Anda di halaman 1dari 39

PEDOMAN PELAYANAN

INTENSIVE CARE UNIT

(ICU)

TIM ICU

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

R. ALI MANSHUR

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT dimana telah memberikan serta


melimpahkan Rahmat serta Hidayah-Nya sehingga Pedoman Pelayanan
Intensive Care Unit (ICU) terbaru Rumah Sakit Umum Daerah R. Ali
Manshur Jatirogo telah selesai.
Panduan ini adalah revisi dari panduan sebelumnya dimana panduan
ini menjadi penyempurna dari Panduan sebelumnya, dalam panduan ini
dijabarkan semua tentang Pedoman Pelayanan Intensive Care Unit (ICU)
secara global serta pengelolaan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah R.
Ali Manshur Jatirogo
Diharapkan panduan ini dapat menjadi pegangan bagi Rumah Sakit
Umum Daerah R. Ali Manshur Jatirogo khususnya untuk pelayanan pasien
guna tercapainya visi dan misi serta tujuan Rumah Sakit Umum Daerah R.
Ali Manshur Jatirogo .
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terciptanya
Pedoman ini untuk semua panitia, tak lupa juga ucapan terima kasih
kepada direktur dan jajaranya serta teman teman dari unit lain sehingga
Panduan ini bisa tercipta dan selesai, kritik dan saran yang membangun
serta bermanfaat selalu kita terima guna tercapai perbaikan dimasa yang
akan datang.

Penyusun,

Tim ICU
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Instalasi Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari
rumah sakit yang mandiri (instalasi dibawah direktur pelayanan),
dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang
ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang
menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam
nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampilan staf medic, perawat dan staf lain yang berpengalaman
dalam pengelolaan keadaan-keaadaan tersebut.
Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak
timbul pada saat pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence
Nightingale mengusulkan anestesi sampai ke masa pasca bedah.
Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan
khusus dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi
sampai sadar dan stabil fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh
sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal
dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada
masa pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.
Evolusi ICU bermula dari timbulnya wabah poliomelytis di
Scandinavia pada sekitar awal tahun 1950, dijumpai kematian yang
disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan. Dokter spesialis
antologi yang dipelopori oleh BjØrn Ibsen pada waktu itu, melakukan
intubasi dan memeberikan bantuan napas secara manual mirip yang
dilakukan selama anestesi. Dengan bantuan para mahasiswa
kedokteran dan sekelompok sukarelawan mereka mempertahankan
pasien poliomelytis bulbar dan bahkan menurunkan mortalitas
menjadi sebanyak 40%, disbanding dengan cara sebelumnya yakni
penggunaan iron lung yang mortalitasnya sebesar 90%. Pada tahun
1952 Engstrom membuat ventilasi mekanik bertekanan positif yang
ternyata sangat efektif member pernafasan jangka panjang. Sejak
saat itulah Icu dengan perawatan pernapasan mulai terbantuk dan
tersebar luas.
Pada saat ini, ICU modern tidak terbatas menangani pasien
pasca bedah atau ventilasi mekanis saja, namun telah menjadi
cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang lingkup
pelayanan meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti
pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-
lainya, baik pada pasien dewasa ataupun pasien anak
Rumah sakit sebagai penyedia pelayanan kesehatan
mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan ICU
yang professional dan berkualitas. Dengan mengedepankan
keselamatan pasien. Pada ICU, perawatan untuk pasien dilaksanakan
dengan melibatkan berbagai tenaga profesional yang terdiri dari
multidisiplin ilmu yang bekerja sama dalam tim. Pengembangan tim
mulitidisplin yang kuat sangat penting dalam meningkatkan
keselamatan pasien. Selain dukungan itu sarana, prasarana serta
peralatan juga diperlukan dalam rangka meningkatkan pelayanan
ICU. Oleh karena itu, mengingat diperlukanya tenaga khusus,
terbatasnya sarana dan prasarana, serta mahalnya peralatan, maka
demi efisiensi, keberadaan ICU perlu dikonsentrasikan.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan yang bermutu dan mengutamamkan
keselamatan dan kesembuhan pasien
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan acuan pelaksanaan ICU di rumah sakit
b. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien ICU
di rumah sakit
c. Menjadi acuan pengembangan pelayanan ICU di rumah sakit

C. LANDASAN HUKUM
1. KMK No. 129//MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan
Minimal RS
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1438/MENKES/PER/IX/2010
Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
3. Keputusan Menteri Kesehatan No 1778/Menkes/SK/XII/2010
4. Kepmenkes RI No 004/Menkes/SK/I/2003 Tentang Kebijakan Dan
Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan.
5. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
6. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
7. Undang-Undang No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
8. Keputusan Direktur Jenderal Upaya Kesehatan No. HK. 02.04/
1966/11, Tentang petunjuk Teknis penyelenggaraan pelayanan
Intensif Care di Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 519 / Menkes / PER / III /
2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anesthesiologi
dan Terapi Intensif di Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus
mempunyai pengetahuan yang memadai, mempunyai ketrampilan
yang sesuai dan mempunyai komitmen terhadap waktu.
B. TENAGA MEDIS
Seorang dokter intensivis adalah seorang dokter yang memenuhi
standar kompetensi berikut :
1. terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis anastesiologi
melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh
perhimpunan profesi yang terkait.
2. Menunjang kualitas pelayanan IRI / ICU dan menggunakan
sumber daya IRI / ICU secara efesien
3. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam
pelayanan IRI / ICU
4. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan
pelayanan 24 jam/hari, 7 hari/minggu
5. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain :
a. Sampel darah arteri
b. Memasang dan mempertahankan jalan napas termasuk
intubasi trakeal, trakeostomi perkutan dan ventilasi mekanis
c. Mengambil kateter intravaskuler untk monitoring invasive
maupun terapi invasif misalnya; peralatan monitoring,
termasuk : a. Kateter vena central (CVP)
d. Resusitasi jantung paru
e. Pipa torakostomi

