Anda di halaman 1dari 17

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan
staf khusus dan perlengkapan yang khusus, yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam
jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan
dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsifungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
ICU adalah ruang rawat di Rumah Sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan
khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh kegagalan / disfungsi
satu organ atau ganda akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan
hidupnya (reversible). Dalam mengelola pasien ICU, diperlukan dokter ICU yang memahami
teknologi kedokteran, fisiologi, farmakologi dan kedokteran konvensional dengan kolaborasi
erat bersama perawat terdidik dan terlatih untuk critical care. Pasien yang semula dirawat
karena masalah bedah/trauma dapat berubah menjadi problem medik dan sebaliknya. Adalah
unit perawatan yang dikelola bertujuan untuk merawat pasien sakit berat dan kritis yang
mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga terlatih serta didukung oleh kelengkapan
peralatan khusus.
Jadi ICU atau Intenssive Care Unit adalah ruang rawat inap di Rumah Sakit yang
dilengkapai dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat pasien yang yang mengancam
nyawa seperti pasien dengan sakit berat dan kritis oleh karena kegagalan fungsi organ, bencana
atau komplikasi yang memiliki harapan hidup.

Gambar 1 : Ruang ICU


B. Sejarah ICU
ICU mulai muncul dari ruang pulih sadar paska bedah pada tahun 1950. ICU modern
berkembang dengan mencakup penanganan respirasi dan jantung menunjang ffal organ dan
penanganan jantung koroner mulai tahun 1960. Pada tahun 1970, perhatian terhadap ICU di
Indonesia semakin besar (ICU pertama kali adalah RSCM Jakarta), terutama dengan adanya
penelitian tentang proses patofisiologi, hasil pengobatan pasien kritis dan program pelatihan
ICU. Dalam beberapa tahun terakhir, ICU mulai menjadi spesialis tersendiri, baik untuk dokter
maupun perawatnya.

