Mencegah hipoksemia Pemberian oksigen juga bisa bertujuan
untuk pencegahan, dimana untuk menyediakan oksigen dalam
darah, seperti contohnya pada tindakan bronkoskopi, atau
pada kondisi yang menyebabkan konsumsi oksigen meningkat
(infeksi berat, kejang, dll).
3. Mengobati keracunan karbon monooksid (CO) Terapi oksigen
dapat untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen (PO2) dalam
darah dan untuk mengurangi ikatan CO dengan hemoglobin.
4. Fasilitas Absorpsi dan rongga-rongga dalam tubuh. Saat
menggunakan obat anesthesia inhalasi pasca anesthesia, terapi
oksigen dapal digunakan untuk mempercepat proses eliminasi
obat tersebut.
Tekhnik dan alat yang dapat digunakan dalam terapi oksigen sangat
beragam, dimana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan
tersendiri. Tehnik dan alat yang akan digunakan hendaknya
memenuhi kriteria sebagai berikut:
Pedoman
2.3.1 Pengertian
2.3.2 Fungsi
Lead III dibentuk dengan membuat kaki kiri (LL-left leg) elektroda
positif dan lengan kiri (LA- left arm) elektroda negatif. Sudut orientasi
120º
aVF dibentuk dengan membuat kaki kiri (LL-left leg) elektroda positif
dan anggota tubuh lainnya (ekstremitas) elektroda negatif. Sudut
orientasi +90º monitoring EKG prekordial/ dada atau standard chest
leads monitoring EKG
c. Farmakokinetik
Onset of action (waktu onset) : IV : 1-10 menit
Peak effect (efek puncak): 10-20 menit
Metabolisme : di jaringan dan hepar menjadi bentuk metabolit yang
tidak aktif
T½ eliminasi (half-life elimination) : 2 menit
Ekskresi : urin (sebagai metabolit)
d. Farmakodinamik
Stimulasi reseptor beta1-adrenergic, menyebabkan peningkatan
kontraktilitas dan denyut jantung, dengan sedikit efek pada beta2
atau alpha-reseptor.
e. Efek Samping
Sakit kepala, sesak nafas, takikardia, hipertensi, kontraksi ventrikel,
premature, angina pectoris, mual, muntah, nyeri dan non angina.
f. Indikasi
Penatalaksanaan jangka pendek gagal jantung akibat depresi
kontraktilitas karena penyakit jantung organic atau prosedur
pembedahan.
g. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Infus intravena 2,5 sampai 10 mcg/kg/menit, disesuaikan dengan
responnya.
h. Kontraindikasi
Kontraindikasi pada obat dobutamin adalah Hipersensivitas terhadap
bisulfit (mengandung bisulfit) stenoris subaortik hipertrofi idiopatik.
i. Peran Perawat
Monitoring tekana n darah, ECG, heart rate, CVP, RAP, MAP, output
urin; jika kateter arteri pulmonary dipasang, monitor CI, PCPW, and
SVR; juga monitor serum kalium.
c. Efek Samping
d. Kontraindikasi
2.4.5 HEPARIN
Golongan Obat : Antitrombolitik
Menurut Amar Syarif (1995) dalam buku Farmakologi dan Terapi Edisi
4 dijelaskan bahwa:
a. Farmakokinetik
Heparin tidak diabsorpsi secara oral, karena itu diberkansecara IV
atau SK. Pemberian secara SK memberikan masa kerja yang lebih
lama tetapi efeknya tidak dapat diramalkan. Suntikan IM dapat
menyebabkan terjadinya hematom yang besar pada tempat suntikan
dan absorpsinya tidak teratur serta tidak tidak dapat diramalkan. Efek
antikoagulan segera timbul pada pemberian suntikan bolus IV dengan
dosis terapi, dan terjadi kira-kira 20-30 menit setelah suntkan SK.
Heparin cepat dibmetabolisme terutama di hati. Masa paruhnya
tergantung dari dosis yang digunakan, suntikan IV 100, 400 atau 800
unit/kgBB memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2
½ dan 5 jam. Masa paruh mungkin memendek pada pasien emboli
paru dan memanjang pada pasien serosis hepatis atau penyakit ginjal
berat. Metabolit inaktif diekskresi melalui urin. Heparin diekskresi
dalam bentuk utuh melalui urin hanya bila digunakan dosis besar IV.
