Kondisi kritis merupakan suatu kondisi krusial yang memerlukan penyelesaian atau
jalan keluar dalam waktu yang terbatas. Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau
gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring
dan terapi. Pasien dalam kondisi gawat membutuhkan pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif. Suatu perawatan intensif yang menggabungkan teknologi tinggi dengan
keahlian khusus dalam bidang keperawatan dan kedokteran gawat darurat dibutuhkan
untuk merawat pasien yang sedang kritis (Vicky, 2011).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan
untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana-prasarana
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan
keadaan-keadaan tersebut (Kemenkes, 2011).
Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan
perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk mendukung organ vital pada
pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur intervensi
dan risiko tinggi untuk fungsi vital. Keperawatan kritis termasuk salah satu spesialisasi di
bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang
mengancam hidup. Seorang perawat kritis bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang
kritis di Intensive Care Unit (ICU) beserta keluarganya mendapatkan pelayanan
keperawatan yang optimal (Dossey, 2002).
Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unit harus memiliki kemampuan
komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis mengatasi klien yang sedang
dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran seorang perawat yang
dapat bertindak cepat dan tepat serta melaksanakan standar proses keperawatan kritis.
1
KONSEP INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
A. DEFINISI ICU
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang
mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah
kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn
et all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan
kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam
proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-
sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri,
dengan staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit
kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan yang
profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien.
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus,
contoh gagal nafas berat, syok septik.
2
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non invasive sehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska bedah besar dan luas,
pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis
dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.
1. Fungsi ICU
a. ICU Medik
b. ICU trauma/bedah
c. ICU umum
d. ICU pediatrik
e. ICU neonatus
f. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien
yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya
berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan
neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional
dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan
antara ICU Medik dan Bedah.
2. Tujuan ICU
a. Menyelamatkan kehidupan
3
b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap
data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
c. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
e. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien
C. JENIS-JENIS ICU
1. ICU Primer
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
b. Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
c. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan
perawatan intensif, minimal satu orang per shift
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
2. ICU Sekunder
4
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap
saat bila diperlukan
d. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau
bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasara dan hidup lanjut)
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
3. ICU Tersier
5
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat agar
dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI, 2006).
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk membuat
prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di
ICU.
1. Kriteria Masuk
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ,
infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa.
6
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit
akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau
manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain
pasien dengan keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial
tamponande, sumbatan jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru
terminal disertai kmplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien
golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi
mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
2. Kriteria Keluar
a. Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka
terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
b. Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI,
2011).
7
F. KARAKTERISTIK PERAWAT ICU
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah sesuatu hal
yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana
perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Talbot,
1997).
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang
mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah
kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn
et all, 1997).
8
Peran perawat kritis sebagai berikut:
1. Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak
diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter
dan Perry, 2005).
2. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya
seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya
memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).
4. Peneliti
5. Koordinator
9
6. Konsultan
a. Spesialis anestesi
b. Dokter spesialis
c. Perawat ICU
d. Dokter ahli mikrobiologi klinik
e. Ahli farmasi klinik
f. Ahli nutrisi
g. Fisioterapis
h. Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU
Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem kerja
tim multidisiplin diatur sebagai berikut :
10
a. Dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya
dan memberi pandangan atau usulan
b. Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi
instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota tim lainnya.
c. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan-
usulan anggota tim dan memberikan perintah baik tertulis dalam
status maupun lisan.
d. Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan pengelolaan
pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas hanya yang berasal dari
ketua tim saja (Kemenkes,2011).
Dengan menggunakan konsep holistik perawat dapat melihat apa saja dampak
lingkungan perawatan kritis yang mengganggu pasien. Sebagai contoh dalam
lingkungan unit perawatan intensif (intencive care unit, ICU) perawat dapat
menggambarkan lingkungan ICU dalam hal fisik dan emosional yang dapat
mengganggu pasien. Sehingga perawat dapat mengendalikan lingkungan untuk
meningkatkan kesembuhan pasien serta dapat memberikan intervensi kritis bagaimana
cara mengatasinya (Hudak&Gallo, 2012).
