Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah,
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih
bias diharapkan sembuh. ICU menyediakan kemampuan dan sarana-sarana khusus
untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan
tersebut.

Kematian pasien yang mengalami pembedahan ternyata terbanyak timbul pada


saat pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860-an, Florence Nightingale mengusulkan
untuk melanjutkan pengawasan pasien yang ketat selama intraoperatif oleh anestesi
sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942-an di Mayo Clinic dibuat
suatu ruangan khusus dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi
sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, dan bebas dari pengaruh sisa obat
anestesi. Karena keberhasilan unit pulih sadar ini selanjutnya dipandang perlu untuk
melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja, namun juga pada
masa pasca bedah.

Evolusi ICU berasal dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada


awal tahun 1950-an yang menimbulkan banyak kematian yang disebabkan oleh
kelumpuhan otot-otot pernapasan. Dokter-dokter anestesi pada waktu itu melakukan
intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan selama
anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan sekelompok sukarelawan
mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan
mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan sebelumnya dengan menggunakan
iron lung sebannyak 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilator bertekanan
positif yang ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang. Sejak
saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan menyebar luas.

1
Pada tahun 1958, Dr. Peter Safar, seorang anesthesiologist, membuka ICU yang
pertama dengan anggota staf yang terdiri dari dokter di Baltimore City Hospital
Amerika.

Di Indonesia sejarah ICU dimulai tahun 1971 dibeberapa kota besar, yaitu di
RSCM Jakarta oleh Prof. Moch. Kelan dan Prof. Muhardi, di RS Dr. Soetomo
Surabaya oleh Prof. Karijadi Wirioatmodjo, di RS Dr. Karijadi Semarang oleh Prof.
Haditopo, yang selanjutnya menyebar di banyak kota dan umumnya dimotori oleh
para anesthesiologist.

Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau
ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care
medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi tunjangan fangsi organ-organ vital
seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lain-lainnya.

Dibutuhkannya tenaga-tenaga khusus dan sarana-sarana yang terbatas dan


mahal menyebabkan perlunya dikonsentrasikan pada suatu lokasi di rumah sakit demi
efisiensi. Kecenderangan sekarang adalah membuat suatu ICU umum (general ICU).
Neonatal ICU biasanya dipisahkan dari general ICU, sedangkan pasien coronary care
dan anak sering kali di kelola di general ICU.

B. Batasan Operasional

ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan staf yang
khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih bias diharapkan
sembuh. ICU menyediakan kemampuan dan sarana-sarana khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf
lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

intensivist adalah seorang dokter yang memenuhi syarat-syarat sebagai


berikut:

1. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC,
Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui.
2
2. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara
efisien
3. Mendarma baktikan lebih dan 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU
4. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari,
7 hari/seminggu
5. Mampu melakukan prosedur critical care biasa antara lain :
a. Mempertahankan jalan napas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi mekanis
b. Pungsi arten untuk mengambil sampel arteri
c. Memasang kateter intravaskuler dan peralatan monitoring, termasuk:
1) Kateter arteri
2) Kateter vena perifer
3) Kateter vena sentral
4) Kateter arteri pulmonaris
d. Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer
e. Resusitasi kardiopulmoner
f. Pipa thoracostcmy
Catatan : mungkin diharapkan punya kemampuan melakukan bronchoscopy
therapeutik, dialisis peritoneal, continuous arterio-venous hemofiltration, dan
pemasangan alat intra-aortic ballon counterpulsasion.

6. Dua peran utama intensivist:


a. Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayanan di
ICU, menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit
kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Intensivist memberi
pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter pasien sebelumnya.
Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa terdapat pada pasien sakit
kritis seperti:

1) Hemodinamik tidak stabil


2) Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan
ventilasi mekanis
3) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intrakranial
4) Gangguan atau gagal ginjal akut
3
5) Gangguan endokrin dan/atau metabolik akut yang mengancam nyawa
6) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat
7) Gangguan koagulasi
8) Infeksi serius
9) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi

b. Manajemen unit
Intensivist berpartisipasi akuf dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit
yang diperlukan untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efisien, tepat
waktu dan konsisten pada pasien. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi antara
lain :

1) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien


2) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit.
3) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang berkelanjutan
termasuk supervisi koleksi data
4) Berinteraksi dengan bagian-bagian lain untuk menjamin kelancaran
jalannya ICU
Untuk keperluan ini, intensivist secara fisik harus berada di unit atau
rumah sakit dan bebas dari tugas-tugas lain yang dapat menghabiskan
waktunya.

7. Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan di critical care medicine:


a. Selalu meagikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur
kedokteran
b. Berpartisipasi dalam program-program pendidikan kedokteran berkelanjutan
Catatan : diharapkan partisipasi dalam penelitian dan presentasi pada
level lokal, regional dan nasional

c. Menguasai standard-standard untuk unit critical care dan standard of care di


critical care
8. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner.

4
Catatan: diharapkan partisipasinya sebagai anggota, atau konsultan pada
komite etik rumah sakit

C. Ruang Lingkup Pelayanan ( ICU Primer, Sekunder, Tertier)

Derajat (level) ICU yang tersedia hendaknya menunjang peranan dari rumah
sakit yang telah digariskan. Peranan ICU berbeda-beda tergantung dari staff, fasilitas
dan pelayanan penunjang begitu juga pada jumlah dan macam dari pasien yang
dirawat. Sebuah ICU hendaknya memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:

 Resusitasi jantung paru


 Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan ventilator
sederhana
 Terapi oksigen
 Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
 Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
 Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
 Pelaksanaan terapi secara titrasi
 Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
 Membenkan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama transportasi
pasien gawat
 Kemampuan meiakukan fisioterapi dada

Klasifikasi pelayanan ICU


1. Pelayanan ICU primer (standard minimal)
Pelayanan ICU primer hendaknya mampu memberikan pengelolaan resusitatif
segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan kardio-respirasi jangka pendek, dan
mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien
medik dan bedah yang beresiko. ICU harus mampu melakukan ventilasi mekanik dan
pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.

Kekhususan yang harus dimiliki:

5
a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruangan
perawatan lain. Saat ini ICU RSUD Siti Aisyah berada berdekatan dengan ruang
perawatan interna (Ruang An Nahl), PONEK, serta rontgen.
b. Memiliki kebijaksanaan/kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
c. Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru
(A,B,C)
e. Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
f. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.
Saat ini ICU RSUD Siti Aisyah memiliki 60 % tenaga yang terlatih ICU
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu (Hb, hematokrit,
elektrolit, gula darah dan trombosit), rontgen, kemudahan diagnostik dan
fisioterapi.

2. Pelayanan ICU sekunder


Pelayanan ICU sekunder harus mampu memberikan standard ICU umum yang
tinggi, yang mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya
kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan lain-
lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama
melakukan tunjangan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang harus
dimiliki:

a. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruangan perawatan lain.
b. Memiliki kebijaksanaan atau kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
c. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
d. Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan intensive care, atau bila
tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan RJP (A, B, C, D, ).
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat sama
dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1
untuk kasus-kasus iainnya.

6
f. Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau minimal
berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.
g. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam batas
tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup.
h. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik dan
fisioterapi selama 24 jam.
i. Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

3. Pelayanan ICU tersier (tertinggi)


Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU dan hendaknya
mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk tunjangan hidup multi sistim
yang kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU harus mampu melakukan
ventilasi mekanis pelayanan tunjangan renal ekstrakorporal dan pemantauan
kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan
pelayanan penunjang medic. Semua pasien yang masuk kedalam unit harus dirujuk
untuk dikelola oleh spesialis intensive care. Kekhususan yang harus dimiliki:

a. Memiliki ruangan khusus tersendiri didalam rumah sakit.


b. Memilliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan.
c. Memiliki dokter spesialis yang dapat dihubungi dan datang setiap saat diperlukan.
d. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensive care atau dokter ahli
konsultan intensive care yang lain yang bertanggung jawab secara keseluruhan
dan dokter jaga yang minimal mampu RJP (BHD dan BHL).
e. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien: perawat sama
dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy dan 2:1
untuk kasus-kasus lainnya.
f. Memiliki lebih banyak perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau
minimal berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.
g. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan/terapi intensif baik
non-invasif maupun invasif.
h. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan diagnostik dan
fisioterapi selama 24 jam.

7
i. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan
paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
j. Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
k. Memiliki staf tambahan yang lain, misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medis, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

D. Landasan Hukum
SK direktur rumah sakit nomor 43 tahun tahun 2006 tentang pembukaan unit
pelayanan intensive care unit Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah.

8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia


Ketenagaan diruang ICU terdiri atas
a. Dokter spesialis anastesi atau dokter spesialis lain konsultan intensive care sebagai
kepala
b. Doklter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan RJP (BHD dan BHL)
c. Staf perawat yang bersertifikat terlatih perawatan intensif atau minimal
berpengetahuan dibidang kegawat daruratan.