Penderita emboli paru memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi
karena bersihan yang lebih cepat. Terdapat variasi individual dalam
efek antikoagulan yang ditimbulkan maupun dalam kecepatan
bersihan obat. Heparin tidak melalui plasenta dan tidak terdapat
dalam air susu ibu.
b. Farmakodinamik
1. Mekanisme Kerja
Heparin meningkat antitrombin III membentuk kompleks yang
berafinitas lebih besar dari antitrombin III sendiri, terhadap
beberapa faktor pembekuan darah aktif, terutama trombin dan
faktor Xa. Oleh karena itu heparin mempercepat inaktivasi faktor
pembekuan darah. Sediaan heparin dengan berat molekul rendah
(6000) beraktivitas anti-Xa kuat dan sifat antitrombin sedang;
sedangkan sediaan heparin dengan berat molekul yang tinggi
( berakivitas antitrombin kuat dan aktivitas anti-Xa yang sedang.
Dosis kecil heparin dengan AT-III menginaktivasi faktor Xa dan
mencegah pembekuan dengan mencegah perubahan
prototrombin menjadi trombin. Heparin dengan jumlah yang lebih
besar bersama AT-III menghambat pembekuan dengan
menginaktivasi trombin dan faktor-faktor pembekuan
sebelumnya, sehingga mencegah perubahan fibrinogen menjadi
fibrin. Heparin juga menginaktivasi faktor XIIIa dan mencegah
terbentuknya bekuan fibrin yang stabil.
Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu
memperlancar transfer lemak darah kedalam depot lemak. Aksi
penjernihan ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim
yang menghidrolisis lemak (lipase lipoprotein) ke dalam sirkulasi
serta menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik dapat dihambat
oleh protamin.
2. Pengaruh Heparin Terhadap Hasil Pemeriksaan Darah
Bila ditambahkan pada darah, heparin tidak mengubah hasil
pemeriksaan rutin darah, tetapi heparin mengubah bentuk
eritrosit dan leukosit. Sampel darah yang diambil melalui kanula
IV, yang sebelumnya secara intermiten dilalui larutan garam
berheparin, mengandung kadar asam lemak bebas yang
meningkat. Hal ini akan menghambat ikatan protein plasma dari
obat-obat lipofilik misalanya propanolol, kuinidin, fenitoin dan
digoksin sehingga mempengaruhi kadar obat tersebut.
c. Efek Samping
Bahaya utama pemberian heparin secara IV atau SK ialah perdarahan,
tetapi pemberian secara IV atau SK jarang menimbulkan efek
samping. Terjadinya perdarahan dapat dikurangi dengan:
1. Mengawasi atau mengatur dosis obat
2. Menghindari penggunaan bersamaan dengan obat yang
mengandung aspirin
3. Seleksi pasien
4. Meperhatikan kontraindikasi pemberian heparin.
Ekimosis dan hematom pada tempat suntikan dapat terjadi baik
setelah pemberian heparin SK maupun IM.
d. Indikasi
Heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang diberikan secara
parenteral dan merupakan obat terpilih bila diperukan efek yang
cepat, misalnya untuk emboli paru-paru dan thrombosis vena dalam,
oklusi arteri akut atau infark miokard akut. Obat ini juga digunakan
untuk profilaksis tromboemboli vena selama operasi dan untuk
mempertahankan sirkulasi ekstrakorporal selama operasi jantung
terbuka. Heparin juga aman untuk wanita hamil.
e. Kontraindikasi
1. Heparin dikontraindikasikan pada pasien yang sedang
mengalami perdarahan misalnya: pasien hemofilia,
permeabilitas kapiler yang meningkat, endokarditis bakterial
subkut, perdarahan intrakranial, lesi ulseratif, anestesia
lumbal atau regional, hipertensi berat, syok.
2. Heparin tidak boleh diberikan selama atau setelah operasi
mata, otak atau medula spinal, dan pasien yang mengalami
pungsi lumbal atau anestesi lokal.
3. Heparin juga dikontraindikasikan pada pasien yang
mendapat dosis besar etanol, peminum alkohol dan pasien
hipersensitif terhadap heparin.
f. Posologi
Heparin tersedia dalam larutan untuk pemakaian parenteral dengan
kekuatan 1000-40000 unit/ml (-USP unit) dan sebagai respiratory
atau depot heparin dengan kekuatan 20000-40000 unit/ml.