C. Level ICU
1. Level I / Primer
Pada Rumah Sakit di daerah yang kecil (di Rumah Sakit Daerah dengan tipe C dan D), ICU
lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tinggi (High Dependency). Pelayanan ICU
primer mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien sakit gawat, tunjangan
kardio-respirasi jangka pendek, dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan
pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang berisiko. Dalam ICU dilakukan
ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam. Di ICU
level I ini dilakukan observasi perawatan ketat dengan monitor EKG
Ciri – ciri ICU level I :
• Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang gawat darurat dan ruang
perawatan lainnya.
• Memiliki kebijaksanaan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan..
• Memiliki seorang dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala.
• Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan resusitasi jantung paru (
A,B,C,D,E,F ).
• Konsulen yang membantu harus selalu dapat dihubungi dan dipanggil setiap saat.
• Memiliki jumlah perawat yang cukup dengan sebagian besar terlatih.
• Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan lab. tertentu ( Hb, Ht, Elektrolit, Gula
darah dan Trombosit ) , Rontgen, kemudahan diagnostik dan fisioterapi.
2. Level II / Sekunder
ICU level II mampu melakukan ventilasi jangka lama, punya dokter residen yang selalu
siap di tempat dan mempunyai hubungan dengan fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi.
Bentuk fasilitas lengkap untuk menunjang kehidupan (misalnya dialisis), monitor invasif
(monitor tekanan intrakranial) dan pemeriksaan canggih (CT Scan) tidak perlu harus selalu
ada. Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang mendukung
peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya kedokteran umum, bedah,
pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskular dan lain-lainnya. ICU hendaknya mampu
memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama dan melakukan dukungan/bantuan hidup
lain tetapi tidak terlalu kompleks.
Ciri – ciri ICU level II :
• Ruang tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
keperawatan lain
• Memiliki kebijaksanaan, kriteria yang masuk, keluar serta rujukan.
• Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan
• Memiliki seorang kepala ICU, seorang dokter konsultan Intensive Care atau bila tidak
tersedia, dokter spesialis anestesiologi yang bertanggungjawab secara keseluruhan
dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan RJP (A, B, C, D, E, F).
• Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat = 1 : 1
untuk pasien ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus lainnya.
• Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi intensif atau minimal
berpengalaman kerja 3 tahun di ICU.
• Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanik beberapa lama dan dalam batas
tertentu melakukan pemantauan intensif dan usaha-usaha penunjang hidup.
• Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik, dan
fisioterapi selama 24 jam.
• Memiliki ruangan isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.
3. Level III / Tertier
ICU Level III biasanya pada Ruamh Sakit tipe A yang memiliki semua aspek yang dibutuhkan
ICU agar dapat memenuhi peran sebagai Rumah Sakit rujukan. Personil di ICU level III
meliputi intensivist dengan trainee, perawat spesialis, profesional kesehatan lain, staf ilmiah
dan sekretariat yang baik. Pemeriksaan canggih tersedia dengan dukungan spesialis dari semua
disiplin ilmu. Pelayanan ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan
pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi-sistem yang kompleks
dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU ini melakukan ventilasi mekanis, pelayanan
dukungan/bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka
waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien
yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis intensive care.
Ciri – ciri ICU level III :
• Memiliki ruang khusus, tersendiri di dalam rumah sakit
• Memiliki kriteria penderita masuk, keluar serta rujukan.
• Memiliki dokter spesialis yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila diperlukan.
• Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi/konsultan Intensive Care atau dokter ahli
konsultan intensive care yang lain yang bertanggungjawab secara keseluruhan dan
dokter jaga yang minimal mampu melakukan RJP ( A, B, C, D, E, F ).
• Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat = 1 : 1
untuk pasien dgn ventilator, renal replacement therapy dan 2 : 1 untuk kasus-kasus
lainnya.
• Memiliki perawat bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif atau minimal
berpengalaman kerja 3 tahun di ICU
• Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan / therapi intensif baik
invasif maupun non invasif.
• Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik, dan
fisioterapi selama 24 jam.
• Memiliki paling sedikit seorang yang mampu dalam mendidik tenaga medik dan
paramedik agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien.
• Memiliki prosedur untuk pelaporan resmi dan pengkajian.
• Memiliki staf tambahan yang lain : misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam medis
, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian.

D. Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU umum,
dengan pemisahan untuk CCU (Jantung),Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk
hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan
pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.

E. Tujuan ICU
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data
yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien.

F. Etik Di ICU
Etik dalam penanganan pasien riset, dan hubungan dengan kolega harus dilaksanakan
secara cermat. Etik di ICU perlu pertimbangan berbeda dengan etik di pelayanan kesehatan
atau bangsal lain. Terkadang muncul kontroversi etik dalam legalitas moral di ICU, misalnya
tentang euthanasia.

G. Prosedur Masuk ICU


Pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter di luar ICU setelah berkonsultasi dengan
doketr ICU. Konsultasi sifatnya tertulis, tetapi dapat juga didahului secara lisan (misalnya
lewat telepon), terutama dalam keadaan mendesak, tetapi harus segera diikuti dengan
konsultasi tertulis. Keadaan yang mengancam jiwa akan menjadi tanggung jawab dokter
pengirim. Transportasi ke ICU masih menjadi tanggungjawab dokter pengirim, kecuali
transportasi pasien masih perlu bantuan khusus dapat dibantu oleh pihak ICU. Selama
pengobatan di ICU, maka dimungkinkan untuk konsultasi dengan berbagai spesialis di luar
dokter pengirim atau dokter ICU bertindak sebagai koordinatornya. Terhadap pasien atau
keluarga pasien wajib diberikan penjelasan tentang perlunya masuk ICU dengan segala
konsekuensinya dengan menandatangani informed concern.

H. Indikasi Masuk ICU


Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu
waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multple organ atau sistem dan masih ada
kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan
intensif. Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan
seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU. Beberapa contoh kondisi pasien yang
dapat dipakai sebagai indikasi masuk ke ICU antara lain :
• Ancaman / kegagalan sistem pernafasan : gagal nafas, impending gagal nafas.
• Ancaman / kegagalan sistem hemodinamik : shock
• Ancaman / kegagalan sistem syaraf pusat : stroke, penurunan kesadaran.
• Overdosis obat, reaksi obat dan intoksikasi : depresi nafas
• Infeksi berat : sepsis
Dalam menentukan tindakan kepada pasien harus memperhatikan tingkat prioritas pasien
sehingga penanganan yang diberikan sesuai dan tepat. Prioritas pasien antara lain :
a. Prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif seperti dukungan/bantuan ventilasi, infus obat-obat vasoaktif kontinu,
dan lain-lainnya. Contoh pasien kelompok ini antara lain pascabedah kardiotoraksik,
atau pasien shock septic. Mungkin ada baiknya beberapa institusi membuat kriteria
spesifik untuk masuk ICU, seperti derajat hipoksemia, hipotensi di bawah tekanan
darah tertentu. Pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas ditinjau dari
macam terapi yang diterimanya.
b. Prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU. Jenis pasien
ini berisiko sehingga memerlukan terapi intensif segera, karenanya pemantaun intensif
menggunakan metode seperti pulmonary arterial catheter sangat menolong. Contoh
jenis pasien ini antara lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau
ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Pasien prioritas 2
umumnya tidak terbatas macam terapi yang diterimanya mengingat kondisi mediknya
senantiasa berubah.
c. Prioritas 3
Pasien jenis ini sakit kritis, dan tidak stabil di mana status kesehatan sebelumnya,
penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, baik masing-masing atau
kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastase disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, atau sumbatan jalan napas,
atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat. Pasien-pasien prioritas 3 (tiga) mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
atau resusitasi kardiopulmoner.
Jenis pasien berikut umumnya tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU,
dan hanya dapat masuk dengan pertimbangan seperti pada keadaan luar biasa, atas persetujuan
kepala ICU. Lagi pula pasien-asien tersebut bila perlu harus dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
yang terbatas tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga):
1. Pasien yang telah dipastikan mengalami brain death. Pasien-pasien seperti itu dapat
dimasukkan ke ICU bila mereka potensial donor organ, tetapi hanya untuk tujuan
menunjang fungsi-fungsi organ sementara menunggu donasi organ.
2. Pasien-pasien yang kompeten tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif
dan hanya demi ”perawatan yang nyaman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien
dengan perintah ”DNR”. Sesungguhnya, pasien-pasien ini mungkin mendapat
manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan
kemungkinan survivalnya.
3. Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
4. Pasien yang secara fisiologis stasbil yang secara statistik risikonya rendah untuk
memerlukan terapi ICU. Contoh pasien kelompok ini antara lain, pasien pascabedah
vaskuler yang stabil, pasien diabetic ketoacidosis tanpa komplikasi, keracunan obat
tetapi sadar, concussion, atau payah jantung kongestif ringan. Pasien-pasien
semacam ini lebih disukai dimasukkan ke suatu unit intermediet untuk terapi
definitif dan atau observasi.

I. Alur Masuk Pasien Di ICU

Poliklinik / Rawat Inap


RS lain

IBS

UGD ICU
J. Kontraindikasi Masuk ICU
Yang mutlak tidak boleh masuk ICU adalah pasien dengan penyakit yang sangat
menular, misalnya gas gangren. Pada prinsipnya pasien yang masuk ICU tidak boleh ada yang
mempunyai riwayat penyakit menular.

K. Kriteria Keluar Dari ICU


Pasien tidak perlu lagi berada di ICU apabila :
1. Meninggal dunia
2. Tidak ada kegawatan yang menganca jiwa sehingga dirawat di ruang biasa atau dapat
pulang
3. Atas permintaan keluarga atau pasien. Untuk kasus seperti ini keluarga atau pasien
harus menandatangani surat keluar ICU atas permintaan sendiri.
Berdasarkan Prioritasnya, indikasi pasien keluar antara lain :
• Prioritas I : Pasien prioritas 1 (satu) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek
jelek dengan kemungkinan kesembuhan atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil.
Contoh hal terakhir adalah pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak
berespons terhadap pengelolaan agresif.
• Prioritas II : Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak
memerlukan terapi intensif telah berkurang.
• Prioritas III : Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinu kecil. Contoh
dari hal terakhir antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain-
lainnya yang telah tidak berespons terhadap terapi ICU untuk penyakit akutnya, yang
prognosis jangka pendeknya secara statistik rendah, dan yang tidak ada terapi yang
potensial untuk memperbaiki prognosisnya). Dengan mempertimbangkan
perawatannya tetap berlanjut dan sering merupakan perawatan khusus setara pasien
ICU, pengaturan untuk perawatan non-ICU yang sesuai harus dilakukan sebelum
pengeluaran dari ICU.

L. Perlakuan Terhadap Pasien ICU


Pasien di ruang ICU berbeda dengan pasien di ruang rawat inap biasa, karena pasien ICU
mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perawat dan dokter. Di ICU, pasien
kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang
terjadi dalam diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur.
Perubahan yang terjadi harus dianalisa secara cermat untuk mendapat tindakan yang cepat dan
tepat.

M. Tujuan Akhir Pengobatan ICU


Hasil yang paling baik dari pengobatan di ICU adalah keberhasilan dalam
mengembalikan pasien pada aktifitas kehidupan sehari-hari seperti keadaan sebelum pasien
sakit, tanpa defek atau cacat.

N. Reaksi Pasien Dan Keluarga Pasien ICU


Reaksi pasien di ICU antara lain kecemasan, ketidakberdayaan, disorientasi dan kesulitan
komunikasi. Untuk meminimalkan reaksi negatif dari pasien ICU dapat dilakukan beberapa
hal, antara lain :
1. Memberikan penjelasan setiap akan melakukan tindakan
2. Memberikan sedasi atau analgesi bila perlu
3. Keluarga dapat diijinkan bertemu pasien untuk memberikan dukungan moral
4. Diberikan alat bantu semaksimal mungkin.
Keluarga pasien juga dapat mengalami hal serupa dengan pasien, antara lain cemas
sampai dengan insomnia. Untuk meminimalkan reaksi negatif keluarga pasien dapat dilakukan
beberapa hal, antara lain :
1. Dapat dibuatkan selebaran / pamflet tentang ICU
2. Penjelasan tentang kondisi terkini pasien
3. Keluarga pasien dapat diikutkan pada konferensi klinik bersama semua staf dan
perawat

O. Pengelolaan Pasien ICU


Pendekatan Pasien ICU :
1. Anamnesis
Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan pengobatan sebelum
diagnosis definitif ditegakkan.
2. Serah Terima Pasien
Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk aspek
legal.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,
kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan posisi
pasien. Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan pemeriksaan fisik :
a. ABC
b. Jalan nafas dan kepala
c. Sistem pernafasan
d. Sistem sirkulasi
e. Sistem gastrointestinal
f. Anggota gerak
g. Monitoring rutin
h. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
i. Cairan : Dehidrasi
j. Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
k. Nutrisi
Utamakan pemberian nutrisi enteral :
• Usia Lanjut
• Cadangan fisiologis terbatas
• Peningkatan penyakit penyerta
• Riwayat pemakaian obat
• Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.
• Interaksi obat pada usia lanjut
4. Kajian hasil pemeriksaan Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV, foto
thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya
6. Informasi kepada keluarga

P. Pengkajian Ulang Kinerja


Setiap ICU hendaknya membuat peraturan dan prosedur masuk dan keluar, standar
perawatan pasien, dan kriteria outcome yang spesifik. Kelengkapan ini hendaknya dibuat
oleh tim multidisipliner yang diwakili oleh dokter, perawat dan administrator rumah sakit,
dan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki seperlunya berdasarkan keluaran pasien
(outcome) dan pengukuran kinerja yang lain. Kepatuhan terhadap ketentuan masuk dan
keluar harus dipantau oleh tim multidisipliner, dan bila ada penyimpanganpenyimpangan
maka dilaporkan pada badan perbaikan kualitas rumah sakit
untuk ditindak lanjuti.
1. PRASARANA
a. Lokasi
Dianjurkan satu kompleks dengan kamar bedah dan kamar pulih sadar, berdekatan atau
mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium, dan radiologi.
b. Desain
Standar ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang
adekuat.
Bangunan ICU:
- Terisolasi
- Mempunyai standar tertentu terhadap:
a. Bahaya api
b. Ventilasi
c. AC
d. Exhausts fan
e. Pipa air
f. Komunikasi
g. Bakteriologis
h. Kabel monitor
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata
1) Area Pasien:
- Unit terbuka 12–16 m2/tempat tidur
- Unit tertutup 16–20 m2/tempat tidur
- Jarak antara tempat tidur: 2 m
- Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
- Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur dan 1 cuci tangan

Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU tersier paling sedikit
3 outlet udara–tekan, dan 3 pompa hisap dan minimum 16 stop kontak untuk tiap tempat
tidur. Pencahayaan yang cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL day
light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan
personil. Desain dari unit juga memperhatikan privasi pasien.
2) Area Kerja, meliputi:
- Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat
dengan pasien.
- Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).
- Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan mempunyai negatif
skop.
- Ruang untuk telpon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat
untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup untuk resepsionis dan petugas
admistrasi.
3) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai
dengan luas ruangan. Suhu 22o–25o kelembaban 50–70%.
4) Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
5) Ruang Penyimpanan Peralatan dan Barang Bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilator, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis.
Alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat hisap, linen
dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih.
6) Ruang Tempat Pembuangan Alat/Bahan Kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan
pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi.
7) Ruang Perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dan
pimpinannya.
8) Ruang Staf Dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor kepala bagian dan staf, dan
kepustakaan.

9) Ruang Tunggu Keluarga Pasien


10) Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat.
2. PERALATAN
a) Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan
harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b) Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c) Peralatan dasar meliputi:
- Ventilator
- Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
- Alat hisap
- Peralatan akses vaskular
- Peralatan monitor invasif dan non-invasif
- Defibrilitor dan alat pacu jantung
- Alat pengatur suhu pasien
- Peralatan drain thorax
- Pompa infus dan pompa syringe
- Peralatan portable untuk transportasi
- Tempat tidur khusus
- Lampu untuk tindakan
- Continuous Renal Replacement Therapy
Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisis dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan
atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung
fungsi ICU. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan paramedik perlu tersedia
untuk penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi
apabila terjadi malfungsi.
3. MONITORING PERALATAN
(Termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien).
a) Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b) Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan
oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
c) Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau
sistem pernafasan.
d) Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernafasan.
Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi
kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus menerus.
e) Volume dan tekanan ventilator.
Volume yang keluar dari ventilator harus dipantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit
pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.
f) Suhu alat pelembab (humidifier).
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g) Elektrokardiograf.
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h) Pulse oximetry.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i) Emboli udara.
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada
pemantauan untuk emboli udara.
j) Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain
seperti tekanan intra-arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi
dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular, kadar CO2
ekspirasi.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.dokumen.org/pdf/28179
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/20/konsep-dasar-intensive-care-unit-icu/
• Prioritas Contoh: sepsis berat, gangguan
1:
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa, hipoksemia, infark miokard
akut. Terapi pada golongan prioritas 1 umumnya
tidak mempunyai batas.
• Prioritas 2:
• Contoh pasien yang menderita penyakit dasar
jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau
pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.
Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak
mempunyai batas, karena kondisi mediknya
senantiasa berubah.
• Prioritas 3
• Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil.
• Contoh pasien dengan keganasan metastatik
disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade,
sumbatan jalan nafas, atau pasien penyakit
jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien
golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak
sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung
paru.

Anda mungkin juga menyukai