B. Distribusi ketenagaan
Ketenagaan terutama perawat di bagi berdasarkan metode tim, dimana
didalam setiap tim terdapat seorang ketua tim yang telah memenuhi persyaratan
minimal yaitu telah bekerja secara terus menerus minimal 3 (tiga) tahun di ruang ICU,
bersertifikat pelatihan ICU, berpendidikan minimal DIII Keperawatan atau S1
Keperawatan.

C. Pengaturan jaga
Standar ideal untuk perbandingan antara perawat dan pasien adalah 1 : 1, saat
ini kapasitas tempat tidur ICU Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah adalah 4
tempat tidur, sedangkan jumlah tenaga perawat yang ada adalah 16 orang, sehingga
dalam setiap jaga/tim beranggotakan 4 orang, hal ini menunjukkan perbandingan yang
ideal, setiap tim terbagi dalam 3 shift yaitu pagi, sore dan malam.

D. Pelatihan
Sebagai pra syarat untuk dapat menjadi perawat ICU antara lain :
a. Pengenalan tanda kegawat-daruratan yang mengancam nyawa
b. Perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk RJP dasar
c. Pemasangan intervensi intravaskuler
d. Melakukan pelayanan perawatan intensif sesuai kebutuhan pasien
e. Program pengendalian infeksi
9
f. Program keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Penggunaan peralatan secara benar, efektif dan aman.
h. Pelayanan prima.
Saat ini perawat ICU RSUD Siti Aisyah 60% telah mendapatkan pelatihan ICU, 26 %
mengikuti pelatihan PPGD, 20 % mengikuti pelatiahan BTACLS.

10
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Standar fasilitas
Tempat tidur khusus Saat ini fasilitas yang tersedia di Ruang ICU Rumah Sakit
Umum Daerah Siti Aisyah sebagai berikut :
a. Alat pengukur tekanan darah
b. Pulse oxymetri
c. E K G
d. Alat pengukur tekanan vena sentral
e. Alat pengukur suhu
f. Alat penghisap (suction) sentral
g. Alat ventilasi manual dan alat penunjangnya
h. Ventilator
i. Oksigen sentral
j. Lampu untuk melakukan tindakan
k. Defebrilator
l. Peralatan drain toraks
m. Emergency trolley yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergency :
Airway, laringoskop, ambu bag, O 2, adrenalin, dll
n. Pompa infus dan pompa syringe
o. Monitor tekanan darah sentral
p. EEG
q. Hemodialisis atau CRRT

B. Pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi peralatan


1. Peralatan
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran, dan fungsi
ICU nya dan sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar
yang berlaku.
b. Terdapat prosedur pengecekan berkala untuk keamanan alat
c. Peralatan dasar meliputi:
- Ventilator
11
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan monitor invasif dan non invasive
- Defibrilator dan alat pacu jantung
- Alat pengatur suhu pasien
- Peralatan drain thorax
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus
- Lampu untuk tindakan
- CRRT
Peralatan lain seperti peralatan hemodialisa untuk prosedur diagnostik
dan atau terapi khusus hendaknya tersedia dan ruangan hemodialisa
letaknya berdekatan dengan ruang ICU

2. Monitoring Peralatan (termasuk peralatan portable yang digunakan untuk


transportasi pasien)
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan
tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
c. Pemantauan konsentrasi oksigen
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan
oleh ventilator atau sistem pernafasan.
d. Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem
pernafasan.
Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus
menerus.
e. Volume dan tekanan ventilator.
Volume yang keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan
nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan
dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.

12
f. Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjaadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h. Pulse oximeter
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU
i. Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau
alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara.
j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur
variable fisiologis lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri
pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas,
tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2
ekspirasi.
Pemeliharan alat dilakukan secara berkesinambungan
beekerjasama dengan IPSRS rumah sakit umum daerah Siti Aisyah
dan dilakukan kalibarasi dan juga rencana peremajaan alat minimal
setiap 1 tahun sekali.

13
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kriteria masuk dan keluar ICU


1. Indikasi masuk dan keluar ICU
Suatu ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam
bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat yang dibutuhkan untuk merawat pasien
sakit kritis. Karena kekhususannya tersebut, pelayanan ICU adalah labor-intensive dan
mahal dan karena itu ketersediaannya dirumah sakit pada umumnya terbatas. Keadaan ini
memaksa diperlukannya mekanisme untuk membuat prioritas pada sarana yang terbatas
ini apabila kebutuhan ternyata melebihi jumlah tempat tidur yang tersedia di ICU.

Merupakan suatu tugas dari dokter yang merawat pasien untuk meminta
dimasukkan ke ICU bila ada indikasi dan segera memindah ke unit yang lebih rendah bila
telah memungkinkan. Adalah tanggung jawab kepala ICU agar pasien sesuai dengan
indikasi masuk ICU. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia,
kepala ICU menentukan pasien yang mana yang akan diberi prioritas. Prosedur untuk
melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara rinci untuk tiap ICU. Harus tersedia
mekanisme untuk mengkaji ulang secara retrospektif kasus-kasus dimana dokter yang
merawat tidak setuju dengan keputusan kepala ICU.

a. Kriteria masuk

Suatu ICU memberikan pelayanan-pelayanan antara lain pemantauan yang


canggih dan terapi yang intensif. Dalam keadaan-keadaan penggunaan tempat tidur yang
tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) hendaknya didahulukan
dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 2) dan pasien sakit
kritis atau terminal dengan prognosis yang jelek untuk sembuh (prioritas 3). Bila
dimungkinkan, penilaian obyektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya
digunakan untuk menentukan prioritas masuk pasien.

1) Pasien-pasien prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif seperti tunjangan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinyu, dan lain-
14
lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasca bedah kardiothoraksik, atau
pasien septic shock. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria
spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan
darah tertentu. Pasien prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari
macam terapi yang diterimanya.

2) Pasien-pasien prioritas 2

Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Pasien-pasien ini
beresiko memerlukan terapi intensif segera, dan karena itu mendapat manfaat
pemantauan intensif menggunakan metoda-metoda seperti pulmonary arterial
catheter. Contoh dari pasien-pasien iai antara lain pasien dengan penyakit dasar
jantung, paru, atau renal yang mengalami penyakit akut dan berat atau yang telah
mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2 umumnya tidak mempunyai batas
ditinjau dari macam terapi yang diterimanya.

3) Pasien-pasien prioritas 3

Pasien-pasien ini sakit kritis, dan tidak stabil dimana status kesehatannya
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing
atau kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ini antara lain pasien dengan
keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan
jalan napas; atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 mungkin mendapat terapi
intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi atau resusitasi kardiopulmoner.

4) Pengecualian

Jenis-jenis pasien berikut umumnya tidak sesuai untuk masuk ICU, dan hanya akan
dipertimbangkan pada keadaan-keadaan luar biasa, atas persetujuan kepala ICU. Lagi
pula pasien-pasien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas yang
terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2, dan 3

15
 Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu
dapat dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk
tujuan menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ.
 Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif
dan hanya demi, “perawatan yang nyaman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien
dengan perintah “DNR”. Sesungguhnya, pasien-pasien ini mungkin mendapat
manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan
kemungkinan survival-nya.
 Pasien dalam keadaan vegetative permanen
 Pasien yang secara fisiologis stabil yang secara statistik resikonya rendah untuk
memerlukan terapi ICU. Contoh-contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien
pasca bedah vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi,
keracunan obat tetapi sadar, concussion, atau payah jantung kongestif ringan.
Pasien-pasien semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet
untuk terapi definitif dan/atau observasi.

b. Kriteria keluar
1) Pasien-pasien prioritas 1

Hendaknya dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak
ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan
kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh-
contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistim organ yang tidak
berespons terhadap pengelolaan agresif.

2) Pasien-pasien prioritas 2

Hendaknya dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak memerlukan terapi


intensif telah berkurang

3) Pasien-pasien prioritas 3

Hendaknya dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak
ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinan
kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu kecil. Contoh-contoh dari

16
hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan lain-
lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang
prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang
potensial untuk memperbaiki prognosisnya.

Dengan mempertimbangkan perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan


perawatan khusus setara pasien ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang
sesuai HAM dilakukan sebelum pengeluaran dari ICU.

c. Pengkajian ulang kinerja

Setiap ICU hendaknya membuat kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur


masuk dan keluar, standar perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik.
Kelengkapan-kelengkapan ini hendaknya dibuat tim multidisipliner yang diwakili
oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit, dan hendaknya dikaji ulang dan
diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien (outcome) dan pengukuran kinerja
yang lain. Kepatuhan terhadap kebijakan-kebijakan masuk dan keluar harus dipantau
oleh tim multidisip liner, dan penyimpangan-penyimpangan dilaporkan pada badan
perbaikan kualitas rumah sakit untuk ditindak lanjuti.