Pemberian IV intermitten: pada orang dewasa biasanya dimulai
dengan 5000 unit dan selanjutnya 5000-10000 unit untuk tiap 4-6
jam, tergantung dari berat badan dan respon pasien. Untuk DIC ada
yang menganjurkan dimulai dengan 50 unit/kg pada dewasa dan 25
unit/kg pada anak tiap 8jam atau diberikan secara infus. Pada anak,
dimulai dengan 50 unit/ kgBB dan selanjutnya 100 unit/ kgBB tiap
4jam.
Pada infus IV untuk orang dewasa heparin 20000-40000 unit
dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan
diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat timbulnya efek,
dianjurkan menambahkan 5000 unit langsung ke dalam pipa infus
sebelumnya. Kecepatan infus didasarkan pada nilai APTT. Heparin
dapat juga diberikan secara Sk dala. Pada orang dewasa untuk tujuan
profilaksis tromboemboli pada tindakan operasi diberikan 5000 unit 2
jam sebelum operasi dan selanjutnya tiap 12 jam sampai pasien
keluar dari RS. Dosis penuh biasanya 10000-12000 unit tiap 8jam dan
atau 14000-20000 unit tiap 12 jam. Pemakaian heparin IM idak
dianjurkan lagi karena sering terjadi perdarahan dan hematom yang
disertai rasa sakit pada tepat suntikan.
2.4.6 METHYLDOPA
Golongan : Antihipertensi
Menurut Amar Syarif (1995) dalam buku Farmakologi dan Terapi Edisi
4 dijelaskan bahwa:
a. Farmakokinetik
Methil Dopa dan Prazosin diabsorbsi melalui saluran cerna, tetapi
sebagian besarPrazosin akan hilang selama metabolism hati pertama.
Waktu paruh kedua obat ini singkat sehingga sering diberikan 2x
sehari. Prozosin adalah sangat mudah berikatan dengan protein, dan
jika diberikan kepada obat lain yang juga sangat mudah berikatan
dengan protein, klien harus diperiksa terhadap timbulnya reaksi yang
merugikan.
b. Farmakodinamik
Methil Dopa merangsang pusat reseptor adrenergic-alfa,
menyebabkan penurunan keluaran simpatis. Ini menyebabkan
berkurangnya tahanan vaskuler perifer sehingga tekanan darah
menurun. Obat ini menembus sawar plasenta, dan sebagian kecil
memasuki air susu pada ibu yang menyusui. Penghambat adrenargik-
alfa selektif mendilatasi arteriola dan venula dan menurunkan
tahanan perifer serta tekanan darah. Mula kerja dari Methil Dopa
dan Prazosin terjadi antara 30 menit sampai 2 jam. Masa kerja Methil
Dopa 2x lebih lama daripada Prazosin. Methyl Dopa dapat diberikan
secara intravena dan masa kerjanya serupa dengan Prazosin oral.
c. Efek Samping
Rasa kantuk, mulut kering, pusing, dan denyut jantung lambat
(brakikardia).
d. Indikasi
Methil dopa digunakan untuk hipertensi sedang sampai berat.
e. Kontraindikasi
Methil Dopa tidak diberikan pada klien dengan penyakit hati dan
penyakit ginjal
d. Kemasan
Suntikan 1 mg/ml, 2 mg/ml
e. Farmakologi
Steroid biskuartener sintetik ini merupakan obat penyekat
neuromuskuler nondepolarisasi beraksi panjang. Obat ini bertindak
dengan berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng
akhiran motorik. Pankuronium berkaitan dengan peningkatan nadi
dapat timbul sebagai akibat aksi vagolitik pada jantung. Peningkatan
tekanan arteri rerata dan curah jantung dapat terjadi melalui aktivasi
susunan saraf simpatik dan inhibisi dari ambilan balik katekolamin.
Dengan infuse yang kontinu (16 jam), pemulihan dapat diperpanjang
karena akumulasi dari metabolit aktif. Jarang terjadi pelepasan
histamine.
f. Farmakokinetik
• Awitan aksi: 1-3 menit
• Efek puncak: 3-5 menit
• Lama aksi: 40-65 menit
g. Peringatan
1. Pantau espon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil
resiko kelebihan dosis.
2. Efek reverse dengan antikolinesterase seperti neostigmin,
edrofonium, atau piridostigmin bromide bersama dengan atropine
atau glikopirolat.
3. Dosis prapengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat blockad
neuromuskuler yang pada beberapa pasien cukup untuk
menyebabkan hipoventilasi.
Kelumpuhan yang diperpanjang (beberapa hari hingga beberapa
bulan) dapat terjadi setelah dihentikannya infuse jangka-panjang
pada psien perawatan intensif khususnya pada mereka dengan
gagal ginjal, ketidak seimbangan elektrolit (hipokalemia,
hipokalsemia, hipermagnesemia) atau pemakaian bersama
kortikosteroid dan/atau aminoglikosida. Hal ini disebabkan oleh
perkembangan miopati akut dan blockade neuromuskuler
persisten sebagai akibat sekunder dari penumpukan metabolit
aktif, terutama pankuronium 3-desa-seti.
2.4.8 LIDOKAIN
Golongan obat : Anastesik
Menurut Amar Syarif (1995) dalam buku Farmakologi dan Terapi Edisi
4 dijelaskan bahwa :
a. Pengertian
Lidokain adalah anestetik lokal yang digunakan secara luas dengan
pemberian topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih
kuat, lebih tahan lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan
oleh anestesik prokain.
Lidokain merupakan larutan aminoetilamid. Larutan lidokain 0,5%
digunakan untuk anestesia infiltrasi, sedangkan larutan 1,0-2%
digunkan untuk anestesia blok dan topikal. Anestesia ini lebih efektif
digunakan tanpa vasokontriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan
toksistasnya bertambah dan masa kerjanya pendek. Lidokain
merupakan obat yang menjadi ganti apabila ada orang yang
hipersensitif terhadap prokain dan epinefrin dan menyebabkan
sedasi. Sediaan berupa larutan 0,5-5%.
b. Farmakokinetik
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati
sawar darah otak.Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60%
dalam darah ibu. Di dalam hati liidokain mengalami dealkilasi oleh
enzim oksidase fungsi ganda (mixed-function oxidase) membentuk
monoetiolglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian dapat
dimetabolisme lebih lanjut menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua
metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisisn xilidid ternyata masih
memiliki efek anestetik lokal. Pada manusia, 75% dari xilidid akan
diekskresi bersama urin dalam bentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6
dimetil-anilin.
c. Efek Samping
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap
SSP, misalnya mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental,
koma, dan seizures. Mungkin sekali metabolit lidokain yaitu
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam timbulnya
efek samping ini. Kelebihan dosis lidokain dapat menyebabkan
kematian akibat fibrilasi ventrikel atau henti jantung.
d. Indikasi
Lidokain sering digunakan dengan cara suntikan untuk anestesia
infiltrasi, blokade saraf, anestesia epidural ataupun anestesia kaudal,
dan secara setempat untuk anestesia selaput lendir. Pada anestesia
infiltrasi biasanya digunakan larutan 0,25-0,5% dengan atau tanpa
adrenalin. Tanpa adrenalin dosis total tidak boleh melebihi 200
mg/24 jam, dengan adrenalin tidak boleh melebihi 500 mg/24 jam.
Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan larutan 1-2 %
dengan adrenalin; untuk anestesia infiltrasi dengan mula kerja 5
menit dan masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosisi 0,5-1,0 ml.
Untuk blokade saraf digunakan 1-2 ml.
Lidokain dapat pula digunakan untuk anestesia permukaan. Untuk
anestesia rongga mulut, kerongkongan, dan saluran cerna bagian
atas digunakan larutan 1-4% dengan dosis 1-4%, dengan dosis
maksimal sehari dibagi beberapa dosis. Pruritus didaerah anogenital
atau rasa sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan
supositoria atau bentuk salep atau krem 5 %. Untuk anestesia
sebelum dilakukan kateterisasi uretra digunakan lidokain gel 2% dan
sebelum dilakukan bronkoskopi atau pemasangan pipa endotrakeal
biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4 %.
2.4.9 TEOFILIN
Golongan obat : Antiasma
Menurut Joyce L. Kee dan Evelyn R. Hayes dalam buku Farmakologi
Pendekatan Proses Keperawatan dijelaskan bahwa:
a. Pengertian
Golongan bronkodilator kedua yang dipakai untuk asma adalah
derivate metilsantin (xantin) yang mencakup teofilin, aminofilin dan
kafein. Teofilin merelaksasikan otot polos bronkus, bronkiolus dan
pembuluh darah pulmoner dengan cara menghambat enzim
fosfodiesterase, menyebabkan peningkatan siklik AMP yang
menyebabkan bronkodilatasi.
b. Farmakokinetik
Teofilin biasanya diabsorpsi dengan baik setelah diberikan secara
oral, tetapi absorpsi dapat bervariasi sesuai dengan bentuk dosis.
