Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kondisi kritis merupakan suatu kondisi krusial yang memerlukan penyelesaian atau
jalan keluar dalam waktu yang terbatas. Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi
atau gagal pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan
monitoring dan terapi. Pasien dalam kondisi gawat membutuhkan pemantauan yang
canggih dan terapi yang intensif. Suatu perawatan intensif yang menggabungkan
teknologi tinggi dengan keahlian khusus dalam bidang keperawatan dan kedokteran
gawat darurat dibutuhkan untuk merawat pasien yang sedang kritis (Vicky, 2011).

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang potensial mengancam nyawa. ICU
menyediakan sarana-prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-
fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (Kemenkes, 2011).

Intensive care mempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan
perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk mendukung organ vital pada
pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur
intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital. Keperawatan kritis termasuk salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis bertanggung
jawab untuk menjamin pasien yang kritis di Intensive Care Unit (ICU) beserta
keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal (Dossey, 2002).

Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unit harus memiliki kemampuan
komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis mengatasi klien yang
sedang dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran seorang
perawat yang dapat bertindak cepat dan tepat serta melaksanakan standar proses
keperawatan kritis.

1
B. RUMUSAN MASALAH

 Apa definisi dari ICU?

 Apa fungsi dan tujuan ICU?

 Apa indikasi pasien masuk dan keluar ICU?

 Bagaimana alur pasien masuk ICU?

 Bagaimana peran perawat kritis dalam pemenuhan kebutuhan dasar pasien?

 Bagaimana cara komunikasi dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis?

 Bagaimana konsep holism dalam lingkup perawatan kritis yang serba


menggunakan teknologi canggih?

 Bagaimana model asuhan keperawatan kritis?

 Bagaimana proses keperawatan kritis?

C. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui konsep Intensive Care Unit (ICU) dan proses
keperawatan kritis di dalamnya

b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi Intensive Care Unit (ICU).
2. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan tujuan Intensive Care Unit (ICU).
3. Mahasiswa dapat mengetahui indikasi pasien masuk dan keluar ICU.
4. Mahasiswa dapat mengetahui alur pasien masuk Intensive Care Unit (ICU).
5. Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat kritis dalam pemenuhan
kebutuhan dasar pasien.
6. Mahasiswa dapat mengetahui cara komunikasi dan kerjasama tim dalam
keperawatan kritis.
7. Mahasiswa dapat mengetahui konsep holism dalam lingkup perawatan
kritis yang serba menggunakan teknologi canggih.
8. Mahasiswa dapat mengetahui model asuhan keperawatan kritis.
9. Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan kritis.

2
BAB II

KONSEP INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

A. DEFINISI ICU

ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah
yang mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap
masalah kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat
darurat. (Hartshorn et all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan
keperawatan kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-
alat, tetapi dalam proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman
yang sungguh-sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan
staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan
menggunakan keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di
Indonesia, rumah sakit kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan
kesehatan rujukan yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan
keselamatan pasien.
Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus
menerus, contoh gagal nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non
invasivesehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh
paska bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal,
atau lainnya.

3
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis
dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:
1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).
2. Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh
karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan
vegetative.

B. FUNGSI DAN TUJUAN ICU


 Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
1. ICU Medik
2. ICU trauma/bedah
3. ICU umum
4. ICU pediatrik
5. ICU neonatus
6. ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien
yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya
berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan
neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional
dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan
antara ICU Medik dan Bedah.
 Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi
dan monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan
menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien

4
C. JENIS-JENIS ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam.
Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
1) Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan
ruang rawat pasien lain.
2) Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
3) Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
4) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
5) Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
6) Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat
pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI,
2006).
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak
terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
1) Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruang rawat lain
2) Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3) Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi
setiap saat bila diperlukan
4) Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care
atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang
bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal
mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan
hidup lanjut)
5) Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun

5
6) Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan
dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha
penunjang hidup
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,
Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
8) Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif,
mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau
bantuan hidup multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak
terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan
pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas.
Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
1) Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
2) Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3) Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat
bila diperlukan
4) Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter
ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)
5) Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
6) Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
8) Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat
agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
9) Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga
rekam medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI,
2006).

6
D. INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan
kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme
untuk membuat prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi
perawatan pasien di ICU.
1. Kriteria Masuk
 Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif
dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ, infus, obat
vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca bedah
kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa.
 Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif
menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh pasien yang mengalami
penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak
mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
 Golongan pasien priorotas 3
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan
jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
atau resusitasi jantung paru.
 Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk
pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien
golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas
terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien
yang memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif

7
dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not
Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang ddipastikan
mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat
dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan pengambilan orga
untuk donasi.

2. Kriteria Keluar
1) Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka
terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.

2) Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak


bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada
waktu itu pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes
RI, 2011).

E. ALUR PELAYANAN ICU

Gambar 1: Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011, hal 17)

Pasien yang memerlukan pelayanan ICU berasal dari:

1. Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)

2. Pasien dari High Care Unit (HCU)

3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin,
ruang endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.

4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)

F. KARAKTERISTIK PERAWAT ICU

Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:

1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan


konsisten

2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya

8
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti
oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan

4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan

5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif

6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi

7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks

8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga

9. Berpikir kritis

10. Mampu menghadapai tantangan

11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian

12. Berpikir ke depan

13. Inovatif

G. PERAN PERAWAT KRITIS


Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah
sesuatu hal yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang
sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah
pasien dengan cepat (Talbot, 1997). ICU atau intensive care unit dimulai pertama
kali pada tahun 1950-an. Kegawat daruratan dalam keperawatan berkembang
sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh, kegawatan di unit operasi kardiovaskuler,
pediatric, dan unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara khusus
berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup
seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan
merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et
all, 1997).

Peran perawat kritis sebagai berikut:

1. Advokat

Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan

9
untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang
tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik
tertentu (Potter dan Perry, 2005).

2. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan
lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam
upaya memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).
4. Penelit
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode
pemberian pelayanan (Vicky, 2010). Selain itu juga meningkatkan
pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan, baik dalam praktik maupun
dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993).
5. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga
pemberian layanan dapat terarah serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).
6. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah
keperawatan terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky,
2010).

H. KOLABORASI TIM KEPERAWATAN KRITIS


a. Kolaborasi Tim dalam Keperawatan Kritis

Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dari beberapa


disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang
keahliannya dan bekerjasama di dalam tim.

Tim tersebut terdiri dari:

1. Spesialis anestesi

10
2. Dokter spesialis

3. Perawat ICU

4. Dokter ahli mikrobiologi klinik

5. Ahli farmasi klinik

6. Ahli nutrisi

7. Fisioterapis

8. Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU

Tim multidisiplin mempunyai 5 (lima) karakteristik:

1. Staf medik dan keperawatan yang tanggung jawab

2. Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi klinik, gizi klinik dan
mikrobiologi klinik yang berkolaborasi pada pendekatan

3. Mempergunakan standar, protocol atau guideline untuk


memastikan pelayanan yang konsisten baik oleh dokter, perawat maupun
staf yang lain.

4. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.

5. Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan,


penelitian, masalah etik dan pengutamaan pasien (Kemenkes, 2011)

b. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim

Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem kerja
tim multidisiplin diatur sebagai berikut :

1. Dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai


bidangnya dan memberi pandangan atau usulan

2. Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi


instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya.

3. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan


usulan-usulan anggota tim dan memberikan perintah baik tertulis dalam
status maupun lisan.

11
4. Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan
pengelolaan pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas hanya
yang berasal dari ketua tim saja (Kemenkes,2011).

I. KONSEP HOLISM DALAM PERAWATAN KRITIS


Salah satu teori yang mendasari praktik keperawatan profesional adalah
memandang manusia secara holistik, yaitu meliputi dimensi fisiologis, psikologis,
sosiokultural dan spiritual sebagai suatu kesatuan yang utuh. Apabila satu dimensi
terganggu akan mempengaruhi dimensi lainnya. Sebagai pemberi asuhan
keperawatan, konsep holistik ini merupakan salah satu konsep keperawatan yang
harus di pahami oleh perawat agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas kepada klien.
Dengan menggunakan konsep holistik perawat dapat melihat apa saja dampak
lingkungan perawatan kritis yang mengganggu pasien. Sebagai contoh dalam
lingkungan unit perawatan intensif (intencive care unit, ICU) perawat dapat
menggambarkan lingkungan ICU dalam hal fisik dan emosional yang dapat
mengganggu pasien. Sehingga perawat dapat mengendalikan lingkungan untuk
meningkatkan kesembuhan pasien serta dapat memberikan intervensi kritis
bagaimana cara mengatasinya (Hudak&Gallo, 2012).

 Gambaran Fisik ICU

Secara umum gambaran fisik lingkungan ICU terdapat monitor yang berkedip,
ventilator, pompa intravena (IV), kebisingan dari peralatan dan banyak orang
yang berbicara disisi tempat tidur, cahaya terang dan langkah yg tergesa-gesa
di ruangan ramai. Oleh sebab itu, asuhan keperawatan kritis dibentuk untuk
mengatasi pasien sakit dan cidera sangat serius agar mendapatkan asuhan
keperawatan yang fokus untuk meningkatkan ketahanan hidup.

 Gambaran Emosional ICU

Gambaran emosional lingkungan ICU sama pentingnya dengan elemen fisik,


dan bahkan lebih penting untuk hasil pasien. Elemen ini mencakup gejala
yang timbul pada pasien karena dirawat di ICU demikian juga dengan pola
komunikasi semua orang yang memberikan perawatan di unit yang
menimbulkan stres ini. Bahkan untuk pengunjung yang baru pertama kali
datang ke ICU, perasaan berlebihan tentang tempat tersebut dapat
menimbulkan rasa takut. Lingkungan ICU menciptakan rasa rapuh karena

12
ketergantungan fisik dan emosional, kurangnya informasi dan perawatan yang
menyamakan semua pasien dapat menumbuhkan ketakutan dan kecemasan.

Pengidentifikasian gambaran dan respons emosional di lingkungan ICU


sangatlah penting karena banyak yang dapat ditangani oleh intervensi
keperawatan. Langkah pertamanya adlah pengenalan dan pemahaman
terhadap paradoks yang terjadi di lingkungan ICU. Lingkungan yang tidak
bersahabat tersebut harus menjadi tempat penyembuhan bagi pasien,
keluarga dan perawat. Perawat perlu mempunyai pemahaman yang baik
mengenai lingkungan dan kemungkinan bencana yang dapat ditimbulkan oleh
lingkungan pada pasien yang keadaan fisiologis dan emosionalnya telah
terganggu. Mengubah lingkungan yang kemungkinan tidak bersahabat
menjadi lingkungan yang menyembuhkan adalah sebuah tantangan bagi
semua perawat perawatan kritis.

Selain itu, kualitas emosional di lingkungan ICU sering kali ditentukan oleh
tingkat pembagian tanggung jawab, kolaborasi dan caring yang diperlihatkan
oleh seluruh tim perawatan kesehatan. Hidup dan mati pasien secara harfiah
bergantung pada tingkat komunikasi dokter dan perawat tentang pasien
tersebut. Perhatian terhadap struktur organisasi yang membantu kolaborasi
ini dan kemitraan yang sejajar antara dokter dan perawat
sebagai coleader unit adalah penting. Menciptakan budaya yang menerapkan
komunikasi yang saling menghargai antara semua anggota tim perawatan
kesehatan adalah standar kesempurnaan yang merupakan unsur penting
untuksemua lingkungan penyembuhan. Perawat pemula perlu belajar dan
mempraktiakn ketrampilan advokasi pasien selama ronde klinis di samping
tempat tidur di ICU. Cara keluarga diperlakukan dan dihormati sebagai mitra
penuh dalam perawatan adalah ukuran penting dari kualitas emosional dan
budaya positif di ICU.

13
BAB III

PROSES KEPERAWATAN KRITIS

A. MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan pasien
sehingga dapat berfungsi secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut
diperlukan manajemen asuhan keperawatan yang profesional, dan salah satu
faktor yang menentukan dalam manajemen tersebut adalah bagaimana asuhan
keperawatan diberikan oleh perawat melalui berbagai pendekatan model asuhan
keperawatan yang diberikan (Sitorus, 2005).
Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit yaitu metode
fungsional, metode kasus, metode tim, metode primer, dan metode modular.
Metode fungsional berorientasi kepada tugas, yaitu semua tugas atau tindakan
keperawatan yang ada dibagi kepada perawat yang sedang dinas pada saat itu.
Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien
yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian
tugas tersebut dan menerima laporan tentang semua klien serta menjawab semua
pertanyaan tentang klien. Metode ini tidak berorientasi pada masalah pasien. Pada
metode primer, penugasan diberikan kepada Primary Nurse atas pasien yang
dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang didasarkan kepada
kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan
kemampuan Primary Nurse. Pada metode tim, didasarkan pada pemberian
asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok
tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok
pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Sedangkan metode modular
adalah gbungan dari metode primer dan metode tim (Sitorus, 2005).
Model Praktek Keperawatan Profesional dengan menggunakan metode kasus
diharapkan akan menghasilkan kontinuitas keperawatan yang bersifat
komprehensif di unit perawatan kritis atau ICU.
Metode kasus adalah pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan
untuk satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas atau
jaga selama periode waktu tertentu sampai klien pulang. Kepala ruangan
bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang
pelayanan keperawatan klien (Sitorus, 2005).

14
Manajemen kasus adalah model yang digunakan untuk mengidentifikasi,
koordinasi, dan monitoring implementasi kebutuhan pelayanan untuk mencapai
asuhan yang diinginkan dalam periode waktu tertentu.
Elemen penting dalam manajemen kasus meliputi :
1. Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan dan anggota kunci
dalam organisasi ( Administrator, dokter dan perawat).
2. Kualifikasi perawat manajer kasus.
3. Praktek kerjasama Tim.
4. Kualitas sistem manajemen yang diterapkan.
5. Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus menerus.
6. Menggunakan ”Critical pathway” (hasil) atau asuhan MAPS (Multidisciplinary
Action Plans) yaitu kombinasi ”Clinical Path dengan Care Plans.
7. Promosi praktek keperawatan professional
Dalam 1 unit diperlukan 2 manajer kasus yang bekerja mengkoordinasikan,
mengkomunikasikan, bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dan
memfasilitasi asuhan sekelompok pasien. Idealnya 1 orang manajer kasus
mempunyai 10 – 15 kasus pasien dimana perkembangan pasien akan diikuti
terus oleh manajer kasus dari masuk sampai pulang. Bila diperlukan mengikuti
perkembangan pasien di rawat jalan. Keuntungan dari manajemen kasus
meningkatnya mutu asuhan karena perkembangan kesehatan pasien
dimonitoring terus menerus sehingga selalu ada perbaikan bila asuhan yang
diberikan tidak memberikan perbaikan, dan adanya kerjasama yang harmonis
antara manajer kasus dengan tim kesehatan lain merupakan elemen penting
yang mempengaruhi meningkatnya mutu asuhan, menurunnya komplikasi dan
biaya menjadi lebih efektif (Junaidi, 1999)
Manajer kasus melakukan monitoring terhadap asuhan keperawatan yang
dilaksanakan oleh tenaga perawat dan non keperawatan. Setiap perawat
ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini
umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus
seperti isolasi, intensive care. Metode ini berdasarkan pendekatan holistik dari
filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).

15
Konsep dasar metode kasus dalam asuhan keperawatan professional adalah
ada tanggung jawab dan tanggung gugat, otonomi, serta ketertiban pasien dan
keluarga.
Tugas perawat dalam metode kasus yaitu:
1. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
2. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3. Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini
4. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin lain maupun perawat lain.
5. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
6. Menerima dan menyesuaikan rencana.
7. Menyiapkan penyuluhan pulang.
8. Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
masyarakat.
9. Membuat jadwal perjanjian klinik.

Metoda ini adalah suatu penugasan yang diberikan kepada perawat untuk
memberikan asuhan secara total terhadap seorang atau sekelompok klien.
Keuntungan model asuhan keperawatan kasus yaitu asuhan yang diberikan
komprehensif, berkesinambungan, dan holistik. Perawat dalam metode kasus
mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit (Gillies,1998). Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu asuhan
diberiakan bermutut tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi dan advokasi sehingga pasien merasa puas. Dokter
juga merasakan kepuasan karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi
pasien yang selalu diperbaharui dan komprehensif. Selain itu, masalah pasien dapat
dipahami oleh perawat dan kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
Sedangkan kerugiannya adalah kurang efisien karena memerlukan perawat
profesional dengan keterampilan tinggi dan imbalan yang tinggi, sedangkan masih
ada pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh asisten perawat. Beban kerja tinggi
terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas (Priharjo,1995).

16
B. PROSES KEPERAWATAN KRITIS

Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi


pengkajian, analisa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Keperawatan Kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam memberikan asuhan


keperawatan.
1. Data akan dikumpulkan secara terus menerus pada semua pasien yang sakit kritis
dimanapun tempatnya
2. Identifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada data yang
dikumpulkan
3. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan
4. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas dari identifikasi
masalah/kebutuhan
5. Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus menerus

Tabel 1 Standar proses American Association of Critical Care Nurse


Dari American Association of Critical Care Nurses: Standards for nursing care of the
criticaly ill, ed 2, San Mateo, Calif, 1989, Appleton & Lange, hlm. 6-13.
Asuhan Keperawatan Intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang
diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode ilmiah dan
panduan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas guna mengatasi
masalah pasien. Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian,
masalah/diagnose keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (Depkes RI, 2006).
 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal proses keperawatan yang mengharuskan
perawat menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian awal di dalam
keperawatan intensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan
system yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, namun ketika klien yang
dirawat telah menggunakan alat bantu mekanik seperti alat bantu napas,
hemodialisa, pengkajian juga diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait
dengan terapi dan dampak dari penggunaan alat-alat tersebut.
 Penetapan Masalah/Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar, masalah yang
aktual, potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut prioritas

17
sesuai dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan
masalah yang kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling
tinggi diberikan pada masalah yang mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan
dengan mengidentifikasi alternative diagnose untuk meningkatkan keamanan,
kenyamanan, dan diagnose untuk mencegah komplikasi.
 Perencanaan
Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan pernyataan
atas hasil yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan. Perencanaan
tindakan keperawatan dibuat apabila diagnose telah diprioritaskan. Perencanaan
tindakan mencakup 4 unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan,
pendidikan dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk
melaksanakan rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan
standar operasional prosedur. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat
efisiensi sumber-sumber, mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian
masalah (Depkes RI, 2006)

 Implementasi
Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini merupakan
fase kerja aktual dari proses keperawatan.
 Evaluasi
Suatu perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan terjadi
dalam fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya modifikasi dalam
rencana keperawatan atau pengkajian ulang total dapa diidentifikasi.
Masalah Keperawatan yang biasanya muncul dan intervensi yang diberikan di ruang
perawatan kritis atau ICU adalah (Doengoes, 2002):
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
1) Observasi keabu-abuan menyeluruh dan sianosis pada “ jaringan hangat”
seperti daun telinga, bibir, lidah, dan membrane lidah
2) Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas,
misalnya: batuk atau suction.
3) Kaji status pernafasan.
4) Catat adanya dispnea dan penggunaan otot bantu
5) Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral
anatomis, cegah fleksi leher)
6) Pertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat

18
7) Beri oksigen dengan metode dan indikasi yang tepat
2. Gangguan perfusi jaringan cerebral
1) Monitor status neurologi dan menentukan faktor penyebab gangguan
2) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan
lapang pandang / kedalaman persepsi
3) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, sperti fungsi bicara jika klien sadar.
4) Berikan posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral (hanya
tempat tidurnya saja yang ditinggikan)
5) Kolaborasi pemberian oksigen
3. Ketidakefektifan Pola Nafas
1) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
2) Perhatikan pergerakan dada pasien, amati kesimetrisan, penggunaan otot
bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan intercostals.
3) Pantau pola pernafasan : bradipne, takipne, hiperventilasi
4) Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
5) Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur.
6) Kaji AGD untuk membuktikan pertukaran gas yang adekuat
7) Waspada terhadap dampak obat-obat depresan atau sedatif.
8) Pantau frekensi dan irama jantung.
9) Lakukan suction sesuai kebutuhan,
10)Nilai hasil laporan foto dada setiap hari.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi
1) Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
2) Bersihkan luka bila ada luka dengan teknik steril dan bersihakan min. 2 kali
sehari
3) Dorong keseimbanagn istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.
Tingkatkan masukan nutrisi adekuat
4) Mengawasi kekefektifan terapi antimicrobial
5) Selidiki perubahan tiba-tiba/penyimpangan kondisi, seperti peningkatan
nyeri dada, bunyi jantung ekstra, gangguan sensori, berulangnya demam,
perubahan karakteristik pus.
5. Kekurangan volume cairan
1) Pantau warna,jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2) Observasi khususnya terhadap kehilanagn cairan yang tinggi elektrolit
(misalnya diare, drainase luka, pengisapan nasogastrik dll)

19
3) Pantau perdarahan
4) Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium klorida dan kreatinin)
5) Pantau status hidrasi

20
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa. Keperawatan kritis menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup. Perawatan kritis berperan sebagai
advokat, care giver,kolaborator, peneliti, dan koordinator serta berkomunikasi dan
bekerjasama dalam tim.

B. SARAN

Sebagai perawat professional kita harus mampu memberikan asuhan keperawatan


kritis yang tepat pada klien dengan kondisi gawat. Selain itu pemahaman terhadap
konsep holism, komunikasi, dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis penting
untuk menunjang perawatan terhadap klien agar kondisi klien lebih baik dan status
kesehatan meningkat sehingga angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.

21
DAFTAR PUSTAKA

Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott
Company.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan
di ICU. Jakarta: Depkes
Doengoes, M. E. (2002). Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting
patient care, 3rd edition, FA. Davis
Dossey, B. M. 2002. Critical Care Nursing: body-mind-spirit. (3rd ed.). Philadelphia:
J. B. Lippincott Company.
George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.
Hartshorn et all. 1997. Introduction To Critical Care Nursing Second Edition.
Philadelphia: WB Saunders Company.
Hidayat AA. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hudak, CM. Gallo, BM. 2012. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi ke-8.
Alih Bahasa Subekti. Jakarta: EGC
Kemenkes. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah
Sakit.Diakses pada 18 September 2013 melalui www.kemenkes.go.id
Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Marquis, BL & Huston, Cj. 1998. Management Decision Making For Nurses 3th Ed.
Philadelphia: JB Lippincott
Perry, Anne .G. & Potter, Patricia. A. 1997. Fundamental of Nursing : Concepts,
process and Practice (vol 2). Washington DC: The C.V. Mosby Company.
Sitorus, R.Y. 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit;
Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat. Jakarta: EGC

Talbot, Laura, dan Mary Meyers-Marquardt. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis ed


2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tomey. Alligood M.R.(2006). Nursing Theorists and Their work. 6
Ed. USA : Mosby Inc.

22

Anda mungkin juga menyukai