6. Melaksanakan dua peran utama :


a. Pengelolaan Pasien
Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan
pelayanan di IRI / ICU , menggabungkan dan melakukan
titrasi pelayanan pada pasien penyakit kompleks atau cedera
termasuk gagal organ multi-sistem. Dalam mengelola pasien,
dokter intensivis dapat mengelola send IRI / ICU atau
berkolaborasi dengan dokter lain. Seorang dokter intensivis
mampu mengelola pasien sakit kritis dalam kondisi seperti :
1) Hemodinamik tidak stabil
2) Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa
memerlukan tunjangan ventilasi mekanis
3) Gangguan neurologi akut termasuk menangani hipertensi
intracranial
4) Gangguan atau gagal ginjal akut
5) Gangguan endokrin dan/ atau metabolic akut yang
mengancam nyawa
6) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi

b. Manajemen Unit
Dokter intensivis berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas
manajemen unit yang diperlukan untuk memberi pelayanan-
pelayanan IRI / ICU yang efisien, tepat waktu dan konsisten.
Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi antara lain :
1) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran
pasien
2) Supervise terhadap pelaksanaan kebijakan unit
3) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas
yang berkelanjutan termasuk supervise koleksi data
4) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk
menjamin kelancaran pelayanan ICU
5) Mempertahankan Pendidikan berkelanutan tentang
critical care medicine
6) Selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan
membaca literatur kedokteran
7) Berpartisipasi dalam program Pendidikan dokter
berkelanjutan
8) Menguasai standa untuk unit critical care.
9) Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada perbaikan
kualitas indisipliner

C. TENAGA KEPERAWATAN
ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagaian
besar terlatih. (diganti) menjadi : jumlah perawat di IRI / ICU
ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan
ventilasi mekanik. Perbandingan perawat : pasien 1:1

D. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Kualifikasi
Jumlah
Nama Jabatan Pendidikan formal & Fungsi
SDM
Informal
Ka. Instalasi  Spesialis  Manajerial 1
ICU Anestesiologi atau
KIC
 Pelatihan ACLS

Dokter Jaga  Dokter Umum  Koordinator dokter 1


Penanggung  Pelatihan ACLS jaga 24 dalam
Jawab ICU asuhan medis
Ka. Ruang ICU  DIII Keperawatan  Manajerial 1
 Pengalaman kerja  Membantu asuhan
lebih dari 3 tahun keperawatan
 Pelatihan BTCLS
 Pelatihan ICU
dasar (diharapkan)
 Pelatihan
Manajemen Kepala
Ruang (diharapkan)
PJ Logistik/  DIII Keperawatan  Melakukan 1
Wa. Ka. Ruang  BTCLS administrasi
ICU  Pelatihan ICU keperawatan
pemula  Membantu Ka.
Ruang
 Melaksanakan
asuhan keperawatan
kirits
PJ Shift  DIII Keperawatan  Melakukan asuhan 4
 BTCLS keperawatan
 Pelatihan ICU  Memipin tim jaga
dasar (diharapkan)  Membagi tugas
sesuai kemampuan
tim
Perawat  DIII Keperawatan  Melaksanakan
pelaksana  BTCLS asuhan keperawatan
kritis

E. PENGATURAN JAGA
Jam Dinas
1. Dinas Pagi : 07.00 – 14.00 WIB
2. Dinas Siang : 14.00 – 21.00
3. Dinas Malam : 21.00 – 07.00
4. Dokter Spesialis Anestesiologi siap 24 jam menangani kasus
kegawatan ICU
5. Dokter spesialis konsulen siap menangani kasus kegawatan ICU
6. Tenaga perawat siap melayani kasus ICU selama 24 jam
(terjadwal)
7. Setiap selesai 2 kali jaga malam diberikan libur 2 hari
8. Tidak diperkenankan membuat ritme jadwa shift malam siang
pagi bagi jadwal jaga keperawatan
9. Diperkenankan melakukan tukar jaga atas persetujuan dari
kepala ruang
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. BANGUNAN GEDUNG
1. Letak
Ruang ICU terletak di lantai 2 diatas ruang VK dekat dengan
ruang OK, dan ruang Isolasi, ruang laboratorium
2. Bentuk
a. Sudut dinding, lantai dan atap tidak boleh tajam
b. Dinding dan laintai, dan langit – langit terbuat dari bahan yang
keras, tidak boleh berpori, tahan api, kedap air, tidak mudah
kotor, tidak licin, warna terang dan mudah di bersihkan serta
tidak ada tempat, menampung debu.
c. Ruang
Ruang ICU memiliki ruang terbuka untuk bed pasien ICU biasa,
dan 1 ruang tertutup untuk pasien ICU isolasi. Setiap bed
memiliki jarak 2 meter dengan bed lainnya untuk mencegah
infeksi nosocomial. Posisi nurse station harus berada di tengah
depan pasien untuk memungkinkan petugas mengawasi
seluruh pasien. Setiap bed pasien harus ada meja atau buffet
untuk meletakan carddesk. Sekat/dinding dalam dan pintu
Ruang ICU isolasi harus menggunakan kaca supaya mudah
untuk di awasi dari nurse station. ruang pejabat ICU, ruang
petugas, dan ruang istirahat harus tertutup.
d. Ventilasi
Menggunakan AC dengan suhu antara 19 s/d 22 C, dengan
kelembaban udara 50 s/d 60%. Ruangan bertekanan negative
-15 mmHg
DENAH RUANG ICU
Legenda
VM : Ventilator Mekanik