Teofilin juga diabsorpsi dengan baik dalam bentuk cairan yang
diminum dan tablet polos yang tidak disalut gula. Bentuk dosis yang
dilepas perlahan-lahan akan diabsorpsi dengan lambat. Makanan dan
antasida dapat menurunkan tingkat absorpsi, tetapi bukan
jumlahnya, cairan dalam jumlah besar dan makanan protein tinggi
dapat meningkatkan absorpsi. Tingkat absorpsi juga dapat
dipengaruhi oleh ukuran dosis, dosis besar diabsorpsi lebih lambat.
Teofilin dapat diberikan secara intravena dalam cairan IV.
c. Farmakodinamik
Teofilin meningkatkan kadar siklik AMP, menyebabkan terjadi
bronkodilatasi. Waktu rata-rata yang diperlukan sampai terjadi onset
kerja untuk untuk oral adalah 30 menit, untuk kapsul yang
pelepasannya dihambat adalah 1 sampai 2 jam. Lama kerja untuk
bentuk yang pelepasannya dihambat adalah 8 sampai 24 jam dan
untuk bentuk teofilin ral dan intravena kira-kira 6 jam.
d. Efek Samping
Efek samping teofilin meliputi mual dan muntah, nyeri lambung
karena peningkatan sekresi asam lambung, perdarahan usus,
disritmia jantung, palpitasi (berdebar), hipotensi berat, hiperrefleks,
dan kejang. Keracunan teofilin kemungkinan besar akan terjadi
apabila kadarnya dalam serum melampaui 20u/mL. Teofilin dapat
menyebabkan hiperglikemia, menurunkan waktu pembekuan darah,
dan meningkatkan jumlah sel darah putih (lekositosis).
e. Dosis
Dosis oral teofilin 900 mg/hari dibagi dalam beberapa dosis. Teofilin
ada yang berbentuk lepas-berkala diminum 2 kali sehari (tidak boleh
dibagi!).
f. Indikasi
Untuk mengatasi bronkospasme. Turunan xantin (teofilin) juga
dipakai untuk mengobati emfisema pulmoner, gagal jantung
kongestif, asma bronkial atau kardial, status asmatikus, pola napas
Cheyne-stroke dan bronkitis.
2. Pemberian Cairan
2.7.1 Definisi
Bantuan Hidup Lanjut (BHL) merupakan tindakan yang dilakukan
secara simultan dengan bantuan hidup dasar dengan tujuan
memulihkan dan mempertahankan fungsi sirkulasi spontan sehingga
perfusi dan oksigenasi jaringan dapat segera dipulihkan dan
dipertahankan. BHL memiliki tiga tahapan, yaitu terapi obat dan
cairan, electrokardiografi, dan terapi fibrilasi :
Dalam kasus henti jantung, terapi obat dan cairan merupakan terapi
yang paling penting setelah teknik kompresi dada dan defibrilasi.
Walaupun terapi obat dan cairan itu penting, pemberiannya jangan
sampai mengganggu tindakan kompresi dada dan ventilasi. Dalam
melakukan terapi obat dan cairan tentunya harus dipikirkan juga jalur
masuknya obat dan cairan. Jalur yang sering digunakan dalam
resusitasi adalah jalur intravena dan intraosseous.3 Di bawah ini akan
dijelaskan mengenai terapi obat dan cairan yang meliputi jalur
masuknya obat dan cairan dan jenis obat serta cairan yang digunakan
dalam bantuan hidup lanjut.
Jalur Intraosseous
Jalur Endotrakeal
Jalur Intrapulmonum
b) Obat-obat
Obat-obatan yang digunakan dalam BHL ini seperti yang sudah
disebutkan sebelumnya memiliki banyak jenis. Namun, obat-
obatan yang penting untuk diberikan dalam BHL, yaitu adrenalin,
amiodaron, atropine, lidokain, kalsium, magnesium, dan natrium
bikarbonat.
Adrenalin
Adrenalin atau epinefrin merupakan obat yang harus segera
diberikan pada pasien yang mengalami henti jantung selama
kurang dari dua menit dan disaksikan.
Adrenalin termasuk golongan katekolamin yang bekerja pada
reseptor alfa dan beta sehingga menyebabkan vasokonstriksi
perifer melalui reseptor alfa adrenergik.
Indikasi pemberian adrenalin adalah pada pasien dengan asistol
dan PEA (Pulseless Electrial Activity) dan fibrilasi ventrikel atau
takikardi ventrikel tanpa nadi yang gagal dengan terapi
defibrilasi. Adrenalin pada kasus asistol atau PEA diberikan
sejak siklus pertama dan diulang setiap 2 siklus berakhir.