B. Alur pelayanan ruang ICU

Kamar Operasi IGD Ruang Bersalin

ICU

HCU
Rawat jalan

Rawat inap Pulang (sehat/meninggal)


dan dirujuk

C. Persiapan penerimaan pasien


Alur penerimaan pasien baru yaitu
1. Ruangan pengonsul pasien melalui dr jaga atau DPJP bersangkutan (IGD,
rawat inap, poliklinik, OK), menghubungi dr jaga anastesi saat itu
17
2. Perawat ruangan bersangkutan menghubungi perawat ruang ICU untuk
memastikan ketersediaan tempat tidur
3. Setelah ruangan siap pasien dapat dikirim ke ruang ICU
4. Perawat ruang ICU menerima pasien dan menempatkan pada bed yang
telah disiapkan
5. Perawat ICU melakukan operan dengan perawat yang membawa pasien
menyangkut riwayat penyakit pasien, terapi yang didapatkan, dan rencana
pasien selanjutnya
6. Pasien kemudian dicatat pada buku register
7. Perawat ruang ICU kemudian melaporkan kondisi pasien baik secara
langsung ataupun via telephone ke dokter anastesi sebagai DPJP.

D. Monitoring pasien
1. Praktek critical care medicine

Pelaksanaan critical care medicine adalah berbasis rumah sakit,


diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Pasien
sakit kritis meliputi:

1) Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan


dokter, perawat, perawatan napas yang terkoordinasi dan
berkelanjutan, sehingga memerlukan perhatian yang teliti, agar
dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan titrasi terapi
2) Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi
fisiologis dan karena itu memerlukan pemantauan konstan dan
kemampuan tim intensive care untuk melakukan intervensi segera
untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup
khusus yang harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang
mempunyai dasar pengetahuan, ketrampilan tebis, komitmen waktu, dan
secara fisik selalu berada ditempat untuk melakukan perawatan titrasi dan
berkelanjutan. Perawatan ini harus berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang
menjamin pasien dikelola dengan cara yang aman, manusiawi, dan efektif,
18
dengan menggunakan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga
memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil yang optimal.

2. Pelayanan critical care

Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist, yang terlatih secara


formal dan mampu memberikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari
tugas-tugas lain yang membebani, seperti kamar operasi atau tugas-tugas
kantor. Intensivis yang bekerja harus berpartisipasi dalam suatu sistim yang
menjamin kelangsungan pelayanan critical care 24 jam. Hubungan pelayanan
ICU yang terorganisir dengan bagian-bagian pelayanan lain di rumah sakit
harus ada dalam organisasi rumah sakit.

Bidang kerja pelayanan critical care meliputi: (1) pengelolaan pasien;


(2) administrasi unit, (3) pendidikan; dan (4) penelitian. Kebutuhan dari
masing-masing bidang akan bergantung dari level tiap unit.

3. Pengelolaan pasien langsung

Berdasarkan banyak studi terbukti bahwa keluaran pasien yang


dikelola secara primer oleh intensivist lebih baik dari pada dikelola secara
bersama-sama. Intensivist dalam keadaan ini mempunyai latar belakang
pendidikan (termasuk pelatihan), ketrampilan procedural, komitmen waktu,
pengalaman dan mendapat dukungan institusional untuk bekerja sebagai ketua
tim. Intensivist melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit
kritis, menjadi dirigen dari berbagai pendapat konsultan-konsultan atau dokter
yang ikut merawat pasien. Dengan demikian mencegah pengelolaan yang
terkotak-kotak dan menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien
dan keluarganya.

4. Administrasi unit

Adalah tugas pelayanan ICU untuk memastikan suatu lingkungan yang


menjamin pelayanan yang araan, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya
tujuan ini diperlukan partisipasi dari intensivist pada aktivitas manajemen
harian, disamping aktivitas-aktivitas yang lain, seperti pembuatan kebijakan-

19
kebijakan dan prosedur-prosedur di unit, perencanaan budget dan
pengembangan, aktivitas-aktivitas didalam unit dan membuat hubungan
dengan bagian-bagian lain di rumah sakit, antara lain administrasi, perawatan,
nutrisi, respiratory care dan lain-lainnya.

5. Pendidikan

Pelayanan ICU bertanggung jawab pada pendidikan dokter dalam


berbagai level, dan berpartisipasi dalam program-program pendidikan perawat
dan petugas-petugas pelayanan kesehatan yang lain yang berkaitan dengan
pasien sakit kritis.

6. Penelitian

Tanggung jawab lain yang penting dari pelayanan ICU adalah


penelitian. Bergantung dari besar dan type mmah sakit dan level ICU, jenis
penelitian bervariasi antara review kualitas pelayanan sampai studi fisiologis.

