BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah kepala bidang pelayanan medis), dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan
dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital
dengan menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang
berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca
bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan anestesi sampai
ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu
ruangan khusus di mana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai
sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi.
Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal dipandang perlunya untuk melanjutkan
pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca
bedah.
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada sekitar
awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-
otot pernapasan. Dokter spesialis anestesiologi dipelopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu
itu, melakukan intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang
dilakukan selama anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan
sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar
dan bahkan menurunkan mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan
cara sebelumnya yakni penggunaan iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%.
1
Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan positif yang
ternyata sangat efektif untuk memberi pernapasan jangka panjang.Sejak saat itulah
ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar luas.
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine.
Ruang lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti
pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya, baik pada
pasien dewasa atau pasien anak.
Rumah Sakit Sari Asih Karawaci sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan
yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan ICU yang
profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan pasien. Pada unit
perawatan intensif (ICU), perawatan untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan
berbagai tenaga profesional yang terdiri dari multi disiplin ilmu yang bekerjasama
dalam tim. Pengembangan tim multidisiplin yang kuat sangat penting dalam
meningkatkan keselamatan pasien. Selain itu dukungan sarana, prasarana serta
peralatan juga diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ICU. Oleh karena itu,
mengingat diperlukannya tenaga-tenaga khusus, terbatasnya sarana dan prasarana,
serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi, keberadaan ICU perlu
dikonsentrasikan.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit - penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa
hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problem dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik
2
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.
Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien langsung, administrasi unit dan
pendidikan
1. Pengelolaan pasien langsung
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh dokter intensivis
dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis,
menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat
pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan yang terkotak - kotak dan
menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta keluarganya.
2. Administrasi unit
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dokter intensivis pada aktivitas manajemen.
3. Pendidikan dan Pelatihan
ICU melakukan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga medis dan non-medis
mengenai hal - hal yang terkait dengan ICU. Pelatihan ICU untuk perawat ICU
terdiri dari :
a. Pelatihan pemantauan (monitoring);
b. Pelatihan ventilasi mekanis;
c. Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam-basa;
d. Pelatihan penatalaksanaan infeksi; dan
e. Pelatihan manejemen ICU.
C. Batasan Operasional
1. Ruang Perawatan Intensif (ICU)
Adalah unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada
pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan secara terpadu dengan
melibatkan berbagai multidisiplin.
2. Pelayanan ICU diindikasikan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit
kritis :
3
a) Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan
penangaan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara
terkoordinasi dan berkelanjutan, serta pemantauan dan penanganan
segera, terapi titrasi dan dukungan alat.
b) Keadaan pasien dalam bahaya dan mengalami dekompensasi fisiologis
sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta
intervensi segera dan dukungan peralatan canggih untuk mencegah
timbulnya penyulit yang merugikan.
3. Pada keadaan permintaan layanan ICU lebih tinggi dari pada kapasitas atau
sarana dan prasarana maka kepala ICU harus menentukan prioritas sesuai
indikasi. Prioritas tersebut adalah:
a) Pasien prioritas 1 (satu)
Kelompok ini dengan kondisi sakit kritis, tidak stabil, memerlukan
bantuan ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus
obat-obat kontinyu, misalnya pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis
berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang
mengancam nyawa.
b) Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan karena sangat berisiko bila tidak
mendapatkan terapi intensive dan pemantauan segera.
c) Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh
dan/atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil.
Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
atau resusitasi jantung paru.
4
d) Pengecualian
Dengan pertimbangan dan persetujuan Kepala instalasi ICU, indikasi
masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan
catatan bahwa pasien- pasien golongan demikian sewaktu waktu
harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas
tersebut dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga).
Pasien yang tergolong demikian antara lain :
Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi
tunjangan hidup yang agresif / “DNR (Do Not Resuscitate)”.
Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien
pasien seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi
organ hanya untuk kepentingan donor organ.
4. Kriteria keluar
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh
kepala ICU dan tim yang merawat pasien.
D. Landasan Hukum
1. Undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2009 nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia nomor 5063).
2. Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2009 nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia nomor 4431).
3. Undang – undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. Undang – undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
5
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit
E. Kebijakan
A. Kebijakan Umum
1. Peralatan di unit harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di unit harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
3. Semua petugas unit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional (SPO) yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak
pasien.
6. Pelayanan unit rawat inap dan intensif care unit (ICU) dilaksanakan dalam 24 jam
dan begitu pula unit penunjang lainnya seperti farmasi, radiologi dan laboratorium
menjalankan pelayanan 24 jam.
7. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
8. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
9. Setiap bulan wajib membuat laporan bulanan
B. Kebijakan Khusus
1. Ruang intensif penerimaan rujukan pasien dari rumah sakit lain sesuai dengan
standar dan fasilitas yang dimiliki dan bila pasien memerlukan perawatan insentif
yang lebih tinggi tingkatannya dapat di rujuk ke rumah sakit lain sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Setiap tindakan kedokteran (medis) yang akan dilakukan harus ada persetujuan
tindakan (informed consent).
3. Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, dokter jaga Intensive
Care Unit (ICU) atau dokter spesialis anestesi dapat melakukan tindakan
6
kedokteran yang diperlukan dan informasi dapat diberikan pada kesempatan
pertama.
4. Apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi atau bantuan
hidup dasar (BHD) diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki kualitas
hidup pasien, dokter dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dalam menghadapi pasien tahap terminal, dokter Intensive Care Unit (ICU) harus
mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan
life – supporting.
6. Tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga medis tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan –
tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis yang
terlatih dalam hal ini Perawat dan ataupun Bidan dengan memperhatikan
kemampuan sesuai dengan tingkatan jenjang karir dan atau kompetensi yang
dimiliki oleh Perawat dan atau Bidan yang ada.
7. Kriteria dokter Intensive Care Unit (ICU) adalah dokter spesialis anastesi yang
diutamakan telah mengikuti pelatihan / pendidikan perawatan ICU serta telah
mendapat sertifikat intensive care medicine (KIC, Konsultan Intensive Care)
melalui program pelatihan dan pendidikan yang diikuti oleh perhimpunan profesi
yang terkait.
8. Mampu melakukan prosedur critical care biasa, antara lain :
a) Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal dan ventilasi
mekanis.
b) Punksi arteri untuk mengambil sampel arteri.
c) Memasang kateter intravascular dan peralatan monitoring, termasuk :
- Kateter arteri
- Kateter vena perifer
- Kateter vena central ( CVP)
- Kateter arteri pulmonalis
d) Resuitasi kardiopulmoner
e) Pipa Thoracostomy
7
9. Fungsi dan kewenangan Kepala instalasi intensif sebagai koordinator pengelolaan
pasien :
a) Fungsi :
Melakukan evaluasi menyeluruh, menngmbil kesimpulan, member instruksi
terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota team.
b) Kewenangan / peran :
- Mampu berperan sebagai pimpinan tim dan memberikan pelayanan di
Intensive Care Unit (ICU) menggabungkan dan titrasi layanan pada pasien
berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi sistem.
- Intervist memberi pelayanan sendiri atau dapat berkolaborasi dengan dokter
pasien sebelumnya. Mampu mengelola pasien dalam kondisi yang biasa
terdapat pada pasien sakit kritis seperti :
Haemodinamik tidak stabil
Gangguan atau gagal nafas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan
ventilasi mekanis.
Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi cranial
Gangguan atau gagal ginjal akut
Gangguan endokrin dan / metabolic akut yang mengancam nyawa
Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat
Gangguan koagulasi
Infeksi serius
Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi
10. Tata cara dan indikasi masuk / keluar Intensive Care Unit (ICU) dari dalam rumah
sakit dan luar rumah sakit :
a) Tata cara pasien masuk / keluar Intensive Care Unit (ICU)
b) Penanggung jawab pasien melakukan register / pendaftaran di bagian
admission.
c) Indikasi pasien masuk Intensive Care Unit (ICU)
d) Pasien saat kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan
ventilasi, infus obat-obat vaso aktif kontinyu dan lain-lainnya
8
e) Indikasi pasien keluar Intensive Care Unit (ICU):
Bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi atau bila terapi
intensif telah gagal atau tidak bermanfaat sehingga prognosis jangka
pendek jelek
11. Setiap pengguanaan peralatan medis diinformasikan kepada penanggung jawab
pasien
12. Seluruh fasililtas pelayanan yang ada di intensif care unit (ICU) baik medis
maupun non medis menjadi tanggung jawab kepala ruangan termasuk
pemeliharaan dan perbaikan berkoordinasi dengan bagian teknisi.
13. Untuk pencegahan infeksi nosokomial, setiap petugas diwajibkan mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
14. Indikasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi berdasarkan permintaan dari
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) atau dokter konsulen lain berkoordinasi
dengan dokter penanggung jawab intensif care unit (ICU).
15. Setiap permintaan laboratorium dan radiologi dituliskan pada formulir yang sudah
ditentukan lalu di input oleh petugas administrasi untuk selanjutnya di informasikan
pada bagian terkait
16. Prosedur konsul antar spesialis / konsulen :
a) Pada dasarnya Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) pasien yang
dirawat di intensif care unit (ICU) adalah dokter spesialis anestesi yang
bertugas di intensif care unit (ICU).
b) Bila ada lebih dari satu Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), maka
DPJP utama adalah dokter spesialis yang terkait dengan diagnosa utama
pada pasien yang bersangkutan.
c) Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) utama berwenang dalam
melaksanakan praktek kedokteran yang di bantu sepenuhnya oleh seluruh
perawat dan staf intensif care unit (ICU) yang bertugas. Kewenangan
tersebut harus dengan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan
saran dari Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) atau dokter spesialis
lain yang terkait dengan parawatan pasien
9
d) Bila ada keberatan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) lain atas
pelayanan medis yang diberikan oleh DPJP utama, maka masukan /
keberatan harus dikomunikasikan langsung ke Dokter Penanggung Jawab
Pasien (DPJP) utama atau di tulis dalam Rekam Medis pasien
e) Bila tidak dicapai kesepakatan antara DPJP utama dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) lain yang menangani pasien sejak
awal perawatan, maka dapat ditetapkan ulang siapa Dokter Penanggung
Jawab Pasien (DPJP) utama pasien tersebut. Hal tersebut harus dicatat
dalam rekam medis
f) Bila terjadi masalah dalam penetapan Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) utama, maka hal tersebut dilaporkan kepada Kepala Bidang
Pelayanan Medis sesegera mungkin
g) Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, setiap hal yang terkait
dengan mutu pelayanan dan kepentingan pasien akan diajukan untuk
dilakukan audit medis oleh Sub Komite Audit Pasien.
10
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi SDM
Untuk mendukung penanganan pasien di intensif care unit (ICU) dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan khusus. Spesifikasi Pendidikan dan Pelatihan yang terkait
dengan layanan dan kompetensi adalah seperti pada table berikut :
11
1. Dokter Anestesi Intensivis
a) Dokter Anestesi Intensivis yang dimaksud adalah Dokter Anestesi yang :
b) Bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC;
Konsultan Intensive Care).
c) Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU
secara efisien.
d) Mendarma baktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU.
e) Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24
jam/hari, 7 hari/seminggu.
f) Mampu melakukan prosedur critical care
g) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler dengan
echokardiografi.
Resusitasi jantung paru.
Pemasangan selang (WSD) / thoracostomy
Melaksanakan dua peran utama :
a. Mampu melakukan pengelolaan pasien sakit kritis
b. Mampu melakukan managemen instalasi
2. Keperawatan
a) Perencanaan tenaga perawat
Perencanaan tenaga keperawatan mengacu pada kapasitas tempat tidur dan
klasifikasi / stratifikasi pelayanan ICU serta kompetensi perawat untuk
mendukung terwujudnya pelayanan keperawatan yang berkualitas, efektif dan
efisien.
b) Kualifikasi perawat ICU adalah sebagai berikut:
Perawat Pelaksana minimal D3 Keperawatan, memiliki sertifikat
pelatihan ICU, dengan pengalaman klinik minimal 2 tahun dilingkup
keperawatan.
Ketua Tim (Penanggung Jawab Shift atau Tim) minimal D3 Keperawatan,
dengan pengalaman kerja di ICU minimal 3 tahun, memiliki sertifikat ICU
12
dan sertifikat pelatihan tambahan.
Perawat kepala ruangan ICU primer dan sekunder: Ners dengan
pengalaman sebagai ketua Tim ICU minimal 3 tahun dan memiliki
sertifikat manajemen kepala ruang.
Perawat kepala ruangan ICU tersier minimal Ners atau S2
keperawatan, memiliki pengalaman sebagai ketua Tim ICU minimal 3
tahun dan memiliki sertifikat manajemen kepala ruang, serta sertifikat
pelatihan ICU.
Adanya kebijakan pimpinan tentang kebutuhan perawat di ICU dengan
dasar perhitungan kebutuhan tenaga dengan memperhatikan kapasitas
tempat tidur, BOR dan tingkat ketergantungan pasien.
Semua perawat yang memberikan pelayanan/asuhan keperawatan di
ICU mempunyai SIP, SIK dan sertifikat pelatihan yang berkaitan dengan
ICU.
13
(AGD)
Mempersiapkan dan asistensi pemasangan drainase toraks
Mempersiapkan dan melakukan pemberian terapi secara titrasi
Melakukan pengelolaan nutrisi pada pasien kritis
Pengelolaan pemberian terapi cairan dan elektrolit intra vena
Melakukan pencegahan dan penanggulangan infeksi nosokomial
Mampu mengkaji dan mendukung mekanisme koping pasien yang
efektif.
b) ICU Sekunder
Kompetensi ICU Primer di tambah :
Pengelolaan pasien dengan ventilasi mekanik,
Pengelolaan pasien dengan drainase toraks,
Mempersiapkan pemasangan monitoring invasif (tekanan vena sentral,
tekanan arteri sistemik dan pulmonal),
Melakukan pengukuran tekanan vena sentral dan arteri,
Melakukan pengelolaan terapi trombolitik,
Melakukan persiapan Renal Replacement Therapy.
c) ICU Tersier
Kompetensi ICU Sekunder ditambah :
Mengetahui persiapan pemasangan Intraaortic Artery Balloon Pum (IABP)
Melakukan persiapan Continous Renal Replacement Therapy (CRRT)
14
6. Penghitungan Jumlah Ketenagaan
Kebutuhan perawat di ICU didasarkan pada kapasitas tempat tidur, BOR dan
tingkat ketergantungan pasien.