Sedangkan pada kasus fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel
tanpa nadi, adrenalin diberikan setelah defibrilasi pertama
gagal (setelah defibrilasi kedua dan diulang kembali setiap 2
siklus berakhir).
Dosis yang diberikan untuk dewasa adalah 0.5-1.0 mg secara
intravena atau dapat diencerkan dengan akuades menjadi 10
ml. Dosis yang digunakan pada anak-anak yaitu 10 mcg/kgBB.
Adrenalin juga dapat diberikan intratrakea melalui pipa
endotrakea (1 ml adrenalin 1:1.000 diencerkan dengan 9 ml
akuades steril). Pemberiannya dapat diulang setelah 3-5 menit
pemberian pertama dengan dosis sama seperti dosis pertama.1
Setelah ROSC, untuk mencapai tekanan darah adekuat,
adrenalin dapat diberikan 1-20 mcg/menit lewat infus kateter
sentral sesegera mungkin.
Amiodaron
Amioidaron merupakan anti-aritmia yang memiliki efek pada
kanal natrium, kalium, kalsium, dan juga memblokade reseptor
alfa dan beta adrenergik. Amiodaron sendiri memiliki
farmakokinetik dan farmakologik yang kompleks. Penelitian
menunjukkan bahwa pemberian amiodaron setelah pemberian
adrenalin dapat meningkatkan ROSC dibandingkan dengan
tidak diberikan amiodaron. Amiodaron diberikan kepada pasien
dengan fibrilasi ventrikel atau ventrikel takikardi tanpa nadi.
Obat ini diberikan diantara fibrilasi ketiga dan keempat pada
pasien yang tidak merespon dengan pemberian vasopressor
dan terapi defibrillator.
Dosis pemberian amiodaron adalah sebagai berikut: 300 mg
bolus untuk pemberian pertama kali dan kemudian dapat
ditambah 150 mg. Selanjutnya, pemberian amiodaron dapat
dilanjutkan dengan pemberian melalui infus dengan dosis
pemberian 15 mg/kgBB selama 24 jam. Pemberian
amiodaron ini juga dapat dipertimbangkan sebagai
profilaksis kambuhnya fibrilasi ventrikel atau takikardi
ventrikel. Amiodaron memiliki efek hipotensi dan bradikardi,
sehingga pemberiannya perlu diperhatikan.
Atropine
Sulfas atropine meningkatkan konduksi atrioventricular dan
automatisitas nodus sinus dengan efek vagolitik. Atropine
diindikasikan pada kasus bradikardia yang disertai dengan
hipotensi, ventricular ektopi, atau gejala yang berhubungan
dengan iskemia miokardium. Atropine juga dapat diberikan
sebagai terapi pada second-degree heart block, third-degree
heart block, dan irama idioventricular lambat. Atropin sering
digunakan pada kasus henti jantung dengan elektrokardiografi
(EKG) asistol atau PEA.
Dosis yang direkomendasikan pada kasus bradikardia untuk
dewasa adalah 0.5 mg IV setiap 3-5 menit dengan total dosis
yang diberikan 3 mg. Untuk anak-anak dapat diberikan dengan
dosis 0.02 mg/kgBB dengan minimum dosis 0.1 mg dan dosis
maksimal 1 mg (anak-anak), 3 mg (remaja) yang dapat diulang
setiap 3-5 menit. Dosis pemberian atropine pada kasus irama
tanpa denyut untuk orang dewasa adalah 1 mg IV setiap 3-5
menit dengan total dosis 3 mg. Perlu diperhatikan juga bahwa
pemberian atropine dapat menyebabkan irama sinus takikardia
setelah resusitasi.
Kalsium
Kalsium memegang peranan penting dalam aktivitas saraf dan
otot normal. Kalsium biasanya diberikan pada pasien dengan
hiperkalemia, hipokalsemia, dan overdosis obat kalsium
channel blocker. Kalsium sangat diperlukan pada kasus henti
jantung karena disosiasi elektromekanis setelah gagal
memulihkan sirkulasi spontan dengan pemberian adrenalin.
Kalsium ini juga diperlukan bila henti jantung disebabkan oleh
karena obat-obatan yang menekan otot jantung. Sumber lain
mengatakan pemberian kalsium pada kasus henti jantung tidak
dapat mengembalikan sirkulasi spontan dan juga tidak
meningkatkan angka survival rate di rumah sakit sehingga
pemberian kalsium pada kasus henti jantung tidak
direkomendasikan. Efek samping dari pemberian kalsium ini
adalah kemungkinan meningkatkan cedera miokardiak dan otak
dengan kematian sel-sel miokardiak dan otak serta dapat
mengakibatkan nekrosis jaringan dengan ekstravasasi.
