Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ICU
1. Pengertian ICU
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi
dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai
intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya
sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap
pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena
memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta
dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari
penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab,2007).

Intensive Care Unit (ICU) menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1778/MENKES/SK/XII/2010 adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf khusus dan
perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi
pasien-pasien yang menderita penyakit dan cedera yang mengancam nyawa
atau berpotensi mengancam nyawa dengan prognosis yang tidak tentu.
Ruang ICU merupakan ruang perawatan bagi pasien sakit kritis yang
memerlukan intervensi segera untuk pengelolaan fungsi sistem organ tubuh
secara terkoordinasi dan memerlukan pengawasan yang konstan secara
kontinyu juga dengan tindakan segera (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).
2. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan
a. ICU tingkat I
ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan
perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka
pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada
ICU yang lebih besar
b. ICU tingkat II
ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar di
mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan
dokter tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan
fisioterapi
c. ICU tingkat III
ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit
rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi,
monitor invasif termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini
dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan
konsultan dengan berbagai latar belakang keahlian
(Jevons dan Ewens, 2009).

3. Kategori pasien kritis


a. Kategori pertama
Pasien yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi penyakit
jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non
traumatik dan kegagalan multi organ
b. Kategori kedua
Pasien yang di rawat yang memerlukan propilaksi monitoring oleh karena
perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma
c. Kategori ketiga
Pasien post operasi mayor
(Jevons dan Ewens, 2009).
4. Tanda-tanda klinis pasien kritis
a. Gangguan pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi
b. Takipnea
c. Takikardia
d. Hipotensi
e. Gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau
penurunan tingkat kesadaran)
(Jevons dan Ewens, 2009).

5. Sistem pelayanan diruang ICU


Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal
a. Pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah dasar "saya akan
senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat
secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
b. Indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien
yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care, pasien
yangmemerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan
yang konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit kritis yang
memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah
timbulnya dekompensasi fisiologis
c. Kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar
pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan
dari beberapa disiplin ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai
dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di dalam tim yang di
pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai ketua tim
d. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU
adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-
fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi
pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi
organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitive
e. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap tim
multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien
f. Asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke
ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar.
Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas prioritas
dan indikasi masuk
g. Sistem manajemen peningkatan mutu terpadu demi tercapainya
koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang
memerlukan tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa
disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi masukan dan bekerja
sama dengan staf struktural ICU untuk selalu meningkatkan mutu
pelayanan ICU
h. Kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di
samping multi disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi
perawat dan profesi lain
i. Efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di ruang
ICU mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi
profesi, jadi harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan
ekonomis
j. kontuinitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan dan
ekonomisnya pelayanan ICU

6. Indikasi pasien masuk dan keluar ICU


a. Indikasi pasien masuk ICU
Indikasi pasien masuk ICU
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan gangguan akut yang
masih diharapkan reversible (pulih kembali seperti semula) mengingat
ICU adalah tempat perawatan yang memerlukan biaya tinggi dilihat dari
segi peralatan dan tenaga (yang khusus). Indikasi pasien yang layak
dirawat di ICU adalah:
1) Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh Tim intensive
care.
2) Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi system organ tubuh
secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan
pengawasan yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi.
3) Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan
tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.

