Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KEPERAWATAN KRITIS

TENTANG SISTEM PELAYANAN KEPERAWATAN KRITIS


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kritis
Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti,M.Kep

Disusun Oleh :

DEDI KURNIAWAN
20101440120026
3A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV/DIPONEGORO


SEMARANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MEN KES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
Rumah Sakit , ruang ICU merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri ,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus ditunjukan untukobservasi,
perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit akut , cedera beberapa penyulit
yang mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia
yang diharapkan masih reversible.
Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi dibidang keperawatan
yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam
hidup . Keperawatan kritis juga dapat dipahami sebagai upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan perawat profesional untuk mmepertahankan hidup. Pasien kritis
memiliki angkat kesakitan dan kematiaan yang tinggi, sehingga dengan
penatalaksaaan dini yang sesuai dapat membantu mencegah perburukan lebihlanjut
dan memaksimalkan peluang untuk sembuh ( Gwinnut, 2015)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Keperawatan Kritis


a. Definisi Pelayanan Intensive
ICU atau intensive care unit merupakan pelayanan keperawatan khusus
yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis , cidera dengan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih
serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Menkes, 2010).
Unit rawat intensif merupakan area khusus pada sebuah rumah sakit
dimana pasien yang mengalami sakit krritis atau cidera memperoleh pelayanan
medis, dan keperawatan secara khusus (Pande,Kolekar , dan Vidyapeeth ,
2013).

b. Fungsi dan Tujuan Pelayanan ICU


Fungsi ICU dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi ICU Medik,
ICU trauma/bedah, ICU pediatrik, ICU neonatus, ICU respiratorik. Semua
jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya
berbentuk ICU umum, dengan pemisahan ekonomis dan operasional dengan
menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan
anatara ICU Medik dan Bedah.
Berikut adalah tujuan ICU :
 Menyelamatkan kehidupan.
 Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi
dan monitoring evaluasi yang ketat disertai kemampuan
menginterprestasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak
lanjut.
 Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
 Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
 Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien
c. Ruang Lingkup Pelayanan ICU
Ruang lingkup pelayanan ruang Intensive Care Unit (ICU) menurut Kemekes
(2011) meliputi hal-hal sebagai berikut :
 Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam nyawa dan
dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
 Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi visi tubuh sekaligus
melkaukan penatalaksanaan spesifik problema dasar.
 Pemantauan fungsi vital tubuh dan pentalaksanaan terhadap kompilikasi
yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.
 Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung oleh alat atau mesin dan orang lain.

d. Klasifikasi Pelayanan ICU


1) Pelayanan ICU Primer
Mampu memberikan pengelolaan resusitasi segera untuk pasien sakit
gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran
penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medic
dan bedah yang beresiko. Dalam ICU dilakukan ventilasi mekanik dan
pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.
2) Pelayanan ICU Sekunder
Memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung peran
rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum,
bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-lainnya.
ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih
lama melakukan dukungan/bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks.
3) Pelayanan ICU Tersier
Merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang
tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multisistim yang kompleks
dalam jangka waktu yang tebatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis
pelayanan dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan
kardiovaskuler invasive dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai
dukungan pelayanan penunjang medic. Semua pasien yang amsuk kedalam
unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care.

