Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN KRITIS

KONSEP DASAR RUANG PERAWATAN KRITIS (ICU)

TUGAS DAN FUNGSI PERAWAT ICU

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2

TINGKAT 3/ REGULER 1

Ambar Wulandari 1814401007

Aldo 1814401008

Sri Mulyani 1814401009

Rika Anggraini 1814401010

Megawati Utami Septiani S 1814401011

Dhia Istiqomah 1814401012

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

2020/2021

1
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Konsep Dasar Ruang
Perawatan Kritis (ICU) Tugas dan Perawat ICU”.

Kami sangat berharap, semoga makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini.
Mengingat tidak ada sesuatau yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita.

Bandar Lampung, 24 Juli 2020

Kelompok 2
3

DAFTAR ISI
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang perawatan dengan tingkat resiko kematian
pasien yang tinggi. Tindakan keperawatan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk
menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan yang cepat ditunjang data yang merupakan
hasil observasi dan monitoring yang kontinu oleh perawat. Tingkat kesibukan dan standar
perawatan yang tinggi membutuhkan peralatan tehnologi tinggi yang menunjang. Peralatan
yang ditemukan di ICU antara lain bed side monitor, oksimetri, ventilator, dll yang jarang
ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut ditunjang oleh tehnologi tinggi. Inovasi
tehnologi tetap dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di ICU
seiring dengan bertambahnya kompleksitas masalah di ICU. Tele-ICU sudah digunakan 25
tahun yang lalu dengan metode remote telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terdapat
pada 100 bed di RS. Proyek tersebut menunjukan bahwa konsultasi televisi memberikan
pengaruh lebih besar pada tataran klinik dan pendidikan daripada konsultasi via telepon.
Secara historis demonstrasi tersebut menunjukan bahwa tele-ICU consultation memiliki
keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi lama hari rawat (lenght of stay),
meningkatkan pengelolaan dan tranfer pasien trauma, dan meningkatkan konsultasi untuk
pasien kritis.
Pada tahun 2000, Sentara Health-care mengimplementasikan multiside telemedia
program. Saat 1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi penurunan mortalitas
sebanyak 27 %. Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program tele-ICU telah
mendukung beberapa ICU.
Tema Tele-ICU, virtual ICU, remote ICU, dan eICU semuanya mengacu pada konsep
yang sama, yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian berdasarkan tim perawatan kritis
dengan menggunakan networking pada bedside ICU tim dan pasien baik melalui audiovisual
maupun sistem komputer. Tim Tele-ICU dapat mendukung kelangsungan hidup dan
mendukung sebagain besar pasien di ICU walaupun dipisahkan secara geografis dari
berbagai Rumah Sakit.
5

Penggunaan tele-ICU merupakan aplikasi dari solusi 4 topik ICU, yang menurut
Needham (2010) terdiri dari : isu alamiah mengenai medis dan lebih spesifik berkaitan
dengan perawatan kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha meningkatkan patient
safety, berfokus pada proyek perpindahan pengetahuan, dan model perpindahan pengetahuan
praktik klinik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian ICU?
2. Bagaimana ciri dan sifat pelayanan di ICU?
3. Apa saja syarat-syarat ruang ICU?
4. Apa saja sarana dan prasarana yang harus ada di ICU?
5. Bagaimana indikasi pasien masuk ICU?
6. Bagaimana indikasi pasien keluar ICU?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu ICU
2. Untuk mengetahui bagaimana ciri dan sifat pelayanan di ICU
3. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat ruang ICU
4. Untuk mengetahui apa saja sarana dan prasarana yang harus ada di ruang ICU
5. Untuk mengetahui bagaimana indikasi pasien yang masuk ICU
6. Untuk menegetahi bagaimana indikasi pasien yang bisa keluar ICU
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian ICU

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf
dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang
cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun
mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan
kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena
memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat
dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-
organ tubuh lainnya (Rab,2007).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah
sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur
pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,cedera atau penyulit-
penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.

2.2 Ciri dan Sifat Pelayanan ICU

Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada Keputusan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit
meliputi beberapa hal,
1. Yang pertama, etika kedokteran dimana etika pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan
falsafah dasar "saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi
untuk dapat secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
2. Kedua, indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang
memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care, pasien yang memerlukan
pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga
dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit
7

kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah
timbulnya dekompensasi fisiologis.
3. Ketiga, kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar
pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari beberapa
disiplin ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya
dan bekerja sama di dalam tim yang di pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai
ketua tim.
4. Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU adalah
tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti
Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi
sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan
terapi definitif.
5. Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap tim
multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya sebelum masuk ICU,
dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi
pandangan atau usulan terapi kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh,
mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan lain
dan mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
6. Keenam, asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke ruang ICU
harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah
tempat tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi masuk.
7. Ketujuh, sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan
peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim kendali mutu yang
anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi masukan
dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan
ICU.
8. Kedelapan, kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di samping
multi disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan profesi lain.
Agar dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia)
secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi.
8

9. Kesembilan, efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di ruang ICU
mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi harus
berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis.
10. Kesepuluh, kontuinitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan dan
ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu di kembangkan unit pelayanan tingkat
tinggi (High Care Unit=HCU). Fungsi utama. HCU adalah menjadi unit perawatan antara
dari bangsal rawat dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti
ICU tetapi yang diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.

