PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kondisi kritis merupakan suatu kondisi krusial yang memerlukan penyelesaian atau
jalan keluar dalam waktu yang terbatas. Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi
atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan
monitoring dan terapi. Pasien dalam kondisi gawat membutuhkan pemantauan yang
canggih dan terapi yang intensif. Suatu perawatan intensif yang menggabungkan
teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang keperawatan dan kedokteran
gawat darurat dibutuhkan untuk merawat pasien yang sedang kritis (Vicky, 2011).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang potensial mengancam nyawa. ICU
menyediakan sarana-prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-
fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (Kemenkes, 2011).
Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan
perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk mendukung organ vital pada
pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur
intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital. Keperawatan kritis termasuk salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis bertanggung
jawab untuk menjamin pasien yang kritis di Intensive Care Unit (ICU) beserta
keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal (Dossey, 2002).
Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unit harus memiliki kemampuan
komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis mengatasi klien yang
sedang dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran seorang
perawat yang dapat bertindak cepat dan tepat serta melaksanakan standar proses
keperawatan kritis.
1
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui konsep Intensive Care Unit (ICU) dan proses
keperawatan kritis di dalamnya
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi Intensive Care Unit (ICU).
2. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan tujuan Intensive Care Unit (ICU).
3. Mahasiswa dapat mengetahui indikasi pasien masuk dan keluar ICU.
4. Mahasiswa dapat mengetahui alur pasien masuk Intensive Care Unit (ICU).
5. Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat kritis dalam pemenuhan
kebutuhan dasar pasien.
6. Mahasiswa dapat mengetahui cara komunikasi dan kerjasama tim dalam
keperawatan kritis.
7. Mahasiswa dapat mengetahui konsep holism dalam lingkup perawatan
kritis yang serba menggunakan teknologi canggih.
8. Mahasiswa dapat mengetahui model asuhan keperawatan kritis.
9. Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan kritis.
2
BAB II
A. DEFINISI ICU
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah
yang mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap
masalah kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat
darurat. (Hartshorn et all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan
keperawatan kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-
alat, tetapi dalam proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman
yang sungguh-sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan
staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di
Indonesia, rumah sakit kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan
kesehatan rujukan yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan
keselamatan pasien.
Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus
menerus, contoh gagal nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non
invasivesehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh
paska bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal,
atau lainnya.
3
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis
dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:
1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).
2. Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh
karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan
vegetative.
4
C. JENIS-JENIS ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam.
Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
1) Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
2) Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
3) Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
4) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
5) Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
6) Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI,
2006).
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
1) Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain
2) Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3) Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setiap saat bila diperlukan
4) Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care
atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan
hidup lanjut)
5) Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
5
6) Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan
dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
8) Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif,
mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau
bantuan hidup multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak
terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan
pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas.
Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
1) Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
2) Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3) Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat
bila diperlukan
4) Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter
ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
5) Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
6) Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
8) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat
agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
9) Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI,
2006).
6
D. INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme
untuk membuat prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi
perawatan pasien di ICU.
1. Kriteria Masuk
Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif
dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ, infus, obat
vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca bedah
kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa.
Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif
menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh pasien yang mengalami
penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak
mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
Golongan pasien priorotas 3
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan
jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
atau resusitasi jantung paru.
Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien
golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien
yang memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif
7
dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not
Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang ddipastikan
mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat
dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan pengambilan orga
untuk donasi.
2. Kriteria Keluar
1) Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka
terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin,
ruang endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.
8
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti
oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
9. Berpikir kritis
13. Inovatif
1. Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan
9
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang
tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik
tertentu (Potter dan Perry, 2005).
2. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan
lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam
upaya memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).
4. Penelit
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode
pemberian pelayanan (Vicky, 2010). Selain itu juga meningkatkan
pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan, baik dalam praktik maupun
dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993).
5. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian layanan dapat terarah serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).
6. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah
keperawatan terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky,
2010).
1. Spesialis anestesi
10
2. Dokter spesialis
3. Perawat ICU
6. Ahli nutrisi
7. Fisioterapis
2. Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi klinik, gizi klinik dan
mikrobiologi klinik yang berkolaborasi pada pendekatan
Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem kerja
tim multidisiplin diatur sebagai berikut :
11
4. Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan
pengelolaan pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas hanya
yang berasal dari ketua tim saja (Kemenkes,2011).
Secara umum gambaran fisik lingkungan ICU terdapat monitor yang berkedip,
ventilator, pompa intravena (IV), kebisingan dari peralatan dan banyak orang
yang berbicara disisi tempat tidur, cahaya terang dan langkah yg tergesa-gesa
di ruangan ramai. Oleh sebab itu, asuhan keperawatan kritis dibentuk untuk
mengatasi pasien sakit dan cidera sangat serius agar mendapatkan asuhan
keperawatan yang fokus untuk meningkatkan ketahanan hidup.
12
ketergantungan fisik dan emosional, kurangnya informasi dan perawatan yang
menyamakan semua pasien dapat menumbuhkan ketakutan dan kecemasan.
Selain itu, kualitas emosional di lingkungan ICU sering kali ditentukan oleh
tingkat pembagian tanggung jawab, kolaborasi dan caring yang diperlihatkan
oleh seluruh tim perawatan kesehatan. Hidup dan mati pasien secara harfiah
bergantung pada tingkat komunikasi dokter dan perawat tentang pasien
tersebut. Perhatian terhadap struktur organisasi yang membantu kolaborasi
ini dan kemitraan yang sejajar antara dokter dan perawat
sebagai coleader unit adalah penting. Menciptakan budaya yang menerapkan
komunikasi yang saling menghargai antara semua anggota tim perawatan
kesehatan adalah standar kesempurnaan yang merupakan unsur penting
untuksemua lingkungan penyembuhan. Perawat pemula perlu belajar dan
mempraktiakn ketrampilan advokasi pasien selama ronde klinis di samping
tempat tidur di ICU. Cara keluarga diperlakukan dan dihormati sebagai mitra
penuh dalam perawatan adalah ukuran penting dari kualitas emosional dan
budaya positif di ICU.
13
BAB III
14
Manajemen kasus adalah model yang digunakan untuk mengidentifikasi,
koordinasi, dan monitoring implementasi kebutuhan pelayanan untuk mencapai
asuhan yang diinginkan dalam periode waktu tertentu.
Elemen penting dalam manajemen kasus meliputi :
1. Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan dan anggota kunci
dalam organisasi ( Administrator, dokter dan perawat).
2. Kualifikasi perawat manajer kasus.
3. Praktek kerjasama Tim.
4. Kualitas sistem manajemen yang diterapkan.
5. Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus menerus.
6. Menggunakan ”Critical pathway” (hasil) atau asuhan MAPS (Multidisciplinary
Action Plans) yaitu kombinasi ”Clinical Path dengan Care Plans.
7. Promosi praktek keperawatan professional
Dalam 1 unit diperlukan 2 manajer kasus yang bekerja mengkoordinasikan,
mengkomunikasikan, bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dan
memfasilitasi asuhan sekelompok pasien. Idealnya 1 orang manajer kasus
mempunyai 10 – 15 kasus pasien dimana perkembangan pasien akan diikuti
terus oleh manajer kasus dari masuk sampai pulang. Bila diperlukan mengikuti
perkembangan pasien di rawat jalan. Keuntungan dari manajemen kasus
meningkatnya mutu asuhan karena perkembangan kesehatan pasien
dimonitoring terus menerus sehingga selalu ada perbaikan bila asuhan yang
diberikan tidak memberikan perbaikan, dan adanya kerjasama yang harmonis
antara manajer kasus dengan tim kesehatan lain merupakan elemen penting
yang mempengaruhi meningkatnya mutu asuhan, menurunnya komplikasi dan
biaya menjadi lebih efektif (Junaidi, 1999)
Manajer kasus melakukan monitoring terhadap asuhan keperawatan yang
dilaksanakan oleh tenaga perawat dan non keperawatan. Setiap perawat
ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini
umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari
filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).
15
Konsep dasar metode kasus dalam asuhan keperawatan professional adalah
ada tanggung jawab dan tanggung gugat, otonomi, serta ketertiban pasien dan
keluarga.
Tugas perawat dalam metode kasus yaitu:
1. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
2. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3. Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini
4. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin lain maupun perawat lain.
5. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
6. Menerima dan menyesuaikan rencana.
7. Menyiapkan penyuluhan pulang.
8. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
masyarakat.
9. Membuat jadwal perjanjian klinik.
Metoda ini adalah suatu penugasan yang diberikan kepada perawat untuk
memberikan asuhan secara total terhadap seorang atau sekelompok klien.
Keuntungan model asuhan keperawatan kasus yaitu asuhan yang diberikan
komprehensif, berkesinambungan, dan holistik. Perawat dalam metode kasus
mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit (Gillies,1998). Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu asuhan
diberiakan bermutut tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi sehingga pasien merasa puas. Dokter
juga merasakan kepuasan karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi
pasien yang selalu diperbaharui dan komprehensif. Selain itu, masalah pasien dapat
dipahami oleh perawat dan kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
Sedangkan kerugiannya adalah kurang efisien karena memerlukan perawat
profesional dengan keterampilan tinggi dan imbalan yang tinggi, sedangkan masih
ada pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh asisten perawat. Beban kerja tinggi
terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas (Priharjo,1995).
16
B. PROSES KEPERAWATAN KRITIS
17
sesuai dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan
masalah yang kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling
tinggi diberikan pada masalah yang mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan
dengan mengidentifikasi alternative diagnose untuk meningkatkan keamanan,
kenyamanan, dan diagnose untuk mencegah komplikasi.
Perencanaan
Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan pernyataan
atas hasil yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan. Perencanaan
tindakan keperawatan dibuat apabila diagnose telah diprioritaskan. Perencanaan
tindakan mencakup 4 unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan,
pendidikan dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk
melaksanakan rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan
standar operasional prosedur. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat
efisiensi sumber-sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian
masalah (Depkes RI, 2006)
Implementasi
Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini merupakan
fase kerja aktual dari proses keperawatan.
Evaluasi
Suatu perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan terjadi
dalam fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya modifikasi dalam
rencana keperawatan atau pengkajian ulang total dapa diidentifikasi.
Masalah Keperawatan yang biasanya muncul dan intervensi yang diberikan di ruang
perawatan kritis atau ICU adalah (Doengoes, 2002):
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
1) Observasi keabu-abuan menyeluruh dan sianosis pada “ jaringan hangat”
seperti daun telinga, bibir, lidah, dan membrane lidah
2) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas,
misalnya: batuk atau suction.
3) Kaji status pernafasan.
4) Catat adanya dispnea dan penggunaan otot bantu
5) Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral
anatomis, cegah fleksi leher)
6) Pertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat
18
7) Beri oksigen dengan metode dan indikasi yang tepat
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral
1) Monitor status neurologi dan menentukan faktor penyebab gangguan
2) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan
lapang pandang / kedalaman persepsi
3) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, sperti fungsi bicara jika klien sadar.
4) Berikan posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral (hanya
tempat tidurnya saja yang ditinggikan)
5) Kolaborasi pemberian oksigen
3. Ketidakefektifan Pola Nafas
1) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
2) Perhatikan pergerakan dada pasien, amati kesimetrisan, penggunaan otot
bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan intercostals.
3) Pantau pola pernafasan : bradipne, takipne, hiperventilasi
4) Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
5) Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur.
6) Kaji AGD untuk membuktikan pertukaran gas yang adekuat
7) Waspada terhadap dampak obat-obat depresan atau sedatif.
8) Pantau frekensi dan irama jantung.
9) Lakukan suction sesuai kebutuhan,
10)Nilai hasil laporan foto dada setiap hari.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi
1) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
2) Bersihkan luka bila ada luka dengan teknik steril dan bersihakan min. 2 kali
sehari
3) Dorong keseimbanagn istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Tingkatkan masukan nutrisi adekuat
4) Mengawasi kekefektifan terapi antimicrobial
5) Selidiki perubahan tiba-tiba/penyimpangan kondisi, seperti peningkatan
nyeri dada, bunyi jantung ekstra, gangguan sensori, berulangnya demam,
perubahan karakteristik pus.
5. Kekurangan volume cairan
1) Pantau warna,jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2) Observasi khususnya terhadap kehilanagn cairan yang tinggi elektrolit
(misalnya diare, drainase luka, pengisapan nasogastrik dll)
19
3) Pantau perdarahan
4) Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium klorida dan kreatinin)
5) Pantau status hidrasi
20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa. Keperawatan kritis menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup. Perawatan kritis berperan sebagai
advokat, care giver,kolaborator, peneliti, dan koordinator serta berkomunikasi dan
bekerjasama dalam tim.
B. SARAN
21
DAFTAR PUSTAKA
Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott
Company.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan
di ICU. Jakarta: Depkes
Doengoes, M. E. (2002). Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting
patient care, 3rd edition, FA. Davis
Dossey, B. M. 2002. Critical Care Nursing: body-mind-spirit. (3rd ed.). Philadelphia:
J. B. Lippincott Company.
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.
Hartshorn et all. 1997. Introduction To Critical Care Nursing Second Edition.
Philadelphia: WB Saunders Company.
Hidayat AA. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hudak, CM. Gallo, BM. 2012. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi ke-8.
Alih Bahasa Subekti. Jakarta: EGC
Kemenkes. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah
Sakit.Diakses pada 18 September 2013 melalui www.kemenkes.go.id
Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Marquis, BL & Huston, Cj. 1998. Management Decision Making For Nurses 3th Ed.
Philadelphia: JB Lippincott
Perry, Anne .G. & Potter, Patricia. A. 1997. Fundamental of Nursing : Concepts,
process and Practice (vol 2). Washington DC: The C.V. Mosby Company.
Sitorus, R.Y. 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit;
Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat. Jakarta: EGC
22