Secara umum gambaran fisik lingkungan ICU terdapat monitor yang berkedip,
ventilator, pompa intravena (IV), kebisingan dari peralatan dan banyak orang yang
berbicara disisi tempat tidur, cahaya terang dan langkah yg tergesa-gesa di ruangan
11
ramai. Oleh sebab itu, asuhan keperawatan kritis dibentuk untuk mengatasi pasien
sakit dan cidera sangat serius agar mendapatkan asuhan keperawatan yang fokus
untuk meningkatkan ketahanan hidup.
Generasi Keempat
Generasi Pertama Generasi Kedua
Generasi Ketiga (1980-an) – Masa yang akan
(1950-an) (1970-an)
datang
Kamar Kamar tersendiri.
tersendiri atau
Pintu kaca lipat
ruangang kecil
atau geser dengan
dengan
Kamar tersendiri. tirai/penutup
pembatas.
tersendiri.
Mempunyai pintu kaca
Unit/bangsal Ruangan sering Rencananya lantai
lipat atau geser. Ruangan
terbuka. kali di kedua berbentuk
sering kali diatur setengah
sisi lorong yang kelopak/melingka.
lingkaran atau melingkar
Tidak ada merupakan Desainnya
dengan stasi keperawatan
pembagian kecuali sebuah stasi meningkatkan
ditengahnya. Beberapa unit
tirai atau layar. keperawatan penurunan
dibentuk dengan stasi
terbuka atau kebisingan.
Karakteristik Stasi/meja keperawatan tersebar.
mengelilingi Jendela pasien
perawat dipusat
sebuah stasi Jendela ruangan pasien dengan
atau di kaki
keperawatan dengan pemandangan luar
tempat tidur.
terbuka dengan pemandangan/pencahayaan (alamiah ataupun
Pengontrolan
tiga atau empat luar. buatan)
pencahayaan unit
sisi (bentuk
sering kali dengan Rencana area
empat persegi Peningkatan pengontrolan
satu tombol.
panjang. tingkat pencahayaan keluarga dalam
12
tanpa dilengkapi dinding, lantai dan
dengan jendela langit-langit.
ruangan pasien
ke luar
(meningkatkan
insiden
delirium).
Pencahayaan
ruangan pasien
dengan tombol
terpisah dari
stasi
keperawatan.
Kalender dan
jam diletakkan
dalam ruangan
pasien.
Peningkatan Akses keperawatan
privasi pasien. dan ketersediaan
Peningkatan akses
Peningkatan Pengontrolan perawatan
keperawatan selama
Keuntungan kedekatan perawat pencahayaan, berteknologi tinggi
aktivitas yang berintensitas
dengan pasien kebisingan, dan dalam lingkungan
tinggi.
infeksi yang yang lebih mirip
lebih baik. rumah.
Kurangnya
Kurangnya
akses/
privasi.
pengamatan
Ketidakmampuan
langsung ke
untuk mengontrol Pintu kaca mengurangi
Kerugian pasien.
kebisingan dan privasi pasien.
Pengontrolan
cahaya. Masalah
kebisingan dan
pengendalian
pencahayaan
infeksi.
kurang optimal.
13
2. Gambaran Emosional ICU
Gambaran emosional lingkungan ICU sama pentingnya dengan elemen fisik, dan
bahkan lebih penting untuk hasil pasien. Elemen ini mencakup gejala yang timbul
pada pasien karena dirawat di ICU demikian juga dengan pola komunikasi semua
orang yang memberikan perawatan di unit yang menimbulkan stres ini. Bahkan
untuk pengunjung yang baru pertama kali datang ke ICU, perasaan berlebihan
tentang tempat tersebut dapat menimbulkan rasa takut. Lingkungan ICU
menciptakan rasa rapuh karena ketergantungan fisik dan emosional, kurangnya
informasi dan perawatan yang menyamakan semua pasien dapat menumbuhkan
ketakutan dan kecemasan.
14
DAFTAR PUSTAKA
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.
Hidayat AA. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hudak, CM. Gallo, BM. 2012. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi ke-8.
Alih Bahasa Subekti. Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Marquis, BL & Huston, Cj. 1998. Management Decision Making For Nurses 3th Ed.
Philadelphia: JB Lippincott
Perry, Anne .G. & Potter, Patricia. A. 1997. Fundamental of Nursing : Concepts, process
and Practice (vol 2). Washington DC: The C.V. Mosby Company.
Sitorus, R.Y. 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta:
EGC
15