Ada kebijakan pimpinan rumah sakit tentang rasio perawat setiap jaga (shift):
a. Rasio perawat dan pasien pelayanan ICU Primer adalah 1 perawat : 2-3
pasien,
b. Rasio perawat dan pasien pelayanan ICU Sekunder adalah 1 perawat : 1- 2
pasien,
c. Rasio perawat dan pasien pelayanan ICU Tersier adalah 1-2 perawat :
1 pasien,
d. Perbandingan perawat dengan pasien berdasarkan pada kompleksitas
masalah pasien.: perbandingan perawat : pasien yang menggunakan
ventilasi mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien yang
tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
B. Distribusi Ketenagaan
Pola pengaturan ketenagaan ruang perawatan ICU yaitu :
a. Untuk Dinas Pagi :
Yang bertugas sejumlah 3 (tiga) orang dengan standar minimal bersertifikat
BLS/BTCLS
Kategori :
1 orang Kepala Perawat ICU
3 orang Perawat Pelaksana
b. Untuk Dinas Sore :
Yang bertugas sejumlah 2 (dua) orang dengan standar minimal bersertifikat
BLS/BTCLS
Kategori :
1 orang Penanggung Jawab Shift (PJT)
2 orang Pelaksana
15
c. Untuk Dinas Malam :
Yang bertugas sejumlah 2 (dua) orang dengan standar minimal bersertifikat
BLS/BTCLS
Kategori :
1 orang Penanggung Jawab Shift (PJT)
2 orang Pelaksana
C. Pengaturan Jaga
1. Pengaturan Jaga Perawat ICU
Pengaturan jadwal dinas perawat ICU dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh kepala ruangan ICU dan disetujui oleh kepala bidang keperawatan
Jadwal dinas dibuat untuk jangka waktu satu bulan dan direalisasikan
ke perawat pelaksana ICU setiap satu bulan.
Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari
tertentu, maka perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas pada buku
permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan tenaga yang ada
(apa bila tenaga cukup dan berimbang serta tidak mengganggu pelayanan, maka
permintaan disetujui).
Setiap tugas jaga / shift harus ada perawat penanggung jawab
shift/Tim ( PJ Shift atau PJT) dengan syarat pendidikan minimal D III Keperawatan
dan masa kerja minimal 2 tahun, serta memiliki sertifikat standar BLS/BTCLS dan
Basic ICU.
Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi, dinas sore, dinas malam, lepas
malam, libur dan cuti.
Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak
dapat jaga sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat yang
bersangkutan harus memberitahu Kepala ruangan ICU : 2 jam sebelum dinas
pagi, 4 jam sebelum dinas sore atau dinas malam. Sebelum memberitahu Kepala
ruangan ICU, diharapkan perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat
pengganti, apabila perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat
pengganti, maka Kepala ruangan ICU akan mencari tenaga perawat pengganti
16
yaitu perawat yang hari itu libur atau perawat ICU yang tinggal di lingkungan
terdekat Rumah Sakit Sari Asih.
Apabila ada tenaga perawat tiba – tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal
yang telah ditetapkan (tidak terencana), maka kepala ruangan ICU akan mencari
perawat pengganti yang hari itu libur atau perawat ICU yang tinggal di lingkungan
terdekat Rumah Sakit Sari Asih.
Apabila perawat pengganti tidak di dapatkan, maka perawat yang
dinas pada shift sebelumnya wajib untuk menggantikan atau melanjutkan jaga
dengan dihitung lembur (SPO pengaturan jadwal dinas perawat ICU terlampir).
17
pengganti tidak didapatkan, maka kepala instalasi ICU wajib untuk mencarikan
dokter jaga pengganti, yaitu digantikan oleh dokter jaga yang pada saat itu
libur atau dirangkap oleh dokter jaga ruangan. Apabila dokter jaga pengganti
tidak di dapatkan maka dokter jaga shift sebelumnya wajib untuk
menggantikan (SPO pengaturan jadwal jaga dokter ICU terlampir).
18
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruangan
Terlampir
B. Standar Fasilitas
1. Sarana dan Prasarana
a. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau
mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan
radiologi.
b. Desain
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan disain yang baik dan
pengaturan ruang yang adekuat.
c. Ketentuan bangunan ICU adalah sebagai berikut :
1) Terisolasi
2) Mempunyai standar tertentu terhadap :
Bahaya api
Ventilasi
AC
Exhaust fan
Pipa air
Komunikasi
Bakteriologis
Kabel monitor
3) Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata. Ruangan ICU dibagi menjadi
beberapa area yang terdiri dari :
(1). Area pasien :
Unit terbuka 12–16 m2/ tempat tidur
19
Unit tertutup 16–20 m2/ tempat tidur
Jarak antara tempat tidur : 2 m
Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur
Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan
Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICU
tersier paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa isap dan
minimal 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur
Pencahayaan cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan
lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur
menjamin kenyamanan pasien dan personil. Desain dari unit juga
memperhatikan privasi pasien
(2). Area kerja meliputi :
Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual
perawat dengan pasien.