e. Kualifikasi dan Kompetensi Perawat ICU


 Kualifikasi pendidikan yang bekerja di area kritis (ICU). Adapun
kualifikasi pendidikan perawat yang bekerja di area kritis (ICU).
a. Perawat pelaksana: minimal D3 Keperawatan, memiliki sertifikat.
b. Pelatihan ICU, dengan pengalaman klinik minimal 2 tahun dilingkup
keperawatan.
c. Ketua tim (penanggung jawab shift): minimal D3 Keperawatan,
memiliki pengalaman kerja di ICU minimal 3 tahun, memiliki
sertifikat ICU dan sertifikat pelatihan tambahan.
d. Perawat Keapala Ruangan ICU Primer dan Sekunder: Ners dengan
pengalaman sebagai ketua TIM IVU minimal 3 tahun, dan memiliki
sertifikat manajemen keperawatan.
e. ICU Tersier: minimal Ners atau S2 Keperawatan, memiliki 3 tahun dan
memiliki sertifikat manajemen keperawatan sertifikat ICU.
 Standar Kompetensi Perawat Kritis (ICU)
Menurut Buku Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit,
Direktorat Bina Upaya Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik,
Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan 2011,
Standar Kompetensi Perawat ICU dibedakan berdasarkan klasifikasi ICU
pada sebuah rumah sakit antara lain :
a. Kompetensi perawat di ICU primer
1) Memahami konsep keperawatan kritis
2) Memahami issue etik dan hukum
3) Mempergunakan keterampilan komunikasi yang efektif
4) Melakukan pengkajian dan emnganalisa data yang di dapat
5) Pengelolaan jalan nafas
6) Melakukan fisioterapi dada
7) Memberikan inhalasi terapi
8) Memberikan terapi oksigen
9) Mengukur saturasi oksigen
10) Monitoring hemodinamik non-invasive
11) Melakukan BLS dan ALS
12) Merekam EKG dan melakukan interprestasi EKG
13) Melakukan pengambilan specimen untuk pemeriksaan
laboratorium
14) Mengetahui dan dapat menginterprestasikan hasil analisa gas darah
(AGD)
15) Mempersiapkan dan asistensi pemasangan drainage toraks
16) Mempersiapkan dan melakukan pemberian terapi secara titrasi
17) Melakukan pengelolaan nutrisi pada pasien kritis
18) Pengelolaan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena
19) Melakukan pencegahan dan pengendalian nosocomial
20) Mampu mengkaji dan mendukung mekanisme koping pasien yang
efektif.
b. Komponen perawat di ICU sekunder
1) Memahami konsep keperawatan kritis
2) Memahami issue etika dan hukum
3) Mempergunakan keterampilan komunikasi yang efektif
4) Melakukan pengkajian dan menganalisa data yang didapat
5) Pengelolaan jalan nafas
6) Melakukan fisioterapi dada
7) Memberikan inhalasi terapi
8) Memberikan terapi oksigen
9) Mengukur saturasi oksigen
10) Monitoring hemodinamik non-invasive
11) Melakukan BLS dan ALS
12) Merekam EKG dan melakukan interprestasi EKG
13) Melakukan pengambilan specimen untuk pemeriksaan
laboratorium
14) Mengetahui dan dapat menginterprestasikan hasil analisa gas darah
(AGD)
15) Mempersiapkan dan asistensi pemasangan drainage toraks
16) Mempersiapkan dan melakukan pemberian terapi secara titrasi
17) Melakukan pengelolaan nutrisi pada pasien kritis
18) Pengelolaan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena
19) Melakukan pencegahan dan pengendalian nosocomial
20) Mampu mengkaji dan mendukung mekanisme koping pasien yang
efektif.
21) Pengelolaan pasien dengan ventilasi mekanik
22) Pengelolaan pasien dengan drainase toraks
23) Mempersiapkan pemasangan monitoring invasive (tekanan vena
central, tekanan arteri sistemik dan plumonal)
24) Melakukan pengukuran tekanan vena sentral dan arteri
25) Melakukan pengelolaan terapi trombotik
26) Melakukan persiapan rental replacement therapy
c. Kompetensi perawat di ICU tersier
1) Memahami konsep keperawatan kritis
2) Memahami issue etika dan hukum
3) Mempergunakan keterampilan komunikasi yang efektif
4) Melakukan pengkajian dan menganalisa data yang didapat
5) Pengelolaan jalan nafas
6) Melakukan fisioterapi dada
7) Memberikan inhalasi terapi
8) Memberikan terapi oksigen
9) Mengukur saturasi oksigen
10) Monitoring hemodinamik non-invasive
11) Melakukan BLS dan ALS
12) Merekam EKG dan melakukan interprestasi EKG
13) Melakukan pengambilan specimen untuk pemeriksaan
laboratorium
14) Mengetahui dan dapat menginterprestasikan hasil analisa gas darah
(AGD)
15) Mempersiapkan dan asistensi pemasangan drainage toraks
16) Mempersiapkan dan melakukan pemberian terapi secara titrasi
17) Melakukan pengelolaan nutrisi pada pasien kritis
18) Pengelolaan pemberian terapi cairan dan elektrolit intravena
19) Melakukan pencegahan dan pengendalian nosocomial
20) Mampu mengkaji dan mendukung mekanisme koping pasien yang
efektif
21) Pengelolaan pasien dengan ventilasi mekanik
22) Pengelolaan pasien dengan drainase toraks
23) Mempersiapkan pemasangan monitoring invasive (tekanan vena
central, tekanan arteri sistemik dan plumonal)
24) Melakukan pengukuran tekanan vena sentral dan arteri
25) Melakukan pengelolaan terapi trombotik
26) Melakukan persiapan rental replacement therapy
27) Melakukan persiapan pemasangan intraortic artery ballon pomp
(IABP)
28) Melakukan persiapan continuous renal replacement terapi (CRRT)