Dosis yang biasanya digunakan pada resusitasi orang dewasa
adalah 5-10 ml dari 10% kalsium klorida dihidrat. Atau dapat
juga menggunakan sediaan kalsium glukonas dengan dosis 10
ml dari 10% kalsium glukonas.
Lidokain
Lidokain termasuk dalam golongan natrium channel blocker
yang biasanya digunakan sebagai alternatif anti-aritmia.
Pemberian lidokain tidak dapat meningkatkan ROSC secara
konstan dan tidak berhubungan dengan perbaikan klinis pasien
untuk dapat dipulangkan dari rumah sakit. Dibandingkan
amiodaron, efektivitas lidokain sedikit lebih rendah dalam
pencapaian ROSC pada pasien dengan fibrilasi ventrikel atau
ventrikel takikardi yang tidak respon terhadap RJP, defibrilasi,
dan vasopressor.
Dosis pemberian lidokain dibagi menjadi sebagai berikut: dosis
awal diberikan 1 mg/kgBB bolus yang dapat ditambah 0.5
mg/kgBB selama resusitasi. Pemberian infus lidokain untuk
ROSC tidak direkomendasikan. Efek samping dari pemberian
lidokain adalah bicara tidak jelas (slurred speech), penurunan
kesadaran, kejang, hipotensi, bradikardi, dan asistol.
Magnesium
Magnesium merupakan vasodilator dan berperan sebagai
kofaktor dalam regulasi natrium, kalium, dan kalsium melewati
membrane sel. Magnesium tidak dapat mengembalikan
sirkulasi spontan pada pasien dengan henti jantung dan juga
tidak memberikan perbaikan klinis atau neurologis sehingga
pemberian magnesium tidak direkomendasikan. Magnesium
diberikan pada kasus hipomagnesemia, hypokalemia, henti
jantung yang disebabkan oleh toksisitas digoxin, kasus fibrilasi
ventrikel atau takikardi ventrikel tanpa nadi, dan torsade de
pointes.
Dosis yang diberikan adalah 5 mmol magnesium yang dapat
diulang 1 kali kemudian diberikan intravena sebanyak 20
mmol/4 jam. Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah
dapat menyebabkan lemah otot dan gagal napas pada
penggunaan kalsium yang berlebihan.
Natrium Bikarbonat
Natrium bikarbonat merupakan larutan alkalin yang bercampur
dengan ion hydrogen membentuk asam karbonat lemah. Pada
kasus henti jantung, resusitasi jantung-paru yang efisien dan
ventilasi yang adekuat dapat mengurangi penggunaan natrium
bikarbonat. Sebagian besar penelitian menyatakan tidak ada
keuntungan dari pemberian natrium bikarbonat pada pasien
henti jantung sehingga pemberian natrium bikarbonat secara
rutin pada pasien dengan henti jantung tidak
direkomendasikan.
Dosis awal pemberian natrium bikarbonat adalah 1 mmol/kg
yang diberikan selama 2-3 menit. Pemberian obat ini dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan analisis gas darah untuk
memantau koreksi asidosis metabolik, sehingga pemberian
bikarbonat selanjutnya bisa digunakan rumus seperti berikut:
c) Cairan
2. Electrocardiography
a) Asistol Ventrikel
d) Takikardi Ventrikel
3. Terapi Fibrilasi
Terapi fibrilasi merupakan usaha untuk segera mengakhiri disaritmia
takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menjadi irama sinus normal
dengan menggunakan syok balik listrik. Syok balik listrik
menghasilkan depolarisasi serentak semua serat otot jantung dan
setelah itu jantung akan berkontraksi spontan, asalkan otot jantung
mendapatkan oksigen yang cukup dan tidak menderita asidosis.
Terapi fibrilasi diindikasikan untuk pasien dengan fibrilasi ventrikel
atau takikardi ventrikel. Fibrilasi ventrikel merupakan irama yang
sering muncul pada kasus henti jantung. Penanganan yang paling
efektif untuk henti jantung dengan irama tersebut adalah dengan
defibrilasi. Jantung yang terfibrilasi akan mengkonsumsi oksigen lebih
banyak sehingga akan memperburuk iskemia miokardium. Defibrilasi
harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin lama fibrilasi
dibiarkan, maka semakin sulit untuk dilakukan defibrilasi dan banyak
kerusakan sel jantung yang ireversibel sehingga semakin kecil
kemungkinan resusitasi akan berhasil.