Ringkasnya, tujuan dari pelayanan critical care adalah memberikan pelayanan


medik tertitrasi dan berkelanjutan, dan mencegah fragmentasi pengelolaan pasien
diantara berbagai konsultan dan petugas-petugas pelayanan kesehatan.

E. Prosedur Medic
ICU Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah dapat melaksanakan prosedur tindakan
medik sebagai berikut :
1. Pemasangan CVP
2. Pemasangan stomach tube
3. Intubasi dan perawatannya
4. Ekstubasi
5. Balance cairan
6. Rehabilitasi Medik
7. Penilaian kematian batang otak

20
F. Pengunaan Alat Medik
1. Ventilator
2. Syringe pump
3. Infusion pump
4. Suction
5. Defibrilator

G. Konsultasi
Konsultasi dilakukan apabila dalam perawatan pasien memerlukan
opini atau intervensi dari bidang keilmuan yang lain diluar intensivist di ruang
ICU, konsultasi dilaksanakan oleh dokter intensivist DPJP ke dokter spesialis
bersangkutan.

H. Indikasi Dan Prosedur Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi


Untuk menunjang penegakan diagnosa dan pemantauan secara berkala
kondisi pasien memerlukan data penunjang baik berupa laboratorium dan
rontgen
 Untuk pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium diambil
oleh perawat ICU dengan menyertakan form permintaan lab yang
diminta oleh dokter bersangkutan seijin dari dokter intensivist ICU
 Untuk pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan di ICU dapat
dikerjakan dengan menggunakan rontgen portable, sedangkan untuk
pemeriksaan rontgen yang lebih canggih seperti CT scan yang tidak
mungkin dikerjakan di ICU pasien akan dikirim ke ruang radiologi
dengan membawa surat permintaan radiologi dari dokter bersangkutan
seijin dari intensivist di ICU.

21
I. Pengiriman Pasien
1. Pengiriman ke rawat inap
Pasien yang telah dengan pemeriksaan medis telah dinyatakan stabil
atau dengan alasan tertentu sudah tidak lagi memerlukan perawatan di
ruang ICU dapat dipindahkan ke ruang perawatan yang lebih rendah, atas
persetujuan intensivist di ICU dan dokter yang lain yang ikut merawat.
Perawat ruang ICU akan berkoordinasi dengan perawat di ruangan yang
akan dituju sesuai dengan jenis kasus terkait dengan pengiriman pasien.
2. Pengiriman ke kamar operasi
Apabila pasien di ruang ICU memerlukan tindakan pembedahan,
perawat ruang ICU berkoodinasi dengan perawat kamar operasi tentang
jadwal dan persiapan pra operasi, perawat ICU melakukan persiapan pasien
sebelum dikirim ke kamar operasi, setelah pasien memenuhi persyaratan,
kemudian pasien dikirim ke kamar operasi
3. Pengiriman rujukan
Rujukan akan dilakukan ke rumah sakit yang pelayanan atau tipe nya
lebih tinggi, atas persetujuan dari intensivist dan dokter yang merawat, dan
apabila pasien dari ruang ICU memerlukan terapi segera ke ruang ICU yang
lebih tinggi perlu dilakukan komunikasi terkait ketesediaan tempat sarana
dan pra sarana
4. Pengiriman ke kamar jenazah
Apabila pasien di Ruang ICU meninggal, terlebih dahulu pasien
dilepaskan dari segala alat-alat yang terpasang kemudian dibersihkan, untuk
kemudian berkoordinasi dengan petugas ruang jenazah, selanjutnya petugas
ruang jenazah akan menjeput pasien ke ruang ICU.

J. Rekam Medis
Pasien yang dirawat di ruang ICU dicatat di buku register dan
terintegrasi dengan SIM RS.

22
K. Pencacatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan di ruang ICU dilakukan secara
berkesinambungan setiap bulan sekali secara manual dan kedepan telah
terintegrasi dengan SIM RS

L. Evaluasi Hasil Perawatan Pasien (Pelaporan Pada Pedoman Organisasi)


Evaluasi dari hasil perawatan dapat disampaikan pada saat laporan
pagi /morning report, dan apabila sekiranya kasus yang dihadapi memerlukan
pemahaman yang lebih mendalam oleh komite medik akan dipertajam dengan
melakukan audit kasus secara internal

23
BAB V
LOGISTIK

A. Prosedur penyediaan Alat Kesehatan dan Obat


Untuk memenuhi ketersediaan alat-alat di ruang ICU dilakukan sesuai dengan tipe
dari ICU baik sebagai ICU primer, sekunder, atau tersier. Pengusulan dilakukan sesuai
dengan kebutuhan prioritas.
B. Perencanaan peralatan / peremajaan
Perencanaan alat-alat dilakukan atau dievaluasi sesuai dengan perkembangan atau
penambahan jumlah kapasitas bed/tempat tidur, sedangkan peremajaan dilakukan sesuai
dengan spek dari masing-masing alat yang biasanya antara 5 - 10 tahun.