f. Standar Minimum Pelayanan ICU


Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit, tingkat
pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang,
jumlah, dan macam pasien yang dirawat. Pelayanan ICU harus memiliki
kemampuan minimal sebagai berikut :
a) Resusitasi jantung paru
b) Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sderhana
c) Terapi oksigen
d) Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus
e) Pemberian nutrisi enternal dan parental
f) Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
g) Pelaksanaan terapi secara titrasi
h) Kemampuan melaksanakan Teknik khusus dengan kondisi pasien
i) Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama
transportasi pasien gawat
j) Kemampuan melakukan fisioterapi dada
g. Indikasi Pasien-Keluar Masuk ICU
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang masih
diharapkan reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat ICU adalah
tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari segi peralatan dan
tenaga (yang khusus). Indikasi pasien yang layak dirawat di ICU adalah :
a) Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim Intensive Care
b) Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi
c) Pasien sakit kritis yang memrlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis

II. Pemantauan Pasien Kritis


a. Pemantauan Fungsi Pernapasan
1. Gagal nafas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
2. Emboli dengan hemodinamik tidak stabil
3. Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami
perburukan fungsi pernapasan
4. Membutuhkam perawat/perawatan pernapasan yang tidak tersedia di unit
perawatan yang lebih rendah tingkatnya misalnya Intermediate Care Unit.
5. Hemoptisis massif
6. Gagal napas dengan ancaman intubasi

b. Pemantauan Fungsi Kardiovaskuler


1. Infark miokard akut dengan komplikasi
2. Syok kardiogenik
3. Aritmia kompleks yang membutuhkan monitoring jetat dan intervensi
4. Gagal janung kongesif dengan gagal napas dan/atau membutuhkan support
hemodinamik
5. Hipertensi emergensi
6. Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia, hemodinamik tidak stabil,
atau nyeri dada menetap
7. Cardiac arrest
8. Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik tidak stabil
9. Diseksi aneurisma aorta
10. Blokade jantung komplit

c. Pemantauan Fungsi Neurologis


1. Stroke akut dengan penurunan kesadaran
2. Koma; metabolik, toksis, atau anoksida
3. Perdarahan intracnial dengan potensi herniasi
4. Perdarahan subarachnoid akut
5. Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan pernapasan
6. Penyakit system syaraf pusat atau neuromuskuler dengan penurunan fungsi
neurologis atau pernapasan (misalnya : Myastenia Gravis, Syndroma
Guillaine-Barre)
7. Status epipleptikus
8. Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang direncanakan
untuk dirawat secara agresif untuk keperluan donor organ
9. Vasospasme
10. Cedera kepala berat

d. Pemantauan Fungsi Ginjal, Gastrointestinal, Hepatic, Endokrin, Status


Nutrisi
1. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk hipotensi,
agnia, perdarahan yang masih berlangsung, atau dengan penyakit
komorbid
2. Gagal hati fulmint
3. Pankreatitis berat
4. Perforasi esophagus dengan atau tanpa mediastinitis
III. Tentang Terapi Oksigen (Ventilator)
a. Anatomi Fisiologi Pernapasan

