BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam
nyawa dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf
medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalamipembedahan terbanyak timbul pada saat pasca bedah.
Pada sekitar tahun1860,Florence Nightingale mengusulkan anastesi sampai ke pasca bedah,
dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus dimana pasien-
pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya,
serta bebes dari pengaruh sisa obat anastesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal
dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja,
namun juga pada masa pasca bedah.
Evulusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomyelitis di Scandinavia pada sekitar
awal tahun 1950, dijumpai banyak kematian yang disebabkan oleh kelumpuhan otot-otot
pernapasan. Dokter spesialis anastesiologi diplopori oleh Bjorn Ibsen pada waktu itu,
melakukan intubasi dan memberikan bantuan napas secara manual mirip yang dilakukan
selama anastesi. Dengan bantuan para mahasiswa kedokteran dan seklompok sukarelawan
mereka mempertahankan nyawa pasien poliomyelitis bulbar dan bahkan menurunkan
mortalitas menjadi sebanyak 40%, dibandingkan dengan cara sebelumnya yakin penggunaan
iron lang yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun 1852 Engstrom membuat ventilasi
mekanik bertekanan positif yang ternyata sangat efektif untuk memberikan pernapasan jangka
panjang. Sejak saat itulah ICU dengan perawatan pernapasan mulai terbentuk dan tersebar
luas
1
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi
mekanis saja, namun telah menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang
lingkup pelayanannya meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainnya, baik pada pasien dewasa atau
pasien anak. Rumah Sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai
fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan ICU yang profesional dan berkualitas
dengan mengedepankan keselamatan pasien. Pada unit perawatan intensif (ICU), perawatan
untuk pasien dilaksanakan dengan melibatkan berbagai tenaga profesional yang terdiri dari
multidisiplin ilmu yang bekerja sama dalam tim. Pengembangan tim multidisiplin yang kuat
sangat penting dalam meningkatkan keselamatan pasien. Selain itu dukungan sarana,
prasarana serta peralatan juga diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ICU. Oleh
karena itu, mengingat diperlukannya tenaga-tenaga khusus, terbatasnya sarana dan prasarana,
serta mahalnya peralatan, maka demi efisiensi, keberadaan ICU perlu dikonsentrasikan.
Perkembangannya, Rumah Sakit Umum Bangli telah berpindah dari gedung
lama di Utara ke gedung baru di Selatan eks lahan Guna Manta di Jalan Brigjen
Ngurah Rai Nomor 99X Bangli. Dengan adanya perubahan regulasi dalam bidang
kesehatan, Rumah Sakit Umum Bangli telah ditetapkan sebagai Badan layanan
Umum Daerah berdasarkan Peraturan Bupati Bangli Nomor 38 Tahun 2011.
Seiring dengan pembenahan tersebut, Rumah sakit Umum Bangli telah
meningkatkan klasifikasi Rumah Sakit yakni kelas B berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indoensia Nomor HK. 02.03/1/0838/2014 tanggal 6
Mei 2014 dengan peningkatan jenis pelayanan kesehatan dengan kapasitas tempat
tidur sebanyak 138 dengan jenis pelayanan rawat inap Ruang mahotama, Ruang
Utama, ICU, Kelas I, kelas II dan kelas III di atas lahan seluas ± 2 Ha.
B. TUJUAN
1. Memberikan acuan pelaksanaan pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Bangli.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien ICU
3. Menjadi acuan pengembangan pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Bangli.
2
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik problema dasar
3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang
ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik; dan
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat
tergantung pada alat/mesin dan orang lain.
Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan dan
penelitian. Kebutuhan dari masing-masing bidang akan bergantung dari tingkat
pelayanan tiap unit.
1. Pengelolaan pasien langsung
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh dokter intensives
dengan melaksanakan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis,
menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut
merawat pasien. Cara kerja demikian mencegah pengelolaan yang terkotak-
kotak dan menghasilkan pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta
keluarganya.
2. Administrasi unit
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan yang menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dokter intensivis pada aktivitas manajemen.
3. Pendidikan, Pelatihan dan Penelitian
ICU melakukan pendidikan dan pelatihan kepada tenaga medis dan non-medis
mengenai hal-hal yang terkait dengan ICU.
Pelatihan ICU untuk kepala ICU terdiri dari:
a. Pelatihan pemantauan (monitoring);
b. Pelatihan ventilasi mekanis;
c. Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam-basa;
d. Pelatihan penatalaksanaan infeksi; dan
e. Pelatihan manejemen ICU.
f. ICU juga merupakan tempat penelitian.
D. SASARAN
1. Instalasi rawat intensif/ICU
2. Tenaga medis.
3
3. Tenaga kesehatan lainnya.
I. PELAYANAN ICU DI RUMAH SAKIT
A. VISI RUANG ICU
Menjadikan ruang ICU sebagai kebanggan RSU Bangli dan Masyarakat
B. MISI RUANG ICU SESUAI MISI RUMAH SAKIT
1. Memberi pelayana kesehatan yang bermutu dan profesional serta selalu
berusaha meningkatkan mutu pelayanan secara berkesinambungan
2. Terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia (SDM) baik kualitas
maupun kuantitas dan selalu berkomitmen meningkatkan kualitas sumber
daya manusia (SDM) dengan pendididkan dan latihan berkelanjutan
3. Terpenuhinya kebutuhan sarana dan prasarana yang berkualitas dalam
rangka menunjang pelayanan kesehatan
4. Meningkatkan efektifitas dan efisien tanpa mengurangi standar dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat
5. Mewujudkan rasa persaudaraan, rasa memiliki dan menumbuhkan budaya
organisasi yang kuat, berkomitmen tinggi dan bertanggungjawab
C. FALSAFAH
1. Etika kedokteran
Berdasarkan falsafah dasar “saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan
pasien, tidak merugikan pasien dan berorientasi untuk dapat secara optimal,
memperbaiki kondisi kesehatan pasien”.
2. Indikasi yang benar
Pasien yang dirawat di ICU adalah:
a. Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive
care.
b. Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan dan metode terapi titrasi.
c. Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
3. Kerja sama multidisipliner dalam masalah medik kompleks
Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga
kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan
4
kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di dalam
tim yang dipimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai ketua tim.
4. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien
Kebutuhan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan
hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing
(fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan
fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif.
5. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim
Dengan mengingat keadaan pasien seperti yang tersebut pada butir 2 dan 4 di
atas, maka sistem kerja tim multidisplin adalah sebagai berikut:
a. Sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi
pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi.
b. Kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan,
member instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya.
c. Kepala ICU berkonsultasi pada konsultan lain dengan
mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim.
6. Asas prioritas
Setiap dokter dapat memasukkan pasien ke ICU sesuai dengan indikasi masuk
ke ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka
berlaku asas prioritas dan indikasi masuk.
7. Sistim manajemen peningkatan mutu terpadu
Demi tercapainya koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ICU,
diperlukan tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin
ilmu, dengan tugas utamanya memberi masukan dan bekerja sama dengan staf
struktural ICU untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan ICU.
8. Kemitraan profesi
Kegiatan pelayanan pasien di ICU di samping multi disiplin juga antar profesi,
yaitu profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar dicapai hasil
optimal maka perlu peningkatan mutu SDM secara berkelanjutan, menyeluruh
dan mencakup semua profesi.
9. Efektivitas, keselamatan dan ekonomis
5
Unit pelayanan ICU mempunyai ciri biaya tinggi, teknologi tinggi, multi
disiplin dan multi profesi berdasarkan asas efektivitas, keselamatan dan
ekonomis.
10. Kontinuitas pelayanan
Untuk efektivitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan ICU, maka perlu
dikembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit = HCU). Fungsi
utama HCU adalah menjadi unit perawatan-antara dari bangsal rawat dan ICU.
Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang diperlukan
adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.
6
Memiliki perawat yang bersertifikat terlatih perawatan/terapi intensif
Mampu memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu melakukan pemantauan invasive dan usaha bantuan hidup
Mampu melayanai pemeriksaan laboratorium, roentgen, kemudahan
diagnostik dan fisioterapi selama 24 jam
Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi
7
5. Kemampuan Minimal ICU
Resusitasi jantung paru
Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator
Terapi oksigen
Pemantauan EKG terus menerus
Pemasangan alat pacu jantung dalam keadaan gawat
Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh
Pemakaian pompa infus atau semprit untuk terapi secara titrasi
Kemampuan melakukan teknik khusus sesuai dengan keadaan pasien
Memberikan bantuan fungsi vital dengan alat-alat portabel selama
transportasi pasien gawat
E. Landasan Hukum
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien
yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau
potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia, diperlukanIntensive Care Unit (ICU)
yang perlu didukung kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk
menunjang fungsifungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf medik; Dalam
rangka menyelenggarakan pelayanan Intensive Care Unit (ICU) efektif dan efisien serta
pelayanan yang berkualitas dan mengedepankan keselamatan pasien di rumah sakit perlu
disusun suatu pedoman berdasarkan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1778/MENKES/SK/XII/2010 TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DI
RUMAH SAKIT
8
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus mempunyai pengetahuan yang
memadai, mempunyai keterampilan yang sesuai dan mempunyai komitmen tehadap waktu.
Uraian kualifikasi ketenagaan berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU seperti terlihat pada
tabel 1 di bawah ini.
9
Seorang dokter intensivis adalah seorang dokter yang memenuhi standar kompetensi
sebagai berikut:
a. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC,
Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui
oleh perhimpunan profesi yang terkait.
b. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara
efisien.
c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU.
d. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari,
7 hari/seminggu.
e. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
1) Sampel darah arteri.
2) Memasang Mempertahankan jalan napas termasuk intubasi tracheal,
tracheostomy perkutan, dan ventilasi mekanis.
3) Mengambil kateter intravaskuler untuk monitoring invasif maupun terapi
invasif (misalnya; Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT)) dan
peralatan monitoring, termasuk:
a) Kateter arteri.
b) Kateter vena perifer.
c) Kateter vena sentral (CVP).
d) Kateter arteri pulmonalis.
4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer.
5) Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler dengan
echokardiografi .
6) Resusitasi jantung paru.
7) Pipa thoracostomy.
f. Melaksanakan dua peran utama:
1) Pengelolaan pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayan di
ICU, menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien
berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem.
Dalam mengelola pasien, dokter intensivis dapat mengelola sendiri atau
berkolaborasi dengan dokter lain.
10
Seorang dokter intensivis mampu mengelola pasien sakit kritis dalam
kondisi seperti :
a) Hemodinamik tidak stabil.
b) Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan
tunjangan ventilasi mekanis.
c) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi
intrakranial.
d) Gangguan atau gagal ginjal akut.
e) Gangguan endokrin dan/atau metabolik akut yang mengancam
nyawa.
f) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat.
g) Gangguan koagulasi.
h) Infeksi serius yang mengancam nyawa.
i) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi.
2) Manajemen Unit
Dokter intensivis berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen
unit yang diperlukan untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang
efisien, tepat waktu dan konsisiten. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi
antara lain :
a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit.
c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang
berkelanjutan termasuk supervisi koleksi data
d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin
kelancaran pelayanan di ICU Untuk keperluan ini, dokter intensivis
secara fisik harus berada di ICU atau rumah sakit dan bebas dari
tugas-tugas lainnya.
g. Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan tentang critical care medicine:
1) Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literature
kedokteran.
2) Berpartisipasi dalam program-program pendidikan kedokteran
berkelanjutan.
3) Menguasai standar-standar untuk unit critical care dan standard of care di
critical care.
11
h. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
interdisipliner. ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar
terlatih. (diganti) menjadi : Jumlah perawat pada ICU ditentukan berdasarkan
jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik. Perbandingan perawat :
pasien yang menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan
perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
A. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam unit perawatan intensif bertujuan untuk menciptakan kelancaran
pemberian pelayanan keperawatan, pelayanan medik dan pelayanan kesehatan lain.
Struktur organisasi tergantung luasnya unit pelayanan dan kompleksitas kegiatan yang
dikelola serta model asuhan keperawatan yang diberikan. Untuk mewujudkan
terlaksananya tujuan tersebut, diperlukan pengelola keperawatan di unit pelayanan
keperawtan intensif seperti tabel dibawah ini.
Pengelola Keperawatan di Unit Pelayanan Keperawtan Intensif
Jenis Pelayanan ICU
No
Ketenagaan Sekunder
A. Persyaratan : D3 Kep. Pengalaman ≥ 5 thn di ICU atau S1 Kep.
1 Kepala Perawatan Pengalaman minimal 3 tahun di ICU
Sertifikat ACLS
Sertifikat ICU (BLS/BTLS)
Sertifikat manajemen ruang perawatan
2 Pembimbing Minimal S1 Keperawatan
Klinik Pengalaman minimal 5 tahun di ICU
Sertifikat BLS/BTLS
Sertifikat ACLS
Sertifikat ICU
Sertifikat CI
3 Pelaksana Minimal lulus D3 Kep.
Perawat Pengalaman di ruang rawat inap 3 thn
Sertifikat BLS/BTLS
Sertifikat ACLS
12
Sertifikat ICU
B Rasio perawat : 1:1 atau 1:2
Pasien
Keterangan: *) Direkomendasikan
Keberhasilan pelayanan dan asuhan keperawatan didukung oleh sistem pengelolaan yang
diterapkan dalam unit perawatan intensif. Pengelolaan pelayanan keperawatan intensif
meliputi pengelolaan fasilitas dan peralatan, staf yang diperlukan, asuhan keperawatan
dan model praktek keperawatan (metoda tim/perawat primer/manajemen kasus) yang
digunakan.
B. Ketenagaan
Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dari klasifikasi pelayanan
perawatan intensif (primer, sekunder, tersier). Pelayanan perawatan intensif tersier harus
mempunyai staf perawat kritikal yang berpengalaman dan berkualifikasi dalam perawatan
pasien kritis. Staf perawat intensif adalah staf perawat professional yang diberikan
kewenangan sebagai seorang perawat yang mampu memberikan asuhan keperawatan
yang kompeten pada pasien dalam kondisi kritis melalui integrasi kemampuan ilmiah dan
ketrampilan khusus serta diikuti oleh nilai-nilai kemanusiaan.
Perawat Intensif dalam memberikan pelayanan mengacu pada standar keperawatan
kritikal, komitmen pada kode etik keperawatan dapat berfungsi sebagai perwalian pasien
secara tepat serta menunjukkan akuntabilitas terhadap tindakannya. Perawat kritikal
menggunakan intervensi independen, dependen dan interdependen dalam mengelola
pasien.
Staf yang bekerja di unit perawatan intensif perlu dikelola dengan baik dan benar
sehingga masing-masing mempunyai peran, tanggung jawab serta tugas yang jelas. Staf
di pelayanan perawatan intensif dimasukkan dalam 4 kelompok meliputi: a. kelompok
dokter; b. perawat; c. tenaga penunjang terdiri dari elektro medik, laboratorium,
fisioterapis, farmasis, ahli gizi, radiografer dan pekerja sosial; d. tenaga administrasi.
Kolaborasi dokter-perawat di ICU, harus terjalin sebagai mitra yang
interdependensinya tinggi (doctor-nurse team concept). Perubahan yang terjadi pada
kondisi pasien langsung di diskudikan bersama tim, sehingga keputusan medik maupun
keperawatan dapat ditetapkan secara tepat. Selain itu komunikasi antara manajemen
klinik dengan berbagai disiplin dilakukan melalui pertemuan secara regular.
13
Adapun karakteristik perawat, penetapan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan
serta kompetensi perawat ICU adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Perawat ICU
Karakteristik perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:
a. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten.
b. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya.
c. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh
nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan.
e. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif.
f. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi.
g. Menginterpretasikan analisa situasi yang komplek.
h. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga.
i. Berfikir kritis.
j. Mampu menghadapi tantangan (Challenging).
k. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian.
l. Berfikir ke depan (Visionary).
m. Inovatif.
2. Penetapan Jumlah Tenaga
Penetapan jumlah dan kualifikasi tenaga keperawatan di unit perawatan intensif
direkomendasikan formulasi ketenagaan sebagai breikut:
𝐴𝑋𝐵𝑋𝐶𝑋𝐷𝑋𝐸
𝐹𝑋𝐺
Keterangan :
A = Jumlah shift perhari
B = Jumlah tempat tidur di unit
C = Jumlah hari di unit yang dipakai dalam satu minggu
D = Jumlah pasien yang menginap
E = Tenaga tambahan untuk libur, sakit (dalam %) biasanya 20-25%
F = Jumlah pasien yang dibantu oleh seorang perawat (rasio pasien : perawat)
G = Jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam satu minggu.
Rasio perawat pasien tergantung kompleksitas kondisi pasien (1:1, 1:2, 1:3 atau 2:1)
(Sumber: Management of Intensive Care, Guidelines for Better Use of Resources,
14
2000)Kompetensi Perawat Intensif
Perhitungan jumlah tenaga di RSU bangli sesuai kapasitas 6 (enam) tempat tidur
Dengan rasio 1: 2 tenaga tambahan 25%
3 𝑋 6 𝑋 7𝑋 6 𝑋 25%
=
2𝑋6
= 15,75 jadi jumlah tenaga yang di perlukan 16 orang dan 1 orang
tenaga administrasi
3 𝑋 6 𝑋 7𝑋 6 𝑋 25%
=
1𝑋6
= 31,5 jadi jumlah tenaga yang di perlukan 31 orang dan 1 orang tenaga
administrasi
Untuk dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kompleksitas pasien di ICU maka
dibutuhkan perawat yang memiliki kompetensi klinis ICU.
Kompetensi minimal/dasar dan khusus/lanjut dapat dilihat pada tabel berikut :
Kompetensi Dasar Minimal Kompetensi Khusus/Lanjut
1. Memahami konsep keperawatan 1. Seluruh kompetensi dasar no. 1 s/d
intensif. 23.
2. Memahami issue etik dan hukum pada 2. Mengelola pasien yang menggunakan
perawatan intensif. ventilasi mekanik.
3. Mempergunakan ketrampilan 3. Mempersiapkan pemasangan kateter
komunikasi yang efektif untuk arteri.
mencapai asuhan yang optimal. 4. Mempersiapkan pemasangan kateter
4. Melakukan pengkajian dan vena sentral.
menganalisa data yang didapat 5. Mempersiapkan pemasangan kateter
khususnya mengenai: henti napas dan arteri pulmonal.
jantung, status pernafasan, gangguan 6. Melakukan pengukuran curah
irama jantung, status hemodinamik jantung.
pasien dan status kesadaran pasien. 7. Melakukan pengukuran tekanan vena
5. Mempertahankan bersihan jalan nafas sentral.
pada pasien yang terpasang Endo 8. Melakukan persiapan pemasangan
15
Tracheal Tube (ETT). Intra Aortic Baloon Pump (IABP).
6. Mempertahankan potensi jalan nafas 9. Melakukan pengelolaan asuhan
dengan menggunakan ETT. keperawatan pasien yang terpasang
7. Melakukan fisioterapi dada. IABP.
8. Memberikan terapi inhalasi. 10. Melakukan persiapan pemasangan
9. Mengukur saturasi oksigen dengan alat hemodialisis, hemofiltrasi
menggunakan pulse oximetri. (Continous Arterial Venous
10. Memberikan terapi oksigen dengan Hemofiltration (CAVH) / Continous
berbagai metode. Venous Venous Hemofiltration
11. Melakukan monitoring hemodinamik (CVVH).
non invasif. 11. Melakukan pengukuran yekanan intra
12. Memberikan BLS (basic life support) kranial.
dan ALS (advanced life support). 12. Melakukan pengelolaan pasien yang
13. Melakukan perekaman Elektro terpasang kateter invasif (Arteri line,
Kardiogram (EKG). cup line, kateter Swan Ganz).
14. Melakukan interpretasi hasil rekaman 13. Melakukan pengelolaan pasien yang
EKG: menggunakan terapi trombolitik.
15. Melakukan pengambilan contoh darah 14. Melakukan pengukuran PETCO2
untuk pemeriksaan analisa gas darah (Konsentrsai CO2 pada akhir
(AGD). ekspirasi).
16. Melakukan interpretasi hasil
pemeriksaan AGD.
17. Melakukan pengambilan contoh darah
untuk pemeriksaan elektrolit.
18. Mengetahui koreksi terhadap hasil
analisa gas darah yang tidak normal.
19. Melakukan interpretasi hasil foto
thorax.
20. Melakukan persiapan pemasangan
Water Seal Drainage (WSD).
21. Mempersiapkan pemberian terapi
melalui syringe pump dan infus pump.
22. Melakukan pengelolaan pasien dengan
16
nutrisi parentral.
23. Melakukan pengelolaan pasien dengan
terapi cairan intra vena.
24. Melakukan pengelolaan pasien dengan
Sindroma Koroner Akut.
25. Melakukan penanggulangan infeksi
nosokomial di ICU.
Kompetensi tersebut diatas dapat diaplikasikan tergantung pada masalah pasien yang
dihadapi.
C. STRUKTUR ORGANISASI
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan ICU di
rumah sakit perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan tugas dan wewenang
yang jelas dan terinci baik secara administratif maupun secara teknis disesuaikan
dengan jenis dan kelas rumah sakit, sarana, presarana dan peralatan serta ketenagaan.
Direktur Utama
17
D. URAIAN TUGAS
Uraian tugas masing masing personil tim adalah sebagai berikut :
1. Kepala ICU
Tugas Pokok
a. Menyelengarakan upaya pelayanan ICU sesuai dengan kemampuan ketenagaan
yang ada.
b. Menyelenggarakan dan melaksanakan kerja sama lintas program dan lintas
sektoral dengan berbagai disiplin dan sektor yang terkait.
Urain tugas
2. Koordinator Pelayanan
Tugas Pokok
a. Menyediakan kelengkapan fasilitas, sarana dan prasarana sesuai dengan
kegiatan yang ada, pengaturan sumber daya manusia yang dibutuhkan
sehingga kegiatan pelayanan ICU berjalan lancar.
b. Menyelenggarakan upayapelayanan ICU serta melaksanankan rujukan ke dan
dari SMF lain bila perlu.
18
Uraian Tugas
4. Perawat
Tugas Pokok : Mengelola pelayanan dan asuhan keperawatan secara komprehensif
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, tindakan keperawatan
serta evaluasi pada pasien ICU.
a. Bertindak sebagai anggota tim ICU di semua jenis pelayanan
19
b. Melaksanakan semua program perawatan, sesuai rencana keperawatan yang
disepakati oleh tim.
c. Melaksanakan re-evaluasi pasien dengan mengusulkan program keperawatan
selanjutnya bagi pasien.
d. Bertanggung jawab atas pelaksanaan program perawatan ICU kepada
koordinator pelayanan ICU.
e. Melaksanakan pelatihan bagi tenaga perawat dilingkungan pelayanan ICU.
Dalam rangka memberikan pelayanan klinis yang berkualitas dan meningkatkan standar mutu
profesional ICU, Rumah Sakit dituntut untuk terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan potensi sumber daya manusia yang dimilikinya.
Pengembangan sumber daya manusia meliputi pemenuhan kebutuhan jenis dan jumalah
tenga sesuai dengan beban kerja dan tingkat kemampuan pelayanan ICU, dan peningkatan
20
pengetahuan serta ketrampilan atau pengembangan profesi berkelanjutan (Continuing
Profefessional Development )
Untuk menunjang program tersebut maka rumah sakit menyediakan suatu kebijakan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan karyawannya melalui
program pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pel;atihan bagi semua petugas di ICU
mengacu pada program diklat rumah sakit. Evaluasi akan kembali dilakukan setelah setelah
bekerja 3 bulan dan selanjutny melalui evaluasi tahunan.
21
Melakukan evaluasi apakah pasien sudah dapat keluar dari Ruang Perawatan
Intensif.
Program pelatihan harus diselenggarakan bagi semua staf agar dapat meningkatkan
dan menambah pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam menerapkan
prosedur serta pengetahuan teknologi baru.
G. Pengembangan Staf
Pengembangan satf di unit perawatan intensif merupakan faktor pendukung yang sangat
penting bagi peningkatan kinerja individu. Kemajuan teknologi kesehatan yang berkembang
sangat cepat dan perubahan praktek medis dan praktek keperawatan, perlu diadakannya
pengembangan profesional dilingkungan pelayanan kesehatan intensif, karena jika tidak
didukung dengan sistem pengembangan SDM yang baik dapat menimbulkan stres, turn-over
perawat yang tinggi, dan rendahnya kinerja secara langsung dapat menurunkan mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan.
22
Pendidikan lanjut sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan spesialistik serta
analisis dalam proses pengambilan keputusan klinik secara cepat dan tepat. Selain itu
upaya ini dapat memperluas wawasan dan meningkatkan jenjang karir perawat.
Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaaan dan pengawasan terhadap Rumah
Sakit dengan melibatkan organisasi profesi dan masyarakat yang dilakukan secara berjenjang
melalui standarisasi, sertifikasi, lisemsi, akreditasi, dan penegakkan hukum.
1. Pengawasan teknis medis : upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan
medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medis nya yang
dilaksanakan oleh profesi medis melalui Komite Medik Rumah Sakit.
2. Pengawasan teknis perumah sakitan : pengukuran kinerja berkala yang meliputi
kinerja pelayanan dan kinerja keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksa
Internal.
3. Penilaian pegawai dilakukan rutin dan teratur tiap tahun, disertai adanya rekomendasi
dan tindak lanjut yang menentukan jadwal/waktu untuk penilaian masing-masing
pegawai adalah dari bidang terkait. format penilaian pegawai dari kepegawaian, yang
melakukan penilaian adalah kepala pelayanan keperawatan ICU dengan mengetahui
Ka. Bid/Sie. Keperawatan. Dokumen hasil penilaian disimpat terpusat di kepegawaian.
Untuk pegawai (perawat) baru dan yang masih orientasi selain penilaian rutintahunan
juga dilakukan penilaian 3 bulanan
23
Apabila ditemukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sehingga
menyebabkan kerugian pada pihak lain, pemerintah maupun pemerintah daerah dapat
memeberikan sanksi hukum dan administrasi berupa teguran, teguran tertulis, denda atau
pencabutan izin sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka mencapai efektifitas pelayanan di unit perawat intensif perlu ditunjang
dengan suatu kebijakan. Kebijakan yang diberlakukan tersebut harus jelas dan mampu laksana
dalam pengertian kebijakan tersebut dimengerti dan dipatuhi oleh semua pihak.
Pelayanan keperawtan yang diberikan yang sesuai dengan etika dan legal keperawatan
antara lain :
1. Mengahrgai klien sebagai masnusia yang unik tanpa memandang umur, status sosial,
latar belakang budaya, dan agama.
2. Menghargai klien sebagai manusia utuh.
3. Menghargai kerahasiaan dan privacy klien.
4. Menghargai keputusan yang dibuat oleh klien dan keluarga.
5. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang bermutu.
6. Mampu mempertanggungjawab dan mempertanggunggugatkan pelayanan
keperawatan yang diberikan.
24
7. Mampu bekerja sama dengan teman sejawat maupun tim kesehatan untuk memberikan
pelayanan keperawatan terbaik.
Dilema etika yang harus disadari perawat ruang intensif antara lain:
1. Kondisi klien menyebabkan klien tidak mampu mengambil keputusan untuk tindakan
kesehatannya.
2. Penggunaan alat berteknologi tinggi dan kondisi klien yang kritis sering membuat
asuhan yang diberikan berfokus kepada perbaikan kondisi fisik sehingga kurang
melakukan komunikasi dengan klien dan keluarga serta pendidikan kesehatan untuk
klien/keluarga.
3. Penjagaan mutu asuhan keperawtan yang belum optimal; kurangnya kemampuan
menggunakan proses keperawtan, monitoring dan evaluasi tindakan, serta pendidikan
berkelanjutan utnuk perawat.
4. Keputusan menghentikan penggunaan ventilator/alat kesehatan lainnya kepada klien.
5. Konflik dengan sejawat atau tim kesehatan lainnya.
Pemahaman tentang etika dan legal keperawatan yang harus dimiliki oleh perawat ruang
intensif antara lain tentang:
25
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Lokasi
Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau
mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi.
B. Desain
Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan disain yang baik dan
pengaturan ruang yang adekuat.
Ketentuan bangunan ICU adalah sebagai berikut :
1) Terisolasi
2) Mempunyai standar tertentu terhadap :
a) Bahaya api
b) Ventilasi
c) AC
d) Exhaust fan
e) Pipa air
f) Komunikasi
g) Bakteriologis
h) Kabel monitor
3) Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata.
Ruangan ICU dibagi menjadi beberapa area yang terdiri dari :
1) Area pasien :
a) Unit terbuka 12 – 16 m2 / tempat tidur.
b) Unit tertutup 16 – 20 m2 / tempat tidur.
c) Jarak antara tempat tidur : 2 m.
d) Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur.
e) Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan.
f) Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU.
g) Pencahayaan cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL
day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin
kenyamanan pasien dan personil. Desain dari unit juga memperhatikan
privasi pasien.
2) Area kerja meliputi :
26
a) Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat
dengan pasien.
b) Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin).
c) Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan dilengkapi dengan
viewer.
d) Ruang untuk telepon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi
data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang
cukup resepsionis dan petugas administrasi.
3) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban
sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22-- 25oC kelembaban 50 –70%.
4) Ruang Isolasi
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
5) Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk menyimpan monitor, ventilasi mekanik, pompa infus dan pompa syringe,
peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli,
penghangat darah, alat isap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih.
6) Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor
Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan
pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi.
7) Ruang perawat
Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dan
pimpinannya.
8) Ruang staf dokter
Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala bagian dan
staf, dan kepustakaan.
9) Ruang tunggu keluarga pasien
10) Laboratorium
Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat.
27
Sarana dan Prasarana ICU
LEVEL 1 (Minimal)
28
menyimpan barang
dan obat
Ruang tunggu
8 - -
keluarga pasien
9 Ruang perawat - -
10 Ruang pencuci alat - -
11 Dapur - -
12 Sumber air 1 unit Bakteriologis
Ada sumber cadangan
Sumber listrik
13 1 set 220 V
cadangan
Voltage regulator
14 Penerangan ruang - Lampu TL 10 Watt/m2
1 lampu
pertempat tidur
15 Lampu tindakan Lampu sorot dengan reflector 60 Watt
sesuai dengan
kebutuhan
Tempat tidur ICU Dari metal
I. 2 – 4 Sesuai dengan Terdapat penghalang kanan kiri
16
II. > 4 – 6 kebutuhan Dapat diubah posisi
III. > 6 (Trendelemburg/Fowler)
Silinder
Sesuai dengan
Sentral dengan wall outlets
17 Sumber oksigen jumlah tempat
Ada flowmeter
tidur
Medicaloxygen
Sumber udara tekan medi
18 Udara tekan
Tekan 50 – 70 PSI
Split/Wall type
Pendingin ruangan / Sesuai dengan PK sesuai luas ruangan
19
AC luas ruangan Suhu 22 – 250 C
Humidity : 50 – 70 %
Sesuai dengan
20 Alat penghisap
jumlah tempat Mesin tersendiri / sentral
29
tidur
30
complete with 4 Berbagai ukuran
blades Berbagai ukuran
Orotracheal tube 2 set
with cuff (no. 6 –
9,5)
Nasitracheal tube
with cuff (no. 6 – 1 set
9)
ET tube, plain (no.
2,5 – 5,5) 1 set
ET stylette 1 set
Magill forcep 1 set
Pembuka mulut
(mouth sore-ader) 1 set
tipe ferguson
ET brush 1 set
Antibite device 1 set
31
Sandal
Dengan jarum detik
38 Jam dinding 1 – 2 buah
Quarts
39 Nurse station 1 buah
Metal dan kaca
40 Lemari instrumen 1 – 2 buah
4 tingkat per rak
Double viewer
41 Negatoscop (optional) 1 – 2 buah
Dengan lampu
42 Minor surgery set 1 set Dalam rol
43 Venous cut down set 1 set Dalam rol
44 Cricothyrothomy set 1 set Dalam rol
45 Trachestomy 1 set Dalam rol
46 Treatment trolley 1 set Mobile
Standard 220 V
47 Titik keluar listrik 4 outlets
Minimal 75 cm dari lantai
48 Papan resusitasi Minimal 2 Dari bahan yang keras
49 Matras anti decubitus 1 per 4 bed Bubbling mattress
Suhu 4 – 50 C
50 Lemari pendingin 1 buah
Untuk menyimpan obat dll.
Kecil, sedang, besar
51 Tromol segala ukuran Secukupnya
Tempat linen steril
52 Infuser for blood bag 1 buah Mediquick / felwall
Fiberoptik
53 1 set Dewasa dan anak
broncoscope
Transcutaneous gas 1 set
54 Mengukur Pt O2 dan Pt CO2
monitor Optional 1
LEVEL II
Mempunyai alat-alat ventilasi mekanik dan pemantauan yang lebih canggih (non-
invasif dan invasive)
LEVEL III
32
Mempunyai alat-alat ventilasi mekanik dan pemantauan yang lebih canggih dan
kemampuan melakukan bantuan hidup ekstra korporatif
Unit – Unit Khusus
ICCU, Renal Unit, Burn Unit, Standard dan Manajemennya diserahkan kepada
disiplin ilmu terkait
1. Peralatan
Peralatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas sangat membantu kelancaran
pelayanan. Uraian peralatan berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU dapat dilihat pada tabel 3.
Berikut ini adalah ketentuan umum mengenai peralatan :
33
a. Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU dan harus
sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan dengan standar yang berlaku.
b. Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat.
c. Peralatan dasar meliputi:
1) Ventilasi mekanik.
2) Alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas.
3) Alat hisap.
4) Peralatan akses vaskuler.
5) Peralatan monitor invasif dan non-invasif.
6) Defibrilator dan alat pacu jantung.
7) Alat pengatur suhu pasien.
8) Peralatan drain thorax.
9) Pompa infus dan pompa syringe.
10) Peralatan portable untuk transportasi.
11) Tempat tidur khusus.
12) Lampu untuk tindakan.
13) Continous Renal Replacement Therapy.
d. Peralatan lain (seperti peralatan hemodialisa dan lain-lain) untuk prosedur diagnostik dan
atau terapi khusus hendaknya tersedia bila secara klinis ada indikasi dan untuk mendukung
fungsi ICU.
e. Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan para medik perlu tersedia untuk
penggunaan alat-alat termasuk langkah-langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi.
34
- Monitor tekanan darah
invasif
- Tekanan vena sentral
- Tekanan baji a. +
Pulmonalis (Swan
Ganz) -
Non invasif : +
- Tekanan darah +
- EKG dan laju jantung +
- Saturasi oksigen
(pulse oxymeter) +
- Kapnograf
Suhu +
EEG +
Defibrilator dan alat pacu +
jantung
Alat pengatur suhu pasien +
Peralatan drain toraks +
Pompa infus dan pompa +
syringe
Bronchoscopy +
Echokardiografi +
Peralatan portable untuk +
transportasi
Tempat tidur khusus +
Lampu untuk tindakan +
Hemodialisis +
CRRT +
35
Peralatan Monitoring (termasuk peralatan portable yang digunakan untuk transportasi pasien)
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas.
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen.
Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan
oksigen, yang selalu terpasang di ventilasi mekanik.
c. Pemantauan konsentrasi oksigen.
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilasi
mekanik atau sistem pernafasan.
d. Tanda bahaya kegagalan ventilasi mekanik atau diskonsentrasi sistim pernafasan.
Pada penggunaan ventilasi mekanik otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan sistim pernafasan atau ventilasi mekanik secara terus menerus.
e. Volume dan tekanan ventilasi mekanik.
Volume yang keluar dari ventilasi mekanik harus terpantau. Tekanan jalan nafas dan
tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi
tekanan yang berlebihan.
f. Suhu alat pelembab (humidifier)
Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi.
g. Elektrokardiograf
Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus.
h. Pulse oxymeter.
Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU.
i. Emboli udara
Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmaferesis, atau alat perfusi, harus
ada pemantauan untuk emboli udara.
j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis
lain seperti tekanan intra arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan
inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular,
kadar CO2 ekspirasi.
36
2. Kemampuan Pelayanan
Tabel 4. Kemampuan Pelayanan
N0 Kemampuan Pelayanan
Sekunder
1 Resusitasi jantung paru.
2 Pengelolaan jalan napas,
termasuk intubasi trakeal
dan ventilasi mekanik.
3 Terapi oksigen.
4 Pemasangan kateter vena
sentral dan arteri
5 Pemantauan EKG, pulsoksimetri,
tekanan darah
non invasif dan invasif.
6 Pelaksanaan terapi
secara titrasi.
7 Pemberian nutrisi enteral
dan parenteral.
8 Pemeriksaaan
laboratorium khusus
dengan cepat dan
menyeluruh
9 Memberikan tunjangan
fungsi vital dengan alatalat
portabel selama
transportasi pasien gawat.
10 Kemampuan melakukan
fisioterapi dada.
11 melakukan prosedur
isolasi.
12 melakukan hemodialisis
intermiten dan kontinyu.
37
C. Fasilitas Dan Pemeliharaan Alat
Kelengkapan fasilitas dan peralatan di unit perawatan intensif merupakan faktor
pendukung yang sangat penting karena memudahkan untuk mengantisipasi keadaaan
yang mengancam kehidupan. Kebutuhan fasilitas dan peralatan disesuaikan dengan
klasifikasi pelayanan intensif yang diberikan.
1. Standar Fasilitas dan Sarana di Intensif Care Unit (ICU)
Klasifikasi ICU
Jenis
Sekunder
Desain
1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat
Area Pasien :
tidur
Unit terbuka 12-16 m2
Unit tertutup 16-20 m2 1 tempat cuci tangan setiap 1 tempat
tidur
Outlet oksigen 2 per tempat tidur
Vakum 1 per tempat tidur
Stop kontak 2 per tempat tidur
Area Kerja :
Lingkungan Air conditioned
Suhu 23 – 25 0C
Humiditas 50 – 70%
Ruang Isolasi Ada
Ruang penyimpanan pearalatan dan Ada
barang bersih
Ruang tempat buang kotoran
Ruang perawat Ada
24 jam
Monitoring
38
a. COC (cardiac output computer)
b. Analisa Oksigen √
c. Mesin EKG 12 lead
d. Mesin EEG/fungsi cerebral
e. Analisa Gula Darah
f. Analisa Gas Darah
g. Analisa Na/K/Cl (elektrolit)
h. Tempat tidur yang mempunyai
√
alat ukur berat badan
i. Pengangkat (alat untuk
memindahkan pasien)
j. Analisa CO2 Ekspirasi
k. Monitor EKG -3 leag, suhu, nadi,
√
tekanan darah
l. Mesin EKG record √
Alat Bantu Pernapasan
CPAP
39
Mesin X-Ray Portable
Alat X-Ray Viewers √
Cardiovaskuler
Intra Aortic Baloon Pump
Infusion/syringe pump
Alat pacu jantung temporer √
CRV √
Defibrilator √
CVP set √
Vena Secti set
√
Miscelaneous
√
Tempat tidur multi fungsi
Autoclave √
Drip stands √
Trolley Ganti Balutan √
Trolley Emergency √
Matras pemanas/pendingin
Blood/Fluid warming device,
pressure bags, dan skala
NGT Pump
Bedpans √
Blood fridge √
Alat anti dekubitus √
Sumber: Disain dan area kerja disalin dari Standar Pelayanan ICU, Depkes 2003.
40
c. Buat inventarisasi fasilitas dan peralatan yang ada, sehingga dapat diketahui
apakah jumlah dan fungsinya masih dapat dipertahankan atau perlu diajukan
permintaan baru atau perbaikan alat yang ada.
d. Menjaga kebersihan dan mengendalikan infeksi melalui sterilisasi unit perawatan
intensif dan penyediaan tempat cuci tangan.
e. Ikuti prosedur pemeliharaan alat kesehatan sesuai petunjuk operasional.
f. Adanya protolo; untuk membersihkan peralatan tempat tidur setelah pasien
pindah.
41
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
1. Falsafah
Pelayanan keperawatan intensif disediakan dan diberikan kepada pasien dalam
keadaan kegawatan dan kedaruratan yang perlu ditanggulangi dan diawasi secara
ketat, terus menerus serta tindakan segera, ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi. Pelayanan keperawatan intensif tersebut diberikan melalui pendekatan multi
disiplin secara komprehensif.
Dalam Falsafah Keperawtan Intensif, tim keperawatan meyakini bahwa:
a. Setiap pasien mempunyai kebutuhan individual dan berhak mendapatkan
pelayanan keperawatan terbaik, sehingga mampu berfungsi secara maksimal
dengan kualitas hidup yang optimal.
b. Kepedulian dan perhatian (caring) dari tim keperawtan mendorong rasa percaya
diri pasien dan mempercepat proses kesembuhannya.
c. Kualitas hidup pasien optimal dapat dicapai bila dalam pelayanan keperawtan
didukung oleh lingkungan internal maupun eksternal, fisik dan psikologis yang
dapat memberikan rasa aman dan nyaman.
d. Lingkungan kerja yang kondusif meliputi lingkungan fisik dan psikologis yang
didukung fasilitas dan peralatan yang memadai.
e. Kualifikasi tenaga keperawatan yang bekerja di ICU dituntut memiliki sertifikat
khusus yang diakui secara profesional.
f. Pelayanan intensif diberikan melalui pendekatan multidisiplin yang bertujuan
memberikan pelayanan yang komprehensif untuk menanggulangi berbagai
42
masalah pasien kritis secara cepat dan tepat sehingga menghasilkan pelayanan
yang efektif dan efisien.
2. Tujuan
Tujuan Keperawatan Intensif adalah :
a. Menyelamatkan kehidupan
b. Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitoring yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data yang
didapat, dan melakukan tindak lanjut.
c. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan.
d. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
e. Mengurangi angka kematian dan kecacadan pasien kritis dan mempercepat proses
penyembuhan pasien.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan perawatan intensif meluputi:
1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
pelaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar
3. Pemantauan fungsi vital dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan
oleh:
a. Penyakit
b. Kondisi pasien mennjadi buruk karena pengobatan/therapy (iatrogenik)
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang bergantung pada fungsi alat/mesin
dan orang lain
43
b. Memiliki kebijakan / kriteria pasien yang masuk dan yag keluar
c. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
d. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
e. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
f. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan
perawatan intensif, minimal satu orang per shift
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen untuk
kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
2. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi bantu
lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:
a. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan ruujukan
c. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap saat
bila diperlukan
d. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau
bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan dan dokter jaga yang mnimal mampu melakukan resusitasi
jantung paru (bantuan hidup dasar dan hidup lanjut)
e. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit Penyakit Dalam dan Bedah selama 3 tahun
f. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup
g. Mempu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen untuk
memudahkan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi
3. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif, mampu
memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi
sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu
melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif dalam
jangka waktu yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:
44
a. Tempat khusus tersendiri di rumah sakit
b. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar dan rujukan
c. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila
diperlukan
d. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli
konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan.
Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup
dasar dan bantuan hidup lanjut)
e. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
f. Mampu melakukan semua bentuk pemantauan dan perawatan intensif baik invasif
maupun non invasif
g. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, rontgen untuk
kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
h. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medik dan perawat agar
dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
i. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medik, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian
45
Indikasi Masuk ICU
Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infuse secara terus
menerus (contoh: gagal napas berat, pasca bedah jantung terbuka, syok
septik)
Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif atau invasive sehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi (contoh: pasca bedah besar
dan luas; pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal atau lainnya)
Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-
komplikasi akut, sekalipun manfaat ICU ini sedikit (contoh: pasien dengan
tumor ganas metastasis dengan komplikasi infeksi, tamponade jantung,
sumbatan jalan napas)
Tidak Perlu Masuk ICU
Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium) kecuali
keberadaannya diperlukan sebagai donor organ
Pasien menolak terapi bantuan hidup
Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi (contoh:
karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaaan
vegetatif).
Indikasi Keluar ICU
Pasien tidak memerlukan lagi terapi intensif karena keadaan membaik atau
terapi telah gagal dan prognosis dalam waktu dekat akan memburuk serta
manfaat terapi intensif sangat kecil. Dalam hal yang kedua perlu persetujuan
dokter yang mengirim
Bila ada pemantauan intensif ternyata hasilnya tidak memerlukan tindakan
atau terapi intensif lebih lama
Terapi intensif tidak memberi manfaat dan tidak perlu diteruskan lagi pada :
Pasien usia lanjut dengan gagal 3 organ atau lebih yang tidak memberikan
respon terhadap terapi intensif selama 72 jam
Pasien mati otak atau koma (bukan karena trauma) yang menimbulkan
keadaan vegetatif dan sangat kecil kemungkinan untuk pulih
Pasien dengan bermacam-macam diagnosis seperti PPOM, jantung
terminal, karsinoma yang menyebar
46
Pelaksanaan ketiga butir terakhir ini hendaknya dilakukan atas persetujuan
dokter yang mengirim. Apabila tempat ICU penuh, ada pasien lain lebih kritis
yang memenuhi syarat prioritas pertama, maka pasien yang tidak kritis tetapi
memenuhi kriteria keluar terpaksa dikembalikan ke ruangan, hendaknya
dengan persetujuan dokter yang mengirim
47
kombinasinya, sangat mengurangi kemungkinan kesembuhan dan/atau mendapat
manfaat dari terapi di ICU. Contoh-contoh pasien ni antara lain pasien dengan
keganasan metastatik disertai penyulit infeksi pericardial tamponade, atau
sumbatan jalan napas, atau pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat. Pasien-pasien prioritas III mungkin
mendapat terapi intensif untuk mengatasi penyakit akut, tetapi usaha terapi
mungkin tidak sampai melakukan intubasi dan resusitasi kardio pulmuner.
2. Indikasi Pasien Keluar
Kriteria pasien keluar dari ICU mempunyai 3 prioritas yaitu:
a. Pasien Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi perawatan
intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa jangka pendek buruk,
sedikit kemungkinan bila perawatan intensif diteruskan. Contoh: pasien dengan
tiga atau lebih gagal sistem organ yang tidak berespon terhadap pengelolaan
agresif.
b. Pasien Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa
perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif selanjutnya tidak
diperlukan lagi.
c. Pasien Prioritas III
Pasien prioritas III dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif telah
tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih dini bila kemungkinana
kesembuhannya atau manfaat dari terapi intensif kontinyu diketahui kemungkinan
untuk pulih kembali sangat kecil, keuntungan dari terapi intensif selanjutnya
sangat sedikit. Contoh, pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis,
penyakit jantung atai lever terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan
lain-lainnya). Yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akut
lainnya.
3. Kriteri Pasien yang Tidak Memerlukan Perawatan di Ruang Perawatan Intensif
a. Pasien Prioritas I
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi perawat
intensif, atau jika:
1) Terapi mengalami kegagalan
2) Prognosa jangka pendek buruk
48
3) Sedikit kemungkinan untuk pulih kembali
4) Sedikit keuntungan bila perawatan intensif diteruskan
b. Pasien Prioritas II
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan bahwa:
1) Perawatan intensif tidak dibutuhkan
2) Pemantauan intensif selanjutnya tidak diperlukan lagi
c. Pasien Prioritas III
Pasien dipindahkan apabila:
1) Perawatan intensif tidak dibutuhkan lagi
2) Diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat kecil
3) Keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit
II. ALUR PELAYANAN
Pasien yang memerlukan ICU dapat berasal dari :
1. Pasien dari IGD
2. Pasien dari HCU
3. Pasien dari kamar oprasi atau tindakan lain seperti: kamar bersalin, ruang
endoskopi, ruang dialisa, dan sebagainya
4. Pasien dari bangsal ( Ruang Rawat Inap)
Bagan Alur Pelayanan ICU di RS
Pasien Gawat
Tidak Ya
Poliklinik IGD
49
III. SISTEM RUJUKAN
Rujukan adalah pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas/wewenang dan
tanggung jawab secara timbal balik horizontal maupun vertikal terhadap kasus
penyakit atau masalah penyakitatau permasalahan kesehatan karena adanya
keterbatasan dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien. Terdapat dua
jenis rujukan yaitu:
1. Rujukan eksternal (rujukan atar fasilitas kesehatan) yang terdiri dari:
Rujukan vertikal : rujukan yang terjadi dari satu fasilitas pelayanan
kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang menjangkau
dalam suatu tingkat pelayanan kesehatan yang berbeda.
Rujukan horizontal : rujukan yang terjadi dari suatu fasilitas pelayanan
kesehatan kepada fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang memeiliki
kemampuan yang lebih tinggi dalam suatu tingkatan yang sama.
2. Rujukan internal: rujukan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dari tenaga
kesehatan ke tenaga kesehatan lainnya (dokter ke dokter, residen ke spesialis,
rujukan triage0). Ruang lingkup rujukan, terdiri dari:
1. Rujukan kasus penyakit atau masalah penyakit: rujukan yang dilakukan
berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus),
spesimen dan pengetahuan tentang penyakit.
2. Rujukan permasalahan kesehatan: rujukan yang dilakukan berkaitan dengan
upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan berupa fasilitas, teknologi dan
oprasional.
Rumah sakit mempunyai kewajiban untuk merujuk pasienyang memerlukan pelayanan
di luar kemampuan pelayanan rumah sakit. RS penerima rujukan harus mampu
menjamin bahwa pasien yang dirujuk tersebut akan mendapat penanganan segera.
Rujukan balik ke fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk harus dilakukan harus
dilakukan segera setelah alasan rujukan ke RS sudah tertertangani. Oleh karena itu,
rujukan merupakan proses timbal balik yang meliputi kerja sama, koordinasi dan
transfer informasi diantara fasilitas pelayanan kesehatan. Secara umum, tujuan
dilakukan nya rujukan adalah sebagai berikut:
1. Membutuhkan pendapat dari ahli lain (second opinion)
2. Memerlukan pemeriksaan yang tidak tersedia di fasilitas kesehatan tersebut
3. Memerlukan intervensi medis di luar kemampuan fasilitas kesehatan tersebut,
50
4. Memerlukan penatalaksanaan bersama dengan ahli lainnya
5. Memerlukan perawatan dan pemantauan lanjuatan
Pelayan ICU harus memiliki kriteria penderita masuk, keluar dan rujukan. Pelayanan
ICU tersier merupakan rujukan tertinggi untuk ICU, memberikan pelayanan yang
tertinggi termasuk dukungan/bantuan hidup multi sistim yang kompleks dalam jangka
waktu yang tak terbatas.
IV. F-A-S-T-H-U-G
FASTHUG adalah sebuah mnemonic atau singkatan yang digunakan di ICU guna
memudahkan seorang praktisi medis dalam memberikan terapi. FASTHUG berupa check list
terapi utama yang harus diberikan kepada pasien di ICU. FASTHUG terdiri dari F untuk
Feeding, A untuk Analgetik, S untuk Sedasi, T untuk Tromboemboli Profilaksis, H untuk
Head of bed elevasi, U untuk Ulcer proteksi, dan G untuk Glucose kontrol. FASTHUG
membantu mengidentifikasi dan mencegah kesalahan pengobatan, meningkatkan keselamatan
pasien, dan memaksimalkan intervention para praktisi medis.
FASTHUG ditemukan oleh Jean-Louis Vincent, MD, PHD, FCCM dan digunakan di
lembaga-lembaga yang tak terhitung jumlahnya di seluruh negeri untuk membantu
memberikan perawatan yang aman, efisien dan efektif untuk pasien ICU. Hal ini
51
memungkinkan tim ICU anggota (yaitu dokter, perawat, apoteker) untuk memprioritaskan
sejumlah besar data yang tersedia yang harus dikumpulkan, disusun, dan dianalisis sebelum
perawatan pasien.
Feeding
Feeding atau nutrisi adalah hal pertama yang harus kita perhatikan di ICU. Nutrisi
mencakup kepada cairan dan makanan yang akan kita berikan kepada pasien. Dalam berbagai
penelitian disebutkan bahwa angka kematian pasien dengan malnutrisi mencapai 33 persen
dibandingkan dengan 3,5 persen pada yang bergizi baik. Sebuah penelitian prospektif dari 500
pasien dirawat di perawatan di sebuah rumah sakit pendidikan di Inggris menunjukkan bahwa
40 persen pasien yang kekurangan gizi selama di rumah sakit dan pasien kehilangan rata-rata
5,4 persen dari berat badan mereka selama mereka dirawat. Konsekuensi kekurangan gizi
termasuk gangguan fungsi sistem kekebalan tubuh yang mengarah ke peningkatan kerentanan
terhadap infeksi, penyembuhan luka yang buruk, meningkatnya frekuensi ulkus dekubitus,
pertumbuhan berlebih dari bakteri dalam saluran pencernaan termasuk risiko translokasi
kuman pada pasien yang dipuasakan, dan kehilangan micronutrien abnormal melalui feces.
Pemberian nutrisi pada pasien yang dirawat di ICU harus dimulai sesegera mungkin.
Nutrisi dini ini dapat diberikan segera setelah pasien selesei di resusitasi dan dalam kondisi
hemodinamik yang telah stabil. Nutrisi dini dapat dimulai dalam 24-72 jam pertama setelah
masuk ICU. Hal ini dapat menurunkan permeabilitas usus, mengurangi aktivasi dan pelepasan
sitokin proinflamasi dan mengurangi sistemik endotoksemia, dibandingkan dengan pasien
yang dimulai setelah pemberian nutrisi diatas 72 jam setelah dirawat di ICU.
Kebutuhan gizi pasien di ICU dapat ditentukan dengan kalorimeter langsung atau
dengan persamaan prediksi. Persamaan prediksi dapat memberikan prediksi akurat kebutuhan
energi tetapi mungkin kurang layak untuk pasien sakit kritis. Salah satu formula paling
sederhana adalah: 25-30 kkal / kg / hari.
Ada beberapa hal yang harus kita pantau pada pasien yang mendapatkan nutrisi
enteral. Pasien harus dipantau untuk intoleransi terhadap makanan tersebut. Hal ini dapat
dilakukan baik oleh keluhan pasien nyeri dan atau distensi perut, flatus, buang air besar, dan
radiografi perut, jika dipandang perlu. Residu lambung dapat dipantau tetapi menghentikan
nutrisi enteral untuk residu kurang dari 500 ml pada tidak adanya tanda-tanda lain dari
52
intoleransi harus dihindari. Namun, banyak praktisi medis menghentikan nutrisi enteral pada
residu lebih besar dari 200 ml.
Parenteral nutrisi di indikasikan pada pasien yang fungsi saluran cernanya terganggu,
pasien yang dipuasakan oleh karena operasi pada saluran cerna dan dapat sebagai suplemen
terhadap nutrisi enteral pada pasien yang belum bisa menerima nutrisi enteral secara penuh.
Nutrisi Parentral dapat diberikan melalui kanul vena perifer (Pheriperal parenteral nutrisi)
maupun lewat vena sentral. Pemberian lewat vena perifer biasanya terbatas dan sering
menimbulkan phlebitis karena osmolaritas dari sediaan nutrisi parenteral yang biasanya jauh
diatas osmolaritas darah.
Analgesia
Analgesia didefinisikan sebagai mengumpulkan atau tidak adanya rasa sakit. Pasien
dirawat di ICU biasanya mengalami sejumlah rangsangan yang dapat menyebabkan rasa sakit,
termasuk: riwayat penyakit, prosedur invasif, luka traumatis, invasif dan perangkat
pemantauan non-invasif, perawatan rutin dan imobilitas berkepanjangan. Rangsangan nyeri
tersebut dapat mempengaruhi pemulihan fisiologis dan psikologis yang mengarah ke kurang
tidur, disfungsi paru dan respon stres akut yang dapat bermanifestasi sebagai imunosupresi,
hiperkoagulabilitas, katabolisme protein dan meningkatkan oksigen miokard consumption.
Pada tahun 2002, Komisi Bersama Akreditasi Organisasi Kedehatan Dunia menekankan
pentingnya manajemen nyeri dengan menyatakan tingkat rasa sakit menjadi Vital sign yang
kelima.
Derajat nyeri pasien dapat diukur dengan berbagai cara. Salah satu yang paling umum
dikerjakan adalah VAS (Visual Analogue Scale) dan Faces Rating Scale. VAS terdiri dari
sebuah garis sepanjang 10 cm yang menunjukkan tidak nyeri pada ujung kirinya dan nyeri
paling berat di ujung kanannya. Pasien diminta untuk menunjukkan dimana letak nyerinya
pada garis tersebut. Kemudian hasil penilaian pasien tersebut di intepretasikan ke skala 0 – 10
cm. Nyeri ringan 0 – 3, nyeri sedang 4 – 6 dan nyeri berat 7 – 10. Faces Rating Scale diukur
dengan penggaris yang berisikan angka 0,2,4,6,8 dan 10 dengan gambar wajah diatasnya yang
mewakili ekspresi dari pasien yang akan kita ukur nyerinya. Interpretasi hasilnya hampir sama
dengan interpretasi hasil pada penilaian VAS.
Sayangnya, tidak semua pasien di ICU dapat berkomunikasi nyeri mereka melalui
skala subyektif. Sebagai contoh, pada pasien ventilasi mekanik yang sering membutuhkan
53
obat penenang dan atau analgesik untuk mempertahankan tingkat kenyamanan, indikator
fisiologis seperti fluktuasi denyut jantung, tekanan darah dan tingkat pernapasan yang
berguna dalam penilaian nyeri. Namun, indikator-indikator objektif sakit relatif spesifik dan
penyelidikan lebih lanjut dari pasien diperlukan.
Apapun metode pemantauannya, penilaian nyeri harus dilakukan oleh semua anggota
tim ICU secara berkala. Hal ini akan membantu untuk mengurangi efek samping yang tidak
diinginkan dari obat analgesik (yaitu oversedation), sekaligus memaksimalakan efektivitas
dan mencegah kontrol nyeri yang tidak memadai. Sebagai contoh, biasanya digunakan ICU
modalitas analgesik seperti opioid harus dipantau untuk memastikan bahwa depresi
pernapasan dan gangguan pernapasan berikutnya tidak terjadi karena penggunaan yang
berlebihan.
Prinsip penggunaan analgetik dapat menggunakan step ladder patern dari WHO,
namun dapat juga dengan menggunakan prinsip multimodal analgesia yaitu menggunakan
kombinasi beberapa jenis obat dengan titik tangkap kerja yang berbeda sehingga didapatkan
efek sinergisme dan dosis dari masing-masing obat dapat diturunkan sehingga efek samping
dari obat analgetik tunggal dapat dikurangi. Sebagai contoh pemberian opioid yang
dikombinasi dengan NSAID (Non Steroid Antiinflamatory Drug) akan menurunkan dosis
opioid hingga 30 % sehingga efek depresi napas yang ditakutkan pada pemberian analgetik
opioid dapat diminimalisir.
Sedasi
54
Sedasi di ICU dapat dicapai melalui sejumlah obat, dari berbagai kelas obat. Propofol
biasanya digunakan sebagai agen penenang lini pertama. Ini adalah agen anastesi / hipnotis
yang dikenal beronset cepat dengan durasi pendek. Hipotensi skunder akibat vasodilatasi
perifer adalah salah satu efek yang tidak diinginkan pada pemberiannya (3-26%). Propofol
merupakan emulsi, sehingga pasien harus dimonitor untuk hipertrigliseridemia dan
pankreatitis. Dosis propofol dapat diberikan dengan dosis 10-20 ml/jam.
Obat golongan benzodiazepin seperti diazepam, lorazepam dan midazolam dapat juga
digunakan untuk memberikan sedasi di ICU. Diazepam dan Midazolam adalah obat yang
beronset cepat dengan durasi yang relatif singkat. Diazepam, di metabolisme menjadi produk
long-acting yang terakumulasi dengan cepat dan bekerja memperpanjang durasi kerjanya.
Pasien dengan gangguan ginjal dan disfungsi hati harus dipantau penggunaannya, karena obat
ini memiliki metabolit yang mungkin menumpuk. Lorazepam memiliki onset yang lebih lama
tindakan dan durasi yang lebih lama dibandingkan dengan diazepam dan midazolam.
Disamping kedua obat tersebut, α-2 agonis yang bekerja sentral seperti clonidine dan
dexmedetomidine telah mendapat popularitas sebagai agen obat penenang yang baru sampai
saat ini. Umumnya, obat ini digunakan sebagai pilihan ketiga atau keempat untuk
memberikan sedasi pasien di ICU. Berbeda dengan obat penenang dijelaskan diatas,
dexmedetomidine menyebabkan depresi pernafasan minimal. Namun, hanya disetujui FDA
untuk penggunaan jangka pendek dan dapat menyebabkan bradikardi dan hipotensi.
Tromboemboli Profilaksis
Tromboemboli vena (VTE) dapat bermanifestasi sebagai trombosis vena dalam (DVT)
atau emboli paru (PE). Faktor risiko meliputi stasis vena, cedera pembuluh darah dan
gangguan hiperkoagulasi. Mayoritas pasien ICU membawa setidaknya satu faktor risiko VTE,
faktor risiko tambahan yang dianggap memiliki risiko komulatif efek khusus untuk pasien
ICU meliputi operasi, trauma, imobilitas, keganasan, usia, jantung atau kegagalan pernapasan,
obesitas, meroko dan CVC (Central Venous Chateter). Tromboemboli telah ditemukan
sebagai penyebab komplikasi serius pada populasi pasien, dengan sekitar 10% dari kematian
di rumah sakit yang disebabkan emboli paru. Meskipun kelompok-kelompok beresiko tinggi
dapat mudah diidentifikasi, adalah mustahil untuk memprediksi pasien yang akan mengalami
peristiwa tromboemboli. Oleh karena itu, sangatlah bijaksana untuk menilai semua pasien
rawat inap untuk risiko VTE mereka dan memberikan agen profilaksis yang sesuai.
55
Tromboemboli profilaksis dapat dilakukan secara mekanik maupun secara
medikamentosa. Pada pasien dengan resiko rendah dan dapat melakukan mobilisasi sendiri
atau pasien dengan resiko tinggi namun mengalami masalah dengan faktor koagulasinya
profilaksis secara mekanik dapat menjadi pilihan. Tromboemboli profilaksis dengan
menggunakan cara mekanik berupa, perubahan posisi berbaring secara berkala, pijat rutin
pada tungkai bawah, early mobilisasi pada pasien sadar dan penggunaan alat-alat bantu seperti
graduated compression stockings (GCS), intermitten pneumatic compression (IPC) device
dan venous foot pump (VFP).
Terapi medikamentosa dapat berupa Heparin 5000 unit setiap 8 jam, Enoxaparin 30
unit setiap 12 jam, Dalteparin 2500-5000 unit setiap 24 jam, dan Fondaparinux 2,5 mg setiap
24 jam yang mana semuanya dipakai menyesuaikan dosis berdasarkan fungsi ginjal.
Penelitian telah menunjukkan bahwa elevasi kepala tempat tidur ke sudut 30-45
derajat dapat mengurangi kejadian gastroesophageal reflux dan pneumonia nosokomial pada
pasien yang menggunakan ventilasi mekanis. Pasien yang dirawat pada sudut 45 derajat telah
terbukti memiliki penurunan aspirasi isi lambung dibandingkan dengan pasien yang dirawat di
bawah sudut 45 derajat. Namun, penting bahwa thorax pasien juga tetap tinggi, karena banyak
pasien mungkin akan bergeser ke bawah tempat tidur ketika kepala mereka diangkat ke posisi
ini.
Ulcer Profilaksis
56
ginjal, multiple trauma dengan skor keparahan cedera ≥ 16, cedera tulang belakang, gagal
hati, riwayat ulserasi lambung atau perdarahan pada tahun sebelumnya, penggunaan obat
(kortikosteroid, non-steroid anti-inflamasi, vasopressor) dan hipotensi.
Pilihan obatnya sebagian besar akan didasarkan pada pendapat dokter atau status
formularium di rumah sakit. Tidak ada agen yang paling mujarab dari pada yang lainnya
untuk pencegahan SRMD. Dokter juga harus mempertimbangkan informasi pasien tertentu
seperti fungsi ginjal dan kondisi penyakit penyerta saat menentukan terapi yang tepat. Efek
samping yang umum dari obat-obat ini termasuk perubahan status mental, pneumonia, sakit
perut, diare dan sakit kepala.
Glucose Control
Hiperglikemia pada pasien sakit kritis telah terbukti dapat meningkatkan tingkat
morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan pasien di ICU. Oleh karena itu, kontrol gula darah
diperlukan pada psaien sakit kritis untuk membantu mengurangi timbulnya komplikasi,
termasuk menurunnya penyembuhan luka, peningkatan risiko infeksi, gangguan motilitas
gastrointestinal, gangguan fungsi Cardiovaskular, peningkatan risiko polineuropati, dan
peningkatan resiko gagal ginjal akut.
Kadar gula darah pada pasien dengan penyakit kritis dipertahankan pada kisaran 140-
180 mg/dl. Infus insulin kontinu dapat dimulai pada pasien yang mengalami fluktuasi kadar
glukosa lebih dari 180 mg/dl atau pada pasien yang terus-menerus mengalami hiperglikemia
meskipun pengobatan sudah dianggap adekuat dengan suntikan insulin short-acting. Sliding
Scale Insulin biasanya digunakan untuk menjaga gula darah pasien dalam rentang normal atau
untuk mewujudkan kebutuhan insulin pasien. Dokter harus menyadari risiko dan manfaat dari
menggunakan insulin kontinu, short acting maupun kombinasi dengan intermediet acting,
terutama yang berhubungan dengan asupan kalori. Selain itu, dokter harus memantau pasien
57
untuk tanda dan gejala hiperglikemia, seperti: diaphoresis, takikardi, lesu, kegoyahan, tremor,
kejang dan koma.
58
BAB V
LOGISTIK
59
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
60
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
61
2. Pengawasan teknis perumahsakitan : pengukuran kinerja berkala yang meliputi
kinerja pelayanan dan kinerja keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan
Internal.
Apabila ditemukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sehingga
menyebabkan kerugian pada pihak lain, Pemerintah maupun Pemerintah Daerah dapat
memberikan sanksi hukum dan administrasi berupa teguran, teguran tertulis, denda atau
pencabutan izin sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
62
e. Infeksi nasokomial adalah infeksi yang dialami oleh pasien yang
diperoleh selama dirawat di rumah sakit yang meliputi dekubitus,
phlebitis, sepsis, dan infeksi luka oprasi standarnya ≤ 9%
f. Jumlah pasien yang kembali keperawatan intensif dengan kasus
yang sama < 72 jam standarnya ≤ 3%
g. Tingkat kepuasan pelnggan yang di rawat di ruang ICU ≥ 70 %
IV. Pengendalian Infekasi
1. Lingkungan ICU
a. Pintu ruang ICU ( luar dan dalam) harus selalu dalam keadaan tertutup
b. Pemasangan alas lantai didepan pintu dalam ICU harus tetap terpasang dan
dalam kondisi basah dengan larutan desinfektan
c. Pengaturan batas tegas antara daerah semi steril dan non stereil sesuai
prosedur
d. Melakukan pembersihan rutin ruang ICU sesuai jadwal yang telah
ditentukan
e. Melakukan sterilisasi ruangan setelah pembersihan ruangan
f. Penanganan sampah pembuangan BAB Dan BAK pasien sesuai prosedur
g. Petugas ICU (dokter dan perawat)
1) Petugas ICU harus memakai pakain khusus dan alas kaki khususu
ruang ICU
2) Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
3) Pemakaian handschoen dalam melakukan tindakan perawatan
terhadap pasien
4) Penggunaan hand-rubbagi petugas setiap selesai kontak dengan
pasien
h. Untuk pasien ICU
1) Penggantian baju dan celana setiap hari
2) Penggantian alat tenun pasien setiap hari atau bila kotor
3) Pembersihan tempat tidur dan alat-alat yang dipakai pasien
setelah pasien keluar, dengan cairan desinfektan
i. Untuk pengunjung pasien ICU/keluarga pasien
63
1) Sebelum daan sesudah berkunjung ke pasien, pengunjung cucti
tangan terlebih dahulu atau membersihkan tangan dengan
menggunakan hand-rub
2) Pengunjung hanya bisa masuk pada saat jam berkunjung (1orang)
j. Peralatan Ruang ICU
1) Perawatan yang berupa set instrumen, alat kesehatan disposibel
harus dalam keadaan steril
2) Resterilisasai alatICU dilakukan setiap 3x24 jm sekali
3) Instrumen alat-alat suction sirkuit ventilator bila selesai dipakai
pada pasien direndam dengan cairan disinfektan baru kemudiandi
sterilkan di ruang sterilisasi
4) Setiap pasien yang memerlukan suction harus mempunyai selang
suction sendiri-sendiri dan diganti dalam waktu 1x24 jam.
Penggunaan kom untuk suction digantidalam waktu 1x24 jam dan
tiap-tiap pasien sendiri
64
BAB VII
PENUTUP
Pedoman Pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Bangli ini diharapkan dapat menjadi
panduan menyelenggarakan pelayanan ICU. Pelayanan ICU di Rumah Sakit Umum Bangli di
klasifikasi sekunder sesuai rumah sakit kelas B. Pelayanan yang disesuaikan dengan
kemampuan rumah sakit meliputi sumber daya, sarana, prasarana dan peralatan. Pedoman
Pelayanan ICU di Rumah Sakit, selanjutnya dijabarkan dalam prosedur tetap di rumah sakit
guna kelancaran pelaksanaannya
65
.Refference
66
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK DI ICU
67
1. Bahwa berdasarkan penjelasan dokter di ICU, tindakan apapun yang dilakukan selalu
mengandung beberapa konsekuensi dan risiko. Risiko potensial yang terjadi termasuk
perubahan tekanan darah, reaksi obat (alergi), henti jantung, kerusakan otak, kelumpuhan,
kerusakan saraf bahkan kematian. Saya menyadari hal ini dan risiko serta komplikasi lain
yang mungkin dapat terjadi.
2. Bahwa dalam praktek ilmu kedokteran, bukan merupakan ilmu pengetahuan yang pasti
(exact science) dan saya menyadari tidak seorangpun dapat menjanjikan atau menjamin
sesuatu yang berhubungan dengan tindakan medis di ICU.
3. Bahwa obat-obatan yang digunakan sebelum prosedur di ICU dapat saja menimbulkan
komplikasi. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab saya untuk
memberikan informasi kepada dokter semua obat-obatan yang saya
sendiri/istri/suami/anak/ayah/ibu gunakan, termasuk aspirin, kontrasepsi, obat-obatan flu,
narkotik, marijuana, kokain, dan lain-lain.
4. Bahwa selama pasien dirawat di ICU, dapat dilakukan tindakan-tindakan medis sesuai
kondisi pasien berdasarkan pertimbangan medis termasuk intubasi, pemakaian ventilator,
kateter vena sentral, arteri line serta transfusi darah dan/atau produk-produk darah.
5. Bahwa dokter ICU yang bertugas dapat melakukan konsultasi atau mendapat bantuan dari
dokter lain yang berkaitan jika dirasakan perlu.
6. Bahwa apabila staf ICU yang bertugas di ICU mengalami luka tusuk atau terpapar cairan
tubuh pasien, pasien setuju untuk diperiksa darahnya.
Saya menyadari dan mengerti sepenuhnya bahwa pada tindakan medis, berbagai risiko dan
komplikasi yang tidak didiskusikan sebelumnya mungkin dapat timbul. Saya juga menyadari
bahwa selama berlangsungnya tindakan tersebut, ada kemungkinan timbulnya kondisi-kondisi
yang tidak terduga dimana hal tersebut memerlukan tindakan-tindakan perluasan yang
berhubungan dengan perawatan yang sedang dilakukan, untuk itu saya menyetujui
dilakukannya tindakan tersebut apabila diperlukan. Selanjutnya saya menyadari bahwa tidak
ada jaminan atau janji-janji yang diberikan kepada saya sehubungan dengan hasil dari segala
tindakan dan atau perawatan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan.
………….Tgl………….Bulan………….Tahun………….
68
Saksi-saksi Dokter Yang membuat
pernyataan
1.
………………………………. ………………………….....
.………………………........
Tanda tangan dan Nama Jelas Tanda tangan dan Nama Jelas Tanda tangan dan Nama
Jelas
(Huruf Balok) (Huruf Balok) (Huruf Balok)
1.
……………………………….
Tanda tangan dan Nama Jelas
(Huruf Balok)
69
DAFTAR ISI
Pendahuluan ................................................................................................
Standar Fasilitas…………………………………………………………….
Logistik. .......................................................................................................
Keselamatan Kerja.........................................................................................
Pengendalian Mutu........................................................................................
Penutup..........................................................................................................
70