Ruang yang cukup untukmemonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).
Ruang yang cukup untuk mesinX-Ray mobiledan dilengkapi dengan
viewer.
Ruang untuk telepon dan sistem komunikasi lain, komputer dan
koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat
ruang yang cukup resepsionis dan petugas administrasi.
(3). Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan
kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22 0
C - 250C
kelembaban 50% –70%.
(4). Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
(5). Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilasi mekanik, pompa infus dan pompa
syringe, peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung
20
infus, troli, penghangat darah, alat isap, linen dan tempat penyimpanan
barang dan alat bersih.
(6). Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan
dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada
kontaminasi.
(7). Ruang perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang
bertugas dan pimpinannya.
(8). Ruang staf dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala
bagian dan staf, dan kepustakaan.
(9). Ruang tunggu keluarga pasien
(10). Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan
terpusat.
21
pembersihan lantai (Hospital plint).
22
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Tata laksana layanan ICU Rumah Sakit Sari Asih Karawaci dibagi menjadi 2
klasifikasi pelayanan yaitu :
1. Close ICU
Pada closed ICU, jika dokter yang merawat pasien sudah memutuskan dan /
mengindikasikan pasien harus mendapat perawatan intensive, maka dokter yang
merawat atau dokter jaga saat itu harus melaporkan kepada Dokter Intensivis
ICU. Dokter ICU akan mengkaji indikasi tersebut melalui telephone. Setelah
menerima jawaban dari dokter intensivis dokter yang merawat pasien / dokter
jaga segera memberitahukan ke Perawat Penanggung Jawab Tim (PJT) di shift
yang bersangkutan untuk pemindahkan pasien. Penanggung Jawab Tim (PJT)
segera menghubungi Kepala Instalasi ICU untuk rencana pemindahan pasien.
Penanggung Jawab Tim (PJT) ICU akan mengkaji diagnosa, dokter yang
merawat, kondisi pasien, informed cosent, tindakan yang sudah dilakukan,
tindakan yang akan dilakukan, alat–alat yang dipasang obat–obatan / infuse
yang diberikan. Informasi tersebut kemudian diteruskan ke perawat yang akan
merawat pasien tersebut dan persiapan ruangan untuk pasien baru. Dalam
waktu < 30 menit pasien sudah boleh di antar ke ICU.
23
2. Open ICU
Pada Layanan Open ICU, dokter yang merawat pasien yang menentukan
dan memutuskan pasien harus dirawat di ICU. Selama perawatan di
ICU akan dikonsultasikan kepada dokter anestesi atau intensivis yang
bertugas untuk airway managemen, berhubungan dengan kedaruratan,
pemasangan alat – alat invasive, pemberian obat – obat anastesi dan lain –
lain,namun koordinator dan segala instruksi diputuskan oleh dokter yang
merawat. Dokter yang merawat akan berkoordinasi dengan berbagai disiplin
lain untuk merawat pasien tersebut.
24
C. Tata laksana Pengisian Informed Consent
1. Petugas Penangung Jawab
Dokter DPJP
Dokter Intensivis ICU
Dokter jaga ICU
2. Perangkat Kerja
Formulir Persetujuan Tindakan
3. Tata Laksana Informed Consent
a) Dokter ICU yang sedang bertugas menjelaskan tujuan dari pengisian informed
consent pada pasien/keluarga pasien disaksikan oleh perawat
b) Pasien menyetujui, informed consent diisi dengan lengkap disaksikan oleh
perawat.
c) Setelah diisi dimasukkan dalam status medik pasien.
25
c) Perawat ICU menghubungi bagian/supir ambulance untuk menyiapkan
kendaraan
d) Perawat ICU menyiapkan alat medis sesuai dengan kondisi pasien.
26
a) Alih Rawat
Perawat ICU menghubungi rumah sakit yang akan dirujuk
Dokter jaga ICU memberikan informasi pada dokter jaga rumah sakit
rujukan mengenai keadaan umum pasien
Bila tempat telah tersedia di rumah sakit rujukan, perawat ICU menghubungi
RS Sari Asih Karawaci / ambulance 118 sesuai kondisi pasien
Pasien yang akan dirujuk ke Rumah Sakit lain didampingi oleh dokter jaga
ICU
b) Pemeriksaan Diagnostik
Pasien / keluarga pasien dijelaskan oleh dokter jaga mengenai tujuan
pemeriksaan diagnostik, bila setuju maka keluarga pasien harus mengisi
informed consent
Perawat ICU menghubungi rumah sakit rujukan
Perawat ICU menghubungi petugas ambulan Rumah Sakit Sari Asih
Karawaci
Pasien ICU yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik ke Rumah sakit
lain akan didampingi oleh dokter jaga ICU
G. Spesimen
a) Pasien / keluarga pasien dijelaskan mengenai tujuan pemeriksaan spesimen
b) Bila keluarga setuju maka harus mengisi inform consent
c) Dokter jaga mengisi formulir pemeriksan, dan diserahkan ke petugas
laboratorium
d) Petugas laboratorium melakukan rujukan ke laboratorium yang dituju saat
pemeriksaan specimen yang dilakukan tidak bisa dilakukan atau tidak bisa
diperiksa di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci.