24
BAB VI
KESELAMATAN KERJA

A. Pelaksanaan Program Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan


Bencana (K3)

Pelaksanaan program K3 di ICU telah terintegrasi dengan program K3 di rumah


sakit, untuk setiap ruangan seperti ICU dengan banyak alat-alat elektomedis selalu
disediakan APAR (alat pemadam api ringan), disamping itu juga alur evakuasi pasien
dan tenaga medis apabila terjadi darurat bencana sudah diatur sesuai dengan kebutuhan.

25
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

A. Angka Ketidaklengkapan Rekam Medis


Setiap pasien yang telah dirawat di ICU rekam medis telah diisi oleh perawat
yang menyangkut asuhan keperawatan dan oleh doker baik berupa catatan
perkembangan, resume pasien, diagnosa akhir maupun dischard planing, begitu juga
semua profesi yang terlibat dalam perawatan pasien wajib untuk menulis di rekam medis.
Sesuai dengan standar akreditasi catatan perkembangan pasien dilakukan secara
terintergrasi. Berkas-berkas rekam medis yang belum lengkap hendaknya dilengkapi
terlebih dahulu sebelum dikembalikan ke unit rekam medis Rumah sakit.

B. Angka Kematian Spesifik


Kasus kematian di ruang ICU dilaporkan secara berkala setiap hari saat laporan
pagi, berkesinambungan setiap bulan secara manual dan akan terintegrasi dengan SIM
RS.

C. Angka Infeksi Nosokomial (Pneumonia, Infeksi Saluran Kemih, Infeksi Jarum


Infus)
Pasien yang dirawat di ICU yang mendapat tindakan invasive selalu dipantau
perkembangannya dengan mencatat tanggal mulai dipasang alat-alat invasive tersebut.
Apabila ditemukan tanda-tanda infeksi nasokomial dilakukan evaluasi, pencatatan, dan
pelaporan setiap bulan kepada panitia infeksi nasokomial.

D. Indikator Klinik dan Insiden Keselamatan Pasien


Pasien yang dirawat di ICU dievalusi berdasarkan tingkat ketergantunganya,
1. Identifikasi pasien melalui gelang baik identifikasi jenis kelamin, alergi, maupun
resiko jatuh dan DNR
2. Pemberian obat dengan prinsip 8 benar dengan memperhatikan kewaspadaan obat-
obat high alert
3. Pencegahan infeksi nasokomial dengan pencatatan tanggal dimulai dilakukan
tindakan invasive, dan perawatannya dilakukan sesuai SOP

26
4. Untuk pencegahan pasien berisiko jatuh dilakukan anamnesa setiap hari, minggu
atau bulan sesuai dengan kondisi pasien, kemudian dilakukan intervensi sesuia
dengan skala resiko jatuh

27
BAB VIII
PENUTUP

Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan
staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan
dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih bisa diharapkan sembuh. ICU
menyediakan kemampuan dan sarana-sarana khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital
dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman
dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Untuk itu sangat penting bagi ruang ICU menetapkan klasifikasi ICU, indikasi pasien
yang dirawat dan indikasi pasien keluar ICU. Disamping itu alur pasien atau sistem rujukan
juga harus jelas dan diatur dalam SOP. Faktor lain yang harus mendukung yaitu
pengendalian mutu yang menyangkut Angka ketidak lengkapan rekam medis, Angka
kematian spesifik, Angka infeksi nosokomial (pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi
jarum infus), Indikator klinik dan insiden keselamatan pasien

LUBUKLINGGAU, 2016
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI AISYAH

dr. H. Mast Idris Usman E

28
PEDOMAN ICU

29
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI AISYAH

KOTA LUBUKLINGGAU

Jln. Lapter Silampari Kel. Air Kuti Kec. Lubuklinggau Timur I Kota Lubuklinggau

Kode Pos. 31626 Telp. (0733) 451902 Fax. (0733) 452776

Email: rsudsitiaisyahlubuklinggau@gmail.com Website: www.rsudsitiaisyah-lubuklinggau.co.id