2.3 Syarat-Syarat Ruang ICU


Jumlah Bed ICU di Rumah Sakit idealnya adalah 1-4 % dari kapasitas bed Rumah Sakit.
Jumlah ini tergantung pada peran dan tipe ICU. Lokasi ICU sebaiknya di wilayah
penanggulangan gawat darurat (Critical Care Area), jadi ICU harus berdekatan dengan Unit
Gawat Darurat, kamar bedah, dan akses ke laboratorium dan radiologi. Transportasi dari
semua aspek tersebut harus lancar, baik untuk alat maupun untuk tempat tidur. Syarat
Ruangan ICU yaitu diantaranya:
1. Ruangan
Setiap pasien membutuhkan wilayah tempat tidur seluas 18,5 m2. untuk kamar isolasi
perlu ruangan yang lebih luas. Perbandingan ruang terbuka dengan kamar isolasi
tergantung pada jenis rumah sakit.
2. Fasilitas Bed
Untuk ICU level III, setiap bed dilengkapi dengan 3 colokan oksigen, 2 udara tekan, 4
penghisap dan 16 sumber listrik dengan lampu penerangan. Peralatan tersebut dapat
menempel di dinding atau menggantung di plafon.
3. Monitor dan Emergency Troli
Monitor dan emergency troli harus mendapat tempat yang cukup. Di pusat siaga,
sebaiknya ditempatkan sentral monitor, obat-obatan yang diperlukan, catatan medik,
telepon dan komputer.
4. Tempat Cuci Tangan
9

Tempat cuci tangan harus cukup memudahkan dokter dan perawat untuk
mencapainya setiap sebelum dan sesudah bersentuhan dengan pasien (bila
memungkinkan 1 tempat tidur mempunyai 1 wastafel)
5. Gudang dan Tempat Penunjang
Gudang meliputi 25 – 30 % dari luas ruangan pasien dan pusat siaga petugas. Barang
bersih dan kotor harus terpisah.

2.4 Saran dan Prasana yang Harus ada di ICU

1. Lokasi : satu komplek dengan kamar bedah & Recovery Room


2. RS dengan jumlah pasien lebih 100 orang sedangkan untuk Ruang ICU antara 1-2 % dari
jumlah pasien secara keseluruhan
3. Bangunan : terisolasi dilengkapi dengan: pasien monitor, alat komunikasi, ventilator, AC,
pipa air, exhousefan untuk mengeluarkan udara, lantai mudah dibersihkan, keras dan rata,
tempat cuci tangan yang dapat dibuka dengan siku & tangan, serta pengering setelah cuci
tangan
4. Ruang dokter dan ruang perawat
5. Ruang tempat buang kotoran
6. Ruang tempat penyimpanan barang dan obat
7. Ruang tunggu keluarga pasien
8. Ruang pencucian alat dapur
9. Pengering setelah cuci tangan ruang dokter dan ruang perawat
10. Tempat buang kotoran
11. Ruang tempat penyimpanan barang & obat
12. Sumber air Sumber listrik cadangan atau generator, emergency lamp Sumber O2 sentral
Suction sentral Almari alat tenun dam obat, instrument dan alat kesehatan Almari
pendingin (kulkas) Laborat kecil
13. Alat–alat penunjang antara lain: Ventilator, Nabulaizer, Jacksion Reese, Monitor ECG,
tensimeter mobile, Resusitato, Defibrilator, Termometer electric dan manual,Infus pump,
Syring pump, O2 transport, CVP, Standart infuse, Trolly Emergency,Papan resusitasi,
Matras anti decubitus, ICU kid, Alat SPO2, Suction continous pump, dan lain-lain.
10

2.5 Indikasi Pasien Masuk ICU

1. Prioritas 1
Penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi intensif dan
agresif.
a. Gangguan atau gagal nafas akut
b. Gangguan atau gagal sirkulasi
c. Gangguan atau gagal susunan syaraf
d. Gangguan atau gagal ginjal
2. Prioritas 2
Pementauan atau observasi intensif secara ekslusif atas keadaan-keadaan yang dapat
menimbulkan ancaman gangguan pada sistem organ vital, seperti:
a. Observasi intensif pasca bedah operasi: post trepanasi, post open heart, post
laparatomy dengan komplikasi,dll.
b. Observasi intensif pasca henti jantung dalam keadaan stabil
c. Observasi pada pasca bedah dengan penyakit jantung.
3. Prioritas 3
Pasien dalam keadaan sakit kritis dan tidak stabil yang mempunyai harapan kecil
untuk penyembuhan (prognosa jelek). Pasien kelompok ini mugkin memerlukan terapi
intensif untuk mengatasi penyakit akutnya, tetapi tidak dilakukan tindakan invasife
Intubasi atau Resusitasi Kardio Pulmoner

2.6 Indikasi Pasien Keluar ICU

1. Penyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil.


2. Terapi dan perawatan intensif tidak memberi hasil pada pasien.
3. Dan pada saat itu pasien tidak menggunakan ventilator.Pasien mengalami mati batang
otak.
4. Pasien mengalami stadium akhir (ARDS stadium akhir)
5. Pasien/keluarga menolak dirawat lebih lanjut di ICU (pl.paksa)
6. Pasien/keluarga memerlukan terapi yang lebih gawat mau masuk ICU dan tempat penuh.
11

Pioritas pasien yang keluar ICU:


1. Prioritas I dipindah apabila pasien tidak membutuhkan perawatan intensif lagi, terapi
mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk sedikit kemungkinan bila
perawatan intensif dilanjutkan misalnya : pasien yang mengalami tiga atau lebih gagal
sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan agresif.
2. Prioritas II pasien dipindah apabila hasil pemantuan intensif menunjukkan bahwa
perawatanintensif tidak dibuthkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan
lagi
3. Prioritas III tidak ada lagi kebutuhan untuk terapi intensive jika diketahui kemungkinan
untuk pulih kembali sangat kecil dan keuntungan terapi hanya sedikit manfaatnya misal :
pasien dengan penyakit lanjut penyakit paru kronis, liver terminal, metastase carsinoma

2.7 Transportasi Pada Pasien Kritis

Transportasi pasien kritikal adalah pemindahan pasien dalam keadaan kritis dari unit
bagian lain ke ICU maupun sebaliknya ataupun ke rumah sakit lain untuk tindakan
diagnostik ataupun keperluan lainnya. Tujuannya agar pasien terjamin (aman) selama
transportasi.
Kebijakan:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. Dilakukan oleh DPJP ICU atau yang mewakili dengan fasilitas alat dan obat-obat
emergency yang cukup dan memadai.
3. Petugas yang ikut dalam transportasi pasien adalah orang yang sudah terlatih dan
tersertifikasi ICU yakni dokter dan perawat ICU.
4. Transportasi dilakukan jika pasien memerlukan tindakan pemeriksaan penunjang (CT
Scan, MRI dll) atau pasien untuk dilakukan dialisa di ruang HD

Prosedur:

1. DPJP ICU melakukan assessment pasien sebelum dilakukan transportasi pasien


dan mengkoordinasikan dengan petugas tempat tujuan pasien tentang identitas,
diagnosis dan kondisi pasien.
12

2. Pasien yang ditransportasikan : potensial mengalami perburukan, kebutuhan monitoring


fisiologik dan intervensi akut , kelanjutan terapi yang telah dilakukan selama transportasi
3. DPJP ICU / yang mewakili dan perawat PJ pasen menjelaskan kepada
keluarga pasien terkait
4. prosedur transportasi yang dilakukan dan alasan pasien untuk ditransportasi ke unit lain
Perawat PJ pasien menyiapkan pasien dan alat – alat yang dibutuhkan selama transportasi
5. Petugas yang mengantar pasien minimal 2 orang dan harus terlatih: dokter, perawat dan
atau petugas ambulans, dan mengerti dan mengenal dengan kondisi alat transportasi.
6. Ada alat dan prosedur komunikasi yang aman dalam keadaan emergency dan tersedia alat
pelindung personil, pemadam api / kebakaran.
7. Sedapat mungkin kondisi pasien stabil, kecuali pasien memerlukan intervensi segera di
rumah sakit tujuan.
8. Jalan nafas pasien harus aman, sendiri atau dengan intubasi dan bantuan
ventilasi manual/ mekanik dan pasien sudah harus ada akses vena.
9. Pasien harus dalam keadaan keamanan terjamin di stretcher dan terpasang
monitor. Selama transportasi terapi, monitoring dan dokumentasi harus terus dilakukan.
10. Serah terima tentang kondisi pasien, terapi yang telah dan sedang dilakukan, dokumen
(RS lain : resume medik, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang; Ruang lain dalam RSCM : formulir transfer pasien antar ruang dan
rekam medis pasien) diserah terimakan pada petugas di tempat tujuan.
13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. ICU adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan
khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat
memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun
mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat
menyebabkan kematian.
2. Sifat pelayanan di ICU harus memperhatikan etika, indikasi yang benar dimana harus
pasien yang memerlukan intervensi medis segera, peran koordinasi dan integrasi dalam
kerja sama tim dimana setiap tim multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi
pasien, sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan
peningkatan mutu pelayanan, serta berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan
ekonomis dimana unit pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang
tinggi, multi disiplin dan multi profesi.
3.2 Saran
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Morton, Patricia Gonce dkk. 2011. “Keperawatan Kritis: pendekatan asuhan holistic”.
Jakarta: EGC
2. Weinstock, Doris. 2013. “Rujukan Cepat di Ruang ICU/CCU”. Jakarta: EGC
3. Zen, Raden. 2011. ”Konsep Dasar ICU”. Diambil dari http://akatsuki-
ners.blogspot.co.id/2011/10/konsep-dasar-icu-intensive-care-unit.html. Diakses pada 13
Maret 2017.
15
16

Anda mungkin juga menyukai