27
BAB V
LOGISTIK
Secara umum, untuk logistik di ICU Rumah Sakit Sari Asih Karawaci sudah dibuatkan
sesuai dengan kebutuhan yang ada dan bisa terpenuhi dengan cepat. Hal ini tentunya
merupakan sebuah standar dimana pemenuhannya bisa segera dilakukan untuk
membantu mengatasi kebutuhan logistik yang sangat mendesak dan penting bagi
terselenggaranya sebuah pelayanan yang efektif dan efisien di intensif care unit (ICU).
28
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi :
a) Asesmen resiko
b) Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
c) Pelaporan dan analisis insiden
d) Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
e) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
a) Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
b) Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
B. Tujuan
a) Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c) Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit
d) Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
29
d) Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk
melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
e) Mendidik staf tentang keselamatan pasien
f) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien
g) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien
30
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan
atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi (seperti,
amputasi pada kaki yang salah) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan prosedur yang
berlaku.
E. Tata Laksana
1. Memberikan pertolongan pertama sesuai dengan kondisi yang terjadi pada pasien
2. Melaporkan pada dokter jaga ICU
3. Memberikan tindakan sesuai dengan instruksi dokter jaga
4. Mengobservasi keadaan umum pasien
5. Mendokumentasikan kejadian tersebut pada formulir “ Pelaporan Insiden
Keselamatan”
31
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Latar Belakang
HIV / AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman penyebaran HIV menjadi lebih
tinggi karena pengidap HIV tidak menampakkan gejal. Setiap hari ribuan anak berusia
kurang dari 15 tahun dan 14.000 penduduk berusia 15 - 49 tahun terinfeksi HIV. Dari
keseluruhan kasus baru 25% terjadi di Negara - negara berkembang yang belum
mampu menyelenggarakan kegiatan penanggulangan yang memadai.
Angka pengidap HIV di Indonesia terus meningkat, dengan peningkatan kasus yang
sangat bermakna. Ledakan kasus HIV / AIDS terjadi akibat masuknya kasus secara
langsung ke masyarakat melalui penduduk migran, sementara potensi penularan
dimasyarakat cukup tinggi (misalnya melalui perilaku seks bebas tanpa pelingdung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan
umum dengan baik, penggunaan bersama peralatan menembus kulit : tato, tindik, dll).
Penyakit Hepatitis B dan C, yang keduanya potensial untuk menular melalui tindakan
pada pelayanan kesehatan. Sebagai ilustrasi dikemukakan bahwa menurut data PMI
angka kesakitan hepatitis B di Indonesia pada pendonor sebesar 2,08% pada tahun
1998 dan angka kesakitan hepatitis C dimasyarakat menurut perkiraan WHO adalah
2,10%. Kedua penyakit ini sering tidak dapat dikenali secara klinis karena tidak
memberikan gejala.
32
Dengan munculnya penyebaran penyakit tersebut diatas memperkuat keinginan
untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua
pihak dari penyebaran infeksi.
Dengan mematuhi standar prosedur operasional (SPO) yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit maka diharapkan bias meminimalisir atau mampu menjegah terjadinya
pajanan dan atau kejadian lainnya sehingga tenaga kesehatan bias terhindar dari
risiko – risiko yang ada.
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya dapat
melindungi diri sendiri, pasien dan masyarakat dari penyebaran infeksi.
2. Petugas kesehatan didalam menjalankan tugas dan kewajibannya mempunyai
resiko tinggi terinfeksi penyakit menular dilingkungan tempat kerjanya, untuk
menghindarkan paparan tersebut, setiap petugas harus menerapkan prinsip
“Universal Precaution”.
33
5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan kurang tepat.
6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai.
34
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Indikator mutu yang digunakan di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci khusunya untuk ruang
intensif care unit (ICU) mengacu kepada Indikator Mutu Area Klinik (IAK), Indikator Mutu
Area Manajerial (IAM) dan Indikator Mutu Area Sasaran Keselamatan Pasien (IASKP).
Dari acuan tersebut diatas, maka indikator mutu ruang intensif care unit (ICU) adalah
sebagai berikut :
1. Indikator Mutu Area Klinik (IAK)
(1). Assesmen pasien
(2). Pencegahan dan pengendalian, pengawasan serta pelaporan infeksi
(3). Prosedur Operasi
(4). Penggunaan antibiotik dan obat lainnya
35
(3). Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
(4). Menghindari salah sisi, salah pasien dan salah prosedur pembedahan
(5). Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
(6). Pengurangan resiko pasien jatuh
Dalam pelaksanaan indikator mutu menggunakan kurva harian dalam format tersendiri dan
dievaluasi serta dilaporkan setiap bulan kepada direktur rumah sakit, panitia mutu dan
kepala bidang keperawatan.