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan
bawah. Sistem pernafasan terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru. (Peate and Nair,
2011).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di
hidung eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline kartilago
yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian eksternal hidung
memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara
yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3)
modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar
pada anterior tengkorak (interior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014).
b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan pajang 13 cm.
Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan
apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring
adalah sebagai saluran untuk udara dan amkanan, menyediakan ruang resonansi
untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun
terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
c) Laring
Laring tersusun atau 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan corniculate.
Arytenoid adalah bagian yang paling signfikan dimana jaringan ini
mempengaruhi peregerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk
menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tirioid,
epiglotis, dan cricoid. Tirtoid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita
suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esofagus (Peate and NAIR, 2011).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara
dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisis oleh epitel kolumnar bersilia
sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas
melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan
bronkus juga memiliki reseptor iritan yang mendtimulasi batuk, memaksa partikel
besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
e) Bronkus
Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang – cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Di
dalam masing – masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit,
pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon.
Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada
pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehingga
menyebabkan bronkitis kronis.
f) Paru
Paru – paru dibagi menjadi bagian – bagian yang disebut lobus. Terdapat
tiga lobus di paru sebelah kanan dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat
bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis
yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding
toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua
pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar
kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melkat satu sama lain,
seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).
Cabang – cabang bronkus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian
akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri
dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa
yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar tipe I. Sel alveolar
tipe I adalah tempat pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel
dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan
alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga
permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar.
Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara rauang udara dan darah terjadi secara difusi
melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran
respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu :
 Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
 Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru.
 Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru
ke jaringan tubuh atau sebaliknya.
 Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)
b. Syarat – Syarat Terapi Oksigen
Terapi oksigen merupakan salah satu fdari terapi pernapasan dalam
mempertahankan oksigen merupakan salah satu dari terapi pernapasan dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan yang kuat. Secara klinis tujuan utama
pemberian oksigen adalah
1) Untuk mengatasi keadaan hipoksemia dengan hasil Analisa Gas Darah
2) Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokrad
Syarat – syarat pemberian O2 meliputi :
(1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat terkontrol
(2) Tidak terjadi penumpukan CO2
(3) Mempunyai tahanan jalan nafas yang rendah
(4) Efisien dan ekonomis
(5) Nyaman
Dalam pemberian terapi oksigen perlu diperhatikan “Humidification”. Hal
ini penting diperhatikan oleh karena udara normal yang dihirup telah
mengalami humidifikasi sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2
(Tabung) merupakan udara kering yang belum terhumidifikasi,
humidifikasi yang adekuat dapat mencegah komplikasi pernapasan.

c. Jenis Terapi Oksigen


1) Terapi oksigen jangka panjang
Terapi oksigen berkelanjutan jangka panjang, idealnya sekitar 18
jam/hari, diindikasikan pada kondisi dimana :
- Konsentrasi oksigen arteri parsial (PO2) SIANG HARI YANG
STABIL ADALAH 55mmHg (7,3Kpa) saat istirahat
- PaO2 siang hari yang stabil adalah 56-59 mmHg (7,4-7,8 kPA) dan
terdapat bukti kerusakan organ hipoksia, termasuk gagal jantung
kanan, hipertensi pulmonal, atau polisitemia
2) Terapi oksigen nokturnal
Terapi oksigen dapat diresepkan untuk individu dengan penyakit paru
dengan desaturase menjadi SpO2 < 88 % pada malam hari, terutama jika
mereka mengalami sekule seperti hipertensi pulmonal atau politisemia.
3) Terapi oksigen ambulatori
Terapi ambulatori dapat diresepkan pada pasien yang menerima terapi
oksigen jangka panjang dan mebutuhkan optimalisasi agar pemakaian
oksigen dapat dilakukan saat melakukan aktivitas harian.
4) Terapi oksigen hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik dilaporkan memiliki efek antiaging dan antii
flamasi. Beberapa studi telah menunjukkan manfaatnya dalam
peremajaan ulkus kronik.