30
DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1


B. Batasan Operasional ........................................................................................ 2
C. Ruang Lingkup Pelayanan ( ICU Primer, Sekunder, Tertier) ......................... 5
D. Landasan Hukum ............................................................................................. 8
BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi sumber daya manusia .................................................................... 9


B. Distribusi Ketenagaan ...................................................................................... 9
C. Pengaturan Jaga ............................................................................................... 9
D. Pelatihan .......................................................................................................... 9
BAB III STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas ............................................................................................... 11


B. Pemeliharaan, perbaikan dan kalibrasi peralatan ............................................. 11
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Kriteria Masuk dan Keluar ICU ...................................................................... 14


B. Alur Pelayanan Ruang ICU ............................................................................. 17
C. Persiapan Penerimaan Pasien .......................................................................... 17
D. Monitoring Pasien ............................................................................................ 18
E. Prosedur Medic ................................................................................................ 20
F. Penggunaan Alat Medik .................................................................................. 21
G. Konsultasi ........................................................................................................ 21
H. Indikasi Dan Prosedur Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi .................. 21
I. Pengiriman Pasien ........................................................................................... 22
J. Rekam Medis ................................................................................................... 22

31
K. Pencacatan dan pelaporan kegiatan pelayanan ................................................ 23
L. Evaluasi Hasil Perawatan Pasien (Pelaporan Pada Pedoman Organisasi) ....... 23
BAB V LOGISITIK

A. Prosedur penyediaan Alat Kesehatan dan Obat ............................................... 24


B. Perencanaan peralatan / peremajaan ................................................................ 24
BAB VI KESELAMATAN KERJA

A. Pelaksanaan Program Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan


Bencana (K3) ................................................................................................... 25

BAB VII PENGENDALIAN MUTU

A. Angka Ketidaklengkapan Rekam Medis ......................................................... 26


B. Angka Kematian Spesifik ................................................................................ 26
C. Angka Infeksi Nosokomial (Pneumonia, Infeksi Saluran Kemih, Infeksi
Jarum Infus) ..................................................................................................... 26
D. Indikator Klinik dan Insiden Keselamatan Pasien ........................................... 26
BAB VIII PENUTUP

32
PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI AISYAH

Jln. Lapter Silampari Kel. Air Kuti Kec. Lubuklinggau Timur I Kota Lubuklinggau

Kode Pos. 31626 Telp. (0733) 451902 Fax. (0733) 452776

Email: rsudsitiaisyahlubuklinggau@gmail.com Website: www.rsudsitiaisyah-lubuklinggau.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI AISYAH KOTA LUBUKLINGGAU

NOMOR: /RSSA.01 / /2016

Tentang

PANDUAN ICU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SITI AISYAH KOTA LUBUKLINGGAU

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit maka
diperlukan penyelenggaraan pelayanan dengan berfokus pada pasien ;

b. bahwa dalam upaya menjaga keselamatan pasien dipelayanan ICU di


Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Kebijakan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Siti Aisyah Kota Lubuklinggau sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Siti Aisyah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan


huruf b, perlu dibuatkan panduan ICU yang ditetapkan dengan Keputusan

33
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota Lubuklinggau tentang
penundaan pelayanan Di Rumah sakit Umum Daerah Siti Aisyah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 tentang pembentukan kota lubuklinggau


( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 87,Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4114 );

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063 );

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);

4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333 /Menkes /SK/XII/1999 Tentang Standar


Pelayanan Rumah Sakit;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 /Menkes /Per/ VIII/ 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

6. Peraturan.........

6. Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau Nomor 13 tahun 2008 tentang


pembentukan Badan Layanan Umum RSUD Siti Aisyah sebagai BLUD
(Lembaran Daerah Lubuklinggau Nomor 13);

7. Peraturan Walikota Lubuklinggau Nomor 63 tahun 2014 tentang penjabaran tugas


pokok dan fungsi RSUD Siti Aisyah Kota Lubulinggau;

34
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : Menetapkan tatalaksana di ruang ICU ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang
mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa namun masih bisa diharapkan
sembuh harus diidentifkasi dan mendapatkan perawatan dengan benar saat
masuk ICU.

KEDUA : Memberlakukan Panduan ICU di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Aisyah Kota
Lubuklinggau untuk dapat dipergunakan oleh semua petugas terkait dalam upaya
untuk meningkatkan mutu pelayanan.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan akan diadakan perbaikan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini.

Ditetapkan di : Lubuklinggau

pada tanggal : 2016

Direktur RSUD Siti Aisyah

Kota Lubuklinggau,

dr. H.Mast Idris Usman E

35

Anda mungkin juga menyukai