BAB IX
PENUTUP
Pedoman Pelayanan intensif care unit (ICU) Rumah Sakit Sari Asih Karawaci ini
diharapkan dapat menjadi panduan bagi seluruh Rumah Sakit Sari Asih yang
menyelenggarakan pelayanan intensif care unit (ICU).
Pelayanan intensif care unit (ICU) Rumah Sakit Sari Asih Karawaci dibagi menjadi tiga
klasifikasi pelayanan yang disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit meliputi
sumber daya, sarana, prasarana dan peralatan. Oleh karena itu, setiap rumah sakit
hendaknya dapat menyesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam pedoman ini dan
dapat mengembangkannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang kondusif bagi setiap
Rumah Sakit yang tergabung dalam Sari Asih Group.
Pedoman Pelayanan ICU Rumah Sakit Sari Asih Karawaci, selanjutnya perlu dijabarkan
dalam standar prosedur oprasional (SPO) di setiap proses pelayanannya sehingga
tercapai kelancaran dalam proses pelaksanaan di ruang intensif care unit (ICU) Rumah
Sakit Sari Asih Karawaci.
36
Lampiran 1.1 : Assesmen Pasien
37
Kepala Ruang Perawatan
Penanggung Jawab
38
1. Asesmen awal adalah proses mengumpulkan data yang dibutuhkan yang diperoleh
Definisi Operasional
dari pasien dalam menghasilkan keputusan tentang perencanaan
pengobatan/tindakan selanjutnya dalam perawatan.
2. Asesmen awal medis yang lengkap di ruang perawatan adalah rekam medik yang
telah diisi lengkap oleh dokter dalam waktu < 24 jam sejak pasien rawat inap, yang
meliputi anamnesis keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat pekerjaan, status sosial,
status ekonomi, pemeriksaan umum, pemeriksaan penunjang, diagnosa kerja,
diagnosa banding, pengobatan dan rencana pelayanan.
3. Asesmen awal keperawatan yang lengkap di ruang perawatan adalah rekam medik
yang telah diisi lengkap oleh perawat dalam waktu < 24 jam sejak pasien rawat inap,
yang meliputi identitas pasien, pengkajian fisik. riwayat kesehatan, review per sistem
(kenyamanan, aktifitas, proteksi, nutrisi, eliminasi, seksual/ reproduksi), kebutuhan
komunikasi dan pendidikan kesehatan, respon emosi, respon kognitif, sistem sosial,
daftar masalah keperawatan.
4. Asesmen awal gizi yang lengkap di ruang perawatan adalah rekam medik yang telah
diisi lengkap oleh ahli gizi dalam waktu < 24 jam sejak pasien rawat inap, yang
meliputi Skrining gizi, pemantauan gizi dan perencanaan gizi.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
39
Lampiran 1.2 : Pencegahan dan pengendalian, pengawasan serta pelaporan infeksi
40
Jumlah kejadian infeksi karena jarum infus yang dipantau dengan adanya tanda radang
Definisi Operasional
(minimal ditandai dengan rasa panas, pengerasan, dan kemerahan) pada luka bekas
tusukan yang timbul setelah 3 x 24 jam pemasangan infus dibandingkan dengan jumlah
pasien dipasang infus dalam 1 TW di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Jumlah infeksi karena jarum infus dalam 1 TW
Numerator
41
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Jumlah kejadian luka dekubitus dalam 1 TW
Numerator
42
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Jumlah infeksi akibat pemasangan dower kateter
Numerator
43
Jumlah pembatalan atau penundaan > 2 jam operasi elektif akibat persiapan operasi yang
Definisi Operasional
tidak optimal (tidak terdeteksi penyakit, kesiapan alat dan tim operasi) dibandingkan
dengan jumlah operasi elektif dalam 1 Tri Wulan
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Tujuan Mengetahui jumlah kejadian luka operasi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci
44
Jumlah infeksi daerah operasi pada semua kategori luka operasi sayatan bersih, yang
Definisi Operasional
timbul dalam waktu lebih dari 2x24 jam yang ditandai dengan adanya radang dan
keluarnya nanah (pus) dibandingkan dengan jumlah operasi sayatan bersih dalam 1
triwulan.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah infeksi daerah operasi pada semua kategori luka operasi sayatan bersih
Standar <1%
45
Untuk mengetahui jumlah tindakan operasi sectio caesaria di Rumah Sakit Sari Asih
Tujuan
Karawaci
Jumlah tindakan sectio caesaria baik elektif maupun cito pada ibu melahirkan, bayi dalam
Definisi Operasional
keadaan hidup atau bayi meninggal ( IUFD ) dibandingkan dengan jumlah persalinan
dalam 1 triwulan
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
46
Dimensi Kesinambungan pelayanan
Tujuan Ketertiban penggunaan antibiotika di formularium Rumah Sakit Sari Asih Karawaci
Kesesuaian pemberian antibiotika dengan formularium Rumah Sakit Sari Asih Karawaci
Definisi Operasional
adalah kepatuhan dokter terhadap penggunaan antibiotika sesuai dengan formularium
yang berlaku.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Jumlah item antibiotika yang dibeli keluar atau ditolak resepnya karena tidak mau
Numerator
diganti dengan padanan yang ada di formularium Rumah Sakit Sari Asih Karawaci.