Setiap dokter primer dapat mengusulkan agar pasiennya bias dirawat di


ICU asalkan sesuai dengan indikasi masuk yang benar. Mengingat
keterbatasan ketersediaan fasilitasi di ICU, maka berlaku asas prioritas
dan keputusan akhir merupakan kewenangan penuh kepala ICU. Maka
ada beberapa kriteria prioritas pasien yang masuk dan mendapatkan
perawatan di ICU antaralain:
1) Kriteria pasien masuk berdasarkan diagnosis (Ratna,2012)
Kriteria pasien masuk berdasarkan diagnosis menggunakan kondisi
atau penyakit yang spesifik untuk menentukan kelayakan masuk
ICU, yaitu:
a) Sistem Kardiovaskuler
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem kardiovaskuler yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai
berikut:
(1) Infark miokard akut dengan komplikasi
(2) Syok kardiogenik
(3) Aritmia kompleks yang membutuhkan monitoring jetat dan
intervensi
(4) Gagal jantung kongestif dengan gagal napas dan/atau
membutuhkan support hemodinamik
(5) Hipertensi emergensi
(6) Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia,
hemodinamik tidak stabil, atau nyeri dada menetap
(7) Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik
tidak stabil
(8) Diseksi aneurisma aorta
b) Sistem pernapasan
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem pernafasan yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai
berikut:
(1) Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
(2) Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
(3) Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang
mengalami perburukan fungsi pernapasan
(4) Membutuhkan perawat/perawatan pernapasan yang tidak
tersedia di unit perawatan yang lebih rendah tingkatnya
misalnya Intermediate Care Unit
c) Sistem neuroogis
Kondisi atau penyakit spesifik dari sistem neurologis yang
mengindikasikan pasien untuk masuk ICU adalah sebagai
berikut:
(1) Stroke akut dengan penurunan kesadaran
(2) Koma: metabolik, toksis, atau anoksia
(3) Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
(4) Perdarahan subarachnoid akut
(5) Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan
pernapasan
(6) Penyakit system saraf pusat atau neuromuskuler dengan
penurunan fungsi neurologis atau pernapasan (misalnya:
Myastenia Gravis, Syndroma Guillaine-Barre)
(7) Status epileptikus
(8) Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang
direncanakan untuk dirawat secara agresif untuk keperluan
donor organ
(9) Vasospasme
(10) Cedera kepala berat
d) Bedah
Kondisi khusus yang mengindikasikan pasien bedah untuk
masuk ICU adalah pasien pasca operasi yang membutuhkan
monitoring hemodinamik/bantuan ventilator atau perawatan yang
ekstensif
e) Lain-lain
(1) Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
(2) Monitoring ketat hemodinamik
(3) Trauma factor lingkungan (petir, tenggelam, hipo /
hypernatremia)
(4) Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi
komplikasi
(5) Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat
ICU
2) Kriteria pasien berdasarkan parameter objektif
a) Tanda vital
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk
ICU adalah pasien dengan tanda vital sebagai berikut:
(1) Nadi <40 atau >140 kali/menit
(2) Tekanan darah sistolik arteri <80 mmHg atau 20 mmHg di
bawah tekanan darah pasien sehari-hari
(3) Mean arterial pressure <60 mmHg
(4) Tekanan darah diastolic arteri >120 mmHg
(5) Frekuensi napas >35 kali/menit
b) Nilai laboratorium
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk
ICU adalah pasien dengan nilai laboratorium sebagai berikut:
(1) Natrium serum <110 mEq/L atau >170 mEq/L
(2) Kalium serum <2,0 mEq/L atau >7,0 mEq/L
(3) PaO2 <50 mmHg
(4) pH <7,1 atau >7,7
(5) Glukosa serum >800 mg/dl
(6) Kalsium serum >15 mg/dl
(7) Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan
hemodinamik dan neurologis
c) Pemeriksaan fisik (onset akut)
Dilihat dari parameter objektif, pasien yang layak untuk masuk
ICU adalah pasien dengan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut:
(1) Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
(2) Luka bakar >10% BSA
(3) Anuria
(4) Obstruksi jalan napas
(5) Koma
(6) Kejang berlanjut
(7) Sianosis
(8) Tamponade jantung

b. Indikasi pasien keluar ICU


Kriteria pasien keluar dari ICU mempunyai 3 prioritas yaitu :
1) Pasien prioritas 1
Pasien dipindahkan apabila pasien tersebut tidak membutuhkan lagi
perawatan intensif, atau jika terapi mengalami kegagalan, prognosa
jangka pendek buruk, sedikit kemungkinan bila perawatan intensif
diteruskan, sebagai contoh : pasien dengan tiga taua lebih gagal
system organ yang tidak berespon terhadapt pengelolaan agresif.
2) Pasien prioritas 2
Pasien dipindahkan apabila hasil pemantauan intensif menunjukkan
bahwa perawatan intensif tidak dibutuhkan dan pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi.
3) Pasien prioritas 3
Pasien prioritas 3 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi
intensif telah tidak ada lagi, tetapi mereka mungkin dikeluarkan lebih
dini bila kemungkinan kesembuhannya atau manfaat dari terapi
intensif kontinyu diketahui kemungkinan untuk pulih kembali sangat
kecil, keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat sedikit.
Pasien yang tergolong dalam prioritas ini adalah pasien dengan
penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau hepar
terminal, karsinoma yang telah menyebar luas dan lain - lainnya)
yang tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit akut lainnya.

7. Kriteria Prioritas Pasien Masuk ICU Berdasarkan Kebutuhan Pelayanan


a. Pasien prioritas 1
Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit kritis, tidak
stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti: dukungan /
bantuan ventilasi, alat penunjang fungsi organ / system yang lain, infus
obat - obat vasoaktif / inotropic, obat anti aritmia, serta pengobatan lain –
lainnya secara kontinyu dan tertitrasi. Pasien yang termasuk prioritas 1
adalah pasien pasca bedah kardiotorasik, sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa.
b. Prioritas 2
Kriteria pasien ini memerlukan pelayanan canggih di ICU, sebab sangat
beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Pasien
yang tergolong dalam prioritas 2 adalah pasien yang menderita penyakit
dasar jantung – paru, gagal ginjal akut dan berat, dan pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor. Pasien yang termasuk prioritas 2,
terapinya tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa
berubah.
c. Prioritas 3
Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak
stabil status kesehatan sebelumnya, yang disebabkan oleh penyakit yang
mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi.
Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada kriteria ini
sangat kecil, sebagai contoh adalah pasien dengan keganasan metastatic
disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas,
dan pasien penyakit jantung dan penyakit paru terminal disertai
komplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien kriteria ini
hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi
mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
d. Prioritas 4
Pasien dalam prioritas ini bukan merupakan indikasi masuk ICU. Pasien
yang termasuk kriteria ini adalah pasien dengan keadaan yang “terlalu
baik” ataupun “terlalu buruk” untuk masuk ICU.
8. Standart Minumum Pelayanan ICU
Tingkat pelayanan ICU harus disesuaikan dengan kelas rumah sakit. Tingkat
pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang,
jumlah, dan macam pasien yang dirawat.
a. Pelayanan ICU harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
1) Resusitasi jantung paru
2) Pengelolaan jalan napas, termasuk intubasi trakeal dan penggunaan
ventilator sederhana
3) Terapi oksigen
4) Pemantauan EKG, pulse oksimetri yang terus menerus
5) Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
6) Pemeriksaan laboratorium khusus dengan dengan cepat dan
menyeluruh
7) Pelaksanaan terapi secara titrasi
8) Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi
pasien
9) Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat - alat portabel selama
transportasi pasien gawat
10) Kemampuan melakukan fisioterapi dada
b. Ketenagaan ICU
1) Kepala ICU : dokter intensivis full timer yang telah mendalami
pelayanan ICU
2) Tim Medis : dokter spesialis (yang dapat memberikan pelayanan
setiap diperlukan), dokter jaga 24 jam dengan kemapuan ACLS dan
FCCS
3) Perawat : 75 % dari jumlah seluruh perawat ICU merupakan perawat
terlatih dan bersertifikasi ICU
4) Tenaga Non Kesehatan : tenaga administrasi, tenaga kebersihan dan
pekarya
B. Alat di ruang ICU

Fasilitas peralatan ICU

1. Ventilasi mekanik
2. Alat hisap (suction)
3. Alat Ventilasi manual penunjang jalan napas
4. Peralatan monitor non invasif yang meliputi:
a. tekanan darah
b. EKG
c. Suhu
d. Saturasi Oksigen
e. Respirasi
5. Defibrator
6. Pompa infus
7. Pompa syrrnge
8. Rontgen foto portable
9. Light phototerapy
10. Incubator bayi

C. Asuhan keperawatan di ruang ICU


Contoh kasus
Seorang pasien bernama Tn. C dibawa keUGD dengan keadaan tiba-tiba tidak
sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi ngorok. Keluarga pasien
mengatakan sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, dan
tidak ada kejang. Sesampainya di UGD diperiksa dan hasil GCS E1M2V1.
Kemudian klien dirujuk ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif
dengan ventilator, saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan GCS
E1M2VET, terpasang ventilator dengan mode SIMV, FiO2 100%, PEEP +5,
vt 487 RR 38x/menit dan SaO2 100%. Kondisi pupi keduanya miosis reflek
cahaya +/-, ada akumulasi secret dimulut dan diselang ET, tidak terpasang mayo
dan lidah tidak turun. Terdapat retraksi otot interkosta dan terdengar suara ronkhi
basah di paru kanan. CRT < 3 detik.
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn. Ch
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Surakarta
Diagnosa Medis : CVA Haemoragik
No. Register : 010...
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Penurunan Kesadaran
2) Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa berobat ke
dokter umum dan dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu pasien tiba-tiba
tidak sadar, tidak bisa dibangunkan saat tidur dalam kondisi ngorok.
Sebelumnya tidak ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah dan
tidak ada kejang sebelumnya. Keluarga membawa pasien ke Rumah
Sakit Kasih Ibu pukul 00.15 WIB. Kemudian dari RS Y dirujuk ke
IGD RSU X pukul 13.00 WIB. Klien datang di IGD RS X Surakarta
dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E1M2V1. Kemudian klien
dirujuk ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif dengan
ventilator. Saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan GCS
E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%,
PEEP + 5, VT 487, RR 38x/menit. Vital Sign : TD 140/90 mmHg,
Heart rate 160x/menit, Suhu : 38,5⁰C, dan SaO2 100%. Kondisi pupil
keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada akumulasi secret di mulut
dan di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak turun.
Terdapat retraksi otot interkosta dengan RR 38 x/menit dan terdengar
ronkhi basah di basal paru kanan. CRT < 3 detik. Di ICU klien sudah
mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam, Ranitidin /12
jam, dan infuse RL 20 tpm.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien mempunyai riwayat hipertensi kurang dari satu tahun.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti klien

2. Pengkajian Primer
a. Airway
Pada jalan napas terpasang ET, ada akumulasi sekret di mulut dan selang
ET, lidah tidak jatuh ke dalam dan tidak terpasang OPA.
b. Breating
RR : 38 kali/menit, tidak terdapat nafas cuping hidung, terdapat retraksi
otot interkosta, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, ada suara
ronkhi basah di basal paru kanan dan tidak terdapat wheezing, terpasang
Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5, VT 487. Suara
dasar vesikuler.
c. Circulation
TD 140/98 mmHg, MAP 112, HR 124x/menit, SaO2 100%, capillary
refill < 3 detik, kulit tidak pucat, konjungtiva tidak anemis.
d. Disability
Kesadaran : soporokoma, GCS : E1M2VET, reaksi pupil +/-, pupil
miosis, dan besar pupil 2 mm.
e. Exposure
Tidak ada luka di bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu
38,5 ⁰C
3. Pengkajian sekunder
a. TD : 140/98 mmHg
b. MAP : 112
c. HR : 124x/menit
d. SaO2 :100%
e. RR : 38x/menit
f. Suhu : 38,5oC

4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Bentuk Mesochepal, tidak ada luka dan jejas, rambut hitam, tidak ada
oedem
b. Mata
Mata simetris kanan dan kiri, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis,
kedua pupil miosis, reflek pupil +/-.
c. Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, dan tidak ada serumen
d. Hidung
Terpasang NGT warna keruh, tidak ada secret di hidung, tidak ada napas
cuping hidung
e. Mulut
Bibir pucat dan kotor, terpasang ET
f. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe dan tiroid, tidak terjadi kaku
kuduk.
g. Jantung
1) Inspkesi : Ictus Cordis tak tampak
2) Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
3) Perkusi : Pekak
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, tidak ada bunyi jantung
tambahan
h. Paru-paru
1) Inspkesi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi interkosta,
tidak ada penggunaan otot bantu napas, RR 38x/menit
2) Palpasi : Tidak dikaji
3) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, terdapat suara tambahan ronkhi
basah di basal paru kanan
i. Abdomen
1) Inspeksi : Datar
2) Auskultasi : Bising Usus 13x/menit
3) Perkusi : Timpani
4) Palpasi : Tidak terjadi distensi abdomen
j. Ekstremitas
Tidak ada jejas, tidak ada oedem, kekuatan otot 1/1 /1/1
k. Genitalia
Bentuk penis normal, skrotum bentuk dan ukuran normal, tidak ada jejas

5. Tingkat kesadaran
Soporokoma E1M2VET

6. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan Nilai Satuan 21/06/10 22/06/10 23/06/10
Nilai Nilai Nilai
Hb 13 - 16 % 13.8 12.3
Ht 40 - 54 % 44 38
Eritrosit 45 - 65 jt/ mmk 5.04 4.48
Leukosit 4 - 11 ribu/ mmk 8.4 7.4
Trombosit 150 - ribu/mmk 84 37
400
Creatinin 0.6 - mg/ dL 1.5 12.4
1.3
Albumin 3.4 - 5 mg/ dL 3.6 3.1
Gula 80 - mg/ dL 118 482
Sewaktu 120
Ureum 15 - 39 mg/ dL 28 319
Na 136 - mmol/ L 139 132
145
K 3.5 - mmol/ L 3.6 7
5.1
Cl 98 - mmol/ L 106
107
Cholesterol 50 - mg/ dL
200
Trigliserid 30 - mg/ dL
150
Waktu 10 - 15 dtk
protrombin
PPT kontrol 12.8
Waktu 23.4 - dtk
tromboplastin 36.8
APPT 27.5
kontrol
pH 7,35– 7.334 7.312 7.315
3,45
pCO2 35 - 45 mmHg 27 27.6 30
pO2 83 - mmHg 236.9 199.7 189.8
103
HCO3 18 - 23 Mmol/L 16.3 16.9 17.2
AADO2 <100
Laktat 0,4 - 2
Base Excess -10.2 -8.8 -8.4
FiO2 70 % 60% 40 %

b. EKG
Ada gambaran ST depresi inferior
7. Analisa data
NO TGL/JAM DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI

1 21/06/10 DS : - Bersihan jalan napas Akumulasi secret


10.20 WIB DO : tidak efektif di jalan napas
KU soporokoma, terdapat secret di
ET dan mulut, RR 38x/menit,
terdengar bunyi ronkhi basah di
basal paru kanan
2 21/06/10 DS : - Pola napas tidak efektif Depresi pusat
10.25 WIB DO: pernapasan
RR 38x/menit, terdapat retraksi (infark serebri
intercosta, napas cepat dan dangkal, pada batang otak
terpasang ventilator dengan mode P etcause
SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 intracerebral
dan SaO2 100% haemoragie)
3 21/06/10 DS : - Gangguan pertukaran Kegagalan
10.30 WIB DO: gas proses difusi
RR 38x/menit, terdapat retraksi pada alveoli
intercosta, napas cepat dan dangkal,
Hasil BGA : PH 7,334; pCO2
27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2
dengan interprestasi Asidosis
Metabolik terkompensasi sebagian
4 21/06/10 DS : - Gangguan perfusi Perdarahan
10.35 WIB DO: jaringan serebral intraserebal
Kesadaran soporokoma, GCS
E1M2VET, pupil miosis (2mm),
reaksi pupil +/-

5 21/06/10 DS : - Resiko tinggi infeksi Prosedur invasif


10.40 WIB DO: dan bedrest total
Keadaan umum soporokoma, panas
dengan suhu 38,5⁰C, terpasang ET
dan infus line, bedrest total, reflek
motorik -/-
8. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi
secret di jalan napas
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
(infark serebri pada batang otak etcause intracerebral haemoragie)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan proses difusi
pada alveoli
d. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya
perdarahan intraserebral
e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya prosedur invasif dan
bedrest total

Anda mungkin juga menyukai