Kristaloid adalah cairan yang berisi eletrolit cth :RL,NaCL dll Kaloid
adalah molekul2 besar yg tidak dapat dengan mudah melewati atau
keluar dari pembuluh darah dan biasa juga dilengkapi dengan
eletrolit cth: albumin 20 %,haemaccel,dextran L, haes dll Kebutuhan
cairanPada orang dewasa - 30-40 ml/kgBB/hari - 1500 ml +20ml/kg
BB untuk kenaikan BB diatas 20 kg Pada anak - 100 ml/kgBB untuk 10
kg pertama - 50 ml /kg BB untuk 10 kg ke dua - 20 ml/kg BB
diatasnya.
2.9. Pemberian Obat Dan Cairan Melalui Syring Pump Atau Infus
2.9.1 Syringe Pump
1. Definisi
Syringe Pump merupakan alat yang digunakan untuk memberikan
cairan obat atau cairan makanan ke dalam tubuh pasien dalam
jumlah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu secara teratur.
Secara khusus alat ini memfokuskan pada jumlah cairan yang
diamasukan kedalam tubuh pasien, dengan satuan mililiter per jam.
2. Tujuan
Agar pasien mendapat asupan cairan atau obat sesuai dengan
kebutuhan dosis yang di beri tepat (akurat) baik waktu dan
volumenya.
3. Prosedur Pemberian Obat Melalui Syringe Pump
a) Persiapan:
1) membuat kertas perhitungan obat yang meliputi : nama
pasien, berat badan, nama obat dan pengencernya,dosis
yang di berikan, dan tanda tangan pembuat perhitungan
obat.
2) mempersiapkan alat – alat :
syringe pump
spuit 20/ 50cc
manometer line /extention tube
threeway stopcock
obat yang akan di berikan
3) cara kerja
cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur
member penjelasan kepada pasien
isi spuit 50 cc atau 20 cc dengan cairan pelarut untuk
pengenceran obat sesuai dengan order dokter atau isi
spuit dengan parentral nutrisi sesuai order dokter
mengambil obat yang dibutuhkan dengan spuit dan
mencampurkan dengan cairan pelarut
mengeluarkan udara dari dalam spuit
menghubungkan spuit dengan manometer kemudian
mengeluarkan udara dari manometer tersebut
memasangan spuit pada syringe pump, skala spuit
menghadap ke atas
mengatur modus syringe pump sesuai dengan ukuran
spuit
menghidupkan syringe pump
mengatur jumlah cairan yang diberikan dalam 1 menit
atau 1 jam sesuai kebutuhan
menghubungkan manometer dengan threeway yang
terpasang pada pasien
membuka threeway kea rah pasien, kemudian START
memasang lebel pada spuit dan menempelkertas
perhitungan obat
memberitahukan kepada pasien bahwa prosedur telah
selesai
dokumentasi
4. BOLUS
a) Manual Bolus : Tekan tombol Bolus Kemudian tekan dan tahan
tombol OK, Selama tombol OK ditekan, alat akan memberikan
Bolus. Max. Bolus ± 10% dari ukuran syringe atau selama 10
detik. Volume bolus yang masuk ke pasien akan ditampilkan
pada display.
5. ALARM
b) Operating alarm
LED Merah akan berkedip diikuti dengan suara alarm. Alat akan
berhenti. Untuk mematikan suara alarm, tekan OK. Kenali
masalah yang terjadi dengan membaca tampilan yang ada
pada display. Perbaiki masalah dan tekan Start/Stop untuk
melanjutkan terapi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Sebagai perawat kita harus bisa memahami tentang Keperawatan Kritis, terutama
tindakan keperawatan pada keperawatan kritis.
Daftar Pustaka
Davison, G. C., Neale, J. M., Kring A. M. (2014). Psikologi abnormal (9th ed.). Depok:
Kharisma Putra Utama.
Sunberk, N. D., Winebarge, A. A., Taplin, J. R. (2007). Psikologi klinis (4th ed.). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
https://www.google.com/amp/s/m.klikdokter.com/amp/3633698/7-terapi-psikologis-
yang-dapat-meningkatkan-kesehatan-mental-anda
http://riskialfi89.blogspot.com/2016/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
http://www.google.com/url
http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/unida-syok-kardiogenik-dan-
penanganan
http://jurnal.unimus.ac.id