M : Meja lemari Pasien

3. Sistem Penerangan
a. Lampu ruangan memakai lampu LED 15 watt setiap bed pasien
b. Pencahayaan ruangan sesuai
c. Lampu tidak menyebabkan panas,
4. Sistem Gas
Setiap bed pasien terdapat 4 lubang gas central, yaitu : 2 lubang
gas O2, 1 lubang Gas Udara, dan 1 lubang suction sentral.
5. Sistem Listrik
a. Harus ada sistem darurat yang menggunakan emergency lamp
dan sistem listrik cadangan yaitu generator bila listrik padam.
6. Sistem Komunikasi
a. Sistem komunikasi menggunakan telepon parallel yang
menghubungkan kamar operasi dengan kamar lainnya dalam
rumah sakit, dan bisa di gunakan untuk telepon keluar rumah
sakit
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. KRITERIA PASIEN MASUK


Sebelum pasien masuk ke ICU, pasien atau keluarga harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar
pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di
ruang ICU, serta Tindakan kedokteran yang mungkin selama pasien
dirawat di ruang ICU. Penjelasan tersebut diberikan oleh kepala
Instalasi ICU atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut
pasien dan keluarga dapat menerima dan memberikan persetujuan
untuk dirawat di ruang ICU. Persetujuan dinyatakan dengan
menandatangani formulit informed consent.
Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas di
rumah sakit, diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila
kebutuhanatau permintaan akan pelayanan  ICU  lebih tinggi dari
kemampuan pelayanan  yang dapat diberikan. Kepala Isntalasi ICU 
bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di  ICU
. Bila kebutuhan pasien masuk  IRI / ICU  melebihi tempat tidur yang
tersedia, kepala  ICU  menetukan kondisi berdasarkan prioritas
kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di  ICU.

1. Pasien dengan Prioritas


a. Prioritas 1
 Pasien sakit kritis, kondisi tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan monitoring yang tidak bisa dilakukan
di ruang rawat inap yang lain.
 Pasien yang memerlukan bantuan ventilator, obat
vasoactive kontinu
 Pasien yang memerlukan penggunaan obat antiaritmia
 Pasien yang memerlukan alat bantu lainnya
 Penyakit atau gangguan akut sistem organ vital yang
memerlukan Tindakan terapi intensif dan agresif untuk
mengatasinya.
 Gangguan atau gagal napas akut
 Gangguan atau gagal sirkulasi
 Gangguan atau gagal susunan saraf pusat atau gagal
ginjal
Contoh :
 Pasien dengan ancaman atau yang mengalami gagal
napas
 Pasien dengan kegagalan sirkulasi atau syok
 Pasien tension pneumothorax
 Pasien status epilepticus
 Pasien cedera kepala sedang atau berat
 Pasien perdarahan intracranial yang diharapkan
mengalami perbaikan derajat kesadaran pasca operasi
 Pasien dengna gangguan kesadaran yang memerlukan
dukungan ventilator mekanik
 Pasien gagal jantung
 Pasien dengan gangguan irama jantung yang dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi seperti : fibrilasi atrial,
blok atrioventricular, takikardia supraventrikuler, VF, VT
 Pasien dengan serangan sianotik
 Pasien tamponade kardiak
 Pasien pasca henti jantung yang menalami ROSC
 Pasien multipe trauma
 Pasien gagal ginjal akut dengan edema paru yang
berpotensi mengalami gagal napas sesuai kriteria
 Pasien hipertensi krisis dengan komplikasi gangguan
susunan saraf pusat dan kardiorespiratorik
b. Prioritas II
 Kelompok ini memerlukan pemantauan ICU dan belum
memerlukan terapi intensif, namun berisiko mengalami
kondisi yang memerlukan terapi intensif secepatnya.
Kelompok pasien ini dapat dirawat di ruang HCU bila
tidak ada tempat di PICU.
 Pemantauan intensif secara invasive atau non invasive
atau keadaan yang dapat menimbulkan ancaman pada
gangguan pada sistem organ
Contoh :
 Pasca bedah ekstensif
 Pasca henti jantung dalam keadaan stabil
 Pasca bedah jantung dan pasca bedah penyakit jantung
 Pasien dengan kejang berulang
 Pasien dengan penurunan kesadaran yang masih mampu
mempertahankan patensi jalan napas dan fungsi
kardiorespiratorik
 Pasien pasca operasi tanpa gangguan kardiorespiratorik
 Pasien dengan kegawatan endokrin
 Pasien dengan gangguan elektrolit dan asam basa
 Pasien anemia berat
 Pasien gagal jantung
 Pasien efusi pericardium pasca paracentesis
 Pasien gagal ginjal atau AKI
 Pasien hipertensi tanpa gangguan organ
 Pasien dengan infeksi paru tanpa dukungan ventilasi
mekanik
 Pasien efusi pleura pasca WSD
 Pasien pneumothorax (non-tension)
 Pasien infeksi berat atau sepsis
 Pasien hiperpireksia
 Pasien gagal hati akut
 Pasien hiperlekositosis atau sindroma lisis tumor
c. Prioritas III
 Kelompok ini adalah pasien sakit kritis yang
kemungkinan sembuh atau manfaat terapi di ICU sangat
kecil
 Pengelolaan pada pasien ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akut, dan usaha terapi mungkin tidak sampai
intubasi atau resusitasi jantung paru.
 Pritoritas ini mungkin mendapat terapi intensif untuk
mengatasi penyakit akutnya
 Kelompok pasien ini dapat dirawat di HCU bila tidak ada
tempat di ruang ICU
Contoh
 Pasien keganasan dengan metastasis
 Pasien anomaly keonginetal multiple
 Pasien CKD
 Pasien sindrom Eisenmenger
 Pasien Chronic lung disease atau brochopulmonary
dysplasia
 Pasien sirosis hepatis

B. ALUR PASIEN MASUK RUANG ICU


1. Dokter penanggung jawab pasien (DPJP) yang berasal dari
IGD/IBS/IRNA berkonsultasi dengan dokter anestesi untuk
meminta pertimbangan pasien yang membutuhkan perawatan ICU
2. Dokter Anestesi memberikan persetujuan masuk atau tidaknya
pasien ke ICU berdasarkan penilaian keseluruhan aspek prioritas
pasien (prioritas I, II, dan III)
3. Jika indikasi pasien pasien membutuhkan perawatan intensif,
pasien dapat segera masuk ICU
4. Setelah pasien masuk ICU, dokter Anestesi yang akan memberikan
penanganan pasien selanjutnya
5. Jika kondisi memungkinkan pasien untuk pulang/rawat inap di
bangsal/rujuk ke RS yang lebih tinggi, maka keluarga pasien
segera mengurus administrasi dengan perawat/petugas
administrasi di ICU. Pengurusan administrasi meliputi :
a. Pasien pulang
Pasien yang dapat keluar ICU hanya pasien :
 Pasien meninggal atau
 Pasien atas permintaan sendiri
b. Pasien rawat inap di bangsal
Setelah pasien memenuhi syarat untuk perawatan di bangsal
yaitu :
1) Bila pasien tidak lagi memerlukan terapi secara
intensif/gagal terapi secara intensif dan
berprognosa jelek
2) Bila kemungkinan mendadak memerlukan
Tindakan intensif tidak ada
3) Pasien kronis yang tidak ada manfaatnya diterapi
secara intensif
c. Pasien Rujuk ke RS yang lebih tinggi
Pasien rujuk ke RS yang lebih tinggi dengan pertimbangan
akan mendapatkan terapi lebih lanjut dan terapi serta alat yang
lebih tinggi tingkat kemampuannya
Alur Pelayanan ICU

IGD

VK/IBS ICU IRNA

PENGURUSAN ADMINISTRASI

PASIEN PULANG RUJUK KE RS LAIN


 Meninggal
 Atas permintaan sendiri

RAWAT INAP DI BANGSAL


C. KRITERIA PASIEN KELUAR ICU
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan
medis oleh kepala Instalasi ICU dan tim yang merawat pasien
 Bila kondisi vital tubuh telah membaik dan stabil
 Terapi intensif tidak bermanfaat atau tidak memberikan hasil
yang diharapkan karena misalnya pasien mengalami mati
batang otak atau mencapai stadium akhir penyakit.
 Pasien kelompok prioritas II jika ada pasien prioritas I
memerlukan perawatan.

D. STANDAR PELAYANAN MINIMUM PELAYANAN RAWAT INTENSIF


Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan instalasi ICU di Rumah
Sakit Umum Daerah R. Ali manshur, standar pelayanan yang harus
dimiliki oleh staf ICU adalah sebagai berikut :
1. Resusitasi Jantung Paru
2. Pengelolaan Jalan Napas, termasuk Intubasi Trakeal dan Ventilasi
Mekanik
3. Terapi Oksigen
4. Pemasangan Catheter Vena Central
5. Pemantauan EKG, Pulse Oksimetri dan tekanan darah non
Invasive
6. Pelaksanaan terapi secara titrasi
7. Pemberian nutrisi parenteral dan enteral
8. Pemeriksaan lab khusus dengan cepat dan menyeluruh
9. Observasi fungsi vital dengan alat-alat portable selama
transportasi pasien gawat
10. Kemampuan melakukan fisioterapi dada

E. INFORMED CONSENT
1. Sebelum pasien masuk di ICU, pasien dan atau keluarga harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang dasar
pertimbangan mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di
ruang intensif, serta berbagai macam Tindakan kedokteran yang
mungkin dilakukan selama pasien dirawat di ruang ICU serta
prognosa penyakit yang diderita pasien
2. Penjelasan tersebut diberikan oleh kepala Instalasi ICU atau
dokter yang bertugas saat itu
3. Setelah mendapatkan penjelasan, pasien dan keluarganya bisa
menerima atau tidak bisa menerima
4. Pernyataan pasien dan atau keluarganya harus dinyatakan dalam
formulir yang ditandatangani

F. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR


1. Pelayanan dan pengelolaan ICU dilaksanakan mengacu pada
kebijakan dan prosedur tertulis
2. Prosedur pengelolaan dan pelayanan ICU secara rinci diatur dalam
tiap-tiap SOP
3. SOP di ruang ICU meliputi
a. SOP pemasangan CVC
b. SOP pemasangan Stomacth tube
c. SOP intubasi dan perawatannya
d. SOP ekstubasi
e. SOP balance cairan
f. SOP menggunakan alat medis seperti :
- Monitor Pasien
- Syring Pump
- Suction
4. Secara berkala dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan
pengelolaan dan pelayanan di ICU
G. PENANGGULANGAN KEGAWATAN
1. Jenjang terapi henti jantung (algoritma)
a. Bantuan hidup dasar (BHD) yang harus diberikan adalah
Airway, Breathing, Circulation tanpa alat dan dengan alat,
harus diberikan pad apasien yang henti nafas dengan atau
tanpa henti jantung
b. Diagnosis henti nafas dilakukan dengan cara :
 Look Listen feel
 Meraba nadi carotis dan femoralis pada pasien dewasa
 Meraba nadi brachialis pada pasien bayi
c. Denyut nadi negatif berarti henti jantung telah terjadi
d. Algoritma henti jantung antara lain adalah sebagai berikut
2. VT/VF Tanpa Denyut Carotis
a. Harus segera mendapatkan defibrilasi
b. Jika tidaka da defibrilator BHD harus segera dimulai
c. Jika henti jantung sempat disaksikan di monitor maka lakukan
awal Precordial Thump
3. Bukan VT/VF
Prognosis sangat jelek, kecuali penyebab segera dapat dikoreksi
4. Asistole
a. Penting sekali dipastikan kabel elektroda tidak terlepas
b. BHD harus segera dimulai selama 3 menit, pastika jalan napas
pasien terbuka
c. Lakukan intubasi dan berikan ventilasi dengan oksigen 100%
d. Pertahankan akses intravena untuk jalur obat-obatan
resusitasi agar segera dalam sirkulasi sitemik
5. EMD/PEA
a. EKG masih menunjukkan irama yang seolah – olah diikuti
adanya sirkulasi darah tetapi denyut nadi karotis tidak teraba,
henti jantung.
b. Pertolongan mungkin bisa berhasil bila penyebab henti jantung
dapat dikoreksi
c. Lakukan BHD sambil mencari 4H (hipoksia, hipovolevia,
hiperkalemia/hipokalemia, Hipotermia), dan 4T (tension
Pneumothorax, Tamponade Jantung, Thromboemboli,
Toksisk/Over Dosis Obat)
6. Obat-obatan untuk resusitasi Jantung Paru
a. Epinephrin
 Indikasi : henti jantung (VF, VT tanpa nadi, asistole,
PEA), bradikardia, reaksi atau syok anafilaktik, hipotensi.
 Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang setiap 3-5 menit,
dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal dengan
dosis 2-2,5 kali dosis intravena. Untuk reaksi atau syok
anafilaktik dengan dosis 0,3-0,5 mg SC dapat diulang
setiap 15-20 menit. Untuk terapi bradikardia atau
hipotensi dapat diberikan epinephrine per infus dengan
dosis 1 mg (1mg= 1:1000) dilarutkand dalam 500 cc NaCl
0,9%. Dosisi dewasa 1 mg/menit dititrasi sampai
menimbulkan reaksi hemodinamik, dosisi dapat
mencapai 2-10 mg/menit
 Pemberian dimaksudkan untuk merangsang reseptor
andenergik dan meningkatkan aliran darah ke otak dan
jantung
b. Lidokain
 Pemberian ini dimaksud untuk mengatasi gangguan
irama antara lain VF, VT, VES yang multiple, multifokal,
konsekutif/salvo dan R on T.
 Dosis 1-1,5 mg/kgBB bolus I.V dapat diulang dalam 3 – 5
menit sampai dosis total 3 mg/kgBB dalam 1 jam
pertama kemudian dosisi drip 2-4 mg/menit sampai 24
jam dapat diberikan intratrakeal atau transtrakeal
dengan dosis 2-2,5 kali dosis I.V
 Kontra indikasi : alergi, AV blok derajat 2 dan 3, sinus
arrest dan irama idioventrikuler

c. Sulfas Atropin (SA)


 Merupakan antikolinergik, bekerja menurunkan tonis
vagal dan memperbaiki sistem konduksi Antro
Ventrikuler
 Indikasi : Asistole atau PEA lambat (kelas II B),
bradikardia (kelas IIA) selain AV blok derajat fl tipe 2 atau
derajat 3 (hati-hati pemberian SA pada bradikardia
dengan iskemi atau Infark Miokard), keracunan
organoospat (atropinisasi)
 Kontra indikasi : bradikardia dengan irama EKG AV blok
derajat II tipe 2/ derajat III
 Dosis 1 mg IV bolus dapat diulang dalam 3-5 menit
sampai dosis total 0,03 – 0,04 mg/kgBB, untuk
bradikardia 0,5 mg I.V bolus setiap 3-5 menit maksimal 3
mg
d. Natrium Bikarbonat
 Diberikan untuk dugaan hiperkatemia, setelah sirkulasi
spontan yang timbul pada henti jantung lama, asidosis
metabolik karena hipoksia dan overdosis antidepresi
trisiklik
 Dosis 1 meq/kgBB bolus dapat diulang dosis
setengahnya
e. Kalsium gluconat/Kalium klorida
 Digunakan untuk perbaikan kontraksi otot jantung,
stabilisasi membran sel otot jantung terhadap
depolarisasi. Juga digunakan untuk mencegah transfusi
masig atau egek akibat donor darah yang disimpan lama
 Diberikan secara perlahan I.V selama 10-20 menit
dengan menggunakan drip
 Dosis 4-8 mg/kgBB untuk kalsium gluconat dan 2-4
mg/kgBB unutk kalium klorida. Dalam transfusi, setiap 4
kantong darah yang masuk diberikan 1 ampul Kalsium
Gluconat
7. Obat-obatan pada periode peri Arrest
a. Dopamin
 Untuk merangsang efek alfa dan beta andrenergic agar
kontraktilitas miokard curah jantung dan tekanan darah
meningkat
 Dosis 2-10 µg/kgBB/menit dalam syring pump
b. Digoxin
 Indikasi fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat
 Kegagalan ventrikel kiri
 Dosis awal : 0,5 mg dilarutkan dalam 10 cc D5% IV
diberikan selama 10 menit
 Lanjut : 0,25 mg oral (1 atau 2 kali) sampai tercapai dosis
total 0,75 – 1 mg/24 jam
c. Verapamil
 Indikasi SVT atau angina pectoris
 Dosis awal diberikan 5-10 mg IV dalam 2 menit dapat
diulang 5 mg lagi setelah 5 menit
 Verapamil IV hanya diberikan pada SVT yang sudah pasti
karena efek inotropik negatifnya cukup besar
 Efekt anti aritmia berlangsung sekitar 6 jam
d. Dobutamin
 Efek inotropik positif pada infark miokard, bedah
jantung, kardiomiopati, syok septik dan syok kardiogenik
 Dobutamin bekerja dengan memperkuat daya kontraksi
jantung akibat stimulasi stimulator 01 andrenoreseptor di
jantung. Dobutamin juga berdaya vasodilatasi karena
vasodilasi stimulator D2 reseptor
8. Obat-obat emergency lainnya
a. Magnesium sulfat
 Direkomendasikan untuk pengobatan torsade de pointes
pada VT, keracunan digitalis. Bisa juga untuk mengatasi
preeklamsia
 Dosis untuk torsade de pointe 1-2 gr dilarutkan dengan
D5% diberikan selama 5-60 menit. Drip 0,5-1 gr/jam IV
selama 24 jam
b. Morfin
 sebagai analgesik kuat, dapat digunakan untuk edema
paru setelah cardiac arrest
 dosis 2-5 mg dapat diulang 5-30 menit
c. kortikosteroid
 digunakan untuk perbaikan paru yang disebabkan
gangguan inhalasi dan untuk mengurangi edema cerebri
d. furosemide
 digunakan untuk mengurangi edema paru dan edema
otak
 efek samping yang dapat terjadi karena deuresis yang
berlebihan adalah hipotensi, dehidrasi dan hipokalemia
 dosis 20-40 mg IV
e. Diazepam
 Digunakan untuk mengatasi kejang-kejang, eklamsia,
gaduh, gelisah dan tetanus
 Efek samping dapat menyebabkan depresi pernapasan
 Dosis dewasa 1 ampul I.V dapat diulang setiap 15 menit
f. Norepineprin (NE)
 Syok kardiogenik berat dan secara hemodinamik :
hipotensi signifikan dengan resistensi perifer keseluruhan
rendah
 Diberikan melalui jalur I.V
 Campurkan 4 – 8 mg NE ke dalam 250 ml D5%, atau
campurkan dengan 50 cc D5% dengan menggunakan
syringe pump
 Dibutuhkan dosis yang lebih besar untuk meningkatkan
perfusi adekuat pada kasus drug induced hypotension
 Meningkatkan oksigen demand miokard. TD dan HR
 Bisa menginduksi aritmia. Hati-hati penggunaan pada
pasien Iskemia Akut; monitor cardiac output
 Ektravasasi obat menimbulkan nekrosis jaringan, jika
terjadi : campur phentolamin 5-10 mg ke dalam 10-15 ml
NS, infiltrasikan ke area ekstravasasi
g. Cairan resusitasi
 Kristaloid
 koloid
H. PERSIAPAN PENERIMAAN PASIEN
Monitor dan evaluasi dilaksakan dilaksanakan secara
berkesinambungan guna mewujudkan pelayanan ICU yang aman dan
mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi
dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan factor – factor
yang potensial berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian
yang efektif. Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem
skor prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem skor prognosis dibuat
dalam 24 jam pasien masuk ke ICU. Contoh skoring yang digunakan
adalah APACHE II, SOFA. Rerata nilai skoring prognosis dalam
periode tertentu dibandingkan dengan keluaran aktualnya.
Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama
atau lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rerata nilai scoring
prognosis.

I. MONITORING PASIEN
Monitoring pasien di ICU dilakukan oleh perawat dan selanjutnya
dikomunikasikan dengan DPJP
Langkah-langkah peaksanaan monitoring adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi masalah
2. Observasi 24 jam (dengan shift jaga)
a. Kardiovaskuler: tekanan darah, HR, EKG, CVP, MAP, dll
b. Respirasi : RR, setting ventilator, interpretasi BGA, keluhan,
pemeriksaan fisik, dan foto thorax
c. Ginjal : urin output tiap jam, jumlah urin selama 24 jam
d. Pencernaan : pemriksaan fisik, cairan lambung, intake oral,
muntah, diare
e. Tanda infeksi : peningkatan suhu tubuh / penurunan
(hipotermi), pemeriksaan kultur, beberapa lama antibiotic
diberikan
f. Nutrisi klien : enteral parenteral
g. Mencatat hasil lab abnormal
h. Posisi ETT dikontrol tiap saat dan pengawasan secara kontinyu
seluruh proses perawatan
i. Menghitung intake / output (balance cairan)
3. Urutan Prioritas penanganan
B1 (breath)  pernapasan
B2 (Blood)  sistem hemodinamik
B3 (Brain)  sistem saraf pusat
B4 (blader)  urogenital
B5 (bowel)  sistem pencernaan dan eliminasi
B6 (Bone)  sistem tulang otot dan persendian
J. INDIKASI DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan Laboratorium ICU di terpusat di lab dan dilakukan
24 jam on site
a. Apabila ada pemeriksaan lab. Maka petugas ICU memberitahu
ke petugas lab tentang pemeriksaan yang diminta
b. Petugas Instalasi ICU membuatkan surat permintaan
pemeriksaan lab pada lembar pemeriksaan lab, sesuai dengan
permintaan dokter
c. Petugas lab datang ke ICU untuk melakukan pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan lab sesuai dengan surat
permintaan tersebut
d. Bila hasil pemeriksaan sudah ada, maka petugas ICU
mengambil ke laborat
e. Pemeriksaan lab sito bisa diminta sewaktu-waktu
2. Pemeriksaan Radiologi terpusat di radiolgi dan bisa dilakukan 24
jam on site
a. Bila ada pemeriksaan radiologi maka petugas ICU
memberitahukan kepada petugas radiologi tentang
pemeriksaan yang diminta
b. Petugas ruang ICU mengantar pasien ke radiologi untuk
dilakukan pemeriksaan
c. Bila hasil pemeriksaan sudah ada, maka petugas radiologi
mengantar hasilnya ke ruang ICU
d. Pemeriksaan radiologi sito dapat diminta sewaktu-waktu dalam
24 jam
K. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN PELAYANAN
Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang
melakukan pelayanan di ICU dan bertanggungjawab atas semua yang
dicatat tersebut. Pencatatan menggunakan status khusus ICU yang
meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang menyebabkan
dirawat di ICU, data tanda-tanda vital, pemantauan fungsi organ
khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis
dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat serta
jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien. Pelaporan pelayanan
ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya, sistem
skor prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi mekanis,
hemodialisis, dan sebagainya), lama rawat dan keluaran (hidup atau
meniggal) dari ICU.
BAB V
LOGISTIK

A. PROSEDUR PENYEDIAAN ALAT KESEHATAN DAN OBAT-OBATAN


1. Tersedianya obat-obat emergensi yang memadai untuk menunjang
life saving, seperti SA, Adrenalin, Anti Aritmia, Inotropik, Sedasi,
Analgesik, Anti Hipertensi dan sebagainya
2. Obat tersebut harus ditempatkan di tempat yang mudah
terjangkau untuk memudahkan dalam penggunaan saat tindakan
emergensi ke pasien
3. Tersedianya alkes, cairan infus dan alat-alat yang menunjang
untuk kebutuhan emergensi yang diletakkan di tempat yang
mudah dijangkau, seperti OPA, NPA, Laringoskop, ETT, Alat
Ventilasi Manual, Masker O2, Infus RL, NaCl 0,9%, Koloid 6%,
dan juga spuit dari ukuran 1 cc sampe 50 cc
4. Daftar obat-obatan emergensi dan alat-alat kesehatan
sebagaimana tercantum dalam daftar
B. PERENCANAAN PERALATAN / PEREMAJAAN
1. Program perencanaa peralatan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan rumah skait, apabila ada hal-hal
yang insidentil dan mendesak bisa dilaksankaan sewaktu-waktu
2. Peremajaan perawalatan dilakukan bekerja sama dengan logistik,
keuangan dan pihak terkait dari peralatan tersebut
BAB VI

PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN INFEKSI

1. Pintu ICU harus selalu dalam keadaan tertutup


2. Melakukan pembersihan rutin Instalasi ICU dan peralatan sesuai
jadwal yang telah ditentukan setiap hari
3. Melakukan sterilisasi ruang menggunakan sinar UV setelah
pembersihan ruang sesuai prosedur minimal 1 bulan sekali, atau ada
pasien dengan droplet airborn
4. Penanganan sampah pembuangan BAB dan BAK sesuai prosedur
5. Petugas mengisi data surveillance pemakaian alat invasive diisi oleh
katim/IPCLN
6. Petugas Instalasi ICU (dokter dan perawat)
a. Petugas ICU harus memakai skort, alas kaki dan masker khusus
ICU
b. Petugas harus rajin mencuci tangan sesuai 5 momen
c. Pemakaian sarung tangan setiap kali melakukan Tindakan
terhadap pasien
d. Untuk Tindakan-tindakan tertentu petugas harus memakai sarung
tangan steril
e. Perlindungan dari penyakit menular bagi petugas instalasi ICU
dilakukan sesuai prosedur
f. Karena Sebagian besar alat ICU menggunakan listrik, maka
dilakukan pemeliharaan rutin untuk mencegah terjadinya lonjatan
listrik baik ke petugas maupun ke pasien
g. Untuk pasien instalasi ICU harus diganti dengna baji khusus ICU
h. Penggantian alat tenun pasien dilakukan setiap 2 x sehari atau
bila kotor
i. Pembersihan tempat tidur dan alat-alat yang dipakai pasien
setelah pasien keluar, dengan menggunakan cairan disinfekan dan
beberapa tempat sampah kering basah dan tempat alat tenun
infeksius dan non infeksius
j. Untuk pengunjung pasien / keluarga pasien bila masuk ICU harus
melepas alas kaki
k. Pengunjung hanya bisa masuk pada saat jam besuk (max 1 orang)
BAB VII
KESELAMATAN PASIEN

A. PENGERTIAN
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak di harapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
C. STANDAR PATIEN SAFETY
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
 Target 100%. Label berisi Nama Pasien, Tanggal lahir, dan
No. RM. Gelang warna biru untuk pasien laki-laki, dan label
warna merah muda untuk pasien perempuan
 Target 100%. Label identitas harus terpasang pada pasien
yang menjalani rawat di ICU.
 Target 100% ketepatan pemberian obat maupun tranfusi
yaitu tepat nama pasien, jenis terapi, rute terapi, dosis
terapi, waktu pemberian, tepat etiket.
2. Komunikasi SBAR
 Target 80%. Konsultasi ke dokter via telpon/whatsapp
menggunakan metode SBAR
3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
 100% petugas ICU melaksanakan 5 moment cuci tangan
 100% petugas ICU melaksanakan 6 langkah cuci tangan
menggunakan sabun/handrub
4. Pencegahan Risiko Jatuh
 80% petugas ICU melaksanakan screening pencegahan
risiko jatuh menggunakan skala morse untuk dewasa dan
humpty dumpty untuk pediatri
 100% tidak ada kejadian pasien jatuh di ruang ICU
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA

A. PENGERTIAN
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah
sakit membuat kerja/ aktivitas karyawan menjadi lebih aman. Sistem
tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit
B. TUJUAN
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di Rumah Sakit
2. Mencegah dan Mengurangi kejadian kecelakaan kerja di rumah
sakit
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah
C. TATA LAKSANA KESELAMATAN KARYAWAN
Setiap petugas medis maupun non medis menjelaskan prinsip
pencegahan yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien maupun di ruang ICU dapat
menularkan
2. Menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, kacamata,
sepatu boots, celemek, masker, dll) terutama bila menghadapi
specimen pasien
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien,
sesuai prosedur yang ada misalnya: memasang kateter,
menyuntik, menjahit luka, memasang infus, dll
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptic sebelum dan sesudah
menangani
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius
6. Mengelola alat dengan mengindahka prinsip sterilitas yaitu :
a. Dokumentasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan
7. Menggunakan baju kerja yang sesuai dengan keamanan
8. Melakukan upaya-upaya medis yang tepat dalam menangani
kasus
a. COVID-19
b. HIV/AIDS
9. Kewaspadaan standar karyawan dalam menghadapi penderita
dugaan COVID-19
a. Cuci tangan
b. Memakai Masker N95
c. Menggunakan pelindung wajah/kacamata goggle bila ada
d. Menggunakan apron atau hazmat
e. Menggunakan pelindung kaki atau sepatu boots
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu dan kualitas pelayanan instalasi ICU merupakan


suatu program yang bersifat obyektif dan berkelanjutan untuk
menilai dan memecahkan masalah yang ada sehingga dapat
memberikan kepuasan pada pelanggan dan mencapai standar klinis
yang bermutu

Indikator mutu di Instalasi ICU adalah sebagai berikut :


1. Angka kelengkapan rekam medis
2. Angka kelengkapan asuhan keperawatan
3. Angka kematian spesifik
4. Angka infeksi nosocomial (pneumonia, ISK, Plebitis)
5. Indikator klinik dan Insiden keselamatan pasien
BAB X
PENUTUP

Pedoman Pelayanan ICU di RSUD R. Ali Manshur diharapkan dapat


menjadi panduan bagi seluruh petugas pemberi pelayanan yang
menyelenggarakan pelayanan pada ruang ICU. Berdasarkan klasifikasi
sumber daya, sarana, prasarana dan peralatan pelayanan ICU di rumah
sakit dapat dikategorikan sebagai ICU primer.
Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan akan terus
mengembangkan pelayanan sesuai dengan ketentuan pedoman standar ICU
sesuai dengan situasi dan kondisi yang kondusif bagi setiap program
pengembangan layanan ICU di rumah sakit
Sedangkan untuk kelancaran setiap pelaksanaan pelayanan ICU
perlu adanya penjabaran dari pedoman pelayanan dengan penyususnan
prosedur tetap di unit layanan ICU sehingga hambatan dalam menjalankan
pelaksanakan bisa diminimalkan

Anda mungkin juga menyukai