Denominator -
Standar 1 kali antibiotika yang dibelikan ke luar atau ditolak resepnya jika ada padanannya.
47
Persentase ketidak hadiran karyawan tanpa izin atau tidak ada keterangan terhadap
Dimensi
jumlah karyawan dikali 100%
- Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan dari karyawan
Tujuan
- Untuk mengevaluasi kinerja karyawan
Jumlah ketidakhadiran ( absen ) karyawan tanpa izin atasan atau tidak ada keterangan
Definisi Operasional
tertulis, dibandingkan dengan jumlah karyawan setiap bulan.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
48
Judul Kejadian kecelakaan tertusuk jarum ( Neddle Stick Injury / NSI )
Dimensi Keselamatan
Denominator -
Standar 0 Kasus
49
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
Tanggal Terbit :
MANAJERIAL
25 Februari 2015
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Judul Survei kepatuhan cuci tangan karyawan Rumah Sakit Sari Asih Karawaci
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Jumlah karyawan yang melaksanakan 5 momen kebersihan cuci tangan dan mampu
Numerator
melaksanakan 6 langkah cuci tangan
Denominator Jumlah karyawan yang disurvei
Standar 100%
50
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
AREA SASARAN
Tanggal Terbit :
KESELAMATAN
25 Februari 2015
PASIEN
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Evaluasi pelaksanaan tenaga kesehatan Rumah Sakit Sari Asih Karawaci tentang
Judul
identifikasi pasien dengan menggunakan minimal 2 (dua) parameter.
Dimensi Seluruh tenaga kesehatan Rumah Sakit
a. Mampu melaksanakan cara mengindentifikasi pasien dengan tepat dan benar
Tujuan
b. Tidak terjadi kesalahan dalam identifikasi pasien
Evaluasi pelaksanaan tenaga kesehatan Rumah Sakit Sari Asih Karawaci tentang
Definisi Operasional
identifikasi pasien dengan menggunakan minimal 2 ( dua ) dari 3 ( tiga ) parameter yaitu
nama, tanggal lahir dan nomor RM, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam identifikasi
pasien.
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Standar 100%
51
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
AREA SASARAN
Tanggal Terbit :
KESELAMATAN
25 Februari 2015
PASIEN
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Judul Evaluasi tenaga kesehatan yang menjalankan komunikasi efektif
Standar 100%
52
Nomor :
No. Revisi : 00 Halaman : 1/1
011/IAK/RSSAK/II/2015
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
Tanggal Terbit :
AREA KLINIK
25 Februari 2015
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Judul Penulisan resep obat yang mengakibatkan Kejadian Nyaris Cedera ( KNC )
Definisi Operasional Penulisan resep obat yang lengkap, benar dan dapat dibaca
Frekuensi 1 bulan
Pengumpulan Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah resep obat yang lengkap, benar dan dapat dibaca
Standar 100% / tidak terjadi Kejadian Nyaris Cedera ( KNC ) dari penulisan resep obat
Lampiran 3.4 : Menghindari salah sisi, salah pasien dan salah prosedur pembedahan
53
Nomor :
No. Revisi : 00 Halaman : 1/1
003/IASKP/RSSAK/II/2015
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
AREA SASARAN
Tanggal Terbit :
KESELAMATAN
25 Februari 2015
PASIEN
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Judul Checklist keselamatan pasien di kamar operasi
Standar 100%
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Nomor :
No. Revisi : 00 Halaman : 1/1
00x/IASKP/RSSAK/II/2015
54
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
AREA SASARAN
Tanggal Terbit :
KESELAMATAN
25 Februari 2015
PASIEN
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Judul
Dimensi
Tujuan
Definisi Operasional
Frekuensi
Pengumpulan Data
Periode Analisa
Numerator
Denominator
Sumber Data
Standar
Penanggung Jawab
55
Ditetapkan :
INDIKATOR MUTU
AREA SASARAN
Tanggal Terbit :
KESELAMATAN
25 Februari 2015
PASIEN
Dr. H. Mahruzzaman Naim, SpA
Direktur
Judul Evaluasi SDM tentang penerapan asesmen resiko jatuh pada pasien rawat inap
Numerator Jumlah SDM yang paham dan menerapkan assesmen pasien resiko jatuh
Standar 100 %
56