d. Pengertian Ventilator, Mode dan Pentatalaksanaan Pasien


 Pengertian ventilator
Ventilator memgang peranan penting bagi dunia keperawatan kritis,
dimana perannya sebagai pengganti bagi fungsi ventilasi bagi pasien
dengan gangguan fungsi respiratorik (Sundana, 2014). Ventilator
merupakan alat bantu pernapasan bertekanan negative atau posuitivf yang
menghasilkan udara terkontrol pada jalan nafas sehingga pasien mampu
mempertahankan ventilasi dan pemberioan oksigen dalam jangka waktu
lama (Purnawan, 2010).
 Pengertian mode
(1) Control modeventilation
Pada mode control, ventilator mengontrol pasien. Pernapasan
diberikan ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan
pada ventilator, tanpa menhiraukan upaya pasien untuk mengawali
inspirasi. Bila pasien sadar atau paralise, mode ini dapat
menimbulkan ansietas tinggi dan ketidaknyamanan (Hudak & Gallo,
2010).
(2) Model ACV (Assist Control Ventilation)
Pada mode assist control, semua pernapasan – apakah dipicu oleh
pasien atau diberikan pada frekuensi yang ditentukan pada VT yang
sama Hudak & Gallo, 2010).
(3) Intermittent Mandatory Ventilatiom (MV)
Mode IMV menggunakan ventilasi mandatori intermitten. Seperti
pada mode control frekuensi dan VT praset. Bila pasien
mengharapkan untuk bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat
melakukannya. Namun tidak seperti pada mode assist control,
berapapun pernapasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator Hudak
& Gallo, 2010).
 Penatalaksanaan Pasien
Terapi oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan selang yang
ditempatkan di depan hidumg, sungkup yang menutupi hidung dan mulut,
atau selang yang dipasang secara khusus melalui trakeaostami, yaitu
prosedur operasi di tenggorokan. Selang tersebut dapat dihubungkan ke
sumber oksigen sesuai kebutuhan, misalnya tabung oksigen, CPAP, atau
ventilator. Terapi ini umumnya dilakukan bila kadar oksigen dalam darah
berada di bawah batas normal. Kadar oksigen darah yang normal berkisar
abntara 95-100%. Apabila kadarnya di bawah 09% dalam waktu lama,
hal ini mengganggu fungsi tubuh dan menimbulkan kerusakan organ.

IV. Pasien – Pasien yang Mendapatkan Perawatan di ICU


Beberapa alasan umum adalah pasien dengan: kecelakaan serius, seperti
kecelakaan lalu lintas, cedera kepala parah, jatuh serius, atau luka bakar parah;
kondisi jangka pendek serius, seperti serangan jantung atau stroke; infeksi serius
seperti sepsis atau pneumonia berat; operasi besar, baik yang direncanakan atau
tindakan darurat jika ada komplikasi.
BAB III
PENUTUP

 Kesimpulan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MEN KES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
Rumah Sakit , ruang ICU merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri ,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus ditunjukan untukobservasi,
perawatan dan terapi pasien yang menderita penyakit akut , cedera beberapa penyulit
yang mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia
yang diharapkan masih reversible.
Unit rawat intensif merupakan area khusus pada sebuah rumah sakit dimana
pasien yang mengalami sakit krritis atau cidera memperoleh pelayanan medis, dan
keperawatan secara khusus (Pande,Kolekar , dan Vidyapeeth , 2013)

 Saran
Agar pembaca dapat mengerti dan memahami tentang pelayanan ICU dalam
keperawatan kritis.
DAFTAR PUSTAKA

Anon, (2015) . HandBook OF Mechanical Ventilation. London : The Intensive Care

Foundation.

Budiono.(2016). Konsep Dasar Keperawatan, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan

(Pusdik SDM).Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI.2010.Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor :
1778/Menkes/SK/XII/2010.Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit .Jakarta.
Kepmenkes (2013). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan . Jakarta
:Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kennedy,J.(2012).Clinical Anatomy Series-Lower Respiratory Tract Anatomy . Scottish
Universities Medical Journal.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010.Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di
Rumah Sakit.

Kusnanto,(2016).Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Fakultas

Keperawatan Universitas Airlangga, Surabaya.


Pande , (2013). Keperawatan kritis . Dilihat pada tanggal 01 Oktober 2022 pukul 21.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai