Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

tentang
KONSEP DASAR ICU

Disusun oleh :
Juni Hartati, S.Kep
1914901724

CI Klinik CI Akademik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PERINTIS PADANG
T.A 2019/2020
KONSEP DASAR ICU

A. Pengertian ICU
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang
mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah
kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn
et all, 1997).
Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan
kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam
proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-sungguh
tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan
staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi,
perawatan, dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang
mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan
prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit
kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan yang
profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien.

Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:


1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus,
contoh gagal nafas berat, syok septik.
2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non invasive sehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska bedah besar dan luas,
pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut, sekalipun
manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis dengan
komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.

Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:


1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).
2. Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh karsinoma
stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan vegatatif.

B. Fungsi dan Tujuan ICU


1. Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
a) ICU Medik
b) ICU trauma/bedah
c) ICU umum
d) ICU pediatrik
e) ICU neonatus
f) ICU respiratorik
Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien
yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya
berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan
neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional
dengan menghindari duplikasi peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan
antara ICU Medik dan Bedah.

2. Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :
1. Menyelamatkan kehidupan
2. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap
data yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
3. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
4. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
5. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien

C. Jenis - Jenis ICU


Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang
memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu
melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam.
Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:
a Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan ruang
rawat pasien lain.
b Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
c Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
d Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
f Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan
perawatan intensif, minimal satu orang per shift
g Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan
ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:

a Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
b Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
c Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap saat
bila diperlukan
d Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau
bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasara dan hidup lanjut)
e Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
f Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup
g Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).

3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif,
mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup
multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu
melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif
dalam jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:

a Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit


b Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
c Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila
diperlukan
d Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli
konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan.
Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup
dasar dan bantuan hidup lanjut)
e Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
f Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik
invasive maupun non-invasif
g Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen
untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
h Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat agar
dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
i Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI, 2006).

D. Indikasi Masuk dan Keluar ICU


Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk membuat
prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di
ICU.
1. Kriteria Masuk
a) Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi
intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ,
infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca
bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa.
b) Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab
sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh
pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat
atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan
pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c) Golongan pasien priorotas 3
Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya,
secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di
ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan
jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan
intubasi atau resusitasi jantung paru.
d) Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa
pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar
fasilitas terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh:
pasien yang  memebuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang
agresif dan hanya demi perawataan yang aman saja, pasien dengan perintah “Do
Not Resuscitate”, pasien dalam keadaan vegetative permanen, pasien yang
ddipastikan mati batang otak namun hanya karena kepentingan donor organ, maka
pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi organ sebelum dilakukan
pengambilan orga untuk donasi.

2. Kriteria Keluar
a) Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka terapi
atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
b) Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak bermanfaat
atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu pasien
tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI, 2011).

E. Alur Pelayanan ICU


Pasien yang memerlukan pelayanan ICU berasal dari:
1. Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)
2. Pasien dari High Care Unit (HCU)
3. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin, ruang
endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.
4. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)

F. Karakteristik Perawat ICU


Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai
etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
10. Mampu menghadapai tantangan
11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12. Berpikir ke depan
13. Inovatif

G. Peran Perawat Kritis


Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah sesuatu hal
yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana
perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Talbot,
1997).
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat
daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh,
kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan
gawat darurat secara khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang
mengancam hidup seperti trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah
kesehatan merupakan hal penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn
et all, 1997).
Peran perawat kritis sebagai berikut:
1. Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan
yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry,
2005).
2. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang
mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).
3. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya
seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya memberikan
pelayanan yang baik (Vicky, 2010).
4. Peneliti
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan
(Vicky, 2010).
5. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi
pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian layanan dapat terarah
serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).
6. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan
terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).

H. Pengelolaan Pasien ICU


Pendekatan Pasien ICU :
1. Anamnesis
Seringkali pasien sebelum masuk ICU sudah mendapat tindakan pengobatan sebelum
diagnosis definitif ditegakkan.
2. Serah Terima Pasien
Untuk mengetahui riwayat tindakan pengobatan sebelumnya dan sebagai bentuk
aspek legal.
3. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pemeriksaan fisik secara umum, penilaian neurologis, sistem pernafasan,
kardiovaskuler, gastro intestinal, ginjal dan cairan, anggota gerak, haematologi dan
posisi pasien. Walaupun keadaan stabil, pasien tetap harus dilakukan pemeriksaan
fisik :
a. ABC
b. Jalan nafas dan kepala
c. Sistem pernafasan
d. Sistem sirkulasi
e. Sistem gastrointestinal
f. Anggota gerak
g. Monitoring rutin
h. Intubasi dan Pengelolaan Trakhea
i. Cairan : Dehidrasi
j. Perdarahan Gastrointestinal
Stress ulcer dapat merupakan kompensasi dari penyakit akut.
k. Nutrisi
Utamakan pemberian nutrisi enteral :
 Usia Lanjut
 Cadangan fisiologis terbatas
 Peningkatan penyakit penyerta
 Riwayat pemakaian obat
 Riwayat perokok, alkoholisme, obat-obatan.
 Interaksi obat pada usia lanjut
4. Kajian hasil pemeriksaan Meliputi biokimia, hematologi, gas darah, monitoring TTV,
foto thorax, CT scan, efek pengobatan.
5. Identifikasi masalah dan strategi penanggulangannya
6. Informasi kepada keluarga
DAFTAR PUSTAKA

http://www.dokumen.org/pdf/28179
http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/20/konsep-dasar-intensive-care-unit-icu/
Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott
Company.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di
ICU. Jakarta: Depkes

Anda mungkin juga menyukai