1. DEFINISI ICU
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam membuat
prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain terlibat dalam upaya
mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan kritis tidak berdasarkan
kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam proses pengambilan
keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-sungguh tentang fisiologik dan
psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan
staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan,
dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang mengancam nyawa
atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf dalam
mengelola keadaan tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit kelas C yang lebih tinggi
sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan yang profesional dan berkualitas dengan
mengedepankan keselamatan pasien. Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan
perawatan di ICU adalah:
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan
ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus, contoh gagal
nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non invasive sehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska bedah besar dan luas,
pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut, sekalipun
manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis dengan komplikasi,
tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU
umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan
utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi
peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.
Tujuan ICU :
1) Menyelamatkan kehidupan
2) Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap
data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3) Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4) Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5) Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien
3. JENIS-JENIS ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1) ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu melakukan
resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam. Kekhususan yang
dimiliki ICU primer adalah:
a) Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan ruang
rawat pasien lain.
b) Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
c) Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
d) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e) Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
f) Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan
perawatan intensif, minimal satu orang per shift
g) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk
kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
2) ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
1) Kriteria Masuk
a) Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ,
infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa.
b) Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh
pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat
atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c) Golongan pasien priorotas 3
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan
jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai
kmplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk
mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
d) Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien
golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien
yang memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang
agresif dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do
Not Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang
ddipastikan mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka
pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan
pengambilan orga untuk donasi.
2) Kriteria Keluar
a) Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka terapi
atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
b) Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu
itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI, 2011).
1) Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan
yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry, 2005).
2) Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang mengalami
masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3) Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya
seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya memberikan
pelayanan yang baik (Vicky, 2010).
4) Peneliti
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan (Vicky,
2010).
5) Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian layanan dapat terarah serta
sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).
6) Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan
terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).
a) Spesialis anestesi
b) Dokter spesialis
c) Perawat ICU
d) Dokter ahli mikrobiologi klinik
e) Ahli farmasi klinik
f) Ahli nutrisi
g) Fisioterapis
h) Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU
2. Identifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada data yang
dikumpulkan
Dari American Association of Critical Care Nurses: Standards for nursing care of the criticaly
ill, ed 2, San Mateo, Calif, 1989, Appleton & Lange, hlm. 6-13.
Asuhan Keperawatan Intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang diberikan
pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang merupakan metode ilmiah dan panduan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien. Langkah-langkah yang harus
dilakukan meliputi pengkajian, masalah/diagnose keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi
(Depkes RI, 2006).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal proses keperawatan yang mengharuskan
perawat menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian awal di dalam
keperawatan intensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system
yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat
telah menggunakan alat bantu mekanik seperti alat bantu napas, hemodialisa, pengkajian
juga diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari
penggunaan alat-alat tersebut.
2. Penetapan Masalah/Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar, masalah
yang aktual, potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut prioritas
sesuai dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan masalah
yang kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling tinggi diberikan
pada masalah yang mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan dengan
mengidentifikasi alternative diagnose untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan
diagnose untuk mencegah komplikasi.
3. Perencanaan
Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan
pernyataan atas hasil yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan. Perencanaan
tindakan keperawatan dibuat apabila diagnose telah diprioritaskan. Perencanaan tindakan
mencakup 4 unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan
dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan
rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan standar operasional
prosedur. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber-sumber,
mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah (Depkes RI, 2006).
4. Implementasi
Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini merupakan fase
kerja aktual dari proses keperawatan.
5. Evaluasi
Suatu perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan terjadi dalam
fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya modifikasi dalam rencana
keperawatan atau pengkajian ulang total dapa diidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA